1. bab 1 pendahuluan 1.1. latar...

27
1 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia memiliki ribuan pulau yang saling berjajar dari Sabang sampai Merauke. Dengan kekayaannya tersebut, Negara Indonesia dikenal dengan sebutan “Archipelago Stateatau negara yang terdiri dari banyak pulau. Secara geografis, Negara Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa diantara 94°45' BT - 141°01' BT dan dari 06°08' LU - 11°05' LS. Sedangkan secara spasial, teritorial Negara Indonesia membentang sepanjang 5.110 km dari barat ke timur dan sepanjang 1.888 km dari utara ke selatan (Soegiarto, 1982). Berdasarkan Konvensi Hukum Laut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982, Negara Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta km² yang terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km² dan laut teritorial seluas 0,3 juta km² pada perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Batas terluar dari ZEE ini sampai dengan 200 mil dari garis pantai pada surut terendah. Dengan kewenangan tersebut, Negara Indonesia memiliki hak untuk memanfaatkan potensi wilayah pesisir yang sangat kaya dengan segala sumber dayanya yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumber daya hayati dan non hayati (Dahuri, 1996). Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang kehidupan sosial dan ekonomi nasional. Selain menyediakan sumber daya yang sangat kaya, wilayah pesisir dan lautan Indonesia juga memiliki fungsi lain yang sangat banyak, seperti daerah rekreasi dan pariwisata, pelabuhan dan transportasi, kawasan permukiman, agribisnis, dan lain sebagainya. Dalam pembangunan sumber daya laut yang mencakup wilayah pesisir dan lautan, pemerintah Indonesia membuat satu kebijakan yang strategis dan antisipatif, yaitu dengan mengubah matra laut yang sebelumnya merupakan bagian dari berbagai sektor pembangunan menjadi sektor tersendiri dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993.

Upload: lamngoc

Post on 11-Mar-2019

275 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

1

1. BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Indonesia memiliki ribuan pulau yang saling berjajar dari Sabang

sampai Merauke. Dengan kekayaannya tersebut, Negara Indonesia dikenal dengan

sebutan “Archipelago State” atau negara yang terdiri dari banyak pulau. Secara

geografis, Negara Indonesia terletak di sekitar garis khatulistiwa diantara 94°45' BT

- 141°01' BT dan dari 06°08' LU - 11°05' LS. Sedangkan secara spasial, teritorial

Negara Indonesia membentang sepanjang 5.110 km dari barat ke timur dan

sepanjang 1.888 km dari utara ke selatan (Soegiarto, 1982). Berdasarkan Konvensi

Hukum Laut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) 1982,

Negara Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta km²

yang terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,9 juta km² dan laut teritorial seluas 0,3

juta km² pada perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Batas terluar dari ZEE ini

sampai dengan 200 mil dari garis pantai pada surut terendah. Dengan kewenangan

tersebut, Negara Indonesia memiliki hak untuk memanfaatkan potensi wilayah

pesisir yang sangat kaya dengan segala sumber dayanya yang menyangkut

eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumber daya hayati dan non hayati (Dahuri,

1996).

Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam

yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

kehidupan sosial dan ekonomi nasional. Selain menyediakan sumber daya yang

sangat kaya, wilayah pesisir dan lautan Indonesia juga memiliki fungsi lain yang

sangat banyak, seperti daerah rekreasi dan pariwisata, pelabuhan dan transportasi,

kawasan permukiman, agribisnis, dan lain sebagainya. Dalam pembangunan

sumber daya laut yang mencakup wilayah pesisir dan lautan, pemerintah Indonesia

membuat satu kebijakan yang strategis dan antisipatif, yaitu dengan mengubah

matra laut yang sebelumnya merupakan bagian dari berbagai sektor pembangunan

menjadi sektor tersendiri dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1993.

Page 2: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

2

Wilayah pesisir terdiri dari beberapa komponen ekosistem. Salah satunya

adalah daerah estuarin. Daerah estuarin merupakan daerah yang memiliki

karakteristik khusus yang unik. Daerah estuarin hanya dapat ditempati oleh

organisme yang dapat bertoleransi terhadap kondisi yang terbatas. Meskipun

estuarin merupakan suatu tempat yang sulit untuk ditempati, daerah ini merupakan

daerah yang sangat produktif yang dapat mendukung sejumlah besar biomassa.

Salah satu jenis tumbuhan yang dapat beradaptasi di daerah ini adalah mangrove.

Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang dapat

ditemui di wilayah pesisir. Ekosistem hutan mangrove disebut juga ekosistem hutan

payau (estuarin), yang merupakan daerah perairan dengan kadar garam / salinitas

Antara 0,5% - 30% (FAO, 1976). Hutan mangrove terdapat di sepanjang pantai atau

muara sungai yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Air di daerah

estuarin merupakan percampuran antara air sungai dan air laut, sehingga air di

daerah ini memiliki tingkat salinitas yang lebih rendah dibandingkan dengan lautan

terbuka. Proses pencampuran air sungai dan air laut ini merupakan suatu proses

yang kompleks. Air tawar yang berasal dari air sungai memiliki tingkat densitas

yang lebih rendah dibandingkan air laut sehingga air tawar cenderung mengambang

dan berada di atas air laut. Di daerah estuarin juga terdapat fluktuasi perubahan

salinitas yang berlangsung secara tetap yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Pada waktu air surut, massa air yang masuk ke dalam daerah estuarin berasal dari

air tawar sehingga salinitas di daerah tersebut pada saat surut memiliki tingkat

salinitas yang umumnya rendah. Sedangkan pada saat air pasang, massa air yang

masuk ke dalam daerah estuarin berasal dari air laut yang kemudian bercampur

dengan air yang ada di estuarine sehingga salinitas di daerah tersebut pada saat

pasang memiliki tingkat salinitas yang umumnya tinggi.

Mangrove dapat tumbuh di wilayah pesisir yang terlindung atau datar

dengan tingkat gelombang laut yang lemah. Selain itu, mangrove dapat tumbuh

baik di wilayah pesisir dengan sedimentasi tinggi. Pesisir Utara demak memiliki

karakteristik gelombang laut yang lemah dengan tingkat sedimentasi yang tinggi.

Sehingga pesisir Utara demak merupakan salah satu lokasi yang baik untuk tumbuh

kembang tanaman mangrove.

Page 3: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

3

Hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat banyak baik dilihat dari aspek

ekonomi, aspek ekologis dan dari aspek fisik. Ditinjau dari aspek ekonomi, hutan

mangrove dapat dikelola hasil alamnya, seperti kayu, daun, buah maupun cadangan

biomassanya. Fungsi mangrove secara ekologis adalah sebagai salah satu

penunjang bagi kelangsungan ekosistem pesisir lainnya dan juga sebagai habitat

bagi makhluk hidup lain yang beragam jenisnya. Sedangkan fungsi hutan mangrove

dari aspek fisik adalah sebagai barrier alam dalam upaya mitigasi bencana non

structural. Barrier alam ini berfungsi sebagai penghalang terhadap erosi yang

disebabkan oleh gelombang air laut serta mengurangi dampak kerusakan yang

dapat ditimbulkan dari bencana tsunami.

Penilaian parameter pendukung pertumbuhan ekosistem mangrove

diperlukan untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan mangrove. Kesesuaian lahan

untuk mangrove juga ditentukan dengan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG)

untuk mengetahui lokasi yang terkena dampak erosi. Parameter pendukung

ekosistem mangrove yang diteliti meliputi kandungan sedimentasi, pasang surut,

gelombang, arus, salinitas, tekstur tanah, penurunan tanah, kenaikan muka air laut,

pH air, genangan, penggunaan lahan, dan suhu/temperatur.

Kegiatan pengukuran ini dilakukan di wilayah pesisir utara Jawa Tengah di

Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Wilayah pesisir Utara jawa memiliki

karakteristik pesisir yang unik dan khas, terutama di wilayah kepesisiran Demak.

Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak terletak di wilayah pesisir Utara Jawa

Tengah. Kecamatan Sayung merupakan salah satu kecamatan yang terkena dampak

banjir rob paling parah di Kabupaten Demak. Masyarakat di sepanjang pesisir

Kecamatan Sayung telah melakukan upaya penanggulangan risiko bencana pesisir

dengan membangun Alat Pemecah Ombak (APO) dan melakukan penanaman

mangrove di sepanjang wilayah pesisir yang berbatasan dengan laut. Hanya saja

beberapa lokasi penanaman mangrove tidak mempertimbangkan kesesuaian lahan

untuk tanaman mangrove. Sehingga sebagian besar tanaman mangrove rusak akibat

erosi yang diakibatkan oleh angin dan gelombang laut.

Kondisi lahan mangrove di Kecamatan Sayung secara umum mengalami

degradasi. Degradasi ini meliputi penurunan tanah, naiknya muka air laut dan erosi

pantai. Penurunan tanah tersebut diakibatkan oleh proses pemampatan tanah yang

Page 4: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

4

masih labil, adanya tekanan dari bangunan diatasnya dan adanya penurapan air

tanah secara besar-besaran oleh industri disekitar Kecamatan Sayung. Adanya

penurunan tanah dan kenaikan muka air laut mengakibatkan masuknya air laut ke

daratan dan menggenangi wilayah permukiman atau yang dikenal dengan sebutan

banjir rob (Kodoatie, 2003). Sedangkan kejadian erosi di lokasi berlangsung secara

aktif sehingga mengakibatkan sejumlah kawasan mangrove rusak dan hilang.

Rusak dan hilangnya kawasan mangrove ini memberikan dampak secara langsung

kepada masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir demak khususnya pesisir

Kecamatan Sayung (Bappeda Demak, 2000). Salah satunya adalah semakin

parahnya kejadian erosi akibat hilangnya kawasan mangrove yang seharusnya

berfungsi sebagai barrier alam. Untuk itu perlu adanya upaya penanggulangan

bencana erosi di kawasan pesisir Kecamatan Sayung yaitu dengan rehabilitasi

kawasan mangrove. Rehabilitasi kawasan mangrove memerlukan adanya penilaian

parameter pertumbuhan mangrove untuk kesesuaian lahan mangrove. Kajian

kondisi lahan mangrove merupakan langkah awal dalam upaya rehabilitasi dengan

melakukan beberapa evaluasi kesesuaian lahan rehabilitasi. Pengukuran kesesuaian

lahan mangrove dilakukan untuk mengetahui lokasi yang berpotensi sebagai zona

penanaman mangrove untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan

kawasan hutan mangrove di pesisir Utara Demak khususnya di sepanjang pesisir

Kecamatan Sayung.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan Perda Nomor 8 Tahun 2005 tentang hutan lindung, kawasan

hutan mangrove di zona pesisir Kecamatan Sayung termasuk dalam kategori hutan

lindung yang saat ini mengalami degradasi yang mengakibatkan berkurangnya

hutan mangrove. Degradasi tersebut disebabkan oleh erosi air laut yang kuat

sehingga di beberapa titik ditemukan adanya ekosistem mangrove yang rusak.

Adanya kerusakan ekosistem mangrove mengakibatkan perubahan luasan

ekosistem mangrove yang ada. Permasalahan degradasi ekosistem mangrove perlu

dikaji mengingat pentingnya peranan dan manfaat ekosistem mangrove terhadap

aspek fisik, ekologi dan sosial ekonomi di kawasan pesisir Kecamatan Sayung,

Kabupaten Demak sehingga upaya rehabilitasi yang berkelanjutan dan terpadu

perlu untuk dilakukan. Upaya rehabilitasi ekosistem mangrove tersebut perlu

Page 5: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

5

dilakukan suatu kajian yang mengarah pada kondisi lahan dalam upaya pre-

rehabilitasi sebagai langkah awal rehabilitasi yang berkelanjutan dan terpadu.

Selanjutnya kajian kondisi lahan mangrove merupakan langkah awal dalam upaya

rehabilitasi dengan melakukan pengukuran kesesuaian lahan terhadap parameter

pendukung pertumbuhan mangrove yang meliputi tekstur tanah, DHL tanah, pH

tanah, pasang surut, kandungan C-Organik, gelombang, arus, tinggi genangan,

salinitas, pH air, kemiringan lereng, bentuklahan dan penggunaan lahan serta

interaksi terhadap arus dan gelombang. Hal tersebut dapat memaksimalkan tahapan

rehabilitasi dan mendukung terciptanya ekosistem mangrove yang lestari di masa

yang datang.

Zona kepesisiran utara Kecamatan Sayung di Kabupaten Demak merupakan

salah satu wilayah pesisir yang memiliki tingkat kejadian erosi cukup tinggi. Hal

tersebut menuntut upaya rahabilitasi yang efektif. Salah satu upaya efektifitas

rehabilitasi ekosistem mangrove adalah dengan menentukan prioritas lokasi

penanaman mangrove sebagai barrier alam. Dengan menggunakan hasil dari

pengukuran kesesuaian lahan dan dihubungkan dengan kejadian erosi maka dapat

diketahui lokasi penanaman mangrove yang sesuai untuk rehabilitasi ekosistem

mangrove dan mengurangi risiko bencana di wilayah pesisir Kecamatan Sayung,

Kabupaten Demak.

Berdasarkan permasalahan yang ada maka dapat dirumuskan beberapa

masalah yang terjadi di Pesisir Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, yaitu:

1. Bagaimana kesesuaian lahan mangrove untuk rehabilitasi ekosistem

tanaman mangrove sebagai upaya mengurangi risiko bencana di zona

kepesisiran utara Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak?

2. Menentukan lokasi penanaman mangrove dalam upaya rehabilitasi kawasan

mangrove di zona kepesisiran utara Kecamatan Sayung, Kabupaten

Demak?

Page 6: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

6

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kesesuaian lahan mangrove untuk rehabilitasi ekosistem

tanaman mangrove sebagai upaya mengurangi risiko bencana di zona

kepesisiran utara Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.

2. Menentukan lokasi yang menjadi prioritas penanaman mangrove dalam

upaya rehabilitasi ekosistem mangrove di zona kepesisiran utara Kecamatan

Sayung, Kabupaten Demak.

1.4. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk

mengetahui kesesuaian lahan yang paling sesuai untuk tanaman mangrove dan

sebagai pertimbangan dalam menentukan prioritas penanaman tanaman mangrove

untuk rehabilitasi ekosistem mangrove yang mengalami kerusakan di Kecamatan

Sayung, Kabupaten Demak.

Penentuan lokasi penanaman mangrove yang paling sesuai dapat

meningkatkan kualitas tanaman mangrove yang pada akhirnya tanaman ini akan

berfungsi sebagai barrier alam yang mengurangi risiko terjadinya bencana pesisir

di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1. Wilayah Pesisir

Wilayah Pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat

meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi

oleh sifat-sifat laut, sedangkan ke arah laut meliputi semua bagian laut yang masih

dipengaruhi oleh proses-proses alami maupun oleh kegiatan manusia yang terjadi

di daratan (Soegiarto, 1976). Pengertian lainnya mengenai wilayah pesisir secara

umum dapat didefinisikan sebagai wilayah pertemuan atau transisi antara daratan

dan lautan. Wilayah pesisir memiliki fungsi dan bentuk yang berbeda serta dinamis

dan tidak terbatas secara spasial. Tidak seperti Daerah Aliran Sungai (DAS), tidak

ada batas alam yang jelas dalam menggambarkan daerah pesisir (FAO, 1998).

Namun apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), suatu wilayah pesisir dapat

dibedakan menjadi dua macam batas, yaitu batas yang sejajar dengan garis pantai

Page 7: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

7

(longshore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (crossshore) (Dahuri

et al., 1996). Penetapan batas-batas wilayah pesisir yang sejajar dengan garis pantai

relative mudah dan dapat digunakan untuk keperluan pengelolaan. Akan tetapi

penetapan batas-batas suatu wilayah pesisir yang tegak lurus terhadap garis pantai

sejauh ini masih belum ada kesepakatan. Dengan kata lain setiap Negara memiliki

pengertian batas wilayah pesisir yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan

karena setiap Negara memiliki karakteristik lingkungan, sumberdaya dan sistem

pemerintahan tersendiri.

Wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari sistem sosial dan sistem alam

yang terjalin secara kompleks dan dinamis. Sistem alam wilayah pesisir tersusun

dari berbagai macam ekosistem (mangrove, terumbu karang, estuaria, pantai

berpasir, dan lainnya) yang memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dan tidak

berdiri sendiri. Kerusakan yang terjadi pada satu ekosistem dapat mempengaruhi

ekosistem lainnya. Selain itu wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh sistem sosial

yang berupa berbagai macam kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah

yang terdapat di lahan atas maupun laut lepas. Kondisi tersebut mensyaratkan

bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan lautan harus memperhatikan keterkaitan

ekologis yang ada yang dapat mempengaruhi suatu wilayah pesisir.

Wilayah pesisir dibagi menjadi empat bagian yang dapat dilihat pada

Gambar 1.1.

Wilayah Kepesisiran

(Coastal Region)

Zona Pecah Gelombang

(Breaker Zone)

Pantai (Shore) atau Gisik

(Beach)

Pesisir (Coast)

Dataran Aluvial Kepesisiran

(Coastal Alluvial Plain)

Gambar 1.1 Diagram Pembagian Zona/Wilayah Kepesisiran (Sumber:

Sunarto et al., 2014)

Page 8: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

8

Berdasarkan Gambar 1.1 dapat dilihat bahwa batas wilayah kepesisiran

dari arah laut dimulai dari zona pecah gelombang, pantai dan gisik, pesisir, dan

dataran alluvial kepesisiran. Zona pecah gelombang (breaker zone) merupakan

zona dimana tinggi gelombang lebih besar daripada kedalaman air laut yang

diakibatkan oleh adanya perubahan topografi dasar laut sehinga gelombang

membentur dasar laut dan terjadilah pecah gelombang (Sunarto et al., 2014).

1.5.2. Mangrove

Pengertian hutan mangrove menurut Nybakken (1992) adalah:

“Istilah umum untuk menggambarkan berbagai varietas pantai tropic

yang didominasi oleh beberapa jenis pohon atau semak yang dapat

tumbuh dan berkembang di perairan garam (asin).”

Pengertian lain dari hutan mangrove adalah ekosistem pesisir yang memiliki

fungsi strategis yang merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut dimana

pada kondisi pesisir yang berbeda memiliki proses pembentukan dan sejarah

perkembangan yang spesifik (Marfai, 2011). Habitat mangrove pada umumnya

berada pada zona intertidal pesisir sebab mangrove mampu bertahan hidup dalam

tekanan alam (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002).

Mangrove bisa dikatakan sebagai suatu komunitas atau sebagai ekosistem

jika terjadi interaksi antara mangrove dengan komponen-komponen biotik maupun

abiotik lainnya. Suatu ekosistem mangrove terdiri dari spesies tumbuhan yang

memiliki adaptasi sehingga dapat menjadikan mangrove dapat bertahan hidup

dalam kondisi alam yang khusus seperti perbedaan salinitas, pasang surut air laut

serta arus dan gelombang air laut. Departemen Kelautan dan Perikanan (2002)

menjelaskan:

“Komunitas mangrove umumnya disebut “mangal” dan “mangrove”

merupakan sebutan untuk individu tumbuhan. Sedangkan bakau

adalah salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di hutan

mangrove.”

Page 9: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

9

1.5.3. Habitat dan Persebaran Mangrove

Tanaman mangrove dapat tumbuh secara optimal pada suhu udara antara

19-40⁰ C. Namun tanaman mangrove tidak dapat tumbuh secara optimal jika terjadi

fluktuasi lebih dari 10⁰ C, yang artinya jika kondisi tanaman mangrove tersebut

hidup adalah pada suhu 25⁰ C, lalu terjadi penurunan suhu terendah dibawah 15⁰

C, maka tanaman mangrove tersebut tidak dapat tumbuh secara optimal.

Keistimewaan mangrove adalah dapat tumbuh dalam kondisi transisi salinitas

(Bengen, 2004).

Mangrove dapat tumbuh dan berkembang secara maksimum dalam kondisi

dimana terjadi penggenangan dan sirkulasi air permukaan yang menyebabkan

pertukaran dan pergantian sedimen secara terus menerus. Sirkulasi yang tetap dan

terus menerus meningkatkan pasokan oksigen dan nutrient, untuk keperluan

respirasi dan produksi yang dilakukan oleh tumbuhan. Perairan dengan salinitas

rendah dapat menghilangkan garam-garam dan bahan-bahan alkalin, mengingat air

yang mengandung garam dapat menetralisir kemasaman tanah. Mangrove dapat

tumbuh pada berbagai macam substrat. Mangrove tumbuh pada berbagai jenis

substrat yang bergantung pada proses pertukaran air untuk memelihara

pertumbuhan mangrove (Bengen, 2004).

Hutan mangrove adalah hutan yang dapat tumbuh umumnya di daerah teluk

dan di muara sungai dengan tingkat salinitas yang relatif tinggi (Soerianegara,

1993), Dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Tidak dipengaruhi iklim

2. Dipengaruhi oleh pasang surut

3. Substrat/tanah tergenang air laut

4. Memiliki topografi yang rendah, dan

5. Hutan tidak memiliki struktur tajuk.

Tabel kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman mangrove dan spesifik

mangrove dapat dilihat pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2.

Page 10: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

10

Tabel 1.1 Kriteria Umum Lahan untuk Mangrove

No. Kriteria Kategori

Sesuai Tidak Sesuai

1 Kondisi Tanah (Tekstur) Lanau dan Lempung Pasir

2 Kondisi Air

a. Salinitas (‰) 5 s.d 25 < 5 atau > 25

b. Temperatur (⁰C) > 20 < 20

c. Julat Pasang (m) 1 s.d 4 > 4

3 Curah Hujan (mm/th) > 1000 < 1000

Sumber: Turmudi dan Kristanto, 1999 dalam Riyadi dan Adibroto, 1999

Tabel 1.2 Kriteria Spesifik untuk Beberapa Spesies Mangrove

No. Salinitas (‰) Kelas Genangan Spesies

1 10-30 digenangi 1 - 2 kali sehari

atau minimal 20 kali perbulan

Avecennia, Sonneratia (tanah baru yang lunak)

2 10-30 digenangi 10 - 19 kali

perbulan Rhizopora (tanah lebih keras)

3 10-30 digenangi 9 hari atau

minimal 4 kali sebulan Bruguiera gymnorrhiza,

Xylocarpus, Heritiera

4 10-30 digenangi hanya beberapa

hari saja dalam setahun Bruguiera, Scyphypora,

Lumnitzera

5 0 sedikit dipengaruhi pasang Jenis-jenis marginal

6 0 dipengaruhi oleh permukaan air hanya pada musim basah

Onoosperma, Carbera

Sumber: Haan, 1931 dalam Sukardjo, 1994

Hutan mangrove dibedakan menjadi dua, yaitu hutan pantai dan hutan rawa

(Mardiatno et al., 2014). Hutan mangrove yang tumbuh disepanjang pantai disebut

dengan hutan pantai. Hutan pantai menyebar di sepanjang pantai yang tidak

tergenang oleh pasang surut air laut. Ciri khusus dari ekosistem ini adalah: 1) tidak

terpengaruh ikllim, 2) tanah kering (tanah pasir, berbatu, karang, lempung), 3) tanah

rendah pantai, dan 4) pohon kadang-kadang ditumbuhi epyphit (tumbuhan yang

menumpang pada tumbuhan lain).

Hutan rawa adalah hutan yang menyebar sepanjang muara sungai yang

selalu atau secara berkala dipengaruhi limpasan air dari sungai dan air hujan. Ciri

Page 11: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

11

umum dari hutan rawa adalah : 1) tidak dipengaruhi iklim, 2) tanah tergenang air

tawar, 3) umumnya terdapat dibelakang hutan payau, 4) tanah rendah, 5) tajuk

terdiri dari beberapa strata, dan 6) pohon dapat mencapai tinggi 50-60 m.

1.5.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove

Hutan mangrove memiliki faktor lingkungan yang bervariasi berdasarkan

spesies vegetasinya. Sehingga sulit untuk melihat keterkaitan antar spesies dengan

kondisi ekologi disekitarnya. Faktor utama yang mempengaruhi kehidupan

mangrove adalah sebagai berikut:

1. Salinitas

Salinitas adalah kandungan konsentrasi garam di perairan (Effendi, 2003).

Dalam lautan, kisaran salinitas adalah 33-37 tetapi bila paparan laut dan

kondisi lokal kisaran melebar menjadi 28-40 atau lebih. Tingkat salinitas air

payau kurang dari 25 sementara air hipersalin lebih besar dari 40 (Supangat,

2003). Perkembangan maksimal hutan mangrove ditemukan pada daerah

yang masih dipengaruhi air tawar untuk mencegah kondisi hipersalin

(Nybakken, 1992).

2. Suhu

Suhu perairan dipengaruhi oleh radiasi matahari, posisi matahari, letak

geografis, musim, kondisi awan, serta proses interaksi air dan udara. Suhu

air di perairan Indonesia berkisar antara 28⁰ - 38⁰C. Suhu dekat pantai

umumnya lebih tinggi disbanding suhu di lepas pantai. Suhu yang baik

untuk tumbuhan mangrove tidak kurang dari 20⁰C dan perbedaan suhu

maksimum tidak melebihi 5⁰C. Sedangkan suhu diatas 40⁰C cenderung

tidak berpengaruh nyata pada tingkat kehidupan mangrove (Saparinto, 2007

dan Noor, et al., 2006).

3. Substrat

Jenis substrat menentukan jenis mangrove dan jenis biota yang dapat hidup

didalamnya. Pertumbuhan mangrove dipengaruhi oleh variable sedimen.

Karakteristik substrat sangat penting karena mempengaruhi secara langsung

pertumbuhan mangrove dan produktivitasnya. Tipe tanah dan keadaan

kimia-fisika merupakan hasil dari interaksi antara topografi, iklim, proses

Page 12: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

12

hidrologi, waktu pasang surut dan perubahan jangka panjang pada pantai

(Saenger, 2002).

4. Pasang Surut Air Laut

Pasang surut dan waktu penggenangan air laut sangat menentukan tingkat

salinitas tanah. Daerah yang terendam air laut dan jarang menerima

pengaruh air tawar mengakibatkan tingkat salinitas tanah menjadi lebih

tinggi. (Ghufron dan Kordi, 2012).

5. Tekstur Tanah

Penentuan tekstur tanah dapat dilakukan dengan memperhatikan komposisi

material penyusunnya, yaitu mineral dan bahan organic. Material penyusun

tanah yang paling dominan adalah tanah liat (clay) yang berdiameter < 0,02

mm, lumpur (silt) berdiameter 0,002 – 0,05 mm dan pasir (sand)

berdiameter 0,05 - 2 mm. sedangkan untuk bahan organic umumnya berasal

dari hasil penguraian tumbuhan dan hewan (Saparinto, 2007).

6. Pasokan Nutrien

Adanya nutrisi diperlukan bagi penunjang pertumbuhan mangrove. Pada

ekosistem mangrove, pasokan nutrient ditentukan oleh berbagai proses yang

terkait. Pengaruh nutrient terhadap reproduksi mangrove dipengaruhi oleh

faktor-faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, DO, pH dan sebagainya

(Krauss, et al., 2008). Aksornkoae (1993) menyatakan bahwa adanya

kandungan zat hara merupakan faktor penting dalam memelihara

keseimbangan ekosistem mangrove. Zat hara dalam ekosistem mangrove

terbagi menjadi dua kelompok yaitu hara organik yang merupakan bahan

organik yang berasal dari bioorganik melalui beberapa tahap proses

mikrobal dan hara anorganik yang penting untuk kelangsungan hidup

organisme mangrove. Zat hara anorganik terdiri atas N, P, K, Mg, Ca, dan

Na yang dapat berasal dari curah hujan, limpasan sungai, endapan, air laut,

dan bahan organik yang terurai di mangrove.

7. Derajat Kemasaman (pH)

Nilai pH yang terkandung dalam air dan tanah mencerminkan

keseimbangan antara asam dan basa. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa

faktor, antara lain aktifitas fotosintesis, aktifitas biologi, temperature,

Page 13: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

13

kandungan oksigen, dan adanya kation serta anion dalam perairan

(Aksornkoae, 1993). Nilai pH yang tinggi mendukung organisme pengurai

untuk menguraikan bahan-bahan organik yang terdapat di daerah mangrove,

sehingga tanah di daerah mangrove memiliki nilai pH yang tinggi dengan

karbon organik yang kurang lebih sama dengan profil tanah yang

dimilikinya (Winarno, 1996). Nilai pH hutan mangrove berkisar antara 8 –

9 (Welch dalam Winarno, 1996).

8. Kecepatan Angin

Angin merupakan faktor yang berpengaruh terhadap ekosistem mangrove.

Pengaruh angin secara langsung yaitu sebagai agen polinasi dan desiminasi

biji sedangkan secara tidak langsung berpengaruh pada terbentuknya arus

dan gelombang di daerah pantai. Hal tersebut mengakibatkan adanya erosi

pantai dan perubahan sistem ekosistem mangrove.

9. Curah Hujan

Jumlah, lama dan distribusi curah hujan merupakan faktor penting yang

mengatur perkembangan dan penyebaran tumbuhan (Aksornkoae, 1993).

Curah hujan juga berpengaruh pada faktor lingkungan lain, seperti suhu

udara dan air serta kadar garam air permukaan dan air tanah. Pada umumnya

mangrove dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan curah hujan antara

1.500 – 3.000 mm/tahun. Namun demikian, tumbuhan mangrove juga dapat

ditemukan pada daerah dengan curah hujan 4.000 mm/tahun yang tersebar

antara 8 – 10 bulan dalam 1 tahun. Mangrove dapat tumbuh dengan baik

pada Iklim tropika yang lembab dan panas tanpa ada pembagian musim

tertentu, hujan bulanan rata-rata berkisar antara 225 – 300 mm, serta suhu

rata-rata maksimum pada siang hari mencapai 32 ˚C dan suhu rata-rata pada

malam hari mencapai 23 ˚C (Noakes, 1951).

1.5.5. Zonasi Mangrove

Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai

jenis mangrove dapat menghadapi kondisi salinitas dengan bentuk adaptasi yang

berbeda-beda. Beberapa diantaranya dapat secara selektif menghindari penyerapan

garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu

mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya.

Page 14: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

14

Menurut letak tumbuhnya, mangrove terbagi menjadi beberapa zonasi.

Zonasi yang ada berdasarkan pada jenis vegetasi yang dominan (Mardiatno, et al.,

2014). Berikut urutan zonasi mangrove dari arah laut ke daratan dapat dilihat pada

Gambar Tabel 1.3 dan Gambar 1.2.

Tabel 1.3 Zonasi Mangrove Berdasarkan Jenis Vegetasi Dominan

No. Zona Keterangan

1 Zona Avicennia Terletak di zona terluar dan berhadapan langsung

dengan laut. Substrat pada zona ini berlumpur

lembek dengan kadar salinitas tinggi. Zona ini

merupakan zona factor karena tumbuhan di zona

ini memiliki perakaran yang kuat sehingga mampu

menahan gelombang yang kuat. Selain itu, adalah

sebagai penimbun sedimen.

2 Zona Rhizophora Terletak di belakang zona Avicennia. Substratnya

hampir sama, yaitu berupa lumpur lembek, tetapi

kadar salinitas tidak setinggi di zona Avicennia.

Apabila terjadi pasang, pada zona ini

mengrovenya masih tergenang air laut.

3 Zona Bruguiera Terletak di belakang zona Rhizophora, memiliki

substrat berupa tanah berlumpur, namun relative

keras. Zona ini biasa tergenang air pada saat

pasang tertinggi, yaitu sebanyak dua kali dalam

satu bulan.

4 Zona Nypa Terletak paling belakang, yaitu setelah zona

Bruguiera. Zona ini memiliki substrat seperti

daratan pada umumnya dan hampir tidak pernah

tergenang air laut.

Sumber: Supriharyono, 2000 dalam Mardiatno, et al., 2014

Page 15: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

15

Gambar 1.2 Zonasi Mangrove (Sumber: Mardiatno, et al., 2014)

Berdasarkan tempat tumbuhnya yang dipengaruhi oleh perbedaan

penggenangan yang juga berkaitan dengan perbedaan salinitas, kawasan mangrove

dibedakan menjadi tiga zonasi (Arifin, 2003). Beberapa zonasi tersebut ditunjukkan

pada Tabel 1.4.

Tabel 1.4 Zona Mangrove Berdasarkan Perbedaan Penggenangan dan Salinitas

No. Zona Keterangan

1 Zona Proksimal Zona yang berada paling dekat dengan laut atau

zona paling depan. Pada daerah ini biasanya

ditemukan jenis-jenis mangrove seperti

Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata,

dan Sonneratia alba.

2 Zona Middle Zona yang terletak di antara laut dan darat atau

disebut juga zona pertengahan. Pada zona ini

biasanya ditumbuhi mangrove dari jenis

Sonneratia caseolaris, Rhizophora alba,

Bruguiera gymnorrhiza, Avecennia marina,

Avecennia officinalis dan Ceriops tagal.

Page 16: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

16

Lanjutan Tabel 1.4,

No. Zona Keterangan

3 Zona Distal Zona yang paling jauh dari laut atau disebut juga

zona belakang. Pada zona ini ditemukan jenis

mangrove seperti Heriteria littoralis, Pongamia

sp., Xylocarpus sp., Pandanus sp., dan Hibiscus

tiliaceus.

Sumber: Arifin, 2003

Terdapat pembagian zona mangrove lainnya yang dijelaskan sebagai

berikut (Noor, et al., 2012 dalam Mardiatno, et al., 2014):

a. Mangrove terbuka, berada pada bagian yang berhadapan dengan laut.

Komposisi floristic dari komunitas di zona terbuka sangat tergantung pada

substratnya. Contohnya adalah Sonneratia alba yang mendominasi daerah

berpasir, sementara Avicennia marina dan Rhizophora mucronata cenderung

untuk mendominasi daerah yang berlumpur.

b. Mangrove tengah, terletak dibagian belakang mangrove zona terbuka. Zona

tengah biasanya didominasi oleh jenis Rhizophora. Jenis-jenis penting lainnya

yang ditemukan adalah Bruguiera gymnorhiza, Excoecaria agallocha,

Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, dan X. moluccensis.

c. Mangrove payau, berada di sepanjang sungai berair payau hingga hampir

tawar. Di zona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa atau Sonneratia.

Di jalur lain biasanya ditemukan tegakan Nypa fruticans renghas,

Stenochlaena palustris dan Xylocarpus granatum.

d. Mangrove daratan, berada di zona perairan payau atau hampir tawar di

belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Zona ini memiliki kekayaan

jenis mangrove yang lebih tinggi dibandingkan dengan zona lainnya. Jenis-

jenis yang umum ditemukan pada zona ini adalah Ficus microcarpus, F.

retusa, Intsia bijuga, dan Nypa.

1.5.6. Karakteristik Hutan Mangrove

Karakteristik hutan mangrove dapat dilihat dari berbagai aspek seperti

foristik, iklim, temperatur, salinitas, curah hujan, geomorfologi, hidrologi dan

Page 17: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

17

drainasi. Salah satu faktor penting yang secara langsung mempengaruhi

produktivitas dan struktur mangrove adalah karakteristik tanah. Penelitian terhadap

sampel tanah dilakukan dengan meneliti sifat fisik dan kimia tanah seperti pH,

salinitas, kandungan hara, SO4, C-Organik, DHL, dan ukuran partikel. Secara

umum, karakteristik habitat hutan mangrove adalah sebagai berikut (Departemen

Kelautan dan Perikanan, 2002):

a. Berada di daerah intertidal dengan jenis tanah berlumpur, berlempung atau

berpasir

b. Tergenang air laut secara berkala, dipengaruhi oleh kejadian pasang surut

air laut. Frekuensi terjadinya genangan menentukan komposisi vegetasi

hutan mangrove

c. Dipengaruhi oleh air tawar yang berasal dari darat dan air asin yang berasal

dari laut

d. Berada pada daerah dengan gelombang kecil dan arus pasang surut yang

rendah

e. Memiliki tingkat salinitas payau (2-22/mil) hingga asin (mencapai 38/mil)

Tanaman mangrove memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda-beda

untuk setiap jenisnya. Kemampuan beradaptasi untuk dapat tumbuh berkembang

ini disebut dengan ecological preference.

1.5.7. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove

Hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang sangat banyak sekali

bagi ekosistem tepi pantai. Mangrove merupakan tempat hidup bagi biota pantai

seperti udang, kepiting, burung, dan tempat ikan mencari makan. Ekosistem

mangrove memiliki fungsi fisik, fungsi biologis dan fungsi ekonomi.

Fungsi fisik ekosistem mangrove adalah sebagai berikut:

a. Menjaga garis pantai tetap stabil

b. Melindungi pantai dari kejadian abrasi

c. Mencegah terjadinya intrusi air laut

d. Sebagai media perluasan lahan dari substratnya yang dapat menjadi

lahan tanah

Page 18: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

18

e. Sebagai filter sampah dan limbah, baik yang berasal dari daratan

maupun dari laut

Fungsi biologis ekosistem mangrove adalah sebagai berikut:

a. Tempat ikan memijah dan nursery ground bagi ikan

b. Tempat udang berkembang biak

c. Tempat memijah biota air yang lain

d. Sebagai tempat burung bersarang

e. Sebagai habitat beraneka ragam biota

Fungsi ekonomi ekosistem mangrove adalah sebagai berikut:

a. Digunakan sebagai silvo fishery atau hutan tambak

b. Batang atau ranting mangrove bisa digunakan sebagai bahan bakar

c. Sebagai tempat pertambakan garam

d. Batang mangrove juga bisa digunakan sebagai bahan bangunan

Selain yang diatas, manfaat lain dari hutan mangrove adalah sebagai sumber

makanan, obat-obatan dan minuman, gula alkohol, asam cuka, perikanan,

pertanian, pakan ternak, pupuk, produksi kertas, tannin dan sebagainya.

Peran dari ekosistem mangrove sangat penting bagi kelangsungan

lingkungan hidup, sehingga diperlukan adanya upaya pelestarian. Peran dari hutan

mangrove secara signifikan adalah sebagai pelindung daratan dari bahaya

gelombang tsunami dan abrasi. (Mardiatno, et al., 2014).

1.5.8. Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan merupakan kecocokan suatu jenis lahan tertentu untuk

suatu macam penggunaan lahan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan adalah

perbandingan antara kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang

diinginkan. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO 1976 terdiri dari 4

kategori, yaitu:

Orde (order) : menunjukkan keadaan kesesuaian secara umum

Klas (Class) : menunjukkan tingkat kesesuaian dalam orde

Page 19: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

19

Sub-Klas : menunjukkan keadaan tingkatan dalam kelas yang

didasarkan pada jenis pembatas atau macam perbaikan yang dibutuhkan

di dalam kelas

Satuan (unit) : menunjukkan tingkatan dalam sub-kelas didasarkan pada

perbedaan-perbedaan kecil yang berpengaruh dalam pengelolaannya

Kesesuaian lahan pada tingkat ordo menurut kerangka kerja evaluasi FAO

(1976) dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu: (1) Ordo S atau Sesuai (Suitable),

merupakan lahan yang dapat digunakan untuk penggunaan tertentu secara lestari

tanpa memiliki resiko terjadinya kerusakan pada lahan tersebut. (2) Ordo N atau

Tidak Sesuai (Not Suitable), merupakan lahan yang memiliki pembatas sedemikian

rupa sehingga tidak memungkinkan digunakan untuk penggunaan secara lestari.

Kesesuaian lahan pada tingkat kelas merupakan lanjutan dari tingkat ordo

dan menggambarkan tingkat kesesuaian dari suatu ordo. Keadaan tingkatan dalam

kelas didasarkan pada jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan.

Tingkatan dalam kelas ditunjukkan dalam angka (nomor urut) yang ditulis

dibelakang symbol ordo. Nomor urut tersebut menunjukkan tingkatan yang

semakin menurun dalam suatu ordo.

Tiga kelas yang dipakai dalam ordo S dan dua kelas yang dipakai dalam

ordo N, bentuknya adalah sebagai berikut:

a. Kelas S1 (Sangat Sesuai)

Lahan sangat sesuai untuk penggunaan yang lestari dan tidak memiliki

pembatas yang serius untuk menerapkan pengelolaan yang diberikan atau

hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap

produksinya.

b. Kelas S2 (Cukup Sesuai)

Lahan memiliki pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat

pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas tersebut dapat mengurangi

produksi dari suatu lahan.

c. Kelas S3 (Sesuai Marginal)

Lahan memiliki pembatas yang serius untuk mempertahankan tingkat

pengelolaan yang harus diterapkan.

Page 20: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

20

d. Kelas N1 (Tidak Sesuai Untuk Saat Ini)

Lahan memiliki pembatas yang lebih serius, tetapi masih memungkinkan

untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki pada tingkat pengelolaan dengan

modal normal. Keadaan pembatas yang serius mencegah penggunaan secara

berkelanjutan dari lahan.

e. Kelas N2 (Tidak Sesuai Untuk Selamanya)

Lahan memiliki pembatas yang sifatnya permanen sehingga mencegah

segala kemungkinan penggunaan berkelangsungan pada lahan tersebut.

1.5.9. Kesesuaian Lahan Mangrove

Langkah awal yang dapat dilakukan dalam kegiatan rehabilitasi ekosistem

mangrove adalah menganalisis kesesuaian lahan mangrove. Analisis lahan

bermanfaat untuk mengetahui kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan tertentu.

Dalam hal ini analisis kesesuaian lahan ditujukan untuk tanaman mangrove (Fauzi,

2009).

Kesesuaian lahan mangrove dapat dinilai dari beberapa parameter

pendukung pertumbuhan mangrove. Selain itu, pertumbuhan ekosistem mangrove

dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Daerah pertumbuhan dengan lahan yang lebih

sedikit dan lebih sempit mengakibatkan perluasan kawasan menjadi tidak

terkontrol, sehingga muncul sebagai ancaman utama bagi ekosistem mangrove.

Oleh karena itu, sumberdaya mangrove harus dimanfaatkan dengan didasarkan

pada kepentingan ekologis untuk menjaga keberlanjutan ekosistem mangrove

(Wardhani, 2011).

Klasifikasi tingkat kesesuaian lahan dilakukan dengan menyusun matriks

kesesuaian untuk menilai kelayakan atas dasar pemberian skor pada parameter

pembatas lahan mangrove (Tabel 1.5). Hasil dari penelitian ini menentukan

klasifikasi lahan mangrove berdasarkan kriteria kesesuaian lahan mangrove

(kriteria S1, S2, S3 dan N) di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak.

Page 21: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

21

Tabel 1.5 Matriks Kriteria Kesesuaian Lahan Mangrove

No. Parameter Kelas Nilai Bobot

1 Salinitas (‰) 1)

29 - 33 3 2

25 - < 29 atau > 33 - 37 2

< 25 atau > 37 1

2 pH air pori 1)

7 - 8,5 3 1

6,5 - < 7 atau > 8,5 - 9,5 2

< 6,5 atau > 9,5 1

3 Bahan organik sedimen (%) 2)

> 10,1 3 1

4,1 – 10 2

< 4 1

7 Gelombang (m) 4)

< 0,5 3 2

0,51 – 1 2

> 1 1

8 Substrat 3)

pasir atau lanau 3 2

Lempung 2

Gravel 1

9 Penggunaan Lahan 5)

mangrove, hutan rawa 3 1

Pertambakan 2

permukiman, industri 1

10 Land Subsidence (cm/tahun) 4)

< 1 3 2

1 – 4 2

> 4 1

11 Sea Level Rise (mm/tahun) 4)

< 4,99 3 2

5 -9,99 2

> 9,99 1

12 Erosi (m/tahun) 6)

0 3 2

=-1-(-2) 2

> -2 1

13 Interaksi lahan terhadap arus

dan gelombang 7)

Terlindung 3 2

agak terlindung 2

Terbuka 1

Sumber : Kepmen No. 51/MENKLH/20041) ; Landon, 19912) ; Khazali, 19993);

DKP, 2008; Mazda, et al., 2003; IUCN, 20064); Dewanto, 20075); Gornitz, et

al., 19926); Dahuri, 2003 ; modifikasi Yulianda, 20077) dalam Zaky, et al., 2012)

Page 22: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

22

1.6. Penelitian Terdahulu

Tabel 1.6 Daftar Penelitian Terdahulu

No. Nama Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil

1 Zaky (2012) Kajian Kondisi Lahan Mangrove di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak dan Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang

1. Mengetahui kondisi fisik dan kimia perairan dan sedimen mangrove

2. Evaluasi kesesuaian lahan mangrove di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak dan Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang

- Metode Scoring - Table kesesuaian lahan mangrove

2 Matani (2010) Keanekaragaman Dan Pola Komunitas Hutan Mangrove di Andai, Kabupaten Manokwari

1. Mengetahui komposisi, kerapatan, frekuensi dan dominasi jenis vegetasi hutan mangrove di Andai, Kabupaten Manokwari

2. Mengetahui keanekaragaman dan menganalisis pola komunitas hutan mangrove di Andai serta faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pola komunitas tersebut

- Metode Spot Check

- Komposisi jenis vegetasi tingkat semai pancang & pohon, indeks nilai penting jenis tingkat semai, pancang & pohon

- Pola komunitas hutan mangrove & hubungannya dengan faktor lingkungan

- Nilai indeks keanekaragaman jenis

- Kondisi lingkungan daerah andai

Page 23: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

23

Lanjutan Tabel 1.6

No. Nama Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil

3 Bengen dan Susilo (2002)

Analisis Kesesuaian Lahan dan Kebijakan Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Balikpapan

1. Menganalisis kesesuaian lahan wilayah pesisir Teluk Balikpapan bagi peruntukan budidaya tambak, permukiman, industri dan konservasi pantai

2. Mengetahui karakteristik social ekonomi dan budaya masyarakat pesisir

3. Menganalisis keterkaitan lingkungan biofisik dan lingkungan social ekonomi masyarakat

4. Memberikan rekomendasi kebijakan pengelolaan Teluk Balikpapan

1. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara serta data sekunder

2. Analisis data melliputi analisis kesesuaian lahan dengan SIG, analisis karakteristik social ekonomi dan budaya masyarakat dengan analisis komponen utama (PCA) dan analisis kebijakan pengelolaan dengan analisis SWOT

1. Lahan yang sesuai untuk tambak seluas 13.06,62 ha, untuk industry seluas 4.596,12 ha, untuk permukiman seluas 826,91 ha dan untuk konservasi seluas 9.205,74 ha.

2. Analisis karakteristik social ekonomi dan budaya menunjukkan bahwa individu memiliki umur yang tinggi juga memiliki jumlah anggota keluarga yang besar dengan lama tinggal yang lama. Individu dengan pekerjaan tertentu memiliki penghasilan dan pengeluaran yang besar, sedangkan individu dengan tingkat pendidikan tinggi juga memiliki tingkat pemahaman yang tinggi.

3. Pengelolaan lahan pesisir Teluk Balikpapan harus memperhatikan tingkat kesesuaiannya.

Page 24: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

24

Lanjutan Tabel 1.6

No. Nama Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil

4 Poernomo (2011) Penggunaan Citra ALOS AVNIR 2 Untuk Penentuan Kesesuaian Lahan Mangrove di Sebagian Pantai Utara Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah)

1. Menentukan kesesuaian lahan untuk mangrove

2. Melakukan uji ketelitian hasil interpretasi Citra ALOS AVNIR 2

- Metode Matching

1. Peta Kesesuaian Lahan untuk Mangrove di Sebagian Pantai Utara Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah

2. Hasil uji ketelitian interpretasi Citra ALOS AVNIR 2

5 Poedjirahajoe (2006) Klasifikasi Lahan Potensial untuk Rehabilitasi Mangrove di Pantai Utara Jawa Tengah (Rehabilitasi Mangrove Menggunakan Jenis Rhizopora mucronata)

1. Menentukan unit-unit ekologis berdasarkan karakteristik ekologis habitat mangrove pada kawasan rehabilitasi mangrove Pantai Utara Jawa Tengah

2. Menyusun klasifikasi lahan potensial sebagai upaya rehabilitasi mangrove berdasarkan unit-unit ekologis yang terbentuk

3. Menentukan penciri utama yang menjadi dasar klasifikasi lahan untuk rehabilitasi mangrove

1. Formula indeks diversitas

2. Analisis tandan (Cluster Analysis)

3. Analisis diskriminan (Diskriminant Analysis)

1. Delineasi dari peta lebar jalur hijau, salinitas, ketebalan lumpur dan tahun tanam mangrove membentuk 32 unit ekologis dengan total luasan 8.022,58 ha.

2. Klasifikasi dari 32 unit ekologis berdasarkan kerapatan, tinggi dan lebar perakaran mengrove pada jarak tandan ke lima menghasilkan 5 kelompok tandan.

Page 25: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

25

Lanjutan Tabel 1.6

No. Nama Penelitian Tujuan Penelitian Metode Hasil

6 Mardiatno (1996) Kesesuaian Lahan Ekosistem Pesisir Timur Surabaya Untuk Perkembangan Mangrove

1. Mengetahui tingkat kesesuaian lahan untuk pertumbuhan mangrove di Pantai Timur Surabaya dengan mempertimbangkan pola arus dan pasang surut.

2. Mengevaluasi pengaturan jalur hijau mangrove yang ada pada saat ini dalam kaitannya dengan sub-tingkat kesesuaian lahan dan genangan pasang-surut yang mendukung habitat mangrove untuk tiap mintakat.

3. Memilih formasi mangrove yang sesuai dengan sub-tingkat kesesuaian lahannya.

- Metode Deskriptif

1. Peta Mintakat Konservasi dan Pengembangan Mangrove

Page 26: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

26

1.7. Kerangka Pemikiran

Ekosistem di wilayah kepesisiran menyimpan potensi sumberdaya alam

yang besar, salah satunya adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove

memiliki banyak fungsi dan juga manfaat, baik dari aspek fisik, aspek biologis,

maupun aspek sosial ekonomi. Ditinjau dari aspek fisik, ekosistem mangrove

berfungsi sebagai barrier alam yang dapat mengurangi dampak bencana erosi dan

tsunami. Dari aspek biologis, ekosistem mangrove berperan untuk kelangsungan

hidup ekosistem lainnya dan juga sebagai ruang hidup bagi makhluk hidup lainnya.

Sedangkan dari aspek ekonominya, mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan

obat-obatan, tannin, minuman, makanan dan sebagainya.

Mangrove dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Hal tersebut

dikarenakan mangrove memiliki jenis dan karakteristik yang beragam sehingga

memiliki zona tumbuh yang berbeda-beda. Beberapa jenis mangrove mampu hidup

dalam keadaan salinitas yang relatif tinggi dan sebagian mampu beradaptasi dengan

mengeluarkan garam untuk mengurangi kandungan garam.

Ekosistem mangrove di Indonesia banyak mengalami kerusakan. Kerusakan

tersebut dapat disebabkan oleh faktor alam maupun disebabkan oleh faktor

manusia. Untuk itu, perlu dilakukan upaya penanggulangan kerusakan ekosistem

mangrove. Upaya penanggulangan kerusakan ekosistem mangrove dapat dilakukan

dengan tindakan rehabilitasi. Rehabilitasi ekosistem mangrove dilakukan dengan

memperbaiki ekosistem mangrove yang rusak dan menentukan lokasi yang

berpotensi untuk penanaman mangrove berdasarkan parameter pendukung

pertumbuhan mangrove yang meliputi kandungan bahan organik, C-Organik,

pasang surut, gelombang, arus, salinitas, tekstur tanah, pH tanah, pH air, genangan,

penggunaan lahan, DHL, dan interaksi terhadap gelombang dan arus. Selanjutnya

dilakukan analisis citra untuk mengetahui luasan serta persebaran mangrove yang

ada dan mengetahui lokasi terjadinya kerusakan ekosistem mangrove. Hasil dari

analisis citra ini menentukan lokasi terjadinya erosi pantai yang menjadi

pertimbangan dalam penentuan kesesuaian lahan untuk penanaman mangrove.

Secara sederhana, kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada diagram alir

pemikiran pada Gambar 1.3.

Page 27: 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/96425/potongan/S1-2016... · yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai penunjang

27

Gambar 1.3 Diagram Alir Pemikiran