suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/doc-20171007-wa0114.docx · web...

24
PEMBELAJARAN LITERASI DALAM KONTEKS KURIKULUM 2013 EDISI REVISI 2017 Prof. Dr. H. Suwatno, M.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia Abstrak Rendahnya kemampuan literasi siswa Indonesia menjadi salah satu keresahan tersendiri. Jika disandingkan dengan perkembangan zaman yang semakin menuntut meningkatnya kualitas sumber daya manusia, rendahnya kemampuan literasi siswa harus disikapi secara bijak dengan dilaksanakan berbagai program antisipasi yang jelas dan sistematis. Sejalan degan kenyataan tersebut, sejalan dengan diberlakukannya kurikulum 2013 versi 2017 program pembelajaran literasi dasar merupakan program yang harus dilaksanakan para guru dalam mengembangkan kemampuan literasi siswa. Pelaksanaan program ini dapat dilakukan guru dengan mendayagunakan pembelajaran multiliterasi, integrasi, dan berdiferensiasi. Kata Kunci: Pembelajaran Literasi, Literasi Dasar, Kurikulum 2013 A. Pendahuluan Sejalan dengan perkembangan paradigma dunia tentang makna pendidikan, pendidikan dihadapkan ada sejumlah tantangan yang semakin berat. Salah satu tantangan nyata tersebut adalah bahwa pendidikan hendaknya mampu menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi abad ke-21. Berbeda dengan beberapa dekade yang lalu, kompetensi yang diharapkan dimiliki sumber daya manusia saat ini lebih dititikberatkan pada kompetensi berpikir dan komunikasi. Kompetensi berpikir 1

Upload: nguyenkhanh

Post on 05-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

PEMBELAJARAN LITERASI DALAM KONTEKS KURIKULUM 2013 EDISI REVISI 2017

Prof. Dr. H. Suwatno, M.Pd.Universitas Pendidikan Indonesia

AbstrakRendahnya kemampuan literasi siswa Indonesia menjadi salah satu keresahan tersendiri. Jika disandingkan dengan perkembangan zaman yang semakin menuntut meningkatnya kualitas sumber daya manusia, rendahnya kemampuan literasi siswa harus disikapi secara bijak dengan dilaksanakan berbagai program antisipasi yang jelas dan sistematis. Sejalan degan kenyataan tersebut, sejalan dengan diberlakukannya kurikulum 2013 versi 2017 program pembelajaran literasi dasar merupakan program yang harus dilaksanakan para guru dalam mengembangkan kemampuan literasi siswa. Pelaksanaan program ini dapat dilakukan guru dengan mendayagunakan pembelajaran multiliterasi, integrasi, dan berdiferensiasi.

Kata Kunci: Pembelajaran Literasi, Literasi Dasar, Kurikulum 2013

A. Pendahuluan Sejalan dengan perkembangan paradigma dunia tentang makna

pendidikan, pendidikan dihadapkan ada sejumlah tantangan yang semakin berat. Salah satu tantangan nyata tersebut adalah bahwa pendidikan hendaknya mampu menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi abad ke-21. Berbeda dengan beberapa dekade yang lalu, kompetensi yang diharapkan dimiliki sumber daya manusia saat ini lebih dititikberatkan pada kompetensi berpikir dan komunikasi. Kompetensi berpikir artinya bahwa diharapkan sumber daya manusia memiliki pengetahuan yang luas, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan berpikir kreatif. Kompetensi komunikasi artinya bahwa sumber daya manusia hendaknya memiliki kemampuan berkomunikasi dalam rangka bekerja sama dan menyampaikan ide-ide kritis kreatifnya.

Bertemali dengan karakteristik abad ke-21, tuntutan terhadap kompetensi berpikir semakin berkembang. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Morocco, et al. (2008: 5) bahwa pada abad kedua puluh satu minimalnya ada empat kompetensi belajar yang harus dikuasai yakni kemampuan pemahaman yang tinggi, kemampuan berpikir kritis, kemampuan berkolaborasi dan berkomunikasi, serta kemampuan berpikir kritis. Senada dengan yang diuraikan Morocco, et al. di atas, secara lebih komprehensif Trilling and Fadel (2009: 47) menggagas konsep pelangi keterampilan dan pengetahuan sebagai subjek inti

1

Page 2: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

atau kompetensi utama yang harus dikembangkan dalam konteks pendidikan abad ke-21. Pelangi keterampilan dan pengetahuan tersebut disajikan dalam gambar 1.2 berikut.

Gambar 1 Pelangi Keterampilan dan Pengetahuan Abad Ke-21

(Trilling & Fadel, 2009: 47)

Berdasarkan pelangi keterampilan dan pengetahuan yang dikembangkannya, Trilling & Fadel (2009: 48) menjelaskan bahwa keterampilan utama yang harus dimiliki dalam konteks abad ke-21 adalah keterampilan belajar dan berinovasi. Keterampilan ini berkenaan dengan kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi, dan kemampuan untuk berkreativitas dan berinovasi. Ketiga keterampilan ini diyakini merupakan keterampilan utama yang dapat menjawab berbagai tantangan hidup baik dari dimensi ekonomi, sosial, politik maupun dimensi pendidikan. Oleh sebab itu, proses pembelajaran hendaknya diorientasikan untuk membekali siswa dengan ketiga keterampilan tersebut di samping membekali siswa dengan pengetahuan keilmuan tertentu.

Kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan memecahkan masalah sebagai salah satu orientasi pembelajaran modern secara lebih luas akan membekali siswa dengan keterampilan lain yang lebih kecil yang melingkupinya. Keterampilan dimaksud adalah keterampilan menggunakan berbagai alasan secara efektif, keterampilan berpikir secara sistemik, keterampilan mempertimbangkan dan membuat keputusan, dan keterampilan memecahkan masalah. Keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi dimaksudkan untuk membekali siswa agar mampu berkomunikasi untuk berbagai tujuan secara jelas dan efektif, baik dalam hal berbicara, menulis, membaca, maupun menyimak dan membekali siswa agar mampu berkolaborasi dengan orang lain sehingga siswa akan mampu bekerja

2

Page 3: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

secara efektif dalam kelompok, melakukan negosiasi secara efektif, dan mampu menghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan untuk membekali siswa agar mampu berpikir kreatif, bekerja kreatif dengan orang lain, dan mampu menghasilkan berbagai inovasi.

Keterampilan kedua yang menjadi fokus kompetensi pembelajaran abad ke-21 adalah keterampilan dalam menguasai media, informasi, dan teknologi (TIK). Berkenaan dengan keterampilan ini, Trilling & Fadel (2009: 65) menjelaskan bahwa keterampilan ini menghendaki siswa di masa yang akan datang melek informasi, melek media, dan melek TIK. Kemampuan melek informasi mencakup keterampilan mengakses informasi secara efektif dan efisien, kompeten menilai dan mengkritisi informasi, dan kemampuan menggunakan informasi secara akurat dan kreatif. Keterampilan melek media mencakup kemampuan untuk menggunakan media sebagai sumber belajar dan menggunakan media sebagai alat untuk berkomunikasi, berkarya, dan berkreativitas. Keterampilan melek TIK mencakup kemampuan menggunakan TIK secara efektif baik sebagai alat penelitian, alat berkomunikasi, dan alat evaluasi serta memahami benar kode etik penggunaan TIK.

Keterampilan ketiga harus menjadi tujuan bagi proses pembelajaran abad ke-21 adalah keterampilan berkehidupan dan berkarier Trilling & Fadel (2009: 75). Keterampilan ini mencakup keterampilan hidup dan berkarier secara fleksibel dan adaptif, berinisiatif dan mandiri, mampu berinteraksi sosial dan lintas budaya, produktif dan akuntabel, serta memiliki jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab. Masing-masing keterampilan ini selanjutnya dapat diperinci sebagai berikut.

Keterampilan hidup dan berkarier secara fleksibel secara lebih terperinci melingkupi kemampuan mengolah saran yang diterima secara efektif, berpikir positif terhadap kritik, dan memahami perbedaan kepercayaan dan sudut pandang. Keterampilan hidup dan berkarier secara adaptif melingkupi kemampuan beradaptasi dengan berbagai perubahan baik perubahan aturan, koteks, jadwal, tanggung jawab, serta mampu bekerja secara efektif dalam iklim ambiguitas dan perubahan prioritas.

Keterampilan berinisiatif dan mandiri merupakan keterampilan hidup dan berkarier yang membekali siswa agar kelak mampu bekerja penuh motivasi, penuh inisiatif, dan mampu berdiri sendiri. Berkenaan dengan hal ini, pembelajaran ke abad ke-21 hendaknya mampu membekali siswa untuk mampu mengelola waktu dan tujuan dan bekerja mandiri secara efektif. Dalam prosesnya, siswa hendaknya dibina agar mampu mengatur dirinya sendiri dalam menguasai pengetahuan, menunjukkan inisiatif selama proses pembelajaran, memiliki komitmen belajar, dan mampu melakukan refleksi kritis atas pengalamannya belajar sebagai bekal baginya di masa yang akan datang.

3

Page 4: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

Keterampilan berinteraksi sosial secara lintas budaya merupakan keterampilan berkehidupan dan berkarier yang penting. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa siswa akan hidup dalam lingkungan sosial yang memiliki keberagaman budaya sehingga menuntut mereka mampu berinteraksi secara baik, baik antara budaya maupun lintas budaya. Bertemali dengan hal ini, pembelajaran pada abad ke-21 diarahkan agar membekali siswa untuk mampu berinteraksi secara efektif dengan orang lain dan mampu bekerja dalam kelompok yang berbeda.

Keterampilan berkehidupan dan berkarier yang keempat yang perlu dibina adalah produktif dan akuntabel. Bertemali dengan hal ini pembelajaran hendaknya dilakukan dengan orientasi agar siswa mampu menunjukkan kemampuannya mengelola proyek tertentu dari tahap perencanaan hingga tahap pengevaluasian dan menunjukkan berbagai atribut yang berhubungan dengan aktivitas produksi yang dilakukan baik dalam hal mengelola waktu, bekerja secara positif dan etis, mampu menyelesaikan banyak tugas, senantiasa berpartisipasi aktif, dan akuntabel atas hasil yang dicapainya.

Keterampilan berkehidupan dan berkarier yang terakhir yang perlu dibinakan kepada siswa dalam pembelajaran adalah kepemimpinan dan tanggung jawab. Hal ini berarti pembelajaran seyogyanya senantiasa membina dan menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab pada diri siswa sehingga kedua hal ini di masa yang akan datang mampu digunakan siswa dalam berkehidupan dan berkarier. Pembinaan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab ini dapat dilakukan melalui pembiasaan yakni melalui pemberian kesempatan kepada siswa untuk memandu dan memimpin teman-temannya selama proses pembelajaran dan membiasakan siswa untuk peduli dengan teman-temannya yang memiliki minat, bakat, dan potensi yang berbeda.

Berdasarkan kompetensi abad ke-21 sebagai dikemukakan beberapa ahli di atas, Kemendikbud melakukan sejumlah terobosan guna meningkatkan mutu pendidikan agar mampu menghasilkan lulusan yang siap bersaing secara global di masa yang akan datang. Salah satu terobosan awal tersebut adalah dengan memberlakukan kurikulum 2013. Dengan kata lain, pemberlakuan kurikulum 2013 ditujukan untuk menjawab tantang zaman terhadap pendidikan yakni untuk menghasilkan lulusan yang kompetitif, inovatif, kreatif, kolaboratif serta berkarakter. Guna mencapai orientasi akhirnya ini, disadari benar bahwa pendidikan bukan hanya dilakukan untuk mengembangkan pengetahuan berdasarkan subjek inti pembelajaran melainkan juga harus diorientasikan agar peserta didik memiliki kemampuan kreatif, kritis, komunikatif sekaligus berkarakter.

4

Page 5: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

Upaya pengembangan kurikulum 2013 yang lebih baik tidak hanya dilakukan dengan sekali jadi. Sejak diberlakukan pada tahun 2013, setidaknya telah dilakukan penyempurnaan sebanyak tiga kali yakni para tahun 2014, 2016, dan 2017. Penyempurnaan kurikulum 2013 tersebut ditujukan agar kurikulum yang dikembangkan benar-benar sejalan dengan kondisi dan kebutuhan siswa Indonesia sehingga diharapkan mampu menghasilkan Generasi Indonesia Emas pada tahun 2045. Pada tahun 2017, penyempurnaan kurikulum ini selanjutnya dilengkapi dengan program gerakan literasi nasional sebagai salah satu program utama Kemendikbud dalam mengembangkan mutu sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang.

B. Literasi dan Gerakan Literasi SekolahSecara tradisional, literasi dipandang sebagai kemampuan membaca dan

menulis. Orang yang dapat dikatakan literat dalam pandangan ini adalah orang yang mampu membaca dan menulis atau bebas buta huruf. Pengertian literasi selanjutnya berkembang menjadi kemampuan membaca, menulis, berbicara dan menyimak. Sejalan dengan perjalanan waktu definisi literasi telah bergeser dari pengertian yang sempit menuju pengertian yang lebih luas mencakup berbagai bidang penting lainnya. Perubahan ini disebabkan oleh berbagai faktor baik faktor perluasan makna akibat semakin luas penggunaannya, perkembangan teknologi informasi dan teknologi, maupun perubahan analogi. Jika ditelisik secara komprehensif perubahan konsepsi literasi ini telah terjadi minimalnya dalam lima generasi. Kelima generasi perkembangan konsepsi literasi ini akan dibicarakan dalam subbab ini.

Pada masa perkembangan awal, literasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan bahasa dan gambar dalam bentuk yang kaya dan beragam untuk membaca, menulis, mendengarkan, berbicara, melihat, menyajikan dan berpikir kritis tentang ide-ide. Hal ini memungkinkan kita untuk berbagi informasi, berinteraksi dengan orang lain, dan untuk membuat makna. Literasi merupakan proses yang kompleks yang melibatkan pembangunan pengetahuan sebelumnya, budaya, dan pengalaman untuk mengembangkan pengetahuan baru dan pemahaman yang lebih dalam. Literasi berfungsi untuk menghubungkan individu dan masyarakat dan merupakan alat penting bagi individu untuk tumbuh dan berpartisipasi aktif dalam masyarakat yang demokratis.

Perkembangan kedua konsepsi literasi dicirikan oleh sejumlah pandangan yang menyatakan bahwa literasi berkaitan erat dengan situasi dan praktik sosial. Pandangan ini mendefinisikan literasi sebagai praktik sosial dan budaya tinimbang dipandang sebagai prestasi kognitif yang bebas konteks. Literasi lebih lanjut dipandang sebagai keyakinan budaya dan habitualnya. Pandangan ini lahir

5

Page 6: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

berdasarkan sudut pandang para ahli yang menafsirkan dan menghubungkan literasi dengan konteks dunia. Perubahan ini memainkan peran penting dalam proses pengembangan kemampuan literasi siswa dan pendekatan yang digunakan siswa untuk mempelajari berbagai bidang akademik.

Dalam generasi ketiga, pengertian literasi diperluas oleh semakin berkembang pesatnya teknologi informasi dan multimedia. Literasi dalam konteks ini telah diperluas ke dalam beberapa jenis elemen literasi misalnya, visual, auditori, dan spasial daripada kata-kata yang tertulis (The New London Group, 2000). Mills (2010) menyatakan bahwa kita telah mengalami pergeseran sejarah budaya teks cetak yang lebih luas, menuju satu titik di mana modus visual lebih menonjol atas bantuan teknologi baru. Terhadap hal ini Bosman (2012) memberikan sebuah contoh yakni bahwa Ensiklopedia Britannica yang telah dikenal dalam bentuk cetakan selama 244 tahun, kini telah berubah menjadi sebuah kamus versi daring berbantuan komponen multimedia. Padahal di sisi lain, membaca dan menulis di internet dan melalui multimedia modalitas (hypertext) membutuhkan cara yang berbeda ketika berinteraksi dengan teks. Ketika membaca multimedia, pembaca bergerak dari kebiasaan membaca secara sempit, linier, dan hanya berorientasi pada teks cetak menuju konteks multidimensi dan interaktif (Sutherland-Smith, 2002).

Dalam generasi keempat, literasi telah dipandang sebagai konstruksi sosial dan tidak pernah netral (Freire, 2005). Teks-teks yang siswa baca telah diposisikan. Ini berarti bahwa teks yang ditulis seorang penulis telah dibentuk berdasarkan posisi mereka (di mana mereka berada dan di mana mereka berdiri dan bagaimana posisi ini memungkinkan mereka untuk melihat dan tidak melihat). Posisi seorang penulis meliputi banyak aspek seperti keyakinan mereka, nilai-nilai, sikap, posisi sosial (misalnya, usia, ras, kelas, dan etnis), dan pengalaman (misalnya, pendidikan, bahasa, dan perjalanan). Karena posisi penulis mungkin berbeda dari posisi pembaca, sangat penting bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan literasi kritis. Literasi kritis merupakan kemampuan untuk mengkritik teks berdasarkan sudut pandang yang berbeda, untuk menentang status quo, dan untuk mempertanyakan otoritas yang telah banyak diakui. Literasi kritis dianggap sebagai kemampuan yang sama pentingnya dengan kemampuan untuk memecahkan kode teks. Sejalan dengan kemudahan akses informasi, kemampuan siswa untuk mengkritik teks memiliki peran yang sangat penting dan literasi kritis harus menjadi bagian dari setiap jalur literasi siswa (Martello, 2002).

Sejalan dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, definisi literasi juga mengalami perkembangan lanjutan yakni literasi dalam generasi kelima. Sejalan dengan perkembangan ini, guru di sekolah pun harus berpikir bahwa literasi merupakan sebuah konsep yang berkembang yang akan

6

Page 7: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

berkonsekuensi pada penggunaan berbagai media digital di kelas, sekolah, dan masyarakat. Memperlakukan literasi sebagai konsep yang berkembang juga memungkinkan guru untuk melihat keanekaragaman budaya dan bahasa sebagai sumber daya yang berharga bagi siswa untuk terlibat dengan media digital yang baru, bukan sebagai konsumen, namun sebagai produsen yang kritis dan kreatif sehingga siswa dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda dapat menarik makna yang lebih luas berdasarkan berbagai sumber daya yang dapat digunakan untuk membuat makna. Pada intinya, menjadi literat pada abad informasi ini berarti harus mampu untuk terlibat dalam berbagai praktik literasi dan mampu menggambarkan berbagai perangkat keterampilan literasi dalam keberagaman domain literasi. Tidak mampu bernegosiasi dengan beragam jenis kemahiran literasi tentu akan menyebabkan siswa tidak mampu mengakses daftar pilihan yang panjang.

Istilah literasi dalam generasi kelima dikenal pula dengan istilah multiliterasi. Istilah multiliterasi dalam buku ini mengandung pengertian sebagai keterampilan menggunakan beragam cara untuk menyatakan dan memahami ide-ide dan informasi dengan menggunakan bentuk-bentuk teks konvensional maupun teks inovatif, simbol, dan multimedia. Dalam pandangan multiliterasi siswa perlu menjadi ahli dalam memahami dan menggunakan berbagai bentuk teks, media, dan sistem simbol untuk memaksimalkan potensi belajar mereka, mengikuti perubahan teknologi, dan secara aktif berpartisipasi dalam komunitas global. Pembelajaran literasi dengan demikian ditujukan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam literasi kritis, literasi visual, literasi media, literasi teknologi, literasi lintas kurikulum (IPS, matematika, sains, seni, dan mata pelajaran lainnya), dan literasi dalam bahasa lain.

Berpijak pada dua kondisi di atas, upaya meningkatkan kemampuan literasi siswa harus dilakukan. Salah langkah strategis yang dilakukan kementerian pendidikan adalah menggalakkan satu program yang disebut Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS dikembangkan berdasarkan sembilan agenda prioritas (Nawacita) yang terkait dengan tugas dan fungsi Kemendikbud, khususnya Nawacita nomor 5, 6, 8, dan 9. Butir Nawacita yang dimaksudkan adalah (5) meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia; (6) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya; (8) melakukan revolusi karakter bangsa; (9) memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. Empat butir Nawacita tersebut terkait erat dengan komponen literasi sebagai modal pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, produktif dan berdaya saing, berkarakter, serta nasionalis. Untuk dapat mengembangkan Nawacita, diperlukan pengembangan strategi pelaksanaan

7

Page 8: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

literasi di sekolah yang berdampak menyeluruh dan sistemik. Dalam hal ini, sekolah: a) sebaiknya tumbuh sebagai sebuah organisasi yang mengembangkan warganya sebagai individu pembelajar; b) perlu memiliki struktur kepemimpinan yang juga terkait dengan lembaga lain di atasnya, serta sumber daya yang meliputi sumber daya manusia, keuangan, serta sarana dan prasarana; dan c) memberikan layanan pendidikan dalam bentuk pembelajaran di dalam kelas dan berbagai kegiatan lain di luar kelas yang menunjang pembelajaran dan tujuan pendidikan. Dengan memperhatikan karakteristik sekolah sebagai sebuah organisasi akan mempermudah pelaksana program untuk mengidentifikasi sasaran agar perlakuan dapat diberikan secara menyeluruh (whole school approach) (Kemendikbud, 2016: 3).

Kemendikbud, (2016: 7-8) menjelaskan bahwa GLS merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. GLS adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai tagihan berdasarkan Kurikulum 2013). Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif. Dalam pelaksanaannya, pada periode tertentu yang terjadwal, dilakukan penilaian agar dampak keberadaan GLS dapat diketahui dan terus-menerus dikembangkan. GLS diharapkan mampu menggerakkan warga sekolah, pemangku kepentingan, dan masyarakat untuk bersama-sama memiliki, melaksanakan, dan menjadikan gerakan ini sebagai bagian penting dalam kehidupan.

Gerakan literasi sekolah yang digagas Kemendikbud didasarkan atas pandangan Beers (Kemendikbud, 2016) yang menjelaskan bahwa praktik-praktik yang baik dalam gerakan literasi sekolah menekankan prinsip-prinsip sebagai berikut.1. Perkembangan literasi berjalan sesuai tahap perkembangan yang dapat

diprediksi.Tahap perkembangan anak dalam belajar membaca dan menulis saling beririsan antartahap perkembangan. Memahami tahap perkembangan literasi

8

Page 9: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

peserta didik dapat membantu sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai kebutuhan perkembangan mereka.

2. Program literasi yang baik bersifat berimbangSekolah yang menerapkan program literasi berimbang menyadari bahwa tiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda. Oleh karena itu, strategi membaca dan jenis teks yang dibaca perlu divariasikan dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Program literasi yang bermakna dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan bacaan kaya ragam teks, seperti karya sastra untuk anak dan remaja.

3. Program literasi terintegrasi dengan kurikulumPembiasaan dan pembelajaran literasi di sekolah adalah tanggung jawab semua guru di semua mata pelajaran sebab pembelajaran mata pelajaran apapun membutuhkan bahasa, terutama membaca dan menulis. Dengan demikian, pengembangan profesional guru dalam hal literasi perlu diberikan kepada guru semua mata pelajaran.

4. Kegiatan membaca dan menulis dilakukan kapan punMisalnya, ‘menulis surat kepada presiden’ atau ‘membaca untuk ibu’ merupakan contoh-contoh kegiatan literasi yang bermakna.

5. Kegiatan literasi mengembangkan budaya lisanKelas berbasis literasi yang kuat diharapkan memunculkan berbagai kegiatan lisan berupa diskusi tentang buku selama pembelajaran di kelas. Kegiatan diskusi ini juga perlu membuka kemungkinan untuk perbedaan pendapat agar kemampuan berpikir kritis dapat diasah. Peserta didik perlu belajar untuk menyampaikan perasaan dan pendapatnya, saling mendengarkan, dan menghormati perbedaan pandangan.

6. Kegiatan literasi perlu mengembangkan kesadaran terhadap keberagamanWarga sekolah perlu menghargai perbedaan melalui kegiatan literasi di sekolah. Bahan bacaan untuk peserta didik perlu merefleksikan kekayaan budaya Indonesia agar mereka dapat terpajan pada pengalaman multikultural.

Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program GLS, Program GLS dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan sekolah di seluruh Indonesia. Kesiapan ini mencakup kesiapan kapasitas sekolah (ketersediaan fasilitas, bahan bacaan, sarana, prasarana literasi), kesiapan warga sekolah, dan kesiapan sistem pendukung lainnya (partisipasi publik, dukungan kelembagaan, dan perangkat kebijakan yang relevan). Sejalan dengan hal tersebut, Kemendikbud (2016) menjelaskan bahwa secara umum tahapan pelaksanaan GLS dilakukan dalam tiga tahap sebagai berikut.1. Tahap ke-1: Pembiasaan kegiatan membaca yang menyenangkan di ekosistem

sekolah

9

Page 10: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

Pembiasaan ini bertujuan untuk menumbuhkan minat terhadap bacaan dan terhadap kegiatan membaca dalam diri warga sekolah. Penumbuhan minat baca merupakan hal fundamental bagi pengembangan kemampuan literasi peserta didik.

2. Tahap ke-2: Pengembangan minat baca untuk meningkatkan kemampuan literasiKegiatan literasi pada tahap ini bertujuan mengembangkan kemampuan memahami bacaan dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi bacaan pengayaan.

3. Tahap ke-3: Pelaksanaan pembelajaran berbasis literasiKegiatan literasi pada tahap pembelajaran bertujuan mengembangkan kemampuan memahami teks dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi, berpikir kritis, dan mengolah kemampuan komunikasi secara kreatif melalui kegiatan menanggapi teks buku bacaan pengayaan dan buku pelajaran. Dalam tahap ini ada tagihan yang sifatnya akademis (terkait dengan mata pelajaran). Kegiatan membaca pada tahap ini untuk mendukung pelaksanaan Kurikulum 2013 yang mensyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran yang dapat berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran, minat khusus, atau teks multimodal, dan juga dapat dikaitkan dengan mata pelajaran tertentu sebanyak 6 buku bagi siswa SD, 12 buku bagi siswa SMP, dan 18 buku bagi siswa SMA/SMK. Buku laporan kegiatan membaca pada tahap pembelajaran ini disediakan oleh wali kelas (Kemendikbud, 2016).

C. Pembelajaran Literasi dalam Konteks Kurikulum 2013 Edisi 2017Pembelajaran dalam konteks Kurikulum 2013 diorientasikan untuk

menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi. Orientasi ini dilandasi oleh adanya kesadaran bahwa perkembangan kehidupan dan ilmu pengetahuan abad ke-21, telah terjadi pergeseran ciri dibanding dengan abad sebelumnyalah. Sejumlah ciri abad ke-21 tersebut adalah bahwa abad ke-21 merupakan abad informasi, komputasi, automasi, dan komunikasi. Hal inilah yang diantisipasi pada kurikulum 2013. Sejumlah langkah antipasif yang dilakukan adalah dengan digalakkannya program gerakan literasi nasional yang terintegrasi dalam proses pembelajaran.

Literasi dalam konteks kurikulum 2013 didefinisikan secara sederhana yakni kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan kecakapan yang dimiliki dalam hidupnya. Tujuan program literasi adalah untuk membekali

10

Page 11: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

individu dengan kecakapan hidup. Literasi selanjutnya dipandang sebagai alat untuk mengembangkan karakter dan berbagai kompetensi abad 21. Sejalan dengan definisi dan tujuan program literasi, Kemendikbud telah mencanangkan enam literasi dasar yang harus dibelajarkan dalam konteks kurikulum 2013 versi 2017. Berdasarkan konsep yang dikemukakan Kemendikbud, (2017) keenam literasi dasar tersebut diuraikan sebagai berikut.

Literasi pertama yang harus diajarkan kepada siswa adalah literasi bahasa dan sastra. Literasi ini dapat didefinisikan dari tiga sudut pandang yakni (1) kemampuan membaca dan menulis, (2) kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis, dan (3) kemampuan dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Indikator utama yang menjadi penciri keberhasilan program literasi bahasa dan sastra adalah (1) di sekolah skor PISA dan skor PIRLS literasi membaca meningkatkan, rata-rata nilai UN Bahasa Indonesia meningkatkan, dan rata-rata skor UKG Guru Bahasa Indonesia meningkat; (2) di keluarga jumlah bahan bacaan literasi bahasa yang dimiliki setiap keluarga terus bertambah, dan (3) di masyarakat angka melek aksara dan publikasi buku per tahun semakin meningkat.

Literasi kedua adalah literasi numerasi atau literasi matematik. Literasi numerasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah, menjelaskan proses dan menganalisis informasi yang berkaitan dengan numerasi. Seseorang disebut literat numerasi, jika (1) mengetahui dasar-dasar dari penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian; (2) dapat menggunakan konsep numerasi secara percaya diri dan efektif; dan (3) dapat memahami bagaimana mentransfer keterampilan yang dimiliki untuk memecahkan masalah. Indikator utama yang menjadi penciri keberhasilan program literasi numerasi adalah (1) di sekolah skor PISA dan skor TIMSS literasi matematika meningkat, rata-rata Skor UKG Guru Matematika meningkat, dan rata-rata nilai UN Matematika meningkat; (2) di keluarga jumlah bahan bacaan literasi numerasi yang dimiliki setiap keluarga bertambah; dan (3) di masyarakat persentase keterserapan anggaran desa semakin bertambah.

Literasi ketiga adalah literasi sains. Literasi sains merupakan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, menarik kesimpulan dalam rangka memahami serta membuat keputusan yang berkenaan dengan alam. Seseorang disebut literat terhadap sains, jika memiliki kompetensi untuk menjelaskan fenomena sains, mengevaluasi & mendesain pengetahuan & keterampilan sains secara mandiri, dan menginterpretasi data & bukti sains. Indikator utama yang menjadi penciri keberhasilan program literasi sains adalah (1) di sekolah adalah meningkatnya skor PISA dan skor TIMSS literasi sains,

11

Page 12: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

rata-rata skor UKG Guru IPA dan rata-rata nilai UN IPA; (2) di keluarga jumlah bahan bacaan literasi sains yang dimiliki setiap keluarga bertambah; dan (3) di masyarakat jumlah program yang berkaitan dengan lingkungan dalam suatu daerah semakin bertambah.

Literasi berikutnya adalah literasi finansial. Literasi finansial merupakan kemampuan untuk memahami bagaimana uang berpengaruh di dunia (bagaimana seseorang mengatur untuk menghasilkan uang, mengelola uang, menginvestasikan uang dan menyumbangkan uang untuk menolong sesama). Definisi lain dari literasi finansial memandang bahwa literasi ini merupakan rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan, keyakinan, dan keterampilan konsumen dan masyarakat sehingga mereka mampu mengelola keuangan dengan baik. Indikator utama yang menjadi penciri keberhasilan program literasi finansial adalah (1) di sekolah adalah meningkatnya jumlah siswa dan guru yang menggunakan produk layanan tabungan dan koperasi; (2) di keluarga dicirikan dengan adanya penurunan tingkat kemiskinan penduduk Indonesia; dan (3) di masyarakat dicirikan dengan meningkatnya jumlah penduduk usia produktif yang menggunakan produk layanan jasa keuangan (tabungan, asuransi, saham, lembaga pendanaan, dana pensiun, industri jasa keuangan syariah) dan berkurangnya jumlah uang kartal yang beredar.

Literasi kelima adalah literasi digital. Literasi ini merupakan kemampuan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi atau jaringan untuk menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi dan memanfaatkan secara bijak. Fitur utama kemampuan literasi ini berkenaan dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berkenaan dengan dasar-dasar komputer, penggunaan internet dan program-program produktif, keamanan dan kerahasiaan, dan gaya hidup digital. Indikator utama yang menjadi penciri keberhasilan program literasi digital adalah (1) di sekolah dicirikan dengan meningkatnya ketersediaan akses internet dan bahan literasi digital; (2) di keluarga dicirikan dengan jumlah penduduk yang menggunakan komputer dan gawai berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, tempat tinggal, dan lama waktu penggunaan per hari semakin meningkat; dan (3) di masyarakat dicirikan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang mengakses internet berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, tempat tinggal & lama waktu penggunaan / hari dan menurunnya angka penduduk yang terjerat kasus pelanggaran UU ITE menurut kelompok umur.

Literasi keenam atau terakhir adalah literasi budaya dan kewarganegaraan. Literasi ini didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menghargai dan berpartisipasi secara mahir dalam budaya atau kemampuan untuk berpartisipasi secara aktif dan menginisiasi perubahan dalam komunitas dan lingkungan sosial

12

Page 13: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

yang lebih besar. Indikator utama yang menjadi penciri keberhasilan program

literasi ini adalah (1) di sekolah dicirikan dengan meningkatnya rata-rata nilai USBN – PKn dan jumlah sekolah yang memiliki aktivitas seni budaya & bahasa daerah (mulok, ekstrakurikuler); (2) di keluarga dicirikan dengan meningkatnya penggunaan bahasa daerah di lingkungan keluarga dan menurunnya angka kejahatan dan pelanggaran anak di bawah umur; dan (3) di masyarakat dicirikan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang menguasai bahasa dan seni budaya daerah masing-masing dan meningkatnya angka partisipasi dalam pemilu.

Keenan literasi tersebut selanjutnya haruslah menjadi program yang tidak terpisahkan dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, konsep pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengintegrasikan keenam literasi dasar tersebut dalam proses pembelajaran sehari-hari adalah konsep pembelajaran integratif, berdiferensiasi dan multiliterasi (MID). Abidin, dkk. (2017) menjelaskan bahwa secara sederhana, pembelajaran integratif merupakan pembelajaran yang memadukan berbagai disiplin ilmu. Pemaduan ini dilakukan bukan hanya pada konten materi pembelajaran ataupun konten kompetensi melainkan lebih jauh memadukan konteks hasil belajar, konteks pengalaman belajar, dan juga tentu konteks konten belajar. Pemaduan konteks hasil belajar berarti bahwa dalam pembelajaran integratif sikap, keterampilan, dan pengetahuan diperoleh siswa secara terpadu. Pemaduan konteks pengalaman belajar artinya bahwa dalam pembelajaran integratif satu konteks kehidupan nyata dapat digunakan sebagai dasar bagi pelaksanaan berbagai mata pelajaran. Pemaduan konten belajar artinya beberapa kompetensi yang bertalian dari berbagai mata pelajaran dapat dikembangkan dari satu konten belajar yang relevan dengan kompetensi dari berbagai mata pelajaran tersebut.

Pembelajaran integratif merupakan pembelajaran yang mempertimbangkan karakteristik siswa. Bertemali dengan kenyataan ini, pembelajaran integratif sebenarnya merupakan salah satu wujud nyata pembelajaran berdiferensiasi yang saat ini banyak dicanangkan. Tomlinson and McTighe (2006: 3) sebagai pembelajaran yang memfokuskan diri pada siapa yang mengajar, di mana mengajar, dan bagaimana mengajar. Tujuan utamanya adalah untuk membiasakan guru memfokuskan diri dalam proses dan prosedur pembelajaran untuk membangun pembelajaran yang efektif pada siswa yang bervariasi. Pembelajaran berdiferensiasi di dasarkan atas asumsi bahwa siswa berbeda dan mereka belajar dengan cara yang berbeda. Berdasarkan definisi ini, pembelajaran integratif memang merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan aspek diferensiasi dalam implementasinya.

13

Page 14: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

Upaya pengembangan pembelajaran integratif dan berdiferensiasi selanjutnya dalam praktiknya mesti dikemas secara multiliterasi. Abidin (2015) menegaskan bahwa multiliterasi berkenaan dengan keberagaman media, keberagaman budaya, keberagaman konteks keilmuan, keberagaman kecerdasan, keberagaman gaya belajar, dan keberagaman modal dan modus belajar. Dengan demikian perlu ditegaskan sekali lagi bahwa model pembelajaran multiliterasi merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan belajar abad ke-21 yang dikawinkan secara serasi dengan konsep enam literasi dasar dalam bingkai yang terintegrasi dan berdiferensiasi.

D. PenutupDemikianlah paparan tentang konsep pembelajaran literasi dalam konteks

kurikulum 2013 versi 2017. Pembelajaran literasi dengan demikian merupakan pembelajaran yang terintegrasi dengan seluruh mata pelajaran. Proses pengemasannya dilakukan dengan wadah multiliterasi dengan berasakan konsep pembelajaran berdiferensiasi. Melalui upaya demikian, diharapkan kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang akan semakin meningkat. Amin.

DAFTAR PUSTAKAAbidin, Y. (2015). Pembelajaran Multiliterasi: Sebuah Jawaban atas Tantangan

Pendidikan Abad Ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan. Bandung: Refika Aditama.

Abidin, dkk. (2017). Pembelajaran Literasi: Strategi Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika, Sains, Membaca, dan Menulis. Jakarta: Bumi Aksara.

Bosman, J. (2012). Britannica is Reduced to a Click. New York Times, Mar. 14.Freire, P. (2005). Education for Critical Consciousness. London: Continuum.Kemendikbud (2016). Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Jakarta:

Kemendikbud.Kemendikbud, (2017). Pengantar Diskusi Penyusunan Pedoman dan Materi

Gerakan Literasi Nasional untuk Guru. Jakarta: Kemendikbud. Martello, J. (2002). Many Roads Through Many Modes: Becoming Literate in

Early Childhood. In L. Makin and C. J. Diaz (eds), Literacies in Early Childhood: Changing Views, Changing Practice. Sydney: MacLennan & Petty.

Mills, K.A. (2010). The Multiliteracies Classroom. Bristol: Multilingual Matters.Morocco, C.C., et al. (2008). Supported Literacy for Adolescents: Transforming

Teaching and Content Learning for The Twenty-First Century. San Francisco: Jossey-Bass A Wiley Imprint.

Sutherland-Smith, W. (2002). Weaving the Literacy Web: Changes in Reading from Page to Screen. Reading Teacher, 55(7): 662–669.

The New London Group (2005). A Pedagogy Of Multiliteracies: Designing Social Futures. In B. Cope and M. Kalantzis (eds) Multiliteracies: Literacy

14

Page 15: suwatno.staf.upi.edusuwatno.staf.upi.edu/files/2017/10/DOC-20171007-WA0114.docx · Web viewmenghargai peran orang lain dalam kelompoknya. Kemampuan berkreativitas dan berinovasi dimaksudkan

Learning and the Design of Social Futures (pp. 9–38). South Yarra, VIC: Macmillan.

Tomlinson, C. A. dan McTighe, J. (2006). Integrating Differentiated Instruction and Understanding by Design: Connecting Content and Kids. Alexandria: ASCD.

Trilling, B. & Fadel, C. (2009). 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. San Francisco: Jossey-Bass A Wiley Imprint.

15