digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user pembelajaran kimia...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN PENDEKATAN CTL(CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING) MELALUI METODE PROYEK DAN
INQUIRY TERBIMBING DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH
DAN KREATIVITAS SISWA
(Studi Kasus Pembelajaran Termokimia Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Sukoharjo
Kabupaten Sukoharjo Semester 1 Tahun Ajaran 2011/2012)
Tesis
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Sains
Minat Utama: Kimia
Oleh:
GUNTUR NURCAHYANTO NIM : S831008024
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Guntur Nurcahyanto
NIM : S831008024
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Pembelajaran
Kimia Melalui Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Melalui
Metode Proyek Dan Metode Inquiry Terbimbing Ditinjau Dari Sikap Ilmiah dan
Kreativitas (Studi Kasus Pembelajaran Termokimia Kelas XI IPA SMA Negeri 1
Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo Semester 1 Tahun Ajaran 2011/2012) adalah
betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini
diberi citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademis berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Januari 2012
Yang membuat pernyataan,
Guntur Nurcahyanto
NIM. S831008024
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
segumpal darah, apabila segumpal darah itu berfungsi dengan baik, maka
akan baik pula seluruh perilakunya, sebaliknya apabila tidak berfungsi,
maka akan buruk pula seluruh perilakunya. Ingat bahwa segumpal darah
itu adalah qalbu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Setiap manusia adalah arkitek kehidupannya sendiri. Dia membinanya
seperti mana yang dikehendakinya namun selepas dia membina apa yang
dikehendakinya, kadang kala dia mendapati bahawa dia tidak menyukai apa
yang telah dibinanya dan mencari seseorang atau sesuatu untuk
dipersalahkan daripada mencuba untuk menukar dirinya sendiri.
Hidup memerlukan pengorbanan, pengorbanan memerlukan perjuangan,
perjuangan memerlukan ketabahan, ketabahan memerlukan keyakinan,
keyakinan pula menentukan kejayaan. kejayaan pula akan menentukan
kebahagiaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirr puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-NYA
sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah seminar ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan,
dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk belajar pada Program
Pascasarjana.
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan fasilitas
dalam menempuh pendidikan pada Program Pascasarjana.
3. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan arahan selama penulis menyelesaikan pendidikan.
4. Prof. Dr. Ashadi dan Drs. Haryono, M.Pd. yang telah memberikan bimbingan
dan petunjuk dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.
5. Segenap dosen Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan pendalaman ilmu kepada penulis.
6. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Sukoharjo yang telah memberi kesempatan
kepada penulis untuk mengadakan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
7. Ibu Perihatmi, Ibu Endang, Ibu Rianti selaku Guru Kimia SMA Negeri 1
Sukoharjo atas bantuan dalam penelitian ini.
8. Teman-teman Pendidikan Sains UNS atas dukungan dan bantuannya.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat kesalahan-
kesalahan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran
yang menjadikan makalah ini menjadi lebih baik. Semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Surakarta, Januari 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................. I
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................... ii
iii
P iv
v
vi
KATA PENGANTAR........................................................................... vii
DAFTAR ISI.......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL.................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR............................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................... xvi
xviii
ABSTRACT xix
BAB I PENDAHULUAN........................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah........................................... 1
B. Identifikasi Masalah ...................................... 7
C. Pembatasan Masalah................................................ 9
D. Rumusan Masalah................................................. 10
E. Tujuan Penelitian..................................................... 11
F. Manfaat Penelitian................................................... 12
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN
HIPOTESIS..................................................................... 14
A. Kajian Teori............................................................ 14
1. Pembelajaran Kimia........................................... 14
2. ........ 19
3. CTL (Contextual Teaching and Learning)........ 27
4. Metode Proyek .................................................. 36
5. Metode Inquiry Terbimbing............................... 42
6. Sikap Ilmiah....................................................... 48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
7. Kreativitas.......................................................... 50
8. Prestasi Belajar................................................... 53
9. Tinjauan Materi Termokimia............................ 59
B. Penelitian yang Relevan........................................... 68
C. Kerangka Pemikiran................................................. 71
D. Hipotesis................................................................... 78
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...................................... 80
A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian.................... 80
B. Metode Penelitian.................................................... 82
C. Variabel Penelitian................................................... 84
D. Instrumen Penelitian................................................ 86
E. Teknik Pengumpulan Data....................................... 88
F. Uji Coba Instrumen Penelitian................................. 88
G. Teknik Analisis Data................................................ 100
BAB IV HASIL PENELITIAN 99
A. Deskripsi Data 107
1. 107
2. 108
3. Data Prestasi Belajar Kimia Materi 109
B. Pengujian Persyaratan Analisis 112
1. Uji Normalitas 112
2. Uji Homogenitas 113
C. Pengujian Hipotesis 114
1. 114
2. Uji Lanjut Anava 117
D. Pembahasan 125
E. Keterbatasan Penelitian 138
BAB V KESIMPULAN 140
A. Kesimpulan 140
B. Implikasi 143
C. Saran 144
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 147
LAMPIRAN........................................................................................... 150
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Nilai rata-rata ulangan pada materi termokimia siswa kelas
XI SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun pelajaran 2010-
2011 2
Tabel 2.1 41
Tabel 2.2 Langkah-langkah pembelajaran dengan metode inquiry
terbimbing .. 46
Tabel 2.3 Daftar o pembentukan standar beberapa senyawa .. 67
Tabel 2.4 Energi Ikatan Rata-Rata 68
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian.................................................................... 81
Tabel 3.2 Tabel Rancangan Analisis Penelitian 83
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Soal ...................... 91
Tabel 3.4 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes ...... 96
Tabel 3.5 Hasil Uji Coba Indeks Daya Beda Instrumen Tes 98
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Instrumen Angket 99
Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Angket 100
Tabel 3.8 Letak Data Penelitian Prestasi Kognitif atau afektif 103
Tabel 4.1 Jumlah Siswa Yang Mempunyai Kreativitas Tinggi Dan
Rendah 108
Tabel 4.2 Jumlah Siswa Yang Mempunyai Kreativitas Tinggi Dan
109
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Kelas Metode Proyek
dan Inquiry 109
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Kelas Metode Proyek
dan Inquiry 111
Tabel 4.5 Nilai Sig. Uji Normalitas Data Nilai-nilai Prestasi Belajar
pada Masing-masing Kelompok 113
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
Tabel 4.6 Nilai Sig. Uji Homogenitas antar Kelompok Data Prestasi
Belajar 114
Tabel 4.7 Rangkuman ANAVA Tiga Jalan Prestasi Kogniti 114
Tabel 4.8 Rangkuman ANAVA Tiga Jalan Prestasi Afektif 116
Tabel 4.9 Tabel Hasil Uji Lanjut Hipotesis 118
Tabel 4.10 Tabel Hasil Uji Lanjut Hipotesis 2 119
Tabel 4.11 Tabel Hasil Uji Lanjut Hipotesis 119
Tabel 4.12 Tabel Hasil Uji Lanjut Hipotesis 120
Tabel 4.13 Tabel Hasil Uji Lanjut Hipotesis 121
Tabel 4.14 Tabel Hasil Uji Lanjut Hipotesis 121
Tabel 4.15 Perbandingan Nilai Rata-rata Pengaruh Antara Metode,
Kreativitas dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi
Kognitif 122
Tabel 4.16 Perbandingan Nilai Rata-rata Pengaruh Antara Metode,
Kreativitas dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi
Afektif 122
Tabel 4.17 Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Metode dan
Kreativitas Siswa Terhadap Prestasi Kognitif 123
Tabel 4.18 Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Metode dan
Kreativitas Siswa Terhadap Prestasi 123
Tabel 4.19 Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Metode dan
Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Kognitif 123
Tabel 4.20 Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Metode dan
Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi 124
Tabel 4.21 Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Kreativitas
dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Kognitif 124
Tabel 4.22 Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Kreativitas
dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi 124
Tabel 4.23 Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Metode,
Kreativitas dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi
Kognitif 125
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Tabel 4.24 Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Metode,
Kreativitas dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi
125
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Contoh reaksi eksoterm dan endoterm................................... 62
Gambar 2.2 Aliran energi (kalor) reaksi eksoterm dan endoterm 62
Gambar 2.3 Diagram reaksi eksoterm dan endoterm.............................. 63
Gambar 2.4 Siklus pembentukan gas SO3.............................................. 66
Gambar 2.5 Diagram tingkat energi reaksi pembentukan SO3 66
Gambar 4.1 Histogram Perbandingan Prestasi Kognitif Kelas Metode
Proyek
110
Gambar 4.2 Histogram Perbandingan Prestasi Kognitif Kelas Metode
Inquiry terbimbing
110
Gambar 4.3 Histogram Perbandingan Prestasi Afektif Kelas Metode Proyek 111
Gambar 4.4 Histogram Perbandingan Prestasi Afektif Kelas Metode
Inquiry
114
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Silabus ... 151
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Metode
Inquiry Terbimbing ........... 153
Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Metode
175
Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa Metode Inquiry 194
Lampiran 5 207
Lampiran 6 Kisi-Kisi Instrumen Angket Sikap Ilmiah........................ 219
Lampiran 7 ............. 221
Lampiran 8 Kisi-Kisi Instrumen Angket Kreativitas Siswa 225
Lampiran 9 Angket Kreativitas Siswa............... . 227
Lampiran 10 Kisi-kisi dan Indikator 230
Lampiran 11 Angket Aspek Afektif ...... ........ 233
Lampiran 12 Kisi-kisi dan Indikator Penilaian Aspek Kognitif............. 236
Lampiran 13 238
Lampiran 14 Kunci 245
Lampiran 15 Analisis Validitas, Reliabilitas, Daya Beda dan Tingkat
Kesukakaran Soal Try Out 246
Lampiran 16 Analisis Validitas, Reliabilitas Soal Try Out 247
Lampiran 17 Analisis Validitas, Reliabilitas Soal Try Out
248
Lampiran 18 Analisis Validitas, Reliabilitas Soal Try Out Sikap
249
Lampiran 19 250
Lampiran 20 Uji Normalitas Prestasi 252
Lampiran 21 255
Lampiran 22 258
Lampiran 23 260
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Lampiran 24 Hasil Pengujian Hipotesis Prestasi Kognitif dan
Afektif.............................................................................. 262
Lampiran 25 264
Lampiran 26 Photo Pelaksanaan Penelitian Metode Proyek dan
Inquiry Terbimbing 266
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
ABSTRAK
Guntur Nurcahyanto , S831008024, 2012, Pendekatan CTL ( Contextual Teaching and Learning ) Melalui Metode Proyek Dan Metode Inquiry Terbimbing Ditinjau Dari Sikap Ilmiah dan Kreativitas (Studi Kasus Pada Materi Termokimia Kelas XI IPA Semester 1 SMA Negeri 1 Sukoharjo Tahun Pelajaran 2011/2012) Pembimbing I: Prof. Dr. Ashadi, Pembimbing II: Drs. Haryono, M.Pd. Program Studi Pendidikan Sains, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: pengaruh penggunaan pendekatan CTL melalui metode proyek dan metode inquiry terbimbing, sikap ilmiah, kreativitas dan interaksinya terhadap prestasi belajar peserta didik. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain faktorial 2x2x2. Populasi penelitian adalah seluruh peserta di kelas XI IPA SMA Negeri 1 Sukoharjo. Sampel penelitian ditentukan secara acak dengan teknik cluster random sampling terdiri dari dua kelas. Kelas eksperimen I adalah Metode Proyek dan kelas eksperimen II adalah Metode Inquiry terbimbing. Masing-masing kelas terdiri dari 36 peserta didik untuk kelas eksperimen dengan metode proyek dan 37 peserta didik untuk kelas eksperimen dengan metode inquiry terbimbing. Pengumpulan data menggunakan teknik tes, non tes (angket). Uji validitas instrumen penilaian kognitif dan afektif menggunakan Korelasi Product Moment Pearson, uji reliabilitas instrumen prestasi belajar menggunakan Kuder-Richarson (KR-20) dan uji reliabilitas angket sikap ilmiah, kreatifitas dan prestasi afektif menggunakan rumus Koefisien Alpha. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan sel tak sama dengan bantuan software SPSS 15. Uji lanjut anava menggunakan compere means. Hasil penelitian didapatkan bahwa : 1) Terdapat pengaruh penggunaan metode pembelajaran Proyek dan Inquiry Terbimbing terhadap prestasi belajar kimia baik kognitif maupun afektif dimana penggunaan metode Proyek lebih baik daripada Inquiry Terbimbing, 2) ) Terdapat pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi kognitif dan terdapat pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi afektif belajar kimia, 3) ) Terdapat pengaruh kreativitas tinggi dan rendah terhadap prestasi kognitif dan terdapat pengaruh kreativitas tinggi dan rendah terhadap prestasi afektif belajar kimia, 4) Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar kimia baik kognitif maupun afektif, 5) Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia baik kognitif maupun afektif 6) Tidak ada interaksi antara sikap ilmiah dan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia baik kognitif maupun afektif, 7) Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan sikap ilmiah dan kreativitas terhadap prestasi belajar kimia baik kognitif maupun afektif. Kata Kunci : Pendekatan CTL, Metode Proyek, Metode Inquiry Terbimbing, Sikap Ilmiah, Kreativitas, Prestasi Belajar Kognitif dan Afektif, Termokimia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
ABSTRACT
Guntur Nurcahyanto, S831008024, 2012, CTL (Contextual Teaching And Learning) approach through Project and Guide Inquiry Methods over wieved Creativity (A Case Study on thermochemistry Material for Student in grade XI IPA Semester 1 SMA N 1 Sukoharjo Academic Year 2011/2012) Advisor 1: Prof. Dr. Ashadi, Advisor 2 : Drs. Haryono, M.Pd. Program Study of Science Education, Postgraduate of Sebelas Maret University Surakarta, January 2012. The purposes of the research were to know: the effect of CTL approach through project and guide inquiry methods, scientific attitude, creativity and their interaction toward student achievement. The method of the research was experimental method with factorial design of 2x2x2. Population of the research was all student in grade XI science mayor SMA Negeri 1 Sukoharjo. The samples of the research were determined by cluster random sampling that consisted of two classes. The 1st experiment class was Project Method and the 2nd experiment class was Guide Inquiry Method. Each class consists of 36 classes of students to experiment with methods of the project and 37 students for a class experiment with guided inquiry method. The technique which was used to collect the data were test, non-test. Test Validity instrument cognitive and affective achievement used correlation Product Moment Pearson and test instrument reliability learning achievement used Kuder-Richarson (KR-20). Test questionnaire reliability scientific attitude, creativity and affective achievement used Coefficient Alpha. Then the data was analyzed by ANOVA three factorial designs with different cell number using software SPSS ver. 15. Then it was tested continually using Analysis of compere means test. From The data analysis can be concluded that: 1) There was an effects of project and guided inquiry methods toward cognitive and affective achievement where use of project method better than guided inquiry method, 2) There was an effects of scientific attitude toward cognitive achievment give effect for the affective one, 3) There was an effects of creativity toward cognitive achievment give effect for the affective one, 4) There was no interaction between project and guided inquiry method and scientific attitude toward cognitive and affective achievement, 5) There was no interaction between project and guided inquiry method and creativity toward cognitive and affective achievement, 6) There was no interaction between scientific attitude and creativity toward students achievement, 7) There was no interaction between project and guided inquiry method, scientific attitude, and creativity toward the learning achievement . Keywords: CTL approach, Project Method, Guided Inquiry Method, Scientific Attitude, Creativity, Cognitive and Affective Achievement, and Thermochemistry.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu semakin
pesat dan canggih, didukung pula oleh arus globalisasi yang semakin hebat.
Fenomena tersebut memunculkan adanya persaingan dalam berbagai bidang
kehidupan, diantaranya adalah bidang pendidikan. Untuk mencapai keberhasilan
pendidikan, guru dan siswa memegang peranan yang sangat penting dalam proses
belajar mengajar. Di dalam mengajar pasti ada subjek yang belajar. Guru
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang luas. Selain sebagai pengajar, guru
juga dituntut berlaku sebagai pembimbing dan pendidik.
Pada proses belajar mengajar yang berlangsung di kelas sebaiknya sudah
banyak melibatkan aktivitas siswa dalam belajar. Salah satu prinsip dalam
melaksanakan program pendidikan disekolah adalah peserta didik ikut aktif dalam
kegiatan belajar mengajar. Seorang guru yang profesional diharapkan dapat
memberikan motivasi, membimbing dan sebagai fasilitator belajar bagi siswa
untuk mencapai tujuan belajar bahkan pada penerapan Kurikulum pada Tingkatan
Satuan Pendidikan (KTSP) sekarang ini, guru diberikan kebebasan untuk
merancang dan merumuskan model pembelajaran yang sesuai kondisi sekolah,
menurut Agus Sampurno: Salah satu tujuan digunakannya kurikulum KTSP
adalah
Berusaha membakukan sebuah model pembelajaran yang open-end, artinya di tangan gurulah otonomi yang sangat luas untuk menggunakan metode atau pendekatan yang cocok bagi pembelajaran peserta didiknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Guru dituntut dapat menyususn dan menerapkan berbagai kreasi agar siswa tertarik dan bersemangat dalam belajar, bersikap aktif, kreatif dan inovatif dalam menanggapi setiap pelajaran yang diajarkan. Sikap aktif, kreatif dan inovatif akan terwujid dengan menempatkan siswa sebagai subjek pendidikan. Peran guru adalah sebagai fasilitator dan bukan sumber utama pembelajaran.
Pemahaman terhadap perkembangan peserta didik sangat diperlukan untuk
merancang pembelajaran yang kondusif yang akan dilaksanakan. Rancangan
pembelajaran yang kondusif diharapkan akan mampu meningkatkan motivasi dan
pemahaman belajar siswa sehingga mampu meningkatkan proses dan hasil
belajar. Materi kimia merupakan materi yang dianggap sulit bagi siswa, terutama
pada materi termokimia. Hal tersebut terbukti dari prestasi belajar siswa yang
masih kurang. Salah satunya terjadi di SMA Negeri 1 Sukoharjo. Prestasi belajar
siswa pada materi termokimia tahun pelajaran 2010-2011 sebelum dilakukan
remidi masih belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
ditetapkan oleh sekolah yang ditunjukkan pada tabel. 1.1. berikut ini :
Tabel 1.1. Nilai rata-rata ulangan pada materi termokimia siswa kelas XI SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun pelajaran 2010-2011.
No Kelas Nilai rata-
rata Nilai KKM
(%) Nilai KKM
(%) 1. XI-IPA 1 65,00 44,87 55,13 2. XI-IPA 2 62,37 41,94 58,06 3. XI-IPA 3 60,67 38,48 61,52 4. XI-IPA 4 62,45 42,37 57,63 5. XI-IPA 5 61,75 41,05 58,95 6. XI- IPA 6 64,57 44,13 55,87
Nilai rata-rata di atas masih ada yang belum sesuai dengan kriteria ketuntasan
minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yakni 70 pada tahun 2010/2011. Hal
tersebut dimungkinkan karena guru belum memberikan model pembelajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
kurang variatif atau masih monoton sehingga siswa cenderung belajar kimia
dengan hafalan daripada secara aktif mencari untuk membangun pemahaman
mereka sendiri. Hal tersebut menyebabkan sebagian besar konsep-konsep kimia
masih merupakan konsep yang abstrak. Untuk dapat menguasai materi kimia
dengan baik diperlukan suatu kondisi belajar yang dapat mengaktifkan siswa
sehingga timbul proses belajar mengajar yang lebih baik.
Bertolak pada hal tersebut, maka dalam proses belajar mengajar kimia,
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan
idenya sendiri apa yang dipelajari. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang
diharapkan dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya menggunakan model
pembelajaran yang mengaktifkan siswa dan membantu mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ada beberapa model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif,
Contextual Teaching and Learning (CTL), Quantum learning, Problem Base
Learning (PBL), Problem Solving, dan lain-lain. Model pembelajaran yang dapat
mengaktifkan siswa dan memberikan pembelajaran berkaitan erat dalam
kehidupan sehari-hari adalah dengan pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL). Pembelajaran CTL merupakan suatu konsep belajar dimana
mendorong guru untuk menghubungkan materi yang diajarkan dari situasi dunia
nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Menurut Nurhadi (Nurhadi, 2004:5): Dalam pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
kontekstual, guru bukan lagi seorang yang paling tahu, guru layak untuk
mendengarkan siswa-siswanya. Guru bukan lagi satu-satunya penentu kemajuan
siswa-siswanya tapi sebagai pendamping siswa dalam pencapaian prestasi belajar
yang lebih baik.
Penerapan pendekatan pembelajaran tersebut diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran dan memberikan kesempatan pada siswa
untuk aktif, meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa, meningkatkan
prestasi belajar siswa, meningkatkan kreativitas siswa serta lebih mengembangkan
sikap ilmiah siswa.
Dalam materi termokimia yang sarat dengan konsep sehingga perlu
pembelajaran kontekstual yang dapat memudahkan pemahaman dalam
pembelajaran. Maka digunakan metode antara lain metode proyek dan metode
inquiry terbimbing sebagai solusi dalam pembelajaran kimia. Metode proyek,
dalam Ratna Willis (Ratna Willis, 1986:153) dijelaskan bahwa,
Metode proyek merupakan suatu metode instruksional yang melibatkan penggunaan alat dan bahan yang diusahakan oleh siswa secara perseorangan atau group untuk mencari jawaban terhadap suatu masalah dengan perpaduan teori-teori dari berbagai bidang studi dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu, mengahsilkan sebuah produk, yang hasilnya kemudian ditampilkan atau dipresentasikan.
Dengan pembelajaran dengan metode proyek diharapkan siswa menjadi terdorong
lebih aktif, kreatif, dan inovatif. Di samping metode tersebut peneliti menerapkan
metode Inquiry terbimbing sebagai variasi dalam pembelajaran kimia pada materi
termokimia sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi siswa.
Metode inquiry terbimbing merupakan metode inquiry yang dilaksanakan
dengan bimbingan. Guru menyediakan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
kepada siswa. Sebagian perencanaan dibuat dari guru, siswa tidak merumuskan
masalah. Petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat
diberikan oleh guru. Petunjuk tersebut biasanya berbentuk pertanyaan-pertanyaan
yang sifatnya membimbing. Melalui penerapan pembelajaran ini, siswa yang
belum berpengalaman dalam pembelajaran ini akan termotivasi untuk belajar
memahami materi secara mandiri, tidak hanya menerima, mendengar dan
mengingat saja tapi dilatih untuk mengoptimalkan kemampuannya dan
kreativitasnya dalam menyerap informasi ilmiah, dilatih menjelaskan hasil
temuannya kepada pihak lain dan dilatih untuk memecahkan masalah yang ada
dalam kehidupan sehari-hari.
Selain model pembelajaran yang digunakan juga terdapat beberapa faktor
internal siswa yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran. Faktor-faktor
antara lain aktivitas belajar siswa, kemampuan awal siswa, kreativitas siswa,
motivasi belajar siswa, motivasi berprestasi siswa, sikap ilmiah siswa dan gaya
belajar siswa. Dalam pembelajaran kimia pada pendekatan kontekstual melalui
metode proyek dan Inquiry terbimbing khususnya pada materi termokimia
memerlukan kreativitas dan sikap ilmiah siswa, karena dalam materi tersebut
terdapat banyak sekali konsep-konsep yang harus dikembangkan dan dideskripsikan,
misalnya perubahan entalpi sutu reaksi, reaksi eksoterm, endoterm dan lain-lain.
Kreativitas (creativity) siswa merupakan faktor internal yang akan
mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar. Untuk dapat memiliki kemampuan
kreatif diperlukan latihan dan ketekunan dalam mengembangkan kognitif dan
psikomotorik. Kreativitas memungkinkan manusia untuk membuat dan memodifikasi
sesuatu. Menurut Uzer Usman dan Setiawati (1993: 11- ajar-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
mengajar anak golongan kreatif lebih mampu menemukan masalah-masalah dan
mampu memecahkannya pula, sehingga guru perlu memberi kesempatan yang seluas-
luasnya kepada anak yang kreatif sehingga bakat dan minatnya dapat berkembang
sesuai dengan potensi y
dalam proses pembelajaran sangat penting untuk diperhatikan.
Di dalam pembelajaran kimia guru cenderung kurang memperhatikan
kreativitas siswa, guru hanya sekedar memberikan pembelajaran di dalam kelas dan
pada saat praktikum guru sudah memberikan langkah-langkah percobaan pada materi
kimia tersebut dalam hal ini adalah materi termokimia padahal pada materi
termokimia merupakan materi yang memerlukan kreativitas siswa karena dalam
mempelajari materi tersebut siswa harus dapat mengamati dan membuat reaksi serta
menuliskan persamaan reaksi pada kasus perubahan entalpi. Sehingga Siswa yang
kreativitasnya tinggi, unggul dalam belajar, memiliki rangsangan semangat dalam
belajar, mudah berinteraksi dengan siswa lain, dan mengerti bagaimana memecahkan
suatu persoalan dan meningkatkan peran siswa dalam pergaulan di sekolahnya.
Selain kreativitas siswa, sikap ilmiah juga berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa. Sikap ilmiah siswa adalah suatu sikap yang harus dimiliki oleh
siswa dalam pembelajaran karena sikap ilmiah ini memiliki beberapa unsur
seperti: sikap ingin tahu (curiosity), sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru
(originality), sikap kerjasama (cooperative), sikap tidak putus asa (perseverance),
sikap bertanggung jawab (responsibility), sikap berpikir bebas (independence in
thingking), sikap kedisiplinan (discipline) dalam pembelajaran. Akan tetapi dalam
hal ini guru masih kurang memperhatikan sikap ilmiah siswa pada saat
pembelajaran dan guru cenderung pasif dalam memberikan stimulus dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
pemahaman ke siswa agar siswa cenderung mempunyai sikap jujur, tanggung
jawab, disiplin, tekun dan rasa ingin tahu siswa pada saat pembelajaran terutama
materi pembelajaran termokimia. Dalam materi termokimia, sikap ilmiah siswa
sangat diperlukan karena dalam kegiatan praktikum siswa harus teliti, jujur,
disiplin, teratur, mandiri dan menghargai pendapat orang lain, sehingga siswa
harus memilki sikap ilmiah tersebut dalam melakukan praktikum pada materi
termokimia. Dengan sikap ilmiah yang tinggi, prestasi belajar dari materi
termokimia akan meningkat karena siswa semakin ingin tahu dan termotivasi
dalam kegiatan pembelajaran.
Materi termokimia adalah salah satu materi pokok yang diajarkan pada
siswa SMA 1 Sukoharjo kelas XII IPA semester gasal. Termokimia merupakan
cabang ilmu yang mempelajari perubahan energi (kalor/panas) yang sangat
penting dan banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Antara lain ketika kita
menghangatkan tubuh jika didekatkan pada kayu yang terbakar, bahan bakar
(bensin, batu bara, solar), lampu yang menyala dan lain-lain. Sifat-sifat
termokimia perlu dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu
kemungkinan menggunakan metode proyek dan metode inquiry terbimbing yang
merupakan pembelajaran konstektual cocok untuk mengajarkan materi pokok
termokimia dan diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
B. Identifikasi masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, terdapat beberapa
masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
1. Materi termokimia merupakan materi yang dianggap sulit oleh siswa, hal itu
ditunjukkan dengan rata-rata nilai prestasi belajar siswa yang rendah, dan
masih belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan
oleh sekolah yaitu siswa mendapat nilai hun 2010/2011.
2. Dalam proses pembelajaran kimia selama ini masih berpusat pada guru belum
melibatkan siswa aktif.
3. Kemampuan guru untuk memilih metode pembelajaran yang akan digunakan
masih rendah sehingga pembelajaran yang diterapkan kurang variatif
(monoton).
4. Siswa belum diikutsertakan dalam proses pembangunan pemahaman
pada pembelajaran materi pokok termokimia
5. Dalam pembelajaran kimia, model pembelajaran yang dapat diterapkan antara
lain model pembelajaran kooperatif, pendekatan kontekstual, Quantum
learning, Problem Base Learning (PBL), Problem Solving, dan lain-lain.
Namun pada kenyataannya, masih banyak model pembelajaran yang belum
diterapkan di kelas.
6. Materi termokimia merupakan cabang ilmu yang mempelajari perubahan
energi (kalor / panas) yang sangat penting dan banyak dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, untuk itu metode proyek dan metode inquiry
terbimbing dapat digunakan pada materi termokimia, namun kenyataannya
kedua metode pembelajaran tersebut masih jarang diterapkan.
7. Guru belum memperhatikan faktor internal siswa yang dapat menentukan
keberhasilan pembelajaran pada materi termokimia antara lain kreativitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
siswa, dan sikap ilmiah siswa.
8. Dalam pembelajaran guru belum memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri apa yang dipelajari,
sehingga perlu pendekatan pembelajaran yang dapat melibatkan aktivitas
siswa, membuat pelajaran yang bermakna dalam kehidupannya sehari-hari.
9. Hasil belajar pada umumnya dibagi menjadi 3 kelompok kemampuan (ranah)
yaitu kemampuan berpikir (kognitif), sikap (afektif) dan kemampuan berbuat
(psikomotor), namun pada kenyataannya guru belum menitik beratkan pada
kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.
10. Pada kelas XI IPA semester gasal terdapat beberapa materi yang harus
dipelajari siswa seperti struktur atom, sistem periodik dan ikatan kimia,
termokimia, laju reaksi, dan kesetimbangan kimia. Siswa masih kesulitan
menguasai materi-materi tersebut karena guru belum melaksanakan
pembelajaran kimia sesuai karakteristik materi tersebut.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka agar lebih jelas dan terarah
pembahasan dibatasi pada hal-hal berikut:
1. Pendekatan pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and
Learning)
2. Metode pembelajaran: Metode Pembelajaran yang digunakan dalam
penelitian adalah metode proyek dan metode inquiry terbimbing.
3. Faktor internal siswa yang diteliti adalah kreativitas dan sikap ilmiah siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
4. Kreativitas: kreativitas yang dimaksud adalah kemampuan siswa
berkreatifitas mencari, membuat, meniliti dan mendiskusikan dalam proses
belajar. Kreativitas siswa dikategorikan dalam kreativitas tinggi dan rendah.
5. Sikap ilmiah: Sikap ilmiah yang dimaksud adalah sikap ingin tahu, sikap
kritis, sikap objektif, menghargai hasil karya orang lain, tekun dan bersikap
terbuka. Sikap ilmiah siswa dikategorikan dalam sikap ilmiah siswa tinggi
dan rendah.
6. Prestasi belajar: Prestasi belajar siswa yang diukur dalam penelitian ini ditinjau dari
aspek kognitif dan afektif.
7. Materi pokok: Materi pokok kimia yang dipilih dalam penelitian adalah
materi pokok termokimia.
D. Rumusan Masalah
Masalah pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini, dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran
metode proyek dengan siswa yang diberi metode inquiry terbimbing pada
materi pokok termokimia?
2. Apakah ada pengaruh prestasi belajar antara siswa yang memilki sikap ilmiah
yang tinggi dengan siswa yang memiliki sikap ilmiah yang rendah dalam
mempelajari materi pokok termokimia?
3. Apakah ada pengaruh prestasi belajar antara siswa yang memiliki kreativitas
tinggi, dengan siswa yang memiliki kreatifitas yang rendah dalam
mempelajari materi pokok termokimia?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
4. Apakah ada interaksi antara metode pembelajaran dengan sikap ilmiah
terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok termokimia?
5. Apakah ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kreatifitas terhadap
prestsi belajar siswa pada materi pokok termokimia?
6. Apakah ada interaksi antara sikap ilmiah dan kreatifitas terhadap prestasi
belajar siswa pada materi pokok termokimia?
7. Apakah ada interaksi antara metode pembelajaran, sikap ilmiah dan
kreatifitas terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok termokimia?
E. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengaruh prestasi belajar siswa antara siswa yang diberi pembelajaran kimia
dengan metode proyek dengan siswa yang diberi metode inquiry terbimbing
pada materi pokok termokimia.
2. Pengaruh prestasi belajar antara siswa yang mempunyai sikap ilmiah yang
tinggi dengan siswa yang memiliki sikap ilmiah yang rendah.
3. Pengaruh prestasi belajar antara siswa yang memiliki kreatifitas tinggi dengan
siswa yang memiliki kreatifitas rendah.
4. Ada tidaknya interaksi antara metode pembelajaran dengan sikap ilmiah
terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok termokimia.
5. Ada tidaknya interaksi antara metode pembelajaran dengan kreatifitas
terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok termokimia.
6. Ada tidaknya interaksi antara sikap ilmiah dan kreatifitas terhadap prestasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
belajar siswa pada materi pokok termokimia.
7. Ada tidaknya interaksi antara metode pembelajaran, sikap ilmiah dan
kreatifitas terhadap prestasi belajar siswa pada materi pokok termokimia.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat. Adapun manfaat yang
diharapkan dari penelitian ini ada dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan alam tentang penggunaan pendekatan
CTL (Contextual Teaching and Learning) menggunakan metode proyek dan
metode inquiry terbimbing.
2. Sebagai alternatif untuk mengaktifkan siswa dalam pemnbelajaran kimia
melalui metode proyek dan metode inquiry terbimbing.
3. Sebagai pijakan dalam mengembangkan penelitian-peneilitian yang
menggunakan metode proyek dan metode inquiry terbimbing.
4. Kepada guru dalam kegiatan belajar mengajar agar memperhatikan sikap
ilmiah yang berbeda pada siswanya.
5. Kepada guru dalam kegiatan belajar mengajar agar memperhatikan kreatifitas
yang berbeda pada siswanya.
2. Manfaat Praktis 1. Memberikan masukan dalam pemilihan metode pembelajaran yang
diharapkan dapat lebih mengaktifkan dan meningkatkan prestasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
siswa.
2. Sebagai sumbangan informasi tentang gambaran nyata pembelajaran kimia
yang menggunakan metode proyek dan inquiry terbimbing dtinjau dari sikap
ilmiah dan kemampuan kreatifitas siswa pada materi pokok termokimia.
3. Memberikan masukan pada guru untuk menumbuhkan wawasan bersikap
ilmiah dan menigkatkan kreatifitas siswa dalam proses belajar mengajar.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi peneliti lain
untuk melakukan pengembangan penelitian yang sejenis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Kimia
a. Pembelajaran Kimia
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Menurut Mulyati
Arifin (2005: 2) pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar ditinjau dari
sudut kegiatan siswa, berupa pemberian pengalaman belajar siswa (PBS), yang
direncanakan guru untuk membangun pengetahuan baru dan mengaplikasikannya
(learning process) . Proses pembelajaran merupakan suatu kesatuan dari cara
seseorang untuk belajar. Khususnya dalam ilmu kimia, yang melibatkan beberapa
macam metode belajar yang berbeda-beda sehingga peserta didik akan cepat
menguasai pokok bahasan yang dipelajari.
Kimia merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan percobaan namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga
diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori. Kimia adalah ilmu yang
mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika,
dan energetika zat. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak
terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta,
konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses
(kerja ilmiah).
Ilmu kimia mempunyai ciri-ciri yang khas sehingga dalam
mempelajarinya diperlukan teknik belajar yang khas dan tertentu pula. Wiseman
(dalam Rumansyah, 2002: 172) mengemukakan bahwa ilmu kimia merupakan
salah satu pelajaran tersulit bagi kebanyakan siswa menengah dan mahasiswa .
Kesulitan mempelajari ilmu kimia ini terkait dengan ciri-ciri ilmu kimia itu sendiri
yang disebutkan oleh Kean dan Middlecamp (dalam Rumansyah, 2002: 172)
sebagai berikut: (1) Sebagian besar ilmu kimia bersifat abstrak. Atom, molekul,
dan ion merupakan materi dasar kimia yang tidak nampak, yang menuntut siswa
dan mahasiswa membayangkan keberadaan materi tersebut tanpa mengalaminya
secara langsung. Karena atom merupakan pusat kegiatan kimia, maka walaupun
kita tidak melihat atom secara langsung, tetapi dalam angan-angan kita dapat
membentuk suatu gambar untuk mewakili sebuah atom, misalnya sebuah atom
oksigen kita gambarkan sebagai bulatan. (2) Ilmu kimia merupakan
penyederhanaan dari yang sebenarnya. Kebanyakan objek yang ada di dunia ini
merupakan campuran zat-zat kimia yang kompleks dan rumit. Agar mudah
dipelajari, maka pelajaran kimia dimulai dari gambaran yang disederhanakan,
dimana zat-zat dianggap murni atau hanya dua atau tiga zat saja. Dalam
penyederhanaannya diperlukan pemikiran dan pendekatan tertentu agar siswa atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
mahasiswa tidak mengalami salah konsep dalam menerima materi yang diajarkan
tersebut. (3) Sifat ilmu kimia berurutan dan berkembang dengan cepat. Seringkali
topik-topik ilmu kimia harus dipelajari dengan urutan tertentu. Misalnya, kita
tidak dapat menggabungkan atom-atom untuk membentuk molekul, jika atom
karakteristiknya tidak dipelajari terlebih dahulu. Di samping itu, perkembangan
ilmu kimia itu sangat cepat, seperti pada bidang biokimia yang menyelidiki
tentang rekayasa genetika, kloning, dan sebagainya. Hal ini menuntut kita semua
untuk lebih cepat tanggap dan selektif dalam menerima semua kemajuan tersebut.
(4) Ilmu kimia tidak hanya sekedar memecahkan soal. Memecahkan soal-soal
yang terdiri dari angka-angka (soal numerik) merupakan bagian yang penting
dalam mempelajari kimia. Namun, kita juga harus mempelajari deskripsi seperti
fakta kimia, aturan-aturan kimia, peristilahan kimia, dan lain-lain. (5)
Bahan/materi yang dipelajari dalam ilmu kimia sangat banyak. Dengan banyaknya
bahan yang harus dipelajari, siswa ataupun mahasiswa dituntut untuk dapat
merencanakan belajarnya dengan baik, sehingga waktu yang tersedia dapat
digunakan seefisien mungkin.
Menurut Arifin (dalam Rumansyah, 2002: 172), kesulitan siswa dalam
mempelajari ilmu kimia dapat bersumber pada: (1) Kesulitan dalam memahami
istilah. Kesulitan ini timbul karena kebanyakan siswa hanya hafal akan istilah dan
tidak memahami dengan benar maksud dari istilah yang sering digunakan dalam
pelajaran kimia. (2) Kesulitan dalam memahami konsep kimia. Kebanyakan
konsep-konsep dalam ilmu kimia maupun materi kimia secara keseluruhan
merupakan konsep atau materi bersifat abstrak. (3) Kesulitan Angka. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
pengajaran kimia siswa dituntut untuk terampil dalam rumusan/operasi matematis.
Namun, sering dijumpai siswa yang kurang memahami rumusan tersebut. Hal ini
disebabkan karena siswa tidak mengetahui dasar-dasar matematika dengan baik,
siswa tidak hafal rumusan matematika yang banyak digunakan dalam
perhitungan-perhitungan kimia, sehingga siswa tidak terampil dalam
menggunakan operasi-operasi dasar matematika.
Menurut Sastrawijaya (1988: 33), pembelajaran kimia harus
memperhatikan hal-hal berikut: (i) Materi pelajaran yang disesuaikan dengan
perkembangan ilmu kimia (ii) Memberikan pengertian yang baik dan mendalam
tentang bidang kimia. (iii) Memberikan wawasan mengenai cara berpikir
ilmiah.(iv) Memberikan pengalaman kerja kimia nyata dan merangsang siswa
berpikir secara kritis dan ilmiah melalui kerja praktek di laboratorium. (v)
Menyadarkan siswa akan kegunaan ilmu kimia dalam industri dan kehidupan
sehari-hari.
b. Belajar
Belajar menurut W. S. Winkel (2007: 59) mengemukakan: Belajar adalah
suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung interaktif aktif dengan lingkungan,
yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan
Gagne
untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan
mengemukakan delapan fase dalam sutu tindakan belajar (learning act). Adapun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
kedelapan fase tersebut, 1) fase motivasi, 2) fase pengenalan (apprehending
phase), 3) fase perolehan (acquisition phase), 4) fase retensi, 5) fase generalisasi,
7) fase penampilan dan 8) fase umpan balik. Bruner berpendapat bahwa belajar
merupakan pencarian pengetahuan secara aktif oleh individu, dan dengan
sendirinya memberikan hasil yang paling baik . Berusaha sendiri untuk mencari
pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna (Ratna Wilis Dahar, 1988:125)
Pendapat Bruner ini dikenal dengan istilah belajar penemuan (discovery learning).
Sedangkan Menurut Slameto (2003:
dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya Sedangkan Ormond dalam Correiro, Griffin, Hart (2008: 457)
mendefinisikan sebagai berikut:
Learning is an active process emphasizing purposeful interaction and the use of knowledge in a meaningful environment. Scientific experiments are, by nature, inquiry-based activities; developing scientists must learn to propose hypotheses, design experiments, and select appropriate materials. Many cognitive psychologists have portrayed learning as a process of creating individual meaning and understanding from personal experiences, a perspective referred to as constructivism .
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
belajar adalah merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalamannya
(mengalami) sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Seseorang
dikatakan telah belajar bila telah mengalami perubahan tingkah laku (behavior).
Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan pengetahuan atau
pemahaman (cognitive), sikap atau nilai (afective), dan keterampilan motorik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
(psichomotorik). Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran perlu: (1) berpusat pada
peserta didik; (2) mengembangkan kreativitas peserta didik; (3); menciptakan
kondisi menyenangkan, bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestika. (4);
menyediakan pengalaman belajar yang beragam. Untuk dapat lebih memahami
pengertian belajar dan bagaimana proses belajar, berikut ini adalah beberapa teori
belajar yang dikemukakan oleh para tokoh yang mendukung dan mendasari pada
pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning).
2. Teori Belajar
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana
terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa itu.
Berdasarkan teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih
meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar.
a. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning) dalam
Triyanto (Triyanto, 2007:13) adalah
Siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting adalah
bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi
siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat
memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa
menjadi sadar dan secara sadar siswa menggunakan strategi mereka sendiri untuk
belajar.
Pembelajaran dengan teori ini akan efektif jika didasarkan pada empat
komponen dasar antara lain: 1) pengetahuan (knowledge), yaitu pembelajaran
harus mampu dijadikan sarana untuk tumbuh kembangnya pengetahuan bagi
siswa. 2) ketrampilan (skill), pembelajaran harus benar-benar memberikan
ketrampilan siswa baik ketrampilan intelektual (kognitif), ketrampilan moral
(afektif), dan ketrampilan mekanik (psikomotorik). 3) sifat alamiah (disposition),
proses pembelajaran harus benar-benar berjalan secara alamiah, tanpa ada paksaan
dan tidak semata-mata rutinitas belaka. 4) perasaan (feeling), perasaan ini
mampu menumbuhkan kepekaan sosial terhadap dinamika dan problematika
kehidupan M. 2008 :73). Dari pendapat tersebut, maka
pembelajaran dengan teori ini memberikan perkembangan pengetahuan siswa dan
kemampuan siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru
yang didasarkan pada pengetahuan tertentu, sehingga strategi pemerolehan
pengetahuan lebih di utamakan di bandingkan dengan seberapa banyak siswa
mendapatkan dan atau mengingat pengetahuan.
Pembelajaran metode proyek dan inquiry Terbimbing sesuai dengan
konstruktivisme. Dalam pembelajaran, siswa mengkonstruksi pengetahuan
melalui pengalaman sosial dengan berdiskusi dalam kelompok, mencari informasi
melalui refrensi dan melakukan percobaan-percobaan. Siswa melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
klarifikasi, perubahan, dan penerapan ide di dalam kerja kelompok pada
pembelajaran.
b. Teori Belajar Kognitif
Teori kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif
merupakan sesuatu yang fundamental dan membimbing tingkah laku anak.
Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang
situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan
persepsi dan pemahaman yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati dan diukur. Beberapa tokoh yang mengemukakan tentang teori belajar
kognitif, diantaranya yaitu :
1) Teori Perkembangan Kognitif (Jean Piaget)
Menurut Piaget dalam Ratna Wilis (1989:152) proses belajar akan terjadi
bila mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi atau
penyeimbangan. Piaget mengelompokan tahap-tahap perkembangan kognitif
seorang anak menjadi empat tahap, yaitu (1) Sensory-motor (0-2 tahun) yaitu anak
mengenal lingkungan dengan indera-inderanya (sensori) dan tindakan-
tindakannya (motorik). (2) Pra-operational (2-7 tahun), pada tahap ini anak
belum mampu melakukan operasi mental dan tidak mempunyai kemampuan
untuk memecahkan masalah-masalah yang memerlukan berpikir reversibel. (3)
Operational konkret (7-11 tahun), tahap ini merupakan permulaan anak mulai
berfikir secara rasional, akan tetapi belum dapat berurusan dengan materi-
materi abstrak seperti hipotesis; dan (4) Operational formal (11 tahun keatas),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
pada tahap ini anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya, untuk
membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Kemajuan utama pada anak
selama periode ini ialah ia tidak perlu berfikir dengan pertolongan benda-benda
atau peristiwa-peristiwa yang konkret, ia mempunyai kemampuan untuk berfikir
abstrak. Dengan demikian pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan dan pertumbuhan kognitif siswa karena siswa Sekolah Menengah
Atas berada pada tahap perkembangan operasional formal. Pada tahap ini siswa
dapat mengidentifikasi masalah, membuat hipotesis, melakukan penelitian
terkontrol, menghubungkan bukti percobaan dengan teori serta memahami
penjelasan yang kompleks dari ranah deduktif ke induktif siswa dan juga logika.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran proyek dan inquiry terbimbing
sesuai dengan teori belajar kognitif. Dimana metode proyek dan inquiry
terbimbing menekankan pada pembentukkan kemandirian dan kemampuan
kognitif melalui diskusi kelompok dan percobaan untuk memecahkan masalah.
Siswa melakukan proses asimilasi informasi yaitu dengan mencocokkan apa yang
mereka ketahui dengan yang diketahui siswa melalui percobaan dalam
pembelajaran termokimia.
2) Teori belajar bermakna (Ausubel)
Ausubel adalah seorang ahli psikologi kognitif. Inti dari teori Ausubel
tentang belajar bermakna (dalam Ratna Wilis,1989: 302)
Belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Dalam mengaitkan konsep-konsep ini Ausubel mengemukakan dua prinsip, yaitu prinsip diferensiasi progresif dan prinsip rekonsiliasi integratif. Kedua prinsip ini memperlihatkan bagaimana struktur kognitif siswa dipengaruhi secara optimal melalui mengajar, apapun bidang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
studinya. Menurut Ausubel ,dalam satu seri pelajaran hendaknya siswa diperkenalkan terlebih dahulu pada konsep-konsep yang paling umum atau paling inklusif. Sesudah itu materi pelajaran disusun secara berangsur-angsur menjadi konse-konsep yang lebih khusus. Dengan perkataan lain, model belajar Ausubel pada umumnya berlangsung dari umum ke khusus. Prinsip kedua yang dikemukakan Ausubel ialah prinsip rekonsiliasi integratif atau penyesuaian integratif, menurut prinsip ini dalam mengajar, konsep-konsep atau gagasan-gagasan perlu diintegrasikan dan disesuaikan dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya.Dengan kata lain guru hendaknya menunjukkan pada siswa bagaimana konsep-konsep dan prinsip-prinsip itu salaing berkaitan. Untuk mencapai rekonsiliasi integratif materi pelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa, hingga kita bergerak ke atas dan ke bawah hirarki-hirarki konseptual waktu disajikan informasi baru.
Dengan menggunakan strategi ini, guru diharapkan mengajarkan konsep-
konsep yang paling inklusif dahulu, kemudian konsep-konsep yang kurang
inklusif, dan setelah itu baru mengajarkan hal-hal yang khusus. Proses
penyusunan konsep semacam ini disebut diferensiasi progresif. Konsep atau
gagasan perlu diitegrasikan dengan konsep yang telah dipelajari sebelumnya.
Dalam mempelajari materi larutan termokimia diperlukan strategi pembelajaran
yang bermakna bagi siswa karena kalor/panas banyak berkaitan dengan kehidupan
nyata siswa.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa inti dari teori belajar
bermakna ausubel adalah proses belajar yang akan mendatangkan hasil atau
kebermaknaan jika guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat
menghubungkan dengan konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif
siswa. Pada penelitian in, proses pembelajaran bermakna terjadi pada kedua
metode yaitu metode proyek dan inquiry terbimbing. Pada kedua metode ini
pembelajaran bermakna terjadi ketika diskusi kelompok dalam membuat konsep
percobaan untuk memecahkan masalah. Dalam proses diskusi tersebut masing-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
masing siswa dalam kelompoknya menyamakan persepsi atau pendapat sehingga
masing-masing siswa dapat menghubungkan informasi baru dengan struktur
kognitif yang sebelumnya sudah ada pada siswa. Hal ini akan dapat
meminimalisir kesalahan konsepsi pada masing-masing siswa untuk memahami
konsep percobaan dan membuat situasi belajar pada siswa tidak hanya sekedar
hafalan tetapi menjadi lebih bermakna.
3) Teori Belajar Penemuan (Bruner)
Bruner berpendapat bahwa manusia mempunyai kapasitas dan
kecenderungan untuk berubah karena menghadapi kejadian yang umum. Ingatan
mempunyai beberapa fase, yaitu waktunya sangat singkat (extremely short term)/
ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat disimpan dalam beberapa
detik). Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam beberapa
menit), ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsung beberapa
jam sampai seumur hidup). Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga
proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan
menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang
disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip,
yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai
kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada kegunaan
bagi orang itu. Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang
ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus.
Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi
peristiwa-peristiwa menjadi suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang
untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang
telah atau akan dilakukannya. Menurut Bruner pengetahuan yang diperoleh
melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih
baik. Dalam pembelajaran kontektual ini siswa melakukan tugas berupa proyek-
proyek kimia dalam hal ini adalah materi termokimia maka siswa akan melakukan
pembelajaran penemuan. Siswa mengolah apa yang diketahuinya itu kepada satu
corak dalam keadaan baru.
Sesuai dengan teori Bruner, bahwa belajar merupakan suatu proses aktif
memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang
diberikan kepada dirinya. Maka dalam pembelajaran kontektual dengan metode
proyek dan inquiry terbimbing dalam penelitian ini, siswa SMA akan mengalami
mencari masalah melalui penyelidikan dan penemuan serta pemecahannya di
butuhkan adanya aktivitas, pemeliharaan dan pengarahan. Artinya bahwa kegiatan
belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu
aturan dan kesimpulan tertentu. Dengan perkataan lain, anak dibimbing dalam
memahami sesuatu dari yang paling khusus (deduktif) menuju yang paling
kompleks (induktif), bukanya konsep yang lebih dahulu diajarkan, akan tetapi
contoh-contoh kongkrit dari kejujuran itu sendiri
Dengan pendekatan kontekstual melalui metode proyek dan inquiry
terbimbing ini diharapkan pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan
bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan
meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Dengan mempertimbangkan kelebihan pembelajaran dengan pendekatan
kontektual dengan metode proyek dan inquiry terbimbing maka perlu menerapkan
pembelajaran ini untuk masalah kelemahan pembelajaran kimia di SMA Negeri 1
Sukoharjo.
4) Teori belajar Albert Bandura (Teori Belajar Sosial)
Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura. Berbeda dengan penganut
Behaviorisme lainnya, Bandura memandang perilaku individu tidak semata-mata
refleks otomatis atas stimulus, melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai
hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Teori
belajar sosial menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada
seseorang, tidak random.lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah
oleh orang itu melalui perilakunya. Suatu perspektif belajar sosial menganalisis
hubungan kontinu antara variabel-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi, dan
perilaku terbuka dan tertutup seseorang (Ratna Wilis, 1989 : 27).
Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu
terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan
penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang
pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang
individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu
dilakukan.
Model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Contextual
Teaching and Learning melalui metode proyek dan inquiry terbimbing sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dengan teori tersebut, karena di dalam proses pembelajaran siswa akan diberi
kebebasan untuk mengembangkan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Siswa
terlatih untuk belajar membuktian teori dari masalah yang timbul, mengumpulkan
data, menganalisis data dan menyimpulkan melalui diskusi dengan kelompok
belajarnya dengan bimbingan seorang guru. Siswa dapat mencontoh, belajar atau
melakukan sesuatu dengan perilaku (modeling) yang diberikan baik dari siswa ke
guru maupun antar siswa ke siswa. Dalam penelitian ini misalnya siswa
dibimbing untuk menerapkan pemanfaatan materi termokimia dalam kehidupan
sehari-hari dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning melalui metode
proyek dan inquiry terbimbing, sehingga konsep termokimia yang dipelajari
akan semakin mudah dipahami dan dikembangkan oleh siswa.
3. CTL (Contextual Teaching and Learning)
Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat
berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para siswa. Pengalaman
belajar lebih menunjukkan kaitan unsur unsur konseptual menjadikan proses
pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang
kajian yang relevan akan membentuk skema (konsep), sehingga siswa akan
memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar,
pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan dan dunia nyata hanya
dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu. Metodologi mengajar adalah
ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari
sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling
berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai. Agar tujuan pengajaran
tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh pendidik, maka perlu
mengetahui, mempelajari beberapa metode mengajar, serta dipraktekkan pada saat
mengajar. Salah satu pendekatan pembelajaran adalah pendekatan kontektual
(CTL: Contextual Teaching and Learning ). Menurut Johnson, (2007: 67) dalam
menyatakan bahwa,
Pendekatan CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para peserta didik melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerjasama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi
siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi
pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil belajar. Hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk memecahkan persoalan, berpikir
kritis dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan
jangka panjangnya. Dalam konteks itu ,siswa perlu mengerti apa makna belajar,
apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Mereka
sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu
mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk
hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan
berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
pengarah dan pembimbing. Blanchard, Bern dan Erickson (dalam Kokom Komalasari
2009:262) mengemukakan bahwa:
Contextual learning is a teaching and learning concept that helps teachers to relate the materials taught with the real world situation and encourages the students to make correlation between their existing knowledge and its application in their lives as the members of family, society and the nation. Therefore, contextual learning enables the students to relate the material content with daily life context to discover the meaning .
Menurut Nurhadi (2004; 5), menyatakan bahwa:
Dalam pembelajaran kontekstual guru bukan lagi seorang yang paling tahu, guru layak untuk mendengarkan siswa-siswanya. Guru bukan lagi satu-satunya penentu kemajuan siswa-siswanya. Guru adalah seorang pendamping siswa dalam pencapaian kompetensi dasar. Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual, yaitu: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
Dari pendapat tersebut maka dalam pembelajaran seorang pendidik harus
bias mengkaitkan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari sehingga
pembelajaran bagi siswa tidak menjadi hal yang sulit bahkan dapat meningkatkan
kreativitas dan pemahaman mereka terhadap materi pelajaran.
a. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme (constructivism) merupakan landasan berfikir (filosofi)
pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak
sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu
memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan
pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide
bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi
kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik
mereka sendiri.
Dengan dasar itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses
mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses
belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
b. Bertanya (Questioning)
P
Questioning (bertanya) merupakan pendekatan pembelajaran CTL. Bertanya
dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,
membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan
bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang
berbasis inquiry, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah
diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna
untuk: 1) menggali informasi baik administrasi maupun akademis, 2) mengecek
pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh
mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6)
memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7) untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, 8) untuk menyegarkan
kembali pengetahuan siswa.
Hampir pada semua aktivitas belajar questioning dapat diterapkan : antara
siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara
siswa dengan orang lain yang didatangkan di kelas, dan sebagainya. Aktivitas
bertanya juga ditemukan saat siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika
menemui kesulitan, ketika mengamati dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan itu dapat
menimbulkan keinginan untuk bertanya.
c. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru
harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan,
apapun materi yang diajarkannya. Adapun siklus inquiry adalah sebagai berikut :
1) Observasi (Observation), 2) Bertanya (Questioning), 3) Mengajukan dugaan
(Hyphotesis), 4) Pengumpulan data (Data gathering), 5) Penyimpulan
(Conclussion).
Pembelajaran berbasis inquiry merupakan strategi pembelajaran yang
berpola pada metode-metode sains dan memberikan kesempatan siswa untuk
pembelajaran bermakna. Suatu masalah diajukan dan metode ilmiah digunakan
untuk memecahkan masalah tersebut.
Langkah-langkah dalam pembelajaran inquiry antara lain : 1) Merumuskan
masalah (dalam pembelajaran apapun), 2) Mengamati atau melakukan observasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
3) Menganalisa dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,tabel,
dan karya lainnya, 4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada
pembaca, teman sekelas, guru, atau audien lain.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran
diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru
belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya
asa,
menunjukkan cara mengoperasikan alat itu. Maka dua orang anak itu sudah
membentuk masyarakat belajar (learning community).
Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan
antara yang tahu dan belum tahu. Di ruang kelas, orang-orang yang ada di luar
kelas, semua adalah anggota masyarakat belajar. Di kelas CTL guru disarankan
selalu melaksanakan pembelajaran dalam bentuk kelompok-kelompok belajar.
Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang
pandai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang
cepat menangkap mengajari temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan
segera memberi usul, dan seterusnya. Kelompok siswa dapat sangat bervariasi
bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas
atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ahli ke
kelas.
e. Pemodelan (Modelling)
Pada saat pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
berlangsung, sebaiknya ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara
mengoperasikan sesuatu, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu,
dengan demikian guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Dalam
pembelajaran CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang
dengan melibatkan siswa. Seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberi contoh
kompetensi yang harus dicapainya, model juga dapat didatangkan dari luar.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleks
merupakan respon terhadap suatu kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru
diterima, dengan demikian siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi
dirinya. Realisasi dalam pembelajaran berupa: rangkuman tentang apa yang
dipelajari, catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan saran tentang pembelajaran
dan lain-lain.
g. Penilaian Yang Sebenarnya (Authentic Assesment)
Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan
siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami
proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan oleh guru
mengidentifikasi bahwa siswa mengalami kemacetan belajar, maka guru bisa
segera mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan sepanjang proses
pembelajaran, maka assesment tidak dilakukan di akhir periode (semester)
pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti Ujian Nasional
(UN)), tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisahkan)
dari kegiatan pembelajaran.
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assessment), bukanlah
untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang
seharusnya ditekankan pada upaya membentuk siswa agar mampu mempelajari
(learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin
informasi di akhir periode pembelajaran. Karena assessment menekankan pada
proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan
nyata yang dikerjakan siswa pada saat melaksanakan proses pembelajaran bukan
semata-mata hasil.
Menurut Nurhadi, 2004. Dalam pembelajaran CTL, langkah-langkah yang
ditempuh secara garis besarnya antara lain : 1) mengembangkan penilaian bahwa
anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, 2) melaksanakan sejauh mungkin
kegiatan inquiry untuk semua topik, 3) mengembangkan sifat ingin tahu siswa
dengan bertanya, 4
akhir pertemuan 7) Penilaian yang sebenarnya.
Dalam pengelolaannya pembelajaran CTL ini dilakukan dengan model
daur belajar yang dikemukakan oleh Martin dkk: 1) kegiatan awal (eksplorasi),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
guru menyajikan fenomena untuk menggali pengetahuan awal siswa, 2) kegiatan
inti (eksplanasi), guru membimbing siswa merumuskan masalah dan hipotesis,
melakukan kegiatan eksperimen, mencatat data, menganalisis dan menyimpulkan
data, 3) pemantapan (ekspansi), guru mengaplikasikan penguasaan konsep melalui
kegiatan menjawab pertanyaan dalam penuntun belajar, 4) penilaian (evaluasi),
guru melakukan penilaian melalui kegiatan presentasi dan pertanyaan-pertanyaan
yang bersifat reflektif.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran CTL memiliki
kelebihan antara lain: 1) meningkatkan akademik siswa, 2) siswa menjadi lebih
aktif, 3) siswa praktik, bukan menghafal, 4) siswa dilatih untuk berfikir kritis, 5)
siswa dibiasakan untuk memecahkan masalah.
Disamping memiliki kelebihan, pembelajaran CTL juga memiliki
beberapa kekurangan yaitu : 1) kegiatan belajar mengajar membutuhkan waktu
yang lebih lama, 2) keadaan kelas yang cenderung ramai jika siswa kurang
memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk belajar dalam kelompok, 3)
memerlukan persiapan rumit untuk melaksanakannya.
Materi termokimia banyak mempelajari zat - zat yang ada dan banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik yang terdapat dalam bahan
makanan, obat-obatan maupun sebagai bahan rumah tangga. Penggunaan
pendekatan CTL dalam mempelajari larutan termokimia diharapkan dapat
mendorong motivasi dan kreativitas siswa lebih giat dalam belajar karena
berkaitan dengan lingkungan kehidupan siswa sehari-hari, sehingga lebih
bermakna bagi siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
4. Metode Proyek
Metode proyek merupakan suatu metode
instruksional yang melibatkan penggunaan alat dan bahan yang diusahakan oleh
siswa secara perorangan atau kelompok kecil siswa, untuk mencari jawaban
terhadap suatu masalah dengan perpaduan teori-teori dari berbagai
(Ratna Wilis Dahar, 1986: 16). Konsep dan karakteristik pembelajaran Metode
Proyek adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang
menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang komplek. Fokus
pembelajaran terletak pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti dari suatu
disiplin studi, melibatkan pebelajar dalam investigasi pemecahan masalah dan
kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi kesempatan pebelajar bekerja
secara otonom mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai
puncaknya menghasilkan produk nyata.
Pengajaran metode proyek (Project Method) membutuhkan suatu
pendekatan pengajaran komprehensif dimana lingkungan belajar siswa didesain
agar dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik termasuk
pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas
bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara
mandiri dalam membentuk pembelajarannya, dan mengkulminasikannya dalam
produk nyata. Menurut Nurhadi (dalam Nurhadi,2004 : 77).
Pembelajaran Metode Proyek memiliki potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna untuk pembelajar. Dalam pembelajaran ini, pebelajar menjadi terdorong lebih aktif di dalam belajar mereka, instrutur berposisi di belakang dan pebelajar berinisiatif, instruktur memberi kemudahan dan mengevaluasi proyek baik kebermaknaannya maupun penerapannya untuk kehidupan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
mereka sehari-hari. Produk yang dibuat pebelajar selama proyek memberikan hasil yang secara autentik dapat diukur oleh guru dalam pembelajarannya. Oleh karena itu, di dalam pembelajaran Metode Proyek, guru tidak lebih aktif dan melatih secara langsung, akan tetapi guru menjadi pendamping, fasilitator, dan memahami pikiran pebelajar.
Masalah proyek pembelajar dapat disiapkan dalam kolaborasi dengan guru
tunggal atau ganda, sedangkan pebelajar belajar di dalam kelompok kolaboratif 4-
5 orang. Ketika pebelajar bekerja di dalam tim, mereka menemukan ketrampilan
merencanakan, mengorganisasi, negosiasi, dan membuat konsensus tentang isu-
isu tugas yang akan dikerjakan, siapa yang beertanggung jawab untuk setiap
tugas, dan bagaimana informasi akan dikumpulkan dan disajikan. Ketrampilan-
ketrampilan yang telah diidentifikasi oleh pembelajar ini merupakan ketrampilan
yang amat penting untuk keberhasilan hidupnya. Karena hakekat kerja proyek
adalah kolaboratif, maka pengembangan ketrampilan tersebut berlangsung di
antara pembelajar.
Di dalam kerja kelompok suatu proyek, kekuatan individu dan cara belajar
yang diacu memperkuat kerja tim sebagai suatu keseluruhan. Tidak semua
kegiatan belajar aktif dan melibatkan proyek dapat disebut pembelajaran Metode
Proyek. Berangkat dari pertanyaan
digolongkan sebagai Pembelajaran Metode Proyek , dan keunikan Pembelajaran
Metode Proyek yang ditemukan dari sejumlah literatur dan hasil penelitian,
menetapkan lima kriteria apakah suatu pembelajaran berproyek termasuk sebagai
Pembelajaran Metode Proyek. Lima kriteria itu adalah keterpusatan (centrality),
berfokus pada pertanyaan atau masalah, investigasi konstruktif atau desain,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
otonomi pebelajar, dan realisme. Proyek dalam Pembelajaran Metode Proyek
adalah pusat atau inti kurikulum, bukan pelengkap kurikulum.
Pada Pembelajaran Metode Proyek, proyek adalah strategi pembelajaran,
pebelajar mengalami dan belajar konsep-konsep inti suatu disiplin ilmu melalui
proyek sedemikian rupa sehingga terjalin hubungan antara aktivitas dan
pengetahuan konseptual yang melatarinya yang diharapkan dapat berkembang
menjadi lebih luas dan mendalam.
Metode proyek cukup unggul, hal ini ternyata dari banyaknya keuntungan
yang diperoleh melalui penggunaan metode proyek, di antaranya ialah:
a. Meningkatkan motivasi.
Laporan-laporan tertulis tentang proyek itu banyak yang mengatakan bahwa
siswa suka tekun sampai kelewat batas waktu, berusaha keras dalam
mencapai proyek. Guru juga melaporkan pengembangan dalam kehadiran dan
berkurangnya keterlambatan. Siswa melaporkan bahwa belajar dalam proyek
lebih fun daripada komponen kurikulum yang lain.
b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Penelitian pada pengembangan ketrampilan kognitif tingkat tinggi siswa
menekankan perlunya bagi siswa untuk terlibat di dalam tugas-tugas
pemecahan masalah dan perlunya untuk pembelajaran khusus pada
bagaimana menemukan dan memecahkan masalah. Banyak sumber yang
mendiskripsikan lingkungan belajar Metode Proyek membuat siswa menjadi
lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang komplek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
c. Meningkatkan kolaborasi.
Pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa
mengembangkan dan mempraktekkan ketrampilan berkomunikasi. Kelompok
kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah aspek-
aspek kolaboratif dari sebuah proyek.
Teori-teori kognitif yang baru dan konstruktivistik menegaskan bahwa
belajar adalah fenomena sosial, dan siswa akan belajar lebih di dalam lingkungan
kolaboratif untuk meningkatkan ketrampilan mengelola sumber. Bagian dari
menjadi siswa yang independen adalah bertanggung jawab untuk menyelesaikan
tugas yang kompleks. Pembelajaran Metode Proyek yang diimplementasikan
secara baik memberikan kepada siswa pembelajaran dan praktek dalam
mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktunya dan sumber-sumber lain
seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas. Metode proyek juga didahului
dengan menentukan masalah dan kemudian penyampaian laporan hasil proyek.
Penerapan metode proyek dapat mendorong tumbuhnya kreativitas bagi
sebagian besar siswa sehingga mampu meraih suatu prestasi pada perlombaan
ataupun pameran. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratna Wilis Dahar (1986),
sebagai berikut "Pada siswa yang kreatif biasanya dihasilkan karya yang baru dan
asli, bahkan mungkin saja memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan. Keberhasilan karya siswa dalam suatu proyek yang dibuatnya
sendiri, memberikan kepada siswa suatu kebanggaan tersendiri dan menaikkan
rasa percaya diri". Hal ini berarti kebanggaan akibat prestasi yang baik ini akan
mendorong siswa untuk melangkah lebih maju dalam proyek berikutnya, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
secara tak langsung ia telah berhasil mengembangkan konsep-konsep yang
dimilikinya dari berbagai bidang studi yang telah dipelajarinya. Rasa bangga ini
akan lebih dikukuhkan apabila hasil karya siswa dalam proyek ini dipublikasikan.
Melalui metode proyek siswa dapat bertindak lebih leluasa dan dapat
menyalurkan bakatnya masing-masing secara mandiri, tanpa mendapat rintangan
untuk melakukan hal yang sama dengan teman-temannya sekelas. Dalam
pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru sebaiknya telah menyusun persiapan
mengajar yang dituangkan dalam bentuk skenario pembelajaran. hal itu berarti
guru memfasilitasi aktivitas siswa dalam mengembangkan kompetensinya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode proyek memiliki
keunggulan, dapat memotivasi minat siswa dalam materi termokimia,
mengembangkan keingintahuan ilmiah siswa, mengembangkan teknik pamecahan
masalah, memajukan pemikiran mandiri siswa dan pola berpikir kritis,
mengembangkan apresiasi siswa imtuk kerja ilmiah sehingga prinsip ilmiah lebih
berarti, menolong pengembangan setiap individu semaksimal mungkin dan
menumbuhkan rasa percaya diri. Selain melatih siswa mengembangkan teknik
pamecahan masalah, melalui metode proyek, guru memberikan kesempatan siswa
untuk mengembangkan pola berpikir kritis oleh karena itu sebaiknya dalam
melaksanakan proyek guru tidak terlalu dominan, pemberian bimbingan perlu
dibatasi, sehingg kreativitas siswa lebih berkembang.
Adapun sintaks pembelajaran metode proyek dapat di lihat pada tabel 2.1
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Tabel 2.1. Sintaks Pembelajaran Metode Proyek
Tahap Kegiatan PBM
Tahap 1 Penyelidikan (exploration)
Guru mengajukan pertanyaan lisan, memberi keterangan singkat serta mengetes para pelajar mengenai pengetahuan mereka tentang mata pelajaran yang akan dipelajari.
Tahap 2 Penyajian bahan baru (presentation)
Dengan metode ceramah, guru memberikan garis besar tentang bahan pelajaran.
Tahap 3 Asimilasi / pengumpulan keterangan atau data
Para pelajar mencari informasi, keterangan atau fakta-fakta untuk mengisi pokok-pokok yang penting. Dalam langkah ini pelajar mencari data dari sumber-sumber unit (resource unit = sumber yang berisi berita, fakta, informasi dan sebagainya tentang unit yang sedang dipelajari).
Tahap 4 Mengorganisasikan data (organization)
Dalam langkah ini, pelajar dibawah pimpinan guru aktif mengorganisasikan data, fakta dan informasi, missal menggolongkan data, mengolah data untuk mengambil kesimpulan. Daya berpikir dan daya menganalisis memainkan peran penting dalam langkah ini.
Tahap 5 Mengungkapkan kembali (recitation)
Para pelajar mempertanggungjawabkan atau menyajikan hasil yang diperolehnya. Laporan pertanggungjawaban ini dapat dilakukan dengan lisan maupun tertulis atau keduanya.
Ahmadi (1997)
Ada beberapa kelemahan metode proyek diantaranya: 1. Memerlukan
perencanaan yang matang; 2. Tidak semua guru merencanakan/terbiasa dengan
metode proyek. Sebab dengan metode proyek guru dituntut untuk bekerja keras
dan mengorganisir pelajaran yang menjadi proyek secara terencana; 3. Bila
proyek diberikan terlalu banyak, akan berakibat membosankan bagi siswa; 4. Bagi
sekolah tingkat rendah (SD dan SLTP), metode proyek masih siulit dilaksanakan.
Sebab metode proyek menuntut siswa untuk mencari, membaca, memikirkan serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
dapat memecahkan masalahnya sendiri; 5. Dilihat dari segi aktivitasnya,
organisasi sekolah menjadi tidak sederhana, disamping memerlukan banyak
fasilitas, tenaga dan financial.
5. Metode Inquiry Terbimbing
Pembelajara inquiry melatih siswa untuk berpikir, memecahkan masalah
dan menemukan sesuatu bukan merupakan tujuan pendidikan yang baru.
Demikian pula halnya dengan strategi pembelajaran penemuan, inquiry atau
induktif. Inquiry pada tingkat paling dasar dapat dipandang sebagai proses
menjawab pertanyaan atau memecahkan permasalahan berdasarkan fakta dan
pengamatan.
Siklus inquiry terdiri dari kegiatan mengamati, bertanya, menyelidiki,
menganalisa dan merumuskan teori, baik secara individu maupun bersama-sama
dengan teman lainnya. Mengembangkan dan sekaligus menggunakan
keterampilan berpikir kritis. (Star, 2001: 1). Menurut Arends, l goal of
inquiry teaching has been, and continues to be, that helping student learn how to
ask question, seek answers or solution to satisfy their curiosity, and building their
(Arends, 1994: 386). Pada prinsipnya
tujuan pengajaran inquiry membantu siswa bagaimana merumuskan pertanyaan,
mencari jawaban atau pemecahan untuk memuaskan keingintahuannya dan untuk
membantu teori dan gagasannya tentang dunia, lebih jauh lagi dikatakan bahwa,
pembelajaran inquiry bertujuan untuk mengembangkan tingkat berpikir dan juga
keterampilan berpikir kritis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Dalam pandangan CTL pengajaran dan pembelajaran sains di kelas
haruslah berwujud proses inquiry, sebuah proses yang ditempuh oleh para
ilmuwan dan terdiri atas unsur-unsur siklus mengamati, mengajukan pertanyaan,
mengajukan penjelasan-penjelasan dan hipotesis-hipotesis, merancang dan
melakukan eksperimen-eksperimen, menganalisis data eksperimen, menarik
kesimpulan eksperimen, dan membangun model atau teori. Proses inquiry selama
pengajaran dan pembelajaran berdampak konstruktif yang memberi banyak
peluang dan tenaga untuk meningkatkan keefektifan pengajaran dan
pembelajaran.
Menurut Sund dalam Momi Sahromi (1986:55), ada tiga macam metode
inquiry yaitu metode inquiry terbimbing, metode inquiry dan metode inquiry
bebas yang dimodifikasi.
a. Inquiry terbimbing (guided inquiry)
Metode inquiry terbimbing merupakan metode inquiry yang dilaksanakan
dengan bimbingan. Guru menyediakan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas
kepada siswa. Sebagian perencanaan dibuat dari guru, siswa tidak merumuskan
masalah. Petunjuk yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat
diberikan oleh guru. Petunjuk tersebut biasanya berbentuk pertanyaan-pertanyaan
yang sifatnya membimbing. Metode ini digunakan bagi siswa yang belum
berpengalaman belajar dengan metode inquiry.
b. Inquiry bebas (free inquiry)
Metode inquiry bebas merupakan metode inquiry yang dilaksanakan
dengan bimbingan minimal atau tanpa bimbingan. Siswa diberi kebebasan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
melakukan penelitian sendiri seperti seorang ilmuwan. Siswa harus
mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang akan dipelajari. Tetapi pada
umumnya metode inquiry bebas sukar diterapkan pada siswa, karena sewaktu-
waktu siswa yang belajar masih memerlukan bimbingan dari guru. Metode ini
digunakan bagi siswa yang sudah berpengalaman belajar dengan metode inquiry.
c. Inquiry bebas yang dimodifikasi (modified free inquiry)
Metode ini pada prinsipnya hampir sama dengan metode inquiry bebas,
tetapi guru yang menyiapkan masalah bagi siswa. Guru hanya memberikan
permasalahan, kemudian siswa diundang untuk memecahkan masalah tersebut
melalui pengamatan, eksplorasi, atau melalui prosedur penelitian untuk
memperoleh jawabannya. Dalam hal ini, siswa diberi kesempatan yanng luas
untuk memecahkan masalah yang telah ditentukan melalui inisiatif dan caranya
sendiri.
Siswa diharuskan merencanakan garis besar prosedur penelitian atau
eksperimen yang digunakan untuk membuat rancangan dan melakukan
eksperimen. Guru hanya menyajikan masalah dan menyediakan bahan dan alat
yang diperlukan siswa untuk memecahkan masalah tersebut. Selanjutnya siswa
diberi kebebasan yang cukup luas untuk memecahkan masalah.
Guru merupakan narasumber (resource person) yang tugasnya hanya
memberikan bantuan yang diperlukan untuk menjamin bahwa siswanya tidak
menjadi frustasi atau gagal. Bantuan yang diberikan harus berupa pertanyaan-
pertanyaan yang memungkinkan siswa dapat berpikir dan menemukan cara-cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
penelitian yang tepat. Guru mengajukan pertanyaan yang dapat membantu siswa
mengerti arah pemecahan masalah, bukan menjelaskan apa yang harus dilakukan.
Langkah-langkah pembelajaran inquiry terbimbing
Menurut Roestiyah (2001: 78-79) ada lima langkah yang di perhatikan
dalam inquiry terbimbing, yaitu:
1) Langkah pertama; menghadapkan siswa pada masalah, masalah tersebut harus menantang siswa untuk meneliti. Kemudian guru menjelaskan langka-langkah dan cara meneliti; 2) langkah kedua; siswa memeriksa sifat dan kondisi hal yang diteliti. Siswa memerinci dan memeriksa hal-hal, kejadian-kejadian yang terkait dengan masalah; 3) langkah ketiga; pengumpulan data dan melakukan percobaan. Dalam langkah ini siswa menguraikan fakta-fakta, memerinci dan menggolongkan; 4) langkah keempat; siswa menyusun penjelasan tentang hubungan hal-hal yang diteliti dengan hipotesis dan peramalan; 5) langkah kelima; memikirkan kembali proses penelitian dan mengembangkannya menjadi kesimpulan dalam situasi yang baru.
Lima langkah pada inquiry terbimbing ini mempunyai peranan yang
sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Para siswa akan berperan
aktif melatih keberanian, berkomunikasi dan berusaha mendapatkan
pengetahuannya sendiri untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tugas guru
adalah mempersiapkan skenario pembelajaran sehingga pembelajarannya dapat
berjalan dengan lancar. a. Apersepsi yaitu guru mulai pembelajaran dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, persoalan-persoalan yang terkait dengan
permasalahan; b. Problem statement yaitu siswa diberi kesempatan untuk
mengidentifikasi berbagai permasalahan untuk dipecahkan; c. Mengumpulkan
alat, merancanng/ mendesain alat; d. Melakukan percobaan; e. Data untuk
menjawab pertanyaan dengan cara siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, membaca
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
dan sebagainya; f. data semua informasi (hasil pengamatan, bacaan, wawancara
dan sebagainya)tersebut diolah, diklarifikasi, ditabulasikan, dan dihitung; g.
Verification (Berdasarkan hail pengolahan dan tafsiran atau hipotesis dicek
apakah terjawab atau tidak); h. Generalitation yaitu Menyusun generalisasi secara
umum; i. Diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Langkah-langkah tersebut disajikan pada tabel 2.2 sebagai berikut:
Tabel 2.2. Langkah-langkah pembelajaran dengan metode inquiry terbimbing.
(Sum Roestiyah (2001: 78-79)
Beberapa kelebihan atau keuntungan pembelajaran dengan metode inquiry
yang dikemukakan oleh Tedjo Susanto (1999:23-24) kelebihan dari metode
inquiry adalah:
No Langkah Pokok
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1. Perumusan masalah
- Menjelaskan prosedur inquiry - Menyajikan situasi problematika
dengan pertanyaan, mengajukan persoalan
- Mendengarkan dan mengikuti prosedur
- Mengidentifikasi masalah untuk merumuskan hipotesa
2 Merumuskan hipotesa
- Membimbing siswa untuk merumuskan hipotesa
- Merumuskan hipotesa
3 Pengumpulan data eksperimen
- Memberi alat dan bahan - Memberi LKS sebagai petunjuk
eksperimen - Meminta siswa untuk melakukan
eksperimen - Membimbing kegiatan siswa - Mengamati proses pengambilan data
- Mengambil data dan memeriksa
- Membaca - Melakukan
kegiatan sesuai prosedur LKS
4 Mengolah data - Membimbing dalam mengolah data - Mengadakan diskusi dengan siswa
- Mengolah data - Berdiskusi
5 Membuat kesimpulan
- Membimbing siswa dalam menarik kesimpulan
- Membuat kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Dapat mengembangkan potensi intelektual pada siswa; b. Dapat memberikan kepuasan belajar pada siswa sehingga akan memberikan dorongan untuk maju; c. Belajar dapat diinngat lebih lama; d. Proses belajar berpusat kepada siswa; e. Memungkinkan siswa untuk membentuk self-concepts, sehingga siswa dapat mengenal kekuatan dan kelemahannya; f. Melatih siswa untuk berpikir sendiri, sehingga menimbulkan kepercayaan atas kemampuannya sendiri; g. Memberi waktu kepada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
Berdasarkan uraian diatas, metode inquiry dapat merangsang tumbuhnya
motivasi intrinsik pada diri siswa untuk belajar dan menemukan jawaban atas
masalah yang dihadapinya. Dalam proses belajar, tentunya diperlukan ingatan atas
konsep-konsep yang telah diketahui sebelumnya untuk menghadapi situasi proses
belajar yang abru.
Disamping itu, metode inquiry juga mempunyai kelemahan seperti yang
dikemukakan oleh Momi Sahromi (1986:54-55), yaitu:
Kesulitan untuk mengerti tanpa dasar pengetahuan faktual, dimana pengetahuan secara efisien diperoleh dengan pembelajaran deduktif; b. Ada kemungkinan hanya siswa pandai yang terlibat secara aktif dalam pengembangan prinsip umum dan siswa yang pasif hanya diam menunggu adanya siswa yang menyatakan prinsip umum tersebut; c. Relatif memerlukan waktu yang banyak dan sering memerlukan waktu lebih dari satu pertemuan; d. Tidak mungkin siswa diberi kesempatan sepenuhnya untuk membuktikan secara bebas semua yang dipermasalahkan.
Dan juga menurut (Domin, 1999, p. 545) mengemukakan kelemahan
metode inquiry terbimbing , sebagai berikut:
One disadvantage of guided inquiry laboratory instruction is that the experiments and follow up generally require more time than for traditional expository labs. Another drawback is that students may not
information and defeating the purpose of the inquiry activity
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Kelemahan metode ini, terutama dalam hal waktu yang dipakai akan lebih
banyak dibandingkan dengan metode lain. Jika proses pembelajaran kurang
terarah, maka dapat membuat materi pelajaran menjadi kabur dan pemahaman
siswa tentang konsep materi pelajaran menjadi salah.
6. Sikap Ilmiah
Kumpulan pengetahuan atau produk sains berupa
fakta, observasi, eksperimentasi, generalisasi dan analisis yang rasional dan
ilmuwan mengumpulkan pengetahuan sains berusaha untuk bersikap obyektif dan
jujur, mengikuti berbagai macam prosedur eksperimen dikenal dengan nama sikap
ilmiah (Moh. Amin, 1994:77). Dengan sikap ini ilmuwan akan mendapat
penemuan-penemuan, penemuan ini merupakan produk dari sains. Sains sebagai
proses untuk mendapatkan pengetahuan dikenal sebagai metode ilmiah. Dalam
kepustakaan sains elementer yang termasuk proses sains antara lain : mengamati,
mengklasifikasi, berkomunikasi, mengambil keputusan/ kesimpulan dari data,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan pemahaman akan alam dan membangun
sesuatu dari data. Proses sains bekerja dan berpikir dalam memperoleh serta
mengembangkan pengetahuan. Sedangkan proses ilmiah ialah mengamati,
menggolongkan, mengukur, menjelaskan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan
penting, merumuskan problem, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen,
mengumpulkan, menganalisis data, menarik kesimpulan. Beberapa sikap ilmiah
dikemukakan antara lain: a. sikap ingin tahu yaitu apabila menghadapai suatu
masalah yang baru maka berusaha mengetahuinya, senang mengajukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
pertanyaan tentang objek dan peristiwa dan kesungguhan dalam menyelesaikan
eksperimen, b. sikap kritis yaitu tidak langsung begitu saja menerima kesimpulan
tanpa ada bukti yang kuat, c. sikap obyektif yaitu melihat sesuatu sebagaimana
adanya obyek itu, menjauhkan bias pribadi dan tidak dikuasai oleh pikirannya
sendiri, d. sikap ingin menemukan yaitu selalu memberikan saran-saran untuk
eksperimen baru, e. sikap menghargai karya orang lain yaitu tidak akan mengakui
dan memandang karya orang lain sebagai karyanya, menerima kebenaran ilmiah
walupun ditemukan oleh orang lain atau bangsa lain, f. sikap terbuka yaitu
bersedia mendengarkan argumen orang lain sekalipun berbeda dengan apa yang
diketahuinya, menerima kritikan dan respon negatif terhadap pendapatnya, g.
sikap tekun yaitu tidak bosan mengadakan penyelidikan, bersedia mengulangi
eksperimen yang hasinya meragukan.)
Komponen dari sikap ilmiah sebagai berikut: 1) selalu meragukan sesuatu,
2) percaya akan kemungkinan penyelesaian masalah, 3) selalu menginginkan
adanya verifikasi eksperimental, 4) tekun, 5) suka pada sesuatu yang baru, 6)
mudah mengubah pendapat atau opini, 7) loyal terhadap kebenaran, 8) obyektif,
9) enggan mempercayai tahayul. Komponen- komponen itulah antara lain yang
harus juga dipertimbangkan guru dalam memilih metode pembelajaran. Karena
peserta didik dapat memiliki sikap ilmiah yang tinggi maupun rendah. Akan
sangat bijaksana apabila seorang guru sebelum menentukan metode mengajar juga
mempertimbangkan aspek sikap ilmiah yang dimiliki oleh peserta didik.
Sikap ilmiah dalam penelitian ini ditekankan meliputi: rasa ingin tahu,
keaktifan, keterbukaan, mau menghargai pendapat orang lain, kemandirian siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Untuk penilaian sikap ilmiah dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
pemberian angket dan pengamatan. Sedangkan unsur yang dinilai dari sikap
ilmiah adalah ketelitian, kejujuran, disiplin, keteraturan, dan sifat penghargaan
pendapat orang lain. Indikator-indikator tersebut diukur dengan menggunakan alat
ukur berupa angket. Angket yang berisi pernyataan atau pertanyaan tentang sikap
ilmiah diberikan kepada siswa untuk di jawab. Hasil jawaban siswa tersebut
dijadikan tolak ukur untuk mengetahui tinggi rendahnya sikap ilmiah yang
dimiliki oleh siswa.
7. Kreativitas
Kata kreativitas (creativity) bermakna mempunyai sifat kreatif (creative)
yang berasal dari kata to create (mencipta). Berdasarkan etimologi kemampuan
kreativitas berarti kemampuan menciptakan sesuatu (ide-cara-produk) yang baru.
Jadi, konotasi kreativitas berhubungan dengan sesuatu yang baru yang sifatnya
orisinal.
Kajian kreativitas merupakan kajian yang kompleks sehingga bisa
menimbulkan berbagai pandangan-pendapat, tergantung dari sisi mana mereka
membahasnya dan teori yang menjadi acuannya. Kemampuan kreativitas menurut
Munandar dalam Reni (2001:18) berkenaan dengan tiga hal, yaitu
kan masalah, dan operasional. Kemampuan
mengkombinasi berdasarkan data atau unsur-unsur yang ada, kemampuan
memecahkan masalah berdasarkan informasi yang ada menemukan keragaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
solusi dengan penekanan pada aspek kualitas dan efektivitas, kemampuan
operasional berdasarkan pada aspek kelancaran-keluwesan-
Menurut Ausubel dalam Hamalik (2002:34), kreativitas adalah
kemampuan atau kapasitas pemahaman, sensitivitas, dan apresiasi dalam
menyelesaikan suatu permasalahan . Aspek lain dari kreativias adalah
kemampuan berpikir divergen, yaitu meliputi orisinalitas, fleksibilitas, kualitas,
dan kuantitas. Thorrance dalam Hamalik (2002:23), kreativitas akan muncul
berkenaan dengan kesadaran adanya kesenjangan antara pengetahuan siap dengan
pengetahuan atau masalah baru, kemudian muncullah beragam alternatif solusi.
Kreativitas akan muncul pada diri individu bila ada tantangan baru yang solusinya
tidak rutin .
Ditinjau dari segi kemampuan aktivitas otak dalam kaitannya dengan
kreativitas, ternyata potensi tersebut memang telah tersedia. Buzan dalam Erman
(2004:16) mengemukakan bahwa otak mengolah informasi dalam bentuk
hubungan fungsional antar konsep, berupa peta konsep, sehingga terjalin kaitan
antar konsep yang satu dengan konsep lainnya . Inilah yang dimaksud dengan
struktur kognitif di mana skemata baru akan terbentuk dalam sistem kerja otak
dan terkait dengan skemata lain yang sudah terbentuk. Dengan pola sepeti ini,
proses belajar siswa diusahakan agar tidak hanya berasimilasi (menyerap
pengetahuan) akan tetapi dikombinasikan dengan akomodasi (mengkonstruksi
pengetahuan).
Kemampuan otak dalam memproses informasi tersebut, sebagai potensi
individu yang merupakan anugrah dari Allah SWT, Buzan mengemukakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
bahwa otak dapat memproses informasi sebanyak 600 800 kata per menit .
Dengan kemampuan otak yang begitu hebat, patut kita syukuri dengan
memanfaatkannya dalam kegiatan positif, yaitu dengan cara belajar pada setiap
situasi untuk membekali diri. Jika tidak, dan dibiarkan menganggur, maka otak
dengan sendirinya akan bekerja pada hal-hal yang kurang bermanfaat seperti
berangan-angan dan melamun.
Selanjutnya Munandar dalam Reni A (2001:8) mengemukakan bahwa ciri-
ciri kemampuan kreativitas adalah sebagai berikut:
Berpikir lancar yang menyangkut keragaman (gagasan, saran, pertanyaan, jawaban), kelancaran komunikasi, kecepatan bekerja, melihat kekurangan; berpikir luwes yang menyangkut menghasilkan keragaman (gagasan, jawaban, pertanyaan, sudut pandang, alternatif, interpretasi, aplikasi, pertimbangan, arah pikir); berpikir rasional (ungkapan baru-unik, kombinasi inovatif, cara inovatif, generalisasi); ketrampilan elaborasi (mengembangkan gagasan, merinci objek, merinci solusi, memiliki rasa estetika, menyempurnakan); ketrampilan menilai (menentukan patokan, mengambil keputusan, pertimbangan, merancang, dan kritis). Pengembangan kreativitas siswa bisa dilakukan dengan cara memberikan bimbingan dalam memecahkan masalah melalui klasifikasi, brainstorming, dan ganjaran.
Dengan mengetahui ciri-ciri tersebut maka guru bisa membuat konsep
pembelajaran yang memperhatikan factor kreativitas siswa sehingga akan muncul
sifat-sifat kreatif pada diri siswa dengan merancang pembelajaran sesuai
karakteristik materi ajar.
Menurut Martin Jamaris (2003:54), aspek-aspek yang mempengaruhi
pengeinderaan dan aspek kecerdasan emosi. Seorang siswa yang memiliki
pengetahuan cukup baik, mampu berimajinasi dan memiliki intuisi baik, dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
melakukan pengamatan terhadap lingkungan sekitarnya, serta memiliki
Indikator-indikator sikap kreativitas tersebut dapat diukur tinggi rendahnya
dengan menggunakan alat ukur berupa angket. Angket yang berisi pernyataan atau
pertanyaan tentang sikap kreativitas diberikan kepada siswa untuk di jawab. Hasil
jawaban siswa tersebut dijadikan tolak ukur untuk mengetahui tinggi rendanya
sikap kreativitas yang dimiliki oleh siswa.
8. Prestasi Belajar
Pendidikan dan pengajaran adalah suatu usaha sadar akan tujuan, artinya
bahwa kegiatan belajar dan pembelajaran adalah suatu peristiwa yang terikat,
terarah pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan untuk
memenuhi target atau tidak, maka diperlukan adanya kegiatan evaluasi. Hasil dari
kegiatan evaluasi ini antara lain akan memberikan gambaran mengenai prestasi
hasil belajar peserta didik.
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan,
dikerjakan dan seterusnya). Sedangkan pengertian prestasi belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran, yang ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh
guru kepada siswa. Prestasi belajar kimia adalah kemampuan yang ditunjukkan
oleh siswa dalam mempelajari bidang studi kimia.
belajar dapat dilihat dari perubahan-perubahan dalam pengertian, pengalaman
ketrampilan, nilai sikap yang bersifat konstan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
51). Perubahan ini dapat berupa sesuatu yang baru atau penyempurnaan sesuatu
hal yang telah dimiliki atau telah dipelajari sebenarnya. Menurut Taksonomi
Bloom, hasil belajar terdiri dari tiga domain yang dalam Dimyati dan Mudjiono
(2002: 26-30) dikatakan sebagai berikut:
a. Domain Kognitif (Cognitive Domain).
Ranah (domain) kognitif adalah ranah yang mencakup kemampuan
intelektual. Penguasaan kognitif dapat diukur melalui tes, baik tes tulis maupun
tes lisan, portofolio (kumpulan tugas). Dalam ranah kognitif terdapat enam jejang
proses berpikir dari jenjang terendah sampai jenjang tertinggi, yaitu: (1). Tingkat
pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat informasi atau materi
pelajaran yang telah diterima sebelumnya. Kemampuan ini biasanya dapat diukur
dengan menggunakan kata-kata operasional seperti: mendefinisikan,
menyebutkan, mengidentifikasi, mengenali; (2). Tingkat pemahaman
(comprehensive), yaitu menggunakan menafsirkan atau memberikan informasi
berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Kemampuan ini pada
umumnya dapat diukur menggunakan kata-kata operasional seperti: membedakan,
menduga, menemukan, membuat contoh, menggeneralisasi; (3). Tingkat aplikasi
(aplication) yaitu kemampuan menentukan menafsirkan atau menggunakan
informasi atau materi pelajaran sebelumnya ke dalam situasi baru yang konkret
dalam rangka menetukan jawaban tunggal yang benar dari suatu masalah.
Biasanya berkaitan dengan kemampuan menghitung, memanipulasi, meramalkan,
mengapresiasikan dan menghubungkan; (4). Tingkat analisis (analysis) yaitu
kemampuan yang berkaitan dengan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
dalam komponen-komponen atau bagian-bagian yang lebih rinci sehingga
susunannya dapat dimengerti. Kemampuan ini dapat berupa mengidentifikasi
motif/sebab/alasan, menarik kesimpulan atau menggeneralisasi berdasarkan suatu
patokan tertentu; (5). Tingkat sintesis (synthesis) yaitu kemampuan berpikir
kebalikan dari analisis. Sintesis merupakan proses yang memadukan bagian-
bagian atau unsur-unsur secara log. Pada umumnya berkaitan dengan
mengkategorikan, mengkombinasikan, membuat desain, merevisi,
mengorganisasikan; (6). Tingkat evaluasi (evaluation) atau tingkat mencipta
(creating) yaitu kemampuan menggunakan pengetahuannya untuk membuat
penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Menciptakan adalah
proses yang menghasilkan gagasan-gagasan baru termasuk di dalam tingkat kreasi
ini adalah sintesis yang merupakan memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur
secara logis. Pada umumnya menggunakan kata-kata operasional menganalisis,
mendesain, merencanakan, mengorganisasikan.
b. Domain afektif (Afective Domain)
Ranah (domain) afektif berkenaan dengan sikap, minat, nilai, dan konsep
diri. Hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti
perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghormati guru dan
teman, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial dalam masyarakat. Ada beberapa
tingkatan dalam ranah afektif. Menurut Trowbridge dan Bybee (1990: 149-153)
tingkatan ranah afektif meliputi: (1). Peringkat Penerimaan (Receiving
Phenomena) yaitu peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu
fenomena khusus, misalnya kegiatan kelas, buku, dan sebagainya. Tugas guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
adalah menimbulkan, mempertahankan, dan mengarahkan, perhatian peserta didik
pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Pada level penerima ini
misalnya guru mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang
bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini
yang diharapkan adalah kebiasaan yang positif. Hasil dari pembelajaran ini adalah
berjenjang mulai dari kesadaran bahwa sesuatu itu ada sampai pada minat khusus
dari pihak siswa. (2). Peringkat partisipasi (Responding to Phenomena) yaitu
merupakan partisipasi aktif peserta didik, sebagai bagian dari perilakunya. Pada
peringkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia
juga bereaksi terhadap fenomena tersebut. Hasil pembelajaran pada daerah ini
menekankan pada pemerolehan respon, atau kepuasan dalam memberi respon.
Peringkat tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan
pada pencarian hasil dan kesenangan melakukan aktivitas-aktivitas khusus.
Pencapaian dari tingkatan ini misalnya ditunjukkan dengan senang membaca
buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan
kerapian, dan sebagainya; (3). Penentuan nilai (Valuing), yaitu keyakinan atau
sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat
rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk
meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Hasil belajar pada
peringkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai
dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasi
sebagai sikap dan apresiasi; (4). Peringkat mengorganisasi (Organization). Pada
peringkat organisasi, nilai satu dengan nilai lainnya dikaitkan, konflik antar nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
diselesaikan serta mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil
pembelajaran pada peringkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi
sistem nilai, misalnya pada pengembangan filsafat hidup; (5). Peringkat
karakteristik dengan suatu nilai atau pola hidup (Internalizing Value), yaitu
peringkat tertinggi ranah afektif yang mana peserta didik memiliki sistem nilai
yang mengendalikan perilaku sampai pada suatu waktu tertentu hingga terbentuk
gaya hidup. Hasil pembelajaran pada peringkat ini berkaitan dengan pribadi,
emosi, dan sosial. Jadi peserta didik akan memiliki tingkah laku yang menetap,
konsisten, dan dapat diramalkan. Hasil belajar pada ranah ini meliputi sangat
banyak kegiatan, tetapi penekanan lebih besar diletakkan pada kenyataan bahwa
tingkah laku itu menjadi ciri khas atau karakteristik siswa.
Berikut ini adalah istilah atau kata-kata kerja operasional untuk mengukur
pencapaian jenjang kemampuan ranah afektif pada subranah tertentu.
(1). Menerima (receiving): menanyakan, menghadiri/mengikuti, memilih,
mengikuti/ menuruti, mengidentifikasikan/mengenali, mendengarkan,
menemukan, menampakkan, menyebutkan/mengatakan; (2). Menjawab
(responding): menjawab, membantu melengkapi/menyelesaikan, mendiskusikan,
melakukan, berlatih/mempraktekkan, membaca, menulis, menceritakan,
melaksanakan, melaporkan, mengatakan/mengemukakan, mengamati, memilih;
(3). Menilai (valuing): menerima, mengomentari, melengkapi/menyelesaikan,
berkomitmen, menjelaskan, melakukan, menerangkan, mengikuti, berinisiatif,
mengundang/meminta, menggabung, memilih, mengajukan/mengusulkan,
membaca, melaporkan, belajar, bekerja; (4). Organisasi (organization): setia/taat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
mengubah, berargumen, mengkombinasikan / memadukan,
membela/mempertahankan, menjelaskan, mengintegrasikan, memodifikasi,
mengorganisasi, menyatukan; (5). Karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks
nilai (characterization by value complex): berbuat, menegaskan/memperkuat,
memperlihatkan, memainkan, mempraktekkan, menanyakan, menyajikan,
mempengaruhi, menerapkan, membuktikan, memecahkan, mengusulkan,
membenarkan.
c. Domain Psikomotor (Psichomotoric Domain)
Domain psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Menurut Taksonomi Bloom, domain psikomotor
memiliki tujuh tingkatan dari yang sederhana ke yang kompleks yaitu: (1).
Persepsi (perception), berkaitan dengan penggunaan indera dalam melakukan
kegiatan; (2). Kesiapan (set), yaitu berkaitan dengan kesiapan melakukan suatu
kegiatan baik secara mental, fisik maupun emosional; (3). Respon terbimbing
(guide respons), yaitu mengikuti atau mengulangi perbuatan yang diperintahkan
oleh orang lain; (4). Mekanisme (mechanism) yaitu berkaitan dengan penampilan
respon yang sudah dipelajari; (5). Kemahiran (complex overt respons) yaitu
berkaitan dengan gerakan motorik yang terampil; (6). Adaptasi (adaptation) yaitu
berkaitan dengan ketrampilan yang sudah berkembang di dalam diri individu
sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi pola gerakannya; (7). Keaslian
(origination), yaitu berkaitan dengan kemampuan menciptakan pola gerakan baru
sesuai dengan situasi yang dihadapi. Dari beberapa uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
usaha belajarnya, berupa perubahan-perubahan dalam pengertian, pengalaman,
ketrampilan dan sikap atau penyempurnaan kompetensi yang telah dipelajari
sebelumnya yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Suatu proses
belajar dikatakan berhasil baik apabila dapat menghasilkan prestasi belajar yang
baik pula. Prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi, antara lain: (1). Prestasi
belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai
siswa; (2). Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu siswa;
(3). Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan;
(4). Prestasi belajar sebagai indikator produktivitas suatu institusi pendidikan;
(5). Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap atau kecerdasan siswa.
Dari beberapa uraian di atas ternyata dapat diketahui bahwa prestasi
belajar tidak hanya menunjukkan keberhasilan dari suatu mata pelajaran tertentu
saja akan tetapi juga berfungsi sebagai indikator kualitas mutu institusi
pendidikan, dalam hal ini sekolah. Disamping itu betapa penting mengetahui
prestasi belajar siswa, baik kognitif, afektif maupun psikomotor karena menjadi
umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Oleh karena
itu guru dapat membuat evaluasi pembelajaran demi keberhasilan dari proses
pembelajaran tersebut. Prestasi belajar kimia dalam penelitian ini ditunjukkan
dengan menggunakan nilai atau angka. Nilai atau angka yang diperoleh siswa
menunjukkan prestasi akhir dari hasil tes prestasi belajar kimia pada materi pokok
termokimia.
9. Materi Termokimia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Beberapa reaksi kimia berlangsung dengan sangat cepat, tapi ada pula reaksi
yang berjalan lambat. Pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor atau pesawat
luar angkasa merupakan contoh reaksi kimia yang berlangsung cepat. Bahan bakar
tersebut dibakar dengan oksigen secara cepat menghasilkan sejumlah energi yang
menggerakkan mesin. Berilah contoh reaksi yang berjalan lambat. Proses
pembekuan es termasuk contoh reaksi kimia yang berjalan cukup lambat. Proses
perubahan wujud air dari cair menjadi padatan ini tidak menghasilkan panas
melainkan menyerap panas. Bagian dari ilmu kimia yang mempelajari perubahan
kalor adalah termokimia. Dengan mempelajari termokimia anda dapat mengetahui
jumlah energi yang berubah saat terjadi reaksi. Selain itu anda dapat pula
mengetahui manfaat dan dampak penerapan konsep termokimia dalam kehidupan
sehari-hari.
a. Termokimia Entalpi dan Perubahannya
1) Hukum atau Azas Kekekalan Energi
Setiap benda di alam semesta mempunyai energi. Masih ingatkah anda apa
yang dimaksud dengan energi. Tanpa energi tidak akan ada kehidupan, tidak ada
kehangatan dan tidak ada gerakan. Semua kegiatan manusia sangat tergantung
dengan energi. Energi untuk kehidupan hidup, yang dipakai dalam industri rumah
tangga, dan alat-alat transportasi secara langsung atau tidak langsung diperoleh
dari reaksi kimia yaitu reaksi kimia antara bahan bakar dan oksigen.
Dalam tubuh manusia perubahan energi merupakan sesuatu yang sangat
penting. Makanan lemak dan karbohidrat adalah bahan bakar biologi utama.
Energi kimia dalam makanan diubah menjadi kalor yang mempertahankan suhu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
badan atau energi yang menggerakkan otot. Setiap sistem atau zat mempunyai
energi yang tersimpan di dalamnya. Energi dapat dibedakan antara lain energi
kinetik adalah energi yang terkandung di dalam materi yang bergerak dan energi
potensial yaitu energi yang terkandung dalam materi yang tidak bergerak.
Beberapa bentuk energi yang dikenal adalah energi kalor, energi kimia,
energi listrik, energi cahaya, energi bunyi, dan energi mekanik. Suatu bentuk
energi dapat dibentuk menjadi bentuk energi yang lain tetapi tidak pernah ada
energi yang hilang atau bertambah. Hal ini dinyatakan dalam hukum kekekalan
energi bahwa energi tidak dapat dimusnahkan dan tidak bisa diciptakan hanya
dapat diubah dari suatu bentuk ke bentuk yang lain. Pada umumnya energi yang
menyertai reaksi kimia berbentuk energi kalor. Termokimia adalah ilmu yang
mempelajari perubahan kalor yang menyertai suatu reaksi kimia.
2) Entalpi dan Perubahan Entalpi
Jika sebatang kayu dibakar, energi kimia yang dimiliki kayu akan diubah
menjadi energi kalor. Berapakah jumlah energi kalor yang dihasilkan dari
pembakaran kayu tersebut?. Jumlah total dari semua bentuk energi dalam suatu
materi disebut entalpi dan diberi simbol H. Entalpi suatu zat akan tetap konstan
selama tidak ada energi yang masuk atau keluar dari zat. Kita tidak dapat
mengukur energi yang kita miliki, hanya dapat mengukur perubahannya.
Perubahan entalpi terjadi ketika suatu zat mengalami reaksi kimia atau fisika.
Perubahan entalpi diberi notasi Dalam reaksi kimia kalor yang diterima atau kalor
yang dilepaskan oleh suatu reaksi. Selisih antara entalpi produk dengan entalpi
reaktan yang dirumuskan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
p - Hr
Keterangan: = Perubahan Entalpi Hp = Entalpi Produk Hr = Entalpi Reaktan
Jika Hp < Hr
Misal : C(s) + O2(g) CO2 (g) + kalor
C(s) + O2(g) CO2(g) -
Jika Hp > Hr
Misal : CO2(g) + Kalor C(s) + O2(g) bisa ditulis
CO2(g) C(s) + O2(g) - kalor
CO2(g) C(s) + O2(g)
Sebagian besar reaksi kimia berlangsung pada tekanan tetap, jadi kalor reaksi (q)
dinyatakan sebagai perubahan entalpi atau = q
3) Reaksi Eksoterm dan Endoterm
Gambar 2.1 . Contoh reaksi eksoterm dan endoterm
( -) (
Gambar 2.2. Aliran energi (kalor) reaksi eksoterm dan endoterm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
4) Diagram Reaksi
Perubahan entalpi dapat digambarkan melalui diagram reaksi.
Gambar 2.3. Diagram reaksi eksoterm dan endoterm
b. Penentuan
1) Persamaan Termokimia
Apakah perbedaan persamaan reaksi stoikiometri dan persamaan termokimia?
Pada persamaann reaksi stoikiometeri, koefisien reaksi menunjukkan
perbandingan jumlah mol. Adapun koefisien reaksi pada persamaan termokimia
selain menunjukkan perbandingan jumlah mol, juga menyatakan jumlah mol yang
bereaksi. Persamaan termokimia juga menyertakan nilai perubahan entalpi.
Penulisan penambahan entalpi dalam suatu persamaan reaksi dapat dituliskan
sebagai berikut :
1) Persamaan kimia ditulis lengkap dengan koefisien reaksi dan fasenya,
2) ruas kanan (produk reaksi), jika eksoterm dituliskan tanda negatif (-) pada
harga , jika endoterm dituliskan tanda positif (+) pada harga Sebagai
contoh :
Reaksi 1 mol gas hidrogen dengan ½ mol gas oksigen membentuk 1 mol uap
air membebaskan kalor sebesar 241,8 kJ.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Reaksinya: H2(g) + 1/2O2(g) H2O(g) = -241,8 kJ
Reaksi 2 mol karbon dengan 1 mol gas hidrogen membentuk 1 mol C2H2
membutuhkan kalor 226,7 kJ.
Reaksinya: 2C(s) + H2(g) C2H2(g) = +226,7 kJ
2) Jenis-
a) Perubahan entalpi pembentukan standar (Hfº)
Perubahan entalpi pembentukan standar adalah perubahan entalpi pada
pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsurnya pada keadaan standar (
pada temperatur 298º K dan tekanan 1 atmosfir)
b) Perubahan entalpi penguraian standar ( dº)
Perubahan entalpi penguraian standar adalah perubahan entalpi pada
penguraian 1 mol senyawa menjadi unsur-unsurnya pada keadaan standar (
pada temperatur 298º K dan tekanan 1 atmosfir)
c) Perubahan entalpi pembakaran standar ( cº )
Perubahan entalpi pembakaran standar adalah perubahan entalpi pada
pembakaran sempurna 1 mol unsur atau senyawa dalam keadaan standar (
temperatur 298º K dan tekanan 1 atmosfir)
d) Perubahan entalpi pelarutan standar ( sº)
Perubahan entalpi pelarutan standar adalah perubahan entalpi pada pelarutan
1 mol zat menjadi larutan encer.
Contoh: ( sº) NaCl(aq) = + 3,9 kJ/mol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Persamaan termokimianya:
NaCl(s) NaCl(aq) so = 3,9 kJ/mol
3) Penentuan Nilai Perubahan Entalpi (
a) Penentuan nilai eksperimen dengan kalorimeter
Kalorimeter adalah suatu alat untuk mengukur jumlah kalor yang diserap atau
dibebaskan sistem. Kalorimeter sederhana dapat disusun dari dua buah gelas
plastik (bahan non konduktor) sehingga jumlah kalor yang diserap atau yang
dibebaskan ke lingkungan dapat diabaikan.
Jumlah kalor yang diserap atau dilepaskan dapat ditentukan dengan mengukur
perubahan temperaturnya. Jumlah kalor yang diserap dirumuskan :
q = m . C .
Keterangan:
q = kalor yang diserap atau dikeluarkan
m = massa zat
t = Perubahan temperatur
C = kalor jenis
b) Penentuan
Hukum Hess dikemukakan oleh Germain Henry Hess (1802 1805)
menyatakan perubahan entalpi reaksi hanya tergantung pada keadaan awal
dan akhir dan tidak tergantung pada jalannya reaksi. Hukum Hess ini dapat
juga dituliskan sebagai berikut: Perubahan entalpi suatu reaksi tetap sama,
baik berlangsung dalam satu tahap maupun beberapa tahap.
Contoh: Reaksi pemebentukan gas SO3 yang berlangsung dua cara berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
(1) Cara langsung
Pembentukan gas SO3 melalui satu tahap reaksi
S(s) + 3/2 O2(g) SO3(g) = -396 kJ
(2) Cara tidak langsung
Pembentukan gas SO3 melalui dua tahap reaksi
Reaksi 1: S(s) + O2(g) SO2(g) = -297 kJ Reaksi 2: SO2(g)+ ½ O2(g) SO3(g) -99 kJ S(s) + 3/2 O2(g) SO3(g) = -396 kJ
Reaksi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.4. Siklus pembentukan gas SO3
1 SO2(g) + ½ O2(g) SO3(g) Keadaan akhir
Gambar 2.5. Diagram tingkat energi reaksi pembentukan SO3
c) Perhitungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Selain menggunakan hukum Hess, nilai menggunakan data perubahan
entalpi pembentukan standar. Secara umum perhitungan dapat dilakukan sebagai
berikut:
m A + n B p C + q D Reakstan (pereaksi) Hasil Reaksi
Tabel 2.3. Daftar o pembentukan standar beberapa senyawa
d) Perhitungan energi ikatan
Suatu unsur atau senyawa kimia terbentuk melalui ikatan antar atom dimana
ikatan antar atom ini memiliki nilai energi ikatan tertentu. Reaksi kimia terjadi
karena ada pemutusan ikatan dan pembentukan. Perubahan entalpi dapat dicari
dari selisih antara energi total pemutusan ikatan dengan energi total pembentukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Tabel 2.4. Energi Ikatan Rata-Rata
e) Perhitungan Energi Ikatan Rata-Rata
Energi ikatan rata-rata adalah energi rata-rata yang diperoleh dari pemutusan
ikatan 1 mol senyawa dalam wujud gas. Energi ikatan rata-rata dihitung dari
ikatan molekul senyawa yang memiliki beberapa ikatan yang sama. Misalnya
energi ikatan rata-rata N-H pada senyawa NH3, energi ikatan rata-rata C-H pada
senyawa CH4, energi ikatan rata-rata C Cl pada senyawa CCl4. Energi ikatan
rata-rata dihitung dengan cara membagi reaksi dengan jumlah ikatannya.
B. Penelitian yang Relevan
Sebagai bahan perbandingan, perlu dikemukakan penelitian-penelitian
terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan, di
antaranya adalah:
1. Judul : Pembelajaran Biologi Berbasis Masalah Melalui Metode Proyek Dan
Inquiry
Pada Pembelajaran Biologi Materi Limbah dan Daur Ulang Semester II
Tahun Pelajaran 2008/2009 SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Peneliti : Septa Krisdiyanto, Prodi Pendidikan Sains-Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010.
Kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Prestasi belajar biologi materi
Limbah dan Daur Ulang lebih tinggi kelompok siswa yang diterapkan
metode inquiry daripada metode proyek, (2) Prestasi belajar biologi lebih
tinggi pada siswa yang mempunyai sikap ilmiah dan kreativitas tinggi
daripada siswa yang mempunyai sikap ilmiah dan kreativitas rendah, (3)
Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran (proyek dan inquiry)
terhadap prestasi belajar biologi.
Kesamaan antara yang dilakukan penulis dengan penelitian di atas adalah
penulis juga menerapkan pembelajaran dengan metode inquiry dan metode
proyek, sama-sama membahas sikap ilmiah dan kreativitas siswa.
Perbedaannya terletak pada metode pembelajaran yaitu penulis
menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning).
2. Judul : Pembelajaran kimia dengan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) melalui metode proyek dan eksperimen ditinjau dari sikap
ilmiah dan kemampuan berkomunikasi siswa.
Peneliti : Arni Astuti, Prodi Pendidikan Sains-Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009.
Kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa
prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode proyek lebih baik jika
dibandingkan prestasi belajar siswa dengan metode eksperimen, serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
terdapat pebedaan prestasi belajar siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi
dan siswa yang memiliki sikap ilmiah yang rendah.
Kesamaan antara yang dilakukan penulis dengan penelitian di atas adalah
penulis juga menerapkan pembelajaran dengan pendekatan Contextual
Teaching ang Learning melalui metode Proyek, sama-sama membahas sikap
ilmiah siswa.
3. Penelitian yang dilakukan Ifraj Shamsid-Deen dan Betty P.Smith yang
Contextual Teaching and Learning Practise In Family and
(Journal of Family and Consumer
Sciences Education, Vo.24, No.1, Spring/Summer, 2006) sebanyak dua
ratus tiga puluh guru di Amerika telah diseurvey dan merespon positif
mengenai penggunaan metode pembelajaran kontekstual di kelasnya. Dari
laporan jurnal tersebut, guru-guru yang tinggal di wilayah pedesaan, lebih
baik menerapkan pembelajaran praktik dan kontekstual dibandingkan
dengan daerah pinggiran dan perkotaan.
4. Elliot P. Douglas dan Chu-Chuan Chiu (2009), dalam penelitiannya yang
Use of guided inquiry as an active learning technique in
engineering . Dari hasil penelitian tersebut bertujuan untuk menguji
efektivitas pembelajaran inquiry terbimbing dalam materi pendahuluan
untuk kelas besar. Selama proses pembelajaran fasilitator menyediakan
ruang kelas yang nyaman untuk melakukan kegiatan penyelidikan yang
dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan. Sebagai komparasi perbandingan
yaitu kuliah biasa sebagai kelas kontrol dan kelas inquiry terbimbing,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
instruktur dan materi yang diajarkan pada kedua kelas tersebut sama. Hasil
prestasi belajar menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara
dua perlakuan tersebut, namun dari survei dan data wawancara,
menunjukkan alasan tersebut yaitu siswa tidak mengetahui manfaat menjadi
pembelajar aktif, namun mahasiswa merasa bingung tanpa ada pernyataan
yang menunjukkan jawaban mereka benar atau salah. Maka diharapkan
implementasi pembelajaran inquiry termbing lebih dikaji lagi secara
mendalam.
5. Anonim. 2009. Dalam penelitian berjudul Investigating the Effects of
Project- Oriented Chemistry Eksperiments on Some Affective and Cognitive
Field Components. Journal of Turkish Science Education. Volume 6: 108-
114.
C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan teori yang telah diuraikan, dapatlah disusun suatu kerangka
pemikiran guna memperoleh jawaban sementara atas permasalahan yang
dikemukakan, adapun kerangka berfikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh metode proyek dan metode inquiry terbimbing terhadap prestasi
belajar siswa.
Teori pemrosesan informasi dari Robert Gagne menyebutkan bahwa
prestasi yang dicapai seseorang individu merupakan hasil interaksi antara
kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi
internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai
hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi
individu dalam proses pembelajaran. Salah satu faktor eksternal yang perlu
diperhatikan diantaranya adalah pemilihan metode pembelajaran yang tepat
dan efektif. Metode mengajar yang digunakan oleh guru sangat menentukan
keberhasilan siswa dalam memahami suatu konsep materi tertentu. Metode
mengajar yang baik merupakan metode yang disesuaikan dengan materi yang
disampaikan, kondisi siswa, sarana yang tersedia serta tujuan
pembelajarannya sehingga dapat terlihat apakah metode yang diterapkan
efektif.
Karakteristik materi termokimia menuntut pembelajaran yang
kontekstual, melibatkan banyak sumber belajar baik lingkungan maupun
media informasi, melibatkan banyak konsep yang membutuhkan memori serta
kemampuan membuat dan meneliti produk yang berhubungan dengan
termokimia. Untuk memahami materi tersebut dalam waktu yang relatif
singkat dan siswa dapat mengkaitkannya dalam kehidupan sehari-hari,
diperlukan suatu model pembelajaran yang bisa membuat materi yang penuh
dengan konsep tersebut menjadi lebih mudah dan menarik sehingga siswa
merasa nyaman dan senang dalam mempelajari materi tersebut. Salah satu
model pembelajaran yang menarik bagi siswa dan bisa mengaktifkan siswa
untuk mempelajari materi termoikimia adalah model pembelajaran
kontekstual, melalui metode proyek dan Inquiri terbimbing, karena kedua
metode ini akan lebih efektif bila diterapkan pada materi termokimia Selain itu
siswa juga dapat saling membantu dalam kelompok belajar dalam menguasai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
konsep pada materi tersebut. Hal ini sesuai dengan teori Piaget yang
menyimpulkan bahwa anak-anak mengkontruksi pengetahuan secara terus-
menerus dengan mengasimilasi dan mengakomodasi informasi-informasi baru
secara individu, maka sumbangan penting dari teori belajar Piaget dalam
pembelajaran kontekstual adalah pada saat siswa mengkonstruksi dalam
penyelesaian tugas-tugas secara individu. Dalam kelompoknya siswa saling
berdiskusi dan mengungkapkan ide/gagasan tentang masalah-masalah yang
menjadi tugas kelompoknya masing-masing. Guru membimbing kelompok-
kelompok belajar yang mendapat kesulitan pada saat mereka mengerjakan
praktikum. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan
berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan. Dengan
kata lain, memberi penghargaan kelompok berdasarkan pada pencapaian
kelompok (atau penjumlahan pencapaian individu) menciptakan suatu struktur
hubungan penghargaan antar pribadi di mana anggota kelompok akan
memberi atau menahan social reinforcers (seperti dorongan dan pujian)
sebagai hubungan atas usaha antar anggota kelompok, hal ini sesuai dengan
teori motivasi. Dalam kerja kelompok, siswa siswa yang berprestasi baik
hendaknya dipasangkan dengan siswa yang prestasinya kurang. Maka dalam
proses kerja kelompok antara siswa tersebut akan terjadi saling tanya jawab,
hal ini juga sesuai dengan aplikasi teori belajar sosial.
Metode proyek mempunyai kelebihan siswa akan terlibat keseluruhan
mental dan fisik, syaraf, indera termasuk kecakapan sosial dengan melakukan
banyak hal sekaligus dalam proses mendapatkan pengetahuan tersebut dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
kelemahan metode ini siswa dituntut mampu mengembangkan otak kanan
maupun kiri secara seimbang sehingga jika siswa tidak mampu mengelola
maka proses pemerolehan pengetahuan akan kurang maksimal dan juga masih
sulit dilaksanakan sebab metode proyek menuntut siswa untuk mencari,
membaca, memikirkan serta dapat memecahkan masalahnya sendiri, di lihat
dari segi aktivitasnya, organisasi sekolah menjadi tidak sederhana, disamping
memerlukan banyak fasilitas, tenaga dan financial.
Sedangkan penerapan metode inquiry terbimbing mempunyai kelebihan
dapat mengembangkan potensi intelektual pada siswa, memberikan kepuasan
belajar pada siswa sehingga akan memberikan dorongan untuk maju, Belajar
dapat di ingat lebih lama, memungkinkan siswa untuk membentuk self-
concepts, sehingga siswa dapat mengenal kekuatan dan kelemahannya,
Melatih siswa untuk berpikir sendiri, sehingga menimbulkan kepercayaan atas
kemampuannya sendiri dan memberi waktu kepada siswa untuk
mengasimilasi dan mengakomodasi informasi. Hal ini sesuai dengan teori
Piaget yang menyimpulkan bahwa anak-anak mengkontruksi pengetahuan
secara terus-menerus dengan mengasimilasi dan mengakomodasi informasi-
informasi baru secara individu, maka sumbangan penting dari teori belajar
Piaget dalam pembelajaran kontekstual adalah pada saat siswa
mengkonstruksi dalam penyelesaian tugas-tugas secara individu. Dari
penjelesan diatas, maka peneliti menggunakan metode proyek dan inquiry
terbimbing pada proses pembelajaran termokimia karena memiliki karakter
yang sama sehingga diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
diduga bahwa penerapan metode proyek akan berdampak pada prestasi belajar
yang lebih bagus daripada dengan metode inquiry terbimbing.
2. Pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar termokimia
yang akan di teliti oleh peneliti.
Sikap ilmiah adalah Kumpulan pengetahuan atau produk sains berupa
fakta, observasi, eksperimentasi, generalisasi dan analisis yang rasional dan
ilmuwan mengumpulkan pengetahuan sains berusaha untuk bersikap obyektif
dan jujur, mengikuti berbagai macam prosedur eksperimen. Alasan yang
mendasari sikap ilmiah dijadikan sebagai variabel moderator adalah bahwa
keberhasilan penguasaan materi termokimia ini salah satunya ditentukan oleh
faktor tinggi rendahnya sikap ilmiah karena karakteristik materi ini
mengharuskan siswa melakukan proses ilmiah seperti: mengidentifikasi
masalah, membuat rancangan penelitian, eksperimen, mencatat data
penelitian, kesimpulan, membuat laporan dan sebagainya.
Beberapa sikap ilmiah antara lain: (1) sikap ingin tahu (2) sikap kritis,
(3) sikap obyektif, (4) sikap ingin menemukan, (5) sikap menghargai karya
orang lain (6) sikap terbuka, (7) sikap tekun. Hal ini sesuai dengan teori
belajar sosial yang memandang pentingnya conditioning, melalui pemberian
reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan
perilaku sosial mana yang perlu dilakukan Maka sesuai dengan karakteristik
materinya tersebut dapat diduga bahwa siswa yang mempunyai sikap ilmiah
tinggi akan menghasilkan prestasi belajar tinggi dan sebaliknya jika siswa
mempunyai sikap ilmiah rendah maka hasil belajarnya juga akan rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
3. Pengaruh kreativitas tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar kimia pada
materi termokimia diteliti oleh peneliti.
Kreativitas adalah kemampuan atau kapasitas pemahaman, sensitivitas
dan apresiasi dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Kreativitas siswa
berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau
kreatif. Kreativitas ini akan sangat membantu siswa dalam membangun
konsep-konsep pada materi termokimia. Dalam materi termokimia, banyak
sekali konsep-konsep yang harus dipelajari dan dibangun oleh siswa,
sehingga untuk mempelajari materi ini diperlukan kreativitas yang tinggi.
Potensi kreatif dimiliki oleh setiap siswa, meski dalam taraf yang
berbeda-beda. Siswa dengan kreativitas tinggi memiliki ciri-ciri : dorongan
ingin tahu besar, memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu
masalah, mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya, dan
memiliki kemampuan mengembangkan atau merinci suatu gagasan. Siswa
yang memiliki kreativitas tinggi dapat menghubungkan konsep yang baru
diperoleh dengan konsep yang dimiliki serta menerapkan konsep yang ada
dalam pembelajaran dengan dunia nyata. Hal ini sesuai dengan inti dari teori
belajar bermakna Ausubel yaitu proses belajar akan mendatangkan hasil atau
bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat
menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam
struktur kognisi siswa. Siswa harus mampu mengaitkan antara pengetahuan
yang baru dengan pengetahuan yang sudah dipunyainya, sehingga proses
pembelajarannya menjadi bermakna. Alasan yang mendasari kreativitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
dijadikan sebagai variabel moderator adalah bahwa keberhasilan penguasaan
materi termokimia ini salah satunya ditentukan juga oleh faktor tinggi
rendahnya kreativitas, maka sesuai dengan karakteristik materinya yang
menuntut adanya proses observasi, membuat dan meneliti produk dari bahan-
bahan yang mengandung kalor/panas dalam kehidupan sehari-hari, membuat
laporan dan mempresentasikannya. Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti
menduga bahwa siswa yang mempunyai kreativitas tinggi akan menghasilkan
prestasi belajar tinggi dan sebaliknya jika siswa mempunyai kreativitas
rendah maka hasil belajarnya juga akan rendah.
4. Interaksi antara metode pembelajaran terhadap sikap ilmiah Terdapat
interaksi antara metode pembelajaran dengan sikap ilmiah.
Dalam metode proyek memerlukan ketekunan, kemampuan dalam
menemukan dan memecahkan masalah, keaktifan kerja kelompok, untuk
dapat menghasilkan karya yang optimal. Dengan demikian dapat diduga
bahwa pembelajaran dengan metode proyek siswa memperoleh prestasi
belajar lebih baik dari pada siswa dengan metode inquiry terbimbing ditinjau
dari sikap ilmiah tinggi atau rendah.
5. Interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas siswa terhadap
prestasi belajar kimia pada materi termokimia.
Alasan yang mendasari adalah bahwa pada penerapan metode proyek
dan inquiry terbimbing mempunyai relevansi dengan kreativitas karena pada
sintak kegiatan pembelajarannya seperti proses observasi, membuat produk
dari bahan-bahan yang menyebabkan kalor/panas, membuat laporan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
mempresentasikannya. Sehingga bisa diduga bahwa antara metode proyek
dan inquiry terbimbing mempunyai interaksi dengan kreativitas siswa dan
harapannya bisa meningkatkan prestasi belajar kimia pada materi termokimia.
6. Interaksi antara sikap ilmiah dan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar
kimia pada materi termokimia.
Alasan yang mendasari adalah bahwa kedua variabel moderator yaitu
sikap ilmiah dan kreativitas siswa mempunyai interaksi yang bisa
meningkatkan prestasi belajar kimia pada materi termokimia.
7. Interaksi antara metode pembelajaran dengan kreativitas dan sikap ilmiah
siswa terhadap prestasi belajar kimia pada materi termokimia.
Alasan yang mendasari adalah pada penerapan metode proyek dan
inquiry terbimbing mempunyai relevansi dengan variabel moderator berupa
sikap ilmiah dan kreativitas siswa. Sehingga bisa ditebak bahwa antara
metode proyek dan inquiry terbimbing jika diterapkan dalam pembelajaran
kimia akan menghasilkan interaksi dengan sikap ilmiah dan kreativitas siswa
serta diduga yang mempunyai sikap ilmiah dan kreativitas tinggi bisa
meningkat prestasi belajarnya.
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir yang telah diuraikan dalam
penelitian ini, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada pengaruh pembelajaran dengan metode proyek dan metode inquiry
terbimbing terhadap prestasi belajar siswa pada materi termokimia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
2. Ada pengaruh sikap ilmiah siswa yang tinggi dan rendah terhadap prestasi
belajar siswa pada materi pokok termokimia.
3. Ada pengaruh siswa yang mempunyai kreativitas tinggi dan rendah terhadap
prestasi belajar siswa pada materi pokok termokimia.
4. Ada interaksi antara metode proyek dan inquiry terbimbing dengan sikap
ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kimia pada materi termokimia.
5. Ada interaksi antara metode proyek dan inquiry terbimbing dengan kreativitas
siswa terhadap prestasi belajar kimia pada materi termokimia.
6. Ada interaksi antara sikap ilmiah dengan kreativitas terhadap prestasi belajar
siswa pada materi termokimia.
7. Ada interaksi antara metode proyek dan inquiry terbimbing, sikap ilmiah, dan
kreativitas terhadap prestasi belajar siswa pada materi termokimia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI IPA SMA N 1 Sukohajo Tahun
pelajaran 2010/2011.
2. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA N 1
Sukoharjo tahun pelajaran 2010/2011 yang terdiri dari dua kelas, kelas pertama
merupakan kelas eksperimen I menggunakan pendekatan Contextual Teaching
and Learning dengan metode Proyek, kelas kedua adalah kelas eksperimen II
dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning dengan
metode Inquiry terbimbing.
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2 (genap) tahun pelajaran
2010/2011. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara bertahap. Adapun tahap-
tahap pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Tahap persiapan, meliputi: pengajuan judul tesis, permohonan pembimbing,
pembuatan proposal, perizinan penelitian dan konsultasi instrument penelitian.
b. Tahap penelitian, yaitu semua kegiatan yang dilaksanakan di tempat
penelitian, meliputi: uji instrumen penelitian dan pengambilan data yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
disesuaikan dengan alokasi waktu penyampaian materi kelarutan dan hasil
kali kelarutan.
c. Tahap penyelesaian, yaitu meliputi pengolahan data dan penyusunan tesis.
Jadwal (Alokasi waktu) penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian
No Kegiatan Bulan / Tahun 2010-2011
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Penyusunan
proposal
X
2 Pembimbingan
proposal
X X X
3 Penyusunan
instrument
X X X
4 Seminar
proposal
X
5 Penyempurnaan
proposal
X X
6 Analilsis Uji
Coba instrument
X
7 Pelaksanaan
penelitian
X X
8 Pembimbingan
pengolahan data
X
9 Penulisan
laporan BAB IV
dan V
X X
10 Ujian tesis X
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
B. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen (experimental research). Dalam penelitian ini ada dua kelompok,
kelompok pertama di beri perlakuan dengan pendekatan Contextual Teaching and
learning dengan metode Proyek dan kelompok kedua diberi perlakuan dengan
pendekatan Contextual Teaching and learning dengan metode Inquiry terbimbing.
Untuk Kedua kelompok eksperimen tersebut diasumsikan homogen dalam segala
segi yang relevan, dengan penyebaran normal dan hanya berbeda dalam
penerapan metode pembelajaran. Waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan
proses belajar mengajar diasumsikan sama. Hasil dari kedua kelompok kelas
eksperimen tersebut dikaji dan dibandingkan, mana yang lebih baik dan tepat dari
kedua model pembelajaran tersebut.
Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan factorial 2 x 2 x 2 yaitu
suatu rancangan penelitian yang digunakan untuk meneliti perbedaan perlakuan
pembelajaran yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and learning
dengan metode Proyek dan pendekatan Contextual Teaching and learning dengan
metode Inquiry yang dihubungkan dengan kemampuan kreatifitas tinggi dan
kemampuan kreatifitas rendah dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar.
Berkaitan dengan hal tersebut maka rancangan data penelitian ini dapat disajikan
dalam desain faktorial 2x2x2 dengan teknik analisis varians (Anava) seperti tabel
3.2. sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Tabel. 3.2. Tabel Rancangan Analisis Penelitian
Contextual Teaching Learning (A)
Metode Proyek (A1) Metode Inquiry
Terbimbing (A2)
Sikap Ilmiah (B)
Tinggi ( B1)
A1B1 A2B1
Rendah (B2)
A1B2 A2B2
Kemampuan Kreativitas
(C)
Tinggi ( C1)
A1C1 A2C1
Rendah (C2)
A1C2 A2C2
Keterangan :
A = Metode pembelajaran
B = Kemampuan Sikap Ilmiah
C = Kreativitas
Rancangan penelitian tersebut terbentuk matrik yang terdiri dari 8 sel.
Secara umum setiap selnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
A1B1C1 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan sikap ilmiah tinggi dan
kreativitas tinggi yang diperlakukan dengan pendekatan Contextual
Teaching and Learning dengan metode Proyek.
A1B1C2 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan sikap ilmiah tinggi dan
kreativitas rendah yang diperlakukan dengan pendekatan Contextual
Teaching and Learning dengan metode Proyek.
A1B2C1 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan sikap ilmiah rendah
dan kreativitas tinggi yang diperlakukan dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning dengan metode Proyek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
A1B2C2 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan sikap ilmiah rendah
dan kreativitas rendah yang diperlakukan dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning dengan metode Proyek.
A2B1C1 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan sikap ilmiah tinggi dan
kreativitas tinggi yang diperlakukan dengan pendekatan Contextual
Teaching and Learning dengan metode Inquiry Terbimbing.
A2B1C2 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan sikap ilmiah tinggi dan
kreativitas rendah yang diperlakukan dengan pendekatan Contextual
Teaching and Learning dengan metode Inquiry Terbimbing.
A2B2C1 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan sikap ilmiah rendah dan
kreativitas tinggi yang diperlakukan dengan pendekatan Contextual
Teaching and Learning dengan metode Inquiry Terbimbing.
A2B2C2 = kelompok siswa yang mempunyai kemampuan sikap ilmiah rendah
dan kreativitas rendah yang diperlakukan dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning dengan metode Inquiry
Terbimbing.
C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu :
1. Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pembelajaran kimia dengan
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode Proyek dan
metode inquiry Terbimbing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
a. Definisi Operasional :
Metode pembelajaran adalah suatu cara atau langkah yang dilakukan guru
dalam usahanya untuk membelajarkan siswa atau peserta didik guna
meningkatkan proses pembelajaran yang efektif sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai dengan baik. Pembelajaran kimia dengan dengan pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses pembelajaran yang dikaitkan
dalam kehidupan sehari-hari.
b. Simbol : A
2. Variabel Moderator
Variabel Moderator pada penelitian ini adalah kemampuan sikap ilmiah
dan kreativitas siswa, yang dibatasi pada kemampuan sikap ilmiah tinggi dan
kemampuan sikap ilmiah rendah dan kreativitas siswa yang dibatasi pada
kreativitas tinggi dan kreativitas rendah.
a. Definisi Operasional
Kreativitas adalah kreativitas yang telah dimiliki sebelum memperoleh
pengetahuan baru yang lebih tinggi dan sikap ilmiah adalah hasrat ingin tahu,
teliti, obyektif, terbuka, rendah hati, jujur dalam mengambil data research. Sikap
ilmiah siwa diberikan angket sebelum anak melakukan research.
b. Simbol : B untuk Kemampuan sikap ilmiah, dan C untuk kreativitas.
3. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi (hasil) belajar kimia
untuk materi termokimia. Prestasi belajar yang dimaksud disini adalah hasil yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
diperoleh sebagai akibat dari proses pembelajaran dikelas pada materi
termokimia, yang mengakibatkan perubahan diri siswa yang disimbolkan dalam
bentuk nilai. Prestasi belajar dalam penelitian ini meliputi dua aspek yaitu aspek
kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif adalah domain belajar yang dapat
dilihat melalui kemampuan berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan
menghafal, memahami, dan mengaplikasi. Sementara, aspek afektif adalah
perilaku yang tercermin dalam bentuk bahasa tubuh yang merupakan aktualisasi
pengalaman, perasaan, minat, sikap, dan emosi seseorang yang muncul saat terjadi
proses interaksi.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Instrumen pelaksanaan pembelajaran terdiri dari :
a) Pemetaan Standar Isi
Pemetaan standar isi dimaksudkan agar pembelajaran yang
disampaikan ke peserta didik, tidak lepas dari kurikulum KTSP, yang
tertuang dalam permendiknas No 22 tahun 2006. Dalam hal ini Standar Isi
mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk
mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu. Sehingga kerja operasional yang ditentukan dalam kompetensi dasar
dianalisis, dan dari sini indikator pencapaian kompetensi dibuat dengan
sedemikian rupa sehingga kompetensi dasar yang tercantatum dalam standar
isi dapat dicapai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
b) Silabus,
Silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata
pelajaran tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar,
materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk
penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.
c) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) .
Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk
mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan telah
dijabarkan dalam silabus. Lingkup rencana pembelajaran paling luas
mencakup satu kompetensi dasar yang terdiri atas satu atau beberapa
indikator untuk satu kali pertemuan.
d) Lembar Kerja Peserta didik ( LKS )
Lembar kerja Peserta didik ( LKS) sebagai acuan dalam melaksanakan
percobaan khusus nya dengan metode inquiry terbimbing. Sedangkan pada
metode proyek peserta didik dengan didampingi guru diharapkan dapat
merancang sendiri prosedur prosedur kerja yang akan dilakukan.
2. Instrumen Pengambilan Data.
Dalam pengambilan data instrumen yang digunakan adalah tes prestasi
belajar ranah kognitif , angket pada ranah afektif, dan sikap ilmiah, serta
kreativitas .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
E. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penilitian ini adalah tes
dan angket.
1. Metode tes
Metode tes digunakan untuk mendapatkan data nilai prestasi belajar
kognitif siswa pada materi termokimia dan data kemampuan sikap ilmiah siswa,
pada kelas XI IPA Semester 1 SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun pelajaran
2010/2011.
2. Metode Angket
Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis angket langsung
dan tertutup, karena daftar pertanyaan diberikan langsung kepada responden dan
jawabannya sudah disediakan, sehingga responden tinggal memilih jawaban yang
ada. Metode angket ini digunakan untuk mendapatkan data kemampuan sikap
ilmiah dan kreativitas siswa serta nilai prestasi belajar afektif pada materi
termokimia.
F. Uji Coba Instrumen Penelitian
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian perlu diuji coba terlebih
dahulu pada kelas yang tidak digunakan untuk penelitian. Uji coba ini dilakukan
untuk mengetahui apakah instrumen tersebut telah memenuhi persyaratan
instrumen yang baik, diantaranya instrumen yang baik dan reliabel, serta untuk
mengetahui kualitas instrumen tes dilakukan pula analisis soal yang meliputi
tingkat kesukaran dan daya pembeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Pada penilaian kognitif menggunakan tes obyektif, soal pilihan ganda
dengan lima pilihan. Skala penilaian menggunakan skala 100, dengan penilaian
jawaban benar dibagi jumlah soal kemudian dikalikan dengan 100. Sebelum
diigunkan dalam penelitian, instrumen penilaian kognitif diuji cobakan terlebih
dahulu untuk menguji validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda
soal. Uji coba instrumen akan dilakukan di kelas XI IPA SMA Negeri 4
Surakarta, karena level sekolah antara SMAN 4 Surakarta dan SMAN 1
Sukoharjo setara.
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai
validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki
validitas rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa
yang sebenarnya ingin diukur atau dengan kata lain sebuah instrumen dikatakan
valid apabila instrumen tersebut dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti
secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data
yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang
dimaksud. Agar memiliki validitas isi, instrumen tes prestasi belajar menurut
Budiyono (2005: 58) harus memperhatikan: a. Bahan uji (tes) harus merupakan
sampel yang representatif untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan
pembelajaran tercapai ditinjau dari materi yang diajarkan maupun dari sudut
proses belajar; b. Titik berat materi yang diujikan harus seimbang dengan titik
berat materi yang telah diajarkan; c. Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
atau belum diajarkan untuk menjawab soal-soal ujian dengan benar. Untuk
menilai apakah suatu instrumen mempunyai validitas isi yang tinggi atau tidak,
biasanya dilakukan dengan cara penilaian yang dilakukan oleh para pakar dan
semua kriteria penelaahan instrumen tes harus disetujui oleh validator. Dalam
penelitian ini, validitas soal tes akan diuji dengan menggunakan persamaan (3.1)
pers. (3.1)
Persamaan (3.1) menunjukkan rumus korelasi product moment yang
dikemukakan oleh Pearson. Persamaan tersebut digunakan untuk menentukan
validitas item soal tes dan angket. Validitas soal dinyatakan dengan nilai rxy yaitu
indeks korelasi antara dua variabel (x dan y) yang dikorelasikan. Indeks korelasi
(rxy) tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: banyaknya subjek (N),
skor item nomor soal yang dijawab benar (x), dan jumlah skor total (y).
Untuk menentukan validitas dari setiap item soal maka rxy yang telah
diperoleh dibandingkan dengan rtabel t (pada lampiran). Dengan mengetahui
banyaknya subjek N yaitu 34 subjek (responden) dan taraf signifikansi 5% maka
diperoleh rtabel yaitu 0,339. Setiap item soal dikatakan valid jika nilai rxy > rtabel
atau rxy > 0,339.
Klasifikasi validitas soal adalah sebagi berikut:
0,91 1,00 = sangat tinggi (ST)
0,71 0,90 = tinggi (T)
0, 41 0,70 = cukup ( C)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
0,21 0,40 = rendah (R)
negatif 0,20 = sangat rendah (SR)
Berdasarkan hasil perhitungan dengan program SPSS versi 15, diperoleh
bahwa dari 30 butir soal yang diujicobakan sesuai tabel 3.4 berikut :
Tabel 3.3 : Hasil Uji Validitas Soal
Jumlah Soal Tes Kognitif
Sistem koloid
Kriteria
Valid Invalid
30 25
(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,13,14,15,
17,18,19,20,21,22,24,26,28,29,30)
5
(12,16,23,25,27.)
Dari 25 soal yang valid, diambil sebanyak 25 soal untuk penelitian, sedaangkan 5
soal di drop (dibuang) yaitu nomor 12, 16, 23, 25, 27. Dengan argumen ke-25
soal yang dipilih, telah mewakili indikator-indikator yang terdapat dalam rencana
pembelajaran. Data pada lampiran 23.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas instrumen menggambarkan pada kemantapan dan keajegan
alat ukur yang digunakan. Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas atau
keajegan yang tinggi jika dapat diandalkan (dependability) dan dapat digunakan
untuk meramalkan (predictability). Dengan demikian, alat ukur tersebut akan
memberikan hasil pengukuran yang tidak berubah-ubah dan akan memberikan
hasil yang serupa apabila digunakan berkali-kali. Suatu alat ukur atau instrumen
dikatakan memiliki reliabilitas yang baik apabila alat ukur tersebut selalu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
memberikan hasil yang sama meskipun digunakan berkali-kali, baik oleh peneliti
yang sama maupun oleh peneliti yang berbeda. Oleh karena itu, pengujian
reliabilitas instrumen dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana konsistensi
atau keajegan hasil pengukuran yang digunakan. Alat ukur yang reliabel berarti
akan memberikan hasil pengukuran yang relatif sama apabila dilakukan
pengulangan atas penggunaan alat ukur tersebut. Reliabilitas menunjukkan pada
suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpul data yang tidak bersifat tendensius atau mengarahkan
responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang reliabel akan
menghasilkan data yang sesuai dengan kondisi sesungguhnya.
Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes dan angket.
Rumus yang digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen yang berbentuk tes
berbeda dengan instrumen bentuk angket. Untuk menguji reliabilitas instrumen
bentuk tes digunakan persamaan Spearman-Brown atau teknik belah dua ganjil-
genap (Suharsimi Arikunto, 2006: 180). Dengan teknik belah dua ganjil-genap,
peneliti mengelompokkan skor butir bernomor ganjil sebagai belahan pertama dan
kelompok skor butir bernomor genap sebagai belahan kedua. Langkah selanjutnya
adalah mengkorelasikan skor belahan pertama dengan skor belahan kedua, dan
akan diperoleh nilai rxy. Oleh karena indeks korelasi yang diperoleh baru
menunjukkan hubungan antara dua belahan instrumen maka untuk memperoleh
indeks reliabilitas soal masih harus menggunakan persamaan (3.2).
pers. (3.2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Persamaan (3.2) menunjukkan rumus reliabilitas instrumen (r11) yang
dikemukakan oleh Spearman-Brown. Reliabilitas instrumen dinyatakan dengan
nilai r11 yaitu indeks reliabilitas soal. Indeks reliabilitas soal (r11) tersebut hanya
ditentukan oleh indeks korelasi antara dua belahan instrumen .
Teknik belah dua ganjil-genap dengan persamaan (3.2) tersebut hanya
dapat digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen bentuk tes yang skornya 1
dan 0. Sedangkan untuk instrumen bentuk angket yang skornya merupakan
rentangan antara beberapa nilai (misal: 1 4) maka digunakan rumus Alpha.
Rumus Alpha merupakan salah satu rumus untuk menguji reliabilitas instrumen
yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian. Rumus
Alpha tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan (3.3).
pers. (3.3)
Persamaan (3.3) menunjukkan rumus reliabilitas instrumen yang
dinyatakan dengan nilai r11. Nilai r11 merupakan indeks reliabilitas soal yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: banyaknya butir soal (n), jumlah
varians butir ( ), dan varians total ( ).
Sedangkan rumus varians butir dinyatakan dalam bentuk persamaan (3.4).
pers. (3.4)
Persamaan (3.4) merupakan rumus varians setiap butir soal ( ) dengan
variabel (X) merupakan jumlah skor setiap siswa pada soal ke-n dan (N)
merupakan jumlah siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Keputusan:
r alpha positif dan rhitung > rtabel maka item tersebut reliabel
r alpha negatif dan rhitung < rtabel maka item tersebut tidak reliabel
Reliabilitas instrumen (r11) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
0,91 1,00 = Sangat tinggi
0,71 0,90 = Tinggi
0,41 0,70 = Cukup
0,21 0,40 = Rendah
Negatif 0,20 = Sangat rendah
( Masidjo, 1995: 243)
Berdasarkan hasil perhitungan dengan program SPSS ver. 15 diperoleh hasil
bahwa soal tersebut memiliki tingkat realibilitas 0,778 dengan klasifikasi
reabilitas sangat tinggi. Hasil uji reabilitas instrumen penilaian koqnitif yang rinci
dapat dilihat pada lampiran.
3. Uji Taraf Kesukaran Butir Soal
Soal yang baik untuk digunakan sebagai alat ukur adalah soal yang
mempunyai derajat kesukaran yang memadai, dalam arti soal tidak terlalu sulit
dan tidak terlalu mudah. Derajat kesukaran soal dapat ditunjukkan dengan indeks
kesukaran, yaitu bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal.
Indeks kesukaran soal dihitung dengan menggunakan persamaan (3.5).
pers. (3.5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Persamaan (3.5) merupakan persamaan untuk menentukan tingkat
kesukaran suatu soal yang dinyatakan dengan nilai IK. Indeks kesukaran soal
(IK) merupakan nilai perbandingan antara jumlah siswa yang menjawab benar
(BN) dengan jumlah keseluruhan siswa (N). Dengan demikian, indeks kesukaran
soal dipengaruhi oleh jumlah siswa yang menjawab benar dan jumlah keseluruhan
siswa. Semakin banyak jumlah siswa yang menjawab benar suatu soal maka
semakin besar pula nilai IK pada soal tersebut, begitu juga sebaliknya.
Indeks kesukaran soal dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
0% - 30,99% = soal kategori sulit
31% - 70,99% = soal kategori sedang
71% - 100% = soal kategori mudah
Uji taraf kesukaran hanya diujikan pada instrumen yang berbentuk tes
karena instrumen tes ini akan digunakan untuk mengukur kemampuan siswa.
Dengan demikian, perlu adanya gambaran dari hasil uji taraf kesukaran ini untuk
mengetahui distribusi tingkat kesukaran soal. Suatu instrumen tes dikatakan
memiliki distribusi tingkat kesukaran soal yang baik jika soal dengan kategori
sedang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan soal kategori sulit dan
mudah. Sebagai gambaran, distribusi tingkat kesukaran instrumen tes yang baik
harus mengikuti bentuk kurva normal. Karena soal dengan kategori mudah
jumlahnya lebih banyak, maka langkah yang harus ditempuh adalah memilih
beberapa soal kategori mudah untuk kemudian dinaikkan tingkat kesukarannya
menjadi soal dengan kategori sedang atau sulit. Tujuannya agar distribusi soal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
dengan tingkat kesukaran mudah, sedang, dan sulit dapat mengikuti kaidah bentuk
kurva normal.
Hasil uji taraf kesukaran soal instrument penilaian kognitif dari 30 butir
soal dengan menggunakan software program Microsoft Exel mempunyai
klasifikasi sebagai berikut :
Tabel 3.4. Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes
No.
Instrumen Tes
Tingkat Kesukaran
Nomor Soal Jumlah
1. Prestasi Kognitif
Sukar Valid 24 1
Sukar Tidak Valid 12,16,25,27 4
Sedang Valid 2,3,4,5,6,7,8,9,10,18,19,21,22,28,29. 16
Sedang Tidak Valid 23 1
Mudah 1,11,14,15,17,20,26,30.
8
Dari tabel 3.4 di atas dapat disimpulkan soal tersebut , diambil soal yang valid
kemudian 1 buah soal kategori sukar dan 16 butir soal kategori sedang digunakan
seluruhnya. Sedangkan soal kategori mudah diambil 8 butir soal.sehingga jumlah
soal untuk penelitian berjumlah 25 soal. Dari komposisi 25 soal yang valid terdiri
1 soal kategori sulit, 16 soal sedang dan 8 soal kategori mudah.
4. Uji Daya Pembeda Butir Soal
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai (berkemampuan rendah).
Dalam hal ini siswa yang pandai memperoleh skor yang lebih baik jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
dibandingkan dengan siswa yang kurang pandai. Para pengikut dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok atas berkemampuan tinggi dan kelompok bawah
berkemampuan rendah. Masing-masing kelompok diambil 27% dari pengikut
secara keseluruhan. Daya pembeda dihitung dengan persamaan (3.6).
pers. (3.6)
Persamaan (3.6) merupakan persamaan untuk menentukan daya pembeda
atau indeks diskriminasi soal yang dinyatakan dengan DP. DP atau daya pembeda
merupakan perbandingan antara jumlah jawaban benar pada kelompok atas (BA)
dengan jumlah pengikut pada kelompok atas (NA), dikurangi dengan
perbandingan antara jumlah jawaban benar pada kelompok bawah (BB) dengan
jumlah pengikut pada kelompok bawah (NB).
Kategori Indeks daya pembeda soal menurut Suharsimi Arikunto dapat
diklasifikasikan pada tabel 3.5. sebagai berikut
= soal jelek
= soal cukup
= soal sangat baik (exelent)
Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Beda
digunakan untuk tes prestasi, sedangkan angket afektif, sikap ilmiah dan
kreativitas menggunakan Uji Validitas dan Uji Reliabilitas untuk mengetahui
kualitas item angket.
Penghitungan daya pembeda atau indeks diskriminan dengan menggunakan
software program Microsoft Exel diperoleh data sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Tabel 3.5. Hasil Uji Coba Indeks Daya Beda Instrumen Tes No.
Instrumen Tes Kualifikasi Daya Beda
Nomor Soal Jumlah
1. Prestasi Kognitif Jelek
1,11,15,30 (nomor 12,16,25,dan 27 di drop) 4
Cukup 6,8,9,10,14,17,18,20,21,22,24,28,29.(nomor 23 di drop) 13
Baik 2,3,4,5,7,13,19,26. 8 Sangat Baik - 0
Dari analisa daya beda soal sesuai tabel diatas, maka diambil soal yang cukup dan
baik, sejumlah 21 soal. Dan dipilihlah soal yang valid, dengan tingkat kesukaran
sedang dan mudah dan memiliki daya beda yang cukup dan baik, yaitu soal nomor
2,3,4,5,6,7,8,9,10,13,14,17,18,19,20,21,22,24,26,28, serta nomor 29,
2. Uji Coba Instrumen Angket
Validasi tidak hanya dilakukan pada instrumen tes, instrumen yang berupa
angket pun harus divalidasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Analisis
instrumen angket sebagai berikut:
a) Validitas Angket
Validasi terhadap butir-butir soal dicari dengan mengkorelasikan skor
masing-masing butir soal dengan skor total. Validasi terhadap butir-butir soal
angket dicari dengan mengkorelasikan skor masing-masing butir soal dengan
skor total. Rumus yang digunakan adalah korelasi product moment Pearson,
sebagai berikut:
Keterangan : rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang
dikorelasikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
N = jumlah soal
X = skor tiap butir soal
Y = skor total
(Suharsimi Arikunto, 2001:72)
Koefisien korelasi product momen pearson menunjukkan validitas item angket
yang selanjutnya disebut rhitung. Selanjutnya hasil perhitungan dengan korelasi
product momen pearson dapat dikonsultasikan ke tabel r tabel. Item dikatakan
valid bila harga rhitung tabel.
Tabel 3.6. Hasil Uji Validitas Instrumen Angket
No Instrumen
Pengambilan Data
Nomor Soal yang Valid
Jumlah Nomor Soal yang Tidak
Valid
Jumlah
Jumlah soal yang dipakai
1. Sikap Ilmiah
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,12,13,14,16,17,18,20,21,22,23,24,26,28,29,31,32,34,36,38,39,40,41.
32 11,15,19,25,27,30,33,35,37,42.
10 40 ( 8 soal direvisi)
Kreativitas 2,3,4,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,22,23,24,26,27,28,29,30,31,32,33,35.
30 1,4,21,25,34 5 30 (2,3,4,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,22,23,24,26,27,28,29,30,31,32,33,35.)
2. Prestasi Afektif
1,2,3,4,5,6,9,10,11,12,13,14,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35,37,38,39.
35 7,8,15,36,40 5 40 (1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35,36,37,38,
39,40)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Pada angket sikap ilmiah, terdapat 32 soal yang valid dan 10 soal yang tidak valid.
Dari 10 soal yang tidak valid, 8 soal yang direvisi struktur kalimat soalnya. Soal-
soal tersebut direvisi untuk memenuhi kebutuhan indikator soal karena hanya
terdapat satu soal pada indikator. Pada instrument Kreativitas jumlah soal yang
valid ada 30, sedangkan soal yang tidak valid ada 5 butir. Karena semua indikator
soal bisa diwakili dengan 30 soal, maka dipakai 30 soal saja dengan 5 soal di drop
( tidak dipakai yaitu soal no. 1, 4, 21, 25 dan 34). Pada angket prestasi afektif,
terdapat 35 soal valid. Soal yang dipakai dalam penelitian 40 soal, 5 soal direvisi
yaitu soal no. 7, 8, 15, 36 dan 40.
Reliabilitas berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes. Pengukuran
reliabilitas angket dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha.
b) Reliabilitas Instrument Angket
Keterangan :
n = jumlah soal = jumlah varians skor tiap-tiap item
= varians total .
Tabel 3.7. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Angket
No. Instrumen Reliabilitas Kriteria 1. Sikap Ilmiah 0,852 Tinggi
Kreativitas 0,909 Sangat Tinggi 2. Prestasi Afektif 0,836 Tinggi
G. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Dalam penelitian ini untuk menganalisa data digunakan analisis varian
(anava) tiga jalan. Namun sebelum dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji
persyaratan analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Teknik analisis data
menggunakan Analisis Varians (Anava) tiga jalan 2 x 2 x 2 dengan variabel
bebas, sikap ilmiah dan kreativitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data prestasi belajar,
kemampuan sikap ilmiah dan kreativitas berdistribusi normal atau tidak. Adapun
prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis
Hipotesis nol (H0) adalah sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak
normal, dan hipotesis alternatif (H1) adalah sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
2) Menetapkan uji statistik
Uji normalitas terhadap prestasi belajar aspek kognitif dengan menggunakan
uji Ryan Joiner (RJ), yang perhitungannya dilakukan dengan program SPSS 15.
3) Menentukan taraf signifikansi
Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar
peluang terjadinya kesalahan analisis. Pada uji normalitas ini taraf signifikansi ( )
ditetapkan = 0,05.
4) Menetapkan keputusan uji
Keputusan uji normalitas ditentukan dengan kriteria uji: tolak hipotesis nol,
jika Sig. > 0,05.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
b. Uji Homogenitas
Untuk mengetahui apakah variansi-variansi dari sejumlah populasi sama
atau tidak digunakan uji homogenitas. Pengujian yang dilakukan antara lain
homogenitas prestasi belajar dengan kemampuan sikap ilmiah, homogenitas
prestasi belajar dengan kreativitas dan homogenitas prestasi dengan metode
proyek dan inquiry yang dihitung dengan menggunakan software SPSS versi 15.
1) Menentukan hipotesis
Hipotesis nol (H0) adalah sampel berasal dari populasi yang tidak homogen,
dan hipotesis alternatif (H1) : sampel berasal dari populasi yang homogen.
2) Menentukan keputusan uji
Keputusan uji homogenitas ditentukan dengan kriteria uji tolak hipotesis nol
jika Sig. > 0,05
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji anava tiga jalan
dan uji lanjut anava jika antar metode pembelajaran, sikap ilmiah, dan
kemampuan kreativitas terdapat pengaruh yang signifikan.
a. Uji Anava Tiga Jalan
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang
telah diajukan ditolak atau diterima. Rancangan uji hipotesis ini terdiri dari tiga
variabel bebas yang meliputi metode pembelajaran, sikap ilmiah, dan kemampuan
kreativitas. Metode pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) melalui metode proyek (A1) dan metode inquiry
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
terbimbing (B2). Sikap ilmiah dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu
kategori tinggi (B1) dan kategori rendah (B2). Kreativitas siswa dikelompokkan
menjadi dua kategori, yaitu kategori Tinggi (C1) dan kategori Rendah (C2).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar kimia siswa pada
aspek kognitif dan afektif. Tata letak data penelitian terdistribusi seperti pada
tabel 3.8.
Tabel 3.8. Tata Letak Data Penelitian Prestasi Kognitif atau Afektif
Contextual Teaching Learning (A)
Metode Proyek (A1) Metode Inquiry
Terbimbing (A2)
Sikap Ilmiah (B) Tinggi (B1)
Rendah (B2)
Tinggi (B1)
Rendah (B2)
Kemampuan Kreativitas
(C)
Tinggi ( C1)
A1B1C1 A1B2C1 A2B1C1 A2B2C1
Rendah (C2)
A1B1C2 A1B2C2 A2B1C2 A2B2C2
Masing-masing sel atau kotak pada tabel 3.8 di atas berisi lambang yang
berbeda-beda. Lambang-lambang tersebut menunjukkan interaksi antar ketiga
variabel terhadap prestasi kognitif maupun afektif. Sel pertama dengan lambang
A1 B1 C1 menunjukkan interaksi antar pendekatan CTL melalui metode proyek,
Sikap Ilmiah kategori tinggi, dan kemampuan kreativitas tinggi terhadap prestasi
kognitifnya atau afektifnya. Artinya, pada sel tersebut terdapat kelompok siswa
yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL melalui metode proyek (A1), memiliki
sikap ilmiah kategori tinggi (B1), dan kemampuan kreativitas kategori tinggi (C1).
Sel kedua dengan lambang A2 B1 C1 mengandung pengertian bahwa pada sel
tersebut terdapat kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pendekatan CTL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
melalui metode inquiry terbimbing (A2), memiliki sikap ilmiah kategori tinggi
(B1), dan kemampuan kreativitas kategori tinggi (C1). Begitu pula dengan sel-sel
yang lainnya.
Pengujian hipotesis prestasi kognitif dilakukan dengan langkah sebagai
berikut:
1) Menentukan hipotesis
Dari analisis data penelitian, dapat ditentukan H0 sebagai berikut :
1) H0A : Tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan Contextual Teaching
and Learning dengan metode proyek dan inquiry terbimbing terhadap
prestasi belajar siswa.
2) H1A : Ada pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning
dengan metode Proyek dan inquiry terbimbing terhadap prestasi belajar
siswa.
3) H0A : Tidak ada pengaruh sikap ilmiah siswa yang tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar siswa.
H1A : Ada pengaruh kemampuan sikap ilmiah siswa yang tinggi dan
rendah terhadap prestasi belajar siswa.
4) H0A : Tidak ada pengaruh kreativitas tinggi dan kreativitas rendah
terhadap prestasi belajar siswa.
H1A : Ada pengaruh kreativitas tinggi dan kreativitas rendah terhadap
prestasi belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
5) H0A : Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan Contextual
Teaching and Learning dengan metode proyek dan inquiry terbimbing
dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa.
6) H1A : Ada interaksi antara penggunaan pendekatan Contextual Teaching
and Learning dengan metode proyek dan inquiry terbimbing dengan sikap
ilmiah terhadap prestasi belajar siswa.
7) H0A : Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan Contextual
Teaching and Learning dengan metode proyek dan inquiry terbimbing
dengan kreativitas belajar terhadap prestasi belajar siswa.
8) H1A : Ada interaksi antara penggunaan pendekatan Contextual Teaching
and Learning dengan metode proyek dan inquiry terbimbing dengan
kreativitas belajar terhadap prestasi belajar siswa.
H0A : Tidak ada interaksi antara sikap ilmiah dengan kreativitas
terhadap prestasi belajar siswa.
H1A : Ada interaksi antara sikap ilmiah dengan kreativitas terhadap
prestasi belajar siswa.
9) H0A : Tidak ada interaksi antara penggunaan pendekatan Contextual
Teaching and Learning dengan metode proyek dan inquiry terbimbing, sikap
ilmiah dan kreativitas terhadap prestasi belajar siswa.
10) H1A : Ada interaksi antara penggunaan pendekatan Contextual Teaching
and Learning dengan metode proyek dan inquiry terbimbing, sikap ilmiah
dan kreativitas terhadap prestasi belajar siswa.
2) Menentukan statistik uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Analisis Variansi (Anava) tiga
jalan dengan General Linear Model (GLM) yang perhitungannya dilakukan
dengan program SPSS 15.
3) Menetapkan taraf signifikansi ( )
Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar peluang
terjadinya kesalahan analisis. Pada uji hipotesis ini, taraf signifikansi ( ) yang
digunakan adalah 0,05 atau 5%.
4) Menentukan keputusan uji
Keputusan uji hipotesis ditentukan dengan kriteria: jika Sig.> 0,05 maka
hipotesis nol (H0) ditolak.
b. Uji lanjut Anava
Jika dalam pengujian hipotesis, hipotesis nol (H0) ditolak yang berarti
hipotesis alternatif (H1) diterima, maka perlu dilakukan uji lanjut untuk
mengetahui tingkat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang diteliti.
Uji lanjut Anava dilakukan dengan menggunakan uji compare mean
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari kelas XI - IPA 4 sebagai kelas
eksperimen dengan metode pembelajaran Metode Proyek serta XI IPA 6
sebagai kelas eksperimen dengan metode pembelajaran Inquiry Terbimbing di
SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun pelajaran 2011/2012. Data yang diperoleh
meliputi: data kreativitas, data Sikap Ilmiah Siswa, dan nilai prestasi belajar siswa
pada materi termokimia yang meliputi prestasi kognitif dan afektif. Berikut ini
deskripsi data hasil penelitian tersebut:
1. Data Kreativitas
Data kreativitas diperoleh dari angket kreativitas. Berdasarkan data yang
diperoleh, kemudian dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu kreativitas tinggi bagi
siswa yang mempunyai skor kreativitas -rata skor kreativitas seluruh kelas
dan kategori kreativitas rendah bagi siswa yang mempunyi skor kreativitas < rata-
rata skor kreativitas seluruh kelas. Daftar nilai kreativitas dapat dilihat pada
Lampiran 25. Dengan menggunakan kriteria tersebut dari 73 siswa yang terdiri
dari 37 siswa kelas eksperimen dengan metode pembelajaran Metode Proyek dan
36 siswa kelas eksperimen dengan metode pembelajaran Inquiry Terbimbing,
terdapat 34 siswa mempunyai kreativitas tinggi dan 39 siswa mempunyai
kreativitas rendah. Secara rinci disajikan dalam Tabel 4.1 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Tabel 4.1. Jumlah Siswa yang Mempunyai kreativitas Tinggi dan Rendah.
Kreativitas Kelas XI-IPA 4
(Metode Proyek) Kelas XI-IPA 6
(Inquiry Terbimbing)
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Tinggi 17 45,9 17 47,2 Rendah 20 54,1 19 52,8 Jumlah 37 100,00 36 100,00
Dari deskripsi data tersebut dapat dijelaskan bahwa kreativitas siswa pada
kelas dengan metode pembelajaran Metode Proyek dominan rendah, dan pada
kelas dengan metode pembelajaran Inquiry Terbimbing dominan rendah. Pada
kelas dengan metode pembelajaran Metode Proyek 17 orang siswa tergolong
kategori siswa dengan kreativitas tinggi (45,9 %), 20 orang siswa dengan
kreativitas rendah (54,1 %). Pada kelas dengan metode pembelajaran Inquiry
Terbimbing terdapat 17 orang siswa dengan kategori kreativitas tinggi (47,2 %),
dan 52,8 siswa dengan kategori kreativitas rendah (52,8 %).
2. Data Sikap Ilmiah Siswa
Data Sikap Ilmiah siswa diperoleh dari angket Sikap Ilmiah siswa.
Berdasarkan data yang diperoleh, kemudian dikelompokkan dalam 2 kategori
yaitu Sikap Ilmiah tinggi bagi siswa yang mempunyai skor Sikap Ilmiah -
rata skor Sikap Ilmiah seluruh kelas dan kategori Sikap Ilmiah rendah bagi siswa
yang mempunyi skor Sikap Ilmiah < rata-rata skor Sikap Ilmiah seluruh kelas.
Daftar nilai Sikap Ilmiah siswa dapat dilihat pada Lampiran 25. Dengan
menggunakan kriteria tersebut dari 73 siswa yang terdiri dari 37 siswa kelas
eksperimen dengan metode pembelajaran Metode Proyek dan 36 siswa kelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
eksperimen dengan metode pembelajaran Inquiry Terbimbing, terdapat 36 siswa
mempunyai Sikap Ilmiah tinggi dan 37 siswa mempunyai Sikap Ilmiah rendah.
Secara rinci disajikan dalam Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2. Jumlah Siswa yang Mempunyai Sikap Ilmiah Tinggi dan Rendah.
Sikap Ilmiah Siswa Kelas XI-IPA 4
(Metode Proyek) Kelas XI-IPA 6
(Inquiry Terbimbing)
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Tinggi 18 48,6 18 50 Rendah 19 51,4 18 50 Jumlah 37 100,00 36 100,00
3. Data Prestasi Belajar Kimia Materi Termokimia
a. Prestasi Kognitif
Berdasarkan data dari masing-masing kelas dibuat daftar distribusi
frekuensi sebagai berikut:
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Kelas Metode Proyek dan Inquiry Terbimbing.
Interval
Kelas XI-IPA 4 (Metode Proyek)
Kelas XI-IPA 6 (Inquiry Terbimbing)
Frekuensi Frekuensi
Relatif (%) Frekuensi Frekuensi
Relatif (%) 51-55 3 8,11 2 5,56
56-60 2 5,41 5 13,89
61-65 7 18,92 12 33,33
66-70 8 21,62 7 19,44
71-75 10 27,03 8 22,22
76-80 6 16,21 1 2,78
81-85 1 2,70 1 2,78
Jumlah 37 100 36 100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Dari sebaran nilai prestasi kognitif pada tabel 4.3 antara kelas eksperimen yang
menggunakan metode pembelajaran Metode Proyek diketahui, frekuensi tertinggi
peserta didik sebanyak 10 orang memiliki nilai antara 71-75. Untuk lebih jelasnya
perhatikan histogram dibawah ini.
Gambar 4.1. Histogram Perbandingan Prestasi Kognitif Kelas Metode Proyek
Dari sebaran nilai prestasi kognitif pada tabel 4.3 antara kelas eksperimen yang
menggunakan metode pembelajaran Metode inquiry terbimbing diketahui,
frekuensi tertinggi peserta didik sebanyak 12 orang memiliki nilai antara 61-65.
Untuk lebih jelasnya perhatikan histogram dibawah ini.
Gambar 4.2. Histogram Perbandingan Prestasi Kognitif Kelas Metode Inquiry
terbimbing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Fre
kuen
si
Interval
b. Prestasi Afektif.
Perbandingan prestasi afektif antara kelas eksperimen yang menggunakan
metode pembelajaran Metode Proyek dan metode pembelajaran Inquiry
Terbimbing dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan data dari masing-masing
kelas dibuat daftar distribusi frekuensi sebagai berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Kelas Metode Proyek dan Inquiry Terbimbing
Interval
Kelas XI-IPA 4 (Metode Proyek)
Kelas XI-IPA 6 (Inquiry Terbimbing)
Frekuensi Frekuensi Relatif (%)
Frekuensi Frekuensi Relatif (%)
81-85 1 2,70 3 8,33
86-90 1 2,70 9 25
91-95 9 24,32 5 13,89
96-100 7 18,92 9 25
101-104 11 29,73 7 19,44
105-109 3 8,11 1 2,78
110-114 5 13,51 2 5,56
Jumlah 37 100 36 100 Dari tabel 4.4 skor prestasi afektif kelas eksperimen dengan metode Proyek
diketahui, frekuensi siswa terbanyak pada skor 101-104 yaitu 11 siswa. Untuk
lebih jelasnya perhatikan histogram dibawah ini
Gambar 4.3. Histogram Perbandingan Prestasi Afektif Kelas Metode Proyek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Dari tabel 4.4 skor prestasi afektif kelas eksperimen dengan metode proyek
diketahui, frekuensi siswa terbanyak pada skor 86-90 dan 96-100 yaitu 9 siswa.
Untuk lebih jelasnya perhatikan histogram dibawah ini gambar histogram
Gambar 4.4. Histogram Perbandingan Prestasi Afektif Kelas Metode Inquiry
terbimbing
B. Pengujian Persyaratan Analisis
Pada penelitian ini menggunakan beberapa uji persyaratan analisis antara
lain: uji normalitas, dan uji homogenitas. Hasilnya akan disampaikan pada uraian
berikut:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini
menggunakan perhitungan dengan SPSS 15. Komputasinya dapat dilihat pada
Lampiran 25, hasilnya disajikan pada Tabel 4.5 di halaman berikutnya.
Berdasarkan hasil disajikan dalam tabel, untuk setiap uji diperoleh Sig. >
0,05 sehingga diperoleh kesimpulan Ho ditolak. Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Tabel 4.5. Nilai Sig. Uji Normalitas Data Nilai-nilai Prestasi Belajar pada Masing-masing Kelompok
No. Kriteria Pengelompokan
Data Sig. Keputusan Kesimpulan
Kognitif Afektif 1. Metode Metode Proyek 0,088 0,200 Ho ditolak Normal 2. Metode Inquiry terbimbing 0,200 0,200 Ho ditolak Normal 3. Kreativitas Tinggi 0,112 0,200 Ho ditolak Normal 4. Kreativitas Rendah 0,111 0,200 Ho ditolak Normal 5. Sikap Ilmiah Tinggi 0,061 0,200 Ho ditolak Normal 6. Sikap Ilmiah Rendah 0,200 0,112 Ho ditolak Normal
7. Metode Proyek-Kreativitas Tinggi-Sikap Ilmiah Tinggi
0,200 0,200 Ho ditolak Normal
8. Metode Proyek-Kreativitas Tinggi-Sikap Ilmiah Rendah
0,200 0,200 Ho ditolak Normal
9. Metode Proyek-Kreativitas Rendah-Sikap Ilmiah Tinggi
0,200 0,200 Ho ditolak Normal
10. Metode Proyek-Kreativitas Rendah-Sikap Ilmiah Rendah
0,059 0,059 Ho ditolak Normal
11. Inquiry terbimbing-Kreativitas Tinggi-Sikap Ilmiah Tinggi
0,200 0,200 Ho ditolak Normal
12. Inquiry terbimbing-Kreativitas Tinggi-Sikap Ilmiah Rendah
0,169 0,200 Ho ditolak Normal
13. Inquiry terbimbing-Kreativitas Rendah-Sikap Ilmiah Tinggi
0,200 0,169 Ho ditolak Normal
14. Inquiry terbimbing-Kreativitas Rendah-Sikap Ilmiah Rendah
0,200 0,103 Ho ditolak Normal
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui variansi-variansi dari
sejumlah populasi sama atau tidak. Uji yang dipakai menggunakan perhitungan
SPSS 15. Komputasi dari uji ini dapat dilihat pada Lampiran 22, rangkuman
hasilnya disajikan pada Tabel 4.6. Berdasarkan hasil komputasi, untuk setiap uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
perbandingan dua varian diperoleh Sig. > 0,05, sehingga diperoleh kesimpulan Ho
ditolak. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel mempunyai
varians yang sama (homogen).
Tabel 4.6. Nilai Sig. Uji Homogenitas antar Kelompok Data Prestasi Belajar.
Variabel Kognitif Afektif Kesimpulan
Sig. Keputusan Ho
Sig. Keputusan Ho
Metode 0,439 Ditolak 0,362 Ditolak Homogen Kreativitas 0,711 Ditolak 0,142 Ditolak Homogen Sikap Ilmiah 0,336 Ditolak 0,899 Ditolak Homogen Metode*Kreativitas 0,705 Ditolak 0,266 Ditolak Homogen Metode*Sikap Ilmiah 0,197 Ditolak 0,598 Ditolak Homogen Kreativitas*Sikap Ilmiah
0,136 Ditolak 0,460 Ditolak Homogen
Metode*Kreativitas* Sikap Ilmiah
0,102 Ditolak
0,470 Ditolak Homogen
C. Pengujian Hipotesis
1. ANAVA (Analysis of Variance)
Uji yang dilakukan menggunakan analisis variansi tiga jalan dengan sel
tak sama dan komputasinya dapat dilihat pada Lampiran 24. Adapun rangkuman
hasil analisis variansi tiga jalan disajikan sebagai berikut :
Tabel 4.7. Rangkuman ANAVA Tiga Jalan Prestasi Kognitif.
No Terhadap Prestasi Kognitif Sig. Keputusan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Metode Kreativitas Sikap Ilmiah Metode*Kreativitas Metode*Sikap Ilmiah Kreativitas*Sikap Ilmiah Metode*Kreativitas*Sikap Ilmiah
0,040 0,001 0,000 0,192 0,345 0,713 0,866
Ho ditolak Ho ditolak Ho ditolak
Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Kesimpulan:
a. Sig. metode = 0,040 < 0,05, maka Ho (metode tidak berpengaruh terhadap
prestasi kognitif) ditolak, (Sig. < 0.05 Ho ditolak), berarti metode
berpengaruh terhadap prestasi kognitif.
b. Sig. kreativitas = 0,001 < 0,05, maka Ho (kreativitas tidak berpengaruh
terhadap prestasi kognitif) ditolak, (Sig. < 0,05 Ho ditolak), berarti kreativitas
berpengaruh terhadap prestasi kognitif.
c. Sig. Sikap Ilmiah = 0,000 < 0,05, maka Ho (Sikap Ilmiah tidak berpengaruh
terhadap prestasi kognitif) ditolak, (Sig. < 0,05 Ho ditolak), berarti Sikap
Ilmiah berpengaruh terhadap prestasi kognitif.
d. Sig. interaksi metode dan kreativitas = 0,192 > 0,05, maka Ho (tidak terdapat
interaksi metode dan kreativitas terhadap prestasi kognitif) diterima, (Sig. <
0,05 Ho ditolak), berarti tidak terdapat interaksi metode dan kreativitas
terhadap prestasi kognitif.
e. Sig. interaksi metode dan Sikap Ilmiah = 0,345 > 0,05, maka Ho (tidak
terdapat interaksi metode dan Sikap Ilmiah terhadap prestasi kognitif)
diterima, (Sig. < 0,05 Ho ditolak), berarti tidak terdapat interaksi metode dan
Sikap Ilmiah terhadap prestasi kognitif.
f. Sig. interaksi kretivitas dan Sikap Ilmiah = 0,713 > 0,05, maka Ho (tidak
terdapat interaksi kreativitas dan Sikap Ilmiah terhadap prestasi kognitif)
diterima, (Sig. < 0,05 Ho ditolak), berarti tidak terdapat interaksi kreativitas
dan Sikap Ilmiah terhadap prestasi kognitif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
g. Sig. interaksi metode, kreativitas serta Sikap Ilmiah = 0,866 > 0,05, maka Ho
(tidak terdapat interaksi metode, kreativitas serta Sikap Ilmiah terhadap
prestasi kognitif) diterima, (Sig. < 0,05 Ho ditolak), berarti tidak terdapat
interaksi antara metode, kreativitas serta Sikap Ilmiah terhadap prestasi
kognitif.
Tabel 4.8. Rangkuman ANAVA Tiga Jalan Prestasi Afektif. No Terhadap Prestasi Afektif Sig. Keputusan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Metode Kreativitas Sikap Ilmiah Metode*Kreativitas Metode*Sikap Ilmiah Kreativitas*Sikap Ilmiah Metode*Kreativitas*Sikap Ilmiah
0,006 0,037 0,011 0,213 0,805 0,932 0,905
Ho ditolak Ho ditolak Ho ditolak
Ho diterima Ho diterima Ho diterima Ho diterima
Kesimpulan:
a. Sig. metode = 0,006 < 0,05, maka Ho (metode tidak berpengaruh terhadap
prestasi afektif) ditolak, (Sig. < 0,05 Ho ditolak), berarti metode berpengaruh
terhadap prestasi afektif.
b. Sig. kreativitas = 0,037 < 0,05, maka Ho (kreativitas tidak berpengaruh
terhadap prestasi afektif) ditolak, (Sig. < 0,05 Ho ditolak), berarti kreativitas
berpengaruh terhadap prestasi afektif.
c. Sig. Sikap Ilmiah = 0,011 < 0,05, maka Ho (Sikap Ilmiah tidak berpengaruh
terhadap afektif) ditolak, (Sig. < 0,05 Ho ditolak), berarti Sikap Ilmiah
berpengaruh terhadap afektif).
d. Sig. interaksi metode dan kreativitas = 0,213 > 0,05, maka Ho (tidak terdapat
interaksi metode dan kreativitas terhadap prestasi afektif) diterima, (Sig. <
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
0,05 Ho ditolak), berarti tidak terdapat interaksi metode dan kreativitas
terhadap prestasi afektif.
e. Sig. interaksi metode dan Sikap Ilmiah = 0,805 > 0,05, maka Ho (tidak
terdapat interaksi metode dan Sikap Ilmiah terhadap prestasi afektif) diterima,
(Sig. < 0,05 Ho ditolak), berarti tidak terdapat interaksi metode dan Sikap
Ilmiah terhadap prestasi afektif.
f. Sig. interaksi kreativitas dan Sikap Ilmiah = 0,932 > 0,05, maka Ho (tidak
terdapat interaksi kreativitas dan Sikap Ilmiah terhadap prestasi afektif)
diterima, (Sig. < 0,05 Ho ditolak), berarti tidak terdapat interaksi kreativitas
dan Sikap Ilmiah terhadap prestasi afektif.
g. Sig. interaksi metode, kreativitas serta Sikap Ilmiah = 0,905 > 0,05, maka Ho
(tidak terdapat interaksi metode, kreativitas serta Sikap Ilmiah terhadap
prestasi afektif) diterima, (Sig. < 0,05 Ho ditolak), berarti tidak terdapat
interaksi metode, kreativitas serta Sikap Ilmiah terhadap prestasi afektif.
2. Uji Lanjut ANAVA
Uji lanjut anava diperlukan untuk mengetahui karakteristik pada variabel
bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini uji lanjut anava dilakukan dengan
menggunakan uji compare means (uji rata-rata) dengan menggunakan SPSS 15.
Uji compare means (uji rata-rata) untuk prestasi kognitif dilakukan pada hipotesis
pertama. Pada hipotesis kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh tidak
diperlukan uji lanjut karena keputusan H0 diterima. Sedangkan untuk prestasi
afektif dilakukan pada hipotesis pertama, kedua dan ketiga. Pada hipotesis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Prestasi * Metode Pem belajar an
Prestas i
73,84 37 8,14370,86 36 7,035
72,37 73 7,711
Metode PembelajaranProyek
Inquiry TerbimbingTotal
Mean N Std. Dev iation
keempat, kelima, keenam dan ketujuh tidak diperlukan uji lanjut karena
keputusan H0 diterima.
a. Uji lanjut hipotesis 1 untuk prestasi kognitif
Bunyi hipotesis 1 adalah terdapat pengaruh metode terhadap prestasi
kognitif, untuk mengetahui metode mana yang lebih baik maka dilakukan uji
lanjut dan hasil uji lanjut untuk hipotesis 1 ditunjukkan pada Tabel 4.9 dibawah
ini:
Tabel 4.9. Tabel Hasil Uji Lanjut Hipotesis 1
Berdasarkan Tabel 4.9. diatas dapat diketahui bahwa mean (rata-rata)
prestasi kognitif siswa dengan menggunakan metode pembelajaran Metode
Proyek = 68,86 lebih besar dari pada rata-rata prestasi kognitif siswa yang
menggunakan metode pembelajaran Inquiry Terbimbing = 66,28. Dari rata-rata
kedua metode diatas dapat disimpulkan bahwa siswa yang menggunakan metode
pembelajaran Metode Proyek memiliki prestasi kognitif yang lebih baik
dibandingkan dengan siswa menggunakan metode pembelajaran Inquiry
Terbimbing.
b. Uji lanjut hipotesis 2 untuk prestasi kognitif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Prestas i * Kre ativitas
Prestasi
69,77 39 7,62175,35 34 6,759
72,37 73 7,711
KreativitasRendah
TinggiTotal
Mean N Std. Dev iation
Prestasi * Sikap Ilmiah
Prestasi
69,46 37 7,79875,36 36 6,450
72,37 73 7,711
Sikap IlmiahRendah
TinggiTotal
Mean N Std. Deviation
Bunyi hipotesis 2 adalah terdapat pengaruh kreativitas terhadap prestasi
kognitif, untuk mengetahui kreativitas mana yang lebih baik maka dilakukan uji
lanjut dan hasil uji lanjut untuk hipotesis 2 ditunjukkan pada Tabel 4.10 dibawah
ini:
Tabel 4.10. Tabel Hasil Uji Lanjut Hipotesis 2.
Berdasarkan Tabel 4.10 diatas dapat diketahui bahwa mean (rata-rata)
prestasi kognitif siswa dengan kreativitas tinggi = 69,97 lebih besar dari pada rata-
rata prestasi kognitif siswa yang memiliki kreativitas rendah = 65,51. Dari rata-
rata kedua kreativitas diatas dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki
kreativitas tinggi memiliki prestasi kognitif yang lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang memiliki kreativitas rendah.
c. Uji lanjut hipotesis 3 untuk prestasi kognitif
Bunyi hipotesis 3 adalah terdapat pengaruh Sikap Ilmiah terhadap prestasi
kognitif, untuk mengetahui aktivitas mana yang lebih baik maka dilakukan uji
lanjut dan hasil uji lanjut untuk hipotesis 3 ditunjukkan pada Tabel 4.11 berikut:
Tabel 4.11. Tabel Hasil Uji Lanjut Hipotesis 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
Pres tasi * Me tode Pem belajar an
Prestas i
100,00 37 6,884
95,44 36 8,027
97,75 73 7,763
Metode PembelajaranProyek
Inquiry Terbimbing
Total
Mean N Std. Deviation
Berdasarkan Tabel 4.11. diatas dapat diketahui bahwa mean (rata-rata)
prestasi kognitif siswa yang mempunyai Sikap Ilmiah tinggi = 70,08 lebih besar
dari pada rata-rata prestasi kognitif siswa yang mempunyai Sikap Ilmiah rendah =
65,16. Dari rata-rata kedua Sikap Ilmiah diatas dapat disimpulkan bahwa siswa
yang mempunyai Sikap Ilmiah tinggi memiliki prestasi kognitif yang lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang mempunyai Sikap Ilmiah rendah.
d. Uji lanjut hipotesis 1 untuk prestasi afektif
Bunyi hipotesis 1 adalah terdapat pengaruh metode terhadap prestasi
afektif, untuk mengetahui metode mana yang lebih baik maka dilakukan uji lanjut
dan hasil uji lanjut untuk hipotesis 1 ditunjukkan pada Tabel 4.12 dibawah ini:
Tabel 4.12. Tabel Hasil Uji Lanjut Hipotesis 1
Berdasarkan Tabel 4.12. diatas dapat diketahui bahwa mean (rata-rata)
prestasi afektif siswa dengan menggunakan metode pembelajaran Metode Proyek
= 100 lebih besar dari pada rata-rata prestasi afektif siswa yang menggunakan
metode pembelajaran Inquiry Terbimbing = 95,44. Dari rata-rata kedua metode
diatas dapat disimpulkan bahwa siswa yang menggunakan metode pembelajaran
Metode Proyek memiliki prestasi afektif yang lebih baik dibandingkan dengan
siswa menggunakan metode pembelajaran Inquiry Terbimbing.
e. Uji lanjut hipotesis 2 untuk prestasi afektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Pres tas i * Kreativitas
Prestas i
96,08 39 6,849
99,68 34 8,387
97,75 73 7,763
KreativitasRendah
Tinggi
Tota l
Mean N Std. Deviation
Pres tas i * Sikap Ilmiah
Prestas i
95,65 37 7,231
99,92 36 7,791
97,75 73 7,763
Sikap IlmiahRendah
Tinggi
Tota l
Mean N Std. Deviation
Bunyi hipotesis 2 adalah terdapat pengaruh kreativitas terhadap prestasi
afektif, untuk mengetahui kreativitas mana yang lebih baik maka dilakukan uji
lanjut dan hasil uji lanjut untuk hipotesis 2 ditunjukkan pada Tabel 4.13 dibawah
ini:
Tabel 4.13. Tabel Hasil Uji Lanjut Hipotesis 2.
Berdasarkan Tabel 4.13 diatas dapat diketahui bahwa mean (rata-rata)
prestasi afektif siswa dengan kreativitas tinggi = 99,68 lebih besar dari pada rata-
rata prestasi afektif siswa yang memiliki kreativitas rendah = 96,08. Dari rata-rata
kedua kreativitas diatas dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki kreativitas
tinggi memiliki prestasi afektif yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
memiliki kreativitas rendah.
f. Uji lanjut hipotesis 3 untuk prestasi afektif
Bunyi hipotesis 3 adalah terdapat pengaruh aktivitas terhadap prestasi
afektif, untuk mengetahui aktivitas mana yang lebih baik maka dilakukan uji
lanjut dan hasil uji lanjut untuk hipotesis 3 ditunjukkan pada Tabel 4.14 berikut:
Tabel 4.14. Tabel Hasil Uji Lanjut Hipotesis 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Berdasarkan Tabel 4.14. diatas dapat diketahui bahwa mean (rata-rata)
prestasi afektif siswa yang mempunyai Sikap Ilmiah tinggi = 99,92 lebih besar
dari pada rata-rata prestasi afektif siswa yang mempunyai Sikap Ilmiah rendah =
95,65. Dari rata-rata kedua Sikap Ilmiah diatas dapat disimpulkan bahwa siswa
yang mempunyai Sikap Ilmiah tinggi memiliki prestasi afektif yang lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang mempunyai Sikap Ilmiah rendah.
Perbandingan nilai rata-rata pengaruh antara metode, kreativitas dan Sikap
Ilmiah siswa terhadap prestasi kognitif dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut:
Tabel 4.15. Perbandingan Nilai Rata-rata Pengaruh Antara Metode, Kreativitas dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Kognitif.
Variabel Nilai Rata-rata
Pendekatan Kontekstual
Metode Proyek 73,84
Inquiry Terbimbing 70,86
Kreativitas Tinggi 75,35 Rendah 69,77
Sikap Ilmiah Tinggi 75,36 Rendah 69,46
Perbandingan nilai rata-rata pengaruh antara metode, kreativitas dan Sikap
Ilmiah siswa terhadap prestasi afektif dapat dilihat pada Tabel 4.16 berikut:
Tabel 4.16. Perbandingan Nilai Rata-rata Pengaruh Antara Metode, Kreativitas dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Afektif.
Variabel Nilai Rata-rata
Pendekatan Kontekstual
Metode Proyek
100,00
Inquiry Terbimbing
95,44
Kreativitas Tinggi 99,68 Rendah 96,06
Sikap Ilmiah Tinggi 99,92 Rendah 95,65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Perbandingan nilai rata-rata interaksi antara metode dan kreativitas siswa
terhadap prestasi kognitif dapat dilihat pada Tabel 4.17 berikut:
Tabel 4.17. Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Metode dan Kreativitas
Siswa Terhadap Prestasi Kognitif. Contextual Teaching and Learning
Metode Proyek Inquiry Terbimbing
Kreativitas Tinggi 77,82 dari 17 siswa 72,88 dari 17 siswa
Rendah 70,45 dari 20 siswa 69,05 dari 19 siswa
Perbandingan nilai rata-rata interaksi antara metode dan kreativitas
terhadap prestasi afektif dapat dilihat pada Tabel 4.18 berikut:
Tabel 4.18 Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Metode dan Kreativitas Siswa Terhadap Prestasi Afektif.
Contextual Teaching and Learning
Metode Proyek Inquiry Terbimbing
Kreativitas Tinggi 103,00 dari 17 siswa 96,35 dari 16 siswa Rendah 97,45 dari 20 siswa 94,63 dari 20 siswa
Perbandingan nilai rata-rata interaksi antara metode dan Sikap Ilmiah
siswa terhadap prestasi kognitif dapat dilihat pada Tabel 4.19 berikut:
Tabel 4.19. Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Metode dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Kognitif.
Contextual Teaching and Learning
Metode Proyek Inquiry Terbimbing
Sikap Ilmiah
Tinggi 76,06 dari 18 siswa 74,67 dari 18 siswa Rendah 71,74 dari 19 siswa 67,06 dari 18 siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Perbandingan nilai rata-rata interaksi antara metode dan Sikap Ilmiah
siswa terhadap prestasi afektif dapat dilihat pada Tabel 4.20 berikut:
Tabel 4.20. Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Metode dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Afektif.
Contextual Teaching and Learning Metode Proyek Inquiry Terbimbing
Sikap Ilmiah
Tinggi 101,94 dari 18 siswa 97,89 dari 18 siswa
Rendah 98,16 dari 19 siswa 93,00 dari 18 siswa
Perbandingan nilai rata-rata interaksi antara kreativitas dan Sikap Ilmiah
siswa terhadap prestasi kognitif dapat dilihat pada Tabel 4.21 berikut:
Tabel 4.21. Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Kreativitas dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Kognitif.
Sikap Ilmiah
Tinggi Rendah
Kreativitas Tinggi 77,88 dari 17 siswa 72,82 dari 19 siswa Rendah 67,68 dari 17 siswa 66,60 dari 20 siswa
Perbandingan nilai rata-rata interaksi antara kreativitas dan Sikap Ilmiah
siswa terhadap prestasi afektif dapat dilihat pada Tabel 4.21 berikut:
Tabel 4.22. Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Kreativitas dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Afektif.
Sikap Ilmiah
Tinggi Rendah
Kreativitas Tinggi 97,76 dari 17 siswa 93,85 dari 19 siswa Rendah 98,42 dari 17 siswa 97,75 dari 20 siswa
Perbandingan nilai rata-rata interaksi antara metode, kreativitas dan Sikap
Ilmiah siswa terhadap prestasi kognitif dapat dilihat pada Tabel 4.22 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Tabel 4.23. Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Metode, Kreativitas dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Kognitif.
Contextual Teaching and Learning (A)
Metode Proyek (A1)
Inquiry Terbimbing
(A2) Kreativitas Tinggi (B1)
Sikap Ilmiah Tinggi (C1) 79,75 76,22 Sikap Ilmiah Rendah (C2) 73,10 73,11
Kreativitas Rendah (B2)
Sikap Ilmiah Tinggi (C1) 76,11 69,13 Sikap Ilmiah Rendah (C2) 67,80 65,40
Perbandingan nilai rata-rata interaksi antara metode, kreativitas dan Sikap
Ilmiah siswa terhadap prestasi afektif dapat dilihat pada Tabel 4.23 berikut:
Tabel 4.24. Perbandingan Nilai Rata-rata Interaksi Antara Metode, Kreativitas dan Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Afektif.
Contextual Teaching and Learning (A)
Metode Proyek (A1)
Inquiry Terbimbing
(A2) Kreativitas Tinggi (B1)
Sikap Ilmiah Tinggi (C1) 105,13 98,44 Sikap Ilmiah Rendah (C2) 99,40 97,33
Kreativitas Rendah (B2)
Sikap Ilmiah Tinggi (C1) 101,11 94,00 Sikap Ilmiah Rendah (C2) 95,50 92,20
D. Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan pengaruh pembelajaran kimia dengan menggunakan pendekatan CTL
(Contextual Teaching and Learning) melalui metode Metode Proyek dan metode
Inquiry Terbimbing terhadap prestasi belajar siswa, ada atau tidaknya perbedaan
pengaruh kreativitas tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa, ada atau
tidaknya perbedaan pengaruh Sikap Ilmiah siswa tinggi dan rendah terhadap
prestasi belajar siswa, ada atau tidaknya interaksi antara metode pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
dengan kreativitas, ada atau tidaknya interaksi antara metode pembelajaran
dengan Sikap Ilmiah siswa, ada atau tidaknya interaksi antara kreativitas dan
Sikap Ilmiah siswa dan ada atau tidaknya interaksi antara metode pembelajaran,
kreativitas dan Sikap Ilmiah siswa pada materi Termokimia. Adapun sampel
dalam penelitian ini diambil dengan teknik cluster random sampling atau sampel
acak dengan cara undian kelas dan dengan menggunakan uji kesamaan rata-rata
dihasilkan 1 kelas sebagai kelompok eksperimen pertama (kelas XI-IPA 4),
dikenai metode pembelajaran Metode Proyek dan 1 kelas sebagai kelompok
eksperimen kedua (kelas XI-IPA 6), dikenai metode pembelajaran Inquiry
Terbimbing.
Pengukuran kreativitas dan Sikap Ilmiah dilakukan sebelum pembelajaran,
dengan cara pemberian angket kreativitas dan angket Sikap Ilmiah siswa. Setelah
pembelajaran selesai, dilakukan tes akhir pembelajaran materi Termokimia untuk
mengukur aspek kognitif dan mengisi angket aspek afektif. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Proyek dan Inquiry Terbimbing.
1. Hipotesis Pertama
Dari anava tiga jalan dengan sel tak sama aspek kognitif diperoleh Sig.
metode = 0,040 < 0,05, maka Ho (metode tidak berpengaruh terhadap prestasi
kognitif) ditolak dan untuk aspek afektif diperoleh Sig.metode = 0,006 < 0,05,
maka Ho (metode tidak berpengaruh terhadap prestasi) ditolak. Dari uji lanjut
pasca anava juga dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara
metode Metode Proyek dan Inquiry Terbimbing terhadap prestasi kognitif dan
afektif siswa pada materi Termokimia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Pembelajaran dengan menggunakan metode Metode Proyek dan Inquiry
Terbimbing memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi kognitif. Dari
data Tabel 4.9 menjelaskan bahwa untuk siswa yang mendapat perlakuan dengan
metode pembelajaran Metode Proyek mempunyai rataan prestasi kognitif lebih
besar dibandingkan rataan prestasi kognitif dengan metode pembelajaran Inquiry
Terbimbing. Hal ini disebabkan karena dalam metode pembelajaran Metode
Proyek mempunyai kelebihan antara lain siswa memiliki potensi yang besar untuk
membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan kebermaknaannya maupun
penerapan untuk kehidupan sehari-hari, menemukan sendiri melalui diskusi dan
presentasi pada kelompoknya untuk menemukan dan menyimpulkan prinsip dasar
yang dipelajarinya, sementara pada metode pembelajaran Inquiry Terbimbing
siswa cenderung bergantung pada penjelasan dan petunjuk dari guru tanpa
mempelajari sendiri materi yang diajarkan dan siswa tidak merumuskan masalah
tetapi perencanaan dibuat oleh guru. Hal tersebut akan menyebabkan hasil prestasi
kognitif yang rendah.
Pembelajaran dengan menggunakan metode Metode Proyek dan Inquiry
Terbimbing juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi afektif.
Dari data Tabel 4.12 diketahui bahwa rataan prestasi afektif yang diajar
menggunakan metode Metode Proyek lebih besar daripada rataan prestasi afektif
yang diajar menggunakan metode Inquiry Terbimbing. Pada pembelajaran Metode
Proyek, siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi Termokimia
dapat bertanya kepada guru tanpa harus malu atau takut karena mereka memiliki
tanggung jawab yang besar untuk memecahkan masalah sehingga mereka harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
benar-benar paham mengenai materi Termokimia. Keberanian bertanya ini dapat
mempengaruhi sikap, motivasi, nilai, konsep diri, dan moral siswa. Sedangkan
dalam pembelajaran Inquiry Terbimbing siswa cenderung kurang berkembang
dalam hal keberanian bertanya dan mengungkapkan pendapatnya karena
kurangnya pemahaman pada materi termokimia karena materi atau petunjuk di
berikan oleh guru ke siswa sehingga kurang ada kepercayaan diri pada siswa
untuk bertanya. Hai ini dapat menyebabkan semangat belajar menjadi rendah serta
menyebabkan sikap, motivasi, nilai, konsep diri dan moral juga menjadi rendah.
Materi Termokimia merupakan materi yang sarat dengan konsep, dari
konsep yang sederhana sampai konsep yang lebih kompleks yang bersifat abstrak
dan berurutan serta berkaitan satu sama lain. Untuk mempermudah penyampaian
materi Termokimia yang sarat dengan konsep, digunakan metode pembelajaran
Metode Proyek dan Inquiry Terbimbing sehingga pada saat pembelajaran siswa
lebih aktif dan tidak cepat merasa bosan. Pada proses belajar mengajar dikelas
yang menerapkan metode Metode Proyek, siswa didorong untuk aktif dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang
maksimal. Pada metode pembelajaran Metode Proyek siswa dalam satu kelas
dibagi kedalam kelompok-kelompok heterogen baik dari kemampuan berfikir,
gender, suku, agama dan lain-lain. peserta didik menjadi terdorong lebih aktif di
dalam belajar mereka, instruktur berposisi di belakang dan peserta didik
berinisiatif, instruktur memberi kemudahan dan mengevaluasi proyek baik
kebermaknaannya maupun penerapannya untuk kehidupan mereka sehari-hari.
Produk yang dibuat peserta didik selama proyek memberikan hasil yang secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
autentik dapat diukur oleh guru dalam pembelajarannya. Oleh karena itu, di
dalam pembelajaran berbasis proyek, guru tidak lebih dominan secara langsung ,
akan tetapi guru menjadi pendamping, fasilitator, dan memahami pikiran peserta
didik. Proyek peserta didik dapat disiapkan dalam kolaborasi dengan guru,
sedangkan peserta didik belajar di dalam kelompok kolaboratif 4-5 siswa. Ketika
peserta didik bekerja di dalam tim, mereka menemukan ketrampilan
merencanakan, mengorganisasi, negosiasi, dan membuat konsensus tentang isu-
isu tugas yang akan dikerjakan, siapa yang beertanggung jawab untuk setiap tugas
, dan bagaimana informasi akan dikumpulkan dan disajikan. Keuntungan yang
diperoleh melalui penggunaan metode proyek, di antaranya ialah: a).
Meningkatkan motivasi. b). Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. c).
Meningkatkan kolaborasi. Pembelajaran berbasis proyek yang diimplementasikan
secara baik memberikan kepada peserta didik pembelajaran dan praktek dalam
mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktunya dan sumber-sumber lain
seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
Melalui penerapan pembelajaran ini, siswa dapat termotivasi untuk belajar
memahami materi secara kelompok, tidak hanya menerima, mendengar dan
mengingat saja tapi dilatih untuk berfikir kritis, mengoptimalkan kemampuannya
dalam menyerap informasi ilmiah, dilatih menjelaskan hasil temuannya kepada
pihak lain dan dilatih untuk memecahkan masalah.
Sedangkan pada metode inquiry terbimbing, siswa dibagi menjadi 8
kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Setiap
kelompok diberikan petunjuk oleh guru yang digunakan untuk mencari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
pembenaran atau pembuktian. Biasanya metode inquiry terbimbing bukan untuk
menemukan teori, tetapi lebih untuk menguji teori atau hukum yang sudah
ditemukan para ahli. Namun dalam praktek guru dapat pula melakukan percobaan
untuk menemukan teorinya atau hukumnya. Dalam hal ini seakan-akan teori atau
hukum belum ditemukan, dan siswa diminta untuk menemukan (Paul Suparno,
2006: 77). Dalam pembelajaran tersebut tersebut, siswa yang menjadi asisten di
ajarkan langkah-langkah pembelajaran, pemberian konsep-konsep yang ada dalam
Termokimia dan contoh menyelesaikan soal-soal dalam materi Termokimia. Hal
ini dimaksudkan agar siswa yang menjadi lebih siap memberi bantuan kepada
teman satu kelompoknya yang kurang paham. Pada proses pembelajaran, siswa
mempelajari materi yang berupa LKS yang telah disiapkan guru. Penggunaan
LKS ini akan membantu siswa dalam memahami materi Termokimia sehingga
akhirnya akan mendapatkan nilai yang memuaskan. Pada akhir pelajaran guru
akan memberikan penjelasan dan kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan
metode pembelajaran Metode Proyek lebih baik daripada metode pembelajaran
Inquiry Terbimbing pada materi Termokimia terhadap prestasi belajar siswa aspek
kognitif dan afektif. Hal ini sesuai dengan teori bahwa metode merupakan faktor
eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.
2. Hipotesis Kedua
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi tiga jalan dengan sel
tak sama aspek kognitif diperoleh Sig. kreativitas = 0,002 < 0,05, maka Ho
(kreativitas tidak berpengaruh terhadap prestasi kognitif) ditolak. Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
untuk aspek afektif diperoleh Sig. kreativitas = 0,037 < 0,05, maka Ho (kreativitas
tidak berpengaruh terhadap prestasi afektif) ditolak. Dari uji lanjut pasca anava
untuk prestasi afektif dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara kreativitas tinggi dan rendah terhadap prestasi afektif siswa.
Kreativititas merupakan penunjang dalam proses pembelajaran. Kreativitas
sebagai faktor internal siswa yang banyak dipengaruhi atau dapat muncul oleh
faktor eksternal siswa, seperti kondisi sekolah, guru dan keluarga yang harus
diharmonisasikan untuk tujuan pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat
mengharmonisasikan konteks atau faktor eksternal adalah model pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) melalui metode proyek dan inquiry,
sehingga kreativitas yang beraneka ragam pada awal pembelajaran dapat
terharmonisasikan oleh model pembelajaran tersebut. Selain itu, kreativitas juga
menuntut keberanian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Korgel, Brian A
(2002) ditemukan bahwa siswa akan berusaha untuk mengeksplorasi
pengetahuannya dikarenakan mereka takut salah. Dengan begitu, siswa yang
memiliki kreaativitas tinggi tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang
sudah mereka pahami, sebab dihantui oleh perasaan takut salah yang kemudian
muncul keberanian pada siswa.
Pada prestasi kognitif, kreativitas tinggi maupun rendah memberikan
pengaruh yang sama dan signifikan terhadap prestasi kognitif. Dari data Tabel
4.10 diketahui bahwa rataan prestasi kognitif siswa yang mempunyai kreativitas
rendah lebih kecil daripada rataan prestasi siswa yang mempunyai kreativitas
tinggi. Kesimpulan yang diperoleh dari data tersebut adalah ada perbedaan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
signifikan pada prestasi belajar kognitif yang ditinjau dari kreativitas tinggi dan
kreativitas rendah atau dengan kata lain bahwa prestasi belajar kognitif
dipengaruhi oleh kreativitas tinggi atau rendah siswa.
Pada prestasi afektif, kreativitas siswa baik tinggi maupun rendah
memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi afektif. Dari data Tabel 4.13
menjelaskan bahwa siswa yang mempunyai kreativitas tinggi rataan prestasi
afektifnya lebih besar dibandingkan rataan prestasi afektif siswa yang mempunyai
kreativitas rendah.
3. Hipotesis Ketiga
Dari anava tiga jalan dengan sel tak sama aspek kognitif diperoleh Sig.
Sikap Ilmiah = 0,000 < 0,05, maka Ho (Sikap Ilmiah tidak berpengaruh terhadap
prestasi kognitif) ditolak, (Sig. < 0,05 Ho ditolak) dan untuk aspek afektif
diperoleh Sig. Sikap Ilmiah = 0,011 < 0,05, maka Ho (Sikap Ilmiah tidak
berpengaruh terhadap afektif) ditolak. Dari uji lanjut pasca anava dapat dilihat
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara aktivitas tinggi dan rendah
terhadap prestasi afektif siswa pada materi Termokimia.
Pada prestasi kognitif, Sikap Ilmiah siswa baik tinggi maupun rendah tidak
memberikan pengaruh yang sama terhasdap prestasi kognitif. Dari data Tabel 4.11
menjelaskan bahwa siswa yang mempunyai Sikap Ilmiah tinggi rataan prestasi
kognitifnya lebih besar dibandingkan rataan prestasi kognitif siswa yang
mempunyai Sikap Ilmiah rendah. Sikap Ilmiah siswa adalah kegiatan belajar yang
dilakukan siswa dengan cara mengamati sendiri, pengalaman sendiri, menyelidiki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
sendiri dan bekerja secara aktif dengan fasilitas yang diciptakan sendiri untuk
berkembang sendiri dengan bimbingan dan pengamatan dari guru. Sikap Ilmiah
siswa dapat ditingkatkan dengan penciptaan proses pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat menggali dan meningkatkan Sikap Ilmiahnya.
Dengan metode pembelajaran yang memotivasi dan meningkatkan Sikap Ilmiah
siswa dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Siswa yang memiliki Sikap
Ilmiah tinggi akan selalu aktif dalam proses pembelajaran dan memiliki motivasi
yang besar dalam belajar sehingga mereka dapat mempelajari materi pelajaran
tersebut dengan baik dan prestasi belajarnya juga akan baik. Sementara itu siswa
yang mempunyai Sikap Ilmiah rendah akan berusaha aktif dan berkemauan keras
dalam belajar sehingga dapat menguasai materi Termokimia. Hal ini menjelaskan
bahwa siswa dengan aktivitas tinggi maupun rendah tidak memberikan pengaruh
yang sama terhadap prestasi kognitif.
Pada prestasi afektif, Sikap Ilmiah siswa baik tinggi maupun rendah
memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi afektif. Dari data Tabel 4.14
menjelaskan bahwa siswa yang mempunyai Sikap Ilmiah tinggi rataan prestasi
afektifnya lebih besar dibandingkan rataan prestasi afektif siswa yang mempunyai
Sikap Ilmiah rendah pada materi termokimia. Sikap Ilmiah siswa merupakan salah
satu faktor intern yang dapat menentukan keberhasilan belajar seorang siswa.
Apalagi dalam model pembelajaran dengan metode proyek dan inquiry terbimbing
yang menekankan interaksi dan kerjasama antar anggota kelompok, Sikap Ilmiah
sangat diperlukan agar siswa memotivasi dirinya untuk dapat memahami materi
yang sedang dipelajari. Siswa yang memiliki Sikap Ilmiah tinggi akan lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
mudah dalam menguasai dan menjelaskan materi pelajaran kepada teman
sekelompoknya, guru dan kelompok lainnya sehingga siswa yang mempunyai
Sikap Ilmiah tinggi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi,
sementara itu siswa yang mempunyai Sikap Ilmiah rendah akan mengalami
kesulitan dalam belajar sehingga sulit menguasai materi Termokimia. Hal ini
menjelaskan bahwa siswa dengan aktivitas tinggi maupun rendah memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kemauan untuk menerima pelajaran, perhatian
terhadap penjelasan guru, kemauan untuk mempelajari materi pelajaran, kemauan
untuk menerapkan hasil pelajaran dan lain-lain.
4. Hipotesis Keempat
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi tiga jalan dengan sel
tak sama aspek kognitif diperoleh Sig. interaksi metode dan kreativitas = 0,591 >
0,05, maka Ho (tidak terdapat interaksi metode dan kreativitas terhadap prestasi
kognitif) diterima, dan untuk aspek afektif diperoleh Sig. interaksi metode dan
kreativitas = 0,878 > 0,05, maka Ho (tidak terdapat interaksi metode dan
kreativitas terhadap prestasi afektif) diterima.
Dari data Tabel 4.17 menjelaskan bahwa siswa yang mempunyai
kreativitas tinggi jika diajar dengan metode Metode Proyek rataan prestasi
kognitifnya lebih besar dibandingkan yang diajar dengan metode Inquiry
Terbimbing. Demikian pula pada siswa yang memiliki kreativitas rendah.
Sedangkan pada prestasi afektif, dari data Tabel 4.18 diketahui bahwa
siswa yang mempunyai kreativitas tinggi jika diajar dengan metode Metode
Proyek rataan prestasi afektifnya lebih besar dibandingkan yang diajar dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
metode Inquiry Terbimbing. Demikian pula pada siswa yang memiliki kreativitas
rendah. Sedangkan apabila dilihat dari metode yang digunakan, siswa yang diajar
dengan metode Metode Proyek memiliki rataan prestasi afektif yang lebih baik
jika memiliki kreativitas tinggi daripada siswa yang memiliki kreativitas rendah.
Demikian pula pada kelompok siswa yang diajar dengan metode Inquiry
Terbimbing.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi interaksi antara metode
pembelajaran dengan kreativitas. Artinya tingkat kreativitas dan penggunaan
metode pembelajaran mempunyai pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar
kimia Termokimia. Hal ini dimungkinkan karena banyak faktor yang dapat
mempengaruhi proses pencapaian prestasi belajar baik dalam maupun luar diri
siswa diluar faktor metode pembelajaran, kreativitas dan Sikap Ilmiah siswa yang
digunakan dalam penelitian ini, serta masih banyak keterbatasan dalam penelitian
ini sehingga peneliti tidak dapat mengontrol faktor-faktor tersebut di luar kegiatan
belajar mengajar.
5. Hipotesis Kelima
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi tiga jalan dengan sel
tak sama aspek kognitif diperoleh Sig. interaksi metode dan Sikap Ilmiah = 0,345
> 0,05, maka Ho (tidak terdapat interaksi metode dan Sikap Ilmiah terhadap
prestasi kognitif) diterima, dan aspek afektif diperoleh Sig. interaksi metode dan
Sikap Ilmiah = 0,805 > 0,05, maka Ho (tidak terdapat interaksi metode dan Sikap
Ilmiah terhadap prestasi afektif) diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
tidak ada interaksi antara penggunaan metode pembelajaran dengan Sikap Ilmiah
siswa terhadap prestasi belajar siswa aspek kognitif dan afektif.
Dari data Tabel 4.19 menjelaskan bahwa siswa yang mempunyai Sikap
Ilmiah tinggi jika diajar dengan metode Metode Proyek rataan prestasi kognitifnya
lebih besar dibandingkan yang diajar dengan metode Inquiry Terbimbing.
Demikian pula pada siswa yang memiliki Sikap Ilmiah rendah.
Sedangkan pada prestasi afektif, dari data Tabel 4.20 diketahui bahwa
siswa yang mempunyai Sikap Ilmiah tinggi jika diajar dengan metode Metode
Proyek rataan prestasi afektifnya lebih besar dibandingkan yang diajar dengan
metode Inquiry Terbimbing. Demikian pula pada siswa yang memiliki Sikap
Ilmiah rendah. Sedangkan apabila dilihat dari metode yang digunakan, siswa yang
diajar dengan metode Metode Proyek akan memiliki rataan prestasi afektif yang
lebih baik jika memiliki Sikap Ilmiah tinggi daripada siswa yang memiliki Sikap
Ilmiah rendah. Demikian pula pada kelompok siswa yang diajar dengan metode
Inquiry Terbimbing.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi interaksi antara metode
pembelajaran dengan Sikap Ilmiah siswa. Artinya tingkat Sikap Ilmiah dan
penggunaan metode pembelajaran mempunyai pengaruh sendiri-sendiri terhadap
prestasi belajar kimia pada materi Termokimia. Hal ini dimungkinkan karena
banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses pencapaian prestasi belajar baik
dalam maupun luar diri siswa diluar faktor metode pembelajaran, kreativitas dan
Sikap Ilmiah siswa yang digunakan dalam penelitian ini, serta masih banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
keterbatasan dalam penelitian ini sehingga peneliti tidak dapat mengontrol faktor-
faktor tersebut di luar kegiatan belajar mengajar.
6. Hipotesis Keenam
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi tiga jalan dengan sel
tak sama aspek kognitif diperoleh Sig. interaksi kreativitas dan Sikap Ilmiah =
0,713 > 0,05, maka Ho (tidak terdapat interaksi kreativitas dan Sikap Ilmiah
terhadap prestasi kognitif) diterima, dan aspek afektif diperoleh Sig. interaksi
kreativitas dan Sikap Ilmiah = 0,932 > 0,05, maka Ho (tidak terdapat interaksi
kreativitas dan Sikap Ilmiah terhadap prestasi afektif) diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada interaksi antara kreativitas dan Sikap Ilmiah siswa
terhadap prestasi belajar siswa aspek kognitif dan afektif.
Berdasarkan Tabel 4.21, rata-rata prestasi kognitif siswa yang memiliki
kreativitas tinggi dengan Sikap Ilmiah tinggi dan rendah berturut-turut adalah
77,88 dan 72,82, dan untuk siswa yang memiliki kreativitas rendah dengan Sikap
Ilmiah tinggi dan rendah berturut-turut adalah 67,68 dan 66,60. Sedangkan untuk
prestasi belajar afektif ditunjukkan pada Tabel 4.22, siswa yang memiliki
kreativitas tinggi dengan Sikap Ilmiah tinggi dan rendah berturut- turut memiliki
rata-rata 97,76 dan 93,85, dan untuk siswa yang memiliki kreativitas rendah
dengan Sikap Ilmiah tinggi dan rendah memiliki rata-rata berturut-turut 98,42 dan
97,75.
Pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh yang signifikan antara
kreativitas dan Sikap Ilmiah siswa terhadap prestasi kognitif dan afektif. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa siswa yang mempunyai kreativitas tinggi maupun rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
dengan Sikap Ilmiah tinggi ataupun rendah dapat membentuk konsep yang sama
pada diri siswa, yang ditunjukkan dengan sikap siswa pada saat proses
pembelajaran. Siswa yang memiliki kreativitas tinggi dengan Sikap Ilmiah yang
tinggi maupun rendah tetap dapat mengikuti proses belajar dikelas dengan baik,
begitu pula siswa yang memiliki kreativitas rendah dengan Sikap Ilmiah yang
tinggi maupun rendah tetap dapat mengikuti proses belajar dengan baik.
7. Hipotesis Ketujuh
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi tiga jalan dengan sel
tak sama aspek kognitif diperoleh Sig. interaksi metode, kreativitas serta Sikap
Ilmiah = 0,866 > 0,05, maka Ho (tidak terdapat interaksi metode, kreativitas serta
Sikap Ilmiah terhadap prestasi kognitif) diterima, dan untuk aspek afektif
diperoleh Sig. interaksi metode, kreativitas serta Sikap Ilmiah = 0,905 > 0,05,
maka Ho (tidak terdapat interaksi metode, kreativitas serta Sikap Ilmiah terhadap
prestasi afektif) diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
interaksi metode, kreativitas serta Sikap Ilmiah terhadap prestasi kognitif dan
afektif.
E. Keterbatasan Penelitian
Meskipun penelitian ini telah direncanakan dengan optimal dan telah
melalui proses evaluasi namun tetap tidak dapat luput dari keterbatasan. Adapun
beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam melaksanakan penelitian ini antara
lain: (1) Kreativitas dan Sikap Ilmiah siswa hanya dikategorikan ke dalam dua
kelompok saja, yaitu tinggi dan rendah. Peneliti tidak melibatkan kategori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
sedang. Hal ini mungkin sedikit berpengaruh terhadap hasil penelitian; (2)
Instrumen yang digunakan untuk menilai prestasi afektif siswa, kreativitas dan
Sikap Ilmiah hanya berupa angket. Penggunaan angket menuntut adanya
kejujuran dalam pengisian untuk mengungkap karakteristik diri sendiri. Peneliti
hanya bisa mengantisipasi jawaban siswa tidak berasal dari jawaban temannya
atau kerjasama. Peneliti tidak bisa menjamin jawaban siswa benar-benar jujur
seperti apa yang ada dalam pertanyaan dan pernyataan angket; (3) Dalam soal try
out, soal mudah dan sukar belum proposional karena Suatu instrumen tes
dikatakan memiliki distribusi tingkat kesukaran soal yang baik jika soal dengan
kategori sedang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan soal kategori sulit
dan mudah dimana jumlah soal mudah seimbang dengan jumlah soal sulit.
Sebagai gambaran, distribusi tingkat kesukaran instrumen tes yang baik harus
mengikuti bentuk kurva normal; (4) Dalam analisa tryout, masih ada beberapa
soal yang daya bedanya tidak baik yang digunakan dalam soal. Hal ini
menyebabkan soal yang dipakai dalam penelitian masih kurang baik kurang baik
karena daya bedanya belum bisa untuk membedakan kemampuan siswa yang
pandai dengan yang kurang pandai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dengan memperhatikan latar belakang masalah, rumusan masalah,kajian
teori, hipotesis sampai pengujian hipotesis, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pembelajaran koloid yang menggunakan pendekatan pembelajaran CTL (
Contextual Teaching and Learning ) melalui metode proyek dan inquiry
terbimbing dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Berdasarkan data
yang dikumpulkan dan dianalisis seperti pembahasan sebelumnya, dapat
disimpulkan :
1. Dari hasil penelitian, siswa yang mendapat perlakuan dengan metode
pembelajaran Metode Proyek mempunyai rataan prestasi kognitif (73,84)
lebih besar dibandingkan rataan prestasi kognitif dengan metode
pembelajaran Inquiry Terbimbing (70,86), sedangkan untuk prestasi belajar
afektif yang diajar menggunakan metode Metode Proyek (100,00) lebih besar
dari pada rataan prestasi afektif yang diajar menggunakan metode Inquiry
Terbimbing (95,44). Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
penggunaan metode pembelajaran Metode Proyek dan Inquiry Terbimbing
terhadap prestasi belajar kimia baik kognitif maupun afektif pada materi
Termokimia kelas XI semester gasal SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun
pelajaran 2011/2012.
2. Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa siswa yang mempunyai kreativitas
tinggi rataan prestasi kognitifnya (75,35) lebih tinggi dibandingkan rataan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
prestasi kognitif siswa yang mempunyai kreativitas rendah (69,77), dan untuk
prestasi belajar afektif yang mempunyai kreativitas tinggi (99,68) lebih besar
dari pada rataan prestasi siswa yang mempunyai kreativitas rendah (96,06).
Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh kreativitas tinggi dan rendah
terhadap prestasi kognitif dan terdapat pengaruh kreativitas tinggi dan rendah
terhadap prestasi afektif belajar kimia, akan tetapi tidak signifikan antara
kreativitas tinggi dan rendah terhadap prestasi afektif belajar kimia pada
materi Termokimia kelas XI semester gasal SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun
pelajaran 2011/2012.
3. Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa siswa yang memiliki sikap ilmiah
tinggi rataan prestasi kognitifnya (75,36) lebih tinggi dibandingkan rataan
prestasi kognitif siswa yang mempunyai sikap ilmiah rendah (69,46),
sedangkan untuk prestasi belajar afektif yang mempunyai sikap ilmiah tinggi
(99,92) lebih besar dari pada rataan prestasi siswa yang mempunyai sikap
ilmiah rendah (95,65). Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh sikap
ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi kognitif belajar kimia, dan terdapat
pengaruh sikap ilmiah tinggi dan rendah terhadap prestasi afektif belajar
kimia pada materi Termokimia kelas XI semester gasal SMA Negeri 1
Sukoharjo tahun pelajaran 2011/2012.
4. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa tidak ada interaksi antara metode
pembelajaran Metode Proyek dan Inquiry Terbimbing serta tinggi rendahnya
kreativitas siswa terhadap prestasi belajar kimia baik kognitif maupun afektif
materi Termokimia kelas XI semester gasal SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
pelajaran 2011/2012. Artinya tingkat kreativitas dan penggunaan metode
pembelajaran mempunyai pengaruh sendiri-sendiri terhadap prestasi belajar
kimia termokimia.
5. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa tidak ada interaksi antara metode
pembelajaran Metode Proyek dan Inquiry Terbimbing serta tinggi rendahnya
sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kimia baik kognitif maupun
afektif materi Termokimia kelas XI semester gasal SMA Negeri 1 Sukoharjo
tahun pelajaran 2011/2012. Artinya tingkat sikap ilmiah dan penggunaan
metode pembelajaran mempunyai pengaruh sendiri-sendiri terhadap prestasi
belajar kimia termokimia.
6. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa tidak ada interaksi antara tinggi
rendahnya kreativitas serta tinggi rendahnya sikap ilmiah siswa terhadap
prestasi belajar kimia baik kognitif maupun afektif materi Termokimia kelas
XI semester gasal SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun pelajaran 2011/2012.
Artinya tingkat kreativitas dan tingkat sikap ilmiah siswa mempunyai
pengaruh sendiri-sendiri terhadap prestasi belajar kimia termokimia.
7. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa tidak ada interaksi antara metode
pembelajaran Metode Proyek dan Inquiry Terbimbing, tinggi rendahnya
kreativitas dan tinggi rendahnya sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar
kimia baik kognitif maupun afektif materi Termokimia kelas XI semester
gasal SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun pelajaran 2011/2012. Artinya tingkat
kreativitas, tingkat sikap ilmiah dan penggunaan metode pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
mempunyai pengaruh sendiri-sendiri terhadap prestasi belajar kimia
termokimia.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, implikasi yang dapat peneliti sampaikan:
1. Implikasi Teoritis
a. Pengunaan model pembelajaran Metode Proyek dapat diterapkan pada
pembelajaran kimia materi termokimia sehingga mempermudah siswa dalam
mempelajari dan menguasai materi tersebut.
b. Pembelajaran kimia dengan pendekatan Contextual Teaching And Learning
(CTL) melalui Metode Proyek dan Inquiry Terbimbing dapat diterapkan pada
siswa dengan kreativitas dan sikap ilmiah tinggi maupun siswa dengan
kreativitas dan sikap ilmiah rendah.
2. Implikasi Praktis
a. Untuk mengajar materi termokimia sebaiknya menggunakan pendekatan
Contextual Teaching And Learning (CTL) melalui Metode Proyek.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pembelajaran dengan
metode Metode Proyek lebih baik dibandingkan dengan metode Inquiry
Terbimbing pada pembelajaran kimia materi termokimia.
b. Sikap ilmiah dan kreativitas merupakan siswa merupakan potensi yang
dimiliki oleh siswa sehingga apabila potensi ini mampu dikembangkan oleh
siswa diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa itu sendiri. Guru
harus memahami bahwa setiap siswa memiliki sikap ilmiah dan kreativitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
yang berbeda-beda sehingga dalam pembelajaran di kelas maupun di luar
kelas, guru dapat menggunakan berbagai pendekatan atau metode
pembelajaran seperti pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL).
Guru tidak boleh berperan sebagai hakim akan tetapi harus berperan sebagai
mediator atau fasilitator yang bertugas untuk menjembatani atau memberi
kemudahan bagi siswa untuk mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dalam penelitian ini, maka penulis
mengajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi Guru
a. Dalam penggunaan metode pembelajaran Metode Proyek, hendaknya
dilakukan dengan persiapan yang matang, sehingga pembelajaran dapat
berjalan lancar sesuai dengan rencana. Beberapa hal yang perlu disiapkan
dalam penggunaan metode pembelajaran Metode Proyek antara lain: 1)
Siapkan semua media pembelajaran yang akan digunakan, seperti LKS, 2)
Kuasai materi yang akan disampaikan, 3) Bagi kelompok seheterogen
mungkin sehingga terjadi interaksi siswa diantara kelompoknya.
b. Mengingat adanya perbedaan hasil belajar yang signifikan pada siswa yang
diberi perlakuan metode Proyek lebih baik daripada metode Inquiry
terbimbing pada materi Termokimia, maka guru hendaknya menjadikan hasil
penelitian ini sebagai salah satu referensi untuk menggunakan metode inquiry
terbimbing dalam KBM termokimia karena pada karakter materi tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
siswa benar-benar melakukan identifikasi masalah, membuat atau
memecahkan masalah, eksperimen, mencatat data, menganalisis, membuat
laporan hingga presentasi dan diskusi.
c. Agar penerapan pembelajaran metode proyek berhasil dalam KBM
Termokimia hendaknya guru : menganalisis kemampuan ilmiah siswa karena
keberhasilan metode ini bergantung dari kebiasaan siswa yang kemampuan
ilmiahnya bagus dan juga kreativitas siswa yang memiliki cara berfikir kritis,
mampu memecahkan masalah dengan baik dan kecerdasan emosi yang tinggi.
Selain itu hendaknya mempersiapkan semua instrumen pembelajaran yang
akan digunakan sehingga pembelajaran dapat berjalan
2. Bagi Peneliti Berikutnya
a. Hendaknya metode yang digunakan dalam penelitian dicoba terlebih dahulu
agar kita mengetahui kelemahan dan mengetahui kesiapan dalam
menyampaikan materi.
b. Perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor lain yang berpengaruh
terhadap prestasi belajar , sehingga dapat menambah pengetahuan guru dalam
upaya meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian yang
sejenis, dengan materi/konsep lain dan dapat dikembangkan dengan
menambah variabel-variabel lainnya.
d. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menambah variabel yang lain,
misalnya: aktivitas belajar, motivasi belajar, kemampuan awal dan lain
sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
e. Sebagai upaya peningkatan kreativitas dan sikap ilmiah maka peneliti perlu
melakukan pengukuran untuk kreativitas dan sikap ilmiah siswa dan usaha-
usaha peningkatan kreativitas dengan pendekatan 4P, antara lain: (1) Pribadi.
Dari pribadi yang unik inilah diharapkan timbul ide ide baru dan produk
produk yang inovatif; (2) Pendorong. Untuk mewujudkan bakat kreatif siswa
diperlukan dorongan dan dukungan dari lingkungan (motivasi eksternal) yang
berupa apresiasi, dukungan, pemberian penghargaan, pujian, insentif, dan
dorongan dari dalam diri siswa sendiri (motivasi internal) untuk
menghasilkan sesuatu; (3) Proses. Untuk meningkatkan kreativitas siswa, ia
perlu diberi kesempatan untuk bersibuk secara aktif. Pendidik hendaknya
dapat merangsang siswa untuk melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan
kreatif; (4) Produk. Pendidik menghargai produk kreatifitas anak dan
mengkomunikasikannya kepada yang lain. Dan usaha-usaha peningkatan
sikap ilmiah antara lain: (1). Penilaian atas belajar peneliti perlu lebih
memerhatikan pada kegiatan yang dilakukan daripada hasil yang dicapai; (3).
Peneliti harus mampu dan diberi peluang serta kemungkinan untuk mengelola
tugas belajar yang berbeda; (4). Tersedianya sarana dan anggaran yang cukup
untuk terlaksananya berbagai metode ilmiah. Penerapan berbagai metode ini
akan memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi tumbuh dan
body of knowledge
begitu pesat dan banyak, maka tidak mungkin seseorang menguasainya. Oleh
karena itu tujuan belajar seharusnya diarahkan pada kemampuan belajar
untuk belajar (learning to learn).