08 modul 7 - hubungan antar kelompok

72
Modul 7 HUBUNGAN ANTARKELOMPOK Prof.Dr. M. Enoch Markum Manusia, dalam kehidupan sehari- harinya, tidak dapat dilepaskan dari kelompok. Sekecil apa pun kelompoknya manusia selalu terikat dalam kelompok, seperti dalam keluarga, kelompok bermain, sekolah, tempat bekerja, dan sebagainya. Kelompok-kelompok tersebut ternyata juga tidak dapat berdiri sendiri sepenuhnya, karena antara kelompok- kelompok tersebut, disadari atau tidak disadari, mau - tidak mau, akan muncul saling mempengaruhi dan berhubungan. Hubungan antarkelompok dapat memunculkan kerjasama, tetapi juga dapat memunculkan persaingan atau kompetisi. Dalam modul 7 ini akan dibahas secara rinci hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antarkelompok. PENDAHULUAN

Upload: dede-firmansah-amd-mi-cht-cba

Post on 19-Jan-2016

634 views

Category:

Documents


44 download

DESCRIPTION

08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

TRANSCRIPT

Page 1: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

Modul 7

HUBUNGAN ANTARKELOMPOKProf.Dr. M. Enoch Markum

Manusia, dalam kehidupan sehari-harinya, tidak dapat

dilepaskan dari kelompok. Sekecil apa pun kelompoknya manusia

selalu terikat dalam kelompok, seperti dalam keluarga, kelompok

bermain, sekolah, tempat bekerja, dan sebagainya. Kelompok-

kelompok tersebut ternyata juga tidak dapat berdiri sendiri

sepenuhnya, karena antara kelompok-kelompok tersebut, disadari

atau tidak disadari, mau - tidak mau, akan muncul saling

mempengaruhi dan berhubungan.

Hubungan antarkelompok dapat memunculkan kerjasama,

tetapi juga dapat memunculkan persaingan atau kompetisi. Dalam

modul 7 ini akan dibahas secara rinci hal-hal yang berkaitan

dengan hubungan antarkelompok. Secara garis besar materi yang

akan dibahas dalam modul ini meliputi: pengertian hubungan

antarkelompok, teori Psikologi Sosial tentang hubungan

antarkelompok, kerjasama dan kompetisi, dan penanganan konflik

antarkelompok.

Setelah mempelajari modul ini, secara umum Anda

diharapkan memiliki :

a. menjelaskan pengertian hubungan antarkelompok

PENDAHULUAN

Page 2: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

1.2 Psikologi Sosial

b. menjelaskan teori-teori dalam psikologi sosial tentang

hubungan antarkelompok

c. menjelaskan pengertian kerjasama dan kompetisi

d. menerapkan cara-cara penanganan konflik

antarkelompok

Page 3: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

ADPU4218/MODUL 7 1.3

Kegiatan Belajar 1

PENGERTIAN HUBUNGAN ANTARKELOMPOK

Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan berbagai

bentuk hubungan antarkelompok baik yang bersifat kerjasama

(cooperation) maupun persaingan (competitive). Bentuk hubungan

antarkelompok yang bersifat kerjasama dapat kita lihat misalnya,

pada organisasi yang berbagai komponen dari organisasi itu

bekerjasama untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan bentuk

hubungan antarkelompok yang bersifat persaingan dapat kita

saksikan pada peristiwa pertandingan olahraga, lomba pidato dalam

bahasa Inggeris, perang antar suku atau antar Negara, dan lain-lain.

Bila pada kerjasama, berbagai pihak yang terlibat satu sama lain

melihat mereka sebagai mitra kerja dan saling berbagi (sharing),

maka yang terjadi pada kompetisi justru antara berbagai pihak yang

terlibat saling menghambat atau menghalang-halangi gerak pihak

lain. Dengan kata lain, pada kompetisi senantiasa ada pihak yang

menang dan ada pihak yang kalah.

Dimensi lain dari hubungan antarkelompok adalah

tingkatannya, mulai dari hubungan antar individu sampai hubungan

antar negara. Bentuk hubungan antar negara bisa bersifat kerjasama

misalnya, kerjasama di bidang ekonomi, pendidikan, kebudayaan,

dan militer, sedangkan hubungan antar negara yang berbentuk

Page 4: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

1.4 Psikologi Sosial

konflik adalah pemutusan hubungan diplomatik, embargo, dan

perang antar negara.

Mengapa atau kapan hubungan antarindividu

(interpersonal relationship) merupakan hubungan antarkelompok?

Bukankah “individu” tidak sama dengan “kelompok”?. Untuk

menjawab pertanyaan ini, berikut dikemukakan suatu ilustrasi

mengenai dua remaja - putra dan putri - yang sedang asyik

menikmati suasana romantis di suatu kafe yang lengang

pengunjung. Suasana romantis ini memang dirasakan benar oleh

kedua remaja ini, sampai suatu ketika sang remaja putri

mengucapkan suatu kalimat yang sebenarnya tidak ditujukan kepada

remaja putra, namun ditujukan kepada kaum pria umumnya. Sang

remaja putri berkata: “Wah, jaman sekarang jarang ada laki-laki

yang setia, kalau pun ada yang setia, bisa dihitung pakai jari”.

Mendengar ucapan remaja putri ini, sang remaja putra menjawab:

“Nanti dulu, cari perempuan yang setia juga tidak gampang.

Buktinya, perempuan juga banyak yang selingkuh”. Meskipun

nampaknya illustrasi ini menggambarkan hubungan antarindividu

(interpersonal relationship), namun tatkala remaja putra membalas

ucapan remaja putri dengan melibatkan “perempuan” juga banyak

yang tidak setia, maka hubungan antarindividu tersebut berubah

menjadi hubungan antarkelompok. Hal ini disebabkan karena dalam

percakapan mereka, baik remaja putra maupun remaja putri telah

melibatkan kelompok mereka masing-masing, yakni kaum pria dan

kaum perempuan.

Sebaliknya, dalam suatu pesta resepsi pernikahan yang

dihadiri oleh banyak tamu, belum tentu dapat dikatakan suatu

hubungan antarkelompok manakala masing-masing kelompok tamu

Page 5: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

ADPU4218/MODUL 7 1.5

undangan tidak berinteraksi satu sama lain, di samping topik

pembicaraan pada setiap kelompok tamu undangan tidak melibatkan

unsur kelompok seperti pada contoh hubungan romantis dua remaja

terdahulu. Lain halnya, apabila salah satu “anggota” kelompok tamu

undangan tertentu berkata: “Itu undangan yang bergerombol dekat

meja makan adalah adik-adik kelas kita di SMA dulu. Kalau tidak

salah mereka dua tahun di bawah kita”. Dari ucapan terakhir ini

tampak bahwa meskipun mereka tidak berinteraksi satu sama lain,

namun dapat digolongkan sebagai hubungan antarkelompok, sebab,

di sini telah terjadi in-group (kakak kelas) dan out-group (adik

kelas),

Kedua ilustrasi di atas - remaja putra dan putri di kafe dan

pesta resepsi pernikahan - dikemukakan untuk membantu

pemahaman batasan hubungan antarkelompok yang diajukan oleh

Taylor dan Moghaddam (1994), yakni (terjemahan bebas)

“Hubungan antarkelompok diartikan sebagai setiap hubungan yang

melibatkan sejumlah individu yang menganggap diri mereka atau

dianggap oleh individu lain sebagai bagian dari suatu kategori

sosial” (h. 6). Definisi lain dikemukakan oleh Sherif dan Sherif

(1969): “Serangkaian tindakan yang dilakukan oleh sejumlah

individu dari suatu kelompok yang baik secara individual maupun

kolektif ditampilkan pada saat berinteraksi dengan sejumlah orang

dari kelompok tertentu” (h. 6).

Dari kedua definisi ini tampak bahwa hubungan

antarkelompok tidak senantiasa merujuk pada dua kelompok dengan

jumlah anggota kelompok yang besar. Hubungan antarkelompok

dapat terjadi manakala dua individu yang berinteraksi merupakan

representasi dari kelompoknya masing-masing. Dua Perdana

Page 6: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

1.6 Psikologi Sosial

Menteri yang mewakili negara masing-masing pada saat

penandatanganan naskah kesepahaman merupakan bentuk hubungan

antarkelompok (dalam hal ini antar negara) karena sebenarnya

interaksi yang terjadi di sini adalah interaksi antara dua negara.

Setelah membicarakan pengertian hubungan

antarkelompok, selanjutnya kita akan membicarakan perilaku

antarkelompok. Sebagaimana telah dikemukakan, hubungan

antarkelompok adalah hubungan antara dua atau lebih kelompok

atau hubungan antar anggota dalam kelompok. Ketika anggota suatu

kelompok, baik seorang diri, maupun secara berkelompok,

berhubungan dengan kelompok lain maupun anggotanya, maka telah

terjadi perilaku antarkelompok. Perilaku antarkelompok pada

dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu kerjasama dan kompetisi yang

seringkali menimbulkan konflik. Yang dimaksud dengan perilaku

kelompok adalah persepsi, kognisi, atau perilaku yang dipengaruhi

oleh pengetahuan seseorang bahwa ia dan orang lain adalah bagian

dari suatu kelompok sosial yang berbeda. Jelas bahwa baik

hubungan yang nyata maupun hubungan yang dipersepsikan oleh

suatu kelompok akan mempengaruhi perilaku anggota kelompok

tersebut. Dengan demkian, mayoritas perilaku sosial pada dasarnya

dipengaruhi oleh kategori sosial sesuai dengan keanggotaan individu

yang bersangkutan. Konflik internasional, konflik dalam negeri,

konfrontasi politik, revolusi, negosiasi, demonstrasi, semuanya

merupakan bentuk perilaku antarkelompok.

Ciri-ciri utama dari perilaku antarkelompok adalah

etnosentrisme (ethnocentrism), yaitu suatu anggapan bahwa

kelompok kita lah yang merupakan pusat dari segala-galanya,

sedangkan kelompok lain dinilai berdasarkan kelompok kita.

Page 7: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

ADPU4218/MODUL 7 1.7

Etnosentrisme mengakibatkan individu melebih-lebihkan dan

memusatkan segala hal mengenai kelompoknya dan hal tersebut

dijadikan pembeda dengan kelompok lain.

.

Buatlah kelompok diskusi dengan rekan anda. Kemudian masing-masing

anggota kelompok membuat daftar keanggotaan kelompok apa saja yang

mereka miliki. Dari daftar tersebut sebutkan hubungan antarkelompok

apa saja yang terjalin. Tentukan mana yang hubungan antarkelompok

yang berbentuk kerjasama dan mana yang berbentuk kompetisi.

Diskusikan jawaban tersebut dalam kelompok dan uraikan perilaku

masing-masing kelompok itu.

Petunjuk Jawaban Latihan

Pelajarilah dengan seksama pengertian hubungan antarkelompok dan

perilaku kelompok.

Setelah berlatih menjawab pertanyaan di atas, bacalah rangkuman di bawah ini supaya pemahaman Anda tentang hakekat pengetahuan dan penelitian menjadi lebih mantap.

LATIHAN

Setelah membaca materi kegiatan belajar 1 di atas dengan cermat, untuk memantapkan pemahaman anda, cobalah kerjakan latihan berikut. Anda dapat mengerjakannya berama-sama dengan teman-teman kelompok belajar sehingga Anda dapat saling bertukar pendapat.

Coba diskusikan dengan teman-teman Anda persamaan dan perbedaan pengetahuan dengan ilmu pengetahuan. Buatlah daftar persamaan dan perbedaan tersebut.Di sekitar Anda tentu banyak fakta, atau konsep yang secara turun-temurun dipercaya kebenarannya. Pilihlah satu saja, kemudian cobalah kaji, apakah fakta atau konsep tersebut merupakan hasil suatu kajian ilmiah atau pemikiran non-ilmah.

Petunjuk Jawaban Latihan

Baca kembali materi pembahasan tentang hakekat pengetahuan.Baca kembali materi pembahasan tentang hakekat ilmu pengetahuan

Page 8: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

1.8 Psikologi Sosial

Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari kelompok, mulai

dari kelompok dalam keluarga sampai dengan kelompok yang lebih

besar, seperti masyarakat atau bahkan negara. Antarkelompok-kelompok

itu terjadi hubungan, yang dapat berbentuk kerjasama atau persaingan.

Hubungan antarkelompok itu memunculkan perilaku kelompok.

Perilaku kelompok adalah persepsi, kognisi, atau perilaku yang

dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang bahwa ia dan orang lain adalah

bagian dari suatu kelompok sosial yang berbeda. Hubungan yang nyata

maupun hubungan yang dipersepsikan oleh suatu kelompok akan

mempengaruhi perilaku anggota kelompok tersebut. Perilaku antar-

kelompok pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu kerjasama dan

kompetisi yang seringkali menimbulkan konflik. Ciri utama dari perilaku

antar-kelompok adalah etnosentrisme (ethnocentrism), yaitu suatu

anggapan bahwa kelompok kita lah yang merupakan pusat dari segala-

galanya, sedangkan kelompok lain dinilai berdasarkan kelompok kita.

1. Hubungan antarkelompok ditandai dengan adanya:

1. kelompok in-group 2. kelompok outsider

3. kelompok out-group

RANGKUMAN

TES FORMATIF 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

Page 9: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

ADPU4218/MODUL 7 1.9

2. Situasi berikut yang menggambarkan terjadinya hubungan antarkelompok adalah..

A. sekelompok mahasiswa bergerombol membicarakan tragedi Situ Gintung

B. Rektor UT dan Direktur Utama BRI menandatangani naskah kerjasama

C. para pendukung Persija berebut memasuki stadion utama senayan

D. seorang tukang sayur dorong sibuk melayani pelanggannya

3. Ethnocentrism adalah suatu anggapan bahwa:

A. kelompok lain lebih baik dibanding kelompok kitaB. kelompok kita sama baiknya dengan kelompok lainC. kelompok etnik lebih baik dari kelompok biasaD. kelompok kita paling baik di antara kelompok-kelompok

lain

4. Menurut Sheriff, hubungan antarkelompok adalah serangkaian tindakan yang dilakukan saat berinteraksi dengan kelompok tertentu , oleh:

1. satu individu atas nama kelompok 2. sejumlah individu dari suatu kelompok 3. sejumlah individu secara kolektif

5. Perilaku kelompok muncul karena seseorang merasa

A. berbeda dengan kelompok lainB. menjadi bagian dari anggota kelompokC. persepsi dan kognisinya sama dengan anggota

kelompokD. sebagai pemimpin kelompok

Page 10: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

1.10Psikologi Sosial

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.

Tingkat penguasaan =

Page 11: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

Kegiatan Belajar 2

TEORI PSIKOLOGI SOSIAL tentang HUBUNGAN

ANTARKELOMPOK

Dalam kaitannya dengan hubungan antarkelompok, ada

beberapa teori yang dapat digunakan untuk membahasnya.

Selengkapnya, ikuti uraian materi berikut:

1. Teori Hipotesis Frustrasi-Agresi (Frustration-Aggression

Hyphotesis Theory)

Pada dasarnya teori hipotesis Frustrasi-Agresi beranggapan

bahwa:

(a) Frustrasi (kondisi terhalangnya suatu tujuan) selalu

menyebabkan agresi (intensi untuk menyakiti orang lain), dan

(b) Agresi selalu merupakan hasil dari kondisi frustrasi.

Hipotesis Frustrasi-Agresi yang dipelopori oleh Dollard,

dan kawan-kawan (1939) ini bertahan untuk beberapa waktu.

Namun, dalam perkembangannya hipotesis ini dikoreksi oleh

pendukungnya sendiri, yakni Miller (1941) yang mengemukakan

bahwa agresi tidak selalu didahului oleh keadaan frustrasi dan

frustrasi tidak selalu mengakibatkan agresi. Di jalan raya,

pengendara mobil sedan pribadi yang dipepet oleh minibus,

sehingga jalannya terhalang (keadaan frustrasi) misalnya, bisa tidak

menyerang sopir minibus karena fisik sang sopir minibus yang

kekar. Demikian pula tentara dalam peperangan, boleh jadi sangat

agresif, tetapi tindakannya itu karena diperintah oleh komandannya.

Page 12: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

Meskipun hipotesis ini digugurkan, namun dalam keadaan tertentu

teori ini memfasilitasi tindak kekerasan individu terhadap individu

lain (Geen & Berkowitz, 1967, dalam Baron & Byrne, 1997).

Dalam contoh sopir sedan tadi, sangat boleh jadi ia tidak akan

tinggal diam manakala sopir minibus memaki-makinya,

mengeluarkan kata-kata kasar atau menantangnya berkelahi.

Hipotesis Frustrasi-Agresi (Frustration - Aggression

Hypothesis) merupakan salah satu penjelasan mengenai prasangka,

diskriminasi, dan agresi antarkelompok. Selanjutnya, berdasarkan

revisi Berkowitz (1962), hanya frustrasi subjektif (mis, cuaca

panas) yang meningkatkan kecenderungan untuk bertindak agresif,

dan kemudian diperkuat oleh asosiasi agresif (mis, pengalaman

sebelumnya, tanda-tanda dari lingkungan). Cuaca panas sudah

terbukti sebagai suatu kondisi tidak menyenangkan (aversive events)

yang mendukung perilaku agresif individual dan kolektif. Selain

cuaca, Berkowitz menambahkan bahwa di bawah kondisi yang

dipersepsikan tidak adil (relative deprivation), orang akan merasa

frustrasi.

Prakondisi penting sebelum terjadinya agresi

antarkelompok adalah adanya persepsi kondisi yang tidak adil

(relative deprivation). Kondisi ini bukan suatu kondisi yang absolut,

tapi selalu relatif terhadap kondisi lain. Pada dasarnya perasaan

tidak adil ini muncul ketika individu membandingkan kondisi nyata

dirinya dengan harapannya, dan ternyata terjadi kesenjangan. Selain

itu, suatu keberhasilan yang dicapai oleh kelompok lain bisa

dipersepsikan sebagai kondisi yang tidak adil. Hal ini bisa dilihat

dari konflik antarapenduduk lokal dengan pendatang (transmigran),

dimana biasanya keberhasilan yang dicapai oleh para pendatang,

Page 13: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

yang kemungkinan besar karena kerja keras, diartikan sebagai

ketidakadilan oleh penduduk setempat. Maka persepsi kondisi tidak

adil merupakan inti perbedaan antara harapan seseorang dengan

keadaan sebenarnya.

Menurut Berkowitz, dari persepsi kondisi yang tidak adil

sampai menjadi tindak kekerasan kolektif, ada beberapa tahap yang

harus dilalui, yaitu:

Mula-mula, persepsi kondisi yang tidak adil menyebabkan

frustrasi. Kondisi lingkungan, seperti panas yang berkepanjangan,

meningkatkan frustrasi; individu cenderung menunjukkan perilaku

agresif. Hal ini diperburuk dengan hadirnya tokoh otoriter, seperti

polisi, tentara dan lain-lain, sehingga agresi mulai menyebar dan

menjadi tingkah laku utama. Selanjutnya, kondisi ini didukung oleh

fasilitasi sosial (merasa mendapat dukungan dari individu lain)

sehingga menjadi kekerasan kolektif.

Penelitian menunjukkan bahwa, dari dua macam jenis

deprivasi relatif (relative deprivation) yang terdiri dari deprivasi

egoistik (egoistic deprivation) dan deprivasi fraternalistik

(fraternalistic deprivaition), ternyata deprivasi fraternalistik lah

yang menimbulkan agresi sosial. Deprivasi relatif fraternalistik

adalah rasa ketidakadilan ketika membandingkan kondisi

individu/kelompok dengan anggota kelompok lain. Selanjutnya,

perasaan deprivasi relatif muncul ketika terjadi perubahan kondisi

yang mendadak setelah periode dimana keadaan terus meningkat,

pola ini dikenal sebagai pola Kurva-J.

Contoh kondisi ini adalah ketika krisis moneter melanda

Indonesia pada tahun 1998. Pada saat itu, terjadi penurunan kualitas

hidup secara mendadak setelah bertahun-tahun pertumbuhan

Page 14: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

ekonomi yang baik, individu-individu kembali membandingkan

kondisi warga “pribumi” dengan anggota kelompok etnis Cina

(“non-pribumi”). Kemudian individu-individu tersebut merasa ada

ketidakadilan yang bersumber dari deprivasi relatif fraternalistik,

khususnya deprivasi secara ekonomi.

Walaupun deprivasi relatif fraternalistik berhubungan erat

dengan perilaku kompetitif antarkelompok, terdapat empat faktor

lain yang perlu diperhitungkan, yaitu:

a. Identifikasi yang kuat dari individu terhadap

kelompok.

Hal ini dapat dilihat dari terjadinya identifikasi

yang kuat oleh individu-individu yang terlibat dalam

kerusuhan melawan kelompok “non-pribumi” oleh

kelompok “pribumi”. Mereka secara terang-terangan

menunjukkan keanggotaannya sebagai kelompok

“pribumi” baik dengan tulisan, graffiti, maupun

teriakan dan yel-yel.

b. Kelompok hanya akan melakukan aksi kolektif

ketika mereka merasa tindakan tersebut akan

membuahkan perubahan sosial.

Contoh yang baik adalah banyaknya masyarakat

yang turun ke jalan untuk menjatuhkan pemerintahan

pada tahun 1998. Dalam kejadian ini kelompok yang

melakukan aksi kolektif adalah kelompok “anti status-

quo”, yang terdiri dari gabungan berbagai elemen

masyarakat, melawan kelompok “status quo” yang

diwakili oleh pemerintah dan masyarakat “non-

pribumi” yang dianggap sebagai bagian dari kelompok

Page 15: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

“status-quo”. Kelompok “anti status-quo” yakin bahwa

aksi massa akan berhasil menjatuhkan kelompok

“status quo”.

c. Adanya persepsi ketidakadilan yang berkenaan

dengan ketidakadilan distributif (distributive

injustice) dan ketidakadilan prosedural (procedural

injustice).

Ketidakadilan distributif adalah perasaan bahwa

kita memiliki lebih sedikit dari yang seharusnya kita

dapatkan dibandingkan dengan harapan kita maupun

kelompok lain. Sementara ketidakadilan prosedural

adalah ketika individu merasa dirinya telah menjadi

korban prosedur yang tidak adil.

Penelitian menujukkan bahwa rasa ketidakadilan

secara prosedural menjadi motivator yang lebih kuat

untuk melakukan aksi kolektif. Contohnya adalah aksi

buruh dan pekerja menentang kebijakan pemerintah

mengenai Undang-undang Upah Kerja.

d. Deprivasi relatif fraternalistik bergantung pada

kelompok mana yang dijadikan kelompok

pembanding.

Biasanya rasa ketidakadilan muncul ketika

kelompok yang dijadikan pembanding sangat kontras

dengan kelompok kita sendiri. Ketika terjadi

kerusuhan, kelompok “pribumi” yang rata-rata dari

kelas menengah ke bawah, membandingkan

kelompoknya dengan kelompok “non-pribumi” yang

Page 16: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

berada pada kelas menengah ke atas, bahkan dengan

para konglomerat yang “non-pribumi”.

2. Teori Konflik Realistis (Realistic Conflict Theory).

Dasar Teori Konflik Realistis yang dipelopori oleh

Muzafer Sherif (1967) adalah bahwa konflik antarkelompok

disebabkan oleh konflik kepentingan untuk memperebutkan

berbagai sumber – ekonomi, nilai, dan kekuasaan - yang memang

terbatas atau langka (scarce). Oleh karena sumber yang serba

terbatas ini, maka harus diperebutkan melalui persaingan yang

sering berakhir dengan salah satu pihak menjadi pemenang dan

pihak lain menjadi pencundang (win – lose orientation).

Menurut Sherif, hubungan antarkelompok dilandasi oleh

keterhubungan atau keterkaitan tujuan masing-masing kelompok.

Dalam Realistic Conflict Theory, Sherif menjelaskan bahwa jenis

“hubungan tujuan” (goal relations) antara kelompok menentukan

hubungan antara kelompok tersebut (h.266). Pada tingkat kelompok,

keberadaan tujuan yang berseberangan akan menimbulkan konflik

antarkelompok dan etnosentrisme. Sementara tujuan yang

membutuhkan kerjasama antarkelompok akan mengurangi

kemungkinan terjadinya konflik dan meningkatkan kerjasama serta

hubungan yang harmonis antarkelompok.

Etnosentrisme merupakan pandangan bahwa kelompok

“kita” adalah segalanya, dan dijadikan pembanding untuk segala hal

di luar kelompok tersebut. Contoh dari etnosentrisme adalah

pandangan bahwa suku Padang “pelit”, sementara menurut suku

Padang, sebagai pedagang dan pengusaha, mereka adalah kelompok

yang pandai mengatur keuangan. Penilaian suku Padang pelit

Page 17: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

merupakan bentuk etnosentrisme dari kelompok lain. Sementara

pandangan bahwa mereka hemat, dan kelompok lain boros dan tidak

bisa mengatur uang adalah bentuk etnosentrisme dari kelompok

suku Padang. Jelas bahwa untuk suatu perilaku yang sama, sebagai

anggota kelompok atau in-group perilaku tersebut dianggap positif,

tapi sebagai out-group, perilaku tersebut dianggap negatif. Teori ini

diteliti dalam eksperimen dengan menggunakan beberapa metode,

seperti ; The Prisoner’s Dilemma Game, The Trucking Game, dan

The Commons Dilemma.

3. Teori Identitas Sosial (Social Identity Theory)

Berbeda dengan dua teori konflik antarkelompok yang

terdahulu, teori Identitas Sosial yang dipelopori oleh Tajfel (1978,

1981) beranggapan bahwa konflik antarkelompok bukan disebabkan

oleh frustari atau karena perebutan sumber yang langka, tetapi

menyangkut soal identitas kelompok. Dalam kehidupan nyata,

individu dapat dikategorisasikan atas dasar jender (pria-wanita),

pendidikan (pelajar, mahasiswa), pekerjaan (PNS, swasta), suku

(Jawa, Sunda), dan agama (Islam, Kristen, Budha, Hindu), dan lain-

lain. Di antara berbagai kategori ini, individu akan secara selektif

menentukan kategori sosial (social categorization) yang dapat

memenuhi kebutuhan identitas sosial yang positif (positive social

identity). Itulah sebabnya ada orang yang bangga menjadi warga

DKI Jakarta, karena DKI dapat memenuhi identitas sosialnya yang

positif dibandingkan dengan menjadi warga luar DKI. Demikian

pula, ada orang yang bangga dengan agama yang dianutnya, bahkan

fanatik, karena melalui agama yang dianutnya itu membuat identitas

sosialnya positif. Identitas sosial positif ini harus dipelihara dengan

Page 18: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

cara mengikatkan dan menyatukan diri (identifikasi) dengan

agamanya. Di sinilah awal dari terbentuknya pola pikir in-group -

out-group yang sering menganggap bahwa kelompok agamanyalah

yang benar dan agama lain salah (in-group favouritism bias).

Selanjutnya, dalam upaya untuk mencapai identitas sosial

yang “positif”, individu dan kelompok dapat mengadopsi berbagai

macam strategi perilaku, berdasarkan kepercayaan akan hubungan

antarkelompoknya dengan kelompok lain. Misalnya, suatu

kelompok pendukung perkumpulan sepakbola yang memiliki

identitas sebagai “musuh kelompok sepakbola B”, maka identitas

sosial yang dimiliki oleh anggotanya adalah bahwa semua anggota

kelompok B merupakan musuh mereka. Maka hubungan antara

kedua kelompok yang jelas saling bermusuhan itu akan diwujudkan

dalam bentuk perilaku yang tidak bersahabat.

Menarik untuk dikemukakan di sini adalah gejala

etnosentrisme yang kuat di berbagai wilayah Indonesia akhir-akhir

ini, yang tampaknya bukan semata-mata berkenaan dengan isu

dikurasnya kekayaan alam daerah oleh pemerintah pusat (Teori

Konflik Realistis: perebutan sumber), namun juga berkaitan dengan

identitas kedaerahan yang, antara lain, diwujudkan dalam sejumlah

jabatan pemerintah daerah yang harus diisi oleh putera daerah.

4. Teori Kognisi Sosial (Social Cognition Theory)

Memberikan kategori terhadap orang akan menimbulkan

efek tertentu, yakni orang-orang dalam kategori yang sama dianggap

lebih mirip, sementara orang-orang dari kategori lainnya dianggap

berbeda. Efek ini menimbulkan stereotipi, yaitu individu memiliki

kecenderungan untuk menganggap individu-individu dari kelompok

Page 19: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

lain memiliki karakteristik yang homogen dibandingkan dengan

individu-individu dalam kelompoknya. Dengan kata lain, anggota

kelompok dianggap lebih heterogen. Penelitian menunjukkan bahwa

individu akan lebih sulit untuk membedakan muka orang dari

kelompok yang lain (mis: ras). Efek homogenitas relatif ( relative

homogeneity) akan dipertajam berdasarkan berbagai dimensi yang

menjadi ciri khas kelompok dan ketika kelompok berada dalam

kompetisi. Penelitian lanjutan menunjukkan bahwa kelompok

mayoritas menganggap anggotanya lebih beragam dibandingkan

dengan anggota kelompok lain. Sedangkan kelompok minoritas

justru lebih homogen, dibandingkan kelompok luar. Sebagai

konsekuensinya, anggota kelompok minoritas mengidentifikasi

dirinya lebih sebagai kelompok sedangkan individunya dianggap

tidak sebagai pribadi yang berbeda dengan pribadi lainnya

(depersonalised)

Penelitian juga menunjukkan adanya kecenderungan untuk

menggeneralisasikan karakteristik seluruh anggota kelompok

berdasarkan interaksi dengan salah satu individu yang unik

(distinctive). Kecenderungan ini terjadi terutama ketika kita tidak

mengenal kelompok tersebut dan tidak memiliki harapan atau

asumsi mengenai kelompok tersebut. Hal ini akan menimbulkan apa

yang disebut sebagai distinctivenes-based illusory correlation, yakni

hal-hal yang bersangkutan dengan keunikan individu dari satu

kelompok dianggap mewakili keseluruhan keunikan kelompok. Efek

ini terutama kuat pada hal-hal yang bersifat negatif.

Page 20: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

5. Teori Emosi Antarkelompok (Intergroup Emotions Theory)

Anggota kelompok yang menganggap penting

kelompoknya cenderung memiliki keterlibatan emosional yang kuat

terhadap kelompoknya. Berdasarkan Intergroup Emotions Theory

(Mackie & Smith, 2002b, dalam Vaughn & Hogg, 2000), emosi

individu dalam kelompok mencakup kondisi apakah situasi akan

menyakiti atau menguntungkan kelompoknya. Dalam hal ini,

ancaman terhadap kelompok akan dinilai sebagai ancaman pribadi,

dan akan memunculkan perasaan negatif terhadap kelompok luar

yang memicunya. Emosi tersebut akan diwujudkan dalam bentuk

tindakan, bisa berupa diskriminasi terhadap pihak luar dan

munculnya emosi kelompok (in-group emotion), dan ke dalam

kelompok dalam bentuk keeratan dan solidaritas. Jika diaplikasikan

pada konteks nyata, misalnya pertikaian antara kelompok pendatang

dengan penduduk asli, dapat dilihat bahwa seringkali keberadaan

kelompok pendatang diasosiasikan ”perebutan lahan pekerjaan”

sehingga menimbulkan kecemasan ekonomi pada individu dari

kelompok penduduk asli. Dari kecemasan ini muncul berbagai sikap

diskriminasi, seperti steriotipi negatif terhadap pendatang, perlakuan

berbeda terhadap pendatang dengan penduduk asli, hingga kontak

fisik antarkelompok.

6. Teori Dominasi Sosial (Social Dominance Theory)

Teori Dominasi Sosial dipelopori oleh Sidanius dan

Pratto yang dalam kurun waktu panjang melakukan berbagai kajian

mengenai konflik antarkelompok. Hasil kajian itu dituangkan dalam

buku “Social Dominance An Intergroup Theory of Social Hierarchy

and Oppression” (2001). Pertanyaan pokok yang diajukan oleh

Page 21: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

Sidanius dan Pratto adalah mengapa di dunia ini selama beratus-

ratus tahun senantiasa ditemukan fenomena diskriminasi,

penindasan, kekerasan, dan tirani. Fenomena ini mereka gambarkan

dalam berbagai fakta kerusuhan mulai dari kerusuhan jalanan di Los

Angeles dan Brooklyn sampai bukit-bukit di Bosnia dan hutan-hutan

di Rwanda. Berbagai teori psikologi sosial yang menjelaskan gejala

konflik antarkelompok (prasangka, stereotipi, persepsi dan kognisi

manusia yang terbatas) dianggap oleh mereka tidak memadai karena

merupakan pendekatan parsial yang hanya menekankan unsur

individu. Oleh karenanya Sidanius dan Pratto mengajukan

pendekatan integratif, mensintesiskan antara unsur individu dan

berbagai pranata sosial (social institutions) yang didasari oleh

hierarki sosial berbasis kelompok (group-based social hierarchies).

Hirarki sosial berbasis kelompok ini, menurut Sidanius dan

Pratto, mempunyai struktur, yakni stratifikasi sosial yang disebut

trimorphic yang dapat dipisahkan atas tiga basis, yaitu :

(1) berbasis usia (orang dewasa mempunyai hak yang lebih besar

daripada orang nuda/anak-anak) (2) berbasis jender (kaum pria

mempunyai prioritas untuk mendapatkan pendidikan tinggi dan hak

politik yang lebih besar dari wanita)

(3) berbasis arbitrer (individu atau kelompok yang memiliki status

tinggi karena struktur negara, suku, organisasi, kasta, dan agamanya

memungkinkan basis arbitrer).

Singkatnya struktur trimorphic diatur atas dasar hegemonik

yang disahkan (legitimize). Perang Irak-Amerika dan perak Irak-Iran

adalah contoh dari perang berbasis hegemonis. Oleh karena

pimpinan kedua belah pihak orientasinya dominan (tidak

demokratis), sementara pranata sosial yang ada mendukung nilai

Page 22: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

yang berorientasi kekuasaan. Konflik antar-umat beragama terjadi,

menurut Teori Dominasi Sosial, karena para pemuka agama

memiliki hasrat untuk mendominasi di satu pihak dan agama

dipersepsikan sebagai keyakinan yang hegemonik (harus menguasai

dunia) dan hal ini dianggap benar dan sah (halal darahnya umat X,

melakukan genocide, pembersihan etnis, dan lain-lain).

Menggunakan latihan dalam kegiatan belajar tentang

hubungan antarkelompok yang sudah Anda identifikasi bentuknya,

jelaskanlah teori mana yang paling tepat untuk menganalisis hubungan

antarkelompok tersebut. Anda dapat mendiskusikan latihan ini bersama

kelompok belajar Anda, tetapi mengerjakan sendiri juga boleh.

Petunjuk Jawaban Latihan

Bacalah kembali dengan seksama materi kegiatan belajar 2.

Dalam menjelaskan hubungan antarkelompok, ada 6 teori Psikologi Sosial yang dapat dipergunakan. Ke enam teori tersebut adalah (1) teori hipotesis-frustrasi, (2) teori konflik – realistik, (3) teori identitas sosial, (4)

LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,

kerjakanlah latihan berikut!

RANGKUMAN

Page 23: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

teori kognisi sosial, (5) teori emosi antarkelompok, dan (6) teori dominasi kelompok.

Teori hipotesis – frustrasi yang dikemukakan oleh Dollard berpandangan bahwa frustrasi selalu menyebabkan agresi, dan agresi selalu merupakan hasil dari kondisi frustrasi. Sementara Miller, yang mengoreksi pandangan Dollard, berpendapat bahwa agresi tidak selalu didahului oleh frustrasi, da frustrasi tidak selalu menghasilkan agresi. Berkowitz yang meneliti lanjut teori ini, menemukan bahwa hanya frustrasi subjektif yang diperkuat oleh asosiasi agresif lah yang akan menimbulkan agresi. Teori konflik – realistik yang dikemukakan oleh Muzafer Sherif berpandangan bahwa konflik antarkelompok muncul karena konflik kepentingan yang memperebutkan sumber-sumber yang memang sudah langka. Jadi selalu ada win-lose orientation.

Teori identitas sosial, berpandangan bahwa konflik antarkelompok berkaitan dengan identitas kelompok. Identitas kelompok inilah yang memunculkan in-group dan out-group.

Teori identitas sosial, berpendapat bahwa pemberian kategori terhadap orang akan menimbulkan stereotipi , yaitu anggota kelompok lain dipandang lebih heterogen sementara anggota kelompok sendiri dipandang homogen. Efek homogenitas relatif ini akan dipertajam oleh adanya ciri khas kelompok dan kondisi ketika mereka berkompetisi.

Teori emosi antarkelompok, berpendapat bahwa anggota kelompok yang menganggap penting kelompoknya memiliki keterlibatan emosional yang kuat terhadap kelompoknya.

Teori dominasi kelompok menganggap bahwa teori-teori psikologi yang melibatkan prasangka, stereotipi, persepsi, dan kognisi – tidak memadai karena merupakan pendekatan parsial yang hanya menekankan unsur manusia. Teori ini menawarkan pendekatan yang integratif, yaitu mensintesakan unsur individu dengan berbagai pranata sosial yang memiliki stratifikasi sosial yang disebut trimorphic. Stratifikasi sosial ini dipisahka oleh 3 basis, yaitu usia, jender, dan arbitrer.

Page 24: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

1. Sidanius dan Pratto memandang teori-teori psikologi yang melibatkan prasangka, stereotipi, persepsi, dan kognisi itu tidak memadai karena:

1. hanya menekankan unsur individu2. pendekatannya parsial3. bersifat subjektif

2. Jika dikaitkan dengan teori konflik realistik, tawuran antar warga yang sering terjadi di berbagai daerah, muncul karena:

A. agresi selalu merupakan hasil dari kondisi frustrasiB. frustrasi subjektif yang diperkuat oleh asosiasi agresif akan

meningkatkan kecenderungan agresiC. konflik antarkelompok muncul karena memperebutkan

sumber-sumber yang langkaD. konflik antarkelompok berkaitan dengan identitas

kelompok

3. Jika dikaji dari teori identitas sosial, sentimen pribumi – non pribumi yang sempat memanas pada saat krisis 1997 – 1998 yang melanda Indonesia, disebabkan karena:

A. agresi selalu merupakan hasil dari kondisi frustrasiB. frustrasi subjektif yang diperkuat oleh asosiasi agresif akan

meningkatkan kecenderungan agresiC. konflik antarkelompok muncul karena memperebutkan

sumber-sumber yang langkaD. konflik antarkelompok berkaitan dengan identitas

kelompok

4. Jika dikaji dari teori hipotesis frustrasi - agresi, penembakan yang dilakukan oleh seorang warga sipil terhadap sekelompok warga sipil

TES FORMATIF 2

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

Page 25: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

lainnya, muncul karena:

A. agresi selalu merupakan hasil dari kondisi frustrasiB. frustrasi subjektif yang diperkuat oleh asosiasi agresif akan

meningkatkan kecenderungan agresiC. konflik antarkelompok muncul karena memperebutkan

sumber-sumber yang langkaD. konflik antarkelompok berkaitan dengan identitas

kelompok

5. Menurut Sidanius dan Pratto, hirarki sosial yang berbasis kelompok dipisahkan oleh unsur:

1. usia2. jender3. arbitrer

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%,

Tingkat penguasaan =

Page 26: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.

Page 27: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

Kegiatan Belajar 3

Kerjasama dan Kompetisi

Kerjasama (cooperation) terjadi ketika dua kelompok saling

membantu untuk suatu tujuan yang menjadi kepentingan bersama

keduabelah pihak. Kerjasama sangat bermanfaat bagi pihak yang

terlibat, akan tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan karena

seringkali suatu tujuan tidak dapat dibagi dengan pihak lain.

Situasi yang diperkirakan akan menghasilkan kerjasama, namun

kenyataannya tidak menghasilkan kerjasama disebut sebagai dilema

sosial (social dilema). Dilema sosial adalah situasi dimana masing-

masing individu dapat meningkatkan pencapainnya dengan bersikap

egois, namun apabila semua atau kebanyakan pihak melakukan hal

yang sama, maka hasil yang dicapai bagi masing-masing individu

akan berkurang. Dalam situasi ini individu dihadapkan pada pilihan

untuk bekerjasama dengan tujuan menghindari hasil yang negatif

untuk semua pihak, atau menentukan pilihan untuk menentang

upaya memaksimalkan hasil individual. Contoh yang sering

digunakan dalam eksperimen psikologi sosial adalah prisoners

dilema game.

Hasil penelitian mengenai dilema sosial menunjukkan

bahwa ketika kepentingan pribadi dihadapkan pada manfaat

bersama, hasilnya adalah kompetisi dengan sumberdaya yang

berujung pada kehancuran. Pengecualian terjadi ketika individu

mengidentifikasikan dirinya dengan ”manfaat bersama”. Ketika

individu mendapatkan identitas sosial dari kelompok yang berhak

Page 28: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

mendapatkan akses terhadap sumberdaya, maka individu tersebut

akan mengedepankan kepentingan kelompok. Akan tetapi, bila

perebutan terhadap pengelolaan sumberdaya terjadi antara dua

kelompok maka tindakan etnosentris akan muncul dan akan terjadi

konflik, contohnya adalah perebutan lahan antara petani dengan

perusahaan.

Ilmuwan psikologi sosial telah mengidentifikasi tiga faktor

utama yang paling menentukan apakah individu akan bekerjasama

atau bertindak demi kepentingan pribadi.

Faktor pertama adalah reciprocity, yaitu mempertimbangkan efek

pada diri atas perilaku yang ditampilkan. Faktor ini dijelaskan

dengan baik dalam slogan ”lakukanlah pada orang apa yang ingin

orang lakukan pada anda”. Dalam menentukan apakah kita akan

bekerjasama atau berkompetisi, seringkali individu melihat tindakan

orang lain terlebih dahulu. Apabila individu tersebut

mengesampingkan kepentingan pribadi untuk kebaikan kita, maka

kita akan membalas tindakan individu tadi. Demikian pula apabila

individu bertindak demi kepentingannya, maka kita akan membalas

sesuai dengan tindakannya.

Faktor kedua adalah orientasi pribadi (personal orientation)

terhadap prilaku kerjasama atau mengedepankan kepentingan

pribadi. Dalam kasus dilema sosial, individu memiliki dua macam

jenis orientasi untuk mengatasi situasi tersebut yaitu :

(1) Kerjasama (cooperation), individu memfokuskan diri untuk

mencapai suatu hasil bersama yang bisa dinikmati oleh semua

pihak.

Page 29: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

(2) Individualistis (individualistic), fokus individu adalah untuk

mengalahkan orang lain dengan mencapai hasil yang lebih baik

dari orang lain.

Faktor ketiga adalah komunikasi. Komunikasi seringkali sulit untuk

dijalankan karena munculnya ancaman-ancaman antar individu

dalam komunikasi. Komunikasi hanya dapat bermanfaat apabila

kondisi-kondisi tertentu dipenuhi. Kondisi utama adalah muculnya

komitmen untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan bersama,

yang kemudian dijalankan dengan didukung oleh nilai pribadi yang

kuat dari individu yang bersangkutan untuk memenuhi kesepakatan

tersebut. Dalam upaya mencapai perdamaian antara kelompok yang

bertikai, misalnya dalam pertikaian antara pemerintah dengan

gerakan separatis, dibutuhkan komunikasi antara perwakilan yang

mengedepankan kerjasama, dan didukung oleh sikap pribadi

perwakilan tersebut. Seringkali kita amati dalam pertemuan antara

pihak yang bertikai komunikasi tidak efektif karena diwarnai oleh

kondisi saling mengancam dari kedua belah pihak.

Faktor-faktor di atas juga berlaku dalam kelompok. Namun,

kerjasama antar-kelompok jauh lebih sulit untuk diwujudkan karena

adanya discontinuity effect, kecenderungan bagi kelompok untuk

saling berkompetisi dalam situasi yang memiliki berbagai macam

motif (mis: dilema sosial). Hal ini terjadi karena orang cenderung

lebih curiga terhadap kelompok lain dibandingkan dengan individu

lain. Penelitian menunjukkan bahwa individu lain akan bekerjasama

dengannya, namun mereka tidak mengharapkan hal yang serupa dari

kelompok lain. Kemudian, ketika kelompok melakukan tindakan

yang hanya menguntungkan sepihak, individu dalam kelompok

dapat saling meyakinkan bahwa mereka melakukan hal yang benar,

Page 30: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

dan individu mendapatkan dukungan sosial dari anggota kelompok

lainnya. Ketiga, dengan berada dalam kelompok individu memiliki

derajat anonimitas yang lebih besar, sehingga merasa lebih aman

untuk bertindak secara kompetitif ataupun individualis.

Menggunakan latihan 1 dan 2 (pada kegiatan belajar 1 dan 2), cobalah diskusikan bagaimana dinamika yang terjadi pada kelompok yang telah Anda identifikasi tersebut. Untuk mengerjakan latihan ini, Anda bisa mengerjakannya sendiri, tetapi lebih disarankan Anda mendiskusikannya dalam kelompok belajar.

Petunjuk Jawaban Latihan

Pelajari kembali dengan baik keseluruhan materi dalam kegiatan belajar 2.

Dinamika kelompok adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang

memusatkan diri pada pengkajian ilmiah mengenai perilaku individu dalam

kelompok. Hal-hal yang menjadi pusat perhatian dinamika kelompok adalah

LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,

kerjakanlah latihan berikut!

RANGKUMAN

Page 31: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

karakterisitik kelompok dan perkembangan kelompok. Secara garis besar

karakter kelompok ada 4, yaitu tujuan, pola komunikasi, prosedur

penanganan masalah, dan adaptasi. Selain itu, sebagai suatu cabang ilmu,

dinamika kelompok juga meneliti pengaruh kelompok (group influence)

yaitu hubungan antara kelompok dengan individu, kelompok dengan

kelompok lain, dan kelompok dengan entitas lain di luar kelompok.

Dinamika kelompok akan memunculkan perubahan kelompok. Ada

3 teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan perubahan kelompok, yaitu

teori perubahan kelompok melalui perubahan yang berulang-ulang (recurring

phase theory), sequential stage theory, dan teori tentang perkembangan

kelompok yang dikemukakan oleh Tuckman..

Konsep dinamika kelompok berasal dari Kurt Lewin yang

dicetuskan pada tahun 1940-an. Menurut Lewin, pada dasarnya setiap

kelompok memiliki struktur tertentu yang mencakup norma dan peran.

Norma dan peran adalah bagian dari karakteristik kelompok. Kelompok juga

berubah dan berkembang seiring dengan berjalannya waktu, melalui

beberapa tahap, yang mempengaruhi produktivitas kelompok tersebut.

1. proses penerimaan dalam kelompok D Menyukai anggota

kelompok lainnya karena individu tersebut

berada dalam kelompok yang sama, adalah salah satu alasan

terjadinya:

A. adjourning

TES FORMATIF 3

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

Page 32: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

B. performing

C. depersonalized attraction

D. storming C

2. Pengukuhan nilai-nilai dan struktur kelompok terjadi pada

tahap:

A. forming

B. storming

C. performing

D. norming D

3. Anggota DPR yang kembali mencalonkan dirinya, jika dilihat

dari tahapan keanggotaan kelompok dapat dikatakan sudah

masuk dalam tahap:

A. forming

B. storming

C. performing

D. norming C

4. Perhatian utama dinamika kelompok adalah:

1. perkembangan kelompok

2. karakteristik kelompok

3. interaksi kelompok A

5. Kohesivitas kelompok dipengaruhi oleh:

1. struktur kelompok

2. status anggota

3.

Page 33: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3.

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang belum dikuasai.

Tingkat penguasaan =

Page 34: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

Kegiatan Belajar 4

Penanganan Konflik Antarkelompok

Solusi Struktural

Konflik yang muncul karena dilema sosial memerlukan solusi

struktural. Solusi struktural termasuk pembatasan penggunaan

sumberdaya yang menjadi sumber konflik dengan menggunakan

surat/kartu ”izin guna”, membatasi jumlah yang dapat digunakan,

dengan menentukan kuota. Atau dengan menunjuk individu atau

kelompok tertentu sebagai pengelola sumberdaya, yang berfungsi

memfasilitasi komunikasi antara kelompok-kelompok yang bertikai.

Individu/kelompok menentukan hak guna akan lebih besar apabila

kelompok bersedia untuk bekerjasama, dibandingkan dengan

apabila mereka bertikai.

Kesulitan menggunakan solusi struktural adalah dibutuhkan otoritas

yang berwibawa dan kuat untuk menjalankan kebijakan yang telah

ditetapkan, mengatur birokrasi, dan mengawasi pelangaran, serta

sanksi pelanggaran.

Mengurangi Frustasi

Meskipun frustasi tidak selalu mengakibatkan tindak kekerasan,

namun ada dua kondisi yang mendorong individu menjadi agresif.

Yakni, apabila individu mengalami keadaan frustasi yang luar biasa

(Harris, 1974 dalam Baron & Byron, 1977) dan penyebab frustasi

yang tidak masuk akal (Wavekel 1974; Zillman & Carter, 1976

Page 35: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

dalam Baron & Byren, 1977). Ini berarti, segala kebijakan,

perlakuan, dan tindakan yang dapat berdampak pada ketidakadilan

yang selanjutnya akan memicu frustasi harus dihindari.

Selanjutnya dari sudut pandang teori frustrasi – agresi atau

teori deprivasi relatif, prasangka dan konflik antar-kelompok dapat

diminimalisasikan dengan menghindari terjadinya frustasi,

mengurangi harapan individu, menjaga individu agar tidak

menyadari bahwa ia mengalami frustasi, individu beraktivitas

alternatif untuk menyalurkan frustasinya, dan meminimalisasikan

asosiasi agresif pada orang-orang yang frustasi. Meningkatkan cues

non-aggresive dan mengurangi cues aggresive menjadi sangat

penting. Misalnya, dengan mengurangi penayangan kekerasan dan

benda-benda yang diasosiasikan dengan kekerasan (pisau, pistol,

dan lain-lain). Penelitian juga menunjukkan bahwa pemunculan cues

non aggrresive, seperti bayi, orang tertawa, dapat mengurangi

agresi.

Menciptakan Tujuan Luhur

Sumber utama konflik antar-kelompok, menurut teori ini adalah

masalah keterbatasan sumber, khususnya yang berkenaan dengan

nilai (value) dan kekuasaan (power). Solusi yang ditawarkan oleh

teori ini menciptakan sasaran bersama yang menuntut kerjasama

atau mengandung unsur saling ketergantungan di antara pihak yang

bertikai (super-ordinate goals).

Berdasarkan penelitian Sherif (1966), adanya suatu tujuan bersama

yang membutuhkan kerjasama antar-kelompok yang bertikai, dapat

menghilangkan konflik di antara mereka. Tujuan utama yang sangat

efektif adalah resistensi terhadap ancaman musuh dari luar. Hal ini

Page 36: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

dapat terlihat ketika terjadi perang., kelompok-kelompok yang

bertikai akan meninggalkan pertikaiannya dan bersatu melawan

ancaman dari luar. Akan tetapi, tujuan luhur bersama tidak dapat

mengurangi konflik antar-kelompok apabila tujuan gagal tercapai,

kecuali apabila kelompok luar dapat disalahkan dan dianggap

sebagai penyebab kegagalan dalam mencapai tujuan luhur bersama.

Mencairkan Polarisasi Ingroup-Outgroup

Sebagaimana telah dikemukakan sumber konflik antar-kelompok,

menurut Teori Identitas Sosial bukan memperebutkan sumber

(resources), melainkan berkenaan dengan identitas sosial kelompok.

Solusi yang ditawarkan adalah mencairkan polarisasi ingroup-

outgroup. Dalam hubungan ini, pendapat Hassan (1999) mengenai

modus kebersamaan -kita dan –kami dapat dijadikan jalan keluar

dalam upaya mencairkan gejala ingroup-outgroup. Semangat yang

sangat menonjolkan ke-kami-an dari kelompok tertentu akan

mengancam ke-kita-an. Kebiasaan memberikan apresiasi terhadap

kelompok lain yang membuat kelompok lain merasa dihargai

merupakan unsur perekat yang perlu dikembangkan dalam upaya

mengurangi konflik antar kelompok yang bertikai (Ancok, 2004).

Mengurangi Orientasi Dominan

Konflik antar-kelompok terjadi karena orientasi dominan dari para

pemimpin kelompok dan pelembagaan dominasi yang disahkan.

Oleh karenanya pendidikan di rumah dan di sekolah hendaknya

mencegah terbentuknya authoritarian personality (Adorno dkk.

1950) dengan cara antara lain, menerapkan pola asuh authoritative

(Baumarind, D. 1987). Demikian pula berbagai praktik diskriminatif

Page 37: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

yang melembaga dan didukung oleh ideologi hendaknya dihindari

dengan cara menganut ideologi terbuka.

Kontak Antar-Kelompok

Pada dasarnya prasangka dan konflik antar-kelompok terjadi karena

adanya sikap steriotipi terhadap kelompok luar yang negatif

(unfavourable streotypic outgroup attitudes). Sikap seperti itu ada

dan tersebar dalam berbagai macam ideologi sosial, serta

dipertahankan karena kurangnya akses terhadap informasi yang

dapat menyanggah anggapan-anggapan tersebut. Hal ini sering

terjadi karena kurangnya kontak antar-kelompok karena faktor

lingkungan, jarak yang jauh, dan terisolasi. Selain itu, kelompok

dapat terpisah karena perbedaan pendidikan, ekonomi, dan budaya,

atau kecemasan akan melakukan kontak dengan kelompok luar.

Contohnya adalah asumsi-asumsi prasangka mengenai orang

Indonesia bagian Timur, yakni dianggap sebagai orang-orang keras,

kasar dan pada umumnya berbahaya. Jarak yang sangat jauh dari

kota-kota besar di bagian Indonesia bagian Barat mengakibatkan

minimnya kontak dengan individu-individu tersebut. Selain itu

muncul asumsi prasangka yang hanya berdasarkan beberapa contoh

individu yang berasal dari Indonesia Timur. Asumsi tersebut turut

memperbesar rasa kecemasan pada individu di Barat untuk bertemu

dengan individu di Timur.

Menurut Hipotesi Kontak (Contact Hypothesis), kontak

yang tepat dapat mengurangi kecemasan antar-kelompok. Terdapat

beberapa kondisi yang perlu diperhatikan, yaitu kontak yang harus

berkesinambungan, dan melibatkan kerjasama antar-kelompok,

kontak terjadi berdasarkan kerangka-kerja dari lembaga dan institusi

Page 38: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

yang memang ditujukan untuk integrasi, dan kontak melibatkan

kelompok dari status sosial yang sama. Walaupun uji coba selama

ini menunjukkan hasil yang beragam, pada umumnya kontak yang

melibatkan kerjasama, tujuan bersama, status yang sama, dan

didukung oleh pihak berwenang dan norma, dapat mengubah sikap

antar-kelompok menjadi lebih positif.

Salah satu bentuk kontak antar-kelompok yang dapat

meminimalisasikan prasangka stereotipi adalah metode desegregasi:

The Jigsaw Classroom. Dua atau lebih kelompok anak dari etnis

yang berbeda disatukan dalam satu kelas. Mereka harus bekerja

sama untuk mempelajari materi pelajaran. Materi dibagi-bagikan

kepada masing-masing anak sedemikian rupa sehingga setiap murid

hanya mempelajari sebagian dari materi. Kemudian masing-masing

murid harus mengajarkan materi yang diberikan kepadanya ke

murid-murid lainnya. Sehingga setiap murid bergantung pada murid

lainnya. Dalam metode ini setiap anak memiliki tujuan yang sama,

dan mereka harus bekerjasama untuk mencapai tujuan tersebut.

Kesamaan

Prasangka muncul karena ketidaktahuan dan anggapan bahwa

terdapat perbedaan antara kelompok yang tidak akan pernah dapat

menjembatani. Kontak antar-kelompok dapat menunjukkan bahwa

ternyata terdapat kesamaan di antara kedua kelompok. Akan tetapi

ada beberapa masalah dengan pendekatan ini. Karena kelompok-

kelompok memang pada dasarnya berbeda, kontak justru dapat

mempertajam perbedaan yang ada. Anggapan bahwa pada dasarnya

”sama” memberikan harapan yang belum tentu terbukti. Selain itu,

Page 39: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

prasangka juga dipengaruhi oleh konflik tujuan dan adanya kategori

sosial.

Generalisasi

Metode lain dikemukakan oleh Wber dan Crocker (1983, dalam

Vaugh & Hogg, 2000). Menurut mereka, kontak antara individu

yang berbeda kelompok bertujuan untuk memperbaiki hubungan

antar-kelompok secara keseluruhan, tidak hanya antara individu

yang bertemu. Terdapat tiga model yang dapat menjelaskan

bagaimana ini dapat terjadi.

Pertama, bookeeping, mengumpulkan semua informasi positif

mengenai kelompok luar, sehingga secara perlahan-lahan akan dapat

memperbaiki stereotipi. Kedua, conversion, informasi yang sangat

berlawanan dengan steriotipi yang berlaku dapat mengubah sikap

secara tiba-tiba. Ketiga, subtyping, informasi yang tidak konsisten

dengan steriotipi dapat menghasilkan sub-stereotipi, sehingga

stereotipi menjadi lebih kompleks.

Beberapa metode kontak lainnya, mutual-differential model,

decategorisation model, dan extended contact effect. Gaertner dan

rekan (1996) menunjukkan bahwa apabila anggota kelompok yang

bertikai diminta untuk recategorise dirinya sebagai anggota dari

kelompok yang sama, maka sikap antar-kelompok akan membaik

dan perlahan menghilang. Walaupun terdapat kelemahan dalam

asumsi ini, penelitian menunjukkan bahwa metode multiculturalism,

di mana berbagai kelompok yang berbeda berada dalam satu

Page 40: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

kelompok kenegaraan yang satu, efektif dalam mengurangi konflik

antar-kelompok.

Berdasarkan penelitian Sherif (1966), adanya suatu tujuan

bersama yang membutuhkan kerjasama antar-kelompok yang

bertikai, dapat menghilangkan konflik di antara mereka. Tujuan

utama yang sangat efektif adalah resistensi terhadap ancaman musuh

dari luar. Hal ini dapat terlihat ketika terjadi perang, kelompok-

kelompok yang bertikai akan meninggalkan pertikaianya dan

bersatu melawan acaman dari luar. Akan tetapi, tujuan luhur

bersama tidak dapat mengurangi konflik antar-kelompok apabila

tujuan gagal tercapai, kecuali kegagalan dapat disalahkan terhadap

kelompok luar.

Pluralisme dan Keberagaman

Pada dasarnya suatu kelompok terdiri dari berbagai macam sub-

kelompok. Konflik muncul ketika sebagian, atau satu kelompok,

tertentu mendapatkan perhatian yang lebih, sehingga kelompok lain

merasa sebagai bawahan dari kelompok tersebut. Salah satu

hipotesis mengajukan bahwa kerjasama yang intensif dengan waktu

yang lama dapat mengaburkan perbedaan antar-kelompok. Namun

penelitian juga menunjukkan bahwa kelompok superordinate

dengan keunikan sub-kelompok yang positif (Hornsey & Hogg,

2000).

Komunikasi

Kelompok yang bertikai dapat memperbaiki hubungan dengan cara

mengkomunikasikan secara langsung masalah yang terjadi dan

upaya untuk menyelesaikannya. Dengan kata lain, kelompok yang

Page 41: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

bertikai dapat melakukan tawar-menawar, meditasi, arbitrasi, dan

konsiliasi.

Tawar-menawar

Negosiasi antar-kelompok biasanya dilakukan antar perwakilan dari

masing-masing kelompok. Misalnya, perwakilan demonstran

dengan perwakilan pemerintah. Penelitian menunjukkan bahwa,

ketika individu melakukan negosiasi sebagai wakil dari kelompok,

maka ia akan menawar lebih keras dan lebih sulit untuk mengalah

dibandingkan apabila ia hanya mewakili dirinya sendiri. Hal ini

menyulitkan proses negosiasi, cara yang lebih efektif adalah dengan

saling mengajukan konsesi.

Mediasi

Dalam situasi menghadapi jalan buntu (deadlock), pihak ketiga atau

mediator dapat menjadi solusi. Syaratnya mediator harus berada

dalam posisi yang kuat dan diterima oleh kedua kelompok yang

bertikai. Fungsi dari mediator adalah mengurangi emotional heat,

mengurangi persepsi yang keliru dan mendukung saling pengertian

dan mewujudkan rasa percaya, dapat mengajukan novel

compromise, membantu masing-masing pihak untuk ”mundur”

secara terhormat, memberikan tekanan terhadap masing-masing

kelompok, dan mengurangi konflik antar-kelompok.

Arbitrasi

Seringkali perbedaan antar-kelompok terlalu besar sehingga sulit

untuk mencapai kesamaan. Pada kondisi seperti ini dibutuhkan

pihak ketiga untuk memaksakan kondisi penyelesaian yang

Page 42: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

mengikat. Metode ini hanya dilakukan sebagai upaya terakhir

karena dapat berbalik arah apabila salah satu kelompok merasa

pihak ketiga tidak bersikap adil terhadap kelompoknya.

Konsiliasi

Ada kalanya komunikasi tidak mungkin dilakukan, karena besarnya

ketegangan dan rasa curiga antar-kelompok. Pada situasi seperti ini

perlu dilakukan konsiliasi. Salah satu metodenya adalah Graduated

and reciprocated initiatives intension reduction (GRIT) (Osgood,

1962). Pada tahap pertama, salah satu kelompok melakukan

tindakan kooperatif yang memberikan pernyataan mengenai sedikit

konsesi yang akan diberikan kepada pihak lawan, dan mengajak

lawan untuk melakukan hal yang sama. Pada tahap kedua, kelompok

yang membuat pernyataan melakukan tindakan kooperatif, sehingga

pihak lawan mendapat tekanan yang besar untuk melakukan hal

yang sama.

Propaganda dan Edukasi

Pesan-pesan propaganda, seperti spanduk pemerintah ”damai itu

indah”, mengacu pada standar moralitas yang absolut. Individu-

individu yang mengacu pada standar itu akan mengakui, selain itu,

dapat menekan bentuk diskriminasi yang lebih ekstrim karena

adanya penolakan sosial terhadap perilaku tersebut.

Berdasarkan premis bahwa ketidaktahuan dan rasa takut

sebagai sumber prasangka stereotipi, maka pendidikan yang

mempromosikan toleransi, dapat mengurangi sikap rasialis dan

prasangka. Pendidikan dapat berupa informasi mengenai berbagai

macam kelompok (mis: sejarah kelompok etnis minoritas), dan

Page 43: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

dampak dari diskriminasi pada individu. Masalah dari pendekatan

ini, ketika individu (mis: anak-anak sekolah) berada di luar

lingkungan belajar, berbagai macam bentuk diskriminasi kembali

muncul.

Masalah lain dari pendidikan yang hanya mengedepankan

informasi, adalah individu dapat dengan mudah menghindar atau

mengabaikan informasi tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa

pemberian materi akan lebih efektif apabila dilakukan dalam bentuk

terapi kelompok, dan dengan menggabungkan materi informasi

tersebut dengan menunjukkan terjadinya kesalahan berpikir

(cognitive inconsistencies) yang ada pada berbagai macam pola pikir

yang dilandasi stereotipi.

Bentuk ”pendidikan” yang dapat diterapkan adalah dengan

memberikan individu pengalaman menjadi ”korban” diskriminasi.

Pada umumnya, dengan mengajarkan kemampuan untuk berempati,

dan menilai seseorang sebagai individu yang kompleks, dan tidak

hanya secara stereotipi, dapat mengurangi bentuk kekerasan secara

fisik, verbal, atau secara tidak langsung melalui keputusan dan

institusi.

. LATIHAN

Setelah membaca materi kegiatan belajar 1 di atas dengan cermat, untuk memantapkan pemahaman anda, cobalah kerjakan latihan berikut. Anda dapat mengerjakannya berama-sama dengan teman-teman kelompok belajar sehingga Anda dapat saling bertukar pendapat.

Coba diskusikan dengan teman-teman Anda persamaan dan perbedaan pengetahuan dengan ilmu pengetahuan. Buatlah daftar persamaan dan perbedaan tersebut.Di sekitar Anda tentu banyak fakta, atau konsep yang secara turun-temurun dipercaya kebenarannya. Pilihlah satu saja, kemudian cobalah kaji, apakah fakta atau konsep tersebut merupakan hasil suatu kajian ilmiah atau pemikiran non-ilmah.

Petunjuk Jawaban Latihan

Baca kembali materi pembahasan tentang hakekat pengetahuan.Baca kembali materi pembahasan tentang hakekat ilmu pengetahuan

Page 44: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

Menggunakan kelompok yang sudah Anda identifikasi pada latihan kegiatan belajar 1, jelaskanlah gaya kepemimpinan apa yang ditunjukkan oleh pemimpin kelompok tersebut? Apa alasan Anda menyatakan pendapat itu?

Petunjuk Jawaban Latihan

Pelajari kembali dengan baik materi kegiatan belajar 4, terutama yang berkaitan dengan perilaku pemimpin

Menurut ahli psikologi sosial, kepemimpinan adalah suatu proses

yang merujuk pada adanya satu anggota kelompok (seorang pemimpin) yang

mempengaruhi anggota kelompok lainnya dalam mencapai suatu tujuan

bersama (Baron and Byren, 1997 :13). Dengan kata lain, seorang pemimpin

adalah anggota kelompok dengan pengaruh yang paling besar dalam

kelompok tersebut.

Pengertian tersebut didasarkan pada great person theory (toeri orang

hebat), yang berpendapat bahwa seorang pemimpin adalah yang memiliki

karakteristik paling hebat dalam semua hal dibanding yang dipimpin. Namun,

penelitan-penelitian kritis terhadap teori tersebut menunjukkan bahwa

hubungan antara kareakteristik atau sifat kepribadian pemimpin dengan

efektivitas kepemimpinan kecil. Hanya ketika dilakukan rangkuman terhadap

penelitian-penelitian serupa ditemukan bahwa pemimpin yang efektif

cenderung memiliki kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement),

RANGKUMAN

Page 45: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

kepercayaan diri (self-esteem), motivasi (motivation), orisinalitas

(originality), dan toleransi terhadap stres (stress tolerance) yang lebih tinggi

dibandingkan dengan pemimpin yang kurang efektif.

Sedangkan tentang gaya kepemimpinan, ada 2 macam gaya

kepemimpinan yaitu pemimpin kerja (task leader) dan pemimpin sosio-

emosinal (socio-emotional leader). Pemimpin kerja mengontribusikan ide-

ide, mencari dan memberikan informasi dan opini, mengoordinasi aktivitas

kelompok, memberikan ’energi’ kedalam kelompok, dan mengeveluasi

kinerja kelompok. Sementara, pemimpin sosio-emosional memberikan

pujian, memediasi konflik, mendorong partisipasi, dan juga memberikan

umpan balik terhadap kelompok dan proses kelompok.

Penelitian lain juga membagi perilaku pemimpin menjadi dua

dimensi. Dimensi pertama adalah initiating structure/production orientation,

yaitu pemimpin yang fokus pada penyelesaian tugas. Pemimpin akan

mengorganisasi kerja, mendorong bawahan untuk mengikuti peraturan,

menetapkan target, dan memperjelas perbedaan peran pemimpin dan

bawahan. Dimensi kedua adalah consideration/person orientation,

pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini lebih fokus pada menjalin

hubungan baik dengan bawahannya agar disukai. Mereka akan membantu

bawahannya, memberikan penjelasan kepada bawahan, dan meperhatikan

kesejahteraan bawahannya.

1. Perilaku pemimpin dalam organisasi militer, jika kita amati, cenderung ke arah:

TES FORMATIF 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

Page 46: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

A. task leaderB. person orientationC. production orientationD. socio-emotional leader

2. Pemimpin berikut yang lebih tepat menggambarkan pendekatan great person theory adalah:

A. Barrack ObamaB. Kaisar HirohitoC. Soesilo Bambang YudhoyonoD. Sultan Hasanal Bolkiah

3. Pada hakekatnya, seorang pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan lebih tinggi dibanding yang dipimpin dalam hal:

A. berorasiB. mempertahankan argumentasiC. melobi D. mempengaruhi

4. Pemimpin yang dalam memimpin lebih senang melakukan kompromi demi untuk menumbuhkan kehidupan kelompok yang harmonis, adalah pemimpin yang bergaya kepemimpinan:

A. task leaderB. person orientationC. production orientationD. socio-emotional leader

5. Pemimpin yang lebih cocok untuk situasi negara seperti Irak dan Afganistan adalah pemimpin:

A. task leaderB. production orientationC. karismatik D. transactional

Page 47: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.

Tingkat penguasaan =

Page 48: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

Kunci Jawaban Tes Formatif

Tes Formatif 11) A2) B3) D4) A5) B

Tes Formatif 21) A2) C3) D4) B5) D

Tes Formatif 31) C2) D3) C4) A5) D

Tes Formatif 41) C2) B3) D4) B5) C

Page 49: 08 Modul 7 - Hubungan Antar Kelompok

Daftar Pustaka

Allport, G.W. (1958). The nature of prejudice. New York: Addison Wesley.

Baron, R.A., & Byrne, D. (1997). Social psychology. Boston: Allyn and Bacon.

Hogg, M.A., & Vaughn, G.M. (2002). Social psychology. Harlow: Printice Hall.

Moskowitz, G.B. (2005). Social Cognition. New York: The Guilford Press.

Myers, D.G. (1999). Social psychology. Boston: McGraw – Hill.

Sarwono, S.W. (1996). Psikologi sosial. Individu dan teori-teori psikologi sosial. Jakarta: Balai Pustaka.