vikingblack.files.wordpress.com · web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan...

89
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 53/PJ/2008 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENGECUALIAN PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN ADMINISTRASI PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM NEGERI YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2008 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan Bertolak ke Luar Negeri, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pembayaran, Pengecualian Pembayaran dan Pengelolaan Administrasi Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam negeri yang akan Bertolak ke Luar Negeri; Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893); 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2008 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan Bertolak ke Luar Negeri;

Upload: volien

Post on 09-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR PER - 53/PJ/2008

TENTANG

TATA CARA PEMBAYARAN, PENGECUALIAN PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN

ADMINISTRASI PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAM

NEGERI YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang:

bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2008 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan Bertolak ke Luar Negeri, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pembayaran, Pengecualian Pembayaran dan Pengelolaan Administrasi Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam negeri yang akan Bertolak ke Luar Negeri;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2008 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan Bertolak ke Luar Negeri;

MEMUTUSKAN:Menetapkan:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENGECUALIAN PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN ADMINISTRASI PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DALAMNEGERI YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI.

BAB IKETENTUAN UMUM

Page 2: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

Pasal 1Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :

1. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

2. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah Subjek Pajak orang pribadi dalam negeri yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Menjadi tanggungan sepenuhnya adalah berdasarkan keadaan yang dapat terlihat dari keadaan yang nyata yaitu, tinggal bersama-sama dengan Wajib Pajak dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh wajib Pajak, yang dibuktikan dengan dokumen pendukung sesuai dengan hukum yang berlaku.

4. Fiskal Luar Negeri yang selanjutnya disebut FLN adalah Pajak Penghasilan yang wajib dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

5. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang bertolak ke luar negeri adalah wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia melalui darat, udara dan laut, kecuali awak pesawat terbang dan awak kapal laut yang bertugas melakukan penerbangan dan pelayaran ke luar negeri.

6. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, yang terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit beriutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.

7. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.

8. Surat Keterangan Terdaftar yang selanjutnya disebut dengan SKT adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemberitahuan bahwa Wajib Pajak terdaftar pada KPP tertentu yang berisikan antara lain NPWP dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. 

9. Surat Keterangan Terdaftar Sementara yang selanjutnya disebut dengan SKTS adalah surat keterangan yang dicetak oleh Wajib Pajak melalui sistem e-Registration yang menyatakan bahwa Wajib Pajak terdaftar pada KPP tertentu yang berisikan antara lain NPWP dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang bersifat sementara. 

Page 3: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

10. Unit Pelaksana Fiskal Luar Negeri yang selanjutnya disebut UPFLN, adalah satuan tugas di lingkungan KPP yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan FLN di bandar udara atau pelabuhan laut.

11. Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri yang selanjutnya disebut TBPFLN, adalah formulir yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk digunakan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri dalam rangka pembayaran FLN.

12. Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri yang selanjutnya disebut SKBFLN, adalah formulir yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk digunakan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri yang memenuhi persyaratan untuk dikecualikan dari kewajiban membayar FLN.

13. Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri yang selanjutnya disebut KTKLN adalah kartu identitas bagi TKI yang telah memenuhi persyaratan dan prosedur untuk ditempatkan bekerja di luar negeri yang sekaligus merupakan rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri.

BAB IITATA CARA PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK

ORANG PRIBADIDALAM NEGERI YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI

Pasal 2  (1) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan

telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang akan bertolak ke luar negeri wajib membayar FLN.

(2) Termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah isteri atau suami, anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan diakui oleh Wajib Pajak tersebut berdasarkan dokumen pendukung dan hukum yang berlaku.

 Pasal 3  (1) Besarnya FLN yang wajib dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah : 1. Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap orang setiap

kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan pesawat udara.

2. Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap orang setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan angkutan laut.

(2) Pembayaran FLN oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menggunakan TBPFLN.

(3) Pelunasan FLN harus dilakukan di : 1. Bank yang ditunjuk oleh Kantor Wilayah atau Kepala KPP sebagai penerima

Page 4: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

pembayaran FLN;

2. UPFLN tertentu yang dapat menerima pembayaran jika di bandar udara atau pelabuhan laut tempat pemberangkatan ke luar negeri tidak terdapat bank penerima pembayaran; atau

3. Tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal pajak.

 Pasal 4  (1) FLN yang dibayar Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke

luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) merupakan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan.

(2) Termasuk angsuran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pembayaran FLN atas nama Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

(3) Angsuran pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir tahun yang bersangkutan setelah Wajib Pajak tersebut memiliki NPWP.

Pasal 5Orang Pribadi yang telah melunasi pembayaran FLN, karena sesuatu hal membatalkan keberangkatannya ke luar negeri dapat meminta kembali pembayaran tersebut.

Pasal 6Tata cara pembayaran dan pembatalan FLN bagi Wajib Pajak orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

BAB IIIPENGECUALIAN PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK

ORANG PRIBADIDALAM NEGERI YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI

Pasal 7Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak berlaku terhadap : 1. Orang asing yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia

tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dengan menunjukkan visa kunjungan atau visa singgah.

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, termasuk anggota keluarganya dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka, yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, sepanjang bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaanya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik, dengan menunjukkan paspor Diplomatik.

Dalam hal keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka penempatan di luar negeri, pembebasan diberikan juga kepada isteri dan anak-anaknya yang merupakan anggota

Page 5: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

keluarga yang belum berusia 25 tahun, belum kawin, belum mempunyai penghasilan, masih menjadi tanggungan dan tinggal bersama di wilayah akreditasi sesuai degan ketentuan Pasal 4 huruf b angka (2) Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/993/PD/XI/72 tanggal 12 Juni 1972.

3. Pejabat-pejabat dari perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, termasuk anggota keluarganya, sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia, dengan menunjukkan paspor Diplomatik.

Dalam hal keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka penempatan di luar negeri, pembebasan diberikan juga kepada isteri dan anak-anaknya yang merupakan anggota keluarga yang belum berusia 25 tahun, belum kawin, belum mempunyai penghasilan, masih menjadi tanggungan dan tinggal bersama di wilayah akreditasi sesuai degan ketentuan Pasal 4 huruf b angka (2) Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/993/PD/XI/72 tanggal 12 Juni 1972.

4. Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal tetap di luar negeri yang memiliki dokumen resmi sebagai penduduk negeri tersebut, dengan menunjukkan salah satu dari tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri berikut ini:

1. Green Card;,

2. Identity Card;,

3. Student Card;,

4. Pengesahan alamat di luar negeri pada Paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;

5. Surat Keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;

6. Tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.

Meskipun seseorang mempunyai salah satu pengenal resmi sebagaimana huruf a s.d. f tetapi dalam kenyataannya tidak tinggal di negara tersebut tetapi tinggal di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang bersangkutan wajib membayar FLN pada saat akan bertolak ke luar negeri.

5. Jemaah haji yang penyelenggaraannya dilakukan oleh instansi yang berwenang, dengan menunjukkan daftar nama para jemaah haji oleh pimpinan rombongan dan petugas pelaksana pemberangkatan haji yang pembiayaannya dibebankan pada Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dengan menyerahkan surat dari Departemen Agama.

Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi Jemaah Haji Khusus yang penyelenggaraannya dibebankan pada BPIH Khusus.

6. Orang pribadi yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Republik Indonesia melalui darat.

Page 6: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

7. Para pekerja Warga Negara Indonesia yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka program pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan:

1. menunjukkan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN); atau

2. menyerahkan persetujuan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

8. Mahasiswa dari Negara asing yang berada di Indonesia dalam rangka belajar dengan rekomendasi dari perguruan tinggi tempat mereka belajar dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, dengan menyerahkan surat pernyataan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan surat rekomendasi sebagai mahasiswa atau pelajar dari pimpinan perguruan tinggi sekolah yang bersangkutan. Pembebasan tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga lainnya.

9. Orang asing yang berada di Indonesia dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia yang melaksanakan:

1. penelitian di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan di bawah koordinasi lembaga pemerintah terkait.

2. program kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan

3. tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di bawah koordinasi instasi terkait.

Dengan menyerahkan surat pernyataan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan surat rekomendasi atau persetujuan dari instasi terkait. Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga lainnya.

10. Tenaga kerja warga Negara asing, pendatang, yang bekerja di Pulau Batam, Pulau Bintan, Pulau Karimun. Sepanjang mereka telah dipotong Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja, dengan menyerahkan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atau Pasal 26 yang telah dilegalisir oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batam atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tanjung Pinang atau Pejabat yang ditunjuk.

11. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya organisasi sosial termasuk 1 (satu) orang pendamping, dengan menyerahkan surat persetujuan dari Menteri Kesehatan atau yang mewakilinya.

12. Anggota misi kesenian, misi kebudayaan, misi olahraga atau misi keagamaan yang mewakili Pemerintah Republik Indonesia ke luar negeri, dengan menyerahkan surat persetujuan dari menteri terkait atau yang mewakilinya dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata untuk misi kesenian dan misi kebudayaan;

2. Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga untuk misi olahraga

3. Menteri Agama untuk misi keagaaman.

Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota

Page 7: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

keluarga lainnya dari anggota misi.13. Mahasiswa atau pelajar yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang akan

belajar di luar negeri dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar yang diselenggarakan pemerintah atau badan asing dengan persetujuan menteri terkait.

Mahasiswa atau pelajar yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran FLN adalah: 1. Mahasiswa atau pelajar yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)

atau anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Polisi Republik Indonesia (POLRI) yangdilengkapi dengan paspor dinas surat tugas atau perjalanan dinas;

2. Mahasiswa atau pelajar dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar yang diselenggarakan oleh pemerintah atau Badan Asing dengan persetujuan Menteri Pendidikan Nasional.

Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga lainnya.

Pasal 8Pengecualian dari kewajiban pembayaran FLN oleh orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri dilakukan dengan cara berikut:

1. untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang memiliki NPWP dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih diberikan melalui pengecekan validasi NPWP oleh UPFLN Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas di Bandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri sepanjang NPWP tersebut telah terdaftar sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum keberangkatan.

2. Untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)yang tidak memiliki NPWP sendiri, diberikan melalui pengecekan validasi NPWP Wajib Pajak yang memberikan tanggungan sepenuhnya dan:

1. fotokopi Kartu Keluarga; dan/ atau

2. Surat Pernyataan Menanggung Sepenuhnya Orang Tua yang tidak terdaftar dalam Kartu Keluarga oleh orang pribadi yang memiliki NPWP, 

oleh UPFLN Direktorat Jendral Pajak yang bertugas di bandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri sepanjang NPWP tersebut telah terdaftar sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum hari keberangkatan.

1. untuk angka 1 s.d. angka 7 huruf a sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diberikan secara langsung oleh UPFLN Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas di Bandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri, termasuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang berusia kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun.

2. Untuk angka 7 huruf b s.d. angka 13 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diberikanmelalui penerbitan SKBFLN oleh UPFLN Direktorat Jenderal Pajak

Page 8: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

dibandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri atau KPP yangmelakukan pengelolaan FLN atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 9Tata cara pengecualian pembayaran FLN bagi wajib pajak orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri sebagaimana ditetapkan dalam lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

BAB IVPENGELOLAAN ADMINISTRASI PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK

ORANG PRIBADI DALAM NEGERI YANGA KAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI

Pasal 10  (1) Pengelolaan FLN untuk wilayah di luar Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta

dilaksanakan oleh KPP Pratama.(2) Apabila dalam satu kota terdapat lebih dari 1 (satu) KPP Pratama, Kepala Kantor

Wilayah Direktorat Jenderal Pajak menunjuk KPP Pratama yang mengelola FLN.(3) Khusus untuk wilayah DKI Jakarta dan Bandar Soekarno-Hatta, pengelolaan FLN

dilaksanakan oleh KPP Madya Jakarta Timur.(4) Pengelolaan FLN oleh KPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)

dilakukan oleh seksi Pelayanan.  Pasal 11  (1) Kepala KPP menunjuk sejumlah pegawai sebagai petugas UPFLN dengan

mempertimbangkan beban kerja dan dapat berasal dari luar seksi pelayanan.(2) Penunjukkan pegawai sebagai petugas UPFLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan menerbitkan Keputusan oleh Kepala KPP sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 12Tabel bebas Fiskal Luar Negeri bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP, bentuk formulir TBFLN, surat permohonan SKBFLN, stiker Bebas Fiskal dan Surat Pernyataan Menanggung Sepenuhnya Orang Tua yang tidak terdaftar dalam Kartu Keluarga oleh orang pribadi yang memiliki NPWP sebagiamana diatur dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

BAB VKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 13  (1) Dalam hal TBFLN dengan nilai baru dan stiker Bebas Fiskal belum tersedia diatur

sebagai berikut: 1. Petugas atau pejabat tempat pembayaran FLN yang ditunjuk menandatangani

Formulir TBFLN masih dapat menggunakan formulir lama dengan cara mencoret nilai rupiah lama sedemikian rupa dan membubuhkan paraf sehingga tetap dapat terbaca dan menuliskan nilai rupiah yangbaru di bawah

Page 9: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

atau di sampingnya.

Contoh:Jumlah: Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah)       Rp 2.500.000,00

1. Petugas UPFLN dapat menggunakan stempel Bebas Fiskal sebagai pengganti stiker Bebas Fiskal bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP.

(2) Selama perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) serta perangkat pendukung lainnya belum tersedia, Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang akan bertolak ke luar negeri harus menyerahkan fotokopi NPWP/SKT/SKTS, fotokopi paspor, boarding pass dan/atau fotokopi kartu keluarga atau surat pernyataan menanggung sepenuhnya orang tua yang tidak terdaftar dalam Kartu Keluarga oleh orang pribadi yang memiliki NPWP, tanpa dilakukan pengecekan validasi NPWP.

(3) Ketentuan Pasal 8 huruf a dan huruf b yang mengatur bahwa NPWP harus terdaftar sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum hari keberangkatan mulai diberlakukan pada tanggal 16 Januari 2009.

BAB VIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 14Pada saat Peraturan Diretur Jenderal Pajak ini mulai berlaku maka:

1. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-407/P./2000 tentang Pedoman Administrasi Pelaksanaan Fiskal Luar Negeri sebagiman telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2007;

2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-535/PJ./2000 tentang Bentuk Formulir tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri;

3. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-156/PJ./2000 tentang Bentuk Formulir Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-351/PJ./2003;

4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-275/PJ./2001 tentang Pembayaran Fiskal Luar Negeri dan Tata Cara Pengkreditannya;

5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-34/PJ./2001 tentang Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang akan bertolak ke luar negeri (Fiskal Luar Negeri) terhadap Pilot Indonesia yang bekerja di Maskapai Penerbangan Asing dan Pelaut Indonesia yang bekerja di Kapal Berbendera Asing;

6. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-35/PJ./2001 tentang Tanda Pengenal Resmi sebagai Penduduk Luar Negeri;

7. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-36/PJ./2001 tentang Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang

Page 10: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

akan Bertolak ke Luar Negeri sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-527/PJ./2001;

8. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-37/PJ./2001 tentang Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran Pajak Luar Negeri Terhadap Mahasiswa atau Pelajar yang akan Belajar Ke Luar Negeri;

9. Keutusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-38/PJ./2001 tentang Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran Pajak Penghasilan orang Pribadi yang akan Bertolak ke Luar Negeri (Fiskal Luar Negeri) tehadap Warga Negara Indonesia yang akan Bekerja di Luar Negeri dalam Rangka Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia;

10. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-413/PJ./2001 tentang Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang akan Bertolak ke Luar Negeri (Fiskal Luar Negeri) terhadap Misi Kesenian, Misi Olahraga, dan Misi Keagamaan serta Misi dagang atau Pameran;

11. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-28/PJ.41/2000 tentang Pedoman Administrasi Pelaksanaan Fiskal Luar Negeri;

12. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ.41/2000 tentang Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang Bertolak ke Luar Negeri dalam Kawasan Kerjasama Ekonomi Sub Regional Asean sebagaimana telah diubah dengan SE-26/PJ.41/2001 dan diralat dengan SE-08/PJ.31/2003;

13. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-31/PJ.41/2000 tentang Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang Bertolak ke Luar Negeri dalam Wilayah Kerjasama Ekonomi Sub Regional Indonesia-Australia (Aida) kecuali Bali, dan Orang Pribadi Warga Negara Asing yang Bekerja di Indonesia untuk Kepentingan Kantor Perwakilan Perusahaan Asing Sebagaimana telah diubah dengan SE-26/PJ.41/2001;

14. SuratEdaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ.41/2000 tentang Bentuk Formulir bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri;

15. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.41/2001 tentang Pengantar Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang berkaitan dengan Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang akan Bertolak ke Luar Negeri (Fiskal Luar Negeri);

16. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-39/PJ.41/2001 tentang Bentuk Formulir Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri;

17. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.41/2001 tentang Pengantar Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang berkaitan dengan Pembayaran Fiskal Luar Negeri dan Tata Cara Pengkreditannya;

Page 11: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

18. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ.41/2001 tentang Pengecualian Dari Kewajiban Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang akan Bertolak ke Luar Negeri bagi Anggota Misi Dagang atau Pameran di Luar Negeri;

19. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-18/PJ.41/2001 tentang Pengantar Keputusan Direktur Jendral Pajak nomor KEP-413/PJ.41/2001 tentang Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Fiskal Luar Negeri) terhadap Misi Kesenian, Misi Olahraga, dan Misi Keagamaan serta Misi Dagang atau Pameran;

20. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-39/PJ.41/2001 tentang Pelaksanaan Pengecualian dari Kewajiban Membayar Pajak Penghasilan Orang Pribadi bagi Warga Negara Indonesia yang Bertempat tinggal Tetap di Luar Negeri (penlu) yang akan Bertolak ke Luar Negeri;

21. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.41/2003 tentang Penggunaan Formulir Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri;

22. Ketentuan-ketentuan lain yang bertentangan dengan Peraturan ini. 

Dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

Pasal 15Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan tanggal 31 Desember 2010, terhitung mulai pukul 00.00 waktu setempat yang didasarkan pada jam keberangkatan penerbangan ke luar negeri.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 31 Desember 2008

DIREKTUR JENDERAL,

ttd

Page 12: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR PER - 51/PJ/2008

TENTANG

TATA CARA PENDAFTARAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAKBAGI ANGGOTA KELUARGA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

menimbang: 1. bahwa dalam rangka meningkatkan tertib administrasi dalam pemberian

NPWP kepada anggota keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis;

2. bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan pembebasan Fiskal Luar Negeri bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;

3. bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum untuk tidak dipotong/dipungut pajak dengan tarif lebih tinggi dan tarif yang seharusnya bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;

4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,b dan c, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Anggota Keluarga;

 Mengingat:  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

3. Peraturan Pemerintah   Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan

Page 13: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;

5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 44/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak;

MEMUTUSKAN: 

Menetapkan:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK BAGI ANGGOTA KELUARGA. Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

1. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

2. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah Subjek Pajak orang pribadi dalam negeri yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Penanggung Biaya Hidup adalah kepala keluarga yang telah terdaftar pada tata usaha KPP dan telah diberikan NPWP serta menanggung sepenuhnya biaya hidup anggota keluarga yang menjadi tanggungannya.

4. Anggota Keluarga adalah isteri, keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya Penanggung Biaya Hidup dan diakui oleh Penanggung Biaya Hidup berdasarkan hukum yang berlaku.

5. Anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.

6. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut dengan KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak dimana Penanggung Biaya Hidup terdaftar.

7. Permohonan pendaftaran NPWP adalah permohonan yang dibuat oleh Wajib Pajak atau Penanggung Biaya Hidup dengan cara mengisi Formulir Pemohonan Pendaftaran Wajib Pajak Bagi Anggota Keluarga yang disampaikan ke KPP.

8. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya, yang terdiri dari 15 (lima belas)

Page 14: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.

9. Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan Kartu NPWP adalah kartu yang diterbitkan oleh KPP yang berisikan NPWP dan identitas lainnya.

10. Surat Keterangan Terdaftar yang selanjutnya disebut dengan SKT adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemberitahuan bahwa Wajib Pajak terdaftar pada KPP yang berisikan antara lain NPWP.

11. Kuasa adalah orang yang menerima kuasa khusus dari Wajib Pajak atau Penanggung Biaya Hidup untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak atau Penanggung Biaya Hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pasal 2 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP bagi anggota keluarga adalah :

1. Anggota keluarga yang diakui oleh Penanggung Biaya Hidup, termasuk anak yang belum dewasa serta memiliki penghasilan dari mana pun sumber penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya.

2. Wanita kawin yang:

1. menjalankan usaha dan/atau melakukan pekerjaan bebas; dan/atau

2. tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas dan memiliki penghasilan sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak,

dan tidak terikat perjanjian pisah harta, serta tidak menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.

Pasal 3  (1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mendaftarkan diri untuk

memperoleh NPWP ke KPP.(2) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang

tidak mengajukan permohonan NPWP harus melampirkan fotokopi NPWP Penanggung Biaya Hidup dan Kartu Keluarga serta Surat Pernyataan Susunan Anggota Keluarga untuk diserahkan kepada pemberi kerja atau pihak lain yang berkepentingan.

(3) Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 telah memenuhi syarat subjektif dan objektif untuk memperoleh NPWP dan melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan untuk dirinya sendiri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, NPWP bagi anggota keluarga yang telah diberikan kepadanya menjadi tidak berlaku.

(4) Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib mendaftarkan diri kembali untuk memperoleh NPWP baru untuk dirinya sendiri

Page 15: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.(5) Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam

ayat (3) tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP baru, kepadanya akan diberikan NPWP secara jabatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 4  (1) Wajib Pajak yang mendaftarkan diri atau Penanggung Biaya Hidup atau orang yang

diberi kuasa khusus yang mendaftarkan Wajib Pajak untuk memperoleh NPWP wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan permohonan pendaftaran NPWP ke KPP.

(2) Berdasarkan permohonan pendaftaran NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) KPP menerbitkan Kartu NPWP dan SKT paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.

(3) Atas penerbitan NPWP dan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak perlu dilakukan konfirmasi lapangan untuk membuktikan kebenaran pengisian formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 5Tata cara penulisan dan penomoran NPWP pada kartu NPWP dan SKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Nama.

Nama Wajib Pajak ditulis sesuai dengan nama sebagaimana tercantum dalam permohonan pendaftaran NPWP (misalnya nama orang tua, mertua, anak kandung, anak angkat atau isteri).

2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 1. dua belas digit pertama NPWP yang diberikan sama dengan dua belas digit

pertama NPWP Penanggung Biaya Hidup;

2. tiga digit terakhir merupakan kode cabang, yang dimulai dari 999 untuk anggota keluarga yang pertama, 998 untuk yang kedua dan seterusnya.

3. Alamat.Alamat yang ditulis sama dengan alamat yang tertera pada kartu NPWP dan SKT Penanggung Biaya Hidup.

Pasal 6Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 yang telah terdaftar pada Kantor Direktorat Jenderal pajak dan telah memiliki NPWP sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, tidak perlu mendaftarkan diri lagi.

Pasal 7Tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP bagi anggota keluarga adalah sebagaimana di tetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 8

Page 16: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

Formulir Permohonan Pendaftaran NPWP serat formulir lain yang digunakan dalam pendaftaran Wajib Pajak adalah sebagaimana ditetapkan dalam  Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 9Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku maka:

1. Tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP bagi wanita kawin tidak pisah harta yang tidak sesuai dengan ketentuan ini dinyatakan tidak berlaku; dan

2. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-78/PJ.41/1990 tentang Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada Isteri Wajib Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Atau Pekerjaan Bebas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 10Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 31 Desember 2008

DIREKTUR JENDERAL

ttd.

DARMIN NASUTIONNIP 130605098

 

Page 17: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 1/KM.01/2009

TENTANG

NILAI KURS SEBAGAI DASAR PELUNASAN BEA MASUK, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA

DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, PAJAK EKSPOR, DAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERLAKU

UNTUK TANGGAL 05 JANUARI SAMPAI DENGAN 11 JANUARI 2009

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: 1. bahwa untuk keperluan pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang

dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan Pajak Penghasilan atas pemasukan barang, hutang Pajak yang berhubungan dengan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan penghasilan yang diterima atau diperoleh berupa uang asing, harus terlebih dahulu dinilai ke dalam uang rupiah;

2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Kurs sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan Pajak Penghasilan yang berlaku untuk tanggal 05 Januari sampai dengan 11 Januari 2009.

Mengingat:1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);

3. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);

Page 18: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613);

5. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 371/KMK.01/2002 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I Di Lingkungan Departemen Keuangan untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG NILAI KURS SEBAGAI DASAR PELUNASAN BEA MASUK, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, PAJAK EKSPOR, DAN PAJAK PENGHASILAN YANG BERLAKU UNTUK TANGGAL 05 JANUARI SAMPAI DENGAN 11 JANUARI 2009. 

Pasal 1Nilai Kurs sebagai Dasar Pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Ekspor, dan Pajak Penghasilan yang berlaku untuk tanggal 05 Januari sampai dengan 11 Januari 2009, ditetapkan sebagai berikut : 1. Rp. 11.125,50  Untuk dolar Amerika Serikat (USD) 1-2 Rp 7.667,69  Untuk dolar Australia (AUD) 1-3 Rp 9.144,00  Untuk dolar Canada (CAD) 1-4 Rp 2.095,70  Untuk kroner Denmark (DKK) 1-5 Rp 1.435,51  Untuk dolar Hongkong (HKD) 1-6 Rp 3.198,36  Untuk ringgit Malaysia (MYR) 1-7 Rp 6.423,49  Untuk dolar Selandia Baru (NZD) 1-8 Rp 1.578,82  Untuk kroner Norwegia (NOK) 1-9 Rp 16.040,75  Untuk poundsterling Inggris (GBP) 1-10 Rp 7.726,22  Untuk dolar Singapura (SGD) 1-11 Rp 1.427,47  Untuk kroner Swedia (SEK) 1-12 Rp 10.499,06  Untuk franc Swiss (CHF) 1-13 Rp 12.301,53  Untuk yen Jepang (JPY) 100-14 Rp 1.732,94  Untuk kyat Burma (BUK) 1-15 Rp 229,62  Untuk rupee India (INR) 1-16 Rp 40.275,73  Untuk dinar Kuwait (KWD) 1-17 Rp 140,39  Untuk rupee Pakistan (PKR) 1-18 Rp 234,64  Untuk peso Philipina (PHP) 1-19 Rp 2.964,01  Untuk riyal Saudi Arabia (SAR) 1-

Page 19: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

20 Rp 97,97  Untuk rupee Sri Lanka (LKR) 1-21 Rp 319,42  Untuk baht Thailand (THB) 1-22 Rp 7.730,69  Untuk dolar Brunei Darussalam (BND) 1-23 Rp 15.617,98  Untuk EURO (EUR) 1-24 Rp 1.626,12  Untuk yuan China (CNY) 1-25 Rp 8,81  Untuk won Korea (KRW)    1-

Pasal 2Dalam hal kurs valuta asing lainnya tidak tercantum dalam Pasal 1 maka nilai kurs yang digunakan sebagai dasar pelunasan adalah kurs spot harian valuta asing yang bersangkutan di pasar internasional terhadap dolar Amerika Serikat yang berlaku pada penutupan hari kerja sebelumnya dan dikalikan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 05 Januari 2009  Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia 

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 05 Januari 2009An MENTERI KEUANGAN SEKRETARIS JENDERAL

ttd

MULYA P NASUTIONNIP 0600465

Page 20: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR SE - 7/PJ.03/2008

TENTANG

PENYAMPAIAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 210/PMK.03/2008TENTANG PERUBAHAN KELIMA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN

NOMOR254/KMK.03/2001 TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN

PASAL 22,SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN

PELAPORANNYA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 tanggal 11 Desember 2008 tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya, dengan ini disampaikan fotokopi Peraturan Menteri Keuangan dimaksud. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. lndustri rokok tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan rokok di dalam negeri mulai tanggal 1 Januari 2009.

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.

3. Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 ini maka Wajib Pajak distributor rokok yang selama ini dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 yang bersifat final oleh industri rokok, mulai tanggal 1 Januari 2009 tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final namun dikenakan Pajak Penghasilan sesuai tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) dan wajib melakukan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh.

4. Para Kepala Kantor Wilayah diminta untuk mengawasi pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan tersebut di atas, serta semua Kepala Kantor agar melakukan sosialisasi kepada para Wajib Pajak di lingkungan wilayah kerja masing-masing.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Page 21: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 31 Desember 2008

Direktur Jenderal

ttd.

Darmin NasutionNIP 130605098

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR SE - 77/PJ/2008

TENTANG

PENGIRIMAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNANPAJAK PENGHASILAN TAHUN 2008

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak berkenaan dengan pengiriman Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun 2008, para Kepala Kantor Pelayanan Pajak diminta untuk;

1. Menyampaikan formulir SPT Tahunan PPh Tahun 2008 kepada Wajib Pajak dengan cara sebagai berikut:

1. Disampaikan langsung oleh KPP/KP2KP;

2. Disampaikan melalui kurir khusus;

3. Disampaikan melalui pelayanan jasa pos;

4. Disampaikan oleh tim khusus melalui kerjsama dengan Pemerintah Daerah;atau

5. Disampaikan dengan cara lain yang dianggap efektif.

2. Mengawasi pelaksanaan penyampaian formulir SPT Tahunan PPh Tahun 2008 dengan menyelenggarakan administrasi yang diperlukan antara lain dengan cara :

1. Mengisi Daftar Penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun 2008 kepada Wajib Pajak dengan format sesuai Lampiran I;

2. Mengisi Daftar Nominatif Pengiriman SPT Tahunan PPh Tahun 2008 Melalui Pelayanan Jasa Pos dengan format sesuai Lampiran II.

Page 22: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

3. Membubuhkan cap, alamat, dan nomor telepon Unit Kantor Pelayanan Pajak masing-masing serta cap jenis SPT tahunan PPh Tahun 2008 (WP Badan, WP OP, WP OPS, WP OP-SS, dan PPh Pasal 21) pada bagian depan amplop formulir SPT Tahunan PPH yang akan disampaikan ke Wajib Pajak.

4. Dalam hal formulir SPT Tahunan PPh disampaikan dengan cara melalui pelayanan jasa pos maka :

1. KPP membuat dan menyerahkan kepada Kantor Pos soft copy Daftar Nominatif Pengiriman Formulir SPT Tahunan PPh Tahun 2008 Melalui Pelayanan Jasa Pos (Lampiran II) yang mencantumkan Nama WP, NPWP, dan Alamat Wajib Pajak, dan jenis SPT Tahunan PPh Tahun 2008 (WP Badan, WP OP, WP OP-S, WP OP-SS, dan PPh Pasal 21).

2. KPP menyiapkan fisik formulir SPT Tahunan PPh Tahun 2008 yang akan dikirim melalui pos sesuai daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada huruf a.

3. KPP menyerahkan formulir SPT Tahunan PPh Tahun 2008 sebagaimana dimaksud pada huruf b ke Kantor Pos dan membuat Berita Acara Penyerahan yang dibuat dalam rangkap tiga dan ditandatangani oleh KPP dan Kantor Pos, contoh formulir Berita Acara Penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.

4. Jangka waktu penyerahan formulir SPT Tahunan PPh Tahun 2008 dan pembuatan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada huruf c dapat dilakukan sampai dengan tanggal 30 Januari 2009

5. Dalam jangka waktu sejak formulir SPT Tahunan PPh Tahun 2008 diserahkan ke Kantor Pos sampai dengan tanggal 6 Februari 2009, KPP menandatangani Berita Acara Hasil Pelaksanaan Antaran yang telah disiapkan oleh Kantor Pos.

6. Sampai dengan 13 Februari 2009, KPP akan menerima formulir SPT Tahunan PPh Tahun 2008 yang gagal diantar kepada Wajib Pajak (Kempos) dari Kantor Pos.

7. Penerimaan formulir SPT Tahunan PPh Tahun 2008 sebagaimana dimaksud pada huruf f akan dituangkan oleh Kantor Pos dalam Berita Acara Serah Terima beserta Daftar Nominatif-nya yang ditandatangani KPP dan Kantor Pos, dan Kantor Pos wajib menyerahkan Bukti Tanda Terima untuk formulir SPT Tahunan PPh Tahun 2008 yang dinyatakan telah diterima oleh Wajib pajak.

8. KPP membuat rekonsiliasi mengenai hasil penyampaian formulir SPT Tahunan PPh Tahun 2008 yang dilakukan oleh Kantor Pos sampai dengan 31 Desember 2008 sebagaimana format terlampir (Lampiran IV) dan rekonsiliasi ini terus menerus dimutakhirkan sesuai dengan hasil usaha KPP dalam menindaklanjuti SPT yang kempos tersebut.

Page 23: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

5. Menindaklanjuti formulir SPT Tahunan PPh Tahun 2008 yang tidak sampai ke Wajib Pajak, untuk kepentingan peningkatan efektivitas dan efisiensi penyampaian SPT Tahunan PPh serta peningkatan angka kepatuhan Wajib Pajak.

6. Melakukan sosialisasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan formulir SPT Tahunan PPh Tahun 2008 kepada Wajib Pajak terutama bagi Wajib Pajak yang berada di daerah-daerah pelosok. Sosialisasi tersebut dapat dilakukan oleh Unit-Unit Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP).

7. Memberitahukan kepada para Wajib Pajak bahwa formulir SPT Tahunan PPh Tahun 2008 beserta petunjuk pengisiannya juga dapat diunduh melalui situs Direktorat Jenderal Pajak di www.pajak.go.id.

Demikian diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR SE - 80/PJ/2008

TENTANG

PENENTUAN TANGGAL TERDAFTAR WAJIB PAJAKSEHUBUNGAN DENGAN AKAN BERAKHIRNYA SUNSET POLICY DAN

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kepastian hukum kepada Wajib Pajak serta untuk mengantisipasi banyaknya permohonan pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sehubungan dengan akan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh Tahun 2008) pada tanggal 1 Januari 2009 serta terkait dengan Sunset policy, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut ;

1. Sehubungan dengan akan berakhirnya Sunset Policy pada tanggal 31 Desember 2008 terhadap permohonan pendaftaran NPWP yang diterima sampai dengan

Page 24: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

tanggal 31 Desember 2008 namun belum dapat diselesaikan dengan menerbitkan Kartu NPWP pada tanggal 31 Desember 2008, tanda terima permohonan pendaftaran NPWP tersebut dianggap sebagai bukti telah memiliki NPWP yang berlaku sampai dengan diterbitkannya Kartu NPWP.

2. Sehubungan dengan mulai berlakunya UU PPh Tahun 2008 pada tanggal 1 Januari 2009, terhadap Permohonan pendaftaran NPWP yang diterima sampai dengan tanggal 31 Januari 2009 namun belum dapat diselesaikan dengan menerbitkan Kartu NPWP pada tanggal 31 Januari 2009, tanda terima permohonan pendaftaran NPWP tersebut dianggap sebagai bukti telah memiliki NPWP yang dapat digunakan untuk tujuan pemotongan atau pemungutan PPh dan berlaku sampai dengan diterbitkannya Kartu NPWP.

3. Tanggal terdaftar bagi Wajib Pajak baik yang mendaftarkan diri maupun yang didaftarkan oleh Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 adalah tanggal tanda terima permohonan diterima secara lengkap.

4. Penyelesaian permohonan pendaftaran NPWP sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-70/PJ./2008 tanggal 12 Desember 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Pendaftaran NPWP Terkait Dengan Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

5. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Kepala Kantor Pelayanan Pajak diminta untuk melakukan sosialisasi ketentuan ini antara lain dengan memasang pengumuman sebagaimana lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.

Demikian disampaikan untuk dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 30 Desember 2008

Direktur Jenderal

ttd.

Darmin NasutionNIP 130605098

Page 25: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 221/PMK.05/2008

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 34/PMK.05/2008

TENTANG TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM LEMBAGA PENGELOLA

DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAHPADA KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN

MENENGAH

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: 1. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.05/2008, telah

diatur tarif layanan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;

2. bahwa Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah melalui Surat Nomor 26/M.KUKM.1/IX/2008 tanggal 11 September 2008 dan Nomor 29/M.KUKM.1/X/2008 tanggal 16 Oktober 2008 perihal Usulan Tarif Layanan Program Penyaluran Dana Bergulir, telah mengajukan usulan perubahan terhadap tarif layanan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.05/2008;

3. bahwa usulan tarif layanan Badan tarif Umum Lembaga Layanan Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sebagaimana dimaksud pada huruf b, telah dibahas dan dikaji oleh Tim Penilai Usulan Tarif dan Remunerasi Instansi Pengelola Keuangan Badan Layanan Umum;

4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.05/2008 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;

Mengingat: 1. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

Page 26: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.05/2008 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 34/PMK.05/2008 TENTANG TARIF LAYANAN BADAN LAYANAN UMUM LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH PADA KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH.

Pasal ILampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.05/2008 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah diubah, sehingga menjadi sebagai berikut :

PROGRAMStrata 1(UKM penerima pinjaman/pembiayaan dana bergulir)

Strata 2(KUKM penerima programpinjaman/pembiayaan)

Strata 3(KUKM bankable)

Khusus Pola Konvensional : 1. Tingkat suku

bunga dari LPDM-KUMKM ke LKB/LKBB adalah sebesar SBI dibagi 3 (SBI/3) dari suku bunga SBI 3 (tiga) bulan.

2. Tingkat suku bunga dan LKB/LKBB ke Koperasi Primer adalah sebesar tingkat bunga pada butir a ditambah maksimal 10% (sepuluh persen).

3. Tingkat suku bunga dari Koperasi Primer ke anggota mengikuti ketentuan yang

   

Page 27: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

berlaku di KSP/USP yang bersangkutan.

Pola Syariah : 1. Nisbah antara

LPDB-KUMKM dengan LKB/LKBB sebesar 40% (empat puluh persen) dibanding 60% (enam puluh persen) dari pendapatan kotor.

2. Nisbah antara LKB/LKBB dengan Koperasi Primer sebesar 40% (empat puluh persen) dibanding 60% (enam puluh persen) dari pendapatan kotor.

3. Nisbah antara Koperasi primer dengan anggota adalah sebesar 40% (empat puluh persen) dibanding 60% (enam puluh persen) dari pendapatan kotor.

A.1. Pola Konvensional : 1. LPDB-KUMKM

ke KSP/USP Koperasi Primer

1. Tingkat suku bunga dari LPDB-KUMKM ke KSP/USP-Koperasi

  Pola Konvensional : 1. LPDB-KUMKM

ke KSP/USP Koperasi Primer

1. Tingkat suku bunga dari LPDB-KUMKM ke KSP/USP-

Page 28: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

Primer adalah sebesar maksimal tingkat suku bunga SBI 3 (tiga) bulan ditambah 4% (empat persen) per tahun.

2. Tingkat suku bunga dari Koperasi Primer ke anggota mengikuti ketentuan yang berlaku di KSP/USP yang bersangkutan.

2. LPDB-KUMKM ke KSP/USP Koperasi Primer melalui LKB/LKBB (Chanelling)

1. Tingkat suku bunga dari LPDB-KUMKM ke KSP/USP-Koperasi Primer adalah sebesar maksimal tingkat

Koperasi Primer adalah maksimal tingkat suku bunga SBI 3 (tiga) bulan ditambah 4% (empat persen) per tahun.

2. Tingkat suku bunga dari Koperasi Primer ke anggota mengikuti ketentuan yang berlaku di KSP/USP yang bersangkutan.

2. Melalui Koperasi Sekunder

1. Tingkat suku bunga dari LPDB/KUMKM ke Koperasi Sekunder adalah sebesar SBI 3 (tiga) bulan minus 2% (dua persen) per tahun.

2. Tingkat

Page 29: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

suku bunga SBI 3 (tiga) bulan ditambah 4% (empat persen) per tahun.

2. Tingkat suku bunga dari Koperasi Primer ke anggota mengikuti ketentuan yang berlaku di KSP/USP yang bersangkutan.

1. Melalui Koperasi Sekunder

1. Tingkat suku bunga dari LPDB-KUMKM ke Koperasi Sekunder adalah sebesar SBI 3 (tiga) bulan minus 2% (dua persen) per tahun.

2. Tingkat suku bunga dari Koperasi Sekunder ke Koperasi Primer adalah

suku bunga dari Koperasi Sekunder ke Koperasi Primer adalah sebesar tingkat suku bunga pada butir a ditambah 6% (enam persen) per tahun.

3. Tingkat suku bunga dari Koperasi Primer ke anggota mengikuti ketentuan yang berlaku di KSP/USP yang bersangkutan.

3. Melalui LKB/LKBB

1. Tingkat suku bunga dari LPDB/KUMKM ke LKB/LKBB adalah sebesar SBI 3 (tiga) minus 2% (dua persen) per

Page 30: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

sebesar tingkat suku bunga pada butir a ditambah 6% (enam persen) per tahun.

3. Tingkat suku bunga dari Koperasi Primer ke anggota mengikuti ketentuan yang berlaku di KSP/USP yang bersangkutan.

2. Melalui LKB/LKBB

1. Tingkat suku bunga dari LPDB-KUMKM ke LKB/LKBB adalah sebesar SBI 3 (tiga) bulan minus 2% (dua persen) per tahun.

2. Tingkat suku bunga dari LKB/LKBB ke Koperasi Primer

tahun.

2. Tingkat suku bunga dari LKB/LKBB ke Koperasi Primer adalah sebesar tingkat suku bunga pada butir a ditambah 6% (enam persen) per tahun.

3. Tingkat suku bunga dari Koperasi Primer ke anggota mengikuti ketentuan yang berlaku di KSP/USP yang bersangkutan.

Page 31: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

adalah sebesar tingkat suku bunga pada butir a ditambah 6% (enam persen) per tahun.

3. Tingkat suku bunga dari Koperasi Primer ke anggota mengikuti ketentuan yang berlaku di KSP/USP yang bersangkutan.

Pola Syariah: 1. Nisbah antara

LPDB-KUMKM dengan LKB/LKBB Syariah sebesar 40% (empat puluh persen) dibanding 60% (enam puluh persen) dari pendapatan kotor.

2. Nisbah antara LKB/LKBB syariah dengan UMK sebesar 40% (empat puluh persen) dibanding 60% (enam puluh persen) dari pendapatan kotor.

A.2. 1. Nisbah antara   1. Nisbah antara

Page 32: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

LPDB-KUMKM dengan KJKS/UJKS sebesar 40% (empat puluh persen) dibanding 60% (enam puluh persen) dari pendapatan kotor.

2. Nisbah antara KJKS/UJKS dengan UMK 40% (empat puluh persen) dibanding 60% (enam puluh persen) dari pendapatan kotor.

LPDB-KUMKM dengan KJKS/UJKS sebesar 40% (empat puluh persen) dibanding 60% (enam puluh persen) dari pendapatan kotor.

2. Nisbah antara KJKS/UJKS dengan UMK 40% (empat puluh persen) dibanding 60% (enam puluh persen) dari pendapatan kotor.

B   1. Tingkat suku bunga dari LPDB-KUMKM ke LMV adalah sebesar SBI 3 (tiga) bulan ditambah 3% (tiga persen) per tahun (untuk LMV yang bekerja sama dengan inkubator dapat diberikan lebih rendah minimal sebesar SBI per tahun)

2. Bagi hasil antara LMV dengan KUKM setara dengan tingkat suku bunga pada butir a ditambah 6% (enam persen)

 

Page 33: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

per tahun.

C   1. Tingkat suku bunga dari LPDB-KUMKM ke perusahaan pembiayaan maksimal sebesar SBI 3 (tiga) bulan ditambah 3% (tiga persen) per tahun

2. Tingkat suku bunga dari perusahaan pembiayaan ke KUKM adalah sebesar tingkat suku bunga pada butir a ditambah 6% (enam persen) per tahun.

 

D   Pola Konvensional : 1. Tingkat suku

bunga dari LPDB-KUMKM ke LKB minimal sebesar SBI 3 (tiga) bulan minus 2% (dua persen) per tahun dan maksimal sebesar SBI per tahun

2. Tingkat suku bunga dari LKB ke KUKM adalah sebesar tingkat suku bunga pada

 

Page 34: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

butir a ditambah 6% (enam persen) per tahun.

Pola Syariah : 1. Nisbah antara

LPDB-KUMKM  dengan LKB/LKBB Syariah sebesar 40% (empat puluh persen) dibanding 60% (enam puluh persen) dari pendapatan kotor.

2. Nisbah antara LKB/LKBB syariah dengan KJKS/UJKS sebesar 40% (empat puluh persen) dibanding 60% (enam puluh persen) dari pendapatan kotor.

E   Tingkat suku bunga dari LPDB-KUMKM ke KUKM minimal sebesar suku bunga SBI 3 (tiga) bulan per tahun ditambah chanelling fee kepada LKB/LKBB sebesar 1,75% (satu koma tujuh puluh lima persen) per tahun

 

F   Tingkat suku bunga mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh

 

Page 35: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

pemerintah atau pemberi hibah terikat.

G   Pola Konvensional :Tingkat bunga dari LPDB-KUMKM ke Koperasi Primer (Non Simpan Pinjam) adalah sebesar maksimal tingkat suku bunga SBI 3 (tiga) bulan ditambah 4% (empat Persen).Pola Syariah :Nisbah antara LPDB-KUMKM dengan Koperasi primer (Non Simpan Pinjam) sebesar 40% (empat puluh persen) dibanding 60% (enam puluh persen) dari pendapatan kotor.

 

Catatan : Untuk dasar perhitungan bunga kepada LKB/LKBB, digunakan tingkat suku bunga SBI 3 bulan

Keterangan : a. Program Khusus

Program pinjaman/pembiayaan kepada Koperasi Simpan Pinjam/Usaha Simpan Pinjam (KSP/USP)-Koperasi Primer adalah program khusus dari dana APBN berupa pemberian pinjaman/pembiayaan dari LPDB-KUMKM kepada Koperasi Simpan Pinjam/Usaha Simpan pinjam (KSP/USP)-Koperasi Primer yang disalurkan melalui Lembaga Keuangan Bank/Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKB/LKBB) sebagai executing untuk kegiatan usahanya dengan menggunakan pola konvensional (sistem bunga).Program pembiayaan kepada Koperasi Jasa Keuangan syariah/Usaha Jasa Keuangan Syariah (KJKS/UJKS)-Koperasi Primer adalah program khusus dari dana APBN berupa pemberian pembiayaan dari LPDB-KUMKM kepada KJKS/UJKS-Koperasi Primer yang disalurkan melalui LKB/LKBB sebagai executing untuk kegiatan usahanya dengan menggunakan pola syariah (sistem nisbah).

b. Program A.1. 1. Program Pembiayaan kepada KSP/USP-Koperasi Primer adalah program

pemberian pinjaman dari LPDB-KUMKM kepada KSP/USP-Koperasi Primer untuk pemberian pinjaman kepada Usaha Mikro dan Kecil anggotanya yang belum memenuhi kriteria kelayakan perbankan umum (belum bankable)

Page 36: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

dengan menggunakan pola konvensial (sistem bunga).

2. Program Pembiayaan kepada KSP/USP-Koperasi Primer adalah program pemberian pinjaman dari LPDB-KUMKM kepada KSP/USP-Koperasi Primer untuk pemberian pinjaman kepada Usaha Mikro dan Kecil anggotanya yang belum memenuhi kriteria kelayakan perbankan umum (belum bankable) dengan menggunakan pola konvensial (sistem bunga), yang disalurkan melalui LKB/LKBB sebagai channeling..

c. Program A.2.Program pembiayaan kepada Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Usaha Jasa Keuangan Syariah (KJKS/UJKS) adalah program pemberian pinjaman dari LPDB-KUMKM kepada Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Usaha Jasa Keuangan Syariah (KJKS/UJKS) untuk pemberian pembiayaan kepada usaha Mikro dan Kecil anggotanya yang belum memenuhi kriteria kelayakan perbankan umum (belum bankable) dengan menggunakan pola syariah.

d. Program BProgram pembiayaan kepada KUKM melalui Lembaga Modal Ventura adalah pembiayaan modal kerja dan atau investasi dari LPDM-KUMKM kepada KUKM yang disalurkan melalui lembaga modal ventura atau LMV sebagai eksekuting.

e. Program CProgram Pembiayaan pada KUKM melalui Perusahaan Pembiayaan (sewaguna usaha/leasing dan anjak piutang atau factoring) adalah pembiayaan modal kerja (factoring/anjak piutang) dan atau investasi (sewa guna usaha/leasing) dari LPDB-KUMKM kepada KUKM yang disalurkan melalui Perusahaan Pembiayaan sebagai eksekuting.

f. Program DProgram Kredit/Pembiayaan kepada KUKM melalui program pemberian kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi dari LPDB-KUMKM kepada KUKM yang disalurkan melalui LKB dengan pola syariah.

g. Program EProgram Pembiayaan pada KUKM Strategis melalui LKB/LKBB adalah program pembiayaan atau pinjaman yang diberikan kepada KUKM yang mempunyai potensi penyerapan tenaga kerja dan atau komoditi unggulan dan atau terkait dengan ekspor melalui LKB/LKBB sebagai chanelling.

h. Program FProgram Pembiayaan pada KUKM yang Sumber Dananya Berasal dari Hibah Terikat adalah program pembiayaan dari LPDB-KUMKM kepada KUKM yang persyaratannya ditetapkan oleh Pemberi Hibah terikat, sedangkan penyalurannya bekerjasama dengan LKB/LKBB.

i. Program GProgram Pembiayaan kepada Koperasi Primer (Non Simpan Pinjam) adalah program pembiayaan dari LPDB KUMKM kepada Koperasi Primer (Non Simpan Pinjam) untuk kegiatan usahanya dengan pola konvensional dan pola syariah.

j. Strata 1Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang menerima pinjaman dana bergulir, melalui KSP/USP Koperasi dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Usaha Jasa Keuangan

Page 37: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

Syariah Koperasi.k. Strata 2

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) yang menerima program pembiayaan melalui Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).

l. Strata 3Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) yang sudah bisa mengakses permodalan melalui mekanisme pasar (bagi KSP/USP-Koperasi dan KJKS/UJKS Koperasi walaupun sudah bankable tetapi masih dapat diberikan pembiayaan dari LPDB-KUMKM)

 Pasal II Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 16 Desember 2008

MENTERI KEUANGAN

ttd

SRI MULYANI INDRAWATI

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKSE - 6/PJ.03/2008

Page 38: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

TENTANG

PENYAMPAIAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2008TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR

48 TAHUN 1994TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN

DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dengan ini disampaikan fotokopi Peraturan Pemerintah dimaksud. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Besarnya Pajak Penghasilan : a. yang wajib dibayar oleh orang pribadi atau badan atas penghasilan yang

diterima atau diperoleh dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, atau

b. yang wajib dipungut oleh bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar menukar atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.

adalah sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenai Pajak Penghasilan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.

1. Rumah Sederhana sebagaimana dimaksud pada butir 1 terdiri atas Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti tumbuh, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Rumah Susun Sederhana sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/WC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungut Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah :

a. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

Page 39: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;

b. orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah guna melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;

c. orang pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

d. badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau

e. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan. 4. Bagi Wajib Pajak yang melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau

bangunan, pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 bersifat final.

5. Bagi Wajib Pajak badan, termasuk koperasi yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila:

a. melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum tanggal 1 Januari 2009 dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang, dan

b. penghasilan atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada huruf a telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi.

pengenaan pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan Peraturan   Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan   Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan

1. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak

Page 40: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.

2. Para Kepala Kantor Wilayah diminta untuk mengawasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah tersebut diatas, serta semua Kepala Kantor agar melakukan sosialisasi kepada para Wajib Pajak di lingkungan wilayah kerja masing-masing.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 70/PJ/2008

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PELAYANAN PENDAFTARAN NPWP

Page 41: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

TERKAIT DENGAN PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008

TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983

TENTANG PAJAK PENGHASILAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Dalam rangka mengantisipasi banyaknya permohonan pendaftaran NPWP sehubungan dengan akan diberlakukannya amandemen Undang-Undang Pajak Penghasilan pada 1 Januari 2009 serta terkait dengan Kebijakan Sunset Policy, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2008 tentang Pojok Pajak dan Mobil Pajak diatur bahwa salah satu pelayanan yang diberikan dalam Pojok Pajak dan Mobil Pajak adalah Pendaftaran NPWP Orang Pribadi.

2. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-44/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran NPWP dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak diatur bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ke KPP/KP4/KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Jangka waktu penyelesaian permohonan pendaftaran NPWP diatur dalam ketentuan sebagai berikut :

1. Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-37/PJ/2007 tanggal 14 Agustus 2007 tentang Percepatan Jangka Waktu Penyelesaian Layanan Unggulan Direktorat Jenderal Pajak, standar waktu penyelesaian permohonan pendaftaran NPWP paling lama adalah 1 (satu) hari kerja.

2. Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-33/PJ/2008 tanggal 27 Juni 2008 tentang Tata cara Pemberian NPWP, Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan PPh, Penghapusan Sanksi Administrasi, Penghentian Pemeriksaan dan Pengadministrasian Laporan Terkait Dengan Pelaksanaan Pasal 37a Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur bahwa dalam rangka Sunset Policy, standar waktu penyelesaian permohonan pendaftaran NPWP paling lama adalah 1 (satu) jam.

3. Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-65/PJ/2008 tanggal 18 Nopember 2008 tentang Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 44/PJ/2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak standar waktu penyelesaian permohonan pendaftaran NPWP diupayakan selesai dalam 1 (satu) jam.

Page 42: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

4. Berdasarkan data di lapangan dan mengingat kemampuan jaringan, dimungkinkan tidak dapat dipenuhinya jangka waktu penyelesaian pelayanan pendaftaran NPWP sebagaimana tersebut diatas disebabkan oleh adanya kondisi tidak normal dalam penyelesaian pendaftaran NPWP, yaitu :

1. Semakin mendekati akhir tahun 2008, volume permohonan pendaftaran NPWP baik di KPP Pratama dan Pojok Pajak meningkat secara drastis.

2. KPP menerima pendaftaran NPWP melebihi kapasitas yaitu lebih dari 30 (tiga puluh) permohonan pendaftaran NPWP per hari per Petugas Pendaftaran Wajib Pajak (Petugas pendaftaran).

3. Pojok Pajak/Mobil Pajak menerima pendaftaran NPWP melebihi kapasitas yaitu 10 (sepuluh) permohonan pendaftaran NPWP per hari per Petugas Pendaftaran.

4. Jaringan internet/intranet DJP mengalami gangguan.

5. Dalam rangka memberikan pelayanan pendaftaran NPWP di KPP, Pojok Pajak, dan Mobil Pajak dalam hal kondisi tidak normal sebagaimana dimaksud pada angka 4, Petugas Pendaftaran dapat menggunakan Aplikasi PWPM dalam menyelesaikan permohonan pendaftaran NPWP. Dalam hal pemohon NPWP adalah orang pribadi atau karyawan yang datang secara langsung dan tidak ada data pemberi kerjanya, berlaku ketentuan sebagai berikut

1. Kolom nama pemberi kerja diisi dengan "KPP Pratama .....". Titik-titik diisi dengan nama KPP yang bersangkutan.

2. Kolom NPWP pemberi kerja diisi dengan NPWP Bendaharawan Pemerintah di KPP Pratama yang bersangkutan.

3. Petugas Pendaftaran yang melayani pendaftaran NPWP agar melakukan konfirmasi dahulu melalui intranet DJP untuk mengurangi terjadinya NPWP ganda.

6. Ketentuan lebih lanjut pendaftaran NPWP sebagaimana dimaksud pada angka 5 di atas berpedoman pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ./2007 tentang Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak yang Berstatus Sebagai Pengurus, Komisaris, pemegang Saham/Pemilik dan Pegawai Melalui Pemberi Kerja/Bendaharawan Pemerintah.

7. Petugas Pendaftaran di KPP, pojok pajak, maupun mobil pajak harus menerima permohonan pendaftaran NPWP dan menyelesaikan pendaftaran NPWP sesuai ketentuan yang berlaku.

8. Ketentuan penyelesaian pendaftaran NPWP sebagaimana diatur dalam angka 4 dan angka 5 diatas berlaku sampai dengan 31 Januari 2009.

9. Prosedur penerimaan pendaftaran NPWP adalah sebaagaimana ditetapkan pada Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini. 

Page 43: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

 Demikian disampaikan untuk dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.     

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Desember 2008

Direktur Jenderal,

ttd.

Darmin Nasution NIP 130605098    

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 187/PMK.03/2008

TENTANG

TATACARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN

Page 44: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

PENATAUSAHAANPAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA

KONSTRUKSI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:   bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;

Mengingat:1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4481);

3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATACARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENATAUSAHAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan : 1. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang

PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000.

Page 45: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

2. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.

3. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

4. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.

5. Pelaksunaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).

6. Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.

7. Pengguna Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi.

8. Penyedia Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya.

9. Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan.

Pasal 2

Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Pasal 3

Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksdu dalam Pasal 2 adalah sebagai berikut:

a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa dengan kualifikasi usaha kecil;

b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;

Page 46: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;

d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan

e. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

Pasal 4

(1) Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2:a. dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal Pengguna Jasa

merupakan pemotong pajak; atau

b. disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal Pengguna Jasa bukan merupakan pemotong pajak.

(2) Besarnya, Pajak Penghasilan yang dipotong, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

(3)

Besarnya, Pajak Penghasilan yang disetor sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan taril Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

(4) Jumlah pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau jumlah penerimaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan bagian dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi.

Pasal 5

(1) Pajak Penghasilan yang dipotong oleh Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a disetor ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah dilakukan pemotongan pajak.

(2) Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b disetor sendiri oleh Penyedia Jasa ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelaha penerimaan pembayaran dalam hal Pengguna Jasa bukan merupakan pemotong pajak.

(3) Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka saat penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

(4) Pembayaran Pajak Penghasilan atau Penyetoran Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.

(5) Pemotong Pajak Penghasilan memberikan tanda bukti pemotongan kepada Penyedia

Page 47: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

Jasa yang dipotong Pajak Penghasilan setiap melakukan pemotongan.

Pasal 6

(1) Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah bulan dilakukan pemotongan pajak atau penerimaan pembayaran.

(2) Dalam hal tanggal jatuh tempo penyampian Surat Pemberitahuan Masa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, maka saat penyampaian Surat Pemberitahuan Masa dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Pasal 7

(1) Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak termasuk Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang PPh.

(2) Dasar pengenaan pajak Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang PPh adalah Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan pembukuan yang sudah dikoreksi fiskal dikurangi dengan Pajak Penghasilan termasuk Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Pasal 8

(1) Terhadap kontrak yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Januari 2008 diatur :a. untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sampai dengan tanggal 31

Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi;

b. untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak setelah tanggal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi.

(2) Tata cara pengenaan Pajak Penghasilan untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi.

(3) Tata cara pemotongan, penyetoran, pelaporan, dan penatausahaan atas pengenaan Pajak Penghasilan untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.

(4) Pajak Penghasilan yang telah dipotong atau disetor berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi dapat dipindahbukukan menjadi pembayaran Pajak Penghasilan yang

Page 48: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a. Pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan tersebut dilakukan terhadap penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi berdasarkan kontrak yang ditandatangani sejak tanggal 1 Januari 2008; dan

b. Pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sebagaimana tersebut pada huruf a dilakukan paling lama sampai dengan akhir bulan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini.

(5) Dalam hal terdapat kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final setelah dilakukan pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan tersebut wajib disetor oleh Penyedia Jasa paling lama tanggal 15 Desember 2008.

Pasal 9

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 10

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2008.                   

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.                   

Ditetapkan di Jakarta    pada tanggal 20 November 2008   

MENTERI KEUANGAN,   

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI  

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTANOMOR 101 TAHUN 2008

TENTANG

Page 49: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

UPAH MINIMUM PROVINSI TAHUN 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang:a. bahwa ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan serta Peraturan Gubernur Nomor 59 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dewan Pengupahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah dalam rangka meningkatkan upah riil pekerja;

b. bahwa peningkatan upah riil yang dituangkan dalam Upah Minimum Provinsi sebagaimana dimaksud pada huruf a, berdasarkan Rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang tertuang dalam Surat Nomor 40/Depeprov/X/2008 dan Surat Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tanggal 31 Oktober 2008 Nomor 7572/-1.834.1 hal Usulan Penetapan UMP Tahun 2009;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b serta memperhatikan perkembangan kondisi perekonomian, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2009.

Mengingat:1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan; 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota;

8. Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan; 9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 tentang Upah

Minimum jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 tentang Perubahan Pasal 1,3,4,8,11,20,21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum;

10. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-201/MEN/2001 tentang Keterwakilan Dalam Kelembagaan Hubungan Industrial;

Page 50: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

11. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL);

12. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Bentuk Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

13. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan; 14. Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penangguhan

Pelaksanaan Upah Minimum Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 15. Keputusan Gubernur Nomor 10 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 16. Keputusan Gubernur Nomor 59 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Dewan Pengupahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:PERATURAN GUBERNUR TENTANG UPAH MINIMUM PROVINSI TAHUN 2009.

Pasal 1

Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2009 di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebesar Rp 1.069.865,00 (Satu juta enam puluh sembilan ribu delapan ratus enam puluh lima rupiah) per bulan.

Pasal 2

Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari Upah Minimum Provinsi (UMP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.

Pasal 3

Perusahaan yang tidak mampu melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Provinsi (UMP) kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta paling lama 10 (sepuluh) hari sebelum diberlakukan, dengan persyaratan dan teknis sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum Provinsi.

Pasal 4

Page 51: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2009 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 berlaku terhitung mulai tanggal 1 Januari 2009 dan berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun.

Pasal 5

Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMPS) yang belum dapat ditetapkan dapat diusulkan dan ditetapkan kemudian atas dasar Kesepakatan Asosiasi Perusahaan dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang terkait pada sektor yang bersangkutan.

Pasal 6

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Keputusan Gubernur Nomor 143 Tahun 2007 tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2008 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 7

Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Ditetapkan di JakartaPada tanggal 31 Oktober 2008

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

ttd.

FAUZI BOWO

Diundangkan di JakartaPada tanggal 3 November 2008

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA

Page 52: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR PER - 4/PJ/2009

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENCATATAN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI               

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,Menimbang:

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 197/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28   Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 18 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3674);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28   Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);

4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi;

MEMUTUSKAN:Menetapkan:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENCATATAN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI.

Pasal 1

Page 53: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

Wajib Pajak orang pribadi yang tidak wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib menyelenggarakan pencatatan adalah:

1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan memilih untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; dan

2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

Pasal 2  (1) Pencatatan yang harus diselenggarakan oleh Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 huruf a meliputi : 1. peredaran dan/atau penerimaan bruto yang diterima dari kegiatan usaha

dan/atau pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final;

2. penghasilan bruto yang diterima dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final, termasuk biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; dan/atau

3. penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

(2) Selain harus menyelenggarakan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a harus menyeleggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban baik yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun yang tidak digunakan untuk melaksanakan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

(3) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.

 Pasal 3  (1) Pencatatan yang harus diselenggarakan oleh Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 huruf b meliputi : 1. penghasilan bruto yang diterima yang merupakan objek pajak yang tidak

dikenai pajak bersifat final termasuk biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; dan/atau

2. penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.

(2) Selain harus menyelenggarakan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban yang dimiliki.

 Pasal 4 

Page 54: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

(1) Pencatatan peredaran dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto oleh Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi seluruh peredaran dan/atau penerimaan dan/atau penghasilan bruto yang telah diterima secara tunai.

(2) Pencatatan harus dibuat dalam suatu Tahun Pajak, yaitu jangka waktu 1 (satu) tahun kalender mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

(3) Pencatatan harus dibuat secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya peredaran dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto.

(4) Pencatatan dilakukan dengan menggunakan mata uang Rupiah sebesar nilai yang sebenarnya terjadi dan disusun dalam bahasa Indonesia.

(5) Pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya serta didukung dengan dokumen yang menjadi dasar pencatatan.

(6) Catatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan ditempat tinggal Wajib Pajak dan/atau tempat kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas dilakukan selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak berakhirnya Tahun Pajak.

 Pasal 5  (1) Pencatatan penghasilan yang diterima dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas

yang merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a diselenggarakan dengan bentuk sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(2) Pencatatan penghasilan bruto yang diterima dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b diselenggarakan dengan bentuk sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(3) Pencatatan penghasilan bruto yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a diselenggarakan dengan bentuk sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(4) Pencatatan penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan Pasal 3 ayat (1) huruf b diselenggarakan dengan bentuk sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

 Pasal 6Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 520/PJ/2000 tentang Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 7Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Page 55: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 20 Januari 2009

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR PER - 4/PJ/2009

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENCATATAN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI               

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang:bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 197/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28   Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 18 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3674);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28   Tahun 2007 (Lembaran

Page 56: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);

4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi;

MEMUTUSKAN:Menetapkan:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENCATATAN BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI.

Pasal 1Wajib Pajak orang pribadi yang tidak wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib menyelenggarakan pencatatan adalah:

1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan memilih untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; dan

2. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

 Pasal 2  (1) Pencatatan yang harus diselenggarakan oleh Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 huruf a meliputi : 1. peredaran dan/atau penerimaan bruto yang diterima dari kegiatan usaha

dan/atau pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final;

2. penghasilan bruto yang diterima dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final, termasuk biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; dan/atau

3. penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final, baik yang berasal dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

(2) Selain harus menyelenggarakan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a harus menyeleggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban baik yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas maupun yang tidak digunakan untuk melaksanakan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

(3) Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.

Page 57: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

 Pasal 3  (1) Pencatatan yang harus diselenggarakan oleh Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 huruf b meliputi : 1. penghasilan bruto yang diterima yang merupakan objek pajak yang tidak

dikenai pajak bersifat final termasuk biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut; dan/atau

2. penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.

(2) Selain harus menyelenggarakan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban yang dimiliki.

 Pasal 4  (1) Pencatatan peredaran dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto oleh

Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi seluruh peredaran dan/atau penerimaan dan/atau penghasilan bruto yang telah diterima secara tunai.

(2) Pencatatan harus dibuat dalam suatu Tahun Pajak, yaitu jangka waktu 1 (satu) tahun kalender mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

(3) Pencatatan harus dibuat secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya peredaran dan/atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto.

(4) Pencatatan dilakukan dengan menggunakan mata uang Rupiah sebesar nilai yang sebenarnya terjadi dan disusun dalam bahasa Indonesia.

(5) Pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya serta didukung dengan dokumen yang menjadi dasar pencatatan.

(6) Catatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan ditempat tinggal Wajib Pajak dan/atau tempat kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas dilakukan selama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak berakhirnya Tahun Pajak.

 Pasal 5  (1) Pencatatan penghasilan yang diterima dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas

yang merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a diselenggarakan dengan bentuk sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(2) Pencatatan penghasilan bruto yang diterima dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang penghasilannya merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b diselenggarakan dengan bentuk sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(3) Pencatatan penghasilan bruto yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a diselenggarakan dengan bentuk sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(4) Pencatatan penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan Pasal 3 ayat (1) huruf b diselenggarakan dengan bentuk sebagaimana

Page 58: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.Pasal 6

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 520/PJ/2000 tentang Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 7Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 20 Januari 2009

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAKNOMOR 6/PJ/2009

TENTANG

TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUANDALAM BENTUK ELEKTRONIK

Page 59: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang: bahwa dalam rangka memperlancar penatausahaan pelaporan pajak yang diadministrasikan pada Kantor Pelayanan Pajak Madya termasuk Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Dalam Bentuk Elektronik;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan;

MEMUTUSKAN:Menetapkan:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN DALAM BENTUK ELEKTRONIK.

Pasal 1Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

1. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disebut KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak Madya termasuk Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar.

2. Wajib Pajak adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP sebagaimana dimaksud pada angka 1.

3. Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut SPT adalah Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan, Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.

4. e-SPT adalah data SPT Wajib Pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Page 60: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

5. e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT atau Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang dilakukan secara on-line yang real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).

6. Penyampaian SPT dalam bentuk elektronik yang selanjutnya disebut penyampaian e-SPT adalah Penyampaian SPT ke KPP dalam bentuk media elektronik.

 Pasal 2  (1) Wajib Pajak wajib menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik (e-SPT).(2) Saat dimulainya penyampaian e-SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Bagi Wajib Pajak yang telah ditetapkan terdaftar di KPP berdasarkan

Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang berlaku sebelum Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ditetapkan, terhitung sejak tanggal 1 Juli 2009.

2. Bagi Wajib Pajak yang ditetapkan terdaftar di KPP berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak yang berlaku setelah berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, terhitung sejak awal bulan keenam setelah bulan Wajib Pajak ditetapkan.

(3) Wajib Pajak yang dalam menyampaikan SPT: 1. tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2);

atau

2. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tetapi tidak melampirkan keterangan dan/atau dokumen lain yang harus dilampirkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, 

dianggap tidak menyampaikan SPT dan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(4) Wajib Pajak dapat menyampaikan e-SPT sebelum tanggal yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dikehendaki oleh Wajib Pajak.

 Pasal 3  (1) Penyampaian e-SPT oleh Wajib Pajak ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dapat

dilakukan: 1. secara langsung atau melalui pos/perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti

pengiriman surat dengan membawa atau mengirimkan formulir Induk SPT Masa PPh dan/atau SPT Masa PPN dan/atau SPT Tahunan PPh hasil cetakan e-SPT yang telah ditandatangani dan file data SPT yang tersimpan dalam bentuk elektronik serta dokumen lain yang wajib dilampirkan; atau

2. melalui e-Filing sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

(2) Penyampaian e-SPT dilaksanakan dengan prosedur sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran yang tak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

 Pasal 4  (1) Pembetulan atas SPT yang telah disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT), wajib

disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT).

Page 61: vikingblack.files.wordpress.com · Web viewprogram kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di

(2) Pembetulan atas SPT yang telah disampaikan dalam bentuk kertas (hardcopy), dapat disampaikan dalam bentuk elektronik (e-SPT) atau dalam bentuk bentuk kertas (hardcopy).

Pasal 5Bagi Wajib Pajak yang telah menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik (e-SPT) sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini tetap menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik.

Pasal 6Tata cara penyampaian Surat Pemberitahuan dalam bentuk digital atau elektronik yang tidak sesuai dengan ketentuan ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 7Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 20 Januari 2009

DIREKTUR JENDERAL,

ttd.