sidoarjo provinsi jawa timur peraturan …pemerintah provinsi adalah pemerintah provinsi jawa timur....

36
BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa irigasi sebagai salah satu faktor pendukung dalam rangka ketahanan pangan, mempunyai peran yang sangat penting; b. bahwa dalam rangka usaha pemanfaatan air irigasi secara tepat guna diperlukan adanya pengelolaan irigasi di tingkat usaha tani dengan efisien, adil dan merata; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Irigasi; Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); 5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

Upload: dangbao

Post on 04-Feb-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BUPATI SIDOARJOPROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJONOMOR 3 TAHUN 2014

TENTANG

IRIGASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIDOARJO,

Menimbang : a. bahwa irigasi sebagai salah satu faktor pendukung dalamrangka ketahanan pangan, mempunyai peran yang sangatpenting;

b. bahwa dalam rangka usaha pemanfaatan air irigasi secaratepat guna diperlukan adanya pengelolaan irigasi di tingkatusaha tani dengan efisien, adil dan merata;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksuddalam huruf a dan b, perlu ditetapkan Peraturan Daerahtentang Irigasi;

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang PembentukanDaerah-Daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi JawaTimur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950Nomor 41) sebagaimana telah diubah dengan Undang-UndangNomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 2730);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan DasarPokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 2043);

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum AcaraPidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3258);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang KonservasiSumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber DayaAir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4377);

2

7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4436);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhirdengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentangPerubahan Kedua atas Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PengelolaanLingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5059);

10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang PembentukanPeraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5234);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentangPengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4161);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4624);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentangPembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan DaerahKabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2007 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3952);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentangPengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4838);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 tentangBudidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2010 Nomor 24);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang IzinLingkungan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5285);

17. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2009tentang Irigasi (Lembaran Daerah Provinsi Jawa TimurTahun 2009 Nomor 2 Tahun 2009 Seri E);

18. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2007tentang Pedoman Pengembangan dan Pengelolaan SistemIrigasi Partisipatif;

19. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 31/PRT/M/2007tentang Pedoman Komisi Irigasi;

20. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 32/PRT/M/2007tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi;

3

21. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 33/PRT/M/2007tentang Pedoman Pemberdayaan HIPPA/GHIPPA/IHIPPA;

22. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17/PRT/M/2011tentang Pedoman Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi;

23. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13/PRT/M/2012tentang Pedoman Pengelolaan Aset Irigasi (Berita NegaraRepublik Indonesia, Tahun 2012 Nomor 863);

24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentangPembentukan Produk Hukum Daerah;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SIDOARJOdan

BUPATI SIDOARJO

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IRIGASI

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:1. Daerah adalah Kabupaten Sidoarjo.2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sidaorjo.3. Bupati adalah Bupati Sidoarjo.4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut

DPRD adalah DPRD Kabupaten Sidoarjo.5. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat

SKPD adalah Dinas, Badan, Kantor yang membidangi irigasi.6. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.7. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di

bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini airpermukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang berada didarat.

8. Sumber Air adalah tempat atau wadah air alami dan/ ataubuatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawahpermukaan tanah.

9. Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan airirigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasipermukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, danirigasi tambak

10. Sistem Irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemenirigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber dayamanusia.

11. Daerah Irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air darisatu jaringan irigasi.

12. Daerah Irigasi Lintas Kabupaten adalah daerah irigasi yangmendapatkan air irigasi dari jaringan yang bangunan dan/atausaluran serta luasannya berada di lebih dari satu wilayahKabupaten Sidoarjo.

13. Penyediaan Air Irigasi adalah penentuan volume air persatuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk

4

suatu daerah irigasi yang didasarkan waktu, jumlah, dan mutusesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dankeperluan lainnya.

14. Pengaturan Air Irigasi adalah kegiatan yang meliputi pembagian,pemberian, dan penggunaan air irigasi.

15. Pembagian air irigasi adalah kegiatan membagi air di bangunanbagi dalam jaringan primer dan/atau jaringan sekunder

16. Pemberian air irigasi adalah kegiatan menyalurkan air denganjumlah tertentu dari jaringan primer atau jaringan sekunder kepetak tersier.

17. Penggunaan Air Irigasi adalah kegiatan memanfaatkan air daripetak tersier untuk mengairi lahan pertanian pada saatdiperlukan.

18. Pembuangan Air Irigasi, selanjutnya disebut drainase, adalahpengaliran kelebihan air yang sudah tidak dipergunakan lagipada suatu daerah irigasi tertentu.

19. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunanpelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukanuntuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, danpembuangan air irigasi.

20. Jaringan Irigasi Primer adalah bagian dari jaringan irigasi yangterdiri dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluranpembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap,bangunan sadap dan bangunan pelengkapnya.

21. Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yangterdiri dari saluran sekunder, saluran pembuangannya,bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, danbangunan pelengkapnya.

22. Jaringan Irigasi Tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsisebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersieryang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan saluranpembuang, boks tersier, boks kuarter, serta bangunanpelengkapnya.

23. Jaringan Irigasi Desa adalah jaringan irigasi yang dibangundan dikelola oleh masyarakat desa atau pemerintah desa.

24. Pertanian adalah budidaya pertanian yang meliputi tanamanpangan, hortikultura, perikanan, peternakan, perkebunan dankehutanan.

25. Petani adalah petani tanaman pangan, hortikultura, perikanan,peternakan, perkebunan, dan kehutanan.

26. Himpunan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebut HIPPAadalah Perkumpulan Petani Pemakai Air di Kabupaten Sidoarjoyang merupakan kelembagaan pengelola irigasi berbadanhukum yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatudaerah layanan atau petak tersier atau desa, yang dibentuksecara demokratis oleh dan untuk masyarakat petani.

27. Gabungan Himpunan Petani Pemakai Air yang selanjutnyadisebut GHIPPA adalah Gabungan Perkumpulan Petani PemakaiAir yang merupakan kelembagaan pengelola irigasi berbadanhukum yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatudaerah layanan jaringan irigasi sekunder yang dibentuk secarademokratis oleh dan untuk masyarakat petani.

28. Induk Himpunan Petani Pemakai Air yang selanjutnya disebutIHIPPA adalah Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air yangmerupakan kelembagaan pengelola irigasi berbadan hukum

5

yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerahlayanan jaringan irigasi primer atau satu daerah irigasi yangdibentuk secara demokratis oleh dan untuk masyarakatpetani.

29. Masyarakat Petani adalah kelompok masyarakat yangbergerak dalam bidang pertanian, baik yang telah tergabungdalam organisasi HIPPA/GHIPPA/IHIPPA maupun petanilainnya yang belum tergabung dan/atau tidak tergabung dalamorganisasi HIPPA/GHIPPA/IHIPPA.

30. Komisi Irigasi Kabupaten adalah lembaga koordinasi dankomunikasi antara wakil pemerintah kabupaten, wakilHimpunan HIPPA tingkat daerah irigasi dan wakil penggunajaringan irigasi pada kabupaten.

31. Forum Koordinasi Daerah Irigasi adalah sarana konsultasi dankomunikasi antara wakil HIPPA/GHIPPA/IHIPPA, wakilpengguna jaringan, dan wakil pemerintah daerah dalam rangkapengelolaan irigasi yang jaringannya berfungsi multiguna padasuatu daerah irigasi.

32. Aset irigasi adalah jaringan irigasi dan pendukungpengelolaannya.

33. Pengelolaan aset irigasi adalah proses manajemen yangterstruktur untuk perencanaan pemeliharaan dan pendanaansistem irigasi guna mencapai tingkat pelayanan yang ditetapkandan berkelanjutan bagi pemakai air irigasi dan penggunajaringan irigasi, dengan pembiayaan pengelolaan aset irigasiseefisien mungkin.

34. Pengembangan jaringan irigasi adalah pembangunan jaringanirigasi baru dan/atau peningkatan jaringan irigasi yang sudahada.

35. Pembangunan jaringan irigasi adalah seluruh kegiatanpenyediaan jaringan irigasi di wilayah tertentu yang belum adajaringannya.

36. Peningkatan jaringan irigasi adalah kegiatan meningkatkanfungsi dan kondisi jaringan irigasi yang sudah ada ataukegiatan menambah luas areal pelayanan pada jaringan irigasiyang sudah ada dengan mempertimbangkan perubahan kondisilingkungan daerah irigasi;

37. Pengelolaan Jaringan Irigasi adalah kegiatan yang meliputioperasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi didaerah irigasi.

38. Operasi Jaringan Irigasi adalah upaya pengaturan air irigasidan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka-menutuppintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam,menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air,melaksanakan kalibrasi pintu/ bangunan, mengumpulkan data,memantau, dan mengevaluasi.

39. Pemeliharaan Jaringan Irigasi adalah upaya menjaga danmengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsidengan baik guna mernperlancar pelaksanaan operasi danmempertahankan kelestariannya.

40. Rehabilitasi Jaringan Irigasi adalah kegiatan perbaikanjaringan irigasi guna mengembalikan fungsi dan pelayananirigasi seperti semula.

6

41. Pengelola Jaringan Irigasi Lainnya adalah badan usaha, badansosial, dan perseorangan.

42. Garis sempadan jaringan irigasi adalah batas pengamananbagi saluran dan/ atau bangunan irigasi dengan jaraktertentu sepanjang saluran dan sekeliling bangunan.

43. Ruang Sempadan Jaringan irigasi adalah ruang di antaragaris sempadan kanan dan garis sempadan kiri jaringanirigasi.

44. Sempadan jaringan irigasi adalah ruang di kiri dan kananjaringan irigasi, di antara garis sempadan dan garis batasjaringan irigasi.

BAB IIASAS, TUJUAN DAN FUNGSI

Bagian KesatuAsas

Pasal 2

Irigasi dikelola berdasarkan asas partisipatif, berwawasanlingkungan, kelestarian, keseimbangan sosial, ekonomi, teknis,kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan,kemandirian, transparansi dan akuntabilitas.

Bagian KeduaTujuan

Pasal 3

(1) Irigasi diselenggarakan dengan tujuan mewujudkankemanfaatan air yang menyeluruh, terpadu dan berwawasanlingkungan, serta untuk meningkatkan kesejahteraanmasyarakat, khususnya petani.

(2) Irigasi dikelola untuk mengatur pengembangan dan pengelolaansistem irigasi di Daerah secara efisien, efektif, terarah danberkelanjutan, serta mengutamakan kepentingan petani.

(3) Irigasi bertujuan untuk menjaga dan meningkatkanproduktivitas lahan guna mencapai hasil pertanian dan tambakyang optimal tanpa mengabaikan kepentingan yang lain.

Bagian KetigaFungsi

Pasal 4

(1) Irigasi berfungsi untuk mendukung produktivitas usaha taniguna meningkatkan produksi pertanian dan tambak dalamrangka ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakatpetani yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

(2) Keberlanjutan sistem irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dengan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.

(3) Keberlanjutan sistem irigasi untuk aktivitas Usaha Tanisebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakanberdasarkan:a. keandalan air irigasi dengan memperhatikan aspek-aspek

konservasi, dan pelestarian guna keseimbangan keandalanair; dan

7

b. keandalan prasarana irigasi melalui kegiatan peningkatandan pengelolaan jaringan irigasi melalui operasi,pemeliharaan, dan rehabilitasi jaringan irigasi.

BAB IIIPENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

Bagian KesatuPrinsip

Pasal 5

(1) Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakansecara partisipatif dengan mendorong peran serta petani baiksecara perorangan atau melalui HIPPA, sesuai dengankebutuhan dan kemampuannya.

(2) Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yangdilaksanakan oleh badan usaha, badan sosial, atauperseorangan diselenggarakan dengan memperhatikankepentingan masyarakat disekitarnya, untuk kebutuhan pokoksehari-hari.

(3) Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakandengan :a. mengutamakan pendayagunaan air permukaan;b. satu sistem irigasi satu kesatuan manajemen

pengembangan dan pengelolaan.(4) Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan

untuk menjamin keberlanjutan sistem irigasi denganberdasarkan keandalan air irigasi, yang diwujudkan melaluikegiatan pembangunan yang memperhatikan aspek-aspekkonservasi dan pelestarian guna menjamin keseimbangankeandalan air, berupa pemanfaatan dan pengembangan situ,pembangunan waduk, waduk lapangan, bendung, pompa danjaringan drainase yang memadai, pengendalian mutu air, sertapemanfaatan kembali air drainase.

Bagian KeduaKelembagaan Pengelolaan Irigasi

Pasal 6

(1) Untuk mewujudkan tertib pengelolaan dan pengembanganjaringan irigasi yang dilaksanakan pemerintah daerah dibentukkelembagaan pengelolaan irigasi.

(2) Kelembagaan pengelolaan irigasi sebagaimana dimaksud padaayat (1) meliputi SKPD yang membidangi, HIPPA dan komisiirigasi.

Pasal 7

(1) Petani pemakai air wajib membentuk HIPPA secara demokratispada setiap daerah layanan/petak tersier atau desa.

(2) HIPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membentukGHIPPA pada daerah layanan/ blok sekunder, gabunganbeberapa blok sekunder, atau satu daerah irigasi.

(3) GHIPPA dapat membentuk IHIPPA pada daerah layanan/blokprimer, gabungan beberapa blok primer, atau satu daerahirigasi.

8

Pasal 8

(1) Untuk mewujudkan keterpaduan pengelolaan sistem irigasikabupaten dibentuk komisi irigasi kabupaten.

(2) Dalam sistem irigasi yang multiguna dapat diselenggarakanforum koordinasi daerah irigasi.

Pasal 9

(1) Komisi irigasi kabupaten dibentuk oleh Bupati.(2) Keanggotaan komisi irigasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) terdiri dari wakil pemerintah kabupaten dan wakil nonpemerintah yang meliputi wakil HIPPA dan/ atau wakilkelompok pengguna jaringan irigasi dengan prinsip keanggotaanproporsional dan keterwakilan.

BAB IVWEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 10

Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten dalampenyelenggaraan urusan pemerintahan bidang pengembangan danpengelolaan sistem irigasi meliputi:a. menetapkan kebijakan kabupaten dalam pengembangan dan

pengelolaan sistem irigasi berdasarkan kebijakanpengembangan dan pengelolaan sistem irigasi nasional danprovinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupatensekitarnya;

b. melaksanakan pengembangan sistem irigasi pada jaringanirigasi primer dan sekunder pada daerah irigasi dalam satukabupaten;

c. melaksanakan pengelolaan sistem irigasi pada jaringan irigasiprimer dan sekunder pada daerah irigasi dalam satu kabupatenyang luasnya kurang dari 1.000 Ha;

d. memberi izin penggunaan dan pengusahaan air tanah diwilayah kabupaten untuk keperluan irigasi;

e. menjaga efektivitas, efisiensi dan ketertiban pelaksanaanpengembangan sistem irigasi pada jaringan irigasi primer dansekunder pada suatu daerah irigasi yang utuh dalam 1 (satu)daerah;

f. menjaga efektivitas, efisiensi dan ketertiban pelaksanaanpengelolaan sistem irigasi pada jaringan irigasi primer dansekunder pada daerah irigasi dalam 1 (satu) daerah yangluasnya kurang dari 1.000 ha;

g. memfasilitasi penyelesaian sengketa antar daerah irigasi yangberkaitan dengan pengembangan dan pengelolaan sistemirigasi;

h. memberikan bantuan kepada masyarakat petani dalampengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang menjaditanggung jawab masyarakat petani atas permintaannyaberdasarkan prinsip kemandirian;

i. melaksanakan pemberdayaan HIPPA; danj. memberikan izin pembangunan, pemanfaatan, pengubahan

dan/atau pembongkaran bangunan dan/atau saluran irigasipada jaringan irigasi primer dan sekunder dalam suatu jaringanIrigasi.

9

Pasal 11

(1) Wewenang dan tanggung jawab pemerintah desa meliputi:a. melaksanakan peningkatan dan pengelolaan sistem irigasi

yang dibangun oleh pemerintah desa yang selanjutnyadisebut saluran desa;

b. menjaga efektivitas, efisiensi dan ketertiban pelaksanaanpeningkatan dan pengelolaan sistem irigasi pada salurandesa;

c. pemerintah desa wajib mengalokasikan Alokasi Dana Desa(ADD) untuk pembangunan, rehabilitasi dan operasi danpemeliharaan saluran desa bersama HIPPA setempat;

d. jika terjadi kerusakan berat pada saluran desa danpemerintah desa tidak mampu menangani, pemerintahkabupaten masih berkewajiban untuk memberikan bantuanbaik teknis maupun pembiayaan.

(2) Saluran Desa ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 12

Hak dan tanggung jawab masyarakat petani dalam pengembangandan pengelolaan sistem irigasi, meliputi:a. melaksanakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi

pada jaringan irigasi tersier;b. menjaga efektivitas, efisiensi dan ketertiban pelaksanakan

pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi pada jaringanirigasi tersier yang menjadi tanggungjawabnya; dan

c. memberikan rekomendasi pelaksanaan pembangunan,pemanfaatan, pengubahan, dan/atau pembongkaranbangunan dan/atau jaringan irigasi tersier pada suatujaringan irigasi berdasarkan pendekatan partisipatif.

Pasal 13

(1) Dalam hal Pemerintah Kabupaten belum dapat melaksanakansebagian wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,Pemerintah Kabupaten dapat menyerahkan wewenang tersebutkepada Pemerintah Provinsi.

(2) Wewenang yang dapat diserahkan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) hanya meliputi pelaksanaan pembangunan,peningkatan, atau rehabilitasi sistem irigasi.

(3) Pelaksanaan penyerahan sebagian wewenang sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan usulanpenyerahan dari Pemerintah Kabupaten kepada PemerintahProvinsi yang disertai dengan alasan yang mencangkupketidakmampuan teknis dan/atau keuangan.

(4) Berdasarkan usulan penyerahan wewenang yang diterima,sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Provinsi, danpemerintah kabupaten membuat kesepakatan mengenaipenyerahan wewenang Pemerintah Kabupaten kepadaPemerintah Provinsi.

(5) Dalam pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud padaayat (1), (2), (3) dan (4) Kabupaten dapat bekerja sama denganPemerintah, Pemerintah Provinsi dan/atau PemerintahKabupaten sekitar.

10

BAB VPARTISIPASI MASYARAKAT PETANI DALAM PENGEMBANGAN DAN

PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

Pasal 14

(1) Partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan danpengelolaan sistem irigasi diwujudkan mulai dari pemikiranawal, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatandalam pembangunan, peningkatan, rehabilitasi, operasional,dan pemeliharaan.

(2) Partisipasi masyarakat petani sebagaimana dimaksud padaayat (1) dapat diwujudkan dalam bentuk sumbangan pemikiran,gagasan, waktu, tenaga, material, dan dana.

(3) Partisipasi masyarakat petani sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilakukan secara perseorangan atau melalui HIPPA.

(4) Partisipasi masyarakat petani sebagaimana dimaksud padaayat (1) didasarkan atas kemauan dan kemampuanmasyarakat petani serta semangat kemitraan dankemandirian.

(5) Partisipasi masyarakat petani sebagaimana dimaksud padaayat (1) dapat disalurkan melalui HIPPA di wilayah kerjanya.

BAB VIPEMBERDAYAAN

Pasal 15

(1) Pemerintah kabupaten melakukan pemberdayaan HIPPA.(2) Pemerintah kabupaten menetapkan strategi dan program

pemberdayaan HIPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berdasarkan kebijakan daerah dalam pengembangan danpengelolaan sistem irigasi.

(3) Pemerintah kabupaten dapat memberi bantuan kepadaHimpunan petani pemakai air (HIPPA) dalam melaksanakanpemberdayaan.

Pasal 16

Pemerintah kabupaten sesuai dengan kewenangannya:a. melakukan penyuluhan dan penyebarluasan teknologi bidang

irigasi hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakatpetani;

b. mendorong masyarakat petani untuk berpartisipasi,menerapkan teknologi tepat guna yang sesuai dengankebutuhan, sumber daya, dan kearifan lokal untukmeningkatkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab gunakeberlanjutan sistem irigasi.

BAB VIIPENGELOLAAN AIR IRIGASI

Bagian kesatuHak Guna Air untuk Irigasi

Pasal 17

Hak guna air untuk irigasi terdiri dari :

11

a. Hak guna pakai air untuk irigasi diberikan untuk pertanianrakyat;

b. Hak guna usaha air untuk irigasi diberikan untuk keperluanpengusahaan di bidang pertanian.

Pasal 18

(1) Hak guna pakai air untuk irigasi diberikan kepada masyarakatpetani melalui HIPPA dan bagi pertanian rakyat yang beradadidalam sistem irigasi yang sudah ada, hak guna air diperolehtanpa izin.

(2) Hak guna pakai air untuk irigasi sebagaimana dimaksud padaayat (1) diberikan pada setiap daerah irigasi dipintupengambilan pada bangunan utama.

(3) Hak guna pakai air untuk irigasi sebagaimana dimaksud padaayat (1) diberikan dalam bentuk keputusan bupati yangdilengkapi dengan rincian daftar petak primer, petak sekunder,dan petak tersier yang mendapatkan air.

(4) Hak guna pakai air untuk irigasi bagi pertanian rakyat padasistem irigasi baru dan sistem irigasi yang ditingkatkandiberikan kepada masyarakat petani melalui Himpunan petanipemakai air berdasarkan permohonan izin pemakaian air untukirigasi.

(5) Hak guna pakai air untuk irigasi sebagaimana dimaksud padaayat (4) diberikan pada setiap daerah irigasi di pintupengambilan pada bangunan utama.

(6) Hak guna pakai air untuk irigasi sebagaimana dimaksud padaayat (4) diberikan dalam bentuk Keputusan Bupati yangdilengkapi dengan rincian daftar petak primer, petak sekunderdan petak tersier yang mendapatkan air.

(7) Hak guna pakai air untuk irigasi diberikan pada suatu sistemirigasi sesuai dengan luas daerah irigasi yang dimanfaatkan.

(8) Hak guna pakai air untuk irigasi dievaluasi setiap tahun olehbupati untuk mengkaji ulang kesesuaian antara hak guna pakaiair untuk irigasi dengan penggunaan air dan ketersediaan airpada sumbernya.

(9) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) digunakanbupati sebagai dasar untuk melanjutkan, menyesuaikan, ataumencabut hak guna pakai air untuk irigasi.

Pasal 19

(1) Hak guna usaha air untuk irigasi bagi badan usaha, badansosial, atau perseorangan diberikan berdasarkan izin.

(2) Hak guna usaha air untuk irigasi sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diberikan dalam bentuk Keputusan Bupati dalampengelolaan sumber daya air berdasarkan permohonan izinpengusahaan air untuk irigasi.

(3) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud padaayat (2) diberikan secara selektif dengan tetap mengutamakanpenggunaan air untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi pertanian rakyat.

(4) Hak guna usaha air untuk irigasi sebagaimana dimaksud padaayat (1) diberikan untuk daerah pelayanan tertentu di pintupengambilan pada bangunan utama.

12

(5) Hak guna usaha air untuk irigasi sebagaimana dimaksud padaayat (4) diberikan untuk daerah pelayanan tertentu 3 (tiga)tahun dan dapat diperpanjang.

(6) Hak guna usaha air untuk irigasi di evaluasi setiap tahun olehBupati sesuai dengan kewenangannya untuk mengkaji ulangkesesuaian antara hak guna usaha air untuk irigasi denganpenggunaan air dan ketersediaan air pada sumbernya.

(7) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) digunakanBupati sebagai dasar untuk melanjutkan, menyesuaikan, ataumencabut hak guna usaha air untuk irigasi.

Pasal 20

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin untukmemperoleh hak guna air untuk irigasi diatur dengan PeraturanBupati.

Bagian KeduaPenyediaan Air Irigasi

Pasal 21

(1) Penyediaan air irigasi ditujukan untuk mendukungproduktivitas lahan dalam rangka meningkatkan produksipertanian dan perikanan yang maksimal.

(2) Dalam hal tertentu, penyediaan air irigasi sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam batas tertentuuntuk pemenuhan kebutuhan lainnya.

(3) Penyediaan air irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)direncanakan berdasarkan pada prakiraan ketersediaan airpada sumbernya dan digunakan sebagai dasar penyusunanrencana tata tanam.

(4) Dalam penyediaan air irigasi sebagaimana dimaksud padaayat (1), pemerintah daerah mengupayakan :a. optimalisasi pemanfaatan air irigasi pada daerah irigasi

atau antar daerah irigasi;b. keandalan ketersediaan air irigasi serta pengendalian dan

perbaikan mutu air irigasi dalam rangka penyediaan airirigasi.

Pasal 22

(1) Penyusunan rencana tata tanam sebagaimana dimaksuddalam Pasal 21 ayat (3) dilaksanakan oleh dinas berdasarkanusulan Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA).

(2) Rencana tata tanam diseluruh daerah irigasi yang terletakdalam suatu daerah, di bahas dan disepakati dalam komisiirigasi kabupaten serta ditetapkan oleh Bupati.

Pasal 23

(1) Penyediaan air irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21disusun dalam rencana tahunan penyediaan air irigasi padasetiap daerah irigasi.

(2) Rancangan rencana tahunan penyediaan air irigasisebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh dinasberdasarkan usulan Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA)yang didasarkan pada rancangan rencana tata tanam.

13

(3) Rancangan rencana tahunan penyediaan air irigasisebagaimana dimaksud pada ayat (2) di bahas dan disepakatidalam komisi irigasi kabupaten sesuai dengan daerahirigasinya.

(4) Rancangan rencana tahunan penyediaan air irigasisebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh komisiirigasi kabupaten kepada Bupati guna mendapatkan alokasiair untuk irigasi.

(5) Rancangan rencana tahunan penyediaan air irigasisebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan denganKeputusan Bupati.

(6) Dalam hal ketersediaan air dari sumber air tidak mencukupisehingga menyebabkan perubahan rencana penyediaan airyang mengakibatkan perubahan alokasi air untuk irigasi,Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) menyesuaikan kembalirancangan rencana tata tanam di daerah irigasi yangbersangkutan.

Pasal 24

Dalam hal terjadi kekeringan pada sumber air yang mengakibatkanterjadinya kekurangan air irigasi sehingga diperlukan substitusiair irigasi, Pemerintah Daerah dapat mengupayakan tambahanpasokan air irigasi dari sumber air lainnya atau melakukanpenyesuaian penyediaan dan pengaturan air irigasi setelahmemperhatikan masukan dari Komisi Irigasi sesuai denganperaturan perundang-undangan.

Bagian KetigaPengaturan Air Irigasi

Pasal 25

(1) Pelaksanaan pengaturan air irigasi didasarkan atas rencanatahunan pengaturan air irigasi yang memuat rencana tahunanpembagian dan pemberian air irigasi.

(2) Rancangan rencana tahunan pembagian dan pemberian airirigasi disusun oleh dinas berdasarkan rencana tahunanpenyediaan air irigasi dan usulan Himpunan Petani PemakaiAir (HIPPA) mengenai kebutuhan air dan rencana tata tanam.

(3) Rancangan rencana tahunan pembagian dan pemberian airirigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibahas dandisepakati oleh komisi irigasi kabupaten sesuai dengan daerahirigasinya dengan memperhatikan kebutuhan air untuk irigasiyang disepakati Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA)disetiap daerah irigasi.

(4) Rancangan rencana tahunan pembagian dan pemberian airirigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telahdisepakati oleh komisi irigasi ditetapkan dengan KeputusanBupati.

(5) Pembagian dan pemberian air irigasi berdasarkan rencanatahunan pembagian dan pemberian air irigasi sebagaimanadimaksud pada ayat (4) dimulai dari petak primer, petaksekunder sampai dengan tersier dilakukan oleh pelaksanapengelolaan irigasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

14

Pasal 26

(1) Pembagian air irigasi dalam jaringan irigasi primer dan/ataujaringan irigasi sekunder dilakukan melalui bangunan bagiatau bangunan bagi-sadap yang telah ditentukan.

(2) Pemberian air irigasi ke petak tersier harus dilakukan melaluibangunan sadap atau bangunan bagi-sadap yang telahditentukan.

Pasal 27

(1) Penggunaan air irigasi ditingkat tersier menjadi hak dantanggung jawab Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA).

(2) Penggunaan air irigasi yang dilakukan dari jaringan irigasitersier atau jaringan irigasi kuarter pada tempat pengambilanyang telah ditetapkan oleh Himpunan Petani Pemakai Air(HIPPA).

(3) Penggunaan air di luar ketentuan sebagaimana dimaksud padaayat (2) di lakukan dengan Izin Bupati.

Pasal 28

Dalam hal penyediaan air irigasi tidak mencukupi, pengaturan airirigasi di lakukan secara bergilir yang ditetapkan denganKeputusan Bupati.

Bagian KeempatDrainase

Pasal 29

(1) Setiap pembangunan jaringan irigasi dilengkapi denganpembangunan jaringan drainase yang merupakan satukesatuan dengan jaringan irigasi yang bersangkutan danberfungsi untuk mengalirkan kelebihan air agar tidakmengganggu produktivitas lahan.

(2) Kelebihan air irigasi yang dialirkan melalui jaringan drainaseharus dijaga kualitasnya dengan upaya pencegahanpencemaran agar memenuhi persyaratan kualitasberdasarkan Peraturan Perundang-undangan.

(3) Pemerintah Kabupaten bersama HIPPA/GHIPPA/IHIPPA, danmasyarakat berkewajiban menjaga kelangsungan fungsidrainase.

(4) Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang dapatmengganggu fungsi drainase.

Bagian KelimaPenggunaan Air Untuk Irigasi Langsung Dari Sumber Air

Pasal 30

(1) Penggunaan air untuk irigasi yang diambil langsung darisumber air permukaan yang bersifat komersial harusmendapat izin Pemerintah Kabupaten sesuai dengankewenangannya dalam pengelolaan sumber daya air.

(2) Penggunaan air untuk irigasi yang diambil langsung daricekungan air tanah harus mendapat izin dari pemerintahkabupaten sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

15

(3) Setiap pemakai air yang menggunakan air untuk irigasidiluar daerah irigasi yang telah ditetapkan dan mengambillangsung dari sumber air permukaan harus mendapat izindari Bupati.

BAB VIIIPENGEMBANGAN JARINGAN IRIGASI

Bagian KesatuPembangunan dan Peningkatan Jaringan Irigasi

Pasal 31

(1) Pembangunan dan peningkatan jaringan irigasi harusmendapat izin dan persetujuan desain dari Bupatiberdasarkan rencana induk pengelolaan sumber daya airwilayah sungai.

(2) Pengawasan pembangunan dan peningkatan jaringan irigasidilaksanakan oleh pemerintah kabupaten.

Pasal 32

(1) Pemerintah kabupaten bertanggung jawab dalampembangunan dan peningkatan jaringan irigasi primer dansekunder sesuai dengan kewenangannya.

(2) Pembangunan dan peningkatan jaringan irigasi primer dansekunder dapat dilakukan oleh Himpunan Petani Pemakai Air(HIPPA) sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannyaberdasarkan izin dari Bupati dalam pengelolaan sumberdaya air.

(3) Pembangunan dan peningkatan jaringan irigasi tersier menjadihak dan tanggung jawab HIPPA.

(4) Dalam hal HIPPA tidak mampu melaksanakan pembangunandan peningkatan jaringan irigasi tersier yang menjadi hak dantanggung jawabnya, pemerintah, pemerintah provinsi, ataupemerintah kabupaten dapat membantu jaringan irigasi tersierberdasarkan permintaan dari HIPPA dengan memperhatikanprinsip kemandirian.

(5) Badan usaha, badan sosial atau perseorangan yangmemanfaatkan air dari sumber air melalui jaringan irigasiyang dibangun pemerintah kabupaten dapat membantujaringannya sendiri setelah memperoleh izin Bupati.

Pasal 33

Pedoman mengenai tata cara pemberian izin pembangunan danpeningkatan jaringan irigasi diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 34

(1) Pengubahan dan/atau pembongkaran jaringan irigasi primerdan sekunder yang mengakibatkan perubahan bentuk danfungsi jaringan irigasi primer dan sekunder harus mendapatIzin Bupati sesuai dengan kewenangannya.

(2) Pengubahan dan/atau pembongkaran jaringan irigasi tersierharus mendapat persetujuan dari HIPPA.

16

Pasal 35

Pembangunan dan/ atau peningkatan jaringan irigasi dilakukanbersamaan dengan kegiatan pengembangan lahan pertanianberirigasi sesuai dengan rencana dan program pengembanganpertanian dengan mempertimbangkan kesiapan petani setempat.

BAB IXPENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI

Bagian KesatuOperasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi

Pasal 36

Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dilaksanakan secarapartisipatif sesuai dengan prosedur dan tata cara berdasarkanketentuan perundangan - undangan.

Pasal 37

(1) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dansekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintahkabupaten.

(2) HIPPA dapat berperan serta dalam operasi dan pemeliharaanjaringan irigasi primer dan sekunder sesuai dengankebutuhan dan kemampuannya.

(3) HIPPA dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaanoperasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dansekunder.

(4) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dansekunder dilaksanakan atas dasar rencana tahunan operasidan pemeliharaan yang disepakati bersama secara tertulisantara pemerintah kabupaten, HIPPA dan pengguna jaringanirigasi di setiap daerah irigasi.

(5) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier menjadi hakdan tanggung jawab HIPPA.

(6) Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi milik badan usaha,badan sosial, atau perseorangan menjadi tanggung jawabpihak yang bersangkutan.

Pasal 38

Dalam hal HIPPA tidak mampu melaksanakan operasi danpemeliharaan jaringan irigasi yang menjadi hak dan tanggungjawabnya, pemerintah kabupaten dapat memberikan bantuandan/atau dukungan fasilitas berdasarkan permintaan dari HIPPAdengan memperhatikan prinsip kemandirian.

Pasal 39

(1) Pemerintah kabupaten menetapkan waktu pengeringan danbagian jaringan irigasi yang harus dikeringkan setelahberkoordinasi dengan HIPPA.

(2) Pengeringan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakanuntuk keperluan pemeriksaan atau pemeliharaan jaringanirigasi.

17

Pasal 40

(1) Dalam rangka operasi dan pemeliharaan jaringan irigasidilakukan pengamanan jaringan irigasi yang bertujuan untukmencegah kerusakan jaringan irigasi.

(2) Pengamanan jaringan irigasi sebagaimana dimaksud padaayat (1) dilakukan oleh Dinas, HIPPA, dan pihak lain sesuaidengan tanggung jawab masing-masing.

Pasal 41

(1) Dalam rangka operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi,sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 lembaga pengelolairigasi, pemakai air irigasi, pengguna jaringan irigasi danmasyarakat berperan serta dan bertanggung jawabmelakukan pengamanan jaringan irigasi untuk menjaminkelangsungan fungsinya.

(2) Untuk dapat mendirikan, mengubah ataupun membongkarbangunan-bangunan lain yang berada di dalam, di atasmaupun yang melintasi saluran irigasi harus terlebih dahulumendapat izin dari pejabat yang berwenang.

(3) Penguasaan sebidang tanah yang letaknya lebih rendah, wajibmembiarkan air yang secara alamiah mengalir dari bidangtanah lain yang letaknya lebih tinggi.

(4) Penguasaan sebidang tanah yang letaknya lebih tinggi ataulebih rendah tidak dibenarkan melakukan perbuatan yangmengakibatkan terganggunya aliran air secara alamiahsehingga dapat menimbulkan kerugian bagi tetangganya.

(5) Perubahan ketinggian sebidang tanah harus terlebih dahulumendapatkan izin dari Dinas.

Pasal 42

(1) Sebagai usaha pengamanan jaringan irigasi besertabangunan bangunannya ditetapkan garis sempadan padajaringan irigasi untuk pendirian bangunan dan untukpembuatan pagar.

(2) Garis sempadan pada jaringan irigasi yang bertanggulsebagaimana dimaksud pada ayat (1), diukur dari bagianterluar kaki tanggul/bangunan/jalan inspeksi :Untuk mendirikan bangunan :a. 5 (lima) meter untuk saluran irigasi dan saluran

pembuangan dengan kemampuan 4 m3/detik atau lebih ;b. 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan saluran

pembuangan dengan kemampuan 1 sampai4 m3/detik;

c. 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan saluranpembuangan dengan kemampuan kurang dari1 m3/detik.

Untuk membuat pagar :a. 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan saluran

pembuangan dengan dengan kemampuan 4 m3/detikatau lebih ;

b. 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan saluranpembuangan dengan kemampuan 1 sampai 4 m3/detik;

18

c. 1 (satu) meter untuk saluran irigasi dan saluranpembuangan dengan kemampuan kurang dari 1m3/detik.

(3) Garis sempadan pada jaringan irigasi yang tidak bertanggulsebagaimana dimaksud pada ayat (1), diukur dari tepi saluranUntuk mendirikan bangunan :a. 5 (lima) meter untuk saluran irigasi dan saluran

pembuangan dengan kemampuan 4 m3/detik atau lebih ;b. 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan saluran

pembuangan dengan kemampuan 1 sampai 4 m3/detik ;c. 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan pembuangan

dengan kemampuan kurang dari 1 m3/detik .Untuk membuat pagar :a. 3 (tiga) meter untuk saluran irigasi dan saluran

pembuangan dengan dengan kemampuan 4 m3/detik ataulebih ;

b. 2 (dua) meter untuk saluran irigasi dan saluranpembuangan dengan kemampuan 1 sampai 4 m3/detik ;

c. 1 (satu) meter untuk saluran irigasi dan saluranpembuangan dengankemampuan kurang dari 1 m3/detik.

Pasal 43

Pedoman mengenai operasi dan pemeliharaan jaringan irigasidiatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian KeduaRehabilitasi Jaringan Irigasi

Pasal 44

(1) Rehabilitasi jaringan irigasi dilaksanakan berdasarkan urutanprioritas kebutuhan perbaikan irigasi.

(2) Rehabilitasi jaringan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapatpula dilaksanakan oleh HIPPA/GHIPPA/IHIPPA.

Pasal 45

(1) Pemerintah kabupaten bertanggung jawab dalam rehabilitasijaringan irigasi primer dan sekunder.

(2) Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) dapat berperan sertadalam rehabilitasi jaringan irigasi primer dan sekunder sesuaidengan kebutuhan dan kemampuannya berdasarkanpersetujuan dari pemerintah kabupaten dalam pengelolaansumber daya air.

(3) Rehabilitasi jaringan irigasi tersier menjadi hak dan tanggungjawab Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA).

(4) Dalam hal Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) tidak mampumelaksanakan rehabilitasi jaringan irigasi tersier yang menjadihak dan tanggung jawabnya, pemerintah kabupaten dapatmembantu rehabilitasi jaringan irigasi tersier berdasarkanpermintaan dari HIPPA dengan memperhatikan prinsipkemandirian.

(5) Badan usaha, badan sosial, perseorangan, atauHIPPA/GHIPPA/IHIPPA untuk keperluan lainnya bertanggungjawab merehabilitasi jaringan irigasi yang dibangunnya.

19

Pasal 46

(1) Rehabilitasi jaringan irigasi yang mengakibatkan pengubahandan/atau pembongkaran jaringan irigasi primer dan sekunderharus mendapatkan izin Bupati.

(2) Pengubahan dan/atau pembongkaran jaringan irigasi tersierharus mendapat persetujuan dari HIPPA.

(3) Waktu pengeringan yang diperlukan untuk kegiatan rehabilitasidan peningkatan jaringan irigasi harus dijadualkan dalamrencana tata tanam.

(4) Waktu pengeringan yang diperlukan untuk kegiatan rehabilitasiyang direncanakan, rehabilitasi akibat keadaan darurat, ataupeningkatan jaringan irigasi dapat dilakukan paling lama6 (enam) bulan.

(5) Pengeringan yang memerlukan waktu lebih lama dariketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkandengan Keputusan Bupati.

BAB XPENGELOLAAN ASET IRIGASI

Bagian KesatuInventarisasi Aset Irigasi

Pasal 47

(1) Pemerintah Kabupaten melakukan inventarisasi, perencanaan,pengelolaan jaringan irigasi dan aset irigasi lainnya.

(2) Pemerintah Kabupaten melakukan inventarisasi aset irigasiyang bertujuan untuk mendapatkan data kondisi dan fungsiseluruh aset irigasi pada daerah irigasi yang menjadikewenangannya, meliputi inventarisasi jaringan irigasi danaset irigasi lainnya yang terdiri dari fasilitas pendukungpengelolaan irigasi, lembaga pengelola irigasi, dan sumberdayamanusia yang dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali.

(3) Inventarisasi jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) meliputi jumlah, dimensi, jenis, kondisi, dan fungsijaringan irigasi, ketersediaan air, nilai aset, dan arealpelayanan yang dilaksanakan setahun sekali pada setiapdaerah irigasi.

(4) Badan usaha, badan sosial, perseorangan, danHIPPA/GHIPPA/IHIPPA membantu Pemerintah Kabupatendalam melakukan inventarisasi aset irigasi yang menjaditanggung jawabnya secara berkelanjutan.

(5) Pemerintah kabupaten mengembangkan sistem informasi irigasiyang didasarkan atas dokumen inventarisasi aset irigasisebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Bagian KeduaPerencanaan Pengelolaan Aset Irigasi

Pasal 48

(1) Perencanaan pengelolaan aset irigasi meliputi kegiatan analisisdata hasil inventarisasi aset irigasi dan perumusan rencanatindak lanjut untuk mengoptimalkan pemanfaatan aset irigasidalam setiap daerah irigasi yang ditetapkan 5 (lima) tahunsekali.

20

(2) Penyusunan rencana pengelolaan aset irigasi dilakukan secaraterpadu, transparan dan akuntabel dengan melibatkan semuapemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi.

(3) Badan usaha, Badan sosial, perseorangan atau HIPPA menyusunrencana pengelolaan aset irigasi yang menjadi tanggungjawabnya secara berkelanjutan.

Bagian KetigaPelaksanaan Pengelolaan Aset Irigasi

Pasal 49

(1) Pemerintah Kabupaten melaksanakan pengelolaan aset irigasisecara berkelanjutan berdasarkan rencana pengelolaan asetirigasi yang telah ditetapkan.

(2) Badan usaha, badan sosial, perseorangan atau HIPPAmelaksanakan pengelolaan aset irigasi yang menjadi tanggungjawabnya secara berkelanjutan.

(3) Jaringan irigasi yang telah diserahkan sementara aset dan/ataupengelolaannya kepada HIPPA diatur lebih lanjut denganPeraturan Bupati.

Bagian KeempatMonitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan Aset Irigasi

Pasal 50

(1) Pemerintah Kabupaten melakukan monitoring dan evaluasipelaksanaan pengelolaan aset irigasi setiap tahun.

(2) Badan usaha, badan sosial, perseorangan atau HIPPAmembantu Bupati dalam melakukan monitoring dan evaluasipelaksanaan pengelolaan aset irigasi yang menjadi tanggungjawabnya secara berkelanjutan.

(3) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan aset irigasisebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengkajiulang kesesuaian antara rencana dan pelaksanaanpengelolaan aset irigasi.

BAB XIPEMBIAYAAN

Bagian KesatuPembiayaan Pengembangan Jaringan Irigasi

Pasal 51

(1) Pembiayaan pengembangan jaringan irigasi primer dan sekundermenjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten dan/atau dapatmelibatkan peran petani.

(2) Pembiayaan pengembangan jaringan irigasi tersier menjaditanggung jawab HIPPA.

(3) Pembiyaan pengembangan bangunan sadap, saluran sepanjang50 (lima puluh) meter dari bangunan sadap, dan bangunanpelengkap lainnya menjadi tanggung jawab PemerintahKabupaten sesuai dengan kewenangannya.

(4) Dalam hal HIPPA tidak mampu membiayai pengembanganjaringan irigasi tersier yang menjadi tanggung jawabnya,

21

Pemerintah Kabupaten dapat membantu pembiayaanpengembangan jaringan irigasi tersier, berdasarkan permintaandari HIPPA dengan memperhatikan prinsip kemandirian.

(5) Pembiayaan pengembangan jaringan irigasi yang diselenggarakanoleh badan usaha, badan sosial, atau perseorangan menjaditanggung jawab pihak yang bersangkutan.

Bagian KeduaPembiayaan Pengelolaan Jaringan Irigasi

Pasal 52

(1) Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi primer dan sekundermenjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten dan/atau dapatmelibatkan peran petani.

(2) Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi tersier menjaditanggung jawab HIPPA.

(3) Dalam hal HIPPA tidak mampu membiayai pengelolaanjaringan irigasi tersier yang menjadi tanggung jawabnya,pemerintah kabupaten dapat membantu pembiayaanpengembangan jaringan irigasi tersier, berdasarkan permintaandari HIPPA dengan memperhatikan prinsip kemandirian.

(4) Pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi yang diselenggarakanoleh badan usaha, badan sosial, atau perseorangan ditanggungoleh masing-masing.

(5) Pengguna jaringan irigasi wajib ikut serta dalam pembiayaanpengelolaan jaringan irigasi yang di bangun oleh pemerintahkabupaten.

Pasal 53

(1) Dalam hal terdapat kepentingan mendesak untuk rehabilitasijaringan irigasi pada daerah irigasi diatas 3000 (tiga ribu) haatau daerah irigasi strategis nasional tetapi belum rnenjadiprioritas nasional, Pemerintah dapat saling bekerja samadalam pembiayaan dengan Pemerintah Provinsi dan/ atauPemerintah Kabupaten.

(2) Dalam hal terdapat kepentingan mendesak untuk rehabilitasijaringan irigasi 1000 (seribu) ha sampai dengan 3000 (tigaribu) ha, lintas Kabupaten, tetapi belum menjadi prioritasProvinsi, Pemerintah Provinsi dapat bekerja sama dalampembiayaan dengan Pernerintah Kabupaten.

Pasal 54

Pembiayaan operasional komisi irigasi kabupaten dan forumkoordinasi daerah irigasi menjadi tanggung jawab PemerintahKabupaten.

Bagian KetigaKeterpaduan Pembiayaan Pengelolaan Jaringan Irigasi

Pasal 55

Koordinasi dan keterpaduan perencaan pembiayaan pengelolaanjaringan irigasi mengacu pada usulan prioritas alokasi pembiayaanpengelolaan jaringan irigasi yang disampaikan oleh komisi irigasikabupaten.

22

Bagian KeempatMekanisme Pembiayaan Pengembangan dan Pengelolaan

Jaringan Irigasi

Pasal 56

Ketentuan mengenai mekanisme pembiayaan pengembangan danpengelolaan jaringan irigasi diatur lebih lanjut dengan PeraturanBupati.

BAB XIIALIH FUNGSI LAHAN BER IRIGASI

Pasal 57

(1) Untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat jaringanirigasi, bupati mengupayakan ketersediaan lahan beririgasidan/atau mengendalikan alih fungsi lahan beririgasi didaerahnya.

(2) Pemerintah Kabupaten menetapkan wilayah potensial irigasidalam rencana tata ruang wilayah (RT/RW) untuk mendukungketahanan pangan nasional.

Pasal 58

(1) Alih fungsi lahan beririgasi tidak dapat dilakukan kecualiterdapat:a. perubahan rencana tata ruang wilayah; ataub. bencana alam yang mengakibatkan hilangnya fungsi lahan

dan jaringan irigasi.(2) Pemerintah Kabupaten mengupayakan penggantian lahan

beririgasi beserta jaringannya yang diakibatkan oleh perubahanrencana tata ruang wilayah.

(3) Pemerintah Kabupaten bertanggung jawab melakukanpenataan ulang sistem irigasi dalam hal :a. sebagian jaringan irigasi beralih fungsi; ataub. sebagian lahan beririgasi beralih fungsi.

(4) Tata cara pelaksanaan alih fungsi lahan dan penataan ulangsistem irigasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

BAB XIIIKOORDINASI PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

Pasal 59

(1) Koordinasi pengelolaan sistem irigasi dilakukan melalui komisiirigasi kabupaten dan/atau forum koordinasi daerah irigasi.

(2) Dalam melaksanakan koordinasi pengelolaan sistem irigasi,komisi irigasi dapat mengundang pihak lain yangberkepentingan guna menghadiri sidang-sidang komisi untukmemperoleh informasi yang diperlukan.

(3) Koordinasi pengelolaan sistem irigasi pada daerah irigasi yangmenjadi kewenangan kabupaten dan daerah irigasi yang sudahditugaskan oleh pemerintah dan/atau pemerintah provinsikepada kabupaten dilaksanakan melalui Komisi IrigasiKabupaten.

23

(4) Koordinasi pengelolaan sistem irigasi yang jaringannya berfungsimulti guna pada satu daerah irigasi dapat dilaksanakan melaluiKomisi Irigasi.

BAB XIVPENGAWASAN

Pasal 60

(1) Dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi pada setiapdaerah irigasi dilaksanakan pengawasan yang dilakukan olehPemerintah Kabupaten dengan melibatkan peran masyarakat.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputikegiatan :a. pemantauan dan evaluasi agar sesuai dengan norma,

standar, pedoman, dan manual;b. pelaporan;c. pemberian rekomendasi; dand. penertiban.

(3) Peran masyarakat dalam pengawasan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan laporan ataupengaduan kepada Pemerintah Kabupaten.

(4) Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA), badan usaha, badansosial, dan perseorangan menyampaikan laporan mengenaiinformasi pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yangmenjadi tanggung jawabnya kepada pemerintah kabupaten.

(5) Dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)Pemerintah Kabupaten menyediakan informasi pengembangandan pengelolaan sistem irigasi secara terbuka untuk umum.

(6) Untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan fungsi irigasi,SKPD dapat mengadakan perubahan dan/atau pembongkaranbangunan-bangunan dalam jaringan irigasi maupun bangunanpelengkapnya, mendirikan, merubah atau membongkarbangunan-bangunan lain yang berada di dalam, di atas maupunmelintasi saluran irigasi.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pengawasanpengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diatur denganPeraturan Bupati.

BAB XVLARANGAN

Pasal 61

(1) Setiap orang dilarang :a. menyadap air dari saluran pembawa, selain pada tempat

yang sudah ditentukan;b. menggembalakan, menambatkan atau menahan ternak pada

bangunan-bangunan pengairan atau di luar bangunandengan jarak yang diperkirakan ternak dapat masukkedalamnya;

c. membuang benda-benda padat dan benda-benda cair yangkotor dengan atau tanpa alat-alat mekanis yang dapatberakibat menghambat aliran, mengubah sifat air sertamerusak bangunan jaringan irigasi, beserta tanahurutannya;

24

d. membuat galian atau membuat solokan panjang, salurandan bangunan-bangunannya di daerah sempadan jaringanirigasi, yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran danmengganggu stabilitas saluran serta bangunannya;

e. merusak dan atau mencabut rumput atau tanaman yangditanam pada tangkis-tangkis saluran dan pada tanahurutan bangunan-bangunannya;

f. menanam pada tangkis-tangkis saluran, berm dansaluran-saluran;

g. menghalangi atau merintangi kelancaran jalannya air irigasidengan cara apapun;

h. menempatkan atau membangun seluruh atau sebagianbangunan apapun termasuk pagar-pagar tetap (permanen),memperbaharui seluruhnya atau sebagian dalam batas garissempadan;

i. mengambil air bawah tanah pada daerah irigasi yang carapengambilannya dilakukan dengan mempergunakanpompa kecuali mendapat izin terlebih dahulu dari pejabatyang berwenang;

j. mengambil bahan-bahan galian, berupa pasir, kerikil, batuatau hasil alam yang serupa dari jaringan irigasi dengan alat-alat mekanis dan atau dalam jumlah yang besar, kecualimendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang;

k. membuat galian atau selokan-selokan sepanjang saluran danbangunan-bangunannya pada jarak tertentu yang dapatmengakibatkan terjadinya kebocoran dan dapat mengganggustabilitas saluran dan bangunan-bangunannya;

l. melakukan kegiatan yang dapat mengganggu fungsidrainase;

m. merusak bangunan, pintu air dan/atau saluran irigasi yangtelah dibangun;

n. menambah dan/atau merubah fungsi pada bangunanfasilitas sumur pompa;

o. menyewakan atau memindahtangankan sebagian atauseluruh hak guna air.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf hdan i, berlaku juga untuk tanah-tanah yang terletak di antarasaluran irigasi dan tangkis atau jalur yang di darat untukkeperluan irigasi.

(3) Ketentuan-ketentuan sebagimana dimaksud pada ayat (1),tidak berlaku bagi perbaikan-perbaikan yang tergolongpemeliharaan rutin dan berkala pada bangunan jaringanirigasi atau bangunan pelengkapnya.

BAB XVIKETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 62

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan PemerintahKabupaten diberi wewenang khusus sebagai penyidik untukmelakukan penyidikan tindak pidana di bidang Irigasi,sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum AcaraPidana.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)adalah :a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti

keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana

25

di bidang irigasi agar keterangan atau laporan tersebutmenjadi lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari, mengumpulkan keterangan mengenaiorang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatanyang dilakukan sehubungan tindak pidana di bidangirigasi;

c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadiatau badan sehubungan tindak pidana di bidang irigasi;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-okumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidangirigasi;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barangbukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumenlain, serta melakukan penyitaan terhadap barang buktitersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaantugas penyidikan pidana di bidang irigasi;

g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorangmeninggalkan ruangan atau tempat pada saatpemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitasorang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksudhuruf e;

h. memotret seseorang berkaitan dengan tindak pidanadi bidang irigasi;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dandiperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan;k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran

penyidikan tindak pidana di bidang irigasi menurut hukumyang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikanhasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai ketentuanyang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XVIISANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 63

(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuansebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) dikenakansanksi administratif.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedurpengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Peraturan Bupati.

.

BAB XVIIIKETENTUAN PIDANA

Pasal 64

(1) Selain dikenakan sanksi administrasi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 63, setiap orang atau badan yang melakukanpelanggaran terhadap ketentuan Pasal 61 ayat (1) dikenakansanksi pidana dengan ancaman hukuman kurungan paling

26

lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyakRp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalahtindak pidana pelanggaran.

BAB XIXKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 65

(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini terhadap semuaperizinan yang berkaitan dengan pengembangan dan pengelolaansistem irigasi yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannyaperaturan daerah ini dinyatakan tetap berlaku sampai denganmasa berlakunya berakhir.

(2) Semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan irigasidinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan denganatau belum dikeluarkan peraturan pelaksanaan baruberdasarkan peraturan daerah ini.

BAB XXKETENTUAN PENUTUP

Pasal 66

Pada saat peraturan ini berlaku, maka Peraturan Daerah KabupatenSidoarjo Nomor 3 Tahun 2004 tentang Irigasi (Lembaran DaerahKabupaten Sidoarjo Tahun 2004 Nomor 3 Seri C) dicabut dandinyatakan tidak berlaku.

Pasal 67

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam LembaranDaerah Kabupaten Sidoarjo.

Ditetapkan di Sidoarjopada tanggal 11 Juli 2014

BUPATI SIDOARJO,

ttd

H. SAIFUL ILAHDiundangkan di Sidoarjopada tanggal 4 Desember 2014

SEKRETARIS DAERAHKABUPATEN SIDOARJO,

ttd

VINO RUDY MUNTIAWAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO TAHUN 2014 NOMOR 10 SERI E

27

PENJELASANATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJONOMOR 3 TAHUN 2014

TENTANG IRIGASI

I. UMUMUndang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air mengaturberbagai hal mengenai pengelolaan Sumber Daya Air yang antara lainmengenai Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi. Ketentuan tersebutdijabarkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006tentang Irigasi. Untuk memenuhi Irigasi secara terperinci dan komprehensif.Peran sektor pertanian sangat strategis dalam perekonomian nasional dankegiatan pertanian tidak dapat terlepas dari air. Oleh sebab itu, irigasisebagai salah satu komponen pendukung keberhasilan pembangunanpertanian mempunyai peran yang sangat penting. Adanya perubahan tujuanpembangunan pertanian dari meningkatkan produksi untuk swasembadaberas menjadi melestarikan ketahanan pangan, meningkatkan pendapatanpetani, meningkatkan kesempatan kerja di pedesaaan dan perbaikan gizikeluarga, serta sejalan dengan semangat demokrasi, desentralisasi, danketerbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat perlu menetapkankebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa penguasaanSumber Daya Air diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah provinsi danpemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dandipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dalammenyelenggarakan pengelolaan Sumber Daya Air, pemerintah kabupatenbertanggung jawab menyediakan air untuk semua kebutuhan denganmemberikan prioritas utama untuk kebutuhan pokok sehari-hari danpertanian rakyat, dalam sistem irigasi.Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan denganmelibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan mengutamakankepentingan dan peran serta masyarakat petani dalam keseluruhan prosesdalam pengambilan keputusan serta pelaksanaan pengembangan danpengelolaan sistem irgasi. Untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut,dilakukan pemberdayaan HIPPA/GHIPPA/IHIPPA , serta instansi terkait dikabupaten/kota dan provinsi secara berkesinambungan. Selanjutnya untukmewujudkan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi secara partisipatif,serta untuk dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepadamasyarakat petani, pengembangan dan pengelolaan sistem irigasidilaksanakan dengan mendayagunakan Sumber Daya Air yang didasarkanpada keterkaitan antara air hujan, air permukaan dan air tanah secaraterpadu, dengan mengutamakan pedayagunaan air permukaan.Pengembangan dan Pengelolaan sistem irigasi tersebut dilaksanakan denganprinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan,dengan memperhatikan kepentingan pemakai air irigasi dan penggunajaringan irigasi dibagian hulu, tengah, dan hilir secara selaras. Pengembangandan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan oleh kelembagaan pengelola irigasiyang meliputi instansi pemerintah, pemerintah kabupaten, pemerintahkabupaten/kota, HIPPA/GHIPPA/IHIPPA , komisi irigasi dan masyarakat.Dalam rangka menetapkan kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistemirigasi secara partisipatif, dilakukan pengaturan kembali tugas, wewenang dantanggung jawab kelembagaan pengelolaan irigasi, pemberdayaan HimpunanPetani Pemakai Air (HIPPA) , serta penyempurnaan sistem pembiayaanpengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi untuk mewujudkankeberlanjutan sistem irigasi. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasisecara partisipatif dilaksanakan dalam keseluruhan proses pengembangandan pengelolaan sistem irigasi dimulai dari pemikiran awal, pengambilan

28

keputusan dan pelaksanaan kegiatan, pada tahap perencanaan pembangunan,peningkatan, operasi pemeliharaan dan rehabilitasi. Pemerintah kabupatensesuai dengan kewenangannya memfasilitasi dan memberikan bantuankepada HIPPA/GHIPPA/IHIPPA dengan memperhatikan prinsipkemandirian.Kebijaksanaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang efisien danefektif diperlukan untuk menjamin keberlanjutan sistem irigasi dan hak gunaair untuk irigasi. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan :a. Adanya pergeseran nilai air dari Sumber Daya air milik bersama yang

melimpah dan dapat dimanfaatkan tanpa biaya menjadi sumber daya yangbernilai ekonomis dan fungsi sosial.

b. Terjadinya kerawanan ketersediaan air.c. Meningkatnya persaingan pemanfaatan air antara irigasi dengan pengguna

oleh sektor-sektor lain.d. Makin meluasnya alih fungsi lahan irigasi untuk kepentingan lain.Pengaturan hak guna air diwujudkan melalui hak guna air untuk irigasi, yangterdiri atas hak guna pakai air dan hak guna usaha untuk irigasi. Hak gunapakai air untuk irigasi bagi pertanian rakyat yang berada di dalam sistemirigasi yang sudah ada diperoleh tanpa izin pemakaian air untuk irigasi. Hakguna usaha air untuk irigasi diberikan untuk keperluan pengusahaandibidang pertanian dan diperoleh berdasarkan permohonan izin pengusahaanair untuk irigasi. Dalam hal terjadi kekeringan pada sumber air yangmengakibatkan terjadinya kekurangan air irigasi sehingga diperlukan subtitusiair irigasi, pemerintah kabupaten sesuai dengan kewenangannya dapatmengupayakan tambahan pasokan air irigasi dari sumber air lainnya ataumelakukan penyesuaian penyediaan dan pengaturan air irigasi. Agarpemanfaatan air dapat mencapai hasil yang maksimal, pemerintahkabupaten sesuai dengan kewenangannya mengatur penyediaan, pembagian,pemberian, penggunaan air irigasi dan drainase.Pengembangan jaringan irigasi meliputi kegiatan pembangunan danpeningkatan jaringan irigasi, dilaksanakan berdasarkan rencana indukpengelolaan sumber daya air. Pemerintah kabupaten bertanggung jawabdalam pembangunan dan peningkatan jaringan irigasi primer dan sekunder,sedangkan HIPPA/GHIPPA/IHIPPA dapat berperan serta Himpunan PetaniPemakai Air (HIPPA) bertanggung jawab dalam pembangunan danpeningkatan jaringan irigasi tersier.Disamping itu, pengembangan jaringan irigasi dilakukan bersamaan denganpengembangan lahan pertanian beririgasi sesuai dengan rencana dan programpengembangan pertanian, dengan memperhatikan kesiapan petani setempat.Pengelolaan jaringan irigasi meliputi kegiatan operasi, pemeliharaan, danrehabilitasi jaringan irigasi primer dan sekunder yang menjadikewenangannya, sedangkan HIPPA/GHIPPA/IHIPPA dapat berperan sertapengelolaan jaringan irigasi tersier menjadi tanggung jawabHIPPA/GHIPPA/1HIPPA. Guna mencapai tingkat pelayanan fungsi irigasiyang terpadu dan berkelanjutan bagi pemakai air irigasi dan penggunajaringan irigasi dengan pembangunan dan pengelolaan aset irigasi seefisienmungkin, perlu dilakukan pengelolaan aset irigasi, yaitu proses manajemanyang tersetruktur untuk perencanaan pemeliharaan dan pendanaan sistemirigasi.Pengelolaan aset irigasi meliputi kegiatan inventarisasi, perencanaan,pelaksanaan, evaluasi aset irigasi, dan pemuktahiran hasil inventarisasi asetirigasi. Pemetrintah kabupaten bertanggung jawab dalam pengelolaan asetirigasi yang menjadi kewenangannya. Mengingat irigasi menyangkut berbagaipemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi serta wilayahnya melintasibatas wilayah administrasi, peraturan daerah ini menetapkan perlunyadibentuk lembaga koordinasi dan komunikasi yang disebut Komisi IrigasiKabupaten.

29

Pemerintah Kabupaten sesuai dengan kewenangannya melaksanakanpengawasan terhadap pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi. Dalamrangka pengawasan, pemerintah kabupaten sesuai dengan kewenangannyamenyediakan informasi pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi secaraterbuka untuk umum. Masyarakat berperan dalam pengawasanpengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dengan cara menyampaikanlaporan dan/atau pengaduan kepada pihak yang berwenang. Atas dasarpertimbangan tersebut diatas, dan dalam rangka usaha meningkatkanefisiensi dan efektivitas pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, makapengaturan irigasi di Kabupaten Sidoarjo perlu disesuaikan, yang diatur danditetapkan dalam Peraturan Daerah.

II. PASAL DEMI PASALPasal 1

Cukup Jelas

Pasal 2"Partisipatif adalah pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yangberbasis peran serta masyarakat petani air."Berwawasan lingkungan, kelestarian dan keseimbangan" adalahpengembangan dan pengelolaan sistem irigasi memperhatikankeseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan."Kemanfaatan umum" adalah pengembangan dan pengelolaan sistemirigasi ditujukan untuk kepentingan masyarakat petani dalammeningkatkan produksi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,kehutanan, peternakan dan perikanan"Keterpaduan dan keserasian" adalah pengembangan dan pengelolaansistem irigasi dilakukan dengan mengintegrasikan kepentingan antarsektor terkait."Keadilan" adalah pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yangdilakukan secara proporsional sesuai dengan kebutuhan masyarakatpemakai air irigasi dari bagian hulu sampai hilir."Kemandirian" adalah pengembangan dan pengelolaan sistem irigasidilakukan untuk menumbuhkan sikap mandiri masyarakat petani."Transparansi" adalah pengembangan dan pengelolaan sistem irigasidilakukan secara terbuka."Akuntabilitas" adalah pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dapatdipertanggungjawabkan.

Pasal 3Cukup Jelas

Pasal 4Cukup Jelas

Pasal 5Ayat (1)

Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan secarapartisipatif oleh pemerintah kabupaten dengan melibatkan pihak yangberkepentingan dan peran serta masyarakat petani.Prinsip pengembangan dan pengelolaan irigasi partisipatif adalah :a. Diwujudkan dengan melibatkan semua pihak dengan

memperhatikan kepentingan dan peran serta masyarakat petani,HIPPA/GHIPPA/IHIPPA dalam keseluruhan proses pengembangandan pengelolaan irigasi mulai dari pemikiran awal, pengambilankeputusan dan pclaksanaan kegiatan dalam pembangunan,peningkatan, operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi;

30

b. Didasarkan atas kemauan dan kemampuan masyarakat petani,HIPPA/GHIPPA/IHIPPA serta semangat kean dan kemandirian;

c. Meningkatkan rasa kebersamaan, rasa memiliki dan rasatanggung jawab dalam pengelolaan irigasi antara PemerintahKabupaten dan Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) agarterpenuhinya pelayanan irigasi yang memenuhi harapan petani;

d. Partisipasi masyarakat petani dapat dilakukan dalam bentuksumbangan pemikiran, gagasan, waktu, tenaga, material dandana;

e. Partisipasi masyarakat petani dilakukan secara perseoranganatau melalui HIPPA/GHIPPA/IHIPPA , atas kemauan dankemampuan masyarakat petani serta semangat kean dankemandirian;

f. Partisipasi masyarakat petani secara perseorangan dalampengembangan dan pengelolaan sistem irigasi terbatas pada hal-hal yang tidak mempunyai dampak secara kolektif, misalnya dalampenyusunan rencana tata tanam, dan penyusunan pembagian air;

g. Partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara bertahap sesuaidengan kemampuannya yang meliputi kemampuan kelembagaan,teknis dan pembiayaan.

Ayat 2Cukup jelas

Ayat 3Huruf a

Cukup jelasHuruf b

"Prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan danpengelolaan" adalah bahwa dalam satu daerah irigasi yangmendapat pelayanan irigasi dari satu sistem irigasi yang terdiri atasjaringan primer, jaringan sekunder, dan jaringan tersier,diterapkan satu sistem perencanaan, pelaksanaan, monitoringdan evaluasi.

Ayat 4"Keandalan air irigasi" adalah kondisi atau keadaan air irigasi yangdapat tersedia dalam jumlah, waktu, tempat dan mutu sesuaidengan kebutuhan tanaman untuk mendukung produktivitasusaha tani secara maksimal.Waduk adalah tempat atau wadah penampungan air di sungai agardapat digunakan untuk irigasi ataupun keperluan lainnya.Waduk lapangan adalah tempat atau wadah penampungan airpada waktu surplus di sungai atau menampung air hujan.

Pasal 6Ayat 1

Pembentukan kelembagaan pengelolaan irigasi bertujuan untukmeningkatkan koordinasi dan komunikasi dalam pengelolaanirigasi antara pemerintah, pemerintah kabupaten, pemerintahkabupaten/kota dan petani pemakai air, untuk mewujudkanpelayanan irigasi yang demokratis, transparan, bertanggung jawab,dan mengutamakan kepentingan masyarakat petani.

Ayat 2Keanggotaan Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) adalah semuapetani yang mendapat manfaat secara langsung dari pelayananpetak tersier atau daerah irigasi pedesaan yang mencakup pemilik,penggarap, pemilik kolam ikan yang mendapat air dari irigasi danbadan usaha yang memanfaatkan air irigasi.

31

Petani pemakai air pada setiap daerah layanan atau petak tersieratau desa pada seluruh daerah irigasi, wajib membentukkelembagaan Himpunan petani pemakai air yang dibentuk secarademokratis oleh dan untuk petani, berupa Himpunan PetaniPemakai Air (HIPPA).

Pasal 7Cukup jelas

Pasal 8Ayat 1

Cukup jelasAyat 2

Forum koordinasi daerah irigasi adalah sarana konsultasi dankomunikasi antara wakil Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) ,wakil pengguna jaringan irigasi dan wakil pemerintah kabupaten dalamrangka pengelolaan irigasi yang jaringannya berfungsi multi gunapada suatu daerah irigasi.

Pasal 9Cukup jelas

Pasal 10Cukup jelas

Pasal 11Ayat 1

Huruf aPeningkatan jaringan irigasi adalah kegiatan meningkatkan fungsidan kondisi jaringan irigasi yang sudah ada atau kegiatanmenambah luas areal pelayanan pada jaringan irigasi yang sudahada, dengan mempertimbangkan perubahan kondisi lingkungandaerah irigasi."Peningkatan jaringan irigasi" mencakup peningkatan jaringanirigasi air permukaan dan jaringan irigasi air tanah, yang ditujukanuntuk memperluas areal pelayanan, meningkatkan kapasitassaluran atau meningkatkan sistem irigasi, antara lain dari sistemirigasi sederhana ke semi-teknis, dari sistem irigasi semi-teknis keteknis, dan dari sistem irigasi sederhana ke teknis, misalnyadengan cara penggantian pintu dan pembuatan linning saluran.Untuk areal dengan luas areal kurang dari 25 Ha menjadikewenangan desa, apabila areal tersebut berada di dua desa(lintas desa) menjadi kewenangan kabupaten.

Huruf bCukup jelas

Huruf cCukup jelas

Huruf dCukup jelas

Ayat 2Cukup jelas

Pasal 12Cukup jelas

Pasal 13Cukup jelas

32

Pasal 14Cukup jelas

Pasal 15Ayat 1

Pemberdayaan diselenggarakan dalam bentuk pendidikan, penelitian,pendampingan dan pelatihan.

Ayat 2Cukup jelas

Ayat 3

Pasal 16Cukup jelas

Pasal 17Huruf a

Hak guna air adalah hak yang diberikan oleh pejabat yang berwenangkepada Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) , badan hukum, badansosial, perorangan dan pemakai air irigasi lainnya untuk memakai airirigasi.

Huruf bHak guna pakai air untuk irigasi diberikan kepada masyarakatpetani melalui Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) dan bagipertanian rakyat yang berada didalam sistem irigasi yang sudah adadiperoleh tanpa izin. Yang dimaksud "diperoleh tanpa izin" adalah hakguna pakai air untuk irigasi diperoleh masyarakat petani dengancuma-cuma melalui pengukuhan dalam bentuk dokumen yang denganaktif diberikan secara kolektif oleh pemerintah kabupaten melaluiHimpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) .Hak guna pakai air untuk irigasi yang diperoleh Himpunan PetaniPemakai Air (HIPPA) pada pintu pengambilan di bangunan utamaditetapkan oleh Bupati sesuai kewenangannya. Dalam hak gunapakai air tercantum jumlah air yang dapat disediakan dan rinciandaftar petak sawah yang mendapatkan air dari jaringan irigasi primer,sekunder dan tersier. Hak guna pakai air untuk irigasi diberikan padasuatu sistem irigasi sesuai dengan luas daerah irigasi yangdimanfaatkan."Pertanian rakyat" adalah budidaya pertanian yang meliputi berbagaikomoditi, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perikanan, peternakan,perkebunan, dan kehutanan, yang dikelola oleh rakyat dengan luastertentu yang kebutuhan airnya tidak lebih dari 2 (dua) liter per detikper kepala keluarga.

Pasal 18Cukup jelas

Pasal 19Cukup jelas

Pasal 20

Pasal 21Ayat 1

Cukup jelasAyat 2

Yang dimaksud kebutuhan lainnya antara lain : PDAM, industri dansumber air sumur masyarakat.

33

Ayat 3Cukup jelas

Ayat 4Cukup jelas

Pasal 22Cukup Jelas

Pasal 23Cukup jelas

Pasal 24Cukup jelas

Pasal 25Ayat 1

Cukup jelasAyat 2

Cukup jelasAyat 3

Yang dimaksud dengan "memperhatikan kebutuhan air untuk irigasi"adalah memperhatikan usulan HIPPA/GHIPPA/IHIPPA mengenaikebutuhan air yang belum terakomodasi melalui proses Dialog antaraHimpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) dan komisi irigasi.

Ayat 4Cukup Jelas

Ayat 5Cukup jelas

Pasal 26Ayat 1

Yang dimaksud dengan "Petak Primer" adalah petak yang terdiri daribeberapa petak sekunder yang airnya dialirkan langsung darijaringan irigasi primer.Yang dimaksud dengan "Petak Sekunder" adalah petak yang terdiri daribeberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu jaringanirigasi sekunder.Yang dimaksud dengan "Petak Tersier" adalah kumpulan petak sawahdan atau kolam yang merupakan satu kesatuan dan mendapatkan airirigasi melalui satu jaringan irigasi tersier.

Ayat 2Bangunan Bagi adalah bangunan yang berfungsi untuk membagi air.Bangunan bagi sadap adalah bangunan yang berfungsi untuk membagiair dan sekaligus mengalirkannya ke petak tersier.

Pasal 27Cukup jelas

Pasal 28Cukup jelas

Pasal 29Cukup jelas

Pasal 30Ayat 1

Yang dimaksud dengan"menggunakan air untuk irigasi yang diambillangsung dari sumber air permukaan" misalnya mengambil air dari

34

sungai, waduk, danau, yang digunakan langsung untuk mengairilahan.

Ayat 2Cekungan air tanah adalah wilayah yang dibatasi oleh batashidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis, seperti prosespengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah berlangsung.

Ayat 3Cukup jelas

Pasal 31Ayat 1

Izin pembangunan jaringan irigasi merupakan satu kesatuan denganizin sumber air.Desain pembangunan jaringan irigasi harus mencakup pedomanoperasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.

Ayat 2Cukup jelas

Pasal 32Cukup jelas

Pasal 33Cukup jelas

Pasal 34Ayat 1

Perubahan dan/atau pembongkaran jaringan irigasi disebabkan baikoleh peningkatan jaringan irigasi maupun sebagai dampak darikegiatan lain, misalnya pembangunan jaringan pipa air minum,pembangunan jaringan pipa gas, atau pembangunan jembatan yangmelintasi jaringan irigasi primer dan sekunder.Peningkatan jaringan irigasi dilakukan bersamaan dengan kegiatanpengembangan lahan pertanian beririgasi, sesuai dengan rencana danprogram pengembangan pertanian dengan mempertimbangkankesiapan petani setempat.

Ayat 2Cukup jelas

Pasal 35Cukup jelas

Pasal 36Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan irigasi danpembuangannya, termasuk kegiatan membuka dan menutup pintubangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistemgolongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintuatau bangunan, mengumpulkan data, memantau dan mengevaluasi.

Pasal 37Cukup jelas

Pasal 38Cukup jelas

Pasal 39Ayat 1

Waktu pengeringan bagian jaringan irigasi dilakukan paling lama 2(dua) minggu secara berselang dan diberitahukan kepada pemakai airirigasi dan pengguna jaringan irigasi sebelum pelaksanaan

35

pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan bagian demi bagian sesuaidengan jadwal kebutuhan air agar tidak mengganggu tanaman yangsedang membutuhkan air.

Ayat 2Cukup jelas

Pasal 40Cukup jelas

Pasal 41Cukup jelas

Pasal 42Cukup jelas

Pasal 43Cukup jelas

Pasal 44Ayat 1

Penetapan urutan prioritas kebutuhan rehabilitasi didasarkan padatingkat kerusakan jaringan irigasi, luas pelayanan yang terpengaruhakibat kerusakan, keterbatasan pembiayaan, dan besarnya dampakyang timbul akibat penundaan perbaikan kerusakan. Data tersebutdiperoleh dari hasil penelusuran jaringan irigasi, adapun klasifikasikondisi fisik jaringan irigasi sebagai berikut:a. Kondisi baik jika tingkat kerusakan <10 % dari kondisi awal

bangunan/saluran dan diperlukan pemeliharaan rutin.b. Kondisi baik jika tingkat kerusakan 10 % - 20% dari kondisi awal

bangunan/saluran dan diperlukan pemeliharaan berkala.c. Kondisi baik jika tingkat kerusakan 21% - 40 % dari kondisi awal

bangunan/saluran dan diperlukan perbaikan.d. Kondisi rusak berat jika tingkat kerusakan > 40% dari kondisi

awal bangunan/saluran dan diperlukan rehabilitasi.Ayat 2

Cukup jelas

Pasal 45Cukup jelas

Pasal 46Cukup jelas

Pasal 47Cukup jelas

Pasal 48Cukup jelas

Pasal 49Cukup jelas

Pasal 50Cukup jelas

Pasal 51Cukup jelas

Pasal 52Cukup jelas

36

Pasal 53Cukup jelas

Pasal 54Cukup jelas

Pasal 55Cukup jelas

Pasal 56Cukup jelas

Pasal 57Cukup jelas

Pasal 58Cukup jelas

Pasal 59Cukup jelas

Pasal 60Cukup jelas

Pasal 61Cukup jelas

Pasal 62Cukup jelas

Pasal 63Cukup jelas

Pasal 64Cukup jelas

Pasal 65Cukup jelas

Pasal 66Cukup Jelas

Pasal 67Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 51