pengertian dan pembagian hukum

59

Upload: elementary-schools

Post on 21-Jan-2017

146 views

Category:

Spiritual


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengertian dan pembagian hukum
Page 2: Pengertian dan pembagian hukum

HUKUM SYARA’

Page 3: Pengertian dan pembagian hukum

I. DEFINISI HUKUM SYARA’

Menurut bahasa (etimologi) : Hukum (الحكم/al-hukm) berarti : والقضاء والفصل .mencegah, memutuskan = المنعMenurut istilah ushul fiqh (terminologi) : hukum syara’ adalah :تخييرا، أو طلبا، المكلفين، بأفعال المتعلق الشارع خطاب

وضعا أوKhitab (kalam) asy-syari’ (Pembuat hukum/Allah SWT) yang berkaitan dengan semua perbuatan mukallaf , baik berupa iqtidha` (perintah, larangan, anjuran untuk melakukan atau meninggalkan), takhyir (memilih antara melakukan dan tidak melakukan), atau wadh’i (ketentuan yang menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau penghalang/māni’).

Page 4: Pengertian dan pembagian hukum

Penjelasan Definisi al-Hukm Yang dimaksud Khithab asy-syari’ adalah semua bentuk dalil-dalil hukum, baik al-Qur’an, as-Sunnah, maupun Ijma’ dan Qiyas. Namun Abdul Wahab Khalaf berpendapat bahwa yang dimaksud dengan dalil hanya al-Qur’an dan as-Sunnah. Adapun ijma’ dan qiyas sebagai metode menyingkapan hukum dari al-Qur’an dan sunnah. Al-Qur’an dianggap sebagai kalam Allah secara langsung, dan sunnah sebagai kalam Allah secara tidak langsung karena Rasulullah saw tidak mengucapkan sesuatu di bidang hukum kecuali berdasarkan wahyu, sesuai firman Allah:

الهوى عن ينطق يوحى. وما وحي Bإال هو إن dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut

kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (QS. An-Najm : 3-4)Demikian pula dengan ijma’ harus mempunyai sandaran kepada al-Quran dan sunnah. Yang dimaksud perbuatan mukallaf adalah perbuatan yang dilakukan oleh manusia dewasa, berakal sehat, termasuk perbuatan hati (seperti niat), dan perbuatan ucapan (seperti ghibah).

Page 5: Pengertian dan pembagian hukum

II. JENIS-JENIS HUKUM SYARA’

A. Hukum TaklifiB. Hukum Wadh’i

Page 6: Pengertian dan pembagian hukum

A. HUKUM TAKLIFI

Page 7: Pengertian dan pembagian hukum

Definisi Hukum Taklifiبين تخييره أو فعله عن كفه أو المكلف، من فعل طلب اقتضى ما

عنه والكف فعلHukum yang mengandung perintah, larangan, atau memberi pilihan terhadap seorang mukallaf untuk melakukan sesuatu atau tidak berbuat. Contoh perintah melakukan sesuatu :

الة Bالص : QS. Al-Baqoroh) .(Dan dirikanlah sholat)  وأقيموا43)Contoh perintah meninggalkan sesuatu :

نا الز تقربوا .(Janganlah kalian mendekati perzinaan)  وال(QS. Al-Isra’ : 32)Contoh pilihan melakukan atau meninggalkan sesuatu :

فاصطادوا حللتم dan apabila kamu telah) وإذاmenyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu.) (QS. Al-Maidah : 2)

Page 8: Pengertian dan pembagian hukum

Pembagian Hukum Taklifi1. Wajib2. Mandub3. Haram4. Makruh5. Mubah

Page 9: Pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib Pengertiannya :اللزوم، وجه على فعله ارع Bالش طلب ما

وعلى والثBواب، المدح امتثاله على ورتBبوالعقاب الذBم القدرة مع تركه

Yaitu yang dituntut syari’ untuk melakukan suatu perbuatan dengan tegas dan kuat, jika dilaksanakan akan menyebabkan pujian dan pahala, dan jika ditinggalkan dalam keadaan mampu akan menyebabkan celaan dan siksa.

Page 10: Pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib (lanjutan…)Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan wajib, di antaranya :

a. Fi’il amar, seperti : الة Bالص Dan dirikanlah =  وأقيمواsholat. (QS. Al-Baqoroh : 43)

b. Kata (أمر) , seperti : واإلحسان بالعدل يأمر اللBه Bإنالقربى ذي Sesungguhnya Allah menyuruh = وإيتاء

(kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat...(QS. An-Nahl : 90)

c. Kata (كتب) , seperti : الصيام عليكم diwajibkan = كتبbagia kalian berpuasa. (QS. Al-Baqoroh : 183)

d. Kata (فرض) , seperti : وفرضناها أنزلناها Ini) = سورةadalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam) nya.(QS. An-Nur : 1)

Page 11: Pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib (lanjutan…)Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan wajib (lanjutan…)e. Fi’il yang besambung dengan lamul amri, seperti : وليوفوانذورهم   = dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka. (QS. Al-Hajj : 29)f. Bentuk kata : ( كذا فعل عليك baginya untukmu melakukan/لهitu), seperti : سبيال إليه استطاع من البيت حج النBاس على ولله = mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (QS. Ali Imran : 97)g. Bentuk berita yang menempatkan sesuatu yang dituntut dalam posisi dilaksanakan secara sempurna sebagai penguat perintah, seperti : صنBيترب أزواجا ويذرون منكم ون Bيتوف والBذين

وعشرا أشهر أربعة Bبأنفسهن = Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. (QS. Al-Baqarah:234)

Page 12: Pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan wajib (lanjutan…)h. Adanya ancaman jika ditinggalkan, seperti :

ورسوله اللBه مzن بحرب zأذنواzف تفعلوا zلم zفإن= Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. (QS. Al-Baqarah:279)i. Tidak dihitung amal perbuatan jika ada sesuatu yang ditinggalkan. Seperti : لمن صالة ال

الكتاب بفاتحة يقرأ zلم = Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca surat al-Fatihah. (Muttafaq ‘alaih)

 

Page 13: Pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib (lanjutan…)

Pembagian Wajib :a. Ditinjau dari segi waktu pelaksanaannya terbagi kepada :     1)      Wajib muwassa’, yaitu jika waktu yang ditentukan itu dapat digunakan untuk melaksanakannya dan melaksanakan kewajiban sejenisnya yang lain. Contohnya adalah sholat.2)      Wajib mudlayyaq, yaitu yang hanya cukup untuk melaksanakan satu kewajiban saja, seperti puasa. Sesungguhnya setelah terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari hanya cukup untuk melaksanakan satu puasa saja.

 

Page 14: Pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib (lanjutan…)

Pembagian Wajib :b. Ditinjau dari segi ukuran dan batasannya dibagi kepada :

1) Wajib muqaddar/muhaddad (kewajiban yang ditentukan atau dibatasi ukurannya), seperti : nishab zakat dan kadar yang dikeluarkannya.

2) wajib ghairu muqaddar/muhaddad (kewajiban yang tidak ditentukan atau dibatasi ukurannya), seperti : ukuran nafkah wajib bagi suami terhadap isterinya, berbuat baik bagi manusia.

 

Page 15: Pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib (lanjutan…)Pembagian Wajib :c. Ditinjau dari segi ditentukan atau tidak ditentukannya, wajib terbagi kepada :1)     Wajib mu’ayyan (tertentu), yaitu kewajiban yang harus dilakukan tanpa ada pilihan, Ini merupakan kebanyakan kewajiban, seperti shalat lima waktu.2)      Wajib gahiru mu’ayyan (tidak ditentukan), seperti kafarat sumpah pada firman Allah : عشرة إطعام فكفارته

رقبة تحرير أو كسوتهم أو أهليكم تطعمون ما أوسط من  مساكين(tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak). (Al Maidah : 89)

Page 16: Pengertian dan pembagian hukum

1. Wajib (lanjutan…)Pembagian Wajib :d. Ditinjau dari segi pelakunya, wajib dibagi kepada :1)      Wajib ‘ain, yaitu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang Islam yang mukallaf secara pribadi-pribadi, seperti shalat lima waktu dan puasa.b)      Wajib kifayah, yaitu bahwa yang diperintahkan adalah melaksanakan perbuatan dan tidak disyaratkan harus dilakukan oleh seseorang tertentu, seperti memandikan mayyit dan menshalatkannya. Dan kadang-kadang wajib kifayah itu berubah menjadi wajib ‘ain, seperti jika suatu negeri itu membutuhkan kepada para hakim dan di sana hanya ada dua orang saja, maka jadilah menjadi hakim itu merupakan kewajiban atas keduanya.

 

Page 17: Pengertian dan pembagian hukum

2. Mandub Pengertiannya :

zعلى zبBورت إلزام، غير من zفعله ارع Bالش zطلب ماالذBم zتركه zعلى وليس والثBواzب، اzلمzدح امتثاله

والعقابYaitu yang dituntut syari’ untuk melakukan suatu perbuatan tidak dengan tegas dan kuat, jika dilaksanakan akan menyebabkan pujian dan pahala, dan jika ditinggalkan tidak menyebabkan celaan dan siksa.

Page 18: Pengertian dan pembagian hukum

2. Mandub (lanjutan…)Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan mandub, di antaranya :

a. Fi’il amr yang ada dalil yang menunjukkan tidak kuatnya perintah. Seperti : تداينتم إذا آمنوا الBذين أيها يا

فاكتبوه مسمى أجل إلى Hai orang-orang yang = بدينberiman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (QS. Al-Baqaqrah : 282).

b. Bentuk berita yang menunjukkan anjuran, bukan perintah, seperti : bentuk-bentuk anjuran untuk melakukan dzikir atau shalat tertentu.

c. Setiap perbuatan Nabi saw yang bersifat pembentukan hukum. Seperti shalat sunnah rawatib, shaum sunnah, dsb.

Page 19: Pengertian dan pembagian hukum

2. Mandub (lanjutan…)Nama-nama Mandub :

a. Sunnah, b. Nafilah, c. Mustahab, d. Tathawwu’, e. Fadhilah

 Sebagian ulama ada yang menamakan mandub jika berkaitan dengan kemaslahatan akhirat, dan irsyad jika berkaitan dengan kemaslahatan duniawi.

Page 20: Pengertian dan pembagian hukum

2. Mandub (lanjutan…)Derajat Mandub :

a. Sunnah muakkad, yaitu amalan sunnah yang dilakukan Nabi saw secara terus menerus. Dan kadang-kadang dibarengi dengan anjuran dalam bentukperkataan. Seperti : shalat sunnah dua rakaat sebelum shalat shubuh. Sabda Rasulullah saw : “ فيها وما الدنيا من خير الفجر Dua“ “ ركعتاrakaat sebelum shubuh lebih baik dari pada dunia dan isinya”. (HR. Muslim)

b. Sunnah ghairu muakkad, yaitu amalan sunnah yang tidak dilakukan secara terus menerus. Seperti shalat sunnah 4 rakaat sebelum shalat ashar.

Page 21: Pengertian dan pembagian hukum

2. Mandub (lanjutan…)Derajat Mandub :

Termasuk dalam kategori ini adalah amalan-amalan sunah yang diperintahkan Rasulullah saw melalui perkataan tapi dalam prakteknya beliau tidak melakukannya secara terus menerus. Seperti beliau menganjurkan untuk umrah, tapi dalam hidupnya hanya melakukan 4 kali, dan satu kali haji.

c. Fadhilah wa adab (keutamaan dan adab), dinamakan juga sunnah az-zawaid (sunnah tambahan) dan sunnah al-‘adah (sunnah kebiasaan). Yaitu perbuatan Nabi saw yang bukan termasuk ‘ubudiyah. Seperti sifat makan, minum, berpakaian, berjalannya, dsb. Karena meneladani beliau saw merupakan sebuah keutamaan dan terpuji.

Page 22: Pengertian dan pembagian hukum

3. Haram Pengertian Haram

الحتم وجه على عنه Bالكف ارع Bالش طلب مافاعله ويعاقب امتثاال، تاركه ويثاب واإللزام،

اختياراYang dituntut Syari’ untuk ditinggalkan dengan tegas dan kuat, jika ditinggalkan karena ketaatan mendapat pahala, dan jika dilakukan secara sadar mendapat siksa. Haram dinamakan juga mahzhur (larangan).

Page 23: Pengertian dan pembagian hukum

3. Haram (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan haram :a. Kata : حرم   , seperti : ولحم والدBم الميتة عليكم مت حر

الخنزير   = Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi. (QS. Al Maidah : 3)

b. Menafikan/meniadakan kehalalan, seperti : قهاBطل فإنغيره زوجا تنكح حتBى بعد من له تحل Kemudian jika si = فال

suami menlalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.(QS. Al-Baqarah : 230)

c. Kata (هيBالن) /nahy/larangan, seperti : الفحشاء عن وينهىوالبغي ,dan Allah melarang dari perbuatan keji = والمنكر

kemungkaran dan permusuhan. (QS. An-Nahl : 90)

Page 24: Pengertian dan pembagian hukum

3. Haram (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan haram (lanjutan…) :

d. Kata (زجر) /melarang, seperti : : قال بير الز أبي حديث ) نBور؟ ) والس الكلب ثمن عن عبدالله ابن يعني جابرا سألت

ذلك: - - عن وسلم عليه الله صلى النBبي زجر Hadits = قالAbu Zubair, ia berkata : Saya bertanya kepada Jabir tentang anjing dan kucing. Jabir berkata : Nabi saw melarangnya”. (HR. Muslim)

e. Bentuk perintah mengakhiri atau berhenti , seperti : واللكم خيرا انتهوا ثالثة janganlah kamu = تقولوا

mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. (QS. An-Nisa’:171)

f. Bentuk fi’il mudhari’ yang disertai la nahiyah , seperti : نا الز تقربوا .Janganlah kalian mendekati perzinaan =  وال

(QS. Al-Isra’ : 32)

Page 25: Pengertian dan pembagian hukum

3. Haram (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan haram (lanjutan…) :

g. Kata ( ينبغي tidak pantas,wajar), seperti sabda/الRasulullah saw tenang sutra : “ للمتBقين هذا ينبغي = ”ال“Ini tidak pantas bagi orang-orang yang bertakwa”. (Hadits Muttafaq ‘alaih)

h. Bentuk perintah meninggalkan dengan kata selain kata (nahy), seperti : قول واجتنبوا األوثان من جس الر فاجتنبواور maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang =  الزnajis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. (QS. Al- Hajj : 30); فاعتزلوا أذى هو قل المحيض عن ويسألونك

المحيض في Mereka bertanya kepadamu = النساءtentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid. (QS.al-Baqarah :222)

Page 26: Pengertian dan pembagian hukum

3. Haram (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan haram (lanjutan…) :i. Ancaman atau laknat jika melakukannya, baik ancaman dunia,

ataupun akhirat, seperti : أيديهما فاقطعوا ارقة Bzوالس zارق Bzوالس = Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya. (QS. Al-Maidah : 38)

j. Mensifati perbuatan dengan dosa, seperti hadits : أنس عن - - : الكبائر؟ عن zوسلم عليه الله صلى zبيBالن سئل قال عنه الله رضيوشهادة: )) النBفس، وقتل الوالدين، zوقzوعق بالله، اإلشراك قالور(( Dari Anas ra, ia berkata : Nabi saw ditanya tentang = الزdosa besar, beliau menjawab : “ Menyekutukan Allah, membunuh jiwa, dan kesaksian palsu”. (Hadits Muttafaq ‘alaih)

k. Mensifati perbuatan dengan pelanggaran, kezaliman, kejahatan, kefasikan, dan semacamnya, seperti : تفعلوا وإن

بكم zفسوق Jika kamu lakukan (yang demikian), maka = فإنBهsesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. (QS. Al-Baqarah : 282)

Page 27: Pengertian dan pembagian hukum

3. Haram (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan haram (lanjutan…) :

l. Pelaku suatu perbuatan disamakan dengan binatang, setan, orang-orang kafir, orang-orang yang merugi, atau semacamnya, seperti : إخوان كانوا المبذرين Bإنياطين Bالش = Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan. (QS. Al-Isra’ : 27)

m. Menamakan perbuatan dengan nama lain yang diharamkan yang keharamannya sudah dimaklumi, seperti mensifati perbuatan dengan perzinahan, pencurian, kemusyrikan, atau yang lain. Di antaranya sabda Rasulullah saw : “ أشرك فقد بغيرالله حلف “ من“barangsiapa yang bersumpah dengan nama selain Allah, sungguh ia telah berbuat syirik”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan lainnya).

Page 28: Pengertian dan pembagian hukum

3. Haram (lanjutan…) Pembagian Haram :Dalam syari’at Islam pengharaman tidak diberikan kecuali pada sesuatu yang kerusakannya bersifat murni atau bersifat secara umum. Kerusakan pada yang diharamkan terjadi pada dzat yang diharamkan itu sendiri, atau pada sebabnya. Oleh karena itu haram terbagi kepada 2 bagian.

a. Muharram lidzatih atau haram karena dzatnya, seperti syirik, zina, mencuri, memakan daging babi, dsb.

b. Muharram lighairih atau haram karena yang lain. Ini pada dasarnya mubah atau legal karena tidak mengandung kerusakan atau karena aspek kemaslahatannya kuat, akan tetapi karena kondisi tertentu,ia menjadi haram karena sebagai sebab timbulnya kerusakan. Maka dalam keadaan itu, ia menjadi haram. Seperti berjual beli pada dasarnya boleh dan disyari’atkan, tetapi kalau dilakukan saat azan shalat jum’at sudah dikumandangkan, ia menjadi haram.

Page 29: Pengertian dan pembagian hukum

4. Makruh

Pengertian Makruh :على ال تركه المكلBف من ارع Bالش طلب ماامتثاال، تاركه ويثاب واإللزام، الحتم وجه

فاعله يعاقب والYang dituntut Syari’ dari seorang mukallaf untuk ditinggalkan tidak dengan tegas dan kuat, jika ditinggalkan karena ketaatan mendapat pahala, dan tidak disiksa jika dilakukan.

Page 30: Pengertian dan pembagian hukum

4. Makruh (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan makruh :

a. Kata (karaha =tidak suka/ benci). Seperti sabda Rasulullah saw : (( zعليكم م Bحر الله Bإن

وكره وهات، ومنع البنات، وأود األمBهات، عقوقالمال وإضاعة ؤال، الس وكثرة وقال، قيل ((لكم

= Sesungguhnya Allah telah mengharmkan mendurhakai ibu, mengubur anak wanita hidup-hidup, tidak mau memberi, dan Allah membenci desas desus, banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta”. (Hadits Muttafaq ‘alaih). Dalam hadits inidibedakan antara haram dan makruh.

Page 31: Pengertian dan pembagian hukum

4. Makruh (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan makruh (lanjutan…):

c. Bentuk larangan yang disertai dalil yang memalingkannya dari haram, seperti hadits Abdullah bin Umar, ia berkata :

الثوم أكل عن خيبر يوم نهى =Rasulullah saw melarang makan bawang putih pada hari Perang Khaibar. Larangan ini dalam arti makruh dengan dalil hadits Abu Ayyub al-Anshari, ia berkata : Rasulullah saw apabila diberikan makanan, beliau memakannya dan memberikan sisanya kepada saya. Pada suatu hari beliau memberikan makanan sisa yang belum beliau makan, karena ada bawang putih pada makanan itu. Lalu saya bertanya kepadanya : Apakah itu haram?. Beliau bersabda : “Tidak, akan tetapi saya tidak menyukainya karena baunya”. Abu Ayyub berkata : Kalau begitu saya tidak menyukai apa yang engkau tidak sukai. (HR. Muslim)

d. Sesuatu yang ditinggalkan Nabi saw dengan maksud penentuan hokum, bukan karena tabiat kemanusiaan.

Page 32: Pengertian dan pembagian hukum

5. Mubah Pengertiannya :وال وتركه، فعله بين المكلBف ارع Bالش خيBر ما

تركه أو بفعله ذم وال zشرعي مدح . يلحقهPemberian kebebasan memilih dari Syari’kepada mukallaf untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, tidak ada pujian dan celaan syar’I dalam melakukan atau meninggalkannya.

Page 33: Pengertian dan pembagian hukum

5. Mubah (lanjutan…)

Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan mubah a. Adanya kata halal secara jelas, seperti : Bأحل اليوم

لكم حل الكتاب أوتوا الBذين وطعام الطBيبات لكملهم حل Pada hari ini dihalalkan bagimu = وطعامكم

yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (QS. Al-Maidah : 5)

b. Meniadakan dosa dalam melakukannya, seperti : عليه إثم فال عاد وال باغ غير Bاضطر Tetapi = فمن

barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. (QS. Al-Maidah : 173)

Page 34: Pengertian dan pembagian hukum

5. Mubah (lanjutan…)Bentuk-bentuk dalil yang menunjukkan mubah (lanjutan…)

c. Bentuk perintah setelah larangan, seperti : فإذامن وابتغوا األرض في فانتشروا الة Bzالص قضيت

اللBه Apabila telah ditunaikan = فضلsembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah. (QS. Al-Jumu’ah : 10). Ini perintah setelah adanya larangan pada ayat sebelumnya.

d. Mubah sebagai hokum asal sebagaimana dikatakan bahwa dasar pada sesuatu itu adalah boleh. Segala sesuatu itu mubah selama tidak ada dalil yang memindahkan kemubahan itu pada hukum lain.

Page 35: Pengertian dan pembagian hukum

B. HUKUM WADH’I

Page 36: Pengertian dan pembagian hukum

Definisi Hukum Wadh’i  منه مانعا أو ، له شرطا أو لشيء، سببا شيء وضع اقتضى ما

Ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang sebab, syarat, dan māni’ (sesuatu yang menjadi penghalang kecakapan untuk melakukan hukum taklifi). Contoh sesuatu menjadi sebab adanya hukum taklifi :وجوهكم فاغسلوا الة Bالص إلى قمتم إذا آمنوا الBذين أيها يا

المرافق إلى وأيديكمHai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (QS. Al-Maidah : 6)

Page 37: Pengertian dan pembagian hukum

Definisi Hukum Wadh’I (lanjutan…)

 Contoh sesuatu menjadi syarat adanya hukum taklifi :

سبيال إليه استطاع من البيت حج النBاس على وللهmengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (QS. Ali Imran : 97)Contoh sesuatu yang menjadi mani’ (penghalang) hukum taklifi :

القاتل يرث الYang membunuh tidak mendapat warisan “. (HR. Ahmad)

Page 38: Pengertian dan pembagian hukum

Definisi Hukum Wadh’I (lanjutan…)

Dinamakan hukum wadh’i, karena yang menentukan atau menetapkan hukum itu adalah Syari’ (Pembuat hukum/Allah). Umpamanya, Allah-lah yang menentukan bahwa hendak melakukan shalat sebagai sebab wajibnya berwudhu, istitha’ah (kemampuan)sebagai syarat bagi wajib melaksanakan ibadah haji, pembunuhan pewaris terhadapahli warisnya sebagai penghalang mendapatkan warisan, tanpa berhubungan dengan permintaan dari mukallaf. Dari penjelasan ini dapat dibedakan antara hukum taklifi dengan hukum wadh’i, yaitu bahwa hukum taklifi didasarkan pada kemampuan mukallaf, sedangkan hukum wadh’i tidak didasarkan pada kemampuan atau tidak mampunya mukallaf. Ada atau tidak adanya sesuatu didasarkan pada ketentuan syari’at.

Page 39: Pengertian dan pembagian hukum

Pembagian Hukum Wadh’i1. Sebab2. Syarat3. Mani’4. Sah dan Batal5. ‘Azimah dan Rukhshah

Page 40: Pengertian dan pembagian hukum

1. Sebab Pengertian SebabSecara bahasa berarti :

غيره إلى به يتوصل شيء كلSesuatu yang bisa menyampaikan seseorang kepada sesuatu yg lain. Secara istilah, sebab yaitu :

الحكم، وجود على عالمة وجوده رع Bالش جعل الBذي األمرالحكم عدم على عالمة وعدمه

Sesuatu yang dijadikan oleh syariat sebagai tanda bagi adanya hukum, dan tidak adanya sebab sebagai tanda bagi tidak adanya hukum.

Page 41: Pengertian dan pembagian hukum

1. Sebab (lanjutan…)Pembagian Sebab

a.  Sebab yang bukan merupakan perbuatan mukallaf, dan berada di luar kemampuannya. Namun, sebab itu mempunyai hubungan dengan hukum taklifi, karena syariat telah menjadikannya sebagai alasan bagi adanya suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh mukallaf. Misal, tergelincir matahari menjadi sebab (alasan) bagi datangnya waktu shalat dhuhur, masuknya awal bulan ramadhan menjadi sebab bagi kewajiban puasa ramadhan.

b. Sebab yang merupakan perbuatan mukallaf dan dalam batasan kemampuannya. Misal: perjalanan (safar) menjadi sebab bagi bolehnya berbuka puasa di siang ramadhan, akad jual beli menjadi sebab bagi perpindahan hak milik dari penjual kepada pembeli.

Page 42: Pengertian dan pembagian hukum

2. Syarat Pengertian Syarat Secara bahasa berarti : العالمة / tanda. Secara istilah, syarat yaitu :ذات من جزءzا هو وليس ،zوجوده على يء Bالش وجود ماتوقBف

ما وجود جوده من يلزم ال كما عنه، خارج هو بل يء، Bالش zذلكفيه شرطا كان

Sesuatu yang tergantung kepadanya ada sesuatu yang lain, ia bukan bagian dari sesuatu yang lain itu, tetapi berada di luar hakikat sesuatu itu, sebagaimana adanya sesuatu itu tidak menuntut adanya sesuatu yang lain yang mengsyaratkannya.Contoh : wudhu merupakan syarat bagi sahnya shalat, sahnya shalat tergantung adanya wudhu, tetapi wudhu itu bukan merupakan bagian dari shalat, dan juga adanya wudhu tidak mesti adanya shalat.

Page 43: Pengertian dan pembagian hukum

2. Syarat (lanjutan…)

Pembagian Syarata.  Syarat Syar’i, yaitu syarat yang datang

langsung dari syari’at itu sendiri. contoh , adanya haul (cukup satu tahun) bagi harta yang sudah mencapai nishab merupakan syarat bagi wajibnya zakat.

b. Syarat Ja’ly, yaitu syarat yang datang dari kemauan orang mukallaf itu sendiri dalam tindakan dan mu’amalah, bukan dalam masalah ibadah. Contoh : syarat-syarat yang ditentukan orang-orang yang melakukan berbagai transaksi.

Page 44: Pengertian dan pembagian hukum

3. Mani’ Pengertian Mani’Secara bahasa berarti penghalang dari sesuatu. Secara istilah, mani’ adalah :

العدم وجوده على رع Bالش رتBب ماSesuatu yang ditetapkan syariat sebagai penghalang bagi adanya hukum, atau penghalang bagi berfungsinya suatu sebab.

Page 45: Pengertian dan pembagian hukum

3. Mani’ (lanjutan...)

Pembagian Mani’a.  Māni’ lil-Hukm, yaitu : sesuatu yang

ditetapkan syariat sebagai penghalang bagi adanya hukum. Misal: haid wanita sebagai penghalang shalat.

b. Māni’ lis-Sabab, yaitu sesuatu yang ditetapkan syariat sebagai penghalang bagi berfungsinya suatu sebab, sehingga sebab itu tidak lagi mempunyai akibat hukum. Contoh : adanya hutang merupakan penghalang bagi wajibnya zakat harta sekalipun sudah mencapai nishab dan haul.

Page 46: Pengertian dan pembagian hukum

4. Sah dan BatalPengertian Sah dan Batal : Sah/Shihhah/Shah : maksudnya perbuatan hukum yang sesuai dengan tuntutan syara’, yaitu terpenuhinya sebab, syarat, dan tidak ada m ā ni’. Sah dapat diartikan lepas tanggung jawab atau gugur kewajiban di dunia serta memperoleh pahala dan ganjaran di akhirat. Misal: mengerjakan shalat dhuhur setelah tergelincir matahari (sebab), didahului dengan wudhu’ (syarat), dan tidak ada halangan haid bagi pelakunya (m ā ni’). Shalat yang dilakukan itu hukumnya sah. Tapi jika sebab tidak ada, syarat tidak terpenuhi, maka shalatnya dikatakan tidak sah, walaupun m ā ni’-nya tidak ada.

Page 47: Pengertian dan pembagian hukum

4. Sah dan Batal (lanjutan...)

Pengertian Sah dan Batal : Batal/Buthlan/Bathil : yaitu terlepasnya hukum syara’ dari ketentuan yang ditetapkan dan tidak ada akibat hukum yang ditimbulkannya. Batal juga dapat diartikan tidak melepaskan tanggung jawab, tidak menggugurkan kewajiban di dunia, dan di akhirat tidak memperoleh pahala.

Page 48: Pengertian dan pembagian hukum

4. Sah dan Batal (lanjutan...)Perbedaan para ulama tentang penggunaan istilah sah dan batal dalam masalah muamalah : Menurut Jumhur ulama, tidak ada perbedaan dalam ibadah dan muamalah, dalam keduanya berlaku “sah atau batal”. Sebagian ulama mazhab Hanafi : – Dalam maslah ibadah sependapat

dengan jumhur ulama, yaitu hanya ada “sah atau batal”.

Page 49: Pengertian dan pembagian hukum

4. Sah dan Batal (lanjutan...)– Dalam masalah muamalah, yaitu dalam

masalah ‘uqud, perjanjian yang tidak sah terbagi dua: batal dan fasid (rusak). Bila cacat terdapat dalam rukun & syarat, maka akad menjadi batal, ia tidak mengakibatkan timbulnya hukum karena tidak ada sebab. Sedang jika cacat itu ada dalam suatu syarat dari beberapa syarat yang berhubungan dengan hukum maka akad itu menjadi fasid, tapi tidak batal, dan berakibat timbulnya sebagian pengaruh hukum. Misal: akad nikah dengan wanita muhrimat adalah batal. Tapi pernikahan yang tidak dihadiri dua orang saksi disebut fasid, pengaruhnya suami wajib bayar mahar, isteri tetap menjalankan masa ‘iddah, anak masih dapat dihubungkan dengan suaminya.

Page 50: Pengertian dan pembagian hukum

5. ‘Azimah dan RukhshahPengertian ‘Azimah :Secara bahasa : ‘azaimah berarti kemauan yang kuat. Menurut istilah adalah :متعلق غير المشروعات في األصل هو لما اسم بالعوارضSuatu ungkapan tentang hukum-hukum yang disyari’atkan Allah sejak semula, tidak berkaitan dengan suatu peristiwa baru. Contoh : Hukum shalat Dhuhur 4 raka’at adalah hukum asal, itu disebut ‘azimah. Hukum makan bangkai adalah haram adalah hukum asal, itu adalah ‘azimah.

Page 51: Pengertian dan pembagian hukum

5. ‘Azimah dan Rukhshah (lanjutan...)

Pengertian Rukhshah :Menurut bahasa: rukhshah berarti mudah dan gampang. Menurut istilah rukhshah berarti :أصله عن وصفه في خارجا بالعوارض متعلقا شرع لما اسم بالعذرSuatu nama bagi hukum yang disyari’atkan karena adanya peristiwa baru yang keluar dari hukum asal karena ada udzur. Contoh : menjama’ dua shalat karena ada udzur safar (perjalanan) dan hujan; menqashar shalat bagi musafir; boleh makan bangkai bagi orang yang dalam keadaan darurat. Hukum-hukum ini keluar dari hukum asal, dan yang mempengaruhinya adalah karena ada udzur.

Page 52: Pengertian dan pembagian hukum

5. ‘Azimah dan Rukhshah (lanjutan...)Faktor Penyebab adanya Rukhshah

1. Lemah fisik. Seperti : tidak adanya kewajiban atas anak kecil dan orang gila, gugurnya kewajiban shalat jum’at bagi wanita.

2. Sakit. Seperti boleh berbuka puasa bagi orang yang sakit.3. Perjalanan. Seperti boleh menqashar shalat yang empat

rakaat.4. Lupa. Seperti sah puasa orang yang makan dan minum

karena lupa.5. Jahl/bodoh/tidak tahu. Seperti gugurnya siksaan orang

yang tidak bisa dalam belajar jika terjadi karena tidak melalaikan.

6. Keadaan terpaksa. Seperti boleh makan bangkai bagi orang yang kelaparan dan takut mati kalau tidak makan.

7. Bencana yang bersifat umum, yaitu dalam keadaan yang sulit melepaskan darinya.

Page 53: Pengertian dan pembagian hukum

5. ‘Azimah dan Rukhshah (lanjutan...)Macam-macam Rukhshah

1.  Boleh melakukan yang haram karena keadaan darurat. Seperti boleh makan daging babi karena darurat.

2. Boleh meninggalkan yang wajib. Seperti tidak berdiri dalam shalat bagi orang yang tidak mampu.

3. Membenarkan sebagian akad yang kurang persyaratan umumnya untuk menghilangkan kesulitan dan memudahkan manusia. Seperti akad salam dan jasa kerja.

Page 54: Pengertian dan pembagian hukum

5. ‘Azimah dan Rukhshah (lanjutan...)Derajat Mengambil Rukhshah

1. Boleh memilih antarmengambil rukhshah atau meninggalkannya. Seperti boleh berbuka puasa bagi musafir atau tetap berpuasa.

2. Lebih utama mengambil rukhshah. Seperti menqashar shalat bagi musafir, karena Rasulullah saw selalu mengqashar shalat dalam safar.

3. Lebih utama meninggalkan rukhshah. Seperti sabar menanggung penderitaan ketika dipaksa mengatakan kata kekufuran.

4. Wajib mengambil rukhshah. Seperti wajib makan bangkai bagi orang yang dalam keadaan darurat agar tidak mati.

Page 55: Pengertian dan pembagian hukum

Ada’, I’adah, Qadha’Tiga istilah syari’at yang berhubungan dengan hukum wadh’i dilihat dari sisi waktu pelaksanaan ibadah :

1. Ada’, yaitu melakukan suatu ibadah pada waktu yang ditentukan menurut syari’at.

2. I’adah (pengulangan), yaitu melakukan suatu ibadah pada waktu yang telah ditentukan oleh syari’at untuk kedua kalinya karena ada semacam kerusakan atau kekurangan dalam menunaikannya.

3. Qadha’, yaitu melakukan suatu ibadah setelah keluar dari waktu yang telah ditentukan oleh syari’at, baik karena kerusakan dalam menunaikan atau karena meninggalkannya secara keseluruhan, karena adanya suatu udzur atau tanpa udzur.

Page 56: Pengertian dan pembagian hukum

Ada’, I’adah, Qadha’ (lanjutan...)

Catatan :Bahwa qadha tidak ada dalil yang memerintahkan qadha kecuali dalam melakukan ibadah setelah keluar waktunya disebabkan adanya udzur seperti tidak shalat disebabkan ketiduran, atau puasa bagi wanita haidh dan nifas. Adapun keluarnya waktu tanpa udzur, tidak ada dalil yang memerintahkan qadha. Ini berbeda dengan pendapat kebanyakan ulama fiqh.

Page 57: Pengertian dan pembagian hukum

Ada’, I’adah, Qadha’ (lanjutan...)Ini diperkuat oleh masalah yang dilontarkan oleh para ulama ushul fiqh, apakah qadha itu berdasarkan perintah pertama, atau membutuhkan perintah baru?Kebanyakan ulama berpendapat bahwa qadha membutuhkan perintah baru. Inilah pendapat yang benar, karena ibadah yang berkaitan dengan waktu, dimaksudkan oleh Syari’ dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan. Jika seorang mukallaf mengabaikannya lalu melaksanakannya di luar waktunya tanpa udzur, berarti ia tidak melakukannya sesuai perintah. Padahal nabi saw telah bersabda : “Barangsiapa yang melakukan suatu amal tidak berdasarkan perintah kami, maka amal itu ditolak”. (HR. Muslim).

Page 58: Pengertian dan pembagian hukum

Ada’, I’adah, Qadha’ (lanjutan...)Ini berbeda dengan orang yang punya udzur. Bisa jadi syari’at menggugurkan kewajibannya dan tidak memerintahkannya seperti menqadha shalat bagi wanita haidh. Atau karena ada perintah baru, seperti perintah mengqadha shalat bagi orang yang tidur dan lupa, perintah mengqadha puasa bagi wanita haidh dan nifas dan bagi musafir, menggantikan haji bagi orang yang tidak mampu melaksanakan haji di masa hidupnya. Dari permasalahan ini timbul masalah baru, yaitu mengqadha shalat, puasa dan semacamnya bagi orang yang meninggalkannnya pada waktunya dengan sengaja. Ini baginya tidak ada rukhshah untuk mengqadhanya, tetapi caranya dengan taubat dan banyak melakukan ibadah sunnah.

Page 59: Pengertian dan pembagian hukum

Semoga dapat dipahami!!!

جزاكم الله خيرا كثيرا! استماعكموشكرا على حسن

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن الاله إال انت استغفرك واتوب إليكوالسالم عليكم ورحمة الله وبركاته

: أخوكم في اللهأسنين شفيع الدين082110609056

[email protected]://abufathirabbani.blogspot.com