04-makalah air undip
DESCRIPTION
Makalah air undip yang disampaikan dalam pengumpulan makalah air di undip pada tahun terbaruTRANSCRIPT
PENGELOLAAN AIR DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN
Forita Dyah AriantiPeneliti pada Balai Pengkajian Teknologi pertanian Jawa Tengah
Email : [email protected]
Air dalam petanian merupakan kebutuhan pokok, terutama dalam budidaya padi atau persawahan. Tanpa air, petani tak mungkin bercocok tanam. Jadi, air adalah faktor kunci untuk pertanian dan suplai pangan yang berkelanjutan. Selama ini kebutuhan air untuk pertanian bersaing dengan kebutuhan yang lain seperti untuk kebutuhan rumah tangga dan industri. Disisi lain ketersediaan atau sumber dari air itu sendiri semakin berkurang karena adanya pendangkalan waduk ,durasi curah hujan semakin pendek akibat perubahan iklim, penggundulan hutan dan lain-lain sehingga semakin hari jumlah air yang dipasok untuk pertanian semakin berkurang. Tulisan ini merupakan gagasan yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang perlunya pengelolaan air dalam mendukung pertanian berkelanjutan. Metode Penulisan karya tulis ini dilakukan melalui penulusuran dan studi pustaka. Pengelolaan air pada lahan sawah merupakan upaya untuk menekan kehilangan air dipetakan sawah guna mempertahankan atau meningkatkan hasil gabah persatuan luas dan volume air. Pemberian air pada padi sawah dalam jaringan irigasi, dapat dilakukan melalui 3 sistem, yaitu : sistem irigasi terus menerus, sistem irigasi rotasi, dan sistem irigasi berselang. Pemilihan teknologi pengelolaan air didasarkan kepada jenis tanaman, musim tanam, dan ketersediaan airnya. Pengelolaan air yang baik dapat mendukung pengaturan pola tanam dan waktu tanam yang sesuai. Hal ini dengan sendirinya dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) tiap musim tanam sehingga produksi pertanian pertahun meningkat.
Kata Kunci : Pengelolaan air, pertanian, berkelanjutan
PENDAHULUAN
Air merupakan salah satu input pertanian yang sangat penting. Sumber air permukaan
sampai saat ini menjadi andalan untuk penyediaan air irigasi. Namun tidak semua daerah
yang memiliki lahan pertanian dapat dilayani dengan irigasi teknis yang bersumber dari air
permukaan tersebut. Beberapa wilayah di Indonesia masih mengandalkan air hujan untuk
usaha pertanian seperti pada sawah tadah hujan. Produktifitas sektor tersebut bergantung pada
keberadaan air hujan sebagai input pertanian. Sawah tadah hujan mampu memiliki potensi
untuk menggantikan sawah beririgasi teknis yang berubah fungsi tata guna lahannya seiring
dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi. Potensi tersebut harus dikembangkan dalam
mendukung ketahanan pangan nasional.
Air memiliki multifungsi yang dapat menentukan kehidupan, selain memiliki fungsi
ekonomi, juga berperan sebagai fungsi sosial dan lingkungan. Khusus di bidang pertanian, air
memiliki peran yang penting, karena tanpa air hampir dipastikan kegiatan pertanian akan
sangat menurun atau tidak meghasilkan. Pada saat ini masih banyak aktifitas pertanian
masyarakat yang pemenuhan kebutuhan airnya masih bergantung pada siklus alam,
sedangkan kini dengan adanya berbagai anomali iklim (pemanasan global, El Nino) siklus
tersebut sudah tidak beraturan, yang berdampak pada produktivitas pertanian. Disisi lain
ketersediaan atau sumber dari air itu sendiri semakin berkurang karena adanya pendangkalan
waduk ,durasi curah hujan semakin pendek akibat perubahan iklim, penggundulan hutan dan
lain-lain sehingga semakin hari jumlah air yang dipasok untuk pertanian semakin berkurang
sebagai akibatnya produktivitas menurun.
Krisis dan kelangkaan air yang terjadi baik secara kualitas maupun kuantitas di
Indonesia menyebabkan terjadinya perubahan cara pandang terhadap air. Di masa
mendatang pengelolaan sumberdaya air tidak bisa dipandang hanya dari aspek kuantitas dan
kualitas saja, tetapi harus ditangani secara terintegrasi, komprehensif dan indepedency. Untuk
itu diperlukan reformasi pengelolaan sumberdaya air, yaitu pendekatan pengelolaan
sumberdaya air yang berwawasan lingkungan, mengakomodir perubahan peran pemerintah
sebagai fasilitator bukan penyedia (provider), desentralisasi kewenangan pengelolaan dan
pengembangan, mengakui HAM atas aksesbilitas air, demokrasi artinya semua stakeholder
mempunyai hak dan kewajiban yang sama, dan selaras isu global yang tertuang dalam
Deklarasi Den Haag (Soenarno, 2004). Reformasi pengelolaan air di Indonesia, harus dilihat
dalam dua aspek, yaitu service manajement dan resources management. Service management
mengacu pada penyediaan infrastruktur seperti jaringan pipa distribusi, fasilitas pengolahan
air dan sumber pasokan air, sedangkan resources management mengacu pada pengalokasikan
air antara sektor pertanian, industri, rumah tangga dan lain sebagainya (Sutrisno, N dan
Psandaran, E. 2014).
Tulisan ini merupakan gagasan yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
perlunya pengelolaan air dalam mendukung pertanian berkelanjutan.
PENGELOLAAN AIR DI LAHAN SAWAH
Keberlanjutan penyediaan air dengan kualitas yang terjamin merupakan faktor
penting dalam upaya meingkatkan produktivitas dan produksi pertanian berkualitas baik dan
aman bagi petani dan konsumen. Air yang digunakan haruslah air yang tidak terkontaminasi
dan bebas dari perncemaran bahan/logam ataupun bahan kimia berbahaya terutama logam
berat seperti Cadmium (Cd), Arsenic (As), Mercury (Fe) dan lainnya. Air irigasi juga tidak
boleh tercemar oleh limbah rumah tangga dan limbah pabrik. Untuk langkah awal perlu
diteliti seberapa jauh hubungan antara kandungan bahan berbahaya seperti logam berat pada
produk pangan dengan kandugan bahan berbahaya dalam tanah. Air haruslah dimanfaatkan
secara efisien sesuai dengan kebutuhan tanaman . Untuk menjaga daya serap dan menahan air
di tanah, maka kadar bahan organik tanah harus dijaga dan ditingkatkan. Seperti halnya pada
tanaman padi faktor-faktor yang menentukan kebutuhan air adalah ; a) Macam tanah (struktur,
tekstur, tingkat kesuburan); b) Iklim (basah atau kering); c) Jenis padi (VUB, VUTB dan Hibrida); d)
Umur tanaman dan e) Kesuburan tanah.
Menurut Faisal dan Haryono (2014), dalam hal pemanfaatan sumber daya air ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a) Maksimalkan penyerapan air permukaan, dan hindari pengaliran air yang berlebihan
kedalam lahan usaha pertanian.
b) Kelola air tanah dengan baik dan pelihara tinggi muka air tanah pada tingkat aman
dan hindari draenasi air tanah berlebihan.
c) Kembangkan teknik menjaga keseimbangan dalam pola tanam yang baik,
d) Hindari penggunaan air irigasi berlebihan dan kehilangan air irigasi berlebihan,
e) Hindari kontaminasi sumber daya air dan air irigasi, dan jangan mencemari air irigasi
dengan bahan berbahaya dan limbah rumah tangga,
f) Jaga tingkat kestabilan permukaan air tanag dalam lahan pertanian yang diusahakan
dengan baik,
g) Pelihara dan tingkatkan kandungan bahan organik pada lahan usaha.
Fungsi air sebagai faktor produksi pada tanaman padi, bermanfaat untuk : a)
memelihara struktur tanah yang telah diperoleh selama pengolahan tanah; b) untuk
menghambat dan menekan pertumbuhan rerumputan (gulma); c) untuk mengatur tinggi
rendahnya suhu dalam tanah dan d) menetralkan/mencuci unsur-unsur yang bisa meracuni
tanaman.
Pemberian air pada padi sawah dalam jaringan irigasi, dapat dilakukan melalui 3
sistem, yaitu : sistem irigasi terus menerus, sistem irigasi rotasi, dan sistem irigasi berselang.
Pada umumnya jaringan irigasi yang ada di Indonesia, menerapkan sistem irigasi terus
menerus (continous flow).
a. Sistem irigasi terus menerus (continuous flow) dilakukan dengan memberikan air
kepada tanaman dan dibiarkan tergenang mulai beberapa hari setelah tanam hingga
beberapa hari menjelang panen. Sistem ini digunakan, dengan mempertimbangkan :
penerimaan respon yang baik pada waktu dilakukan pemupukan, menekan
pertumbuhan gulma, dan menghemat tenaga untuk pengolahan tanah. Kebanyakan
petani di Indonesia menerapkan sistem pengairan ini. Namun demikian sistem irigasi
secara terus menerus selain tidak efisien, cara ini juga berpotensi : (1) dapat
mengurangi efisiensi serapan hara nitrogen, (2) meningkatkan emisi gas metan ke
atmosfer, (3) dan menaikkan rembesan yang menyebabkan makin banyak air irigasi
yang dibutuhkan.
b. Irigasi bergilir (rotational irrigation) merupakan teknik irigasi dimana pemberian air
dilakukan pada suatu luasan tertentu untuk periode tertentu, sehingga areal tersebut
menyimpan air yang dapat digunakan hingga periode irigasi berikutnya dilakukan.
c. Pengairan berselang (intermittent irrigation) adalah pengaturan kondisi lahan dalam
kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Kondisi seperti itu ditujukan antara
lain untuk :
Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas
Memberi kesempatan pada akar tanaman untuk mendapatkan udara sehingga
dapat berkembang lebih dalam
Mengurangi timbulnya keracunan besi
Mengurangi penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat
perkembangan akar
Mengaktifkan jasad renik mikroba yang menghambat
Mengurangi kerebahan
Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan
gabah)
Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen
Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah)
Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaranhama
wereng coklat dan penggerek batang, dan mengurangi kerusakan tanaman padi
karena hama tikus
Dari ketiga sistem di atas, sistem irigasi berselang merupakan sistem yang dapat
diandalkan. Hal tersebut, sesuai dengan pendapat Khrisnasamyet al., (2003) dalam Las
(2007), irigasi berselang dapat meningkatkan hasil padi sebesar 7%, dibanding hasil pada
lahan yang digenangi terus menerus, sementara hasil padi dengan irigasi bergilir meningkat
2%. Kebutuhan air irigasi untuk sistem penggenangan terus-menerus mencapai 725 mm,
sedangkan untuk irigasi bergilir dan berselang masing-masing 659 mm dan 563 mm. Lebih
lanjut Khrisnasamy et al.,(2003) menyatakan bahwa, produktifitas lahan pada irigasi
berselang lebih tinggi 6,73 % dibandingkan penggenangan, dan dengan sistem tersebut
penggunaan air irigasi dapat dihemat hingga 21 % lebih tinggi dari sistem penggenangan.
Efisiensi irigasi dengan sistem irigasi berselang mencapai 77%, lebih tinggi dibanding pada
sistem penggenangan terus menerus (52%) dan sistem irigasi bergilir (68%). Pemilihan
teknologi pengelolaan air didasarkan kepada jenis tanaman, musim tanam, dan ketersediaan
airnya. Pengelolaan air yang baik dapat mendukung pengaturan pola tanam dan waktu tanam
yang sesuai. Hal ini dengan sendirinya dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) tiap
musim tanam sehingga produksi pertanian pertahun meningkat.
Pada waktu yang akan datang, produk pertanian akan dipengaruhi oleh gejolak
pasokan air yang menyebabkan terjadinya kekeringan dan banjir yang merupakan ancaman
terus menerus bagi usahatani akibat anomali dan ketidakpastian iklim serta degradasi lahan
yang semakin luas. Sehubungan dengan itu , cara pandang terhadap air harus berbeda dan
harus dilakukan perubahan khususnya dalam rangka mendukung pertaniaan berkelanjutan.
Atas pertimbangan akan terjadinya kekeringan dan banjir di masa-masa mendatang,
maka dalam penggunaan air irigasi ada hal –hal yang dapat dilakukan secara efesien dan
efektif sesuai dengan volume air yang ada, yaitu :
a. Pemeliharaan bendungan, saluran primer, sekunder dan tertier. Dengan pemeliharaan
bendungan dan saluran tersebut maka air yang ada benar-benar dapat dialirkan ke
persawahan para petani yang menanam padi. Dalam pemeliharaan saluran sekunder
dan tertier pada irigasi setengah teknis tentunya peran serta dan partisipasi
masyarakat/petani setempat sangat dibutuhkan baik dari segi tenaga maupun iuran
pembiayaan pemeliharaan saluran tersebut. Karena jika tidak dipelihara dengan baik
saluran sekunder dan tertier maka air yang ada sebagian akan terbuang akibat
perembesan air di saluran yang rusak.
b. Pemasukan air ke sawah sesuai kebutuhan. Air yang dialirkan ke persawahan para
petani harus disesuaikan debitnya sesuai kebutuhan padi yang sedang ditanam. Pada
saat air dibutuhkan padi misalnya pada persemaian dan pertumbuhan, sedangkan pada
saat musim hujan dan pengeringan butir malai maka debit air yang dimasukkan ke
sawah dikurangi/dibatasi,
c. Pengolahan tanah. Pada saat pengolahan tanah ada masa pelapukan/pengeringan tanah
maka saat itu pemasukan air ke sawah diberhentikan sehingga air dapat digunakan ke
lahan sawah lainnya yang dibutuhkan petani.
Pada prinsipnya para petani padi di lapangan disarankan dalam pengelolaan air yang
berhubungan dengan perubahan iklim harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut ; a)
bila iklim terjadi ekstrim kering maka usahakan menggunakan air irigasi sehemat mungkin
yaitu pada saat vegetatif pertumbuhan padi air disalurkan secara teratur sehingga air tidak
terbuang percuma, b) bila iklim terjadi ekstrim basah yaitu hujan berkepanjangan maka
saluran air dalam petakan sawah harus di kontrol setiap saat supaya air jangan berlebihan di
dalam petakan sawah yang dapat meningkatkan serangan hama penyakit yang terjadi. Dalam
hal ini para petani di lapangan harus lebih berhati-hati dan lebih bekerja keras dengan
terjadinya perubahan iklim.
PERTANIAN BERKELANJUTAN
Upaya peningkatan produksi dalam rangka pencapaian kedaulatan pangan dihadapkan
kepada kemerosotan dukungan sumber daya bagi produksi pertanian seperti tanah, air
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, teknologi, kelembagaan dan lainnya. Untuk
itu dukungan ketersediaan sumber daya ini harus dikembalikan agar pelaksanaan
pembangunan pertaian selanjutnya dapat berjalan sebagaima mestinya. Peningkatan produksi
pertanian dilakukan melalui perluasan lahan usaha dan atau peningkatan produktivitas. Untuk
itu upaya untuk mengembalikan dan memperkuat lahan, ketersediaan air bagi usaha pertanian
dan memperkuat peningkatan produktivitas harus menjadi langkah awal. Disamping itu
diperlukan kebijakan terpadu pada banyak aspek dan dilaksanakan secara konsisten yang
mencakup : a) perlindungan lahan sawah produktif; b) penataan pemilikan lahan; c) perluasan
lahan pertanian/sawah; d) penyediaan infrastruktur; e) rehabilitasi lahan dan irigasi; f)
peningkatan nilai ekonomi usahatani; g) pengendalian laju penduduk dan distribusinya dan
h) semi intensif (Rachmat, M. 2014).
Lahan sawah irigasi di Indonesia memberikan kontribusi lebih dari 95% produksi
beras nasional dan tersebar pada type iklim, jenis tanah dan kesuburan tanah serta ketinggian
tempat yang beragam (Dudal dan Soepartohardjo 1957; Nugraha 2001; Sembiring 2007).
Menurut Sembiring (2007), peningkatan produktivitas memberikan kontribusi sekitar 56,1%
terhadap peningkatan produksi. Dilain pihak pada sawah irigasi tersebut juga terjadi
perubahan alih fungsi lahan. Pada kondisi yang demikian maka perlu dikembangkan sumber
pertumbuhan baru untuk budidaya tanaman padi.
Tabel 1. Perkembangan Luas Sawah di Jawa, Tahun 2005 – 2010 (ribu Ha)
Tipe Lahan Sawah 2005 2010 Growth % per Tahun
Irigasi 2.483,9 2.684,6 1,6
Jawa Barat 748,3 674 -2
Banten 116,7 156,9 6,9
Jawa Tengah 704,3 902,3 5,6
Yogyakarta 47,9 40,9 -2,9
Jawa Timur 866,7 910,5 1
Tadah Hujan 791,8 758,8 -0,8
Jawa Barat 177,6 251,6 8,3
Banten 79,5 34,1 -11,4
Jawa Tengah 291,6 199,5 -6,3
Yogyakarta 9,3 31 46,7
Jawa Timur 233,8 242,3 0,7
Sumber : BPS, Satistik Indonesia
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa lahan sawah irigasi secara umum selama
kurun waktu 2005 – 2010 mengalami peningkatan sebesar 1,6 % per tahun , meskipun di
Jawa barat dan Yogyakarta menurun 2 – 3 % per tahun. Pertumbuhan lahan sawah irigasi di
Jawa Tengah dan Banten yang relatif tinggi (5,6 % / tahun dan 6,9 % /tahun) dipertanyakan
banyak pihak. Kondisi Sebaliknya terjadi untuk lahan sawah tadah hujan yang selama
periode yang sama mengalami penurunan sebesar 0,8 % per tahun. Penurunan Lahan sawah
tadah hujan tertinggi terjadi di Banten yang mencapai 11,4 % per tahun, sementara di Jawa
Tengah turun sekitar 6,3 % per tahun. Pertumbuhan lahan sawah tadah hujan di DI
Yogyakarta yang mencapai 46,7% juga memicu pertanyaan sejumlah pihak.
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini dan memperhatikan perkembangan global
yang dihadapinya, pembangunan petanian dimasa mendatang tidak dapat hanya
mengandalkan pada kebijakan dan program pembangunan yang pernah dilakukan. Dengan
didasarkan kepada potensi keragaman sumberdaya spesifik lokasi yang dimiliki maka
pembangunan pertanian kedepan harus dirubah dari pengembangan berbasis komoditi
menjadi pendekatan pembangunan wilayah dengan mengutamakan keunggulan potensi
wilayah sehingga akan berbasis polikultur komoditi pertanian.
Pembangunan pertanian kedepan juga dihadapkan kepada tuntutan pembangunan
yang menganut kaidah keberlanjutan atau membangun pertanian yang tidak merusak.
Menurut Rachmat,M (2014), pertanian berkelanjutan adalah usaha pertanian yang
menggabungkan secara integral antara usaha produksi dengan tindakan pelestarian
lingkungan, sumberdaya alam pertanian berkelanjutan. Dalam pola ini kegiatan pemanfaatan
sumberdaya lahan untuk kegiatan produksi secara produktif dibarengi oleh tindakan-tindakan
pelestarian sumber daya lahan pertanian dan penyehatan tanah serta sumberdaya air.
Pertanian berkelanjutan merupakan pertanian yang sangat bermanfaat dan sebagai suatu
bidang bergantungnya kelangsungan hidup makhluk hidup. Pertanian berkelanjutan yang
dilaksanakan selalu memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan tidak
dapat diperbaharui dengan visi misi memperkecil akibat buruk yang ditimbulkan bagi
makhluk hidup dan lingkungan serta memperbesar efek baik bagi kehidupan dan lingkungan.
Peran teknologi dalam pertanian berkelanjutan sangat penting karena teknologi bersifat
memperingan pekerjaan manusia. Teknologi dapat berupa mesin (traktor, mesin pengemas,
mesin pembersih sayuran maupun buah, dan mesin untuk menghasilkan produk secara instan
untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Keunggulan terkait dengan pertanian berkelanjutan
adalah: mempersingkat waktu dalam menyelesaikan pekerjaan, sehinga hasilnya cepat
dirasakan masyarakat, mempermudah pekerjaan, dan menghemat energi/tenaga.
Demi terujudnya pertanian berkelanjutan selain revitalisasi lahan, satu dari tujuh
gema revitalisasi pertanian guna mendukung empat target sukses pembangunan pertanian
yaitu revitalisasi infrastruktur dan sarana. Kalau revitalisasi lahan, antara lain diwujudkan
melalui program verifikasi, audit lahan, serta usaha pencetakan sawah dan lahan peertanian
baru. Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana, diwujudkan antara lain melalui program
perbaikan irigasi desa dan jalan usaha tani serta pengembangan pupuk organik dan
rasionalisasi pupuk an organik (Siswono, 2013).
PENUTUP
Air memiliki multifungsi yang dapat menentukan kehidupan, selain memiliki fungsi
ekonomi, juga berperan sebagai fungsi sosial dan lingkungan hidup. Sebagai fungsi ekonomi
air merupakan elemen utama bagi kegiatan produksi, baik di sektor pertanian maupun sektor
manufaktur. Tanpa air, maka sektor-sektor tersebut tidak akan berjalan dengan baik atau
bahkan tidak dapat berproduksi.
Seiring dengan jumlah penduduk yang semakin tinggi kebutuhan air semakin
bertambah untuk kebutuhan manusia. Untuk itu penghematan air harus dilakukan sedini
mungkin demi terjaganya ketersediaan air. Begitu pula di pertanian yang membutuhkan air
relatif tinggi. Pemberian air pada padi sawah dalam jaringan irigasi, dapat dilakukan melalui
3 sistem, yaitu : sistem irigasi terus menerus, sistem irigasi rotasi, dan sistem irigasi
berselang. Pemilihan teknologi pengelolaan air didasarkan kepada jenis tanaman, musim
tanam, dan ketersediaan airnya. Pengelolaan air yang baik dapat mendukung pengaturan pola
tanam dan waktu tanam yang sesuai. Hal ini dengan sendirinya dapat meningkatkan indeks
pertanaman (IP) tiap musim tanam sehingga produksi pertanian pertahun meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Dudal, R. And M. Soepraptohardjo. 1957. Soil Classifi Cation In Indonesia. Cotr. Cen. Agr. Res Sta. No. 148. Bogor, Indonesia.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2007. Rencana Operasional Peningkatan Tambahan Produksi Beras 2 Juta Ton Tahun 2007. Makalah disampaikan pada Inovasi teknologi padi dan pendampingan P2BN di Balai Besar Padi Sukamandi, 7-8 Maret 2007.
Faizal K dan haryono, 2014. Praktek Pertanian Yang Baik Sebagai : Implementasi Politik Pertanian Indonesia. Dalam Buku Reformasi Kebijakan Menuju Trasnformasi Pembangunan Pertanian. IAARD Press. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. ISBN: 978-602-344-018-4. IAARD Press, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Las, I dan Tim, 2008. Sumber Daya Lahan dan Iklim mendukung Sawa Sembada Beras Lestari.Memiograf, BBSDLP, Bogor..
Nugraha, U.S. 2001. Review Legislasi Kebijakan Dan Kelembagaan Pembangunan Perbenihan. Makalah Seminar Dan Peluncuran Buku Restrospeksi Perjalanan Industri Benih Di Indonesia, 22 Mei 2001.
Rachmat, M. 2014. Reposisi Perencanaan Pembangunan Pertanian. Dalam Buku Reformasi Kebijakan Menuju Trasnformasi Pembangunan Pertanian. IAARD Press. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. ISBN: 978-602-344-018-4. IAARD Press, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Rejekiningrum, P.2011. Pengembangan Model Alokasi Air untuk Mendukung Optimal WatersHaring, Kasus DAS Citatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor
Sembiring, H. 2007. Kebijakan Penelitian Dan Rangkuman Hasil Penelitian Bb Padi Dalam Mendukung Peningkatan Produksi Beras Nasional. Makalah Disampaikan Pada Lokakarya Padi Tanam Sebatang. Bptpsumatera Barat.
Soenarno, 2004.. http://www1.pu.go.id/uplouds/berita/ppww161004cm.htm
Suswono, 2013. “Kebijakan Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi
Mendukung Ketahanan Pangan Berkelanjutan“. Makalah disampaikan Pada Seminar
Nasional Pekan Pertanian Spesifik Lokasi II.Kendari, 21 November 2013.
Sutrisno, N dan Pasandaran, E. 2014. Reformasi Kebijakan PengelolaanAir dalam mendukung Ketahanan Pangan. Dalam Buku Reformasi Kebijakan Menuju Trasnformasi Pembangunan Pertanian. IAARD Press. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. ISBN: 978-602-344-018-4. IAARD Press, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.