1-2-2_bab-3

159
ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-1 PT. PERTAMINA EP - PPGM Bab-3 R ONA L INGKUNGAN HIDUP Sesuai dengan hasil telaahan kaitan komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak dan jenis-jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka berikut ini adalah komponen lingkungan yang relevan untuk ditelaah dalam studi ANDAL. a) Komponen geo-fisik-kimia yang meliputi iklim dan kualitas udara ambien, kebisingan, kebauan dan getaran; fisiografi dan geologi; hidrologi dan kualitas air; hidrooceonografi; ruang, lahan dan tanah serta transportasi. b) Komponen biologi meliputi biota darat dan biota air. c) Komponen sosial meliputi kependudukan, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya d) Komponen kesehatan masyarakat meliputi sanitasi lingkungan dan tingkat kesehatan masyarakat.

Upload: gama-kharalian-deameza

Post on 25-Nov-2015

84 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

gikgikugik

TRANSCRIPT

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-1

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Bab-3RONA LINGKUNGAN HIDUP

    Sesuai dengan hasil telaahan kaitan komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak

    dan jenis-jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka berikut ini adalah komponen

    lingkungan yang relevan untuk ditelaah dalam studi ANDAL.

    a) Komponen geo-fisik-kimia yang meliputi iklim dan kualitas udara ambien,

    kebisingan, kebauan dan getaran; fisiografi dan geologi; hidrologi dan kualitas air;

    hidrooceonografi; ruang, lahan dan tanah serta transportasi.

    b) Komponen biologi meliputi biota darat dan biota air.

    c) Komponen sosial meliputi kependudukan, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya

    d) Komponen kesehatan masyarakat meliputi sanitasi lingkungan dan tingkat

    kesehatan masyarakat.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-2

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    3.1. GEOFISIK KIMIA

    3.1.1. Iklim

    Menurut klasifikasi ikllim Schmidt dan Ferguson, daerah Banggai bertipe iklim B, dengan nisbah

    rata-rata jumlah bulan kering dan rata-rata jumlah bulan basah (Q) adalah 5, atau termasuk

    wilayah cukup basah. Data curah hujan stasiun meterologi bandar Udara Bubung Luwuk

    menunjukkan bahwa musim hujan berlangsung dari bulan Maret sampai Juli dengan jumlah

    curah hujan berkisar dari 115 mm pada bulan Mei sampai 169 pada bulan Juli. Musim kemarau

    berlangsung dari bulan Agustus sampai Februari, dengan curah hujan berkisar dari 41 mm pada

    bulan Oktober sampai 85 mm pada bulan Desember. Hujan rata tahunan daerah penelitian

    adalah sebesar 1856,6 mm/tahun, seperti disajikan pada Tabel 3.1.

    Suhu udara rata-rata bulanan berkisar dari 25,9 oC pada bulan Juli sampai 28,3 oC pada bulan

    November. Suhu udara maksimum terendah 28,9 oC pada bulan Juli dan yang tertinggi 30,0 oC

    pada bulan Maret. Suhu udara berkisar dari 22,9 oC pada bulan Juli sampai 24,5 oC pada bulan

    Februari.

    Wilayah studi merupakan daerah pesisir sehingga kelembaban nisbi udara cenderung tinggi.

    Kelelbaban udara rata-rata bulanan berkisar dari 73% pada bulan oktober yang bertepatan

    dengan musim kemarau sampai 81% pada bulan Juni dan Juli yang bertepatan dengan musim

    hujan.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-3

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Tabel 3.1. Hujan Rata Bulanan dan Tahunan Wilayah Studi

    Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jumlah

    1995 42.3 67.2 58.9 145.9 253.8 631.1 746.5 927.5 22.1 36.8 96.7 105.1 3134.0

    1996 37.5 58.5 23.2 11.9 303.9 390.3 389.0 443.4 110.4 49.4 65.8 41.3 1924.7

    1997 102.0 35.4 50.1 93.3 93.0 265.0 239.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 877.7

    1998 0.0 0.0 27.3 69.5 103.0 340.2 173.3 0.0 85.6 33.7 60.3 26.4 919.3

    1999 93.6 36.1 72.2 148.5 233.6 344.5 344.0 212.0 247.0 95.0 75.7 48.4 1950.5

    2000 0.0 94.3 56.6 41.3 176.4 555.7 495.8 626.0 277.1 108.3 8.0 0.0 2439.6

    2001 26.3 27.0 82.0 87.3 253.0 292.9 622.1 122.7 110.7 32.2 51.3 120.2 1827.7

    2002 67.6 40.6 57.8 97.6 199.4 776.3 358.1 109.0 0.0 0.0 7.8 95.1 1809.5

    2003 61.7 42.0 0.0 233.3 114.7 269.6 523.1 239.0 56.8 3.2 31.5 100.6 1675.6

    2004 18.9 83.4 27.5 81.6 195.3 667.5 638.1 16.1 178.3 0.0 67.2 33.6 2007.5

    Rata-rata tahunan 1856.6

    (Sumber data: St. Meteorologi Bandara Bubung Luwuk)

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-4

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    3.1.2. Kualitas Udara dan Kebisingan

    3.1.2.1. Kualitas udara

    Untuk dapat mengetahui kualitas udara di wilayah studi diperlukan penelitian tentang

    kandungan SO2, CO, NO2, Oksidan (O3), debu TSP, PM10, dan kebisingan di wilayah studi agar

    dapat diketahui kemungkinan terjadinya dampak terhadap rencana kegiatan tersebut.

    Pengukuran lapangan untuk kualitas udara dan kebisingan dilakukan pada 12 lokasi (titik) dan

    hasilnya disajikan pada berikut.

    Tabel 3.2. Lokasi Pengambilan Sampel Udara dan Kebisingan

    No. Lokasi KodeLokasiKoordinat

    51M UTM1. Kilang LNG Padang A 0459960 9868722

    2. Kilang LNG Uso B 0452733 9860862

    3. Sumur Minahaki (MHK-AA) D 0424922 9839366

    4. Block Station Sukamaju E 0430699 9849204

    5. Block Station Donggi F 0418158 9829792

    6. Sumur Maleoraja (MLR-1) G 0441848 9854068

    7. Block Station Matindok H 0441232 9854564

    8. Jalur pipa BS Donggi BS Matindok J 0435108 9846652

    9. Jalur pipa di unit XII desa Tirtasari K 0423358 9836670

    10. Jalur pipa di unit II desa Arga Kencana L 0430323 9844042

    11. Jalur pipa di pesawahan Kintom M 0446188 9856122

    Sumber: Data Primer, 2007

    Rekapitulasi hasil analisis kualitas udara rona lingkungan awal sekitar lokasi rencana kegiatan,

    disajikan pada Tabel 3.4 dan Tabel 3.6. Dari tabel-tabel tersebut terlihat bahwa kondisi

    semua parameter kualitas udara ambien dan kebisingan di sekitar wilayah studi mempunyai

    angka di bawah baku mutu lingkungan.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-5

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Parameter yang diteliti, cara pengambilan sampel, dan metode analisis setiap parameter

    dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian

    Pencemaran Udara dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku

    Mutu Kebisingan. Pengolahan data hasil analisis laboratorium, dilakukan dengan mengacu pada

    Kep.Ka. BAPEDAL No. Kep-107/KABAPEDAL/11/1997 tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan

    Pelaporan serta ISPU.

    Hasil perhitungan ISPU dikonversi menjadi skala kualitas lingkungan yang mencerminkan kondisi

    rona lingkungan awal. Konversi ISPU menjadi skala kualitas lingkungan disajikan pada

    Tabel 3.3. Skala Kualitas Lingkungan (SKL) digunakan untuk memprakirakan besarnya dampak

    rencana kegiatan terhadap lingkungan hidup disekitarnya.

    Tabel 3.3. Konversi ISPU menjadi Skala Kualitas Lingkungan

    ISPU Kategori Skala KualitasLingkungan Kategori

    1 50 Baik 5 Sangat baik

    51 100 Sedang 4 Baik

    101 199 Tidak sehat 3 Jelek

    200 299 Sangat tidak sehat 2 Sangat jelek

    > 300 Berbahaya 1 Sangat jelek sekali

    Sementara itu kondisi kualitas udara ambien setiap lokasi pengambilan sampel dengan besaran

    skala kualitas lingkungan rona awal, disajikan pada Tabel 3.5.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-6

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Tabel 3.4. Data Kualitas Udara di Sekitar Wilayah Studi

    Parameter SatuanKODE LOKASI Baku Mutu

    PP No.41tahun 1999A B C D E F G H J K L M

    Sulfur Dioksida (SO2)g/m3

    (24 jam) ttd ttd ttd ttd ttd 0,31 ttd 0,14 - - - - 365

    Karbon Monoksida (CO)ppm

    (1 jam) 0 0 0 0 0 0-1 0 0 - - - - 20

    Nitrogen Oksida (NOx)g/m3

    (24 jam) 2,42 1,93 0,65 0,32 2,01 3,86 3,23 2,74 - - - - 150

    PM10g/m3

    (24 jam)1,32 3,53 1,03 2,03 2,33 4,21 1,42 2,01 3,46 5,73 3,67 3,03 150

    TSP (Debu) g/m3 38,4 65,92 32,64 32,00 13,08 33,92 20,80 21,76 26,56 70,16 33,28 28,16 230

    Keterangan :

    Sumber: Data Primer, 2007

    ttd = tidak terdeteksi

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-7

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Tabel 3.5. Rona Lingkungan Awal Kualitas Udara di Sekitar Rencana Kegiatan

    No Lokasi SKL Keterangan

    1. Kilang LNG Padang 5

    Tingkat kualitasudara tidak

    berpengaruh padakesehatan

    manusia, hewandan tumbuhan

    2. Kilang LNG Uso 53. Sumur Minahaki (MHK-AA) 54. Block Station Sukamaju 55. Block Station Donggi 56. Sumur Maleoraja (MLR-1) 57. Block Station Matindok 58. Jalur pipa BS Donggi BS Matindok 59. Jalur pipa di unit XII desa Tirtasari 410. Jalur pipa di unit II desa Arga Kencana 511. Jalur pipa di persawahan Kintom 5

    Rekapitulasi hasil analisis kualitas udara yang mencerminkan kondisi rona lingkungan hidup awal

    di wilayah studi disajikan pada Tabel 3.6.

    Tabel 3.6. Hasil Rekapitulasi Pengolahan Data Kualitas Lingkungan

    No Lokasi Parameter HasilAnalisis

    BML SKL

    1. Kilang LNG Padang

    Sulfur Dioksida (SO2) ttd 220 g/m3 5Karbon Monoksida (CO) 0 20 ppm 5Nitrogen Oksida, NOx 2,42 92,5g/m3 5TSP (Debu) 38,4 260 g/m3 5PM10 1,32 150 g/m3 5

    2. Kilang LNG Uso

    Sulfur Dioksida (SO2) ttd 220 g/m3 5Karbon Monoksida (CO) 0 20 ppm 5Nitrogen Oksida, NOx 1,93 92,5g/m3 5TSP (Debu) 65,92 260 g/m3 5PM10 3,53 150 g/m3 5

    3. Sumur Minahaki(MHK-AA)

    Sulfur Dioksida (SO2) ttd 220 g/m3 5Karbon Monoksida (CO) 0 20 ppm 5Nitrogen Oksida, NOx 0,32 92,5g/m3 5TSP (Debu) 32,00 260 g/m3 5PM10 2,03 150 g/m3 5

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-8

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Tabel 3.6. Lanjutan

    No Lokasi ParameterHasil

    Analisis BML SKL

    4. BS Sukamaju

    Sulfur Dioksida (SO2) ttd 220 g/m3 5Karbon Monoksida (CO) 0 20 ppm 5Nitrogen Oksida, NOx 2,01 92,5g/m3 5TSP (Debu) 13,08 260 g/m3 5PM10 2,33 150 g/m3 5

    5. BS Donggi

    Sulfur Dioksida (SO2) 0,31 220 g/m3 5Karbon Monoksida (CO) 0-1 20 ppm 5Nitrogen Oksida, NOx 3,86 92,5g/m3 5TSP (Debu) 33,92 260 g/m3 5PM10 4,21 150 g/m3 5

    6.Sumur Maleoraja

    (MLR-1)

    Sulfur Dioksida (SO2) ttd 220 g/m3 5Karbon Monoksida (CO) 0 20 ppm 5Nitrogen Oksida, NOx 3,23 92,5g/m3 5TSP (Debu) 20,8 260 g/m3 5PM10 1,42 150 g/m3 5

    7. BS Matindok

    Sulfur Dioksida (SO2) 0,14 220 g/m3 5Karbon Monoksida (CO) 0 20 ppm 5Nitrogen Oksida, NOx 2,74 92,5g/m3 5TSP (Debu) 21.76 260 g/m3 5PM10 2,01 150 g/m3 5

    8.Jalur pipa BS Donggi

    BS Matindok

    Sulfur Dioksida (SO2) - 220 g/m3 -Karbon Monoksida (CO) - 20 ppm -Nitrogen Oksida, NOx - 92,5g/m3 -TSP (Debu) 26,56 260 g/m3 5PM10 3,46 150 g/m3 5

    9.Jalur pipa di unit XII

    desa Tirtasari

    Sulfur Dioksida (SO2) - 220 g/m3 -Karbon Monoksida (CO) - 20 ppm -Nitrogen Oksida, NOx - 92,5g/m3 -TSP (Debu) 70,16 260 g/m3 4PM10 5,73 150 g/m3 5

    10.Jalur pipa di unit IIdesa Arga Kencana

    Sulfur Dioksida (SO2) - 220 g/m3 -Karbon Monoksida (CO) - 20 ppm -Nitrogen Oksida, NOx - 92,5g/m3 -TSP (Debu) 33,28 260 g/m3 5PM10 3,67 150 g/m3 5

    11.Jalur pipa di

    persawahan Kintom

    Sulfur Dioksida (SO2) - 220 g/m3 -Karbon Monoksida (CO) - 20 ppm -Nitrogen Oksida, NOx - 92,5g/m3 -TSP (Debu) 28,16 260 g/m3 5PM10 3,03 150 g/m3 5

    Sumber : Analisis Data Primer, 2007

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-9

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    3.1.2.2. Kebisingan

    Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan dalam tingkat dan waktu

    tertentu yang dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia dan kenyamanan

    lingkungan. Tingkat kebisingan suatu lokasi menunjukkan ukuran energi bunyi yang dinyatakan

    dalam satuan desibel atau disingkat dengan notasi dB(A).

    Lokasi pengambilan sampel tingkat kebisingan sama dengan lokasi pengambilan sampel kualitas

    udara. Cara pengukuran dengan menggunakan alat Sound Level Meter, perhitungan dan

    evaluasi tingkat kebisingan berpedoman pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.

    Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Hasil pengukuran tingkat kebisingan,

    disajikan pada Tabel 3.7.

    Tabel 3.7. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan

    No LokasiTingkat

    KebisingandB(A)

    BML SKL Keterangan lokasi

    1. Kilang LNG Padang 60,1 70 4 Pinggir laut2. Kilang LNG Uso 64,3 70 4 Pinggir laut, dekat pemukiman3. Sumur Minahaki

    (MHK-AA)49,6 70 5 Area ladang

    4. BS Sukamaju 38,7 70 5 Hutan5. BS Donggi 50,6 70 5 Persawahan6. Sumur Maleoraja

    (MLR-1)48,3 70 5 Hutan

    7. BS Matindok 38,6 55 5 Hutan8. Jalur pipa BS Donggi

    BS Matindok 51,3 55 5 200 m dari jalan utama

    9. Jalur pipa di Unit XIIDesa Tirtasari 39,1 55 5 Hutan rakyat

    10. Jalur pipa di Unit IIDesa Arga Kencana 56,0 55 5

    Pinggir jalan utama,pemukiman

    11. Jalur pipa dipersawahan Kintom 40,3 55 5 Persawahan

    Sumber: Data Primer, 2007

    Lokasi pengukuran kebisingan dilakukan pada jarak 25 meter dari permukiman terdekat. Dari

    hasil pengukuran yang disajikan pada tabel tersebut di atas terlihat semua lokasi tingkat

    kebisingan tidak melebihi ambang batas baku tingkat kebisingan dan secara umum kondisinya

    sangat baik dan baik atau memiliki skala kualitas lingkungan = 5 dan 4.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-10

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    3.1.3. Fisiografi dan Geologi

    Fisiograi daerah penelitian merupakan daerah dataran pantai yang memanjang dari Batui di

    barat daya sampai dengan Kanohan di timur laut, dengan lebar dataran pantai antara 100 meter

    sampai dengan 1000 meter, terutama pada Tanjung Maoloh dan Tanjung Mondono, dan dengan

    Selat Peleng di timur serta daerah perbukitan yang sejajar dengan garis pantai di barat dengan

    ketinggian antara 50 450 meter. Kelerengan daerah ini berkisar antara 5o di daerah datar

    40o di daerah perbukitan.

    Sistem aliran sungai di daerah penelitian hampir seluruhnya paralel sub paralel yang bermuara

    di Selat Peleng dengan aliran sungainya yang bersifat perenial atau airnya mengalir sepanjang

    tahun, seperti Sungai Batui, Sungai Tangkiang, Kali Kintom, Kali Mondono, dan Kali Nambu, dan

    ada juga yang intermiten, yaitu kali-kali yang tak bernama dengan panjang kurang dari 3 km.

    Pelapukan di daerah penelitian cukup intensif, terutama pada Formasi Kintom (Tmpk) dan

    Formasi Bongka (Tmpb) yang ketebalan soilnya mencapai 3 m.

    Stratigrafi daerah penelitian, terdiri atas (dari yang berumur tua ke yang berumur muda):

    Formasi Nambo (Jnm), Formasi Salodik (Tems), Formasi Poh (Tomp), Formasi Bongka (Tmpb),

    Formasi Kintom (Tmpk), Satuan Terumbu Koral (Ql), dan Satuan Aluvium (Qa).

    Formasi Nambo (Jnm) tersusun oleh napal pasiran dan napal yang mengandung fosil Belemnit,

    menandakan umur Jura. Formasi ini tersingkap di daerah timur laut daerah penelitian, di

    sebelah timur desa Babang, diantara formasi-formasi yang berumur Mio-Pliosen.

    Formasi Salodik (Tems) tersusun oleh batugamping dengan sisipan napal yang berumur Eosen.

    Formasi ini tersingkap lebih kurang 15-an km dari garis pantai pada daerah perbukitan dengan

    ketinggian lebih dari 450 meter di atas permukaan laut. Di dunia perminyakan formasi ini

    dikatakan sebagai Group Salodik.

    Formasi Poh (Tomp) terdiri atas napal bersisipan batugamping yang berumur Oligocene dan

    formasi ini tersingkap di sebelah barat Formasi Salodik dengan batas struktur.

    Formasi Bongka (Tmpb) tersusun oleh konglomerat, batupasir, batulanau, napal dan

    batugamping yang berumur Miosen Atas Pliosen. Formasi ini tersingkap di sebelah barat

    Kintom, Mondono dan Hoombola, pada daerah perbukitan dengan ketinggian 50 meter sampai

    dengan 500 meter.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-11

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Formasi Kintom (Tmpk) atau sering disebut sebagai Formasi Batui, tersusun oleh batugamping

    koral dengan sisipan napal dan batupasir yang berdasarkan kehadiran fosil Globigerinoides

    extremus maka formasi ini berumur Miosen Atas Pliosen Awal. Formasi Kintom tersingkap di

    bagian barat Formasi Bongka, pada elevasi yang relatif lebih tinggi dibanding singkapan Formasi

    Bongka.

    Satuan Terumbu Koral (Ql) terdiri atas terumbu koral dengan sisipan napal yang berumur

    Kuarter. Satuan ini terdapat di sepanjang pantai di sebelah utara Batui, sedangkan di selatan

    Batui terumbu koral (sekarang) tumbuh di lepas pantai.

    Satuan Aluvium (Qa) terdiri atas lempung, pasir dan kerakal yang berumur Kuarter. Satuan ini

    tersingkap terutama di selatan Batui, sedangkan di utara Batui tersingkap setempat-setempat.

    Di Sungai Batui dijumpai endapan teras yang mencapai ketinggian hingga 30 meter. Hal ini

    menandakan bahwa di sebelah utara Batui telah terjadi pengangkatan yang lebih intensif di

    banding di daerah selatan Batui. Mungkin pengangkatan terjadi karena tumbukan antara pulau

    Sulawesi dengan Pulau Pelang yang merupakan bagian dari kontinen mikro Banggai-Sula.

    Struktur geologi daerah penelitian ditandai dengan pengangkatan akibat tumbukan antara Pulau

    Sulawesi dengan kontinen mikro Banggai-Sula dari sebelah timur. Struktur geologi yang berada

    di lengan timur Pulau Sulawesi terutama sesar naik, sesar dan perlipatan yang sejajar dengan

    arah pantai di samping terdapat beberapa sesar geser yang menyilang terhadap garis pantai.

    Secara garis besar, sesar-sesar ataupun perlipatan tersebut akan tampak jelas pada Formasi

    Bongka atau formasi-formasi yang lebih tua tetapi tidak begitu tampak pada Satuan Terumbu

    Koral ataupun Satuan Aluvium yang berumur Kuarter. Sesar-sesar tersebut hanya diduga dari

    kelurusan-kelurusan yang terdapat pada citra Landsat ataupun dari foto udara. Di lapangan

    tampak sebagai sesar-sesar minor saja. Karena sesar-sesar tersebut memotong endapan

    Kuarter, maka diduga bahwa sesar-sesar tersebut masih aktif.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-12

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    AMBIL DI FILE GB 3.1.

    Gambar 3.1. Peta Geologi Daerah Batui dan sekitarnya(diambil dari Surono dkk., 1993)

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-13

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Kegempaan dan Kemungkinan Tsunami

    Seperti di wilayah Indonesia yang lain dan dari peta kegempaan (seismicity) sejak tahun 1900,

    wilayah Sulawesi terdapat jalur kegempaan yang cukup padat terutama di sepanjang jalur sesar

    Palu-Koro, sesar Matano, tetapi boleh dikatakan tidak terdapat pada daerah Batui ke timur laut

    (lihat Gambar 3.2. Peta Kegempaan untuk magnitudo > 5 skala Richter). Mungkin di daerah

    tersebut pernah terjadi gempabumi dengan magnitudo < 5 skala Richter mengingat di daerah

    tersebut dijumpai sesar-sesar minor.

    Tsunami bisa terjadi jika terdapat gempabumi dangkal (pada kedalaman antara 0-33 km) di

    dasar laut dengan magnitudo > 6,5 skala Richter dan mekanisme fokalnya menunjukkan telah

    terjadi sesar naik ataupun turun. Jika sudut kemiringan sesar naik ataupun turun kecil, maka

    kemungkinan tsunami terjadi juga semakin kecil, karena efek perubahan volume air laut juga

    semakin kecil. Mengingat gempabumi yang terjadi bermagnitudo < 5 skala Richter, maka

    kemungkinan terjadi tsunami kecil, walaupun daerah tersebut termasuk daerah rawan tsunami

    (Badan Geologi, 2007).

    Untuk kepentingan struktur bangunan di Indonesia telah disusun peta zonasi seismik

    (gempabumi) (Gambar 3.3) berdasarkan akselerasi gelombang gempanya pada batuan induk

    (SNI-1726-2002). Zona seismik di Indonesia yang terdiri dari 6 zona, zona 1 yang terrendah dan

    zona 6 adalah zona yang tertinggi. Daerah lengan timur Sulawesi termasuk di dalam zona 6

    dengan nilai akselerasi = 0,30 g. Jika kilang akan dibangun di daerah datar yang terdiri dari

    Satuan Aluvium yang cukup tebal, maka nilai akselerasi yang aman untuk suatu bangunan

    adalah = 0,36 (Peak ground acceleration untuk medium soil). Tetapi menurut peta terbaru yang

    diterbitkan oleh Badan Geologi pada tahun 2007, daerah Teluk Pelang di antara Batui dan

    Luwuk termasuk wilayah dengan akselerasi = 0,20 g dan jika terdapat pada Satuan Aluvium

    yang cukup tebal maka nilai akselerasi yang aman adalah = 0,28 g.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-14

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Ambil File GB 3.2.

    Gambar 3.2. Peta Kegempaan Pulau Sulawesi sejak Tahun 1900(USGS-NIEC, 2003)

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-15

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    AMBIL FILE GB 3.3.

    Gambar 3.3. Peta Zonasi Seismik di Indonesia (SNI-1726-2002)

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-16

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    1. Kondisi Geologi pada Rencana Jalur Pipa

    Secara umum rencana jalur pipa berada pada morfologi pantai dimana ketinggiannya tidak

    berbeda jauh dengan ketinggian muka air laut, namun ada beberapa ruas yang lokasinya

    sangat dekat dengan perbukitan. Satuan batuan di wilayah ini antara lain adalah satuan

    batupasir, satuan konglomerat, satuan batugamping-konglomerat karbonatan dan endapan

    pasir lempungan. Sedangkan struktur geologi yang dijumpai pada rencana jalur pipa ini

    terdiri atas sesar-sesar minor yang secara umum berarah barat laut-tenggara.

    Di daerah Batui (km 57), rencana jalur pipa akan melewati singkapan dimana pada

    bagian atas merupakan tanah lapukan setebal 0,5 meter, kemudian pada bagian

    bawah batugamping konglomeratan dengan tebal 1,5 meter, kemudian batu pasir

    dengan tebal lebih dari 1,5 meter. Batugamping konglomeratan berwarna putih kecoklatan,

    ukuran butir kerikil kerakal, tersusun oleh matrik dan fragmen dengan matrik dominan,

    berukuran butir pasir terdiri dari material karbonat; fragmen berukuran 1 20 cm terdiri

    dari koral (5 20 cm) dan fragmen batuan beku dan metamorf (2 mm 1 cm). Sedangkan

    batupasir berwarna putih kecoklatan dan bersifat non karbonatan.

    Selanjutnya jalur pipa di daerah Kasambang melewati singkapan batugamping

    konglomeratan setebal 5,80 meter di km 53 dengan sisipan paleosoil. warna putih

    kecoklatan, ukuran butir kerikilkerakal, tersusun oleh matrik dan fragmen dengan matrik

    dominan, berukuran butir pasir terdiri dari material karbonat; fragmen berukuran 1 20 cm

    terdiri dari koral (5 -20 cm) dan fragmen batuan beku dan metamorf (2 mm 1 cm). Makin

    ke atas fragmen makin dominan dan berubah menjadi paleosoil. Sementara ke arah utara

    makin banyak dijumpai fosil jejak. Paleosoil warna coklat kehitaman, ukuran butir lempung-

    pasir, tebal 30 cm.

    Sedangkan pada km 50 jalur pipa akan melewati singkapan batugamping dengan warna

    lapuk abu-abu cerah, warna segar putih kecoklatan, ukuran butir pasir, grainsupported,

    tersemenkan kuat (grainstone), mengalami karstifikasi lanjut dengan tebal singkapan 8m.

    Pada satu meter bagian atas mengalami pelarutan yang paling tinggi.

    Pada barat jalan Batui - Kintom, 700 m dari tugu km 42 ke arah Luwuk rencana jalur pipa

    melewati singkapan batugamping pada tebing setebal 12 -15 m. Pada bagian bawah (3 m)

    dan atas (9 m), tersusun oleh batugamping warna putih, ukuran butir 2 mm 8 cm,

    fragmen dominan forambesar, gastropoda, pelecypoda dan pecahan koral (rudstone). Di

    antaranya tersusun oleh batugamping setebal 3 m, warna putih, ukuran butir 2 mm 20 cm

    dan tersusun oleh tubuh utuh koral berbentuk bulat (framestone).

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-17

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Kondisi geologi regional daerah Batui dan sekitarnya (Lampiran 5) yang memungkinkan

    terjadinya gempabumi. Untuk mengurangi kerusakan akibat adanya gempa tersebut,

    pembangunan jaringan pipa akan dilakukan pada struktur yang lentur sehingga dapat

    mengakomodasi adanya getaran yang ditimbulkan dari gempa tersebut. Selain itu rencana

    peletakan pipa juga mempertimbangkan jalur patahan sesar yang ada di wilayah itu

    (Lampiran 5).

    2. Kondisi Geologi pada Rencana Lokasi Kilang

    a. Rencana Lokasi Kilang di Kawasan Uso

    Terletak di sebelah barat jalan Batui-Luwuk (0464548; 9874633). Morfologi hampir

    sama dengan kondisi di Desa Solan yakni berupa dataran aluvial pantai lebar kurang

    lebih 750 m. Dataran aluvial pantai ini tersusun atas endapan aluvial dan koluvial yang

    berasal dari daerah perbukitan di sebelah baratnya. Material penyusun bentuklahan ini

    pada umumnya terdiri dari pasir lempungan dengan warna coklat kehitaman, ukuran

    butir lempung-pasir, dengan fragmen batuan penyusunnya berasal dari rombakan

    batuan beku dan metamorf, dan tidak mengandung gamping. Ke arah pantai endapan

    berubah menjadi kerakal dengan komposisi rombakan batuan andesit, kuarsit,

    serpentinit dan gabro.

    Topografi datar, dan dijumpai muka air tanah sangat dangkal yakni sekitar 3,5 m dari

    permukaan tanah. Berdasarkan pengamatan dari sumur penduduk, pada kedalaman

    2,6 m dijumpai lapisan konglomerat, dengan ukuran butir kerikil sampai kerakal.

    Ketinggian lokasi berkisar 1 15 m dari permukaan laut.

    Geologi dan litologi yang berupa pasir kerikil agak kompak ini pada umumnya

    mempunyai nilai daya dukung berkisar antara 200-400 kg/m2. Daerah ini cukup untuk

    pendirian lokasi LNG. Dengan kondisi dan data tersebut dapat diperkirakan berapa

    beban konstruksi yang masih dapat diterima oleh batuan. Perlu dipertimbangkan sistem

    pembangunan konstruksi pada daerah ini, misal dengan menggunakan pondsi tapak

    ataupun pondasi rakit. Hal ini untuk mengantisipasi adanya penurunan akibat

    pemadatan (compaction) dalam jangka panjang yang akan dapat menyebabkan

    terjadinya kerusakan serius atau mempengaruhi fungsi struktur. Daerah rencana tapak

    LNG ini termasuk daerah yang rawan bencana tsunami, sehingga perlu diperhatikan

    tindakan preventif dan antipasinya.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-18

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Mengingat daerah yang datar dan elevasi rendah, penimbunan tanah (land fill) dapat

    dilakukan di daerah ini untuk meninggikan elevasi permukaan tanah, sehingga

    mengurangi resiko terlanda banjir dari sungai maupun dari pasang air dari laut.

    Bangunan penahan pasang air laut ataupun tsunami perlu dibangun mengingat jarak

    lokasi ini dari pantai dekat.

    b. Rencana Lokasi Kilang di Desa Padang

    Calon lokasi kilang ini di sekitar 200 meter ke arah barat dari tugu km 47 mengikuti

    aliran sungai (0456009; 9862490) berada pada teras sungai berupa endapan

    konglomerat batupasir yang belum kompak. Konglomerat berwarna abu-abu putih,

    struktur gradasi normal, memotong lapisan batupasir-konglomerat di bagian bawahnya,

    ukuran butir 2 mm 10 cm, rounded, kemas tertutup, tersusun atas kuarsit, batuan

    beku dan karbonat/batugamping. Batupasir warna coklat, ukuran pasir sedang-kasar,

    rounded, non karbonatan. Pada tubuh sungai terdapat endapan berukuran kerakal.

    Selain itu pada daerah 400 meter dari tugu km 47 ke arah utara dijumpai kontak

    morfologi dataran dengan perbukitan (0456369; 9862435). Pada dataran tersusun oleh

    endapan pasir warna coklat kehitaman berukuran dominan pasir sedang-kasar, tersusun

    oleh fragmen batuan beku dan metamorf. Pada pantai endapan berubah menjadi

    endapan kerakal. Lebar dataran 80 meter, makin ke arah selatan lebar dataran < 80

    meter. Perbukitan dengan tinggi 5 15 meter dan slope 20 30o tersusun oleh

    lempung pasiran dengan fragmen batugamping berukuran 2 20 cm. Batugamping

    berupa packstone, grainstone, dan rudstone atau framestone yang telah mengalami

    pelarutan intensif. Selain itu dibeberapa tempat dapat teramati batugamping

    konglomeratan dengan warna coklat muda, struktur gradasi normal walau tidak tegas,

    ukuran butir matrik pasir dan fragmen 2 cm.

    Di sekitar tugu perbatasan Kintom-Batui (0458817;9863580) pada tepi barat jalan Batui-

    Luwuk dijumpai singkapan batugamping warna putih, tersusun oleh massa dasar

    berukuran pasir dan fragmen > pasir (tersusun oleh koral yang dominan berbentuk

    nodular). Batugamping sudah mengalami karsifikasi intensif. Strike/dip N 68oE/9o,

    jumpai pula adanya kekar dengan arah 80o/195 dan 80o/46.

    Distribusi keruangan formasi geologi daerah penelitian selengkapnya disajikan pada

    Peta Geologi Lampiran 5.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-19

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    3.1.4. Hidrologi

    Pada wilayah studi terdapat beberapa sungai besar yang mengalir sepanjang tahun berurutan

    dari barat daya ke timur laut yaitu S. Toili, S. Sinorang, S. Kayowa/Matindok, S. Bakung, S.

    Batui, S. Omolu, S. Tangkiang dan S. Kintom. Semua sungai mengalir kea rah barat laut menuju

    muaranya di tenggara. Selain sungai-sungai tersebut terdapat juga sungai-sungai kecil yang

    merupakan anak sungai dari sungai besar atau sungai sendiri yang bermuara langsung ke laut

    seperti S. Bakiriang. Sedikit dijumpai rwa permanen kecuali rawa belakang (back swamp) di

    Suaka Margasatwa Bakiriang. Sistem drainase dan jaringan irigasi persawahan di Kecamatan

    batui dan Toili teratur dan tertata dengan baik, bahkan jaringan atau saluran-saluran irigai

    tersier dibangun sesuai dengan aturan irigasi teknis dan setengah teknis.

    Pada perbukitan dan pegunungan diantara Kecamatan Batui, Toili dan Toili Barat dapat

    diperoleh air bawah tanah yang cukup dengan kedalam aquifer diperkirakan tidak terlalu dalam

    (shallow groundwater). Wujud sumberdaya air tersebut adalah pada atau hamparan lahan

    sawah yang sangat luas dengan irigasi teknis di dataran dan pelelbaban di ketiga kecamatan

    tersebut.

    3.1.4.1. Kualitas Air

    Kualitas air yang diamati adalah kualitas air laut, kualitas air sungai dan kualitas airtanah di

    sekitar wilayah studi. Data kualitas air laut diambil dari 6 titik (lokasi) sampling, kualitas air

    sungai diambil dari 6 titik (lokasi) sampling dan kualitas airtanah diambil dari 3 titik (lokasi)

    sampling pada daerah sekitar rencana kegiatan. Parameter yang dianalisis meliputi:

    Parameter yang langsung diukur di lapangan (in situ measurement), yaitu pH, suhu, DO.Parameter yang diukur di laboratorium seperti COD, BOD, kesadahan, klorida, nitrat, nitrit,

    sulfida, amoniak, serta logam-logam

    Berikut ini disajikan hasil analisis kualitas air yang meliputi kualitas air tanah, air laut dan air

    sungai.

    A. Kualitas airtanah

    Untuk mengetahui kualitas airtanah (air sumur) yang dipakai penduduk di sekitar lokasi

    rencana kegiatan, maka dilakukan pengukuran terhadap kualitas air sumur. Jumlah

    pengambilan sampel airtanah dilakukan sebanyak 3 titik/lokasi (ASP-1, ASP-2 dan ASP-3).

    Lokasi pengambilan sampel dan hasil pengukuran disajikan pada Tabel 3.8.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-20

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Cara pengukuran dan perhitungan kualitas airtanah mengacu pada Peraturan Menteri

    Kesehatan RI No. 416/Men.Kes/Per/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih.

    Tabel 3.8. Hasil Analisis Laboratorium Kualitas Air Sumur

    No. Parameter Satuan Baku Mutu*) LokasiASP-1 ASP-2 ASP-31 Bau - Tak berbau Tak berbau Tak berbau Tak berbau

    2 Rasa - Tak berasa Tak berasa Tak berasa Tak berasa

    3 Suhu C Suhu udara3oC 27,5 28 27,54 pH mg/L 6,5-9,0 8,75 8,58 8,56

    5 Warna Skala TCU 50 5 7,5 5,0

    6 Kekeruhan Skala NTU 25 0,139 0,238 0,217

    7 Besi (Fe) mg/L 1,0 0,009 0,002 0,002

    8 Kesadahan (CaCO3) mg/L 500 256,10 214,73 226,55

    9 Flourida (F-) mg/L 1,5 0,348 0,409 0,409

    10 Klorida (Cl-) mg/L 600 15,74 23,61 31,48

    11 Mangan (Mn) mg/L 0,5 0,182 0,001 0,002

    12 Nitrat/NO3- (sbg N) mg/L 10 0,144 0,280 0,234

    13 Nitrit/NO2- (sbg N) mg/L 1,0 0,007 0,023 0,006

    14 Sulfat mg/L 400 5,745 9,38 30,422

    15 Zat Organik (KMnO4) mg/L 10 4,79 7,03 6,12

    Keterangan:ASP-1 Air Sumur P. Sutrisno, Unit II Ds. Arga Kencana (Jalur pipa)ASP-2 Air Sumur P. Rahmat, Uso (LNG)ASP-3 Air Sumur P. Kades, Padang (LNG)

    *) Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990

    Penduduk di beberapa lokasi penelitian menggunakan air sumur sebagai air bersih yang

    digunakan untuk memasak. Dari hasil analisis pada tabel tersebut di atas dengan mengacu

    pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 tidak ada parameter yang melebihi

    ambang batas baku mutu. Hasil analisis kualitas air tanah kemudian dikonversikan ke dalam

    skala kualitas lingkungan (SKL) yang disajikan pada Tabel 3.9.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-21

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Tabel 3.9. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Airtanah

    KodeSampel Lokasi Parameter Hasil Analisis BML SKL

    ASP-1Air Sumur P. Sutrisno,Unit II Ds. ArgaKencana (Jalur pipa)

    Bau Tak berbau Tak berbau 5

    Rasa Tak berasa Tak berasa 5

    pH 8,75 6,5-9,0 4

    Kekeruhan 0,139 ppm 25 ppm 5

    Klorida (Cl-) 15,74 ppm 600 ppm 5

    Nitrat/NO3- (sbg N) 0,144 ppm 10 ppm 5

    Nitrit/NO2- (sbg N) 0,007 ppm 1,0 ppm 5

    Sulfat 5,745 ppm 400 ppm 5

    ASP-2 Air Sumur P. Rahmat,Uso (LNG)

    Bau Tak berbau Tak berbau 5

    Rasa Tak berasa Tak berasa 5

    pH 8,58 6,5-9,0 4

    Kekeruhan 0,238 ppm 25 ppm 5

    Klorida (Cl-) 23,61 ppm 600 ppm 5

    Nitrat/NO3- (sbg N) 0,280 ppm 10 ppm 5

    Nitrit/NO2- (sbg N) 0,023 ppm 1,0 ppm 4

    Sulfat 9,38 ppm 400 ppm 5

    ASP-3 Air Sumur P. Kades,Padang (LNG)

    Bau Tak berbau Tak berbau 5

    Rasa Tak berasa Tak berasa 5

    pH 8,56 6,5-9,0 4

    Kekeruhan 0,217 ppm 25 ppm 5

    Klorida (Cl-) 31,48 ppm 600 ppm 5

    Nitrat/NO3- (sbg N) 0,234 ppm 10 ppm 5

    Nitrit/NO2- (sbg N) 0,006 ppm 1,0 ppm 5

    Sulfat 30,422 ppm 400 ppm 5

    Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2007

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-22

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    B. Kualitas air laut

    Untuk mengetahui kualitas air laut di sekitar lokasi wilayah studi, maka dilakukan

    pengukuran terhadap kualitas air laut. Cara pengukuran, perhitungan dan evaluasi kualitas

    air laut berpedoman pada Kep.Men.LH. No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut

    untuk Perairan Pelabuhan. Lokasi pengukuran lapangan untuk kualitas air laut yang

    dilakukan pada 6 lokasi (titik) disajikan pada Tabel 3.10. Hasil analisis kualitas air laut

    disajikan pada Tabel 3.11.

    Tabel 3.10. Lokasi Pengambilan Sampel Kualitas Air Laut

    No Lokasi KodeKoordinat

    Keterangan51M UTM

    1 Pelabuhan KhususPadang1

    AL-1 0459678 9868600 Sebelah kanan rencanaPelabuhan Khusus Padang

    2 Pelabuhan KhususPadang2

    AL-2 0459660 9868722 Rencana Pelabuhan KhususPadang

    3 Pelabuhan KhususPadang3

    AL-3 0459640 9869056 Sebelah kiri rencanaPelabuhan Khusus Padang

    4 Pelabuhan KhususUso1

    AL-4 0452750 9860741 Sebelah kanan rencanaPelabuhan Khusus Uso

    5 Pelabuhan KhususUso2

    AL-5 0452733 9860862 Rencana Pelabuhan KhususUso

    6 Pelabuhan KhususUso3

    AL-6 0452711 9861195 Sebelah kiri rencanaPelabuhan Khusus Uso

    Dari hasil analisis tersebut di atas, terlihat bahwa di semua lokasi pengambilan sampel air

    laut parameter sulfida, kadmium, tembaga dan timbal melebihi ambang batas baku mutu,

    kecuali untuk paramater sulfida di lokasi Pelabuhan Khusus Uso-2 dan parameter tembaga

    di kokasi Pelabuhan Khusus Uso-1. Untuk mendapatkan skala kualitas lingkungan, hasil

    analisis tersebut kemudian dikonversi terhadap pedoman skala kualitas lingkungan (Canter

    dan Hill 1979). Kondisi kualitas air laut selengkapnya disajikan pada Tabel 3.12. Hasil

    analisis kualitas air laut tersebut kemudian dikonversi kedalam skala kualitas lingkungan

    seperti yang tertera dalam tabel berikut.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-23

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Tabel 3.11. Hasil Analisis Laboratorium Kualitas Air Laut

    No. Parameter Satuan BakuMutu

    Lokasi

    AL- 1 AL-2 AL-3 AL-4 AL-5 AL-6

    FISIKA :

    1 Padatan Tersuspensi Total mg/l 80 12,9 9,7 10,9 7,0 13,5 12,6

    2 Suhu oC Alami 29,5 30,0 29,5 29,5 29,5 29,0

    3 Kebauan -Tdk

    berbauTdk

    berbauTdk

    berbauTdk

    berbauTdk

    berbauTdk

    berbauTdk

    berbau

    4 Sampah - Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil

    5 Lapisan Minyak - Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil

    KIMIA

    1 pH - 6,5-8,5 7,7 7,5 7,6 7,0 7,3 7,4

    2 Salinitas Alami 34,5 34,2 34,6 30,2 28,9 29,9

    3 DO mg/l 5,4 5,2 5,0 5,1 5,3 5,5

    4 NH3 mg/l 0,3 ttd ttd ttd ttd ttd ttd

    5 H2S mg/l 0,03 0,084 0,328 0,247 0,198 0,019 0,166

    6 Deterjen mg/l 1 0,98 0,88 0,73 0,78 0,29 0,88

    7 Minyak Lemak mg/l 5 5,00 4,00 2,40 2,40 2,30 2,60

    LOGAM TERLARUT

    8 Cd mg/l 0,01 0,115 0,119 0,101 0,097 0,103 0,099

    9 Cu mg/l 0,05 0,071 0,067 0,075 0,049 0,054 0,062

    10 Pb mg/l 0,05 0,424 0,517 0,517 0,363 0,363 0,301

    11 Zn mg/l 0,1 0,016 0,036 0,069 0,052 0,031 0,040

    12 Hg mg/l 0,003 ttd ttd ttd ttd ttd ttd

    Sumber : Data Primer, 2007

    BM = Baku Mutu Air Laut (Kep.Men.LH. N0. 51 Tahun 2004 Lampiran III Untuk Biota Laut)Ttd = tidak terdeteksi

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-24

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Tabel 3.12. Rekapitulasi Skala Kualitas Lingkungan Air Laut

    KodeSampel Lokasi

    Parameter yangmelebihi BML BML SKL

    AL-1Pelabuhan Khusus

    Padang 1

    Kadmium = 0,115Tembaga = 0,071Timbal = 0,424Sulfida = 0,084

    0,01 ppm

    0,05 ppm0,05 ppm

    0,03 ppm

    4

    44

    4

    AL-2Pelabuhan Khusus

    Padang 2

    Kadmium = 0,119Tembaga = 0,067Timbal = 0,517Sulfida = 0,328

    0,01 ppm

    0,05 ppm

    0,05 ppm0,03 ppm

    4

    4

    44

    AL-3Pelabuhan Khusus

    Padang 3

    Kadmium = 0,101Tembaga = 0,075Timbal = 0,517Sulfida = 0,247

    0,01 ppm0,05 ppm

    0,05 ppm

    0,03 ppm

    44

    4

    4

    AL-4Pelabuhan Khusus Uso-

    1

    Kadmium = 0,097Timbal = 0,363Sulfida = 0,198

    0,01 ppm

    0,05 ppm0,03 ppm

    4

    44

    AL-5Pelabuhan Khusus Uso-

    2

    Kadmium = 0,103Tembaga = 0,054Timbal = 0,363

    0,01 ppm0,05 ppm

    0,05 ppm

    44

    4

    AL-5Pelabuhan Khusus Uso-

    3

    Kadmium = 0,099Tembaga = 0,062Timbal = 0,301Sulfida = 0,166

    0,01 ppm

    0,05 ppm0,05 ppm

    0,03 ppm

    4

    44

    4

    Sumber: Data Primer, 2007

    C. Kualitas air sungai

    Untuk mengetahui kualitas air permukaan (air sungai) pada lokasi penelitian, maka

    dilakukan pengukuran terhadap kualitas air permukaan. Cara pengukuran, perhitungan dan

    evaluasi kualitas air sungai berpedoman pada Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001

    tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Kep.Men LH No. 37

    Tahun 2003 tentang Metode Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air

    Permukaan.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-25

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Pengambilan sampel air permukaan untuk penelitian ini dilakukan di sungai-sungai terdekat

    yang mungkin terpengaruh oleh kegiatan di BS, GPF, Kilang LNG, dan jalur pipa. Lokasi

    sampling air sungai disajikan pada Tabel 3.13.

    Tabel 3.13. Lokasi Pengambilan Sampel Air Sungai

    No LokasiKoordinat

    Kode Keterangan51M UTM

    1 S. Santoa 0459028 9867862 AS-1 Padang Tangkiang (LNG)

    2 S. Kayowa 0446081 9851570 AS-2 Dekat GPF

    3 S. Singkoyo 0424354 9039188 AS-3 Dekat BS Minahaki

    4 Anak S. Tumpu 0430819 9849442 AS-4 Dekat BS Sukamaju

    5 Anak. S. Singkoyo atas AS-5 Dekat BS Maleoraja

    6 S. Toili 0429083 9844590 AS-6 Jalur pipa

    Hasil penelitian dibandingkan terhadap Kriteria Kualitas Air Kelas II, PP No. 82 Tahun 2001,

    disajikan dalam Tabel 3.14. Dari tabel tersebut kemudian untuk mendapatkan Skala

    Kualitas Lingkungan, dikonversi terhadap pedoman Skala Kualitas Lingkungan menurut

    Canter dan Hill (1979). Analog dengan perhitungan kualitas udara, hanya dihitung skala

    kualitas lingkungan berdasar parameter yang tidak memenuhi baku mutu lingkungannya

    yang sesuai.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-26

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Tabel 3.14. Hasil Analisis Kualitas Air Permukaan/Air Sungai(sesuai PP No. 82 Tahun 2001 Kelas II)

    No Parameter BakuMutuLokasi

    AS-1 AS-2 AS-3 AS-4 AS-5 AS-6

    1 pH 6-9 7 6,5 6,5 6,5 6,7 7,02 Suhu Deviasi 3 27,5 28,5 28,0 27,5 27,5 28,0

    3 DO 4 mg/L 6,1 6,9 6,1 6,4 6,0 6,6

    4 BOD 3 mg/L 0,2 0,4 0,1 1,3 1,1 0,65 COD 25 mg/L 1,1 2,5 0,5 8,1 5,0 2,2

    6 Total fosfat 0,2 mg/L ttd ttd ttd ttd ttd ttd

    7 NO3 10 mg/L 1,64 2,12 1,30 1,01 4,61 1,848 Nitrit (NO2) 0,06 mg/L ttd ttd ttd ttd ttd ttd

    9 NH3 - ttd ttd ttd ttd ttd ttd

    10 Kobalt (Co) 0,2 mg/L 0,01 0,05 0,01 0,02 0,01 0,05

    11 Barium (Ba) - ttd 1,60 ttd ttd 1,20 ttd12 Boron (Bo) 1 mg/L < 1 < 1 < 1 < 1 < 1 < 1

    13 Kadmium (Cd) 0,01 mg/L Ttd 0,011 0,008 0,003 0,010 0,001

    14 Khrom (VI) 0,05 mg/L ttd ttd ttd ttd ttd ttd15 Tembaga (Cu) 0,02 mg/L 0,006 0,011 0,008 0,003 0,010 0,001

    16 Besi (Fe) - 0,01 Ttd 0,42 0,37 0,06 0,25

    17 Timbal (Pb) 0,03 mg/L ttd ttd ttd ttd 0,024 ttd18 Mangan (Mn) - 0,027 0,031 0,047 0,127 0,039 0,015

    19 Seng (Zn) 0,05 mg/L 0,04 0,02 0,02 0,02 0,03 0,02

    20 Khlorida (Cl) 600 mg/L 21 81 26 41 25 2321 Fluorida (F) 1,5 mg/L 0,09 0,11 0,10 0,17 0,08 0,05

    22 Sulfat (SO4) - 11 41 Ttd 18,4 Ttd ttd

    23 Minyak dan Lemak ppm 2,60 1,70 2,60 2,20 2,50 2,40Sumber : Data primer, 2007

    Dari tabel di atas terlihat bahwa kondisi semua sungai masih dibawah baku mutu, hanya

    parameter minyakk dan lemak di semua sungai melebihi baku mutu lingkungan kualitas air

    permukaan kelas II sesuai dengan PP No.82 tahun 2001. Dengan demikian, keenam sungai

    yang diteliti mempunyai Skala Kualitas Lingkungan (SKL) = 4.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-27

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    3.1.4.2. Kuantitas Air

    A. Kuantitas/debit air sungai

    Terkait dengan kebutuhan akan air bersih untuk keperluan proyek pengembangan gas

    matindok yang cukup besar, perlu kiranya dikaji mengenai ketersediaan air permukaan,

    dalam hal ini debit air sungai yang ada di daerah penelitian. Dari data sekunder yang ada

    (BAPPEDA Kabupaten Banggai, 2006), beberapa sungai besar dengan data debit sesaat

    yang berada di wilayah penelitian, adalah: Sungai Singkoyo (64 m3/dtk), Sungai Mansahang

    (41 m3/dtk), Sungai Toili (40 m3/dtk), Sungai Batui (85,2 m3/dtk), Sungai Sinorang

    (24 m3/dtk), Sungai Mendono (60 m3/dtk), Sungai Tangkiang (60 m3/dtk). Debit

    keseluruhan sungai-sungai tersebut diperkirakan sekitar 1.895,78 x 106m3/tahun. Sungai-

    sungai tersebut nantinya akan terpotong oleh rencana kegiatan pemasangan jalur pipa

    maupun rencana pembangunan kilang LNG. Pada saat penelitian dilakukan dengan kondisi

    land cover di upper cathment area sebagai kawasan hutan, sifat semua aliran sungai

    tersebut adalah permanen dengan debit harian yang tinggi. Dari sekian banyak sungai

    di daerah penelitian, data debit yang dipantau secara periodik adalah Sungai Batui.

    Data yang digunakan berupa data hasil pengukuran dan pencatatan tinggi muka air sungai

    serta perhitungan yang dilakukan oleh Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral

    Sumber Daya Air, Kabupaten Palu tahun 1995-2004. Luas daerah aliran sungai Batui sekitar

    240 km2. Penentuan besarnya debit aliran sungai didasarkan pada hasil perhitungan

    persamaan garis lengkung (rating curve) Q = 50,978(H-0.010)2,750 yang diperoleh dari

    perhitungan lengkung aliran (rating curve) mulai dari hasil pencatatan debit 1990 sampai

    dengan 2004. Tabel 3.15 menyajikan hasil perhitungan debit aliran Sungai Batui yang

    diukur dikampung Sambang 57 km dari kota Luwuk kejurusan Toili. Lokasi stasiun

    pencatat tinggi muka air otomatis (AWLR) tersebut terletak pada koordinat 0101429S,

    122o3100BT.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-28

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Tabel 3.15. Debit Harian Rata-rata Sungai Batui, Kabupaten Banggai

    BulanDebit aliran (m3/detik)

    1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

    Januari 25.30 36.60 10.00 5.17 5.23 5.05 14.80 7.46 16.82 41.67

    Februari 31.40 33.30 11.10 2.32 6.20 7.75 6.27 5.33 14.77 26.83

    Maret 29.84 25.20 18.00 3.72 10.45 9.16 9.15 18.24 17.82 27.79

    April 40.57 36.40 24.70 11.30 14.70 15.40 14.70 13.64 20.30 55.71

    Mei 51.30 54.60 15.10 25.60 30.30 16.60 15.50 24.64 21.17 58.43

    Juni 47.55 86.70 28.80 33.50 42.80 69.50 14.20 44.67 57.00 73.82

    Juli 50.23 64.70 78.80 26.70 10.90 59.50 11.09 19.34 62.67 192.91

    Agustus 30.33 87.20 7.72 61.20 17.60 17.40 10.56 3.35 66.00 26.65

    September 25.99 30.60 3.76 15.40 7.32 7.57 7.54 1.56 41.60 77.31

    Oktober 20.50 36.30 2.62 9.77 10.50 9.78 5.12 0.15 23.27 9.19

    Nopember 48.30 22.80 2.38 6.40 15.98 13.10 8.77 1.38 40.22 9.27

    Desember 30.27 17.70 12.50 6.64 19.30 15.76 5.13 2.33 42.22 23.23

    Jumlah 431.58 532.1 215.48 207.72 191.28 246.57 122.83 142.09 423.86 622.81

    Rt Hrn 35.97 44.34 17.96 17.31 15.94 20.55 10.24 11.84 35.32 51.90

    Sumber: Departemen Pekerjaaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kabupaten Palu tahun 1995-2004

    Kebutuhan air untuk kegiatan uji hidrostatik sekitar 20.000 m3. Apabila diperhitungkan

    dari debit sungai Batui rata-rata harian saja maka akan diperoleh debit sungai sebesar

    94.093 m3/hari. Dengan melihat cadangan kuantitas (debit) air sungai tersebut, maka

    apabila pelaksanaan uji hidrostatik menggunakan air sungai sebesar 20.000 m3 dan hanya

    sekali, pemboran sumur (420 m3/sumur), operasional BS (@BS membutuhkan 25 m3/hari

    2 BS membutuhkan 50 m3/hari)), maka sangat klebil pengaruhnya terhadap penurunan

    debit sungai. Apalagi dalam pengambilan dan pemanfaata air tersebut memperhatikan

    kondisi debit sungai saat aliran stabil dan dilakukan diwaktu musim penghujan. Dengan

    demikian dapat dikatagorikan bahwa kualitas lingkungan dari segi kuantitas air sungai

    adalah sangat baik (skala 5).

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-29

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    B. Debit aliran permukaan

    Besarnya debit aliran permukaan (run-off) dihitung dengan menggunakan rumus empiris

    seperti disajikan berikut ini. Besarnya debit air permukaan Q = 0,0028 C.I.A

    Catatan : Q = debit aliran permukaan (m3/detik)

    C = koefisien aliranpermukaan

    I = intensites hujan (mm/jam)

    A = luas daerah (Ha)

    Dengan menggunakan rumus empiris tersebut diperlukan adanya data tentang penggunaan

    lahan daeah penelitian yang akan menentukan besarnya koefisien aliran permukaan.

    Tabel 3.16 berikut menyajikan berbagai penggunaan lahan didaerah penelitian beserta luas

    masing-masing penggunkaan lahan, koefisien aliran permukaan masing-masing jenis

    penggnaan lahan dan koefisiein rata-rata daerah penelitian.

    Tabel 3.16. Koefisien Aliran Permukaan

    No Penggunaan Lahan Luas (Ha)(A) C. C*AC rata-rata

    timbang

    1 Belukar 1908.21 0.21 400.7241

    2 Permukiman 1871 0.4 748.4

    3 Hutan 17,094.65 0.1 1709.465

    4 Perkebunan 4,385.02 0.29 1271.6558 0.189501

    5 Sawah 8,895.36 0.18 1601.1648

    6 Sawah tadah hujan 1,373.57 0.22 302.1854

    7 Tegalan 7,196.87 0.29 2087.0923

    8 Hutan suakat 271.5 0.1 27.15

    Total 42996.18 8147.8374

    Berdasarkan pada nilai masing-masing koefisien aliran permukaan dari masing-masing

    penggunaan lahan beserta luasnya, maka dapat dihitung besarnya koefisien aliran

    permukaan yakni 0,189501.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-30

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Dengan diketahui data tentang :

    Koefisien aliran permukaan rata-rata (C) = 0,18951

    Dengan diketahui Luas daerah Penelitian (A) = 42.996,18 Ha.

    Intensitas hujan + 1856,6 mm/tahun atau (I) = 2,1488 mm/jam

    Besarnya debit air permukaan Q = 0,0028 C.I.A

    = 0,0028 * 0,189501 * 42996,18

    = 22,8134 m3/detik

    Perubahan debit air permukaan akibat pembukaan lahan dan pematangan lahan untuk

    berbagai kegiatan, diperkirakan akan terjadi penambaha debit aliran permukaan.

    Luas daerah yang akan dibuka untuk lokasi pemboran sumur pengembangan sebanyak

    17 (sumur) dibagi kedalam 10 klaster. Setiap klaster membutuhkan lahan seluas 4 Ha, jadi

    kebutuhan lahan untuk sumur pengembangan (A) = 40 Ha

    Koefisien run rata-rata timbang (C) = 0,64

    Dengan diketahui luas daerah yang dibuka (A) = 17.00 Ha.

    Intensitas hujan + 1856,6 mm/tahun atau (I) = 2,1488 mm/jam

    Besarnya debit air permukaan Q = 0,0028 C.I.A

    = 0,0028 * 0,64 * 2,1488* 40,00

    = 0,154 m3/detik

    Namun demikian pelaksanaan pembukaan lahan untuk lokasi sumur dari 10 klaster tersebut

    tidak serentak, sehingga penambahan besarnya debit aliran permukaan menjadi lebih kecil

    lagi dari hasil perhitungan tersebut.

    Demikian pula besarnya debit aliran permukaan yang akan terjadi pada pembukaan lahan di

    lokasi-lokasi rencana pembangunan BS, GPF, trunk line, flow line, pembangunan jalan baru

    dan kilang LNG membutuhkan luas lahan 537 Ha. Dengan demikian besarnya debit aliran

    permukaan:

    Koefisien run rata-rata timbang (C) = 0,64

    Dengan diketahui luas daerah yang dibuka (A) = 537 Ha.

    Intensitas hujan + 1856,6 mm/tahun atau (I) = 2,1488 mm/jam

    Besarnya debit air permukaan Q = 0,0028 C.I.A

    = 0,0028 * 0,64 * 2,1488* 537

    = 2,07 m3/detik

    Kegiatan-kegiatan tersebut akan dilaksanakan tidak serentak dalam satu periode yang

    sama, melainkan dilakukan secara bertahap. Dengan demikain besarnya penambahan debit

    aliran permukaan akan lebih kecil untuk masing-masing pelaksanaan pembukaan lahan dari

    masing-masing kegiatan daripada hasil perhitungn tersebut.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-31

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    C. Kuantitas air tanah

    Keberadaan air tanah suatu daerah sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan karakteristik

    formasi geologi daerah yang bersangkutan. Daerah penelitian tersusun dari beberapa

    formasi batuan, yaitu: Formasi Batuan Volkanik Tua, Volkanik Recent, Batu Gamping dan

    Sedimen Napal. Formasi-formasi tersebut mempunyai kemampuan untuk imbuh air tanah

    dari hujan yang terjadi dengan kecepatan yang berbeda. Berdasarkan data sekunder potensi

    air tanah dari Bappeda Kabupaten Banggai (2006), potensi air tanah dalam tahunan adalah

    sebesar 387 x 106 m3/tahun atau 1,06 x 106/hari. Dengan memperhatikan cadangan

    kuantitas (debit) air tanah dalam tersebut, maka apabila digunakan untuk keperluan

    operasional kilang LNG (75 m3/hari), maka kecil sekali pengaruhnya terhadap penurunan

    debit air tanah.

    Pada awalnya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan air tawar yang besar untuk

    operasional LNG Plant, maka penyediaan air tawar diusahakan dari 3 alternatif berikut

    sumber pasokan air tawar yaitu dari air tawar diambil dari air permukaan (air sungai), air

    tawar diambil dari air tanah dalam atau air tawar dari penyulingan air laut. Dengan

    mempertimbangkan ketersediaan/kuantitas debit air tanah dalam yang ada (= 1,06 x

    106m3/hari) sudah akan dapat memenuhi untuk operasional LNG plant, maka kebutuhan air

    tawar akan diperoleh baik dari air sungai maupun aier tanah.

    3.1.5. Kondisi Hidro-Oseanografi

    3.1.5.1. Bathimetri

    Kedalaman perairan di sekitar lokasi rencana kegiatan adalah 20 m dicapai pada jarak kurang

    lebih 50 m hingga 100 m dari garis pantai. Jarak 100 m dari garis pantai kedalaman laut relatif

    curam dengan kedalaman mencapai 100 m. Di beberapa pantai dijumpai karang baik yang

    sudah mati maupun yang masih hidup. Di daerah Sekitar Tanjung Batui terdapat karang di

    beberapa tempat, namun tidak pada sepanjang garis pantai.

    Topografi garis pantai sepanjang lokasi studi secara umum dapat dikatakan landai. Ketinggian

    lokasi pantai berkisar antara 1 sampai 5 m di atas muka air laut. Jalan raya berjarak kurang

    lebih 200 sampai 500 m dari garis pantai, kecuali di dua tanjung yaitu Tanjung Kanali dan

    Tanjung Uling yang berjarak kurang lebih 500 m sampai 1000 m.

    HeruHighlight

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-32

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Gambar 3.4. Peta Batimetri Wilayah Studi danCalon Lokasi Rencana Pelabuhan

    3.1.5.2. Pasang surut

    Pasang surut di perairan pantai calon lokasi kilang dan Pelabuhan Khusus mempunyai fase dan

    tinggi yang hampir sama. Beda tinggi air pasang dan air surut berkisar antara 100-120 cm. Tipe

    pasang surut daerah tersebut adalah semidiurnal dengan dua kali pasang dan dua kali surut

    dalam satu hari.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-33

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    800

    1000

    1200

    1400

    1600

    1800

    10:30 17:30 0:30 7:30 14:30 21:30 4:30 11:30

    Waktu (jam)

    Tin

    ggim

    uka

    air

    (mm

    )

    manual tide g

    Gambar 3.5. Penggambaran Muka air Pasang Surut di Tanjung Kanali

    3.1.5.3. Studi gelombang

    Kondisi gelombang di lokasi studi relatif kecil dan sangat tenang. Gelombang terlihat antara 0,1

    m sampai 0,5 m terjadi di sekitar sore hari.

    Berdasarkan data angin dari bandara Bubung, kecepatan angin rata-rata harian 3-6 knot,

    dengan arah dominan dari Barat. Kecepatan angin maksimum harian berkisar antara 3 sampai

    27 knot dengan arah dominan dari Selatan. Mawar angin berdasarkan pencatatan jam-jaman

    antara tahun 2000-2004 Stasiun Meteorologi Bandara Bubung seperti gambar berikut.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-34

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Gambar 3.6. Mawar Angin Maksimum di Wilayah Studi

    Dari data angin dan data panjang seret gelombang (fecth) dari masing-masing arah dapat

    dihitung tinggi dan periode gelombang dengan menggunakan persamaan SMB seperti yang

    telah disebutkan di atas. Hasil hitungan data gelombang digambarkan dalam bentuk grafis

    berupa mawar gelombang seperti pada Gambar 3.7.

    Berdasarkan hasil hitungan tersebut gelombang maksimum yang terjadi sebesar 1.5 m.

    Gelombang tersebut terjadi pada saat angin musim Timur dan Tenggara atau terjadi pada bulan

    April sampai bulan Agustus. Berdasarkan persyaratan (OCDI, 1991) untuk ketenangan kolam

    labuh (calmness of basin) untuk ukuran kapal sedang dan besar maka ketinggian gelombang

    kritis untuk cargo yang diizinkan adalah 0,5 m, sehingga diperlukan bangunan pemecah

    gelombang.

    HeruHighlight

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-35

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Gambar 3.7. Mawar Gelombang Maksimum

    3.1.5.4. Arus

    Data arus di daerah surf zone diambil di perairan pantai Sekitar Tanjung Batui. Pengukuran arus

    digunakan cara float tracking. Sementara untuk peramalan arus di laut dalam (offshore zone)

    akibat pasang surut dilakukan pengukuran di 2 (dua) titik masing-masing pada kedalaman

    berbeda (0,2d; 0.6d; 0,8d) dengan interval pengambilan setiap 1 jam selama 25 jam.

    Pengambilan arus pasang surut dilakukan di lokasi yang hampir sama dengan pengambilan

    lokasi arus di daerah surf zone, hanya pada kedalaman 20 m. Pada kedalaman tersebut,

    gelombang belum pecah. Secara umum arus di daerah studi relatif kecil berkisar antara 0,1

    sampai 0,9 m/det. Hasil pencatatan arus digambarkan dalam bentuk mawar arus seperti

    gambar berikut.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-36

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Gambar 3.8. Mawar Arus Pasang Surut

    3.1.5.5. Sedimen melayang dan sedimen pantai

    Kondisi sedimen melayang di lokasi studi secara umum terlihat sangat jernih yang berarti tidak

    mengandung sedimen. Dari indikasi tersebut dapat dinyatakan bahwa lokasi studi sedikit

    mengalamai sedimentasi, kecuali daerah-daerah yang merupakan muara sungai.

    Pada sedimen pantai terlihat adanya pasir halus yang mengandung lempung. Diduga sedimen

    tersebut merupakan endapan dari sungai. Untuk daerah Sekitar Tanjung Batui dijumpai sedimen

    berupa pasir kasar.

    3.1.6. Ruang, Lahan dan Tanah

    3.1.6.1. Tata Ruang

    Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Sulawesi Tengah tahun 2000 sampai dengan

    tahun 2004 (Perda No 2 Tahun 2004) telah memberikan arahan pemanfaatan kawasan, baik

    kawasan lindung maupun kawasan budidaya. Untuk kawasan budidaya pertambangan

    dideliniasikan pada kawasan yang terindentifikasi mengandung bahan tambang.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-37

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Berdasarkan potensinya, rencana penataan kawasan pertambangan, terutama Bahan Galian A di

    Propinsi Sulawesi Tengah adalah sebagai berikut:

    a. Minyak dan gas bumi, di Kecamatan Batui serta Kecamatan Balantak, Kabupaten Banggai;

    Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali serta Kabupaten Banggai Kepulauan

    b. Nikel di Kolondale Kecamatan Petasia, Bungku Barat, Bungku Tengah; dan Bungku Selatan

    di Kabupaten Morowali;

    c. Batubara, di Kabupaten Poso, Buol, Donggala serta Banggai Kepulauan

    d. Galena di SUngai Lewara Hulu, Gunung Gawalise Kecamatan Marawola Kabupaten

    Donggala.

    Berdasakan RTRWP tersebut, maka wilayah studi yang terletak di Kecamatan Batui telah

    direncanakan untuk kawasan pertambangan minyak dan gas bumi, sehingga rencana kegiatan

    sudah sesuai dengan RTRWP yang ada.

    Dalam skala kabupaten berdasarkan Hasil Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

    Kabupaten Banggai Tahun 2003-20013 (Bappeda Kab. Banggai, 2003) menunjukkan bahwa

    wilayah rencana kegiatan yaitu Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui dan Kintom termasuk dalam

    Wilayah Pengembangan Selatan (Gambar 3.9). Rencana struktur ruang wilayah untuk masing-

    masing ibukota kecamatan di wilayah kegiatan PPGM akan dikembangkan berbeda-beda,

    dimana ibukota Kecamatan Toili direncanakan akan menjadi Kota Pusat Kegiatan Lokal (KPKL),

    ibukota Kecamatan Batui akan diakembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan Sub Wilayah

    (KPKSW), dan ibukota Kecamatan Kintom akan dikembangkan menjadi Kota Pusat Kegiatan

    Khusus (KPKK).

    Pola pemanfaatan ruang, menurut skenario moderat, setiap wilayah kecamatan lokasi proyek

    juga berbeda-beda (Gambar 3.10). Di bagian wilayah Kecamatan Toili Barat yang menjadi

    tapak proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan

    pemukiman, lokasi perusahaan, tanaman pangan, kawasan lindung, dan sebagian kecil untuk

    cadangan pemanfaatan lain-lain. Di bagian wilayah wilayah Kecamatan Toili yang menjadi tapak

    proyek pengembangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk pengembangan lokasi

    perusahaan, tanaman pangan, pemukiman dan sebagian kecil untuk cadangan pemanfaatan

    lain-lain. Sementara itu bagian wilayah Kecamatan Batui yang menjadi lokasi tapak proyek

    pengambangan gas Matindok akan dimanfaatkan untuk hutan suaka (Suaka Margasatwa

    Bakiriang), kawasan lindung, tansmigrasi, pemukiman, tanaman pangan, lokasi industri dan

    perkebunan.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-38

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Gambar 3.9. Rencana Struktur Ruang WilayahKabupaten Banggai

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-39

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Gambar 3.10. Pola Pemanfaatan Ruang Skenario Moderat

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-40

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    3.1.6.2. Penggunaan Lahan

    Pemanfaatan lahan yang telah ada di sekitar areal rencana kegiatan antara lain adalah jalan

    provinsi yang menghubungkan Luwuk dengan Baturube dan sekitarnya. Sepanjang jalan

    tersebut terdapat konsentrasi pemukiman penduduk, pertanian, perkebunan rakyat, perkebunan

    besar, arela transmigrasi di Toili dan Toili Barat dan pertambangan migas yang dikelola oleh

    JOB Medco E & P Tomori Sulawesi. Di daerah sekitar lapangan pengambang terdapat daerah

    konservasi Suaka Margasatwa Bakiriang dan sebelah selatan berbatasan dengan perairan Selat

    Peleng.

    A. Pemukiman

    Berikut ini adalah jarak pemukiman penduduk terdekat yang terkait langsung dengan

    rencana kegiatan.

    a. Jarak terdekat lokasi sumur pemboran (di Kecamatan Toili Barat, Kecamatan Toili dan

    Kecamatan Batui) ke pemukiman adalah sekitar 100 m.

    b. Jarak terdekat lokasi GPF (BS) (di Kecamatan Toili Barat dan Kecamatan Batui) ke

    pemukiman sekitar 500 m.

    c. Jarak terdekat lokasi pemasangan saluran gas (BS ke Junction di Senoro selanjutnya

    disalurkan ke konsumen dan Kilang LNG) ke pemukiman sekitar 100 m.

    d. Rencana pembangunan kilang LNG (di sekitar Tanjung Batui/Nonong, Kecamatan Batui)

    berada di lokasi yang di dalamnya terdapat pemukiman terdekat sekitar 50 m.

    Penduduk di sekitar rencana kegiatan, sebagian bertempat tinggal di sekitar jalan provinsi

    yang menghubungkan Luwuk Baturube.

    B. Pertanian/Perkebunan Rakyat

    Kegiatan pertanian/perkebunan rakyat yang diusahakan masyarakat sekitar rencana

    kegiatan berupa tanaman semusim seperti padi sawah dan palawija, tanaman buah-buahan

    di pekarangan seperti kelapa, pisang mangga, jambu, nangka, rambutan dan tanaman

    industri seperti kelapa sawit, tanaman cokelat dan kelapa.

    Pada lahan-lahan yang jauh dari pemukiman, umumnya pola tanam berupa perladangan

    yang dimulai dengan tebang-bakar tetapi cenderung tidak berpindah. Lahan hail pembukaan

    tersebut umumnya digunakan untuk penanaman padi ladang sampai 2 kali tanam, tanaman

    jagung, tanaman cokelat dan kelapa. Apabila tanaman cokelat atau tanaman kelapa sudah

    tidak produktif akan diremajakan lagi. Selain coklat dan kelapa yang cukup dominan, juga

    kelapa sawit mulai diusahakan oleh sebagin masyarakat yang mempunyai permodalan

    cukup memadai.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-41

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Dari uraian di atas dan Peta Penggunaan Lahan Daerah Penelitian (lihat Lampiran 5),

    luas masing-masing jenis penggunaan lahan adalah: belukar 1.908,21 Ha, beting karang

    291,54 Ha, permukiman 1.871,29 Ha, hutan 17.094,65, perkebunan 4.385,02, sawah,

    8.895,36, sawah tadah hujan 1.373,57 Ha, tegalan/ladang 7.196,87 Ha dan hutan suaka

    271,50 Ha.

    3.1.6.3. Tanah

    Tanah merupakan hasil kerja dari proses-proses yang dipengaruhi oleh iklim dan organisme

    pada bahan induk tanah yang terletak pada posisi topografi tertentu selama waktu yang

    tertentu pula. Pengertian bahan induk tanah berbeda dengan batuan induk yang umumnya

    berada dalam kondisi yang masih segar dan relatif keras. Bahan induk tanah berasal dari

    lapukan batuan induk yang mungkin berada langsung di bawah atau berada jauh dari lokasi

    dimana bahan induk tanah terletak. Hal ini dimungkinkan apabila bahan induk tanah tersebut

    merupakan meterial endapan yang dapat saja berasal jauh dari lokasi asalnya. Pengertian

    mengenai asal mula dari bahan induk ini membawa kepada pengertian bahwa waktu

    pembentukan tanah selalu lebih muda dan seringkali jauh lebih muda daripada waktu

    pembentukan batuan yang ada di bawahnya. Waktu pembentukan tanah dimulai sejak bahan

    induk tanah terbentuk atau terendapkan untuk kasus-kasus bahan induk tanah yang merupakan

    material sedimen.

    Iklim mempengaruhi proses pembentukan tanah melalui suhu dan curah hujan yang keduanya

    secara bersama-sama mempengaruhi kelembaban tanah. Iklim mempengaruhi reaksi-reaksi

    kimia yang berlangsung di dalam tanah. Reaksi kimia akan belangsung intensif pada kondisi

    suhu yang relatif panas dan tersedia kelembaban yang cukup. Pada kondisi panas dan kering,

    maka hampir tidak ada reaksi kimia yang berlangsung, yang terjadi di dalam tanah adalah

    proses-proses fisika yang berupa penghancuran batuan. Dengan demikian pada daerah yang

    beriklim berbeda akan mempunyai ciri tanah yang berbeda pula. Variasi iklim di daerah

    penelitian tidak terlalu tinggi secara global, namun demikian pada skala-skala lokal pengaruh

    relief terhadap suhu terasa nyata.

    Organisme tanah mempengaruhi proses pembentukan tanah melalui organisme makro dan

    mikro yang ada di dalam dan di permukaan tanah. Peranan organisme makro terutama pada

    kegiatannya yang dapat memindahkan material tanah dari satu lapisan ke lapisan yang lain.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-42

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Disamping itu, sisa-sisa organik dapat memicu perkembangan tanah terutama pada

    ketersediaan bahan organik dalam tanah. Kegiatan organisme mikro dalam tanah juga

    mengeluarkan zat-zat tertentu yang dapat memacu terjadinya sebuah reaksi kimia. Ketersediaan

    rongga-rongga dalam tanah sebagai akibat dari aktivitas binatang tanah dalam membuat rumah

    memperbesar kapasitas infiltrasi air permukaan.

    Bahan induk tanah menentukan kesuburan tanah dalam hal jumlah mineral-mineral yang

    dibutuhkan oleh tanaman. Namun demikian, pada tanah-tanah yang tua atau telah berkembang

    lanjut pengaruh bahan induk tanah tidak lagi begitu nyata karena hampir semua hara tanaman

    sudah tercuci dan hilang melalui limpasan permukaan maupun keluar melalui aliran airtanah.

    Pengaruh bahan induk tanah pada sifat-sifat fisik, kimia, biologi, dan morfologi tanah di wilayah

    kajian. Bahan induk yang banyak mengandung unsur Ca akan cenderung membentuk tanah

    yang berstruktur mantap dan konsistensi keras dalam keadaan kering. Bahan induk yang banyak

    mengandung besi tanahnya akan berwarna merah apabila dalam kondisi drainase baik dan

    berstruktur remah-granuler.

    Relief berpengaruh pada proses pembentukan tanah dikarenakan pengaruhnya pada besar

    kemungkinan air yang ada dipermukaan lahan untuk meresap ke dalam profil tanah. Pada

    daerah dengan relief kasar, sebagian air yang ada di permukaan lahan akan menjadi aliran

    permukaan. Sebaliknya pada daerah dengan relief halus atau rata air persentase air untuk

    meresap ke dalam profil tanah akan menjadi besar dengan catatan muka airtanah tidak terlalu

    berdekatan dengan permukaan tanah. Air perkolasi untuk selanjutnya akan menyebabkan

    terbentuknya horison-horison tanah sebagai akibat adanya transport material dan unsur-unsur

    tertentu yang mudah larut dari lapisan tanah atas ke lapisan tanah bawah. Limpasan permukaan

    pada sisi yang lain dapat dipandang sebagai pembawa material baru dari tempat yang lain atau

    menghilangkan material yang ada dipermukaan tanah. Apabila limpasan permukaan lebih

    dominan, maka proses pembentukan tanah akan selalu terganggu sehingga tanah selalu dalam

    keadaan baru.

    1. Kesuburan tanah

    Satuan-satuan tanah yang ada di sekitar area PPGM diklasifikasikan berdasar sistem

    Soepraptohardjo (1961). Adapun kelompok satuan tanah yang ada adalah kelompok Aluvial,

    Regosol, Litosol, Latosol, Grumusol, dan Lateritik. Masing-masing kelompok terdiri atas

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-43

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    satuan-satuan tanah yang lebih rinci. Masing-masing satuan tanah tersebut beserta

    persebaran, potensi penggunaan, tingkat kesuburan dan bahayanya diuraikan lebih lanjut

    berdasarkan hasil survey lapangan dan analisa laboratorium. Pada analisa tingkat kesuburan

    tanah, parameter yang digunakan adalah tekstur, pH, Bahan Organik, Nitrogen (total dan

    tersedia), Phospor tersedia, Kapasitas Tukar Kation, Kejenuhan Basa, Unsur Basa (K, Na,

    Mg, Ca), dan Permeabilitas Tanah.

    Tanah aluvial tersebar pada dataran-dataran alluvial. Pada dataran aluvial yang relatif baru

    tanahnya masih menampakan adanya perlapisan bekas proses pengendapan dengan

    periode yang berbeda. Macam-macam tanah aluvial di sekitar PPGM berasosiasi dengan

    Hidromorf Kelabu dan Grumusol. Pada dataran aluvial yang sudah tua, tanah aluvial telah

    mengalami perkembangan sehingga pada beberapa tempat berubah menjadi tanah

    Grumusol. Lokasi pengambilan sampel terdapat pada dua daerah yaitu Kini-kini dan

    Minakarya. Kedua daerah ini termasuk ke dalam bentuklahan dataran alluvial yang setiap

    tahunnya pada bulan ke tujuh tergenang air. Tingkat permeabilitas yang masuk pada

    klasifikasi agak lambat (0,88 cm/jam), menyebabkan proses pengatusan air genangan

    membutuhkan waktu hingga satu minggu.

    Dataran aluvial bagian bawah mempunyai muka airtanahsangat dangkal dekat dengan

    permukaan tanah. Keberadaan airtanah yang dangkal menyebabkan tanah selalu dalam

    keadaan jenuh air sehingga semua basa atau logam yang ada dalam tanah dalam keadaan

    tereduksi (valensi rendah). Dalam keadaan yang demikian, tanah menjadi berwarna kelabu.

    Reaksi tanah dalam keadaan tereduksi, bereaksi masam sehingga beberapa unsur logam di

    dalam tanah dapat bersifat meracun bagi tanaman. pH tanah bervariasi dari agak masam

    hingga netral. Tekstur geluh lempungan dengan kapasitas tukar kation yang tinggi. Tingkat

    kejenuhan basa dari kedua lokasi pengambilan sampel (61,05 % dan 72,25%) menunjukkan

    bahwa daerah ini adalah daerah subur dan sangat sesuai untuk daerah persawahan,

    sehingga kualitas lingkaungan dari segi kesuburan tanah adalah tinggi (skala 4).

    Tanah Regosol, seperti halnya tanah aluvial merupakan tanah yang belum berkembang.

    Umumnya tanah Regosol berasal dari bahan induk yang baru diendapkan atau karena ada

    proses-proses geomorfologi yang bekerja intensif sehingga proses pembentukan tanah tidak

    berlangsung. Regosol di sekitar daerah PPGM berkembang di tepian pantai dengan luasan

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-44

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    yang relatif sempit. Pada umumnya Regosol di dataran pantai tidak produktif karena terlalu

    porus yang diakibatkan oleh tekstur tanahnya yang pasiran. Tanah regosol tidak

    dimanfaatkan sebagai daerah pertanian di daerah ini mengingat tingkat kesuburan yang

    sangat rendah dan luasannya yang sempit. Dengan demikian kesuburuan tanah ditinjau

    dari kualitas lingkungannya, tanah ini masuk kategori kualitas sangat rendah (skala 1).

    Litosol merupakan tanah yang tipis dengan solum < 50 cm dan mengalami kontak langsung

    dengan batuan induk yang keras yang ada di bawahnya. Litosol mungkin terbentuk pada

    batuan-batuan dasar yang keras sehingga produksi bahan induk tanah terbatas. Namun,

    Litosol dapat juga terbentuk dari satuan-satuan tanah yang lain yang telah mengalami

    pengikisan lanjut. Tanah Litosol terdapat di kompleks perbukitan denudasional berupa

    perbukitan-perbukitan sisa di Kayoa (jalur pipa). Berdasarkan analisa laboratorium, daerah

    perbukitan ini memiliki tanah yang cenderung masam (pH H2O 5,42) sedangkan pada

    daerah lembah memiliki pH mencapai 5,96 (agak masam). Dengan demikian tingkat

    keasaman tanah menjadi faktor pembatas dalam tingkat kesuburan tanah daerah ini, dan

    dapat disimpulkan bahwa kesuburan tanah jenis Litosol ini adalah rendah dan dikategorikan

    kedalam skala kualitas lingkungan rendah (skala 2).

    Sebagian lembah di daerah Kayoa ini dipergunakan sebagai lahan pertanian sawah yang

    kerap mengalami genangan. Genangan ini diakibatkan oleh tertutupnya limpasan air dari

    atas bukit oleh tanggul saluran irigasi. Kondisi tersebu memperparah kondisi tanah sehingga

    mengakibatkan pertumbuhan tanaman terganggu. Hal tersebut dapat diamati dari

    pengamatan langsung di lapangan bahwa padi di daerah ini relatif kurus dan berwarna

    kuning. Potensi tanah Litosol sangat terbatas dan disarankan untuk penggunaan non

    pertanian atau bahkan seyogyanya dibiarkan alami apabila tidak tersedia cukup modal.

    Latosol merupakan tanah yang telah berkembang dibawah pengaruh iklim yang basah

    dengan membetuk profil tanah yang dalam. Latosol terbentuk pada bahan induk volkanik

    yang terletak pada kondisi relief yang memungkinkan terbentuknya drainase baik.

    Pembentukan Latosol di hasilkan oleh air perkolasi yang membawa material halus dari

    lapisan tanah permukaan ke lapisan tanah bawah permukaan. Oleh karena terbentuk di

    bawah kondisi drainase dakhil (internal drainage) yang baik maka Latosol dicirikan oleh

    warna tanah yang seragam kemerahan dari atas hingga bawah dengan struktur tanah

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    bawah permukaan tiang berukuran halus-sedang. Latosol mempunyai kemasaman yang

    agak rendah (5.5 - 6.0) sebagai akibat dari pengaruh iklim yang basah yang telah

    melarutkan sebagian basa-basa yang ada di dalam bahan induk tanah. Latosol terdapat di

    kompleks Maleoraja dan Matindok dengan batuan induk berupa batupasir dan konglomerat.

    Latosol merupakan tanah yang potensial untuk pengembangan pertanian, namun juga

    menyimpan potensi erosi yang besar sebagai akibat dari posisinya pada lereng-lereng

    perbukitan dan pegunungan. Dalam hal pengendalian banjir, kapasistas infiltrasi Latosol

    juga baik yang dapat menjamin tersedianya mata air pada lereng bawah dan kaki sepanjang

    tahun.

    Variasi Latosol pada tingkat macam tanah di daerah Matindok d

    Coklat Kekuningan. Latosol Coklat Kekuningan cenderung berwa

    yang telah terlapuk lanjut yang perkembangan tanahny

    terbentuknya jenis tanah Oksisols. Meskipun tanah ini telah m

    akan tetapi kejenuhan basa masih dapat dipertahankan.

    menunjukkan bahwa kejenuhan basa tanah lebih dari 35%. Kan

    relatif cukup tinggi di daerah lereng atas perbukitan (3,49%).

    perbukitan kandungan bahan organik mangalami peningkatan

    dari akumulasi endapan material dari lereng-lereng bukit d

    dikembangkan sebagai daerah perkebunan yang cukup subur.

    ini sangat tercukupi akan kebutuhan airnya. Daerah lembah i

    dataran banjir Sungai Kayoa. Sehingga ada kemungkinan ada

    menggenangi daerah lembah ini. Dengan demikian dapat disim

    Maleoraja dan Matindok ini mempunyai kesuburan tanah sedang

    kualitas tanah skala sedang (skala 3).

    Gambar 3.11.Pembukaan Lahan Dengan CaraPembakaran Hutan Di MaleorajaIII-45

    an Maleoraja adalah Latosol

    rna pucat merupakan tanah

    a akan mengarah untuk

    engalami proses pelindian

    Hasil analisa laboratorium

    dungan bahan organik juga

    Pada daerah lembah antar

    prosentase sebagai akibat

    an pula daerah ini telah

    Daerah perkebunan lembah

    ni juga berasosiasi dengan

    periode ulang banjir yang

    pulkan kompleks perbukitan

    dan dikategorikan kedalam

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Meskipun demikian aspek konservasi harus tetap diperhatikan mengingat terjalnya

    kemiringan lereng yang nantinya akan berdampak pada erosi dan tanah longsor. Di daerah

    ini terdapat beberapa pembukaan lahan dengan cara pembakaran hutan. Kondisi ini jika

    dibiarkan terus menerus akan menurunkan kualitas lahan, ditambah lagi dengan tidak

    diterapkannya sistem konservasi tanah yang mantab akan mendorong terjadinya degradasi

    lahan.

    Satuan tanah lateritik terdapat di kompleks perbukitan Minahaki dan Dongin. Tanah jenis ini

    terbentuk di daerah dengan curah hujan tinggi r yang tinggi.

    Temperatur tinggi bisa diakibatkan oleh proses intrus mperatur yang

    tinggi akan mempercepat proses mineralisasi baha

    proses humifikasi, sehingga terbentuk CO2 dan H2O

    dekomposisi batuan-batuan, dan juga seilikat Al dan

    Na, dan Mg. Tanah ini terbentuk dari batuan induk b

    Formasi Bongka dengan umur pembentukan ka

    tersebutlah yang menunjukkan bahwa tanah di da

    pelapukan yang intensif. Warna tanah sangat homoge

    1,5 meter. Berdasarkan hasil laboratorium tanah di

    kejenuhan basa yang sangat rendah (kurang dari

    lempung-lempung debuan, tanah ini tetap memiliki

    cepat. Kondisi ini disebabkan oleh struktur tanah ya

    terbentuk dari ikatan Fe dan Al. Tanah tipe ini sa

    Gambar 3.12.

    Tanah Latosol di Matindokditambah temperatu

    i kala umur geologi. TeIII-46

    n organik yang dapat mengimbangi

    . Zat-zat ini selanjutnya mempercepat

    Fe dengan melarutkan ion basa K, Ca,

    erupa batu pasir dan konglomerat dari

    la Mieosen-Pliestosen. Umur batuan

    erah ini berumur tua dengan tingkat

    n 10 R 4/6. Ketebalan tanah lebih dari

    daerah Dongin dan Minahaki memiliki

    35%). Meskipun mempunyai tekstur

    kelas permeabilitas yang agak cepat-

    ng kuat berupa granuler-remah yang

    ngat peka terhadap erosi dan tanah

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    longsor. Dengan demikian tingkat kesuburan daerah ini sangat rendah, dan dikategorikan

    kedalam skala kualitas lingkungan rendah (skala 2).

    Grumusol merupakan tanah lempungan yang mempunyai daya kembang kerut (swelling and

    shrinking) tinggi sebagai akibat dari adanya tipe lempung smectite. Lempung tipe ini adalah

    spesifik terbentuk di bawah iklim tropik. Grumusol berkembang dari sembarang bahan induk

    yang dapat menghasilkan lempung dalam jumlah yang tinggi (>35%) dan dibawah suasana

    basa dimana unsur Ca merajai dalam kompleks pertukaran kationnya. Ketersediaan unsur

    Ca dalam kompleks jerapan ini dapat berasal dari mineral penyusun bahan induk yang

    didominasi oleh Ca-plagioklas dan atau mendapat imbuhan dari pelarutan Ca atas batuan

    induk yang ada di sekitarnya. Grumusol merupakan tanah yang cukup potensial untuk

    pengembangan pertanian apabila kecukupan air. Pada kondisi kering tanah Grumusol akan

    mengalami retak-retak dengan lebar lebih dari 1 cm da 50

    cm. Pada beberapa tempat retakan dapat mencapai 10 m.

    Retakan-retakan ini seringkali menimbulkan akibat yan

    bangunan keteknikan seperti rumah, jalan, dan bahkan

    daerah kajian terdapat di kompleks perbukitan Sukamaj

    batu napal dan lanau dengan kadar Ca yang tinggi. Kon

    tanah dalam suasana basa. Kandungan bahan organik s

    proses erosi yang intensif (Gambar 3.14). Tingkat kejen

    89,45%.

    Gambar 3.13.Tanah Lateritik dengan Warna 10 R 4/6,

    di Daerah Minahakin kedalaman retakan lebih dari

    cm dan kedalaman lebih dari 1III-47

    g kurang baik pada bangungan-

    jembatan. Persebaran Grumusol di

    u. Batuan induk daerah ini adalah

    disi tersebut mengakibatkan reaksi

    angat rendah (0,6%) diakibatkan

    uhan basa sangat tinggi mencapai

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-48

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Satuan tanah Grumusol lain yang terbentuk di daerah perbukitan kapur Batui adalah tanah

    Rendzina. Tanah ini merupakan tanah yang masih baru (perkembangan baru terbentuk

    horizon A dan C). Tanah berwarna hitam kelabu dengan struktur granuler di lapisan atas.

    Tanah ini selalu mengandung CaCO3, sehingga pH juga cenderung mengarah pada basa (pH

    di daerah ini paling tinggi di sekitar area PPGM, mencapai 7,2). Tanah ini kurang sesuai

    untuk lahan pertanian karena kesuburan yang rendah dan ketebalan tanah yang tipis,

    sehingga skala kualitas lingkungan dari segi kesuburan tanah adalah rendah (skala 2).

    2. Erosi Tanah

    Besarnya erosi tanah dihitung dengan persamaan umum kehilangan tanah menurut

    Wischmeir dan Smith (1978) yang dikenal dengan USLE sebagai berikut:

    Gambar 3.14.Tingkat Erosi yang Tinggi di Tanah

    Grumusol, Daerah Sukamaju

    Gambar 3.15.Tanah Rendzina di Batui dengan

    Batuan Induk Batu Gamping

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-49

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    A = R.K.LS.C.P

    Catatan :

    A : besar tanah yang hilang (ton/ha/tahun)

    R : faktor erosivitas hujan

    K : indeks faktor erodibilitas tanah

    L : indeks faktor panjang lereng

    S : indeks faktor kemiringan lereng

    C : indeks faktor penutup tanaman

    P : indeks faktor pengelolaan lahan

    Besarnya erosivitas hujan dihitung dengan:

    R (= EI30) = 2,21 P1,36

    Keterangan : R = erosivitas hujan rata rata bulanan (ton/ha)

    P = curah hujan bulanan rata-rata (cm)

    Dengan demikian:

    Curah hujan rata-rata bulanan dapat dihitung sebagai berikut:

    P rata-rata tahunan = 1.856,6 mm/tahun

    P rata-rata bulanan = 1.656 /12

    = 154,7167 mm/bulan

    = 15,47167 cm/jam

    R (= EI30) = 2,21 x P1,36

    = 2,21 x (15,47167)1,36

    = 276.477,35 ton/ha

    Nilai Erodibilitas tanah dihitung dengan memperhatikan karakteristik tanah:

    2,713 M1,14 (10)-4 (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-2)K = ---------------------------------------------------------------

    100

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-50

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Catatan :

    Sebagai contoh untuk wilayah Minahaki, tekstur tanah daerah penelitian adalah lempung

    berdebu, maka nilai M = 6.330

    Persentase bahan organik (C-organik) = 1,72%

    Nilai a = 1,72% x 1,724

    = 2,96528% = 0,0296528

    Struktur tanah baik adalah gumpal, maka nilai (b) = 3

    Permeabilitas tanah rata-rata daerah penelitian termasuk lambat, maka nilai (c) =2

    Dengan memasukkan nilai M, a, b dan c ke dalam persamaan, nilai K dapat dihitung.

    2,713 M1,14 (10)-4 (12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-2)K = ---------------------------------------------------------------

    100

    2,713 x 63301,14 (10)-4 (12-0,0,0296528) + 3,25 (3-2) + 2,5 (2-2)K = --------------------------------------------------------------------------

    100

    K = 0,24

    Panjang lereng 100 m dan besar lereng bervariasi antara 60%, maka LS = 35,22.

    Tanaman penutup berupa semak, maka C = 0,30.

    Sistem pengelolaan lahan berteras dengan nilai indeks nilai P = 1,00.

    Berdasarkan data tersebut, maka besarnya tanah yang hilang akibat erosi pada kondisi rona

    awal adalah :

    A = R.K.LS.C.P

    = 276.477,35 x 0,24 x 35,22 x 0,30 x 1,00

    = 3.872,18 ton/ha/tahun

    Nilai erosi pada rona awal untuk tanah di wilayah Minahaki yang penggunaan lahannya

    semak masuk katagori sedang dengan skala kualitas lingkungan sedang (skala 3).

    Dengan cara yang sama pada wilayah Maleoraja dan Sukamaju, maka besarnya nilai

    masing-maing faktor pnentu erosi dan besarnya erosi dapat dihitung sepeti disajikan pada

    Tabel 3.17 dan Tabel 3.18.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-51

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Tabel 3.17. Perhitungan Nilai Erodibilitas Tanah (K)

    No Wilayah%

    debu% pasir

    sangat halus%

    lempung% bahanorganik

    Kelasstruktur

    Kelaspermeabilitas

    Erodibilitastanah (K)

    1 Minahaki 46.07 2.03 42.81 1.72 3.00 2.00 0.24

    2 Maleoraja 31.67 7.60 36.77 3.49 4.00 3.00 0.21

    3 Sukamaju 87.81 3.18 6.32 0.60 3.00 4.00 0.98

    Sumber: Data Primer 2007

    Tabel 3.18. Besarnya Tanah Hilang (Erosi) Daerah Penelitian

    No Wilayah ErosivitasHujan (R)

    Erodibilitas

    tanah(K)

    Panjanglereng

    (m)

    Kemi-ringanlereng

    (%)

    IndeksLS

    Vegetasipenutup

    IndeksC

    Indeks

    P

    Erosi(ton/ha/

    th)

    SkalaKualitas

    Ling-kungan

    1 Minahaki 276.477,35 0.24 100.00 60.00 35.22 semak 0.30 1,00 3.872,18 3

    2 Maleoraja 276.477,35 0.21 100.00 60.00 35.22 hutan 0.0010 1,00 11,47 5

    3 Sukamaju 276.477,35 0.98 100.00 35.00 16.56 Perla-dangan

    0,40 1,00 10.074, 17 2

    Sumber: Data Primer 2007

    Dengan melihat kondisi erosi tersebut dapat diketahui bahwa pada awalnya erosi ditempat-

    tempat yang penggunaan lahan perladangan seperti di Sukamaju mempunyai tingkat erosi

    sangat tinggi (10.074,17 ton/ha/tahun) dengan skala kualitas lingkungan jelek (skala 2),

    daerah semak seperti di daerah Minahaki dengan tanah tererosi sekitar 3.872,18 ton/ha/

    tahun) dengan skala kualitas lingkungan sedang (skala 3) dan pada daerah dengan

    penggunaan lahan hutan seperti di wilayah Maleorejo mempunyai tingkat erosi yang kecil

    yakni sekitar 11,47 ton/ha/tahun, dengan skala kualitas lingkungan sangat baik (skala 5).

    Untuk kepentingan pengelolaan lingkungan sebagai akibat dari kegiatan pengembangan gas

    Matindok maka yang harus diperhatikan oleh pemrakarsa adalah ladang-ladang gas yang

    berada di wilayah dengan erosi yang sangat rendah, karena harus benar-benar mengelola

    setepat mungkin agar supaya tidak terjadi peningkatan erosi seperti di kedua daerah lainnya

    tersebut. Akan tetapi karena pelaksanaan pembukaan lahan untuk pengembangan sumur

    dan kegiatan lain tidak serentak dalam satu periode waktu, maka besarnya erosi tersebut

    adalah lebih kecil dari masing-masing kegiatan yang akan dilakukan akibat pembukaan

    lahan.

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-52

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    3.1.7. Transportasi

    Untuk memperkirakan besaran dampak pada komponen transportasi, maka diperlukan data

    pendukung yang digunakan sebagai bahan analisis, yaitu kondisi arus lalulintas di ruas jalan dan

    simpang, kondisi jaringan jalan yang meliputi geometri ruas dan simpang, kondisi perkerasan

    jalan, kondisi lingkungan di sekitar jalan yang berpengaruh pada tingkat keselamatan pengguna

    jalan diuraikan sebagai berikut.

    3.1.7.1. Arus lalulintas

    Komponen transportasi yang akan dikaji adalah arus lalulintas pada ruas jalan dan simpang

    yang terpengaruh oleh adanya kegiatan proyek pengembangnan gas Matindok. Kondisi arus

    lalulintas yang perlu dicermati adalah kondisi lalulintas harian di wilayah studi. Jenis kendaraan

    yang diamati dikelompokkan menjadi:

    LV (Light Vehicle) : Kendaraan ringan (Mobil Penumpang pribadi, angkot, pick up)

    HV (Heavy Vehicle) : Kendaraan berat (bus besar, truk besar)MHV (Medium Heavy Vehicle) : Kendaraan sedang (bus sedang, truk sedang)MC (Motor Cycle) : Sepeda motor

    Tabel 3.19. Volume Arus Lalulintas Kendaraan Kintom-Batui

    WaktuJenis Kendaraan

    JumlahHV MHV LV SMBB TB BS TS AU MP

    06.00-07.00 0 0 0 1 3 0 21 2507.00-08.00 0 0 0 1 12 1 44 5808.00-09.00 0 0 1 1 28 0 55 8509.00-10.00 0 1 1 2 23 2 46 7510.00-11.00 0 0 0 1 10 1 23 3511.00-12.00 0 0 0 4 4 0 11 1912.00-13.00 0 1 1 2 2 0 15 2113.00-14.00 0 0 0 1 3 2 12 1814.00-15.00 0 0 0 2 4 1 24 3115.00-16.00 0 1 0 0 2 2 23 2816.00-17.00 0 0 1 1 1 1 22 2617.00-18.00 0 0 0 0 1 1 5 7

    Sumber: Pengukuran di lapangan, Agustus 2007

    Keterangan: BB: Bus besar; BS: Bus sedang; TB: Truk Besar; S: Truk sedang;AU: Angkutan Umum; MP: Mobil Pribadi; SM: Sepeda Motor

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-53

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Fluktuasi Arus Lalulintas Arah ke Kintom

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    06.00

    -07.0

    0

    07.00

    -08.0

    0

    08.00

    -09.0

    0

    09.00

    -10.0

    0

    10.00

    -11.0

    0

    11.00

    -12.0

    0

    12.00

    -13.0

    0

    13.00

    -14.0

    0

    14.00

    -15.0

    0

    15.00

    -16.0

    0

    16.00

    -17.0

    0

    17.00

    -18.0

    0

    Waktu

    Vo

    lum

    e(K

    end/

    Jam

    )

    Jenis KendaraanHVJenis KendaraanHVJenis KendaraanMHVJenis KendaraanMHVJenis KendaraanLVJenis KendaraanLVJenis KendaraanMC

    Gambar 3.16. Fluktuasi arus lalulintas di Ruas Kintom-Batui arah ke Kintom

    Tabel 3.20. Volume Arus Lalulintas Kendaraanke Arah Toili di Ruas Kintom-Batui

    WaktuJenis Kendaraan

    JumlahHV MHV LVMCBB TB BS TS AU MP

    06.00-07.00 0 0 0 0 3 1 21 2507.00-08.00 0 0 0 3 5 6 24 3808.00-09.00 0 0 0 1 3 0 22 2609.00-10.00 0 0 0 3 6 5 27 4110.00-11.00 0 1 1 2 5 3 24 3611.00-12.00 0 0 0 3 6 1 19 2912.00-13.00 0 0 0 1 3 3 17 2413.00-14.00 0 0 0 2 4 0 20 2614.00-15.00 0 1 1 3 2 1 25 3315.00-16.00 0 0 0 1 3 2 15 2116.00-17.00 0 0 0 1 1 1 12 1517.00-18.00 0 0 0 0 1 0 6 7

    Sumber: Pengukuran di lapangan, Agustus 2007

    Keterangan: BB: Bus besar; BS: Bus sedang; TB: Truk Besar; TS: Truk sedang;AU: Angkutan Umum; MP: Mobil Pribadi; SM: Sepeda Motor

  • ANDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok III-54

    PT. PERTAMINA EP - PPGM

    Fluktuasi Arus Lalulintas Arah ke Batui

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    06.00

    -07.00

    07.00

    -08.00

    08.00

    -09.00

    09.00

    -10.00

    10.00

    -11.00

    11.00

    -12.00

    12.00

    -13.00

    13.00

    -14.00

    14.00

    -15.00

    15.00

    -16.00

    16.00

    -17.00

    17.00

    -18.00

    Waktu

    Vo

    lum

    e(K

    end/

    Jam

    )Jenis KendaraanHVJenis KendaraanHVJeni