01 gdl endahhenim 1057 1 artikel h

15
1 HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS PADA ANAK USIA 3-5 TAHUN DI PUSKESMAS MIRI – SRAGEN ARTIKEL Oleh : Endah Heni Madiyantiningtias NIM. ST 13028 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015

Upload: seftri-saputra

Post on 06-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

aaaa

TRANSCRIPT

Page 1: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

1

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN

MOTORIK HALUS PADA ANAK USIA 3-5 TAHUN

DI PUSKESMAS MIRI – SRAGEN

ARTIKEL

Oleh :

Endah Heni Madiyantiningtias

NIM. ST 13028

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2015

Page 2: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

1

Hubungan Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Halus Pada Anak usia 3-5 Tahun

Di Puskesmas Miri – Sragen

1 Endah Heni Madiyantiningtias,

2 bc. Yeti Nurhayati, M.Kes.,

3 Rufaida Nur Fitriana, S.Kep., Ns.

ABSTRAK

Perkembangan motorik halus adalah gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu

saja dan dilakukan otot-otot kecil tetapi diperlukan koordinasi yang cermat. Tujuan penelitian untuk

mengetahui hubungan status gizi dengan perkembangan motorik halus pada anak usia 3-5 tahun di

Puskesmas Miri – Sragen.

Metode penelitian ini adalah analitik korelasi dengan rancangan cross sectional study. Populasi

penelitian anak usia 3-5 tahun yang yang berdomisili di Puskesmas Miri-Sragen sebanyak 163 anak.

Sampel diambil dengan tehnik cluster random sampling sebanyak 62 responden. Teknik

pengumpulan data menggunakan lembar observasi Denver II. Analisis data menggunakan uji

korelasi Spearman Rank.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar status gizi anak usia 3-5 tahun adalah gizi

normal sebanyak 58 anak (93,5%). Sebagian besar perkembangan motorik halus anak usia 3-5

tahun adalah normal sebanyak 56 anak (90,3%). Terdapat hubungan status gizi anak usia 3-5 tahun

dengan perkembangan motorik halus di Puskesmas Miri – Sragen (r: 0,601; p: 0,0001).

Kata kunci: status gizi, motorik halus, anak usia 3-5 tahun

Kepustakaan : 24 (2001- 2010)

1Mahasiswa Stikes Kusuma Husada Surakarta

2Dosen Stikes Kusuma Husada Surakarta (Pembimbing Utama)

3Dosen Stikes Kusuma Husada Surakarta (Pembimbing Pendamping)

Page 3: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

8

BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE

KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA

2015

Endah Heni Madiyantiningtias

Correlation between Nutritional Status and Development of Soft Motor Muscle of Children

Aged 3 – 5 Years Old at Community Health Center of Miri, Sragen

ABSTRACT

The development of soft motor muscle is a motion, which involves only certain parts of body

and performed by small muscles, but it requires a good coordination. The objective of this research

is to investigate the correlation between the nutritional status and the development of soft motor

muscle of the children aged 3 – 5 years old at Community Health Center of Miri, Sragen.

This research used the analytical correlational method with the cross sectional approach. The

population of research was 163 children aged 3 – 5 years old domiciled at the working region of

Community Health Center of Miri, Sragen. Its samples consisted of 62 respondents. The data of

research were collected through observation with the screening test of Denver II. They were

analyzed by using the Spearman’s Rank correlation test.

The result of the research shows that 58 children aged 3 – 5 years old (93.5%) had a normal

nutritional, and 56 (90.3%) had a normal development of soft motor muscle. Thus, there was a

correlation between the nutritional status and the development of soft motor muscle of the children

aged 3 – 5 years old at Community Health Center of Miri, Sragen as indicated by the r-value =

0.601 and the p-value =0.0001.

Keywords: Nutritional status, soft motor muscle, children aged 3-5 years

References: 24 (2001- 2010)

Page 4: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

1

Pendahuluan

Masa balita merupakan masa

perkembangan kemampuan berbahasa,

kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan

intelegensia berjalan sangat cepat dan

merupakan landasan bagi perkembangan

selanjutnya (Abiba, Grace, & Kubreziga,

2012). Salah satu aspek penting pada proses

perkembangan ialah perkembangan motorik

karena merupakan awal dari kecerdasan dan

emosi sosialnya (Laksana, 2011).

Perkembangan motorik halus adalah gerakan

yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu

saja dan dilakukan otot-otot kecil tetapi

diperlukan koordinasi yang cermat

(Soetjiningsih, 2004). Sedangkan Hurlock

(2009) menyatakan bahwa penilaian

kemampuan motorik halus merupakan

penilaian terhadap kemampuan yang

dilakukan oleh bagian-bagian tubuh tertentu

dan hanya melibatkan sebagian kecil otot

tubuh. Gerakan halus ini tidak memerlukan

banyak tenaga tetapi memerlukan kerjasama

antara mata dan anggota badan, contoh

menggapai, memasukkan benda ke mulut,

memegang sendok dan lain-lain.

Perkembangan anak didukung oleh status

gizi yang baik dan seimbang, sebab gizi tidak

seimbang maupun gizi buruk serta derajat

kesehatan yang rendah akan sangat

berpengaruh terhadap pertumbuhan maupun

perkembangannya (Sutrisno, 2003).

Kekurangan gizi pada masa balita dapat

mempengaruhi proses pertumbuhan dan

perkembangan balita tersebut. Hasil penelitian

Kartikaningsih (2009) menemukan bahwa

kondisi kurang gizi akan mempengaruhi

banyak organ dan sistem. Kekurangan protein

yang terjadi pada balita kurang gizi,

menyebabkan otot-otot menjadi atrofi

sehingga dapat mengganggu kekuatan

motorik otot dalam melaksanakan aktivitas

sesuai usia perkembangan. Aktivitas motorik

otot yang merupakan motorik halus adalah

anak dapat dilihat berdasarkan kemampuan

menggambar, membuat garis, menggunting

kertas.

Hasil penelitian Anggraeni (2014)

menemukan bahwa perkembangan anak ini

didukung oleh status gizi yang baik dan

seimbang, sebab gizi tidak seimbang maupun

gizi buruk serta derajat kesehatan yang rendah

akan sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan maupun perkembangannya.

Kekurangan gizi pada masa balita dapat

mempengaruhi proses pertumbuhan dan

perkembangan balita tersebut. Gizi

merupakan salah satu faktor penting yang

menentukan tingkat kesehatan dan

kesejahteraan manusia. Gizi seseorang

dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan

dan keserasian antara perkembangan fisik dan

perkembangan mental seseorang. Terdapat

kaitan yang sangat erat antara status gizi

dengan konsumsi makanan.

Prevalensi gizi kurang pada anak balita di

Provinsi Jawa Tengah sebesar 17,9 persen.

Untuk mencapai target sasaran MDGs pada

Page 5: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

2

2015 harus diturunkan menjadi 15,5 persen.

Permasalahan kekurangan gizi mikro seperti

kurang vitamin A (KVA), anemia gizi pada

balita, serta kekurangan yodium sudah dapat

dikendalikan, sehingga tidak lagi menjadi

masalah kesehatan di masyarakat (DINKES

Prov Jateng, 2013). Tingkat status gizi

optimal akan tercapai apabila kebutuhan zat

gizi optimal terpenuhi. Namun demikian,

perlu diketahui bahwa keadaan gizi seseorang

dalam suatu masa bukan saja ditentukan oleh

konsumsi zat gizi pada saat itu saja, tetapi

lebih banyak ditentukan oleh konsumsi zat

gizi pada masa yang telah lampau, bahkan

jauh sebelum masa itu. Ini berarti bahwa

konsumsi zat gizi masa kanak-kanak memberi

andil terhadap status gizi setelah dewasa

(DINKES Prov Jateng, 2013).

Di Wilayah Puskesmas Miri Kecamatan

Miri - Sragen menurut data pada bulan

Agustus 2014 jumlah seluruh balita usia 3-5

tahun ada 1.048 anak (Pelaporan Gizi, 2014).

Sedangkan dari 5 anak usia 3-5 tahun yang

telah dilakukan observasi terhadap

kemampuan motorik halusnya didapatkan

anak dengan status gizi kurang dengan

perkembangan menyimpang sebanyak 1 anak

usia 3,5 tahun fail/gagal pada kemampuan

menyusun balok, anak dengan status gizi

normal dengan perkembangan menyimpang

sebanyak 1 anak usia 3 tahun 2 bulan

fail/gagal pada kemampuan menyusun puzzel

dan anak dengan status gizi normal dengan

perkembangan sesuai dengan

perkembangannya sebanyak 3 anak usia 4

tahun, 4 tahun 6 bulan dan 3 tahun 9 bulan.

Keterlambatan motorik halus pada balita

merupakan aspek yang diperhatikan karena

kemampuan motorik halus dapat

menyebabkan balita tumbuh menjadi pribadi

yang memiliki karakteristik keras dan buru-

buru menyelesaikan masalah (Trihadi, 2009).

Keadaan ini merupakan suatu hal yang sangat

mengkhawatirkan sehingga perlu adanya

penanganan segera dan pentingnya deteksi

dini terhadap keterlambatan perkembangan

sehingga nantinya bisa terdeteksi sejak dini.

Hasil wawancara dengan petugas gizi di

wilayah Puskemas Miri – Sragen belum ada

pemeriksaan (skrining) untuk mendeteksi

secara dini adanya gangguan perkembangan

motorik halus pada balita, serta belum ada

penelitian tentang Status Gizi pada anak

balita, sehingga perlu dilakukan penelitian

mengenai hal tersebut. Berdasarkan data di

atas maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang status gizi pada anak usia 3-5 tahun

yang berhubungan dengan motorik halusnya.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan antara status gizi

dengan perkembangan motorik halus pada

anak usia 3-5 tahun.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik

korelasi, yaitu metode penelitian yang

menggambarkan suatu keadaan secara

objektif untuk melihat hubungan antara dua

Page 6: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

3

variabel pada suatu situasi atau kelompok

tertentu (Notoatmodjo, 2010). Sedangkan

desain penelitian menggunakan studi potong

lintang (cross sectional study) yang

menekankan waktu pengukuran/observasi

data variabel independen dan variabel

dependen hanya sekali, pada saat pengukuran

(Nursalam, 2003). Metode penelitian ini

digunakan untuk mengetahui hubungan antara

status gizi dengan perkembangan motorik

halus. Populasi dalam penelitian ini adalah

anak usia 3-5 tahun yang yang berdomisili di

wilayah Puskesmas Miri - Sragen sebanyak

55 posyandu terdiri dari 163 anak. Sampel

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

anak usia 3-5 tahun di wilayah Puskesmas

Miri - Sragen sebanyak 62 anak dengan

tehnik sampling yang digunakan adalah

cluster sampling, artinya pengambilan sampel

yang dilakukan berdasarkan pertimbangan

kelompok, bukan individu. Pertimbangan

kelompok dilakukan dengan memilih secara

acak 5 posyandu dari 55 posyandu yang ada

di wilayah Puskesmas Miri-Sragen. Penelitian

ini dilakukan di wilayah Puskesmas Miri –

Sragen. Waktu penelitian bulan September

2014 sampai dengan Mei 2015. Instrumen

penelitian ini menggunakan kuesioner dan

lembar observasi Denver II. Analisa data

silakuakn dengan analisa univariat dan analisa

bivariat dengan uji korelasi Spearman.

Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas

Miri Sragen pada bulan Februari 2015 pada

anak usia 3-5 tahun. Berdasarkan kriteria

sampel dan persyaratan dalam pemilihan

sampel ditentukan sebanyak 62 responden.

1. Gambaran Usia Anak 3-5 Tahun

Tabel 1 Tabel Nilai Tengah, Pemusatan

Dan Penyebaran Data Usia Anak di

Puskesmas Miri Sragen Tahun 2015.

Variable N Median Min-maks

Usia anak 62 47,00 36-59

Tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai

tengah usia anak usia 3-5 di Puskesmas

Miri Sragen Tahun 2015 didapatkan rata-

rata usianya adalah 47 bulan dengan usia

termuda adalah 36 bulan dan usia tertua

adalah 59 bulan.

2. Gambaran Pendidikan Ibu

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Tingkat

Pendidikan Ibu Anak Usia 3-5 Tahun di

Puskesmas Miri Sragen Tahun 2015

Tingkat pendidikan Frekuensi Persentase

SD 10 16,1

SMP 11 17,7

SMA 21 33,9

PT 20 32,3

Jumlah 62 100,0

Tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian

besar pendidikan ibu responden adalah

SMA sebanyak 21 anak (33,9%), dan

didapatkan juga pendidikan ibu yang

masih Sekolah Dasar sebanyak 10

responden (16,1%).

3. Gambaran Status Gizi Anak

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Status Gizi Anak Usia 3-5

Page 7: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

4

Tahun di Puskesmas Miri Sragen Tahun

2015

Status gizi anak Frekuensi Persentase

Gizi buruk 0 0

Gizi kurang 3 4,8

Gizi normal 58 93,5

Gizi lebih 1 1,6

Jumlah 62 100,0

Tabel 3 dapat diketahui bahwa sebagian

besar status gizi anak usia 3-5 tahun

adalah gizi normal sebanyak 58 anak

(93,5%), namun demikian masih

didapatkan juga anak dengan status gizi

kurang sebanyak 3 responden (4,8%).

4. Gambaran Perkembangan

Motorik Halus Pada Anak

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Perkembangan Motorik

Halus Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas

Miri Sragen Tahun 2015

Perkembangan

motorik halus pada

anak

Frekuensi Persentase

Keterlambatan 3 4,8

Peringatan 2 3,2

Normal 56 90,3

Advance 1 1,6

Jumlah 62 100,0

Tabel 4 dapat diketahui bahwa sebagian

besar perkembangan motorik halus anak

usia 3-5 tahun adalah normal sebanyak 56

anak (90,3%), namun demikian masih

didapatkan juga anak dengan

perkembangan motorik halus pada

kategori keterlambatan sebanyak 3

responden (4,8%).

Analisi Bivariat

Tabel 5 Hubungan Antara Status Gizi Anak

Dengan Perkembangan Motorik Halus Pada

Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Miri

Sragen Tahun 2015

Variable Nilai

r

Nilai

p

Status gizi anak dengan

perkembangan motorik

halus

0,601 0,0001

Uji Spearman Rank didapatkan nilai koefisien

korelasi (nilai r) sebesar 0,601 dan nilai

signifikansi (nilai p) sebesar 0,0001 diartikan

bahwa terdapat hubungan antara status gizi

anak dengan perkembangan motorik halus

pada anak usia 3-5 tahun di Puskesmas Miri

Sragen Tahun 2015 (p vaue < 0,05). Dan

nilai koefisien korelasi dapat diartikan bahwa

antara kedua variable memiliki hubungan

yang positif dengan tingkat kekuatan

hubungan pada tingkat kuat (nilai r berada

pada rentang 0,51-0,75).

Pembahasan

Pada bab ini, penulis akan membahas

beberapa temuan yang didapatkan selama

penelitian. Penelitian dilakukan terhadap 62

responden di Puskesmas Miri Kabupaten

Sragen.

Analisis Univariat

1. Status Gizi

Hasil penelitian terhadap 62 anak

usia 3-5 tahun diketahui bahwa sebagian

besar status gizi anak usia 3-5 tahun

adalah gizi normal sebanyak 58 anak

(93,5%), namun demikian masih

didapatkan juga anak dengan status gizi

kurang sebanyak 3 responden (4,8%).

Page 8: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

5

Menurut kerangka yang di susun oleh

WHO (2010), terjadinya kekurangan gizi

dalam hal ini gizi kurang dan gizi buruk

lebih dipengaruhi oleh beberapa faktor

yakni, asupan makanan yang secara

langsung berpengaruh terhadap kejadian

status gizi. Pengetahuan dan pendidikan

orang tua juga merupakan salah satu

faktor yang secara tidak langsung dapat

berpengaruh terhadap status gizi anak

(Herwin, 2004).

Hasil penelitian data yang diperoleh

di Puskesmas Miri Sragen sebagian besar

balita mengalami gizi normal yaitu

sebanyak 58 anak (93,5%). Di dalam

penelitian ini yang paling besar adalah

balita yang berstatus gizi normal. Hal ini

didukung pendapat Supariasa (2006)

bahwa gizi baik pada anak ditentukan oleh

perhatian yang diberikan oleh orang tua

kepada anaknya. Bentuk perhatian

tersebut didapatkan ibu melalui beberapa

hal, misalnya pengalaman merawat anak,

informasi tentang pertumbuhan anak

sehingga dapat meningkatkan mutu

kualitas status gizi anak.

Selain perhatian orang tua, faktor

pendidikan orang tua pun berpengaruh

terhadap status gizi anak dan pendidikan

(Supariasa, 2006). Hal ini didukung

berdasarkan hasil penelitian dimana

pendidikan ibu responden terbanyak

adalah SMA sebanyak 33,9%, bahkan ibu

yang memiliki pendidikan perguruan

tinggi sebanyak 32,3%. Hal ini sesuai

dengan pendapat Devi (2010) bahwa

peranan wanita dalam mengasuh dan

membesarkan anak begitu penting,

sehingga membuat pendidikan bagi

perempuan menjadi sangat berarti. Studi-

studi menunjukkan adanya korelasi

signifikan antara tingkat pendidikan ibu

dan status gizi anaknya. Manfaat

kesehatan dan gizi bagi anak dalam

jangkapanjang akan memberikan manfaat

yang lebih baik serta menurunkan tingkat

fertilitas bagi anak dimasa dewasa yang

diakibatkan oleh investasi status gizi pada

usia dini merupakan investasi dalam

sektor pembangunan dimasa depan.

Pendidikan ibu merupakan salah satu

faktor penting di dalam status gizi balita.

Ibu yang berpendidikan lebih tinggi

bisaanya lebih paham dan mengerti

tentang status gizi yang baik bagi

anaknya, pendidikan bagi anaknya dan

tingkat kesehatan bagi anaknya pula,dan

untuk mencapai satus gizi yang baik maka

di perlukan zat makanan yang adekuat

makanan yang kurang baik juga

mempengaruhi di dalam di dalam status

gizi anak (Anwar, 2009).

Pengetahuan ibu merupakan salah

satu faktor penting di dalam status gizi

anak. Ibu yang memiliki pengetahuan baik

akan lebih mengetahui tentang status gizi

yang baik bagi anaknya serta tingkat

kesehatan yang baik bagi anaknya. Dan

Page 9: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

6

untuk mencapai satus gizi yang baik maka

diperlukan zat makanan yang adekuat

makanan yang kurang baik juga

mempengaruhi di dalam status gizi anak

(Anwar, 2009).

Menurut Supariasa (2006) keadaan

gizi seorang dipengaruhi oleh faktor-

faktor yaitu konsumsi makanan dan

tingkat kesehatan. Dimana konsumsi

makanan dipengaruhi oleh pendapatan

makanan dan tersedianya bahan makanan.

Status gizi balita merupakan hal penting

yang harus diketahui oleh setiap orang

tua, perlunya perhatian lebih dalam

tumbuh kembang di usia balita didasarkan

fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada

masa emas ini, bersifat irreversible (tidak

dapat pulih).

Responden yang memiliki status gizi

kurang didapatkan sebanyak 3 responden

(4,8%). Meskipun angkanya cukup kecil,

tetapi adanya balita yang mengalami gizi

kurang merupakan masalah yang besar.

Gizi kurang yang terjadi pada balita dapat

disebabkan salah satunya karena faktor

kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah

satu faktor yang dapat mempengaruhi

tingkat kecerdasan anak, kemiskinan

berkaitan dengan kekurangan makanan,

kesehatan lingkungan yang jelek dan

ketidaktahuan. Kemiskinan akan

menyebabkan keterbatasan keluarga di

dalam menyediakan makanan. Pekerjaan

ibu menyebabkan permasalahan yang

dilematis di satu sisi ibu di tuntut untuk

menunjang perekonomian keluarga,

sementara di sisi lain status gizi anak juga

memerlukan perhatian yang khusus. Oleh

karena itu seorang ibu bersikap bijak

dalam menentukan prioritas yang akan

dipilih, tanpa mengabaikan hak anak

untuk mendapatkan gizi yang baik

(Depkes, 2007).

Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Devi (2010) yang menemukan

bahwa status ekonomi keluarga memiliki

pengaruh terhadap status gizi balita.

Ekonomi kemiskinan dan kurang gizi

merupakan suatu fenomena yang saling

terkait, oleh karena itu meningkatkan

status gizi suatu masyarakat erat kaitannya

dengan upaya peningkatan ekonomi.

2. Perkembangan Motorik Halus Pada

Anak Usia 3-5 Tahun

Hasil penelitian pada 62 anak

menunjukkan bahwa sebagian besar

perkembangan motorik halus anak usia 3-

5 tahun adalah normal sebanyak 56 anak

(90,3%), namun demikian masih

didapatkan juga anak dengan

perkembangan motorik halus pada

kategori keterlambatan sebanyak 3

responden (4,8%). Hasil penelitian yang

paling besar adalah balita yang memiliki

perkembangan motorik halus dalam

kategori normal. Perkembangan motorik

halus pada anak usia sekolah berbeda

Page 10: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

7

pada setiap individu, terdapat anak usia 3-

5 tahun yang perkembangan motorik

halusnya mengalami keterlambatan

sebanyak (4,8%).

Faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan motorik halus adalah jenis

kelamin. Dalam hal ini jenis kelamin

memiliki pengaruh yang sangat besar.

Anak perempuan lebih cepat mengalami

perkembangan motorik halus

dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal

ini di dukung oleh Supariasa (2006)

bahwa jenis kelamin di tentukan sejak

awal dalam kandungan (fase konsepsi)

dan setelah lahir, anak laki-laki pada usia

3-5 tahun cenderung lebih suka terhadap

kreatifitas yang menggunakan

kemampuan secara fisik dibandingkan

dengan anak perempuan.

Selain jenis kelamin perkembangan

juga di pengaruhi oleh pendidikan orang

tua. Dengan pendidikan orang tua yang

cukup, maka orang tua lebih

memperhatikan akan perkembangan

anaknya di dalam melakukan

perkembangan motorik halusnya.

Pendidikan orang tua merupakan salah

satu faktor pendidikan yang penting dalam

tumbuh kembang anak ibu yang

berpendidikan tinggi lebih terbuka

menerima informasi dari luar cara

mengasuh anak yang baik, pendidikan

anak yang baik dan sebagainya.

Pendidikan ibu akan mempengaruhi

perkembangan jika ibu memiliki

pengetahuan yang baik tentang

pengasuhan anaknya serta adanya

interaksi yang harmonis antara anak dan

ibunya tanpa serta merta itu pendidikan

ibu yang tinggi tidak serta merta

mempengaruhi (Soetjiningsih, 2004).

Menurut Georgieef (2007), otak

manusia mengalami perubahan struktural

dan fungsional yang luar bisaa, sel-sel

otak mulai terbentuk pada trimester

pertama kehamilan dan berkembang pesat

dalam kehamilan. Perkembangan ini

berlangsung saat setelah lahir hingga usia

2-3 tahun. Dan untuk mencapai agar

tumbuh kembang yang baik maka di

perlukan zat gizi yang baik pula, makanan

yang tidak baik akan mempengaruhi

kualitas dan kuantitas yang akan

menyebabkan gizi kurang, keadaan gizi

yang kurang akan mengakibatkan

perubahan struktural dan fungsional pada

otak sehingga akan mengganggu di dalam

pertumbuhan dan perkembangan anak.

Hasil penelitian perkembangan

motorik halus anak usia 3-5 tahun dengan

menggunakan Denver II, kemampuan

motorik halus yang dapat dicapai oleh

anak usia 3-5 tahun yang perkembangan

motorik halusnya baik dengan melatih

koordinasi antara otak dengan ketrampilan

anggota tubuh seperti meniru garis

vertical (95% bisa melakukan, 5% gagal),

membentuk menara dari kubus (87% bisa

Page 11: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

8

melakukan, 13% gagal), menggoyang ibu

jari (61% bisa melakukan, 39% gagal),

mencontoh lingkaran (55% bisa

melakukan, 45% gagal), menggambar

orang 3 bagian (47% bisa melakukan,

53% gagal), mencontoh garis menyilang

(52% bisa melakukan, 48% gagal),

memilih garis yang lebih panjang (60%

bisa melakukan, 40% gagal), mencontoh

persegi yang ditunjukkan (100% gagal),

menggambar orang dan bagian (100%

gagal), mencontoh persegi (100% gagal).

Hasil penelitian perkembangan

motorik halus terhadap anak usia 3-5

tahun dapat dilihat bahwa terdapat

aktifitas yang dapat dilakukan dan

beberapa aktifitas yang belum dapat

dilakukan. Aktifitas yang bisa dilakukan

merupakan aktifitas yang memang

seharusnya sudah dapat dilakukan pada

usia balita tersebut, sedangkan aktifitas

yang gagal dilakukan merupakan aktifitas

berikutnya yang memang anak masih

butuh untuk belajar. Kegagalan dalam

melakukan aktifitas yang didapatkan

selama penelitian bukan merupakan

kegagalan karena keterlambatan,

melainkan karena anak memang belum

melewati usia untuk dapat diukur dengan

aktifitas tersebut. Setiap ketrampilan yang

dilakukan memerlukan koordinasi antara

otak dengan kegiatan yang dilakukan

untuk menghasilkan ketrampilan tertentu.

Memasuki usia tahun ketiga, ketrampilan

anak mulai ditingkatkan (Moehyi, 2008).

Ada beberapa faktor di antaranya

adalah jenis kelamin yang kebanyakan

mayoritas adalah laki-laki, status gizi

yang kebanyakan adalah status gizi baik,

pekerjaan orang tua yang mayoritas

adalah karyawan/ swasta dan pendidikan

orang tua yang kebanyakan adalah SLTP

sehingga dapat mempengaruhi di dalam

status gizi terhadap perkembangan

motorik halus balita.

Masyarakat masih banyak yang

belum mengetahui perbedaan motorik

halus dan motorik kasar pada anak,

terkadang mereka hanya memperhatikan

perkembangan motorik kasarnya saja

yang mengakibatkan motorik halusnya

tidak diperhatikan, sehingga sering di

temukan anak dengan perkembagan

motorik kasar yang bagus namun motrik

halusnya kurang baik (Trihadi, 2010).

Hasil penelitian didapatkan terdapat

3 responden (4,8%) yang mengalami

keterlambatan motorik halus.

Keterlambatan motorik halus dapat

dipengaruhi karena kurangnya stimulus

yang diberikan pada anak. Hal ini sesuai

dengan penelitian Trihadi (2010) bahwa

stimulus orang tua yang dilakukan

terhadap anak secara rutin akan mampu

meningkatkan kemampuan anak untuk

memenuhi kebutuhannya secara mandiri

seperti memilih baju sendiri dan memakai

Page 12: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

9

baju sendiri. Peneliti memiliki pandangan

yang sejalan dengan hasil penelitian

Trihadi (2010) bahwa rangsangan

stimulus yang dilakukan terus menerus

akan mampu meningkatkan ketrampilan

motorik halus pada balita.

Analisa Bivariat

1. Analisis Hubungan Status Gizi

Dengan Perkembangan Motorik Halus

Balita Usia 3-5 Tahun

Hasil penelitian terhadap 62 anak

didapatkan nilai koefisien korelasi (nilai r)

sebesar 0,601 dan nilai signifikansi (nilai

p) sebesar 0,0001. Nilai p dapat diartikan

bahwa terdapat hubungan antara status

gizi anak dengan perkembangan motorik

halus pada anak usia 3-5 tahun di

Puskesmas Miri Sragen (α: 0,05) dan nilai

koefisien korelasi dapat diartikan bahwa

antara kedua variabel memiliki hubungan

yang positif dengan tingkat kekuatan

hubungan pada tingkat kuat. Di dalam

penelitian ini status gizi sangat

berhubungan dengan perkembangan

motorik halus balita karena untuk

mencapai perkembangan anak dibutuhkan

koordinasi otak yang berkaitan dengan zat

gizi otak yang didapatkan dari status gizi

anak tersebut.

Perkembangan motorik sangat

dipengaruhi oleh organ otak. Otak

mengatur setiap gerakan yang dilakukan

anak. Semakin matangnya perkembangan

system saraf otak yang mengatur otot

memungkinkan berkembangnya

kompetensi atau kemampuan motorik

anak (Endah, 2008). Untuk mengatur otak

dan yang juga penting untuk fungsi

motorik normal, kedua struktur tersebut

adalah sereblum dan ganglia basalis.

Sereblum berperan penting dalam

menentukan saat aktivitas motorik halus

dari penglihatan kemudian diterjemahkan

dengan menirukan apa yang anak liat.

Kekurangan gizi secara umum baik

kuantitas maupun kualitas menyebabkan

gangguan pada proses-proses dalam

struktur dan fungsi otak. Otak mencapai

bentuk maksimal salah satunya

dipengaruhi oleh konsumsi makanan.

Kekurangan gizi dapat berakibat

terganggunya fungsi otak secara

permanen (Almatsier, 2005).

Selain itu status gizi kurang dapat

menyebabkan seseorang kekurangan

tenaga untuk bergerak dan melakukan

aktivitas, orang menjadi malas dan lemah

karena kekurangan gizi (Almatsier, 2005).

Levitsky dan Strup (2009) pada

penelitiannya mengungkapkan bahwa

kurang gizi menyebabkan isolasi diri

(fungsional isolation) yaitu

mempertahankan untuk tidak

mengeluarkan energi yang banyak

(conserve energy) dengan mengurangi

kegiatan interaksi sosial, aktivitas,

Page 13: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

10

perilaku, perhatian dan motivasi, anak

menjadi tidak aktif.

Aplikasi teori ini adalah bahwa pada

keadaan Kurang Energi dan Protein (KEP)

anak menjadi tidak aktif, apatis dan tidak

mampu berkonsentrasi akibatnya anak

dalam melakukan kegiatan eksprolasi

lingkungan fisik di sekitarnya hanya

mampu sebentar saja, dibandingkan

dengan anak yang gizinya baik yang

mampu melakukan dengan waktu yang

lama. Hasil penelitian ini sesuai dengan

teori Supartini (2004) bahwa asupan gizi

juga penting bagi anak usia 1-3 tahun,

karena berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangan. Apabila

balita mengalami kekurangan gizi akan

sangat mempengaruhi pertumbuhannya,

dan apabila pertumbuhnya terganggu

maka masa perkembanganya juga akan

terganggu.

Simpulan

1. Usia anak usia 3-5 di Puskesmas Miri

Sragen Tahun 2015 didapatkan rata-rata

usianya adalah 47 bulan dengan usia

termuda adalah 36 bulan dan usia tertua

adalah 59 bulan.

2. Sebagian besar pendidikan ibu responden

adalah SMA sebanyak 21 anak (33,9%),

dan didapatkan juga pendidikan ibu yang

masih Sekolah Dasar sebanyak 10

responden (16,1%).

3. Sebagian besar status gizi anak usia 3-5

tahun adalah gizi normal sebanyak 58

anak (93,5%), dan didapatkan juga anak

dengan status gizi kurang sebanyak 3

responden (4,8%).

4. Sebagian besar perkembangan motorik

halus anak usia 3-5 tahun adalah normal

sebanyak 56 anak (90,3%), namun

demikian masih didapatkan juga anak

dengan perkembangan motorik halus

pada kategori keterlambatan sebanyak 3

responden (4,8%).

5. Terdapat hubungan antara status gizi

anak dengan perkembangan motorik

halus pada anak usia 3-5 tahun di

Puskesmas Miri Sragen (nilai r: 0,601;

nilai p: 0,0001).

Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Institusi pendidikan memberikan

latihan ketrampilan penilaian

perkembangan motorik halus kepada

mahasiswa sebagai salah satu kompetensi

mahasiswa perawat dengan memasukkan

ketrampilan pada kompetensi keperawatan

anak dan dievaluasi kemampuan

mahasiswanya melalui uji ketrampilan

klinis.

2. Bagi Puskesmas

Perlunya kunjungan terhadap

pemantauan tumbuh kembang anak

berdasarkan data yang ada pada buku

kartu menuju sehat pada saat kegiatan

Page 14: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

11

posyandu atau lomba balita sehat meliputi

perkembangan motorik halus dan status

gizinya, sehingga akan dapat mencegah

kemungkinan komplikasi dan

keterlambatan perkembangan motorik

halus yang dialami oleh anak.

3. Bagi Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan perlu melakukan

observasi dan monitoring terhadap status

gizi dengan perkembangan pada anak

secara intensive pada anak usia 3-5 tahun

yang dilakukan secara periodik setiap

bulannya melalui kegiatan Posyandu dan

dapat juga dengan menyediakan klinik

balita sehat di fasilitas pelayanan

kesehatan primer (Puskesmas).

4. Bagi Penelitian

Penelitian ini dapat dijadikan data

dasar bagi penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan status gizi dan

perkembangan motorik halus pada anak

usia 3-5 tahun dengan memperhatikan

rekomendasi dari penelitian ini.

5. Bagi ibu balita

Ibu balita dapat secara aktif

berkunjung ke posyandu atau tenaga

kesehatan untuk memeriksakan

perkembangan motorik halus dan

mengetahui status gizi balita dengan

menimbang balita dan menyesuaikan

panduan berdasarkan umur balitanya serta

dapat secara mandiri memberikan

stimulasi perkembangan motorik halus

kepada anaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Abiba, A., Grace, A.N.K., & Kubreziga, K.C.

(2012). Effects of dietary patterns on

the nutritional status of upper primary

school children in tamale metropolis.

Pakistan Journal of Nutrition, 11(7),

591-609. Diunduh tanggal 18 Oktober

2014. doi:

http://search.proquest.com/docview/13

71296743?accountid=38628

Almatsier, S., (2003), Prinsip Dasar Ilmu

Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Anggraeni, M.N. (2014). Perkembangan

motorik halus pada anak usia 3-5

tahun berdasarkan status gizi di desa

sindurjan kecamatan purworejo

kabupaten purworejo. Gizi dan

Kesehatan, Vol 6 No 2. Diunduh

tanggal 20 Oktober 2014. Ngudi

Waluyo, Ungaran.

Anwar, S., (2000), Penyusunan Skala

Psikologi. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar Offset.

Dinkes Jateng, (2012), Profil Kesehatan

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012.

DINKES Prov Jateng. (2013). Data informasi

kesehatan jawa tengah 2013.

Kartikaningsih, L.D. (2009). Gangguan

perkembangan motorik halus pada

balita kurang gizi di kecamatan

sumberjambe kabupaten jember.

(Skripsi), Universitas Jember, Jember.

Laksana, (2011), Efektifitas pendidikan

kesehatan terhadap pengetahuan, sikap

dan keterampilan ibu dalam

pemantauan balita di kelurahan

Sukaramai banda Aceh. Jakarta: FKM-

UI; 2009.

Page 15: 01 Gdl Endahhenim 1057 1 Artikel h

12

Moehyi, S., (2008), Bayi sehat dan cerdas

melalui gizi dan makanan pilihan.

Jakarta: Pustaka Mina

Notoatmojo, S., (2010), Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Nursalam, (2003), Manajemen Keperawatan:

Aplikasi dalam Praktek Keperawatan

Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam, & Pariani, S., (2005), Metode Riset

Penelitian. Cetakan I. Jakarta: Sagung

Seto.

Soetjiningsih. (2004). Tumbuh kembang anak

(I. G. Ranuh Ed.). Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Supariasa, I.N.D., (2002), Penilaian status

gizi pada anak. Jakarta: EGC.

Sutrisno. (2003). Tumbuh kembang anak.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia

(IDAI). (2011). Pelayanan Kesehatan

Anak di Rumah Sakit, Pedoman Bagi

Rumah Sakit Rujukan Tingkat.

Pertama. Jakarta : WHO dan IDAI