03. bab iii geologi tambang.docx
DESCRIPTION
Mine PlaneTRANSCRIPT
BAB III
GEOLOGI TAMBANG
3.1. Topografi
Daerah penambangan Biji Besi PT. XYZ (Iron Mine) merupakan
rangkaian perbukitan yang memanjang dari utara keselatan, mempunyai
ketinggian 50 m – 300 m diatas permukaan laut. Kondisi daerah tersebut
merupakan perbukitan yang ditutupi hasil pelapukan batuan dan tumbuh–
tumbuhan yang ada berupa semak–semak belukar.
3.2. Morfologi
Secara morfologi P. Halmahera dapat dibagi menjadi 3 satuan
morfologi yaitu satuan morfologi pegunungan terjal, menempati bagian
tengah, satuan morfologi perbukitan bergelombang dengan ketinggian 50 m –
300 m dpl, disepanjang pantai mengelilingi dan satuan morfologi dataran
menempati daerah tepi pantai dan sungai terutama pantai bagian Timur.
3.3. Hidrologi
Kondisi hidrologi khususnya kondisi air tanah dan air permukaan di
Kabupaten Halmahera Timur sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan
curah hujan serta keberadaan Sungai, Mata Air, Daerah Aliran Sungai dan
Embung dengan akuifer berskala kecil sampai yang berskala besar. Yaitu
antara akuifer 200 Sampai dengan akuifer 825. Selain itu juga terdapat
berbagai mata air dengan debet air yang berfariasi antara 0,1 sampai dengan
500 liter per detik.
Kondisi air tanah di Kabupaten Halmahera Timur secara umum dapat
dilihat sebagai berikut:
a. Air tanah bebas, kondisi ini dapat ditemukan pada sumur-sumur
penduduk, muka air tanah berkisar antara 2-3 meter di bawah muka tanah
setempat dengan kualitas yang sangat beragam. Hal ini di pengaruhi oleh
kondisi tanah. di wilayah yang kondisi tanah berawah, kondisi air
tanahnya kurang baik dan tidak dapat dikonsumsi pada umumnya
terdapat pada wilayah Kota Maba, Kecamatan Maba, dan Kecamatan
Maba selatan sedangkan pada kondisi tanah yang baik, kondisi air
8
tanahnya cukup baik dan dapat di manfaatkan sebagai sumber air
terdapat di Kecamatan wasile, wasile Timur, wasile Selatan, Wasile
Tengah, Maba Utara dan Maba Tengah.
b. Mata air adalah air tanah yang keluar ke permukaan tanah karena akuifer
terpotong oleh topografi. Mata air ini ditemukan pada batas antara
pelapukan tanah dengan bantuan dasar. Beberapa mata air ini terdapat di
Mata air Lolos Manidi Kecamatan Kota Maba dan mata air tujuh bidadari
di kecamatan Wasile.
c. Kota Maba sebagai Ibu Kota Kabupaten Halmahera Timur termasuk
Daerah Aliran Sungai atau DAS karena ditengah wilayah kota Maba
terdapat aliran sungai Kimalaha yang berada antar desa Sangaji dan Desa
Soagimalahan
3.4. Struktur Geologi
Batuan yang tersesarkan berupa peridotit, gabro, basalt dan serpentinit.
Tektonik di daerah ini sangat kuat yang mengakibatkan batuan yang ada
hancur berupa termilonitkan.
1.1. Geologi Regional
1.1.1.Fisiografi
Fisiografi Pulau Halmahera terbagi 3 bagian yaitu Mandala
Halmahera Timur, Mandala Halmahera Barat dan Busur Kepulauan
Gunungapi Kuarter. (Apandi dan Sudana, 1980)
A. Mandala Halmahera Timur
Mandala Halmahera Timur meliputi lengan Timurlaut, Lengan
Tenggara dan beberapa pulau kecil di sebelah Timur Pulau
Halmahera. Morfologi mandala ini terdiri dari pegunungan berlereng
terjal dan torehan sungai yang dalam, dan sebagian bermorfologi
karst. Morfologi pegunungan terjal merupakan cerminan batuan
yang keras, jenis batuan pada pegunungan adalah batuan ultrabasa.
Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping. Morfologi
dengan perbukitan yang relatif rendah dan lereng yang landai
merupakan cerminan dari batuan sedimen.
9
B. Mandala Halmahera Barat
Mandala Halmahera Barat meliputi bagian Utara dan Lengan
Selatan Halmahera. Morfologi mandala ini meliputi perbukitan
batuan sedimen, pada daerah batu gamping berumur Neogen dengan
morfologi karst dan di beberapa tempat terdapat morfologi kasar
merupakan cerminan batuan gunung api berumur Oligo Miosen
C. Busur Kepulauan Gunungapi Kuarter
Mandala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah Barat Pulau
Halmahera. Deretan pulau-pulau ini kecil membentuk suatu busur
kepulauan gunung api Kuarter, sebagian besar pulaunya berbentuk
kerucut gunung api yang masih aktif
Gambar 3.1.
Fisiografi Pulau Halmahera
10
1.1.2.Tataan Stratigrafi
Dareah penelitian termasuk dalam Peta lembar Ternate. Peta
lembar Ternate terdapat 17 formasi dan satuan yang telah di petakan,
dengan kisaran berumur sebelum Kapur sampai Holosen.
9 Mandala geologi Halmahera Timur terbentuk oleh satuan ultra basa
yang cukup luas. Batuan sedimen berumur kapur dan Paleosen-Eosen
diendapkan tak selaras di atas batuan ultrabasa.
Setelah rumpang pengendapan Eosen Akhir hingga Oligosen
Awal kegiatan gunungapi terjadi selama Oligosen Atas-Miosen Bawah.
Batuan gunung api formasi Bacan ini terlampar luas di Mandala
Halmahera Timur dan Mandala Halmahera Barat, bersamaan dengan itu
terbentuk pula batuan karbonat. Terdapat cekungan yang cukup luas
berkembang sejak Miosen Atas –Pliosen, di dalam cekungan tersebut
terdapat batupasir berselingan dengan napal, tufa, konglomerat yang
membentuk Formasi Weda dan batuan karbonat yang membentuk
Formasi Tingteng. Pada zaman terjadi pengangkatan sebagaimana yang
ditunjukan oleh batugamping terumbu di pantai daerah lengan Timur
Halmahera.
Batuan tertua terdapat di Mandala Halmahera Barat berupa
gunungapi berumur Oligo-Miosen, di daerah ini terdapat batuan
sedimen dan karbonat berumur Miosen- Pliosen sebarannya cukup luas.
Kebanyakan sedimennya bersifat tufaan.
Batuan sedimen
Formasi Dodaga (Kd)
Serpih dan batugamping bersisipan rijang, tersingkap di hulu
sungai S. Walal, serpih berwarna merah, getas, gampingan berselingan
dengan batu gamping coklat muda, sebagian menghablur, kompak.
Sisipan rijang berwarna merah setebal 10 cm, batugamping
mengandung fosil Rotaliporidae sp. Tebal formasi ± 150 meter berumur
Kapur Atas.
11
Satuan Batugamping,
Berwarna putih dan kelabu, umumnya pejal, setempat berlapis
baik mengandung fosil Discocyclina spb., Amphistegina sp dan koral.
Tebal formasi ± 400 meter berumur Paleosen – Eosen,
Formasi Dorosagu, (Tped)
Batupasir berselingan dengan serpih merah dan batugamping.
Batupasir berwarna kelabu, kuning, kompak dan berbutir halus,
batugamping berwarna kelabu kompak berkomponen batuan ultrabasa
serpih berwarna merah berlapis baik. Batugamping mengandung fosil
Nummulites sp Tebal formasi ± 250 meter berumur Paleosen – Eosen.
Satuan Konglomerat, (Tpec)
Tersusun oleh batuan konglomerat dengan sisipan batupasir,
batulempung dan batubara. Konglomerat berkomponen batuan
ultrabasa, basal, gabro dan diorit dengan massa dasar batupasir
gampingan. Tebal Formasi ± 500 meter, berumur Pliosen-Eosen.
Formasi Tutuli (Tomt)
Terdapat batugamping putih, kelabu dan coklat muda, kompak,
sebagian menghablur, setempat mengandung pirit, tidak berlapis.
Batugamping mengandung foram Miogypsina Sp., Cycloclypeus sp.,
Amphistegina sp. Tebal Formasi ± 600 meter berumur Oligose-Miosen
Bawah.
Konglomerat (Tmpc)
Berkomponen batuan ultrabasa, rijang, diorit dan batusabak,
dengan mass dasar batupasir kasar; berwarna kelabu kehijauan, agak
kompak, tebal satuan batauan ± 100 meter berumur Miosen Tengah-
Awal Pliosen.
Formasi Tingteng (Tmpt)
Tersusun oleh batugamping hablur dan batugamping pasiran
dengan sisipan napal dan batupasir. Batugamping hablur, putih
kekuningan dan coklat muda, berlapis baik. Batugamping pasiran,
kelabu dan coklat muda, sebagian kompak. Tebal Formasi ± 600 meter
12
berumur Akhir Miosen – Awal Pliosen, tebal ± 600 meter. Setelah
pengendapan Formasi Tingteng terjadi pengangkatan pada Kuarter,
sebagaimana ditunjukkan oleh batugamping terumbu dipantai lengan
timur Halmahera.
Formasi Weda (Tmpw)
Terdapat batupasir berselingan dengan napal, tufa, konglomerat
dan batugamping. Batupasir kelabu sampai coklat muda, kompak,
berbutir halus sampai kasar. Napal putih, kelabu kehijauan dan coklat,
getas. Tufa, putih dan kuning, getas, berbutir halus sampai kasar, dan
berlapis bagus. Konglomerat, kelabu dan coklat, kompak, berkomponen
andesit piroksen. Tebal Formasi ± 300 meter berumur Miosen Tengah –
Awal Pliosen. Diendapkan dalam lingkungan neritik-batial.
Batugamping terumbu (Ql)
Batugamping koral dan breksi batugamping. Batugamping koral,
putih dan coklat, sebagian kompak, bagian yang paling bawah
mengandung konglomerat berkomponen batuan ultrabasa, gabro, dan
diorit. Breksi batugamping, coklat dan sebagain padat. Tebal satuan
batuan ± 150 meter.
Endapan permukaan
Aluvium dan Endapan pantai (Qa)
Terdapat lempung, lanau, pasir dan krikil; terdapat di lembah sungai
yang besar, di beberapa daerah di sepanjang pantai.
Batuan Gunungapi
Formasi Bacan (Tomb)
Terdapat batuan gunung api berupa lava, breksi, dan tufa dengan
sisipan konglomerat dan batupasir. Breksi gunung api, kelabu kehijauan
dan coklat, umumnya terpecah, mengandung barik kuarsa yang
sebagian berpirit. Lava bersusunan andesit hornblende dan andesit
piroksen, berwarna kelabu kehijauan dan coklat. Tufa, kuning
kecoklatan dan hijau, getas. Batupasir, kuning kecoklatan, kompak,
sebagian gampingan. Konglomerat, kelabu kehijauan dan coklat,
13
kompak, mengandung barik kuarsa, komponennya basal, batugamping,
rijang, batupasir. Tebal Formasi ± 220 meter berumur Oligosen –
Miosen Bawah.
Formasi Kayasa (Qpk)
Formasi ini berumur Pliosen berupa batuan gunung api terdiri dari
breksi, lava dan tufa. Breksi, kelabu tua, kompak, bersusunan basal
dengan masadasar pasir banyak mengandung piroksen. Lava bersifat
basal, kelabu tua, setempat berkekar melapis. Tufa, putih kekuningan,
kompak, berbutir sedang sampai kasar, setempat mengandung
batuapung.
Satuan Tufa (Qht)
Terdapat tufa batu apung berwarna putih dan kuning, getas,
berbutir halus sampai kasar setempat berlapis baik.
Batuan gunungapi Holosen (Qhv)
Satuan batuan ini berupa deretan kerucut gunungapai yang
terdapat di sebelah Barat Halmahera. Berupa batuan breksi gunungapai
dan lava. Berupa batuan bersusunan andesit piroksen, kelabu tua,
kompak dengan masa dasar tuf berbutir kasar. Lava bersusunan andesit
sampai basal, berwarna kelabu sampai kelabu kehitaman, pejal dan
sebagian berongga.
Batuan Beku
Batuan ultrabasa (Ub)
Batuan ultrabasa berupa serpentinit, pirosenit, dan dunit, berwarna
hitam, getas, kebanyakan pecah, terbreksikan, setempat mengandung
asbes dan garnierit. Satuan ini oleh Bessho (1944) dinamakan Formasi
Watileo.
Gabro (Gb)
Gabro piroksen, gabro hornblende dan gabro olivin tersingkap di daerah
komplek batuan ultrabasa.
14
Diorit (Di)
Diorit kuarsa dan diorit hornblende. Tersingkap di daerah komplek
batuan ultrabasa.
1.2. Genesa Endapan Bijih Besi
1.2.1.Proses Terbentuknya Endapan Bijih Besi
Endapan bijih nikel yang terdapat di daerah penelitian termasuk
jenis nikel laterit, yang terdiri dari hasil pelapukan batuan ultrabasa.
Pembentukan nikel laterit umumnya langsung mengalami proses
serpentinisasi oleh larutan hydrothermal atau larutan residual pada
waktu proses pembentukan magma. Menurut Bolt (1979), kandungan
yang terdapat pada batuan peridotit adalah seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 3.1. Batuan Asal Bijih Nikel
Batuan Nikel (%)Besi Oksida +
Magnesium (%)
Aluminium +
Silika + (%)
Peridotit
Gabro
Diorit
Granit
0,2000
0,0160
0,0040
0,0020
43,5
16,6
11,7
4,4
45,9
66,1
33,4
78,7
Proses terbentuk dimulai dari peridotit sebagai batuan induk yang
mengandung nikel primer 43,5%. Batuan ini terdiri dari olivine yang
mengandung unsur-unsur Mg, Fe, Ni dan Silika. Batuan induk ini akan
berubah menjadi serpentin karena pengaruh larutan hydrothermal pada
proses serpentinisasi.
Selanjutnya terjadi proses pelapukan dan laterit yang
menghasilkan serpentin datar peridotit lapuk. Batuan asal yang
mengandung unsur-unsur Ca, Mg, Si, Cr, Mn, Ni dan Co akan
mengalami dekomposisi. Air tanah yang kaya Co2 dari udara dan hasil
pembusukan tumbuh-tumbuhan merupakan pelarut yang baik. Yang
15
pertama-tama terlarut dalam unsur Ca dan Mg Alkalin yang disusul
dengan penghancuran senyawa-senyawa silica sebagai koloid. Semua
hasil penghacuran ini terbawa oleh larutan yang turun ke bagian bawah
mengisi celah-celah dan pori-pori batuan.
Bahan-bahan yang sukar atau tidak mudah larut akan tinggal pada
tempatnya dan sebagian turun ke bawah bersama larutan sebagai larutan
koloid. Bahan-bahan ini membentuk konsentrasi residu dan konsentrasi
celah, konsentrasi residu seperti Fe, Ni, Co dan Si pada zona yang
disebut dengan zona saprolit.
Berdasarkan tingkat penyebarannya maka saprolit terbagi atas dua
bagian yaitu : Saprolit oksidasi yang penyebarannya tidak nampak
mineral saprolit dan saprolit garnerite yang penyebarannya sangat
didominasi dan selalu bersama-sama dengan silika. Sedangkan
berdasarkan tingkat kekerasannya maka saprolit dapat dibedakan atas
tiga bagian yaitu : “Soft saprolit, Saprolite dan Hard saprolite”. Soft
saprolite berada di antara limonit dan saprolit dengan kandungan Ni ≥
2,0%. Saprolit berada di antara saprolit dan hard saprolit dengan
kandungan Ni ≥ 2,5%-4%. Sedangkan hard saprolit berada di antara
blue zone dengan kandungan Ni ≤ 2,0% karena telah terkontaminasi
dengan waste.
Setelah konsentrasi-konsentrasi tadi, maka larutan sisa akan kaya
dengan Ca dan Mg karbonat. Karbonat-karbonat ini merupakan
konsentrasi celah sebagai akar dari pelapukan (Roof of weathering).
Semakin kebawah dari profil maka Fe akan mengalami penurunan
sesuai dengan kedalaman sampai ke bed rock. Sedangkan Co akan
terakumulasi pada zona limonit dan akan turun terus menuju ke bed
rock. Pada zona saprolit Ni akan terakumulasi di dalam mineral
garnierit. Akumulasi Ni ini terjadi akibat sifat Ni yang akan berupa
larutan pada kondisi oksidasi dan akan berupa padatan pada kondisi
silika.
16
Profil Endapan bijih Besi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Material berukuran lempung, berwarna merah dan banyak terdapat
akar tanaman. Tekstur batuan asal tidak dapat dikenali. Pengkayaan
Fe terjadi pada zona ini.
2. Limonit merupakan lapisan dibawah Over Burden, berwarna merah,
berukuran lempung sampai pasir, tekstur batuan asal mulai dapat
diamati walaupun masih sangat sulit. Pengkayaan Fe dan Co terjadi
pada zona ini.
3. Zona Saprolite Merupakan zona dibawah limonit dan tempat
terakumulasinya unsure Ni. Tekstur batuan asal sudah dapat terlihat.
Berdasarkan kandungan fragmennnya zona ini dibagi menjadi dua
yaitu :
a. Sub Soft Saprolit
Mengandung fragmen – fragmen berukuran bolder kurang dari
25%.
b. Sub Hard Saprolit
Mengandung fragmen – fragmen berukuran boulderlebih dari
50%.
4. Zona Blue Zone Merupakan zona di bawah zona saprolite, berupa
batuan asal (batuan beku ultra basa) yang mengalami pengkekaran
yang sangat intensif. Tekstur batuan telah sama dengan tekstur
batuan asal dan kekar – kekar umumnya terisi oleh urat garnierite
dan silica.
5. Bed Rock Merupakan batuan beku ultra basa.
1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Endapan Bijih Besi
Faktor-faktor yang mempengaruhi endapan bijih nikel adalah batuan asal,
struktur geologi, topografi waktu biologi dan iklim.
1. Batuan asal
Adanya batuan asal merupakan syarat utama terbentuknya endapan
nikel laterit. Batuan asalnya adalah peridotit yang termasuk jenis batuan
ultrabasa dengan kadar Ni sekitar 0,2-3,0%. Batuan asal ini mengandung
17
unsur-unsur Ca, Mg, Si, Fe, Co, Cr, Mn dan Ni. Kemudian batuan asal ini
mengalami dekomposisi akibat pelapukan secara kimiawi dan mekanis,
dimana kandungan nikelnya akan terkonsentrasi pada tempat-tempat
tertentu dan membentuk endapan bijih nikel.
2. Struktur geologi
Struktur geologi yang penting dalam pembentukan endapan bijih nikel
adalah rekahan (joint) dan patahan (fault). Adanya rekahan dan patahan ini
akan mempengaruhi dan mempermudah rembesan air ke dalam tanah dan
akan mempercepat proses pelapukan terhadap batuan induk. Selain uitu
rekahan dan patahan akan dapat pula berfungsi sebagai tempat
pengendapan larutan-larutan yang mengandung Ni.
3. Topografi
Secara teoritis daerah yang baik untuk tempat pengendapan bijih
nikel adalah punggung bukit yang landai dengan kemiringan antara 10-30°
dimana pada tempat ini pelapukan secara mekanis dan kimia
memungkinkan terbentuknya endapan bijih nikel. Pada daerah yang
curam, air hujan yang jatuh ke permukaan lebih banyak mengalir daripada
yang meresap ke dalam tanah, sehingga yang terjadi adalah erosi intensif,
yang unsur-unsurnya ikut tererosi. Dan pada daerah ini, pelapukan kimia
hanya sedikit yang terjadi sehingga menghasilkan endapan bijih nikel yang
tipis, seperti pada endapan bijih nikel oksidasi.
Pada daerah yang rata, pada setiap musim hujan, hasil erosi dari bagian
yang tinggi akan menutupi bagian yang rendah, sehingga air hujan dan
asam humus tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan proses
pelapukan terhadap batuan secara berulang-ulang. Setiap musim hujan,
hasil erosi yang baru akan menutupi yang lama. Akibatnya intensitas
pelapukan tidak memungkinkan terbentuknya endapan bijih nikel pada
daerah yang rata hanya terbentuk tanah penutup yang semakin tebal.
4. Waktu
Faktor yang sangat penting pada proses pelapukan adalah
transportasi dan konsentrasi endapan pada suatu tempat. Untuk
18
terbentuknya endapan nikel laterit membutuhkan waktu yang lama,
mungkin ribuan atau jutaan tahun. Bila waktu pelapukan terlalu cepat
maka endapan bijih nikel yang terbentuk sangat tipis. Endapan bijih nikel
di daerah tanah Buli dan sekitarnya mempunyai profil tanah yang hampir
sama. Perbedaan-perbedaan di lapangan tergantung pada bentuk
morfologi, kegiatan erosi atau mungkin oleh pengaruh struktur geologi
lainnya.
19