02. pengertian dan pembagian hukum

59

Upload: asninsyafiuddin

Post on 22-Jun-2015

25.329 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 02. pengertian dan pembagian hukum
Page 2: 02. pengertian dan pembagian hukum

HUKUM SYARA’

Page 3: 02. pengertian dan pembagian hukum

I. DEFINISI HUKUM SYARA’

Menurut bahasa (etimologi) : Hukum (الحكم/al-hukm) berarti : والقضاء والفصل ,mencegah = المنعmemutuskan.Menurut istilah ushul fiqh (terminologi) : hukum syara’ adalah : ،� تخييرا أو طلبا�، المكلفين، بأفعال المتعلق الشارع خطاب

� وضعا أوKhitab (kalam) asy-syari’ (Pembuat hukum/Allah SWT) yang berkaitan dengan semua perbuatan mukallaf , baik berupa iqtidha` (perintah, larangan, anjuran untuk melakukan atau meninggalkan), takhyir (memilih antara melakukan dan tidak melakukan), atau wadh’i (ketentuan yang menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau penghalang/māni’).

Page 4: 02. pengertian dan pembagian hukum

Penjelasan Definisi al-Hukm Yang dimaksud Khithab asy-syari’ adalah semua bentuk dalil-dalil hukum, baik al-Qur’an, as-Sunnah, maupun Ijma’ dan Qiyas. Namun Abdul Wahab Khalaf berpendapat bahwa yang dimaksud dengan dalil hanya al-Qur’an dan as-Sunnah. Adapun ijma’ dan qiyas sebagai metode menyingkapan hukum dari al-Qur’an dan sunnah. Al-Qur’an dianggap sebagai kalam Allah secara langsung, dan sunnah sebagai kalam Allah secara tidak langsung karena Rasulullah saw tidak mengucapkan sesuatu di bidang hukum kecuali berdasarkan wahyu, sesuai firman Allah:

و4ى ال7ه4 ع4ن8 ي4ن7ط8ق: ا ي:وح4ى. و4م4 ي@ و4ح7 Bإ8ال و4 ه: إ8ن7 dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut

kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (QS. An-Najm : 3-4)Demikian pula dengan ijma’ harus mempunyai sandaran kepada al-Quran dan sunnah. Yang dimaksud perbuatan mukallaf adalah perbuatan yang dilakukan oleh manusia dewasa, berakal sehat, termasuk perbuatan hati (seperti niat), dan perbuatan ucapan (seperti ghibah).

Page 5: 02. pengertian dan pembagian hukum

II. JENIS-JENIS HUKUM SYARA’

A. Hukum TaklifiB. Hukum Wadh’i

Page 6: 02. pengertian dan pembagian hukum

A. HUKUM TAKLIFI

Page 7: 02. pengertian dan pembagian hukum

Definisi Hukum Taklifiبين تخييره أو فعله عن ه Iكف أو المكلف، من فعل طلب اقتضى ما

عنه والكف فعلHukum yang mengandung perintah, larangan, atau memberi pilihan terhadap seorang mukallaf untuk melakukan sesuatu atau tidak berbuat. Contoh perintah melakukan sesuatu :

ة4 ال4 Bالص أ4ق8يم:وا : QS. Al-Baqoroh) .(Dan dirikanlah sholat)  و443)Contoh perintah meninggalkan sesuatu :

ن4ا Tالز ب:وا ر4 ت4ق7 .(Janganlah kalian mendekati perzinaan)  و4ال4(QS. Al-Isra’ : 32)Contoh pilihan melakukan atau meninggalkan sesuatu :

7 ط4اد:وا اص7 ف4 ل4ل7ت:م7 ح4 إ8ذ4ا dan apabila kamu telah) و4menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu.) (QS. Al-Maidah : 2)

Page 8: 02. pengertian dan pembagian hukum

Pembagian Hukum Taklifi

1. Wajib2. Mandub3. Haram4. Makruh5. Mubah

Page 9: 02. pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib

Pengertiannya :الل_زوم8، وجه8 على فعله ارع: Bالش طلب4 ما

وعلى ، والثBواب4 المدح4 امتثاله8 على ورتBبوالعقاب8 الذBم د7رة8 الق: مع تركه8

Yaitu yang dituntut syari’ untuk melakukan suatu perbuatan dengan tegas dan kuat, jika dilaksanakan akan menyebabkan pujian dan pahala, dan jika ditinggalkan dalam keadaan mampu akan menyebabkan celaan dan siksa.

Page 10: 02. pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan wajib, di antaranya :

a. Fi’il amar, seperti : 4ة ال4 Bالص يم:وا أ4ق8 Dan dirikanlah =  و4sholat. (QS. Al-Baqoroh : 43)

b. Kata (أمر) , seperti : 8ان 8ح7س4 اإل7 و4 ب8ال7ع4د7ل8 ر: م:ي4أ7 اللBه4 Bإ8ن

ب4ى ر7 ال7ق: ذ8ي 8يت4اء8 إ Sesungguhnya Allah menyuruh = و4(kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat...(QS. An-Nahl : 90)

c. Kata (كتب) , seperti : UامW الصYي UمU Zك Wي عWل Wب] Uت diwajibkan = كbagia kalian berpuasa. (QS. Al-Baqoroh : 183)

d. Kata (ضWرWف) , seperti : ا ن4اه4 ض7 ر4 و4ف4 ا ل7ن4اه4 4ن7ز4 أ ة@ ور4 Ini) = س:adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam) nya.(QS. An-Nur : 1)

Page 11: 02. pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan wajib (lanjutan…)e. Fi’il yang besambung dengan lamul amri, seperti : وا ل7ي:وف: و4ه:م Zن:ذ:ور4   = dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka. (QS. Al-Hajj : 29)f. Bentuk kata : ( كذا ف8عل: عليك baginya untukmu/له:melakukan itu), seperti : 4ت4ط4اع اس7 م4ن8 ال7ب4ي7ت8 ج_ ح8 النBاس8 ع4ل4ى ل8لIه8 و4

� ب8يال س4 8ل4ي7ه8 mengerjakan haji adalah kewajiban manusia = إterhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (QS. Ali Imran : 97)g. Bentuk berita yang menempatkan sesuatu yang dituntut dalam posisi dilaksanakan secara sempurna sebagai penguat perintah, seperti : 4ن بBص7 ي4ت4ر4 ا اج� و4 أ4ز7 ون4 ي4ذ4ر: و4 ن7ك:م7 م8 و7ن4 Bي:ت4و4ف الBذ8ين4 و4

ا ر� و4ع4ش7 wر ه: أ4ش7 ب4ع4ة4 ر7أ4 Bن ه8 س8 Orang-orang yang meninggal = ب8أ4ن7ف:

dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. (QS. Al-Baqarah:234)

Page 12: 02. pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan wajib (lanjutan…)h. Adanya ancaman jika ditinggalkan, seperti :

ول8ه8 س: و4ر4 اللBه8 م8ن4 wب ر7 ب8ح4 أ7ذ4ن:وا ف4 ع4ل:وا ت4ف7 ل4م7 إ8ن7 Maka =ف4jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. (QS. Al-Baqarah:279)i. Tidak dihitung amal perbuatan jika ada sesuatu yang ditinggalkan. Seperti : 7 يقرأ لم لمن صالة4 ال

الكتاب8 Tidak sah shalat bagi orang yang = بفاتحة8tidak membaca surat al-Fatihah. (Muttafaq ‘alaih)

 

Page 13: 02. pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib (lanjutan…)

Pembagian Wajib :a. Ditinjau dari segi waktu pelaksanaannya terbagi kepada :     1)      Wajib muwassa’, yaitu jika waktu yang ditentukan itu dapat digunakan untuk melaksanakannya dan melaksanakan kewajiban sejenisnya yang lain. Contohnya adalah sholat.2)      Wajib mudlayyaq, yaitu yang hanya cukup untuk melaksanakan satu kewajiban saja, seperti puasa. Sesungguhnya setelah terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari hanya cukup untuk melaksanakan satu puasa saja.

 

Page 14: 02. pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib (lanjutan…)

Pembagian Wajib :b. Ditinjau dari segi ukuran dan batasannya dibagi kepada :

1) Wajib muqaddar/muhaddad (kewajiban yang ditentukan atau dibatasi ukurannya), seperti : nishab zakat dan kadar yang dikeluarkannya.

2) wajib ghairu muqaddar/muhaddad (kewajiban yang tidak ditentukan atau dibatasi ukurannya), seperti : ukuran nafkah wajib bagi suami terhadap isterinya, berbuat baik bagi manusia.

 

Page 15: 02. pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib (lanjutan…)

Pembagian Wajib :c. Ditinjau dari segi ditentukan atau tidak ditentukannya, wajib terbagi kepada :1)     Wajib mu’ayyan (tertentu), yaitu kewajiban yang harus dilakukan tanpa ada pilihan, Ini merupakan kebanyakan kewajiban, seperti shalat lima waktu.2)      Wajib gahiru mu’ayyan (tidak ditentukan), seperti kafarat sumpah pada firman Allah : ]ة Wر WشWع UامWعZط] إ UهU ت WارoفW فWك

pةW قWب Wر Uر[يرZحW ت ZوW أ ZمUهU وWت Zك[س Zو

W أ ZمU [يك WهZل أ WونUع[مZطU ت مWا وZسWط[W أ Zم[ن Wين] اك WسWم 

(tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak). (Al Maidah : 89)

Page 16: 02. pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib (lanjutan…)

Pembagian Wajib :d. Ditinjau dari segi pelakunya, wajib dibagi kepada :1)      Wajib ‘ain, yaitu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang Islam yang mukallaf secara pribadi-pribadi, seperti shalat lima waktu dan puasa.b)      Wajib kifayah, yaitu bahwa yang diperintahkan adalah melaksanakan perbuatan dan tidak disyaratkan harus dilakukan oleh seseorang tertentu, seperti memandikan mayyit dan menshalatkannya. Dan kadang-kadang wajib kifayah itu berubah menjadi wajib ‘ain, seperti jika suatu negeri itu membutuhkan kepada para hakim dan di sana hanya ada dua orang saja, maka jadilah menjadi hakim itu merupakan kewajiban atas keduanya.

 

Page 17: 02. pengertian dan pembagian hukum

2. Mandub Pengertiannya :

على ورتBب ،wإلزام غير من فعل:ه: ارع: Bالش طلب4 ماالذBم_ ترك8ه8 على وليس4 ، والثBواب4 المدح4 امتثاله8

والعقاب:Yaitu yang dituntut syari’ untuk melakukan suatu perbuatan tidak dengan tegas dan kuat, jika dilaksanakan akan menyebabkan pujian dan pahala, dan jika ditinggalkan tidak menyebabkan celaan dan siksa.

Page 18: 02. pengertian dan pembagian hukum

2. Mandub (lanjutan…)Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan mandub, di antaranya :

a. Fi’il amr yang ada dalil yang menunjukkan tidak kuatnya perintah. Seperti : 7ت4د4اي4ن7ت:م 8ذ4ا إ ن:وا آم4 الBذ8ين4 ا 4ي_ه4 أ ي4ا

اك7ت:ب:وه: ف4 م�ى م:س4 wل أ4ج4 8ل4ى إ wب8د4ي7ن = Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (QS. Al-Baqaqrah : 282).

b. Bentuk berita yang menunjukkan anjuran, bukan perintah, seperti : bentuk-bentuk anjuran untuk melakukan dzikir atau shalat tertentu.

c. Setiap perbuatan Nabi saw yang bersifat pembentukan hukum. Seperti shalat sunnah rawatib, shaum sunnah, dsb.

Page 19: 02. pengertian dan pembagian hukum

2. Mandub (lanjutan…)Nama-nama Mandub :

a. Sunnah, b. b. Nafilah, c. c. Mustahab, d. d. Tathawwu’, e. e. Fadhilah

 Sebagian ulama ada yang menamakan mandub jika berkaitan dengan kemaslahatan akhirat, dan irsyad jika berkaitan dengan kemaslahatan duniawi.

Page 20: 02. pengertian dan pembagian hukum

2. Mandub (lanjutan…)Derajat Mandub :

a. Sunnah muakkad, yaitu amalan sunnah yang dilakukan Nabi saw secara terus menerus. Dan kadang-kadang dibarengi dengan anjuran dalam bentukperkataan. Seperti : shalat sunnah dua rakaat sebelum shalat shubuh. Sabda Rasulullah saw : “ وما الد_نيا من خير@ الفجر8 رك7عت4ا Dua rakaat sebelum shubuh lebih baik“ “ فيهاdari pada dunia dan isinya”. (HR. Muslim)

b. Sunnah ghairu muakkad, yaitu amalan sunnah yang tidak dilakukan secara terus menerus. Seperti shalat sunnah 4 rakaat sebelum shalat ashar.

Page 21: 02. pengertian dan pembagian hukum

2. Mandub (lanjutan…)Derajat Mandub :

Termasuk dalam kategori ini adalah amalan-amalan sunah yang diperintahkan Rasulullah saw melalui perkataan tapi dalam prakteknya beliau tidak melakukannya secara terus menerus. Seperti beliau menganjurkan untuk umrah, tapi dalam hidupnya hanya melakukan 4 kali, dan satu kali haji.

c. Fadhilah wa adab (keutamaan dan adab), dinamakan juga sunnah az-zawaid (sunnah tambahan) dan sunnah al-‘adah (sunnah kebiasaan). Yaitu perbuatan Nabi saw yang bukan termasuk ‘ubudiyah. Seperti sifat makan, minum, berpakaian, berjalannya, dsb. Karena meneladani beliau saw merupakan sebuah keutamaan dan terpuji.

Page 22: 02. pengertian dan pembagian hukum

3. Haram Pengertian Haram

ت7م8 الح4 وجه8 على عنه Bالكف ار8ع: Bالش طل4ب4 مافاعل:ه: وي:عاقب: امتثاال�، تارك:ه: ويثاب: واإللزام8،

ا اختيار�Yang dituntut Syari’ untuk ditinggalkan dengan tegas dan kuat, jika ditinggalkan karena ketaatan mendapat pahala, dan jika dilakukan secara sadar mendapat siksa. Haram dinamakan juga mahzhur (larangan).

Page 23: 02. pengertian dan pembagian hukum

3. Haram (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan haram :a. Kata : حرم   , seperti : :م ل4ح7 و4 الدBم: و4 ي7ت4ة: ال7م4 ع4ل4ي7ك:م: م4ت7 Tر ح:

ن7ز8ير [ال7خ8   = Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi. (QS. Al Maidah : 3)

b. Menafikan/meniadakan kehalalan, seperti : ا ه4 ط4لBق4 إ8ن7 ف4ه: غ4ي7ر4 ا و7ج� ز4 ت4ن7ك8ح4 تBى ح4 ب4ع7د: م8ن7 ل4ه: ل_ ت4ح8 ال4 Kemudian jika = ف4

si suami menlalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.(QS. Al-Baqarah : 230)

c. Kata (هيBالن) /nahy/larangan, seperti : 8ع4ن ي4ن7ه4ى و4ال7ب4غ7ي8 و4 ن7ك4ر8 ال7م: و4 اء8 ش4 ح7 dan Allah melarang dari = ال7ف4

perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. (QS. An-Nahl : 90)

Page 24: 02. pengertian dan pembagian hukum

3. Haram (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan haram (lanjutan…) :

d. Kata ( جر4 : : melarang, seperti/ (ز4 قال بير8 الز_ أبي حديث8 ) نBور8؟ ) Tوالس الكلب8 ث4م4ن8 عن عبدالله ابن4 يعني ا جابر� سألت:

ذلك4: - - عن وسلم عليه الله صلى النBبي_ جر4 ز4 Hadits = قال4Abu Zubair, ia berkata : Saya bertanya kepada Jabir tentang anjing dan kucing. Jabir berkata : Nabi saw melarangnya”. (HR. Muslim)

e. Bentuk perintah mengakhiri atau berhenti , seperti : ل4ك:م7 ا ي7ر� خ4 وا ان7ت4ه: ث4ة@ ث4ال4 ول:وا ت4ق: janganlah kamu = و4ال4

mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. (QS. An-Nisa’:171)

f. Bentuk fi’il mudhari’ yang disertai la nahiyah , seperti : ن4ا Tالز ب:وا ر4 ت4ق7 Janganlah kalian mendekati =  و4ال4

perzinaan. (QS. Al-Isra’ : 32)

Page 25: 02. pengertian dan pembagian hukum

3. Haram (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan haram (lanjutan…) :

g. Kata ( ينبغي tidak pantas,wajar), seperti sabda/الRasulullah saw tenang sutra : “ للمتBقين4 هذا ينبغي = ”ال“Ini tidak pantas bagi orang-orang yang bertakwa”. (Hadits Muttafaq ‘alaih)

h. Bentuk perintah meninggalkan dengan kata selain kata (nahy), seperti : 4و7ل ق4 ت4ن8ب:وا و4اج7 ث4ان8 و7

4 األ7 م8ن4 ج7س4 Tالر ت4ن8ب:وا اج7 ف4

ور8 maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang =  الز_najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (QS. Al- Hajj : 30); اع7ت4ز8ل:وا ف4 أ4ذ�ى و4 ه: ق:ل7 يض8 ال7م4ح8 ع4ن8 4ل:ون4ك4 أ ي4س7 و4

يض8 ال7م4ح8 ف8ي اء4 Mereka bertanya kepadamu = النTس4tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid. (QS.al-Baqarah :222)

Page 26: 02. pengertian dan pembagian hukum

3. Haram (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan haram (lanjutan…) :i. Ancaman atau laknat jika melakukannya, baik ancaman

dunia, ataupun akhirat, seperti : اق7ط4ع:وا ف4 ة: ار8ق4 Bو4الس ار8ق: Bو4السا م4 4ي7د8ي4ه: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang = أmencuri, potonglah tangan keduanya. (QS. Al-Maidah : 38)

j. Mensifati perbuatan dengan dosa, seperti hadits : wأنس عن - - : عن وسلم عليه الله صلى النBبي_ ئل س: قال عنه: الله رضي (( : ، النBفس8 وقتل: ، الوالدين8 وعقوق: بالله، اإلشراك: قال الكبائر8؟)) ور8 الز_ Dari Anas ra, ia berkata : Nabi saw ditanya = وشهاد4ة:tentang dosa besar, beliau menjawab : “ Menyekutukan Allah, membunuh jiwa, dan kesaksian palsu”. (Hadits Muttafaq ‘alaih)

k. Mensifati perbuatan dengan pelanggaran, kezaliman, kejahatan, kefasikan, dan semacamnya, seperti : ع4ل:وا ت4ف7 إ8ن7 و4

ب8ك:م7 وق@ ف:س: 8نBه: إ Jika kamu lakukan (yang demikian), maka = ف4sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. (QS. Al-Baqarah : 282)

Page 27: 02. pengertian dan pembagian hukum

3. Haram (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan haram (lanjutan…) :

l. Pelaku suatu perbuatan disamakan dengan binatang, setan, orang-orang kafir, orang-orang yang merugi, atau semacamnya, seperti : 4ان و4 إ8خ7 ك4ان:وا ب4ذTر8ين4 ال7م: Bإ8ن

ي4اط8ين8 Bالش = Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan. (QS. Al-Isra’ : 27)

m. Menamakan perbuatan dengan nama lain yang diharamkan yang keharamannya sudah dimaklumi, seperti mensifati perbuatan dengan perzinahan, pencurian, kemusyrikan, atau yang lain. Di antaranya sabda Rasulullah saw : “ أشرك4 د7 فق4 بغير8الله حلف4 “ من7“barangsiapa yang bersumpah dengan nama selain Allah, sungguh ia telah berbuat syirik”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan lainnya).

Page 28: 02. pengertian dan pembagian hukum

3. Haram (lanjutan…)

Pembagian Haram :Dalam syari’at Islam pengharaman tidak diberikan kecuali pada sesuatu yang kerusakannya bersifat murni atau bersifat secara umum. Kerusakan pada yang diharamkan terjadi pada dzat yang diharamkan itu sendiri, atau pada sebabnya. Oleh karena itu haram terbagi kepada 2 bagian.

a. Muharram lidzatih atau haram karena dzatnya, seperti syirik, zina, mencuri, memakan daging babi, dsb.

b. Muharram lighairih atau haram karena yang lain. Ini pada dasarnya mubah atau legal karena tidak mengandung kerusakan atau karena aspek kemaslahatannya kuat, akan tetapi karena kondisi tertentu,ia menjadi haram karena sebagai sebab timbulnya kerusakan. Maka dalam keadaan itu, ia menjadi haram. Seperti berjual beli pada dasarnya boleh dan disyari’atkan, tetapi kalau dilakukan saat azan shalat jum’at sudah dikumandangkan, ia menjadi haram.

Page 29: 02. pengertian dan pembagian hukum

4. Makruh

Pengertian Makruh :على ال ترك4ه: المكلBف8 من ارع: Bالش طلب4 ماامتثاال�، تارك:ه ويثاب: واإللزام8، الحت7م8 وجه8

فاعل:ه: يعاقب: والYang dituntut Syari’ dari seorang mukallaf untuk ditinggalkan tidak dengan tegas dan kuat, jika ditinggalkan karena ketaatan mendapat pahala, dan tidak disiksa jika dilakukan.

Page 30: 02. pengertian dan pembagian hukum

4. Makruh (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan makruh :

a. Kata (karaha =tidak suka/ benci). Seperti sabda Rasulullah saw : (( عليك:م م Bحر الله Bإن

وكر8ه ، وهات8 ومنع4 ، البنات8 وأود4 ، األمBهات8 عقوق4المال8 وإضاع4ة4 ، ؤال8 الس_ وكثرة4 ، وقال4 قيل4 ((لك:م

= Sesungguhnya Allah telah mengharmkan mendurhakai ibu, mengubur anak wanita hidup-hidup, tidak mau memberi, dan Allah membenci desas desus, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta”. (Hadits Muttafaq ‘alaih). Dalam hadits inidibedakan antara haram dan makruh.

Page 31: 02. pengertian dan pembagian hukum

4. Makruh (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan makruh (lanjutan…):

c. Bentuk larangan yang disertai dalil yang memalingkannya dari haram, seperti hadits Abdullah bin Umar, ia berkata : 8الث_وم أكل8 عن خيبر4 يوم4 Rasulullah= نهىsaw melarang makan bawang putih pada hari Perang Khaibar. Larangan ini dalam arti makruh dengan dalil hadits Abu Ayyub al-Anshari, ia berkata : Rasulullah saw apabila diberikan makanan, beliau memakannya dan memberikan sisanya kepada saya. Pada suatu hari beliau memberikan makanan sisa yang belum beliau makan, karena ada bawang putih pada makanan itu. Lalu saya bertanya kepadanya : Apakah itu haram?. Beliau bersabda : “Tidak, akan tetapi saya tidak menyukainya karena baunya”. Abu Ayyub berkata : Kalau begitu saya tidak menyukai apa yang engkau tidak sukai. (HR. Muslim)

d. Sesuatu yang ditinggalkan Nabi saw dengan maksud penentuan hokum, bukan karena tabiat kemanusiaan.

Page 32: 02. pengertian dan pembagian hukum

5. Mubah Pengertiannya :وال وتركه8، فعله8 بين المكلBف ارع: Bالش خيBر ما

ترك8ه8 أو بفعله8 ذم� وال شرعي� مدح@ ه: . يلحق:Pemberian kebebasan memilih dari Syari’kepada mukallaf untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, tidak ada pujian dan celaan syar’I dalam melakukan atau meninggalkannya.

Page 33: 02. pengertian dan pembagian hukum

5. Mubah (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan mubah a. Adanya kata halal secara jelas, seperti : Bل أ:ح8 ال7ي4و7م4

ل4ك:م7 ل� ح8 ال7ك8ت4اب4 أ:وت:وا الBذ8ين4 و4ط4ع4ام: الطBيTب4ات: ل4ك:م:م7 ل4ه: ل� ح8 ك:م7 Pada hari ini dihalalkan bagimu = و4ط4ع4ام:

yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (QS. Al-Maidah : 5)

b. Meniadakan dosa dalam melakukannya, seperti : ع4ل4ي7ه8 8ث7م4 إ ال4 ف4 wع4اد و4ال4 wب4اغ غ4ي7ر4 Bط:ر اض7 م4ن8 Tetapi = ف4

barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. (QS. Al-Maidah : 173)

Page 34: 02. pengertian dan pembagian hukum

5. Mubah (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan mubah (lanjutan…)

c. Bentuk perintah setelah larangan, seperti : اب7ت4غ:وا و4 ض8 ر7

4 األ7 ف8ي وا ر: ان7ت4ش8 ف4 ة: ال4 Bالص ي4ت8 ق:ض8 إ8ذ4ا ف4اللBه8 ل8 ف4ض7 Apabila telah ditunaikan = م8ن7

sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah. (QS. Al-Jumu’ah : 10). Ini perintah setelah adanya larangan pada ayat sebelumnya.

d. Mubah sebagai hokum asal sebagaimana dikatakan bahwa dasar pada sesuatu itu adalah boleh. Segala sesuatu itu mubah selama tidak ada dalil yang memindahkan kemubahan itu pada hukum lain.

Page 35: 02. pengertian dan pembagian hukum

B. HUKUM WADH’I

Page 36: 02. pengertian dan pembagian hukum

Definisi Hukum Wadh’iمانعا   أو ، له شرطا أو لشيء، سببا شيء وضع اقتضى ما

منهKetentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang sebab, syarat, dan māni’ (sesuatu yang menjadi penghalang kecakapan untuk melakukan hukum taklifi). Contoh sesuatu menjadi sebab adanya hukum taklifi :

ك:م7 وه4 و:ج: ل:وا7 فاغ7س8 الة8 Bالص 8ل4ى إ ت:م7 م7 ق: 8ذ4ا إ 7 ن:وا آم4 الBذ8ين4 ا 4ي_ه4 أ ي4اق8 اف8 ر4 ال7م4 8ل4ى إ 4ي7د8ي4ك:م7 أ و4

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (QS. Al-Maidah : 6)

Page 37: 02. pengertian dan pembagian hukum

Definisi Hukum Wadh’I (lanjutan…)

 Contoh sesuatu menjadi syarat adanya hukum taklifi :

� ب8يال س4 8ل4ي7ه8 إ ت4ط4اع4 اس7 م4ن8 ال7ب4ي7ت8 ج_ ح8 النBاس8 ع4ل4ى ل8لIه8 و4mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (QS. Ali Imran : 97)Contoh sesuatu yang menjadi mani’ (penghalang) hukum taklifi :

ات8ل: ال7ق4 ي4ر8ث: ال4Yang membunuh tidak mendapat warisan “. (HR. Ahmad)

Page 38: 02. pengertian dan pembagian hukum

Definisi Hukum Wadh’I (lanjutan…)

Dinamakan hukum wadh’i, karena yang menentukan atau menetapkan hukum itu adalah Syari’ (Pembuat hukum/Allah). Umpamanya, Allah-lah yang menentukan bahwa hendak melakukan shalat sebagai sebab wajibnya berwudhu, istitha’ah (kemampuan)sebagai syarat bagi wajib melaksanakan ibadah haji, pembunuhan pewaris terhadapahli warisnya sebagai penghalang mendapatkan warisan, tanpa berhubungan dengan permintaan dari mukallaf. Dari penjelasan ini dapat dibedakan antara hukum taklifi dengan hukum wadh’i, yaitu bahwa hukum taklifi didasarkan pada kemampuan mukallaf, sedangkan hukum wadh’i tidak didasarkan pada kemampuan atau tidak mampunya mukallaf. Ada atau tidak adanya sesuatu didasarkan pada ketentuan syari’at.

Page 39: 02. pengertian dan pembagian hukum

Pembagian Hukum Wadh’i

1. Sebab2. Syarat3. Mani’4. Sah dan Batal5. ‘Azimah dan Rukhshah

Page 40: 02. pengertian dan pembagian hukum

1. Sebab Pengertian SebabSecara bahasa berarti :

غير8ه8 إلى به8 ي:توصل: wشيء ك:ل_Sesuatu yang bisa menyampaikan seseorang kepada sesuatu yg lain. Secara istilah, sebab yaitu :

كم8، الح: وجود8 على عالمة� وجود4ه: رع: Bالش جعل4 الBذي األمر:كم8 الح: عد4م8 على عالمة� وعد4م4ه:

Sesuatu yang dijadikan oleh syariat sebagai tanda bagi adanya hukum, dan tidak adanya sebab sebagai tanda bagi tidak adanya hukum.

Page 41: 02. pengertian dan pembagian hukum

1. Sebab (lanjutan…)

Pembagian Sebab a.  Sebab yang bukan merupakan perbuatan mukallaf, dan

berada di luar kemampuannya. Namun, sebab itu mempunyai hubungan dengan hukum taklifi, karena syariat telah menjadikannya sebagai alasan bagi adanya suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh mukallaf. Misal, tergelincir matahari menjadi sebab (alasan) bagi datangnya waktu shalat dhuhur, masuknya awal bulan ramadhan menjadi sebab bagi kewajiban puasa ramadhan.

b. Sebab yang merupakan perbuatan mukallaf dan dalam batasan kemampuannya. Misal: perjalanan (safar) menjadi sebab bagi bolehnya berbuka puasa di siang ramadhan, akad jual beli menjadi sebab bagi perpindahan hak milik dari penjual kepada pembeli.

Page 42: 02. pengertian dan pembagian hukum

2. Syarat Pengertian Syarat Secara bahasa berarti : :ة .tanda / العالم4Secara istilah, syarat yaitu :ذات8 من ء�ا جز7 هو4 وليس4 وجود8ه8، على يء8 Bالش وجود: ماتوقBف4

ما و:جود: جود8ه8 من يلزم: ال كما عنه:، خارج@ هو4 بل7 يء8، Bالش ذلك4فيه8 ط�ا شر7 كان4

Sesuatu yang tergantung kepadanya ada sesuatu yang lain, ia bukan bagian dari sesuatu yang lain itu, tetapi berada di luar hakikat sesuatu itu, sebagaimana adanya sesuatu itu tidak menuntut adanya sesuatu yang lain yang mengsyaratkannya.Contoh : wudhu merupakan syarat bagi sahnya shalat, sahnya shalat tergantung adanya wudhu, tetapi wudhu itu bukan merupakan bagian dari shalat, dan juga adanya wudhu tidak mesti adanya shalat.

Page 43: 02. pengertian dan pembagian hukum

2. Syarat (lanjutan…)

Pembagian Syarata.  Syarat Syar’i, yaitu syarat yang datang

langsung dari syari’at itu sendiri. contoh , adanya haul (cukup satu tahun) bagi harta yang sudah mencapai nishab merupakan syarat bagi wajibnya zakat.

b. Syarat Ja’ly, yaitu syarat yang datang dari kemauan orang mukallaf itu sendiri dalam tindakan dan mu’amalah, bukan dalam masalah ibadah. Contoh : syarat-syarat yang ditentukan orang-orang yang melakukan berbagai transaksi.

Page 44: 02. pengertian dan pembagian hukum

3. Mani’

Pengertian Mani’Secara bahasa berarti penghalang dari sesuatu. Secara istilah, mani’ adalah :

العد4م4 وجود8ه8 على رع: Bالش رتBب ماpSesuatu yang ditetapkan syariat

sebagai penghalang bagi adanya hukum, atau penghalang bagi berfungsinya suatu sebab.

Page 45: 02. pengertian dan pembagian hukum

3. Mani’ (lanjutan...)

Pembagian Mani’a.  Māni’ lil-Hukm, yaitu : sesuatu yang

ditetapkan syariat sebagai penghalang bagi adanya hukum. Misal: haid wanita sebagai penghalang shalat.

b. Māni’ lis-Sabab, yaitu sesuatu yang ditetapkan syariat sebagai penghalang bagi berfungsinya suatu sebab, sehingga sebab itu tidak lagi mempunyai akibat hukum. Contoh : adanya hutang merupakan penghalang bagi wajibnya zakat harta sekalipun sudah mencapai nishab dan haul.

Page 46: 02. pengertian dan pembagian hukum

4. Sah dan BatalPengertian Sah dan Batal : Sah/Shihhah/Shah : maksudnya perbuatan hukum yang sesuai dengan tuntutan syara’, yaitu terpenuhinya sebab, syarat, dan tidak ada m ā ni’. Sah dapat diartikan lepas tanggung jawab atau gugur kewajiban di dunia serta memperoleh pahala dan ganjaran di akhirat. Misal: mengerjakan shalat dhuhur setelah tergelincir matahari (sebab), didahului dengan wudhu’ (syarat), dan tidak ada halangan haid bagi pelakunya (m ā ni’). Shalat yang dilakukan itu hukumnya sah. Tapi jika sebab tidak ada, syarat tidak terpenuhi, maka shalatnya dikatakan tidak sah, walaupun m ā ni’-nya tidak ada.

Page 47: 02. pengertian dan pembagian hukum

4. Sah dan Batal (lanjutan...)

Pengertian Sah dan Batal : Batal/Buthlan/Bathil : yaitu terlepasnya hukum syara’ dari ketentuan yang ditetapkan dan tidak ada akibat hukum yang ditimbulkannya. Batal juga dapat diartikan tidak melepaskan tanggung jawab, tidak menggugurkan kewajiban di dunia, dan di akhirat tidak memperoleh pahala.

Page 48: 02. pengertian dan pembagian hukum

4. Sah dan Batal (lanjutan...)Perbedaan para ulama tentang penggunaan istilah sah dan batal dalam masalah muamalah : Menurut Jumhur ulama, tidak ada perbedaan dalam ibadah dan muamalah, dalam keduanya berlaku “sah atau batal”. Sebagian ulama mazhab Hanafi : – Dalam maslah ibadah sependapat

dengan jumhur ulama, yaitu hanya ada “sah atau batal”.

Page 49: 02. pengertian dan pembagian hukum

4. Sah dan Batal (lanjutan...)– Dalam masalah muamalah, yaitu dalam

masalah ‘uqud, perjanjian yang tidak sah terbagi dua: batal dan fasid (rusak). Bila cacat terdapat dalam rukun & syarat, maka akad menjadi batal, ia tidak mengakibatkan timbulnya hukum karena tidak ada sebab. Sedang jika cacat itu ada dalam suatu syarat dari beberapa syarat yang berhubungan dengan hukum maka akad itu menjadi fasid, tapi tidak batal, dan berakibat timbulnya sebagian pengaruh hukum. Misal: akad nikah dengan wanita muhrimat adalah batal. Tapi pernikahan yang tidak dihadiri dua orang saksi disebut fasid, pengaruhnya suami wajib bayar mahar, isteri tetap menjalankan masa ‘iddah, anak masih dapat dihubungkan dengan suaminya.

Page 50: 02. pengertian dan pembagian hukum

5. ‘Azimah dan RukhshahPengertian ‘Azimah :Secara bahasa : ‘azaimah berarti kemauan yang kuat. Menurut istilah adalah : wقTمتعل غير: المشروعات8 في األصل: هو4 لما اسم@

بالعوارض8Suatu ungkapan tentang hukum-hukum yang disyari’atkan Allah sejak semula, tidak berkaitan dengan suatu peristiwa baru. Contoh : Hukum shalat Dhuhur 4 raka’at adalah hukum asal, itu disebut ‘azimah. Hukum makan bangkai adalah haram adalah hukum asal, itu adalah ‘azimah.

Page 51: 02. pengertian dan pembagian hukum

5. ‘Azimah dan Rukhshah (lanjutan...)

Pengertian Rukhshah :Menurut bahasa: rukhshah berarti mudah dan gampang. Menurut istilah rukhshah berarti :عن ه8 وصف8 في ا خارج� بالعوارض8 ا متعلTق� رع4 ش: ل8ما اسم@

بالع:ذ7ر8 أصله8Suatu nama bagi hukum yang disyari’atkan karena adanya peristiwa baru yang keluar dari hukum asal karena ada udzur. Contoh : menjama’ dua shalat karena ada udzur safar (perjalanan) dan hujan; menqashar shalat bagi musafir; boleh makan bangkai bagi orang yang dalam keadaan darurat. Hukum-hukum ini keluar dari hukum asal, dan yang mempengaruhinya adalah karena ada udzur.

Page 52: 02. pengertian dan pembagian hukum

5. ‘Azimah dan Rukhshah (lanjutan...)Faktor Penyebab adanya Rukhshah

1. Lemah fisik. Seperti : tidak adanya kewajiban atas anak kecil dan orang gila, gugurnya kewajiban shalat jum’at bagi wanita.

2. Sakit. Seperti boleh berbuka puasa bagi orang yang sakit.

3. Perjalanan. Seperti boleh menqashar shalat yang empat rakaat.

4. Lupa. Seperti sah puasa orang yang makan dan minum karena lupa.

5. Jahl/bodoh/tidak tahu. Seperti gugurnya siksaan orang yang tidak bisa dalam belajar jika terjadi karena tidak melalaikan.

6. Keadaan terpaksa. Seperti boleh makan bangkai bagi orang yang kelaparan dan takut mati kalau tidak makan.

7. Bencana yang bersifat umum, yaitu dalam keadaan yang sulit melepaskan darinya.

Page 53: 02. pengertian dan pembagian hukum

5. ‘Azimah dan Rukhshah (lanjutan...)

Macam-macam Rukhshah 1.  Boleh melakukan yang haram karena

keadaan darurat. Seperti boleh makan daging babi karena darurat.

2. Boleh meninggalkan yang wajib. Seperti tidak berdiri dalam shalat bagi orang yang tidak mampu.

3. Membenarkan sebagian akad yang kurang persyaratan umumnya untuk menghilangkan kesulitan dan memudahkan manusia. Seperti akad salam dan jasa kerja.

Page 54: 02. pengertian dan pembagian hukum

5. ‘Azimah dan Rukhshah (lanjutan...)Derajat Mengambil Rukhshah

1. Boleh memilih antarmengambil rukhshah atau meninggalkannya. Seperti boleh berbuka puasa bagi musafir atau tetap berpuasa.

2. Lebih utama mengambil rukhshah. Seperti menqashar shalat bagi musafir, karena Rasulullah saw selalu mengqashar shalat dalam safar.

3. Lebih utama meninggalkan rukhshah. Seperti sabar menanggung penderitaan ketika dipaksa mengatakan kata kekufuran.

4. Wajib mengambil rukhshah. Seperti wajib makan bangkai bagi orang yang dalam keadaan darurat agar tidak mati.

Page 55: 02. pengertian dan pembagian hukum

Ada’, I’adah, Qadha’Tiga istilah syari’at yang berhubungan dengan hukum wadh’i dilihat dari sisi waktu pelaksanaan ibadah :

1. Ada’, yaitu melakukan suatu ibadah pada waktu yang ditentukan menurut syari’at.

2. I’adah (pengulangan), yaitu melakukan suatu ibadah pada waktu yang telah ditentukan oleh syari’at untuk kedua kalinya karena ada semacam kerusakan atau kekurangan dalam menunaikannya.

3. Qadha’, yaitu melakukan suatu ibadah setelah keluar dari waktu yang telah ditentukan oleh syari’at, baik karena kerusakan dalam menunaikan atau karena meninggalkannya secara keseluruhan, karena adanya suatu udzur atau tanpa udzur.

Page 56: 02. pengertian dan pembagian hukum

Ada’, I’adah, Qadha’ (lanjutan...)

Catatan :Bahwa qadha tidak ada dalil yang memerintahkan qadha kecuali dalam melakukan ibadah setelah keluar waktunya disebabkan adanya udzur seperti tidak shalat disebabkan ketiduran, atau puasa bagi wanita haidh dan nifas. Adapun keluarnya waktu tanpa udzur, tidak ada dalil yang memerintahkan qadha. Ini berbeda dengan pendapat kebanyakan ulama fiqh.

Page 57: 02. pengertian dan pembagian hukum

Ada’, I’adah, Qadha’ (lanjutan...)

Ini diperkuat oleh masalah yang dilontarkan oleh para ulama ushul fiqh, apakah qadha itu berdasarkan perintah pertama, atau membutuhkan perintah baru?Kebanyakan ulama berpendapat bahwa qadha membutuhkan perintah baru. Inilah pendapat yang benar, karena ibadah yang berkaitan dengan waktu, dimaksudkan oleh Syari’ dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan. Jika seorang mukallaf mengabaikannya lalu melaksanakannya di luar waktunya tanpa udzur, berarti ia tidak melakukannya sesuai perintah. Padahal nabi saw telah bersabda : “Barangsiapa yang melakukan suatu amal tidak berdasarkan perintah kami, maka amal itu ditolak”. (HR. Muslim).

Page 58: 02. pengertian dan pembagian hukum

Ada’, I’adah, Qadha’ (lanjutan...)

Ini berbeda dengan orang yang punya udzur. Bisa jadi syari’at menggugurkan kewajibannya dan tidak memerintahkannya seperti menqadha shalat bagi wanita haidh. Atau karena ada perintah baru, seperti perintah mengqadha shalat bagi orang yang tidur dan lupa, perintah mengqadha puasa bagi wanita haidh dan nifas dan bagi musafir, menggantikan haji bagi orang yang tidak mampu melaksanakan haji di masa hidupnya. Dari permasalahan ini timbul masalah baru, yaitu mengqadha shalat, puasa dan semacamnya bagi orang yang meninggalkannnya pada waktunya dengan sengaja. Ini baginya tidak ada rukhshah untuk mengqadhanya, tetapi caranya dengan taubat dan banyak melakukan ibadah sunnah.

Page 59: 02. pengertian dan pembagian hukum

Semoga dapat dipahami!!!

جزاكم الله خيرا كثيرا

وشكرا على حسن ! استماعكم

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن الاله إال انت استغفرك واتوب إليكوالسالم عليكم ورحمة الله وبركاته

: أخوكم في اللهأسنين شفيع الدين082110609056

[email protected]://abufathirabbani.blogspot.com