03. bab_2

23
7 BAB. II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Hakikat Pembelajaran Pembelajaran berasal dari kata belajar yang bermakna suatu proses yang ditandai dengan adanya suatu perubahan dengan menggunakan segala potensi pada diri individu yang bersangkutan. Dalam belajar terdapat usaha-usaha terencana dari sumber belajar agar terjadi proses belajar dengan dan tanpa kehadiran guru. Surya (1981: 32) menyatakan bahwa belajar adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksinya dengan lingkungan. Sukmadinata (2004: 149) menyatakan bahwa melalui proses belajar tersebut terjadi perubahan dan kemajuan baik aspek fisik-motorik, intelek, sosial emosi maupun sikap dan nilai. Dengan demikian ciri utama pembelajaran adalah adanya interaksi yang terjadi antara peserta didik dengan lingkungan belajarnya, baik dengan guru, teman, media atau fasilitas pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran merupakan proses komunikatif-interaktif antara guru dan siswa dengan didukung keberadaaan sarana prasarana, dan prosedur dalam mencapai tujuan pembelajaran. Keluaran pembelajaran adalah adanyaperubahan sebagai hasil belajar yang dapat ditunjukkan melalui perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai.

Upload: hari-krismanto

Post on 31-Jul-2015

25 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: 03. bab_2

7

BAB. II

LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran berasal dari kata belajar yang bermakna suatu proses yang

ditandai dengan adanya suatu perubahan dengan menggunakan segala potensi

pada diri individu yang bersangkutan. Dalam belajar terdapat usaha-usaha

terencana dari sumber belajar agar terjadi proses belajar dengan dan tanpa

kehadiran guru.

Surya (1981: 32) menyatakan bahwa belajar adalah suatu usaha untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru sebagai hasil pengalaman

individu dalam interaksinya dengan lingkungan. Sukmadinata (2004: 149)

menyatakan bahwa melalui proses belajar tersebut terjadi perubahan dan

kemajuan baik aspek fisik-motorik, intelek, sosial emosi maupun sikap dan

nilai. Dengan demikian ciri utama pembelajaran adalah adanya interaksi yang

terjadi antara peserta didik dengan lingkungan belajarnya, baik dengan guru,

teman, media atau fasilitas pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran

merupakan proses komunikatif-interaktif antara guru dan siswa dengan

didukung keberadaaan sarana prasarana, dan prosedur dalam mencapai tujuan

pembelajaran. Keluaran pembelajaran adalah adanyaperubahan sebagai hasil

belajar yang dapat ditunjukkan melalui perubahan pengetahuan, keterampilan,

sikap dan nilai.

Page 2: 03. bab_2

8

Pembelajaran merupakan inti proses pendidikan, dan oleh sebab itu

upaya peningkatan kualitas pendidikan perlu difokuskan pada kualitas

pembelajaran. Dalam suatu sistem pendidikan, subsistem pembelajaran

memegang peran kunci. Subsistem pembelajaran meliputi beberapa komponen

sebagai berikut: peserta didik; pengajar; materi dan bahan; metode, strategi dan

pendekatan; media; sarana dan prasarana; biaya; dan kurikulum tersembunyi.

Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi, melengkapi dan integrasi,

dan bukan merupakan komponen yang terpisah, berdiri sendiri, dan tidak saling

tergantung satu sama lain. Sebagai suatu komponen yang terintegrasi, semua

komponen tersebut harus terpenuhi dengan baik.

Peserta didik. Komponen peserta didik adalah salah satu komponen

terpenting karena adanya kebutuhan peserta didik inilah yang memicu suatu

proses pembelajaran. Peserta didik merupakan input suatu proses pendidikan

yang harus ditransformasikan menjadi lulusan yang berpengetahuan luas,

kompeten, berketerampilan tinggi, serta memiliki sikap dan perilaku yang

sesuai dengan norma di dalam masyarakat tempat mereka berada. Proses

pembelajaran pada hakikatnya adalah proses transformasi yang memungkinkan

tujuan pembelajaran tercapai dengan baik dengan dukungan berbagai komponen

dalam suatu sistem pembelajaran.

Pengajar. Pengajar memiliki peran strategis dalam proses pembelajaran

karena fungsinya sebagai nara sumber dan/atau fasilitator dalam proses

pembelajaran.. Kompetensi dan profesionalisme pengajar sangat penting dalam

Page 3: 03. bab_2

9

proses transformasi peserta didik guna mencapai tujuan pembelajaran yang

dikehendaki.

Materi dan bahan. Materi dan bahan ajar didasarkan pada tujuan

pembelajaran dan kurikulum yang telah disepakati. Bahan pembelajaran

berperan penting dalam proses pendidikan yang bertujuan meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan peserta didik, menumbuhkan sikap yang positif

terhadap lingkungan atau dunia tempat tinggalnya, serta berperilaku sesuai

dengan norma masyarakat. Materi dan bahan ajar disesuaikan dengan

kompetensi yang diharapkan dalam pembelajaran tersebut.

Media. Media berfungsi membantu peserta didik dan pengajar dalam

menciptakan suatu proses pembelajaran yang efektif. Pemilihan media

pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan

karakteristik materi yang diajarkan dapat membantu pencapaian tujuan

pembelajaran secara efektif. Dengan demikian, proses pembelajaran maupun

hasilnya menjadi lebih berkualitas karena tujuan pembelajaran tercapai dengan

baik.

Sarana dan prasarana. Proses pembelajaran tidak akan dapat

berlangsung dengan baik tanpa tersedianya sarana dan prasarana yang memadai

untuk mendukung proses pembelajaran yang efektif. Sarana dan prasarana ini

dapat berupa perangkat keras maupun perangkat lunak.

Biaya. Salah satu subsistem dalam pembelajaran adalah biaya.

Ketersediaan biaya yang dapat menunjang kebutuhan setiap subsistem

Page 4: 03. bab_2

10

merupakan unsur penentu tercapainya kualitas pembelajaran. Pengorganisasian

peserta didik, insentif pengajar yang berkeadilan, pengembangan dan

penyediaan bahan ajar yang berkualitas, penyediaan dan penggunaan media

yang tepat guna, dan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai,

seluruhnya membutuhkan biaya yang cukup. Namun ketersediaan dana

pendidikan yang yang berlebih sekalipun tidak menjamin terjadinya kualitas

pendidikan bila dana tersebut tidak diarahkan dan tidak difokuskan pada

peningkatan kualitas pembelajaran.

Kurikulum tersembunyi. Dalam proses pembelajaran satu hal yang

penting pula adalah adanya kurikulum tersembunyi. Pada dasarnya peserta didik

tidak hanya belajar dari materi dan bahan ajar yang disampaikan oleh pengajar

di dalam kelas. Keseluruhan lingkungan sekolah, interaksi antar peserta didik

dan antara pengajar dengan peserta didik, budaya sekolah, bahkan lingkungan

tempat tinggal peserta didik amat sangat mempengaruhi proses pembelajaran.

Sarana dan prasarana yang disediakan sekolah merupakan suatu prasyarat

mutlak berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif.

B. Pembelajaran Kontekstual

Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa

anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan

lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan sekedar

mengetahuinya. Sebab, pembelajaran yang berorientasi target penguasaan

materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal

Page 5: 03. bab_2

11

dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka

panjang. Inilah yang terjadi pada kelas-kelas di sekolah Indonesia dewasa ini.

Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning/CTL)

merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang

diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam

kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. dengan

melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme

(Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat

belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian

sebenarnya (Authentic Assessment)

1. Konstruktivisme :

Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar

pada pengetahuan awal.

Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan

menerima pengetahuan .

2. Inquiry

Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.

Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis.

3. Bertanya (Questioning)

Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan

berpikir siswa.

Page 6: 03. bab_2

12

Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang

berbasis inquiry.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.

Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.

Tukar pengalaman.

Berbagi ide.

5. Pemodelan (Modeling)

Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan

belajar.

Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya.

6. Refleksi (Reflection)

Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.

Mencatat apa yang telah dipelajari.

Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok.

7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)

Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.

Penilaian produk (kinerja).

Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.

Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi

siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa

Page 7: 03. bab_2

13

bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa.

Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil

Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai

tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada

memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang

bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas

(siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata

guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan

kontekstual

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran

tentang belajar sebagai berikut.

1. Proses belajar

Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan

pengetahuan di benak mereka sendiri.

Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola

bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.

Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu

terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang

sesuatu persoalan.

Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau

proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat

diterapkan.

Page 8: 03. bab_2

14

Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi

baru.

Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang

berguna bagi didrinya, dan bergelut dengan ide-ide.

Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu

berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan

keterampilan sesorang.

2. Transfer Belajar

Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.

Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas

(sedikit demi sedikit).

Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia

menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.

3. Siswa sebagai Pembelajar

Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang

tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar

dengan cepat hal-hal baru.

Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu

yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat

penting.

Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru

dan yang sudah diketahui.

Page 9: 03. bab_2

15

Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi

kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide

mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi

mereka sendiri.

4. Pentingnya Lingkungan Belajar

Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada

siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting

bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.

Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan

pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan

dibandingkan hasilnya.

Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian

yang benar.

Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu

penting.

C. Pembelajaran Dalam Lingkungan Kerja

Belajar dalam lingkungan kerja dalam literatur dinyatakan dalam

beberapa istilah seperti learning at work, learning in work, work-related

learning, work-based learning, atau workplace learning. Paling tidak terdapat

tiga asumsi yang mendasari belajar dalam lingkungan kerja, Hager & Beckket,

dalam Sugilar (2004). Pertama, terdapat interaksi konstan antara individu

dengan lingkungannya; individu tersebut bertindak dan ber-refleksi dengan

Page 10: 03. bab_2

16

lingkungannya, yaitu kondisi lingkungan tersebut mempengaruhi dan

dipengaruhi oleh individu tersebut. Kedua, tindakan individu tersebut dilakukan

bersama individu lain atau paling tidak dalam suatu konteks di mana keputusan

dibuat oleh orang lain dalam bentuk kaidah, nilai, sikap, harapan, dan

sebagainya. Ketiga, pengetahuan berada dalam tindakan, bukan dalam teori

yang melatar belakanginya; kegiatan berpikir dan bertindak terjadi bersama-

sama. Berdasarkan asumsi tersebut, Svensson, Ellstrom, & Aberg dalam Sugilar

(2004), mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen pada

kompetensi individu atau kelompok yang diperoleh melalui interaksi dengan

lingkungannya.

Kompetensi atau pengetahuan yang diperoleh melalui interaksi dengan

lingkungan tersebut dapat berupa pengetahuan teknis atau pengetahuan praktis,

Tripp, dalam Sugilar (2004). Pengetahuan teknis ialah pengetahuan yang dapat

dirumuskan secara tepat. Pengetahuan teknis merupakan pengetahuan yang

biasa diajarkan dalam lingkungan sekolah. Sedangkan pengetahuan praktis

hanya muncul dalam praktek dan tidak dapat atau sangat sulit untuk dirumuskan

secara tepat. Pengetahuan praktis tidak mudah dipelajari dan diajarkan melalui

cara seperti yang dilakukan dalam lingkungan sekolah. Meskipun belajar dalam

lingkungan kerja berkaitan dengan pengetahuan teknis dan praktis, tetapi dari

asumsi terlihat bahwa pengertian belajar pada definisi belajar dalam lingkungan

kerja secara epistemologi lebih berkaitan dengan pengetahuan praktis. Ini

sejalan dengan pendapat Shaw dalam Sugilar (2004), yang menyatakan bahwa

Page 11: 03. bab_2

17

kebanyakan pengetahuan yang diperoleh di lingkungan kerja merupakan

pengetahuan tersirat, tacit, dan tidak disadari sebagai suatu pengetahuan.

Pada lingkungan kerja modern, baik pendidikan maupun belajar

informal semata tidaklah memadai. Dalam lingkungan kerja tersebut, belajar

formal akan efektif bilamana didukung oleh belajar informal dan sebaliknya,

belajar informal dapat lebih efektif bilamana ditunjang belajar formal. Hal ini

karena pengetahuan yang bersifat konseptual dan eksplisit secara normal tidak

dapat diperoleh hanya melalui pengalaman belajar di tempat kerja.

Kompetensi yang dimaksud pada definisi belajar dalam lingkungan

kerja ialah merupakan kombinasi antara pengetahuan teknis dengan

pengetahuan praktis. Kompetensi ini dihasilkan melalui belajar refleksif yang

mengkombinasikan belajar informal dengan belajar formal. Svensson, Ellstorm,

& Aberg dalam Sugilar (2004) menggambarkan proses belajar reflektif yang

menghasilkan kompetensi tersebut.

Gambar 2.1. Kompetensi sebagai hasil belajar reflektif

Page 12: 03. bab_2

18

D. Pembelajaran Berbasis Kompetensi

Kompetensi berasal dari kata “competent” yang berarti kemampuan.

Menurut Byham (1996) dalam dalam bukunya “Competencies and

Organizational Succuess” bahwa kompetensi merupakan kemampuan

individual dan mampu menguasai atau melaksanakan suatu pekerjaan serta

mampu menganalisis pekerjaan atau peraturan-peraturan kerja.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988:516) “kompetensi’

berarti kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan

sesuatu hal.

Lowler dan Porter dalam As’ad (200:61) mendefinisikan kemampuan

(ability) sebagai karakterisik individual seperti intelegensia, manual skill, traits

yang merupakan kekuatan potensial seseorang untuk berbuat. Kemudian

Mendiknas 045/U/2002 dalam Sedarmayanti (2003: 127). dinyatakan sebagai

seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang

sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan

tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Sedangkan kemampuan sejati adalah

kekuatan yang dapat mendorong terwujudnya sinergi kemampuan konstruktif

seluruh potensi yang ada dalam diri manusia berupa kekuatan fisik, akal pikiran,

jiwa, hati nurani (spiritualitas) dan etika sosial di lingkungannya untuk

mewujudkan hasil karya terbaik dan bermanfaat. (Kepmenpan RI No.

25/2002:72).

Page 13: 03. bab_2

19

Menurut Sofo (1999:28) mengatakan bahwa kompetensi mengacu pada

kemampuan seseorang untuk memberikan respon secara memadai pada

perubahan-perubahan dan cara mereka pergunakan dalam mencapai kinerja dan

hasil yang bagus. Selanjutnya masih menurut Sofo (2003:150) istilah

kemampuan didefinisikan dalam arti apa yang diharapkan di tempat kerja, dan

merujuk pada pengetahuan, keahlian, dan sikap yang dalam penerapannya harus

konsisten dan sesuai standar kinerja yang dipersyaratkan dalam pekerjaan.

Schumacher dalam Sinamo (2002:6) menyatakan ada tiga komponen

penting yang tidak tampak dalam kemampuan diri manusia yaitu;

keterampilannya, kemampuannya dan etos kerjanya. Tanpa ketiganya, semua

sumber daya tetap terpendam, tidak dapat dimanfaatkan, dan tetap merupakan

potensi belaka. Jika di simak ketiga komponen yang tidak kelihatan tersebut

memang berada dalam diri manusia, tersimpan dalam bentuk kemampuan insani

operasional (operational human abilities). Sebagaimana digambarkan sebagai

berikut:

Gambar 2.2 Gunung es Schumacher.

(Sumber: JH Sinamo, 2002: 9)

Page 14: 03. bab_2

20

Boulter, Dalziel dan Hill (1996 ). Kompetensi adalah karakteristik dasar

dari seseorang yang memungkinkan mereka mengeluarkan kinerja superior

dalam pekerjaannya. Berdasarkan uraian di atas makna kompetensi

mengandung bagian kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang

dengan perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas

pekerjaan. Prediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik dapat diukur dari

kriteria atau standar yang digunakan.

Oleh karena itu kompetensi dapat memberikan suatu gambaran perilaku

keahliah (skill) dan pengetahuan (knowledge) seseorang atau kelompok (team-

work) serta potensi diri yang dimiliki seseorang terhadap kapasitas kecakapan

(ability) dalam melaksanakan pekerjaan yang bervariasi dengan keberhasilan

atau kesuksesannya ketika bekerja.

Alwi (2001:48) mengatakan kompetensi menyangkut kewenangan setiap

individu untuk melakukan tugas atau mengambil keputusan sesuai dengan

perannya dalam organisasi yang relevan dengan keahlian, pengetahuan dan

kemampuan yang dimiliki.

Analisis kompetensi disusun sebagian besar untuk pengembangan

karier, tetapi penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk mengetahui

efektivitas tingkat kinerja yang diharapkan. Menurut Boulter et.al (1996) level

kompetensi adalah sebagai berikut : Skill, Knowledge, Self-concept, Self Image,

Trait dan Motive.

Page 15: 03. bab_2

21

Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas dengan baik

misalnya seorang progamer computer.

Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang

khusus (tertentu), misalnya bahasa komputer.

Social role adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang dan

ditonjolkan dalam masyarakat (ekspresi nilai-nilai diri), misalnya : pemimpin.

Self image adalah pandangan orang terhadap diri sendiri, merekflesikan

identitas, contoh : melihat diri sendiri sebagai seorang ahli.

Trait adalah karakteristik abadi dari seorang untuk berperilaku, misalnya

: percaya diri sendiri.

Motive adalah sesuatu dorongan seseorang secara konsisten berperilaku,

sebab perilaku seperti hal tersebut sebagai sumber kenyamanan, contoh :

prestasi mengemudi.

Kompetensi Skill dan Knowledge cenderung lebih nyata (visible) dan

relatif berada di permukaan (ujung) sebagai karakteristik yang dimiliki manusia.

Social role dan self image cenderung sedikit visibel dan dapat dikontrol perilaku

dari luar. Sedangkan trait dan motive letaknya lebih dalam pada titik sentral

kepribadian.

Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk

dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan untuk meningkatkan tingkat

kemampuan sumber daya manusia. Sedangkan motif kompetensi dan trait

Page 16: 03. bab_2

22

berada pada kepribadian sesorang, sehingga cukup sulit dinilai dan

dikembangkan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi atau

kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh seorang dalam

menyelesaiakan tugasnya secara cepat dan tepat, efektif dan efisien sesuai

dengan metode atau standar kerja yang diwujudkan dalam pelaksanaan

tugasnya. Kompetensi merupakan gabungan dari potensi-potensi individu yang

diaktualisasikan (didemontrasikan) secara kualitas maupun kuantitas dalam

suatu kinerja. Kesimpulan ini seperti yang dikatakan oleh Lyle Spencer

(1993:9) bahwa kompetensi memiliki arti karakteristik yang ada pada potensi

masing-masing individu yang berhubungan dengan criteria dan performance

superior dalam pekerjaan atau menghasilkan suatu kinerja yang optimal.

Pengembangan nilai-nilai kompetensi seorang pekerja dapat dipupuk

melalui program-program pendidikan, pengembangan atau pelatihan. Program

pelatihan merupakan sebuah cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan

kerja aktual, dengan penekanan pada pengembagan skill, knowledge dan ability

(Irianto, 2001:75).

E. Penilaian dalam Pembelajaran Berbasis Kompetensi

Penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk mengetahui

keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah disusun dan

dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan betapa baik

organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai maksud-

Page 17: 03. bab_2

23

maksud yang telah ditetapkan. Selanjutnya evaluasi merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi yang baik akan

menyebarkan pemahaman dan perbaikan pendidikan, sedangkan evaluasi yang

salah akan merugikan pendidikan. Tujuan utama melaksanakan evaluasi dalam

proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat

mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh peserta, sehingga tindak

lanjut hasil belajar akan dapat diupayakan dan dilaksanakan. Dengan demikian,

melaksanakan penilaian proses belajar mengajar merupakan bagian tugas guru

yang harus dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran.

Dalam melaksanakan penilaian, guru harus: 1) memandang penilaian

sebagai bagian integral dari kegiatan belajar mengajar, 2) mengembangkan

strategi yang mendorong dan memperkuat dalam mengevaluasi, 3) melakukan

berbagai strategi penilaian untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang

hasil belajar peserta didik, 4) mengakomodasi kebutuhan khusus peserta didik,

5) mengembangkan sistem pencatatan dengan variasi cara dalam pengamatan

belajar peserta didik, 6) menggunakan penilaian dalam rangka mengumpulkan

informasi untuk membuat keputusan tentang tingkat pencapaian peserta didik.

Untuk menjaring hasil kerja yang dilakukan peserta didik, maka dalam

melaksanakan penilaian guru dapat melakukan berbagai bentuk tes, seperti tes

tertulis, tes penampilan (performance), penugasan atau proyek dan kumpulan

hasil kerja dan tugas peserta didik dengan disertai komentar guru (portofolio).

Page 18: 03. bab_2

24

Karena pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah kompetensi,

dimana sistem evaluasinya didasarkan pada penguasaan kompetensi, maka alat

evaluasi yang cocok adalah menggunakan pendekatan Panilaian Acuan Patokan

(PAP) atau Criterion Referenced Assesment. Evaluasi dapat segera disusun

setelah ditentukan kompetensi yang akan dicapai sebelum menyusun materi dan

lembar kerja/tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Hal ini

dimaksudkan agar evaluasi yang dikerjakan benar-benar sesuai dengan apa yang

dikerjakan oleh siswa.

Dengan memperhatikan pelaksanaan diklat berbasis kompetensi seperti

tersebut di atas, di satu sisi guru memang mempunyai kebebasan dalam

melakukan pembelajaran di kelas sampai dengan melakukan evaluasi. Namun

di sisi lain, kebebasan itu harus disertai dengan tanggung jawab. Oleh karena

itu, jumlah peserta didik dalam satu rombongan belajar agar tidak terlalu besar.

Tujuan penilaian yang dilakukan guru di kelas hendaknya diarahkan

pada empat (4) hal berikut: keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses

pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana. Checking-up, yaitu untuk

mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam proses

pembelajaran. Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang

menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.

Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai

kompetensi yang ditetapkan atau belum. Agar tujuan penilaian tersebut tercapai,

guru harus menggunakan berbagai metoda dan teknik penilaian yang beragam

Page 19: 03. bab_2

25

sesuai dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik pengalaman belajar yang

dilaluinya. Tujuan dan pengalaman belajar tertentu mungkin cukup efektif

dinilai melalui tes tertulis (paper-pencil test), sedangkan tujuan dan pengalaman

belajar yang lain (seperti praktikum) akan sangat efektif dinilai dengan tes

praktek (performance assessment). Demikian juga, metoda observasi sangat

efektif digunakan untuk menilai aktivitas pembelajaran siswa dalam kelompok.

Oleh sebab itu, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan kemahiran tentang

berbagai metoda dan teknik penilaian sehingga dapat memilih dan

melaksanakan dengan tepat metoda dan teknik yang dianggap paling sesuai

dengan tujuan dan proses pembelajaran, serta pengalaman belajar yang telah

ditetapkan.

F. Tune Up Kendaraan Bermotor

Tune up kendaraan adalah melaksanakan sejumlah kegiatan merawat

dan menyetel mesin agar kendaraan mencapai kondisi mesin yang optimal.

Tune up kendaraan ini sangat penting bagi para teknisi otomotif karena

merupakan representasi sebuah kompetensi utama yang dibutuhkan masyarakat,

dan dunia usaha atau industri.

Pada diklat kompetensi guru profuktif (otomotif) dari Dinas Provinsi

Banten, Tune up kendaraan merupakan salah satu materi pembelajaran yang

tertuang dalam struktur program yang harus yang dilaksanakan.

Page 20: 03. bab_2

26

G. Media Pembelajaran

Secara harfiah kata media memiliki arti “perantara” atau “pengantar”.

Media merupakan segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses

penyaluran Informasi. Proses belajar mengajar akan berjalan efektif dan efisien

bila didukung dengan tersedianya media yang menunjang. Penyediaan media

serta metodologi pendidikan yang dinamis, kondusif serta dialogis sangat

diperlukan bagi pengembangan potensi peserta didik, secara optimal. Hal ini

disebabkan, karena kecenderungan, bahwa potensi peserta didik akan lebih

terangsang bila dibantu dengan sejumlah media atau sarana dan prasarana yang

mendukung proses interaksi yang sedang dilaksanakan. Media dalam perspektif

pendidikan merupakan instrumen yang sangat strategis dalam ikut menentukan

keberhasilan proses belajar mengajar. Sebab keberadaannya secara langsung

dapat memberikan dinamika tersendiri terhadap peserta didik.

Dengan keterbatasan yang dimilikinya, manusia acapkali kurang mampu

menangkap dan merespon hal-hal yang bersifat abstrak atau yang belum pernah

terekam dalam ingatannya. Untuk menjembatani proses internalisasi belajar

mengajar yang demikian, diperlukan media pendidikan yang memperjelas dan

mempermudah peserta didik dalam menangkap pesan-pesan pendidikan yang

disampaikan. Oleh karena itu, semakin banyak peserta didik disuguhkan dengan

berbagai media dan sarana prasarana yang mendukung, maka semakin besar

kemungkinan nilai-nilai pendidikan mampu diserap dan dicernanya. Berpijak

pada batasan di atas, terlihat bahwa kedudukan media pendidikan memegang

Page 21: 03. bab_2

27

peranan yang sangat penting dalam mengantarkan peserta didik pada tujuan

yang diinginkan.

1. Model atau Simulasi

Model/maket yang didesain secara baik akan memberikan makna yang

hampir sama dengan benda aslinya. Weidermann mengemukakan bahwa

dengan melihat benda aslinya yang berarti dapat dipegang, maka peserta

didik akan lebih mudah dalam mempelajarinya. Misalnya dalam pelajaran

biologi siswa dapat melihat secara langsung bagian-bagian tubuh manusia

melalui sebuah model. Biasanya model semacam ini dapat dibuat dengan

skala 1:1 artinya benda yang dilihat memiliki besar yang persis sama dengan

benda aslinya atau dapat juga dengan skala yang lebih kecil, tergantung

pada benda apa yang akan dibuat modelnya agar memudahkan guru dalam

mengajar maupun peserta dalam belajar.

2. Benda Sebenarnya (real job)

Pembelajaran merupakan proses komunikasi. Sebagai proses

komunikasi maka ada sumber pesan (guru), penerima pesan (murid) dan

pesan yaitu materi pelajaran yang diambilkan dari kurikulum. Sumber pesan

harus melakukan encoding yaitu: menerjemahkan gagasan, pikiran, perasaan

atau pesannya ke dalam bentuk lambang tertentu. Lambang itu dapat berupa

bahasa, tanda-tanda atau gambar. Dalam melakukan encoding guru harus

memperhatikan latar belakang pengalaman penerima pesan, agar pesan

tersebut mudah diterima. Sedangkan penerima pesan harus melakukan

Page 22: 03. bab_2

28

decoding yaitu menafsirkan lambang-lambang yang mengandung pesan.

Kalau pesan/pengertian yang diterima oleh penerima pesan (siswa) sama

atau mendekati sama dengan pesan/pengertian yang dimaksud oleh sumber

pesan, maka komunikasi dinyatakan efektif. Media dapat membantu guru

dalam menyalurkan pesan. Semakin baik medianya, makin kecil

distorsi/gangguannya dan makin baik pesan itu diterima siswa. Media dapat

digunakan dalam pengajaran dengan dua cara, yaitu sebagai alat bantu

(dependent media) dan digunakan sendiri oleh siswa (independent media).

Alat atau objek praktek yang sesungguhnya merupakan media pembelajaran

agar peserta dapat secara langsung menerapkan pengetahuan dan

keterampilannya pada sistuasi yang sesungguhnya. Salah satu unsur pokok

yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media adalah Tujuan

pengajaran yang akan dicapai, karakteristik siswa, alokasi waktu dan lain-

lain.

H. Kerangka Berpikir

Kerangka pemikiran ini ditujukan untuk mengarahkan alur penelitian

agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka tindakan pemecahan

untuk meningkatkan kompetensi tune up kendaraan pada peserta Diklat Produktif

Guru Provinsi Banten ini adalah pembelajaran dengan menggunakan real job.

Kerangka berpikir dapat digambarkan sebagai berikut :

Page 23: 03. bab_2

29

Gambar 2.3. Kerangka berpikir

I. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir seperti uraian di atas,

diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: Melalui pembelajaran

menggunakan real job dapat meningkatkan kompetensi tune up bagi peserta

diklat guru otomotif Dinas Pendidikan Provinsi Banten periode Juli hingga

Agustus 2008.

KONDISI

AWAL

KONDISI

AKHIR

TINDAKAN

Guru : Belum menggunakan

objek latih

sesungguhnya (real job)

dalam pembelajaran

Siswa : Kompetensi tune up

kendaraan rendah

Menggunakan objek

latih sesungguhnya (real

job) dalam pembelajaran

SIKLUS I Menggunakan real job secara

berkelompok besar (tiap

kelompok 4 peserta) dalam

pembelajaran tanpa bimbingan

intensif

SIKLUS II Menggunakan real job secara

berkelompok besar (tiap

kelompok 2 peserta) dalam

pembelajaran dengan bimbingan

intensif

Diduga melalui

penggunaan real job dapat

meningkatkan kompetensi

tune up bagi peserta diklat

kompetensi otomotif pada

bulan Agustus 2008