1-5-baharuddin

Upload: james-matheus-silalahi

Post on 15-Jul-2015

48 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN MENUNJANG PHT DAN PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN

BaharuddinJurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar ABSTRAK Limbah merupakan bagian dari produk hasil pertanian yang pengelelolaannya perlu mendapat perhatian, karena dapat menjadi sumber bencana bagi manusia. Jika tidak dikelola dengan baik maka limbah pertanian sering menjadi tempat bersarang/berkembangbiak hama dan penyakit, terjadinya pencemaran (polusi) udara berupa gas Metan (CH4), CO2 dan N2O. Tanaman penyumbang terbesar biomassa antara lain : Tebu (40 ton, 92% limbah ), Padi (10 ton, 80% limbah), Jagung (15 ton= 70% limbah), kakao (92% = 6 ton limbah kulit buah/ha), Kelapa sawit (96,5%) dan sayur-sayuran (60%). Sulawesi Selatan menghasilkan produksi Padi 3.675 252 ton atau setara jumlah jerami yang dihasilkan belum termasuk sekam, produksi Jagung 896 838 ton dengan produksi limbah 9.600.000 ton, produksi kakao 300.000 ton dengan limbah 3.600.000 ton. Limbah tersebut belum dikelola secara tepat, sehingga menjadi tempat peternakan OPT, menjadi media produksi gas yang mengakibatkan terjadi nya emisi rumah kaca, belum termasuk peran lahan-lahan tergenang seperti lahan sawah yang menjadi penyumbang gas metan. Limbah jika dikelola dengan tepat, akan menjadi sumber pendapatan baru bagi petani, limbah dapat dibuat berbagai macam produk seperti biofull (bioetanol, biodiesel), biogas, briket dan asap cair, media tumbuh, pupuk organik, biopestisida, bioaktifator, bioremediator dll. Kompos kaya akan keanekaragaman mikroorganisme dengan komposisi bakteri 106-1010 cfu, aktinomycetes 104-108 dan cendawan 104-106 cfu/gram. Kompos berfungsi sebagai soil conditioner yang dapat memperbaiki struktur, sifat kimia, fisik dan biologi tanah dan sebagai soil ameliorator yang dapat meningkatkan kemampuan pertukaran kation baik dladang maupun ditanah sawah. Kata kunci: Limbah pertanian, biogas, biopestisda, dan pupuk organik

PENDAHULUAN Ditengah kekhawatiran dunia akan pasokan bahan pangan dan energi masa depan, Indonesia sangat beruntung dianugrahi kekayaan alam yang luar biasa. Indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua didunia, memiliki 38.000 spesies tumbuhan, 35.000 spesies hewan 10.000 spesies mikroorganisme. Sebagai negara tropis, iklim dan tanah menunjang petani kita untuk melakukan aktifitas 3-4 kali tanam dalam setahun. Sebagai negara agraris sudah sepantasnyalah industri pertanian menjadi sebagai salah satu sumber pendapatan utama untuk menggerakkan ekonomi bangsa. Namun sayang, kita belum berhasil membangun pertanian yang tangguh dan kuat sehingga kita masih tergolong negara berkembang. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas pertanian di Indonesia. Selain berkurangnya luas lahan pertanian, juga karena menurunnya kualitas lahan pertanian akibat erosi, residu bahan kimia seperti herbisida dan pestisida, dan pencemaran logam berat (Adi, 2003). Penurunan tersebut berbanding terbalik dengan kebutuhan pangan masyarakat. Serangan hama dan penyakit yang masih sulit dikendalikan, wereng mengganas dilahan sawah, penyakit CVPD

1

Baharuddin: Pengelolaan dan Pemanfaatan Limah Pertanian Menunjang PHT dan Pertanian Ramah Lingkungan

memusnahkan banyak sentra jeruk, dan PBK, VSD dan busuk buah Phytopthora pada kakao menjadi salah satu kendala yang mengancam dunia agrobisnis di Indonesia. Indonesia telah berusaha menjadi produsen no 1 minyak kelapa sawit dengan produksi CPO = 16,8 juta ton (2007) dengan luas lahan 5,5 juta ha (2009), namun kita mendapat tantangan dari luar utamanya dari kelompok Green Peace karena penanaman kelapa sawit banyak mengabaikan aspek konservasi lahan dan limbah sawit tidak dikelola secara benar. Selain itu negara kita juga dikenal sebagai produsen kakao no.3 di dunia dengan produksi biji kering: 721.400 Ton, dengan produktivitas hanya 0,8 ton/ha. Namun apakah kita tahu?, untuk memproduksi 1kg biji kakao akan menyisakan limbah sebanyak 10 kg yang berarti akan menyisakan 7 juta ton limbah, jika limbah tersebut tidak dikelola secara baik akan menjadi sarang organisme penganggutanaman dan menjadi komponen penyebab emisi rumah kaca dan pemanasan global. Petani kita masih miskin diantara potensi kekayaan alamnya, kita belum mampu memanfaatkan potensi keanekaragaman hayati untuk meningkatkan atau mengamankan produksi, kita belum optimal memanfaatkan produk samping dari tanaman untuk diolah sehingga tidak mencemari lingkungan, tidak menyebabkan emisi rumah kaca, bahkan jika dikelola dengan baik limbah dapat menjadi sumber pendapatan yang baru. Potensi biomassa di Indonesia berkisar 147 juta ton pertahun, yang dapat menghasilkan energi sebesar 470 gigajoule atau 130,5 MWh. Sesuatu yang potensil menjadi energi alternatif untuk masyarakat pedesaan. Masalah klasik rendahnya nilai tambah produk pertanian belum juga dapat terselesaikan. Entah mengapa, para pengambil kebijakan di Indonesia tidak terlalu peduli terhadap strategi peningkatan nilai produk pertanian meskipun hal tsb sangat bermanfaat bagi perokonomian rakyat. Lemahnya pengembangan industri hilir dan lemahnya manajemen kebijakan sektor hulu menyebabkan harga komoditas tidak stabil, banyak produk pertanian menjadi busuk tak bernilai, karena penanganan pasca panen yang tidak proporsional, pabrik gula kita selalu merugi karena hanya memikirkan produk gulanya saja (rendemen 8%), padahal produk sampingan (92%) berupa limbah molase, blotong, serasah, bagase menjanjikan keuntungan yang lebih besar, karena dapat dibuat berbagai macam produk. MIKROORGANISME DAN LIMBAH PERTANIAN Mikroorganisme merupakan Pabrik Zat Kimia. Jika mikroba dapat mengubah suatu bahan mentah yg murah menjadi suatu produk yang lebih berharga dan bermanfaat maka ada kemungkinan untuk diproduksi dalam skala industri. Mikroba berfungsi merombak dan mendegradasi bahan mentah menjadi bahan yang dapat tersedia bagi tumbuhan, hewan dan manusia. Daerah rhizosfer merupakan daerah yang paling dinamis di dunia, dimana dalam 1 gram tanah akan ditemukan berbagai ragam mikrobia seperti kelompok bakteri 1.2 x 109, aktinomycetes 4 x 107, jamur 1.2 x 106, protozoa 2,4 x 103, alga 5x 103. Berbagai mikroba yang telah banyak dimanfaatkan untuk pengendali hama dan penyakit tanaman adalah Beauveria bassiana untuk mengendalikan serangga hama, Metarhizium anisopliae untuk mengendalikan hama boktor tebu (Dorysthenes sp) dan oryctes pada kelapa. dan Trichoderma harzianum untuk mengendalikan penyakit tular tanah ( Gonoderma sp , Jamur Akar Putih, dan Phytopthora sp), layu fusarium pada banyak tanaman. Sayang (2010) menemukan 25 isolat dari rizosfer tanaman bawang merah yang tergolong kedalam kelompok Clostridium dan Bacillus yang berpotensi mengendalikan penyakit goyang Inul/busuk umbi pada tanaman bawang merah. Di alam, cacing tanah dapat memberi inspirasi bagi kita. Tubuhnya yang menjijikkan sesungguhnya adalah pekerja tak kenal lelah penjaga kehidupan. Ia memberi pelajaran berharga, kerendahan hati. Tempatnya dibawah, diinjak-injak, tetapi dari perut bumi dia terus bekerja membuat aerasi, merombak bahan organik menyeimbangkan kehidupan. Ia hidup ditanah, sekaligus memberi gizi kepada tanah dan makhluk lainnya. Hilangnya cacing tanah pertanda buruknya kesehatan tanah, akibat karena pupuk dan pestisida kimia.

2

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

Salah satu penyebab menurunnya kualitas lahan pertanian di negara kita adalah banyaknya residu bahan kimia sintetik, seperti herbisida. Upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang terkena polusi herbisida tersebut telah dilakukan. Salah satu teknologi alternatif untuk tujuan tersebut adalah melalui bioremediasi. Bioremediasi didefinisikan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali. Tumpahan minyak dari kapal tanker di laut lepas, dapat ditangani dengan pelepasan bakteri pengurai hidro karbon (Kelompok Pseudomonas). Penguraian senyawa kontaminan ini umumnya melibatkan mikroorganisme (khamir, fungi, dan bakteri). Kumuhnya pasar, disebabkan karena limbah tidak ditangani dengan baik padahal limbah tersebut dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat. Setiap hari Jakarta dipenuhi limbah 3000 ton sedang Makassar memproduksi limbah 400 ton/hari (Kompas, 2010). Menurut FAO (1999) gas metan yang berasal dari sawah, kotoran ternak dan limbah pertanian berkonstribusi 37 % pada terbentuknya gas rumah kaca sedang gas C02 yang berasal dari kendaraan, pembakaran dan pabrik berkonstribusi hanya 8 %. Semua usaha, sekecil apapun termasuk mengelola limbah, mengkandangkan ternak, sangat dihargai untuk menghambat laju pemanasan global. Limbah pertanian melalui proses bioteknologi dapat diolah menjadi berbagai macam produk. Limbah dapat dijadikan bahan baku sumber biogas, bioetanol, biodiesel, pupuk organik, biopestisida, biofertilizer, makanan ternak, briket dan asap cair. Hanya dengan penggunaan limbah jerami padi, 60 jt ton jerami/th sesungguhnya dpt mencukupi kebutuhan pakan untuk 12,5 juta unit ternak, yang berarti dapat menunjang swasembada daging pada tahun 2014. Dengan seekor sapi menghasilkan ratarata 23,39 kg kotoran. Bila kotoran tersebut dicampur air lalu disimpan dikantong plastik atau tangki yang tertutup rapat maka dalam waktu 2 minggu akan terbentuk gas metan yang dapat menyalakan kompor Gas selama 3 jam, cukup untuk memenuhi kebutuhan 1 keluarga. Di India, satu liter urine sapi harganya lebih mahal dari seliter bensin, karena setelah difermentasi dapat dijadikan pupuk cair bahkan dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Limbah Makassar dengan potensi 400 ton/hari jika dijadikan pupuk organik (rendemen 50 %) dengan tambahan bioaktifator akan diperoleh 200 ton pupuk organik padat dengan nilai Rp. 400 juta(jika pupuk organik dinilai Rp 2000/kg). Tidak heran jika seorang pimpinan Cabang sebuah Bank di Jakarta, mundur dari aktifitasnya dan mendirikan pabrik pupuk organik cair (POC). Dengan modal 24 tandon pada lahan 50 m2, dapat menghasilkan 24.000 liter POC/bulan, Jika harga pupuk cair Rp.25.000, maka omset nya Rp.600 juta/bulan. Secuil contoh kegiatan yang kreatif dan inovatif memanfaatkan potensi alam melalui pendekatan bioteknologi sederhana yang dapat ditiru oleh para sarjana untuk membuka lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi, lebih mengsejahterakan masyarakat dan ikut mendukung lingkungan yang bersih secara berkesinambungan. KESIMPULAN Produksi pertanian di Indonesia mengalami penurunan dan tidak mencukupi kebutuhan masyarakat. Kondisi ini disebabkan karena semakin sempitnya luas lahan pertanian dan menurunnya kualitas lahan pertanian. Bioteknologi pertanian menawarkan salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pertanian di Indonesia. Aplikasi biofertilizer dan biodecomposer yang berbahan aktif mikroba dapat mengurangi konsumsi pupuk konvensional tanpa menurunkan produktivitas pertanian. Selain itu aplikasi biokontrol dapat dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai hama dan penyakit tanaman. Sejalan dengan program Go Organic 2010 yang diluncurkan pemerintah, aplikasi bioteknologi dapat digunakan untuk mengembangkan pertanian organik di pedesaan. Salah satu hambatan aplikasi teknologi di pedesaan adalah tingkat pendidikan petani yang rendah dan sulit untuk mengadopsi teknologi baru. Permasalahan ini dapat diatasi dengan melakukan sosialisasi yang intensif oleh pemerintah dan perakitan produk teknologi yang sederhana dan mudah dipraktekkan oleh petani di pedesaan. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah promosi terhadap nilai

3

Baharuddin: Pengelolaan dan Pemanfaatan Limah Pertanian Menunjang PHT dan Pertanian Ramah Lingkungan

tambah produk organik bagi kesehatan, sehingga konsumen bersedia membayar lebih mahal daripada produk konvensional. Dengan cara ini insentif bagi petani dapat tercipta dan merangsang bagi kegiatan usaha tani yang berkelanjutan. Keanekaragaman hayati perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penanganan limbah pertanian erat kaitannya dengan peningkatan kesuburan tanah dan pengurangan pencemaran lingkungan oleh karena itu limbah perlu dimanfaatkan sebesarbesarnya sehingga dapat menciptakan lingkungan sehat bagi ekosistem kita. DAFTAR PUSTAKA DAN BACAAN Adi, A. 2003. Degradasi Tanah Pertanian Indonesia Tanggung Jawab Siapa? Tabloid Sinar Tani, 11 Juni 2003. Baharuddin, B. Zakaria dan T. Kuswinanti, 2009. Introduksi Paket Bioteknologi Ramah Lingkungan Pada Sistem Perbenihan Kentang Lokal Unggulan di Kabupaten Enrekang. Program Intensif Peningkatan Kapasitas Iptek Sistem Produksi. KMNRT, 2009. Baharuddin, T. Kuswinanti, Ach Syaifudin, 2007. Penerapan Sistem Perbenihan Kentang Industri berbasis Bioteknologi Ramah Lingkungan. Expose Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Unggulan Perguruan Tinggi. DP2M DIKTI dan UNNES Semarang 9-10 November 2007. Hl 77-78. Baharuddin, 2007. Differentiation of The Blood Disease Bacterium Affecting Bananas in Indonesia and Ralstonia solanacearum Strains based on DNA-PCR Analysis. 3rd Asian Confrence on Plant Pathology. Jokyakarta August 21-23, 2007 Bappenas. 2002. Indonesia Food Policy Program: Does Indonesia Face a Food Security Time Bomb? Working Paper No. 11. Bappenas/Departemen Pertanian/USAID/DAI FOOD POLICY ADVISORY TEAM. BPS. 2008. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik, Jakarta Carpenter, J. E. And L.P. Gianessi. 2001. Agricultural Biotechnology: Update Benefit Estimates. National Center for Food and Agricultural Policy. www.ncfap.org Conko, G. 2003. The Benefits of Biotech. Retgulation Spring, p. 20-25. Doyle, J.J. and Persley, G.J. 1996. Enabling the Safe Use of Biotechnology: Principles and Practice. Enviromentally Sustainable and Natural Studies and Monographs Series No. 10. World Bank. Washinton , DC . FAO. 1998. Regional Meeting on Herbicide Resistance. Teagu , Korea . 29 June 3 July 1998. Plant Production and Protection Division. Food and Agriculture Organization of United Nations, Rome FAO. 1999. Organic Farming Offers New Opportunities For Farmers Worldwide -Market Access Should Be Improved For Developing Countries. Press release. http://www.fao.org/WAICENT/OIS/PRESS_NE/ PRESSENG/1999/pren9903.htm Goenadi, D.H. Isroi, 2005, Komersialisasi Produk Bioteknologi Pertanian di Indonesia, Mungkinkah ?. Seminar Nasional dan Kongres III Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia.Malang 12-13 April 2005. Huttner, S.L. 2003. Biotechnology and Food. University of California Systemwide Biotechnology Research and Education Program. www.acsh.org/publications

4

Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

Ismayadi, C. 1998. Upaya perbaikan mutu kopi arabika spesialti dataran tinggi Gayo, Aceh. Warta Pusat Pene litian Kopi dan Kakao, vol 14 No. 1, p. 45-54 Jones, D.D. 2003. Food and www.apctt.org/publication Agricultural Biotechnology for the 21 st Century.

Persley, G. J. 2002. Agricultural Biotechnology: Global Challenges and Emerging Science, In: Persley, G.J. and L.R. MacIntyre (ed). 2002. Agricultural Biotechnology: Country Case Studies. CAB International. p. 3-37. Pusat Penelitian Teh dan Kina. 2003. Teknologi Produksi Teh Organik. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. Sayang, Y. 2010. Keragaman Mikrobia Rizosfer Bawang Merah dan potensinya sebagai Agens Pengendali Hayati Layu Fuzarium (Busuk Umbi). Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Sillia, S.B. 2003. Enviromental Application of Biotechnology. Foundation for Biotechnology Awareness and Education )FBAE). www.fbae.org. Suwanto, A. 1998. Bioteknologi Molekuler: Mengoptimalkan Manfaat Keanekaragaman Hayati Melalui Teknologi DNA Rekombinan. Hayati, Vol. 5. No. 1. hlm. 25-28. Suwanto, A. 2000. Tanaman Transgenik: Bagaimana Kita Menyikapinya? Hayati, Vol. 7. No. 1. hlm. 26-30. Winaryo. 2003. Standard dan Sertifikasi Perkebunan Organic. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Ye, X., S. Al-Babili, A. Kloti, J. Zhang, P. Lucca, P. Bayer, and I. Potrykus. 2000. Engineering the provitamin A ( -carotene) biosynthetic pathway into (corotenoid-free) rice endosperm. Science 287: 303-305. Yussefi, M. and H. Willer (Eds). 2003. The World of Organic Agriculture Statistic and Future Prospects. International Federation of Organic Agriculture Movements.

5