05. uas bu nuryani revisi

24
UJIAN AKHIR SEMESTER PENGEMBANGAN PROGRAM PENDIDIKAN IPA Oleh WAHONO WIDODO NIM : 0705815 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA 1

Upload: muhammad-soenarto

Post on 21-Jan-2016

39 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nur

TRANSCRIPT

Page 1: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

UJIAN AKHIR SEMESTER

PENGEMBANGAN PROGRAM PENDIDIKAN IPA

OlehWAHONO WIDODO

NIM : 0705815

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPASEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA2008

1

Page 2: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

JAWABAN:

1. Jawaban pertanyaan ini saya organisasikan menjadi tiga bagian: hakikat pendidikan IPA,

model-model kurikulum, serta model kurikulum yang sesuai dengan pendidikan IPA.

Sebagai subyek didik dalam kajian ini adalah siswa, sehingga pendidikan IPA dalam

kajian ini dapat dimaknai sebagai pembelajaran IPA untuk siswa sekolah.

a. Hakikat Pendidikan IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai “sarana untuk mengetahui” digunakan orang

untuk mengeksplorasi dan menjelaskan pengalamannya terhadap fenomena alam. IPA

merupakan bagian dari pencarian manusia untuk pemahaman dan kebijaksanaan, dan

merefleksikan kekaguman manusia terhadap dunia. Oleh karena itu, pembelajaran

IPA sebagai “sarana untuk mengetahui” dan “sarana untuk melakukan” dapat

membantu siswa mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap dunia

(QSCC, 1999). Sejalan dengan pernyataan tersebut, NRC (1996) menyatakan bahwa

inkuiri merupakan sentral pembelajaran IPA. Selanjutnya oleh NRC (1996)

dinyatakan, pada saat berinkuiri siswa mendeskripsikan benda-benda dan kejadian-

kejadian, menanyakan pertanyaan-pertanyaan, mengkonstruksi penjelasan, menguji

penjelasan tersebut, dan mengkomunikasikan ide-ide mereka dengan siswa lain.

Mereka mengidentifikasikan asumsi mereka, menggunakan pola-pola berpikir logis

dan kritis. Dengan cara ini siswa-siswa secara aktif mengembangkan pemahaman IPA

mereka dengan cara menggabungkan pengetahuan ilmiah dengan keterampilan

menalar dan berpikir.

Di dalam Standar Isi IPA untuk SMP/MTs (Permendiknas nomor 22 tahun

2006) dinyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara

mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat

menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar,

serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan

sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman

langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam

sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga

dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam

tentang alam sekitar. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sesuai

2

Page 3: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

dengan hakikat IPA sebagai proses penemuan, maka inkuiri menjadi sentral dalam

pembelajaran IPA.

Untuk menentukan model-model kurikulum yang sesuai, perlu pula dikaji

ranah hasil-hasil pokok pembelajaran IPA (key result learning area). Menurut QSCC

(1999) pembelajaran IPA didesain untuk membantu siswa-siswa menjadi pebelajar

sepanjang hayat (lifelong learner), yakni orang yang memiliki pengetahuan dengan

pemahaman mendalam, pemikir yang lengkap, kreatif, penyelidik aktif, komunikator

efektif, berpartisipasi dalam dunia yang saling berhubungan ini, serta pebelajar yang

mampu berpikir reflektif dan mampu mengarahkan dirinya sendiri. Sedangkan

prioritas untuk lintas matapelajaran meliputi literasi, kemampuan numerik, kecakapan

hidup (lifeskills), dan perspektif masa depan. Ditinjau dari sisi konten, menurut NRC

(1996) terdapat delapan kategori standar konten pembelajaran IPA, yakni

penggabungan konsep-konsep dan proses dalam IPA, IPA sebagai inkuiri, fisika,

biologi, ilmu kebumian dan antariksa, IPA dan teknologi, IPA dalam perspektif

personal dan sosial, sejarah dan hakikat IPA.

Ranah hasil-hasil pembelajaran IPA menurut QSCC dan NRC di atas sesuai

pula dengan tujuan pembelajaran IPA menurut Standar Isi (Permendiknas nomor 22

tahun 2006), dengan adanya tambahan bahwa mata pelajaran IPA digunakan pula

untuk meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya.

Berdasarkan uraian di atas dapat diinferensikan bahwa pembelajaran IPA

dikatakan berhasil jika pada siswa tumbuh kemampuan (kompetensi) penguasaan

konten IPA, melakukan inkuiri ilmiah dilandasi sikap ilmiah, dan kemampuan

berpartisipasi dalam kehidupan nyata. Hal ini membawa implikasi kurikulum harus

mampu mewadahi dan mewujudkan tujuan-tujuan ini di dalam pengembangan

kurikulum pendidikan IPA. Dengan meminjam kata-kata Wijaya (2004), model

kurikulum yang dipilih harus menekankan pada pengembangan kemampuan

melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar kinerja tertentu, sehingga

hasilnya dirasakan oleh siswa berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi

tertentu.

b. Model-model Kurikulum

Istilah kurikulum dapat dianggap sebagai sejumlah mata pelajaran, sebagai

pengalaman belajar, serta sebagai perencanaan program pembelajaran (Sanjaya,

2007). Dalam tulisan ini kurikulum lebih dimaknai sebagai perencanaan program

3

Page 4: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

pembelajaran, mengacu kepada Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional yang menyatakan,“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar”. Agar dapat menentukan

pilihan model kurikulum yang sesuai untuk mengembangkan pendidikan IPA sesuai

dengan hakikat pendidikan IPA, perlu ditelusuri dan diketengahkan secara ringkas

model-model kurikulum yang ada.

1. Model Kurikulum Subyek Akademik

Kurikulum subyek akademik, atau disebut juga kurikulum berbasis ilmu

menekankan pada isi atau materi kurikulum berupa ilmu dan pengetahuan yang

berasal atau diambil dari disiplin-disiplin ilmu (Ali, et al., 2007). Model

kurikulum ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau

pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan

dan melakukan proses penelitian ilmiah (McNeil, 1990 dalam Sanjaya, 2007).

Kurikulum yang dikembangkan dengan model ini mempersiapkan siswa untuk

memasuki dunia ilmu pengetahuan dengan kosep-konsep dasar dan metode-

metode melakukan pengamatan, menemukan hubungan, menganalisis data, dan

menarik kesimpulan. Model ini menginginkan pada akhirnya siswa berlaku seperti

ahli fisika, biologi, atau kimia yang mengembangkan ilmu pengetahuan, dan jika

mereka melanjutkan pendidikannya mereka akan menjadi spesialis di bidangnya

(McNeil, 1996).

Kelemahan model kurikulum subyek akademis menurut McNeil (1996) adalah

model ini gagal untuk memberikan perhatian yang memadai terhadap tujuan-

tujuan integratif. Siswa tidak mampu mengaitkan satu disiplin ilmu dengan yang

lain dan menemukan hubungan konten suatu disiplin ilmu dengan kehidupan

modern yang kompleks. Kelemahan kedua adalah pengaruh tendensi orang

dewasa tentang materi yang diajarkan terhadap anak, tanpa cukup memberikan

perhatian kepada minat dan latar belakang siswa.

2. Model Kurikulum Humanistik

Model kurikulum humanistik menekankan pengembangan kepribadian siswa

secara utuh dan seimbang, antara perkembangan segi intelektual, afektif, dan

psikomotorik. Kurikulum humanistik menekankan pengembangan potensi dan

kemampuan dengan memperhatikan minat siswa (Ali, et al., 2007). Tujuan

pendidikan menurut perspektif model ini dikaitkan dengan idealisasi pertumbuhan

4

Page 5: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

personal, integritas, dan otonomi (McNeil, 1996). Pembelajarannya berpusat pada

siswa (student centered atau student based teaching), siswa menjadi subyek dan

pusat kegiatan. Pembelajaran dari segi sosial, moral, dan afektif mendapat

perhatian utama dalam model kurikulum ini (Ali, et al., 2007).

3. Model Kurikulum Rekonstruksi Sosial

Model kurikulum ini menekankan pemecahan masalah-masalah sosial yang secara

nyata dihadapi di masyarakat. Menurut konsep kurikulum ini, pendidikan bukan

persiapan ke arah kehidupan, tetapi kehidupan itu sendiri (Ali, et al., 2007).

Menurut Sanjaya (2007), ada tiga kriteria yang harus diperhatikan dalam proses

mengimplementasikan model kurikulum ini, yakni siswa harus memfokuskan

salah satu aspek yang ada pada masyarakat yang diaggapnya perlu untuk diubah,

siswa harus melakukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi masyarakat itu,

dan tindakan siswa harus didasarkan kepada nilai (value) apakah tindakan itu

patut dilaksanakan atau tidak dan apakah memerlukan kerja individual atau

kelompok.

Kesulitan menerapkan model ini menurut McNeil (1996) adalah sulit

menerapkan rekonstruksi sosial di dalam sekolah negeri dengan aturan-aturan

politis dari pemegang kekuasaan, serta penerapan ini menjadi tidak bermakna

selama guru memandang pembelajaran sebagai transmisi mata pelajaran (dari

guru ke siswa) dan bukan transformasi sosial dan personal.

4. Model Kurikulum Teknologis

Model kurikulum ini juga menekankan isi kurikulum, tetapi isinya bukan

menunjukkan disiplin ilmu, tetapi berupa kompetensi atau kecakapan dan

keterampilan, dikenal pula sebagai kurikulum berbasis kompetensi (Ali, et al.,

2007). Menurut McNeil (1996) standar isi menjadi tujuan dan memberikan

prakiraan terhadap apa yang akan dipelajari siswa. Walaupun guru dan siswa

berinisiatif untuk melakukan proyek, memulai inkuiri, dan mengatur materi agar

relevan dengan kebutuhan lokal dan personal, tiap aktivitas tersebut dikaitkan dan

memenuhi standar isi. Standar kinerja dan benchmark dihadirkan untuk memandu

guru urutan pembelajaran dan memfokuskan keterampilan-keterampilan tertentu

dan fakta-fakta dalam pembelajaran. Standar kinerja digunakan guru dan siswa

untuk memprakirakan dan membuat kriteria dengan jelas yang akan digunakan

dalam menilai kinerja. Standar memungkinkan guru dan siswa mengenali

5

Page 6: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

kekuatannya dan mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan. Penerapan

hasil-hasil teknologi digunakan sebagai sarana meningkatkan efektifitas dan

efisiensi pencapaian standar dalam pembelajaran.

Anatomi model kurikulum ini antara lain: 1) tujuan berupa standar (yang

diurutkan berdasar umur, kelas, dan jenis sekolah), standar isi (apa yang harus

diketahui siswa), dan standar kinerja (apa yang harus dapat dilakukan siswa); 2) di

dalam subsistem kelas berupa tujuan instruksional dan benchmark, mastery

learning, pengajaran sistematis yang sesuai dengan siswa, dan asesmen (McNeil,

1996). Organisasi bahan pelajaran dalam kurikulum teknologis memiliki ciri-ciri:

pengorganisasian materi kurikulum berpatokan pada rumusan tujuan, materi

kurikulum disusun secara berjenjang, dan materi kurikulum disusun mulai dari

sederhana menuju kompleks, penyusunan program pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan sistem (Sanjaya, 2007).

c. Model Kurikulum yang sesuai dengan Pendidikan IPA

Dengan memperhatikan kajian di atas, menurut saya model kurikulum yang sesuai

dengan hakikat pendidikan IPA adalah model kurikulum teknologis dengan tetap

memperhatikan dan memanfaatkan kebaikan-kebaikan model kurikulum yang lain.

Alasan saya adalah sebagai berikut:

1. Model kurikulum subyek akademis terlalu menekankan pada isi atau materi

pelajaran pada disiplin ilmu yang menjadi matapelajaran, dalam hal ini IPA

menjadi terkotak-kotak pada matapelajaran fisika, biologi dan kimia. Dengan

model ini memang dapat dikembangkan pembelajaran IPA dengan inkuiri. Akan

tetapi, mencermati tujuan pembelajaran IPA di atas, tampak bahwa pembelajaran

IPA tidak diarahkan sekedar mempersiapkan siswa menjadi sesorang yang ahli

IPA, namun lebih dari itu juga diarahkan ke arah kesadaran adanya hubungan

IPA dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat, bahkan kesadaran terhadap

kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Pengembangan pendidikan IPA dengan model

kurikulum subyek akademis saja akan gagal untuk melayani berbagai tujuan

pendidikan IPA, dan pada kenyataannya pengembangan kurikulum dengan model

subyek akademis ini sudah mulai ditinggalkan, termasuk di Indonesia. Walaupun

demikian, beberapa kelebihan model ini dapat dimanfaatkan untuk model yang

saya pilih, misalnya dalam hal inkuiri, mengembangkan proses kognitif atau

pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan,

dan melakukan proses penelitian ilmiah.

6

Page 7: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

2. Model kurikulum humanistis memang bertujuan menjadikan siswa berkembang

menjadi pribadi yang utuh, dan pembelajaran diarahkan berpusat pada siswa.

Akan tetapi, penerapan model ini saja menurut saya akan membuat IPA menjadi

kabur, dan tidak ada jaminan bahwa pendekatan inkuiri sebagai hakikat IPA

dipilih menjadi pendekatan utama dalam pembelajaran (karena bisa saja menurut

model ini inkuiri dianggap tidak cocok bagi perkembangan pribadi dan sosial

siswa). Tujuan-tujuan pembelajaran IPA yang sesuai dengan hakikat IPA,

misalnya mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam,

konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari bisa-bisa “dikalahkan” dengan anggapan bahwa tujuan tersebut tidak

mendukung perkembangan siswa menjadi pribadi yang utuh.

3. Model kurikulum rekonstruksi sosial memang terlihat indah, namun menurut saya

sebenarnya sangat sulit untuk mengaplikasikan model ini dalam pembelajaran

IPA. Tantangan terbesarnya adalah bagaimanakah mendesain pembelajaran IPA

yang membawa perubahan sosial pada diri siswa dan masyarakat sekitar. Dengan

penerapan model ini menurut saya boleh jadi tidak ada yang diraih, baik dari sisi

IPA maupun dari sisi rekonstruksi sosial. Kepentingan-kepentingan sosial orang

tua, masyarakat, dan pemegang kekuasaan dapat ikut bermain, menjadikan

pembelajaran IPA menjadi sekedar “alat politik” bagi “rekonstruksi sosial” yang

dikehendaki Sebagai gambaran, menurut McNeil (1996), aplikasi model

kurikulum ini di wilayah tertentu Amerika Serikat tahun 1970-an justru

“ditunggangi” ajaran Neo-Marxist.

4. Model kurikulum teknologis didesain untuk melatihkan kompetensi dalam bentuk

“standar-standar”, dan tujuan-tujuan dalam pembelajaran IPA dapat dan telah

dinyatakan dalam bentuk standar-standar. Standar-standar ini, seperti telah

dijelaskan di atas, memandu pembelajaran dan asesmen. Jika standar kompetensi,

standar pembelajaran, dan standar asesmen telah dirumuskan sesuai dengan

hakikat pendidikan IPA, maka pengembangan kurikulumnya akan sesuai dengan

hakikat pendidikan IPA pula. Jadi, menurut saya, model kurikulum ini sesuai

dengan hakikat pendidikan IPA.

Model kurikulum teknologis jika diterapkan dalam pembelajaran IPA memang

terdengar menjadi “terlalu mekanis” dan kelihatannya melupakan sisi humanisme

dan tidak mendorong kreativitas dalam pembelajaran (pembelajaran selalu

diarahkan untuk menuju penguasaan kompetensi). Akan tetapi, menurut Kemp

(1994) pendekatan humanistik seperti pengenalan kebutuhan individual siswa,

7

Page 8: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

kemampuan awal siswa, dan pengembangan pribadi siswa juga mendapat

perhatian pada saat mengembangkan sistem pembelajaran dengan model

kurikulum ini. Karakteristik siswa dan kesiapan belajar siswa, serta berbagai

variasi gaya belajar siswa diperhatikan selama pengembangan kurikulum dengan

model ini. Lebih lanjut Kemp (1994) menyatakan bahwa dua guru yang

mengajarkan tujuan yang sama dapat menghasilkan desain pembelajaran yang

sangat berbeda, dan keduanya dapat menghasilkan pembelajaran yang

memuaskan. Proses pembelajaran bergantung pada interaksi dinamik antara siswa

guru dan siswa dengan media, dan berbagai aktivitas dapat dikembangkan untuk

memenuhi kebutuhan ini. Proses ini mendorong kreativitas guru, termasuk

kreativitas dalam mengantisipasi perluasan pengalaman belajar IPA.

2. Hubungan antara model kurikulum teknologis dengan upaya peningkatan mutu

pembelajaran IPA: upaya peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran IPA sesuai

hakikat pendidikan IPA dapat dilakukan dengan menerapkan model kurikulum

teknologis. Sebagian argumen saya sudah tersirat dalam jawaban nomor 1, argumen lebih

lanjut saya adalah sebagai berikut:

Acuan utama dalam pembelajaran IPA, jika menggunakan model kurikulum teknologis

adalah standar. Jika standar dirumuskan sesuai dengan hakikat pendidikan IPA, maka

pembelajaran IPA juga akan dipandu sesuai dengan hakikat pendidikan IPA. Sebagai

contoh, NRC (1996) merumuskan ada delapan kategori standar isi pembelajaran IPA,

yakni yakni penggabungan konsep-konsep dan proses dalam IPA, IPA sebagai inkuiri,

fisika, biologi, ilmu kebumian dan antariksa, IPA dan teknologi, IPA dalam perspektif

personal dan sosial, sejarah dan hakikat IPA. Uraian lebih lanjut pada delapan standar

tersebut menunjukkan bahwa standar tersebut dirancang sesuai dengan hakikat

pendidikan IPA.

Pembelajaran IPA dilakukan dengan memanfaatkan teknologi dalam rangka mencapai

standar. Pembelajaran IPA menurut model ini juga dipandu oleh standar, misalnya

standar pembelajaran IPA menurut NRC (1996) yang meliputi merencanakan program

pembelajaran IPA berbasis inkuiri, memandu dan memfasilitasi pembelajaran IPA,

melakukan asesmen berkelanjutan dalam pengajaran guru dan pembelajaran siswanya,

mendesain dan mengatur lingkungan belajar yang sesuai dengan kebutuhan belajar IPA

siswa, dan mengembangkan komunitas pebelajar IPA yang mencerminkan penguasaan

inkuiri dan sikap ilmiah serta nilai-nilai sosial. Penjabaran lebih lanjut standar-standar

tersebut menunjukkan perlunya penerapan berbagai teknologi (komputer, internet,

8

Page 9: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

multimedia, dan lain-lain) dalam pembelajaran IPA. Dengan pembelajaran IPA yang

dipandu standar dan dengam menerapkan berbagai keunggulan teknologi pembelajaran,

serta melakukan asesmen (yang juga dipandu standar) maka akan diperoleh peningkatan

mutu proses dan hasil pembelajaran IPA.

Tidak hanya dari sisi standar isi, pembelajaran, dan asesmen saja yang diperhatikan

bila menerapkan model kurikulum ini, namun juga guru yang melakukan proses belajar

mengajar IPA. Terdapat standar kompetensi guru IPA, dan bila kompetensi guru sesuai

standarnya, maka guru akan mampu merancang, melakukan, dan mengases pembelajaran

IPA sesuai dengan hakikat pembelajaran IPA (yang telah dirumuskan dalam standar),

sehingga mutu proses dan hasil pembelajaran IPA meningkat.

3. Contoh model pengembangan kurikulum yang saya kembangkan adalah kurikulum

matakuliah Fisika Dasar untuk mahasiswa S1 Pendidikan Tata Boga. Pengembangan

dilakukan dengan model Tyler (dalam Sanjaya, 2007; Hamalik, 2000), dengan

penambahan analisis kebutuhan sebelum perumusan tujuan.

KURIKULUM FISIKA DASARUNTUK PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TATA BOGA

a. Rasional

Pentingnya matakuliah Fisika Dasar bagi calon guru PKK (termasuk di dalamnya

Pendidikan Tata Boga) sesuai dengan pernyataan Paolucci (dalam Vaines, 1979),

bahwa fokus PKK adalah inter-dependensi dan inter-relasi antara fenomena dan

proses fisis dan sosial budaya yang mempengaruhi pengembangan manusia, serta

Chebotarev (1979) yang menyatakan bahwa pengetahuan dasar PKK adalah fisika,

biologi, ilmu pengetahuan sosial, dan seni. Sedangkan McElwe (1993) menekankan

pentingnya pemahaman sains sebagai bagian dari perkuliahan PKK.

Area teknologi boga menjadi salah satu bidang utama yang digeluti mahasiswa

S1 Pendidikan Tata Boga. Area ini memerlukan berbagai pemahaman dasar konsep,

prinsip, teori, cara kerja, serta sikap-sikap yang ada pada fisika. Sebagai contoh,

mahasiswa memerlukan keterampilan kerja ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk

memecahkan masalah-masalah di bidangnya. Mahasiswa juga memerlukan

pertumbuhan kemampuan mengembangkan bidangnya (dan dapat disumbang melalui

inkuiri oleh fisika). Selain itu, mahasiswa juga memerlukan pemahaman dan

keterampilan menangani berbagai sistem satuan di bidang boga dan berbagai konsep-

konsep dasar fisika yang mendasari bidang boga.

9

Page 10: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

Sebagai pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang menuju proses

kedewasaan, mahasiswa S1 Pendidikan Boga memerlukan berbagai latihan untuk

menjadi pebelajaran sepanjang hayat (mampu berpikir reflektif dan mampu

mengarahkan dirinya sendiri), komunikator efektif, berpartisipasi dalam dunia kerja

dan masyarakat, kemampuan literasi ilmiah, kemampuan numerik, kecakapan hidup

(lifeskills), dan keterampilan sosial.

b. Tujuan Matakuliah Fisika Dasar

Setelah mengikuti program perkuliahan Fisika Dasar ini, mahasiswa S1 Pendidikan

Tata Boga diharapkan memiliki kemampuan:

1) meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan

keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya

2) mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan

prinsip fisika yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,

khususnya dalam bidang teknologi boga

3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara fisika, lingkungan, teknologi, dan

masyarakat

4) melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan

bertindak ilmiah serta berkomunikasi

5) meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga, dan

melestarikan lingkungan serta sumber daya alam

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar matakuliah Fisika Dasar, sesuai dengan

tujuan di atas, ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1: Standar Kompetensi dan Kompetensi DasarPerkuliahan Fisika Dasar S1 Pendidikan Tata Boga

Standar Kompetensi Kompetensi dasar1. memahami aturan-aturan

penyelidikan ilmiah dalam pengembangan ilmu pengetahuan, menyadari bahwa fisika adalah hasil kerja keras manusia, dan menyadari bahwa penerapan fisika memiliki dampak terhadap masyarakat khususnya dalam teknologi boga.

1.1 menerapkan metode ilmiah dalam permasalahan fisika yang sesuai, termasuk mengkomunikasikan gagasan/hasil dengan efektif

1.2 mengevaluasi secara kritis penerapan fisika dalam kehidupan, khususnya dalam bidang boga

1.3 melakukan pengukuran sederhana dan mengidentifikasikan satuan yang sesuai, serta mengkonversi satuan dalam bidang boga

10

Page 11: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

Standar Kompetensi Kompetensi dasar2. memahami dan dapat

menerapkan teori dan model fisika yang menjelaskan benda-benda bergerak dan berinteraksi, dan perpindahan serta perubahan energi yang menyertainya pada teknologi boga, serta memahami alasan dan akibat penggunaan berbagai sumber energi dan merumuskan alternatif penggunaan sumber energi

2.1 melakukan pengukuran dan analisis kuantitatif yang melibatkan besaran dalam gerak

2.2 melakukan analisis kuantitatif berkaitan dengan hukum-hukum Newton tentang gerak

2.3 melakukan analisis kuantitatif berkaitan dengan suhu dan energi panas

2.4 menganalisis prinsip kerja berbagai alat produksi boga yang memanfaatkan prinsip perpindahan kalor

2.5 melakukan analisis kuantitatif berkaitan dengan rangkaian listrik, energi listrik, mengevaluasi penggunaan energi listrik dikaitkan dengan biaya dan dampak lingkungan serta upaya penghematannya

2.6 melakukan analisis berkaitan dengan sifat gelombang dan pemanfaatan gelombang elektromagnetik dalam teknologi boga

3. memahami bahwa berbagai bahan dapat dikelompokkan menurut sifat-sifatnya dan sifat-sifat tersebut dapat berubah, serta memahami bagaimana sifat-sifat fisika suatu bahan harus diperhatikan dalam rangka pemanfaatan bahan itu, khususnya dalam teknologi boga.

3.1 menyelidiki berbagai cara pengelompokan zat, menjelaskan sifat zat berdasarkan wujudnya, dan penerapannya dalam teknologi boga

3.2 melakukan pengukuran dan analisis kuantitatif tentang elastisitas bahan, serta penerapannya untuk uji produk dalam bidang boga

c. Pengalaman Belajar

Penentuan aktivitas yang dilakukan mahasiswa S1 Pendidikan tata Boga untuk

menumbuhkan kompetensi dalam matakuliah Fisika Dasar dilakukan dengan

memperhatikan hakikat pendidikan Fisika (IPA), teori pembelajaran, dan teknologi

pembelajaran. Hakikat pendidikan IPA yang berbasis inkuiri menjadi fokus utama

dalam penentuan pengalaman belajar. Teori konstruktivis menjadi acuan utama dalam

penentuan pengalaman belajar. Teknologi pembelajaran digunakan untuk mendukung

pengalaman belajar bermakna bagi mahasiswa. Berdasarkan hal ini, pengalaman

belajar mahasiswa adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa “ditantang” untuk memecahkan masalah. Permasalahan didapat dari

hasil diskusi dan/atau dengan bantuan dosen.

11

Page 12: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

2. Mahasiswa melakukan aktivitas pemecahan masalah baik secara individual

maupun secara kolaboratif (bergantung pada jenis masalahnya) dengan bantuan

dosen, dengan cara melakukan penyelidikan (hands on dan minds on activity).

Mahasiswa berinteraksi pula dengan sumber-sumber belajar (buku teks, internet,

CD simulasi virtual).

3. Mahasiswa melakukan diskusi dan mengkomunikasikan hasil pemecahan

masalahnya.

4. Mahasiswa mengklarifikasikan konsep dan prinsip yang diperoleh seiring dengan

aktivitas pemecahan masalah tersebut dengan bantuan dosen.

Keseluruhan pengalaman belajar untuk melatihkan kompetensi dalam matakuliah

Fisika Dasar ini memerlukan waktu setara dengan 2 sks.

d. Pengorganisasian Pengalaman Belajar

Pengorganisasian pengalaman belajar mahasiswa sesuai dengan kompetensi dasar

yang hendak dilatihkan kepada mahasiswa ditunjukkan dalam Tabel 2 (untuk contoh

ditampilkan satu kompetensi dasar saja).

Tabel 2: Pengorganisasian Pengalaman Belajar Kompetensi Dasar 2.3

Kompetensi Dasar

Pengalaman Belajar Sumber Belajar Waktu

2.3 melakukan analisis kuantitatif berkaitan dengan suhu dan energi panas

Mahasiswa secara berkelompok, tiap kelompok menemukan dan mendapatkan tugas penyelidikan untuk memecahkan masalah yang berbeda yang berkaitan dengan suhu dan panas. Masalah-masalah tersebut antara lain:1. Bagaimanakah membuat skala

suhu? Bagaimanakah hubungan skala suhu yang Anda buat dengan skala Celcius?

2. Adakah pengaruh besarnya api setelah air mendidih terhadap waktu yang dipergunakan untuk memasak telur dengan teknik merebus?

3. Dapatkah teknik memasak simmering dilakukan di Tibet?

4. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi melempemnya kerupuk?

Dalam memecahkan masalah tersebut, mahasiswa berinteraksi dengan teman, dosen, alat, dan sumber belajar. Mahasiswa mengkomunikasikan hasil

1. Widodo, W. (2003). Fisika Dasar untuk Teknik Industri Kerumahtanggaan. Surabaya: University Press.

2. Bueche, F.D., 1992. Teori Dan Soal-soal Fisika. Jakarta: Erlangga.

3. Halliday dan Resnick, 1989. Fisika. Jakarta: Erlangga.

4. CD multimedia interaktif: Suhu dan Kalor

5. Internet6. Alat dan bahan

untuk kegiatan

Total 8 x 50’(tatap muka 4 x 50’ dan terstruktur 4 x 50’)

12

Page 13: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

pemecahan masalahnya dalam bentuk tulisan dan presentasi, dosen membantu mengklarifikasi konsep yang didapat mahasiswa dan memberikan penguatan dan perluasan dalam bentuk analisis kuantitatif yang berkaitan dengan suhu dan kalor.

e. Evaluasi

1. Evaluasi dalam matakuliah Fisika Dasar dilakukan secara berkesinambungan,

bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar mahasiswa serta untuk

meningkatkan efektivitas kegiatan perkuliahan. Evaluasi didasarkan pada data

sahih dan andal dengan prinsip-prinsip: terpadu, terbuka, obyektif, adil,

menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan patokan, dan akuntabel,

dengan standar sebagai berikut:

a) Evaluasi harus konsisten dengan keputusan-keputusan selama perencanaan.

b) Kemampuan dan kesempatan untuk mempelajari Fisika Dasar harus dinilai.

c) Teknik pengumpulan data harus sesuai dengan keputusan yang akan diambil

berdasarkan data itu.

2. Berbagai teknik dan jenis alat pengumpulan data dimanfaatkan dalam evaluasi

perkuliahan Fisika Dasar. Teknik penilaian meliputi tes tertulis, penilaian kinerja,

penugasan individual maupun kelompok, dan penilaian diri.

3. Nilai matakuliah Fisika Dasar dinyatakan dalam skala 0 sampai dengan 100. Nilai

akhir disumbang oleh partisipasi (dengan bobot 0,2), tugas (dengan bobot 0,3),

ujian sub sumatif (dengan bobot 0,2), dan ujian sumatif (dengan bobot 0,3).

Mahasiswa dinyatakan lulus dalam perkuliahan Fisika Dasar jika memperoleh

nilai akhir paling sedikit 60.

LAMPIRAN:

Berikut ini adalah contoh pengembangan alat evaluasi yang sesuai dengan tujuan dan proses

pendidikan IPA untuk Fisika Dasar.

Kompetensi Dasar : 1.1 menerapkan metode ilmiah dalam permasalahan fisika yang sesuai,

termasuk mengkomunikasikan gagasan/hasil dengan efektif.

Indikator :

1. Merumuskan permasalahan

2. Merumuskan tujuan penyelidikan/penelitian

3. Menggunakan referensi dalam merencanakan penyelidikan/penelitian

4. Merancang prosedur penyelidikan/penelitian

13

Page 14: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

5. Memilih instrumen untuk memperoleh data

6. Mengumpulkan data

7. Mengolah data

8. Menyimpulkan

9. Mengkomunikasikan dalam bentuk tulisan dan lisan

Teknik penilaian yang digunakan: Penilaian Kinerja. Jenis instrumen: Lembar Observasi

Kinerja (dengan rating scale) dan Rubrik.

Lembar Observasi Unjuk Kerja

No Komponen Kerja Ilmiah yang Diamati SKOR0 1 2 3

1 Melakukan pengamatan (kualitatif dan kuantitatif)

2 Menggolongkan/Mengkelaskan3 Merumuskan Masalah4 Merumuskan Tujuan5 Merumuskan Hipotesis atau Membuat

Prediksi6 Merancang Penyelidikan/Penelitian7 Melakukan Penyelidikan/Penelitian 8 Mengolah Data9 Menyimpulkan10 Mengkomunikasikan

Rubrik:3 : dilakukan dengan benar sesuai kaidah kerja ilmiah2 : dilakukan, namun terdapat cara melakukan yang tidak sesuai dengan kaidah

kerja ilmiah1 : dilakukan, namun tidak sesuai dengan kaidah kerja ilmiah 0 : tidak dilakukanSkor maksimal hasil penilaian dengan lembar observasi di atas adalah 30. jika seorang siswa mendapatkan skor 24, maka nilainya adalah (24/30) x 100 = 80.

Produk dalam penilaian kinerja dengan indikator: mampu mengumpulkan data (salah satu

indikator dalam KD 1.1 Fisika Dasar) dinilai dalam bentuk rubrik. Sebagai penilai adalah

dosen dan diri mahasiswa sendiri.

Nilai Deskriptor

A Daftar hasil observasi terorganisasi menjadi data kualitatif (hasil pengamatan

dengan indera) dan kuantitatif (hasil pengamatan berbantuan alat ukur), hasil

pengamatan lengkap, hasil pengamatan bebas dari pendapat dan kesimpulan,

data hasil pengukuran disajikan dengan satuan yang sesuai.

B Pekerjaan tersebut sepertinya dapat diberi nilai A, namun ada satu unsur yang

tidak ada atau tidak lengkap.

14

Page 15: 05. UAS Bu Nuryani Revisi

C Ada dua unsur dari kriteria AB yang tidak ada atau tidak lengkap.

D Hasil observasi tidak akurat, tidak lengkap, tidak terorganisasi, mengandung

pendapat atau kesimpulan, satuan yang digunakan tidak benar.

Daftar Pustaka

Hamalik, Oemar. (2000). Model-model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Yayasan Al-Madani Terpadu.

Kemp, J.E., Morrison, G.R., Ross, S.M. (1994) Design Effective Instruction. New York: Merril, an imprint of Macmillan College Pub. Co..

National Research Council (NRC). (1996). National Science Education Standards. Washington: National Academy Press.

Menteri Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.

McElwee, P. (1993). The conceptual understanding of scientific principles in Home Economics. International Journal of Technology and Design Education, 3(3).

McNeil, J. (1996). Contemporary Curriculum, in Thought and Action. Indianapolis: John Wiley and Sons, Inc..

Pemerintah RI. (2003). Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Queensland School Curriculum Council (QSCC). (1999). Science Years 1 to 10 Syllabus. Queensland: Publishing Services, Education Queensland.

Sanjaya, W. (2007). Buku Materi Pokok: Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.

Vaines, E. (1979). Home economics: a unified field approach. Paris: Unesco.

Wijaya E.J. (2004). Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Jakarta: Intimedia Ciptanusantara.

Ali, M., Sukmadinata, N.S., Sudjana, D., & Rasyidin, W. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press.

15