09_228cpd-antikoagulan untuk stroke iskemik kardioemboli

Upload: silvani

Post on 06-Mar-2016

76 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

228CPD-Antikoagulan Untuk Stroke Iskemik Kardioemboli

TRANSCRIPT

  • 345

    CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

    CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015

    ABSTRAKSekitar 20% stroke iskemik disebabkan kardioemboli. Stroke yang berhubungan dengan kardioemboli cenderung bermanifestasi lebih berat, berisiko tinggi berulang, serta mortalitasnya lebih tinggi. Pemberian antikoagulan lebih dianjurkan pada stroke iskemik kardioemboli sebagai upaya pencegahan, baik primer maupun sekunder. Pada kasus stroke lain, antikoagulan belum menunjukkan manfaat nyata.

    Kata kunci: Antikoagulan, iskemik, kardioemboli, stroke

    ABSTRACTApproximately 20% of ischemic stroke are caused by cardioembolism. Stroke associated with cardioembolism tend to be more severe, higher risk for recurrence, and associated with a higher mortality rate. Anticoagulant is recommended in cardioembolic ischemic stroke, both for primary and secondary prevention, but has not demonstrated any signifi cant advantages in other type of stroke. Roveny. Anticoagulants for Cardioembolic Ischemic Stroke.

    Keywords: Anticoagulant, cardioembolic, ischemic, stroke

    Akreditasi PP IAI2 SKP

    Antikoagulan untuk Stroke Iskemik KardioemboliRoveny

    Dokter Umum di Puskesmas Kecamatan Kembangan, Jakarta, Indonesia, Kolumnis Kesehatan

    Alamat korespondensi email: [email protected]

    PENDAHULUANSecara umum, stroke dapat dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Di negara barat, 80% stroke berjenis iskemik.1 Sekitar 20% penderita stroke iskemik disebabkan oleh kardioemboli.2,3

    Stroke yang berhubungan dengan kardio-emboli cenderung bermanifestasi lebih berat, berisiko tinggi untuk berulang, serta berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi.2,3 Kardioemboli akibat fi brilasi atrium akan meningkatkan risiko stroke sebanyak lima sampai enam kali lipat. Selain itu, kejadian rekurensinya jauh lebih tinggi dibanding kan dengan penyebab stroke lain.3,4

    Terdapat sedikit perbedaan penatalaksanaan pasien stroke iskemik kardioemboli, yaitu dalam hal pemberian antikoagulan.

    Antikoagulan lebih dianjurkan pada stroke iskemik kardioemboli sebagai upaya pen-cegahan, baik primer maupun sekunder.3-6 Sedangkan pada stroke jenis lain, pemberian antikoagulan belum menunjukkan manfaat nyata.7 Pemberian antikoagulan pada kasus

    stroke iskemik kardioemboli juga masih bersifat pro dan kontra. Antikoagulan oral warfarin terbukti menurunkan insiden dan rekurensi stroke iskemik kardioemboli secara signifi kan, sedangkan antikoagulan lain seperti heparin tidak menunjukkan manfaat klinis yang bermakna.8

    Pemberian antikoagulan juga memerlukan pemantauan secara berkala mengingat risiko perdarahan, baik ringan maupun berat. Kehadiran antikoagulan baru, seperti rivaroxaban, dabigatran, apixaban, dapat menjadi alternatif karena tidak membutuh-kan banyak pemantauan, efek samping perdarahan minimal, dan tidak banyak ber-interaksi seperti halnya warfarin.6

    STROKE ISKEMIKStroke merupakan suatu keadaan kehilangan fungsi neurologis secara mendadak akibat gangguan fokal pada aliran darah serebral, karena proses iskemik atau hemoragik.1 Stroke iskemik adalah tanda klinis dari dis-fungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak,

    sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen.1,2

    Penyebab stroke iskemik dikelompokkan men jadi lima, yakni aterosklerosis arteri besar, kardioemboli, oklusi arteri kecil, kasus pe-nyerta (kelainan yang diidentifi kasi sebagai etiologi stroke, misalnya diseksi arteri), serta sebab yang tidak dapat di tentukan ber-dasarkan kriteria deskriptif (tabel 1).

    MEKANISME KARDIOEMBOLISejumlah tipe material dapat dibawa melalui aliran darah dan berhenti di sirkulasi serebral menjadi tromboembolus, yang dapat mencetuskan stroke iskemik. Di antara material tersebut, emboli dari jantung merupakan penyebab tersering.1,2 Tabel 2 memperlihatkan kecenderungan sumber emboli yang menyebabkan stroke iskemik.

    Beberapa mekanisme pembentukan emboli pada kelainan jantung di antaranya:2,9

    1. Secara mekanisEndokardium mengoptimalkan jantung dengan mengatur kontraksi dan relaksasi

    CONTINUING MEDICAL EDUCATIONCONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

  • 346

    CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

    CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015

    hiperkoagulasi yang kemudian mencetus kan pembentukan emboli.

    3. Lain-lainReaksi infl amasi di jantung, misalnya akibat vegetasi endokarditis infektif atau pemakai-an katup prostetik, dapat mencetuskan pembentukan trombus. Pemecahan trombus oleh enzim proteolitik endokardial berisiko menimbulkan emboli. Pada keadaan lain, seperti myxoma pada jantung dan emboli yang timbul, mungkin merupakan pecahan fragmen tumor yang sebelumnya melekat pada dinding atrium. Pada kasus foramen ovale persisten, emboli yang terbentuk bersifat paradoks. Emboli yang berasal dari pembuluh darah vena dapat masuk ke per-edaran darah arteri melalui foramen ovale jika dijumpai pintas kanan ke kiri.

    STROKE ISKEMIK KARDIOEMBOLIHampir 90% emboli yang berasal dari jantung berakhir di otak. Hal ini disebabkan karena:2,10

    1. Aliran darah ke otak berasal dari arkus aorta, sehingga emboli yang lepas dari ventrikel kiri akan disebarkan melalui aliran darah ke arteri karotis komunis kiri dan arteri brakiosefalik.2. Jaringan otak sangat sensitif terhadap obstruksi aliran darah, sehingga emboli yang berukuran 1 mm sudah dapat menimbul kan gangguan neurologis berat.

    Berbeda dengan emboli pada aterosklerosis, emboli dari jantung terdiri dari gumpalan darah yang lepas daya ikatnya dari dinding jantung. Emboli ini dapat pecah dan pindah ke pembuluh darah lebih distal, sehingga ada kemungkinan sudah tidak tampak pada angiografi setelah 48 jam. Besarnya infark kardioemboli tergantung ukuran emboli, pembuluh darah arteri yang terkena, stabilitas emboli, serta sirkulasi kolateral.2

    Kelainan akibat emboli dapat berupa: 2

    1. Obstruksi atau sumbatan arteri, biasanya terdapat pada percabangan arteri karena lumennya yang lebih kecil dan stasis aliran darah. Akibatnya, dapat terbentuk formasi Rouleaux yang akan menyebabkan gumpalan di daerah stagnasi. Gejala neurologis dapat timbul segera dalam beberapa detik. Bila kolateral tidak segera berfungsi maka akan segera timbul perubahan ireversibel.2. Iritasi yang menimbulkan vasospasme lokal. Keadaan ini mungkin dapat di kompen-

    miokardium, yang hanya terjadi pada endokardium utuh. Pada endokardium yang rusak, trombus dapat menimbulkan respons inotropik pada miokardium yang bersangkutan dan menimbulkan kontraksi tidak seragam, sehingga memicu pelepasan trombus menjadi emboli.

    2. Stagnasi aliran darahPada keadaan seperti fi brilasi atrium, kontraksi yang timbul tidak adekuat untuk pengisian dan ejeksi ventrikel. Hal yang sama juga terjadi pada kardiomiopati dilatasi, infark miokard, dan gagal jantung kongestif. Stagnasi aliran darah di jantung menyebabkan keadaan

    Tabel 1. Penyebab stroke iskemik1

    Systemic Hypoperfusion Thrombosis Embolism Luminal Obliteration

    Massive MI Symptomatic cardiac arrhythmiaShock Severe hypotension with proximal stenosisHyperviscosity syndrome

    Atherosclerotic plaque ruptureSmall-vessel lipohyalinosisVascular invasion by tumorHIT type II Sickle cell disease TTP DIC Antiphospholipid antibody syndrome

    Artery-to-artery Atheroma fragments (thrombus from dissection site)Cardioaortic Cardiac thrombus fragmentsEndocarditis vegetations (mycotic)Cholesterol Tumor Decompression illness ParadoxicalAir Cholesterol (especially post-fracture)Deep venous thrombus fragmentsAmniotic fl uid

    Noninfl ammatory vasculopathyMoyamoya disease CADASIL Sneddon syndrom Fibromuscular dysplasia Thromboangiltis obliterans (Burger's disease)Malignant atrophic papulosis (Kohlemeier-Degos disease)Sickle cell disease Migraine Extrinsic artery compressionHerniation Masses Vasculitis (see Table 3) vasospasm Subarachnoid hemorrhageMeningitis Drug-induced (Call- Fleming syndrome)Angiotrophic lymphoma Intravascular lymphoma Lymphomatoid granulomatosis

    CADASIL = cerebal autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and leukoencephalopathy; DIC = disseminated intravascular coagulation; HIT = heparin-induced thrombocytopenia; MI = myocardial infarction; TTP = thrombotic thrombocytopenic purpura.

    Tabel 2. Klasifi kasi penyebab stroke iskemik emboli berdasarkan kecenderungan risiko1

    High Risk Sources Low Risk Source Variable Risk Source

    Left atrial thrombus Left ventricular thrombus Atrial fi brillation Paroxysmal atrial fi brillation Sick sinus syndrome Sustained atrial fl utter MI 1 month prior Rheumatic mitral or aortic valve diseaseBioprossthetic or mechanical heart valvesChronic MI with ejection fraction < 28%Symptomatic congestive heart failure with ejection fraction < 30%Dilated cardiomyopathy Nonbacterial thrombotic endocarditisInfective endocarditis Papillary fi broelastoma Left atrial myxoma Arterial dissection

    Mitral annular calcifi cation Patent foramen ovale Atrial septal aneurysm Atrial septal aneurysm and patent foramen ovaleLeft ventricular aneurysm without thrombusSpontaneous left atrial echo contrast (smoke)Pulmonary arteriovenous malformation

    Hypercoagulable state Inherited thrombophilia Antiphospholipid antibodies Cancer

    MI = myocardial infarction. (Data from Ay H, Furie KL, Singhal A, et al. An evidence-based causative classifi cation system for acute ischemic stroke. Ann Neurol 2005;58:688-97; and Doufekias E, Segal AZ, Kizer JR. Cardioenic and aortogenic brain embolism. J Am Coll Cardiol 2008;51:1049-59.)

  • 347

    CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

    CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015

    sasi pada individu tanpa kelainan pembuluh darah, misalnya tanpa aterosklerosis.

    Emboli di otak mengakibatkan terganggu nya aliran darah ke otak, otak akan mengalami kekurangan asupan oksigen dan glukosa untuk proses fosforilasi oksidatif. Terjadilah proses oksidasi anaerob yang menghasilkan asam laktat. Otak akan mengalami asidosis, akibatnya terjadi denaturasi protein, infl uks kalsium, edema glial, dan produksi radikal bebas.1,2

    Di sisi lain, kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan deplesi ATP, sehingga pompa Na-K ATPase juga mengalami kegagalan. Hal ini akan menyebabkan proses depolarisasi membran, sehingga terjadilah infl uks natrium. Natrium masuk ke intrasel dengan membawa Cl- dan H2O, akibatnya sel akan mengalami pembengkakan dan osmolisis.1,2

    Terjadinya depolarisasi sel dan pem-bengkakan sel akan menyebabkan glutamat keluar ke ruang ekstraseluler. Hal ini akan memacu reseptor-reseptor glutamat pada sel. Ada dua bentuk reseptor glutamat, yaitu reseptor metabotropik dan reseptor ionotropik. Rangsangan pada setiap reseptor glutamat ionotropik menyebab kan depolarisasi membran oleh karena masuk-nya ion yang bermuatan positif dan secara tidak langsung merangsang voltage gated calcium channel.1,2

    Reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dapat memasukkan kalsium dan natrium ke dalam sel dan rangsangan yang berlebihan akan menyebabkan kelebihan kalsium dalam neuron. Reseptor AMPA (alpha amino 3 hydroxy 5 methyl isoxazolepropionic acid) dan reseptor kainate berhubungan dengan saluran ion dan agak kurang permeabel ter-hadap kalsium.1,2

    Masuknya kalsium ke dalam neuron dapat mengaktivasi enzim seperti protein kinase C, kalmodulin, fosfolipase, nitrit oksidase sintesis, endonuklease, dan ornitin dekarboksilase. Semuanya ini menyebabkan kerusakan membran sel dan struktur neuron lainnya, sehingga terjadi kematian sel. Radikal bebas, asam arakidonat, dan nitrit oksida yang timbul akibat proses tersebut akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada sel neuron.1,2

    Tampilan klinis stroke iskemik kardioemboli biasanya terjadi mendadak, tiba-tiba dengan defi sit neurologis yang langsung mencapai puncak, disertai penurunan kesadaran dan melibatkan daerah iskemik yang cukup luas dan multipel di otak.2,8 Diagnosis stroke iskemik kardioemboli sering bersifat asumsi, terutama pada keadaan tidak dijumpai kelainan pembuluh darah (misalnya aterosklerosis) tetapi dijumpai faktor komorbid, seperti fi brilasi atrium, penyakit jantung rematik, kardiomiopati, ataupun pemakaian katup prostetik.8

    TERAPI ANTIKOAGULAN PADA STROKE ISKEMIK KARDIOEMBOLIPrinsip pemberian antikoagulan pada pasien stroke lebih ditujukan sebagai upaya pencegahan rekurensi daripada perbaikan proses iskemia atau infark di otak. Pada stroke iskemik non-kardioemboli, pemberian anti-koagulan tidak dianjurkan mengingat risiko perdarahan. Pemberian antikoagulan hanya dipertimbangkan jika pasien mengalami hiperkoagulasi. Pemberian antikoagulan heparin pada kondisi transient ischemic attack atau stroke in evolution juga tidak memberikan manfaat secara signifi kan. Oleh karena itu, pada stroke iskemik non-kardioemboli, terapi hemostasis yang diberikan hanya antiplatelet, yaitu acetylsalicylic acid (ASA).6,11

    Salah satu dasar pemikiran terapi antikoa-gulan pada stroke iskemik kardioemboli ber-hubungan dengan perbedaan patogenesis pembentukan emboli yang berasal dari jantung dengan yang bukan berasal dari jantung. Penelitian menunjukkan bahwa pada kardioemboli, terutama akibat fi brilasi atrium, aktivasi platelet sangat minimal. Hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya kadar mediator-mediator yang dilepaskan oleh platelet teraktivasi. Stasis aliran darah yang kemudian melibatkan kaskade koagulasi dipercaya lebih banyak berperan pada kardioemboli. Sementara itu, pada kasus non-kardioemboli, keterlibatan platelet tampak lebih signifi kan. Proses aterosklerosis yang memulai pembentukan emboli diawali dengan adhesi, agregasi, dan aktivasi platelet yang berespons terhadap sel busa makrofag pada dinding pembuluh darah.9

    Namun, pemberian antikoagulan dini pada fase akut stroke masih kontroversial. Penelitian menunjukkan bahwa mortalitas

    dan disabilitas tidak berkurang dengan terapi antikoagulan heparin dini pada pasien yang diduga mengalami stroke iskemik kardioemboli. Sebaliknya, pemberian heparin dini pada fase akut justru meningkatkan risiko perdarahan intrakranial dan perdarahan sistemik berat.5,6,8,11 Oleh karena itu, pemberian antikoagulan segera setelah onset stroke tidak dianjurkan.5

    Terapi heparin dini juga dianggap tidak efi sien jika dibandingkan dengan aspirin yang lebih mudah diberikan dan lebih aman karena tidak meningkatkan risiko perdarahan intrakranial.3 Namun, pemberian ASA saja justru dapat mempercepat progresivitas stroke dan men-jadikan prognosis makin buruk.8

    Meski saat optimal untuk memulai terapi antikoagulan masih diperdebatkan, di-simpulkan bahwa terapi antikoagulan warfarin dan antagonis vitamin K sejenis cukup aman, sehingga dapat diberikan segera setelah pasien stabil secara klinis dan neurologis, bahkan dapat diberikan pada fase akut mengingat warfarin memerlukan waktu sekitar 4-5 hari untuk bisa memberikan efek antikoagulan. 5,8,11 Namun, sebaiknya inisiasi terapi disertai dengan kepastian pencitraan otak bahwa tidak ada transformasi perdarah-an ataupun infark luas. Secara empiris, jika infark sangat luas dan dijumpai transformasi perdarahan, pemberian antikoagulan oral (warfarin) ditunda hingga 2-3 minggu.8,11

    TERAPI ANTIKOAGULAN WARFARINWarfarin merupakan antagonis vitamin K, elemen yang dibutuhkan untuk sintesis faktor II, VII, IX, faktor X, serta protein C dan protein S. Faktor-faktor tersebut secara biologis bersifat inaktif tanpa karboksilasi dari residu asam glutamat. Proses karboksilasi tersebut memerlukan reaksi reduksi yang di-perantarai oleh vitamin K sebagai kofaktor. Warfarin sebagai antagonis vitamin K akan mengurangi produksi faktor-faktor tersebut.12

    Terapi antikoagulan warfarin dapat di-pertimbangkan untuk diberikan secara dini setelah serangan stroke iskemik kardioemboli. Warfarin juga diindikasikan pada pasien yang berisiko kardioemboli dengan atau tanpa riwayat stroke iskemik. Meskipun tidak ada standar baku pemberian antikoagulan pada keadaan kardioemboli, terapi umumnya

  • 348

    CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

    CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015

    disesuaikan dengan komorbiditas pencetus kardioemboli.6,8 Terapi antikoagulan pada keadaan ini tidak akan memperbaiki kerusakan otak yang telah terjadi, melain-kan untuk mencegah perburukan infark serta mencegah infark baru. Sebaiknya terapi antikoagulan juga disertai terapi kausal, misalnya pemberian antiaritmia pada pasien stroke iskemik kardioemboli dengan fi brilasi atrium.7,10

    Lama pemberian terapi warfarin terkait dengan stroke iskemik kardioemboli juga disesuaikan dengan komorbiditas. Pada fi brilasi atrium, warfarin diberikan 3-4 minggu sebelum kardioversi dan dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah tercapai irama sinus. Sedangkan, pada pasien-pasien dengan katup prostetik, terapi antikoagulan oral diberikan seumur hidup.7

    Warfarin merupakan antikoagulan jangka panjang yang paling efektif untuk men-cegah rekurensi stroke iskemik kardioemboli. Warfarin diberikan segera pada infark kecil atau sedang. Jika infark luas atau pasien dalam keadaan hipertensi tak terkontrol, pemberian warfarin ditunda hingga 2 minggu, karena infark luas dapat berkembang menjadi transformasi perdarahan dan keadaan hipertensi meningkatkan risiko perdarahan intrakranial jika diterapi warfarin. Pasien yang belum diterapi warfarin dapat diberikan antiplatelet aspirin sampai terapi warfarin tidak dikontraindikasikan.2,4,8

    Dosis awal warfarin 4-5 mg/hari, dosis pemeliharaan harus disesuaikan melalui pe-mantauan berkala dengan indikator waktu protrombin. Waktu protrombin tergantung pada tiga faktor yang bergantung pada vitamin K (II, VII, IX). Hasil pemeriksaan waktu protrombin dipengaruhi oleh reagensia tromboplastin yang digunakan. Oleh karena itu, waktu protrombin distandardisasi men-jadi indeks yang disebut INR (International Normalized Index).4,13

    Pemantauan INR dilakukan setiap hari di-mulai sejak pasien mengkonsumsi warfarin hingga INR berada pada rentang 2,0-3,0 sekurang-kurangnya 2 hari. Kemudian INR di-periksa 2-3 kali seminggu dalam 1-2 minggu. Jika pasien masih stabil, pemantauan dilaku-kan 1 kali dalam 4-6 minggu (skema 1). Apabila dibutuhkan pengaturan dosis, pemantauan

    Warfarin bersifat teratogenik, sehingga harus dihentikan jika pasien sedang hamil.8

    Jika INR tidak dapat dipantau secara berkala, sebaiknya pasien tidak diterapi dengan warfarin. Begitu pula jika INR cenderung berfl uktuasi dan tidak terkontrol. Selain itu, warfarin juga berinteraksi dengan obat-obat yang dimetabolisme di hati menggunakan enzim CYP 450 (cytochrome P450). Apabila warfarin tidak dapat diberikan, pemberian kombinasi ASA dan clopidogrel atau ASA dan warfarin dosis rendah (1,25 mg/hari dengan INR target 1,2-1,5) mungkin dapat dijadikan alternatif.10

    TERAPI ANTIKOAGULAN ORAL BARUWarfarin, termasuk antagonis vitamin K yang lain, memiliki beberapa kekurangan, di antaranya onset kerja lambat, banyak berinteraksi dengan obat serta makanan, memerlukan pemantauan kontinu, risiko perdarahan pada dosis berlebih dan risiko kejadian trombosis pada dosis suboptimal. Kehadiran antikoagulan baru (new oral anticoagulant = NOAC) seperti rivaroxaban, dabigatran, apixaban, edoxaban dapat men-jadi alternatif.14,15

    NOAC merupakan antikoagulan dengan respons lebih terprediksi, interaksi minimal, onset kerja cepat, waktu paruh lebih singkat, dapat diberikan pada dosis tetap tanpa pe-mantauan rutin, serta rasio efi kasi/keamanan lebih baik. Namun, penggunaan NOAC masih belum umum di kalangan klinisi. Selain itu, penelitian, strategi, dan standarisasi terapi terkait NOAC masih terbatas. Sejauh ini, NOAC masih difokuskan hanya pada kasus fi brilasi

    Skema. Penyesuaian dosis warfarin

    Penyesuaian Dosis Hingga INR 2-3

    INR dilakukan lebih sering hingga tercapai stabilitas. Perubahan pola makan, konsumsi alkohol atau obat-obatan tertentu juga dapat mempengaruhi INR karena interaksi dengan warfarin.4,13

    Jika pasien mengalami perburukan atau ter-bentuk infark baru selama terapi warfarin, umumnya karena dosis warfarin di bawah dosis terapeutik. Pada keadaan ini, disarankan meningkatkan dosis warfarin dalam rentang dosis terapeutik sambil tetap menjaga INR di antara 2,0-3,0. INR di bawah 2,0 akan meningkatkan risiko rekurensi sebanyak 4-6 kali lipat serta memperburuk stroke. Sedang-kan INR di atas 3,0 akan meningkat kan risiko perdarahan intraserebral. Pada pasien berumur di atas 75 tahun, risiko perdarahan lebih besar. Oleh karena itu, sebagian peneliti meyakini rentang INR 1,8-2,5 lebih aman bagi kategori pasien tersebut.10,12

    Jika infark baru masih terjadi, sebaiknya di-pertimbangkan kemungkinan lain penyebab stroke iskemik di samping kardioemboli, misalnya infark lakunar. Pada kondisi terapi warfarin tidak efektif, sebagian peneliti lebih mendukung peningkatan target INR menjadi 2,5-3,5 daripada menambah terapi antiplatelet. Terapi kombinasi antiplatelet dan warfarin tidak terbukti bermanfaat, sebaliknya akan meningkatkan risiko perdarahan intrakranial.4,10

    Terapi warfarin sebagai pencegahan primer ataupun sekunder terhadap stroke iskemik kardioemboli diberikan dalam jangka panjang. Terapi dihentikan jika pasien akan menjalani prosedur operasi atau prosedur invasif lain.

  • 349

    CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT

    CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015

    atrial dengan penyebab nonvalvular.14,15 Tabel 3 menunjukkan karakteristik perbandingan warfarin dan NOAC.

    Meski NOAC masih belum luas digunakan, diprediksi akan meningkat hingga akhirnya dapat diterima di kalangan klinisi dan pasien. Warfarin masih menjadi pilihan pertama

    terapi stroke iskemik kardioemboli, terlebih bagi pasien yang tidak patuh, karena waktu paruh singkat akan meningkatkan risiko tromboemboli pada pasien-pasien yang tidak patuh dengan aturan pengobatan. Warfarin lebih murah, mudah didapat, dan sama efektifnya dengan NOAC jika diguna-kan dalam dosis kisaran INR 2-3. Oleh karena

    itu, pada pasien yang stabil dengan terapi warfarin, tidak perlu dilakukan penggantian ke NOAC. Penggunaan NOAC terutama di pertimbangkan pada pasien dengan kontrol warfarin yang tidak mencapai target INR.14,15

    SIMPULAN1. Antikoagulan warfarin terbukti signifi -kan mengurangi risiko stroke iskemik primer ataupun sekunder akibat kardioemboli2. Pemberian antikoagulan warfarin pada stroke iskemik kardioemboli dapat dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan dan dipastikan tidak ada risiko perdarahan, hipertensi, serta infark otak yang luas3. Antiplatelet aspirin dapat dipakai sebagai alternatif pencegahan primer atau sekunder stroke iskemik kardioemboli, ataupun terapi sementara hingga warfarin dapat diberikan4. Terapi warfarin dimulai dengan dosis 4-5 mg/hari, penyesuaian dosis berdasar kan pemantauan INR berkala dengan target INR 2,0-3,05. Terapi antikoagulan oral baru menjadi alternatif untuk kasus stroke iskemik kardio-emboli akibat fibrilasi atrium nonvalvular

    Tabel 3. Karakteristik antikoagulan warfarin dan NOAC14

    Warfarin Rivaroxaban Dabigatran Apixaban Edoxaban

    Mekanisme

    Mengganggu sintesis faktor koagulasi terkait vitamin K

    Menghambat faktor Xa

    Menghambat trombin

    Menghambat faktor Xa

    Menghambat faktor Xa

    Sediaan Oral Oral Oral Oral Oral

    Pengaturan dosisTergantung INR individual

    Sesuai CrCl Sesuai CrCl, umurSesuai CrCl, berat badan, umur

    Tidak perlu

    Onset 36-72 jam 2-4 jam 0,5-2 jam 1-3 jam 1-3 jam

    Waktu paruh 20-60 jam 9-13 jam 12-14 jam 8-15 jam 9-11 jam

    FarmakokinetikTidak terprediksi, individual

    Stabil Stabil Stabil Stabil

    Interaksi obatCYP2C9, -3A4, -1A2

    CYP 3A4, inhibitor p-gp

    Inhibitor p-gp CYP3A4CYP3A4, inhibitor p-gp

    Pemantauan Dibutuhkan rutinTidak dibutuhkan rutin

    Tidak dibutuhkan rutin

    Tidak dibutuhkan rutin

    Tidak dibutuhkan rutin

    Eliminasi ginjal 80% / 65% 66% 80% 27% 40%

    AntidotumVitamin K, FFP, PCC

    PCCPCC, antibodi eksperimental

    PCC PCC

    INR= International normalized ratio; CrCl= creatinine clearance; CYP3A4= cytochrome P450 3A4; p-gp= p-glycoprotein; FFP= fresh frozen plasma; PCC= prothrombin complex concentrates

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Alireza A. Ischemic stroke: Patophysiology and principles of localization. Turner white communication [Internet]. 2009 [cited 2014 July 20]. Available from: http://www.turner-white.com/

    pdf/brm_Neur_V13P1.pdf

    2. Adria A, Josefi na A. Cardioembolic stroke: Clinical features, specifi c cardiac disorders and prognosis. Current Cardiology Reviews [Internet]. 2010 [cited 2014 July 25] 6(3):161-50. Available

    from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2994107/

    3. Maurizio P, Giancarlo A, Sara M, Valeria C. Effi cacy and safety anticoagulant treatment in acute cardioembolic stroke. American Heart Association [Internet]. 2007 [cited 2014 July 25]

    38:423-30. Available from: http://stroke.ahajournals.org/content/38/2/423

    4. Vaishnav, Pettigrew. Stroke: Thrombolysis and antithrombotic therapy. In: Steen DK, ed. Therapeutic strategies in thrombosis. Oxford: Atlas Medical Publishing 2006. p.274-51.

    5. Ju-Hun L, Kwang-Yeol P, Ji HH, Sun UK. Immediate anticoagulant for acute cardioembolic stroke is still popular in selective cases in Korea. Korean J Stroke [Internet]. 2011 [cited 25 July

    2011] 13(3):120-8. Available from: http://dx.doi.org/10.5853/kjs.2011.13.3.120

    6. Angel F, Jerzy K, Adria A. Antithrombotic medication for cardioembolic stroke prevention [Internet]. 2011 [cited 2014 July 25]. Available from: http://www.hindawi.com/journals/srt/2011/607852/

    7. Karen LF, Hakan A. Secondary prevention for specifi c causes of ischemic stroke and transient ischemic attack [Internet]. 2012 [cited 2014 July 19]. Available from: http://www.uptodate.

    com/contents/secondary-prevention-for-specifi c-causes-of-ischemic-stroke-and-transient-ischemic-attack

    8. Lip GY, Krishnamoorthy S. Thrombosis prophylaxis in patients with ischaemic (cardioembolic) stroke. Hamostaseologie [Internet] 2009 [cited 2011 July 27] 29(1):96-101. Available from:

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19151857

    9. Giacomo G, Mohammed AA, Francesco C. Prevention strategies for cardioembolic stroke: Present and future perspective. The Open Neurology 2010; 4: 63-56.

    10. Warren JM. Stroke in patients with atrial fi brillation [Internet]. 2010 [cited 2014 July 20]. Available from: http://www.uptodate.com/contents/stroke-in-patients-with-atrial-fi brillation

    11. Jamary OF, Walter JK. Antithrombotic treatment of acute ischemic stroke [Internet]. 2013 [cited 2014 July 20]. Available from: http://www.uptodate.com/contents/antithrombotic-

    treatment-of-acute-ischemic-stroke-and-transient-ischemic-attack/contributors

    12. FPINs clinical inquiries warfarin for prevention of ischemic stroke recurrence. Am Fam Physician [Internet]. 2006 [cited 2014 July 20] 73(11):2011-2. Available from: http://www.aafp.org/

    afp/2006/0601/p2011.html

    13. Leithuser B, Jung F, Park J-W. Oral anticoagulation for prevention of cardioembolic stroke in patients with atrial fi brillation: Focusing the elderly. Applied Cardiopulmonary Pathophysiology

    [Internet] 2013 [cited 25 July 2014]. Available from: http://www.applied-cardiopulmonary-pathophysiology.com/fi leadmin/downloads/acp-2009-4/05_leith%E4user.pdf

    14. Heidbuchel H, Verhamme P, Alings M, Antz M, Hacke W, Oldgren J, et al. European heart rhythm association practical guide on the use of new oral anticoagulants in patients with non-

    valvular atrial fi brillation. Europace [Internet]. 2013 [cited 8 August 2014] 15: 625-51. Available from: http://www.escardio.org/communities/ehra/publications/novel-oral-anticoagulants-

    for-atrial-fi brillation/documents/ehra-noac-practical-execsumm-ehj-2013.pdf. DOI: http://dx.doi.org/10.1093/europace/eut083

    15. Erik WH, Jurg-Hans B. Update on the status of new oral anticoagulants for stroke prevention in patients with atrial fi brillation. Cardiovascular Medicine [Internet] 2013 [cited 8 August 2014]

    16(4):103-14. Available from: http://www.cardiovascmed.ch/docs/cvm/2013/04/en/cvm-00146.pdf