08_204tata laksana diabetes melitus saat puasa ramadhan

6
342 CONTINUING MEDICAL EDUCATION CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013 CONTINUING MEDICAL EDUCATION Akreditasi IDI – 3 SKP Tata Laksana Diabetes Melitus saat Puasa Ramadhan M. Adi Firmansyah PPDS Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Diperkirakan terdapat 40-50 juta orang dengan diabetes (diabetesi) di seluruh dunia yang menjalani puasa Ramadhan setiap tahunnya. Studi EPIDIAR (Epidemiology of Diabetes and Ramadhan) yang meneliti 12.243 pasien diabetes dari 13 negara Islam mendapatkan 43% pasien diabetes melitus tipe 1 dan 79% pasien diabetes tipe 2 berpuasa selama Ramadhan. Diabetesi yang berpuasa berisiko mengalami efek samping seperti hipoglikemia, hiperglikemia dengan atau tanpa ketoasidosis dan dehidrasi sehingga pengetahuan tata kelola yang baik sangat diperlukan. Lima hal penting yang perlu diperhatikan yakni (1) tata laksana bersifat individual; (2) pemantauan kadar glukosa darah secara teratur; (3) nutrisi tidak boleh berbeda dari kebutuhan nutrisi harian; (4) olahraga tidak boleh berlebihan dan (5) pasien harus tahu kapan membatalkan puasa. Kata kunci: diabetes melitus, puasa Ramadhan, diabetesi ABSTRACT It is estimated that there are 40-50 million people with diabetes (called as diabetics) worldwide fasting during Ramadhan every year. A large epidemiological study, EPIDIAR (Epidemiology of Diabetes and Ramadhan) conducted in 13 Islamic countries on 12,243 diabetic individuals who fasted during Ramadhan showed 43% of patients with type 1 diabetes mellitus and 79% of patients with type 2 diabetes fasted during Ramadhan. Diabetics had major potential complications associated with fasting such as hypoglycemia, hyperglycemia with or without ketoacidosis and dehydration. Five important things are (1) individual management; (2) regular blood glucose monitoring; (3) diet should not differ from the daily nutritional requirements; (4) no excessive sports, and (5) the patient must know when to break the fast. M. Adi Firmansyah. Management at Diabetes Mellitus on Ramadhan Fasting. Key words: diabetes mellitus, Ramadhan fasting, diabetics PENDAHULUAN Berpuasa dalam bulan Ramadhan merupakan kewajiban bagi seorang muslim dewasa. Puasa diartikan sebagai ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala hal yang membatalkannya, dimulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. 1 Selama puasa Ramadhan, mayoritas umat muslim akan memiliki dua waktu makan, yakni segera saat tenggelamnya matahari yang ditandai de-ngan masuknya waktu sholat maghrib (dikenal dengan istilah ifthar atau berbuka puasa) dan makan saat sebelum fajar terbit (dikenal dengan istilah sahur) sehingga lamanya waktu berpuasa adalah berkisar antara 11 jam hingga 18 jam setiap harinya. 2 Studi EPIDIAR (Epidemiology of Diabetes and Ramadhan) yang meneliti 12.243 pasien diabetes dari 13 negara Islam mendapatkan 43% pasien diabetes melitus (DM) tipe 1 dan 79% pasien DM tipe 2 berpuasa selama Ramadhan. Diperkirakan terdapat 1,1 hingga 1,5 milyar penduduk muslim di seluruh dunia. Angka prevalensi diabetes di seluruh dunia sekitar 4,6%, 3 dan bila diproyeksikan ke hasil studi EPIDIAR ini maka diperkirakan 40 – 50 juta diabetesi di seluruh dunia menjalankan puasa Ramadhan setiap tahunnya. 4 Puasa sejatinya tidak dimaksudkan untuk menyulitkan dan mencelakakan individu muslim. Secara tegas, dalam kitab suci umat Islam Al-Quran dijelaskan bahwa berpuasa tidak diwajibkan pada anak-anak, perempuan dalam masa menstruasi, orang sakit, orang yang dalam perjalanan, perempuan hamil dan menyusui. 5 Diabetesi yang berpuasa berisiko mengalami efek samping seperti hipoglikemia, hiper- glikemia dengan atau tanpa ketoasidosis dan dehidrasi. Risiko ini akan meningkat pada periode berpuasa yang lama. 3 Namun, tidak sedikit yang tetap ingin menjalani puasa Ramadhan dan meminta saran terkait kondisi medisnya. Hal penting yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa peranan dokter bukan sebagai penentu atau pemberi Alamat korespondensi email: [email protected]

Upload: hida-nur-hidayah

Post on 22-Oct-2015

57 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tatalaksana diabetes mellitus

TRANSCRIPT

Page 1: 08_204Tata Laksana Diabetes Melitus Saat Puasa Ramadhan

342

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Akreditasi IDI – 3 SKP

Tata Laksana Diabetes Melitus saat Puasa Ramadhan

M. Adi FirmansyahPPDS Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /

RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK

Diperkirakan terdapat 40-50 juta orang dengan diabetes (diabetesi) di seluruh dunia yang menjalani puasa Ramadhan setiap tahunnya. Studi

EPIDIAR (Epidemiology of Diabetes and Ramadhan) yang meneliti 12.243 pasien diabetes dari 13 negara Islam mendapatkan 43% pasien diabetes

melitus tipe 1 dan 79% pasien diabetes tipe 2 berpuasa selama Ramadhan. Diabetesi yang berpuasa berisiko mengalami efek samping seperti

hipoglikemia, hiperglikemia dengan atau tanpa ketoasidosis dan dehidrasi sehingga pengetahuan tata kelola yang baik sangat diperlukan.

Lima hal penting yang perlu diperhatikan yakni (1) tata laksana bersifat individual; (2) pemantauan kadar glukosa darah secara teratur; (3) nutrisi

tidak boleh berbeda dari kebutuhan nutrisi harian; (4) olahraga tidak boleh berlebihan dan (5) pasien harus tahu kapan membatalkan puasa.

Kata kunci: diabetes melitus, puasa Ramadhan, diabetesi

ABSTRACT

It is estimated that there are 40-50 million people with diabetes (called as diabetics) worldwide fasting during Ramadhan every year. A large

epidemiological study, EPIDIAR (Epidemiology of Diabetes and Ramadhan) conducted in 13 Islamic countries on 12,243 diabetic individuals

who fasted during Ramadhan showed 43% of patients with type 1 diabetes mellitus and 79% of patients with type 2 diabetes fasted during

Ramadhan. Diabetics had major potential complications associated with fasting such as hypoglycemia, hyperglycemia with or without

ketoacidosis and dehydration. Five important things are (1) individual management; (2) regular blood glucose monitoring; (3) diet should not

diff er from the daily nutritional requirements; (4) no excessive sports, and (5) the patient must know when to break the fast. M. Adi Firmansyah.

Management at Diabetes Mellitus on Ramadhan Fasting.

Key words: diabetes mellitus, Ramadhan fasting, diabetics

PENDAHULUAN

Berpuasa dalam bulan Ramadhan merupakan

kewajiban bagi seorang muslim dewasa.

Puasa diartikan sebagai ibadah menahan diri

atau berpantang makan, minum, dan segala

hal yang membatalkannya, dimulai dari terbit

fajar sampai terbenam matahari.1 Selama

puasa Ramadhan, mayoritas umat muslim

akan memiliki dua waktu makan, yakni segera

saat tenggelamnya matahari yang ditandai

de-ngan masuknya waktu sholat maghrib

(dikenal dengan istilah ifthar atau berbuka

puasa) dan makan saat sebelum fajar terbit

(dikenal dengan istilah sahur) sehingga

lamanya waktu berpuasa adalah berkisar

antara 11 jam hingga 18 jam setiap harinya.2

Studi EPIDIAR (Epidemiology of Diabetes and

Ramadhan) yang meneliti 12.243 pasien

diabetes dari 13 negara Islam mendapatkan

43% pasien diabetes melitus (DM) tipe 1

dan 79% pasien DM tipe 2 berpuasa selama

Ramadhan. Diperkirakan terdapat 1,1 hingga

1,5 milyar penduduk muslim di seluruh dunia.

Angka prevalensi diabetes di seluruh dunia

sekitar 4,6%,3 dan bila diproyeksikan ke hasil

studi EPIDIAR ini maka diperkirakan 40 – 50

juta diabetesi di seluruh dunia menjalankan

puasa Ramadhan setiap tahunnya.4

Puasa sejatinya tidak dimaksudkan untuk

menyulitkan dan mencelakakan individu

muslim. Secara tegas, dalam kitab suci umat

Islam Al-Quran dijelaskan bahwa berpuasa

tidak diwajibkan pada anak-anak, perempuan

dalam masa menstruasi, orang sakit, orang

yang dalam perjalanan, perempuan hamil dan

menyusui.5

Diabetesi yang berpuasa berisiko mengalami

efek samping seperti hipoglikemia, hiper-

glikemia dengan atau tanpa ketoasidosis

dan dehidrasi. Risiko ini akan meningkat

pada periode berpuasa yang lama.3 Namun,

tidak sedikit yang tetap ingin menjalani

puasa Ramadhan dan meminta saran terkait

kondisi medisnya. Hal penting yang tidak

boleh dilupakan adalah bahwa peranan

dokter bukan sebagai penentu atau pemberi

Alamat korespondensi email: [email protected]

Page 2: 08_204Tata Laksana Diabetes Melitus Saat Puasa Ramadhan

343

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

fatwa apakah seorang pasien boleh berpuasa

atau tidak. Dokter hanya berperan memberi

pandangan dan panduan mengenai dampak

puasa terhadap kondisi medis pasien.

Keputusan akhir apakah berpuasa atau tidak,

dikembalikan kepada pasien sendiri.

EFEK PUASA PADA INDIVIDU NORMAL

Banyak studi telah meneliti efek berpuasa

Ramadhan yang dilakukan individu muslim

terhadap metabolisme tubuh, antara lain

terhadap berat badan, metabolisme glukosa,

dan metabolisme lipid.

Efek terhadap Berat Badan

Beberapa studi mendapati bahwa individu

sehat yang menjalani puasa Ramadhan

mengalami penurunan berat badan.6 Studi

pada 81 orang mahasiswa sehat di sebuah

universitas Teheran mendapati penurunan

berat badan setelah berpuasa Ramadhan baik

pada lelaki ataupun perempuan.7 Hasil yang

sama juga didapatkan oleh Sadiya dkk.8

Efek terhadap Metabolisme Glukosa

Pada individu normal, proses makan

akan merangsang sekresi insulin dari sel

beta pankreas. Proses ini pada akhirnya

menghasilkan glikogenesis dan penyimpanan

glukosa dalam bentuk glikogen di hati

dan otot. Sebaliknya, pada kondisi puasa,

sekresi insulin akan berkurang sementara

hormon kontra-regulator seperti glukagon

dan katekolamin akan meningkat. Kondisi

ini akan menyebabkan glikogenolisis dan

glukoneogenesis.

Selama puasa berlangsung, simpanan

glikogen akan berkurang dan rendahnya

kadar insulin plasma memicu pelepasan

asam lemak dari sel adiposit. Oksidasi asam

lemak ini menghasilkan keton sebagai bahan

bakar metabolisme oleh otot rangka, otot

jantung, hati, ginjal dan jaringan adipose. Hal

ini menghemat penggunaan glukosa yang

memang terutama ditujukan untuk otak dan

eritrosit (lihat gambar 1).4,6

Efek terhadap Metabolisme Lipid

Efek puasa Ramadhan terhadap profi l lipid

bervariasi dalam banyak studi, mungkin

disebabkan perubahan menu diet dan

berkurangnya aktivitas. Ziaee dkk tidak

mendapatkan adanya perbedaan kadar

trigliserida (TG) yang signifi kan sebelum dan

sesudah Ramadhan meski kadar TG meningkat

selama Ramadhan. Kondisi ini diperkirakan

akibat konsumsi diet tinggi karbohidrat

terutama konsumsi gula7,9 Penyebab lain

adalah perubahan pola konsumsi sumber

karbohidrat dari karbohidrat kompleks

(seperti sereal, buah, sayuran) menjadi

karbohidrat sederhana seperti minuman

manis atau dengan pemanis buatan selama

Ramadhan.8

PERUBAHAN PADA DIABETESI SAAT

BERPUASA

Banyak penelitian umumnya tidak

mendapatkan masalah besar pada pasien

diabetes, baik DM tipe 2 maupun tipe 1

yang menjalani puasa.2,4,6,10 Asupan kalori

umumnya berkurang meski ada juga yang

tidak berubah, dan didapatkan penurunan

berat badan selama puasa. Selain itu, tidak

ditemukan perubahan berarti kadar glukosa

puasa dan HbA1c 10,11.

Efek Puasa terhadap Metabolisme

Pasien Diabetes

Pada pasien DM tipe 1 dan kondisi defi siensi

insulin berat akan terjadi proses glikogenolisis,

glukoneogenesis dan ketogenesis yang

berlebihan. Kondisi ini pada akhirnya

menyebabkan hiperglikemia dan ketoasidosis

yang dapat mengancam nyawa (Gambar 2).

Selain itu, pasien-pasien diabetes memiliki

neuropati otonom yang dapat menyebabkan

respons tidak adekuat terhadap kondisi

hipoglikemia.

Gambar 1 Patofi siologi Puasa pada Individu Normal

(Diadaptasi dari: Karamat MA, Syed A, Hanif W. Review of diabetes management and guidelines during Ramadan. J R Soc

Med. 2010:103:139-47)

Gambar 2 Patofi siologi Puasa pada Individu dengan Diabetes

(Diadaptasi dari: Karamat MA, Syed A, Hanif W. Review of diabetes management and guidelines during Ramadan. J R Soc

Med. 2010:103:139-47)

Page 3: 08_204Tata Laksana Diabetes Melitus Saat Puasa Ramadhan

344

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

Efek terhadap Berat Badan

Studi EPIDIAR menunjukkan bahwa secara

umum tidak terdapat perubahan berat

badan bermakna pada pasien diabetes

yang berpuasa.10 Namun, ada laporan yang

menyebutkan peningkatan atau penurunan

berat badan setelah berpuasa Ramadhan.11

Tidak adanya asupan makanan atau minuman

antara waktu sahur dan waktu berbuka;

seringnya pasien tidak membatasi jumlah

atau jenis asupan makanan saat malam; juga

akibat pembatasan aktivitas harian selama

berpuasa karena kekawatiran hipoglikemia,

tampaknya mungkin menjadi penyebab tidak

hanya menurunnya berat badan tetapi juga

peningkatan berat badan.11

Efek terhadap Kadar Glukosa

Beberapa studi menunjukkan tidak ada

perubahan signifi kan terhadap kendali kadar

glukosa. Variasi kadar glukosa mungkin

disebabkan dari jumlah atau jenis makanan

yang dikonsumsi, keteraturan mengonsumsi

obat, pola makan yang tidak terkendali saat

berbuka, atau menurunnya aktivitas fi sik.11

Meski begitu, pasien diabetes yang berpuasa

tetap berisiko mengalami hipoglikemia,

hiperglikemia ataupun ketoasidosis.4,6,11 Studi

EPIDIAR menunjukkan peningkatan risiko

hipoglikemia berat yang membutuhkan

perawatan sekitar 4,7 kali lipat pada pasien DM

tipe 1 dan 7,5 kali lipat pada DM tipe 2.6,10 Di

sisi lain, risiko hiperglikemia berat meningkat

sekitar 5 kali lipat pada pasien DM tipe 2 dan 3

kali lipat pada tipe 1.10

Efek terhadap Profi l Lipid

Beberapa studi menunjukkan tidak ada

perubahan signifi kan profi l lipid. Dilaporkan

terdapat penurunan ringan kadar kolestrol

total dan trigliserida dan peningkatan kadar

HDL, yang menunjukkan penurunan risiko

kejadian kardiovaskular.6

RISIKO TERKAIT PUASA PADA

DIABETESI

Studi EPIDIAR menemukan peningkatan

komplikasi saat berpuasa.4,10 Beberapa risiko

yang sering timbul pada diabetesi saat puasa

antara lain hipoglikemia, hiperglikemia,

ketoasidosis diabetikum, dan dehidrasi serta

trombosis.

Hipoglikemia

Menurut studi EPIDIAR dikatakan bahwa risiko

hipoglikemia berat meningkat sebesar 4,7 kali

lipat pada pasien DM tipe 1 dan 7,5 kali lipat

pada pasien DM tipe 2. Hipoglikemia terjadi

lebih sering pada pasien dengan perubahan

dosis antidiabetik oral dan insulin, dan pada

pasien yang melakukan perubahan gaya

hidup signifi kan selama puasa.4,10

Hiperglikemia

Kondisi hiperglikemia sangat erat kaitannya

dengan beragam komplikasi baik

mikrovaskular maupun makrovaskular. Banyak

penelitian menemukan bahwa pada pasien

diabetes yang menjalani puasa, pengendalian

Tabel 1 Kategori Risiko Pasien Diabetes tipe 1 atau 2 yang Berpuasa Ramadhan

Sumber: Al-Arouj M, Bouguerra R, Buse J, et al. American Diabetes Association recommendations for management of diabetes dur-

ing Ramadan: update 2010. Diabetes Care. 2010;33:1895-1902.

Tabel 2 Kelompok Pasien DM yang Boleh dan Tidak Boleh (Tidak Dianjurkan) Berpuasa13

Kelompok I Pasien DM yang kadar gula darahnya terkontrol dengan perencanaan makanan dan olah raga saja.

Dapat berpuasa tanpa masalah dengan tetap memperhatikan pengaturan makan dan aktivitas fisik

Kelompok II Pasein DM yang selain melaksanakan perencanaan makan dan olah raga juga memerlukan obat hipoglikemik oral (OHO) untuk mengontrol kadar gula darahnya. IIa Membutuhkan dosis tunggal dan kecil, misalnya

glibenklamid 1 x 1 tablet sehari, pagi Boleh berpuasa dengan menggeser obat pagi ke sore saat berbuka puasa.

IIb Membutuhkan OHO dengan dosis lebih tinggi dan terbagi, misalnya glibenklamid pagi 2 tablet dan sore 1 tablet.

Dapat berpuasa dengan menggeser obat pagi ke saat berbuka dan obat sore ke saat makan sahur dengan dosis setengahnya.

Jika minum obat 3 kali sehari Berpuasa dengan obat pagi dan siang diminum pada saat berbuka, dan obat sore digeser ke saat makan sahur dengan dosis setengahnya

Kelompok III Pasien DM yang selain perencanaan makan dan olahraga juga membutuhkan / tergantung insulin atau kombinasi dengan OHO. IIIa Membutuhkan insulin satu kali sehari.

Misalnya NPH 20U 1 x sehari Dapat berpuasa dengan motiviasi yang kuat dan harus dengan pengawasan yang ekstra ketat. Suntikan insulin digeser ke saat berbuka.

IIIb Membutuhkan insulin dua kali sehari atau lebih sehari. Misalnya RI 3 x 12 U sehari

Tidak dianjurkan berpuasa karena dianggap kadar glukosa darah tidak stabil.

IIIc Membutuhkan kombinasi OHO dengan insulin satu kali sehari.

Boleh berpuasa dengan pengaturan OHO seperti kelompok II dan suntik insulin saat berbuka

IIId Membutuhkan kombinasi OHO dengan insulin dua kali sehari atau lebih.

Tidak dianjurkan berpuasa karena dianggap kadar glukosa darah tidak stabil.

Subekti I. Berpuasa bagi pasien diabetes. Dalam: Syam AF, Setiati S, Subekti I. Tips berpuasa Ramadhan pada berbagai penyakit

kronis. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. p. 27-37.

Page 4: 08_204Tata Laksana Diabetes Melitus Saat Puasa Ramadhan

345

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

kadar glukosa darah dapat memburuk,

membaik atau tidak berubah. Studi EPIDIAR

menunjukkan peningkatan lima kali lipat

risiko hiperglikemia berat pada pasien DM

tipe 2 dan tiga kali lipat pada pasien DM

tipe 1 yang menjalani puasa Ramadhan10.

Diperkirakan kondisi hiperglikemi ini terjadi

akibat pengurangan dosis pengobatan yang

berlebihan, yang sebenarnya dimaksudkan

untuk mencegah hipoglikemia. Juga pada

pasien diabetes yang meningkatkan pola

konsumsi selama bulan puasa.10

Ketoasidosis diabetikum

Pasien diabetes tipe 1, yang menjalankan

puasa Ramadhan, mengalami peningkatan

risiko komplikasi ini, khususnya mereka

dengan pengendalian glukosa yang buruk

sebelum Ramadhan. Risiko ini makin

meningkat dengan pengurangan dosis

pengobatan yang berlebihan.4,10

Dehidrasi dan Trombosis

Saat puasa, terjadi pengurangan asupan cairan

jangka panjang (11 – 16 jam) yang berisiko

menimbulkan dehidrasi. Kondisi dehidrasi

ini dapat diperberat dengan perspirasi

(pengeluaran keringat) berlebihan dikaitkan

dengan kondisi cuaca terik dan aktivitas fi sik

yang berat.4,10 Selain itu, hiperglikemia dapat

mencetuskan terjadinya diuresis osmosis

yang dapat menyebabkan deplesi cairan dan

elektrolit. Hipotensi ortostatik dapat terjadi,

khususnya pada mereka dengan neuropati

otonom sehingga risiko sinkop, jatuh atau

fraktur tulang penting diperhatikan. Adanya

kontraksi ruang intravaskular dapat memicu

kondisi hiperkoagulabel. Peningkatan viskositas

darah akibat dehidrasi ini meningkatkan risiko

trombosis dan stroke. Tetapi Temizhan dkk

melaporkan bahwa insiden perawatan rumah

sakit akibat penyakit koroner atau stroke tidak

meningkat selama Ramadhan.12

TATA LAKSANA PASIEN DIABETES YANG

BERPUASA

Mengingat banyaknya risiko pada pasien

diabetes saat menjalankan puasa, sangat

diperlukan pengetahuan pengelolaan yang

baik. American Diabetes Association (ADA)

mengeluarkan rekomendasi tata laksana

puasa pada pasien diabetes pada tahun 2005

yang telah diperbaharui pada tahun 2010.

Penilaian Sebelum Ramadhan

Semua pasien diabetes yang hendak berpuasa

Ramadhan, hendaknya menjalani penilaian

medis 1 – 2 bulan sebelumnya. Pasien diabetes

sering tetap ingin berpuasa meskipun secara

medis tidak memungkinkan. Peranan dokter,

sekali lagi, bukan sebagai pemberi fatwa

apakah seseorang pasien boleh berpuasa atau

tidak. Dokter hanya berperan memberikan

pandangan dan panduan mengenai dampak

puasa terhadap kondisi medis pasien dan

bagaimana mengurangi risiko komplikasi.

Untuk itu, pengenalan risiko berpuasa bagi

pasien penting dilakukan (tabel 1 dan tabel 2).

Pada prinsipnya, penilaian sebelum

Ramadhan meliputi: 1) kondisi fi sik; 2)

parameter metabolik; 3) penyesuaian

terhadap perubahan pola asupan selama

Ramadhan; 4) penyesuaian regmen dan

dosis obat; 5) penyesuaian aktivitas fi sik; dan

6) pengenalan tanda dehidrasi, hipoglikemia

atau hiperglikemia.

Ada lima hal penting yang perlu diperhatikan

dalam pengelolaan pasien diabetes yang

menjalankan puasa, yakni (1) Tata laksana

bersifat individual; (2) Pemantauan teratur

kadar glukosa darah; (3) Nutrisi tidak boleh ber-

beda dari kebutuhan nutrisi harian; (4) Olah-

raga tidak boleh berlebihan. Sholat tarawih

(sholat dengan jumlah rakaat yang cukup

banyak) yang dilakukan setiap malam di bulan

Ramadhan, dapat dipertimbangkan sebagai

bagian dari bentuk olahraga yang dianjurkan;

dan (5) Membatalkan puasa. Pasien harus

selalu diajarkan agar segera membatalkan

puasa jika terdapat gejala hipoglikemia (kadar

glukosa darah < 60 mg/dL) atau bila dalam

kondisi hiperglikemia.4 Pasien hendaknya

lebih sering memeriksa kadar glukosa darah,

misalnya dalam 2 jam sesudah makan sahur.

Puasa sebaiknya dibatalkan jika kadar glukosa

darah < 70 mg/dL dalam 1-2 jam awal puasa,

terutama bagi pasien yang menggunakan

insulin, sulfonilurea pada saat sahur.4

Beberapa petunjuk umum yang perlu

diperhatikan bagi pasien diabetes yang

berpuasa adalah11,13:

1. Perencanaan makan, jumlah asupan

kalori sehari selama bulan puasa kira-kira

sama dengan jumlah asupan sehari-hari yang

dianjurkan sebelum puasa. Pengaturan selama

bulan Ramadhan adalah dalam hal pembagian

porsi, 40% dikonsumsi saat makan sahur, 50%

saat berbuka dan 10% malam sebelum tidur

(sesudah sholat tarawih).

2. Makan sahur sebaiknya dilambatkan.

3. Lakukan aktivitas fi sik sehari-hari dengan

wajar seperti biasa. Dianjurkan beristirahat

setelah sholat dzuhur (siang hari).

Tata Laksana Puasa Pasien DM Tipe 1

Pasien DM tipe 1 memiliki risiko sangat tinggi

saat berpuasa Ramadhan. Risiko ini makin

meningkat pada pasien dengan kadar glukosa

buruk, atau mereka yang terbatas aksesnya ke

pelayanan kesehatan, adanya hipoglikemia

yang tidak disadari, atau riwayat perawatan

di rumah sakit yang berulang.4 Saran tepat

bagi mereka dengan diabetes tipe 1 adalah

anjuran untuk tidak berpuasa,4,6,11 namun

diperkirakan sekitar 43% pasien DM tipe 1

tetap berpuasa Ramadhan.4,10 Jika pasien

memutuskan untuk berpuasa Ramadhan,

sebaiknya mereka menggunakan terapi

insulin dalam rejimen basal bolus dan rutin

memeriksa kadar glukosa darah. Laporan 15

orang pasien diabetes tipe 1 yang menjalani

puasa menyebutkan penggunaan insulin

glargin hanya menyebabkan sedikit kasus

hipoglikemia.14 Perbaikan kendali kadar

glukosa dan penurunan risiko hipoglikemia

lebih banyak dijumpai pada penggunaan

insulin lispro bila dibandingkan dengan

regular human insulin.6

Tata Laksana Puasa pada Pasien DM Tipe 2

• Pasien Terkendali dengan Diet

Kelompok pasien ini merupakan kelompok

risiko rendah yang diharapkan dapat menjalani

puasa Ramadhan tanpa masalah. Asupan kalori

dalam beberapa porsi kecil daripada hanya

satu porsi besar akan membantu mengurangi

hiperglikemia post-prandial. Kebutuhan cairan

hendaknya dicukupi untuk mencegah risiko

dehidrasi dan risiko trombosis.4,6

• Pasien dalam Terapi Obat Hipogli-

kemik Oral

Metformin

Pasien dengan terapi metformin diharapkan

dapat menjalani puasa mengingat risiko

hipoglikemianya kecil. Namun, pasien

dianjurkan mengubah waktu mengonsumsi

obat dengan saran sepertiga dosis diberikan

saat sahur dan dua pertiga dosis saat

berbuka.4,6

Tiazolidinedion

Penggunaan kelompok obat ini diketahui

tidak menyebabkan kejadian hipoglikemia

meski dapat memperkuat efek hipoglikemik

Page 5: 08_204Tata Laksana Diabetes Melitus Saat Puasa Ramadhan

346

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

golongan sulfonilurea, glinid, dan insulin.4

Tidak diperlukan penyesuaian dosis selama

berpuasa Ramadhan.4

Sulfonilurea

Kelompok obat ini diketahui sering berkaitan

dengan kejadian hipoglikemia sehingga perlu

hati-hati digunakan selama puasa Ramadhan.

Penggunaan glibenklamid dikaitkan de-

ngan risiko hipoglikemia yang lebih besar

dibandingkan sulfonilurea generasi kedua

lain seperti gliklazid, glimepirid dan glipizid.4

Belkhadir dkk mendapati penggunaan

glibenklamid aman pada 591 pasien diabetes

yang berpuasa.15 Laporan lain menyebutkan

penggunaan glimepirid pada 332 pasien

diabetes yang berpuasa Ramadhan hanya

menyebabkan kejadian hipoglikemia sebesar

3% pada pasien yang baru terdiagnosis dan

3,7% pada pasien yang telah diterapi.16

Penyesuaian dosis bersifat individual

dengan menimbang besar kecilnya risiko

hipoglikemia. Misalnya, pasien dengan

sulfonilurea kerja panjang misalnya glimepirid

sekali sehari, selama puasa Ramadhan

dianjurkan mengubah waktu minum

obatnya menjadi saat berbuka puasa. Dosis

disesuaikan dengan penilaian terhadap kadar

glukosa darah pasien dan risiko hipoglikemia.4

Pada penggunaan sulfonilurea dua kali sehari,

disarankan setengah dosis diberikan pada

saat sahur, dan dosis biasa pada saat berbuka.

Glinid

Kelompok obat ini diketahui memiliki risiko

hipoglikemia rendah karena sifat kerjanya

yang pendek. Dapat digunakan dua kali

sehari yakni pada saat sahur dan saat berbuka

puasa.

Penghambat alfa glukosidase

Kelompok obat ini tidak dikaitkan dengan

kejadian hipoglikemia sehingga aman

digunakan selama puasa Ramadhan yakni

pada saat sahur dan pada saat berbuka

puasa.4

Terapi berbasis inkretin

Kelompok obat ini misalnya penghambat

enzim DPP-4 (dipeptidyl peptidase-4) dan

analog GLP-1 (glucagon-like peptide-1) tidak

dikaitkan dengan kejadian hipoglikemia

sehingga aman digunakan selama puasa

Ramadhan.4,6 Tidak dibutuhkan penyesuaian

dosis namun risiko hipoglikemia akan tinggi

bila dikombinasikan dengan sulfonilurea.6

• Pasien dalam Terapi Insulin

Saran umum bagi pasien pengguna insulin

kerja panjang (misalnya, glargin dan detemir)

adalah mengurangi dosis sebesar 20% untuk

mengurangi risiko hipoglikemia. Kelompok

insulin kerja panjang ini disarankan diberikan

saat makan besar saat berbuka puasa.6 Insulin

kerja cepat preprandial tetap dapat diberikan

selama berpuasa, tanpa dosis siang hari.

Untuk insulin kerja campuran (premix), dosis

pagi hari diberikan pada saat berbuka dan

setengah dosis malam hari diberikan pada

saat sahur.4,6

Tabel 3 meringkas panduan tata laksana

pasien diabetes selama berpuasa Ramadhan.

Hal penting yang harus diperhatikan,

bahwa pengelolaan pasien diabetes bersifat

individual sehingga penilaian yang didasarkan

dari kendali kadar glukosa darah dan risiko

hipoglikemia tetap memegang peranan

penting.

SIMPULAN

Kebudayaan dan agama memberikan dampak

terhadap tata laksana penyakit kronik seperti

diabetes. Puasa Ramadhan merupakan salah

satu pilar (rukun) Islam bagi umat muslim

di seluruh dunia. Banyak pasien DM tetap

ingin menjalankan ibadahnya meski secara

medis tidak dianjurkan, misalnya mereka

dengan kadar glukosa belum terkendali,

perempuan diabetes hamil, mereka dengan

riwayat ketoasidosis atau koma hiperosmolar,

dan pasien dengan komplikasi serius seperti

penyakit jantung koroner, gagal ginjal kronik,

pasien diabetes usia lanjut, dan pasien

dengan riwayat berulang hipoglikemia atau

hiperglikemia sebelum dan selama puasa

Ramadhan.

Peranan dokter adalah bersikap bijak

memberikan panduan, menentukan

stratifi kasi risiko pasien, mengatur regimen

yang sesuai yang tetap bertujuan mengurangi

risiko komplikasi. Lima hal penting yang perlu

diperhatikan dalam pengelolaan pasien

diabetes yang menjalankan puasa yakni (1)

tata laksana bersifat individual; (2) pemantauan

kadar teratur glukosa darah; (3) nutrisi tidak

boleh berbeda dari kebutuhan nutrisi harian;

(4) olahraga tidak boleh berlebihan dan

(5) pasien harus tahu kapan membatalkan

puasa.

Tabel 3 Rekomendasi Regimen Terapi Pasien Diabetes Tipe 2 yang Menjalankan Puasa

Sumber: Karamat MA, Syed A, Hanif W. Review of diabetes management and guidelines during Ramadan. J R Soc Med.

2010:103:139-47.

Page 6: 08_204Tata Laksana Diabetes Melitus Saat Puasa Ramadhan

347

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit; 2000.

2. Azizi F. Islamic fasting and health. Ann Nutr Metab. 2010;56:273-82.

3. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes, estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care. 2004; 27:1047–53.

4. Al-Arouj M, Bouguerra R, Buse J, Hafez S, Hassanein M, Ibrahim MA, et al. American Diabetes Association recommendations for management of diabetes during Ramadan: update 2010.

Diabetes Care. 2010;33: 1895-902.

5. Al-Quran surah 2, ayat 183-5.

6. Karamat MA, Syed A, Hanif W. Review of diabetes management and guidelines during Ramadan. J R Soc Med. 2010: 103: 139–47.

7. Ziaee V, Razaei M, Ahmadinejad Z, Shaikh H, Yousefi R,Yarmohammadi L, et al. The changes of metabolic profi le and weight during Ramadan fasting. Singapore Med J. 2006;47:409–14.

8. Sadiya A, Ahmed S, Siddieq HH, Babas J, Carlsson M. Eff ect of Ramadan fasting on metabolic markers, body composition, and dietary intake in Emiratis of Ajman (UAE) with metabolic

syndrome. Diabetes Metab Syndr Obes. 2011;4:409-1.

9. Hallak MH, Nomani MZA. Body weight loss and changes in blood lipid levels in normal men on hypocaloric diets during Ramadan fasting. Am J Clin Nutr. 1988; 48:1197-210.

10. Salti I, Be´nard E, Detournay B, Bianchi-Biscay M, Le Brigand C, Voinet C, et al. EPIDIAR study group. A population based study of diabetes and its characteristics during the fasting month

of Ramadan in 13 countries: Results of the epidemiology of diabetes and Ramadan 1422/2001 (EPIDIAR) study. Diabetes Care. 2004;27:2306–11.

11. Azizi F, Siahkolah B. Ramadan fasting and diabetes mellitus. Arch Iranian Med. 2003; 6 (4): 237 – 42.

12. Temizhan A, Donderici O, Ouz D, Demirbas B. Is there any eff ect of Ramadan fasting on acute coronary heart disease events? [abstract]. Int J Cardiol. 1999;70:149-53.

13. Subekti I. Berpuasa bagi pasien diabetes. Dalam: Syam AF, Setiati S, Subekti I. Tips berpuasa Ramadan pada berbagai penyakit kronis. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI;2006:27-37.

14. Mucha GT, Merkel S, Thomas W, Bantle JP. Fasting and insulin glargine in individuals with type 1 diabetes. Diabetes Care. 2004;27:1209-10.

15. Belkhadir J, el Ghomari H, Klöcker N, et al. Muslims with non-insulin dependent diabetes fasting during Ramadan: treatment with glibenclamide. BMJ. 1993;307:292-5.

16. Glimepiride in Ramadan (GLIRA) Study Group. The effi cacy and safety of glimepiride in the management of type 2 diabetes in Muslim patients during Ramadan. Diabetes Care.

2005;28:421-2.