fhuiguide.files.wordpress.com · web viewuntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan...

73
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembuktian merupakan salah satu rangkaian dalam peradilan yang memegang peranan penting. Hal ini disebabkan pembuktian merupakan proses yang menentukan bersalah atau tidaknya seseorang. Apabila bukti yang disampaikan di pengadilan tidak mencukupi atau tidak sesuai dengan yang disyaratkan maka tersangka akan dibebaskan. Namun apabila bukti yang disampaikan mencukupi maka tersangka dapat dinyatakan bersalah. Karenanya proses pembuktian merupakan proses yang penting agar jangan sampai orang yang bersalah dibebaskan karena bukti yang tidak cukup. Atau bahkan orang yang tidak bersalah justru dinyatakan bersalah. Sistem pembuktian dari satu negara ke negara lainnya tentunya berbeda. Hal tersebut biasanya disesuaikan dengan budaya atau paham yang dianut negara tersebut. Pada umumnya sistem pembuktian di suatu negara dibedakan berdasarkan negara yang menganut paham civil law dan negara yang menganut common law. Selain itu 1

Upload: vuongnhan

Post on 09-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembuktian merupakan salah satu rangkaian dalam peradilan yang

memegang peranan penting. Hal ini disebabkan pembuktian merupakan proses

yang menentukan bersalah atau tidaknya seseorang. Apabila bukti yang

disampaikan di pengadilan tidak mencukupi atau tidak sesuai dengan yang

disyaratkan maka tersangka akan dibebaskan. Namun apabila bukti yang

disampaikan mencukupi maka tersangka dapat dinyatakan bersalah. Karenanya

proses pembuktian merupakan proses yang penting agar jangan sampai orang

yang bersalah dibebaskan karena bukti yang tidak cukup. Atau bahkan orang

yang tidak bersalah justru dinyatakan bersalah.

Sistem pembuktian dari satu negara ke negara lainnya tentunya berbeda.

Hal tersebut biasanya disesuaikan dengan budaya atau paham yang dianut

negara tersebut. Pada umumnya sistem pembuktian di suatu negara dibedakan

berdasarkan negara yang menganut paham civil law dan negara yang menganut

common law. Selain itu juga dibagi berdasarkan pada beberapa teori sistem

pembuktian. Dalam teorinya, sistem pembuktian dapat dibagi menjadi empat

teori yaitu sistem teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif,

berdasarkan keyakinan hakim saja, berdasarkan keyakinan hakim yang didukung

oleh alasan yang logis, dan berdasarkan undang-undang negatif .1 Untuk melihat

sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan

1 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia (edisi revisi), cet.1 (Jakarta: Sinar Grafika. 2001). Hal. 245.

1

Page 2: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut civil law, Australia

yang menganut common law, dan sistem pembuktian dalam hukum islam yang

berbeda dengan empat teori sistem pembuktian di dalam buku Andi Hamzah.

Pembuktian di dalam hukum islam berbeda dengan teori-teori sistem

pembuktian pada umumnya, selain karena hukum islam bukanlah hukum yang

berdasarkan pada sistem common law atau civil law, juga dikarenakan sistem

pembuktian tersebut didasarkan pada Al-Quran, As-Sunnah, dan Ar-Rayu atau

penalaran yang biasanya berupa pendapat-pendapat para fuqaha atau para alim

ulama.2 Pembuktian antara satu kasus dengan kasus lainnya juga berbeda.

Contohnya adalah pembuktian dalam kasus perzinahan yang mana diatur

didalam Al-Quran surat An-Nissa ayat 15 yang mengharuskan adanya minimal

empat orang saksi yang melihat secara langsung dengan mata kepala sendiri.3

Sedangkan dalam kasus pencurian cukup dengan dua orang saksi laki-laki.

Selain perbedaan beberapa negara dalam sistem pembuktiannya

terdapat juga perbedaan dalam beban pembuktiannya. Selain berdasarkan

sistem pembuktian, beban pembuktian yang digunakan juga dapat ditentukan

dari jenis tindak pidana seperti tindak pidana korupsi di Indonesia. Beban

pembuktian dalam perspektif hukum pidana dapat dibagi menjadi tiga, yaitu

beban pembuktian umum/konvensional, beban pembuktian terbalik dan beban

pembuktian berimbang.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah teori sistem pembuktian dan beban pembuktian yang berlaku

pada umumnya?

Bagaimanakah bentuk sistem dan beban pembuktian yang digunakan di

Indonesia, Australia, dan Belanda?

Bagaimanakah bentuk sistem dan beban pembuktian menurut hukum

pidana Islam?

2 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, Cet.1 (Jakarta: Sinar Grafika. 2007). Hal. 16.3 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,cet.1 (Jakarta: Sinar Grafika. 2005). Hal.41

2

Page 3: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

1.3 Tujuan Makalah

Untuk mengetahui sistem dan beban pembuktian pada umumnya

Menjelaskan sistem dan beban pembuktian yang berlaku di Indonesia,

Australia, dan Belanda

Mengetahui sistem dan beban pembuktian apa yang diterapkan dalam

hukum pidana Islam.

1.4 Sistematika Penulisan

Bab 1 tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metode penulisan,

dan sistematika penulisan.

Bab 2 tentang hasil dan pembahasan yang mencakup tentang penjelasan

rumusan masalah.

Bab 3 tentang kesimpulan.

Daftar pustaka.

3

Page 4: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Pembuktian

Sistem pembuktian terdiri dari dua kata, yaitu kata “sistem” dan

“pembuktian”. Secara etimologis, kata “sistem” merupakan hasil adopsi dari kata

asing “system” (Bahasa Inggris) atau “systemata” (Bahasa Yunani) dengan arti

“suatu kesatuan yang tersusun secara terpadu antara bagian-bagian

kelengkapannya dengan memiliki tujuan secara pasti” atau “seperangkat

komponen yang bekerja sama guna mencapai suatu tujuan tertentu”.4

Mengenai arti pembuktian dalam hukum acara pidana terdapat beberapa

sarjana hukum mengemukakan definisi yang berbeda-beda. Andi Hamzah

mendefenisikan pembuktian sebagai upaya mendapatkan keterangan-

keterangan melalui alat-alat bukti dan barang bukti guna memperoleh suatu

keyakinan atas benar tidaknya perbuatan pidana yang didakwakan serta dapat

mengetahui ada tidaknya kesalahan pada diri terdakwa.5 M. Yahya Harahap

menilai pembuktian adalah ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam

usahanya mencari dan mempertahankan kebenaran.6

Arti sistem pembuktian adalah suatu kesatuan yang tersusun secara

terpadu antara bagian-bagian kelengkapannya dalam usahanya mencari dan

mempertahankan kebenaran. Pengertian ini merujuk pada pengertian dari

sistem dan pengertian dari pembuktian yang dikemukakan M. Yahya Harahap.

4 Diambil dari http://www.karyatulisilmiah.com/pengertian-sistem.html5 Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia: Jakarta 1984, hal 77.6 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pustaka Kartini: Jakarta 1993, hal 22.

4

Page 5: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Maksud bagian-bagian kelengakapan dari sistem pembuktian penulis merujuk

pada pengertian yang dikemukakan oleh Andi Hamzah, yaitu alat-alat bukti dan

barang bukti.

Sistem Pembuktian

a. Conviction-in Time

Sistem pembuktian conviction-in time menentukan salah tidaknya

seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian “keyakinan” hakim.

Dalam sistem pembuktian ini hakim memiliki andil yang sangat besar, jika hakim

telah merasa yakin bahwa terdakwa benar melakukan apa yang didakwakan

kepadanya maka hakim bisa menjatuhkan pidana terhadapnya, dan sebaliknya.

Persoalan darimana hakim mendapatkan keyakinan tidak menjadi

permasalahan.7

Kelemahan dari sistem pembuktian conviction-in time yaitu jika alat-alat

bukti yang diajukan di persidangan mendukung kebenaran dakwaan terhadap

terdakwa namun hakim tidak yakin akan itu semua maka tetap saja terdakwa

bisa bebas. Dan sebaliknya, jika alat-alat bukti yang dihadirkan di persidangan

tidak mendukung adanya kebenaran dakwaan terhadap terdakwa namun hakim

meyakini terdakwa benar-benar melakukan apa yang didakwakan oleh Penuntut

Umum maka pidana dapat dijatuhkan oleh Hakim.8

b. Conviction-Raisonee

Dalam sistem pembuktian conviction raisonee “keyakinan hakim” tetap

memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa. Akan

tetapi, dalam sistem pembuktian ini, faktor keyakinan hakim “dibatasi”. Memang

pada akhirnya keputusan terbukti atau tidak terbuktinya dakwaan yang

didakwakan terhadap terdakwa ditentukan oleh hakim tapi dalam memberikan

putusannya hakim dituntut untuk menguraikan alasan-alasan apa yang

7 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pustaka Kartini: Jakarta 1993, hal 2568 ibid

5

Page 6: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa. Dan reasoning itu harus

“reasonable”, yakni berdasarkan alasan yang dapat diterima. Arti diterima disini

hakim dituntut untuk menguraikan alasan-alasan yang logis dan masuk akal.9

c. Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif

Maksud dari pembuktian menurut undang-undang secara positif adalah

untuk membuktikan terdakwa bersalah atau tidak bersalah harus tunduk

terhadap undang-undang. Sistem ini sangat berbeda dengan sistem pembuktian

conviction-in time dan conviction-raisonee. Dalam sistem ini tidak ada tempat

bagi “keyakinan hakim”. Seseorang dinyatakan bersalah jika proses pembuktian

dan alat-alat bukti yang diajukan di persidangan telah menunjukkan bahwa

terdakwa bersalah. Proses pembuktian serta alat bukti yang diajukan diatur

secara tegas dalam undang-undang.10

d. Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif

Berbeda dengan sistem pembuktian menurut undang-undang secara

positif, dalam sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif

disayaratkan adanya keyakinan hakim untuk menentukan apakah terdakwa

bersalah ataukah tidak. Dalam sistem pembuktian ini alat-alat bukti diatur secara

tegas oleh undang-undang, demikian juga dengan mekanisme pembuktian yang

ditempuh. Ketika alat-alat bukti telah mendukung benarnya dakwaan yang

didakwakan kepada terdakwa maka haruslah timbul keyakinan pada diri hakim

akan kebenaran dari alat-alat bukti tersebut. Jika alat-alat bukti telah

mendukung kebenaran bahwa terdakwa bersalah namun belum timbul

keyakinan pada diri hakim maka pidana tidak dapat dijatuhkan.

9 ibid10 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pustaka Kartini: Jakarta 1993, hal 257

6

Page 7: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

2.2 Beban Pembuktian

2.2.1 Beban Pembuktian pada Penuntut Umum

Penuntut umum tiada mempunyai hak tolak atas hak yang diberikan

undang-undang kepada terdakwa, namun tidak berarti penuntut umum tidak

memiliki hak untuk menilai dari sudut pandang penuntut umum dalam

requisitornya.

Konsekuensi logis teori beban pembuktian ini, bahwa Penuntut Umum

harus mempersiapkan alat-alat bukti dan barang bukti secara akurat, sebab jika

tidak demikian akan susah meyakinkan hakim tentang kesalahan terdakwa.

Konsekuensi logis beban pembuktian ada pada Penuntut Umum ini berkorelasi

asas praduga tidak bersalah dan aktualisasi asas tidak mempersalahkan diri

sendiri. Teori beban pembuktian ini dikenal di Indonesia, bahwa ketentuan pasal

66 KUHAP dengan tegas menyebutkan bahwa, “tersangka atau terdakwa tidak

dibebani kewajiban pembuktian”. Beban pembuktian seperti ini dapat

dikategorisasikan beban pembuktian “biasa” atau “konvensional”.

2.2.2 Beban Pembuktian Terbalik

Terdakwa berperan aktif menyatakan bahwa dirinya bukan sebagai

pelaku tindak pidana. Oleh karena itu, terdakwalah di depan sidang pengadilan

yang akan menyiapkan segala beban pembuktian dan bila tidak dapat

membuktikan, terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana. Pada

asasnya teori beban pembuktian terbalik (Shifting Burden of Proof) ini

dinamakan teori ”Pembalikan Beban Pembuktian” (Omkering van het Bewijslast

atau Reversal Burden of Proof/ Onus of Proof”).

Pada hakikatnya makna dari Reversal Burden of Proof dan Shifting Burden

of Proof berbeda. Jika Shifting Burden of Proof diartikan sebagai “Pergeseran

7

Page 8: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Beban Pembuktian”11 maka Reversal Burden of Proof diartikan sebagai

“Pembalikan Beban Pembuktian”. Perbedaan dari kedua pengertian tersebut,

jika pada shifting burden of proof pada umumnya diterapkan sebagai pembalikan

beban pembuktian yang terbatas atau tidak murni, sedangkan pada reversal

burden of proof menggunakan pembalikan beban pembuktian yang murni atau

mutlak menurut istilah Indriyanto Seno Adji “Pembalikan Beban Pembuktian

yang Total atau Absolut”.12

Beban pembuktian terbalik ini merupakan suatu bentuk penyimpangan

asas hukum pidana yang berlaku universal. Penyimpangan asas hukum pidana

yang berlaku universal ini terletak pada penyimpangan asas “siapa yang

menuduh, maka dia yang harus membuktikan.”13 Di mana dalam beban

pembuktian terbalik, justru kewajiban terdakwa lah untuk membuktikan dirinya

tidak bersalah.

Asas lain yang juga diingkari dalam beban pembuktian terbalik ini adalah

prinsip Non-self Incrimination sebagai asas umum terhadap penghargaan adanya

prinsip praduga tidak bersalah (Presumption of Innocent). Hal ini disebabkan

dalam beban pembuktian terbalik seorang terdakwa telah dianggap bersalah

kecuali dia dapat membuktikan dirinya tidak bersalah.

2.2.3 Beban Pembuktian Berimbang

Konkretisasi asas ini baik Penuntut Umum maupun terdakwa dan/ atau

Penasihat Hukumnya saling membuktikan di depan persidangan. Lazimnya

Penuntut Umum akan membuktikan kesalahan terdakwa sedangkan sebaliknya

terdakwa beserta penasehat hukum akan membuktikan sebaliknya bahwa

terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

11 Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Pembalikan Beban Pembuktian, Prof. Oemar Seno Adji, SH & Rekan, Jakarta,2006, hal.103

12 Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Pembalikan Beban Pembuktian, Prof. Oemar Seno Adji, SH & Rekan, Jakarta,2006, hal.13813 Sapardjaja, “Ajaran sifat melawan hukum materiel dalam hukum pidana di Indonesia” Hal. 46

8

Page 9: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

pidana yang didakwakan. Asas beban pembuktian ini dinamakan juga asas

pembalikan beban pembuktian “berimbang”.

Dalam Negara Indonesia, beban pembuktian yang digunakan yaitu beban

pembuktian umum atau konvensional dimana beban untuk membuktikan

terdapat pada Penuntut Umum. Hal tersebut dapat kita lihat pada Pasal 66

KUHAP yang isinya “ Terdakwa tidak dikenakan beban pembuktian”. Namun

dalam tindak pidana tertentu (seperti korupsi) menggunakan beban pembuktian

terbalik terbatas seperti yang terdapat dalam Pasal 37 ayat (1) UU No. 21 tahun

2001 yang isinya “Terdakwa memiliki hak untuk membuktikan dalam sidang

pengadilan”. Maksud terbatas yaitu terdakwa memiliki hak untuk membuktikan

di depan pengadilan, namun Penuntut Umum harus membuktikan kenapa

mengajukan dakwaan tersebut ke pengadilan.

Dalam Penjelasan Pasal 37 UU Nomor 31 Tahun 1999 ditentukan

pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang, yaitu terdakwa

mempunyai hak untuk membuktikan dirinya tidak melakukan tindak pidana

korupsi dan wajib memberikan keterangan mengenai seluruh harta bendanya

dan harta benda isterinya atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau

korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan

dan penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 37 UU Nomor 31 Tahun 1999 diatur apabila

terdakwa dapat membuktikan dalilnya bahwa, “terdakwa tidak melakukan tindak

pidana korupsi” hal tersebut tidak berarti terdakwa tidak terbukti melakukan

korupsi. Hal ini disebabkan “penuntut umum masih berkewajiban untuk

membuktikan dakwaannya”14 di mana kebijakan tersebut merupakan

konsekuensi logis berlakunya beban pembuktian terbalik yang terbatas atau

berimbang.

14 Indriyanto Seno Adji. “Pidana Mati bagi Koruptor sebagai upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menurut UU No. 31 Tahun 1999.” 2000. Hal 108

9

Page 10: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Pengaturan Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

Pada tahun 1971 telah dibentuk UU No. 3 Tahun 1971 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan kemudian pada tahun 1999

diundangkan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, yang menganut sistem pembuktian terbalik terbatas yang terdapat

dalam Pasal 37 yang memungkinkan diterapkannya pembuktian terbalik yang

terbatas terhadap harta benda tertentu dan mengenai perampasan harta hasil

korupsi. UU No. 3 Tahun 1971 dan UU No. 31 Tahun 1999 pada asasnya tetap

mempergunakan teori pembuktian negative, kemudian di UU No. 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni berupa Sistem Pembalikan

Beban Pembuktian dan Berimbang. Yang mengatur pembuktian terbalik secara

lebih jelas yaitu pada Pasal 12 B, 12 C, 37, 37A, 38 A, dan 38 B.

Pada KUHP Tindak Pidana jabatan yang berkorelasi dengan perbuatan

korupsi terdapat di dalam Bab XXVIII KUHP yaitu khususnya terhadap perbuatan

penggelapan oleh pegawai negeri (Pasal 415 KUHP), membuat palsu atau

memalsukan (Pasal 416 KUHP), menerima pemberian atau janji (Pasal 418, 419,

dan 420 KUHP) serta menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan

hukum (Pasal 423, 425 dan 435 KUHP).

Pada hakikatnya, ketentuan-ketentuan Tindak Pidana Korupsi itu ternyata

kurang efektif dalam menanggulangi korupsi. Maka, dirasakan perlu adanya

peraturan yang dapat lebih memberi keleluasaan kepada penguasa untuk

bertindak terhadap pelaku-pelakunya. Asas Pembalikan Beban Pembuktian

merupakan suatu sistem pembuktian yang berada di luar kelaziman teoritis

pembuktian dalam Hukum (Acara) Pidana yang universal. Dalam Hukum Pidana

(Formal), baik sistem Eropa Kontinental maupun Anglo-Saxon, mengenal

pembuktian dengan tetap membebankan kewajibannya pada Jaksa Penuntut

Umum. Hanya saja, dalam “certain cases” (kasus-kasus tertentu) diperkenankan

penerapan dengan mekanisme yang diferensial, yaitu Sistem Pembalikan Beban

10

Page 11: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Pembuktian atau dikenal sebagai “Reversal of Burden Proof” (Omkering van

Bewijslast). Itu pun tidak dilakukan secara overall, tetapi memiliki batas-batas

yang seminimal mungkin tidak melakukan suatu destruksi terhadap perlindungan

dan penghargaan Hak Asasi Manusia, khususnya Hak Tersangka/ Terdakwa.

Penjelasan umum dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 dikatakan

pengertian “pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang”, yakni :

“terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak

pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta

bendanya dan harta benda isterinya atau suami, anak, dan harta benda setiap

orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang

bersangkutan dan penuntut umum tetap berkewajiban untuk membuktikan

dakwaannya”. Kata-kata “bersifat terbatas” didalam memori atas pasal 37

dikatakan, bahwa apabila terdakwa dapat membuktikan dalilnya bahwa

“terdakwa tidak melakukan tindak pidana korupsi” hal itu tidak berarti bahwa

terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi, sebab Penuntut Umum, masih tetap

berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya.

Kata-kata “berimbang” dilukiskan sebagai penghasilan terdakwa ataupun

sumber penambahan harta benda terdakwa, sebagai income terdakwa dan

perolehan harta benda, sebagai output. Antara income sebagai input yang tidak

seimbang dengan output atau dengan kata lain input lebih kecil dari output.

Dengan demikian diasumsikan bahwa perolehan barang-barang sebagai output

tersebut (misalnya rumah-rumah, mobil-mobil, saham-saham, simpanan dolar

dalam rekening bank, dan lain-lainnya) adalah hasil perolehan dari tidak pidana

korupsi yang didakwakan.

Martiman Prodjohamidjojo menjelaskan, dalam pembuktian tindak pidana

korupsi dianut dua teori pembuktian 15, yakni :

15 Martiman Prodjohamidjojo Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi (UU No.31, Tahun 1999), Mandar Maju, Bandung, 2001, hal.108

11

Page 12: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

1) Teori bebas, yang diturut oleh terdakwa

Teori bebas sebagaimana tercermin dan tersirat dalam penjelasan

umum, serta berwujud dalam, hal-hal sebagai tercantum dalam

pasal 37 UU No. 31 Tahun 1999, sebagai berikut:

a) Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak

melakukan tindak pidana korupsi.

b) Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak

melakukan tindak pidana korupsi, maka keterangan tersebut

dipergunakan sebagai hal yang menguntungkan baginya.

c) Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta

bendanya dan harta benda isteri atau suami, anak dan harta

benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai

hubungan dengan perkara yang bersangkutan.

d) Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang

kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilan atau

sumber panambahan kekayaannya, maka keterangan tersebut

dapat digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada

bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.

e) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),

ayat (3) dan ayat (4), penuntut umum tetap berkewajiban

untuk membuktikan dakwaaannya.

2) Teori negatif menurut undang-undang, yang diturut oleh penuntut

umum.

Sedangkan teori negatif menurut undang-undang tersirat

dalam pasal 183 KUHAP, yaitu : “Hakim tidak boleh menjatuhkan

12

Page 13: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan

bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, sistem

pembuktian terbalik adalah sistem dimana beban pembuktian

berada pada terdakwa dan proses pembuktian ini hanya berlaku

pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan dengan

dimungkinkannya dilakukan pemeriksaan tambahan atau khusus

jika dalam pemeriksaan di persidangan ditemukan harta benda

milik terdakwa yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi

namun hal tersebut belum didakwakan. Bahkan jika putusan

pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tetapi

diketahui masih terdapat harta benda milik terpidana yang diduga

berasal dari tindak pidana korupsi, maka negara dapat melakukan

gugatan terhadap terpidana atau ahli warisnya.

2.3 Sistem Pembuktian di Indonesia

Hukum pembuktian dalam hukum acara pidana kita sejak berlakunya

wetboek van strafprocesrecht dahulu yang saat ini disebut dengan KUHAP

menganut sistem pembuktian menurut undang-undang secara terbatas (negatief

wettelijk bewisjstheorie). Perbedaan antara dua kitab ini dalam hal pembuktian

terletak pada ditentukannya minimal jumlah alat bukti. Pasal 294 ayat 1 HIR

merumuskan:

“Tidak seorangpun boleh dikenakan hukuman, selain jika hakim

mendapat keyakinan dengan alat bukti yang sah, bahwa benar telah

terjadi perbuatan yang boleh dihukum dan bahwa orang yang dituduh

itulah yang salah tentang perbuatan itu.”

Pasal ini kemudian disempurnakan menjadi Pasal 183 KUHAP yang berbunyi:

13

Page 14: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Rumusan Pasal 183 KUHAP dinilai lebih sempurna karena menentukan

dengan jelas berapa jumlah alat bukti yang harus digunakan hakim untuk

memperoleh keyakinan dan menjatuhkan pidana. Sistem pembuktian negatif

dalam KUHAP dinilai lebih baik dan lebih menjamin kepastian hukum.

Dalam sistem pembuktian negatif yang dianut oleh Indonesia – sebagai

intinya, yang dirumuskan dalam Pasal 183 KUHAP, dapat disimpulkan pokok-

pokoknya adalah:

a. Tujuan akhir pembuktian untuk memutus perkara pidana, yang jika

memenuhi syarat pembuktian dapat menjatuhkan pidana.

b. Syarat tentang hasil pembuktian untuk menjatuhkan pidana.

Sebenarnya, pembuktian dilakukan untuk memutus perkara in casu

perkara pidana, dan bukan semata-mata menjatuhkan perkara pidana. Sebab,

untuk menjatuhkan pidana masih diperlukan lagi syarat terbuktinya kesalahan

terdakwa melakukan tindakan pidana.16

Pada dasarnya kegiatan pembuktian dilakukan dalam usaha mencapai

derajat keadilan dan kepastian hukum yang setinggi-tingginya dalam putusan

hakim. Pembuktian dilakukan untuk memutus perkara terbukti atau tidak sesuai

dengan apa yang telah didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Ada dua syarat

untuk mencapai suatu hasil pembuktian agar dapat menjatuhkan pidana. Kedua

syarat ini saling berhubungan dan tidak terpisahkan.

Pertama, hakim harus menggunakan minimal dua alat bukti yang sah.

Dua alat bukti ini tidak harus berbeda jenisnya. Jadi bisa saja terdiri dari dua alat

16 Adami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Penerbit PT Alumni, Bandung, 2005, halaman 31.

14

Page 15: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

bukti yang sama, misalnya keterangan dua orang saksi. Kedua ialah hakim

memperoleh keyakinan. Keyakinan hakim ini harus dibentuk atas fakta-fakta

yang didapat dari alat-alat bukti yang disebutkan pada syarat pertama, yang

telah ditentukan oleh KUHAP. Keyakinan hakim masuk ke dalam ruang lingkup

kegiatan pembuktian apabila kegiatan pembuktian tidak dipandang hanya untuk

membuktikan saja tetapi untuk mencapai tujuan akhir penyelesaian perkara

pidana yaitu menarik amar putusan oleh hakim.

Adami Chazawi menjelaskan ada tiga keyakinan hakim yang sifatnya

mutlak, bertingkat dan tidak dapat dipisahkan:

1. Keyakinan bahwa telah terjadi tindak pidana sesuai dengan dakwaan

Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam praktiknya di pengadilan,

disebutkan bahwa tindak pidana yang didakwakan oleh JPU terbukti

secara sah dan meyakinkan. Yang dimaksud dengan sah adalah

memenuhi syarat menggunakan dua alat bukti atau lebih. Namun

keyakinan mengenai terbuktinya tindak pidana belum cukup untuk

menjatuhkan pidana terhadap terdakwa.

2. Keyakinan bahwa benar terdakwa yang melakukan tindak pidana.

Hakim harus memperoleh keyakinan bahwa benar terdakwalah yang

melakukan tindak pidana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum

kepadanya. Keyakinan ini pun belum cukup untuk menjatuhkan

pidana pada terdakwa.

3. Keyakinan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa

memang dapat dipersalahkan kepadanya. Ada dua hal yang dapat

membuat seorang terdakwa tidak dipidana yaitu ada alasan

pembenar dan pemaaf pada dirinya. Jika tidak ditemukan dua alasan

ini pada diri terdakwa, hakim dapat memperoleh keyakinan bahwa

terdakwa dapat dipersalahkan atas tindakan yang dilakukannya dan

dapat dijatuhkan pidana. Apabila hakim tidak memperoleh keyakinan

pada tingkat ini, berarti hakim tidak yakin terdakwa dapat

dipersalahkan atas tindak pidana yang dilakukannya. Maka pidana

15

Page 16: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

tidak akan dijatuhkan melainkan menjatuhkan pelepasan dari segala

tuntutan hukum.

Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa sistem pembuktian negatif

sebaiknya dipertahankan karena dua alasan yaitu yang pertama, memang sudah

selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat

menjatuhkan suatu hukuman pidana. Janganlah hakim terpaksa memidana orang

sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa. Kedua ialah berfaedah

jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada

patokan-patokan tertentu yang harus diturut oleh hakim dalam melakukan

peradilan.17

Dalam hukum acara perdata, sistem pembuktian yang dianut adalah

positif, artinya pembuktian hanya melihat pada alat bukti saja, yakni yang telah

ditentukan dalam undang-undang. Surat gugatan dapat dikabulkan apabila

didasarkan pada alat bukti yang sah. Jadi dalam sistem pembuktian ini, keyakinan

hakim sama sekali diabaikan. Apabila suatu gugatan sudah memenuhi syarat alat

bukti yang sah sesuai dengan ketentuan undang-undang, maka gugatan harus

dikabulkan. Jadi, dalam sistem pembuktian hukum acara perdata yang dicari

adalah kebenaran formil, tidak seperti hukum acara pidana yang mencari

kebenaran materil.18

Maksudnya dalam perkara pidana apabila barang dan alat bukti

memberatkan terdakwa, hakim tidak boleh langsung memutus pidana. Hakim

harus memerhatikan alat bukti misalnya kesaksian yang diberikan oleh saksi

maupun terdakwa dan menemukan alasan timbulnya tindak pidana serta

mencari apakah ada alasan pembenar dan pemaaf bagi terdakwa. Hal-hal ini

yang kemudian akan membentuk keyakinan hakim untuk menjatuhkan pidana

pada terdakwa. Inilah yang disebut dengan mencari kebenaran materiil.

Sedangkan dalam perkara perdata, keyakinan hakim sama sekali tidak

dibutuhkan untuk menyelesaikan sengketa antar pihak. Misalnya terjadi

17 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Atjara Pidana di Indonesia, Penerbit Sumur Bandung, Jakarta, 1967, halaman 77.18 Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2005, halaman 25-26.

16

Page 17: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

sengketa tanah antara dua pihak dan sebenarnya dalam hati hakim meyakini

bahwa tanah tersebut adalah milik penggugat. Namun karena berdasarkan bukti

yang ditunjukan sertifikat tanah tersebut adalah atas nama tergugat, maka

hakim tidak boleh memutuskan bahwa tanah itu adalah milik penggugat. Inilah

yang disebut dengan menacari kebenaran formil.

2.4 Sistem Pembuktian di Australia

Di Australia terdapat dua macam pengadilan yaitu untuk pelanggaran

yang ringan dan kejahatan yang lebih serius. Hal ini dibedakan berdasarkan sifat

pembuktiannya, untuk kejahatan yang lebih serius biasanya pembuktiannya lebih

sulit dan memakan proses yang panjang dibandingkan pada pelanggaran ringan.

2.4.1 Pengadilan Untuk Pelanggaran Ringan (Summary Offences)

Merupakan perkara yang paling umum di temui di Australia. Perkara ini di

adili dan diputus pada Magistrates Court19 yang dipimpin satu orang hakim saja.

Seseorang yang dituntut karena pelanggaran ringan disebut dengan terdakwa,

dan penuntutan dalam Magistrates Court dilakukan oleh Jaksa Polisi yang

umumnya dikenal dengan “complainant”. Sesuai dengan adversarial system,

maka pihak-pihak yang berperkara disini adalah Jaksa Polisi dan Terdakwa.

Tuntutan bisa dilakukan atas dasar keyakinan penuntut bahwa

tuntutannya akan menghasilkan putusan di pengadilan. Selain itu masyarakat

juga bisa melakukannya atas dasar masyarakat ingin sebuah perkara diselesaikan

di pengadilan, caranya adalah seseorang hanya perlu menyampaikan adanya

keluhan (complaint) kepada petugas pengadilan di Magistrates Court20. Untuk

jenis pelanggaran ini, batas untuk mengajukan tuntutan adalah dua tahun.

Kepolisian mempunyai keleluasaan untuk memutuskan apakah akan menuntut

berdasarkan complaint tersebut21.19 Sebuah pengadilan terendah dari sistem pengadilan di Australia yang memiliki yurisdiksi pidana dan perdata yang terbatas, namun dapat memiliki yurisdiksi khusus saat bertindak sebagai Pengadilan Anak.

20 Australia, Summary Procedure Act 1921, s 4921 Ibid., s 52

17

Page 18: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Pada persidangan pertama di pengadilan, tuntutan terhadap terdakwa

dibacakan dengan jelas. Biasanya pada persidangan pertama ini terdakwa tidak

diijinkan untuk mengajukan pembelaan tanpa didampingi penasihat hukum. Jadi

kemungkinan yang bisa diambil oleh terdakwa adalah;

Meminta agar kasus tersebut ditangguhkan pada waktu yang ditentukan

sampai terdakwa bisa mendapatkan penasihat hukum

Mengaku bersalah, kemudian Hakim akan mencoba menyelesaikan perkara

dan memberi putusan hari itu juga

Memberitahukan Hakim untuk mengajukan pembelaan. Biasanya perkara

ditangguhkan ke pemeriksaan persidangan pada hari lain, jika pengadilan

tidak mempunyai waktu untuk memeriksa kasus secara lanjut atau penuntut

tidak siap mengajukan saksinya.

Dalam persidangan di Magistrates Court selanjutnya, penuntut dan

terdakwa harus berunding secara khusus satu sama lain untuk menentukan

bahwa sebuah kasus dapat diselesaikan tanpa proses Trial atau pemeriksaan

persidangan. Setelah perundingan dengan terdakwa, penuntut boleh tidak

meneruskan penuntutan ataupun merubah tuntutan agar terdakwa menerima

tuntutan dan mengaku bersalah. Jaksa sebaiknya memberitahu terdakwa dengan

jelas apa yang akan saksi katakan, jadi terdakwa dapat membayangkan apakah

dia masih akan melakukan pembelaan. Sementara itu terdakwa tidak harus

menunjukkan kepada Jaksa tentang pembelaannya atau tentang apa saja bukti-

bukti yang akan ia hadirkan di Trial. Jika perundingan ini tidak bisa

menyelesaikan sebuah kasus maka dimulai lah proses Trial.

Pada proses Trial, Jaksa harus membuktikan bahwa terdakwa melakukan

pelanggaran dan juga terdakawa mengerti apa yang ia lakukan, pembuktian ini

harus dilakukan dengan tanpa ragu (beyond reasonable doubt). Untuk memulai

pemeriksaan, terdakwa ditanyakan bagaimana responnya terhadap tuntutan,

jika masih membela dan menganggap tidak bersalah, Jaksa selanjutnya harus

mengajukan lagi argumennya. Jaksa akan memberikan ringkasan singkat dari

tuntutannya dan memberi tahu berapa banyak saksi yang akan dihadirkan.

18

Page 19: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Selanjutnya petugas kepolisian dan saksi-saksi dipanggil satu persatu

untuk memberikan keterangan mereka yang terlebih dahulu disumpah. Lalu

Jaksa bertanya seluruh hal yang perlu diketahui di dalam persidangan dan

setelah selesai terdakwa dapat melakukan pemeriksaan kembali terhadap saksi.

Untuk memutuskan apakah terdakwa bersalah atau tidak, Hakim hanya dapat

mempertimbangkan kembali bukti-bukti yang dihadirkan dalam persidangan

termasuk keterangan yang diberikan oleh saksi dibawah sumpah. Jika Jaksa atau

terdakwa keberatan dengan informasi tertentu yang diberikan, Hakim harus

memutuskan apakah informasi tersebut memenuhi Rules of Evidence (suatu

aturan mengenai bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan). Apabila

memenuhi, maka informasi tersebut termasuk ke dalam bukti dan Hakim dapat

mempertimbangkannya dalam mengambil keputusan. Sebaliknya bila tidak

memenuhi maka informasi tersebut tidak termasuk ke dalam bukti yang sah.

Ketika semua saksi yang dihadirkan Jaksa telah memberikan keterangan

dan argument-argumennya telah ditutup, terdakwa dapat meminta hakim untuk

menolak tuntutan Jaksa dengan alasan Jaksa tidak dapat memberikan bukti yang

kuat. Jika Hakim setuju maka tuntutan digugurkan dan kasus selesai. Sementara

jika tidak setuju, terdakwa harus memberikan argumennya.

Lain halnya dengan Jaksa, terdakwa tidak harus membuktikan bahwa dia

tidak bersalah dan tidak wajib untuk menghadirkan bukti apapun. Terdakwa

dimungkinkan untuk menunjukkan inkonsistensi dan kelemahan tuntutan Jaksa

dan menganggap tuntutan tersebut tidak dapat membuktikan bahwa ia

bersalah. Terdakwa dapat juga bersaksi dibawah sumpah dan memanggil saksi-

saksi lainnya untuk kepentigan pembelaannya. Dalam teorinya, beban

pembuktian pada pengadilan di Australia adalah beban pembuktian biasa,

namun sebenarnya terdakwa pun diberikan hak untuk membuktikan bahwa

dirinya tidak bersalah atas tuduhan. Setelah semua bukti atau keterangan

diperdengarkan, Jaksa dan terdakwa mempunyai hak untuk berbicara kepada

hakim mengenai mengapa terdakwa harus atau tidak harus dinyatakan bersalah

atas tuduhan. Jaksa selalu didahulukan dalam hal ini.

19

Page 20: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Setelah semuanya selesai, Hakim berkewajiban untuk memutuskan

apakah terdakwa bersalah atau tidak. Tetapi Hakim berhak untuk menundanya

untuk mempertimbangkan kesalahan yang dituduhkan terhadap terdakwa. Jika

ada keraguan bahwa terdakwa bersalah, maka tuduhan akan dibatalkan. Namun

jika terbukti terdakwa bersalah menurut pengamatan hakim, maka aka nada

hukuman yang dijatuhkan terhadap terdakwa.

2.4.2 Pengadilan Untuk Kejahatan Serius

Ada dua kategori untuk perkara ini yaitu Major Indictable Offences dan

Minor Indictable Offences. Major Indictable Offences harus disidangkan di District

Court atau Supreme Court. Persidangan ini dilakukan dihadapan Hakim dan Juri,

kecuali terdakwa memilih untuk menjalani sidang hanya dengan Hakim saja.

Kasus yang dapat ditangani dalam pengadilan ini misalnya, pembunuhan,

perampokan, dan pemerkosaan atau yang dendanya melebihi $30000.

Sementara itu Minor Indictable Offences disidangkan di Magistrates Court

dimana tidak terdapat juri, kecuali terdakwa mengajukan banding ke pengadilan

yang lebih tinggi (District Court atau Supreme Court).

Awalnya hakim akan mengadakan pemeriksaan pendahuluan untuk

mengetahui apa tuntutan jaksa. Jika terdakwa langsung mengakui kesalahan

yang dituduhkan maka hakim akan melimpahkan kasus tersebut ke Distrcit Court

atau Supreme Court untuk dilakukan penghukuman. Jika atas tuduhan tersebut

terdakwa tidak mengaku bersalah, maka pre-trial conference akan dilakukan.

Dalam kondisi ini terdakwa atau penasihat hukumnya wajib untuk hadir. Hakim

akan mengadakan sidang lagi untuk mempertimbangkan apakah kasus tersebut

dapat diselesaikan tanpa proses Trial. Hasil persidangan tersebut mungkin dapat

berupa;

Director of Public Prosecutions (DPP) setuju untuk menarik beberapa

tuntutan karena terdakwa mungkin akan mengaku bersalah

DPP mungkin akan setuju untuk mengubah tuntutan menjadi lebih sedikit

lebih ringan agar terdakwa mengaku bersalah

20

Page 21: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

DPP dapat dibujuk untuk mempertimbangkan kembali bukti dan memeriksa

kembali saksi-saksi, dan selanjutnya memutuskan untuk tidak melanjutkan

kembali penuntutannya

Terdakwa dapat mempertahankan pernyataan tidak bersalah atas seluruh

tuntutan.

Proses Pre-trial ini pun dapat diundur jika hakim merasa bahwa negosiasi

dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut atau hakim merasa

bahwa DPP harus melengkapi materi dalam tuntutannya.

Pada proses Trial, penuntut dan terdakwa diharapkan sudah

mempersiapkan dengan matang seluruh bukti yang dimiliki, termasuk saksi yang

akan dihadirkan dalam persidangan.

Jaksa awalnya membuat pernyataan terbuka kepada juri dan kemudian

memanggil para saksi satu persatu. Sebelumnya para saksi harus disumpah agar

mengatakan yang sejujurnya. Kemudian jaksa bertanya kepada saksi yang

mungkin nantinya akan ditanya/diperiksa kembali oleh penasihat hukum

terdakwa. Jika jaksa atau terdakwa keberatan dengan informasi tertentu yang

diberikan kepada juri, hakim harus memutuskan apakah hal tersebut sesuai

dengan aturan. Kalau sesuai maka informasi tersebut termasuk dalam bukti yang

sah dan juri dapat mendengar dan bertindak atas dasar bukti tersebut.

Sebaliknya, jika tidak sesuai maka hal tersebut tidak termasuk dalam bukti yang

sah.

Sama seperti dalam persidangan pelanggaran ringan, no case to answer

dapat terjadi. Yaitu ketika pengajuan oleh salah satu pihak bahwa pihak lain

telah gagal membangun sebuah kasus untuk menuntut (kasus prima facie). Pada

kondisi ini juri dipersilahkan keluar ruang sidang dahulu. Bedanya dalam perkara

ini, terdakwa meminta kepada hakim untuk memberitahu juri bahwa penuntutan

yang dilakukan tidak memiliki bukti-bukti yang kuat. Bila hakim setuju, juri akan

dipanggil kembali ke ruang sidang dan hakim mengharuskan juri untuk

memutuskan terdakwa tidak bersalah. Maka kasus tersebut selesai dengan

putusan bahwa terdakwa tidak bersalah. Sementara itu jika hakim tidak setuju,

21

Page 22: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

sama seperti pada pelanggaran, terdakwa wajib memberikan argument-

argumennya kepada juri.

Beban pembuktian pada perkara kejahatan ini sama seperti perkara

pelanggaran. Jaksa harus membuktikan tanpa ragu bahwa terdakwa bersalah,

sebaliknya terdakwa tidak harus menghadirkan fakta-fakta. Terdakwa dapat

membantah bahwa bukti-bukti dari jaksa tidak membuktikan bahwa ia bersalah

atau tidak memenuhi beyond reasonable doubt. Terdakwa dapat pula

membantah dengan menerangkan alibinya. Setelah semua fakta telah diberikan,

maka hakim menyimpulkan kasus kepada juri, menjelaskan hukum yang berlaku

terhadap kasus tersebut, dan kemudian juri melakukan perundingan secara

khusus di ruang juri untuk memberikan putusan. Putusan yang diambil adalah

putusan bersama atau minimal sepuluh keputusan yang sama diantara para juri,

dan kemudian keputusan tersebut diterima setelah empat jam, kecuali terdakwa

sedang diadili dalam kasus pembunuhan atau pengkhianatan.22

Juri dalam trial mendengarkan fakta, bukti, dan petunjuk, dan

memutuskan siapa yang harus dipercayai. Mereka adalah satu-satunya pihak

yang dapat menentukan apakah terdakwa bersalah atau tidak. Setelah juri

mencapai sebuah keputusan, maka sejak saat itu peran juri sudah selesai. Jika

juri menyatakan terdakwa bersalah, maka selanjutnya hakim akan mengambil

alih untuk menghukum terdakwa.

2.5 Sistem Pembuktian di Belanda

Puncak tertinggi sistem peradilan di Belanda adalah Hoge Raad.

Sedangkan puncak tertinggi pengadilan administrasi adalah Raad van State.

Pengadilan tingkat pertama membawahi 4 sektor:

1. Sektor gugatan kecil (small claim) yang diperiksa oleh hakim tunggal;

22 Australia, Juries Act 1927, s 57

22

Page 23: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

2. Sektor pedata/hukum keluarga yang pada masa lalu semuanya ditangani

3 hakim tapi sekarang ditangani cukup dengan hakim tunggal;

3. Sektor pidana untuk perkara sederhana yang diperiksa oleh hakim

tunggal, yaitu untuk perkara dengan ancaman hukuman di bawah 1

tahun, sedangkan perkara yang lebih kompleks ditangani oleh 3 hakim.

4. Sektor hukum administrasi negara, di tingkat pertama diperiksa oleh

hakim tunggal.

Pada tahun 2002 berdiri sebuah organisasi yaitu Raad vor de Rechtspraak

( selanjutnya disebut RvR ) . Peran RvR adalah menjembatani parlemen (politik)

dan menjamin kemandirian peradilan. RvR bertanggung jawab pada masalah

personil, keuangan dan organisasi pengadilan juga mengawasi kualitas putusan

yang sebenarnya tetap di bawah tanggung jawab masinng-masing hakim. RvR

juga menjamin fasilitas persidangan misalnya tempat sidang dan gedung. Dengan

demikian Mahkamah Agung (Hoge Raad) di Negara Belanda hanya berwenang

melaksanakan fungsi yuridis sedangkan Raad vor de Rechtspraak berfungsi

melaksanakan tugas-tugas administrasi dan organisatoris. Angggota Komisi

terdiri dari Hakim dan non Hakim. Komisi Peradilan (Raad voor de rechtspraak)

adalah bagian dari sistem peradilan, tetapi tidak melakukan tugas-tugas

peradilan itu sendiri. Komisi ini mengambil alih tanggung jawab atas sejumlah

tugas dari Menteri Kehakiman, yaitu tugas-tugas organisatorial dan administrasi

pengadilan, termasuk alokasi anggaran, pengawasan manajemen keuangan,

kebijakan personalia, teknologi komunikasi dan fasilitas perumahan. Komisi ini

mendukung pengadilan dalam melaksanakan tugas mereka di wilayah

operasional pengadilan. Selain itu, Komisi bertugas untuk meningkatkan kualitas

sistem peradilan dan memberikan saran terhadap suatu undang-undang baru

yang memiliki implikasi kepada pelaksanaan fungsi pengadilan. Komisi juga

bertindak sebagai juru bicara pengadilan pada tingkat nasional dan internasional.

Komisi memiliki peran penting dalam hal mempersiapkan, melaksanakan dan

mengelola anggaran pengadilan. Komisi mengelola anggaran dengan

23

Page 24: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

berdasarkan pada sistem pengukuran beban kerja. Ruang lingkup tugas Komisi

secara khusus meliputi kebijakan personal, fasilitas perumahan, teknologi

informasi dan urusan eksternal pengadilan. Budget pengadilan menjadi bagian

dari budget Menteri Kehakiman tetapi menjadi lampiran tersendiri. Budget

ditentukan berdasarkan perhitungan biaya per perkara yang telah ditangani

(performance based). Berbeda dengan MA yang menyusun anggaran

berdasarkan biaya perkara yang akan ditangani. Kemudian ditentukan berapa

yang kira-kira akan dapat diselesaikan oleh semua pengadilan. Kemudian RvR

mengatur pendistribusian budget ke seluruh pengadilan. Khusus untuk anggaran

Hooge Raad dan Raad van State tidak diajukan oleh RvR melainkan langsung

diajukan sendiri oleh MA dan RvS ke Menkeh.

Prosedur pembuktian pada Hukum Acara Belanda berlangsung dari

prinsip bahwa “siapa pun menegaskan fakta harus membuktikan itu”. Dengan

kata lain, setiap pihak yang bersengketa akan diminta untuk memberikan bukti

fakta untuk menegaskan fakta yang diungkapkannya. Tapi pada beberapa

kesempatan beban pembuktian mungkin terletak berbeda di bawah aturan

hukum tertentu yang berlaku atau berdasarkan prinsip kewajaran dan keadilan.

Fakta yang dituduhkan oleh salah satu pihak dan tidak dibantah oleh pihak lawan

dianggap oleh pengadilan sebagai terbukti. Tapi ada pengecualian, yaitu situasi di

mana menerima ini akan memerlukan konsekuensi hukum yang tidak bebas

tersedia untuk para pihak. Dalam hal bahwa pengadilan dapat menuntut bukti.

Bukti tidak diperlukan untuk fakta atau keadaan yang dianggap universal

dikenal atau aturan pengetahuan umum. “Fakta atau keadaan yang dianggap

universal dikenal” berarti fakta atau keadaan yang orang pada umumnya sudah

tahu atau bisa tahu. “Aturan pengalaman umum” berarti hubungan kausal

bahwa semua orang mengetahui hal tersebut. Dan tidak perlu pula membuktikan

fakta-fakta yang didapat pengadilan selama proses persidangan. Pengadilan

dapat dengan bebas memeriksa bukti-bukti yang diajukan, namun harus tetap

berpegang pada undang-undang yang berlaku.

24

Page 25: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Belanda menganut system pembuktian Negatif Wettelijk. Pada system

tersebut hakim hanya boleh menjatuhkan pidana bila terdapat paling tidak dua

alat bukti yang telah tercantum dalam undang-undang ditambah keyakinan

hakim yang diperoleh dari adanya alat-alat bukti tersebut. Teori Negatif Wettelijk

mengharuskan agar bukti-bukti yang digunakan sesuai dengan apa yang

disebutkan dalam undang-undang. Istilah “negatif” dipakai karena dalam

undang-undang disebutkan alat bukti apa saja yang dapat digunakan, namun,

dengan adanya semua bukti tersebut belum berarti hakim harus langsung

menjatuhkan hukuman. Masih dibutuhkan unsur keyakinan hakim berdasarkan

kebenaran yang telah dicari oleh Majelis Hakim23. Belanda juga menganut Non-

adversarial system. Pada system ini, hakim bersifat aktif dalam mencari

kebenaran. Hakim dapat mengajukan pertanyaan kepada terdakwa ataupun

saksi, dan keyakinan hakim dianggap sebagai alat bukti sah, namun tetap dibatasi

oleh undang-undang yang berlaku. Pada sistem Belanda, Jaksa Penuntut Umum

berada langsung dibawah pengawasan Menteri Kehakiman. Sedangkan

Kepolisian berada langsung dibawah pengawasan Jaksa Penuntut Umum.

2.6 Sistem Pembuktian Dalam Hukum Islam

Hukum Islam merupakan salah satu bentuk sistem hukum yang mulai

berkembang sejak kelahiran agama islam pada abad ke 6 Masehi.24 Hukum islam

merupakan bagian dari ajaran agama islam. Hal ini dikarenakan agama islam

dalam ajarannya melingkupi pengaturan mengenai hubungan antara manusia

dengan tuhannya dan hubungan antara manusia dengan sesama makhluk tuhan.

Aturan tersebut yang nantinya akan menjadi hukum dalam islam yang memiliki

sumber utama yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Hukum islam itu sendiri dapat

dikategorisasikan kedalam beberapa cabang hukum seperti hukum tata negara,

23 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia , cetakan kedelapan, ( Bandung : Sumur Bandung, 1974 ), halaman 91 - 9224 Ziauddin Sardar dan Zafar Abbas Malik, Mengenal Islam For Beginners, Cet.2 (Bandung: Mizan. 1998). Hal. 12.

25

Page 26: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

hukum perdata, hukum internasional, dan hukum pidana, yang nantinya akan

dibahas lebih lanjut terkait sistem pembuktian dalam hukum pidana islam.25

Sebelum membahas tentang sistem pembuktian dalam hukum islam,

maka terlebih dahulu akan dibahas mengenai bentuk-bentuk tindak pidana

dalam hukum islam karena hal tersebut berkaitan dengan sistem pembuktian

dalam hukum islam. Didalam hukum islam tindak pidana atau dikenal dengan

istilah jarimah dibagi menjadi tiga bentuk, yang pembagiannya didasarkan dari

segi berat atau ringannya hukuman.26 Jarimah tersebut antara lain:

a) Jarimah Hudud

Merupakan jarimah yang diganjar dengan hukuman hadd yaitu

hukumannya sudah ditentukan oleh Allah SWT terkait bentuk dan banyaknya

dan merupakan hak Allah SWT yang artinya hukuman tersebut tidak dapat

dihapus oleh siapapun.27 Menurut Abdul Qader Oudah hukuman hudud ini

dilakukan tanpa adanya pertimbangan dari keluarga atau kelompok korban dan

berdasarkan kepribadian pelaku. Selain itu hakim juga tidak berhak memaafkan

atau mengurangi hukuman hudud ini. Bentuk jarimah yang masuk kedalam

jarimah hudud ini antara lain berzina, menuduh berzina, mencuri, merampok,

memberontak, murtad, minum minuman keras / khamr, melakukan kerusakan di

muka bumi. Alasan mengapa hukuman jarimah merupakan hukuman yang harus

dilaksanakan karena hal-hal yang dikategorikan kedalam jarimah hudud

merupakan hal-hal yang mengganggu lima tujuan dari agama islam (al-maqasid

al-khamsah). Isi dari al-maqasid al-khamsah ini antara lain agama, keturunan,

akal, jiwa, dan harta.28

b) Jarimah Qisas Diyat

25 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, Cet.6(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006). Hal. 56-5826 Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Cet.2 (Bandung: Asy Syamil Press & Grafika. 2001). Hal. 140. Diambil dari pendapat Abdul Qadir ‘Audah.27 Topo Santoso, Wismar ‘Ain Marzuki, Neng Djubaedah, Sulaikin Lubis, Aspek Pidana Dalam Hukum Islam, Cet.1 (Jakarta: Cintya Press. 2005). Hal. 328 Mohammad Daud Ali, op. cit. Hal. 61.

26

Page 27: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Merupakan jarimah yang pelakunya karena perbuatannya diancam

hukuman qisas atau diyat yang mana telah ditentukan batasnya.29 Diantara tiga

jenis hukuman yang lainnya jarimah qisas memiliki posisi di tengah diantara

jarimah hudud dan ta’zir. Diyat biasanya berupa denda atau sejumlah barang

atau uang yang harus dibayarkan oleh pelaku kepada keluarga korban atas apa

yang sudah dilakukannya. Yang termasuk jarimah qisas diyat antara lain adalah

pembunuhan sengaja, pembunuhan menyerupai sengaja, pembunuhan karena

sengaja, penganiayaan sengaja, dan penganiayaan tidak sengaja.30

c) Jarimah Ta’zir

Jarimah ta'zir merupakan bentuk hukuman dalam islam yang berasal dari

pemikiran akal yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah karena tidak diatur

secara langsung atau belum diatur oleh kedua sumber tersebut. Karenanya ta'zir

merupakan bentuk hukuman islam yang dapat dikembangkan disesuaikan

dengan kondisi dan keadaan. Menurut Al-Mawardi definisi dari ta’zir adalah

hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang ditentukan hukumannya

oleh syara’”.31 Sebagaimana artinya yaitu memberi pengajaran, maka prinsip

dasar dari jarimah ta'zir adalah restoratif dan pembinaan, rehabilitasi.32

Hukuman ta’zir ini ditentukan oleh penguasa setempat yang berwenang dan

tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat dan syariah.

Dalam Hukum Pidana Islam sistem pembuktian yang digunakan tidak

menganut mutlak empat teori sistem pembuktian pada umumnya yaitu sistem

teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif, berdasarkan

keyakinan hakim saja, berdasarkan keyakinan hakim yang didukung oleh alasan

yang logis, dan berdasarkan undang-undang negatif.33 Hal ini disebabkan selain

karena hukum islam bukanlah hukum yang berdasarkan pada sistem common

29 Topo Santoso, Wismar ‘Ain Marzuki, Neng Djubaedah, Sulaikin Lubis. Op.cit30Ibid. Hal. 15331 Abu Al-Hasan Al-Mawardi, Al-Ahkam Al-Khamsah As-Sulthaniyah, Cet.3 (Beirut: Mushthafa Al-Baby. Tanpa tahun). Hal.23632 Ibid. Hal. 433 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia (edisi revisi), cet.1 (Jakarta: Sinar Grafika. 2001). Hal. 245.

27

Page 28: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

law atau civil law, juga dikarenakan sistem pembuktian tersebut didasarkan

pada Al-Quran, As-Sunnah, dan Ar-Rayu atau penalaran yang biasanya berupa

pendapat-pendapat para fuqaha atau para alim ulama.34 Selain itu untuk tiap

kasus sistem pembuktiannya berbeda didasarkan pada bentuk tindak pidananya.

Contohnya dalam kasus tindak pidana hudud dan qisas dapat dibatalkan

hukumannya apabila dalam menjatuhkan keputusannya hakim memiliki

keraguan. Namun hal ini menurut pendapat para sarjana muslim tidak berlaku

bagi tindak pidana ta’zir. Contoh lainnya adalah dalam pembuktian kasus zina

yang pembuktiannya dapat menggunakan persaksian, pengakuan, dan qarinah

(petunjuk). Sedangkan untuk kasus pembunuhan selain ketiga alat bukti dapat

pula digunakan sumpah (qasamah). Berdasarkan contoh tersebut maka dapat

dilihat bahwa terdapat perbedaan cara pembuktian. Pada umumnya pada kasus-

kasus tindak pidana atau jarimah hudud digunakan alat bukti pengakuan,

persaksian, dan qarinah. Karenanya dalam pembuktian hukum pidana islam lebih

ditekankan pada alat bukti yang digunakan untuk membuktikan tindak pidana

tersebut. Berdasarkan Al-Quran, As-Sunnah, dan Ijtihad beberapa ulama dan

fuqaha maka terdapat beberapa jenis alat bukti yang dapat digunakan dalam

pembuktian hukum islam antara lain adalah pengakuan, persaksian, sumpah (al-

qasamah), dan petunjuk (qarinah).35 Terkait alat bukti ini juga terdapat

perbedaan pendapat terkait jenis-jenis alat bukti yang dapat digunakan untuk

tindak pidana atas jiwa (pembunuhan), bukan jiwa (pelukaan), dan atas janin

atau yang termasuk kedalam jarimah qisas diyat. Pandangan pertama, menurut

para jumhur ulama, untuk pembuktian qisas dan diyat dapat digunakan 3 cara

alat pembuktian yaitu pengakuan, persaksian, dan al-qasamah. Sedangkan

pendapat kedua, menurut sebagian fuqaha seperti Ibnu Al-Qayyim dari mahzab

Hambali, untuk pembuktian jarimah qisas dan diyat digunakan empat alat

pembuktian yaitu pengakuan, persaksian, al-qasamah (sumpah), dan qarinah

(petunjuk).36

34 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, Cet.1 (Jakarta: Sinar Grafika. 2007). Hal. 16.35 Abd Al-Qadir Audah, at-tasyri al-jinaiy al-islamiy, juz II, (Dar al-kitab al-a’rabi, beirut, tanpa tahun).Hal. 30336 Ibid.

28

Page 29: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Berikut adalah pembahasan terkait jenis-jenis alat bukti yang biasa

digunakan dalam hukum pidana islam:

2.6.1 Pengakuan (Iqrar):

Definisi dari pengakuan menurut arti bahasa adalah penetapan.

Sedangkan berdasarkan definisi dari syara’ “pengakuan atau iqrar adalah suatu

pernyataan yang menceritakan tentang suatu kebenaran atau mengakui

kebenaran tersebut”.37 Dasar hukum dari pengakuan ini disebutkan dalam

beberapa ayat Al-Quran dan Hadist. Ayat Al-Quran yang menyebutkan hal

tersebut antara lain:

Q.S. An-Nissa ayat 153

"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar

penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah SWT biarpun terhadap dirimu

sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu…"

Q.S. Ali-Imran ayat 81

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para Nabi: “Sungguh,

apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah,…”. Allah

berfirman: “apakah kamu mengakui dan menerima perjanjianKu terhadap yang

demikian itu?” mereka menjawab: “Kami mengakui.” Allah berfirman: “Kalau

begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.”

Sedangkan hadist yang menjadi dasarnya adalah:

Hadist Al-Asif

“…Dan pergilah kamu hai Unais untuk memeriksa istrinya laki-laki ini, apabila ia

mengaku (berzina) maka rajamlah dia.” (Muttafaq alaih)

HR. Ahmad dan Abu Dawud37 Ibid.

29

Page 30: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

“Dari Sahl ibn Sa’ad bahwa seseorang laki-laki telah datang kepada Nabi SAW,

kemudian ia mengatakan bahwa ia telah berzina dengan seseorang perempuan

yang ia sebutkan namanya. Nabi SAW kemudian mengutus seorang sahabat

untuk mengambil perempuan tersebut, Nabi kemudian bertanya kepada

perempuan tersebut mengenai apa yang dikatakan oleh laki-laki tadi, tetapi

perempuan tersebut mengingkarinya. Akhirnya, nabi menghukum laki-laki

tersebut dan membebaskan perempuan yang tidak mengaku.” (HR Ahmad dan

Abu Dawud).

Hadist mengenai Ma’iz (Hadist Riwayat Bukhari)

“Barangkali engkau hanya menciumnya, atau meremas-remasnya, atau

memandangnya? Ma’iz menjawab: tidak, ya Rasulullah.” (HR Bukhari)

Alat bukti pengakuan dalam hal pembuktian hanya berlaku bagi orang

yang menyatakan pengakuan itu. Apabila dalam pengakuannya disebutkan nama

orang lain yang juga melakukan tindak pidana maka hal tersebut tidak termasuk

kedalam pengakuan, melainkan persaksian.38 Walaupun demikian, pengakuan

sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama dan fuqaha, merupakan alat

bukti yang memiliki kekuatan yang paling kuat dibandingkan alat bukti yang

lainnya. Hal ini didasarkan pada prinsip dasar bahwa manusia tidak akan

melakukan kebohongan yang akan merugikan dirinya terkait pengakuan ini.

Penggunaan pengakuan sebagai alat bukti memiliki syarat-syarat yang

harus dipenuhi oleh pengakuan tersebut. Syarat-syarat tersebut antara lain

adalah berupa pengakuan yang jelas, terperinci, pasti, serta tidak dapat

menimbulkan tafsiran lain terkait tindak pidana yang dilakukannya. Selain itu

juga dalam pengakuan tersebut perlu disebutkan hal-hal yang berkaitan seperti

waktu, tempat, cara melakukannya, dan lain sebagainya sehingga pengakuan

tersebut memiliki suatu kejelasan dan kepastian tanpa adanya dugaan atau

tafsiran tindak pidana di luar yang dilakukan olehnya. Dasar hukum dari syarat

tersebut adalah hadist mengenai kisah Ma’iz yang isinya adalah “Barangkali

38 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,cet.1 (Jakarta: Sinar Grafika. 2005). Hal.229.

30

Page 31: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

engkau hanya menciumnya, atau meremas-remasnya, atau memandangnya?

Ma’iz menjawab: tidak, ya Rasulullah.” (HR Bukhari)

Pengakuan juga harus disampaikan tanpa adanya paksaan dan

disampaikan oleh orang yang memiliki akal yang sehat.39

2.6.2 Persaksian (syahadat):

Menurut Wahbah Zuhaili definisi dari persaksian adalah “persaksian

adalah suatu pemberitahuan (pernyataan) yang benar untuk membuktikan suatu

kebenaran dengan lafazd syahadat di depan pengadilan”.40

Persaksian merupakan salah satu alat bukti yang penting dalam

pembuktian hukum pidana islam. Hal ini dikarenakan persaksian dapat

menjadikan pembuktian lebih objektif karena adanya saksi yang menguatkan.

Saksi juga menjadi kunci dalam pembuktian dalam suatu tindak pidana apabila

pelaku tidak mengaku. Selain itu apabila salah satu saksi memberikan keterangan

yang berbeda dengan keterangan pelaku maka hal tersebut dapat dijadikan

bahan pertimbangan terkait pembuktian kasus tersebut oleh hakim. Tanpa

adanya saksi ini pada umumnya akan sulit dibuktikan bahwa seseorang telah

melakukan suatu jarimah. Contohnya dalam kasus jarimah zina sebagaimana

yang telah disepakati oleh para ulama berdasarkan ayat Quran yang

mengharuskan adanya empat orang saksi yang melihat langsung kejadian untuk

membuktikan suatu jarimah zina. Apabila empat orang saksi ini tidak bisa

dihadirkan maka gugurlah tuduhan zina terhadap tersangka.

Yang menjadi dasar hukum alat bukti persaksian ini antara lain:

Q.S. Al-Baqarah ayat 282:

“..Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di

antaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki maka (boleh) seseorang lelaki dan dua

39Ibid. hal. 230.40 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqih Al-Islami wa Adillatuhu, juz VI (Damaskus: Dar Al-Fik. 1989). Hal. 388

31

Page 32: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seseorang lupa,

yang seseorang lagi mengingatkannya”.

Q.S. Ath-Thalaaq ayat 2:

“..Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan

hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah..”.

Hadist Riwayat Nasa’i:

Dari ‘Amr ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa anaknya Muhaishah

yang paling kecil diketemukan terbunuh di pintu Khaibar maka Rasulullah SAW

bersabda: “ajukanlah dua orang saksi atas orang yang membunuhnya, nanti

saya akan berikan kepadamu tambang untuk mengqisaskannya..”

Agar persaksian tersebut dapat diterima maka terdapat beberapa syarat-

syarat yang bersifat umum yang harus dipenuhi oleh saksi antara lain adalah

dewasa, berakal, kuat ingatannya, dapat berbicara, dapat melihat, adil, dan

islam. Terkait syarat saksi harus beragama islam ada perbedaan pendapat.

Beberapa sarjana mengemukakan bahwa penggunaan non muslim

diperbolehkan jika tidak ada saksi lain.41 aksi Pembuktian melalui persaksian ini,

berdasarkan tindak pidana pembunuhan dan pelukaan, dapat dibedakan menjadi

persaksian untuk tindak pidana yang hukumannya badaniah dan persaksian

untuk tindak pidana yang hukumannya maliah.42

Jarimah yang hukumannya badaniah:

Jarimah yang hukumannya badaniah bisa berupa qisas atau ta’zir.

Terdapat beberapa perbedaan pendapat terkait persaksian jarimah yang

hukumannya badaniah. Namun pada umumnya para ulama dan fuqaha sepakat

bahwa pembuktiannya harus dengan dua orang saksi laki-laki, dan tidak boleh

41 Ahmad Wardi Muslich, op. cit. Hal.4242 Ibid. Hal.232

32

Page 33: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

dengan seorang laki-laki dan dua orang perempuan, atau seorang saksi Laki-laki

ditambah sumpahnya korban.43

Jarimah yang hukumannya maliah:

Pada umumnya dalam hal persaksian terhadap jarimah yang

hukumannya maliah, seperti diyat atau denda ganti rugi, para ulama dan fuqaha

sepakat bahwa pembuktian dapat dilakukan oleh dua orang saksi laki-laki, atau

satu orang saksi laki-laki dan dua orang saksi perempuan. Pendapat lain

menyatakan bahwa dapat juga pembuktian dilakukan melalui seorang saksi laki-

laki dan sumpah penuntut atau keengganan bersumpahnya terdakwa, atau dua

orang saksi perempuan ditambah sumpah penuntut.

2.6.3 Sumpah (Qasamah)

Berdasarkan arti bahasa qasamah adalah sumpah. Sedangkan menurut

Hanafiyah mendefinisikan qasamah “Dalam istilah syara’, qasamah digunakan

untuk arti sumpah dengan nama Allah SWT karena adanya sebab tertentu,

dengan bilangan tertentu, untuk orang tertentu yaitu si terdakwa dan menurut

cara tertentu”.44 Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

qasamah adalah sumpah yang dilakukan berulang-ulang yang dilakukan oleh

keluarga korban untuk membuktikan pembunuhan terhadap keluarganya yang

dilakukan oleh tersangka, atau dilakukan oleh tersangka untuk membuktikan

bahwa ia bukan pelaku pembunuhan.45 Para ulama sepakat bahwa penggunaan

qasamah ini hanya untuk tindak pidana pembunuhan saja. Dasar hukum dari

sumpah ini adalah hadist Nabi Muhammad SAW yaitu:

Hadist Riwayat Ahmad, Muslim, Nasa’i:

“Dari Abi Salamah ibn Abd Ar-Rahman dan Sulaiman ibn Yasar dari seorang laki-

laki sahabat Nabi SAW sekelompok kaum Anshar, bahwa sesungguhnya Nabi

43 Ibid.44 ‘Ala Ad-Din Al-Kasani, Kitab Badai’ Ash-Shanai’ fi Tartib Asy-Syarai’, (Beirut: Dar Al-Fikr. 1996). Hal. 422.45 Ahmad Wardi Muslich, op. cit. Hal.235

33

Page 34: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

SAW menetapkan qasamah (sebagai alat bukti) sebagaimana yang berlaku di

zaman jahiliyah”.

Penggunaan qasamah seperti yang telah disebutkan diatas bahwa para

ulama telah sepakat hanya untuk kasus pembunuhan saja. Namun yang menjadi

perdebatan adalah kapan saat digunakannya qasamah ini. Pendapat pertama

mengatakan bahwa qasamah dilakukan ketika pelaku pembunuhan tidak

diketahui. Sedangkan pendapat kedua adalah ketika pelaku pembunuhan

diketahui karena adanya petunjuk yang mengarah kepadanya.

2.6.4 Petunjuk (Qarinah):

Qarinah atau petunjuk menurut definisi dari Wahbah Zuhaili adalah

“Qarinah adalah setiap tanda (petunjuk) yang jelas yang menyertai sesuatu yang

samar, sehingga tanda tersebut menunjukkan kepadanya”46

Contoh salah satu bentuk dari qarinah adalah hamilnya seorang

perempuan yang belum menikah dalam tindak pidana zina, bau alkohol pada

mulut seseorang dalam jarimah meminum minuman keras. Terwujudnya qarinah

ini harus memenuhi beberapa hal yaitu terdapat suatu keadaan yang jelas dan

diketahui layak untuk dijadikan dasar dan pegangan. Selanjutnya adalah terdapat

hubungan yang menunjukkan adanya keterkaitan antara keadaan yang jelas dan

yang samar.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pembuktian dalam

hukum pidana islam tidak sama antara satu tindak pidana dengan tindak pidana

yang lainnya. Hal ini disebabkan untuk tiap kasus sistem pembuktiannya berbeda

didasarkan pada bentuk tindak pidananya.47 Yang menjadi kesamaan antara satu

tindak pidana dengan tindak pidana yang lainnya dalam pembuktian adalah jenis

alat bukti yang digunakannya. Selain itu perbedaan dalam pembuktian pidana

islam juga dibedakan berdasarkan jenis tindak pidananya yaitu jarimah hudud,

jarimah qisas diyat, dan jarimah ta’zir. Khususnya jarimah hudud terdapat

46 Ibid. hal.244 47 Ibid. hal. 227

34

Page 35: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

perbedaan dalam syarat dan ketentuan alat bukti yang digunakan seperti

pembuktian jarimah zina. Dalam jarimah zina saksi yang harus dimunculkan

minimal empat orang laki-laki, berbeda dengan syarat minimal saksi pada

jarimah lainnya yang hanya mensyaratkan minimal dua orang laki-laki. Berikut

adalah contoh pembuktian dalam beberapa jenis tindak pidana dalam islam:

A. Tindak pidana pencurian:

Dalam tindak pidana pencurian pembuktiannya dapat dilakukan melalui

tiga alat bukti yaitu persaksian, pengakuan, dan sumpah.48

Dengan Persaksian

Pada umumnya syarat untuk persaksian dalam pembuktian tindak pidana

pencurian tidak jauh berbeda dengan syarat persaksian pada umumnya. Saksi

yang diperlukan untuk membuktikan tindak pidana pencurian minimal dua

orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Apabila syarat

tersebut tidak tidak terpenuhi maka pencuri tidak dapat dikenai hukuman.

Dengan Pengakuan

Pengakuan dalam tindak pidana pencurian cukup dinyatakan satu kali dan

tidak perlu diulang-ulang.

Dengan sumpah

Sumpah dapat dilakukan oleh sang tersangka bahwa ia melakukan

pencurian. Namun apabila sang tersangka enggan bersumpah maka sumpah

tersebut dapat dikembalikan kepada orang yang kehilangan barang (penuntut).

B. Tindak Pidana Zina

Pembuktian untuk tindak pidana perzinahan dilakukan dengan tiga jenis

alat bukti yaitu pengakuan, persaksian, dan petunjuk.49

48 Ibid. hal. 8149 Ibid. hal.41

35

Page 36: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Dengan Persaksian

Pada prinsipnya alat bukti saksi dalam pembuktian tindak pidana

perzinahan memiliki syarat yang sama dengan alat bukti saksi pada umumnya.

Namun ada beberapa perbedaan seperti jumlah saksi yang harus dihadirkan.

Dalam tindak pidana zina jumlah saksi minimal adalah empat orang. Empat

orang saksi ini harus melihat langsung kejadian. Mereka harus melihat kejadian

dengan mata kepala mereka sendiri. Tidak bisa hanya mendengar kejadian

tersebut dari orang lain, karena nantinya akan menimbulkan keraguan (syubhat)

yang dapat menyebabkan hukuman hudud gugur. Dasar hukum dari syarat saksi

ini adalah surat An-Nisa ayat 15 yang isinya adalah “dan (terhadap) para wanita

yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara

kamu (yang menyaksikannya)…”

Dengan pengakuan

Alat bukti memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi , antara lain

adalah pengakuan harus dinyatakan empat kali dan terperinci sehingga

menghilangkan syubhat (keragu-raguan). Namun pada prinsipnya sama dengan

alat bukti pengakuan pada umumnya.

Dengan Qarinah (petunjuk)

Pembuktian menggunakan petunjuk dalam tindak pidana zina dapat

berupa hamilnya seorang wanita yang tidak bersuami.

Terkait dengan beban pembuktian kepada siapa harus di bebankan, maka

dalam sistem pembuktian hukum islam beban pembuktian di bebankan kepada

penggugat. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa segala sesuatu diambil dari

lahirnya. Karenanya dalam hal ini penggugat harus membuktikan apa yang telah

ia gugat. Hal ini dapat dari syarat saksi dalam kasus perzinahan yang

mengharuskan bahwa penggugatlah yang harus menghadirkan saksi. 50 Seperti

yang tercantum dalam Al-Quran surat An-Nissa ayat 15. Apabila gugatan

50 Ibid. hal.42

36

Page 37: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

tersebut tidak dapat dibuktikan maka meskipun apa yang gugatan sebenarnya

memang terjadi atau merupakan fakta maka tergugat tidak dapat dihukum.

Demikian pembuktian dalam hukum pidana islam. Dalam hukum pidana islam

sistem pembuktiannya memang berbeda dengan hukum pidana di Indonesia.

Dalam hukum pidana islam setiap tindak pidana bisa jadi memiliki syarat yang

berbeda terkait alat bukti yang digunakan dalam pembuktiannya.

BAB 3

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai beberapa pokok masalah maka dapat

ditarik kesimpulan berupa:

1. Pembuktian merupakan salah satu rangkaian dari proses peradilan yang

memiliki peran yang paling penting dalam mentukan bersalah tidaknya

37

Page 38: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

seseorang. Cara penentuan tersebut ada bermacam-macam. Ada yang

didasarkan pada teori sistem pembuktian pada umumnya yaitu sistem teori

pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif, berdasarkan

keyakinan hakim saja, berdasarkan keyakinan hakim yang didukung oleh

alasan yang logis, dan berdasarkan undang-undang negatif. Beban

pembuktian secara umum dapat dibagi menjadi 3(tiga) yaitu beban

pembuktian umum, beban pembuktian terbalik dan beban pembuktian

berimbang. Dimana beban pembuktian umum, yang memiliki kewajiban

untuk membuktikan terdapat pada penuntut umum, sedangkan beban

pembuktian terbalik yang memiliki kewajiban untuk membuktikan terdapat

pada terdakwa. Dalam beban pembuktian berimbang, baik penuntut umum

maupun terdakwa mempunyai kewajiban untuk membuktikan.

2. Di Indonesia sistem pembuktian yang digunakan adalah sistem pembuktian

berdasarkan undang-undang secara negatif. Sistem pembuktian secara

negatif berarti dalam proses pembuktian keputusan bersalah atau tidaknya

seseorang didasarkan pada keyakinan hakim yang didukung oleh undang-

undang. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam pasal 183 KUHAP yang

isinya adalah “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang

kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan

bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Dari pasal tersebut dapat

disimpulkan bahwa untuk membuktikan suatu tindak pidana yang dilakukan

oleh seseorang dibutuhkan minimal dua alat bukti yang sah yang dengan alat

bukti tersebut hakim mendapat keyakinannya akan bersalahnya tersangka.

Sementara beban pembuktian yang digunakan di Indonesia yaitu beban

pembuktian umum atau konvensional dimana beban untuk membuktikan

terdapat pada Penuntut Umum. Hal tersebut dapat kita lihat pada Pasal 66

KUHAP yang isinya “ Terdakwa tidak dikenakan beban pembuktian”. Namun

dalam tindak pidana tertentu (seperti korupsi) menggunakan beban

pembuktian terbalik terbatas seperti yang terdapat dalam Pasal 37 ayat (1)

38

Page 39: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

UU No. 21 tahun 2001 yang isinya “Terdakwa memiliki hak untuk

membuktikan dalam sidang pengadilan”. Maksud terbatas dalam beban

pembuktian itu adalah terdakwa memiliki hak untuk membuktikan di depan

pengadilan, namun Penuntut Umum harus membuktikan kenapa

mengajukan dakwaan tersebut ke pengadilan. Bentuk sistem pembuktian

selain yang dianut oleh Indonesia dapat dilihat dari sistem pembuktian di

Negara lain seperti Belanda yang menganut Civil Law dan Australia yang

menganut Common Law. Di Australia, untuk perkara ringan dan lebih berat

dibedakan sistem pengadilan, namun keduanya tetap diusahakan agar

perkara dapat diselesaikan tanpa proses persidangan. Jika pada akhirnya

akan diproses melalui sidang, maka kedua belah pihak, penuntut dan

terdakwa, hadir dalam persidangan dan saling melemparkan bukti dan

argumennya masing-masing. Penuntut memberikan bukti dan argumen

dengan tanpa ragu yang menjelaskan bahwa terdakwa bersalah. Sementara

terdakwa dapat melakukan pembelaan disertai bukti-bukti dan argumen

yang mendukung pula. Dalam perkara berat biasanya juri diperlukan untuk

memperoleh suatu putusan pengadilan, dan kemudian hakim yang

menyimpulkan putusan dan memberi hukuman sesuai dengan aturan yang

berlaku. Di Belanda, sistem pembuktiannya menganut sistem pembuktian

negatif ( keyakinan hakim namun dibatasi oleh undang-undang). Sifatnya

non-adversarial, berarti hakim bersifat aktif dalam mencari kebenaran

selama persidangan. Beban pembuktian berada pada pihak yang mendalilkan

fakta. Di peradilan Belanda, penuntut umum berada di bawah pengawasan

Menteri Kehakiman, dan Kepolisian berada di bawah pengawasan penuntut

umum.

3. Sistem pembuktian dalam hukum islam tidak menganut teori-teori

pembuktian pada umumnya seperti sistem teori pembuktian berdasarkan

undang-undang secara positif, berdasarkan keyakinan hakim saja,

berdasarkan keyakinan hakim yang didukung oleh alasan yang logis, dan

berdasarkan undang-undang negatif. Hal ini disebabkan untuk tiap kasus

39

Page 40: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

sistem pembuktiannya berbeda didasarkan pada bentuk tindak pidananya.

Bentuk tindak pidana tersebut dapat dibagi menjadi tiga yaitu jarimah hudud,

jarimah qisas diyat, dan jarimah ta’zir. Pembagian tindak pidana ini

didasarkan pada berat atau ringannya hukuman yang diberikan. Pada

masing-masing jarimah ini juga terdapat perbedaan dalam hal cara

pembuktiannya. Khususnya dalam hal jarimah hudud yang mana caranya

sudah ditentukan oleh Al-Quran yang berasal dari Allah SWT karena jarimah

ini merupakan salah satu bentuk kewenangan yang dimiliki Allah SWT.

Namun pembuktian dalam hukum islam dapat dilihat dari jenis alat bukti

yang digunakannya. Alat bukti yang digunakan dalam pembuktian antara lain

pengakuan, persaksian, sumpah, dan petunjuk. Jika dilihat dari kekuatan

pembuktiannya maka pengakuan dan persaksian memiliki kedudukan paling

tinggi. Penggunaan alat bukti tersebut juga harus memenuhi syarat.

Contohnya pada alat bukti persaksian syarat umum yang harus dipenuhi

antara lain saksi harus dewasa, berakal, kuat ingatannya, dapat berbicara,

dapat melihat, adil, dan islam. Pada umumnya untuk tindak pidana hudud

dapat menggunakan alat bukti petunjuk, persaksian,dan pengakuan.

Sedangkan untuk sumpah hanya digunakan untuk tindak pidana tertentu

seperti pembunuhan dan pencurian. Terkait dengan beban pembuktian,

dalam hukum islam dibebankan kepada penggugat. Hal ini didasarkan pada

prinsip bahwa segala sesuatu diambil dari lahirnya. Karenanya dalam hal ini

penggugat harus membuktikan apa yang telah ia gugat. Hal ini dapat dari

syarat saksi dalam kasus perzinahan yang mengharuskan bahwa

penggugatlah yang harus menghadirkan saksi.

Jadi pembuktian merupakan salah satu rangkaian dari proses peradilan

yang memiliki peran yang paling penting dalam mentukan bersalah tidaknya

seseorang. Cara penentuan tersebut ada bermacam-macam. Ada yang

didasarkan pada teori sistem pembuktian pada umumnya yaitu sistem teori

pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif, berdasarkan keyakinan

hakim saja, berdasarkan keyakinan hakim yang didukung oleh alasan yang logis,

40

Page 41: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

dan berdasarkan undang-undang negatif. Di Indonesia sistem pembuktian yang

digunakan adalah sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara

negatif. Sistem pembuktian secara negatif berarti dalam proses pembuktian

keputusan bersalah atau tidaknya seseorang didasarkan pada keyakinan hakim

yang didukung oleh undang-undang. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam

pasal 183 KUHAP yang isinya adalah “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana

kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Dari pasal tersebut dapat

disimpulkan bahwa untuk membuktikan suatu tindak pidana yang dilakukan oleh

seseorang dibutuhkan minimal dua alat bukti yang sah yang dengan alat bukti

tersebut hakim mendapat keyakinannya akan bersalahnya tersangka.

Beban pembuktian di Indonesia menganut beban pembuktian umum /

konvensional. Beban pembuktian umum / konvensional merupakan beban

pembuktian yang memberikan kewajiban untuk membuktikan suatu tindak

pidana kepada penuntut umum karena didasarkan pada asas presumption of

innocence. Hal ini diatur didalam pasal 66 KUHAP. Namun untuk tindak pidana

tertentu seperti korupsi terdapat penyimpangan berupa berlakunya beban

pembuktian yang lain yaitu beban pembuktian terbalik terbatas. Hal ini diatur

didalam pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan

terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Bentuk sistem pembuktian selain yang dianut oleh Indonesia dapat dilihat dari

sistem pembuktian di Negara lain seperti Belanda yang menganut Civil Law dan

Australia yang menganut Common Law. Di Australia, untuk perkara ringan dan

lebih berat dibedakan sistem pengadilan, namun keduanya tetap diusahakan

agar perkara dapat diselesaikan tanpa proses persidangan. Jika pada akhirnya

akan diproses melalui sidang, maka kedua belah pihak, penuntut dan terdakwa,

hadir dalam persidangan dan saling melemparkan bukti dan argumennya

masing-masing. Penuntut memberikan bukti dan argumen dengan tanpa ragu

yang menjelaskan bahwa terdakwa bersalah. Sementara terdakwa dapat

41

Page 42: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

melakukan pembelaan disertai bukti-bukti dan argumen yang mendukung pula.

Dalam perkara berat biasanya juri diperlukan untuk memperoleh suatu putusan

pengadilan, dan kemudian hakim yang menyimpulkan putusan dan memberi

hukuman sesuai dengan aturan yang berlaku. Di Belanda, sistem pembuktiannya

menganut sistem pembuktian negatif ( keyakinan hakim namun dibatasi oleh

undang-undang). Sifatnya non-adversarial, berarti hakim bersifat aktif dalam

mencari kebenaran selama persidangan. Beban pembuktian berada pada pihak

yang mendalilkan fakta. Di peradilan Belanda, penuntut umum berada di bawah

pengawasan Menteri Kehakiman, dan Kepolisian berada di bawah pengawasan

penuntut umum.

Selain itu ada juga bentuk sistem pembuktian yang tidak termasuk kedalam

empat teori sistem pembuktian yang ada yaitu sistem pembuktian dalam hukum

pidana islam. Dalam hukum pidana islam sistem pembuktian antara satu jenis

tindak pidana dengan tindak pidana yang lainnya berbeda. Yang menjadi

persamaan hanyalah jenis alat bukti yang digunakan yaitu persaksian,

pengakuan, petunjuk, dan sumpah. Pada umumnya untuk tindak pidana hudud

dapat menggunakan alat bukti petunjuk, persaksian,dan pengakuan. Sedangkan

untuk sumpah hanya digunakan untuk tindak pidana tertentu seperti

pembunuhan dan pencurian. Contohnya dalam kasus tindak pidana zina dengan

tindak pidana pencurian. Dalam tindak pidana zina alat bukti yang dapat

digunakan adalah pengakuan, persaksian, dan petunjuk. Sedangkan untuk tindak

pidana pencurian alat bukti yang dapat digunakan adalah pengakuan,

persaksian,dan sumpah. Beban pembuktian dalam hukum pidana islam

merupakan hak yang dimiliki oleh kedua belah pihak yaitu penuntut dan pihak

yang dituntut.

Dari pembahasan diatas dapat dilihat perbedaan masing-masing dari Sistem dan

beban pembuktian dari beberapa negara dan hukum pidana islam. Perbedaan

tersebut pada dasarnya dipengaruhi oleh ajaran, budaya dan kondisi dari

masing-masing negara dan tempat yang menganutnya. Namun pada prinsipnya

42

Page 43: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

keseluruhan sistem pembuktian tersebut memiliki kesamaan tujuan yaitu

mencari kebenaran yang sebenar-benarnya sehingga keadilan dapat ditegakkan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adji, Indriyanto Seno. Korupsi dan Pembalikan Beban Pembuktian. Prof. Oemar

Seno Adji, SH & Rekan: Jakarta. 2006.

Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam, Cet.6. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.

2006.

Ali, Zainuddin. Hukum Pidana Islam. Cet.1. Sinar Grafika: Jakarta. 2007.

Al-Mawardi , Abu Al-Hasan. Al-Ahkam Al-Khamsah As-Sulthaniyah. Cet.3 (Beirut:

Mushthafa Al-Baby. Tanpa tahun).

Aronson, M.I., N.S Reaburn, and M.S Weinberg. Litigation, Evidence and

Procedure. Australia: Butterworths. 1976.

Bouman , Marlies. The Judiciary System in the Netherlands. Council for the

Judiciary. 2003

Chazawi, Adami. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Penerbit PT Alumni:

Bandung. 2005.

43

Page 44: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Hamzah, Andi. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Ghalia: Jakarta. 1984.

Harahap, Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Pustaka

Kartini: Jakarta. 1993.

Ingeten, Sri. Peranan Dokter Dalam Pembuktian Perkara Pidana. Fakultas Hukum

Universitas Sumatra Utara: Medan. 2008.

Muslich, Ahmad Wardi. Hukum Pidana Islam,cet.1. Sinar Grafika: Jakarta. 2005

Muslich, Ahmad Wardi. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah.

Cet.2. Sinar Grafika: Jakarta. 2006.

Prodjohamidjojo, Martiman. Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik

Korupsi (UU No.31, Tahun 1999). Mandar Maju: Bandung. 2001

Prodjodikoro, Wirjono. Hukum Atjara Pidana di Indonesia. Sumur Bandung:

Jakarta. 1967.

Prints, Darwan. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Citra Aditya Bakti:

Jakarta. 2002.

Santoso, Topo, dkk. Aspek Pidana Dalam Hukum Islam, Cet.1. Cintya Press:

Jakarta. 2005.

Santoso, Topo. Membumikan Hukum Pidana Islam, Cet.1. Gema Insani Press:

Jakarta. 2005.

Santoso, Topo. Menggagas Hukum Pidana Islam, Cet.2. Asy Syamil: Bandung.

2001.

Sasangka, Hari. Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata. Penerbit Mandar

Maju: Bandung. 2000.

Sardar , Ziauddin dan Zafar Abbas Malik. Mengenal Islam For Beginners, Cet.2.

Mizan: Bandung. 1998.

Wahbah, Zuhaili. Al-Fiqih Al-Islami wa Adillatuhu, juz VI (Damaskus: Dar Al-Fik.

1989)

Undang-undang

Australia, Summary Procedure Act 1921.

44

Page 45: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Australia, Juries Act 1927.

Australia, The Rules of the Magistrates Court.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Website

http://www.lawhandbook.sa.gov.au/

http://www.karyatulisilmiah.com/pengertian-sistem.html

Sumber Lain

Al-Quran edisi khat Madinah, Terjemahan Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran

Departemen Agama RI. PT.Sygma Examedia Arkanleema. Bandung.

LAMPIRAN

Pertanyaan:

1. Bela Annisa

Apa saja kewenangan Director of Public Prosecutor (DPP)?

Jawaban:

Fungsi utama Director of Public Prosecution (DPP) adalah menuntut perbuatan yang melanggar hukum dimana DPP mempunyai otoritas penuh dibawah hukum atas negara bagian tersbutMengadakan proses menyatakan pendapat Memberikan nasihat hukum kepada penyidik/polisiSetelah terdakwa siap untuk diadili, DPP berhak untuk melanjutkan atau tidak penuntutan yang dibuatnya, kewenangan ini disebut No Bill Application.Berhak mengajukan saksi untuk memberikan keterangan demi mendukung tuntutannyaBagian 9 pasal 6 Director of Public Prosecution Act, menyatakan bahwa dpp berhak menentukan apakah bukti-bukti yang diberikan oleh saksi akan dipakai atau tidak untuk melawan terdakwa.Bagian 9 pasal 6d Director of Public Prosecution Act memberi wewenang kepada dpp untuk menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dituntut di bawah hukum persemakmuran sehubungan dengan suatu tindak pidana khusus

45

Page 46: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

2. Ahmad Dalmi Nasution:

Sebutkan 3 jenis jarimah dan jelaskan cara pembuktian dalam hukum islam berdasarkan pembagian 3 jarimah!

Jawaban:

Pada dasarnya Jarimah dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan jenis hukumannya yang diterima ada tiga bentuk yaitu:a) Jarimah Hudud:

Merupakan jarimah yang hukumannya sudah ditentukan oleh Allah SWT terkait bentuk dan banyaknya dan merupakan hak Allah SWT yang artinya hukuman tersebut tidak dapat dihapus oleh siapapun.51 Pada prinsipnya umumnya dalam jarimah yang termasuk kedalam jarimah hudud sistem pembuktiannya menggunakan tiga jenis alat bukti yaitu pengakuan, persaksian, dan petunjuk. Namun dalam beberapa jarimah hudud ada juga yang menggunakan sumpah seperti jarimah pencurian. Berikut adalah penjelasan cara pembuktian dalam jarimah hudud:

Tindak pidana pencurian:

Dalam tindak pidana pencurian pembuktiannya dapat dilakukan melalui tiga alat bukti yaitu persaksian, pengakuan, dan sumpah.

Dengan Persaksian

Pada umumnya syarat untuk persaksian dalam pembuktian tindak pidana pencurian tidak jauh berbeda dengan syarat persaksian pada umumnya. Saksi yang diperlukan untuk membuktikan tindak pidana pencurian minimal dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Apabila syarat tersebut tidak tidak terpenuhi maka pencuri tidak dapat dikenai hukuman.

Dengan Pengakuan

Pengakuan dalam tindak pidana pencurian cukup dinyatakan satu kali dan tidak perlu diulang-ulang.

Dengan sumpah

51 Topo Santoso SH. MH, Wismar ‘Ain Marzuki SH. MH, Neng Djubaedah SH. MH, Sulaikin Lubis SH. MH, Aspek Pidana Dalam Hukum Islam, Cet.1 (Jakarta: Cintya Press. 2005). Hal. 3

46

Page 47: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Sumpah dapat dilakukan oleh sang tersangka bahwa ia melakukan pencurian. Namun apabila sang tersangka enggan bersumpah maka sumpah tersebut dapat dikembalikan kepada orang yang kehilangan barang (penuntut).

Tindak Pidana Zina

Pembuktian untuk tindak pidana perzinahan dilakukan dengan tiga jenis alat bukti yaitu pengakuan, persaksian, dan petunjuk.

Dengan Persaksian

Pada prinsipnya alat bukti saksi dalam pembuktian tindak pidana perzinahan memiliki syarat yang sama dengan alat bukti saksi pada umumnya. Namun ada beberapa perbedaan seperti jumlah saksi yang harus dihadirkan. Dalam tindak pidana zina jumlah saksi minimal adalah empat orang. Empat orang saksi ini harus melihat langsung kejadian. Mereka harus melihat kejadian dengan mata kepala mereka sendiri. Tidak bisa hanya mendengar kejadian tersebut dari orang lain, karena nantinya akan menimbulkan keraguan (syubhat) yang dapat menyebabkan hukuman hudud gugur. Dasar hukum dari syarat saksi ini adalah surat An-Nisa ayat 15 yang isinya adalah “dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya)…”

Dengan pengakuan

Alat bukti memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain adalah pengakuan harus dinyatakan empat kali dan terperinci sehingga menghilangkan syubhat (keragu-raguan). Namun pada prinsipnya sama dengan alat bukti pengakuan pada umumnya.

b) Jarimah Qisas Diyat :Merupakan jarimah yang pelakunya karena perbuatannya diancam hukuman qisas atau diyat yang mana telah ditentukan batasnya.52

Dalam hal ini diyat diterapkan kepada pelaku apabila keluarga korban memaafkan tersangka. Dalam jarimah qisas diyat pembuktiannya menggunakan empat jenis alat bukti yaitu pengakuan, persaksian, sumpah, dan petunjuk.

c) Jarimah Ta’zir :

52 Topo Santoso SH. MH, Wismar ‘Ain Marzuki SH. MH, Neng Djubaedah SH. MH, Sulaikin Lubis SH. MH, Aspek Pidana Dalam Hukum Islam, Cet.1 (Jakarta: Cintya Press. 2005). Hal. 3

47

Page 48: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Jarimah ta'zir merupakan bentuk hukuman dalam islam yang berasal dari pemikiran akal yang berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah karena tidak diatur secara langsung atau belum diatur oleh kedua sumber tersebut. Dalam jarimah ta’zir ini pembuktianya menggunakan empat jenis alat bukti yaitu pengakuan, persaksian, sumpah, dan petunjuk.

3. Raffi:

Kenapa alat bukti saksi masih diperdebatkan ? sebutkan dasar hukumnya! Serta jelaskan jarimah yang hukumannya badaniah dan jarimah yang hukumannya maliah!

Jawaban:

Terkait alat bukti saksi yang masih diperdebatkan, hal itu dikarenakan ijtihad dari masing-masing ulama dan fuqaha yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut biasanya dipengaruhi kondisi dan situasi tempat dimana dia melakukan ijtihadnya atas hal tersebut. Contoh perbedaannya adalah dalam pembuktian menggunakan persaksian dalam jarimah hukuman qisas, menurut jumhur fuqaha harus dengan dua orang saksi laki-laki, dan tidak boleh dengan seorang saksi laki-laki dan dua perempuan, atau seorang saksi laki-laki ditambah sumpahnya korban atau keluarga korban. Sedangkan menurut imam malik hal tersebut hanya berlaku untuk qisas atas jiwa saja. Sedangkan untuk qisas bukan jiwa bisa menggunakan seorang saksi laki-laki dan sumpahnya korban atau keluarga korban. Dasar hukum dari hal tersebut adalah istihsan. Sedangkan dasar hukum penggunaan alat bukti saksi adalah :

Q.S. Al-Baqarah ayat 282:

“..Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di

antaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki maka (boleh) seseorang lelaki dan

dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika

seseorang lupa, yang seseorang lagi mengingatkannya”.

Q.S. Ath-Thalaaq ayat 2:

“..Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah..”.

Perbedaan Jarimah Hukuman Badaniah dan Jarimah Hukuman Maliah:Jarimah yang hukumannya badaniah:

48

Page 49: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Jarimah yang hukumannya badaniah bisa berupa qisas atau ta’zir. Terdapat beberapa perbedaan pendapat terkait persaksian jarimah yang hukumannya badaniah. Namun pada umumnya para ulama dan fuqaha sepakat bahwa pembuktiannya harus dengan dua orang saksi laki-laki, dan tidak boleh dengan seorang laki-laki dan dua orang perempuan, atau seorang saksi Laki-laki ditambah sumpahnya korban.53

Jarimah yang hukumannya maliah:

Pada umumnya dalam hal persaksian terhadap jarimah yang hukumannya maliah, seperti diyat atau denda ganti rugi, para ulama dan fuqaha sepakat bahwa pembuktian dapat dilakukan oleh dua orang saksi laki-laki, atau satu orang saksi laki-laki dan dua orang saksi perempuan. Pendapat lain menyatakan bahwa dapat juga pembuktian dilakukan melalui seorang saksi laki-laki dan sumpah penuntut atau keengganan bersumpahnya terdakwa, atau dua orang saksi perempuan ditambah sumpah penuntut.

4. Andrian Hilman:

Perbedaan perlakuan antara yang mengaku dan yang tidak mengaku!

Jawaban:

Tidak ada perbedaan perlakuan antara tersangka yang mengaku dengan yang tidak mengaku. Yang menjadi perbedaan adalah nilai pembuktianya dalam hal pengakuan memiliki bobot yang lebih besar dibanding dengan pembuktian menggunakan alat bukti lain seperti petunjuk dan sumpah. Pengakuan yang diberikan juga harus memenuhi syarat-syarat pengakuan pada umumnya seperti dilakukan oleh orang yang memiliki kehendak bebas dan tanpa adanya tekanan, pengakuan harus jelas, terperinci, dan pasti. Syarat-syarat ini harus dipenuhi kecuali untuk tindak pidana tertentu dalam jarimah hudud, karena dalam hukum pidana islam pada prinsipnya menganut presumption of innocence.

5. Bagaimana sistem pembuktian menurut hukum adat?Hukum adat memiliki ciri-ciri khusus, yaitu :

a. Tidak tertulisb. Adanya sifat kebersamaan/kekeluargaanc. Adanya peran sentral ketua adat

53 Ibid.

49

Page 50: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

Kasus pelanggaran hukum adat yang peradilannya menggunakan hukum adat pernah terjadi di Bali, dimana ada seorang pemuda yang “memperkosa” seekor sapi miliknya sendiri. Pemuda tersebut akhirnya dihukum. Hukumannya antara lain :a. Pemuda dikawinkan dengan sapi yang telah diperkosanyab. Pemuda diasingkan dari perkampungan oleh masyarakat (diusir)c. Sapi di buang ke lautKeputusan itu diambil bersama dimana ketua adat bertindak sebagai hakim. Mengenai alat bukti tidak diatur dalam hukum adat mengingat sifat hukum adat yang tidak tertulis. Sistem ini lebih mirip dengan sistem pembuktian conviction in-time atau sistem conviction raisonnee yang didalamnya keyakinan hakim (ketua adat) memegang peran yang sangat penting dalam menjatuhkan hukuman.

6. Didalam sistem pembuktian hukum pidana Indonesia, hakim berperan aktif. Apakah hal ini tidak berpotensi menimbulkan abuse of power?KUHAP telah mengatur mengenai pertanyaan-pertanyaan atau sikap sikap yang tidak boleh dilakukan selama persidangan. Jika JPU melakukan hal tersebut maka penasihat hukum terdakwa berhak mengajukan keberatan dan penilaian atasnya diserahkan pada Hakim, dan sebaliknya. Memang, dalam hal ini ada ketidakseimbangan dimana Hakim berkedudukan sebagai orang yang lebih tinggi dibanding JPU, terdakwa, penasihat hukum, serta saksi-saksi. Ketidakseimbangan ini memungkinkan adanya sebuah abuse of power yang mungkin terjadi ketika Hakim mengajukan pertanyaan yang menjerat, menyimpulkan, atau memojokkan terdakwa atau saksi yang diajukan.

7. Bagaimana apabila dalam tindak pidana korupsi terjadi in absencia?

Pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi tidak semata-mata

pembuktian di tangan terdakwa. Pembuktian pada tindak pidana korupsi

menganut pembalikan beban pembuktian terbatas, sehingga kkewajiban

pembuktian tetap ada pada tangan penuntut umum meskipun tterdakwa

memiliki hak untuk membuktikan kalau dia tidak bersalah. Apabila dalam

sidang terdakwa ternyata in absencia, maka sidang korupsi tersebut harus

ditunda hingga tertangkapnya terdakwa tersebut dan terdakwa dapat hadir

dalam persidangan.

50

Page 51: fhuiguide.files.wordpress.com · Web viewUntuk melihat sistem pembuktian di negara lain maka akan dilihat perbandingan dengan beberapa negara lain yaitu negara Belanda yang menganut

8.

51