· web viewbab vi pertanian dan pengairan a. pendahuluan dalam garis-garis besar haluan negara...

82
PERTANIAN DAN PENGAIRAN

Upload: phungthuan

Post on 13-Jun-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERTANIAN DAN PENGAIRAN

I

BAB VI

PERTANIAN DAN PENGAIRAN

A. PENDAHULUAN

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara diamanatkan bahwa titik berat pembangunan ekonomi adalah pada sektor pertanian, yang mencakup pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan. Dalam tahun ketiga Repelita IV, pem-bangunan sektor pertanian dilaksanakan secara serasi, terpadu dan merata, dengan tetap memelihara kemampuan sumber alam dan kelestarian lingkungan hidup, antara lain melalui usaha inten-sifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi.

Di samping untuk memantapkan swasembada pangan dan mening-katkan ekspor, usaha-usaha dalam pembangunan pertanian juga ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas kesempatan kerja serta menunjang program trans-migrasi.

Dalam tahun ketiga Repelita IV hasil-hasil pembangunan yang dicapai dalam sub sektor pertanian, terutama dari segi produk-si, pada umumnya menunjukkan perkembangan yang cukup baik, seperti yang dapat dilihat pada Tabel VI-1 dan Tabel VI-2.

Dalam tahun ketiga Repelita IV, usaha-usaha peningkatan produksi pangan lebih ditekankan pada usaha diversifikasi tanaman yang didukung oleh usaha peningkatan penyediaan bibit kedelai dan jagung, dan usaha pengapuran pada lahan kemasaman tinggi. Di daerah-daerah yang sistem pengairannya masih ter-belakang, usaha intensifikasi padi tetap dilaksanakan dengan cara operasi khusus (Opsus) dengan menggunakan sistem gogo rancah. Sedangkan di daerah lahan kering, dilaksanakan melalui intensi-fikasi palawija. Selanjutnya dalam rangka mempertahankan swa-sembada beras dilaksanakan Instruksi Presiden No. 3 Tahun 1986 serta Supra Insus. Instruksi Presiden tersebut ditujukan untuk melaksanakan pengendalian hama terpadu yang menekankan pembe-rantasan hama dengan menggunakan pestisida secara bijaksana. Supra Insus adalah usaha untuk mencegah turunnya tingkat ke-naikan produksi beras, yaitu dengan menerapkan paket teknologi insus melalui kerjasama antar kelompok tani. Dengan kebijaksa-

VI/3

TABEL VI - 1

PRODUKSI BEBERAPA HASIL PERTANIAN TERPENTING,1983 - 1986(ribu ton)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Dalam bentuk gabah kering giling4) Dalam juta liter5) Dalam ribu m3

VI/4

TABEL VI - 2

VOLUME EKSPOR HASIL PERTANIAN TERPENTING,1983 - 1986(ribu ton)

1)Angka diperbaiki2)Angka sementara3)Dalam ribu m3

VI/5

naan tersebut diharapkan pendapatan petani, perluasan kesempat-an kerja dan efisiensi penggunaan sumber alam akan lebih me-ningkat.

Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, di samping melanjutkan usaha intensifikasi, peningkatan produksi ternak besar lebih ditekankan pada usaha ekstensifikasi melalui pemindahan ternak dari daerah padat ternak ke daerah jarang ternak di luar pulau Jawa, yang dikaitkan dengan program transmigrasi. Sedangkan peningkatan produksi ternak kecil dan produksi susu lebih dite-kankan pada usaha intensifikasi melalui penyuluhan serta per-baikan manajemen dan mutu ternak.

Sementara itu, peningkatan produksi perikanan, terus diupa-yakan melalui perbaikan teknologi penangkapan dan manajemen, dan di samping itu diupayakan pula dengan lebih mendorong partisipasi swasta untuk berusaha dalam Tambak Inti Rakyat (TIR). Selanjutnya untuk menunjang peningkatan produksi ikan laut, usaha-usaha pembangunan kapal-kapal ikan dan tempat-tempat pendaratan ikan berikut usaha rehabilitasinya terus dilanjutkan.

Usaha peningkatan produksi perkebunan tetap ditekankan pada pembangunan perkebunan rakyat yang lebih diarahkan pada usaha ekstensifikasi dan rehabilitasi. Usaha ini dilaksanakan dengan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang telah melibatkan Perse-roan Terbatas Perkebunan (PTP) dan swasta. Sedangkan usaha intensifikasi dilaksanakan dengan pola Unit Pelaksana Proyek (UPP) melalui usaha pengembangan teknologi dan manajemen pada perkebunan rakyat yang telah ada.

Perkembangan industri kehutanan dalam negeri cukup menggem-birakan, antara lain dengan adanya kebijaksanaan pemerintah mengenai pembatasan jumlah ekspor kayu bulat. Pada tahun 1984 jumlah produksi kayu bulat yang diolah di dalam negeri mencapai 94,0% dan pada tahun 1985 seluruh produksi kayu bulat telah diolah di dalam negeri.

Pembinaan terhadap para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) makin disempurnakan dan diperketat, agar benar-benar memenuhi kewajiban-kewajibannya, seperti ketentuan untuk melaksanakan penebangan hutan secara tertib, menanami kembali hutanhutan bekas tebangan dan melaksanakan kewajibannya untuk mendirikan industri hasil hutan. Di samping itu perhatian terhadap kelestarian fungsi hutan makin ditingkatkan pula.

VI/6

Sementara itu, untuk lebih meningkatkan daya guna dan tepat-guna program-program peningkatan produksi pertanian, penemuan dan penyediaan teknologi baru terus ditingkatkan antara lain melalui program penelitian dan penyampaian informasi teknologi. Di samping itu penelitian pertanian diarahkan pula untuk me-ningkatkan produktivitas lahan kering dan rawa.

Usaha untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian dan produksi pangan serta pembangunan prasarana pengairan yang meliputi pemeliharaan dan perbaikan jaringan yang sudah ada dan pembangunan jaringan irigasi baru, khususnya di daerah terbela-kang dan daerah rawa tetap ditingkatkan. Dalam rangka meng-aman kan areal produksi pertanian dan pemukiman dari kerusakan akibat banjir, maka usaha perbaikan dan pengaturan sungai tetap pula ditingkatkan.

B. PERTANIAN PANGAN

1. Padi/Beras

Peningkatan hasil produksi tanaman pangan dalam tahun ke-tiga Repelita IV diusahakan terutama melalui diversifikasi tanaman dan di samping itu diusahakan pula melalui intensifi-kasi, ekstensifikasi, serta rehabilitasi. Berbagai usaha ini didukung pula oleh usaha peningkatan penyediaan bibit kedelai dan jagung, sehingga efisiensi penggunaan sumber lahan makin meningkat, sekaligus meningkatkan pendapatan petani dan mem-perluas kesempatan kerja.

Dalam usaha ekstensifikasi, di samping membuka lahan per-tanian baru di lahan beririgasi, lahan kering, lahan rawa dan lahan pasang surut serta daerah transmigrasi, dilaksanakan juga perluasan areal di lahan-lahan kritis dalam rangka merehabili-tasi lahan tersebut.

Dengan berbagai usaha tersebut di atas, produksi beras dalam tahun 1986 mencapai 26.784 ribu ton atau 39.388 ribu ton gabah (Tabel VI-3), yang berarti meningkat sebesar 0,9% diban-dingkan tahun sebelumnya. Dalam pada itu rata-rata hasil pro-duksi beras per hektar meningkat pula sebesar 0,4% sehingga mencapai 2,71 ton (3,98 ton gabah) pada tahun 1986. Seperti tampak pada Tabel VI-4, rata-rata hasil produksi beras per hek-tar di Jawa berbeda dengan di luar Jawa. Di Jawa terjadi pe-ningkatan sekitar 0,3% dibandingkan tahun sebelumnya sehingga mencapai 3,12 ton beras (4,58 ton gabah) pada tahun 1986. Se-

VI/7

TABEL VI - 3

PRODUKSI BERAS (PADI),1983 - 1986(ribu ton)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Dalam bentuk gabah kering giling

VI/8

GRAFIK VI – 1PRODUKSI BERAS (PADI)

1983 – 1986

TABEL VI - 4HASIL RATA-RATA BERAS (PADI) PER HA, 3)

1983 - 1986(ton)

Jenis hasil 1983 1984 19851) 19862)

Jawa : : Beras 3,08 3,09 3,11 3,12 (Padi)3) (4,53) (4,55) (4,57) (4,58)

Luar Jawa : Beras 2,12 2,16 2,19 2,23 (Padi)3) (3,12) (3,17) (3,22) (3,28)

Indonesia : Beras 2,62 2,66 2,70 2,71 (Padi)3) (3,85) (3,91) (3,97) (3,98)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Dalam bentuk gabah kering giling

VI/10

GRAFIK VI — 2HASIL RATA-RATA BERAS (PADI) PER HA,

1983 — 1986

VI/11

dangkan di luar Jawa, produksi per hektar meningkat sekitar 1,8% sehingga mencapai 2,23 ton beras atau 3,28 ton gabah.

Meningkatnya produktivitas lahan padi di atas merupakan hasil dari usaha peningkatan kualitas intensifikasi, baik yang melalui intensifikasi khusus (Insus) maupun yang melalui ope-rasi khusus (Opsus), dan lebih teraturnya penyediaan air iriga-si serta didukung pula oleh keadaan iklim yang menguntungkan. Pada tahun 1986, produktivitas sawah intensifikasi meningkat 6,6% yakni dari 2,88 ton beras per hektar pada tahun 1985 menjadi 3,07 ton beras per hektar pada tahun 1986 (Tabel VI-5). Luas panen intensifikasi juga mengalami peningkatan, karena meningkatnya areal dan mutu Inmas. Pada tahun 1986 luas panen intensifikasi padi mencapai 7.791 ribu hektar, atau naik sebe-sar 1,7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Tabel VI-6). Dalam pada itu penggunaan pupuk P20 dan K20 meningkat pula (Tabel VI-7), yang mencerminkan peningkatan kesadaran petani akan kegunaan pupuk.

Pada tahun 1986 luas panen padi di seluruh Indonesia menca-pai 9.896 ribu hektar, yang berarti menurun 0,1% dibanding tahun 1985 (Tabel VI-8), sedangkan tingkat kerusakan padi sawah sedikit meningkat. Keadaan tersebut diakibatkan antara lain oleh serangan hama wereng coklat, hama tikus dan lain-lainnya. Dalam rangka pengendalian wereng coklat tersebut telah dikelu-arkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 1986, yang menekankan sistem pengendalian hama terpadu yaitu sistem pe-ngendalian populasi hama dengan menerapkan berbagai cara pe-ngendalian yang serasi sehingga tidak menimbulkan kerugian ekonomi, serta aman terhadap lingkungan. Varietas yang dianjur-kan untuk mengendalikan wereng coklat di daerah kronis/endemis (daerah penyebaran baru) ialah varietas Bahbolon, Bahbutong, Kelara dan PB-46 untuk daerah-daerah Aceh, Sumatra Utara, Suma-tera Barat dan Riau, sedangkan varietas Barito, Bogowonto, Ba-tang Pane, Semeru, PB-36 dan PB-54 untuk daerah-daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Dengan Instruksi Presiden tersebut dan dengan meningkatnya penggunaan pupuk maka penurunan produksi beras telah dapat dicegah.

2. Palawija dan Hortikultura

Di samping untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan, produksi palawija dan hortikultura juga mempunyai peranan cukup besar dalam usaha meningkatkan pendapatan petani dan memperluas ke-sempatan kerja.

VI/12

TABEL VI - 5

HASIL RATA-RATA BERAS (PADI) PROGRAM INTENSIFIKASI 3),1983 - 1986

VI/13

GRAFIK VI — 3HASIL RATA-RATA BERAS (PADI) PROGRAM INTENSIFIKASI,

1983 — 1986

VI/14

TABEL VI - 6

LUAS PANEN INTENSIFIKASI PADI,1983 - 1986 (ribu ha)

VI/15

PANEN INTENSIFIKASI PADI,1983 – 1986

REPELITA IV

VI/16

TABEL VI - 7

PENGGUNAAN PUPUK DI PROGRAM TANAMAN PANGAN,1983 - 1986

(ton zat hara)

Jenis Pupuk 1983 1984 1985 1986

N 986.230 1.137.288 1.117.749 1.148.438

P2O 322.889 388.093 408.838 634.677

K2O 60.130 74.702 67.400 61.060

Jumlah : 1.369.249 1.600.083 1.593.987 1.844.175

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/17

TABEL VI - 8

LUAS PANEN PADI,1983 - 1986(ribu ha)

Daerah 1983 1984 19851) 19862)

Jawa 4.779 5.212 5.301 5.327

Luar Jawa 4.383 4.552 4.601 4.569

Indonesia 9.162 9.764 9.902 9.896

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/18

Produksi palawija dan hortikultura di daerah lahan berpe-ngairan terus ditingkatkan melalui usaha diversifikasi tana-man, yang bertujuan untuk meningkatkan penghasilan petani dan daya guna air serta untuk menekan perkembangan hama/penyakit secara biologis. Sebaliknya di daerah yang belum berpengair-an, produksi palawija dan hortikultura tetap ditingkatkan mela- lui usaha intensifikasi. Sejalan dengan itu, usaha terasering dan intensifikasi tanaman palawija telah dilaksanakan pula secara teratur pada lahan-lahan yang kemiringan nya cukup ting-gi. Dalam tahun 1986 kegiatan pengapuran lahan pertanian dan penelitian serta penyuluhan yang intensif telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi usaha peningkatan produksi palawija.

Dalam tahun 1986 hasil rata-rata per hektar palawija umum-nya mengalami peningkatan. Jenis palawija yang mencapai hasil rata-rata per hektar tertinggi adalah jagung, yaitu sebesar 19,43 kuintal per hektar, yang berarti meningkat 9,5% di atas tahun 1985. Kemudian diikuti oleh ubi kayu, kedelai dan kacang tanah, yang meningkat masing-masing sebesar 3,7%, 3,0%, dan 2,2%. Produksi kedelai mencapai 1.196 ribu ton, yang berarti meningkat sebesar 37,5% dibanding tahun 1985. Sedangkan produk-si jagung dan kacang tanah, masing-masing meningkat sebesar 37% dan 16,3% dibanding tahun 1985 (Tabel VI-9). Luas panen kedelai juga menunjukkan peningkatan, mencapai 1.197 ribu hektar, atau naik sebesar 33,6% dibanding tahun 1985 (Tabel VI-10). Sebaliknya, walaupun luas panen sayuran mengalami sedikit penurunan, produksi sayuran mencapai 3.999 ribu ton, atau mengalami kenaikan sebesar 20,5% di atas tahun 1985 (Tabel VI-11).

C. PETERNAKAN

Dalam pelaksanaan pembangunan peternakan pada tahun ketiga Repelita IV di samping tetap dilakukan usaha intensifikasi, dan diversifikasi di bidang peternakan, juga lebih ditekankan usaha ekstensifikasi. Usaha ekstensifikasi dilaksanakan dengan lebih mendorong kemampuan dan peranan swasta di bidang peter-nakan di daerah-daerah yang kurang padat ternak. Sedangkan usaha intensifikasi dilaksanakan melalui peningkatan kegiatan-kegiatan pengamanan ternak, inseminasi buatan, pengendalian pemotongan betina produktif, distribusi ransuman dan obat-obatan serta peningkatan penyuluhan bagi para peternak. Usaha tersebut ditujukan untuk memperbaiki mutu ternak, meningkat-kan populasi ternak, meningkatkan pendapatan dan memperluas

VI/19

TABEL VI - 9

PRODUKSI DAN HASIL RATA-RATA BEBERAPA JENIS PALAWIJA,1983 – 1986

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Kuintal/ha

VI/20

TABEL VI - 10

LUAS PANEN PALAWIJA,1983 - 1986(ribu ha)

Jenis Palawija 1983 1984 19851) 19862)

Jagung 3.002 3.086 2.440 3.052

Ubi kayu 1.221 1.350 1.292 1.135

Ubi jalar 280 263 256 234

Kacang tanah 481 537 510 580

Kedelai 640 859 896 1.197

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

V I/21

TABEL VI - 11

LUAS PANEN DAN PRODUKSI HORTIKULTURA,1983 – 1986

Uraian Satuan 1983 1984 19851) 19862)

Luas panen: Sayuran ribu ha 738 1.043 1.044 978 Buah-buahan ribu ha 634 634 590 581

Produksi: Sayuran ribu ton 2.473 3.239 3.319 3.999 Buah-buahan ribu ton 3.867 4.587 5.079 4.639

Hasil rata-rata : Sayuran kuintal/ha 33,51 31,05 33,72 40,89

Buah-buahan kuintal/ha 71,35 72,30 86,05 80,77

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/22

kesempatan kerja. Usaha ini diikuti dengan pelaksanaan kebijak-sanaan impor ternak bibit dan penyebaran/pemindahan ternak untuk mengembangkan daerah ternak yang baru, diantaranya ke daerah transmigrasi. Demikian pula pusat-pusat pembibitan ter-nak produksi dan penggunaan semen beku serta pengadaan bibit ternak terus diperbanyak dan dikembangkan. Selanjutnya diting-katkan pula pembangunan kebun bibit, penyebaran bibit hijauan makanan ternak dan peningkatan keterampilan para petani ternak. Intensifikasi ternak juga dilakukan dengan menggunakan sistem bimbingan massal atau panca usaha ternak di daerah-daerah sen-tra produksi, yaitu melalui penyediaan kredit bagi para peter-nak dalam bentuk bibit, makanan ternak, dan obat-obatan, serta melalui bimbingan pengelolaan dan pemasaran hasil.

Mutu genetik ternak potong dan ternak kerja semakin disem-purnakan melalui penggunaan pejantan unggul yang disebarkan kepada kelompok tani dan metode inseminasi buatan. Pada tahun 1986 telah didistribusikan sebanyak 488.592 dosis semen beku untuk inseminasi. Selanjutnya guna menekan kerugian yang dide-rita petani ternak dan menunjang produksi hasil-hasil ternak, dilakukan kegiatan vaksinasi untuk mencegah dan memberantas penyakit hewan. Jumlah vaksin yang telah diproduksi pada tahun 1986 adalah sebesar 64,7 juta dosis.

Dengan semakin meningkatnya usaha-usaha tersebut di atas, maka perkembangan populasi ternak dan unggas telah meningkat dengan cukup besar. Populasi ayam petelur mengalami kenaikan terbesar dibandingkan ternak lainnya, yaitu 21,4% di atas ta-hun 1985. Populasi ayam pedaging, itik dan ayam kampung masing-masing meningkat sebesar 21%, 13,1% dan 4,7%. Populasi kam-bing, domba dan kerbau masing-masing meningkat sebesar 11,5%, 8,2% dan 7,7% (Tabel VI-12).

Penyebaran bibit ternak mengalami peningkatan pula bila dibandingkan dengan tahun 1985. Seperti terlihat pada Tabel VI-13, untuk bibit ternak kambing/domba telah didistribusikan sebanyak 45.645 ekor atau naik 115% di atas tahun sebelumnya. Sedangkan penyebaran bibit ternak sapi dan babi, masing-masing sebanyak 36.040 ekor dan 254 ekor, atau masing-masing meningkat sebesar 72,5% dan 69,3% di atas tahun 1985.

Produksi daging, telur dan susu pada tahun 1986 masing-masing mencapai 861 ribu ton, 432 ribu ton dan 220 juta liter, atau bila dibandingkan dengan tahun 1985 masing-masing mening-kat sebesar 6,6%, 16,8%, dan 14,6% (Tabel VI-14). Volume ekspor kulit ternak mengalami penurunan antara lain disebabkan

VI/23

TABEL VI - 12

POPULASI TERNAK DAN UNGGAS,1983 - 1986(ribu ekor)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/24

GRAFIK VI – 5POPULASI TERNAK DAN UNGGAS

1983 - 1986

VI/25

TABEL VI – 13

PENYEBARAN BIBIT TERNAK,1983 - 1986

(ekor)

Jenis Ternak 1983 1984 19851) 19862)

Sapi 25.918 33.339 20.887 36.040

Kerbau 1.952 1.850 3.550 5.200

Kambing/domba 12.735 10.308 21.179 45.645

Babi 60 150 254

Kuda 2.507 2.905 66 2.702

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/26

TABEL VI – 14

PRODUKSI DAGING, TELUR DAN SUSU,1983 - 1986(ribu ton)

Jenis Produksi 1983 1984 19851) 19862)

Daging 650 742 808 861

Telur 319 355 370 432

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Dalam juta liter

VI/27

oleh meningkatnya kebutuhan dalam negeri. Sebaliknya ekspor tulang dan tanduk mengalami peningkatan (Tabel VI-16).

Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi ternak adalah dengan meningkatkan keterampilan petugas inseminator dan vaksi-nator. Tenaga inseminator telah mencapai 1.806 orang, atau meningkat menjadi dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 1985. Sedangkan tenaga laboratorium diagnostik dan vaksinator pada tahun 1986 adalah tetap (Tabel VI-15).

D. PERIKANAN

Peningkatan produksi perikanan dalam tahun ketiga Repelita IV ditekankan pada usaha intensifikasi dan ekstensifikasi, yang bertujuan untuk meningkatkan produksi, dan pendapatan nelayan, memperbaiki mutu gizi, meningkatkan ekspor serta memperluas kesempatan kerja.

Dalam rangka menunjang ke dua usaha tersebut dan meningkat-kan ekspor non-migas, maka pola pengusahaan budidaya udang telah ditetapkan melalui Paket Kebijaksanaan 6 Mei 1986, yaitu Pola Inti Rakyat. Kebijaksanaan tersebut telah mendorong inves-tasi swasta untuk mengembangkan budidaya udang tambak. Dalam rangka mendukung kebijaksanaan tersebut, sejumlah saluran tam-bak telah mulai dibangun dan direhabilitasi terutama di propin-si Aceh, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan.

Untuk memanfaatkan potensi sumberdaya laut sehingga dapat meningkatkan produktivitas optimal dan mempertahankan sumber-nya, maka bagi daerah-daerah perairan pantai yang padat tang-kapan seperti pantai utara Jawa, selat Bali, dan selat Malaka, pengembangannya diarahkan ke perairan lepas pantai atau ke bidang usaha lain seperti budidaya tambak dan budidaya laut. Sedangkan untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan ZEE, langkah yang ditempuh adalah mendorong usaha penangkapan bagi perusahaan patungan dengan perusahaan asing.

Untuk mendukung kebijaksanaan tersebut di atas, pembangunan prasarana pemasaran ikan terus ditingkatkan. Pada saat ini jumlah Pusat Pendaratan Ikan (PPI) yang telah dibangun mencapai 154 buah, sedangkan pelabuhan perikanan telah mencapai 24 buah, yang terdiri dari pelabuhan perikanan pantai 21 buah, pelabuhan perikanan nusantara 2 buah dan pelabuhan perikanan samudera 1 buah. Selain itu PPI dan pelabuhan perikanan juga berfungsi

VI/28

TABEL VI - 15

JUMLAH TENAGA PENYULUH, INSEMINATOR DAN VAKSINATOR,1983 - 1986

(orang)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Sejak tahun 1985, Pendidikan Kader Peternak dan

Vaksinator diserahkan ke daerah-daerah

VI/29

TABEL VI – 16

VOLUME EKSPOR HASIL-HASIL TERNAK,1983 - 1986

(ton)

Jenis Hasil Ternak 1983 1984 19851) 19862)

K u 1 i t 5.387,6 7.745,9 6.190,9 2.587,3

S a p i 1.180,7 4.181,4 2.697,3 1.979,5

K e r b a u 9,7 22,2 6,8 3,9

K a m b i n g 3.374 2.751,2 2.751,9 1.110,2

D o m b a 823 791,1 734,1 493,7

Tulang dan tanduk 1.567,3 2.406,8 2.480,4

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/30

sebagai tempat berlabuhnya perahu-perahu nelayan dan sarana penyuluhan untuk nelayan.

Penyediaan benih ikan semakin ditingkatkan melalui pemba-ngunan balai benih. Untuk meningkatkan usaha motorisasi dan pembangunan pabrik es serta penyediaan dan bagi para petani tambak, maka penyediaan kredit telah ditingkatkan baik bagi pengusaha besar maupun pengusaha perikanan rakyat. Demikian pula perusahaan perikanan milik negara telah membantu penyedia-an sarana pemasaran ikan antar pulau, yang meliputi "cold storage", "freezer" dan truk-truk pendingin, di samping pema-saran hasil perikanan rakyat dan pengembangan teknologi produk-sinya. Sampai tahun 1986 telah dibangun 4 Balai Benih Udang (BBU), 46 Balai Benih Ikan (BBI) dan 5 Balai Benih Udang Galah (BBUG).

Pada tahun 1986 produksi perikanan mencapai 2.530 ribu ton, atau mengalami kenaikan sebesar 5,6% di atas tahun 1985, yang terdiri dari kenaikan produksi perikanan darat sebesar 5,9% dan perikanan laut sebesar 5,5% (Tabel VI-17).

Untuk meningkatkan pendapatan para nelayan, peningkatan jumlah perahu/kapal motor beserta alat-alat penangkapan yang lebih produktif adalah cukup penting. Pada tahun 1986 jumlah perahu/kapal motor mencapai 98.965 buah, yang berarti meningkat 3,5% di atas tahun 1985. Sedangkan jumlah perahu tanpa motor turun 0,8% dibanding tahun 1985 (Tabel VI-18).

Pada tahun 1986 produksi perikanan usaha budidaya mencapai 334 ribu ton atau naik 9,9% di atas tahun 1985. Produksi per-ikanan perairan umum pada tahun 1986 mencapai 273 ribu ton atau naik 1,5% di atas tahun 1985 (Tabel VI-19). Volume ekspor hasil perikanan mengalami kenaikan sebesar 27%. Ekspor ikan hias mengalami kenaikan tertinggi, yaitu sebesar 860 ton atau 266% di atas tahun 1985. Kemudian diikuti oleh ubur-ubur, katak, ikan segar dan udang masing-masing 154%, 33,8%, 28,5% dan 16,5% (Tabel VI-20).

E. PERKEBUNAN

Pembangunan perkebunan dalam tahun ketiga Repelita IV lebih ditekankan kepada pembangunan perkebunan rakyat, yaitu melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi, rehabilitasi dan diversi-fikasi.

VI/31

TABEL VI - 17

PRODUKSI PERIKANAN,1983 - 1986(ribu ton)

Jenis Hasil 1983 1984 19851) 19862)

Ikan laut 1.682 1.712 1.822 1.923

Ikan darat 533 548 573 607

J u m 1 a h : 2.215 2.260 2.395 2.530

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/32

TABEL VI - 18

PERKEMBANGAN JUMLAH PERAHU/KAPAL MOTORDAN PERAHU TANPA MOTOR,

1983 - 1986(buah)

Jenis Perahu/Kapal 1983 1984 19851) 19862)

Perahu/Kapal Motor 86.351 93.711 95.623 98.965

Perahu Tanpa Motor 220.706 219.929 220.823 219.130

Jumlah : 307.057 313.640 316.446 318.095

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

TABEL VI - 19

VI/33

VI/34

PRODUKSI PERIKANAN DARAT,1983 - 1986(ribu ton)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

TABEL VI - 20

VOLUME EKSPOR HASIL-HASIL PERIKANAN,1983 - 1986

(ton)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/35

Usaha intensifikasi dan diversifikasi diarahkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman semusim, yang meliputi budi-daya tebu, kapas, serat karung dan tembakau serta beberapa bu-didaya tanaman tahunan seperti cengkeh dan lada. Pada tahun 1986, luas areal Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), kecuali di Jawa Tengah, telah mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebe-lumnya. Luas areal seluruhnya mencapai 215.176 hektar (Tabel VI-21).

Usaha-usaha intensifikasi dan rehabilitasi dilaksanakan melalui Unit Pelaksanaan Proyek (UPP), yaitu suatu pembinaan perkebunan rakyat secara terpadu yang meliputi kegiatan pena-naman, pemeliharaan tanaman, pengolahan dan pemasaran hasil. Dengan pola UPP tersebut diharapkan dapat ditingkatkan pelaksa-naan kegiatan penyuluhan, penyediaan sarana produksi, pelayanan kredit bagi petani perkebunan, pemberantasan hama dan penyakit tanaman, rehabilitasi dan pembangunan fasilitas pengolahan hasil-hasil perkebunan rakyat.

Usaha ekstensifikasi dilaksanakan dengan melibatkan perke-bunan besar, baik milik negara maupun milik swasta nasional sebagai perkebunan inti, yang biasa disebut Perkebunan Inti Rakyat (PIR). Dengan sistem ini, perkebunan inti telah memban-tu pembangunan perkebunan rakyat melalui bimbingannya dalam hal pemanfaatan teknologi maju, membantu proses pengolahan serta memasarkan hasil.

Dalam usaha intensifikasi dan ekstensifikasi, pembinaan perkebunan besar swasta dimaksudkan agar dapat meningkatkan kemampuan manajemen dan teknis. Sedangkan untuk perkebunan besar negara, diarahkan untuk meningkatkan efisiensi, baik melalui pengembangan fasilitas pengolahan maupun melalui pe-ningkatan efisiensi penyuluhan.

Dengan pelbagai usaha tersebut di atas, maka produksi per-kebunan mengalami peningkatan. Produksi hasil perkebunan ter-penting yang meningkat paling besar adalah kopi, yaitu sebesar 27,3% di atas tahun sebelumnya. Produksi cengkeh, kapas, kela-pa/kopra dan teh juga mengalami kenaikan yang cukup baik, yaitu masing-masing sebesar 26,2%, 15,6%, 8,9% dan 7,1% (Tabel VI-22).

Sebagian besar hasil-hasil produksi perkebunan terpenting tersebut berasal dari produksi perkebunan rakyat, sedang sele-bihnya berasal dari perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara. Produksi kopi yang berasal dari perkebunan rak-

VI/36

TABEL VI - 21

AREAL TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI,1983 - 1986

(ha)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/37

GRAFIK VI - 6AREAL TEBU RAKYAT INTENSIFIKASI.

1983 - 1986

VI/38

TABEL VI - 22

PRODUKSI HASIL PERKEBUNAN TERPENTING,1983 - 1986(ribu ton)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/39

yat, meningkat sebesar 29,5% di atas tahun 1985. Kemudian dii-kuti dengan cengkeh dan kapas masing-masing sebesar 26,8% dan 15,5% (Tabel VI-23).

Pada tahun 1986 hasil-hasil produksi perkebunan besar swas-ta juga mengalami peningkatan. Produksi kelapa/kopra, teh, dan inti sawit, masing-masing meningkat sebesar 6,7%, 5,9%, dan 2,8% (Tabel VI-24), sedangkan produksi kopi, cengkeh dan gula/ tabu hampir sama dengan tahun lalu.

Hasil-hasil produksi perkebunan besar negara seperti teh, inti sawit, karat dan minyak sawit meningkat masing-masing sebesar 8,7%, 2,7%, 2,4% dan 2,1% (Tabel VI-25). Volume ekspor komoditi hasil perkebunan yang mengalami peningkatan tertinggi pada tahun 1986 adalah tembakau dengan kenaikan sebe-sar 15,6%, diikuti dengan kenaikan volume ekspor lada sebesar 14,2% di atas tahun 1985 (Tabel VI-26).

F. KEHUTANAN

Dalam Repelita IV produksi kehutanan, baik untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri maupun untuk ekspor hasil hutan ke luar negeri dalam bentuk barang jadi makin ditingkatkan.

Dibandingkan dengan tahun 1984/85 produksi kayu bulat rimba dalam tahun 1985/86 turun sebesar 12,8% menjadi 23,50 juta m3. Penurunan produksi kayu bulat rimba pada tahun 1985/86 terutama karena dihentikannya ekspor kayu bulat. Pada tahun 1986/87 produksi kayu bulat rimba mengalami kenaikan sebesar 13,2% dibandingkan dengan produksi tahun 1985/86, yakni sebesar 26,61 juta m3 (Tabel VI-27).

Selain produksi kayu bulat yang dihasilkan di areal HPH terdapat juga produksi kayu bulat jati yang terutama dihasilkan di pulau Jawa oleh Perum Perhutani. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produksi kayu bulat jati dalam tahun 1985/86 naik sebesar 2,5%, dan dalam tahun 1986/87 naik sebesar 2,7%. Hasil produksi kayu bulat jati sebagian besar dimanfaatkan oleh in-dustri di dalam negeri untuk pembuatan mebel, dan untuk me-menuhi kebutuhan akan bahan bangunan serta untuk pengindah bagian muka kayu lapis.

Ekspor kayu gergajian dan kayu lapis selama tiga tahun pertama pelaksanaan Repelita IV, semakin lama semakin mening-kat. Pada tahun 1984/85 nilainya mencapai US$ 963,1 juta dan

VI/40

TABEL VI - 23

PRODUKSI PERKEBUNAN RAKYAT,1983 - 1986(ribu ton)

Jenis Komoditi 1983 1984 19851) 19862)

K a r e t 673 704 720 729

Kelapa/kopra 1.590 1.734 1.905 2.075

T e h 23 24 30 31

K o p i 287 291 288 373

Cengkeh 40 48 41 52

Gula/tebu 1.249 1.397 1.450 1.417

L a d a 46 46 41 40

Tembakau 100 104 156 159

K a p a s 13 11 45 52

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

V I/41

TABEL VI - 24

PRODUKSI PERKEBUNAN BESAR SWASTA,1983 - 1986(ribu ton)

Jenis Komoditi 1983 1984 19851) 19862)

1. Karet 133 121 124 115

2. T e h 17 18 17 18

3. K o p i 8 9 10 10

4. Minyak sawit 269 329 339 346

5. Inti sawit 68 69 71 73

6. Gula tebu 88 83 106 106

7. Kelapa/kopra 14 13 15 16

8. Cengkeh 0,6 0,9 1 1

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/42

TABEL VI.- 25

PRODUKSI PERKEBUNAN BESAR NEGARA,1983 - 1986(ribu ton)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/43

TABEL VI - 26

VOLUME EKSPOR KOMODITI PERKEBUNAN,1983 - 1986(ribu ton)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

VI/44

TABEL VI - 27

PRODUKSI KAYU BULAT RIMBA DAN JATI,1983/84 - 1986/87

1

) r.e. = round wood equivalent2) Angka sementara

VI/45

pada tahun 1985/86 mencapai US$ 1.112,1 juta serta pada tahun 1986/87 mencapai US$ 1.615,6 juta.

Jumlah produksi kayu gergajian yang dicapai pada tahun 1985/86 adalah sebesar 7,1 juta m3, yang berarti 7,0% lebih tinggi bila dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya. Pada tahun 1986/87 produksi tersebut mengalami kenaikan lagi sebesar 5,3% sehingga menjadi 7,4 juta m3 (Tabel VI-28).

Ekspor kayu gergajian dalam tahun 1984/85 dan tahun 1985/86 masing-masing mencapai 2.198 ribu m3 dan 2.166 ribu m3, dan devisa yang dihasilkan dalam tahun-tahun tersebut mencapai US $ 305,2 juta dan US $ 334,6 juta. Sedangkan dalam tahun 1986/87 ekspor kayu gergajian meningkat lagi menjadi 2.642 ribu m3 dengan perolehan devisa US $ 522,7 juta (Tabel VI-29).

Dalam tahun 1985/86 urutan negara tujuan ekspor kayu gerga-jian adalah : Singapura (21,1%), Italia (10,9%), Jepang (10,5%), Taiwan (9,1%), Korea Selatan (7,0%), Hongkong (4,1%) dan negara-negara Asia lainnya (27,6%). Pada tahun 1986/87 peningkatan persentase ekspor kayu gergajian ke Singapura cukup besar yaitu menjadi 38,2%; Taiwan meningkat sedikit, menjadi 11,8%; demikian juga Italia (11,4%). Sebaliknya ekspor ke Jepang, Hongkong, Korea Selatan dan negara-negara Asia lainnya dalam persen menurun, masing-masing 5,9%, 3,5%, 3,4% dan 5,6%. Perkembangan volume dan nilai ekspor seperti yang dikemukakan tersebut dapat dilihat pada Tabel VI-30.

Pada tahun 1985/86 produksi kayu lapis mencapai 4,6 juta m3, yang berarti sama dengan 83,6% dari kapasitas produksi yang ada dan meningkat sebesar 28,2% dibandingkan dengan tahun 1984/85. Pada tahun 1986/87 produksi kayu lapis meningkat lagi sehingga mencapai 5,3 juta m3, yang berarti sama dengan 94,6% dari kapasitas produksi yang ada dan 14,9% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Tabel VI-28 dan Tabel VI-33).

Pada tahun 1986/87 kapasitas terpasang industri kayu lapis meningkat lagi menjadi 5,6 juta m3. Perkembangan kapasitas terpasang industri pengolahan kayu tercantum dalam Tabel VI-33.

Ekspor kayu lapis pada tahun 1985/86 meningkat sebesar 18,3% sehingga menjadi 3.604 ribu m3 dan nilai devisanya me-ningkat sebesar 18,2% menjadi US$ 777,4 juta dibandingkan tahun 1984/85. Ekspor kayu lapis pada tahun 1986/87 mencapai 4.242 ribu m3 dan nilai devisanya mencapai US$ 1.092,9 juta. Ini

VI/46

TABEL VI - 28

PRODUKSI DAN EKSPOR KAYU OLAHAN,1983/84 - 1986/87

Repelita IV

Jenis Satuan 1983/84 1984/85 1985/86 1986/871)

Produksi :

a. Kayu ribu m3 7.945 6.600 7.065 7.442 gergajian 2)

b. Kayu lapis ribu m3 3.300 3.600 4.615 5.302

Volume ekspor ribu m3 3.902 5.244 5.770 6.884

1) Angka sementara2) Tidak termasuk hasil industri kecil

VI/47

TABEL VI - 29

REALISASI EKSPOR HASIL HUTAN BERUPA KAYU,1983/84 - 1986/87

VI/48

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Kayu jati bulat

TABEL VI - 30

EKSPOR KAYU GERGAJIAN KE BEBERAPA NEGARA TUJUAN,1983/84 - 1986/87

*) Angka sementaraVI/49

berarti bahwa dibandingkan dengan tahun 1985/86 terjadi kenai-kan sebesar 17,7%, sedangkan nilai devisanya meningkat sebesar 40,6% (Tabel VI-29).

Negara-negara tujuan ekspor kayu lapis yang terbesar dalam tahun 1984/85 adalah Amerika Serikat (26,9%), Hongkong (22,1%), Singapura (15,2%), Timur Tengah (13,7%), Jepang (4,8%), Taiwan (3,6%) dan negara-negara Asia lainnya (4,9%). Dalam tahun 1985/86 terjadi perubahan urutan negara tujuan atas dasar be- sarnya kayu lapis yang diimpor menjadi : Hongkong(26,9%), Amerika Serikat (26,3%), Singapura (13,1%), Timur Tengah (10,3%), Jepang (7,6%) dan negara-negara Asia lainnya (4,6%). Pada tahun 1986/87 negara tujuan ekspor kayu lapis urutannya berubah menjadi : Amerika Serikat (25,6%), Timur Tengah (14,1%), Hongkong (13,7%), Jepang (11,47), Singapura (8,6%), dan Inggris (7,5%). Perkembangan volume dan nilai ekspor kayu lapis ke berbagai negara dapat dilihat pada Tabel VI-31.

Pada tahun 1984/85 pemasaran kayu lapis dan kayu gergajian di dalam negeri mencapai 4.956 ribu m3, dan kemudian meningkat 19,2% menjadi 5.910 ribu m3 pada tahun 1985/86. Dalam tahun 1986/87 pemasaran kedua jenis kayu olahan tersebut di dalam negeri menjadi 5.860 ribu m3 atau turun 0,8%. Kemungkinan besar penurunan ini disebabkan oleh makin membaiknya ekspor kayu gergajian dan kayu lapis.

Ekspor veneer pada tahun 1984/85 mencapai 93,1 ribu m3 dengan perolehan devisa sebesar US$ 18.440 ribu. Pada tahun 1985/86 ekspor bahan ini meningkat menjadi 106 ribu m3 tetapi perolehan devisanya agak menurun menjadi sebesar US$ 18.322 ribu. Pada tahun 1986/87 ekspor tersebut turun menjadi 94 ribu m3, tetapi nilai devisanya meningkat menjadi US$ 18.624 ribu (Tabel VI-29).

Sejak tahun 1984/85 ekspor kayu bulat jati di hentikan. Penghentian tersebut disertai dengan meningkatnya ekspor kayu jati olahan menjadi 28,4 ribu m3 dengan perolehan devisa sebesar US$ 21 ribu dan pada tahun 1985/86 meningkat menjadi 33,6 ribu m3 dengan hasil devisa US$ 19,3 ribu. Pada tahun 1986/87 ekspor kayu jati olahan meningkat lagi menjadi 33,7 ribu m3 dan nilai devisa yang dihasilkan menjadi US$ 20,3 ribu (Tabel VI-29).

Hasil hutan bukan kayu yang juga mempunyai potensi cukup besar sebagai sumber devisa antara lain ialah rotan, tengka-wang, arang, gondorukem, minyak kayu putih, damar dan kopal.

VI/50

TABEL VI - 31

EKSPOR KAYU LAPIS KE BEBERAPA NEGARA TUJUAN,1983/84 - 1986/87

VI/51

Dalam tahun 1986/87 ekspor hasil hutan bukan kayu menurun menjadi 163 ribu ton dan nilai perolehan devisanya menjadi US$ 142,4 juta. Bila dibandingkan dengan tahun 1985/86 ekspor tersebut turun sebesar 0,9% dan nilai devisanya turun sebesar 6,3%. Perkembangan ekspor jenis-jenis hasil hutan bukan kayutersebut dapat dilihat pada Tabel VI-32.

Partisipasi perusahaan swasta asing dan nasional di bidang pengusahaan hutan di Indonesia berkembang dengan pesat sesuai dengan kebijaksanaan penanaman modal yang ada. Dalam Tabel VI-34 dapat dilihat perkembangan usaha HPH selama Repelita IV. Dalam tahun 1985/86, HPH yang berasal dari modal nasional ber-jumlah 480 HPH dengan luas areal 48.155,9 ribu hektar, sedang-kan yang berasal dari modal asing dan campuran berjumlah 51 HPH dengan luas areal 6.359,9 ribu hektar. Pada tahun 1986/87 yang berasal dari modal nasional bertambah menjadi 482 HPH dengan luas areal 48.260,8 ribu hektar, dan yang berasal dari modal asing serta campuran tetap berjumlah 51 HPH dengan luas areal 6.359,9 ribu hektar.

Untuk merehabilitasi kawasan HPH yang rusak, maka dalam tahun 1984/85 telah dikembangkan hutan tanaman industri (HTI) yang meliputi areal seluas 5.892 hektar. Pada 1985/86 HTI dikembangkan lagi menjadi 23.800 hektar. Pada tahun 1986/87usaha ini terns ditingkatkan lagi menjadi 28.100 hektar.

Untuk memperlancar arus pengiriman kayu dari luar pulau Jawa ke pulau Jawa dan Bali, serta untuk menjamin cukupnya persediaan kayu yang dibutuhkan dalam waktu yang relatif sing-kat, diperlukan pembangunan pusat-pusat pendaratan kayu di beberapa tempat di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Pada tahun 1984 telah dibangun pusat pendaratan kayu di Marunda serta dilakukan pula persiapan pembangunan pusat perkayuan lainnya seperti Kanci di Cirebon dan Jenu di Tuban.

Pembangunan kehutanan juga mencakup pembangunan taman na-sional, kawasan konservasi, reboisasi lahan kritis, konservasi tanah serta perlindungan alam.

G. PENGAIRAN

Pembangunan pertanian, khususnya dalam rangka peningkatan produksi tanaman pangan dan perikanan, tidak dapat dipisahkan dari pembangunan pengairan. Sehubungan dengan itu pembangunan

VI/52

TABEL VI - 32

EKSPOR HASIL HUTAN BUKAN KAYU,1983/84 - 1986/87

* ) Angka sementara

VI/53

TABEL VI – 33INDUSTRI HASIL HUTAN DENGAN BAHAN BAKU DARI AREAL HPH,

1983/84 – 1986/87

* ) Angka sementara

VI/54

TABEL VI - 34

PENGUSAHAAN HUTAN, 1983/84 - 1986/87 ( unit usaha )

*) Angka sementara

VI/55

prasarana pengairan tetap ditingkatkan, yang meliputi perbaikan jaringan-jaringan irigasi yang sudah ada, pembangunan jaringan irigasi baru, reklamasi daerah rawa, serta usaha pengaturan dan perbaikan sungai untuk mengamankan areal produksi pertanian dan pemukiman dari bahaya banjir. Hasil-hasil pelaksanaan program-program pengairan selama tahun 1986/87 diuraikan secara lebih terinci di bawah ini.

1. Program Perbaikan dan Pemeliharaan Jaringan Pengairan

Selama tahun 1986/87, dilaksanakan perbaikan dan peningkat-an kemampuan jaringan irigasi yang meliputi areal sekitar 36.517 hektar (Tabel VI-35). Kegiatan tersebut dilaksanakan antara lain di daerah irigasi Serayu, Semarang Barat, Waruja-yeng Turi Tunggorono, Simalungun, Way Seputih-Sekampung dan Jeneberang.

Melalui program tersebut juga dilaksanakan kegiatan eks-ploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi di daerah-daerah irigasi Pemali Comal, Serayu, Pekalen Sampean, Way Seputih-Sekampung dan Sadang seluas 669.138 hektar, serta jaringan pengairan rawa pasang surut di Sumatera dan Kalimantan seluas 214.456 hektar.

2. Program Pembangunan Jaringan Irigasi

Pada tahun 1986/87 telah dilaksanakan program Pembangunan Jaringan Irigasi yang meliputi areal sekitar 21.934 hektar. Prioritas utama program ini adalah pembangunan irigasi sedang dan kecil, karena dapat menjangkau daerah-daerah terpencil dan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu 1 sampai 3 tahun. Selain itu, dilanjutkan pula pembangunan prasarana irigasi baru ber-skala besar yang secara teknis memerlukan penanganan khusus. Kegiatan tersebut dilaksanakan antara lain pada irigasi Jambu Aye, Sungai Dareh Sitiung, Pasaman, Way Rarem, Namu Sira-Sira, Teluk Lada, Citanduy, Padawaras, Kedu Selatan, Wonogiri, Bali, Wawotobi, Dumoga, Luwu, Bah Bolon dan Sanrego.

Dalam program ini juga dilaksanakan kegiatan lain dalam rangka pengembangan air tanah di daerah-daerah pertanian kering dan rawan serta yang langka air permukaan, seperti di Yogyakar-ta Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok, dan di Timor.

VI/56

TABEL VI - 35

HASIL PELAKSANAAN PROGRAM-PROGRAM PENGAIRAN,1983/84 - 1986/87

( l u a s a r e a l dalam ha)

Program 1983/84 1984/85 1985/861) 1986/872)

Perbaikan dan pemeliharaan 88.561 87.072 31.167 36.517

jaringan irigasi

Pembangunan jaringan irigasi 39.680 69.144 63.823 21.934

Pengembangan daerah rawa 86.729 48.517 76.876 45.120

Penyelamatan hutan, tanah 63.750 24.869 208.810 24.411

1) Angka d ip e r b a ik i2) Angka sementara

VI/57

3. Program Pengembangan Daerah Rawa

Pada tahun 1986/87, telah dilaksanakan Program Pengembangan Daerah Rawa yang meliputi areal sekitar 45.120 hektar. Usaha pemanfaatan daerah rawa untuk memperluas areal pertanian dan pemukiman dilaksanakan melalui pembangunan tata saluran rekla-masi lahan pasang surut di daerah Riau, Jambi, Sumatera Sela-tan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Te-ngah, serta melalui proyek-proyek reklamasi rawa bukan pasang surut di daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

4. Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air

Sebagai salah satu penunjang sektor pertanian, Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air merupakan bagian dari pemba-ngunan pengairan yang ditujukan untuk mengamankan daerah pro-duksi, daerah pemukiman yang padat penduduk dan jalur-jalur pengangkutan terhadap gangguan bencana banjir.

Di samping itu, program ini juga dimaksudkan untuk menga-mankan sungai-sungai yang merupakan sumber-sumber air bagi jaringan yang sudah ada. Sehubungan dengan itu ditingkatkan pula kegiatan pengaturan dan perbaikan sungai, yang meliputi pengerukan dasar sungai, pelurusan aliran, pembuatan sodetan, perlindungan dan perkuatan tebing, pembuatan tanggul, pembuatan saluran banjir, pembuatan pintu-pintu banjir dan sekaligus memberikan latihan penanggulangan banjir, baik kepada petugas maupun kepada penduduk setempat.

Pada tahun 1986/87 usaha pengamanan terhadap bencana banjir yang meliputi areal sekitar 24.411 hektar dilakukan melalui proyek-proyek perbaikan sungai tersebar serta pengaturan dan perbaikan sungai besar yang dikelola secara khusus, yang antara lain meliputi Bengawan Solo, Cimanuk, Citanduy, Cisanggarung, Arakundo, Sungai Ular, Kali Brantas dan pengendalian banjir Ja-karta.

Selanjutnya, pembangunan waduk serba guna sedang diselesai-kan di Wadaslintang dan Kedung Ombo, yang dimaksudkan untuk penyediaan air irigasi, pembangkit tenaga listrik dan penyedia-an air bagi keperluan industri dan rumah tangga.

Untuk menanggulangi bencana banjir lahar akibat letusan gunung berapi dilakukan pula kegiatan-kegiatan pembuatan ba-

VI/58

ngunan pengendali seperti check dam dan kantong-kantong pasir.

H. PENDIDIKAN, PENYULUHAN DAN PENELITIAN PERTANIAN/PENGAIRAN

Program peningkatan produksi pertanian sangat erat hubu-ngannya dengan usaha-usaha penemuan dan penyediaan teknologi baru serta penyampaian informasi. Oleh karena itu program penyuluhan dan penelitian secara terus menerus ditingkatkan.

1. Pendidikan, Latihan dan Penyuluhan Pertanian

Untuk mendukung kegiatan penyuluhan pertanian, penyediaan prasarana dan tenaga penyuluh terus ditingkatkan, baik mutu maupun jumlahnya. Pendidikan, latihan dan penyuluhan pertanian dilaksanakan melalui pendidikan formal, latihan pegawai dan penyuluh pertanian untuk menghasilkan tenaga teknisi pertanian, baik teknisi tingkat menengah maupun teknisi tingkat atas. Kegiatan penyuluhan pertanian merupakan kegiatan terpadu di bawah koordinasi Bimbingan Massal (Bimas), yang mencakup bidang pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan dan perkebunan, dan dititikberatkan pada jenis komoditi yang diprioritaskan. Untuk menumbuhkan gerakan massal dalam program peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan beserta keluarganya, maka kegiatan penyuluhan selalu disertai dengan penyediaan paket sarana produksi dan kredit.

Sampai dengan tahun 1986 jumlah Balai Penyuluhan Pertanian yang telah selesai dibangun adalah 1.402 unit. Balai-balai tersebut digunakan secara teratur untuk penyelenggaraan kursus tani, usaha pertanian percontohan, petak percontohan, siaran pertanian melalui radio, televisi, slide/film dan penyebaran informasi pertanian. Jumlah penyuluh pertanian lapangan (PPL) pada tahun 1986 untuk tingkat wilayah kerja penyuluhan perta-nian (WKPP) mencapai 32.121 orang dan jumlah penyuluh pertanian spesialis (PPS) di tingkat kabupaten sebanyak 1.376 orang. PPL bertugas melaksanakan latihan dan kunjungan (Laku) untuk setiap kelompok tani. Setiap PPL membina 16 kelompok tani/kontak tani, yang masing-masing meliputi 160-300 orang petani maju. Dengan demikian diharapkan petani maju tersebut dapat membina para petani lainnya secara perorangan.

Sampai dengan tahun 1986 jumlah PPL dan PPS tanaman pangan masing-masing telah mencapai 22.162 orang dan 796 orang. Jum-lah tenaga PPL dan PPS untuk peternakan, masing-masing 2.170 orang dan 153 orang. Sedangkan jumlah tenaga PPL dan PPS di

VI/59

bidang perikanan, masing-masing 1.698 orang dan 193 orang. Di bidang perkebunan, jumlah PPL dan PPS masing-masing mencapai 6.075 orang dan 29 orang.

Salah satu upaya untuk meningkatkan jumlah dan mutu tenaga kerja kehutanan adalah dengan mendirikan sekolah kejuruan kehu-tanan (SKMA) di Kadipaten dan Samarinda. Pada tahun 1984/85 dan 1985/86, kedua SKMA (Sekolah Kehutanan Menengah Atas) tersebut telah menghasilkan sebanyak 105 dan 88 orang lulusan. Pada ta-hun 1986/87 kedua SKMA tersebut menghasilkan 108 orang lulusan.

Kegiatan Pendidikan dan Latihan Kehutanan yang dilaksanakan meliputi bidang-bidang inventarisasi dan tataguna hutan, per-lindungan hutan dan pelestarian alam, reboisasi dan rehabilita-si lahan, pengusahaan hutan dan administrasi/kepegawaian. Dalam tahun 1984/85 kegiatan tersebut menghasilkan 5.957 orang lu-lusan, tahun 1985/86 menghasilkan 4.732 orang, dan pada tahun 1986/87 kegiatan tersebut menghasilkan 6.178 orang lulusan. Di samping itu pendidikan Polisi Khusus Kehutanan (Polsus) dalam tahun 1984/85 telah menghasilkan sebanyak 2.179 orang lulusan, tahun 1985/86 menghasilkan sebanyak 507 orang, dan pada tahun 1986/87 pendidikan tersebut menghasilkan sebanyak 240 orang lulusan.

2. Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Usaha-usaha dalam penelitian dan pengembangan pertanian dilaksanakan dalam rangka penemuan dan penyediaan teknologi baru, yang sesuai dengan kondisi sumber daya pertanian.

a. Pada tahun 1986 penelitian di bidang tanaman pangan diprio-ritaskan pada usaha-usaha pemantapan swasembada padi, per-baikan gizi dan mendorong industri pangan. Sebegitu jauh telah dihasilkan dan dilepas beberapa varietas padi unggul seperti Cisokan, Progo, Cimanuk, Bah Butong, Tuntang, Ba-tang Pane, Tajum, Cisanggarung, padi gogo varietas Maninjau, Danam Bawau, Dodokan, Jangkok, Nagara, Alabio, Tapus, IR 48, IR 64 dan IR 63. Penelitian terhadap komoditi palawi- ja, khususnya jagung, kedele, kacang hijau dan ubi, telah menghasilkan beberapa varitas unggul baru, yang memiliki potensi produksi tinggi dan tahan terhadap penyakit terten-tu. Penelitian terhadap komoditi hortikultura telah mengha-silkan tiga varietas tomat yaitu Intan, Ratna dan Berlian, yang berpotensi tinggi dan tahan terhadap penyakit layu bakteri. Selain itu, diketemukan pula varietas-varietas kentang yang bebas virus dan dapat hidup di dataran rendah

VI/60

serta tanaman jeruk yang bebas dari penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD). Selanjutnya telah disebarkan pula beberapa hasil penelitian untuk varietas-varietas bayam, petsai, bawang merah, bawang putih, apel, durian, mangga dan rambutan.

b. Di bidang peternakan telah dilakukan penelitian alih janin ternak unggul sebagai penghasil telur, yang kemudian dipin-dahkan kepada ternak penerima, sehingga hasilnya dapat dilipatgandakan. Selain itu dihasilkan pula makanan ternak bermutu tinggi dengan bahan yang mudah didapat untuk me-ningkatkan pertumbuhan berat badan sapi dan kerbau. Selan-jutnya telah dihasilkan persilangan sapi Bali dengan sapi impor dan diupayakan pula agar domba lokal, ayam Kedu Hitam dan ayam Pelung dapat menjadi bibit unggul.

c Penelitian di bidang perikanan telah menemukan cara pe-ningkatan berbagai jenis ikan air tawar, pemijahan ikan lele dan ikan bandeng untuk mendukung produksi benih dan usaha pembiakan. Di samping itu, sumber-sumber potensi perikanan baru telah ditemukan untuk meningkatan usaha penangkapan.

d. Penelitian di bidang perkebunan telah menemukan varietas-varietas kelapa, kelapa hibrida, kelapa sawit, kopi, tebu dan tembakau. Untuk peremajaan karet rakyat telah ditemu-kan klon (bibit unggul) PR 225, PR 261 , PR 300 dan PR 303 , yang mempunyai potensi produksi di atas 1.400 kg/hektar/ tahun. Selanjutnya telah ditemukan pula cara penanaman ka-pas dan lada dengan hasil yang lebih tinggi.

e. Di bidang pengairan, kegiatan penelitian terus ditingkatkan yang meliputi survei dan penyelidikan dalam rangka peren-canaan teknis bangunan pengairan serta perencanaan dan tata laksana pengembangan wilayah sungai. Di, samping itu dilak-sanakan pula pemasangan instalasi jaringan hidro-metrologi dan observasi hidrologi untuk menunjang program inpres penghijauan dan reboisasi.

VI/61