library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2doc/2014-2... · web viewselalu...

63
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Menurut Hasibuan (2013:9) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen Setiap manajer menjalankan lima buah fungsi: perencanaan (planning), penataan (organizing), penugasan (commanding), koordinasi (coordinating), dan pengendalian (controlling). Robbins (2008:5-6), mengemukakan bahwa pada era modern ini fungsi manajemen lebih di padatkan menjadi perencanaan (planning), penataan (organizing), kepemimpinan (leading),dan pengendalian (controlling). 1. Planning

Upload: duongtram

Post on 28-Jun-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen

2.1.1 Pengertian Manajemen

Menurut Hasibuan (2013:9) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses

pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan

efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen

Setiap manajer menjalankan lima buah fungsi: perencanaan (planning), penataan

(organizing), penugasan (commanding), koordinasi (coordinating), dan pengendalian

(controlling). Robbins (2008:5-6), mengemukakan bahwa pada era modern ini fungsi

manajemen lebih di padatkan menjadi perencanaan (planning), penataan (organizing),

kepemimpinan (leading),dan pengendalian (controlling).

1. Planning

Seorang manajer akan mendefinisikan sasaran-sasaran, menetapkan strategi

untuk mencapai sasaran-sasaran itu, dan mengembangkan rencana kerja untuk

memadukan dan mengkoordinasikan berbagai aktivitas menuju sasaran-sasaran

tersebut.

2. Organizing

Dimana seorang manajer melakukan penataan, ia akan menentukan tugas-tugas

Page 2: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

apa yang harus dikerjakan, siapa yang akan melakukannya, bagaimana tugas-

tugas tersebut dikelompokan, siapa yang harus melapor kepada siapa, dan

dimana keputusan- keputusan akan diambil.

3. Leading

Seorang manager memotivasi para bawahannya, membantu mereka

menyelesaikan konflik internal, mengarahkan individu atau kelompok individu

dalam bekerja, memilih metode komunikasi yang paling efektif, atau

menangani beragam isu lainnya yang berkaitan dengan perilaku karyawan.

4. Controlling

Suatu bentuk evaluasi untuk mengetahui sejauh mana segala sesuatunya berjalan

sesuai rencana. Untuk memastikan sasaran-sasaran dapat dicapai dan pekerjaan-

pekerjaan diselesaikan sebagaimana mestinya, seorang manajer harus mengawasi

dan menilai kinerja aktual. Kinerja aktual ini harus dibandingkan dengan

sasaran-sasaran yang digariskan. Bila sasaran sasaran ini belum tercapai, adalah

tugas manajemen untuk mengembalikannya ada jalur yang benar. Proses

pengawasan, penilaian, dan koreksi ini adalah apa yang disebut sebagai fungsi

pengendalian.

2.1.3 Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Hasibuan (2013:10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu

dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien

membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Sedangkan

menurut Mathis dan Jackson (2006:3) manajemen sumber daya manusia (human

resource-HR Management) adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah

organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna

mencapai tujuan-tujuan organisasional.

Jadi menurut pengertian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan b a h w a

Page 3: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni untuk merancang proses

organisasi dengan pengalokasian sumber daya manusia secara efektif dan efisien untuk

mencapai tujuan organisasi.

2.1.4 Komponen MSDM

Menurut Hasibuan (2013;12), Tenaga kerja manusia pada dasarnya dibedakan

atas pengusaha, karyawan dan pemimpin.

1. Pengusaha

Adalah setiap orang yang menginvestasikan modalnya untuk

memperoleh pendapatan dan besarnya pendapatan itu tidak menentu,

tergantung pada laba yang dicapai perusahaan tersebut.

2. Karyawan

Karyawan merupakan kekayaan utama suatu perusahaan karena tanpa

keikutsertaan mereka, aktivitas perusahaan tidak akan terjadi. Karyawan

berperan aktif dalam menetapkan rencana, system, proses dan tujuan

yang ingin dicapai. Mereka adalah penjual jasa baik dalam hal pikiran

maupun tenaga dan mendapatkan kompensasi yang besarnya telah

ditetapkan terlebih dahulu. Mereka wajib dan terikat untuk mengerjakan

pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai

dengan perjanjian. Posisi karyawan dalam suatu perusahaan dibedakan

atas karyawan operasional dan karyawan manajerial (pimpinan).

3. Pemimpin atau Manajer

Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan

kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung

jawab atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan.

Kepemimpinan adalah gaya seseorang pemimpin mempengaruhi

bawahannya, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif. Asas-asas

kepemimpinan adalah bersikap tegas dan rasional, bertindak konsisten

Page 4: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

dan berlaku adil dan jujur.

2.1.5 Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia terdiri atas beberapa kelompok aktivitas yang

saling berhubungan yang terjadi dalam konteks organisasi. Selain itu, semua manajer

yang memiliki tanggung jawab sumber daya manusia harus mempertimbangkan

pengaruh lingkungan eksternal hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi

ketika menyampaikan aktivitas ini. Menurut Mathis dan Jackson (2006:43), ada tujuh

aktivitas pokok manajemen sumber daya manusia, yaitu:

1. Perencanaan dan Analisis Sumber Daya Manusia

Lewat perencanaan sumber daya manusia, para manajer berusaha untuk

mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan

karyawan dimasa depan. Sebagai bagian dari usaha mempertahankan daya saing

organisasional, harus ada analisis dan penilaian efektifitas SDM.

2. Kesetaraan Kesempatan Kerja

Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja

mempengaruhi semua aktivitas sumber daya manusia yang lain dan terintegrasi

dengan manajemen.

3. Pengangkatan Pegawai

Tujuan utama dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang

memadai atas individu yang kompeten untuk mengisi lowongan pekerjaan dalam

sebuah organisasi.

4. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Page 5: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi

pelatihan keterampilan pekerjaan.

5. Kompensasi dan Tunjangan

Memberikan penghargaan kepada karyawan atas pelaksanaan pekerjaan melalui

gaji, insentif dan tunjangan. Para pemberi pekerjaan harus mengembangkan dan

memperbaiki sistem upah dan gaji dasar mereka, program insentif juga harus

digunakan. Kenaikan yang cepat dalam hal biaya tunjangan, terutama tunjangan

kesehatan akan terus menjadi persoalan utama.

6. Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan

Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan para karyawan adalah

hal yang sangat penting bagi karyawan.

7. Hubungan Karyawan dengan Manajemen

Hubungan antara manajer dan karyawan mereka harus ditangani secara efektif

apabila karyawan dan organisasi ingin sukses bersama.

2.2 Stres Kerja

2.2.1 Pengertian Stres Kerja

Stres adalah suatu situasi emosional yang tidak menyenangkan yang kita alami

ketika terdapat sebuah persyaratan (terkait masalah pekerjaan ataupun bukan) yang tidak

dapat kita imbangi atau atasi dengan kemampuan yang kita miliki. Hal ini menyebabkan

perubahan emosi yang muncul sebagai reaksi terhadap situasi berbahaya tersebut.

Menurut Mondy (2010), stres adalah sebuah reaksi non-spesifik tubuh kepada setiap

keadaan atau kebutuhan yang muncul, dan dapat memperngaruhi seseorang dengan cara

yang berbeda-beda tergantung akan bagaimana kondisi individu tersebut. Hal ini berasal

dari hubungan antara seseorang dengan lingkungannya sehingga muncul tekanan yang

bersifat subjektif, karena stressor yang sama dapat mempengaruhi satu orang, tetapi

Page 6: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

tidak dapat mempengaruhi orang lain. ketika karyawan dapat mengelola tekanan

pekerjaan dan setiap kemungkinan untuk menyelesaikan suatu tugas secara prima maka

stres justru akan dapat bekerja sebagai faktor pendorong (Halkos, 2008). Menurut

Mondy (2010), ia menyatakan bahwa efek stres tidak selamanya negatif, contohnya stres

dengan kadar yang ringan dapat meningkatkan produktivitas, serta dapat membantu

dalam menciptakan inovasi-inovasi dan ide kreatif yang baru. Stres dalam bentuk positif

tersebut lebih dikenal dengan eustress, yaitu stres yang dapat mengarahkan individu

yang mengalaminya kepada sebuah pencapaian serta kebahagiaan. Contohnya stres

ketika akan menghadapi tantangan seperti yang ditemukan pada manajerial, tekhnikal

ataupun public contact job. Namun stres yang tidak dapat dikelola dengan baik akan

berdampak buruk bagi individu tersebut dan menyebabkannya terjebak dalam distress,

yaitu stres yang terjadi ketika kita mulai merasa kehilangan perasaan aman dan perasaan

puas. Atau ketika perasaan tidak berdaya, putus asa dan kekecewaan merubah stres

menjadi distress (Snell dan Bohlander, 2010). Sedangkan menurut Muhammad Nassem

Shadid, Khalid latif, Nadeem sohail dan Muhammad Allem Ashraf (2012) dalam jurnal

yang berjudul Work Stress and Employee Performance in Banking Sector Evidence

From District Faisalabad, Pakistan berpendapat bahwa stres kerja adalah masalah yang

meningkat dalam organisasi dan lebih sering menimbulkan efek negatif bagi kinerja

pekerja.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa stres kerja adalah keadaan dimana

pikiran, emosional dan psikologis dari seorang individu mereaksi suatu kejadian dimana

terjadi kesenggangan atau ketidakseimbangan antara kemampuan dan skill individu

dengan kapasitas pekerjaan yang diberikan kepada individu tersebut. Namun dengan

jumlah tertentu dan pengelolaan yang baik, hal itu justru dapat berdampak positif bagi

individu tersebut.

2.2.2 Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Stres Kerja

Robbins dan Judge (2007), menjelaskan bahwa munculnya stress kerja pada

karyawan dapat dilihat melalui 3 faktor utamanya, yang diantara lain:

Page 7: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

1. Environmental Factor (Faktor Lingkungan)

Antara lain adalah:

a. Economic Uncertainties

Sebuah akibat dari siklus atau perputaran dunia bisnis yang berpengaruh

langsung terhadap perekonomian secara global, sehingga membuat

orang-orang semakin khawatir akan keamanan pekerjaannya (job

securities).

b. Political Uncertainties

Segala bentuk ancaman atau perubahan politik yang berpengaruh

terhadap kestabilan politik di suatu Negara atau daerah akan

mengakibatkan stres pada masyarakatnya.

c. Technological Changes

Munculnya inovasi-inovasi baru, terutama dalam bidang teknologi seperti

komputerisasi, robotic atau automation akan mengakibatkan skill serta

pengalaman yang telah lama dimiliki para karyawan akan menjadi usang

dan tidak terpakai lagi, sehingga hal ini akan menyebabkan munculnya

stres kerja bagi mereka yang seketika harus mempelajari hal-hal yang

sangat baru.

d. Terrorism

Suatu bentuk faktor penyebab stres paling meningkat di abad 21 ini,

karena terorisme menyebabkan terjadinya diskriminasi ras atau agama di

beberapa wilayah, serta efeknya yang sangat terlihat dalam dunia kerja

adalah munculnya ketakutan serta trauma dari para pekerja yang bekerja

di bangunan-bangunan pencakar langit, selain itu kini orang-orang mulai

takut untuk hadir di dalam acara-acara publik yang besar.

Page 8: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

2. Organizational Factor (Faktor Organisasional)

Antara lain adalah:

a. Task Demands

Merupakan faktor yang berhubungan dengan profesi atau pekerjaan

seseorang. Baik dalam hal desain kerja, Working condition serta Physical

work layout.

b. Role Demands

Tekanan (pressures) dari suatu peran yang dijalankan suatu individu

dalam organisasi.

i. Role Conflict : Suatu keadaan yang terjadi akibat ekspektasi dari

peran yang dijalankan sulit dicapai.

ii. Role Demands : Dimana pekerja berharap untuk dapat

mengerjakan banyak hal dalam waktu yang sangat terbatas.

iii. Role Ambiguity: Peran yang kurang dimengerti oleh pekerja,

bahkan pekerja cenderung tidak yakin akan apa yang harus

dikerjakannya.

c. Interpersonal Demands

Tekanan yang ditimbulkan oleh rekan kerja, biasanya hal ini terjadi

dikarenakan kurangnya support dari rekan kerja atau kurangnya

Interpersonal Relationship dari individu tersebut terhadap rekan-rekan

kerja di lingkungannya

3. Personal Factor (Faktor personal)

Antara lain terdiri dari:

a. Family Issues

Page 9: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

Sebuah permasalahan terhadap hubungan pribadi seseorang yang

menyebabkan munculnya stres kerja pada diri individu tersebut, dimana

beban-beban tersebut sulit atau bahkan tidak ia lepaskan sejak awal ia

melewati pintu masuk kantornya. Contohnya seperti kesulitan

pernikahan, masalah dalam hubungan personal ataupun masalah

mengenai kedisiplinan anaknya.

b. Personal Economic Problem

Permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh individu dimana hal-hal

tersebut membuatnya ia tidak bisa konsentrasi dalam menyelesaikan

pekerjaannya.

c. Inherent Personality Characteristic

Munculnya stres yang sebenarnya terjadi karena karakteristik atau sifat

sifat dasar dari individu yang bersangkutan.

Selain itu Cooper dalam Arnold (2005), terkait dengan seluruh jenis pekerjaan,

menjabarkan tujuh faktor yang menyebabkan terjadinya stres kerja, antara lain:

1. Faktor-faktor intrisik pekerjaan antara lain adalah:

a. Kondisi lingkungan kerja yang kurang baik

Misalnya lingkungan kerja yang bising, pencahayaan yang

kurang baik, mtercium bau-bauan, dan lain sebagainya.

b. Kerja shift/ kerja malam

Kerja shift merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja shift

lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut daripada

para pekerja pagi/siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan

makan yang mungkin menyebabkan gangguan-gangguan perut.

Pengaruhnya adalah emosional dan biological, karena gangguan ritme

Page 10: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

circadian dari tidur/daur keadaan bangun (wake cycle), pola suhu, dan

ritme pengeluaran adrenalin.

c. Jam kerja yang lama dan kerja yang terlalu overload

Menurut Sparks et al dalam Arnold (2005), bahwa jam kerja yang

panjang secara terus menerus akan merusak kesehatan fisik dan

psikologikal individu tersebut.

Adapun dua tipe kerja yang telalu overload (work overhead), yaitu

overload kuantitatif yaitu banyaknya yang harus dikerjakan, dan

overload kualitatif yaitu mengacu pada pekerjaan yang terlalu sulit untuk

seseorang.

d. Tingkat resiko dan bahaya yang dihadapi

Pekerjaan yang mempunyai resiko atau bahaya yang tinggi akan

menghasilkan tingkat stres yang tinggi.

e. Teknologi baru

Mengajarkan teknologi baru dengan cara dan metode yang lama akan

menambah beban karyawan yang sedang dilatih.

2. Peraturan dalam organisasi

Antara lain adalah:

a. Konflik peran dan ketidakjelasan peran

Role conflict atau konflik peran merupakan hasil dari tidak konsistennya

harapan-harapan berbagai pihak atau persepsi adanya ketidakcocokan

antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai individu, dan

sebagainya. Sebagai akibatnya seseorang yang mengalami konflik peran

Page 11: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

akan berada dalam suasana yang terombang-ambing, terjepit, dan serba

salah.

Selain konflik peran yang sudah dijelaskan diatas, ketidakjelasan peran

juga merupakan salah satu penyebab terjadinya stres di tempat kerja.

b. Tanggung jawab

Pada dasarnya, tanggung jawab terdiri dari 2, yaitu tanggung jawab

terhadap orang, dan tanggung jawab terhadap sesuatu, termasuk

anggaran, perlengkapan, dan bangunan. Tanggung jawab terhadap orang

lebih menyebabkan stres, lebih menyebabkan penyakit jantung koroner

daripada tanggung jawab terhadap sesuatu. Mempunyai tanggung jawab

terhadap orang biasanya memerlukan waktu yang lebih banyak untuk

berinteraksi dengan sesama, menghadiri pertemuan-pertemuan dan

diharapkan dengan batas waktu. Penelitian membuktikan bahwa senior

executive dan semakin besar tanggung jawabnya, maka semakin besar

kemungkinan terkena resiko penyakit jantung koroner.

1. Kepribadian

Penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan tingkat kecemasan

tinggi lebih menderita akibat konflik peran dibandingkan orang yang fleksibel

dalam pendekatan mereka terhadap kehidupan. Kecemasan pengalaman

individu-individu yang rawan konflik peran lebih akut dan bereaksi dengan

ketegangan yang lebih besar daripada orang-orang yang kurang kecemasan

rentan; dan lebih fleksibel individu menanggapi konflik peran yang tinggi

dengan perasaan ketegangan lebih rendah daripada rekan-rekan mereka yang

lebih kaku (Warr dan Wall, dalam Arnold,2005).

3. Hubungan dalam pekerjaan

Page 12: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

Orang lain dan kita dapat menjadi sumber utama dari stres dan dukungan (Makin

et al,dalam Arnold, 2005).

a. Hubungan dengan superior

Sosik dan Godshalk dalam Arnold (2005), telah menunjukkan bahwa

gaya kepemimpinan yang penuh inspirasi dapat secara signifikan

mengurangi jumlah stres kerja yang dialami oleh bawahannya.

Untuk mengerti bagaimana cara mengelola atasan, penting untuk dapat

mengidentifikasikan perbedaan jenis atasan. Cooper et al,dalam Arnold

(2005), menemukan bahwa terdapat beberapa prototype atasan, yaitu:

yang birokrat, yang otokrat, yang lihay, manajer yang enggan terbuka.

Masing-masing harus ditangani dengan cara yang berbeda untuk

meminimalkan tingkat stres yang dialami.

b. Hubungan antara bawahan dan rekan

Stres di antara rekan kerja dapat timbul dari kompetisi, komunikasi yang

kurang kancar dan konflik kepribadian. Karena kebanyakan orang

menghabiskan begitu banyak waktu di tempat kerja, hubungan antara

rekan kerja dapat menjadi dukungan yang sangat berharga, atau

sebaliknya dapat menjadi sumber stres yang sangat besar. French dan

Caplan dalam Arnold (2005), menemukan bahwa dukungan yang kuat

dari rekan-rekan kerja akan mereda ketegangan. Dukungan ini juga

mengurangi efek tekanan kerja.

4. Pengembangan Karir

a. Job Insecurity

Perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah baru yang dapat

mempunyai dampak pada perusahaan. Re-organisasi dirasakan perlu

untuk dapat menghadapi perubahan lingkungan dengan lebih baik.

Page 13: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

Sebagai akibatnya adalah adanya pekerjaan lama yang hilang dan adanya

pekerjaan baru.

Setiap re-organisasi menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang

merupakan sumber stres yang potensial.

b. Over and Under Promotion

Peluang yang kecil untuk promosi, baik karena keadaan tidak

mengizinkan maupun karena dilupakan, merupakan pembangkit stres

bagi tenaga kerja yang merasa sudah waktunya untuk mendapatkan

promosi. Perilaku yang mengganggu, semangat kerja yang rendah dan

hubungan antar pribadi yang bermutu rendah, berkaitan dengan stres dari

kesenjangan yang dirasakan antara kedudukannya sekarang di organisasi

dengan kedudukan yang diharapkan. Sedangkan stres yang timbul karena

over-promotion memberikan kondisi beban kerja yang berlebihan serta

adanya tuntutan pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dekat

bakatnya.

5. Budaya dan Iklim Organisasi

Bagaimana para tenaga kerja mempersepsikan kebudayaan, kebiasaan, dan iklim

dari organisasi adalah penting dalam memahami sumber-sumber stres potensial sebagai

hasil dari beradanya mereka dalam organisasi: kepuasan dan ketidakpuasan kerja

berkaitan dengan penilaian dari struktur dan iklim organisasi.

6. Home-Work Interface

Home-Work Interface atau pekerjaan rumah antar muka biasanya diberi label

‘konflik’ dalam literatur stres. Konflik ini dapat berupa salah satu atau dari dua arah

gangguan bekerja dengan keluarga (di mana tuntutan pekerjaan menciptakan kesulitan

untuk kehidupan rumah) dan gangguan keluarga dengan pekerjaan (di mana tuntutan

kehidupan rumah menciptakan kesulitan untuk bekerja).

Page 14: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

2.2.3 Dampak dari Stres Kerja

Menurut Griffin dan Moorhead (2011:177), konsekuensi dari stress ada tiga

yaitu sebagai berikut :

1. Konsekuensinya terhadap individu meliputi :

a. Prilaku, menyebabkan penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, tindak

kekerasan, agresi, gangguan nafsu makan.

b. Psikologis, menyebabkan gangguan tidur, depresi, menganggu kesehatan

mental, kesejahteraan karyawan, menimbulkan masalah dalam keluarga.

c. Kesehatan, menyebabkan gangguan terhadap kesejahteraan fisik, penyakit

hati, stroke, dan lain-lain.

2. Konsekuensinya terhadap organisasi yaitu menurunnya kinerja, menyebabkan

ketidakhadiran, dan keluar masuknya pekerja serta menurunnya motivasi dan

kepuasan kerja karyawan.

3. Kelelahan atau kejenuhan (burnout), perasaan akan suatu kelelahan yang terjadi

ketika seorang individu mengalami terlalu banyak tekanan dan memiliki sumber

kepuasan yang sedikit disaat bersamaan.

2.2.4 Management Stress

Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering

melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara

efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres,

justru akan menambah masalah lebih jauh. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian

penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul

terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Maka

diperlukan pendekatan individu yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan

yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi (Novitasari,2007).

Page 15: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

1. Pendekatan Individu

Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi tingkatan

stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu ;

pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial.

a. Dengan pengolaan waktu (Manajemen Waktu) yang baik maka seorang

karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan

kerja yang tergesa-gesa.

b. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima

sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat.

c. Selain itu untuk mengurangi stres yang dihadapi pekerja perlu dilakukan

kegiatan-kegiatan santai, yaitu melalui relaksasi.

d. Dan sebagai strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan

mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan

dukungan dan saran-saran bagi dirinya.

2. Pendekatan Organisasional

Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta

struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen,

sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi

yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres

karyawannya adalah melalui :

a. Seleksi personil dan penempatan kerja

b. Penetapan tujuan yang realistis

c. Redesain pekerjaan

d. Pengambilan keputusan partisipatif (keterlibatan pekerja)

e. Perbaikan komunikasi organisasional, dan

f. Program kesejahteraan

Page 16: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh

pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk

tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang

sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental (Robbins, 2007).

Dan menurut Griffin dan Moorhead (2011:179) ada beberapa strategi untuk

mengelola stress di tempat kerja yaitu :

1. Strategi individu mengatasi stress meliputi olahraga, relaksasi, mengelola waktu,

mengelola peran, dukungan kelompok.

2. Strategi organisasi mengatasi stress meliputi :

a. Program institusional, mengelola stress melalui mekanisme yang didirikan

oleh organisasi. Sebagai contoh jam kerja, dapat menyebabkan masalah

untuk karyawan, karena mereka terus menyesuaikan pola tidur dan relaksasi.

b. Program kolateral atau jaminan, program perusahaan yang secara khusus

dibuat untuk membantu karyawan menghadapi stress. Contohnya program

pengelolaan stress, program kesehatan dan lain-lain.

Sedangkan menurut Mondy (2010). terdapat beberapa cara untuk dapat mengendalikan

stres yang dialami individu, yaitu sebagai berikut:

1. Exercise, melakukan olahraga sangatlah efektif dalam mengontrol stress di

dalam diri dan pikiran. Stres menyebabkan perubahan molekul-molekul kimiawi

dalam tubuh , dan berolahraga berfungsi untuk mengembalikan kondisi normal

tubuh seseorang. Olahraga yang dapat dilakukan beragam, misalnya seperti

jogging, bersepeda, tenis, bahkan berjalan pun merupakan suatu bentuk olahraga.

2. Good Diet Habits, Individu yang sedang dibawah pengaruh stres biasanya

pembakaran energi yang terjadi ditubuhnya menjadi tidak normal , atau lebih

besar dibanding proses pembakaran energy pada umumnya. Oleh karena itu pola

makan yang baik sangat dibutuhkan, menjauhkan junk food, serta menjaga berat

badan yang ideal.

3. Know when to Pullback, relaksasi sangat dibutuhkan oleh penderita stres,

sebagian orang mempertahankan stres nya terlalu lama , dan beberapa orang

Page 17: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

mungkin tidak. Namun seriap orang harus mengetahui kapan ia harus menarik

dirinya dari pikiran-pikiran atau masalah yang membuatnya menjadi stres.

4. Put the stressful situation into perspective, beberapa orang cenderung

memandang suatu situasi ke dalam masalah hidup dan matinya, hal tersebut

dapat mengakibatkan kapasitas stres yang besar.

5. Find someone who will listen, dengan memiliki seseorang yang dapat

mendengarkan segala masalah-masalah kita dapat menjauhkan kita dalam

memendam masalah tersebut hingga berdampak negatif pada diri kita sendiri.

6. Establish some structure in your life, Stres biasanya terjadi karena ketidak

mampuan seseorang dalam menghadapi situasi tertentu, terutama yang bersifat

spontan. Oleh karena itu setiap individu harus memiliki perencanaan atau

strategi awal dalam menghadapi situasi seperti itu. Establishing structure atau

membangun struktur juga bermaksud meninggalkan sementara pekerjaan di

kantor, karena hampir setiap orang membutuhkan waktu untuk menjauh sejenak

dari pekerjaan untuk mengurangi tingkat stres yang dialaminya.

7. Recognize your own limitations, mungkin diantara beberapa situasi yang

mengakibatkan stres kita adalah ketika kita ditempatkan di dalam situasi dimana

keterbatasan dan ketidakmampuan menjadi faktor utamanya. Oleh karena itulah

kita harus mengetahui batasan dari diri kita sendiri.

8. Be tolerant, belajar untuk dapat mentoleransi satu sama lain dengan orang lain,

karena bertoleransi dapat menyadarkan kita kepada kondisi realita yang ada.

9. Pursue outside diversions, setiap individu perlu membangun keseimbangan

antara pekerjaan dengan kehidupannya, komitmen dengan waktu luang.

10. Avoid artificial control, hilang kendali dapat menyebabkan stres, namun cara

terakhir dan terburuknya dalam mengembalikan pengendalian diri adalah dengan

menggunakan kepalsuan diri (menutupi kondisi asli).

2.3 Work-Life Balance

2.3.1 Pengertian Work-Life Balance

Page 18: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

Kehidupan setiap orang dewasa adalah kehidupan yang kompleks , karena setiap

individu memiliki 2 peranan sekaligus di dua atau lebih tempat yang mungkin berbeda.

Suatu individu harus bisa menghidupi keluarganya melalui penghasilan yang ia

dapatkan , sedangkan untuk mendapatkan penghasilan tersebut individu tersebut harus

bekerja di suatu tempat , yang dimana di tempat tersebut individu tersebut memiliki

peranan yang lain. Sehingga suatu individu harus dapat menyeimbangkan prioritas kerja

dengan prioritas keluarga. Tanpa ada pengelolaan yang baik maka kemungkinan

terburuk yang terjadi adalah work-family conflict. Yaitu terjadinya kesenggangan atau

ketidakseimbangan peranan di keluarga dengan di pekerjaan.

Salah satu cara dalam menghindari kemungkinan terburuk tersebut adalah

dengan menerapkan work-life balance yang baik. Work-life balance merupakan faktor

penting bagi tiap karyawan, agar karyawan memiliki kualitas hidup yang seimbang

dalam berhubungan dengan keluarganya dan seimbang dalam pekerjaan.

Lockwood dalam Kreitner dan Cassidy (2006), work-life balance adalah suatu

keadaan seimbang pada dua tuntutan dimana pekerjaan dan kehidupan seorang individu

adalah sama. Dimana work-life balance dalam pandangan karyawan adalah pilihan

mengelola kewajiban kerja dan pribadi atau tanggung jawab terhadap keluarga.

Sedangkan dalam pandangan perusahaan work-life balance adalah tantangan untuk

menciptakan budaya yang mendukung di perusahaan dimana karyawan dapat fokus pada

pekerjaaan mereka sementara di tempat kerja. Sedangkan menurut Preeti Singh dan

Parul Khanna (2011), work-life balance adalah konsep luas yang melibatkan penetapan

prioritas yang tepat antara “pekerjaan“ (karir dan ambisi) pada satu sisi dan “kehidupan”

(kebahagiaan, waktu luang, keluarga dan pengembangan spiritual) disisi lain.

Selain itu menurut Mondy (2010), Bagi perusahaan, menciptakan sebuah

lingkungan Work-Life Balance dapat menjadi strategi kunci dalam menarik minat para

pekerja yang bertalenta dan profesional untuk bergabung dengan perusahaan tersebut.

Karena dengan menciptakan lingkungan tersebut maka akan memberikan kesempatan

atau kelonggaran terhadap para karyawannya untuk dapat menghabiskan waktunya serta

berkomunikasi dengan keluarganya, komunitasnya serta kegiatan kegiatan sosial

lainnya. Sehingga mereka akan sangat menghargai hal tersebut. Hal yang sama

Page 19: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

dikemukakan oleh Snell dan Bohlander (2010), bahwa perusahaan menerapkan work-life

programs untuk mengakomodasi masuknya karyawan-karyawan dari generasi Y

kedalam perusahaan, yaitu grup pekerja yang terbilang baru yang memiliki visi mereka

sendiri mengenai tempat kerja serta karirnya, suatu hal yang dapat dipenuhi dengan

diterapkannya work-life programs. Selain itu menurut studi dari Mellan Financial

Human Resource and Investor Solutions oleh Kacher dan Hastings (2007), menemukan

bahwa alasan perusahaan menawarkan work-life program adalah untuk meningkatkan

moral (74 persen responden), meningkatkan upaya perekrutan karyawan berkualitas (73

persen responden) serta mempertahankan keunggulan kompetitif serta image industry

(72 persen responden).

Glass and Estes dalam Morgan (2009), telah mengidentifikasi tiga bidang utama

kebijakan work-life balance , sebagai berikut:

a. Fleksibilitas untuk memungkinkan pekerja untuk memenuhi tugas

mereka sebagai orang tua - seperti lebih banyak akses ke pekerjaan paruh

waktu, kerja dengan jangka waktu, dan penyediaan cuti untuk

melahirkan, perawatan anak dan perawatan tanggungan lainnya.

b. Fleksibilitas waktu kerja dan lokasi kerja. ini melibatkan jam kerja yang

fleksibel; compressed work weeks; pembagian kerja; dan teleworking

atau bekerja dari rumah.

c. Assistance dengan childcare, eldercare, perawatan anak usia sekolah

anak-anak selama liburan sekolah atau saat sakit.

Berdasarkan pendapat para pakar diatas, dapat ditarik sebuah konklusi bahwa

work-life balance adalah keseimbangan hidup, yaitu waktu luang, keluarga, agama dan

kerja dimana karir dan ambisi pada seorang individu seharusnya sama atau seimbang

untuk mengurangi ketegangan antara pekerjaaan dan kehidupan kerjanya. Dimana

perusahaan membantu para karyawan untuk menyeimbangkan kehidupan dan kerja

karyawan dengan menciptakan program family friendly benefit yang mendukung

kesejahteraan karyawannya sehingga karyawan tidak mengorbankan tanggung jawab

mereka. Selain itu bagi perusahaan yang menjalankan work-life balance terbukti dapat

membantu perusahaan dalam proses rekrutmen, untuk menarik para calon karyawan

Page 20: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

yang berkualitas, bertalenta, serta profesional, untuk bergabung dengan perusahaan

tersebut dikarenakan bentuk benefit yang sangat dibutuhkan oleh setiap pekerja, yaitu

waktu serta kesempatan.

2.3.2 Komponen-komponen Work-Life Balance

Menurut Mcdonald dan Bradley (2005), menyatakan bahwa Work-life balance

dapat diukur melalui beberapa komponen-komponennya yang terdiri dari :

1. Keseimbangan Waktu (Time Balance)

Merujuk pada jumlah waktu yang dapat diberikan oleh individu baik bagi

pekerjaannya maupun hal-hal diluar pekerjaan misalnya seperti waktu bagi

keluarganya. Schermerhorn dalam Malika (2013), menjelaskan bahwa hal ini

menyangkut waktu yang digunakan oleh karyawan dalam pekerjaan dimulai dari

lama perjalanan karyawan tersebut dari rumah menuju kantor hingga kembali ke

rumah lagi. Keseimbangan waktu yang dimiliki oleh karyawan menentukan

jumlah waktu yang dialokasikan oleh karyawan pada pekerjaan maupun

kehidupan pribadi mereka dengan keluarga, beragam aktivitas kantor, keluarga

atau tempat bersosialisasi lainnya hanya dapat dimiliki karyawan jika ia

memiliki keseimbangan waktu. Keseimbangan waktu yang dicapai karyawan

menunjukkan bahwa tuntutan dari keluarga terhadap karyawan tidak mengurangi

waktu professional dalam menyelesaikan pekerjaan.

2. Keseimbangan Keterlibatan (Involvement Balance)

Jumlah atau tingkat keterlibatan secara psikologis dan komitmen suatu individu

dalam pekerjaannya maupun hal-hal diluar pekerjaannya (Schemerhorn, 2005).

Waktu yang dialokasikan dengan baik belum tentu cukup sebagai dasar

pengukuran tingkat work-life balance karyawan, melainkan harus didukung

dengan jumlah atau kapasitas keterlibatan yang berkualitas disetiap kegiatan

yang karyawan tersebut jalani. Sehingga karyawan harus terlibat secara fisik dan

emosional baik dalam kegiatan pekerjaan, keluarga maupun kegiatan sosial

lainnya, barulah involvement balance akan tercapai

Page 21: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

3. Keseimbangan Kepuasan (satisfaction Balance)

Menurut Schemerhorn (2005), keseimbangan kepuasan adalah jumlah tingkat

kepuasan suatu individu terhadap kegiatan pekerjaannya maupun hal-hal diluar

pekerjaannya. Kepuasan akan timbul sendiri apabila karyawan menganggap apa

yang dilakukannya selama ini cukup baik dan dapat mengakomodasi kebutuhan

pekerjaan maupun keluarga. Hal ini dilihat dari kondisi yang ada pada keluarga,

hubungan dengan teman teman maupun rekan kerja, serta kualitas dan kuantitas

pekerjaan yang diselesaikan.

2.3.3 Strategi Untuk Menciptakan Work-Life Balance

Menurut Preeti Singh dan Parul Khanna (2011) telah merumuskan 10 strategi

untuk menumbuhkan “ Work Life Balance “ yaitu :

1. Jam kerja yang fleksibel, menyediakan penyusunan waktu yang fleksibel dan

dapat dikonsultasikan untuk seluruh karyawan.

2. Kerja paruh waktu, menyediakan lebih banyak kerja paruh waktu dengan jam

atau shift yang lebih sedikit atau penyusunan pembagian kerja untuk seluruh

karyawan.

3. Jam kerja yang masuk akal, mengurangi lama waktu kerja yang berlebihan.

4. Akses untuk penanganan anak, meningkatkan akses untuk penanganan anak

dengan fasilitas penanganan anak di kantor bagi yang membutuhkan fasilitas

tersebut.

5. Penyusunan pekerjaan yang fleksibel, menyediakan fleksibilitas yang lebih baik

dalam penyusunan pekerjaan untuk menyesuaikan kondisi personal karyawan,

termasuk menyediakan waktu penuh untuk anggota keluarga.

6. Cuti harian, mengizinkan karyawan untuk meminta dan mengambil cuti dalam

waktu harian.

Page 22: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

7. Mobilitas pekerjaan, menyediakan mobilitas yang lebih baik untuk karyawan

dapat berpindah dari rumah sakit, tempat kerja dan layanan kesehatan untuk

menemukan penyusunan pekerjaan yang lebih sesuai.

8. Keamanan dan kesejahteraan, meningkatkan keamanan, kesejahteraan dan rasa

hormat untuk seluruh karyawan di tempat kerja.

9. Akses telepon, memastikan seluruh karyawan dapat menerima telepon atau

pesan mendesak dari keluarga mereka di tempat kerja, dan mendapat akses

telepon untuk tetap dapat menghubungi keluarga mereka selama jam kerja.

2.3.4 Bentuk-bentuk Work-Life Balance

Menurut Mondy (2010), keseimbangan pekerjaan dengan kehidupan pekerja

dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :

1. Flextime

Sebuah praktek dimana perusahaan memperbolehkan karyawannya untuk

menentukan jam kerjanya sendiri, dengan batasan-batasan atau standar tertentu

yang telah disetujui oleh pihak perusahaan. Harvard Study menunjukkan bahwa

komponen kerja yang paling dipentingkan oleh karyawan adalah, “Memiliki jam

& jadwal kerja yang memungkinkan mereka untuk dapat menghabiskan waktu

dengan keluarganya.” Selain itu flextime memberikan kesempatan para

karyawan untuk meningkatkan kemampuan personalnya atau memanfaatkan

kesempatannya, yaitu misalnya dalam hal edukasi, seminar, atau pelatihan-

pelatihan.

2. Compressed Workweek

Yaitu sebuah bentuk pengaturan jam kerja karyawan yang memberikan

para karyawannya kesempatan untuk memenuhi tugas-tugas pekerjaannya di luar

waktu kerja regulernya (kurang dari 5 hari, 8 jam sehari, dll). Dibawah

pengaturan jam kerja ini karyawan biasanya menunjukkan job satisfaction yang

lebih besar, produktifitas yang meningkat serta mengurangi potensi turnover &

Page 23: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

absensi. Hal ini dikarenakan metode compressed workweek memberikan potensi

pemakaian waktu luang yang lebih baik untuk kehidupan keluarga, business

personal ataupun rekreasi. Contoh jenis-jenis pengaturan kerja compressed

workweek adalah sebagai berikut:

a. 10 Jam per Hari

b. 9 Jam per Hari

c. 12 Jam per Hari , serta

d. Setengah hari di hari Jumat.

3. Job Sharing

Sebuah proses penentuan waktu kerja dimana melibatkan 2 orang yang

sepakat saling berbagi waktu untuk berbagi tugas atas suatu pekerjaan dengan

sebuah persetujuan tertentu, serta upah/gaji yang sesuai dengan kontribusi

masing-masing karyawan tersebut. Dan dalam hal ini rekan atau partner kerja

haruslah sesuai dengan standar tertentu (compatible), memiliki communication

skill yang baik serta memiliki ikatan terpercaya dengan Manager.

4. Telecommuting

Sebuah metode Work arrangement yang bergantung pada lokasi atau

keadaan dimana karyawan tersebut berada. Yaitu dimana karyawan diizinkan

mengerjakan pekerjaannya dirumah (diluar kantor) menggunakan computer atau

alat komunikasi elektronik lainnya yang dapat menghubungkannya langsung

dengan kantor atau perusahaannya. Terdapat beberapa hal yang mendukung akan

dilakukannya metode ini yang diantara lain :

a. Alat komunikasi & IT yang semakin berkembang, sehingga

memungkinkan perpindahan data & komunikasi melalui online yang

begitu cepat.

b. Traffic Congestion, atau kemacetan lalu lintas yang pasti terjadi setiap

jam berangkat atau pulang kantor.

Page 24: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

c. Frustation with Commuting, atau tingkat kepenatan serta tekanan akan

proses perjalanan kerja yang dilakukan oleh para komuter, mereka yang

selalu pulang-pergi lintas kota untuk bekerja setiap harinya.

d. Serta tingginya harga bahan bakar gas untuk kendaraan para pekerja

tersebut.

5. Part-Time Work

Dimana karyawan menjalankan jam kerja serta porsi kerja setengah dari

standar kerja regular pada umumnya, tentunya dengan upah / gaji yang sesuai

dengan porsi kerjanya. Namun meskipun gaji, upah atau benefit yang ditawarkan

part time work tidak sebesar full time work, hal tersebut akan membantu para

pekerja dalam hal transisi dari full time employment, selain itu metode ini

terbukti dapat menciptakan individu-individu yang berkualitas dalam pasar

tenaga kerja, karena metode ini memberikan keleluasaan penuh bagi karyawan

untuk mengurus pekerjaannya dan kebutuhan pribadinya sendiri terutama dalam

hal melanjutkan studi-nya.

2.3.5 Manfaat Dan Tujuan Program Work-Life Balance

Lewison dalam sebuah jurnal berjudul “The Work/Life Balance Sheet” yang

dirilis oleh Journal of accountancy (2006), menjelaskan bahwa program keseimbangan

hidup dan kerja dapat mempengaruhi karyawan secara positif. Tujuan dari program

keseimbangan hidup dan kerja yaitu :

1. mengurangi absensi

2. mengurangi turnover

3. meningkatkan produktivitas

4. mengurangi biaya lembur

5. mempertahankan klien

Page 25: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

2.4 Komitmen Organisasi

2.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Komitmen Organisasi (Organizational Commitment) merupakan salah satu

tingkah laku dalam organisasi yang banyak dibicarakan dan diteliti, baik sebagai

variable terikat, variabel bebas, maupun variable mediator. Hal ini antara lain

dikarenakan organisasi membutuhkan karyawan yang memiliki komitmen organisasi

yang tinggi agar organisasi dapat terus bertahan serta meningkatkan jasa dan produk

yang dihasilkannya. Sedangkan menurut Mathis & Jackson (2006:122), Komitmen

Organisasi didefinisikan sebagai sebuah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan

menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi

tersebut. Berbagai studi penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang relatif puas

dengan pekerjaannya akan sedikit lebih berkomitmen terhadap organisasi, oleh karena

itulah komitmen organisasi dan kepuasan kerja dihubungkan oleh Mathis & Jackson.

Selain itu menurut Robbins (2007), Komitmen organisasi merupakan suatu keadaan

dimana seorang karyawan memihak kepada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta

berniat memelihara keanggotaannya didalam organisasi tersebut. Lalu dilanjutkan oleh

Jamal (2011), bahwa dengan demikian, komitmen organisasi, terutama komitmen

afektif, merupakan sesuatu hal di luar loyalitas yang pasif untuk sebuah organisasi.

Sebaliknya, melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi di mana individu

tersebut bersedia memberikan sesuatu dari diri mereka sendiri untuk membantu

organisasi sukses dan sejahtera. Namun di sisi lain, komitmen organisasi dianggap dapat

menjadi sebuah moderator terhadap hubungan antara job stress dengan job performance.

Faktor organisasional berperan penting terhadap timbulnya job stress. Selain itu

individual dengan tingkat komitmen organisasi yang berbeda akan otomatis mengalami

tingkat job stress yang berbeda juga (Jamal,2011).

Dari pernyataan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi

tercakup unsur mengenai loyalitas atau keberpihakan terhadap perusahaan, keterlibatan

dalam pekerjaan, dan identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan perusahaan.

Maka pada intinya komitmen organisasi yaitu adalah sebuah proses pada individu

Page 26: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

karyawan yang menunjukkan kesediaannya untuk berkontribusi kepada perusahaan

secara penuh dalam hal mendukung terwujudnya peningkatan produktivitas perusahaan..

2.4.2 Bentuk - Bentuk Komitmen Organisasi

Menurut Robbins dan Judge dalam Allen dan Mayer (2007), bentuk-bentuk

komitmen organisasi adalah:

a. Affective Commitment

Ialah kuatnya keinginan seseorang dalam bekerja bagi organisasi atau

perusahaan disebabkan karena ia setuju serta sejalan dengan tujuan-tujuan

organisasi tersebut dan ingin melakukannya. Ini berarti, komitmen afektif

berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, identifikasi karyawan dan

keterlibatan karyawan pada organisasi. Dalam hal ini komitmen afektif sesorang

akan menjadi lebih kuat bila pengalamannya dalam organisasi dengan harapan-

harapan dan memuaskan kebutuhan dasarnya dan sebaliknya. Sehingga dapat

dikatakan pekerja ini memiliki komitmen terhadap organisasi karena

keinginannya sendiri.

b. Continuance Commitment

Ialah kuatnya keinginan seseorang dalam melanjutkan pekerjaannya bagi

organisasi disebabkan karena dia membutuhkan pekerjaan tersebut dan tidak

dapat melakukan pekerjaan yang lain, karena ia memiliki kesadaran akan

ketidakmungkinan memilih identitas sosial lain ataupun alternative tingkah laku

lain karena adanya ancaman akan kerugian besar yang akan menghadangnya jika

ia keluar. Hal ini menunjukkan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri

karyawan atau individu berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja atau

justru meninggalkan organisasi. Dengan kata lain, pekerja ini memiliki

komitmen dengan organisasi karena ia membutuhkannya.

c. Normative Commitment

Page 27: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

Ialah kuatnya keinginan seseorang dalam melanjutkan pekerjaannya bagi

organisasi disebabkan karena dia merasa berkewajiban dari orang lain untuk

dipertahankan. Dengan kata lain, komitmen normatif berkaitan dengan perasaan

wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi, yang melibatkan tingkah laku

karyawan didasari pada adanya keyakinan tentang “apa yang benar” serta

berkaitan dengan masalah moral, serta perasaan berhutang budi atas apa yang

telah diberikan perusahaan selama ini seperti pelatihan, dll. Maka dari itu pekerja

ini berkomitmen dengan organisasinya karena merupakan sebuah keharusan

baginya.

2.4.3 Ciri-Ciri Komitmen Organisasi

Menurut Michaels dalam Budiharjo (2005), ciri-ciri komitmen organisasi

dijelaskan sebagai berikut:

a. Ciri-ciri komitmen pada pekerjaan : Menyenangi pekerjaannya, tidak pernah

melihat jam untuk segera bersiap-siap pulang, mampu berkonsentrasi pada

pekerjaannya, tetap memikirkan pekerjaan walaupun tidak bekerja

b. Ciri-ciri komitmen dalam kelompok : Sangat memperhatikan bagaimana orang

lain bekerja, selalu siap menolong teman kerjanya. Selalu berupaya untuk

berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

keluarga, selalu terbuka pada kehadiran teman kerja baru.

c. Ciri-ciri komitmen pada organisasi antara lain : Selalu berupaya untuk

mensukseskan organisasi, selalu mencari informasi tentang kondisi organisasi,

selalu mencoba mencari komplementaris antara sasaran organisasi dengan

sasaran pribadinya, selalu berupaya untuk memaksimalkan kontribusi kerjanya

sebagai bagian dari usaha organisasi keseluruhan, menaruh perhatian pada

hubungan kerja antar unit organisasi, berpikir positif pada kritik teman-teman,

menempatkan prioritas di atas departemennya, tidak melihat organisasi lain

Page 28: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

sebagai unit yang lebih baik, memiliki keyakinan bahwa organisasinya memiliki

harapan untuk berkembang, berpikir positif pada pimpinan puncak organisasi.

2.4.4 Membangun Komitmen Organisasi

Dessler dalam Sopiah (2008;159), mengemukakan bahwa sejumlah cara yang

bisa dilakukan untuk membangun komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:

1. Make it Charismatic

Jadikan visi dan misi organisasi sebagai sesuatu yang karismatik, sesuatu yang

dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam berperilaku, bersikap dan

bertindak.

2. Build the tradition

Segala sesuatu yang baik di organisasi jadikanlah sebagai suatu tradisi yang

secara terus menerus dipelihara, dijaga oleh generasi berikutnya.

3. Have comprehensive grievance procedures

Bila ada keluhan atau complain dari pihak luar ataupun dari internal organisasi

maka organisasi harus memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut

secara menyeluruh.

4. Provide extensive two-way communications

Jalinlah komunikasi dua arah di organisasi tanpa memandang rendah bawahan.

5. Create a sense of community

Jadikan semua unsure dalam organisasi sebagai suatu komunitas, dimana di

dalamnya ada nilai-nilai kebersamaan, rasa memiliki, kerja sama dan berbagi.

6. Build value-based homogeneity

Membangun nilai-nilai yang didasarkan adanya kesamaan. Setiap anggota

organisasi memiliki kesempatan yang sama, misalnya untuk promosi maka dasar

yang digunakan untuk promosi adalah kemampuan, keterampilan, minat,

motivasi, kinerja, tanpa ada diskriminasi.

7. Share and share alike

Page 29: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

Sebaiknya organisasi membuat kebijakan di mana antara karyawan level bawah

sampai yang paling atas tidak terlalu berbeda atau mencolok dalam segi

kompensasi yang diterima, gaya hidup dan penampilan fisik.

8. Emphasize barnraising, cross-utilization and teamwork

Organisasi sebagai sebuah komunitas harus bekerja sama, saling berbagi, saling

memberi manfaat dan memberikan kesempatan yang sama pada anggota

organisasi. Semua harus memberikan kontribusi yang maksimal demi

keberhasilan organisasi tersebut.

9. Get together

Gelar acara-acara yang melibatkan semua anggota organisasi, seperti acara

rekreasi, olahraga, piknik dan acara kesenian, sehingga kebersamaan antar rekan

kerja bisa terjalin.

10. Support employee development

Jika organisasi memperhatikan perkembangan karier karyawan dalam jangka

panjang maka otomatis karyawan akan semakin merasa berkomitmen terhadap

organisasi tersebut.

11. Commit to actualizing

Setiap karyawan diberikan kesempatan yang sama untuk mengaktualisasikan diri

secara maksimal di organisasi sesuai dengan kapsitas masing-masing.

12. Provide first-year job challenge

Berikan bantuan yang kongkret bagi karyawan untuk mengembangkan potensi

yang dimilikinya dan mewujudkan impiannya. Jika pada tahap-tahap wala

karyawan memiliki persepsi yang positif terhadap organisasi maka karyawan

akan cenderung memiliki kinerja yang tinggi pada tahap-tahap berikutnya.

13. Enrich and empower

Ciptakan kondisi agar karyawan bekerja tidak secara monoton, karena rutinitas

akan menimbulkan perasaan bosan bagi karyawan. Misalnya dengan rotasi kerja,

tantangan dalam tugas, kewajiban dan otoritas tambahan.

14. Promote from within

Page 30: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

Memberikan kesempatan promosi bagi pihak intern perusahaan terlebih dahulu,

sebelum merekrut karyawan dari luar perusahaan untuk mengisi posisi atau

lowongan baru.

15. Provide development activities

Bila organisasi membuat kebijakan untuk merekrut karyawan dari dalam sebagai

prioritas maka dengan sendirinya hal itu akan memotivasi karyawan untuk terus

tumbuh dan berkembang personalnya, juga jabatannya.

16. The question of employee security

Bila karyawan merasa aman, baik fisik maupun psikis, maka komitmen akan

muncul dengan sendirinya.

17. Commit to people-first values

Perusahaan harus benar-benar memberikan perlakuan yang benar pada masa

awal karyawan memasuki organisasi. Dengan demikian karyawan akan

mempunyai persepsi yang positif terhadap organisasi.

18. Put it in writing

Data-data tentang kebijakan, visi, misi, semboyan, filosofi, sejarah, dan strategi

organisasi sebaiknya dibuat dalam bentuk tulisan, bukan sekedar bahasa lisan.

19. Hire “Right-Kind” Managers

Pimpinan seharusnya memberikan teladan dalam bentuk sikap dan perilaku

sehari-hari dengan tujuan menanamkan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, aturan-

aturan dan kedisiplinan pada bawahannya.

20. Walk the talk

Tindakan jauh lebih efektif dari sekedar kata-kata. Bila pimpinan ingin

karyawannya berbuat sesuatu maka sebaiknya pimpinan tersebut mulai berbuat

sesuatu, tidak sekedar kata-kata atau bicara.

2.4.5 Proses Terjadinya Komitmen Organisasi

Minner dalam Sopiah (2008;163), menjelaskan bahwa proses terjadinya

komitmen organisasional, yaitu sebagai berikut:

Page 31: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

1. Fase Awal, Innitial Commitment

Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada organisasi adalah:

a. Karakteristik Individu

b. Harapan-harapan karyawan pada organisasi, dan

c. Karakteristik pekerjaan.

2. Fase Kedua, Commitment During Early Employment

Pada fase ini karyawan sudah bekerja selama beberapa tahun. Faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap komitmen karyawan pada organisasi adalah pengalaman

kerja yang ia rasakan pada tahap awal dia bekerja, bagaimana pekerjaannya,

bagaimana sistem penggajiannya, bagaimana gaya supervisinya, bagaimana

hubungan dia dengan teman sejawat atau hubungan dia dengan pimpinanya.

Semua faktor ini akan membentuk komitmen awal dan tanggung jawab

karyawan pada organisasi yang pada akhirnya akan bermuara pada komitmen

karyawan pada awal memasuki dunia kerja.

3. Fase Ketiga, Commitment During Later Career

Faktor yang berpengaruh terhadap komitmen pada fase ini berkaitan dengan

investasi, mobilitas kerja, hubungan social yang tercipta di organisasi dan

pengalaman-pengalaman selama ia bekerja.

2.4.6 Dampak Komitmen Organisasi

Menurut Sopiah (2008:166), komitmen karyawan terhadap organisasi adalah

bertingkat, dari tingkatan yang sangat rendah hingga tingkatan yang sangat tinggi. Jika

ditinjau dari segi organisasi, karyawan yang berkomitmen rendah akan berdampak pada

turnover, tingginya tingkat absensi, meningkatnya kelambanan kerja, kurangnya

intensitas untuk bertahan sebagai karyawan di organisasi tersebut, rendahnya kualitas

kerja dan kurangnya loyalitas pada perusahaan. Lalu Near dan Jensen dalam Sopiah

Page 32: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

(2008) menambahkan bahwa bila komitmen karyawan rendah maka ia bisa memicu

perilaku karyawan yang kurang baik, misalnya tindakan kerusuhan yang berdampak

lebih lanjut terhadap reputasi organisasi yang menurun, kehilangn kepercayaan dari

klien, dan dampak yang lebih jauh lagi adalah menurunnta laba perusahaan.

Namun dilain sisi, karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi

maka dampaknya akan terlihat pada tingkat stress kerja yang berkurang (Begley dan

Czajka dalam Sopiah, 2008:167). Kemudian ditambahkan oleh Hackett dan Guinon

dalam Sopiah (2008), karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan

berdampak pada karyawan tersebut yaitu lebih puas dengan pekerjaannya dan tingkat

absensinya menurun.

2.5 Kinerja Karyawan

2.5.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Berikut adalah pendapat dari beberapa ahli, Menurut Mangkunegara (2007:

67) Kinerja Karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai

oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan kepadanya. Kemudian menurut Wirawan (2009),

menyatakan bahwa kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja, atau

yang berartu keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator

suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Misalkan indikator

pekerjaan seorang manajer adalah merencanakan pekerjaan, mengorganisasikan

jalannya pekerjaan, memimpin jalannya pekerjaan serta mengontrol berjalannya

suatu pekerjaan, dari itu maka kinerja manajer adalah jumlah keluaran dari

keempat indikator tersebut. Selain itu pengertian prestasi kerja Menurut Malayu

Hasibuan (2005:87), adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas

kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Sedangkan Menurut As'ad

dalam Brahmasari (2008), mengemukakan bahwa kinerja seseorang merupakan

ukuran sejauh mana keberhasilan seseorang dalam melakukan tugas pekerjaannya.

Dan menurut Dessler (2006) kinerja pegawai merupakan prestasi kerja, yakni

Page 33: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

perbandingan antara hasil kerja yang dapat dilihat secara nyata dengan standar

kerja yang telah ditetapkan organisasi.

Dari seluruh definisi kinerja karyawan yang dijelaskan oleh para ahli

maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kinerja karyawan adalah sebuah

hasil atau keluaran yang ditunjukkan atau diperlihatkan oleh karyawan baik

dalam bentuk kualitas maupun kuantitas dalam sebuah penyelesaian dan

pengerjaan tugas yang dilimpahkan kepadanya oleh organisasi atau perusahaan

tempat karyawan tersebut bekerja. Sehingga kinerja karyawan adalah salah satu

tolak ukur terpenting akan kinerja dari keseluruhan organisasi, berhasil atau

tidaknya suatu kinerja organisasi bisa diketahui dari kinerja karyawan-

karyawannya.

2.5.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja

Menurut Mathis dan Jackson (2006, p113-114) terdapat 3 faktor utama

yang mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu

1) Kemampuan Individual

Kemampuan individual karyawan ini mencakup bakat, minat, dan faktor

kepribadian.Tingkat keterampilan, bahan mentah yang dimiliki seseorang

berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal, dan

kecakapan tekhnis. Dengan demikian, kemungkinan seorang karyawan akan

mempunyai kinerja yang baik, jika karyawan tersebut memiliki keterampilan

yang baik maka karyawan tersebut akan menghasilkan kinerja yang baik pula.

2) Usaha yang dicurahkan

Usaha yang dicurahkan dari karyawan bagi perusahaanadalah etika kerja,

kehadiran, dan motivasinya. Tingkat usahanya, merupakan gambaran

motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan

baik. Dari itu, kalaupun karyawan mempunyai tingkat keterampilan untuk

Page 34: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

mengerjakan pekerjaan, akan tetapi tidak akan bekerja dengan baik jika hanya

sedikit upaya.

3) Dukungan Organisasional

Dalam dukungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi

karyawan meliputi pelatihan, peralatanteknologi, dan manajemen atau rekan

kerja. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan

karyawan. Kinerja karyawan adalah apa yang mempengaruhi sebanyak

mereka memberikan kontribusi pada organisasi.

Tabel 2. 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja

2.5.3 Aspek-Aspek Kinerja

Sedangkan menurut Husein Umar dalam Mangkunegara (2007: 18), membagi

aspek-aspek kinerja sebagai berikut:

1) Mutu Pekerjaan 6) Kerja Sama

2) Kejujuran Karyawan 7) Keandalan

3) Inisiatif 8) Pengetahuan pekerjaan

4) Kehadiran 9) Tanggung Jawab

5) Sikap 10) Pemanfaatan waktu kerja

2.5.4 Penilaian Kinerja

Menurut Mangkunegara (2013: 69), Penilaian kinerja atau prestasi pegawai

adalah suatu proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan pemimpin

perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.

Sumber: Mathis dan Jackson (2006)

Page 35: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

Pemimpin perusahaan yang menilai prestasi kerja pegawai, yaitu atasan pegawai

langsung, dan atasan tak langsung. Di samping itu pula, kepala bagian personalia berhak

pula memberikan penilaian prestasi terhadap semua pegawainya sesuai dengan data

yang ada di bagian personalia.

E. Sikula dalam Mangkunegara (2013: 73), mengemukakan bahwa ruang

lingkup pengukuran kinerja berumuskan sebagai berikut:

5W + 1H, yaitu WHO, WHAT, WHY, WHEN, WHERE dan HOW

1. Who (Siapa?)

Pertanyaan ini mencakup:

a. Siapa yang harus dinilai? Yaitu seluruh tenaga kerja yang ada dalam

organisasi dari jabatan yang tertinggi sampai dengan pegawai jabatan

terendah

b. Siapa yang harus menilai? Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh atasan

langsung dan atasan tidak langsung. Atau penilaian kinerja dapat ditunjuk

orang tertentu yang menurut pemimpin perusahaan memiliki keahlian

dalam bidangnya

2. What (Apa?)

Apa yang harus dinilai, yaitu:

a. Objek/materi yang dinilai antara lain hasil kerja, kemampuan sikap,

kepemimpinan kerja, dan motivasi kerja.

b. Dimensi waktu, yaitu kinerja yang dicapai pada saat ini dan potensi yang

dapat dikembangkan pada waktu yang akan dating.

3. Why (Mengapa?)

Mengapa penilaian kinerja itu harus dilakukan? Hal ini untuk:

a. Memelihara potensi kerja

b. Menentukan kebutuhan pelatihan kerja

c. Dasar pengembangan karier

Page 36: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

d. Dasar promosi jabatan

4. When (Bilamana?)

Waktu pelaksanaan penelitian kinerja dapat dilakukan secara formal dan

informal

a. Penilaian kinerja secara formal dilakukan secara periodic, seperti setiap

bulan, kwartal, triwulan, semester atau setiap tahun.

b. Penilaian kinerja secara informal dilakukan secara terus menerus dan setiap

saat atau setiap hari kerja

5. Where (Di mana?)

Penilaian kinerja pegawai dapat dilakukan pada dua alternative tempat

a. Di tempat kerja (on the job appraisal). Pelaksanaan penilaian kinerja di

tempat kerja pegawai yang bersangkutan, atau di tempat lain yang masih

dalam lingkungan organisasinya sendiri.

b. Di luar tempat kerja (off the job appraisal). Pelaksanaan penilaian kinerja

dapat dilakukan di luar organisasi dengan cara meminta bantuan

konsultan.

6. How (Bagaimana?)

Bagaimana penilaian kinerja dilakukan, yaitu dengan menggunakan metode

tradisional atau modern. Metode tradisional, antara lain rating scale, employee

comparison. Sedangkan metode modern, antara lain, management by objective

(MBO), assessment centre.

Aspek-aspek yang harus diperhatikan oleh penilai kinerja pegawai yaitu:

a. Hallo Effect

Penilaian yang subjektif diberikan kepada pegawai, baik yang bersifat

negative maupun positif yang berlebihan dilihatnya dari penampilan

pegawai

b. Liniency

Page 37: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

Penilaian kinerja yang cenderung memberikan nilai yang terlalu tinggi

dari yang sesungguhnya

c. Strickness

Penilaian kinerja yang cenderung memberikan nilai yang terlalu rendah

dari yang seharusnya.

d. Central Tendency

Penilaian kinerja yang cenderunh memberikan nilai rata-rata (sedang)

kepada pegawai

e. Personal biases

Penilaian kinerja memberikan nilai yang baik kepada pegawai senior.

2.7 State of The Art

Dalam penelitian dengan judul Job Stress and Job Performance Controversy

Revisited: An empirical Examination in Two countries oleh Muhammad Jamal

(Concordia University) , Penelitian ini menguji peran komitmen organisasi dalam

hubungan stres kerja dan prestasi kerja antara karyawan yang bekerja di perusahaan

multinasional berbasis di Amerika Utara yang berada di Malaysia dan Pakistan. Data

dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner terstruktur dari karyawan stres kerja dan

komitmen organisasi. Disini dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat

ketidakseimbangan antara tuntutan dengan kemampuan individu maka semakin tinggi

pula potensi individu tersebut mengalami stres kerja. Dan dengan tingkat komitmen

organisasi yang berbeda-beda akan berpengaruh juga terhadap tingkat stres kerja yang

dialami individu tersebut. Dan hasilnya adalah Stres kerja berpengaruh negative

terhadap kinerja, Faktor organiasi memainkan peran penting dalam menghasilkan stress

kerja dan individu dengan berbagai tingkat komitmen organisasi mungkin akan

merasakan stress yang berbeda. Komitmen organisasi berpengaruh terhadap peningkatan

Page 38: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

kinerja karyawan, karyawan yang berkomitmen tinggi cenderung akan berusaha keras

untuk mencapai goal organisasi

Menurut hasil penelitian dari George E. Halkos dan Dimitros Bousinakis

(University of Thessaly) dalam penelitiannya yang berjudul “The Influence of Stress and

Satisfaction on Productivity”, yang menyelidiki tentang efek dari stres dan kepuasan

kerja pada fungsi perusahaan. Perhatian terfokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi

stres dan kepuasan kerja seperti jumlah jam kerja, hubungan baik antara manajemen dan

karyawan, fungsi yang baik dari workgroup dan pekerjaan yang berhubungan dengan

bidang pengetahuan dari karyawan. Analisis Faktor digunakan terlebih dahulu untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang bertanggung jawab bagi korelasi antara sejumlah

besar variabel kualitatif dan kuantitatif dan pengaruhnya terhadap produktivitas. Dari

faktor-faktor yang diekstraksi menunjukkan bahwa produktivitas merupakan sebuah

elemen yang dipengaruhi oleh dua faktor kualitatif, yaitu stres dan kepuasan.

Peningkatan stres menyebabkan penurunan produktivitas dan peningkatan Kepuasan

menyebabkan peningkatan produktivitas. Penelitian menggunakan sampel acak dari 425

karyawan di sektor swasta dan publik, dan menyelidiki efek dari stres dan kepuasan

kerja pada fungsi perusahaan. Hasil dari penelitian adalah Produktivitas merupakan

elemen yang dipengaruhi oleh dua faktor kualitatif, stres dan kepuasan. Peningkatan

stres menyebabkan penurunan produktivitas dan peningkatan Kepuasan menyebabkan

peningkatan produktivitas. Regresi logistik digunakan di dalam presentasi berikutnya

dengan banyak elemen yang berguna mengenai fungsi stres, kepuasan dan elemen

pendukung produktivitas

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Syed Shahib ul Hasan dengan

judul Work-Life Balance, Stress, Working Hours and Productivity: A case Study of

Fashion Retailers in UK dengan tujuan untuk membahas dan menganalisa mengenai

dampak work-life balance terhadap produktivitas karyawan di Perusahaan Fashion

terkemuka di Inggris. Melibatkan gambaran singkat dari berbagai praktek kehidupan

kerja antara karyawan tersebut dan menilai dampaknya terhadap bisnis dan kemajuan

karir. Hal ini juga bertujuan untuk mengumpulkan pandangan mereka mengenai aplikasi

yang lebih efisien dari inisiatif work-life balance untuk memberikan manfaat maksimal

bagi bisnis dan kehidupan mereka sendiri. Sebuah keseimbangan kehidupan kerja yang

Page 39: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

tepat dapat memastikan tenaga kerja puas dan efisien dalam jangka panjang juga.

Berdasarkan temuan, studi ini menyimpulkan bahwa ada kebutuhan untuk organisasi

mempertimbangkan secara serius dampak dari ketidakmampuan karyawan untuk

mencapai work-life balance. Ketika pengusaha berkomitmen untuk membantu karyawan

menyeimbangkan kehidupan mereka dengan pekerjaan, ada perbaikan yang pasti dalam

kinerja, dan komitmen karyawan yang lebih besar untuk organisasi. organisasi yang

mendukung inisiatif kerja work-life balance, memiliki kesempatan lebih besar untuk

meningkatkan produktivitas, meningkatkan retensi, perekrutan, komitmen organisasi,

dan loyalitas.

Rini dalam penelitiannya yaitu “Pendekatan yang Digunakan Dalam Mengatasi

Stres Kerja pada Suatu Organisasi” (2010), meneliti tentang Strategi untuk mengatasi

stres dengan mengidentifikasi sumber potensial stres yang meliputi lingkungan

organisasional individu yang kemudian memberikan informasi kepada manajemen

perusahaan untuk melaksanakan pendekatan individu terhadap organisasional dalam

mengatasi stres. Rini menganggap ini penting karena menurutnya manusia dalam setiap

organisasi memegang peranan yang penting untuk mencapai tujuan organisasi.

Keberadaan karyawan dalam organisasi sangat mempengaruhi keberhasilan atau

kegagalan misi organisasi. Namun kinerja seorang karyawan banyak dipengaruhi oleh

beberapa faktor dan salah satu faktor tersebut adalah stres. Stres dalam kerja perlu

diteliti penyebabnya, untuk dapat mengurangi dampak negatifnya, sehingga kinerja

karyawan bisa lebih baik. Dan hasil menunjukkan bahwa Stres yang tidak diatasi akan

mempengaruhi kinerja karyawan. Pendekatan yang digunakan untuk mengatasi stres

dalam suatu organisasi adalah:

1. Pendekatan individu, yang merupakan strategi bagi individu itu sendiri untuk

mengatasi stres dalam pekerjaannya.

2. Pendekatan organisasional, yang merupakan strategi yang digunakan manajemen

dalam mengatasi stres dalam pekerjaan yang dialami karyawan

Dalam sebuah penelitian berjudul “Analisis Work-life Balance, Keinginan untuk

Meninggalkan Organisasi, Kepenatan (Burnout) dan Kepuasan Kerja pada Dosen

Universitas Atma Jaya Yogyakarta” oleh Mega Rulita (2013) dimana Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis work-life balance, keinginan untuk

Page 40: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

meninggalkan organisasi, kepenatan (burnout) dan kepuasan kerja pada dosen

Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Data yang digunakan merupakan data primer. Data

primer diperoleh dari penyebaran kuesioner ke 100 orang dosen tetap Universitas Atma

Jaya Yogyakarta. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa work-life balance dan

kepenatan (burnout) memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja. Keinginan untuk

meninggalkan organisasi memiliki hubungan negatif dengan kepuasan kerja.

Berdasarkan analisis regresi berganda, work-life balance, dan keinginan untuk

meninggalkan organisasi, berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Analisis

Independent Sample T-Test, menunjukkan tidak ada perbedaan work-life balance,

keinginan untuk meninggalkan organisasi, kepenatan (burnout), dan kepuasan kerja

menurut jenis kelamin.

Page 41: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

2.6 Kerangka Pemikiran

Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran

2.8 Hipotesis

1. Bagaimana pengaruh Stres Kerja (X1) terhadap Komitmen Organisasi (X3)

Ho = Variabel Stres Kerja (X1) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

variable Komitmen Organisasi (X3)

Ha = Variabel Stres Kerja (X1) berpengaruh secara signifikan terhadap variable

Komitmen Organisasi (X3)

H66

Sumber: Peneliti

Page 42: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

2. Bagaimana pengaruh Stres Kerja (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Y)

Ho = Variabel Stres Kerja (X1) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

variable Kinerja Karyawan (Y)

Ha = Variabel Stres Kerja (X1) berpengaruh secara signifikan terhadap variable

Kinerja Karyawan (Y)

3. Bagaimana pengaruh Work-Life Balance (X2) terhadap Komitmen Organisasi

(X3)

Ho = Variabel Work-Life Balance (X2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

variable Komitmen Organisasi (X3)

Ha = Variabel Work-Life Balance (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap

variable Komitmen Organisasi (X3)

4. Bagaimana pengaruh Work-Life Balance (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y)

Ho = Variabel Work-Life Balance (X2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

variable Kinerja Karyawan (Y)

Ha = Variabel Work-Life Balance (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap

variable Kinerja Karyawan (Y)

5. Bagaimana pengaruh Komitmen Organisasi (X3) terhadap Kinerja Karyawan

(Y)

Ho = Variabel Komitmen Organisasi (X3) tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap variable Kinerja Karyawan (Y)

Ha = Variabel Komitmen Organisasi (X3) berpengaruh secara signifikan terhadap

variable Kinerja Karyawan (Y)

Page 43: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2014-2... · Web viewSelalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan teman kerjanya sebagai

6. Bagaimana pengaruh Stres Kerja (X1) dan Work-Life Balance (X2) terhadap

Komitmen Organisasi (X3) dan dampaknya terhadap Kinerja Karyawan (Y)

Ho = Variabel Stres Kerja (X1) dan Work-Life Balance (X2) tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap variable Komitmen Organisasi (X3) dan tidak berdampak

signifikan terhadap Kinerja Karyawan (Y)

Ha = Variabel Stres Kerja (X1) dan Work-Life Balance (X2) berpengaruh secara

signifikan terhadap variable Komitmen Organisasi (X3) dan berdampak signifikan

terhadap Kinerja Karyawan (Y)