iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/download-file.pdf · penerbit polinema press,...

262

Upload: dothuy

Post on 01-May-2019

317 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)
Page 2: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

ii ProsIding

Page 3: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

iii ProsIding

PROSIDING

(Seminar Nasional Isu-isu Kontemporer

dalam Upaya Tri Dharma Perguruan Tinggi)

Hak Cipta ©Hak ada pada penulisnya

Hak Terbit pada POLINEMA PRESS

Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141

Telp. (0341) 404424, 404425

Fax. (0341) 404420

UPT. Percetakan dan Penerbitan Gedung AU ground floor

[email protected]

www.polinemapress.org

press.polinema.ac.id

Anggota APPTI (Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia) no. 207/KTA/2016

Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) no.

177/JTI/2017

Cetakan Pertama, Oktober 2017

ISSN : 2614-5200

xiii; 254 hlm.; 15,5 x 23 cm

Setting & Layout : Fanda Nuriansyah, SE.

Cover Design : S. Haryanto

Editor : 1. Bambang D. Prasetyo 2. Zulkarnain Nasution

3. Dr. Mohammad Sinal, S.H.,M.H., M.Pd

4. Abdul Muqit

Steering Committee : 1. Darsono Wisadirana

2. Tundung SUbali Patma

3. Stefanus Yufra Taneo

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini

dalam bentuk dan dengan cara apapun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit. Pengutipan harap menyebutkan sumber.

Page 4: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

iv ProsIding

Sanksi Pelanggaran Pasal 113

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

Tentang Hak Cipta

1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak

ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana

penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak

ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan

Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3

(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin

Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak

ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan

Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4

(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar

rupiah).

Page 5: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

v ProsIding

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakaatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa

taala, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya

kepada kita, sehingga dapat menyelenggarakan Seminar Nasional

dengan tema “Isu-Isu Kontemporer dalam Upaya Penguatan Tri

Dharma Perguruan Tinggi”. Seminar nasional ini merupakan

kegiatan yang diselenggarakan Asosia Dosen Indonesia (ADI) Jawa

Timur.

Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan seminar adalah ingin

menghimpun informasi dan menyatukan pemikiran, gagasan, dan

solusi kreatif terkait Tri Dharma Perguruan Tinggi meliputi:

pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada

masyarakat.

Peran strategis pendidikan dalam menyiapkan kemampuan

ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) bangsa, serta dengan

demikian mendorong kemajuan bangsa. Pentingnya lain dari

pendidikan, yaitu perannya dalam mendukung kemajuan bangsa

melalui dukungannya dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan

politik. Melalui pendidikan kita dapat menanamkan sikap yang pas

dan memberikan bekal kompetensi yang diperlukan kepada

manusia-manusia yang menjalankan fungsi institusi-institusi yang

menentukan kemajuan bangsa.

Penelitian dan pengembangan adalah aktivitas jantungnya

civitas akademik. Perguruan tinggi tanpa adanya penelitian akan

dianggap sebagai perguruan tinggi yang tidak produktif. Pentingnya

sebuah penelitan dan pengembangan juga terletak pada

Page 6: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

vi ProsIding

updatenya keilmuan. Kampus dituntut menjadi problem

solving sehingga mau tidak mau harus lebih cepat merespon isu-isu

global, memberikan pencerahan, penjelasan dan sikap yang tepat

untuk masyarakat mengenai apa yang sedang terjadi. Mengingat

derasnya arus perkembangan zaman yang sering berubah, sebuah

penelitian biasanya belum tentu dapat dipraktikkan. Oleh sebab itu,

adanya penelitian dan pengembangan diikhtiarkan dapat menjadi

penelitian yang bisa secara riil menyelesaikan masalah.

Pengabdian inilah yang menuntut para akademisi untuk

mempraktikkan ilmu-ilmu yang telah dipelajari di kampus. Oleh

sebab itu, seorang akademisi benar-benar harus menjadi teladan bagi

para akademisi lainnya terkhusus kepada masyarakat yang notabene

adalah warga yang bias hidup bersama sehari-hari.

Akhir kata, semoga kegiatan seminar nasional ini

mendapatkan ridha dari Allah Subhanahi wa taala, dan memiliki

manfaat yang besar untuk penyelenggaraan dan peningkatan kualitas

pendidikan. Kami mengucapkan terima kasih yang setinggi-

tingginya kepada segenap jajaran panitia, pemateri, partisipasi,

peserta, dan seluruh komponen yang mendukung terhadap

pelaksanaan kegiatan seminar nasional ini.

Wassalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Salam sejahtera untuk kita semua

Malang, 25 September 2017

Ketua ADI Wilayah Jatim,

Prof. Dr. H. Darsono Wisadirana, MS

Page 7: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

vii ProsIding

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

PERAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN DALAM

MENGURANGI KESMISKINAN DI INDONESIA

Nurhajati 1 – 16

PENINGKATAN JABATAN AKADEMIK DAN PANGKAT

DOSEN BERBASIS PUBLIKASI HASIL PENELITIAN

Zulkarnain Nasution 17 – 30

SELF-DIRECTED LEARNING AS A MEANS TO ENHANCE

EFL LERNER’S AUTONOMY ACROSS GENDERS

Aulia Nourma Putri & Nur Salam 31 – 63

PENGARUH REPUTASI DAN RELATIONSHIP VALUE

TERHADAP KEPERCAYAAN MITRA ALIANSI PADA

INDUSTRI PARIWISATA

Ratih Juliati 64 – 84

PROGRAM MAHASISEA MENGAJAR: PERAN LEARNING

RESOURCES MUSYRIF MA’HAD UIN MALANG

Umi Machmudah 85 – 101

STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN STOP-SIT DESA

WISATA DALAM KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT

LPPM UNIVERSITAS ISLAM BALITAR BLITAR DI KAMPUNG

ANGGREK DESA SEMPU KECAMATAN NGANCAR

KABUPATEN KEDIRI

Andiwi Meifilina 102 - 113

PENGUATAN SOFT SKILL BERBASIS RELIGIUS DALAM

MEWUJUDKAN CALON GURU KOMPETITIF DI ERA

GLOBAL

Indah Aminatuz Zuhriyah 114 - 131

PENGARUH LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA DAN

MOTIVASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA MAN 2

BATU PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI

Ni’matuz Zuhroh 132 - 147

Page 8: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

viii ProsIding

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN HYPERTEXT DAN

HYPERMEDIA DENGAN BLENDED LEARNING TERHADAP

HASIL BELAJAR

Samsul Susilawati 148 - 170

OPTIMALISASI MANAJEMEN MUTU KELEMBAGAAN

MELALUI AUDIT KOMUNIKASI ORGANISASI DALAM

MENINGKATKAN REPUTASI PERGURUAN TINGGI

Bambang D. Prasetyo 171 - 184

PENERAPAN METODE SERVEQUAL (SERVICE QUALITY/

KUALITAS LAYANAN) UNTUK PENINGKATAN KUALITAS

LAYANAN TERHADAP KEPUASAN JEMAAT DI KALANGAN

REMAJA DAN PEMUDA YAYASAN ABC

Bambang Sugiyono Agus Purwono 185 - 197

MEMBANGUN BASIS MANAJEMEN EKONOMI PROFETIK

Afif Hasan 198 - 208

ANALISIS DEKONSTRUKSI PADA NOVEL ORANG-ORANG

PROYEK KARYA AHMAD TOHARI

Abd.Muqit 209 - 226

PENGARUH DINNING ATMOSPHERE TERHADAP

KEPUASAN PENGUNJUNG

Sunarti 227 - 241

IMPLEMENTASI TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI

DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL

Mohamad Sinal 242 - 254

Page 9: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

1 ProsIding

PERAN PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN

DALAM PENGURANGI KEMISKINAN DI

INDONESIA

Oleh

Prof. Dr. Nurhajati, S.E., M.S.

Guru Besar Ilmu Ekonomi, Universitas Islam Malang dan

Pengurus KADIN Kota Malang

E-mail: [email protected]

Abstrak: Tenaga kerja terdidik lulusan perguruan juga mengalami

persoalan yang sama dengan permasalahan umum bangsa Indonesia.

Jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi (diploma dan sarjana)

relatif besar. Angka partisipasi pendidikan tinggi makin meningkat

dari tahun ke tahun. Artinya, pengangguran terdidik juga akan makin

bertambah, yang pada akhirnya meningkatkan jumlah pengangguran

di Indonesia. Melihat pentingnya peran kewirausahaan dalam

mengurangi kemiskinan maka pemerintah telah melakukan berbagai

upaya untuk menggalakkan kewirausahaan di Indonesia. Pada tahun

1995 Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4

tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan

Kewirausahaan. Tujuan penulisan: Menganalisis makna kemiskinan,

kaitan kewirausahaan dan kemiskinan, pendidikan kewirausahaan,

dan pengembangan kompetensi kewirausahaan dengan peran

perguruan tinggi. Kesimpulan: (1) Keberhasilan pendidikan

kewirausahaan sangat bergantung pada kerjasama semua pihak:

peserta didik, pengajar, institusi pendidikan, pemerintah, orang tua,

dan sector swasta yang mendukung iklim kewirausahaan, (2)

Pendidikan kewirausahaan seharusnya dimulai sejak dini sehingga

jiwa kewirausahaan dapat dikembangkan sesuai dengan bakat dan

minat generasi muda, (3) Perguruan tinggi sebagai jenjang pendidikan

terakhir memiliki tanggungjawab yang besar untuk membentuk dan

menghasilkan generasi muda yang mandiri, (4) Kemandirian lulusan

tidak hanya berguna untuk diri sendiri tetapi untuk masyarakat luas

serta bangsa dan negara melalui penciptaan lapangan kerja untuk

mengurangi pengangguran dan akhirnya mengurangi kemiskinan.

Kata kunci: Pendidikan, kewirausahaan, kemiskinan.

Page 10: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

2 ProsIding

A. Pendahuluan

Salah satu masalah utama yang dihadapi bangsa Indonesia saat

ini adalah besarnya jumlah penduduk miskin dan tingginya angka

pengangguran.Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan

bahwa penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan

pada bulan September tahun 2012 adalah 28,59 juta atau 11,66%.

Pada saat yang sama, dari jumlah angkatan kerja yang mencapai

118,053,110juta jumlah pengangguran sama sekali tidak bekerja

atau pengangguran terbuka mencapai 7,244,956juta atau 6,14%

(Berita Resmi Statistik September 2012).

Tenaga kerja terdidik lulusan perguruan juga mengalami

persoalan yang sama dengan permasalahan umum bangsa Indonesia.

Jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi (diploma dan

sarjana) relatif besar. Menurut BPS (2012) jumlah penganggur

lulusan perguruan tinggi selama lima tahun terakhir berkisar 8 – 13%

(Tabel 1). Proporsi ini bervariasi antar tahun karena lulusan

perguruan tinggi berlangsung sepanjang tahun.Pada awal tahun

berbeda dengan akhir tahun sebab ada lulusan yang langsung bekerja

dan ada pula yang tidak.

Tabel 1. Tingkat Pengangguran Terbuka Lulusan Perguruan

Tinggi (Diploma dan Sarjana selama 5 Tahun Terakhir

Tahun

Total

pengangguran Diploma

% terhadap

total Sarjana

%

terhadap

total

Ags.2008 9,394,515 362,683 3,86 598,318 6,37

Ags.2009 8,962,617 441,100 4,92 701,651 7,83

Ags.2010 8,319,779 443,222 5,33 710,128 8,54

Ags.2011 7,700,086 244,687 3,18 492,343 6,39

Ags.2012 7,244,956 196,780 2,72 438,210 6,05

Sumber: Data Strategis BPS (2012), diolah.

Page 11: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

3 ProsIding

Angka partisipasi pendidikan tinggi makin meningkat dari

tahun ke tahun. Artinya, pengangguran terdidik juga akan makin

bertambah, yang pada akhirnya meningkatkan jumlah pengangguran

di Indonesia. Tingginya pengangguran terdidik disebabkan

rendahnya mentalitas kewirasahaan lulusan perguruan tinggi

(Ciputra, 2007; Wijanto, 2009).Lulusan perguruan tinggi memiliki

pola pikir sebagai pencari kerja bukan pencipta kerja.Lulusan yang

bekerja ternyata sebagian besar menjadi karyawan dan sedikit yang

menjadi wirausahawan. Majalah Tempo edisi 26-27 Agustus 2007

mengungkapkan bahwa pada tahun 2006 dari seluruh lulusan

perguruan tinggi yang terserap dunia kerja, sebanyak 83,1% dari

mereka bekerja sebagai karyawan, sedangkan yang berwirausaha

hanya 5,8%. Hal ini mengindikasikan bahwa wirausaha belum

menjadi tujuan atau cita-cita mahasiswa.

Melihat pentingnya peran kewirausahaan dalam mengurangi

kemiskinan maka pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk

menggalakkan kewirausahaan di Indonesia.Pada tahun 1995

Pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4

tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan

Kewirausahaan. Pemerintah melalui Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan sejak tahun 2007 telah mengembangkan berbagai

program untuk menumbuhkan minat kewirausahaan mahasiswa,

baik melalui program kurikuler (kuliah kewirausahaan) maupun

ekstra kurikuler (magang, kuliah kerja usaha, dan lain-lain.

Jika pendidikan dipandang sebagai sebuah proses perubahan

kearah yang lebih baik: dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mau

menjadi mau, dari kurang baik menjadi lebih baik, dari tidak berdaya

menjadi berdaya, maka pendidikan kewirausahaan tidak hanya

terbatas pada pendidikan formal di perguruan tinggi. Pendidikan

Page 12: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

4 ProsIding

nonformal melalui pelatihan dan pendidikan informal dalam bentuk

pendampingan pada masyarakat secara luas, utamanya kepada

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang merupakan unit

terbanyak di Indonesia, sangat diperlukan. Pelatihan-pelatihan

kewirausahaan yang dilakukan oleh perguruan tinggi yang

berdasarkan hasil penelitian atau kajian akan lebih efektif dalam

mendorong tumbuh kembangnya kewirausahaan.

Makalah ini bertujuan mengemukakan peran perguruan tinggi

melalui kegiatan tridharma yang berfokus pada pendidikan dalam

mengurangi kemiskinan di Indonesia. Untuk itu, pembahasan

selanjutnya adalah makna dan potret kemiskinan di Indonesia,

kewirausahaan dan kemiskinan, pendidikan kewirausahaan,

pengembangan kompetensi kewirausahaan, dan penutup.

1. Makna Kemiskinan

Kemiskinan bisa dimaknai beragam oleh setiap orang atau

lembaga dari berbagai sudut pandang.Kemiskinan tidak saja

dianggap sebagai dimensi ekonomi melainkan telah meluas hingga

ke dimensi social, kesehatan, pendidikan, dan politik. Menurut

Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan adalah ketidakmampuan

memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi

kebutuhan makanan maupun non makanan. Menurut UNDP (the

United Nations Development Program), kemiskinan adalah ketidak

mampuan untuk memperluas pilihan-pilihan hidup, antara lain

dengan memasukan penilaian tidak adanya partisipasi dalam

pengambilan kebijak public sebagai salah satu indicator kemiskinan.

Pada dasarnya kemiskinan dikelompokkan kedalam dua

kategori, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Pada

B. Makna Kemiskinan

Page 13: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

5 ProsIding

kemiskinan absolut, kemiskinan dikaikan dengan perkiraan tingkat

pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan

pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan

seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian kemiskinan

diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan

tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

dasarnya yakni makanan, pakaian, dan perumahan agar dapat

menjamin kelangsungan hidupnya. Bank Dunia mendefinisikan

kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan di bawah USD

$1/hari dan kemiskinan menengah untuk pendapatan di bawah

$2/hari. Sementara Deklarasi Copenhagen menjelaskan kemiskinan

absolut sebagai sebuah kondisi yang dicirian dengan kekurangan

parah pada kebutuhan dasar manusia termasuk makanan, air minum

yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, rumah, pendidikan, dan

informasi.

Kemiskinan relatif dilihat dari aspek ketimpangan sosial

karena ada orang yang suah dapat memenuhi kebutuhan dasar

minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat

sekitarnya. Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan

golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula

jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin sehingga

kemiskinan relatif erat hubungannya dengan maslah distribusi

pendapatan.

C. Kewirausahaan dan Kemiskinan

Terdapat hubungan yang kuat antara tingkat kewirausahaan

dan penurunan tingkat kemiskinan.Analisis statistic terhadap 50

negara bagian di Amerika Serikat mengindikasikan bahwa Negara

bagian dengan persentase wirausahawan yang lebih besar memiliki

Page 14: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

6 ProsIding

tingkat penurunan kemiskinan yang lebih besar (Slivinski,

2012).Hasil analisis terhadap kondisi ekonomi Amerika Serikat

dalam kurun waktu 2001 sampai dengan 2007 menunjukkan bahwa

untuk setiap kenaikan 1% tingkat kewirausahaan diikuti dengan

penurunan tingkat kemiskinan sebesar 2%. Di negara bagian yang

kecil seperti Arizona, kenaikan tingkat kewirausahaan dari 16

menjadi 20% berarti akan ada tambahan 100.000 wirausaha baru

yang memulai bisnis.

Tujuan utama pembangunan adalah mengurangi

kemiskinan.Oleh karena itu, upaya mendorong dan meningkatkan

kewirausahaan perlu menjadi prioritas pembangunan.Menurut

David McClelland dalam Ondracek et al. (2011) suatu negara akan

mencapai tingkat kemakmuran apabila jumlah wirausahawannya

paling sedikit 2% dari jumlah penduduknya. Data berikut ini

menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara tingkat

kewirausahaan dengan kemajuan suatu bangsa:

Tabel. Tingkat Entrepreneur dari Beberapa Negara

Negara Wirausaha

Amerika Serikat 12%

Cina 10%

Jepang 10%

Singapura 7%

India 7%

Malaysia 3%

Indonesia 0,24%

Sumber: Kemenkop dan UKM, BPS, diolah

Page 15: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

7 ProsIding

Indonesia dengan jumlah penduduk sebesar 238 juta pada

tahun 2012, membutuhkan sedikitnya 4,07 juta wirausaha untuk

dapat mencapai 2% entrepreneur dari jumlah penduduk.Tidak

mudah untuk mencapai angkat entreprenenur minimal tersebut,

apabila dilihat dari tingkat pendidikan yang berhasil diselesaikan

oleh angkatan kerja di Indonesia.Data pada Tabel 1 menunjukkan

bahwa pengangguran terdidik sekitar 10%, maka sebagian besar

(90%) adalah pengangguran dengan tingkat pendidikan yang

rendah.Rendahnya tingkat pendidikan merupakan salah satu sebab

rendahnya kewirausahaan karena keterbatasan pengetahuan dan

keterampilan manajerial.

Kondisi ini menjadi salah satu dasar yang kuat bahwa

pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi maupun dari sekolah

menangah, bahkan sekolah dasar, adalah sangat penting dalam

rangka mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

D. Pendidikan Kewirausahaan

Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1995 tentang Gerakan

Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan

merumuskan kewirausaan sebagai berikut: “Kewirausahaan adalah

semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam

menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya

mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produk

baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan

pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang

lebih besar”.Pengertian ini sangat jelas ditujukan kepada semua

lapisan masyarakat Indonesia. Untuk menjadikan kewirausahaan

sebagai perilaku dalam usaha maka diperlukan suatu proses, dan

disinilah pentingnya pendidikan.

Page 16: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

8 ProsIding

Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3

menyebutkan bahwa

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab.”

Dua kata kunci dalam tujuan pendidikan nasional yang

merupakan bagian sangat penting dari kewirausahaan adalah kreatif

dan mandiri.Seorang wirausahawan adalah orang yang kreatif dalam

menciptakan dan mengembangkan sesuatu sebagai inovasi dan

tentunya mandiri di dalam menciptakan, membangun, dan/atau

mengembangkan usahanya.

Sampai dengan saat ini pendidikan kewirausahaan baru

diajarkan di perguruan tinggi, sedangkan di tingkat sekolah

menengah masih merupakan pelajaran tambahan, itupun tidak semua

sekolah menengah mengajarkan kewirausahaan.Pendidikan

kewirausahaan idealnya diajarkan sedini mungkin.Namun pada

rancangan kurikulum baru tahun 2013, pendidikan kewirausahaan

hanya diajarkan pada Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi,

sementara di sekolah dasar tidak secara eksplisit menyebut

kewirausahaan melainkan diajarkan melalui pembentukan

kreativitas anak.

Page 17: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

9 ProsIding

Pendidikan seharusnya bervisi pendidikan.Kurikulum

Pendidikan Bervisi Kewirausahaan dapat diartikan sebagai

kurikulum pendidikan yang mengajarkan kemauan dan kemampuan

kewirausahaan kepada peserta didik sejak duduk di bangku Sekolah

Dasar hingga Perguruan Tinggi secara terintegrasi, sehingga

keluarannya diharapkan dapat berwirausaha, mandiri, serta

menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya dan masyarakat.

Tujuan akhir dari gagasan Kurikulum Pendidikan Bervisi

Kewirausahaan ini adalah untuk mengatasi banyaknya

pengangguran di Indonesia. Gagasaan ini sejalan dengan hasil

pertemuan Asia Entreprenenurship Forum di Makau pada tanggal

20 September 2012 (Kompas, 21 september 2012).Forum ini digelar

oleh Enterprise Asia, sebuah lembaga nirlaba di bidang

kewirausahaan di Asia Pasifik, yang dihadiri lebih kurang 200

peserta dari kawasan Asia Pasifik.Mereka terdiri dari wakil

pemerintah, penggerak sektor usaha kecil dan menengah, serta

sejumlah ekonom.Forum ini menyimpulkan bahwa “Kewirausahaan

menjadi salah satu kunci masa depan Asia dan Pasifik.Dengan

dukungan pasar domestik yang besar dan kesempatan untuk kembali

tumbuh semakin besar ketika pasar global pulih, kewirausahaan

memberi dukungan strategis dalam mengurangi kemiskinan di

Asia.Secara esensial, kewirausahaan memiliki potensi untuk

mengurangi kemiskinan.Sebab, kewirausahaan juga mempunyai

akses untuk menumbuhkembangkan pendidikan dasar dan pelatihan

sekaligus membuka kesempatan kerja”.

Setiap keluaran dari pendidikan, diharapkan mempunyai

kemauan dan kemampuan sesuai dengan bidangnya masing-masing

untuk mengembangkan diri dengan cara berwirausaha. Sistem

pendidikan ini akan memperbaiki mental generasi muda agar tidak

Page 18: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

10 ProsIding

hanya mencari pekerjaan tetapi melatih generasi muda untuk

mengembangkan sumber daya di sekitarnya untuk kemakmurannya

sendiri dan pada akhirnya berguna untuk kemakmuran masyarakat

dan lingkungannya.

Hal-hal pokok pendidikan kewirausahaan pada berbagai

tingkat pendidikan secara singkat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kurikulum Pendidikan Bervisi Kewirausahaan

Tingkat Pendidikan Inti Pendidikan Kewirausahaan

Sekolah Dasar • Perkenalan awal tentang kewirausahaan

• Pengarahan pandangan dan pola pikir siswa

tentang kewirausahaan dan profesi lain

• Pemberian motivasi kewirausahaan kepada

siswa

Sekolah Menengah

Pertama

• Siswa mulai diberi kesempatan untuk berdiskusi

aktif tentang kewirausahaan secara teoritis

• Siswa dilatih untuk membuat proposal rencana

bisnis

Sekolah Menengah

Atas/Sekolah Kejuruan

• Penelusuran minat dan bakat siswa

• Pengembangan minat dan bakat siswa untuk

diintegrasikan pada kegiatan kewirausahaan

• Praktik kewirausahaan dan presentasi secara

kontinyu di depan forum

Perguruan Tinggi • Tahap pengembangan wirausaha secara nyata

• Pendidikan kewirausahaan yang inklusif,

dengan melibatkan berbagai pihak terkait

terutama dunia usaha dan pemerintah lokal

Sumber: Diadopsi dan diolah kembali dari Honig (2004), Ondracek

et al. (2011), Rahadian (2012)

Page 19: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

11 ProsIding

E. Pengembangan Kompetensi Kewirausahaan dan Peran

Perguruan Tinggi

Keberhasilan kewirausahaan ditentukan oleh banyak

faktor.Salah satu faktor penting yang tampaknya menjadi

penghalang berkembangnya kewirausahaan di Indonesia adalah

masih rendahnya kompetensi kewirausahaan yang dimiliki para

pelaku usaha utamanya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Inyang et al. (2007:6) menyatakan “entrepreneurial competency is

the ability to conceptualized and plan effectively; ability to manage

other individuals, ability to manage time effectively and learn new

technologies in handling business operations; and ability to adapt to

change and to handle changes in environment”.Kompetensi inilah

yang masih perlu ditingkatkan baik melalui pendidikan

kewirausahaan secara formal maupun nonformal dan informal

sehingga meningkatkan efektivitas hasil pembelajaran.

Menurut Purnomo (2009) terdapat Sembilan dimensi

kompetensi kewirausahaan, yang dibagi kedalam tiga klaster, yaitu

(1) klaster inti, terdiri dari kepemimpinan, pengambilan keputusan,

dan komunikasi; (2) klaster manajerial terdiri dari manajemen

waktu, manajemen sumber daya manusia, manajemen pemasaran

dan manajemen keuangan; dan (3) klaster etika terdiri dari etika

bisnis dan tanggung jawab sosial.

Dimensi-dimensi kompetensi pada klaster ini sangat penting

bagi seorang wirausahawan yang umumnya memiliki pandangan

atau visi yang jauh ke depan. Visi itu perlu dikomunikasikan dengan

baik kepada orang lain. Di dalam upaya pencapaian visi sangat

diperlukan kemampuan mengambil keputusan.

Dimesi-dimensi kompetensi pada klaster manajerial sangat

diperlukan dalam kegiatan operasional usaha.Kemampuan

Page 20: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

12 ProsIding

mengelola sumber daya yang digunakan sangat penting untuk

mencapai efisiensi dan efektivitas usaha yang tinggi.Dalam hal ini

seringkali waktu tidak dipandang sebagai suatu sumber daya penting

sehingga manajemen waktu masih sangat lemah.

Sebuah usaha akan berjalan dengan baik apabila ditunjang oleh

dimensi-dimensi etika, yakni etiks bisnis dan tanggung jawab sosial.

Bahkan Inyang et al. (2007: 13) secara eksplisit menyatakan “the

business operators have a responsibility to protect and improve

society, and their actions should not in anyhow endanger a

community or society”, yang intinya bahwa wirausahawan harus

mampu melindungi dan memperbaiki masyarakat.

Dimensi-dimensi kompetensi kewirausahaan tersebut di atas

seharusnya diberikan dan mendapat perhatian lebih dalam proses

pendidikan pada semua jalur pendidikan (formal, nonformal, dan

informal) dan semua jenjang pendidikan.

Perguruan Tinggi dapat berperan dalam meningkatkan

kompetensi kewirausahaan baik melalui mahasiswa maupun usaha

mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan masyarakat pada

umumnya. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun

2006 telah merumuskan model pengembangan budaya

kewirausahaan melalui kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler

seperti disajikan pada Gambar 1 dengansasarannya adalah wirausaha

mandiri bagi lulusan perguruan tinggi.

Page 21: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

13 ProsIding

Gambar 1. Model Pengembangan Budaya Kewirausahaan di

Perguruan Tinggi

Sumber: DP2M, Dikti (2006)

Pada tahun 2012 model proses pembudayaan kewirausahaan

(Gambar 2) diperluas dengan output yang diharapkan adalah

wirausaha berpendidikan tinggi dan terciptanya lembaga pengelola

kewirausahaan mahasiswa.

Sumber: Pedoman Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun

2012.

Berdasarkan model-model tersebut dan trdidharma, maka

Perguruan Tinggi dapat berperan dalam meningkatkan budaya

kewirausahaan melalui berbagai program sebagai berikut:

1. Kegiatan kurikuler: Kuliah Kewirausahaan (KWU

2. Kegiatan ekstra kurikuler:

a. Magang Kewirausahaan (MKU

b. Kuliah Kerja Usaha (KKU)

c. Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK)

d. Wira Usaha Mandiri (WUM)

e. Inkubator Wira Usaha Baru (INWUB)

Page 22: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

14 ProsIding

f. Konsultasi Bisnis dan Penempatan Kerja (KBPK)

g. Wira Usaha Mandari (WUM)

3. Pendidikan dan pelatihan (diklat)

4. Pendirian usaha baru dalam bentuk pendirian modal awal

kepada mahasiswa untuk belajar memulai usaha baru.

5. Pendampingan usaha terpadu dan berkelanjutan.

Sebenarnya program-program Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan sudah cukup lengkap dan bagus.Hal yang masih perlu

diperhatikan untuk ditingkatkan adalah monitoring dan evaluasi

terhadap efektivitas pelaksanaan program-program

tersebut.Diharapkan program-program tersebut dilaksanakan secara

intensif dan berkesinambungan, bukan bersifat parsial apalagi hanya

sekedar memenuhi program rutin tahunan.

Pada program kreativitas mahasiswa tahun 2012 telah

memasukkan UKM sebagai partner perguruan tinggi dalam

pengembangan budaya kewirausahaan.Pelaku ekonomi khususnya

usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang rendah

pendidikan formalnya, perlu dilakukan pelatihan-pelatihan dan

pendampingan dari perguruan tinggi bekerjasama dengan

pemerintah.UMKM merupakan sektor paling potensial untuk

mengurangi kemiskinan. Data Kementrian Koperasi dan Usaha

Kecil dan Menengah tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah unit

UMKM pada tahun 2011 sebanyak 55.206.444 atau 99,99% dari

total unit usaha yang ada di Indonesia, dan menyerap tenaga kerja

sebanyak 101.722.458 orang atau 97,24% dari total tenaga kerja

pada tahun 2011. Sementara usaha besar hanya 4.952 unit usaha

atau 0,01% dan menyerap tenaga kerja sebanyak 2.891.224 orang

atau 2,76% terhadap total tenaga kerja.

Page 23: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

15 ProsIding

Apabila UMKM dikelola dengan baik dan meningkatkan

hanya 25% dari UMKM (13.801.611 unit usaha) yang dikelola

dengan dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja satu orang per

unit usaha, maka akan terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja

sekitar 13,8 juta orang. Jumlah ini melebihi angka pengangguran

terbuka di Indonesia pada kondisi Agustus tahun 2011, yaitu

7.244.956.Tentu tidak semua penganggur terbuka memilih bekerja

di sektor UMKM, tetapi data ini menunjukkan potensi UMKM

dalam mengatasi pengangguran sekaligus menguransi kemiskinan di

Indonesia.

Realisisai potensi UMKM di atas sangat bergantung pada

banyak faktor dan berbagai pihak.Dalam hal ini perguruan tinggi

dapat berperan melalui tridharma perguruan tinggi. Pendidikan dan

pelatihan yang dilakukan perguruan tinggi untuk meningkatkan

keterampilan manajerial UMKM akan sangat berguna mewujudkan

sebagian potensi UMKM tersebut.

F. Penutup

Keberhasilan pendidikan kewirausahaan sangat bergantung

pada kerjasama semua pihak: peserta didik, pengajar, institusi

pendidikan, pemerintah, orang tua, dan sector swasta yang

mendukung iklim kewirausahaan.Pendidikan kewirausahaan

seharusnya dimulai sejak dini sehingga jiwa kewirausahaan dapat

dikembangkan sesuai dengan bakat dan minat generasi muda.

Perguruan Tinggi sebagai jenjang pendidikan terakhir

memiliki tanggungjawab yang besar untuk membantuk dan

menghasilkan generasi muda yang mandiri.Kemandirian lulusan

tidak hanya berguna untuk diri sendiri tetapi untuk masyarakat luas

Page 24: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

16 ProsIding

serta bangsa dan negara melalui penciptaan lapangan kerja untuk

mengurangi pengangguran dan akhirnya mengurangi kemiskinan.

G. Referensi

Badan Pusat Statistik, 2012. Berita Resmi Statistik September 2012.

Ciputra. 2007. “Entrepreneurial Education to Solve the Problem of

Poverty and Unemployment in Indonesia”, Makalah

disampaikan pada Ina-ICDF Internatioanl Seminar. Institut

Pertanian Bogor.

Honing, Benson. 2004. “Entreprenenurship Education: Toward a

Model of Contingency-Based Business Planning”, Academy of

Management Learning and Education, Vol. 3, No. 3, pp.258-

273.

Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional

Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan.

Jakarta.

Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah:

Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

(UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun 2010 – 2011.

http://www.depkop.go.id (diakses tanggal 12 Februari 2013).

Kompas, 21 September 2012. “Kewirausahaan Kurangi

Kemiskinan”.

Inyang, B.J. Oden, S.N.I & Esu, B. 2003. Essentials of Business

Communication, Calabar: Merb Publisher.

Ondracek, J., A. Bertsch, M. Saeed. 2011. “Entrepreneurship

Education: Culture’s Rise, Fall, and Unresolved Role”,

International Journal of Contemporary Research in Business,

Vol. 3, No. 5, pp.

Slivinski, Stephen. 2012. “Increasing Entrepreneurship is a Key to

Lowering Poverty Ratse”. Goldwater Institute, No. 254,

November 13, 2012.

Tempo, Edisi 26-27 Agustus 2007.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

Wijanto. 2009. Pengantr Entrepreneurship. Jakarta: Grasindo.

Page 25: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

17 ProsIding

PENINGKATAN JABATAN AKADEMIK

DAN PANGKAT DOSEN BERBASIS PUBLIKASI

HASIL PENELITIAN

Zulkarnain Nasution

Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang

Email: [email protected]

Abstrak: Dosen sebagai salah satu komponen terpenting

dalam pendidikan tinggi mempunyai peran yang sangat

penting bagi perguruan tinggi untuk menjalankan

fungsinya. Peran dan tugas pokok dosen yang semula lebih

ditekankan pada tugas mengajar menjadi pendidik

profesional dan ilmuwan dengan tugas utama

mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarkan

ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui

pendidikan/pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada

masyarakat. prestasi seorang dosen dalam penelitian dan

publikasi menjadi tolak ukur yang menggambarkan

profesionalisme dosen sebagai ilmuwan. Tujuan penulisan

artikel ini adalah sebagai berikut: (1) Mendeskripiskan

landasan hukum kenaikan pangkat/jabatan fungsional

dosen pada unsur penelitian dan publikasi ilmiah; (2)

Mendeskripsikan hasil penelitian dosen berbasis publikasi

jurnal penelitian. Kesimpulan: Pertama, Landasan hukum

yang menjadi dasar penyusunan peraturan perundang-

undangan menuntut kinerja seorang dosen dalam penelitian

dan publikasi menjadi tolak ukur utama yang

menggambarkan profesionalisme dosen sebagai ilmuwan.

Kedua, Peningkatan kinerja dosen melalui publikasi ilmiah

dilakukan oleh dosen dan secara kelembagaan oleh

perguruan tinggi didukung oleh pemerintah. Dosen

diharapkan meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan

sikap yang mendukung kemampuan publikasi karya ilmiah

untuk meningkatkan kinerjanya.

Kata kunci: Jabatan akademik, publikasi penelitian.

Page 26: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

18 ProsIding

PENDAHULUAN

Perguruan Tinggi (PT) sebagai bagian dari sistem

pendidikan nasional diharapkan mempunyai peran penting dan

strategis untuk mencapai tujuan pendidikan. Dosen sebagai salah

satu komponen terpenting dalam pendidikan tinggi mempunyai

peran yang sangat penting bagi perguruan tinggi untuk menjalankan

fungsinya. Peran dan tugas pokok dosen yang semula lebih

ditekankan pada tugas mengajar menjadi pendidik profesional dan

ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,

mengembangkan, dan menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi,

dan seni melalui pendidikan/pengajaran, penelitian dan pengabdian

kepada masyarakat.

Perubahan yang bersifat mendasar ini menuntut penyesuaian

yang bersifat mendasar pula terhadap pemahaman dan persyaratan

jabatan akademik dosen. Berdasarkan Pedoman Operasional

Penilain Angka Kredit Kenaikan Pangkat/Jabatan Akademik Dosen

(Dirjen Dikti Kemendikbud, 2014) ada 4 (empat) kompetensi dasar

yang harus dimiliki oleh seorang dosen, yakni: kompetensi

peadagogik, koptensi profesional, kompetensi kepribadian, dan

komptensi sosial. Makna dari komptensi tersebut, maka dosen

mempunyai karakteristik umum sebagai pendidik dengan ciri

pembeda utama (discriminant trait) sebagai ilmuwan. Selain itu

seorang dosen harus memiliki kinerja, integritas, etika, dan tata

krama, serta tanggung jawab dalam melaksanakan tugas.

Tugas utama dosen sebagai tenaga pendidik di perguruan

tinggi dalam melaksanakan tridharma perguruan tinggi merupakan

satu kesatuan kegiatan, karena ketiga dharma tersebut hanya dapat

Page 27: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

19 ProsIding

dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan, karena saling terkait dan

mendukung satu sama lain. Dharma pendidikan dan pengajaran akan

menghasilkan problematik dan konsep-konsep yang dapat

menggerakkan penelitian untuk menghasilkan publikasi ilmiah,

sebaliknya dari penelitian dan publikasi ilmiah akan memperkaya

dan memperbaharui khasanah ilmu untuk digunakan dalam

pendidikan dan pengajaran. Hasil penelitian dan publikasiakan

menghasilkan bahan pengajaran yang terbaharui terus menerus dan

mutakhir. Di sisi lain hasil dharma penelitian akan dapat

diaplikasikan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat serta

berlaku sebaliknya, hasil dharma pengabdian kepada masyarakat

akan memberikan inspirasi dan gagasan dalam penelitian. Oleh

sebab itu, hal tersebut menunjukkan bahwa prestasi seorang dosen

dalam penelitian dan publikasi menjadi tolak ukur yang

menggambarkan profesionalisme dosen sebagai ilmuwan.

Tujuan penulisan artikel ini adalah sebagai berikut: (1)

Mendeskripsikan landasan hukum kenaikan pangkat/jabatan

fungsional dosen pada unsur penelitian dan publikasi ilmiah; (2)

Mendeskripsikan hasil penelitian dosen berbasis publikasi jurnal

penelitian?

PEMBAHASAN

Landasan Hukum Kenaikan Jabatan Fungional Dosen Unsur

Publikasi Hasil Penelitian

Peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam

penyusunan petunjuk teknis penilaian angka kredit kenaikan jabatan

akademik/pangkat dosen berdasarkan: (1) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Page 28: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

20 ProsIding

Pendidikan Nasional, (2) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (3) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan

tinggi, (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37

Tahun 2009 tentang Dosen, (5) Peraturan Bersama Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan Kepala Badan

Kepegawaian Negara Nomor 4/VIII/PB/2014 dan Nomor 24 Tahun

2014 tentang ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Dosen dan

Angka Kreditnya, (6) Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor

17 Tahun 2013 sebagaimana telah diubah dengan Permenpan dan

Reformasi Birokrasi Nomor 46 Tahun 2013 tentang Perubahan atas

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 17 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen

dan Angka kreditnya, (7) Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2014 tentang

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Penilaian Angka Kredit Jabatan

Fungsional Dosen, dan (3) Pedoman Operasional Penilaian Angka

Kredit Kenaikan Pangkat/Jabatan Akademik Dosen Ditjen Dikti,

Kemdikbud Tahun 2014.

Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pada pasal 20: “Perguruan tinggi berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada

masyarakat”, Pasal 39 menjelaskan bahwa “Pendidik merupakan

tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan

proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan

pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan

pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada

perguruan tinggi”.

Page 29: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

21 ProsIding

Kemudian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 1 menjelaskan

bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas

utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan

ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, peneltian,

dan pengabdian kepada masyarakat”.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012

tentang Pendidikan tinggi sebagaimana tertuang dalam pasal 12 ayat

2 menjelaskan: “Dosen sebagai ilmuwan

memiliki tugas mengembangkan suatu cabang ilmu pengetahuan

dan/atau teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah serta

menyebarluaskannya”. Kemudian pada ayat pasal 12 ayat 3

dijelaskan bahwa “Dosen secara perseorangan atau berkelompok

wajib menulis buku ajar atau buku teks, yang diterbitkan oleh

perguruan tinggi dan/atau publikasi ilmiah sebagai salah satu

sumber belajar dan untuk pengembangan budaya akademik serta

pembudayaan kegiatan baca tulis bagi sivitas akademika”.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun

2009 tentang Dosen pada pasal 1 menjabarakan bahwa “Dosen

adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama

mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan

pengabdian kepada masyarakat”.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Angka Kredit Jabatan Fungsional dosen diatur dalam

beberapa pasal, yakni: (1) Pasal 9 ayat (1) dijelaskan bahwa kenaikan

jabatan akademik secara reguler dari Lektor ke Lektor Kepala dapat

dipertimbangkan apabila telah memenuhi syarat salah satunya pada

Page 30: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

22 ProsIding

poin C memiliki karya ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal

ilmiah nasional terakreditasi atau internasional sebagai penulis

pertama bagi yang memiliki kualifikasi akademik doktor (S3), dan

poin D menjelaskan bahwa memiliki karya ilmiah yang

dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional atau internasional

bereputasi sebagai penulis pertama bagi yang memiliki kualifikasi

akademik magister (S2). (2) dalam Pasal 10 ayat (1) Kenaikan

jabatan akademik dosen secara reguler dari Lektor Kepala ke

Profesor dapat dipertimbangkan, apabila telah memenuhi 7 (tujuh)

syarat salah satunya dalam butir f adalah memiliki karya ilmiah yang

dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional bereputasi sebagai

penulis pertama. Selanjutnya pada pasal 11 tentang Loncat jabatan

ayat (1) menjelaskan bahwa dosen yang berpretasi luar biasa dapat

dinaikkan ke jenjang jabatan akademik dua tingkat lebih tinggi

(loncat jabatan) dari Asisten Ahli ke Lektor Kepala atau dari Lektor

ke Profesor dan pangkatnya dinaikkan setingkat lebih tinggi dengan

peraturan perundangan, kemudian ayat (3) dijelaskan kenaikan

jabatan akademik dari Lektor ke Profesor dapat dipertimbangkan

salah satunya pada poin b adalah memiliki paling sedikit 4 (empat)

karya ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal ilmiah internasional

bereputasi sebagai penulis pertama.

Landasan hukum kenaikan jabatan fungsional dosen yang

dipaparkan di atas tidak berlebihan jika prestasi seorang dosen dalam

penelitia dan publikasi menjadi tolak ukur utama yang

menggambarkan profesionalisme dosen sebagai ilmuwan.

Hasil Penelitian Dosen Berbasis Publikasi Jurnal Penelitian

Dosen sebagai anggota sivitas akademika perguruan tinggi

memiliki tugas mentransformasikan ilmu pengetahuan dan/atau

Page 31: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

23 ProsIding

teknologi yang dikuasainya kepada mahasiswa dengan mewujudkan

suasana belajar dan pembelajaran sehingga mahasiswa aktif

mengembangkan potensinya. Dosen sebagai ilmuwan memiliki

tugas mengembangkan suatu cabang ilmu pengetahuan dan/atau

teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah serta

menyebarluaskannya. Dosen secara perseorangan atau berkelompok

wajib menulis buku ajar atau buku teks, yang dipublikasikan sebagai

salah satu sumber belajar dan untuk pengembangan budaya

akademik serta pembudayaan sivitas akademika. Sejalan dengan

fungsi pendidikan tinggi mengembangkan ilmu pengetahuan dan

teknologi, dosen memiliki tugas mengembangkan suatu cabang ilmu

pengetahuan dan/atau teknologi melalui penelitian ilmiah serta

mempublikasikan karya ilmiahnya. Dengan demikian peningkatan

kinerja dosen berkaitan dengan publikasi karya ilmiah.

Hasil penelitian dan publikasi akan menghasilkan bahan

pembelajaran yang terbaharui terus menerus dan mutakhir. Di pihak

lain hasil dharma penelitian akan dapat diimplementasikan dalam

dharma pengabdian kepada masyarakat. Sebaliknya, hasil dharma

pengabdian kepada masyarakat akan memberikan inspirasi dan gagasan

untuk dilakukan penelitian. Oleh karena itu tampak dengan jelas bahwa

dharma penelitian memberikan sumbangan cukup besar pada dharma

yang lain. Sehingga tidak berlebihan jika prestasi seorang dosen dalam

penelitian dan publikasi menjadi tolok ukur utama yang

menggambarkan profesionalisme dosen sebagai ilmuwan (Dikti, 2014).

Karya ilmiah adalah hasil penelitian atau pemikiran yang

dipublikasikan dan ditulis dengan memenuhi kaidah ilmiah dan etika

keilmuan. Hal ini berarti selain jurnal sebagai tempat publikasi,

kualitas dan teknik penulisan artikel ilmiah merupakan parameter

penting yang diperhatikan dalam penulisan. Jurnal atau berkala

ilmiah atau majalah ilmiah yang selanjutnya disebut sebagai jurnal

Page 32: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

24 ProsIding

adalah bentuk terbitan yang berfungsi meregistrasi kegiatan

kecendekiaan, mensertifikasi hasil kegiatan yang memenuhi

persyaratan ilmiah minimum, mendiseminasikannya secara meluas

kepada khalayak ramai, dan mengarsipkan semua temuan hasil

kegiatan kecendekiaan ilmuwan yang dimuatnya. Untuk proses

penilaian karya ilmiah dalam jabatan akademik dosen jurnal

dibedakan menjadi: (1) jurnal nasional, (2) jurnal nasional

terakreditasi, (3) jurnal internasional, dan (4) jurnal internasional

bereputasi

Pada setiap jurnal ada ketentuan yang berlaku, semakin

tinggi kualitas jurnal semakin menuntut persyaratan yang semakin

bermutu. Demikian pula jenis karya ilmiah sebagai syarat utama

menduduki jenjang jabatan akademik tertentu dapat berbeda satu

dengan yang lainnya. Untuk karya ilmiah tertentu yang digunakan

dalam kenaikan jabatan akademik diberlakukan batas maksimal

yang diakui.

Kinerja dosen merupakan suatu konstruksi multidimensi

yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhi (Mangkuprawira

dan Hubeis, 2007: 155-156) yakni: faktor kemampuan dan motivasi

sebagai faktor internal dan kesempatan dari lingkungan sebagai

faktor eksternal. 9 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Martono

(2013) kinerja dosen dipengaruhi oleh faktor-faktor internal

(pendidikan, pengalaman kerja, dan motivasi) seera faktor-faktor

eksternal (kompensasi, kepemimpinan, iklim kerja, dan supervisi).

Faktor lain seperti kapasitas perhatian dosen dalam mengajar,

ternyata dapat terganggu akibat dari tingginya dosen yang

mempunyai pekerjaan sampingan di tempat lain yaitu sebesar 62,5

persen, sebagai upaya meningkatkan penghasilannya, ini tentunya

Page 33: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

25 ProsIding

berkaitan dengan persepsi gaji atau penghasilan dosen yang

dirasakan masih kurang.

Dalam rangka peningkatan kinerja dosen melalui publikasi

karya ilmiah dari faktor internal pada dosen dapat dilakukan

peningkatan pemahaman, ketrampilan, dan sikap untuk mendukung

dalam melaksanakan publikasi karya ilmiah. Santoso (2014)

menjelaskan peningkatan pemahaman dosen melaksanakan

publikasi karya ilmiah meliputi antara lain pemahaman tentang

jenis-jenis jurnal, jenis-jenis artikel dalam jurnal, jurnal berdasarkan

peringkatnya, memilih jurnal untuk publikasi karya ilmiah, dan

teknik penulisan karya ilmiah baik hasil pemikiran maupun hasil

penelitian; peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan

teknologi, peningkatan penguasaan metodologi penelitian serta

pemahaman dalam mengembangkan jejaring untuk akses publikasi

karya ilmiah. Peningkatan ketrampilan publikasi karya ilmiah terkait

dengan ketrampilan membuat artikel ilmiah baik hasil pemikiran

maupun hasil penelitian antara lain meliputi ketrampilan memilih

jurnal, membuat judul, menulis abstrak, menulis pendahuluan,

menulis pembahasan, membuat simpulan dan implikasi, dan menulis

daftar pustaka artikel ilmiah; ketrampilan menulis dengan

menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa asing mendukung

penyusunan artikel ilmiah terutama bahasa Inggris; ketrampilan

menggunakan teknologi informatika komputer; serta ketrampilan

menyiapkan dan penyelesaian naskah artikel ilmiah. 12 Peningkatan

sikap yang mendukung dalam melaksanakan publikasi karya ilmiah

antara lain: mengembangkan motivasi untuk meneliti dan membuat

artikel ilmiah, mempunyai niat dan minat menulis artikel dengan

menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa asing terutama bahasa

Inggris, meningkatkan kesadaran terhadap kewajiban dosen untuk

Page 34: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

26 ProsIding

mempublikasikan karya ilmiahnya, meningkatkan kreativitas dalam

menyusun artikel ilmiah baik dari hasil pemikiran maupun hasil

penelitian, keberanian untuk mengungkapkan gagasan dan ide-ide

dan implikasinya yang dapat berdampak meluas, mengembangkan

budaya meneliti dan membuat karya ilmiah, serta memiliki motivasi

membaca dan mengikuti forum ilmiah.

Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Dikti Kemdikbud (2013) mengharapkan perguruan tinggi mampu

meningkatkan kinerja dosen melalui publikasi karya ilmiah dengan

semangat otonomi dan desentralisasi untuk menghadapi tantangan

perguruan tinggi ke depan. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan

kemampuan dan keberhasilan perguruan tinggi dalam mengelola

proses kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat serta

publikasi ilmiah baik secara manajerial maupun operasional, mulai

dari peningkatan kemampuan dosen peneliti dan pelaksana

pengabdian kepada masyarakat hingga membuat karya-karya ilmiah

yang dipublikasikan di Jurnal Nasional maupun Internasional yang

terakreditasi, melakukan proses seleksi secara transparan dan

akuntabel, penetapan prioritas yang dikaitkan dengan

potensi/kepentingan regional, membangun dan melaksanakan sistem

penjaminan mutu secara berkelanjutan, melakukan monitoring dan

evaluasi.

Direktorat Tenaga Pendidik dan Kependidikan Ditjen Dikti

(2014) menegaskan perlu dilakukan peningkatan kinerja dosen

melalui publikasi karya ilmiah untuk meningkatkan kemampuan

perguruan tinggi menghadapi persaingan global. Untuk itu perlu

perubahan paradigma secara filosofi tentang tugas dosen yang

semula sebagai pendidik dengan tugas utama mengajar, diubah

menjadi sebagai pendidik profesional dan ilmuwan yang mempunyai

Page 35: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

27 ProsIding

tugas mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan

ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian

dan pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu pemerintah

melakukan regulasi: peningkatan infrastruktur, peningkatan

kapasitas peneliti, peningkatan akses agar jumlah perguruan tinggi

yang mempunyai jurnal bereputasi meningkat. Karena ada

keterkaitan kuat antara produktivitas publikasi dengan kondisi

ekonomi suatu negara Publikasi pada Jurnal Internasional bereputasi

merupakan salah satu tolok ukur daya saing bangsa.

Upaya peningkatan kinerja dosen melalui publikasi karya tulis

ilmiah dilakukan dengan merevitalisasi fungsi pendidikan tinggi

antara lain mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

dengan cara: peningkatan kemanfaatan penelitian, peningkatan dana

penelitian: pemerintah mengalokasikan paling sedikit 30% (tiga

puluh persen) dari dana bantuan operasional PTN untuk dana

Penelitian di PTN dan PTS, menetapkan kewajiban dosen baik

secara perseorangan atau berkelompok wajib menulis buku ajar atau

buku teks, yang diterbitkan oleh perguruan tinggi dan/atau publikasi

ilmiah sebagai salah satu sumber belajar dan untuk pengembangan

budaya akademik serta pembudayaan kegiatan baca tulis bagi sivitas

akademika, menetapkan aturan bahwa hasil penelitian wajib

disebarluaskan dengan cara diseminarkan, dipublikasikan, dan/atau

dipatenkan oleh perguruan tinggi, kecuali hasil penelitian yang

bersifat rahasia, mengganggu, dan/atau membahayakan kepentingan

umum.

Peningkatan kinerja dosen melalui publikasi karya ilmiah

juga dipatenkan melalui berbagai standar nasional untuk perguruan

tinggi antara lain Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan,

Standar Proses dan Hasil Penelitian, serta Standar Peneliti. Dalam

Page 36: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

28 ProsIding

Standar Pendidik dan Kependidikan ditegaskan bahwa dosen

program doktor dan program doktor terapan: yang menjadi

pembimbing utama, harus sudah pernah mempublikasikan paling

sedikit 2 (dua) karya ilmiah pada jurnal internasional terindeks yang

diakui oleh Direktorat Jenderal. Pada Standar Proses Penelitian

dijelaskan bahwa proses penelitian merupakan kegiatan yang

memenuhi kaidah dan metode ilmiah secara.

Demikian pula Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Jabatan

Fungsional Dosen dapat menguatkan peningkatan kinerja melalui

publikasi karya ilmiah, semakin tinggi timgkatan jabatan akademik

dosen maka semakin banyak tuntutan kegiatan penelitiannya. Hal ini

dapat pada ringkasan ketentuan prosentase kegiatan penelitian untuk

kenaikan setiap tingkat jabatan fungsional dosen sebagai berikut:

Asisten Ahli ≥ 25 %, Lektor ≥ 35 %, Lektor Kepala≥ 40 %, dan

Profesor ≥ 45 %. Selain itu juga ada ketentuan tentang tuntutan jenis

jurnal, semakin tinggi tingkatan jabatan akademik dosen maka

semakin banyak tuntutan jenis jurnalnya baik dari segi kuantitas

maupun kualitasnya.

Penutup

Kesimpulan

Pertama, Landasan hukum yang menjadi dasar penyusunan

peraturan perundang-undangan menuntut kinerja seorang dosen

dalam penelitian dan publikasi menjadi tolak ukur utama yang

menggambarkan profesionalisme dosen sebagai ilmuwan.

Kedua, Peningkatan kinerja dosen melalui publikasi ilmiah

dilakukan oleh dosen dan secara kelembagaan oleh perguruan tinggi

didukung oleh pemerintah. Dosen diharapkan meningkatkan

pemahaman, keterampilan, dan sikap yang mendukung kemampuan

Page 37: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

29 ProsIding

publikasi karya ilmiah untuk meningkatkan kinerjanya.

Saran

Dosen diharapkan melaksanakan Tridharma sebagai tiga

kegiatan yang saling mendukung, dan tuntutan kinerja dosen dewasa

ini kegiatan penelitian dan publikasi karya ilmiah perlu mendapat

perhatian dengan prioritas penyelesaian yang lebih besar. Oleh

karena, dosen diharapkan memiliki beban mengajar sesuai

ketentuan, tidak mengejar untuk mendapatkan kelebihan mengajar

yang berlebihan maupun kegiatan lainnya yang mengganggu

terhadap pernyelesaian tugas pokoknya.

Bagi perguruan tinggi, fakultas, dan program studi

diharapkan memberikan pekerjaan yang mendukung terhadap

penyelesaian tugas pokok dosen, khususnya pada dharma penelitian

dan publikasi karya ilmiah. Dengan demikian diharapkan jenjang

karir dosen dapat meningkat. Yang selanjutnya berdampak

meningkatkan kesejahteraan dan memberikan konstribusi yang

bermanfaat bagi perguruan tinggi.

Page 38: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

30 ProsIding

Daftar Pustaka

Dikti. 2014. Pedoman Operasional Penilaian Kenaikan

Pangkat/Jabatan Fungsional Dosen. Jakarta: Dikti.

Direktorat Tenaga Pendidik dan Kependidikan Ditjen Dikti . 2014.

Pengembangan Karir Dosen Menuju Universitas Berdaya Saing

Tinggi. Jakarta: Ditjen Dikti.

Hariandja, Marihot Tua Efendi. 2007. Manajemen Sumber Daya

Manusia. Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan

Peningkatan Produktivitas Pegawai. Jakarta: Grasindo.

Mangkuprawira, Sjafri dan Aida Vitalaya Hubies. 2007. Manajemen

Mutu Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Patimah, Siti. 2009. Pengaruh Pelaksanaan Rekrutmen dan Seleksi

Kepala Sekolah terhadap Kinerja Kepala Sekolah di Madrasah

Ibtidaiyah Negeri (MIN) Kota Bandar Lampung. Jurnal Tenaga

Kependidikan. Agustus 2009.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2009

tentang Dosen

Peraturan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia dan Kepala

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi Nomor 46 Tahun 2013.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang

Pendidikan Tinggi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen

Page 39: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

31 ProsIding

Self-Directed Learning as a Means to

Enhance EFL Learners’ Autonomy

across Genders

Aulia Nourma Putri1, Nur Salam2

E-mail: [email protected], [email protected]

Abstract: This study reveals useful information about the contribution of

self-directed learning to EFL learners’ autonomy across genders. Through

quantitative research using ex-post facto design, results shows that ninety

English Department EFL students as the subjects of the study are the

correlation between self-directed learning and autonomous learning is

small and there are no difference between males and females regarding

their autonomous learning and self-directed learning. Self-directed

learning is not the only one influential factor which contributes EFL

learners’ autonomy and there is no relationship between gender with

autonomous learning and self-directed learning.

Key Words: self-directed learning, EFL learner’s autonomy, gender

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai

pengaruh self-directed learning pada kemandirian siswa dalam belajar

bahasa Inggris dilihat dari perbedaan gender. Melalui penelitian kuantitatif

menggunakan desain ex-post facto, hasil analisis menunjukkan bahwa

sebanyak sembilan puluh siswa sebagai subjek penelitian adalah korelasi

antara self-directed learning dan kemandirian siswa kecil dan tidak

terdapat perbedaan antara pria dan wanita terhadap kemandirian belajar.

Self-directed learning bukan satu-satunya faktor penentu dalam

meningkatkan kemandirian belajar bahasa Inggris dan tidak terdapat

hubungan antara gender dengan kemandirian belajar dan self-directed

learning.

Kata kunci: self-directed learning, kemandirian belajar bahasa Inggris,

gender

Page 40: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

32 ProsIding

INTRODUCTION

Language learners must be made aware of the fact that they

are the most important factor in their learning process (Ceylan, 2015)

so they should learn how to be autonomous for their own success in

the English language learning. Autonomous learning is a concept

which deals with the learners’ responsibility for their own learning

(Holec, 1981: 3). He describes autonomy as the ability to take charge

of one’s learning. He further describes an autonomous learner in

various aspects as the learner who is capable of determining the

objectives, defining the contents and progressions, selecting

methods and techniques to be used, monitoring the procedure of

acquisition, and evaluating what has been acquired. Meanwhile,

Benson & Voller (1997: 2) claim that the term autonomy has been

used in at least five ways in which the learners study entirely on their

own, for a set of skills which can be learned and applied in self-

directed learning. Therefore, we can define autonomy as the

learners’ willingness and capacity to control or oversee their own

learning.

Furthermore, during EFL learner’s learning process to

achieve language proficiency, particularly in EFL context, there are

many factors which can be categorized as internal factors when they

come from the learners themselves and external factors when they

come from the environment. Mayer (2008) states the internal factors

cover the skills acquired by individuals involving cognitive and

problem solving skills which learners use to organize their learning

while external factors can be their teachers, parents, friends, culture

and environment. To be more detailed, the internal factors which are

assumed autonomous learners have are self-directed learning, self-

Page 41: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

33 ProsIding

learning habit, self efficacy, and independent (Nunan, 2000; Benson,

2001; Brown, 2007 and Oanh, 2007). To be more specific, this

autonomous learning is connected to a concept of self-directed

learning which deals with the role of the learners in having primary

responsibility for planning, implementing, and even evaluating the

effort to learn EFL (Rothwell and Sensenig, 1999). This is why the

researcher has the urge to conduct present study in investigating the

contribution of self-directed learning on EFL learners’ autonomy

across genders.

A. Learner Autonomy

The idea of autonomy has been defined in different ways by

researchers as follows: Autonomous learning is a concept which

deals with the learners’ responsibility for their own learning (Holec,

1981: 3). He describes autonomy as the ability to take charge of

one’s learning. He further describes an autonomous learner in

various aspects as the learner who is capable of determining the

objectives, defining the contents and progressions, selecting

methods and techniques to be used, monitoring the procedure of

acquisition, and evaluating what has been acquired. Meanwhile,

Benson & Voller (1997: 2) claim that the term autonomy has been

used in at least five ways in which the learners study entirely on their

own, for a set of skills which can be learned and applied in self-

directed learning. Therefore, we can define autonomy as the

learners’ willingness and capacity to control or oversee their own

learning.

Another researcher, Benson (2001: 17-18) states that

learning autonomy plays an important role in the learners’ learning

Page 42: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

34 ProsIding

process. He further explains that the on-going rapid changes in

education systems and language teaching practices such as the

growth of technology in education, the shift towards learner-

centered approach and communicative language teaching and the

ways of how knowledge is constructed and exchanged can really

change the way how a language learner construct knowledge

(Benson, 2001: 19). Besides, some other researchers such as: Boud

(1988), Kohonen (1992) and Knowles (1975) claim that an

autonomous learner takes an active role in the learning process,

generating ideas and availing himself of learning opportunities,

rather than simply reacting to various stimuli of the teacher. Then,

Benson (2001: 1) states that autonomy is a precondition for effective

learning. It means that when a learner succeeds in developing

autonomy, he/she becomes not only a better language learner but a

more responsible and critical member of the communities in which

he/she lives.

The concept of learner autonomy has attracted much

attention and interest within the context of L2 learning as many

researchers show that learner autonomy influences students’

language proficiency. Lowe (2009), in the study of the relationship

between learner autonomy and academic performance, shows

significant correlation between the Learner Autonomy Profile form

total score and students’ total GPA, indicating a significant

relationship between learner autonomy and academic performance.

Another study conducted by Dincer, Yesilyurt, & Takkac, (2012) in

Turkey which finds out the effects of autonomy-supportive climates

on EFL learners’ engagement, achievement and competence in

English speaking classrooms. The findings show that speaking

course teachers create an autonomous environment and the students

Page 43: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

35 ProsIding

have high level perceived competence in speaking rather than the

other group.

Autonomous learning nowadays is no longer exception to the

Indonesian education setting. Indonesia in its national education

system has consciously incorporated autonomy as one of the goals

of its national education. It is obviously stated in Indonesian Laws

number 20 of the year 2003 that learning autonomy has become an

important goal of the Indonesian education system. Myartawan

(2013) conducts a study concerning to the relationship between

Indonesian autonomous EFL learners and their English proficiency.

He finds that they are positively correlated. In other words, it can be

stated that the more autonomous Indonesian EFL learners are the

higher their English proficiency is. Meanwhile, Rahmawati and

Wulyani (2013) conduct a study of applying autonomous learning

strategy to improve students’ reading ability. It shows that the

implementation of autonomous learning strategy in reading can

effectively help the students in comprehending a narrative text.

Besides, autonomous strategy can also encourage the students to

contribute actively in reading activities and demonstrated

independent learning.

Onozawa (2014) adds that no one has an inborn ability to

learn autonomously but people can develop autonomy through their

experience with the teacher’s help as an advisor. Autonomy may be

effective in improving the learner’s motivation, increasing the

learner’s learning by giving them learning strategies and improving

the learner’s confidence to work independently. Therefore, the EFL

learners should be able to change the teacher-centered learning to the

student-centered one. In other words, the concept of autonomous

learning is the ability to take charge of one’s own decision about

Page 44: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

36 ProsIding

what to do rather than being influenced by someone else. It simply

implies the students’ active role in EFL learning processes.

B. Self-Directed Learning

Autonomous learning is connected to a concept namely self-

directed learning (SDL) which deals with the role of the learners in

having primary responsibility for planning, implementing, and even

evaluating the effort to learn EFL (Rothwell and Sensenig, 1999). In

this case, they will be able to set the learning objectives and learning

schedules outside the classrooms, choose the English materials to

read, and have their own learning technique.

Holec (1981) supports this argument by stating that learners

who have self-directed learning refer to them who are able to

determine the objectives, define the contents and progressions, select

methods and techniques to be used, monitor the procedures of

acquisition, and evaluate what has been acquired. Leni Dam (1990)

also says that someone qualifies as self-directed learners when they

independently choose aims and purposes, set goals, choose

materials, methods and tasks, and choose criteria for evaluation.

Moreover, SDL plays important roles for both the teacher

and the students in choosing teaching materials for the course

(Benson, 2001). In this case, the teacher decides what English books

would be suitable for different students. Then, the students' opinions

on the books will be taken into account by the teacher. By this way,

the teacher will be able to help the students make decisions which

books are suitable with their levels of difficulties and with their

interests so that this autonomous learning can motivate the students

learn more effectively and they will surely feel more secure in their

Page 45: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

37 ProsIding

EFL learning (Cotterall, 2000). Besides, the teachers who have to

face too many students in the classrooms will be able to transfer parts

of their responsibility and will become facilitators, counsellors or

resources (Benson and Voller, 1997).

Holec (1981:3) defines self-directed learning as to have and

to hold the responsibility for all the decisions concerning all aspects

of this learning including setting up the objectives of learning,

determining contents and progression, selecting methods of learning,

monitoring learning progress, and evaluating what has been learned.

He also makes a clearer definition by highlighting the distinction

between these two-often-confusing terms, self-directed learning and

autonomous learning, by stating that self-directed learning involves

autonomous learning, but autonomous learning does not necessarily

indicate self-directed learning by stating that a learner may have the

ability to take charge of his learning without necessarily utilizing this

ability to the full when he decides to learn (1981: 4). Different

degrees of self-directed learning may be due to the different degrees

of autonomy or from different degrees of exercise of autonomy.

C. Gender in Language Learning

The influence of language and genders can be dated back to

the Bible, but the systematic study of language and gender began in

the middle of the 1970s. The first influential study of language use

was introduced by Lakoff (1975), who pointed out that females were

expected to use more tag questions, hedges, intensifier, embedded

imperative, color terms and adjectives than males (cited by Pan,

2011, p. 1016). Tannen (1990) claims that men and women use

different ways to express themselves and to interpret others’ words

Page 46: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

38 ProsIding

based on their cultural assumptions. For example, in women’s

subculture, they would like to speak in a way which could build their

equal relationship. On the contrary, males prefer to using languages

to build hierarchical relationship (Tannen, 1990).

Reid (1987), in a study, concludes that there is a difference

in the use of tactile learning style category between males and

females with males being more tactile than females. Maubach and

Morgan (2001) maintain that males and females are different

regarding their learning style preferences; males are more willing to

take risks and speak spontaneously. They are also self-confident

about asking questions to aid their own understanding, whereas the

female students were more interested in reading and presenting well-

organized written work.

In addition, males are usually more field-independent and

females are more field-dependent (Good & Brophy, 1987; Shipman,

Krantz, & Silver, 1992). Females are more likely than males in using

thinking approach (analytic, impersonal, objective, and factual) and

feeling approach (emotional, personal, subjective, and empathic).

McCaulley (1990) believes that females have a higher degree of

empathy and skills in cooperative learning. Also, females tend to use

social and affective strategies more often than males (Oxford, Park-

Oh, Ito, & Sumrall, 1993). Oxford (1995) claims that males are

somewhat more logically minded in processing language, while

females behave more field-sensitive, globally-patterned, subjective,

and emotional.

Departing from the previous discussions, the researcher

decides to conduct a study about the contribution of self-directed

learning to enhance EFL learner’s autonomy across genders. The

study posed the following research questions:

Page 47: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

39 ProsIding

1. Does the student having higher self-directed learning become

higher learner’s autonomy?

2. Are there any differences in autonomous learning caused by

the learner’s gender?

3. Are there any differences in self-directed learning caused by

the learner’s gender?

METHOD

This study aims to investigate the contribution of self-

directed learning on EFL learner’s autonomy and the difference

between males and females regarding their autonomous learning and

self-directed learning with a view of establishing causal or

correlation link between them. Therefore, an ex-post facto research

design is used in conducting this study. Ex post facto research is also

appropriate when the variable can be manipulated but it is not

because it is unethical or irresponsible to do so. In addition, this

study also uses an ex-post facto design because the fact says that ex-

post facto studies have been used frequently to study the differences

between males and females.

This study was conducted at English Department of State

University of Malang and Brawijaya University of Malang which are

categorized as two of reputable state universities in Malang, East

Java. The research subjects are the learners in the seventh semester

due to the assumption that they have taken many English courses

since the first semester so their English proficiency is regarded good.

At least, they had passed almost all major courses in English

Department. The English Department students involved in this

Page 48: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

40 ProsIding

research are those who are sitting in their seventh semester enrolled

in the university academic year program 2013/2014.

In the present study, learner autonomy was measured using

Learner Autonomy Questionnaire and self-directed learning was

measured by using Self-Directed Learning Readiness Scale. These

questionnaires have been validated by the expert and modified based

on the result of validation. The test was validated by an English

lecturer at State University of Malang who has expertise in the field

of testing and assessment and years of experience in teaching those

fields.

RESULTS

A. The Contribution of Self-Directed Learning on EFL Learner’s

Autonomy

EFL learners’ perception toward their autonomy in learning

was investigated by using Learning Autonomy Questionnaire (LAQ)

while their perception toward their self-directed learning was

investigated by using Self-Directed Learning Readiness Scale

(SDLRS). Items number 1, 6, 7, 8, 10, 11, and 12 covered the

students’ perception toward independence of learning. Meanwhile,

the items number 2, 3, 4, 5, and 9 were in regard to the students’

perception toward the study habit in the process of increasing their

learning autonomy. Based on the result of LAQ, the students who

were considered as high autonomous learners were 70 students.

After getting the result of high autonomous learners, they

were asked to fill in the second questionnaire namely Self-Directed

Learning Readiness Scale. This questionnaire is divided into eight

categories, in which love of learning; self-concept as an effective and

independent learner; tolerance of risk, ambiguity, and complexity in

Page 49: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

41 ProsIding

learning; creativity; view of learning as a lifelong beneficial process;

initiative in learning; self-understanding; and acceptance of

responsibility for one’s own learning.

The first linearity testing was done to show the contribution

of self-directed learning in enhancing the students’ learning

autonomy. It was computed in SPSS 20.0 program. The relationship

of the data was linear if the p value was greater than 0.05 significance

level (p value > sig .05), while the relationship of the data was not

linear if the p value was lower than 0.05 significance level (p value

< sig .05). The result of the linearity test is displayed in Table 1.

Table 1 The Result of the Linearity Test

Sum of

Squares

Df Mean

Square

F Sig.

Self-Directed

Learning *

Autonomous

Learning

Between

Groups

(Combined)

Linearity

Deviation

from

Linearity

4912.424

2747.715

2164.710

12

1

11

409.369

2747.715

196.792

1.676

11.249

.806

.097

.001

.634

Within

Groups

13922.661 57 244.257

Total 18835.086 69

The result of the linearity test displayed in Table 3.1 showed

that the p value was 0.634, which was greater than 0.05 level of

significance. Therefore, the relationship between the students’

autonomous learning and self-directed learning was linear.

Hypothesis testing then was conducted to make decisions of

the first research problem about how self-directed learning

contribute to EFL learner’s autonomy could be answered. The result

of the data analysis is reported in Table 2.

Page 50: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

42 ProsIding

Table 2 The Result of T-test Analysis on the Relationship between

Students’ Autonomous Learning and their

Self-Directed Learning

Based on the result of T-test analysis shown in Table 2, the

obtained t of -90.802, with df = 69, resulted in a p value of .000. The

p value was lower than .05 level of significance (p value < sig .05),

which indicated that the p value of .000 was statistically significant.

Consequently, the null hypothesis, which stated that there is no

significant contribution of self-directed learning on EFL learner’s

autonomy, was rejected. It was concluded that self-directed learning

contributes to EFL learner’s autonomy. However, self-directed

learning does not really contribute to EFL learner’s autonomy. It

could be seen from the result of T-test on Table 3.

Table 3 The Result of T-test

N Correlation Sig.

Pair

1

Autonomous Learning &

Self-Directed Learning

70 .382 .001

Based on the result of T-test above, it was stated that the

correlation between self-directed learning and EFL learner’s

autonomy was only .382 which means self-directed learning does not

really affect on EFL learner’s autonomy.

Page 51: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

43 ProsIding

B. The Difference between Males and Females Regarding their

Autonomous Learning

After analyzing the relationship between the students’

autonomous learning and their self-directed learning, the researcher

analyzed whether any difference between males and females

regarding their autonomous learning based on the result of Learner

Autonomy Questionnaire. High autonomous learners based on the

result of LAQ consisted 19 males and 51 females.

The second linearity testing was done to show the difference

between males and females regarding their autonomous learning. It

was computed in SPSS 20.0 program. The relationship of the data

was linear if the p value was greater than 0.05 significance level (p

value > sig .05), while the relationship of the data was not linear if

the p value was lower than 0.05 significance level (p value < sig .05).

The result of the linearity test is displayed in Table 4.

Table 4 The Result of Linearity Test

Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

LAQ_male *

LAQ_female

Between

Groups

(Combined)

Linearity

Deviation

from

Linearity

54.798

17.312

37.487

8

1

7

6.850

17.312

5.355

1.494

3.777

1.168

.271

.081

.398

Within

Groups

45.833 10 4.583

Total 100.632 18

The result of the linearity test displayed in Table 4 showed

that the p value was 0.398, which was greater than 0.05 level of

significance. Therefore, the relationship between males and females

regarding their autonomous learning was linear.

Page 52: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

44 ProsIding

The second hypothesis testing was conducted to make

decisions of the second research problem about the difference

between males and females regarding their autonomous learning

could be answered. It was performed using SPSS 20.0 by using T-

test. If the observed significance value or p value from the test was

lower than significance level of .05, the decision was to reject the

established null hypothesis. Otherwise, if the p value was greater

than the .05 level of significance, the null hypothesis was accepted.

The result of the data analysis is reported in Table 5.

Table 5 The Result of T-test Analysis on the Difference between

Males and Females Regarding their

Autonomous Learning

Paired Differences

t df

Sig.

(2-

tailed)

Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

LAQ_male

– LAQ_

Female

-.316 3.284 .753 -1.899 -1.267 -419 18 .680

Based on the result of T-test analysis shown in Table 3.4, the

obtained t of -419, with df = 18, resulted in a p value of .680. The p

value was greater than .05 level of significance (p value > sig .05),

which indicated that the p value of .680 was not statistically

significant. Consequently, the null hypothesis, which stated that

there is no significant difference between males and females

regarding their autonomous learning, was accepted. It was concluded

that there is no significant difference between males and females

regarding their autonomous learning.

Page 53: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

45 ProsIding

C. The Difference between Males and Females Regarding their Self-

Directed Learning

Table 6 The Result of Linearity Test

Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

SDLRS_male *

SDLRS_female

Between

Groups

(Combined)

Linearity

Deviation

from

Linearity

4559.500

825.948

3733.552

17

1

16

268.206

825.948

233.347

59.601

183.544

233.347

.102

.047

.109

Within

Groups

4.500 1 4.583

Total 4564.000 18

The result of the linearity test displayed in Table 3.6 showed

that the p value was 0.109, which was greater than 0.05 level of

significance. Therefore, the relationship between males and females

regarding their self-directed learning was linear.

The third hypothesis testing was conducted to make

decisions of the second research problem about the difference

between males and females regarding their self-directed learning

could be answered. It was performed using SPSS 20.0 by using T-

test. If the observed significance value or p value from the test was

lower than significance level of .05, the decision was to reject the

established null hypothesis. Otherwise, if the p value was greater

than the .05 level of significance, the null hypothesis was accepted.

The result of the data analysis is reported in Table 7.

Table 7 The Result of T-test Analysis on the Difference between

Males and Females Regarding their Self-Directed Learning

Page 54: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

46 ProsIding

Paired Differences

t df

Sig.

(2-

tailed)

Mean

Std.

Deviation

Std.

Error

Mean

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1

SDLR_

male –

SDLR_

female

-7.63158 16.5570 3.79844 -

15.6118

.34864 -

2.009

18 .060

Based on the result of T-test analysis shown in Table 7, the

obtained t of -2.009, with df = 18, resulted in a p value of .060. The

p value was greater than .05 level of significance (p value > sig .05),

which indicated that the p value of .060 was not statistically

significant. Consequently, the null hypothesis, which stated that

there is no significant difference between males and females

regarding their self-directed learning, was accepted. It was

concluded that there is no significant difference between males and

females regarding their self-directed learning.

DISCUSSIONS

A. The Contribution of Self-Directed Learning on EFL Learner’s

Autonomy

This study examined the contribution of self-directed

learning on EFL learner’s autonomy. As regards the first formulated

research problem, this study revealed that the higher self-directed

learning, the higher learner’s autonomy is. This is the evidence from

the result of the first hypothesis testing which indicated that there

was significant contribution of self-directed learning on the students’

autonomous learning. However, the result of T-test showed the

contribution of self-directed learning on the students’ autonomy was

Page 55: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

47 ProsIding

only .382. It means that self-directed learning does not really

contribute to enhance EFL learner’s autonomy.

This finding is proofed by Chan (2001) who states that

autonomous learners must have these characteristic in which highly

motivated, goal oriented, well organized, hard-working, initiative,

enthusiastic about learning, flexible, active, willing to ask questions,

and making use of every opportunities to improve their learning. It

shows that self-directed learning is not the only factor which

contribute significantly to enhance EFL learner’s autonomy. There

are still many influencing factors to enhance their autonomy in

learning.

The factors which influence EFL learner’s in their learning

process, particularly in EFL context, to achieve language proficiency

including age, gender, motivation, intelligence, anxiety level,

learning strategies and language learning styles that determine the

academic success of learners (Sharp, 2004). Moreover, the factors of

autonomous learning can be categorized as internal factors when

they come from the learners themselves and external factors when

they come from the environment.

Mayer (2008) states the internal factors cover the skills

acquired by individuals involving cognitive and problem solving

skills which learners use to organize their learning while external

factors can be their teachers, parents, friends, culture and

environment. The internal factors which are assumed autonomous

learners have are self-directed learning, self-learning habit, self-

efficacy, and independent (Nunan, 2000; Benson, 2001; Brown,

2007 & Oanh, 2007). Therefore, an autonomous learner should cover

all factors which influence autonomous learning, not only have self-

directed learning.

Page 56: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

48 ProsIding

Based on the result of Learner Autonomy Questionnaire

(LAQ), the students enjoy new learning experiences and finding new

information. It is in line with Benson’s idea (2001) which states that

learners who are independent can organize their own learning in

order to accomplish task so they can value their own learning and do

not depend on the information given by their teacher or peers.

Besides, successful language learning must start from the learners

themselves because language learning cannot be understood without

having goals and purposes of a person who is attempting to gain this

knowledge. Therefore, EFL learner must be independent to be

successful in language learning process.

Furthermore, the students also considered the importance of

taking responsibility for their learning experiences for being an

autonomous learner. Benson (2001) states that the development of

taking control over one’s own learning is beneficial to learning. It is

simply because taking responsibility for their own learning will

prepare them for their unexpected future. Taking responsibility in

learning means acknowledging that someone is responsible for his

life as a student.

The result of LAQ also showed that the students are happy to

work by their own. It indicates that they have their own style and

strategies in learning. These two factors also lead the students to the

success in the learning process. As stated by Oxford (2003),

language learning styles and strategies help the students to determine

how and how well they learn a second or foreign language.

Learning styles are the students’ ways in their learning

behavior. Students learn in different ways - by seeing and hearing;

reflecting and acting; reasoning logically and intuitively;

memorizing and visualizing etc. (Karthigeyan & Nirmala, 2013).

Page 57: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

49 ProsIding

The ways of individual characteristically acquires and retrieves

information are considered as the individual’s learning style.

Therefore, if this style of learning is well accommodated, it can result

in the success of learning.

Learning styles then influence significantly on learner’s

learning strategy choices (Li & Qin, 2006) because they use their

own learning strategies to reflect their learning style. Cohen and

Dornyei (2002) also agree that learners may employ their own

strategies for improving their academic performances when learning

or using L2. It indicates that if the learners have their own learning

strategies, they have efforts to take control of their learning. It also

implies that every individual has an effective learning strategy which

might not be suitable for others, or it can be possible that this strategy

is applicable to others who have similar characteristics.

Furthermore, the result of Self-Directed Learning Readiness

Scale (SDLRS) questionnaire showed the students’ positive

perception on the desire of learning more to keep growing as a

person. Love of learning describes the way in which an individual

engages the new information and knowledge. Language learners

must be made aware of the fact that they are the most important

factor in their learning process (Ceylan, 2015:86). Therefore, they

should know the way how they love finding information for their

own success of language learning.

However, this study showed negative perception on the role

of teacher in the classroom. Most students expect the teacher to tell

them what to do exactly at all times in the classroom. It is

contradicted with Benson (2001: 19) who states “the successful

learner is increasingly seen as a person who is able to construct

knowledge directly from experience of the world, rather than one

Page 58: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

50 ProsIding

who responds well to instruction.” It indicates that EFL learners in

Indonesia are still depended on the teacher’s instruction. They are

still not ready to be independent without the teacher’s involvement

in their learning process whereas an autonomous learner takes a (pro-

) active role in the learning process, generating ideas and availing

himself of learning opportunities, rather than simply reacting to

various stimuli of the teacher (Boud, 1988; Kohonen, 1992;

Knowles, 1975).

Autonomy support by teacher in learning process can

contribute some benefits. Students, in classroom environments

where autonomy support is provided, feel more competent and

develop a higher level of self-esteem, increase their interests to the

material, become more creative, nurture more positive feelings, and

their physical and psychological well-being become better (Deci &

Ryan, 1987). It can be concluded that autonomy support from

teachers in learning environments could help students develop their

autonomous learner behavior.

In the category of self-concept as an effective and

independent learner, the students put their attention on the statements

‘if there is something I want to learn, I can figure out a way to learn

it’and ‘I’m happy with the way I investigate problems’. These

statements reflect that the students have self-efficacy. This

characteristic refers to an individual's belief in his or her capacity to

execute behaviors which the researcher thinks are very important to

produce specific performance attainments (Bandura, 1997). It

reflects confidence in one’s ability to succeed in specific situations

or accomplish a task. People with high self-efficacy who believe

they can perform well in their learning are more likely to view

Page 59: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

51 ProsIding

difficult tasks as something to be mastered rather than something to

be avoided.

It is proofed by the students’ answer on the statement

‘difficult study doesn’t bother me if I’m interested in something’.

Risk taking is one of the most important features of a good language

learner. Learner’s ability to take risk appears as an important

individual difference, which has been considered a predictor variable

of success in second language learning (Gass & Selinker, 2008).

Risk taking refers to the willingness to be risky in certain

circumstances. They accept what they do not know in which the

ambiguity of language and they focus on what they do.

In the field of second language learning, academic risk taking

has been defined as a situation-based process that can be moderated

by providing the appropriate contexts for its application (Lee & Ng,

2010). The contexts may range from the ones in which the learner

knows what skill to use and under what conditions to the ones

learning occurs in a probabilistic setting.

The result of the category of creativity in SDLRS showed

that most students agree that learners are readers. Autonomous

learning is closely related to the literacy due to the importance of

reading. This autonomous learning is believed to be able to help the

learners gain a lot of information and knowledge. Rivers (1987)

believes that reading comprehension is one of the most essential

skills for the learners at different levels, yet it is common to find

students who are unable to read in a comprehensive and autonomous

way (Pang, 2008). Kaplan (2002) extends the definition of reading

to a rapid, strategic, interactive and purposeful process that requires

sufficient knowledge of language and world, extensive time on task,

and efficient as well as strategic processing.

Page 60: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

52 ProsIding

In addition, Cahyono and Widiati (2006) state that in the

process of EFL learning, the learners should be “reading to learn”

instead of “learning to read”. Verdugo (2004) asserts that through

education, learners should practice to read autonomously by

integrating metacognitive, cognitive and socio-affective strategies

which are necessary for a better understanding of a text. Therefore,

autonomy in learning EFL is assumed to be achieved through the

autonomy in reading. What the learners do when learning generally

can be related to what they do when learning reading.

Furthermore, most students believe that learning is a lifelong

beneficial process. Knowles (2001) says, “One of our main aims in

education is ‘helping individuals to develop the attitude that learning

is a life-long process and to acquire the skill of self-directed

learning’” (as cited by William & Burden, 1997: 147). Thus,

learning is not a product of schooling but the lifelong attempt to

acquire it because knowledge always changes.

The category of initiative in learning also got positive

perception from the students. It was proofed by the students’ answer

on the statement ‘I know what I want to learn’. By knowing what to

learn, a learner could be identified as a self-directed learner. In self-

directed learning (SDL), the learners take the initiative and the

responsibility for what occurs in their learning process. Holec (1981)

supports this argument by stating that learners who have self-

directed learning refer to them who are able to determine the

objectives, define the contents and progressions, select methods and

techniques to be used, monitor the procedures of acquisition, and

evaluate what has been acquired. Leni Dam (1990), like Holec, says

that someone qualifies as self-directed learners when they

Page 61: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

53 ProsIding

independently choose aims and purposes, set goals, choose

materials, methods and tasks, and choose criteria for evaluation.

It is also supported by the students’ answer on the statement

‘I know when I need to learn more about something’. This statement

implies self-esteem which means a feeling of satisfaction that

someone has in himself or herself to his or her ability. Rosenberg

(1956: 30) defined self-esteem as a ‘positive or negative attitude

toward … the self.’

To sum up, EFL learners should cover all the influential

factors of autonomous learning for being successful in language

learning, not only the internal factors but also they should be

surrounded by environment which support them to be autonomous.

Teacher, parents, family members, friends, and also classroom

environment should create highly effective learning environment

which EFL learners can boost their autonomy.

B. The Difference between Males and Females Regarding their

Autonomous Learning

This study also examined the difference of males and females

regarding their autonomous learning. The sample which considered

as high autonomous learner based on the result of Learner Autonomy

Questionnaire consist of 19 males and 51 females. The homogeneity

test showed that there was no significant difference between males

and females regarding their autonomy in learning. It is supported by

some studies which indicate that there are no significant differences

between males and females in language comprehension (Aslan,

2009) because superiority in learning language is determined by

learning strategies and motivation.

Page 62: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

54 ProsIding

It is not in line with many researchers’ theory about the

influence of gender on language learning. Gender is considered as

one of the main factors that influence second language learning

(Andreou, Vlachos & Andreou, 2005). Different views about why

gender differences influence learning have been emerged. Some

point to biological characteristics (Ning, 2010). On the other hand,

may reject this relationship, suggesting instead that social and

cultural reasons cause the huge gap between men and women in

many fields including language learning (Ning, 2010; Kaiser, 2006).

Many researchers, however, agree that males and females

differ when it comes to language learning strategies, comprehension,

and motivation. This study showed males are harder to plan their

time to study effectively. Females have their own way to study

effectively. It is proofed by Liyanage and Bartlett (2011) who find

that females use a wider range of strategies than males. Males and

females tend to use different types of language learning strategies

(Aslan, 2009) and females used much more strategies than males

(Green & Oxford, 1995). Ray and Oxford (as cited in Studenska,

2011: 1351) say that females use memory, cognitive, metacognitive,

social and compensation strategies more frequently than males do.

Furthermore, the analysis in this study also showed that

females were slightly more autonomous than males. It is supported

by several studies which have demonstrated female superiority

(Kaiser, 2006) due to the use of wider range of strategies in language

learning. As a result, it is not surprising that females are better than

males in the acquisition of English (Liyanage & Bartlett, 2011;

Catalan, 2003; Yilmaz, 2010; Aslan, 2009). In brief, males and

females are different in language strategies and comprehension.

Page 63: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

55 ProsIding

Moreover, they are not equal in terms of motivation which results on

their autonomy in learning.

C. The Difference between Males and Females Regarding their Self-

Directed Learning

This study also examined the difference of males and females

regarding their self-directed learning. The sample which considered

as high autonomous learner based on the result of Learner Autonomy

Questionnaire are then given Self-Directed Learning Readiness

Scale questionnaire. The homogeneity test showed that there was no

significant difference between males and females regarding their

self-directed learning.

The result of SDLRS homogeneity test is supported by Gipps

and Murphy (1994) who note that the range of differences is small

compared to the similarities existing between the sexes. William

(2000) likewise suggests that sex differences in cognition are small.

Hyde (2005) then holds that males and females are quite similar on

most, although not all, psychological variables. Therefore, it is

difficult to account for educational differences between sex because

‘the pattern of sex differences is often unstable across cultures,

across time within cultures, and also through time in the

development of children’ (Arnot et al. 1999, p. 57). Findings of this

study are also agreed with the study of Chen et al. (2006) in Taiwan

and Roberson and Merriam (2005) in USA who found that gender,

age, and educational degrees were not correlated with self-directed

learning.

However, there were a few differences between males and

females seen from the mean compared. Females are slightly better

than males in terms of self-directed learning. Females approach their

Page 64: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

56 ProsIding

learning differently, relying on different perspectives about emotion,

internalization, learning behavior, expected community or self-

identified roles and even their expectations for what kinds of further

learning or engagement is appropriate for them (Hayes & Flannery,

2000). While males and females may be different for community

normed behavior (Menedez, Wagner, Yales & Walcott, 2012), their

approach to find learning opportunities also can be different so their

self-directed learning are also not equal. The result which reported

that females have a higher level of self-directed learning means that

females are more conscious of how they go about directing their own

learning.

CONCLUSION AND SUGGESTION

Conclusion

This present study aimed to investigate the contribution of self-

directed learning on EFL learner’s autonomy across gender. Several

conclusions are drawn from the findings of the study. The first

conclusion is there was significant contribution of self-directed

learning on EFL learner’s autonomy, but self-directed learning does

not really contribute to enhance EFL learner’s autonomy. The

findings indicated that self-directed learning is not the only one

factor which contribute significantly on autonomous learning. There

were still many influential factors which must be covered by EFL

learner to be autonomous in language learning, i.e. independent,

learning styles, learning strategies, motivation, taking responsibility,

feeling confidence to take decision in learning, enthusiastic about

learning, self-efficacy and self-esteem. Moreover, EFL learners

should be surrounded by environment which can create highly

effective learning environment that can support them to boost their

Page 65: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

57 ProsIding

autonomy in learning, for example parents, family members, teacher,

friends and classroom environment.

The second conclusion is there was no significant difference

between males and females regarding their autonomy in learning.

However, the analysis from the result of Learner Autonomy

Questionnaire (LAQ) showed that females were slightly more

autonomous in learning than males because they used more

strategies in learning.

Similar to the previous conclusion, gender does not affect

significantly on self-directed learning because there was no

significant difference between the result of males and females.

Moreover, the analysis of Self-Directed Learning Readiness Scale

(SDLRS) showed that females are more superior than males

regarding their self-directed learning.

Overall, EFL learners should have their own awareness and be

surrounded by effective learning environment to be autonomous

learner because they are the only key to be successful in language

learning process. Gender then is not regarded as an influential factor

which can categorize an EFL learner as an autonomous learner nor

self-directed learner.

Suggestion

This study finally gives contribution to the theory of

autonomous learning and rejects the theory of self-directed learning

which can be the most this significant factor to enhance EFL

learner’s autonomy. This study also rejects the theory of gender as

one of influential factors to increase autonomous learning and self-

directed learning.

Page 66: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

58 ProsIding

Several suggestions are addressed to English teachers as

regards the importance of teacher role in increasing EFL learner’s

autonomy. It has been stated that teacher plays role in facilitating

learner’s autonomy by improving the learner’s motivation,

increasing the learner’s enthusiastic in learning by giving them

activities which improving their enthusiastic in learning and

improving the learner’s confidence to work independently. Thus, it

is suggested that English teachers have adequate knowledge and

understanding on the importance of autonomous learning in

language learning process and how to improve it. English teachers

can also identify their students’ learning styles and group them to

achieve more effective functioning of group work and to allow the

students with different learning styles to learn from each other so

they can explore more learning strategies which is suitable for them.

Following the suggestions for English teachers, some

suggestions are then

addressed to the future researchers. It is suggested that future

researchers conduct the similar study by using experimental design

because it involves treatment to the subject. It is different from ex-

post facto design which does not need treatment, so it is hoped that

the future study will give different result. Moreover, the future

researcher is hoped to conduct the study of the contribution of

external factors on EFL learner’s autonomy. It is due to the previous

studies on autonomous learning mostly focuses on the internal

factors of the learners whereas the learner’s environment also affects

significantly on their autonomy in learning.

Page 67: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

59 ProsIding

REFERENCES

Ahmad, B. E., & Majid, F. A. 2010. Self-directed Learning and

Culture: A Study on Malay Adult Learners. Social and

Behavioral Sciences, 7: 254-263.

Ary, et al. 2010. Introduction to research in education (8th ed.).

belmot, CA: Wadsworth/Thomson Learning.

Bandura, A. 1997. Self-efficacy: The Exercise of Control. New

York: Freeman.

Barrantes, E. L., & Olivares, G. C. 2013. A Closer Look into Learner

Autonomy in the EFL Classroom. Revista De Lenguas

Modernas, 19, 325-343.

Benson, P. & Voller, P. 1997. Autonomy and Independence in

Language Learning. Essex: Longman.

Benson, P. 2001. Teaching and Researching Autonomy in Language

Learning. Essex: Pearson Education.

Boud, D. 1988. Moving towards Autonomy in: Boud, D.

ed.Developing Student Autonomy in Learning. 2nd edition.

London: Kogan Page.

Brockett, R. G., & Hiemstra, R. 1991. Self-direction in adult

learning: Perspective on theory, research and practice.

London, England and New York, NY: Routledge. Retrieved

from http://www-distance.syr.edu/sdlindex.html

Brown, H. D. 1994. Teaching by Principles: An Interactive

Approach to Language Pedagogy. Englewood Cliffs, New

Jersey: Prentice Hall Regents.

Brown, H. D. 2007. Principles of Language Learning and Teaching.

New York: Pearson Education.

Cahyono, B. Y. & Widiati, U. 2006. The Teaching of EFL Reading

in the Indonesian Context: The State of the Art. TEFLIN

Journal, 7 (1):36-58.

Ceylan, N. O. 2015. Fostering Learner Autonomy. Procedia – Social

and Behavioral Sciences, 199, 85-93.

Chen, H. 2015. Learner Autonomy and the Use of Language

Learning Strategies in a Taiwanese Junior High School.

Journal of Studies in Education, 5 (1): 52-64.

Page 68: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

60 ProsIding

Chou, P., & Chen, W. 2008. Exploratory Study of the Relationship

between Self-directed Learning and Academic Performance in

a Web-based Learning Environment. Online Journal of

Distance Learning Administration, 11 (1). Retrieved from

http://www.westga.edu/-

distance/ojdla/spring111/chou111.html

Cotteral, S. 2000. Promoting Learner Autonomy through the

Curriculum: Principles for Designing Language Courses. ELT

Journal, 54 (2): 109-117

Dam, L. 1990. Learner Autonomy in Practice. In gathercole, I. (ed.).

Great Britain: Bourne Press.

Deci, E. L., & Ryan, R. M. 1987. The Support of Autonomy and the

Control of Behavior. Journal of Personality and Social

Psychology, 53(6), 1024-1037.

Delahaye, B. & Choy, S. 2000. The Learning Preference Assessment

(Self-Directed Learning Readiness Scale). Wales: Edwin

Mellen Press.

Dincer, A., Yesilyurt, S., & Takkac, M. 2012. The Effects of

Autonomy-Supportive Climates on EFL Leaner’s

Engagement, Achievement and Competence in English

Speaking Classrooms. 4th World Conference on Educational

Sciences, 46: 3890-3894.

Dornyei, Z. 2007. Research Methods in Applied Linguistics. Oxford:

Oxford University Press.

Douglass, C. & Morris, S. R. 2014. Student Perspectives on Self-

directed Learning. Journal of the Scholarship of Teaching and

Learning, 14 (1): 13-25.

Frankel, et al. 2012. Conserved regulatory architecture underlies

parallel genetic changes and convergent phenotypic evolution.

109 (51): 20975-20979.

Gall, et al. 2003. Educational research: An Introduction (7th ed.).

White Plains, NY: Longman Publisher.

Good, T., L. 1987. Two Decades of Research on Teacher

Expectations: Findings and Future Directions. Journal of

Teacher Education, 38 (32): 32-47.

Gremmo, M. J., & Riley, P. 1995. Autonomy, Self-Direction and

Self-Access in Language Teaching and Learning: The History

of an Idea. System, 23(2), 151-164.

Page 69: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

61 ProsIding

Grover, K. S., & Miller, M. T. 2014. Gender differences in self-

directed learning practices among community members.

Journal of Adult Education, 23: 19-32.

Guglielmino, L. M. 1977. Development of the Self-directed Learning

Readiness Scale. (Doctoral dissertation, University of

Georgia).

Holec, H. 1981. Autonomy in Foreign Language Learning. Oxford:

OUP.

Hiemstra, R. 1994. Self-directed Learning. in T. Husen & T. N.

Postlethwaite (eds.). The International Encyclopedia of

Education (second edition). Oxford: Pergamon Press.

Joshi, K. 2011. Learner Perceptions and Teacher Beliefs about

Learner Autonomy in Language Learning. Journal of NELTA,

16(1-2), 13-29.

Knowles, M. 1975. Self-Directed Learning. Chicago: Follet.

Kohonen, V. 1992. Experiential Language Learning: Second

Language Learning as Cooperative Learner Education. In

Nunan, D. (ed.), Collabrative Language Learning and

Teaching. Cambridge: CUP, 14-39.

Kormos, J., Csizér, K. 2014. The Interaction of Motivation, Self-

Regulatory Strategies, and Autonomous Learning Behavior in

Different Learner Groups. TESOL Quarterly, 48(2), 275-299.

Lakoff, R. 1975. Language and Woman’s Place. New York: Harper

& Row.

Latief, A. 2010. Metode Penelitian Pembelajaran Bahasa. Malang:

UM Press.

Li, P. & Pan, G. 2009. The Relationship between Motivation and

Achievement: A Survey of the Study Motivation of English

Majors in Qingdao Agricultural University (Online)

www.ccsnet.org/journal.html

Little, D. 1991. Learner Autonomy 1: Definitions, Issues and

Problems. Dublin: Authentik.

Little, D. 1995. Learning as Dialogue: The Dependence of Learner

Autonomy on Teacher Autonomy. System, 23 (2): 175-182.

Littlejohn, A. 1985. Learner Choice in Language Study. ELT

Journal, 39 (4): 253-261.

Lodico, et al. 2006. Methods in Educational Research: From Theory

to Practice. San Fransisco, CA: Jossey-Bass Wiley.

Page 70: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

62 ProsIding

Lu, J. & Fan, S. 2013. Gender Differences in Autonomous Learning:

A tudy of Non-English Majors in a Chinese University

Discourse. The Internet Journal Language, Culture and

Society, 36: 18-27.

Macaskill, A., & taylor, E. 2010. Development of a measure of

autonomous learning. Studies in Higher Education, 35: 351-

361.

Maubach, A. M. & Morgan, C. 2001. The Relationship between

Gender and Learning Styles amongst: A Level Modern

Languages Students. Language Learning Journal, 23 (1): 41-

47.

Mayer, L. 2008. What is Independent Learning and What are the

Benefits for Pupils? London Department for Children Schools

and Families Research Report 051, 2008.

McCaulley, M. H. 2000. A bridge between Counseling and

Consulting. Consulting Psychology Journal: Practice and

Research, 52 (2): 117-132.

Muijs, D. 2004. Doing Quantitative Research in Education with

SPSS. University of Southampton: SAGE Publications Ltd.

Myartawan, W., Latief, M.A. & Suharmanto. 2013. The Correlation

between Learner Autonomy and English Proficency of

Indonesian EFL College Learners. TEFLIN Journal, 24 (1):

63-81.

Nunan, D. 2000. Autonomy in Language Learning. Paper Presented

at Plenary Presentation ASOCOPI, Columbia.

Oanh, D. T. H. 2007. Learner Autonomy in Asian Context:

Independent and Independent Work at the University Level

(Vietnam). In Farrel, T.S.C. (ed). Language Teacher Research

in Asia: Language Teacher Series. Virginia: TESOL Inc.

Oğuz, A. 2013. Developing a Scale for Learner Autonomy Support.

Educational Sciences: Theory and Practices, 13(4), 2187-

2194.

Onozawa, C. 2014. Promoting Autonomy in the Language Class.

The Social Sciences, 9 (2): 124-128.

Oxford, R. L. 1990. Language learning strategies: What every

teacher should know. Boston, MA: Heinle & Heinle

Publishers.

Page 71: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

63 ProsIding

Oxford, R. L., Park-Oh, Y., Ito, S., & Sumrall, M. 1993. Learning a

language by satellite: What influences achievement? System,

21 (1): 31-48.

Reid, J., M. 1987. The Learning Style Preferences of ESL Students.

TESOL Quarterly, 21 (1): 87-110.

Rivers, W. 1987. Interactive Language Teaching. New York:

Cambridge University Press.

Rothwell, W. J. & Sensenig, K. J. 1999. The Sourcebook for Self-

directed Learning. Amherst, Massachusetts: HRD Press.

Scharle, A. & Szabo, A. 2000. Learner Autonomy: A Guide to

Developing Learner Responsibility. Cambridge: Cambridge

University Press.

Shipman, S. F., Krantz, D. H., & Silver, R. 1992. Mathematics

Anxiety and Science Careers among able College Women.

Psychological Science, 3, 292-295.

Slavin, R. E. 2010. Educational Psychology for Learning and

Teaching. Melbourne: Cengage Learning.

Stockdale, S., & Brocket, R. G. 2011. Development of the PRO-

SDLS: A measure of self-direction in learning based on the

personal responsibility orientation model. Adult Education

Quarterly, 61 (2): 161-180.

Tannen, D. 1990. Researching Gender-Related Patterns in

Classroom Discourse. TESOL Quarterly, Vol. 30, No. 2, pp.

341-344.

Thanasoulas, D. 2000. What is Learner Autonomy and How It Can

Be Fostered? TESL Journal, 6 (11): …

Tough. A. 1971. The Adult’s Learning Projects: A fresh approach to

theory and practice in adult learning. Toronto: OISE.

Wenden, A. 1991. Learner Strategy for Learner Autonomy. New

York: Prentice Hall International English Language Teaching.

Williams, M. & Burden, R. L. 2000. Psychology for Language

Teachers: A Social Constructivist Approach. The People’s

Education Press, Foreign Language Teaching Research Press

and Cambridge University Press.

Yang, T. 2005. An Overview of Learner Autonomy: Definitions,

Misconceptions, and Identifications. Ryukoku International Center

Research Bulletin, 14, 69-83.

Page 72: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

64 ProsIding

PENGARUH REPUTASI DAN RELATIONSHIP VALUE

TERHADAP KEPERCAYAAN MITRA ALIANSI PADA

INDUSTRI PARIWISATA

Ratih Juliati

Universitas Muhammadiyah Malang

Email: [email protected]

Abstrak: Fenomena bisnis dalam industri pariwisata memiliki

tingkat ketergantungan dengan usaha jasa lainnya dan memiliki

karakteristik yang unik, yaitu jasa pariwisata yang berbeda satu

dengan yang lain, namun dalam implementasi operasionalnya

saling terkait. Penelitian bertujuan untuk: (1) Menguji dan

menganalisis pengaruh reputasi terhadap kepercayaan mitra

aliansi; (2) Menguji dan menganalisis pengaruh relationship values

terhadap kepercayaan mitra alinsi; (3) Menguji dan menganalisis

pengaruh yang dominan, reputasi atau relationship values terhadap

kepercayaan mitra aliansi. Lokasi penelitian meliputi: Kabupaten

Malang, Kota Malang dan Kota Batu. Populasi penelitian ini

sebanyak 625 usaha jasa pariwisata di Malang Raya yang terdiri

dari tiga kelompok, yaitu: (1) Jasa Keramah-tamahan (Hospitality

Services); (2) Organisasi Usaha Perjalanan Wisata (Tour and

Travel Organization); dan (3) Jasa Kunjungan Tujuan Wisata

(Visitor Services). Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif

dengan unit analisisnya adalah kerjasama (aliansi). Kerjasama

minimal satu tahun oleh para pengambil keputusan, yaitu: pemilik

(owner) atau direktur utama/general manajer. Teknik pengambilan

sampel dengan cara proporsional random sampling. Adapun

sampel dalam penelitian ini sebanyak 244 responden. Responden

adalah pengambil keputusan yaitu eksekutif pada usaha jasa

pariwisata (mitra aliansi) di Malang Raya. Metode pengumpulan

data dengan kuesioner yang telah di uji validitas dan reliabilitas-

nya serta dibantu dengan wawancara. Hasil studi menunjukkan

bahwa, secara parsial nilai t hitung pada reputasi mitra aliansi

adalah 2,03 dan relationship value mitra aliansi adalah 12,76

dengan nilai t tabel adalah 1,65. Artinya, reputasi mitra aliansi

memberikan pengaruh positif terhadap kepercayaan mitra aliansi,

begitu juga dengan relationship value mitra aliansi memberikan

pengaruh positif terhadap kepercayaan mitra aliansi. Tetapi dalam

Page 73: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

65 ProsIding

kenyataan nilai Standardized Coefficients Beta untuk masing-

masing variabel, yaitu reputasi mitra aliansi sebesar 0,10 dan

releationship value mitra aliansi sebesar 0,63 ini menunjukkan

bahwa relationship value merupakan penentu keberlangsungan

kerjasama antar para eksekutif usaha jasa pariwisata (mitra aliansi)

terhadap kepercayaan mitra aliansi, dibanding reputasi pada usaha

jasa dalam industri pariwisata di Malang Raya.

Keyword : Strategi aliansi, business-to-business, reputasi,

relationship value, dan kepercayaan

PENDAHULUAN

Aliansi strategis adalah suatu perjanjian terbuka dengan dua

atau lebih perusahaan/ usaha jasa yang memungkinkan kerjasama

dengan berbagi sumber daya yang saling menguntungkan, serta

peningkatan posisi kompetitif dari semua organisasi dalam aliansi

(Das and Teng, 2002). Aliansi strategi dibutuhkan, ketika sebuah

perusahaan/ usaha jasa sudah tidak mampu melakukan aktivitasnya

sendiri, maka perusahaan/ usaha jasa yang akan mencari partner/

mitra aliansi sebagai salah satu cara untuk bersinergi dan saling

melengkapi satu sama lain, melalui sumberdaya atau kapabilitas

untuk meraih keunggulan kompetitif.

Studi ini, memberi kontribusi pengetahuan tentang

bagaimana menghubungkan konstruk dan mengeksplorasi

hubungan ini dalam konteks business-to-business (B2B) dengan

menganalisis usaha jasa industri pariwisata di Malang Raya.

Reputasi (Saxton, Todd., 1997; Bennett et al, 2001;Lambe, Spekman

and Hunt 2002; Babakhani, et al., 2011; Miremadi et al., 2011;

Kelly, 2014, Park, et al.,2016) dan relationship value (Ryssel et al.,

(2004); Golicic and Mentzer (2006);Ulaga and Eggert,

Page 74: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

66 ProsIding

2006;Grönroos et al.,2006; Berry and Terry 2008; Sun et al., 2014;

Gil- Saura, 2014) sebagai net-income atau variabel yang

mempengaruhi kepercayaan. Kepercayaan berdasarkan teori

(Morgan and Hunt, 1994) dan beberapa penelitian terdahulu, seperti;

(Bennett et al., 2001; Gilliland dan Bello, 2002;D.Hunt et al.,

2002;Ulaga and Eggret 2006; Grönroos et al., 2006; Mehta et al.,

2006; Pansiri, 2008; Abosag et al., 2012; Gil Saura, 2014; Cullen,et

al., 2015; Park, et al., 2016), sebagai mediating dalam pertukaran

relasional. Namun dalam hubungan kerjasama dalam studi ini

sebagai outcome.

Hubungan kerjasama dalam pemasaran relasional pada

lingkup industri pariwisata memiliki karakteristik unik, yaitu usaha

jasa yang berbeda satu dengan yang lain, namun dalam implementasi

operasionalnya saling terkait, karena hubungan kerjasama dengan

usaha jasa saling melengkapi (Kenneth 2004). Adapun tiga

kelompok usaha jasa yang berbeda dalam industri pariwisata, yaitu;

(1) Hospitality services, (Food and Beverage, Akomodation), (2)

Tour and Travel(Wholesaller /Retailer,Operators) dan (3) Visitor

Services (Destination andAttractios, Events, and TourismAgencies)

(Stokes, 2006). Selanjutnya, usaha jasa dalam industri pariwisata

saling melengkapi, sehingga dengan pertimbangan rasional akan

menjalin hubungan kerjasama yang dilandasi dengan motif ekonomi.

(Tsang 2000; Hitt et al., 2003; Davis-Sramek et al., 2009).

Hubungan kerjasama mitra aliansi yang dilandasi motif

ekonomi lebih memilih bekerja sama dengan usaha jasa/mitra aliansi

yang memiliki reputasi mitra aliansi, terutama untuk meminimalkan

resiko pada suatu hubungan jangka panjang (Bennet and Gabriel,

2001). Park, et al., (2016) menyatakan bahwa kepercayaan, reputasi

dan komitmen sebagai mediating dalam kegagalan aliansi. Namun

Page 75: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

67 ProsIding

berbeda dengan beberapa temuan bahwa reputasi sebagai net-

income, seperti; Ganesan (1994), Bennet and Gabriel (2001), Sharif

(2005), Tian et al., (2008), Keh and Xie (2009), dan Wagner et al.,

(2011); menyatakan bahwa reputasi berpengaruh positif terhadap

kepercayaan yang akan mengarah pada terciptanya hubungan jangka

panjang. Berdasarkan temuan yang yang bervariasi tersebut, maka

perlu dilakukan penelitian kembali, studi ini mengacu pada pendapat

terakhir, yaitu reputasi berpengaruh terhadap kepercayaan.

Selain itu, manfaat atau nilai (value) digambarkan sebagai

"relationship value" (Payne and Holt, 2001; Ulaga, 2003).

Relationship value lahir dari hubungan kerjasama jangka panjang

dengan kedua belah pihak, sehingga dapat menciptakan kualitas nilai

(Hogan, 2001). Relationship value juga sangat berperan dalam

menciptakan hubungan yang kuat dan hubungan jangka panjang

(Gill-Saura et al., 2009). Beberapa temuan penelitian terdahulu

relationship value sebagai mediating, seperti; Barry and Terry,

(2008). Selanjutnya relationship value sebagai net-income, seperti;

Ulaga and Eggert (2006) dan Gil-Saura et al., (2009) menemukan

bahwa relationship value berpengaruh secara signifikan dan positif

terhadap kepercayaan mitra aliansi. Berdasarkan temuan yang

bervariasi, maka perlu dilakukan penelitian kembali, studi ini

mengacu pada pendapat terakhir, yaitu relationship value

berpengaruh terhadap kepercayaan.

Bagaimana pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

mampu mempersiapkan diri, termasuk Malang Raya turut

mengambil peran dengan cara; pemerintah daerah sebagai motor

penggerak yang selanjutnya memberikan kewenangan penuh kepada

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah untuk menentukan

strategis pembangunan pariwisata. Malang Raya memiliki destinasi

Page 76: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

68 ProsIding

wisata, dimana satu sama lain mempunyai ciri khas, seperti; kota

Malang dengan wisata belanja nya dan warisan budaya (heritage),

kabupaten Malang dengan wisata alamnya dan kota Batu dengan

beberapa wisata alam dan cenderung wisata buatan. Berdasarkan

uraian diatas, studi ini akan mengeksplorasi kepercayaan pelaku

usaha jasa pariwisata, maka pertanyaan penelitian yang diajukan

dalam studi ini, sebagai berikut: “Bagaimana upaya membangun

kerjasama dengan kepercayaan mitra aliansi yang dilandasi oleh

reputasi dan relationship values dalam industri pariwisata di Malang

Raya ? ”

METODE

Malang Raya merupakan salah satu Objek Daya Tarik

Wisata (ODTW) di propinsi Jawa Timur yang menjadi pertimbangan

untuk dikunjungi para wisatawan. Lokasi penelitian ini diMalang

Raya, yaitu terdiri dari 3 wilayah, Lokasi penelitian di Malang Raya,

terdiri dari 3 wilayah, yakni: Kota Malang terdiri dari 4 kecamatan,

Kabupaten Malang terdiri dari 15 kecamatan dan Kota Batu terdiri

dari 3 kecamatan, yang selanjutnya akan menjadi daerah penelitian.

Pelaksanaan penelitian pada pelaku usaha jasa di Malang Raya

dilakukan selama 3 (tiga) bulan terdiri dari bulan pertama uji coba

kuesioner dan bulan ke dua sampai bulan ke tiga, yaitu persiapan dan

pelaksanaan serta pengumpulan data. Populasi dalam studi ini adalah

seluruh usaha jasa/ mitra aliansi dalam industri pariwisata di Malang

Raya terdiri dari: Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu.

Adapun usaha jasa/ mitra aliansi yang menjadi sasaran penelitian

dalam lingkup industri pariwisata terbagi dalam tiga kelompok, yaitu

jasa keramah-tamahan (Hospitality Services),jasa perjalanan wisata

Page 77: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

69 ProsIding

(Tour and Travel Organization), jasa kunjungan wisata (Visitors

Services). Ketiga kelompok ini merupakan pelaku usaha jasa/ mitra

aliansi yang berorientasi laba (profit oriented) dan telah tergabung

dalam Asosiasi PHRI dan ASITA serta DEPERINDAG di Malang

Raya sebanyak 625 anggota.

Sampel diambil dari populasi dengan menggunakan teknik

probability sampling dengan cara proporsional random sampling.

Pendekatan yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel

dalam penelitian ini adalah menggunakan cara persentase.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran sampel yang diambil, menggunakan model

statistik dari Slovin sebanyak 244 responden. Sedangkan

pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini melalui

dua sumber, yaitu : data primer dari responden dan data sekunder

yang telah dipublikasikan, seperti data DEPBUDPAR, PHRI,

ASITA, dan DEPERINDAG, maupun dari publikasi media. Teknik

analisis data adalah analisis deskriptif Distribusi jawaban responden

pada variabel dependen dan variabel independen diperoleh dengan

cara menggunakan frekuensi jawaban responden dengan indeks

persepsional dan menggunakan skala jawaban 1 sampai 5, yaitu pada

tabel 1 sebagai berikut

Page 78: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

70 ProsIding

Tabel 1

Distribusi Jawaban Responden

MenurutVariabel Reputasi

Reputasi Mitra Aliansi 1 2 3 4 5 Total

Nilai

Indeks

∑(FxI)/5

x1.1

Mitra usaha/aliansi saya,

sangat kompeten/mampu di

bidangnya

F 0 3 29 142 70 244

202,2 F x

I 0 6 87 568 350 1.011

%F 0 0,01 0,12 0,58 0,29 1

x1.2

Mitra usaha/aliansi saya,

lebih unggul di bidangnya

F 0 0 28 133 83 244

206,2 F x

I 0 0 84 532 415 1.031

%F 0 0 0,12 0,54 0,34 1

x1.3

Mitra usaha/aliansi saya,

lebih pengalaman di

bidangnya

F 0 9 85 86 64 244

187,4 F x

I 0 18 255 344 320 937

%F 0 0,04 0,35 0,35 0,26 1

x1.4

Mitra usaha / aliansi saya,

lebih luas akses (jalan

masuk) pasar di bidangnya

F 0 2 72 96 74 244

194,8 F x

I 0 4 216 384 370 974

%F 0 0,01 0,29 0,4 0,3 1

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Pada tabel 1 menunjukan bahwa nilai indeks tertinggi

terdapat pada 𝑥1.2 yaitu sebesar 206,2 hal tersebut menunjukkan

bahwa mitra aliansi yang memiliki keunggulan dibidangnya

dipersepsikan paling penting oleh responden dalam variabel reputasi

Page 79: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

71 ProsIding

mitra aliansi. Selanjutnya nilai indeks terendah terdapat pada 𝑥1.3

yaitu sebesar 87,4 hal tersebut menunjukkan bahwa mitra aliansi

yang kurang berpengalaman di bidangnya.

Tabel 2

Distribusi Jawaban Responden

Menurut Variabel Relationship Value

Relationship Value Mitra Aliansi 1 2 3 4 5 Total

Nilai Indeks

∑(FxI)/5

x2.1

Mitra usaha/aliansisaya,

selalu memberi nilai

subyektif atau perlakuan

istimewa saat menjalin

hubungan kerja sama

F 0 0 34 127 83 244

205 F x

I 0 0 102 508 415 1.025

%F 0 0 0,14 0,52 0,34 1

x2.2

Mitra usaha/aliansi saya,

selalu memberi nilai

manfaat saat menjalin

hubungan kerja sama

F 0 4 41 122 77 244

200,8 F x

I 0 8 123 488 385 1.004

%F 0 0,02 0,17 0,5 0,31 1

x2.3

Mitra usaha/aliansi saya,

selalu memberi nilai

kredibilitas (informasi yang

dapat dipercaya) saat

menjalin hubungan

kerjasama

F 0 10 148 49 37 244

169 F x

I 0 20 444 196 185 845

%F 0 0,04 0,61 0,2 0,15 1

x2.4

Mitra usaha/aliansi saya,

selalu memberi nilai (rasa

aman) saat menjalin

hubungan kerjasama

F 0 0 66 110 68 244

195,6 F x

I 0 0 198 440 340 978

%F 0 0 0,27 0,45 0,28 1

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Page 80: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

72 ProsIding

Pada tabel 2 menunjukkan bahwa nilai indeks tertinggi

terdapat pada indikator 𝑥2.1 yaitu sebesar 205, hal ini menunjukkan

bahwa dengan memberi nilai subyektif atau perlakuan istimewa saat

menjalin hubungan kerjasama dipersepsikan paling penting oleh

responden, sehingga mitra aliansi merasa lebih diperhatikan saat

menggunakan jasanya. Selanjutnya nilai indeks terendah terdapat

pada 𝑥2.3 yaitu sebesar 169, hal ini menunjukkan bahwa dengan

memberi nilai kredibilitas saat menjalin hubungan kerjasama

dipersepsikan kurang penting oleh responden.

Tabel 3

Distribusi Jawaban Responden

Menurut Variabel Kepercayaan Mitra Aliansi

Kepercayaan Mitra Aliansi 1 2 3 4 5 Total

Nilai

Indeks

∑(FxI)/5

y1.1

Kami menjunjung tinggi

kejujuran saat melakukan

perjanjian dalam hubungan

kerja sama

F 0 3 20 136 85 244

207 F x

I 0 6 60 544 425 1.035

%F 0 0,01 0,08 0,56 0,35 1

y1.2

Kami menjunjung tinggi

keadilan saat melaksanakan

hak dan kewajiban dalam

hubungan kerja sama

F 0 0 20 131 93 244

209,8 F x

I 0 0 60 524 465 1.049

%F 0 0 0,08 0,54 0,38 1

y1.3

Kami menjunjung tinggi

saat pembagian hak secara

proporsional (sebanding)

dalam hubungan kerja

sama

F 0 3 60 68 113 244

204,6 F x

I 0 6 180 272 565 1.023

%F 0 0,01 0,25 0,28 0,46 1

y1.4 F 0 3 67 83 91 244 198,8

Page 81: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

73 ProsIding

Kami menjunjung tinggi

ketepatan janji saat

melakukan transaksi dalam

hubungan kerjasama

F x

I 0 6 201 332 455 994

%F 0 0,01 0,27 0,34 0,38 1

y1.5

Kami menjunjung tinggi

ketelitian saat menghitung

transaksi dengan

tepat/benar dalam

hubungan kerja sama

F 0 10 77 106 51 244

186 F x

I 0 20 231 424 255 930

%F 0 0,04 0,32 0,43 0,21 1

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Pada tabel 3, menunjukkan bahwa nilai indeks tertinggi

terdapat pada indikator 𝑦1.2 yaitu sebesar 209,8 hal ini

menunjukkan bahwa mitra aliansi sangat menjunjung tinggi keadilan

saat melaksanakan hak dan kewajiban dipersepsikan paling penting

oleh responden dalam variabel relationship value agar masing-

masing pihak tidak ada yang dirugikan. Selanjutnya nilai indeks

terendah terdapat pada indikator 𝑦1.5 yaitu sebesar 186 hal ini

menunjukan bahwa responden kurang menjunjung tinggi ketelitian

dalam menghitung transaksi.

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk

mengetahui ada atau tidak ada pengaruh antara variabel independen

atau variabel Reputasi Mitra Aliansi (RMA) dan variabel

Relationship Value Mitra Aliansi (RVMA) terhadap variabel

dependen atau variabel Kepercayaan Mitra Aliansi (KMA) dengan

menggunakan SPSS 21 for Windows. Hasil dari uji regresi linear

berganda dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut:

Page 82: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

74 ProsIding

Tabel 4

Hasil Uji Regresi Linear Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 6,154 1,211 5,082 ,000

X1.total ,121 ,060 ,101 2,032 ,043

X2.total ,792 ,062 ,633 12,763 ,000

a. Dependent Variable: Y1.total

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Dari hasil pengujian tersebut, maka persamaan regresi

dirumuskan y = a + b1𝑥1+ b2𝑥2 sehingga y = 6,154 + 0,121x1 +

0,792x2. Persamaan regresi dijelaskan sebagai berikut:

1. Konstanta sebesar 6,154;artinya jika Reputasi Mitra Aliansi (x1)

dan Relationship Value Mitra Aliansi (x2) nilainya adalah 0,

maka Kepercayaan Mitra Aliansi (y1) nilainya adalah 6,154.

2. Koefisien regresi variabel Reputasi Mitra Aliansi (x1) sebesar

0,121; artinya jika variabel independen x1 berubah sebesar 1

satuan maka variabel dependen akan berubah sebesar 0,121

dengan asumsi variabel lain tetap.Interpretasinya jika Reputasi

Mitra Aliansi naik sebesar 1 satuan akan mengakibatkan

kenaikanKepercayaan Mitra Aliansi sebesar 0,121 atau 12,1%.

Independen lain nilainya tetap dan Reputasi Mitra Aliansi

mengalami kenaikan 1%, maka Kepercayaan Mitra Aliansi (y1)

Page 83: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

75 ProsIding

akan mengalami peningkatan sebesar 0,121. Koefisien bernilai

positif artinya terjadi hubungan positif antara Reputasi Mitra

Aliansi dengan Kepercayaan Mitra Aliansi, semakin naik

Reputasi Mitra Aliansi maka semakin naik Kepercayaan itra

Aliansi. Koefisien variabel RMA(𝑥1) mempengaruhi secara

signifikan variabel KMA, karena tingkat signifikansi variabel

RMAsebesar 0,043 yang lebih kecil dari pada 0,05

(0,043<0,05). Jika semakin tinggiReputasi Mitra Aliansi maka

semakin tinggitingkat Kepercayaan Mitra Aliansi dalam

mengambil suatu keputusan bisnis.

3. Koefisien regresi variabel Relationship Value Mitra Aliansi (x2)

sebesar 0,792; artinya jika variabel independen lain nilainya

tetap dan Relationship Value Mitra Aliansi mengalami kenaikan

1%, maka Kepercayaan Mitra Aliansi (y1) akan mengalami

peningkatan sebesar 0,792. Koefisien bernilai positif artinya

terjadi hubungan positif antara RVMA dengan KMA, semakin

naik Relationship Value Mitra Aliansi maka semakin naik

Kepercayaan Mitra Aliansi. Koefisien variabel RVMA(x2)

mempengaruhi secara signifikan variabel KMA (y1), karena

tingkat signifikansi variabel RVMA sebesar 0,000 yang lebih

kecil dari pada 0,05 (0,000<0,05). Jika semakintinggi

Relationship Value Mitra Aliansimaka semakin tinggitingkat

Kepercayaan Mitra Aliansi dalam mengambil suatu keputusan

bisnis.

Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk memprediksi

seberapa besar kontribusi pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen. Kontribusi pengaruh tersebut terlihat pada angka

Page 84: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

76 ProsIding

adjusted r square. Berikut adalah hasil pengujian dapat dilihat pada

tabel 5 sebagai berikut:

Tabel 5

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 ,663a ,440 ,436 2,01822

a. Predictors: (Constant), X2.total, X1.total

b. Dependent Variable: Y1.total

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Dari table 5, diketahui bahwa nilai R Square 0,440. Hal ini

menunjukkan bahwa kepercayaan mitra aliansi ditentukan oleh

reputasi mitra aliansi dan relationship value mitra aliansi sebesar 44

% sedangkan sisanya 56 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak

termasuk dalam penelitian ini.

Tidak ada ukuran yang pasti berapa besarnya R2 untuk

mengatakan bahwa suatu pilihan variabel sudah tepat. Jika

R2 semakin besar atau mendekati 1, maka model cenderung tepat.

Untuk data survei yang berarti bersifat cross section data yang

diperoleh dari banyak responden pada waktu yang sama, maka nilai

R2 = 0,2 (20%) atau 0,3 (30%) sudah cukup baik. Keputusan ini

dapat diterima jika uji F menunjukkan nilai yang besar atau

signifikan. Menurut Gujarati (1995) keputusan untuk menerima

model tersebut baik atau tepat harus dilihat bersama antara besarnya

nilai F dan R2 artinya nilai koefisiensi determinasi digunakan

memprediksi besarnya kontribusi pengaruh reputasi mitra aliansi

Page 85: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

77 ProsIding

dan relationship value mitra aliansi terhadap kepercayaan mitra

aliansi dengan asumsi apabila hasil uji F bernilai signifikan.

Uji F dikenal dengan uji Serentak atau uji model/

uji Anova, yaitu uji untuk melihat bagaimanakah pengaruh

semua variabel bebasnya secara bersama-sama terhadap variabel

terikatnya. Atau untuk menguji apakah model regresi yang dibuat

bersifat baik/signifikan atau tidak baik/non-signifikan. Dalam

penelitian ini menggunakan SPSS 21.00 for Windows Software.

Kriteria pengujian hipotesis berdasarkan nilai probabilitas F hitung,

jika nilai probabilitas F hitung lebih kecil dari tingkat kesalahan/eror

(alpha) 0,05, maka dapat dikatakan bahwa model regresi yang

diestimasi layak, sedangkan apabila nilai probabilitas F hitung lebih

besar dari tingkat kesalahan/eror (alpha) 0,05, maka dapat dikatakan

bahwa model regresi yang diestimasi tidak layak (Iqbal, 2015).

Berikut adalah hasil pengujian dilihat pada tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6

Hasil Uji F

ANOVAa

Model Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

1

Regression 771,913 2 385,956 94,755 ,000b

Residual 981,640 241 4,073

Total 1753,553 243

a. Dependent Variable: Y1.total

b. Predictors: (Constant), X2.total, X1.total

Sumber:data primer yang diolah (2017)

Page 86: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

78 ProsIding

Dari tabel 6, diketahui bahwa nilai probabilitas F hitung

lebih kecil dari tingkat kesalahan/eror (alpha) 0,05 (0,000 < 0,05),

maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

antara Reputasi Mitra Aliansi (X1) dan Relationship Value Mitra

Aliansi (X2) secara simultan terhadap Kepercayaan Mitra Aliansi

(Y).

Uji t dikenal dengan uji parsial, yaitu untuk menguji

bagaimana pengaruh masing-masing variabel. Dalam penelitian ini

menggunakan Variabel Reputasi Mitra Aliansi(x1) dan Relationship

Value Mitra Aliansi (x2) secara sendiri-sendiri terhadap variabel

Kepercayaan dengan Mitra Aliansi (y1). Kriteria pengujian hipotesis

ini jika nilai signifikan lebih kecil dari tingkat kesalahan (alpha) 0,05

(yang telah ditetapkan), maka dapat dikatakan bahwa variabel bebas

berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya (Iqbal, 2015).

Berikut adalah hasil uji parsial (uji t) dapat dilihat pada tabel 7

sebagai berikut.

Tabel 7

Hasil Uji t Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 6,154 1,211 5,082 ,000

X1.total ,121 ,060 ,101 2,032 ,043

X2.total ,792 ,062 ,633 12,763 ,000

a. Dependent Variable: Y1.total

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Page 87: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

79 ProsIding

Nilai t hitung pada tabel 7 di atas adalah 2,032 untuk X1

dan 12,763 untuk X2, sedangkan nilai t tabel adalah 1,65. Jika t

hitung lebih besar dari t tabel (X1 = 2,032 > 1,65 dan X2 = 12,763 >

1,65), maka disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

antara Reputasi Mitra Aliansi (X1) dan Relationship Value Mitra

Aliansi (X2) secara parsial (sendiri-sendiri) terhadap Kepercayaan

Mitra Aliansi (Y).

Uji Variabel Dominan. Dalam penelitian ini juga dihitung

sumbangan efektif (SE) yang digunakan untuk menguji variabel

bebas mana yang dominan mempengaruhi variabel terikat. Adapun

perhitungannya diperoleh dengan cara menguadratkan koefisien

parsial. Berikut adalah hasil uji variabel dominan dapat dilihat pada

tabel 8 sebagai berikut :

Tabel 8

Hasil Uji Variabel Dominan

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 6,154 1,211 5,082 ,000

X1.total ,121 ,060 ,101 2,032 ,043

X2.total ,792 ,062 ,633 12,763 ,000

a. Dependent Variable: Y1.total

Sumber: data primer yang diolah (2017)

Berdasarkan tabel 8 menunjukkan nilai Standardized

Coefficients Beta untuk masing-masing variabel, yaitu Reputasi

Page 88: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

80 ProsIding

Mitra Aliansi (X1) sebesar 0,101 dan Releationship Value Mitra

Aliansi (X2) sebesar 0,633. Ini berarti bahwa variabel Relationship

Value Mitra Aliansi(X2) lebih besar dari variabel Reputasi Mitra

Aliansi (X1) artinya variabel Relationship Value Mitra Aliansi

memiliki pengaruh yang dominan terhadap Kepercayaan Mitra

Aliansi (usaha jasa) pariwisata di Malang Raya.

PENUTUP

Hasil studi menunjukkan bahwa, secara parsial nilai t

hitung pada reputasi mitra aliansi adalah 2,03 dan relationship value

mitra aliansi adalah 12,76 dengan nilai t tabel adalah 1,65. Artinya,

reputasi mitra aliansi memberikan pengaruh positif terhadap

kepercayaan mitra aliansi, pada usaha jasa pariwisata di Malang

Raya. Reputasi yang baik merupakan awal yang mendasari penilaian

dalam menentukan, apakah suatu usaha jasa tersebut layak untuk

menjadi mitra aliansi. Begitu juga dengan relationship value mitra

aliansi memberikan pengaruh positif terhadap kepercayaan mitra

aliansi. Kemampuan satu pihak untuk memberi nilai atau manfaat

yang besar membuat pihak lain menilai bahwa pihak tersebut

memiliki kompetensi dan kapabilitas yang tinggi terhadap

pekerjaannya, sehingga menunjukkan relationship value yang tinggi

akan berdampak pada kepercayaan mitra aliansi yang tinggi pada

usaha jasa pariwisata di Malang Raya.

Tetapi dalam kenyataan, nilai Standardized Coefficients Beta

untuk masing-masing variabel, yaitu reputasi mitra aliansi sebesar

0,10 dan reletionship value mitra aliansi sebesar 0,63 , artinya

reletionship value mempunyai pengaruh dominan dalam hubungan

kerja sama (kemitraan) antar para eksekutif (para mitra aliansi).

Page 89: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

81 ProsIding

Beberapa indikator yang mampu mencerminkan makna dari

reletionship value,yaitu menunjukan bahwa nilai subjektif

(perlakuan istimewa) yang dirasakan mitra aliansi saat melakukan

hubungan kerjasama (kemitraan) sangat dibutuhkan dalam

kerjasama ini, ditambah nilai manfaat yang benar-benar dirasakan

kedua belah pihak, selain itu nilai kredibilitas (informasi yang dapat

dipercaya) yang dirasakan mitra aliansi kurang dibutuhkan karena

mereka sudah sama-sama percaya, dan nilai aman yang dirasakan

mitra aliansi juga dibutuhkan dalam setiap kerjasama agar

berkelanjutan. Oleh karena itu relationship value merupakan

penentu bagi keberlangsungan hubungan kerjasama (kemitraan)

antar para eksekutif usaha jasa pariwisata (mitra aliansi) terhadap

kepercayaan mitra aliansinya, dibanding reputasi pada usaha jasa

dalam industri pariwisata di Malang Raya.

.

Page 90: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

82 ProsIding

DAFTAR PUSTAKA

Albaum, Gerald and Edwin Duerr, 2011.“Internasional Marketing

and Export Management“, Seventh Edition.Financial Time

Press. England:Pearson.

Alimuddin Rizal Riva’i, 2010. Kekuatan Memaksa dalam

Pemasaran Relasional dan Dampaknya pada Strategic

MarketingOutcomes (Studi Empirik pada Industri

Pariwisata di Indonesia), Disertasi, Universitas Diponegoro

Semarang.

Anshori Muslich, Iswati Sri, 2009. Buku Ajar; Metode Penelitian

Kuantitatif, Edisi Pertama, Pusat Penerbitan dan Percetakan

Unversitas Airlangga Surabaya.

Baron S, Conway T and Warnaby G, 2010. RelationshipMarketing:

A Consumer Experience Approach. Cornwall, England:

SAGE Publication, Inc.

Bennet R and Gabriel H, 2001. Reputation, Trust and Supplier

Commitment The Case of Shipping Company/Seaport

Relations. Journal of Business and Industrial Marketing,

Vol. 16, No.6 pp 424-438.

Dolphin RR, 2004.Corporate Reputation –A Value Creating

Strategy.Corporate Governance, Vol. 4, No. 3, pp. 77-92.

Falkenreck C, 2010. Reputation Transfer to Enter New B-to-B

Markets: Measuring and Modelling Approaches.

Heidelberg, Germany: Springer.

Gibbs.R and Humphries.A, 2009. Strategic Alliances & Marketing

Partnerships, First published in Great Britain and the

United States by Kogan Page Limited, ISBN 978 0 7494

5484 5. www.koganpage.com

Gil-Saura I, Frasquet-Deltoro M and Cervera-Taulet A, 2009. The

value of B2B Relationship. Industrial Management and

Data Systems, Vol. 109 No. 5, pp. 593-609.

Graham Hooley, Nigel F.Piercy, Brigitte Nicoulaud, 2008. “

Marketing Strategy and Competitive Positioning, Fourth

Edition. Printice Hal.

Hui-Mei Chena,Chian-Hau Tsengb, 2003.The performance of

marketing alliances between the tourism industry and credit

card issuing banks in Taiwan Elsevier Ltd. All rights

Page 91: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

83 ProsIding

reserved. *Corresponding author see front matter, Elsevier

Ltd. All rights reserved.

Hutt MDand Speh TW, 2010. Business Marketing Management

:B2B .Tenth Edition, Ohio, USA, Cengage Learning.

Kevin E. Voss, 2006, Relational exchange in US-Japanese

marketing strategic alliances, Oklahoma, USA,

Washington, USA, and Tokyo, Japan.

Kotler.Bowen.J, Makens.J, 2006, Marketing for Hospitality and

Tourism, Fourth Edition, Pearson Education International.

________.Kevin L. Keller, 2012. Marketing Management, (14th ed)

Global Edition, Pearson Education Limited. Edinburgh

Gate, England.

Michael A.Hiit, 2011. A Volume in Research in Strategic Alliances

Strategic Alliances in A Globalizing World, Edit by

T.K.DAS. Series Foreword By.IAP-Information Age

Publishing, Inc, (e-book) Printed in The United State of

America.

Miremadi A, Babakhani N, Yousefian M, and Fotoohi H, 2011.

Importance of the Corporate Reputation in B2B Context in

Iran: an Emprical Study. International Journal of

Marketing Studies, Vol. 3, No.4,pp.146-157.

Morgan, Rob.M, and Shelby D. Hunt, 1994. The Commitment-Trust

Theory of Relationship Marketing, Journal of Marketing.

Vol.58, no 3 (July), pp. 20-38.

Morrison, Alastair M, 2010. Hospitality and Travel Marketing, 4 th

, Edition, New York, Delmar Cengage, Learning.

Piercy Nigel F, 2002. Market-Led Strategic Change; A Guide to

Transforming the Process of Going to Market, Third

edition, Butterworth-Heinemann, Linacre House, Jordan

Hill, A division of Reed Educational &Professional

Publishing Ltd.

Qizhi Dai, 2010. Understanding B2B e-market alliance strategies,

Doctoral Candidate, Information and Decision

Sciences, Carlson School of

Suleiman A. Al Khattab1, 2012 . Marketing Strategic Alliances: The

Hotel Sector in Jordan, E-mail: [email protected]

International Journal of Business and Management Vol. 7,

No. 9, May 2012.

Page 92: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

84 ProsIding

Ulaga W and Eggert A, 2006. Relationship Value and Relationship

Quality: Broadening The Nomological Network

of Business-to-Business Relationship. European Journal of

Marketing, Vol. 40, no.3 Issue 4, pp. 311-327.

Vellas Francoois dan Lionel Becherel, 2008.Pemasaran Pariwisata

Internasional Sebuah pendekatan Strategis, Edisi Indonesia

dan edisi pertama, Penerbit Yayasan Obor Indonesia

Anggota IKAPI DKI, http://www.obor.or.id.

Walsh G and Beatty SE, 2007. Customer-Based Corporate

Reputation of A Service Firm: Scale Development and

Validation. Journal of the Academic Marketing Science,

Vol. 35,pp. 127-143.

Wagner SM, Coley LS and Lindemann E, 2011. Effects 0f

Suppliers Reputation on The Future of uyer-Supplier

Relationship: The Mediating Roles of Outcome Fairness

and Trust. Journal of Supply Chain Management, Vol. 47,

No, 2, pp. 29-48.

Page 93: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

85 ProsIding

PROGRAM MAHASISWA MENGAJAR: PERAN

LEARNING RESOURCES

MUSYRIF MA’HAD UIN MALANG

Umi Machmudah

Dosen Bahasa Arab Jurusan PBA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, alumni S3 Universitas Negeri

Malang Prodi: Teknologi Pembelajaran.

Email: [email protected]

A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan bagian strategis untuk membangun

manusia seutuhnya1 dan sebagai media yang sangat ampuh dalam

membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia agar

menjadi lebih baik dan unggul2. Proses pendidikan bagi umat Islam

bukan saja merupakan kebutuhan akan tetapi lebih dari itu

merupakan realisasi ketaatan dan realisasi keimanannya pada Allah.

Mahasiswa adalah kelompok usia muda yang sedang

mengenyam pendidikan di level perguruan tinggi. Mereka

menempati 18% dari jumlah penduduk dunia, kira- kira 1.2 milyar3.

Pemuda menurut pakar pendidikan Islam dunia “Musthofa Al

Ghulaayainy” memiliki kedudukan yang amat penting dalam

kehidupan “inna fi yadisy syubbaan amral ummah wa fi aqdaamihim

hayaataha”, bahwa maju mundurnya suatu bangsa ada di tangan

pemuda. Mahasiswa sebagai pemuda memerankan beberapa peran,

1. Rahardjo, Mudjia. 2010. Pemikiran Kebijakan Pendidikan Kontemporer. Malang: UIN

Maliki Press: vii 2. Azzet, Akhmad Muhaimin. 2011. Urgensi Pendidikan Karakterdi Indonesia.

Jogjakarta: Ar-Ruz Media: 9 3. Al Yunesco wa Asy Syabaab. 2017: Al Istiraatiijiyyah. Unesco: 2: 23..

Page 94: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

86 ProsIding

Agent of change4 bahwa mahasiswa sebagai agen dari suatu

perubahan, social control dimana mahasiswa menjadi panutan dalam

masyarakat, dengan berlandaskan pengetahuan, sesuai tingkat

pendidikan, norma-norma yang berlaku disekitarnya, dan iron stock

bahwa mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh

yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat

menggantikan generasi-generasi sebelumnya.

Hikmah adalah ilmu yang bermanfaat, barang siapa yang

diberi Allah hikmah maka sungguh dia telah mendapatkan kebaikan

yang banyak 5. Artinya ilmu tersebut bermanfaat baik untuk diri

sendiri maupun orang- orang sekitarnya (keluarga/ asrama/ ma’had/

lingkungan terdekat dimana dia berada bahkan untuk bangsa dan

negara). Kemanfaatan akan terjadi jika ilmu tersebut oleh pelaku

(yang punya ilmu) dan orang yang diajaknya bisa dijadikan sebagai

sarana untuk melakukan amal sholeh. Sarana mencapai hikmah yang

efektif adalah dengan “mengajar” Yu’til haikmata man yasyaa’ wa

man yu’tal hikmata faqad uutiya khairan katsiiro6. Mahasiswa

sebagai pemuda secara umum adalah usia yang sangat potensial dan

produktif, sehingga sangat strategis untuk diberdayakan, dilibatkan

dalam proses pembangunan, mulai dari lingkungan dia berada yakni

“kampus”. Pengajar adalah bagian dari sumber belajar7, dimana

keberadaannya adalah sangat penting dalam proses belajar mengajar

karena merupakan sumber invormasi, pengetahuan, keterampilan,

sikap bahkan spiritual.

4. Daurusy Syabaab fi ‘Amaliyyati At Taghyiir Al Mujtama’. 2016 :Wakaalatul Anba’ wal

Ma’luumat Al Falthiiniyyah. 11-16 5. Ash-shobuny Muhammad Ali. 2001. Shofawatut Tafaasiir I. Qohirah: Al

Ashdiqo’Lith- thibaa’ah wan Nasyr wat Tauzii’:143 6. QS Al BAqarah. 269. 7. Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya. Jakarta:

PT Rineka Cipta: 209.

Page 95: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

87 ProsIding

Melalui pendekatan kualitatif, secara deskriptif baik dengan

cara pengamatan, wawancara dan kajian dokumen, makalah ini

ditulis melalui penelitian yang dilakukan di ma’had al Jami’ah UIN

Maulana Malik Ibrahim Malang pada mahasiswa musyrif/ musyrifah

(pembimbing), bertujuan untuk menemukan beberapa hal: 1) Peran

learning resources oleh mahasiswa pembimbing (musyrif/

musyrifah) dalam rangka pembelajaran pada mahasantri, 2)

Kemanfaatan yang diperoleh mahasiswa pembimbing (musyrif/

musyrifah) 3) Kemanfaatan yang diperoleh mahasantri yang

dibimbing oleh mahasiswa pembimbing (musyrif/ musyrifah).

B. Pembahasan

1. UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dengan program

“Mahasiswa Mengajar”

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang sebagai salah satu

perguruan tinggi Islam di Indonesia, memiliki cita- cita luhur yakni

menjadikan perguruan tinggi sebagai Center of Excellence dan

Center of Islamic Civilization sekaligus mengimplementasikan

ajaran Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Tujuan mulia ini

digambarkan dalam visinya yakni: menjadi universitas Islam

terkemuka dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran,

penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat untuk menghasilkan

lulusan yang memiliki kedalaman spiritual, keagungan akhlak,

keluasan ilmu, dan kematangan profesional, dan menjadi pusat

pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang

bernafaskan Islam serta menjadi penggerak kemajuan masyarakat8.

Adapun kedua visi tersebut dijabarkan ke dalam misi utama,

yakni: 1) Mengantarkan mahasiswa memiliki kedalaman spiritual,

8. Statuta UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 2017.

Page 96: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

88 ProsIding

keagungan akhlak, keluasan ilmu dan kematangan profesional. 2)

Memberikan pelayanan dan penghargaan kepada penggali ilmu

pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni

yang bernafaskan Islam. 3) Mengembangkan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan seni melalui pengkajian dan penelitian ilmiah. 4)

Menjunjung tinggi, mengamalkan, dan memberikan keteladanan

dalam kehidupan atas dasar nilai-nilai Islam dan budaya luhur

bangsa Indonesia.

Keempat visi di atas direalisasikan dalam “Tujuan

Pendidikan” sebagai berikut: 1) Menyiapkan mahasiswa agar

menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik

dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan,

dan/atau menciptakan ilmu penge-tahuan dan teknologi serta seni

dan budaya yang bernafaskan Islam. 2) Mengembangkan dan

menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni dan

budaya yang bernafaskan Islam, dan mengupayakan penggunaannya

untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya

kebudayaan nasional9.

Ma’had sebagai bagian integral dari UIN Maulana Malik

Ibrahim Malang memiliki peran yang tak kalah pentingnya dalam

merealisasikan visi, misi serta tugas dalam mewujudkan pendidikan

UIN Malang. Dalam merealisasikan tugasnya, ma’had dibantu oleh

musyrif dan musyrifah (pembimbing) yang mereka itu mahasiswa

dari semester 3, 5, 7 dan mahasiswa senior yang memiliki kualifikasi

rajin ibadah, santun pada guru dan seniornya, sayang kepada adik

kelas dan sesamanya serta cakap dalam disiplin ilmu yang diminati

dan bahasa asing (arab/ inggris) dan menjunjung tinggi nilai- nilai

9. Statuta UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 2017.

Page 97: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

89 ProsIding

akademik serta merupakan kepanjangan tangan pengasuh dalam

proses kepengasuhan10.

Jadi program “mahasiswa mengajar” yang dimaksud

pemakalah di sini adalah peran “learning resources” oleh

mahasiswa pembimbing (musyrif/ musyrifah) di ma’had UIN

Maulana Malik Ibrahim Malang.

2. Peran learning resources oleh Mahasiswa Pembimbing

(musyrif/ musyrifah) dalam Pembelajaran pada

Mahasantri.

Belajar merupakan upaya atau proses perubahan perilaku

seseorang sebagai akibat interaksi peserta didik dengan berbagai

sumber belajar (learning resources) yang ada di sekitarya. Dalam

aktifitas belajar, ada kegiatan yang membelajarkan yang meliputi:

mengingat, memahami, menerapkan (melakukan,

mempraktekkan)11 .Sedang pembelajaran (istilah lain dari

mengajar): adalah upaya untuk menjadikan orang lain agar belajar12

. Dengan merujuk pada dua definisi (belajar dan mengajar) ini, maka

antara definisi belajar dan mengajar secara essensi bisa

dipertemukan, karena mengajar adalah belajar untuk

mempraktekkan dari pengetahuan yang sudah diketahui,

menerapkan keterampilan yang telah dikuasai dan mempraktekkan

pengalaman yang telah dialami saat belajar. Senada dengan pendapat

di atas, adalah Syekh Zarnuji ulama yang lebih dahulu telah

menetapkan konsep belajar dengan “mengajar” yakni “ta’liimul

10. Buku Pendampingan Mahasantri. Pusat Ma’had Al Jami-ah 2016/ 2017. 11. Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran Landasa dan Aplikasinya. Jakarta:

PT Rineka Cipta: 208 12. Degeng, I.N.S. 2013. Teori Pembelajaran 1: Taksonomi Variabel, Bandung: Kalam

Hidup:3

Page 98: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

90 ProsIding

muta’allim” bahwa mengajar adalah “membelajarkan orang yang

belajar” Artinya belajar itu baru benar- benar terjadi tatkala siswa/

santri/ mahasiswa mampu membelajarkan dirinya .

Imam mujtahid Abu Hanifah, tatkala ditanya tentang “apa

resep keberhasilannya” menjadi tokoh terkenal dalam ilmu fiqh,

Jawabnya secara singkat adalah: “Ma istankaftu minal istifaadati wa

maa bakhiltu minal ifaadati” yang maksudnya “Saya tidak malu

untuk cari ilmu pengetahuan (belajar) dan saya tidak bakhil tatkala

diminta untuk memberi pengetahuan (mengajar)”13 Islam tidak

memisahkan antara aktifitas belajar dengan mengajar. Tatkala

seseorang mengajar maka dia sudah pasti belajar.

Pembelajaran juga didefinisikan dengan upaya

menghidupkan proses belajar. Istilah ini muncul karena yang

membelajarkan adalah guru (atau orang yang menduduki posisi

guru: pembimbing/ tutor sebaya/ musyrif) Pembelajaran berjalan

bertahap dan progressif dari pengalaman langsung hingga ke

penggunaan bahasa simbol yang bermakna abstrak (Brunner yang

dikutipoleh Heinich, Molenda, dan Russell (1986 Edisi Kedua)14.

Selanjutnya dari sumber yang sama Dale dengan teori “kerucut

pengalamannya”/ “Cone of Experience” 15.

13. Zarnuji, Syekh. Ta’liimul Muta’allim. Tt. 6. 14. Heinich, Robert, Michael Molenda & James D Russell. 1986. Instructional Media and

The New Technologies for Instruction. 2nd ed. New York: Mac Millan Publ. Co. 15. Prawiradilaga, Dewi Salma. Wawasan Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group. 85

Page 99: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

91 ProsIding

Kerucut pengalaman (cone of experience) dari Edgar ‘Dale

“Ana madiinatul Ilmi wa ‘Aliyyun baabuha” Saya (Nabi

Muhammad saw) adalah kotanya ilmu sedangkan ‘Ali ra adalah

pintunya. Hadits ini pernah menjadi nasyid yang dilagukan oleh

Haddad ‘Alwy tahun 2010 an. Arti singkat dari nasyid ini adalah

barang siapa yang menginginkan ilmu maka hendaklah mendatangi

ahlinya/ pakar/ (nara) sumbernya (learning resources).

Pengertian sumber belajar sangatlah sempit jika diartikan

sebagai semua sarana pengajaran yang dapat menyajikan pesan

secara auditif maupun visual saja, misalnya OHP, slides, vidio, film

dan perangkat keras (hadware) lainnya. Pengertian yang lebih luas

tentang sumber belajar diberikan oleh Edgar Dale yang menyatakan

bahwa pengalaman itu adalah sumber belajar16.Sesungguhnya

sumber belajar itu banyak jenisnya. Adapun sumber belajar itu

meliputi pesan (message), orang (people), bahan

(materials/software), alat (devices/hadware), teknik (tehnique), dan

16. Sudjana, Nana, Rivai, Ahmad. 2009. Teknologi Pengajaran. Bandung:Sinar Baru

Algensindo:76

Page 100: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

92 ProsIding

lingkungan (setting)17. Berikut uraian singkat dari keenam hal

tersebut:

a. Pesan adalah informasi pembelajaran yang akan disampaikan

yang dapat berupa ide, fakta, ajaran, nilai dan data. Dalam sistem

persekolahan, pesan ini berupa seluruhmata pelajaran yang

disampaikan kepada peserta didik.

b. Orang adalah manusia yang berperan sebagai pencar,

penyimpan, pengolah, dan penyaji pesan. Contohnya guru,dosen,

tutor, pustakawan, laboran, instruktur, widyaiswara, pelatih

olahraga tenaga ahli, produser, peneliti dan masih banyak lagi,

bahkan termasuk peserta didik itu sendiri.

c. Bahan adalah merupakan perangkat lunak (software) yang

mengandung pesan-pesan pembelajaran yang biasanya disajikan

melalui peralatan tertentu ataupun oleh dirinya sendiri.

Contohnnya, buku teks, modul, transparasi (OHT), kaset program

audio, kaset program vidio, program slide suara, programmed

instruction, CAI (pembelajaran berbasis komputer), film dan lain-

lain.

d. Alat adalah perangkat keras (hadware) yang digunakan untuk

menyajikan pesan yang tersimpan didalam bahan. Contohnya,

OHP, proyektor film dan lain-lain.

e. Teknik adalah prosedur atau langkah-lagkah tertentu yang

disiapkan dalam menggunakan bahan, alat, lingkungan dan orang

untuk menyampaikan pesan. Misalkan demonstrasi, diskusi,

praktikum, pembelajaran mandiri, sistem pendidikan

terbuka/jarak jauh, tutorial tatap muka dan sebagainya.

17. Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran Landasa dan Aplikasinya. Jakarta:

PT Rineka Cipta: 209-210.

Page 101: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

93 ProsIding

f. Latar/lingkungan adalah situasi di sekitar terjadinya proses

pembelajaran tempat peserta didik menerima pesan

pembelajaran. Lingkungan dibedakan menjadi dua macam, yaitu

lingkungan fisik dan lingkungan nonfisik. Lingkungan fisik

contohnya, gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, aula,

bengkel dan lain-lain. Sedangkan lingkungan nonfisik contohnya,

tata ruang belajar, vasilitas udara, cuaca, suasana lingkungan

belajar dan lain-lain.

Dari klasifikasi sumber belajar di atas dapatlah disimpulkan

bahwa mahasiswa pembimbing (musyrif/ musyrifah) adalah

merupakan sumber belajar yakni kategori “Orang”

Melalui pengamatan, wawancara dan diperkuat dokumen yang

ada, didapatkan data bahwa peran “learning resources” oleh

mahasiswa pembimbing (musyrif/ musyrifah) dalam rangka

pembelajaran pada mahasantri adalah sebagai berikut:

1) Pendampingan ibadah dan spiritual, yang meliputi:

a) mendampingi untuk mengikuti sholat maktubah (sholat

fardhu) dan sholat sunnah berjama’ah,

b) mencatat ketidak hadiran santri dalam sholat

berjama’ah

2) Pendampingan akademik yang meliputi:

a) kebahasaan:

i. menjadi tutor sebaya dalam acara shobahul

lughoh/ english morning

ii. melaksanakan evaluasi dan monitiring kebahasaan

b) ta’lim Al Qur-an dan al Afkar al Islamy:

i. menjadi tutor sebaya dalam kegiatan ta’lim al qur-

an dan afkar islamiyah

Page 102: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

94 ProsIding

ii. melaksanakan evaluasi dan monitiring ta’lim al

qur-an dan afkar islamiyah

3) Kesantrian:

a) memfasilitasi kreatifitas santri sesuai bakat dan

minat

b) mengadakan study club antar jurusan di masing-

masing mabna/ gedung asrama

4) Keamanan:

Mengajarkan perihal keamanan, dengan cara:

a) bertanggung jawab atas keamanan masing-masing

mabna

b) mengadakan razia barang-barang yang dilarang di

masing-masing mabna gedung asrama secara

berkala

c) menjaga pos keamanan putra (musyrif) dan putri

(musyrifah) di malam hari

5) Kerumahtanggaan/ inventarisasi:

Mengajarkan perihal kerumahtanggaan/ inventarisasi,

dengan cara:

a) bertanggung jawab, menghimpun, menelaah,

menginformasikan dan menggandakan serta

menyebarluaskan peraturan di bidang hukum, tata

laksana rumah tangga, tata usaha, pengelolaan dan

pemeliharaan asset ma’had

b) memonitoring dan mengevaluasi secara rutin

tentang kebersihan, keindahan, dan pertamanan

yang ada di lingkungan ma’had

Data di atas memberikan informasi bahwa fungsi yang

diperankan oleh mahasiswa pembimbing (musyrif/ musyrifah)

Page 103: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

95 ProsIding

sebagai sumber belajar dalam rangka pembelajaran pada mahasantri

tidak pada aspek pengetahuan saja (tutor sebaya), karena ada 6 profil

yang harus dimiliki oleh musyrif/ musyrifah: 1) uswah hasanah, 2)

akhlak karimah, 3) memiliki akademik yang tinggi, 4) mampu

berbahasa Arab/ inggris, 5) tutor/ kakak/ dan sahabat mahasantri, 6)

spiritual yang tinggi18. Peran guru dalam model ini selain sebagai

ustadz/ tutor sebaya, juga dituntut untuk menjadi mu’allim,

murobby, mursyid, mudarris, dan muaddib19. Adapun makna dari

beberapa terminologi di atas adalah: mu’allim ia akan melakukan

transfer ilmu/ pengetahuan/ nilai, serta melakukan internalisasi atau

penyerapan/ penghayatan ilmu, pengetahuan, dan nilai ke dalam diri

sendiri dan peserta didiknya, serta berusaha membangkitkan

semangat dan motivasi mereka untuk mengamalkannya (amaliyah/

implementasi). Murobby, ia akan berusaha menumbuh kembangkan,

mengatur dan memelihara potensi, minat dan bakat serta

kemampuan peserta didik kearah aktualisasi potensi, minat, bakat,

serta kemampuannya secara optimal melalui kegiatan- kegiatan

penelitian, experiment di labolatorium, problem solving dsb

sehingga menghasilkan nilai- nilai positif, yang bersifat rasional

empirik, obyektif empirik, dan obyektif matematis. Kemudian

mursyid, yakni dia akan melakukan transinternalisasi akhlak kepada

peserta didiknya. Sebagai muaddib, dia sadar bahwa perannya

adalah membangun peradaban yang berkualitas di masa depan

melalui kegiatan pendidikan. Mudarris dia berusaha mencerdaskan

peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas

18. Buku Pendampingan Mahasantri. Pusat Ma’had Al Jami-ah 2016/ 2017. 19. Muhaimin. 2003. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam: Pemberdayaan,

Pengembangan Kurikulum, hingga Redifinisi Islamisasi Pengetahuan.

Bandung: Nuansa: 66.

Page 104: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

96 ProsIding

kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka, baik melalui

kegiatan pendidikan, pengajaran maupun pelatihan.

3. Kemanfaatan yang diperoleh Mahasiswa Pembimbing

(musyrif/ musyrifah)

Adapun kemanfaatan yang didapatkan oleh mahasiswa

pembimbing (musrif/ musrifah) adalah sebagai berikut:

1. Mampu meningkatkan kemampuan dalam public

speaking.

2. Meningkatkan keterampilan dalam berbahasa karena

ketika mengajar juga diiringi dengan belajar

memperbaiki kualitas bahasa yang digunakan.

3. Meningkatkan kemampuan dalam mengatur waktu.

Sebagai mahasiswa pembimbing (musrif/ musrifah)

harus mampu membagi waktu untuk kegiatan regular,

extra, persiapan sebelum ta’lim afkar dan pekerjaan

rumah.

4. Untuk ta’lim afkar dan kajian kitab-kitab lain mahasiswa

pembimbing (musrif/ musrifah) bertugas mendampingi

sedangkan pengajarnya dari luar musrif. Sehingga lebih

dari sekedar mempelajari materi- materi ta’lim afkar.

5. Melatih keikhlasan. Menjadi mahasiswa pembimbing

(musrif/ musrifah) tidak dibayar sepeserpun, sehingga

mengajar untuk berbuat secara ikhlas tanpa mengharap

balasan.

Page 105: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

97 ProsIding

4. Kemanfaatan yang diperoleh Mahasantri yang dibimbing

oleh Mahasiswa Pembimbing (musyrif/ musyrifah).

Adapun kemanfaatan yang diperoleh mahasantri yang

dibimbing oleh mahasiswa pembimbing (musrif/ musrifah) adalah

sebagai berikut:

1. Mahasiswa pembimbing (musrif/ musrifah) mampu berperan

sebagai bapak/ ibu bagi para mahasantri. Ketika mahasantri

mempunyai keluhan kesehatan atau bahkan sakit, mereka

dapat meminta bantuan kepada mahasiswa pembimbing

(musrif/ musrifah), dan mereka dengan tanggap akan segera

menangani.

2. Mahasiswa pembimbing (musrif/ musrifah) juga mampu

berperan sebagai kakak atau sahabat mahasantri. Kehadiran

mahasiswa pembimbing (musrif/ musrifah) mampu menjadi

tempat berkeluh kesah dan berbagi curahan hati mahasantri

terkait masalah pelajaran maupun masalah pribadi.

3. Mahasantri dapat meminta bantuan mahasiswa pembimbing

(musrif/ musrifah) dalam mengarahkan atau permasalahan

akademik hal yang lain.

4. Kegiatan ibadah mahasantri seperti sholat berjamaah, tadarus

Al-Quran, dll semakin terkontrol

5. Mahasantri terlatih untuk hidup dalam kemandirian dan

kebersamaan.

Beberapa kemanfaatan di atas, bisa dikembalikan pada 3

fungsi pendidikan yaitu: 1) socialization artinya pendidikan sebagai

sarana bagi integrasi anak didik ke dalam nilai- nilai kelompok , 2)

schooling yaitu mempersiapkan anak didik untuk mencapai dan

menduduki posisi ekonomi tertentu, 3) education yaitu untuk

menciptakan kelompok elit yang pada gilirannya akan memberikan

Page 106: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

98 ProsIding

kontribusi besar bagi kelanjutan program pembangunan20. Secara

umum orang yang belajar kualitas hidupnya lebih baik dari

sebelumnya baik dari segi pengetahua, keterampilan, maupun

pengalaman, dan merea lebih interaktif dengan lingkugan21.

C. Kesimpulan

Dari uraian diatas bisa disimpulkan, bahwa

a. Peran “learning resources” oleh mahasiswa pembimbing

(musyrif/ musyrifah) dalam rangka pembelajaran pada

mahasantri adalah: 1) Pendampingan ibadah dan spiritual, 2)

Pendampingan akademik yang meliputi: a) kebahasaan b) ta’lim

Al Qur-an dan al Afkar al Islamy, 3) Kesantrian, 4) Keamanan,

5) Kerumah tanggaan

b. Kemanfaatan yang didapatkan oleh mahasiswa pembimbing

(musrif/ musrifah) adalah: a) Meningkatkan kemampuan dalam

public speaking, b) Meningkatkan keterampilan dalam

berbahasa karena ketika mengajar juga diiringi dengan belajar

memperbaiki kualitas bahasa yang digunakan. c) Meningkatkan

kemampuan dalam mengatur waktu. d) Untuk ta’lim afkar dan

kajian kitab-kitab lain mahasiswa pembimbing (musrif/

musrifah) bertugas mendampingi. e) Melatih keikhlasan.

c. Kemanfaatan yang diperoleh mahasantri yang dibimbing oleh

mahasiswa pembimbing (musyrif/ musyrifah) adalah: a)

Mahasiswa pembimbing (musrif/ musrifah) mampu berperan

sebagai bapak/ ibu bagi para mahasantri, b) Mahasiswa

pembimbing (musrif/ musrifah) juga mampu berperan sebagai

20. Azra, Azyumardi. 1996. Pembaharuan Pendidikan Islam . Jakarta: Amissco. 3 21. Hughes, Arthur George. 1982.At Ta’allum wa At Ta’lim Madkhal fi At Tarbiyyah wa

Ilm Nafsi.Tarj. Ad Dajiili, Hasan. Riyadh: ‘Amaadah Syu’uun al Maktabaat:

421.

Page 107: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

99 ProsIding

kakak atau sahabat mahasantri. c) Mahasantri dapat meminta

bantuan mahasiswa pembimbing (musrif/ musrifah) dalam

mengarahkan atau permasalahan akademik hal yang lain. d)

Kegiatan ibadah mahasantri seperti sholat berjamaah, tadarus

Al-Quran, dll semakin terkontrol, e) Mahasantri terlatih untuk

hidup dalam kemandirian dan kebersamaan.

D. Saran

Peran mahasiswa pembimbing (musrif/ musrifah) bisa

lebih dimaksimalkan seiring dengan upaya peningkatan kualitas

hidupnya melalui pemberian reward dan upaya evaluasi yang

berkelanjutan.

Page 108: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

100 ProsIding

DAFTAR RUJUKAN

Arsyad, A. 2007. Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya,

Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Azra, Azyumardi. 1996. Pembaharuan Pendidikan Islam . Jakarta:

Amissco

Azzet, Akhmad Muhaimin. 2011. Urgensi Pendidikan Karakterdi

Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.

Ash-shobuny Muhammad Ali. 2001. Shofawatut Tafaasiir I.

Qohirah: Al Ashdiqo’Lith- thibaa’ah wan Nasyr wat

Tauzii’:143

Buku Pendampingan Mahasantri. Pusat Ma’had Al Jami-ah 2016/

2017.

Daurusy Syabaab fi ‘Amaliyyati At Taghyiir Al Mujtama’. 2016

:Wakaalatul Anba’ wal Ma’luumat Al Falthiiniyyah. 11-16

Degeng, I.N.S. 2013. Teori Pembelajaran 1: Taksonomi Variabel,

Bandung: Kalam Hidup.

Ghazali Said, Imam. 2005. Bahasa dan Sastra Arab Sebagai Basis

Kemandirian (Belajar dari Pengalaman). Malang: Jurursan

Sastra Fakultas Sastra. Uniersitas Negeri Malang.

Heinich, Robert, Michael Molenda & James D Russell. 1986.

Instructional Media and The New Technologies for

Instruction. 2nd ed. New York: Mac Millan Publ. Co.

Hughes, Arthur George. 1982.At Ta’allum wa At Ta’lim Madkhal fi

At Tarbiyyah wa Ilm Nafsi.Tarj. Ad Dajiili, Hasan. Riyadh:

‘Amaadah Syu’uun al Maktabaat

Muhaimin. 2003. Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam:

Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum, hingga

Redifinisi Islamisasi Pengetahuan. Bandung: Nuansa.

Prawiradilaga, Dewi Salma. Wawasan Teknologi Pendidikan.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Rahardjo, Mudjia. 2010. Pemikiran Kebijakan Pendidikan

Kontemporer. Malang: UIN Maliki Press.

Sholeh, UG. 2005. Keluar dari Belenggu Kembali Pada Diri

Sendiri. Jurursan Sastra Fakultas Sastra. Uniersitas Negeri

Malang.

Slavin, E Robert. 1994. Educational Psychology Theory and

Practice. London: Allyn and Bacon.

Page 109: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

101 ProsIding

Sudjana, Nana, Rivai, Ahmad. 2009. Teknologi Pengajaran.

Bandung:Sinar Baru Algensindo.

Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran Landasa dan

Aplikasinya. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Zarnuji, Syekh. Ta’limul Muta’allim. Tt.

Page 110: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

102 ProsIding

STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN STOP-SIT DESA

WISATA DALAM KEGIATAN PENGABDIAN

MASYARAKAT LPPM UNIVERSITAS ISLAM BALITAR

BLITAR DI KAMPUNG ANGGREK DESA SEMPU

KECAMATAN NGANCAR KABUPATEN KEDIRI

Andiwi Meifilina

Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Islam Balitar Jl. Majapahit No. 4A Blitar

Email:

[email protected]

[email protected]

Abstract: The existence of problems that occur between natural

resources with human resources is the manager or the community is

less able to optimize marketing communication strategy it is seen

from the visiting community does not show a very high tourist spike.

The emergence of many tourist villages which in fact is not a village

and only a branding of a particular commodity area then researchers

will use STOP-SIT analysis because it is widely used in an effort to

know the mapping of marketing positioning to get an interpretation

of how the strategy has been run. STOP-SIT analysis is done to see

the strategy and tactics of the marketing or marketing division in the

village of orchid of Sempu village, Ngancar Subdistrict, Kediri

Regency, because there is possibility of positioning that will be

attached to the mind of the audience or the tourists.

From the above description the researcher focused on knowing

STOP-SIT implentation on marketing communication strategy in its

programs so that attract many buyers. With the marketing

communication strategy STOP-SIT (Segmentation, Targeting,

Objectives, Positioning, Sequence of Tools, Integrating, Tools)

which will be expected adan visitors or loyal tourists who always

Page 111: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

103 ProsIding

want to see and get education from orchid tourism in Kampung

Anggrek Desa Sempu District Ngancar Kediri.Metodologi research

used in this study is descriptive qualitative by using the paradigm

Non Positivismemakna behavior, symbols, and phenomena with the

type of descriptive qualitative research.Penggunaan marketing

communication strategy STOP SIT in the village orchid Sempu

District Ngancar District Kediri is Segmentation, Targeting,

Objectives, Positioning, Sequence of Tools, Integrating, Tools in

improving marketing in achieving the purpose of orchid villages

through marketing programs that are instrumental in marketing

communication strategy, so the orchid village can know keleb ihan

and the dullness of the marketing communication strategy, so the

company can take the way or make other marketing programs to

achieve the vision and mission of the orchid village. By doing a study

of strengths and weaknesses, identifying all the opportunities and

constraints or threats faced. Promotion or marketing development

programs are prepared by considering various aspects, and analyzing

the target market.

Keywords: Marketing Communication Strategy STOP-SIT,

Community Service, village orchid village Sempu District Ngancar

Kediri

Abstrak: Adanya permasalahan yang terjadi antara sumber daya

alam dengan sumber daya manusia adalah pengelola atau

masyarakat kurang dapat menggoptimalkan strategi komunikasi

pemasarannya hal ini terlihat dari masyarakat yang berkunjung tidak

menunjukkan lonjakan wisatawan yang sangat tinggi. Munculnya

banyak kampung wisata yang faktanya bukan sebuah perkampungan

Page 112: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

104 ProsIding

dan hanya sebuah branding dari kawasan komoditi tertentu maka

peneliti akan menggunakan analisis STOP-SIT karena banyak

digunakan dalam upaya mengetahui pemetaan positioning

pemasaran untuk mendapat penafsiran bagaimana strategi yang telah

dijalankan. Analisa STOP-SIT dilakukan untuk melihat strategi dan

taktik dari divisi marketing atau pemasaran yang ada di kampung

anggrek desa Sempu Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri karena

dimungkinkan ada positioning (posisi) yang akan menempel kepada

benak khalayak atau wisatawan.

Dari keterangan diatas peneliti terfokus untuk mengetahui

implentasi STOP-SIT pada strategi komunikasi pemasaran dalam

program- programnya sehingga menarik banyak pembeli. Dengan

adanya strategi komunikasi pemasaran STOP-SIT ( Segmentation,

Targeting, Objectives, Positioning, Sequence of Tools, Integrating,

Tools ) yang nantinya diharapkan adan pengunjung atau wisatawan

yang loyal yang selalu ingin melihat dan mendapatkan edukasi dari

wisata tanaman anggrek di Kampung Anggrek Desa Sempu

Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri.Metodologi penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan

menggunakan paradigma Non Positivisme/ Naturalistik/

Interpretatif. Paradigma Interpretatif bertujuan untuk memahami

makna perilaku, symbol-simbol, dan fenomena-fenomena dengan

jenis penelitian deskriptif kualitatif.Penggunaan strategi komunikasi

pemasaran STOP SIT di kampung anggrek desa Sempu Kecamatan

Ngancar Kabupaten Kediri yaitu Segmentation, Targeting,

Objectives, Positioning, Sequence of Tools, Integrating, Tools dalam

meningkatkan pemasaran dalam mencapai tujuan kampung anggrek

melalui program-program pemasaran yang sangat berperan dalam

strategi komunikasi pemasaran, sehingga kampung anggrek dapat

Page 113: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

105 ProsIding

mengetahui kelebihan dan kekerungan dari strategi komunikasi

pemasaran tersebut, sehingga perusahaan dapat mengambil cara atau

membuat program-program pemasaran lainnya untuk mencapai visi

dan misi dari kampung anggrek. Dengan melakukan kajian kekuatan

dan kelemahan yang dimiliki, mengidentifikasi semua peluang dan

hambatan atau ancaman yang dihadapi. Program promosi atau

pengembangan pemasaran dipersiapkan dengan mempertimbangkan

berbagai aspek,dan menganalisa pasar yang di tuju.

Kata kunci: Komunikasi, pemasaran, STOP-SIT

PENDAHULUAN

Strategi komunikasi pemasaran merupakan konsep yang

sangat sederhana yaitu bagaimana pengembangan strategi

pemasaraan perusahaan itu sendiri secara makro.Strategi pemasaran

perusahaan itu sendiri sangat tergantung pada bagaimana strtaegi

yang dikaitkan dengan perencanaan bisnis perusahaan tersebut.

Dengan demikian, jelas bahwa komunikasi pemasaran perusahaan

akan mengarah kepada visi dan misi perusahaan dalam mencapai

tujuan mereka ke depan. Perusahaan yang tidak memiliki

perencanaan bisnis sudah dipastikan akan memiliki strategi

komunikasi pemasaran yang tidak jelas, terarah dan sistematik.

Pada saat iniorientasi pemasaran dewasa ini selain harus

bersifat compotition oriented. Bagaimanapun juga, peta persaingan

mesti diperhitungkan bila tidak ingin tergilas oleh kegiatan

pemasaran perusahaan pesaing.Dan persaingan itu dapat berbagai

bentuk diantaranya adalah persaingan untuk merebutkan hati atau

minat konsumen.Dan pelaku usaha berlomba-lomba berupaya

memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan konsumen sehingga

Page 114: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

106 ProsIding

para produsen dapat memastikan bahwa pelanggannya tetap loyal

meski terjadi perubahan selera konsumen dan perubahan yang terjadi

dilingkungan sekitar.

Salah satu kegiatan pemasaran dan penjualan yang

langsung berhubungan dengan konsumen dan mempunyai peranan

yang cukup besar dalam menciptakan faedah suatu barang adalah

saluran distribusi dan penjualan. Saluran distribusi dan penjualan

tersebut merupakan sub bagian dari variabel komunikasi pemasaran

atau bauran pemasaran yaitu tempat, distribusi dan penjualan.

Pemasaran merupakan tulang punggung perusahaan

sehingga keberhasilan perusahaan tergantung dengan keberhasilan

penjualan, selain itu juga perlu diperhatikan mengenai citra produk.

Para pengusaha harus jeli memanfaatkan peluang bisnis yang ada,

mengidentifikasikan kebutuhan individu untuk mendapatkan dan

menggunakan barang maupun jasa di dalam proses keputusan

pembelian konsumen. Perusahaan tentu saja ingin mempertahankan

eksistensi kinerjanya untuk dapat mencapai tingkat pertumbuhan

yang diinginkan. Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang

dilakukan oleh perusahaan dan usahanya mempertahankan

kelangsungan hidup dalam persaingan usaha yang semakin ketat dan

untuk mengembangkan usahanya.

Banyaknya pelaku bisnis membuat pelaku usaha wajib

menerapkan strategi pemasaran yang inovatif agar dapat bersaing

dan mampu melangsungkan bisnisnya dengan mempertahankan

konsumen sehingga konsumen tetap loyal terhadap produk yang

ditawarkan.Dengan meningkatnya kualitas produk dan pelaku bisnis

di pasar, maka tingkat persaingan semakin meningkat tajam dari

tahun ke tahun.Pendapatan laba yang maksimal dilakukan melalui

penguasaan pangsa pasar dengan strategi pemasaran dan pelayanan.

Page 115: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

107 ProsIding

Stategi komunikasi pemasaran juga berkembangan pada dunia

pariwisata dan pada saat ini juga diikuti di daerah pedesaan seperti

bermunculan desa wisata yang semakin berkembang. Desa yang

memiliki keunikan dan sifat khas juga tidak kalah untuk menarik

wisatawan sehingga desa memiliki peluang untuk berkembang baik

dari sisi sarana dan prasarana..

Permasalahan yang terjadi antara sumber daya alam

dengan sumber daya manusia adalah pengelola atau masyarakat

kurang dapat menggoptimalkan strategi komunikasi pemasarannya

hal ini terlihat dari masyarakat yang berkunjung tidak menunjukkan

lonjakan wisatawan yang sangat tinggi. Munculnya banyak

kampung wisata yang faktanya bukan sebuah perkampungan dan

hanya sebuah branding dari kawasan komoditi tertentu maka peneliti

akan menggunakan analisis STOP-SIT karena banyak digunakan

dalam upaya mengetahui pemetaan positioning pemasaran untuk

mendapat penafsiran bagaimana strategi yang telah dijalankan.

Analisa STOP-SIT dilakukan untuk melihat strategi dan taktik dari

divisi marketing atau pemasaran yang ada di kampung anggrek desa

Sempu Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri karena dimungkinkan

ada positioning (posisi) yang akan menempel kepada benak

khalayak atau wisatawan.

Dari latar belakang tersebut pentingnya penelitian ini

untuk mengetahui implentasi STOP-SIT pada strategi komunikasi

pemasaran dalam program- programnya sehingga menarik banyak

pembeli. Dengan adanya strategi komunikasi pemasaran STOP-SIT

(Segmentation, Targeting, Objectives, Positioning, Sequence of

Tools, Integrating, Tools ) yang nantinya diharapkan adan

pengunjung atau wisatawan yang loyal yang selalu ingin melihat dan

Page 116: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

108 ProsIding

mendapatkan edukasi dari wisata tanaman anggrek di Kampung

Anggrek Desa Sempu Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri.

Tujuan Penelitian menganalisis strategi komunikasi

pemasaran Desa Wisata dalamrangka pengabdian masyarakat di

kampung anggrek desa Sempu Kecamatan Ngancar Kabupaten

Kediri.

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan paradigma Non

Positivisme/ Naturalistik/ Interpretatif. Paradigma Interpretatif

bertujuan untuk memahami makna perilaku, symbol-simbol, dan

fenomena-fenomena. Paradigma ini menekankan hakekat kenyataan

sosial yang didasarkan pada definisi subjektif dan penilaiannya

dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahwa Strategi Komunikasi Pemasaran Desa Wisata dalam

rangka pengabdian masyarakat di kampong anggrek desa Sempu

Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri menggunakan analisis

STOP-SIT yaitu sebagai berikut.

1. S - Segmentation

Segmentasinya dari kampong anggrek di tujukan

semua lapisan masyarakat baik masyarakat ekonomi lemah,

sedang dan keatas. Dengan segmentasi ini maka

dimungkinkan untuk lebih terfokus dalam mengalokasi

sumber daya, terutama sumber daya manusianya. Dan

segmentasi dapat merupakan basis untuk mennetukan

komponen-komponen strategi, taktik dan value secara

Page 117: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

109 ProsIding

keseluruhan. Dengan segmentasi perencanaan strategi

komunikasi pemasaran akan lebih terencana. Kemudian

segmentasi merupakan faktor kunci untuk mengalahkan

pesaing, dengan memandang pasar dari sudut unik dan cara

yang berbeda dari yang lain sehingga dengan segmentasi

maka akan melihat pasar secara bijak, cepat dan tepat.

2. T- Targeting

Salah satu target dari kampung anggrek adalah produksi,

kampung anggrek memiliki sebuah laboratorium kultur jaringan

untuk memperbanyak anggrek dan 4 greenhouse untuk

aklimatisasi atau tahap penyesuaian tanaman dan laboratorium

ke alam. Targeting dalam analisis ini adalah menentukan siapa

sasaran yang hendak dituju. Biasanya proses targeting ini lebih

ditunjukkan kepada pemiliharaan DMU (Decision Making Unit)

atau dalam komposisi khalayak adalah opinion leader.

3. O-Objectives

Objectives bahwa strategi yang dilakukan dalam

komunikasi pemasaran kampung sudah mempunyai tujuan

sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada di kampung anggrek.

Bahwa area 10 hektar yang awal mulanya berfungsi sebagai

perumahan karyawan ini disulap sebagai pusat budidaya anggrek

dengan kemampuan produksi satu juta tanaman pertahun.

Dengan tempat yang teduh dan asri juga sangat cocok untuk

tujuan rekreasi keluarga.

Page 118: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

110 ProsIding

4. P- Positioning

Positioning di kampung anggrek dimana kedudukannya

positioning sebagaimana posisi komunikator dan komunikan

dalam hubungan-hubungan yang ada serta bagaimana

komunikator dipersepsikan dan apa yang diinginkan, hal ini

memerlukan strategi yang jitu dan tepat. Penanm benak kepada

wisatawan sangat penting untuk membuat wisatawan yang loyal.

Bahwa di kampung anggrek merupakan kawasan wisata dilereng

gunung Kelud tersedia ribuan tanaman anggrek berbunga yang

siap di bawa pulang untuk menambah koleksi. Tempat yang

teduh dan asri yang cocok untuk tujuan rekreasi keluarga.

Kampung anggrek memiliki aneka bunga anggrek koleksi langka

maupun anggrek silangan atau hybrid. Ada enam (6) jenis

anggrek yang dikembangkan secara missal yakni anggrek bulan

(phalaenopsis), dendrobium, vanda cymbidium, oncidium dan

cattleya.

5. S- Sequence of Tools

Sequence of Tools di kampung anggrek dengan

melakukan taktik yang dihubungkan dengan sarana-sarana yang

lain, apakah yang menggunakan sosialisasi kampanye eksternal

dan internal. Adapun sarana kampanye yang digunakan dengan

menggunakan media sosial seperti facebook, instragam dan lain-

lain. Penggunaan rute yang dapat dilakukan dengan menggnakan

google maps. Saran yang lainnya adalah adanay kebun nanas

yang unik dimana daun nanas ini berbeda dengan nanas yang

biasanya daunnya berduri. Daun nanas di kampung anggrek

tidak ada durinya yang tajam. Disebelah nanas banyak pohon-

pohon bonsai yang dipajang selain itu juga ada istana kelinci dan

Page 119: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

111 ProsIding

hamster yang cukup banyak. Ada juga patung gorilla jagung

raksasa dan bursa bibit buah-buahan untuk ditaman dengan harga

yang bervariatif. Selain itu juga ada kolam ikan yang menuju

sebuah green house yang berisi beragam tanaman anggrek, mulai

dari yang belum berbungan hingga yang bunganya bermekaran

tersedia juga dikampung anggrek yang dijual mulai harga Rp.

80.000, - ke atas. Kemudian ada laboratorium anggrek yang

menggunakan teknik kultur untuk pengembangbiakannya.

6. I-Integrating

Integrating di kampung anggrek harus disesuaikan

dengan bagaimana perencanaan dalam melakukan transfer pesan

guna mengintegrasikan kesatuan program. Sering terjadi,

program sosialisasi strategi tidak sesuai antara yang satu dengan

yang lain, sedangkan dalam pola integrating ini adalah adanya

upaya kegiatan mengkrucut kepada tujuan.Satu tujuan makro

dalam strategi komunikasi pemasaran yang ada. Tujuan dari

kampung anggrek dengan system yang dimiliki maka dapat

menyediakan satu juta tanaman tiap tahun dimana kedepannya

mengembangkan berbagai flora untuk memanjakan wisatawan.

7. T- Tools

Pemilihan sarana di kampung anggrek harus sesuai

dengan waktu serta beberapa tuntas keinginan yang dicapai perlu

distrategikan dalam jangka waktu tertentu pada tools ini lebih

difokuskan pada sarana yang cocok dengan situasi dan kondisi

lapangan. Berkunjung ke kampung anggrek ini tidak dipungut

biaya hanya membayar parker kendaraan saja. Tersedia gazebo

yang dilengkapi kantin dan permaina anak. Dari pihak LPPM

Page 120: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

112 ProsIding

Universitas Islam Balitar memberikan rintisan untuk kandang

Hewan Kalkun dan Hidroponik untuk jangka waktu kedepannya.

Dengan menggunakan analisis STOP-SIT pada kampung

anggrek desa Sempu Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri oleh

LPPM Universitas Islam Balitar Blitar maka dapat diketahui bahwa

program-program yang sangat berperan dalam strategi komunikasi

pemasaran, sehingga kampung anggrek dapat mengetahui kelebihan

dan kekerungan dari strategi komunikasi pemasaran tersebut,

sehingga perusahaan dapat mengambil cara atau membuat program-

program pemasaran lainnya untuk mencapai visi dan misi dari

kampung anggrek

.

KESIMPULAN

1. Adanya penggunaan strategi komunikasi pemasaran STOP SIT di

kampung anggrek desa Sempu Kecamatan Ngancar Kabupaten

Kediri yaitu Segmentation, Targeting, Objectives, Positioning,

Sequence of Tools, Integrating, Tools dalam meningkatkan

pemasaran dalam mencapai tujuan kampung anggrek.

2. Kampung anggrek desa Sempu Kecamatan Ngancar Kabupaten

Kediri melakukan kajian kekuatan dan kelemahan yang dimiliki,

mengidentifikasi semua peluang dan hambatan atau ancaman

yang dihadapi. Program promosi atau pengembangan pemasaran

dipersiapkan dengan mempertimbangkan berbagai aspek,dan

menganalisa pasar yang di tuju.

3. Program Strategi Komunikasi Pemasaran STOP SIT di kampung

anggrek desa Sempu Kecamatan Ngancar Kabupaten Kediri

dilakukan dengan sungguh-sungguh dan serius dengan di tunjang

sarana kampung anggrek yang memadahi untuk memudahkan

layanan terhadap wisatawan kampung anggrek

Page 121: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

113 ProsIding

DAFTAR PUSTAKA

Alifahmi, Hifni.2008. Marketing Communications Orchestra:

Harmonisasi Iklan, Promosi, dan Marketing Public

Relations.Bandung: ExamediaPublishing

Belch, Michael A., & George E. Belch. 2001. Advertising and

Promotion: An Integrated Marketing Communications

Perspective. 5th Ed. New York: McGraw-Hill

Effendy, Onong Uchjana. 2000. Ilmu, Teori dan Filsafat

Komunikasi. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti

Kotler, Philip. 1992. Manajemen Pemasaran: Analisis,

Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Edisi

Keenam. (Diterjemahkan oleh Drs. Jaka Wasana,MSM)..

Jakarta: Penerbit Erlangga

Kasali, Rhenald, 2000. Marketing Management.The Millennium Ed. New Jersey: Prentice- Hall

Morissan. (2010). Manajemen Public Relation Strategi Menjadi

Humas Profesional, Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Prisgunanto, Ilham, 2006. Komunikasi Pemasaran Strategi dan

Taktik, Galia Indonesia, Bogor

Ratminto, Winarsih, A. S. (2005). Managemen Pelayanan Model

Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter & Standar

Pelayanan Minimal.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Stanton, William J. 2001. Prinsip Pemasaran, Jakarta, Erlangga

Sunarto, Andi, 2006. Pengantar Manajemen Pemasaran,

Yogyakarta, UST Press

Swasta, Basu dan Irawan, 2005.Manajemen Pemasaran Modern,

Liberty, Yogyakarta

Tjiptono, Fandy. (1999). Kualitas Jasa: Pengukuran Keterbatasan

dan Implikasi Manajenal. Usaha Indonesia.No. 03 tahun

XXVIII. Maret 1999

Page 122: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

114 ProsIding

PENGUATAN SOFT SKILL BERBASIS RELIGIUS DALAM

MEWUJUDKAN CALON GURU KOMPETITIF DI ERA

GLOBAL

Indah Aminatuz Zuhriyah

Dosen Tetap FITK UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Abstrak: Era globalisasi telah mendorong persaingan semakin

kompetitif dalam semua sektor, termasuk sektor pendidikan. Guru

harus terus memacu kompetensinya agar lebih meningkat di segala

situasi yang sedang berlangsung. kompetensi tersebut dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu hard skill dan soft skill, yang

termasuk hard skill adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi

profesional, sementara yang termasuk soft skill adalah kompetensi

kepribadian dan kompetensi sosial. Dunia kerja tidak hanya

memprioritaskan pada kemampuan akademik (hard skills) yang

tinggi saja, tetapi juga memperhatikan kecakapan dalam hal nilai-

nilai yang melekat pada seseorang atau sering dikenal dengan aspek

soft skills. Hasil penelitian mengungkapkan, bahwa kesuksesan

hanya ditentukan sekitar 20% dengan hard skill dan sisanya 80%

dengan soft skill. Berdasarkan permasalahan tersebut, tulisan ini

membahas bagaimana menguatkan soft skill dengan berbasis religius

untuk mewujudkan calon guru kompetitif.

Kata kunci: soft skill, religius, guru kompetitif, era global

Page 123: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

115 ProsIding

PENDAHULUAN

Era globalisasi bukan hanya mengubah paradigma berpikir,

namun lebih kepada mendorong umat manusia agar beranjak dari

cara hidup dengan wawasan lama menuju gaya hidup mendunia

(global), yang kini berlangsung tanpa batasan ruang dan waktu.

Persaingan makin kompetitif dalam semua sektor, termasuk sektor

pendidikan. Peran guru mejadi sangat vital dalam kontribusi

pencapaian tujuan pendidikan nasional. Guru harus terus memacu

kompetensinya agar lebih meningkat di segala situasi yang sedang

berlangsung. Selain itu juga termotivasi untuk dapat mengikuti

perkembangan zaman dengan segala kecanggihannya di bidang

teknologi. Artinya, guru harus memacu diri dan harus terus belajar

sepanjang hayat (Life Long Education).

Kompetensi yang wajib dimiliki seorang guru tersebut

meliputi empat kompetensi; kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Keempat kompetensi tersebut saling berhubungan satu sama lain.

Hanya saja kompetensi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu hard skill dan soft skill, yang termasuk hard skill adalah

kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional, sementara yang

termasuk soft skill adalah kompetensi kepribadian dan kompetensi

sosial.

Sebuah hasil penelitian dari Harvard University Amerika

Serikat mengungkapkan, bahwa kesuksesan hanya ditentukan

sekitar 20% dengan hard skill dan sisanya 80% dengan soft skill. Hal

ini diperkuat sebuah buku berjudul Lesson From The Top karangan

Neff dan Citrin (1999) yang memuat sharing dan wawancara

terhadap 50 orang tersukses di Amerika. Mereka sepakat bahwa

Page 124: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

116 ProsIding

yang paling menentukan kesuksesan bukanlah keterampilan teknis

melainkan kualitas diri yang termasuk dalam keterampilan lunak

(soft skills) atau keterampilan berhubungan dengan orang lain

(people skills).22

Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling penting

untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompetitif dalam

mencapai kesuksesan di era globalisasi. Oleh sebab itu, pendidikan

harus menjadi prioritas bagi pembangunan, dengan tidak

mengesampingkan sektor lain. Untuk memajukan pendidikan tidak

hanya mengubah kurikulum dan melengkapi sarana prasarana saja,

melainkan juga memperhatikan pembangunan sumber daya manusia

yang akan mengemban pendidikan tersebut. Suatu bangsa dikatakan

semakin maju apabila sumber daya manusianya memiliki

kepribadian bangsa, beraklak mulia, dan memiliki kualitas

pendidikan yang tinggi.

PEMBAHASAN

Urgensi Soft Skill Bagi Calon Guru di Era Kompetisi Global

Era Globalisasi sering diartikan dengan era tidak ada batas

negara atau sering juga disebut dengan era informasi, era

keterbukaan, era liberalisasi, era pasar bebas, era kompetisi, dan

era kerjasama regional maupun global. Pada era tersebut terjadi

apa yang disebut dengan “mega-competition society”, yaitu

kerjasama dan kompetisi antar bangsa yang sangat dahsyat dalam

segala sektor pembangunan bangsa. Di satu sisi, dengan era

globalisasi semua manusia diberi peluang besar untuk berlomba-

berlomba melalukan kebaikan (fastabiqul khairat) dan memenuhi

tantangan Allah kepada manusia dan jin, sebagaimana difirmankan

22Mudlofir, Ali. 2012. Pendidik Profesional. Surabaya: Rajawali Pers.

Page 125: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

117 ProsIding

Allah di dalam Al-Qur’an, yang artinya “Hai jama’ah jin dan

manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru

langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya

melainkan dengan kekuatan”.23

Di sisi lain, situasi dan kondisi tersebut menyebabkan

permintaan dunia kerja terhadap kriteria calon pekerja dirasa

semakin tinggi saja. Dunia kerja tidak hanya memprioritaskan pada

kemampuan akademik (hard skills) yang tinggi saja, tetapi juga

memperhatikan kecakapan dalam hal nilai-nilai yang melekat pada

seseorang atau sering dikenal dengan aspek soft skills. Kemampuan

ini dapat disebut juga dengan kemampuan non teknis yang tentunya

memiliki peran tidak kalah pentingnya dengan kemampuan

akademik. Tentu saja tuntutan tersebut juga berlaku bagi calon guru,

bahkan seorang guru profesional pun harus terus mengasah soft skill-

nya jika ingin unggul di era kompetisi global.

Secara umum soft skill dimaknai sebagai keterampilan

seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal

skills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri

(intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan unjuk kerja

secara maksimal. Dikaitkan dengan kompetensi guru, kompetensi

kepribadian merupakan bentuk dari intrapersonal skills, semenatra

kompetensi social merupakan wujud dari interpersonal skills. Di

antara contoh intrapersonal skills adalah jujur, tanggung jawab,

toleransi, menghargai orang lain, kemampuan bekerja sama,

bersikap adil, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan

memecahkan masalah, mengelola perubahan, mengelola stres,

mengatur waktu, melakukan transformasi diri, dan toleransi.

23QS: Ar Rahmaan, ayat 33.

Page 126: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

118 ProsIding

Sementara itu, di antara wujud interpersonal skills adalah

keterampilan bernegosiasi, presentasi, melakukan mediasi,

kepemimpinan, berkomunikasi dengan pihak lain, dan berempati

dengan pihak lain. Kedua jenis soft skills tersebut sangat diperlukan

oleh setiap orang, apa pun profesinya. Setiap orang harus

mempunyai komitmen, tanggung jawab, jujur, disiplin, mampu

mengambil keputusan, dan memecahkan masalah, apa pun

profesinya. Perbedaan antara profesi satu dengan yang lain justru

hard skills. Sebab, hard skills terkait dengan penguasaan ilmu

pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan

dengan bidang ilmunya.

Penguatan Soft Skill Berbasis Religius Dalam Mewujudkan

Calon Guru Kompetitif

Soft skill yang dimiliki setiap profesi harus senantiasa

dikembangkan dan diberikan penguatan. Dalam hal ini, penulis

menggunakan perspektif Islam sebagai basis religius dalam

memperkuat soft skill calon guru maupun guru profesional. Guru

yang profesional dalam melakukan perubahan sosial – amar ma’ruf

(memerintah kepada yang baik) yang diimbangi dengan nahi `an al-

munkar (mencegah kemunkaran/kejelekan) – menjadikan prinsip

tauhid sebagai pusat kegiatan penyebaran misi Iman, Islam, dan

Ihsan.24 Sebagaiman Allah berfirman:

ة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون كنتم خير أم

ولو آمن أهل الكتاب لك ان خيرا لهم منهم المؤمنون وأكثرهم الفاسقون بالل

24Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm.

Page 127: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

119 ProsIding

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk

manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah

dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya

Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di

antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka

adalah orang-orang yang fasik”.25

Berdasarkan firman Allah tersebut, guru yang profesional

di dalam menjalankan profesinya bukan semata-mata untuk kerja

memenuhi hajat hidup manusia (profane), atau mengejar gengsi dan

gaji, tetapi kesadaran kerja berlandaskan semangat tauhid dan

tanggung jawab ketuhanan. Semua aktivitas keseharian diniatkan

dan diorientasikan sebagai bentuk ibadah untuk mencapai rida-Nya.

Sebagai seorang manusia, calon guru bahkan guru yang profesional

dapat berubah menjadi bertempat serendah-rendahnya karena

dengan kesempurnaan yang telah diberikan kepadanya itu ia

menjatuhkan martabatnya sendiri. Sebagaimana ditegaskan di dalam

al-Qur`an: “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar

melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup”.26

Demikian juga dalam ayat berikut: “Sesungguhnya manusia itu

benar-benar berada dalam kerugian”.27

Al-Qur`an menyebutkan bahwa kelemahan manusia yang

paling dasar dan yang menyebabkan semua dosa-dosa besarnya

adalah kepicikan dan kesempitan pikiran. Al-Qur`an secara tak

henti-hentinya menyebutkan kelemahan ini di dalam bentuk-bentuk

25QS. Ali-Imran, ayat: 110. 26 QS. al-‘Alaq, 6-7. 27 QS. al-Ashr, 2.

Page 128: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

120 ProsIding

dan konteks-konteks yang berbeda-beda.28 Baik kesombongan

manusia karena memandang dirinya sebagai hukum tertinggi

maupun keputusasaannya adalah akibat dari kepicikan manusia yang

mementingkan diri sendiri, namun akhirnya merugikan diri sendiri,

dan kekhawatiran yang terus menerus menghantuinya.29 Sifat

terburu nafsu inilah menyebabkan manusia menjadi sombong atau

putus asa. Tidak ada makhluk lain yang dapat menjadi sombong dan

berputus asa sedemikian mudahnya seperti manusia.30

Sebagai solusi atas karakteristik sifat manusia yang negatif

tersebut, al-Qur`an telah memberikan petunjuk agar manusia selamat

yaitu dengan senantiasa melakukan salat. Sebagaimana ditegaskan

dalam al-Qur`an berikut: “Sesungguhnya manusia diciptakan

bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia

berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir.

Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat. Yang mereka itu

tetap mengerjakan shalatnya.31

Allah juga telah berjanji dan menetapkan tentang

keberuntungan orang-orang yang beriman. Ketetapan itu tidak

mungkin seorang pun menghadangnya. Kemenangan dan

keberuntungan di dunia dan juga di akhirat. Kemenangan dan

keberuntungan sebagai pribadi mukmin, dan juga kemenangan dan

keberuntungan sebagai jamaah mukmin. Kemenangan dan

keberuntungan yang dirasakan oleh setiap mukmin dengan hatinya

28 Banyak ayat-ayat al-Qur`an yang menjelaskan tentang hal ini, antara lain: QS. an-Nisa (4:128); QS. al-Hasyr (59:9); QS. at-Taghabun (64:16); QS. al-Kahfi (17:100). 29 Fazlur Rahman. 1996. Tema Pokok Al-Qur`an. Bandung: Pustaka. Hal. 38-39. 30 QS. Hud (11: 9-11); QS. Fusshilat (41: 49-51); QS. al-Isra’ (17:83); QS. Yunus (10:12) dan ayat-ayat lainnya. 31 QS. al-Ma`arij, 19-23

Page 129: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

121 ProsIding

dan dia mendapatkan faktanya dalam kenyataan hidupnya.32 Orang-

orang yang beriman tersebut adalah sebagaimana digambarkan

dalam al-Qur`an berikut: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang

yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam salatnya”.33

Salat memiliki sisi lahir dan sisi batin. Bentuk lahiriyah salat

adalah: gerakan-gerakan dalam salat yang diawali dengan takbiratul

ikhram dan diakhiri dengan salam. Adapun bentuk batiniah salat

adalah: ikhlas, kehadiran hati, berzikir kepada Allah, memberi

hormat kepada-Nya, bergantung kepada wujud yang abadi serta

meleburkan diri dalam zat yang Maha Esa dan berdiri dihadapan

keagungan dan kebesaran-Nya.34

Dalam salat seorang manusia akan mencapai kesadaran

puncak sebagai seorang hamba Allah yang berserah diri sepenuhnya

kepada–Nya, jika mampu melaksanakan salat dengan khusyu’ dan

memenuhi persyaratan syariat. Di saat itulah seorang manusia dapat

memompa motivasi untuk mengembangkan diri, melejitkan potensi

yang dianugerahkan Allah SWT. Parameter-parameter potensial

salat yang dapat mendukung kesuksesan itu antara lain:35

1. Berwudhu

Apabila dikaji secara mendalam makna yang terkandung dalam

berwudhu, maka dapat dipahami betapa pentingnya kebersihan,

yang meliputi kebersihan fisik, kebersihan pikiran, dan

kebersihan hati. Hal tersebut menunjukkan seolah-seolah Allah

SWT. menempa manusia agar selalu dalam keadaan bersih,

32 Tafsir Fi Zhilali Qur`an VIII . hal. 157. 33 QS. al-Mu’minun, 1-2. 34 Musthafa Khalili, Berjumpa Allah Dalam Shalat, (Jakarta: Zahra, 2006), hlm. 16. 35Purnomo, Deddy Hari. 2011. Meraih Kesuksesan dengan Shalat Khusyu’. https://deddyhp.wordpress.com

Page 130: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

122 ProsIding

bersih dari barang yang sia-sia, bersih dari perbuatan sia-sia,

bersih dari pikiran sia-sia; terlebih dari segala hal yang bersifat

haram. Di sini pula, Allah mendidik kita agar hidup sehat, bersih

dari penyakit fisik dan penyakit hati, seperti iri, dengki, buruk

sangka, dendam, dan sebagainya. Kemudian untuk menuju

sebuah kesuksesan diperlukan adanya “ruang spiritual” untuk

menumbuhkan gelombang dahsyat ¾ potensi-potensi special

yang khusus diberikan kepada manusia yaitu kesadaran diri,

imajinasi, suara hati, dan kehendak bebas.

2. Diawali dengan meluruskan niat dan takbiratul ihram

Hikmah dalam hal ini adalah bahwa manusia harus menetapkan

tujuan yang jelas dalam melakukan setiap aktifitas. Untuk

mencapai kesuksesan tidak dapat sembarangan menentukan

tujuan, tetapi tujuan tersebut harus merujuk pada tujuan akhir.

Sebagai manusia muslim dapat bersyukur karena mempunyai

tujuan akhir yang lurus yaitu Alllah SWT., betapa nikmat hidup

ini apabila seluruh aktifitas merujuk pada Allah, maka akan

lenyap kesombongan, sikap pelit, bangga trehadap diri dan

kelompok, dan karakteristik sifat-sifat buruk yang lainnnya.

Selanjutnya, segera dapat merenda kehidupan penuh dengan

kasih sayang, persahabatan, toleransi, dan sinergi (kerjasama).

Salat yang selalu berawal dari takbiratul ihram seolah

menyiratkan ikrar bahwa Allah SWT. memiliki positioning

paling agung dan istimewa, sehingga mengarahkan diri pada

sikap rendah hati, pemaaf, dan empatik. Lenyaplah sikap selalu

ingin menang sendiri (otoriter), ingin selalu diistimewakan oleh

orang lain, dan merasa selalu paling benar. Takbir yang terucap

tentunya akan melatih diri bahwa tidak setiap apa yang manusia

anggap terbaik menurut pikirannya adalah yang paling tepat dan

Page 131: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

123 ProsIding

benar, sangat mungkin hal tersebut merupakan sesuatu yang

sangat buruk dalam pandangan manusia tetapi sebenarnya

merupakan yang terbaik menurut Allah SWT. Secara praktis hal

tersebut melatih manusia untuk lebih terbiasa dalam perbedaan,

menerima hal-hal yang tidak selalu sesuai dengan kehendak

manusia.

3. Melaksanakan salat tepat pada waktunya

Pertanyaan mendasar dalam hal ini, mengapa Allah SWT begitu

menghargai waktu? Berlalunya waktu subuh menjadi dzuhur,

berlanjut melintas hingga ashar dan berikutnya tak terasa maghrib

pun tiba, manusia segera tersadar bahwa siang hari telah lewat,

kegiatan apakah yang telah seharian dilakukan? Kegiatan mana

saja yang telah benar-benar bermanfaat untuk saat ini, esok, masa

depan, dan kehidupan pasca kematian? Sudahkan mengisi “ruang

spiritual” yang dimiliki dengan hal-hal yang berharga atau

dorongan-dorongan yang lebih tinggi dan progresif?

Kuntowijoyo mengingatkan bahwa sudah semestinya manusia

memiliki kesadaran tentang perubahan dan kesadaran sejarah;

kesadaran tentang perubahan yaitu bahwa berlalunya waktu telah

mengubah peran dan kualifikasi setiap entitas, seperti orangtua,

guru, pimpinan, keluarga dan sebagainya, bahkan diri sendiri;

kesadaran sejarah yaitu bahwa umat sebagai kolektifitas adalah

unit sejarah yang mau tidak mau terlibat dalam arus

perkembangan sejarah. Kesadaran sejarah berarti bahwa umat

harus menjadi subjek yang menentukan sejarahnya sendiri, tidak

hanya menunggu untuk dikendalikan sebagai objek oleh kekuatan

sejarah lain. Secara praktis, bahwa dalam salat Allah

menanamkan perlunya mengatur waktu secara efektif dan efisien

untuk menentukan sejarah diri sendiri sebagai individu dan umat,

Page 132: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

124 ProsIding

dengan mengisinya melalui berbagai ragam aktifitas yang

progresif dan konstruktif.

4. Melaksanakan salat dengan khusyu’ dan tuma’ninah

Salat merupakan salah satu proses komunikasi manusia dengan

Allah, kemudian mengapa dalam komunikasi tersebut harus

dilakukan secara khusyu’ dan tuma’ninah? Sebenarnya nilai-nilai

apakah yang hendak Allah berikan? Untuk menyibak rahasia

dibalik itu ada baiknya merujuk pendapat Jalaluddin Rakhmat,

bahwa Allah sebenarnya memberikan prinsip-prinsip komunikasi

di dalam al-Qur`an bagi generasi unggul, yaitu prinsip qaulan

sadiidan (QS. 4:9), qaulan balighan (QS. 4:63), qaulan maysuran

(QS. 17:28), qaulan layyinan (QS. 20:44), qaulan kariman (QS.

17:23) dan qaulan ma’rufan (QS. 4:5). Prinsip komunikasi efektif

adalah bersifat benar dan jujur (sadiidan), mampu mengenai

sasaran (balighan), pantas dan tidak mengecewakan (maysuran),

lemah lembut (layyinan), mulia (kariman) dan baik (ma’ruf).

Dengan demikian, dapat digarisbawahi agar hidup manusia

dengan berbagai aktifitasnya, termasuk salat, memiliki kualitas

tinggi maka prinsip-prinsip komunikasi di atas merupakan sebuah

tuntutan yang tidak dapat dihindari, dan itulah pilihan cara

terbaik. Di sini pula Allah menyiratkan untuk mencapai kualitas

komunikasi yang baik, termasuk ketika salat maupun ibadah-

ibadah lain, maka kredibiltas komunikator pun harus memenuhi

kriteria agar yang diajak berkomunikasi percaya dan memahami

yang dia kehendaki. Kekhusyu’an salat akan mengantarkan

manusia mencapai kualitas hidup yang tinggi dan terhindar dari

frustasi, demoralisasi, alienasi, dan sebagainya.

5. Melaksanakan tata tertib salat dengan berurutan

Page 133: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

125 ProsIding

Filosofi salat apabila ditelaah secara mendalam sebenarnya

memberikan latihan-latihan bagi manusia untuk menata hidup

menjadi tahapan-tahapan yang sistematis, dalam hal ini dapat

dirancang flowchart sejarah kehidupannya. Untuk itu perlu

merumuskan visi dan misi, tujuan, tata tertib, strategi, program

kerja (jangka pendek, menengah, dan panjang), yang selanjutnya

dapat diterjemahkan ke dalam aktifitas. Hal itu belum cukup,

karena tahapan demi tahapan tadi perlu dievaluasi untuk

diperbaiki kelemahan-kelemahannya dan dipertajam potensi

kekuatan yang mendukung peluang-peluang menuju

keberhasilan.

6. Mengutamakan salat berjama’ah dan mengutamakan kerapatan

shaff serta mengutamakan shaff terdepan

Dalam salat berjamaah banyak manfaat yang dapat diperoleh,

misalnya tali persaudaraan tetap terjaga, komunikasi dan

informasi antar individu berlangsung dinamis, sehingga tumbuh

suasana saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum),

dan saling tolong-menolong (ta’awun). Kebiasaan-kebiasaan

dalam membangun sinergi dan kebersamaan di atas tentu

merupakan stimulant positif yang dapat melahirkan jaringan-

jaringan konstruktif, seperti jaringan keilmuan/intelektual,

jaringan bisnis, jaringan social dan pemberdayaan umat, dan

sebagainya. Dalam kebersamaan jama`ah akan tumbuh dinamika

belajar yang berlangsung secara interaktif, di mana masing-

masing individu dapat berperan menjadi yang terbaik, dan situasi

ini sangat mendukung bagi kesuksesan bersama. Setiap individu

mendapatkan independensinya, namun mereka tetap berada

dalam interdependensi. Di saat itulah, manusia dapat membangun

accelerated learning group untuk mengembangkan diri meliputi

Page 134: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

126 ProsIding

aspek fisik, social/emosional, intelektual dan mental, serta

spiritual.

7. Mengakhiri dengan salam dan do`a

Ada makna yang sangat mengesankan dari ucapan salam, yaitu

salam merupakan do’a yang dipanjatkan kepada Allah SWT. atas

keselamatan dunia hingga akhirat bagi sesama yang berada di

sekitar. Salam merupakan bagian dari salat, agar salat tersebut

diterima Allah SWT. maka hendaklah dalam mengucapkan salam

¾ sebagai bagian dari salat ¾ dengan niat tulus ikhlas dan

sungguh-sungguh. Secara otomatis, perilaku pun akan merujuk

pada “salam”, yaitu bersifat memberikan keselamatan bagi

sesama, baik dalam pergaulan, bisnis atau dalam sektor lain.

Implikasi dari “salam” adalah terciptanya sinergi dan terhindar

dari sikap saling mencela, menghujat, memeras, menindas,

mengintimidasi, dan pemaksaan. Sehingga setiap individu

memiliki misi pengabdian terhadap sesama, inilah wujud

kesuksesan yang dibangun melalui paradigma

kesalingtergantungan.

Salat merupakan sebuah sistem yang dikaruniakan Allah

untuk mengasah dan melejitkan potensi-potensi unggul yang

dimiliki calon guru, dan tentunya akan dapat terus mengeksplorasi

sistem-sistem unggul lainnya, bahkan menciptakan sistem unggul

baru, demi mencapai kesuksesan di era global. Di samping itu, salat

yang khusyu’ dapat memberikan energi untuk bersaing secara

positif. Dalam hal ini calon guru maupun guru profesional memiliki

komitmen bahwa competitor merupakan sebuah entitas yang

berguna untuk meng-compare kecepatan diri sendiri, sehingga

semakin termotivasi untuk melakukan percepatan diri dan terus

mencari bahkan meng-create sistem yang lebih unggul.

Page 135: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

127 ProsIding

Profil Calon Guru Kompetitif di Era Global

Arah pembangunan pendidikan nasional 2025 adalah insan

Indonesia yang cerdas komprehensif dan kompetitif. Ada empat

kecerdasan yang dimaksud dengan cerdas komprehensif tersebut,

yaitu cerdas spiritual, cerdas sosio-emosional, cerdas intelektual,

dan cerdas kinestetis-estetis. Aneka indikator capaian setiap

kecerdasan tersebut telah diuraikan di dalam RPJPN 2025,

sebagaimana dapat dirangkum dan divisualisasikan pada Tabel 1.36

Makna Insan Indonesia Cerdas Makna Insan

Indonesia

Kompetitif

Cerdas

spiritual

• Beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu

untuk menumbuhkan dan memperkuat

keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia

termasuk budi pekerti luhur dan

kepribadian unggul.

• Berkepribadian

unggul dan

gandrung akan

keunggulan

• Bersemangat

juang tinggi

• Jujur

• Mandiri

• Pantang

menyerah

• Pembangun

dan pembina

jejaring

• Bersahabat

dengan

perubahan

Cerdas

emosional

dan sosial

• Beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk

meningkatkan sensitivitas dan

apresiativitas akan kehalusan dan

keindahan seni, nilai-nilai budaya, serta

kompetensi untuk mengekspresikannya.

• Beraktualisasi diri melalui interaksi

sosial yang (a) membina dan memupuk

hubungan timbal balik; (b) demokratis;

(c) empatik dan simpatik; (d)

menjunjung tinggi hak asasi manusia; (e)

ceria dan percaya diri; (d) menghargai

kebhinekaan dalam bermasyarakat dan

bernegara; (e) berwawasan kebangsaan

36Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Menyiapkan Generasi Emas 2045: Memori Akhir Masa Jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2010—2014. Jakarrta: Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 136: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

128 ProsIding

dengan kesadaran akan hak dan

kewajiban warga negara.

• Inovatif dan

menjadi agen

perubahan

• Produktif

• Sadar mutu

• Berorientasi

global

• Pembelajaran

sepanjang

hayat

• Menjadi rahmat

bagi semesta

alam

Cerdas

intelektual

• Beraktualisasi diri melalui olah pikir

untuk memperoleh kompetensi dan

kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan

teknologi.

• Aktualisasi insan intelektual yang kritis,

kreatif, inovatif, dan imajinatif.

Cerdas

kinestetis

• Beraktualisasi diri melalui olah raga

untuk mewujudkan insan yang sehat,

bugar, berdaya-tahan, sigap, terampil, dan

trengginas.

• Aktualisasi insan adiraga.

Berdasarkan tuntutan dan harapan tersebut diperlukan

sumber daya manusia calon guru yang unggul dan inspiratif.

Menurut Sri Mulyani Endang Susilowati,37 guru inspiratif adalah

guru yang mampu memberikan stimulasi mental pada siswa-

siswanya. Stimulasi mental ini mempengaruhi siswa tidak hanya

pada aspek kognitif tetapi melibatkan rasa atau emosi positif

sehingga memberi dampak yang lebih kuat terhadap pemahaman

siswa.semakin banyak emosi positif yang dirasakan oleh siswa pada

waktu belajar, maka penguasaan materi pelajaran akan semakin baik.

Dalam era kompetisi global, guru memiliki banyak peran.

Dalam kependidikan Islam, peran calon guru maupun guru yang

profesional (ustadz) harus selalu tercemin dalam segala aktivitasnya

sebagai, murabbiy, mu`allim, mursyid, mudarris, dan mu`addib.

Sebagai ustadz, guru akan selalu komitmen terhadap profesionalitas,

yang melekat pada dirinya dedikatif, komitmen terhadap mutu

37Sri Mulyani Endang Susilowati. 2016. Guru Inspiratif Untuk Mewujudkan Pendidikan Yang Berdaya Saing Di Era MEA. http.//www.researchgate.net.

Page 137: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

129 ProsIding

proses dan hasil kerja, serta sikap continous quality improvement

(peningkatan kualitas secara terus menerus). Sebagai mu`allim, guru

harus menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta

menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi

teoritis dan praktisnya, atau sekaligus melakukan transfer

ilmu/pengetahuan, internalisasi, serta amaliah (implementasi).

Sebagai murabbiy, guru harus mampu mendidik dan menyiapkan

peserta didik agar mampu berkreasi, serta mampu mengatur dan

memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka

bagi masyarakat dan alam sekitarnya. Sebagai mursyid, guru akan

mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri, atau menjadi

pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya. Sebagai

mudarris, guru harus memiliki kepekaan intelektual dan informasi,

serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara

berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya,

memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilansesuai

dengan bakat, minat dan kemampuannya. Sedangkan sebagai

muaddib, guru harus mampu bertanggung jawab dalam membangun

peradaban yang berkualitas di masa depan.38

Melalui latihan penguatan soft skill berbasis religius secara

terus menerus atau kontinu maka calon guru akan memiliki

kepercayaan diri dan komitmen yang teguh untuk menjalankan peran

tersebut dalam rangka mewujudkan sumber daya insan kompetitif di

era global. Penguatan soft skill berbasis religius ini dapat

dipraktikkan secara mandiri (di luar program akademik) baik oleh

38Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 208-209.

Page 138: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

130 ProsIding

setiap individu calon guru ataupun pada profesi yang lain dalam

menguatkan soft skills pribadi.

PENUTUP

Soft skill yang dimiliki setiap profesi harus senantiasa dikembangkan

dan diberikan penguatan. Dalam hal ini, penulis menggunakan

perspektif Islam sebagai basis religius dalam memperkuat soft skill

calon guru maupun guru profesional. Guru ataupun calon guru

sebagai manusia merupakan sebaik-baiknya ciptaan Allah. Namun

dapat berubah menjadi bertempat serendah-rendahnya jika tidak

mampu menjaga kualitas keimanan dan amal saleh. Salah satu solusi

untuk mengembalikan ke posisi tertingginya tersebut sekaligus

menguatkan soft skills yang dimilikinya, al-Qur`an telah

menunjukan untuk supaya melakukan salat dengan khusyu’.

Page 139: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

131 ProsIding

Daftar Rujukan

Al-Qur`an Al-Karim

Fazlur Rahman. 1996. Tema Pokok Al-Qur`an. Bandung: Pustaka.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Menyiapkan

Generasi Emas 2045: Memori Akhir Masa Jabatan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 2010—2014.

Jakarrta: Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri,

Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan.

Mudlofir, Ali. 2012. Pendidik Profesional. Surabaya: Rajawali Pers.

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di

Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2005).

Musthafa Khalili, Berjumpa Allah Dalam Shalat, (Jakarta: Zahra,

2006), Purnomo, Deddy Hari. 2011. Meraih Kesuksesan

dengan Shalat Khusyu’. https://deddyhp.wordpress.com

Sri Mulyani Endang Susilowati. 2016. Guru Inspiratif Untuk

Mewujudkan Pendidikan Yang Berdaya Saing Di Era

MEA. http.//www. Research gate.net.

Tafsir Fi Zhilali al-Qur`an VIII.

Page 140: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

132 ProsIding

PENGARUH LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA DAN

MOTIVASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

MAN 2 BATU PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI

Ni’matuz Zuhroh

Dosen Universitas Islam Negeri Malang Maulana Malik Ibrahim

Abstract: The effort to achieve optimal learning achievement from student

learning process can also be influenced by internal and external factors. Internal

factors are factors that arise from within the students themselves while external

factors are factors that arise from outside the student self that is the cultural social

environment, including the family environment, school environment and

community environment and motivasi.This research was conducted in MAN 2

BATU by proposing three research foci: 1. Is there a significant influence socio-

cultural environment with the achievement of learning subjects Sociology MAN

2 Department of Social Science Batu 2.Apakah no significant influence motivation

learn denngan Achievement learning subjects Sociology MAN 2 Department of

IPS Batu, 3 . Is there a significant influence socio-cultural environment and

learning motivation on the achievement of learning subjects Sociology MAN 2

Department of Social Science Batu City. The method of this study is a quantitative

approach. The data consists of primary data covering the results of test / report

cards of secondary students of this study include the available sources can be

interviews, documentation, etc. While the data source consists of respondents ie

people who provide responses (responses) to the questions posed. Respondents in

this research will consist of class XI students who are in IPS majors, As Based on

the analysis and discussion that has been done in the previous chapter it can be

concluded as follows: From the linear regression equation as follows Y = 36.680

+ 0.297X1 + 0.974X2 . Based on the equation it is seen that the regression

coefficient of each social and cultural environment variables and motivation to

learn have a significant effect on student achievement of IPS Department of

Sociology Subject MAN 2 Batu Town, Socio-Cultural Environment has a

significant positive effect on student achievement of IPS Department of Sociology

Subject MAN 2 City of Stone proved by tcount = 2,385> ttable = 1,98 and sig

value 0,01 <0,05, Motivation have positive significant effect on student

achievement of IPS Department of Sociology Subject MAN 2 Batu City proved

by titung value = 10,31> ttable = 1,98 and sig value 0,00 <0,05.

Keywords: socio-cultural environment, motivation and learning achievement.

Page 141: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

133 ProsIding

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilaksanakan dan

dikembangkan secara komprehensif dalam mencapai kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air dengan baik. UU No 20

tahun 2003 tentnag Sisdiknas mengamanahkan bahwa tujuan

Pendidikan Nasional adalah:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi

warga negara yang demokratis.39

Perkembangan pendidikan di Indonesia yang begitu pesat

menunjukkan adanya inovasi dan keinginan masyarakat untuk

memperoleh hidup lebih baik. Kondisi ini menunjukkan adanya

pergerakkan dinamis dalam dunia pendidikan, sejak tahun 2006-

2014 jumlah Madrasah Aliyah (MA) dibawah lingkungan

Kementerian Agama berjumlah 7.260 dengan 132.277 guru dan

1.099.366 murid.40 Untuk daerah Jawa Timur tercatat 1.455 MA,

25.846 guru dan 247.948 murid. Sedangkan di kota Batu hanya ada

1 Madrasah Aliyah Negeri (MAN), yaitu MAN 2 Kota Batu dengan

679 Murid dan 43 Guru.41 Letak Madrasah yang strategis dan satu-

satunya yang berada di kota Batu memiliki keuntungan tersendiri

bagi lembaga sehingga murid yang belajar di MAN 2 tidak hanya

39 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas 40 Data dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1534 update data 09 September 2015 diakses pada 15 Maret 2016. 41 BPS Provinsi Jawa Timur yang dipublikasikan melalui website jatim.bps.go.id

Page 142: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

134 ProsIding

dari daerah setempat namun dari berbagai wialayah di Jawa Timur.

Konsep pembelajaran dengan peraduan pendidikan formal

(Madrasah Aliayah Umum) dan pondok pesantren yang

dikembangkan juga menjadi daya tarik bagi orang tua untuk

menyekolahkan anak-anaknya di MAN 2 Kota Batu. Madrasah ini

menjadi destinasi pilihan pertama bagi orang tua yang menginginkan

anaknya memperoleh pendidikan umum dan pendidikan agama

secara formal.

Jumlah murid yang begitu banyak dan berasal dari berbagai

kota/kabupaten tentu mempunyai karakter yang berbeda karena

hidup dan tumbuh di lingkungan sosial-budaya yang beragam. Oleh

karena itu, setiap murid mempunyai kepribadian dan pola belajar

yang berbeda. Kepribadian seseorang akan terbentuk melalui

hubungan sosial dimana ia berada dan sangat tergantung pada

kebiasaan yang diterapkan di lingkungan sosial budayanya. Salah

satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian seseorang

adalah faktor lingkungan sosial budaya, baik lingkungan keluarga,

masyarakat maupun lingkungan sekolah. Lingkungan keluarga

adalah tempat pertama yang digunakan seorang anak dalam proses

pembelajarannya. Lingkungan masyarakat dimana anak berinteraksi

dengan seluruh anggota masyarakat yang sangat heterogen, akan

sangat mempengaruhi perilaku dan sikap anak tersebut. Karakter

manusia banyak dipengaruhi lingkungan alam dimana ia tinggal,

sebab dengan siapa anak tinggal dan dengan siapa anak

berinteraksi.42

Adanya pola dan gaya belajar yang berbeda akan berpengaruh

pada capaian prestasi beragam yang diraih oleh siswa. Oleh karena

42 Gunawan, Ary H., 2000, Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.hml. 60

Page 143: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

135 ProsIding

itu, upaya lembaga memadukan konsep pendidikan formal dan

pesantren mempunyai peran penting dalam mendukung proses

perkembangan siswa. Hamalik menyebutkan bahwa “prestasi belajar

adalah hasil atas kepandaian atau ketrampilan yang dicapai oleh

individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru,

secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam

interaksinya dengan lingkungan”.43 Pada dasarnya prestasi

merupakan hasil dari usaha belajar siswa yang aktif dalam

meningkatkan prestasinya.

Usaha untuk mencapai prestasi belajar yang optimal dari proses

belajar mengajar seorang siswa dapat juga dipengaruhi oleh faktor

internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang timbul dari

dalam diri siswa itu sendiri sedangkan faktor eksternal yaitu faktor

yang timbul dari luar diri siswa yaitu faktor lingkungan sosial

budayanya, termasuk lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan

lingkungan masyarakat.

Asrama siswa atau lingkungan pesantren tempat para

siswa/santri melakukan berbagai aktivitas dan interaksi sosial

didesain sedemikian rupa untuk mendukung proses belajar dan

pembentukan kepribadian siswa. Melalui aktivitas sehari-hari di

lingkungan Asrama dan interaksi antar siswa akan terbentuk suatu

kebiasaan-kebiasaan yang menjadi budaya, seperti budaya belajar.

Terlihat di sudut-sudut dinding Asrama di luar jam

pelajaran para santri memegang buku, kitab kuning dan

membaca al-qur’an serta ada sebagian santri yang senda

gurau sambil bermain-main di halaman Asrama.44

43 Hamalik, Oemar. 2003. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algesindo.hlm.45 44 Observasi awal pada tanggal 8 Januari 2016 (saat mengantarkan mahasiswa PKL)

Page 144: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

136 ProsIding

Budaya belajar yang diciptakan oleh MAN 2 Kota Batu

melalui berbagai kegiatan di Asrama/Pesantren siswa telah terbentuk

dengan baik meskipun belum semua santri/siswa terlihat aktif. Ada

sebagian santri/siswa lebih suka belajar di kamar dan sebagian

belajar di malam hari saat suasana sepi.

Iya, betul banyak santri/siswa yang belajar di malam hari,

Bu. Biasanya anak-anak itu qiyamul lail dilanjutkan

dengan sholat subuh, ngaji dan belajar secara mandiri.

Dari uraian latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut: (1) Mengetahui pengaruh secara signifikan

lingkungan sosial budaya dengan Prestasi belajar mata pelajaran

Sosiologi MAN 2 Jurusan IPS Kota Batu; (2) Mengetahui pengaruh

secara signifikan motivasi belajar denngan Prestasi belajar mata

pelajaran Sosiologi MAN 2 Jurusan IPS Kota Batu; (3) Mengetahui

pengaruh secara signifikan lingkungan sosial budaya dan motivasi

belajar terhadap prestasi belajar mata pelajaran Sosiologi MAN 2

Jurusan IPS Kota Batu.

METODE

Jenis Penelitian kuantitatif datanya terdiri dari data primer

meliputi hasil ulangan/ raport siswa data sekunder dari penelitian ini

meliputi sumber-sumber yang ada bisa berupa wawancara,

dokumentasi dll. Sedangkan sumber data terdiri dari responden

yaitu orang yang memberikan tanggapan (respon) terhadap

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Responden dalam penelitian

yang akan dilakukan ini terdiri dari siswa kelas XI yang berada pada

jurusan IPS yang dijadikan sampel dalam penelitian yang akan

dilakukan ini.

Page 145: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

137 ProsIding

Adapun jabaran dari Data dan Sumber Data yang digunakan

dalam Penelitian ini dapat dilihat pada table 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Data, Sumber Data dan Data Pendukung

No Data Sumber Data Data Pendukung

1 Lingkungan Sosial

Budaya

Siswa (Angket) Observasi dan

wawancara dengan

mahasiswa

praktikkan

2 Motivasi Siswa (Angket)

3 Prestasi Belajar Dokumen (Nilai Siswa)

Populasi dan Sampel, populasi dalam penelitian ini adalah

keseluruhan siswa IPS di MAN 2 Kota Batu, tapi dalam hal ini yang

akan diambil peneliti adalah Kelas XI IPS di MAN 2 Kota Batu.

Sedangkan pengambilan sampelnya secara acak atau random

sampling. Dikatakan simple ( sederhana) karena pengambilan

sampel dari populasi secara acak namun sampel tersebut sudah

representative.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 1 yang telah dilakukan

dan didapatkan bahwa lingkungan sosial budaya (LSB) siswa

berpengaruh secara nyata terhadap perubahan prestasi yang

diperoleh siswa. Lingkungan social budaya merupakan tempat

terjadinya proses interaksi dan aktivitas kehidupan yang terjadi

secara berulang-ulang. Proses interaksi ini berdampak pada pola

perilaku, kebiasaan dan gaya belajar siswa.

Pada dasarnya lingkungan kondusif terbentuk dari kondisi

fisik, sarana dan letak geografis yang memadai. Siswa yang berada

di lingkungan kondusif akan merasa nyaman dalam berinteraksi dan

melakukan proses pembelajaran sehingga proses belajar mengajar

menjadi efektif.

Page 146: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

138 ProsIding

Proses pembelajaran yang efektif akan berpengaruh terhadap

prestasi belajar yang diperoleh siswa. Dengan demikian, prestasi

belajar siswa yang ditunjukkan melalui perolehan nilai Ulangan

Harian, Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester. Nilai

siswa selanjutnya diolah oleh guru Mata Pelajaran Sosiologi

sehingga menjadi satu nilai akhir dan nilai akhir inilah yang

dijadikan dasar penentuan prestasi belajar siswa.

Dari hasil olah data untuk variabel lingkungan sosial budaya

yang diwakili 10 item pertanyaan/pernyataan dalam angket, yaitu

dukungan orang tua terhadap anak dalam belajar, fasilitas belajar

yang disediakan oleh orang tua, pemenuhan kebutuhan dalam proses

belajar oleh orang tua, himbauan orang tua untuk belajar, partisipasi

siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler, keaktifan dalam organisasi

sekolah, keaktifan dalam kegiatan masyarakat (sekolah), manfaat

aktif di masyarakat dalam mendukung proses belajar siswa,

pemanfaatan sarana dan fasilitas yang disediakan sekolah serta

interaksi siswa dengan guru.

Hasil olah data menunjukkan bahwa LSB ada pengaruh

secara nyata dan berarah positif terhadap prestasi belajar siswa, yaitu

nilai siswa akan meningkat sebesar 29,7% jika LSB naik 1% dengan

catatan faktor lain diabaikan (cateris paribus). Hasil ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto (2015) bahwa

fasilitas, lingkungan keluarga dan lingkungan sosial berpengaruh

secara positif signifikan terhadap hasil belajar IPS begitu pula

dengan hasil penelitian Siti Khurotun Azizah (2013) serta Bayu

Winarno (2012) yang melakukan penelitian di tempat berbeda dan

kondisi yang berbeda. Dengan demikian, hasil lapangan

menunjukkan kesepadanan dengan teori artinya LSB mempunyai

penagaruh terhadap hasil/prestasi belajar siswa.

Page 147: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

139 ProsIding

Berdasarkan deskripsi tersebut, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa LSB berpengaruh terhadap Prestasi Belajar

Siswa Jurusan IPS pada Mata Pelajaran Sosiologi MAN 2 Kota Batu.

Selanjutnya, pengujian hipotesis kedua, yaitu motivasi

berpengaruh secara positif signifikan terhadap prestasi belajar siswa

menunjukkan adanya perubahan berdasarkan hasil pengujian yang

telah dilakukan didapat bahwa prestasi siswa akan meningkat

sebesar 0,974% jika motivasi belajarnya dinaikkan sebesar 1%

dengan catatan faktor lain diabaikan. Variabel motivasi dalam hal ini

diwakili dengan 10 item pernyataan/pertanyaan dalam angket, yaitu

kesadaran siswa dalam belajar, usaha menyelesaikan tugas dari guru,

upaya memperoleh nilai yang baik, kegemaran membaca buku,

keinginan untuk naik kelas, partisipasi dalam KBM, kenyamanan

suasana belajar, pengulangan materi pelajaran di rumah, kegemaran

berdiskusi dan kesenangan dalam mengerjakan latihan-latihan soal.

Kenaikkan 1% motivasi siswa dapat diperoleh melalui salah satu

indikator variabel, misalnya kegemaran berdiskusi dan latihan

mengerjakan soal latihan. Kedua indikator ini mudah untuk

dilakukan karena melibatkan orang ketiga yaitu guru dengan

memanfaatkan strategi pembelajaran cooperative learning (jigsaw)

dan memberikan soal latihan lebih banyak.

Motivasi merupakan keadaan psikis seseorang dalam

berusaha menyelesaikan berbagai permasalahan dan persoalan

kehidupannya. Motivasi belajar dapat tumbuh dari dorongan diri

pribadi seseorang atau dari orang lain yang mampu memberikan

stimulus. Faktor internal dapat berupa kesadaran diri tentang

kewajiban dan tanggungjawab sebagai pelajar, rasa keinginan yang

kuat untuk memperoleh nilai tinggi dan naik kelas. Sedangkan faktor

Page 148: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

140 ProsIding

eksternal yang dapat menumbuhkan motivasi belajar dapat berupa

dukungan orang tua, fasilitas belajar, dukungan guru dan teman.

Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Siti Khurotun

Azizah (2013) dan Bayu Winarno (2012) bahwa motivasi mempunyai

pengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Namun, terdapat perbedaan pada

tingkat pengaruhnya di MAN 2 Kota Batu pengaruh motivasi sangat tinggi

yaitu 97,4% dan hanya 2,6% dipengaruhi oleh faktor lain. Tingginya

pengaruh motivasi terhadap hasil/prestasi belajar siswa dapat menjadi

rujukan bagi pihak lembaga untuk mengambil keputusan dalam berupaya

meningkatkan akademik sekolah. Dengan kondisi sarana dan fasilitas yang

tersedia saat ini prestasi siswa juga cukup tinggi, apalagi jika pihak

lembaga meningkatkan ketersediaan sarana dan fasilitas yang lebih

memadai maka nilai siswa juga akan meningkat. Misalnya, melengkapi

referensi di perpustakaan, menambahkan ruang khusus santai untuk

berdiskusi dan studi lapangan ke kawasan/lembaga tertentu.

Prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan siswa dalam

belajar atau hasil interaksi antara berbagai faktor yang

mempengaruhinya baik dari dalam maupun dari luar. Adanya

interaksi tersebut berdampak pada perolehan nilai yang diperoleh

siswa selama melakukan proses KBM. Nilai akhir dijadikan patokan

untuk menentukan keberhasilan siswa dalam belajar, menentukan

predikat, menentukan ketuntasan belajar dan kelulusan. Oleh karena

itu, setiap siswa pasti memiliki nilai yang berbeda karena adanya

motivasi belajar yang berbeda dan latar budaya yang berbeda.

Berdasarkan hasil pengolahan data dan pengujian hipotesis ketiga,

didapatkan bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh LSB dan

Motivasi. Secara matematis diperoleh Fhitung = 67,154 > Ftabel = 0,323

dan nilai sig 0,000 < 0,05 menunjukkan adanya penagruh yang kuat

dari LSB dan Motivasi.

Page 149: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

141 ProsIding

Pengaruhnya LSB dan Motivasi yang dilakukan secara

bersama-sama sebesar 58,1% dan 41,9% dipengaruhi oleh faktor

lain. Tingginya tingkat pengaruh LSB dan Motivasi terhadap

Prestasi Belajar Siswa Jurusan IPS Kelas XI/2-4 mengindikasikan

kualitas pembelajaran di MAN 2 Kota Batu sangat baik. Temuan ini

juga sejalan dengan hasil penelitian Sugiyanto, S.Pd. SD., S.Sos., M.Pd

(2015), Siti Khurotun Azizah (2013) dan Bayu Winarno (2012). Apabila

LSB dan Motivasi dinaikkkan sebesar 1% maka prestasi belajar siswa akan

meningkat sebesat 58,1%. Angka ini cukup tinggi jika pihak lembaga

mampu memanfaatkan secara maksimal potensi yang dimiliki oleh para

siswa.

Pembahasan

Temuan penelitian, peran lingkungan sosial budaya dalam

mendukung proses belajar siswa sangat tinggi. Seorang siswa yang

berasal dari keluarga harmonis dan adanya dukungan orang tua

untuk belajar cenderung lebih tekun, disiplin dan tanggungjawab.

Siswa yang merasa nyaman dan tenang tinggal di tengah-tengah

keluarga harmonis sangat berdampak pada pola pikir, prilaku dan

sikapnya sehingga gaya belajarnya pun juga cenderung lebih baik

dibandingkan siswa yang tidak memperoleh perhatian oraang tua.

Ketengan pikiran dan gaya belajar yang baik akan membantu

siswa dalam proses KBM di sekolah sehingga dia menemukan

kenyamanan dalam belajar. Siswa yang merasa enjoy dan nyaman

dalam belajar cenderung memiliki prestasi yang cukup bagus. Oleh

karena itu, suasana harmonis dalam keluarga sangat dibutuhkan bagi

seorang anak yang sedang menuntut ilmu.

Sarana dan fasilitas yang disediak oleh orang tua juga dapat

mendukung proses pembelajaran seorang siswa. Apabila siswa

memilki fasilitas yang memadai, seperti kelengkapan alat tulis, buku

Page 150: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

142 ProsIding

referensi dan media informasi yang memadai mempunyai

kecenderungan berpengetahuan cukup luas dibandingkan siswa

yang memiliki fasilitas dan akses informasi terbatas. Namun, perlu

diperhatikan juga oleh setiap orang tua dalam menyediakan fasilitas

kemudahan akses informasi seperti internet, yaitu tetap memberikan

pemahaman, pengertian dan pendampingan saat anak menggunakan

media tersebut.

Jaringan internet yang cukup luas, bebas dan terbuka sebagai

sarana informasi pengetahuan bagi anak juga mempunyai dampak

negatif apabila pemanfaatannya tidak diarahkan dan didampingi.

Peran serta guru dalam mengarahkan dan mendampingi

pemanfaatan media informasi internet juga dibutuhkan. Oleh karena

itu, guru perlu memiliki kemampuan atau kompetensi penggunaan

IT secara baik. Selain itu sarana informasi internet juga baik

digunakan sebagai salah satu sumber pembelajaran. Perkembangan

IT saat ini tidak dapat dibendung seolah dunia berada dalam

genggaman tangan. Untuk itu, perhatian, pendampingan dan

pengarahan secara intens oleh guru dan orang tua menjadi lokomotif

utama memfilter informasi yang tidak perlu bagi anak. Umar bin

Khatthab pernah mengeluarkan sebuah steatment tentang pola

medidik anak. Didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup

pada zaman yang berbeda dengan zamanmu.” “dan (ingatlah)

ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi

pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu

mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)

adalah benar-benar kezaliman yang besar".(QS. 31:13)

Melihat perkembangan teknologi yang semakin bebas dan

kemudahan dalam mengakses berbagai informasi positif dan negatif

menjadi momok bagi setiap orang tua. Pendidikan agama dan

Page 151: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

143 ProsIding

pengetahuan keagamaan secara baik juga akan membantu memfilter

secara efektif. Pola pendidikan yang memadukan formal dan

pesantren merupakan upaya lembaga penyelenggara pendidikan

untuk menjaga moral dan akhlak siswa. MAN 2 Kota Batu sebagai

lembaga yang melaksanakan pedidikan model formal dan pesantren

memberikan kontribusi cukup baik bagi perkembangan akhlak dan

moral siswa.

Pendidikan sekolah/madrasah merupakan serangkaian

aktivitas proses pembelajaran dan interaksi siswa dengan warga

sekolah (guru, siswa, kepala sekolah dan pegawai). Proses interaksi

antar siswa terjadi saat proses pembelajaran dan kegiatan

keorganisasian sekolah seperti Osis, Pramuka, PMR, Remaja

Masjid, Kopsis dan Paskibra adalah wadah bagi siswa untuk belajar

secara kontekstual.

Kegiatan keorganisasian untuk siswa mendukung proses

belajar siswa lebih cepat, dimana secara tidak langsung siswa akan

belajar disiplin, tanggungjawab dan manajerial kepemimpinan.

Selain itu, kesibukan siswa diluar jam pelajaran di organisasi juga

bermanfaat dalam mengurangi perilaku negative: “Telah nampak

kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari

(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang

benar)”.

Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan

perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu.

kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang

mempersekutukan (Allah)." (QS. 30:41-42)

Perilaku dan moral seseorang sangat dipengaruhi

pengetahuan yang dimilikinya. Seseorang yang memiliki

Page 152: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

144 ProsIding

pengetahuan luas dan berpendidikan cenderung mempunyai sikap

dan akhlaq yang baik. Pengetahuan yang baik dapat diperoleh dari

proses belajar secara sistematis, terarah dan continue di sarana yang

memadai.

Semangat belajar dan tingginya keinginan untuk

berpengetahuan secara luas menjadi landasan utama bagi seorang

siswa untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Kesadaran

terhadap tanggungjawab sebagai pelajar memberikan dorongan bagi

seorang siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dengan baik

sehingga prestasi akademik akan dicapai. Seorang siswa yang

memiliki kesadaran diri akan terpacu untuk mengerjakan dan

menyelesaikan berbagai tugas yang diberikan oleh guru. Ketika

proses pembelajaran mampu dijalani dengan baik, maka nilai akan

diraih dengan mudah dan prestasi akademik sesuai harapan juga

akan tercapai.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan

pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dari persamaan regresi linier sebagai berikut Y = 36,680 +

0,297X1 + 0,974X2. Berdasar persamaan tersebut terlihat bahwa

koefisien regresi masing-masing variabel lingkungan social

budaya dan motivasi belajar berpengaruh signifikan terhadap

prestasi belajar siswa Jurusan IPS Mata Pelajaran Sosiologi

MAN 2 Kota Batu.

2. Lingkungan Sosial Budaya berpengaruh secara positif

signifikan terhadap prestasi belajar siswa Jurusan IPS Mata

Pelajaran Sosiologi MAN 2 Kota Batu yang dibuktikan dengan

nilai thitung = 2,385 > ttabel = 1,98 dan nilai sig 0,01 < 0,05.

Page 153: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

145 ProsIding

3. Motivasi berpengaruh secara positif signifikan terhadap prestasi

belajar siswa Jurusan IPS Mata Pelajaran Sosiologi MAN 2

Kota Batu yang dibuktikan dengan nilai thitung = 10,31 > ttabel =

1,98 dan nilai sig 0,00 < 0,05.

Saran

Berdasarkan simpulan di atas, beberapa saranyang diberikan

adalah. Pertama, saran ditujukankepada orangtua. Karena hasil

penelitianmembuktikan bahwa intensitas interaksi sosialanak

dengan orangtua mempengaruhi prestasibelajar anak, maka

hendaknya orang tua selaluberusaha untuk dapat menjalin interaksi

yangharmonis dengan anak-anaknya supaya merekamerasa aman,

nyaman, terlindungi, sehingga prestasi belajarnya meningkat.

Page 154: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

146 ProsIding

DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung :

Alfabeta.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Aziz, Abdul. 1998. Memahami Fenomena Sosial Melalui Studi

Kasus: Kumpulan Materi Pelatihan Metode Kualitatif.

Surabaya: BMPTSI Wilayah VII Jawa Timur.

Bafadal, I. 1994. Proses Perubahan di Sekolah: Studi Multi Situs

pada Tiga Sekolah yang Baik di Sumekar. Disertasi: Tidak

dipublikasikan. Malang: PPS UM.

Bloom, B. S. ed. et all. 1977. Taxonomy of Educational Objectives:

Handbook I, Cognitive Domain. New York: David McKay.

Catherine Lewis. 2004. Does Lesson Study Have a Future in the United States?. Dalam http://www.sowi-

online.de/journal/2004-1/lesson_lewis.htm, diunduh 12

Februari 2010.

Cholid Narkubo, et.al. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi

Aksara.

Dimyati dan Mudjiono, 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:

Rineka Cipta.

Elly M.Setiadi, 2005, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,Bandung:

Prenada Media Group.

Herimanto, 2014, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta : Bumi

Aksara.

Lincoln, Y. S. & Guba, E. G. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly

Hill, California: Sage Publication, Inc.

Mantra, Ida Bagoes. 2004. Filsafat Penelitian dan Metode

Penelitian Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Moleong, Lexy. J. 1985. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Moh.Padil, 2007, Sosiologi Pendidikan, Malang: UIN Press

Nasution, S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif.

Bandung: PT Tarsito.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Page 155: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

147 ProsIding

Putu Ashintiya Widhiartha, et.al. 2008. Lesson Study, Sebuah Upaya

Peningkatan Mutu Pendidik, Pendidikan Non Formal.

Surabaya: Prima Printing.

Robert C. Bogdan dan Sari R. Biklen. 1982. Qualitative Research

for Education: An Introduction to Theory and Methods.

Boston Allyn and Bacon.

Simplemag, Johny, Proses Pembentukan Kepribadian ( http://

creating websitemaskolis. Blogspot.com ( diakses 7 Maret

2016).

Sugiyono.2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan

R&D. Bandung Alfabeta

.Sevilla Consuelo G., 1993. Pengantar Metode Penelitian

(terjemahan). Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Sukandarrumidi. 2004. Metodologi Penelitian . Yogyakarta: Gajah

Mada Univercity Press.

Nasution. S 2007. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: PT.

Bumi Aksara.

.Sutrisno Hadi. 1981. Metodelogi Research. Yogyakarta: Andi

Ofset. Rosda Karya,1995).

Syah, Muhibbin,1995. Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan

Baru (Bandung: Remaja

Syuhadi. TT. “Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS)”, dalam

http://id.wordpress.com/tag/ lesson-study-berbasis-

sekolah/, diunduh tanggal 26 Agustus 2014.

Wahidmurni. 2008. Menulis Proposal dan Laporan Penelitian

Lapangan Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif: Skripsi,

Tesis, dan Desertasi. Malang: Progam Pascasarjana UIN

Malang.

Zuhroh,Ni’matuz 2014,Perilaku Sosial Budaya politik dan Aktivitas

Religi Masyarakat Indonesia, J-PIPS, ISSN 255-8245,

Volume 1 no 1 Januari- Juni 2014

Page 156: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

148 ProsIding

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN HYPERTEXT

DAN HYPERMEDIA DENGAN BLENDED LEARNING

TERHADAP

HASIL BELAJAR

Samsul Susilawati

Abstract: Hypertext and hypermedia are kinds of media software that interlink of

text, image, graphic, video, and audio. The use of hypertext and hypermedia as a

method on a blended learning situation make learning activity more interactive.

Users can make connection between text, image, audio clips and video clips as a

link or hyperlink. Cooperative skills of students in the methods Hypertex and

Hypermedia through Blended Learning in social studies integrated together and

learning process with the full meaning, because it is not only related to the

achievement of the learning material, but students also learn to operate the

computer well and social life when discussions group.The use of hypertext and

hypermedia is effective to motivate students learning on of social science. It can

also effective to enhance students learning achievement on social science.

Key words: Hypertext and hyperlink; blended learning

PENDAHULUAN

Ilmu Sosial adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang

merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi yang

diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan-

keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan

Ekonomi.

Geografi, sejarah, dan anpropologi merupakan disiplin ilmu

yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi

memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-

wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan

dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi

meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai,

Page 157: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

149 ProsIding

kepercayaan, struktur social, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi

politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda

budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu politik dan ekonomi

tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-

aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi

dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti

konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol

peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara

intesif konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan

studi-studi sosial.

Bentuk pemanfaatan TIK yang mutakhir dalam

pembelajaran adalah proses pembelajaran maya atau yang dikenal

dengan istilah virtual learning (dikenal juga sebagai e-learning).

Proses pembelajaran maya terjadi pada kelas maya (virtual

classroom) dan atau universitas maya (virtual university) yang

berada dalam cyberspace (dunia cyber) melalui jaringan internet.

Proses pembelajaran maya berintikan keterpisahan ruang dan waktu

antara mahasiswa dan dosen, serta sistem belajar terbuka – yang

berintikan akses yang terbuka dan kebebasan memilih ragam sumber

belajar serta alur proses belajar oleh mahasiswa. Pembelajaran maya

yang memanfaatkan the world wide web (www) pada prinsipnya

memberikan apa yang diinginkan setiap orang (dalam beragam

bentuk), di tempat yang diinginkannya, pada saat yang

diinginkannya (to give what people want, where they want it, and

when they want it – www).

Ketika mengajarkan suatu mata pelajaran tertentu, materi

dapat didistribusikan dalam bentuk hypertext dan hypermedia. Jika

si belajar merasa kurang dalam bagian materi tersebut, maka si

belajar yang bersangkutan bisa mengunjungi halaman tersebut untuk

Page 158: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

150 ProsIding

pendalaman atau pemerkayaan pengetahuannya. Hal seperti ini

sudah cukup banyak dilakukan di dunia industri teknologi informasi,

dimana vendor-vendor besar teknologi seperti Microsoft, Oracle,

ataupun Cisco banyak membuat buku-buku elektronik berbasis

Hypertext atau yang sejenisnya untuk memudahkan orang dengan

latar belakang kemampuan yang berbeda mempelajari sesuatu

teknologi yang sama.

Bentuk pembelajaran model blended ini, mampu

mengkombinasikan interaksi personal dalam pertemuan di kelas

secara langsung dengan pendidikan online yang mempunyai

fleksibilitas belajar yang tinggi. Proses belajar dapat ditingkatkan

dengan cara mengaitkan materi pembelajaran yang tersedia secara

online pada saat apapun ketika pebelajar butuh untuk mengaksesnya

(Bender, 2006: 114).

Studi terhadap kompetensi dan perilaku manusia dalam

menggunakan teknologi informasi telah banyak dilakukan dan pada

umumnya mengacu pada teori kognitif sosial yang dikemukakan

oleh Albert Bandura. Bandura (1986), mengajukan konsep self

efficacy untuk menjelaskan keyakinan individu akan kemampuan

dirinya dalam mengerjakan sesuatu. Compeau and Higgins (1995),

mengadopsi konsep self efficacy Bandura untuk menjelaskan

kompetensi dan perilaku manusia dalam menggunakan komputer.

Konsep Compeau and Higgins ini dikenal sebagai Computer Self

Efficacy (CSE). Studi lanjutan berkaitan dengan CSE seseorang

telah banyak dilakukan dan pada umumnya mengacu pada dimensi-

dimensi CSE yaitu : pengetahuan, keterampilan, sikap, dan

kemampuan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, akan diangkat tema

penelitian tentang “Pengaruh Model Pembelajaran Hypertext dan

Page 159: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

151 ProsIding

Hypermedia dengan blended learning terhadap Hasil Belajar Siswa

yang memiliki Computer Self Effiacy Berbeda mata pelajaran IPS.”.

PEMBAHASAN

A. Hypertext dan Hypermedia

Hypertext dan Hypermedia merupakan salah satu konsep

multimedia yang berbasis komputer. Smaldino, et.al (2005) dan

Roblyer (2006) mengemukakan bahwa hypertext dan hypermedia

adalah software computer yang mengandung komponen multimedia

(teks, grafis, video dan audio) yang dikaitkan satu dengan yang lain

sedemikian rupa sehingga pengguna mudah berpindah dalam

mengakses informasi. Clark dan Mayer (2003) menguraikan secara

lebih rinci komponen multimedia menjadi dua, yaitu kata (words)

yang bisa berupa narasi atau teks di layar, dan grafis yang terdiri dari

gambar ilustrasi, photo, animasi atau media. Dengan demikian,

Hypertext dan Hypermedia merupakan multimedia interaktif

berbasis komputer termasuk teknologi terpadu, yaitu salah satu

komponen kawasan pengembangan dari teknologi pembelajaran.

Teknolog terpadu ini mempunyai karateristik khusus yang

membedakannya dengan multimedia lain, yaitu sifatnya yang non

linear, interaktif, integrative dan adaptif. (Seels dan Richey, 1994).

Hypertext dan Hypermedia, demikian juga perangkat

pembelajaran untuk e-learning lainnya, disamping memuat konten

(isi dan informasi), juga memuat metode pembelajaran untuk

membantu pembelajaran (Clark & Mayer, 2003). Dengan demikian

hypertext dan hypermedia tidak semata-mata perangkat yang static,

tetapi juga perangkat untuk menyampaikan pembelajaran

(delivering). Dalam hal ini, hypertext dan hypermedia bisa

merupakan bentuk utuh dari teori desain pembelajaran.

Page 160: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

152 ProsIding

Interaktivitas dan kekayaan format informasi yang dimiliki

Hypertext dan Hypermedia menjadikannya sangat fleksibel

dimanfaatkan dalam pembelajaran. Empat potensi metode

pembelajaran yang dapat disampaikan melalui Hypertext dan

Hypermedia/ multimedia interaktif berbasis komputer adalah: (1)

visualisasi untuk mendukung penjelasan, (2) pembelajaran

menggunakan simulasi untuk mempermudah penguasaan materi, (3)

pembelajaran problem solving yang dilengkapi dengan feedback

secara otomatis, dan (4) pengintegrasian antara pembelajaran

kolaboratif dan mandiri (Kozma & Russell, 2004; Clark & Mayer,

2003).

Menurut Gagne dan Briggs (1979: 49-50) ada lima kategori

kapabilitas hasil belajar, yaitu: (1) keterampiln intelektual

(intelectual skills) (2) strategi kognitif (cognitive strategies), (3)

informasi verbal (verbal information), (4) keterampilan motorik

(motor skills) dan (5) sikap (attitudes). Sementara Reigeluth (1983:

15) berpendapat bahwa hasil belajar atau pembelajaran dapat juga

dikatakan sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran nilai

dari metode (strategi) alternatif dalam kondisi yang berbeda, ada

hasil nyata dan diinginkan. Hasil nyata adalah hasil-hasil kehidupan

nyata dari menggunakan metode (strategi) spesifik dalam kondisi

yang spesifik pula. Sedangkan hasil diinginkam adalah tujuan-tujuan

(goals) yang umumnya berpengaruh pada pemilihan suatu metode.

Ini berarti hasil belajar sangat erat kaitannya dengan metode

(strategi) yang digunakan pada sesuatu kondisi pembelajaran

tertentu. Ketepatan pemilihan metode atau strategi pembelajaran

pada suatu kondisi, maka akabn semakin baik pula hasil belajar yang

diperoleh.

Page 161: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

153 ProsIding

Selanjutnya Reigeluth (1983: 94) mengatakakan secara

spesifik, hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang

diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah

diperoleh. Hasil belajar terebut selalu dinyatakan dalam bentuk

tujuan-tujuan (khusus) perilaku (unjuk kerja).

Percival dan Ellington (1984) memberikan pengertian hasil

belajar merupakan kapasitas terukur dari perubahan individu yang

diinginkan berdasarkan ciri-ciri (sifat-sifat) variabel bawaannya

melalui perlakuan/pem-belajaran tertentu. Dalam pengertian ini

hasil yang diperoleh adalah hasil kegiatan dalam belajar pebelajar

dalam bentuk pengetahuan sebagai akibat dari

perlakuan/pembelajaran tersebut.

Berdasarkan paparan teori tentang hasil belajar di atas,

peneliti membuat definsi konseptual hasil belajar sebagai suatu

kesimpulan, bahwa hasil belajar adalah merupakan perilaku berupa

pengetahuan, keterampilan, sikap, informasi dan atau strategi

kognitif yang baru dan diperoleh pebelajar setelah berinteraksi

dengan lingkungan dalam suasana atau kondisi pembelajaran.

Pengetahuan, keterampilan, sikap, informasi dan atau strategi

kognitif tersebut adalah baru, artinya bukan yang telah dimiliki

pebelajar sebelum memasuki kondisi atau situasi pembelajaran

dimaksud.

Hasil belajar tersebut bisa juga berbentuk kinerja atau unjuk

kerja (performance) yang ditampilkan seseorang setelah selesai

mengikuti proses pembelajaran atau pelatihan. Dalam penelitian ini

hasil belajar yang akan diukur adalah hasil ranah kognitif pada

jenjang pengetahuan, pemahaman, analisis dan evaluasi yang

disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran Teknologi

Informasi dan Komunikasi (TIK).

Page 162: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

154 ProsIding

B. COMPUTER SELF EFFICACY (CSE)

Menurut Compeau dan Higgins (1995) CSE (computer self

efficacy) didefinisikan sebagai judgement kapabilitas seseorang

untuk menggunakan komputer/sistem informasi/teknologi

informasi. Didasarkan pada teori kognitif social yang

dikembangkan oleh Bandura (1986), self efficacy dapat

didefinisikan sebagai kepercayaan seseorang yang mempunyai

kemampuan untuk melakukan perilaku tertentu. Bandura

menyatakan bahwa self efficacy yang dirasakan seseorang,

memainkan peran penting dalam mempengaruhi motivasi dan

perilaku (Igbaria dan Livari, 1995). Hal ini bukan merupakan

judgement pada masa lalu seseorang dalam menggunakan

komputer, tetapi menyangkut judgement yang akan dilakukan

pada masa depan. Hasil riset Campeau dan Biggins (1995)

menunjukkan, bahwa ada tiga faktor yang dapat mempengarubi

CSE, yaitu: (1) dorongan dari pihak lain (2) pihak lain sebagai

pengguna (3) dukungan.

Dorongan dari pihak lain mengacu pada kelompok dan

menggunakan persuasi verbal. Pada faktor kedua, seseorang

dapat meningkatkan CSE-nya karena mengobservasi dan meniru

model perilaku. Ini merupakan cara yang ampuh untuk mengakuisisi

perilaku sebagai model pembelajaran. Sedangkan faktor terakhir

yaitu adanya dukungan dari organisasi bagi pengguna komputer

yang dapat meningkatkan CSE. Dukungan ini dapat berupa

ketersediaan dari pihak organisasi untuk membantu individu yang

membutuhkan peningkatan kemampuan dan juga persepsi

kemampuan diri.

Compeau dan Biggins juga menjelaskan ada tiga dimensi

CSE, yaitu: (1) magnitude (2) strength dan (3) generalibility.

Page 163: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

155 ProsIding

Dimensi magnitude mengacu pada tingkat, kapabilitas yang

diharapkan dalam penggunaan komputer. Individu yang mempunyai

magnitude CSE yang tinggi diharapkan mampu menyelesaikan

tugas-tugas komputasi yang lebih kompleks dibandingkan dengan

individu yang mempunyai level magnitude CSE yang rendah

karena kurangnya dukungan maupun bantuan. Dimensi ini juga

menjelaskan, bahwa tingginya magnitude CSE seesorang

dikaitkan dengan level yang dibutuhkan untuk memahami suatu

tugas. Pada individu yang memiliki level magnitude CSE tinggi

mampu menyelesaikan tugas-tugasnya dengan rendahnya

dukungan dan bantuan dari orang lain, dibandingkan dengan

level magnitude CSE yang rendah. Pada dimensi kedua yakni

strength, ini mengacu pada level keyakinan tentang judgement

atau kepercayaan individu untuk mampu menyelesaikan tugas-tugas

komputasinya dengan baik. Dimensi terakhir adalah

generazability yang mengacu pada tingkat judgement user yang

terbatas pada domain khusus aktifitas. Dalam konteks komputer,

domain ini mencerminkan perbedaan konfigurasi hardware dan

software, sehingga individu yang mempunnyai level generazability

CSE yang tinggi diharapkan dapat secara kompeten menggunakan

paket-paket software dan sistem komputer yang berbeda.

Sebaliknya tingkat generazability CSE yang rendah menunjukkan

kemampuan individu dalam mengakses paket-paket software dan

sistem komputer secara terbatas.

Marakas et al, (1998) dalam Agarwal et al. (2000) membagi

CSE dalam dua jenis, yaitu general CSE dan spesific CSE. Kedua

jenis ini dikonstruksikan berhubungan dengan perbedaan tugas-

tugas komputer. Secara umum CSE didefinisikan sebagai judgement

keahlian individu dalam menggunakan berbagai aplikasi komputer.

Page 164: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

156 ProsIding

Sedangkan spesific CSE adalah kemampuan untuk membuat tugas-

tugas yang berhubungan dengan komputer secara spesifik dalam

domain komputasi umum.

Ada empat sumber informasi self efficacy menurut

Bandura seperti yang dikutip oleh Compeau dan Higgins (1995),

yaitu: (1) guided mastery, (2) behavior modeling, (3) social

persuasion dan physiological states. Sumber informasi terkuat

adalah guide master yang merupakan pengalaman kesuksesan

nyata dalam kaitannya dengan perilaku. Interaksi yang berhasil

antara individu dengan komputer menyebabkan individu

mengembangkan self efficacy-nya lebih tinggi. Dengan demikian

praktik langsung merupakan komponen penting dalam

pelatihan, sehingga individu membangun kepercayaan diri sesuai

dengan kemampuannya. Sumber informasi self efficacy yang kedua

adalah pemodelan perilaku/behavior modeling, yang meliputi

pengamatan terhadap orang lain dalam membentuk perilaku

sebagai proses pembelajaran. Compeau dan Higgins (1995)

menunjukan bahwa pendekatan pemodelan perilaku untuk pelatihan

komputer dapat meningkatkan persepsi self efficacy dan kinerja

dalam kontek pelatihan. Sumber yang ketiga adalah pendekataan

persuatif dapat juga mempengaruhi self efficacy. Jaminan ulang bagi

user yang punya kemampuan tentang teknologi dan

menggunakannya dengan sukses dapat membantu para user untuk

membangun kepercayaan. Sumber informasi self efficacy yang

terakhir adalah physiological states, yang menunjukkan perasaan

kecemasan/anxiety yang berdampak negatif terhadap self efficacy.

Bandura (1986) menyatakan bahwa individu yang mempunyai

perasaan anxiety yang tinggi menunjukkan kurangnya kemampuan

diri. Jadi jika individu merasa cemas/anxiety dalam penggunaan

Page 165: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

157 ProsIding

komputer, maka is memiliki alasan untuk merasa cemas sehingga

menunjukkan self efficacy yang rendah. Berdasarkan penelitian

Webster et al. (1990) dalam Compeau dan Higgins (1995)

menemukan hasil, bahwa computer anxity dalam proses pelatihan

dapat dikurangi dengan mendorong user untuk berperilaku yang

menyenangkan.

C. Pembelajaran dengan Metode Hypertex dan Hypermedia

Pembelajaran interaktif pada mata pelajaran IPS terpadu

yang dapat membantu proses kegiatan belajar mengajar dan

mempermudah penyampaian materi pelajaran yang lebih efektif dan

efisien serta dapat memotivasi siswa dalam menerima pelajaran.

Hypertext dan Hypermedia merupakan salah satu konsep

multimedia yang berbasis komputer. Smaldino, et.al (2005) dan

Roblyer (2006) mengemukakan bahwa hypertext dan hypermedia

adalah software computer yang mengandung komponen multimedia

(teks, grafis, video dan audio) yang dikaitkan satu dengan yang lain

sedemikian rupa sehingga pengguna mudah berpindah dalam

mengakses informasi. Clark dan Mayer (2003) menguraikan secara

lebih rinci komponen multimedia menjadi dua, yaitu kata (words)

yang bisa berupa narasi atau teks di layar, dan grafis yang terdiri dari

gambar ilustrasi, photo, animasi atau media. Dengan demikian,

Hypertext dan Hypermedia merupakan multimedia interaktif

berbasis komputer termasuk teknologi terpadu, yaitu salah satu

komponen kawasan pengembangan dari teknologi pembelajaran.

Teknolog terpadu ini mempunyai karateristik khusus yang

membedakannya dengan multimedia lain, yaitu sifatnya yang non

linear, interaktif, integrative dan adaptif. (Seels dan Richey, 1994).

Page 166: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

158 ProsIding

Keberhasilan penerapan metode pembelajaran hypertext dan

hypermedia melalui blended learning pada mata pelajaran IPS

terpadu ini tidak terlepas dari adanya pandangan konstruktivisme

dan prinsip pembelajaran demokrasi dalam metode ini sehingga

pembelajaran berlangsung tidak kaku akan tetapi penuh

kesepakatan. Implementasi strategi belajar hypertext dan

hypermedia melalui blended learning dalam pembelajaran IPS

terpadu, secara umum dengan 6 (enam) langkah, yaitu: (1)

mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam

kelompok dalam beberapa computer (para siswa menelaah sumber-

sumber informasi, memilih topik, dan mengkategorisasi saran-saran;

para siswa bergabung ke dalam kelompok belajar dengan pilihan

topik yang sama; komposisi kelompok didasarkan atas ketertarikan

topik yang sama dan heterogen; guru membantu atau memfasilitasi

dalam memperoleh informasi), (2) merencanakan tugas-tugas

belajar (direncanakan secara bersama-sama oleh para siswa dalam

kelompoknya masing-masing, yang meliputi: apa yang kita selidiki;

bagaimana kita melakukannya, siapa sebagai apa –pembagian kerja;

untuk tujuan apa topik ini diinvestigasi), (3) melaksanakan

investigasi (siswa mencari informasi, menganalisis data, dan

membuat simpulan; setiap anggota kelompok harus berkontribusi

kepada usaha kelompok; para siswa bertukar pikiran,

mendiskusikan, mengklarifikasi, dan mensintesis ide-ide), (4)

menyiapkan laporan akhir (anggota kelompok menentukan pesan-

pesan esensial proyeknya; merencanakan apa yang akan dilaporkan

dan bagaimana membuat presentasinya; membentuk panitia acara

untuk mengkoordinasikan rencana presentasi), (5)

mempresentasikan laporan akhir (presentasi dibuat untuk

keseluruhan kelas dalam berbagai macam bentuk; bagian-bagian

Page 167: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

159 ProsIding

presentasi harus secara aktif dapat melibatkan pendengar (kelompok

lainnya); pendengar mengevaluasi kejelasan presentasi menurut

kriteria yang telah ditentukan keseluruhan kelas), (6) evaluasi (para

siswa berbagi mengenai balikan terhadap topik yang dikerjakan,

kerja yang telah dilakukan, dan pengalaman-pengalaman afektifnya;

guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran;

asesmen diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan

keterampilan berpikir kritis). Dalam hypertext dan hypermedia

melalui blended learning tersebut, MTs Surya Buana Malang sudah

melaksanakannya dengan baik.

D. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran IPS Terpadu dengan

Metode hypertext dan hypermedia melalui blended learning

Pembelajaran IPS terpadu ini mampu meningkatkan

kreativitas siswa di kelas, khususnya dalam proses pembelajaran

berlangsung. Sebagaimana awal mulanya dimulai oleh guru dengan

bentuk; pertama, guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk

memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok

dibentuk berdasarkan heterogenitas. Dengan pembagian kelompok

tersebut, para siswa mampu meningkatkan prestasi yang mereka

milikinya, karena dengan pembelajaran tersebut, mereka bisa

berkreasi sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.

Kedua, kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh

anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan

diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai.

Ketiga, siswa mengumpulkan, menganalisis, dan

mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan

bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi

masalah kelompok.

Page 168: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

160 ProsIding

Keempat, setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang

akan dipresentasikan di depan kelas. Sehingga setiap kelompok

melakukan sebuah diskusi kecil dengan teman-temannya sebelum

melakukan atau mempresentasikan didepan kelompok yang lain.

Ternyata pembelajaran ini sangat efektif dan mampu meningkatkan

prestasi mereka kepada yang lebih baik.

Kelima, siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok

lain tetap mengikuti. Keenam, soal ulangan mencakup seluruh topik

yang telah diselidiki dan dipresentasikan. Pembelajaran IPS terpadu

ini memang sangat berat khususnya bagi par guru untuk mengelola

sistem pembelajaran tersebut, namun dalam sisi lain mampu dan bisa

mengepresikan kualitas dari para siswa terpendam.

Dengan enam tahapan kemajuan siswa dalam pembelajaran

kooperatif dengan metode hypertext dan hypermedia melalui

blended learning pada mata pelajaran IPS terpadu MTs Surya Buana

Malang tersebut di atas mampu meningkatkan prestasi siswa yang

lebih baik.

Model pembelajaran yang akan dipakai dalam pembelajaran

IPS terpadu dengan kompetensi dasar. Menganalisis hubungan

antara perkembangan paham-paham baru dan transporasi sosial

dengan kesadaran dan pergerakan kebangsaan adalah metode

hypertext dan hypermedia melalui blended learning. Namun

sebelum dijabarkan apa itu metode hypertext dan hypermedia

melalui blended learning akan ditinjau terlebih dahulu mengenai

munculnya teori metode hypertext dan hypermedia melalui blended

learning itu sendiri. Metode hypertext dan hypermedia melalui

blended learning Hypertext dan Hypermedia merupakan salah satu

konsep multimedia yang berbasis komputer. Smaldino, et.al (2005)

dan Roblyer (2006) mengemukakan bahwa hypertext dan

Page 169: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

161 ProsIding

hypermedia adalah software computer yang mengandung komponen

multimedia (teks, grafis, video dan audio) yang dikaitkan satu

dengan yang lain sedemikian rupa sehingga pengguna mudah

berpindah dalam mengakses informasi. Clark dan Mayer (2003)

menguraikan secara lebih rinci komponen multimedia menjadi dua,

yaitu kata (words) yang bisa berupa narasi atau teks di layar, dan

grafis yang terdiri dari gambar ilustrasi, photo, animasi atau media.

Dengan demikian, Hypertext dan Hypermedia merupakan

multimedia interaktif berbasis komputer termasuk teknologi terpadu,

yaitu salah satu komponen kawasan pengembangan dari teknologi

pembelajaran. Teknolog terpadu ini mempunyai karateristik khusus

yang membedakannya dengan multimedia lain, yaitu sifatnya yang

non linear, interaktif, integrative dan adaptif. (Seels dan Richey,

1994).

Hypertext dan Hypermedia, demikian juga perangkat

pembelajaran untuk e-learning lainnya, disamping memuat konten

(isi dan informasi), juga memuat metode pembelajaran untuk

membantu pembelajaran (Clark & Mayer, 2003). Dengan demikian

hypertext dan hypermedia tidak semata-mata perangkat yang static,

tetapi juga perangkat untuk menyampaikan pembelajaran

(delivering). Dalam hal ini, hypertext dan hypermedia bisa

merupakan bentuk utuh dari teori desain pembelajaran.

penerapan metode mengajar ini dalam mengajar, bahwa

dalam metode ini berjalan dalam fase yang berbeda. Penerapan

dimulai dengan menghadapkan siswa kepada masalah, yang dari

sumber-sumber yang berbeda. Masalah itu bisa dalam bentuk verbal

ataupun merupakan bagian dari suatu pengalaman. Hal itu dapat

disediakan oleh guru ataupun muncul dari kelas. Jika siswa bereaksi

terhadap masalah tersebut, maka guru menarik perhatian mereka

Page 170: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

162 ProsIding

terhadap reaksi yang berbeda. Jika siswa telah menunjukkan miant

terhadap reaksi-reaksi yang berbeda itu maka guru mendorong siswa

untuk merumuskan masalah untuk diri mereka. Setelah merumuskan

siswa mengkajinya dengan memperhatikan peranan dan

mengorganisasi dirinya. Kemudian bertindak dan melaporkan

hasilnya inilah yang mungkin merupakan cikal-bakalnya pendekatan

proses yang lazim digunakan dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS) terpadu dan merupakan salah satu ciri kurikulum tahun

1975.

Adapun sintaks dalam proses pembelajarn tersebut dapat

dijabarkan sebagai berikut: 1) Student encountrn puzzling stuation,

2) Student explore to the stuation, 3) Student formulate study talk

and organize for study (problem definition role, assigments, etc), 4)

Endependent end growth study, 5) Study alalyze programs end

producs, dan 6) Recycle activity.

Akhirnya kelompok menilai keputusan-keputusan dalam

kaitannya dengan tujuan kelompok semula. Beberapa hal yang dapat

ditarik dari metode ini adalah:

Pertama, sistem sosial. Metode ini adalah demokratik.

Masalah dimunculkan oleh guru atau ditentukan oleh guru sebagai

objek pengajaran. Guru dan siswa mempunyai status yang sama.

Kedua, prinsip-prinsip reaksinya adalah guru bertindak

sebagai konselor tanpa mengganggu struktur yang ada.

Ketiga, sistem yang menunjang. Dukungan yang diberikan

oleh guru ekstensif dan responsif terhadp kebutuhan siswa.

Perpustakaan yang baik merupakan kebutuhan yang esensi bagi

model tersebut. Di samping itu hubungan dan kontak-kontak dengan

lembaga-lembaga di luar sekolah dan juga pribadi-pribadi

Page 171: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

163 ProsIding

diperlukan oleh siswa untuk memecahkan masalah yang menjadi

fokus pelajaran.

Keempat, metode yang dapat digunakan untuk semua bidang

pelajaran dan juga dapat digunakan sebagai aspek di dalam

merumuskan dan memecahkan masalah. Dengan melihat bahwa ada

berbagai keuntungan dari model ini maka juga dapat diterapkan

dalam pengajaran IPS yang sering menggunakan metode pemecahan

masalah.

Dengan demikian, metode hypertext dan hypermedia dapat

juga diterapkan pada proses pembelajaran IPS terpadu, karena

metode ini berorientasi terhadap pemecahan masalah. Jadi siswa

dapat mencari makna terhadap proses pembelajaran IPS terpadu dan

model ini sesuai dengan apa yang diharapkan, bahwa belajar

menekankan pada murid agar dapat mengkonstruksi pengetahuan

melalui hypertext dan hypermedia interaksi sosial dengan orang

lain.

E. Keterampilan penggunaan Hypertext dan Hypermedia

Siswa dalam Pembelajaran

Salah satu bentuk pembelajaran Hypertext dan Hypermedia

merupakan multimedia interaktif berbasis komputer termasuk

teknologi terpadu, yaitu salah satu komponen kawasan

pengembangan dari teknologi pembelajaran. Teknolog terpadu ini

mempunyai karateristik khusus yang membedakannya dengan

multimedia lain, yaitu sifatnya yang non linear, interaktif, integrative

dan adaptif. (Seels dan Richey, 1994).

Hypertext dan Hypermedia, demikian juga perangkat

pembelajaran untuk e-learning lainnya, disamping memuat konten

(isi dan informasi), juga memuat metode pembelajaran untuk

Page 172: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

164 ProsIding

membantu pembelajaran (Clark & Mayer, 2003). Dengan demikian

hypertext dan hypermedia tidak semata-mata perangkat yang static,

tetapi juga perangkat untuk menyampaikan pembelajaran

(delivering). Dalam hal ini, hypertext dan hypermedia bisa

merupakan bentuk utuh dari teori desain pembelajaran.

Interaktivitas dan kekayaan format informasi yang dimiliki

Hypertext dan Hypermedia menjadikannya sangat fleksibel

dimanfaatkan dalam pembelajaran. Empat potensi metode

pembelajaran yang dapat disampaikan melalui Hypertext dan

Hypermedia/ multimedia interaktif berbasis komputer adalah: (1)

visualisasi untuk mendukung penjelasan, (2) pembelajaran

menggunakan simulasi untuk mempermudah penguasaan materi, (3)

pembelajaran problem solving yang dilengkapi dengan feedback

secara otomatis, dan (4) pengintegrasian antara pembelajaran

kolaboratif dan mandiri. Metode group investigation merupakan

model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan

antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis

konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Metode group

investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan

berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai

dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran akan memberi

peluang kepada siswa untuk lebih mempertajam gagasan dan guru

akan mengetahui kemungkinan gagasan siswa yang salah sehingga

guru dapat memperbaiki kesalahannya.

Dalam kaintannya dengan mengajar IPS terpadu, maka guru

dapat mengembangkan metode mengajarnya yang dimaksudkan

sebagai upaya mempengaruhi perubahan yang baik dalam perilaku

siswa. Pengembangan model tersebut adalah dimaksudkan untuk

membantu guru meningkatkan kemampuannya untuk lebih

Page 173: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

165 ProsIding

mengenal siswa dan menciptakan lingkungan yang lebih bervariasi

bagi kepentingan belajar siswa.

Desain pembelajaran pada penelitian ini merujuk pada

standar standar kompetensi (SK); menganalisis perkembangan

bangsa Indonesia sejak masuknya pengaruh Barat dengan penduduk

Jepang, dengan kompetensi dasar (KD) yaitu; menganalisis

hubungan antara perkembangan paham-paham baru dan

transformasi sosial dengan kesadaran dan pergerakan kebangsaan.

Adapun indikator yang akan dipelajari adalah kemampuan siswa

dalam menganalisis bentuk-bentuk organisasi pada masa pergerakan

kebangsaan di Indonesia.

Sesuai dengan apa yng dipaparkan pada bagian sebelumnya,

bahwa desain yang digunakan dalam proses pmbelajaran yang

terkait dengan kompetensi dasar di atas adalah merujuk pada

pendekatan yang dilakukan Vygotsky, melalui pendekatan atau

metode hipertex dan hypermedia dalam proses pengajaran. Penulis

merujuk pada pendekatan ini dengan alasan bahwa dalam proses

pembelajaran IPS terpadu yang sifatnya adalah melakukan

pemecahan terhadap suatu masalah akan mampu menciptakan

suasana belajar yang dirasa sangat kondusif apabilan menggunakan

pendekatan atau metode hipertex dan hypermedia karena pada

dasarnya pembelajaran IPS terpadu akan lebih bermakna apabila

dilakukan dengan proses belajar kolaboratif, jadi siswa yang belum

jelas akan suatu permasalahan maka ia akan bertanya dengan teman

satu kelompoknya yang dirasa sudah memahami suatu konsep, dan

dekimian juga gurunya yang selalu siap menjadi fasilitator bagi

siswa yang mengalami permasalahan dalam proses pembelajaran

yang terkait dengan kompetensi dasar tersebut.

Page 174: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

166 ProsIding

Hal ini sesuai dengan pembelajaran konstruktivisme yang

diutarakan oleh Vygotsky, bahwasanya siswa akan mudah

memahami suatu konsep apabila dalam proses belajar menekankan

pada murid agar dapat mengkonstruksi pengetahuan melalui media

computer interaksi sosial dengan orang lain. Dengan demikian,

siswa dapat dikatakan sudah melakukan proses belajar bermakna,

karena tidak saja terkait dengan ketercapaian materi belajar, namun

siswa juga belajar hidup sosial ketika melakukan diskusi kelompok.

Untuk menghasilkan tujuan yang diharapkan, jika pada bagian

sebelumnya telah dijelaskan pendekatan apa yang digunakan dalam

desain pembelajaran sejarah terkait dengan kompetensi dasar

menganalisis hubungan antara perkembangan paham-paham baru

dan transformasi sosial dengan kesadaran dan pergerakan

kebangsaan. Maka berikutnya akan dibahas mengenai metode apa

yang akan digunakan dalam desain pembelajaran tersebut.

Dengan melihat pandangan di atas, sekiranya metode

tersebut cocok untuk diterapkan pada proses pembelajaran IPS

terpadu karena tujuan dari proses pembelajaran IPS terpadu adalah

mendidik dan membekali siswa dengan seperangkat pengetahuan,

sikap, nilai, moral, dan keterampilan untuk memahami lingkungan

sosial masyarakat dapat dicapai. Dengan menggunakan hipertex dan

hypermedia dapat menjadikan pembelajaran IPS terpadu lebih

menarik, penuh tantangan dan bergairah dalam mempelajarinya,

sehingga timbul harapan adanya pengembangan potensi siswa secara

optimal dalam belajar mandiri serta belajar bersama untuk mencapai

tujuan bersama.

Page 175: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

167 ProsIding

KESIMPULAN

Pertama, dalam keberhasilan penerapan metode

pembelajaran Hypertex dan Hypermedia melalui Blended Learning

pada mata pelajaran IPS terpadu tidak terlepas dari adanya

pandangan konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi

dalam metode ini sehingga pembelajaran berlangsung tidak kaku

akan tetapi penuh kesepakatan.

Kedua, aktivitas siswa dalam pembelajaran metode Hypertex

dan Hypermedia melalui Blended Learning dengan membagi sub

topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari

masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang

akan dipakai. Siswa mengumpulkan, menganalisis, dan

mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan

bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi

masalah kelompok. Terakhir para siswa mempresentasikan hasil

kerjanya dan kelompok lain tetap mengikutinya.

Ketiga, keterampilan kooperatif siswa dalam metode

Hypertex dan Hypermedia melalui Blended Learning pada mata

pelajaran IPS terpadu sama-sama melakukan proses belajar tersebut

dengan penuh bermakna, karena tidak saja terkait dengan

ketercapaian materi belajar, namun siswa juga belajar

mengoperasikan computer dengan baik dan hidup sosial ketika

melakukan diskusi kelompok.

Page 176: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

168 ProsIding

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, Rithu, V. Sambamurthy and R.M. Stair. 2000. "Reserach

Report: The Solving Relationship between General and

Specific Computer Self Efficacy - An Empirical

Assessment", Information Systems Research, Vol. 11,No. 4.

Bender, D. M., & Vredevoogd, J. D. 2006. Using Online Education

Technologies to Support Studio Instruction. Educational

Technology & Society, 9 (4), 114-122.

Bersin, Josh. 2004. The Blended Beaming Book: Best

Bractices, Proven Methodologies, and Lessons

Learned. San Francisco: Pfeiffer

Clark, R. C & Mayer, R. E. 2003. E-Learning and The Science of

Instruction. San Francisco: Jossey-Bass/Pfeiffler.

Compeau, Deborah R. and C.A. Higgins. 1995. "Computer Self

Efficacy: Development of Measure and Initial Test", MIS

Quartely, Vol.19, No.12.

Dabbagh, N. & Bannan-Ritland, B. 2005. Online Learning,

Concepts, Strategies and Application. Upper Saddle River:

Pearson Education Inc.

Degeng, INS., 1989. Teori Pembelajaran: Taksonomi Variabel.

Jakarta: Program Magister Manajemen Pendidikan

Universitas Terbuka.

Dwiyogo, Wasis D. 2011. Pembelajaran Berbasis Blended

Learning. Makalah disampaikan pada Seminar dan

Lokarkarya Peningkatan Kualitas Pembelajaran melalui

Blended Learning Model, FKM PPS Universitas Negeri

Malang, 26 Maret 2011.

Elliot, S. N., Kratchwill, T. R., Cook, J. L., & Traver, J. E. 2000.

Educational Psychology: Effective Teaching, Effective

Learning. Boston: Mc.Graw-Hill Higher Education.

Gagne, R. M & Briggs, L. J. 1979. Principles of Instructional

Design: New York; Holt, Pinehart and Winstone.

Gallegher, D. 2007. Learning Styles, Self-Efficacy and Satisfaction

with Online Learning: Is online Learning for Everyone?.

Page 177: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

169 ProsIding

Dissertation. Graduate College of Bowing Green State

University.

Igbaria, M., dan J. Livari. 1995. "The Effect of Self Efficacy on

Computer Usage", Omega, Vol.23, No.6.

Kerlinger, F. N. 1986. Fondations of Behavioural Research. New

York: CBS College Publishing.

Kozma, R. B., & Russell, J. 2004. Multimedia Learning of

Chemistry. Dalam R. E. Mayer. Cambridge Handbook of

Multimedia Learning, (online),

(http://chemsense.org/abaout/papres/KozmaRussellMultim

edia2004.pdf, diakses 4 Agustus 2007).

Percival, F & Ellington, H. Buku Pegangan Teknologi Pendidikan,

(Terjemahan Sudjawro dan sarawati). London: Kogan Page

(tanpa tahun)

Reigeluth, C. M. 1983. Instructional-Design Theories and Models:

An Overview of their Current Status. New jersey: Lawrence

Erlbaum Associates, Inc.

Roblyer, M. D. 2006. Integrating Educational Technology into

Teaching (Foutrh Ed.) Upper Saddle River: Pearson

Education Inc.

Schunck, D. H. 1983. Ability versus Effort Attrributional Feedback:

Differential Effect, Effect on Self-Efficacy and

Achievement. Journal of Educational Psychology, 76, 3,

848-856.

Seels, Berbara B. & Richey, Rita C. 1994. Instructional technology:

The Definition of Domain of The Field. Washington DC,:

Association for Educational Communications naf

Technology (AECT).

Sheng, Y.H.P., J.M. Pearson; L. Crosby. 2003. `Organization

Culture and Emplotee's Computer Self Efficacy: an

Emperical Study", Information Resources Management

Journal. Vol. 16, No. 3.

Smaldino, S. E., Russel, J. D., Heinich, R. & Molenda, M. 2005.

Instructional Technology and Media for Learning (8th Ed.).

Upper Saddle River: Pearson Education, Inc.

Page 178: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

170 ProsIding

So, H.-J., & Bonk, C. J. 2010. Examining the Roles of Blended

Learning Approaches in Computer-Supported

Collaborative Learning (CSCL) Environments: A Delphi

Study. Educational Technology & Society, 13 (3), 189–200.

Stone, N., V Arunachalam & John S. Chandler. 1996. "Crosscultural

Comparisons: An Empirical Investigationf Knowledge,

Skill, Self Efficacy and Computer Anxiety in Accounting

Education", Issues lit Accounting Education. Vol. 11, No.2.

Thorne, Kaye. 2003. Blended Learning: How to integrate

online & traditional learning. London: Kagan Page

Limited.

Tuckman, B.W. 1999. Conducting Educational Research. (fifth

edition). Orlando: Harrcourt Brace College Publisher.

Wijaya, Tony. 2003. Pengaruh Computer Anxiety terhadap

Keahlian Dosen dalam Penggunaan Komputer:

Perspektif Gender. Skn'psl S1—Fe UAJY. tidak

dipublikasikan.

Page 179: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

171 ProsIding

OPTIMALISASI MANAJEMEN MUTU KELEMBAGAAN

MELALUI AUDIT KOMUNIKASI ORGANISASI DALAM

MENINGKATKAN REPUTASI

PERGURUAN TINGGI *

Oleh :

Bambang D. Prasetyo*

*Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya Malang; Ketua Program Doktor

Ilmu Sosiologi FISIP Universitas Brawijaya; Anggota Unit Jaminan Mutu

Universitas Brawijaya; Sekretaris Umum Asosiasi Dosen Indonesia Wilayah Jawa

Timur; Ketua Kurikulum Prodi S1 ASPIKOM Indonesia; Anggota Tim Pembina

ASPIKOM Jawa Timur.

E Mail : [email protected]

Abstrak: Membahas persoalan pendidikan secara umum, sebenarnya tidak bisa

dilepaskan dalam konteks dan perspektif. Kebudayaan dan pendidikan pada

dasarnya memiliki dimensi fenomenal mengingat kajian keduannya tidak dapat

dipisahkan dengan aspek aktualitas kehidupan masyarakat saat ini, bahkan pada

masa mendatang. Karena itu, mengulas pendidikan sebaiknya juga mengulas

budaya terlebih dahulu, eksistensi pendidikan juga tidak dapat dipisahkan dari

eksistensi kebudayaan. Tujuan penulisan artikel ini mengupas tentang: (1) Budaya

mutu di pendidikan tinggi, (2) Audit Komunikasi dan Budaya Mutu.

Kesimpulan dari hasil penulisan ini adalah Urgensi audit komunikasi dalam

perguruan tinggi diantaranya adalah untuk mengetahui bagaimana standar mutu

yang tercipta dilembaga tersebut berbasiskan data yang benar. Karena bicara mutu

kita bicara tentang situasi dan kondisi yang dihadapi oleh masing-masing lembaga.

Keterkaitan mutu dengan kondisi lembaga ini tidak bisa dielakkan karena ada

lembaga yang terbangun dan telah terbudaya pemahaman konsep mutu disetiap

civitas akademikannya, namun tidak menutup mata bahwa ada lembaga-lembaga

yang masih belum menempatkan proses mutu sebagai pelaksanaan aktivitasnya

karena berbagai kendala yang dihadapi. Dengan demikian, perlakukan terhadap

mutu akhirnya bisa “berbeda”, nah hal ini perlu kearifan dalam menyikapinya.

Namun demikian semua unsur harus tetap memegang komitmen mutu dalam

Page 180: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

172 ProsIding

operasionalisasi manajemen pendidikannya, sebagaimana dikemukakan oleh

Direktur Penjaminan Mutu Aris Junaidi “Semua unsur di dalam perguruan tinggi

harus berkomitmen agar kondisi penjaminan mutu dapat berjalan dengan baik.

Mari manfaatkan momen ini dengan baik dan mengimplementasikannya di

perguruan tinggi masing-masing,”

Kata kunci: anajemen mutu, audit komunikasi, organisasi, reputasi.

Siaran pers yang dikemukakan oleh Direktorat Penjaminan

Mutu-Layanan Informasi, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan

Kemahasiswaan, Kementerian Riset Teknologi Dan Pendidikan

Tinggi, tanggal 5 Mei 2017, menjelaskan bahwa “Mutu perguruan

tinggi dan program studi di Indonesia saat ini belum pada kondisi

yang ideal. Disparitas mutu pendidikan tinggi bisa dilihat dari hasil

akreditasi perguruan tinggi dan program studinya, dari 4.472

perguruan tinggi di Indonesia saat ini baru 50 perguruan tinggi yang

memiliki akreditasi A dan program studi terakreditasi A sebanyak

2.512 (12% dari 20.254 prodi terakreditasi)”. Selanjutnya

dikemukakan, terdapat korelasi antara akreditasi perguruan tinggi

dan program studi dengan output lulusan yang dihasilkan oleh

perguruan tinggi. Selanjutnya dikemukakan bahwa “data hasil

kelulusan uji kompetensi bidang kesehatan, ada korelasi antara

akreditasi perguruan tinggi asal peserta. Semakin baik akreditasi

perguruan tinggi semakin tinggi prosentase kelulusannya dan

sebaliknya, perguruan tinggi terakreditasi A kelulusannya di atas

80%, PT terakreditasi B mencapai kelulusan 70%, sedangkan PT

terakreditasi C kelulusannya di bawah 30%”.

Hal ini tentu bukan hanya untuk perguruan tinggi di bidang

kesehatan, namun kalau melihat data yang ada, kondisi tersebut bisa

Page 181: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

173 ProsIding

saja kita maknai cermin dari pendidikan secara umum. Di Indonesia

saat ini terdapat 124 Perguruan Tinggi (PT) Negeri, 3.127 PT

Swasta, 175 PT Kementerian/ Lembaga, 968 PTAS, dan 78 PTAN

(Data PDDikti, 11 Maret 2017). Data yang ada itu menunjukkan

bahwa hanya 1.131 yang terakreditasi dengan rincian 50 PT

mempunyai akreditasi A (4%), 345 PT berakreditasi B (31%), dan

736 PT berakreditasi C (65%), dan sisanya 3.340 belum

terakreditasi. Terdapat 26.672 prodi (PDDikti, 4 Mei 2017) dengan

sejumlah 20.254 prodi terakreditasi dengan rincian jumlah prodi

dengan akreditasi A sebanyak 2.512 (12%), akreditasi B sebanyak

9.922 (49%), dan akreditasi C sebanyak 7.820 (39%), bahkan ada

5.000an prodi yang tidak terakreditasi. (BAN-PT, 3 Mei 2017).

Kalau mengaca dari data yang ada maka kita mengetahui bahwa

mutu sebagian besar PT dan prodi di Indonesia masih kurang

optimal, karena itu upaya sistematis, serius dan terprogram harus

segera ditempuh.

Membahas persoalan pendidikan secara umum, sebenarnya

tidak bisa dilepaskan dalam konteks dan perspektif. Kebudayaan dan

pendidikan pada dasarnya memiliki dimensi fenomenal mengingat

kajian keduannya tidak dapat dipisahkan dengan aspek aktualitas

kehidupan masyarakat saat ini, bahkan pada masa mendatang.

Karena itu, mengulas pendidikan sebaiknya juga mengulas budaya

terlebih dahulu, eksistensi pendidikan juga tidak dapat dipisahkan

dari eksistensi kebudayaan.

Definisi kebudayaan disinyalir sekitar 250 definisi, yang

berkaitan dengan tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,

nilai, sikap, makna, hirarkhi, waktu, peranan, hubungan ruang,

konsep alam semesta, obyek-obyek materi dan milik yang diperoleh

sekelompok besar orang dari gererasi ke generasi melalui usaha

Page 182: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

174 ProsIding

individu dan kelompok. (Richard E. Porter & Larry A. Samowar,

1982). Kebudayaan berasal dari makna kata budaya yang memiliki

kaitan erat dengan komunikasi (komunikasi pendidikan). Budaya

dan komunikasi memiliki hubungan timbal balik. Budaya menjadi

bagian dari perilaku komunikasi dan komunikasi turut menentukan,

memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. “culture is

communication” dan “communication is culture” (Edward T. Hall,

1959). Lebih lanjut, karakteristik budaya seperti dikemukakan

Harris & Moran (1982) terdiri dari; komunikasi & bahasa, pakaian

& penampilan, makanan & kebiasaan makan, waktu & kesadaran

akan waktu, penghargaan & pengakuan, hubungan-hubungan, nilai-

nilai norma, rasa diri & ruang, proses mental & belajar, Kepercayaan

& sikap.

Dengan kemajuan budaya, maka perkembangan dan

perubahan akan terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara yang difasilitasi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi, seni, dan pergaulan internasional yang semakin

transparan dan cepat. Hal ini tidak terkecuali kemajuan dalam dunia

pendidikan dimana banyak terjadi perubahan seiring dengan

perputaran kualitas kehidupan global. Perubahan yang berlangsung

secara terus menerus ini menuntut perbaikan sistem pendidikan

nasional termasuk pendidikan tinggi, guna mewujudkan masyarakat

yang mampu bersaing dan menyesuikan diri dengan perubahan

zaman. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pendidikan harus

dilakukan secara holistik mencakup aspek moral, akhlak, budi

pekerti, pengetahuan, keterampilan, seni, olahraga dan prilaku.

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor

20 tahun 2003, pasal 54, 55, dan 56 diamanatkan bahwa peran serta

masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan,

Page 183: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

175 ProsIding

kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi

kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu

pelayanan pendidikan. Masyarakat dapat berperan serta sebagai

sumber, pelaksana dan sebagai pengguna hasil pendidikan.

Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis

masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan

kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan

masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat

mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi

pendidikan, manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar

nasional pendidikan. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis

masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat,

pemerintah, pemerintah daerah dan atau sumber lain yang tidak

bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku. Lembaga

pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis,

subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari

pemerintah dan atau pemerintah daerah.

PEMBAHASAN

Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah Daerah Propinsi sebagai daerah otonom.

Dalam peraturan itu kewenangan pemerintah dalam pendidikan

meliputi; penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar,

serta pengaturan kurikulum nasional, dan penilaian hasil belajar

secara nasional, serta pedoman pelaksanaannya; penetapan standar

materi pelajaran pokok, dan penetapan kalender tahun bagi

pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun bagi

pendidikan dasar, menengah, dan luar sekolah. Menilik dari

Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tersebut serta Undang-

Page 184: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

176 ProsIding

undang No. 22 tahun 1999 berimplikasi terhadap kebijaksanaan

pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik ke

desentralistik, dari yang terstruktur mekanistik kearah yang lebih

sirkuler dengan paradigma “otonomi”. Kebijakan ini harus disambut

baik oleh pengelola pendidikan agar pergeseran pengelolaan dapat

dimaknai sebagai upaya pemberdayaan daerah dan sekolah dalam

peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan, terarah dan

menyeluruh.

Sehingga rasanya kurang adil jika kesempatan yang

diberikan oleh pemerintah sedemikian besar untuk mengembangkan

pendidikan yang bermutu, tetapi dalam implikasinya banyak

lembaga penyelenggara pendidikan yang kurang maksimal

mamainkan perannya untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat

bangsa ini.

Sebagaimana dikemukakan I Wayan Rika (2006), rendahnya

mutu pendidikan kita antara lain disebabkan oleh lemahnya

komitmen warga sekolah dalam mewujudkan budaya sekolah dan

kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pendidikan sehingga

akan berdampak pada rendahnya peran serta dan partisipasi

masyarakat terhadap pendidikan baik secara moril maupun materiil.

Masyarakat atau orang tua siswa seolah-olah memandang bahwa

pendidikan itu cukup diserahkan kepada pihak sekolah dan

pemerintah saja. Padahal kemampuan pemerintah sangat terbatas,

sehingga bantuan pemerintah menjadi tidak merata.

Untuk mengatasi hal tersebut dipandang perlu adanya

penyamaan persepsi kepada warga sekolah dan masyarakat melalui

wadah komite sekolah. Munculnya komite sekolah ini memberikan

kesempatan terbuka bagi masyarakat dan orang tua peserta didik

untuk mengevaluasi proses pendidikan, memungkinkan munculnya

Page 185: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

177 ProsIding

partisipasi masyarakat sekitar dan khususnya orang tua peserta didik

dalam menyelenggarakan pendidikan. Kegiatan yang bisa

dimunculkan seperti, sekolah bisa mengundang orangtua dan

masyarakat sekitar untuk berpartisipasi dalam menentukan

kebijakan dan oprasionalisasi kegiatan sekolah. Mendorong

orangtua dan masyarakat yang mampu diajak berpartisipasi dalam

pembiayaan pendidikan. Anggaran pendidikan pemerintah yang

terbatas nantinya akan diarahkan pada sekolah-sekolah yang

memiliki peserta didiknya dari keluarga yang berlatar belakang

kurang mampu. Sedangkan bagi sekolah-sekolah yang peserta

didiknya terdiri dari orangtua yang berlatar belakang ekonomi

mampu, diharapkan bisa self-supporting dalam pembiayaan sekolah.

Budaya Mutu di Pendidikan Tinggi

Sebagaimana dikemukakan oleh Samovar (2001), Budaya

merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu

kelompok masyarakat, yang mencakup cara berpikir, prilaku, sikap,

nilai yang tercermin baik dalam ujud fisik maupun abstrak. Clifford

Geertz mendefinisikan budaya sebagai suatu pola pemahaman

terhadap fenomena sosial, yang terekspresikan secara eksplisit dan

implisit, mencakup nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos dan

kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang

sekolah. Budaya juga dapat dilihat sebagai suatu prilaku, nilai-nilai,

sikap hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan

sekaligus cara untuk memandang permasalahan dan cara

pemecahannya. Konsekuensinya, ketika kita sepakat tentang

pengembangan budaya mutu pendidikan, maka elemen-elemen yang

terkait dengan budaya itu harus kita identifikasi, temu kenali

kelebihan dan kelemahannya, carikan alternatif pemecahan masalah,

Page 186: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

178 ProsIding

dan solusi masalah yang nantinya akan permanen sebagai pedoman

dalam kegiatan operasional pendidikan tinggi. Elemen-elemen

budaya pendidikan tinggi itu misalnya saja berkaitan dengan (1)

kapasitas kelembagaan, (2) sistem dan prosedur yang digunakan

dalam proses kelembagaan, (3) kebijakan atau aturan-aturan yang

dikembangkan, (4) pola komunikasi intensif baik intra maupun

ekstra kelembagaan, (5) interelasi dengan jejaring social yang saling

menguatkan, (6) penguatan SDM, (7) penguatan teknologi, (8)

kemampuan adaptasi terhadap perubahan, (9) penguatan riset yang

berbasiskan kemampuan dan sumberdaya yang ada dan (10)

penataan struktur fisik yang kondusif yang mampu menciptakan

budaya berkreasi secara maksimal.

Deal dan Kennedy berpendapat budaya pendidikan adalah

keyakinan, nilai dan norma milik bersama yang menjadi pengikat

kuat kebersamaan sebagai warga masyarakat. Nilai-nilai dominan

dan nilai-nilai subordinasi bisa sejalan dengan baik jika dipelihara

secara simultan. Dengan kata lain, budaya pendidikan tinggi bisa

mencakup persoalan pola nilai, keyakinan dan tradisi yang terbentuk

melalui sejarah panjang lembaga tersebut, pola makna yang

dipancarkan secara historis yang mencakup norma, nilai, keyakinan,

seremonial, ritual, tradisi dan mitos dalam derajat yang bervariasi

oleh seluruh stakeholders dan warga kampus. Budaya pendidikan

tinggi adalah suatu pola asumsi dasar hasil invensi penemuan atau

pengembangan oleh suatu kelompok tertentu, dan merupakan kreasi

bersama, dapat dipelajari dan teruji dalam mengatasi masalah.

Audit Komunikasi dan Budaya Mutu

Pikiran kita ketika membahas audit tentu terkait dengan

keuangan. Pahadal tidak selalu demikian, karena audit dalam makna

Page 187: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

179 ProsIding

tertentu bisa kita padupadankan dengan istiah “diagnose”. Istilahnya

bisa beda, namun substansi pekerjaannya sama, melihat, mengamati,

menemukan, dan menyelesaikan masalahnya. Terkait dengan audit

komunikasi tentu obyek dan subyek kajiannya adalah bagaimana

peprilaku komunikasi atauproses komunikasi yang sedang

berlangsung didalam organisasi berjalan optimal atau tidak.

Komunikasi yang efektif optimal akan menghasilkan sinergi mutu

yang relevan. Demikian kira-kira pemikirannya.

Menurut beberapa pakar, istilah audit komunikasi pertama

kali dimunculkan oleh George Odioerne yang ingin menunjukkan

bahwa, proses-proses komunikasi yang terjadi dalam organisasi,

dapat diperiksa, dievaluasi dan diukur secara cermat dan sistemati.

Menurutnya kegiatan-kegiatan komunikasi sebagai pelaksanaan dari

sistem komunikasi, ataupun program komunikasi khusus dapat

diukur, sehingga kualitas dan kinerja para eksekutif, pejabat dan staf

komunikasi, dapat diketahui dan bila diperlukan, dapat diperbaiki

secara sistematik sehingga efektivitas maupun efisiensi

komunikasipun dapat meningkat. Audit komunikasi diperlukan

untuk mempelajari secara detail bagaimana, apa dan kepada siapa

perusahaan melakukan komunikasi. Suatu audit dapat memberikan

gambaran yang jelas, apa yang telah dilakukan saat ini, juga sebagai

dasar untuk memutuskan, perubahan apa yang perlu dilakukan.

Dalam perspektif lain, audit komunikasi sebagai suatu

analisis lengkap mengenai komunikasi internal dan eksternal guna

mendapatkan gambaran mengenai kebutuhan komunikasi,

kebijakan, tindakan dan kemampuan serta untuk mengetahui data

yang perlu, yang memungkinkan pimpinan perusahaan membuat

kebutuhan berdasarkan informasi yang tepat, ekonomis mengenai

tujuan masa depan komunikasi.

Page 188: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

180 ProsIding

Sedangkan Andre Hardjana (2000), menjelaskan bahwa

audit komunikasi diperlukan untuk (1). mengetahui apakah program

komunikasi berjalan dengan baik (2). membuat diagnosis tentang

masalah yang terjadi atau berpotensi dan peluang yang mungkin

terbuang. (3). mengevaluasi kebijakan baru atau praktek komunikasi

yang terjadi. (4). memeriksa hubungan antara komunikasi dengan

tindakan operasional lain. (5). menyusun angaran kegiatan

komunikasi. (6). menetapkan patok banding. (7). mengukur

kemajuan dan perkembangan dengan membandingkan dengan patok

banding tadi. (8). mengembangkan atau melakukan restrukturisasi

fungsi-fungsi komunikasi. (9). membangun landasan dan latar

belakang guna mengembangkan kebijakan dan program komunikasi

baru.

Dalam pandangan lain, audit komunikasi bisa dilakukan

untuk mengetahui bagaimana praktek budaya komunikasi (umum)

yang sedang terjadi pada organisasi, sampai dalam kategori tertentu,

budaya komunikasi yang tersistem akan mempengaruhi proses

system-sistem selanjutnya, termasuk system budaya mutu. Audit

komunikasi yang berhasil tentu akan menemukan persoalan prinsip

dalam pengembangan budaya komunikasi yang menyangkut banyak

aspek termasuk budaya komunikasi yang berkaitan dengan mutu

atau kualitas kelembagaan yang selama ini ada.

Meskipun demikian, pelaksanaan audit tentu tidak mudah

karena, audit komunikasi itu bersifat kompleks mulai karena

meliputi beberapa beberapa aspek sepeti sumber, media, proses arti

dan pesan bentuk komunikasi, dampak dan konteks komunikasi

sehingga audit komunikasi terdiri dari banyak kegiatan dilakukan

secara bertahap sehingga membutuhkan waktu yang lama.

Page 189: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

181 ProsIding

Terkait dengan peningkatan mutu kelembagaan dan reputasi

yang perlu dimiliki organisasi, maka proses audit komunikasi

menjadi hal yang sangat penting. Minimal dengan audit itu bias

diketahaui budaya mutu yang terkait dengan reputasi sebuah

kelembagaan pendidikan tinggi. Kegiatan ini perlu dilakukan apalagi

pemerintah sudah membuat program yang sistematis melalui

Direktorat Penjaminan Mutu telah merancang berbagai Program

Prioritas untuk meningkatkan mutu perguruan tinggi dan kompetensi

lulusan perguruan tinggi di Indonesia. Sebagaimana diketahui,

dalam Rencana Strategis Kementerian Riset, Teknologi, dan

Pendidikan Tinggi tahun 2015, untuk mencapai target 13.000

program studi unggul tahun 2017 dan prosentase lulusan

bersertifikat kompetensi dan profesi (65% dari peserta uji

kompetensi, target tahun 2017 sebanyak 145.000 peserta), maka

dirumuskan 4 (empat) program prioritas, yaitu : (1) Program Asuh

PT Unggul, (2) Program Penguatan Kopertis, (3) Klinik Sistem

Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Online, (4) Uji Kompetensi

Lulusan. Keempat program prioritas penjaminan mutu. Terkait

dengan program Asuh menuju Prodi Unggul, fokus pada

peningkatkan layanan, menumbuhkan budaya serta meningkatkan

mutu program studi melalui penguatan sistem penjaminan mutu

internal pada perguruan tinggi, yang dilaksanakan dengan program

pengasuhan oleh perguruan tinggi unggul. Sementara itu program

Penguatan Kopertis dalam Penjaminan Mutu Prodi merupakan

program peningkatan mutu program studi Sistem Penjaminan Mutu

Internal (SPMI) dengan menyusun model kerja penjaminan mutu di

Kopertis yang akan memudahkan Direktorat Penjaminan Mutu

menyebabarluaskan, mendiseminasikan, dan mengimplementasikan

SPMI sehingga tercipta budaya mutu di setiap program studi.

Page 190: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

182 ProsIding

Sedangkan klinik Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) adalah

layanan yang bertujuan agar mereka lebih memahami Sistem

Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu

Pendidikan Tinggi (SPM-Dikti) dalam membangun budaya mutu.

Uji Kompetensi Lulusan dimaksudkan agar terjaminnya

lulusan pendidikan tinggi yang kompeten dan terstandar secara

nasional; menguji pengetahuan dan keterampilan sebagai dasar

untuk praktik kerja dan mendorong pembelajaran sepanjang hayat

serta sebagai metode asesmen untuk pengelolaan pelayanan kepada

masyarakat yang aman dan efektif.

Keempat kegiatan prioritas dimaksud merupakan mata

rantai yang saling terkait dalam meningkatkan layanan,

menumbuhkan budaya serta meningkatkan mutu program studi

melalui penguatan sistem penjaminan mutu internal (SPMI) pada

perguruan tinggi, yang dilaksanakan dengan program pengasuhan

oleh perguruan tinggi unggul, yang selanjutnya di uji secara

nasional sehingga menghasilkan lulusan yang kompeten.

PENUTUP

Urgensi audit komunikasi dalam perguruan tinggi

diantaranya adalah untuk mengetahui bagaimana standar mutu yang

tercipta dilembaga tersebut berbasiskan data yang benar. Karena

bicara mutu kita bicara tentang situasi dan kondisi yang dihadapi

oleh masing-masing lembaga. Keterkaitan mutu dengan kondisi

lembaga ini tidak bisa dielakkan karena ada lembaga yang terbangun

dan telah terbudaya pemahaman konsep mutu disetiap civitas

akademikannya, namun tidak menutup mata bahwa ada lembaga-

lembaga yang masih belum menempatkan proses mutu sebagai

pelaksanaan aktivitasnya karena berbagai kendala yang dihadapi.

Page 191: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

183 ProsIding

Dengan demikian, perlakukan terhadap mutu akhirnya bisa

“berbeda”, nah hal ini perlu kearifan dalam menyikapinya. Namun

demikian semua unsur harus tetap memegang komitmen mutu dalam

operasionalisasi manajemen pendidikannya, sebagaimana

dikemukakan oleh Direktur Penjaminan Mutu Aris Junaidi “Semua

unsur di dalam perguruan tinggi harus berkomitmen agar kondisi

penjaminan mutu dapat berjalan dengan baik. Mari manfaatkan

momen ini dengan baik dan mengimplementasikannya di perguruan

tinggi masing-masing,”

Page 192: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

184 ProsIding

DAFTAR PUSTAKA

Bobbi De Porter & Mike Hernacki. 1999. Quantum Learning, New

York: Dell st

Colin Rose, Malcolm J. Nicholl. 1997. Accelerated Learning for the

21 Century, London: Judy Platkus.

Dimitri Mahayana. 2003. Quantum Quotient, Jakarta: Bagian Proyek

Perluasan dan Peningkatan mutu SMU.

Dave Meier.2000. The Accelerated Learning Handbook: Panduan

kreatif dan efektif merancang program pendidikan dan

pelatihan. Kaifa. Bandung.

Deddy Mulyana & Jalaluddin rakhmat. 2002. Komunikasi

Antarbudaya. Rosda.Bandung

Indra Djati Sidi. 2003. Menuju Masyarakat Belajar, Jakarta: Bagian

Proyek Perluasan dan peningkatan Mutu SMU. I Wayan Rika. 2006. Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui

Pengembangan Kultur Sekolah menuju Sekolah Mandiri.

Makalah Seminar.

J. Sumardianta,2006. Pembiasaan Membaca dan menulis;

pengalaman guru sosialogi; Makalah Seminar.

Jallaluddin Rakhmat, 2000. Psikologi Komunikasi. Remadja

Rosdakarya. Bandung.

Malik Fadjar. 2003. School Based Management, Jakarta: Bagian

Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SMU.

Onong U. Effendy.2001. Ilmu Komunikasi.Remadja Rosdakarya.

Piet A. Sahertian. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi

Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Robert S. Cutler. 1993. Technology Management In Japan, Boston:

Hynes Convention Center.

Zamroni. 2003. Paradigma Pendidikan Masa Depan, Jakarta: Bagian

Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SMU.

https://www.ristekdikti.go.id/mutu-perguruan-tinggi-menentukan-

kompetensi-lulusan/#323kyoFljgII7BC5.99

Page 193: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

185 ProsIding

Penerapan Metode SERVQUAL (Service Quality/Kualitas

Layanan) untuk Peningkatan Kualitas Layanan

Terhadap Kepuasan Jemaat di Kalangan

Remaja dan Pemuda Yayasan ABC

Oleh:

Dr. Ir. Bambang Sugiyono Agus Purwono, M Sc

Jurusan Teknik Mesin

Politeknik Negeri Malang

e-mail: [email protected]

Abstrak

Tuntutan jemaat adalah bagaimana melakukan evaluasi dan monitoring terhadap

kegiatan di semua bidang serta anggaran dapat dilakukan dengan baik dan benar?

Hal ini merupakan suatu permasalahan tersendiri. Bagaimana peningkatan

kualitas layanan bisa dievaluasi? Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengidentifikasi, mengukur kesenjangan, dan menganalisis pengaruh kepuasan

jemaat di Yayasan ABC. Ada 5 (lima) variabel penelitian adalah Tangibles (bukti

langsung), Reliability (Keandalan), Responsiveness (daya tanggap), Assurance

(jaminan), dan Empathy. Metode penelitian yang dilakukan dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Hasil penelitian adalah Rata-rata nilai persepsi untuk

variabel Bukti Langsung, Daya Tanggap, Keandalan, Jaminan, dan Empati di

atas rata-rata artinya di atas baik. Selisih antara persepsi dan harapan dari seluruh

variabel negatif, dengan selisih berturut-turut (dari terbesar) adalah variabel Bukti

Langsung sebesar -1,225, Empati sebesar -0,9598, Keandalan sebesar -0,8828,

Daya Tanggap sebesar -0,7758, dan Jaminan sebesar -0,7424 masih di bawah -1,4

artinya ada gap di bawah sedang. Proposisi utama adalah semakin meningkat

Bukti Langsung, Daya Tanggap, Keandalan, Jaminan, dan Empati akan semakin

meningkatkan kepuasan layanan di kalangan pemuda dan remaja.

Page 194: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

186 ProsIding

I. PENDAHULUAN

Mendirikan suatu yayasan merupakan suatu persoalan yang

tidak sulit juga tidaklah sederhana, tetapai bagaimana mengukur

kualitas pelayanan di dalam melaksanakan organisasi nir laba

merupakan sesuatu perhatian khusus.

1.1. Latar Belakang

Pengembangan dan peningkatan serta pertumbuhan jemaat

merupakan suatu usaha perbaikan pelayanan yang tiada henti-

hentinya serta berkelanjutan (continuous improvement). Yayasan

ABC melalui Program Kegiatan Tahunan (PKT) tiada hentinya

untuk meningkatkan jumlah kegiatan di semua bidang (Teologia,

Persekutuan, Kesaksian, Penatalayanan, dan Lintas bidang) serta

peningkatan besaran anggaran.

Tuntutan jemaat adalah bagaimana melakukan evaluasi dan

monitoring terhadap kegiatan di semua bidang serta anggaran dapat

dilakukan dengan baik dan benar? Hal ini merupakan suatu

permasalahan tersendiri. Bagaimana peningkatan kualitas layanan

bisa dievaluasi, tentunya merupakan suatu fokus bahasan sendiri.

Apakah kegiatan dan anggaran yang telah dialokasikan untuk

Bidang Persekutuan, khususnya Komisi Pembinaan Anak dan

Remaja (KPAR) dan Komisi Pembinaan Pemuda dan Mahasiswa

(KPPM) yang diperoleh telah menyentuh atau ada kesesuaian antara

kegiatan dan kebutuhan di kalangan Remaja dan Pemuda yang

bersangkutan? Apakah ada hambatan dan permasalahan yang

muncul serta keterlibatan yang signifikan ketika melaksanakan

berbagai kegiatan di kalangan Remaja dan Pemuda?

Page 195: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

187 ProsIding

1.2. Beberapa Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Yakob Tomatala (Tomatala, Yakob,

2001), menyatakan bahwa: “Melihat dari sudut pandang atau

perspektif kemanusiaan, di mana kondisi agama XYZ yang sering

disebut minoritas dan terpuruk oleh tantangan dalam konteks

kehidupannya, orang boleh saja bersikap pesimistis dan berbicara

dengan nada miris.”

Hasil penelitian Yohanes Effendi Setiadarma (Setiadarma,

Yohanes Effendi, 2001 menyimpulkan bahwa: “……… tugas-tugas

pelayanan penggembalaan yang dituliskan dalam surat-surat

penggembalaan menyangkut beberapa hal yaitu: berdoa bagi semua

orang dan para pembesar (pemerintah), menasihati jemaat,

memperingatkan orang-orang kaya, mengajarkan ajaran-ajaran yang

sehat, melawan guru-guru palsu dan pengajar sesat, memilih dan

menetapkan para pelayan Tuhan, hidup harmonis dengan semua

orang, melakukan hal-hal yang baik, menghindari kemalasan,

menghindari perselisihan yang tidak berguna, dan mengatur

kehidupan berjemaat.” Bukanlah monopoli agama tertentu tetapai

merupakan tugas seluruh masyarakat Indonesia yang menghargai

keragaman di dalam memilih agama, golongan ataupun partai

tertentu.

1.3. Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan pada penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi variabel-variabel kualitas layanan yang

dibutuhkan Jemaat di kalangan Remaja dan Pemuda.

2. Mengukur kesenjangan yang terjadi antara kepuasan

layanan Jemaat terhadap Kualitas Layanan di kalangan

Remaja dan Pemuda antara persepsi dan harapan.

Page 196: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

188 ProsIding

3. Menganalisis pengaruh Kepuasan Jemaat terhadap

Kualitas Layanan di kalangan Remaja dan Pemuda –

Yayasan ABC terhadap tingkat harapan pada kualitas

layanan antara persepsi dan harapan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kualitas

Definisi kualitas suatu produk atau jasa adalah sejauh mana

produk atau jasa memenuhi spesifikasi-spesifikasinya. Menurut

American Society for Quality Control, kualitas adalah keseluruhan

ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atau jasa

dalam hal kemampuannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang

telah ditentukan.

Konsep kualitas sendiri pada dasamya bersifat relatif, yaitu

tergantung dari perspektif yang digunakan untuk menentukan

ciri-ciri dan spesifikasi. Terdapat tiga orientasi kualitas yang

seharusnya konsisten satu sama lain, yaitu: (1) persepsi konsumen,

(2) produk (barang dan/atau jasa, dan (3) proses.

2.2. Pelayanan

Eddy Paimoen (Paimoen, E, 1996: 1) menyatakan bahwa:

“…. Secara psikologis memang dapat dirasakan oleh semua orang

ketika sedang berada di jalan-jalan yang sedang mengalami

kemacetan lalu lintas secara total. Seringkali yang tampak pada

wajah seseorang adalah kelelahan dan kekecewaan yang disebabkan

oleh: 1. Terhambatnya mencapai tempat tujuan sesuai dengan jadwal

waktu; 2. terbuangnya waktu yang berharga; 3. kurang efisien dalam

bidang keuangan; 4. merasa jenuh dan gerah; dan akan berakibat: 1.

munculnya penyakit psikologis -- tegang dan emosional; 2. mudah

Page 197: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

189 ProsIding

menyalahkan orang lain atau mencari kambing hitam; 3. kehilangan

kestabilan jiwa dan semangat bekerja; dan 4. menurunnya percaya

diri. Pada umumnya stagnasi dalam pelayanan selalu berakibat

fatal.”

2.4. Dimensi Kualitas Layanan

Ada lima dimensi kualitas layanan (Parasuraman, et.all,

1988), yaitu:

1. Tangibles (bukti langsung), meliputi fasilitas fisik,

perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

2. Reliability (Keandalan), meliputi kemampuan

memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera,

akurat, dan memuaskan.

3. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan para staf

untuk membantu para pelanggan/jemaat dan memberikan

pelayanan dengan tanggap.

4. Assurance (jaminan), meliputi pengetahuan,

kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang

dimiliki para staf bebas dari bahaya, resiko, atau

keragu-raguan.

5. Empathy, meliputi kemudahan dalam melakukan

hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan

memahami kebutuhan para pelanggan/jemaat.

III. PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DATA DAN

ANALISIS

Sub bab ini berkaian dngan pengumpulan, pengolahan data,

dan analisis.

Page 198: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

190 ProsIding

3.1. Metode Pendekatan Penelitian

Ada dua macam pendekatan yang dikumpulkan, yaitu

kuantitatif dan kualitatif.

3.2. Pendekatan Kuantitatif

Pendekatan kuantitatif diperoleh dari angket sebanyak 30

orang responden (Tabel 3.1).

Tabel 3.2 dan Gambar 3.1 adalah hasil hitungan statistik

deskriptif yang berkaitan dengan rata-rata dan gap untuk responden

wanita menjelaskan bahwa rata-rata skor persepsi untuk variabel

Bukti Langsung (3,35), Bukti Langsung (4,575), Daya Tanggap

(3,73), Bukti Langsung (4,51), Keandalan (3,62), Jaminan (3,67),

dan Empati (3,65) artinya di atas baik bahkan sebagian mendekati

sangat baik. Besarnya gap antara nilai persepsi dan harapan dari

seluruh variabel negatif, dengan selisih berturut-turut (dari terbesar)

adalah variabel Bukti Langsung sebesar -1,225, Empati sebesar -

0,9598, Keandalan sebesar -0,8828, Daya Tanggap sebesar -0,7758,

dan Jaminan sebesar -0,7424.

Tabel 3.1. Gambaran umum informan

Page 199: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

191 ProsIding

Tabel 3.2. Nilai Gap

Gambar 3.1. Gap Nilai Persepsi dan Harapan Responden Laki-laki

dan Wanita

3.3. Pendekatan Kualitatif

Pendekatan kualitatif diperoleh dari wawancara terhadap 6 orang

partisipan sebagai informan.

Adapun proposisi yang dihasilkan adalah:

1. P1 : Semakin meningkat Bukti Langsung akan semakin

meningkatkan kepuasan layanan di kalangan pemuda dan

remaja.

2. P2: Semakin meningkat Daya Tanggap akan semakin

meningkatkan kepuasan layanan di kalangan pemuda dan

remaja.

Page 200: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

192 ProsIding

3. P3: Semakin meningkat Keandalan akan semakin

meningkatkan kepuasan layanan di kalangan pemuda dan

remaja.

4. P4: Semakin meningkat Jaminan akan semakin

meningkatkan kepuasan layanan di kalangan pemuda dan

remaja.

5. P5: Semakin meningkat Empati akan semakin

meningkatkan kepuasan layanan di kalangan pemuda dan

remaja.

Dan proposisi utama adalah semakin meningkat Bukti

Langsung, Daya Tanggap, Keandalan, Jaminan, dan Empati akan

semakin meningkatkan kepuasan layanan di kalangan pemuda dan

remaja di Yayasan ABC.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengolahan data

adalah:

1. Rata-rata nilai persepsi untuk variabel Bukti Langsung,

Daya Tanggap, Keandalan, Jaminan, dan Empati di atas

rata-rata artinya di atas baik.

2. Selisih antara persepsi dan harapan dari seluruh variabel

negatif, dengan selisih berturut-turut (dari terbesar)

adalah variabel Bukti Langsung sebesar -1,225, Empati

sebesar -0,9598, Keandalan sebesar -0,8828, Daya

Tanggap sebesar -0,7758, dan Jaminan sebesar -0,7424

masih di bawah -1,4 artinya ada gap di bawah sedang.

3. Proposisi utama adalah semakin meningkat Bukti

Langsung, Daya Tanggap, Keandalan, Jaminan, dan

Page 201: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

193 ProsIding

Empati akan semakin meningkatkan kepuasan layanan

di kalangan pemuda dan remaja.

4.2.Saran

Beberapa saran yang disampaikan adalah:

1. Selain kualitas layanan perlu juga dilakukan penelitian

yang berkaitan dengan Indikator Kinerja Utama

(IKU/Key Performance Indocator/KPI) bagi organisasi

nir laba/Yayasan sosial, kemanusiaan maupun

keagamaan.

2. Sebaiknya juga melakukan gerakan perbaikan terus-

menerus (continuous improvement) pada organisasi nir

laba/Yayasan sosial, kemanusiaan maupun keagamaan.

Page 202: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

194 ProsIding

DAFTAR PUSTAKA

Amaratunga, D, Baldry, B., Sarshar, M, and Newton, R. 2002.

Quantitative and Qualitattive Research in the Built

Environment: Application of “Mixed” Research Approach,

Work study journal 51 (1): 17-31.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

Edisi VI. Penerbit Rineksa Cipta. Jakarta.

Arikunto, S. 2005. Manajemen Penelitian. Edisi Revisi. Penerbit

Rineksa Cipta. Jakarta.

Brannen, J. 1993. Mixing Methods: Qualitative and Quantitative

Research. Avebury, Aldershot.

Bungin, B. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi

Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer.

Rajagrafindo Persada. Jakarta. Bungin, B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi,

Ekonomi, Kebijakan Publik, serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya.

Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,

Kebijakan Publik, dan Iilmu Sosial Lainnya. Kencana Prenada

Media Group. Jakarta.

Cooper, D R, and Schinder, PS. 2006. Business Research Methods.

9th Edition. McGraw-Hill/Irwin. New York.

Creswell, J W. 2009. Research Design: Qualitative, Quantitative,

and Mixed Methods Approaches, Third Edition, Sage

Publications, New Delhi.

Creswell, J W, and Clark VLP. 2007. Designing and Conducting:

Mixed Methods Research, Sage Publications, New Delhi.

Creswell, J W. 2003. Research Design: Qualitative, Quantitative,

and Mixed Methods Approaches, Second Edition, Sage

Publications, New Delhi.

Creswell, J W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design:

Choosing Among Five Traditions, Sage Publications, New

Delhi.

Creswell, J W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative

Approaches, Sage Publications, New Delhi.

Page 203: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

195 ProsIding

Dillon, WR. and Goldstein, M. 1984. Multivariate Analysis:

Methods and Applications, John Wiley and Sons, New York.

Eldabi, T, and Irani, Z, Paul, RJ, and Love, PED. 2002. Quantitative

and Qualitative decision making methods in simulation

modelling, Management Decision Journal 40 (1): 64-73.

Ferdinand, A. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Edisi 2. BP-

UNDIP. Semarang.

Farikah Nikmah, Mahmatul Himmah dan Yosi Afandi. 2013.

Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Mahasiswa

pada Jurusan Administrasi Niaga – Politeknik Negeri Malang.

Prosiding Pro Poltek, Tahun 2013 (pp. 134-139). Malang.

Gi-Du Kang and Jeffrey James. 2004. Service Quality dimensions:

an examination of Gronroos’s Service Quality Model.

Journal Managing Quality, Volume 14 No. 4 Tahun 2004

(pp. 266-277).

Gunawan, Herodion Pitrakarya. 1986. Pelayanan Kasih: Apa,

Mengapa Dan Bagaimana? Jurnal Pelita Zaman. Volume 1

No. 1 Tahun 1986. Jakarta.

Hanson, D, and Grimmer, M. 2007. The Mix of Qualitative and

Quantitative Research in Major Marketing Journals, 1992-

2002, European Journal of Marketing 41 (1/1): 58-70.

Hicks, C R. 1982. Fundamental Concepts in the Design of

Experiments, Holt, Rinehart and Winston, New York.

Houghton, JD., and Neck, CP. 2002. The Revised Self-Leadership

Questionnaire: Testing a Hierarchical Factor Structure for

Self-Leadership, Journal of Managerial Psychology 17 (8):

672-691.

Huriyati, Ratih. 2005. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen.

Penerbit Alfabeta. Bandung.

http://www.sabda.org/. Diakses 5 November 2013.

Ichwan, Juswantori. 1996. Kisah Tiga Hamba Tuhan. Jurnal Pelita

Zaman, Volume 11 No. 1 Tahun 1996. Jakarta

Lie, Tan Giok. 1996. Pandangan Alkitab Tentang Pelayanan Kaum

Awam. Jurnal Pelita Zaman. Volume 11 No. 1 Tahun 1996.

Jakarta.

Maxwell, JC, 2002. The Maxwell Leadership Bible, Maxwell

Motivation, Inc., Tennessee.

Page 204: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

196 ProsIding

Miller, I, and Freund, JE. 1985. Probability and Statistics for

Engineers. Third Edition. Prentice Hall of India. New Delhi.

Moleong, L J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi.

Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Neuman, W L. 2000. Social research methods: Qualitative and

Quantitative approaches. Fourth edition. Allyn and Bacon.

Boston.

Paimoen, Eddy. 1996. Stagnasi dalam Pelayanan. Jurnal Pelita

Zaman. Volume 11 No. 1 Tahun 1996. Jakarta.

Parasuraman, A. 2002. Service Quality and productivity: a

synergistic perspective. Journal Managing Quality, Volume

12 No. 1 Tahun 2002 (pp. 6-9).

Rangkuti, Freddy. 2006. Measuring Customer Satisfaction. Teknik

Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan

plus Analisis Kasus PLN-JP. Penrbit PT Gramedia group.

Jakarta.

Rangkuti, Freddy. 2007. Riset Pemasaran, Gramedia group, Jakarta.

Ratcliff, D. 2002. Qualitative Research Resources, http:

//don.ratcliff.net/ qual/ expql.html. 12 Januari 2009.

Steers, R M. 1985. Introduction to Organizational Behavior. Scott,

Foresman and company. Oregon.

Stoner, JAF, and Freeman, RE, and Gilbert, DR. 1995. Management,

Sixth edition, Prentice-Hallo International, Inc. New Jersey.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R &

D. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Suri, RK. 2007. International Encyclopaedia of Organizational

Behaviour. Pentagon Press. New Delhi.

Setiadarma, Yohanes Effendi. 2001. Peranan Roh Kudus Terhadap

Doa Orang Percaya. Jurnal Pelita Zaman. Volume 16 No. 2

Tahun 2001. Jakarta.

Tomatala, Yakob. 2001. Kepemimpinan Kristen Dan Pengaruhnya

Di Abad XXI. Jurnal Pelita Zaman. Volume 16 No. 2 Tahun

2001. Jakarta.

Tashakkori, A, and Charles Teddlie. 2003. Handbook of Mixed

Methods: In Social and Behavioral Research. Sage

Publication. London.

Page 205: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

197 ProsIding

Walpole, R E. 1995. Introduction to Statistics, Third Edition,

Bambang Sumantri (Penerjemah). Pengantar Statistika, Edisi

ke-3, PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Veal, AJ. 2005. Business research Methods: A Managerial

Approach. Pearson Education Australia. Australia.

Yorke, M. 1995. Self-Scruting of Quality in Higher Education: a

Questionnaire, Journal of Quality Assurance in Education 3

(1): 10-13.

Zeithaml, Valerie A. and A Parasuraman, Leonard L Berry. 1990.

Delivering Quality Service. The Free Press. New York.

Page 206: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

198 ProsIding

MEMBANGUN BASIS MANAJEMEN EKONOMI

PROFETIK

Oleh : Dr. H. M. Afif Hasan, M.Pd45

Saudara Yang Berbahagia

Seandainya saya ditanya,− “Apa yang paling anda takuti

sepanjang hidup anda?”− saya jawab, bahwa yang paling saya

takuti adalah: (1) takut sakit (2) takut miskin (3) takut bodoh.

“Mangapa?” Karena sakit membuat seseorang menjadi miskin dan

bodoh; miskin membuat orang jadi bodoh dan sakit; begitu juga

bodoh membuat seseorang jadi sakit dan miskin. Demikian kata

Frances O.Gorman. Dalam tiorinya dia merekomendasikan agar kita

jangan sakit, jangan miskin, dan jangan bodoh, apa lagi menyakiti,

memiskinkan, dan membodohi orang. Kemudian dia menjelaskan

tiorinya dalam gambar berikut:

45 Dr. H. M. Afif Hasan, M.Pd adalah dosen Program Pascasarjana pada Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-guluk Sumenep Madura Madura

Page 207: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

199 ProsIding

Ada gejala, sebuah rezim sedang mengadakan ritual

kemiskinan. Semua media melansir beritanya bahwa jumlah orang

miskin di negeri ini melesat naik. Kemiskinan ini bukan karena tidak

mempunyai aset atau tidak mampu bekerja (kemiskinan natural);

ataupun miskin yang disebabkan perilaku budaya (kemiskinan

kultural), tetapi mereka miskin karena ”sengaja” dibuat oleh otoritas

politik atau dimiskinkan oleh kebijakan sebuah rezim (kemiskinan

stuktural). Pasalnya kenaikan TDL memberikan efek domino atau

efek karambol terhadap kenaikan harga sembako, ancaman

pengangguran, dan lesunya pasar tradisional.

Berdasarkan standard BPS katagori miskin adalah seorang

dengan penghasilan kurang dari Rp.167.000/bulan. Dengan standard

ini maka angka kemiskinan saat ini 30 juta orang atau sekitar 13 %

dari 240 juta penduduk Indonesia. Menurut World Bank miskin

adalah mereka yang berpenghasilan di bawah 2

USD/Rp.500.000/bulan. Jika ukuran ini digunakan maka jumlah

Gambar: Lingkaran Kemiskinan, Diadaptasi dari F.O.Gorman

PENDIDIKAN

RENDAH Produktifitas

Rendah

Pendapatan

Rendah

Produksi

Rendah

Produksi

Rendah

Konsumsi

Terbatas SAKIT

Efisiensi

Rendah

Gizi

Kurang

Produksi

Rendah

Tabungan

Sedikit

Pertumbuhan

Kecil

Pendapatan

Rendah

INVESTASI

KECIL

MISKI

N

Page 208: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

200 ProsIding

orang miskin di negeri ini mencapai 43 % atau sekitar 100 juta jiwa.

Inilah fakta yang terjadi di negara yang memiliki SDA lengkap dan

digambarkan sebagai sepotong surga yang dititipkan oleh Tuhan ke

Nusantara.

Bagi seorang yang bukan ekonom saja ―terlebih menurut

saudara sekalian yang sarjana ekonomi― bisa melihat fenomena ini

dengan jelas bahwa sistem ekonomi kapitalis yang makin mengarah

pada ekonomi liberal menjadi akar meningkatnya angka kemiskinan.

Dalam sistem ekonomi liberal pemerintah tidak lagi memerankan

sebagai pemelihara dan pelindung kebutuhan dasar rakyat, bahkan

pemerintah sering mengeluarkan kebijakan sosial yang so(k)sial dan

makin membebani rakyat. Misalnya, sejak April lalu pemerintah

menaikkan harga pupuk Urea sebesar 50 % dari sekitar Rp. 1.200/

kg menjadi Rp1.800/kg. Dampak kenaikan ini mulai terasa sebulan

berikutnya. Harga produk pertanian melambung tinggi, sementara

pendapatan masyarakat malah turun tajam karena harga produk

pertanian menurun sampai 10 %. Bagaimana petani bisa untung

dengan biaya produksi yang naik 50% sementara hasil panen mereka

cuma naik 10%?

Masalahnya tidak berhenti di sini, saat pemerintah

melepaskan tanggung jawab untuk masyarakat kecil justru dia lebih

berpihak kepada pemilik modal besar. Pasar tradisional semakin

tidak bergairah, sementara ”maret-maret” dan perdagangan sistem

wara laba dan sejenis lainnya bermunculan di mana-mana sampai ke

tingkat desa. Kita tahu bahwa jika pasar tradisonal lesu maka

perputaran uang rakyat ikut tidak bergerak. Sedangakan pasar

modern omzetnya lari ke pusat dan jantung kekuasaan.

Kekurang pedulian pemerintah kepada rakyat kecil semakin

nampak ketika kita mendengar bahwa ”Kita harus hemat energi,

Page 209: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

201 ProsIding

hemat segalanya. Penghematan harus dimulai sejak anak-anak,

apapun bentuknya” sementara pemborosan di mana-mana terus

terjadi, dari pemborosan air di hotel-hotel berbintang sampai

pemborosan uang belanja. Kita masih ingat pembelian mobil dinas

anggota kabinet, pembelian pesawat kepresidenan, anggaran

”plesiran”, permintaan kenaikan anggaran gaji anggora dewan,

permintaan gedung baru bagi dirinya dsb, sementara korupsi terjadi

dan rakyat menjerit di mana-mana karena banjir kekuarangan pupuk,

penyebrangan yang rawan kecelakaan dst.

Selain itu Pemerintah juga mengajukan kenaikan gaji pejabat

padahal kenaikan gaji pejabat itu belujm mampu meredam korupsi.

Triliyunan uang itu bisa digunakan untuk 76,4 juta jaminan

kesehatan masyarakat miskin selama 3 tahun atau 1,9 juta balita gizi

buruk dan 1,8 miliyar liter beras.

Saudara Yang Berbahagia

Melihat carut-marut dan silang sengkarut ekonomi itu, kita

masih belum terlambat. Apakah sistem yang kita adopsi selama ini

yang salah atau SDMnya yang kerap melanggar kerangka sistem

yang dibuat sendiri? Saatnya kita introspeksi dan merubah haluan ke

masa silam, mencoba menelaah perjalan baginda Rasul saw yang

relatif pendek namun gemilang dunianya dan akhiratnya, sebagai

landasan berfikir Kita pasti bisa membangun ekonomi sendiri

dengan apa yang disebut manajemen profetik

Banyak penulis buku yang mengungkap jejaknya itu hanya

dari sisi kerasulan, kepemimpinan, dan karir militernya. Aspek

bisnes dan perjalanan ekonominya luput dari perhatian banyak

orientalis maupun penulis muslim sendiri. Mungkin karena dianggap

kurang kontroversi dan tidak menarik dalam perdebatan teologis

Page 210: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

202 ProsIding

atau karena terjadinya sebelum periode kenabian. Padahal 25 tahun

Muhammad saw menjadi ekonom dan pebisnes yang sukses dan

hanya 23 tahun beliau menjadi Rasulullah saw.

Perhatian terhadap bisnes dan ekonomi Muhammad saw

mengemuka seiring dengan munculnya kembali ekonomi Islam dan

menjamurnya bank-bank Islam walaupun secara embrional dua yang

terakhir ini memang sudah ada bersama dengan lahirnya Agama

Islam.

Perjalanan kehidupan Muhammad SAW yang konon

merupakan refleksi masa kecilnya yang bersentuhan dengan

perdagangan, penggembalaan dan manajmennya itu ternyata

berhasil dengan gemilang. Begitu juga dengan para nabi

sebelumnya.. Nabi SAW bersabda ”semua nabi pernah

menggembala ternak” Sahabat bertanya, ”Bagaimana dengan anda

Ya Rasul?” Beliau menjawab ”Allah tidak mengutus seorang nabi

melainkan dia pernah menggembala ternak”

Menggembala (kambing) memerlukan keahlian ledership

dan manajemen yang baik. Para peternak harus mempu

mengarahkan ternaknya ke padang rumput yang subur,

mengendalikannya agar tidak tersesat atau terpisah dari

kelompoknya, dan melindungi dari terkaman pemangsa atau

pencuri. Ternyata dalam angon kambing itu ditemukan unsur

manajemen yang luar biasa, hebatnya unsur-unsur ”manajemen

kambing” ini bisa diterapkan dalam kehidupan ekonomi, politik,

maupun pendidikan. Unsur-unsur manajemen Muhammad saw yang

dipetik dari angon kambing itu sebagaimana yang diadaptasi dari

Syafii Antonio adalah:

1. Finding = al-Thalab: mencari (padang rumput atau sabana yang

subur)

Page 211: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

203 ProsIding

2. Directing = al-Qiyadah: mengarahkan (atau menggiring

gembalaannya ke hamparan rumput yang hijau)

3. Controling = al-Muraqabah: mengawasi (ternaknya agar tidak

tersesat dari kelompok dan habitatnya)

4. Protecting = al-Himayah: melindunginya (dari pemangsa,

panyakit, dan pencuri)

5. Reflecting = al-Tadabbur/ al-Tafakkur/ al-Muhasabah:

perenungan (menggunakan media alam semesta dan manusia

menuju sentralitas ke-Tuhan-an atau Tawhid)

Berbeda dengan unsur manajemen lain yang lebih populer di

kalangan para profesional, Manajemen POACE, yaitu: Planning,

Organizing, Actuating, Controling, dan Evaluating dan Manajemen

4P: Product, Price, Promotion, Place Bedanya yang paling

menonjol adalah bahwa manajemen modern berorientasi pada materi

murni dan tidak memasukkan unsur perlindungan, nilai-nilai

rohaniah, sakralitas & transendental

Saudara Yang Berbahagia

Mengapa Muhammad saw sukses sebagai pelaku ekonomi,

bisnes, dan pemimpin ummat. Ada sebuah statemen many greatmen

started as newspaper boys = banyak orang besar bermula sebagai

”pengasong koran”. Terlepas apakah ini hanya sebuah hipotesis atau

tiori, yang jelas model ini salah satunya jatuh kepada sosok

Muhammad saw, walaupun beliau bukan seorang loper koran.

Dimulai dari usia 12 tahun, beliau bekerja serabutan. Yang

paling menonjol menurut catatan sejarah adalah magang (internship)

dan menggembala kambing. Bagaimana kambing bisa memberikan

inspirasi manajerial dalam format kepemimpinan ummat dan

ekonomi? Kambing adalah hewan ternak yang paling ”nakal” di

Page 212: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

204 ProsIding

antara hewan piaraan yang lain. Tidak bisa diajak Ing ngarso sung

tulodo, ing madyo mangon karso, tut wuri handayani. Jika dia ditarik

dari depan, dia mundur. Jika didorong dari belakang, dia mogok, jika

dibiarkan, dia berjalan zigzag, dan demonstratif berbunyi

mengembek. Nampaknya watak kambing mirip dengan sebagian

karakter manusia. Tidak sama dengan sapi, kuda dan kerbau. Mereka

ini berjalan lurus dan tunduk pada penggembalanya mengikuti lajur

jalan.

Di dalam beberapa buku Sirah (sejarah Nabi SAW) seperti

Muhammad as the Trader, (Afzalurrahman); Muhammad the Super

Leader and Super Manager, (S.Antonio) Muhammad: His Life

Based on The Earliest Sorces, (Martin Lings); dll. disebutkan bahwa

secara kronologis kehidupan Muhammad SAW adalah:

1. Magang/Apprentice = al-Mumahhan (usia 12 th)

2. Business/investment manager = Mudir al-Istitsmar (17 th)

3. Busines owner = Rijal/Malik al-A’mal (25 th)

4. Investor = al-Mustastmir (30 th)

5. Financial freedom = Ghany Mustmir, istilah Robert Kyosaky

(usia 37 tahun)

Sejak usia 37 tahun ini Muhammad saw mulai senang uzla

/tadabbur/tafakkur/ tadzakkur/refkelsi memikirkan ummat lebih

serius. Kehidupan berubah sedikit demi sedikit dari kaya – sedang –

ke sederhana. Hingga wafatnya beliau dalam keadaan yang amat

sederhana. Berbeda dengan dunia kita dewasa ini; berhenti dari suatu

jabatan atau pensiunan tertentu lebih kaya dari pejabat aktif.

Pensiunan nabi amat sederhana, karena habis untuk membesarkan

agamanya dan mensejahtrakan ummatnya. Sedangkan pensiunan

pejabat kita untuk membesarkan rumahnya, memperluas kebunnya,

dan mempermewah tunggangannya

Page 213: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

205 ProsIding

Muhammad saw tidak miskin, seperti yang diintroduser oleh

banyak kalangan. Statemen Muhammad SAW miskin dibantah keras

oleh Allah dalam al-Dluha/93:8 …dan Dia mendapatimu sebagai

seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan

kecukupan/kekayaan. Kekayaannya terdiri dari: emas, perak,

makanan pokok, hewan ternak kebun, dan senjata. Jika kekayaan

tersebut dikonversi dengan mata uang kita sekarang ditaksir

mencapai 10 M rupiah. Begitu juga para nabi, rasul sebelumnya

mereka tidak miskin. Para sahabat Nabi SAW seperti Abu Bakar

ash-Shiddiq, Utsman bin Affan, Abu Dzarr al-Ghiffari,

Abdurrahman bin ‘Auf, dll adalah para hartawan yang dermawan.

Para tokoh sufi sesudahnya banyak yang terdiri dari pengusaha besar

sehingga namanya diidentikkan dengan profesinya, seperti Abu

Hamid Muhammad al-Ghazzali (pengusaha tekstil), Abdullah bin

Alawy al-Haddad (pengusaha logam/besi), Fariduddin al-Aththar

(pengusaha parfum), dll. Hanya karena ulah Snouck Hurgronje alias

Abdul Ghaffar al-Hollany saja orang-orang suci dari kalangan nabi,

sahabat, dan sufi itu “diberitakan miskin” supaya kita mengikuti

jejaknya, menjadi lemah, tidak berdaya, dan menerima kemiskinan

sebagai keadaan yang harus ditempuh agar menjadi orang suci.

Karena kita lemah, pasti butuh, jika butuh apapun saja dijual

jangankan fisiknya agamanyapun digadaikan kada al-faqru an-

yakuna kufran. Namun demikian jika kita pernah miskin dan

sekarang kaya raya, simpanlah kemiskinan itu agar kita tetap rendah

hati dan tidak sombong.

Dari tinjaun spiritual bagaimana orang-orang besar dan suci

itu menjadi kaya? Karena mereka mentasarufkan kekayaannya

ketika diberi rizki oleh Allah swt diurut dimulai dari (1) Membayar

Page 214: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

206 ProsIding

hutang/kewajiban lainnya (2) Mengeluarkan zakat/infak/sedekah (3)

Memenuhi kebutuhan pokok (4) Investasi (5) Menabung

Ini teladan agung sepanjang sejarahnya, mereka menandai

datangnya rizki Allah itu dengan syukur. Mereka percaya janji –Nya

bahwa siapa yang mensyukuri nikmat-Nya sungguh pasti Dia akan

menambahkannya (QS.Ibrahim/14:7); berbeda dengan kita, yang

mungkin urutan tsb dibalik atau nomor urut pertama adalah membeli

barang-barang konsumtif, terakhir (mungkin) membayar hutang atau

mengeluarkan zakat/infak.

Percobaan demi percobaan (untuk tidak menyebut riset)

dilakukan, sebuah usaha kecil berubah menjadi raksasa dengan

manajemen yaitu (1) Action, satu langkah lebih baik dari seribu

rencana (2) Tawakkal, membuat faktor penunjang agar yakin

berhasil dan tidak gagal (3) Sedekah, mengukur besar kecilnya

sedekah bukan dengan nominal melainkan dengan persentase.

Karena inilah sedekah bukan hanya ketika sedang surplus (4)

Manajemen 7-P: Pray, Parent, People, Promotion, Price, Product

and Place.

Saudara Yang Berbahagia

Nilai kekayaan dahulu dengan sekarang tidak ada selisih

yang berarti, karena kekayaan Muhammad saw sebagian besar

berupa emas dan ternak. Emas adalah alat tukar yang paling stabil

sejak dulu hingga sekarang. Nilainya tidak berubah, yang berubah

adalah harga mata uang dan barang. Dahulu 1 dinar (k.l. 4,25 gr

emas) dapat dibelikan seekor kambing standard kurban/aqiqah,

sekarang juga demikian. Karenanya banyak negara termasuk negara

sekuler yang mencoba mata uang Dinar (emas) menjadi alat tukar

baru dan bahkan bank-bank Islam (syari’ah) menjamur membawa

Page 215: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

207 ProsIding

propmosi ”hujan emas”, tabungan emas, gadai emas, dll. Sekali lagi

karena ternyata emas paling stabil dan paling tahan goncangan.

Ekonomi AS kolep hingga hingga saat ini belum pulih –konon–

lantaran menganut sistem ekonomi kapitalis, transaksi ribawi, dan

menjadikan uang bukan hanya sebagai alat tukar tetapi dibuat sebagi

barang komoditas dan diperjual belikan.

Baginda Muhammad SAW berbisnes tanpa modal uang

melainkan hanya trust capital semata. Money is not number one

capital in business, the number one capital is trust. Jika dalam

pendidikan, modalitas kita cukup yang berkaitan dengan visual,

auditorial, dan kinestatik. Allah SWT dalam Surat al-Nahl/16:78

memberikan isyarat, maknanya “Dan Allah mengeluarkan kamu

dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan

Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu

bersyukur”.

Menjadi sangat jelas bahwa untuk membangun ekonomi

bukan dari modalitas uang, tetapi kecerdasan jiwa, tanggung jawab,

dan kecerdasan spiritual atau kejujuran dan keterpercayaan. Sikap

ini kemudian tercerminkan dalam setiap tingkah laku. Sikap inilah

pula yang melahirkan sosok al-Amin semenjak sebelum beliau

menjadi Rasul. Artinya sifat profetik Muhammad saw tidak serta

merta datang bersamaan dengan turunnya “SK” sebagai Nabi dan

Rasul, tetapi telah dirintis sejak jauh sebelumnya, yakni sebelum

beliau masuk sekolah “SD” atau madrasah “MI”. Madrasah yang

dibangun oleh Rasulullah saw ini kemudian melahirkan generasi

pertama yang tangguh kuat dan berakhlak Islami seperti Abu Bakar

yang saleh, Umar yang cerdas, Usman yang santun, Ali yang tegas,

Aisyah yang pandai, Abu Hurairah yang genius, Abdurrahman bin

Auf yang kaya dll.

Page 216: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

208 ProsIding

Usianya yang ke-40 tahun dipandang sebagai usia yang stabil

dan ekonominyapun telah mapan, beliau berhenti mengurus

ekonomi pribadi; berganti mengurus ummat. Lihat QS..al-

Ahqaf/46:15. Dimulai dari usia 40 tahun waktunya bersyukur lebih

inten yakni “mengembalikan” nikmat-nimat yang telah dihimpun

sebelumnya kepada Yang Memberinya, yakni memanfaatkan segala

pemberian-Nya untuk yang diridlai-Nya. Karena hakikat penciptaan

itu adalah untuk mengabdi kepada-Nya (QS.Adz-Dzariat/51:56).

Dari sinilah bahwa mencari pahala dan ridla Allah itu bukan hanya

di area ritual murni seperti shalat dan dzikir, melainkan juga bisa

melalui berbagai jalan ekonomi, politik dsb dengan syarat dan

ketentuan berlaku.

Wassalamu ’Alaikum Wa Rahmatullahi wa Barakatuh.

Page 217: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

209 ProsIding

ANALISIS DEKONSTRUKSI PADA NOVEL

ORANG-ORANG PROYEK KARYA AHMAD TOHARI

Oleh: Abd. Muqit

Email: [email protected]

A. Pengantar

Memahami sebuah teks karya sastra merupakan aktifitas

yang rumit. Karya sastra terkadang memuat makna tidak seperti

yang pembaca maksudkan. Sebaliknya, ia memuat makna yang

sebenarnya amat berbeda sesuai dengan keinginan pegarang. Namun

demikian, Teks karya sastra memberikan kebebasan kepada

pembacanya untuk menafsirkan makna yang terkandung di

dalamnya. Makna sebuah teks tidak tunggal, akan tetapi beragam

dan bermacam-macam sesuai dengan sudut pandang pembacanya.

Teknik memahami dan membaca teks seperti di atas disebut dengan

membaca secara dekonstruktif.

Membaca teks karya sastra secara dekonstruktif berarti

membaca sebuah teks yang tidak memandang teks tersebut memiliki

makna tunggal, akan tetapi makna teks memungkinkan banyak dan

multi tafsir. Sebuah teks selalu memiliki wajah ganda. Ketika kita

berfikir mengenahi sebuah makna dan menarik kesimpulan dari

makna tersebut, sering kali di saat itulah teks menorehkan makna lain

yang berbeda dari makna yang kita ambil (Al-Fayyadl, 2005: 78).

Dengan demikian, makna sebuah teks tidak pernah satu atau tunggal

dan teks tersbut menyimpan potensi penasiran baru yang kadang kala

tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Page 218: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

210 ProsIding

Sesuai dengan tujuan utamanya bahwa pemahaman dengan

membaca secara dekonstruktif berusaha membongkar kemapanan

dalam arti bahwa pemahaman akan suatu suatu teks yang sudah

menjadi persepsi dan bahkan kepercayaan umum dipatahkan dengan

temuan-temuan baru yang tampaknya bertentangan dan bertolak

belakang. Sehingga secara umum, dekonstruksi dapat dipahami

sebagai upaya untuk memberdayakan pemaknaan tersirat-logika

yang cenderung dilupakan atau dipikirkan karena prioritas dan

pilihan tertentu sebuah teks. (Al-Fayyadl, 2005: 78). Pembacaan teks

dengan dekonstruksi memberikan suatu konsep bahwa teks tidak

mencerminkan keyataan, namun teks tapi membangun kenyataan

(Luxemburg, et.al. 1982: 60).

Karena karya sastra dapat membangun kenyataan, maka salah satu

karya yang dapat merefleksikan fenomena tersebut adalah novel

Orang-Orang Proyek karya Ahmad Tohari. Novel ini

menggambarkan sekitar pembangunan proyek jembatan di Desa

Cibawor, perilaku korupsi, mitos, idealisme dan ironi yang muncul.

Berdasarkan pada gambaran di atas, makalah ini akan

membahas masalah oposisi biner yang merupakan salah satu aspek

pembacaan dekonstruktif dan ironi yang muncul dalam novel Orang-

Orang Proyek. .

B. Landasan Teori 1. Dekontruksi

Dekonstruksi adalah metode membaca teks secara sangat

cermat hingga pembedaan konseptual hasil ciptaan penulis menjadi

landasan teks tersebut tampak tidak konsisten dan paradox dalam

menggunakan konsep-konsepnya dalam teks secara keseluruhan

(Sarup, 2008: 49). Pernyataan ini menyiratkan bahwa dekonstruksi

berupaya mencari ketidakutuhan teks atau pertentangan antara

Page 219: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

211 ProsIding

maksud penulis dan makna yang ditafsirkan oleh pembacanya. Teks

dapat memiliki beragam makna sesuai dengan interpretasi yang

memacanya. Dengan pendekatan dekonstruksi ini, teks dipandang

memiliki otonomi luar biasa, segalanya hanya dimungkinkan oleh

teks (Junus, 1985: 98).

Dekonstruksi menyatakan bahwa di dalam setiap teks

terdapat titik-titik pengelakan (equavocation) dan kemampuan untuk

tidak memutuskan (undecidability), yang menghianati setiap

stabilitas makna yang mungkin dimaksudkan oleh si pengarang

dalam teks yang ditulisnya (Lubis, 2008:4).

Sehubungan dengan pernyataan di atas, teks tidak mungkin

memiliki makna tunggal akan tetapi makna yang beragam sesuai

dengan aspek pembacaan yang diinginkan. Junus (1985: 99)

menyebutkan bahwa dekonstruksionisme sebagai berikut:

1. Sebuah teks punya banyak kemungkinan makna/arti, sehingga

teks itu mungkin sangat kompleks. Kesanggupan seorang

pembaca berbeda dari kesanggupan seoran pembaca lainnya

dalam usahanya menemukan berbagai kemungkinan makna/arti

itu. Ada yang dapat mengenal lebih banyak, tapi juga ada yang

pengenalannya sangat terbatas.

2. Seorang pembaca tidak akan mengkonkritkan satu makna/arti

saja, tapi akan membiarkan hidup segala kemungkinan

makna/arti yang ada. Ini sesuai dengan hakikat teks yang

otonomi, sehingga teks itu tetap ambiguous.

3. Meskipun tak dapat dikatakan mengabaikan keseluruhan teks,

namun memang ada kecendrungan untuk lebih menumpukan

perhatian kepada unsure-unsur dalam sebuah teks, terutama yang

bersifat bahasa. Bahkan dapat dikatakan bahwa mereka bertolak

dari unsure-unsur (bahasa) yang kecil untuk kemudian sampai

Page 220: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

212 ProsIding

pada pandangan keseluruhan terhadap satu teks. Mereka lebih

meihat kemungkinan ambiguity disebabkan oleh unsur bahasa.

Derrida menyebut semua sistem pemikiran yang

mendasarkan diri pada suatu dasar, landasan, atau prinsip dasar

sebagai “pemikiran metafisik”. Prinsip dasar sering didefinisikan

berdasarkan apa yang ditolak, dengan semacam “oposisi biner” pada

konsep yang lain. Prinsip tersebut dan “oposisi biner” yang

dinyatakannya selalu dapat didekonstruksi (Sarup, 2008: 53).

Oposisi biner adalah cara pandang, agak mirip ideology. Kita tahu

ideology menarik garis batas yang tegas di antara oposisi konseptual,

seperti kebenaran dan kekeliruan, bermakna dan tidak bermakna,

pusat dan pinggiran (Sarup, 2008: 53). Menurut Derrida, oposisi

biner metafisik meliputi: penanda/petanda, yang dapat diindra/yang

dapat dinalar, ujaran/tulisan, percakapan (parole)/bahasa (langue),

diakroni/sinkroni, ruang/waktu, pasivitas/aktivitas (Sarup, 2008:

53).

Sistematika penerapan dekonstruksi dalam sebuah teks

mengikuti langkah-langkah berikut. Pertama, mengidentifikasi

hirarki oposisi dalam teks di mana biasanya terlihat peristilahan

mana yang diistimewakan secara sistematis dan mana yang tidak.

Kedua, oposisi-oposisi itu dibalik dengan menunjukkan adanya

saling ketergantungan diantara yang saling bertentangan atau

privelisenya dibalik. Ketiga, memperkenalkan sebuah istilah atau

gagasan baru yang ternyata tidak bisa dimasukkan ke dalam kategori

oposisi lama (Norris, 2003: 14).

Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut di atas,

pembacaan dekonstruktif berbeda dengan pembacaan biasa.

Pembacaan biasa selalu mencari makna sebenarnya dari teks atau

bahkan kadang berusaha menemukan makna yang teks itu sendiri

Page 221: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

213 ProsIding

barangkali tidak pernah memuatnya. Sedangkan pembacaan

dekonstruktif hanya ingin mencari ketidakutuhan atau kegagalan tiap

upaya teks menutupi diri dengan makna atau kebenaran tunggal. Dia

hanya ingin menumbangkan susunan hierarki yang men-struktur-kan

teks (Norris, 2008: 15).

2. Ironi

Ironi merupakan suatu keadaan, berupa kata, kalimat, dan

pernyataan, yang memiliki arti yag berlawanan dengan kenyataan

yang dimakdsudkan. Ironi didefinisikan sebagai suatu serangan atau

pernyataan yang tampaknya berupa kesenangan dan kebanggaan

dalm konteks tertentu dan sebenarnya dimaksudkan untuk

menghujad (Little, 1985. 43). Ironi juga didefinsikan sebagai suatu

ketidaksesuaian secara tersirat antara apa yang diucapkan dan apa

yang dimaksudkan (www.tnellen.com).

Ada tiga macam ironi: verbal irony, dramatic irony, dan

irony of situation (www.tnellen.com).

1. Verbal irony berarti bahwa ketika seorang pengarang mengatakan

sesuatu dan berarti yang lainnya.

2. Dramatic irony dimaksudkan ketika pembaca menganggap

sesuatu tentang karkater di dalam kesusatraan tidak mengetahui.

3. Irony of situation adalah adanya ketidakselarasan antara apa yang

diinginkan dan hasil yang diperoleh.

C. Pembahasan

1. Oposisi Biner Dalam Novel Orang-Orang Proyek

a) Proyek pro Rakyat/proyek pro partai-pemerintah

Pembangunan proyek jembatan Cibawor memiliki

kekurangan dalam hal waktu (timing) pelaksanaannya.

Page 222: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

214 ProsIding

Karena itu proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat

banyak. Pelaksanaannya dimajukan saat terjadinya turun

hujan dan rawan terjadi banjir. Jika hujan, Sungai Cibawor

pasti banjir. Dengan adanya banjir, otomatis biaya

pelaksanaanya menjadi lebih besar. Mestinya pembangunan

tersebut menunggu hingga datangnya musim kemarau.

Dengan demikian biayanya bisa lebih murah dan efektif.

Pembangunan jembatan yang sedang dilaksanakan saat ini

adalah demi kepentingan partai tertentu (kepentingan pro

pemerintah yang berkuasa dan politis). Sehingga

pelaksanaannya tidak menunggu musim kemarau.

Pembangunan jembatan dilaksanakan pada musim hujan

dengan tujuan agar peresmiaan pembangunan jembatan

berbarengan dengan kampanya Partai Golongan Lestari

Menang (GLM).

Pembanguan jembatan Cibawor benar-benar

mengedepankan aspek politik yang notabennya adalah

politik partai penguasa (partai pemerintah). Namun

demikian, bilamana pembangunan tersebut benarbenar pro

rakyat, maka pelaksanaannya akan menunggu waktu musim

kemarau dengan logika bahwa akan menggunakan dana yang

lebih sedikit, efektif, efisien, dan kualitas yang lebih bagus.

Perhatikan petikan berikut ini:

“Oh, begitu? Rupaya sampeyan pusing karena banjir

telah merusak pekerjaan sampeyan?”

“Dan kerusakan itu membuat kerugian yang cukup

besar. Serta memerikan beban batin karena hasil

kerja beberapa hari dengan biaya jutaan lenyap

seketika.” “Tapi, Mas Kabul, banjir adalah urusan

Page 223: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

215 ProsIding

alam. Jadi buat apa disesali dan dibuat sedih?”.

“Karena kerugian itu sesungguhanya bisa

dihindarkan bila awal pelaksanaan pembangunan

jembatan itu ditunda sampai musim kemaru tiba

beberapa blan lagi. Itulah rekomendasi para

perancang. Namun rekmondasi diabaikan, konon

demi mengejar waktu.” “Maksudnya?” “Penguasa

yang punya proyek dan para peminpin politik lokal

menghendaki jembatan itu selesai sebelum pemili

1992. Karena saya kira peresmiannya akan

dimanfaatkan sebagai ajang kampanya partai

golongan penguasa.

Menyebalkan. Dan inilah akibatnya bila perhitungan

teknis-ilmiah dikalahkan oleh perhitungan politik.”

(hlm. 10)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa pembangunan

Jembatan Cibawor adalah dimaksudkan untuk kepentingan

politis, bukan atas nama kepentingan rakyat. Dengan

menggunakan unsur politis, maka aka nada satu pihak yang

diuntungkan, yaitu partai penguasa atau pihak pro penguasa

(pemenrintah). Maka dari itu pembangunan yang mestinya

didasarkan pada konsep ilmiah, sesuai dengan pemikiran

para pakar menunggu sampai musim kemarau tiba,

dikalahkan oleh kepentingan politik.

b) Jujur/curang

Kejujuran dalam proyek pembangunan Cibawor

direpresentasikan oleh Ir. Kabul, kepala pelaksana Proyek. Dia

Page 224: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

216 ProsIding

orangnya sangat jujur. Kejujurannya dibuktikan dengan tidak

mengetahuinya akan perbuatan curang yang dilakukan oleh

orang-orang yang terlibat di dalampembangunan tersebut,

misalnya pekerja dan lainnya. Sebagai seorang kampus yang

idealis, Kabul menganggap orang lain seperti dirinya. Dirinya

begitu jujur, lugu, tidak menipu dan menghindari perbuatan

curang. Sebaliknya orang lain begitu serakah, dan punya

kecendrungan untuk menipu dan berbuat curang.

Perhatikan kutipa berikut ini.

“Mudah saja. Mengapa beberapa beberapa

penduduk di sekitar sini suka menyuap kuli-

kuli untuk mendapat, atau tepatnya, dicurikan

semen?” Mendapat pertanyaan yang tak

terduga Pak Tarya mengerutkan dahi.

“Begitu?” “Pura-pura tidak tahu”.

“Saya benar-benar tidak tahu.”

“Nah, sekarang sudah tahu kan?”

“Ya..! Hup!” (hlm.18)

Kejujuran Kabul sebagai kepala pelaksana proyek

terlihat ketika dia berhaapan dengan Insinyur Dalkijo,

atasannya. Dia tidak pernah bermain dengan berbuat

kecurangan dengan cara melakukan praktek kotor dengan cara

mengurangi jumlah material yang dibutuhkan oleh proyek

tersebut. Kabul tahu betul dampak dari kecurangan tersebut.

sehingga sebagai seorag yang tahu betul akibat dari

pengurangan material akan berdampak terhadap kualitas

bangunan. Bila praktek demikian terus dilakukan, maka

jembatan tersebut diak akan kuat dan bertahan lama.

Page 225: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

217 ProsIding

Pengurangan jumlah material bangunan (permaianan)

sebenarnya bertentatangan dengan konsep idealism insinyur

yang jujur. Perhatikan kutipan berikut ini:

“Sebagai insinyur, Kabul tahu betul dampak

semua permainan ini. Mutu bangunan menjadi

taruhan. Padahal bilamana mutu bangunan

dipermainkan, masyarakatlah yang pasti akan

meanggung akibat buruknya. Dan bagi Kabul hal

ini adalah penghianatan terhadap derajat

keinsinyurannya.” (hlm. 28) Kejujuran Kabul

dalam berpegang pada prinsipnya ditertawakan

oleh orang-orang yang tidak setuju dengan

idealismenya. Dia mengatakan bahwa dengan

idealisme Kabul, dia tidak akan mampu

menjawab persoalan kemiskinan yang ada di

sekiarnya. Walaupun demikian, dia tetap

berpegang pada prinsipnya dalam hal kejujuran

tanpa terpengaruh oleh bujukan kecurangan dari

orang lain. Pada suatu waktu Dalkijo memprotes

keujurannya dengan mengatakan “Apa

kejujuranmu cukup berarti untuk mengurangi

korupsi di negeri ini?” (hlm. 53).

Sebagai wujud kejujuran Kabul, dia tidak mau barang

yang masuk ke dalam raganya berasal dari barang haram, harta

yang tidak suci. Ketika dia mau ditraktir Wati, kekasihnya, dia

bertanya-tanya apakah uang yang dipakai untuk mentraktirnya

adalah uang haram. Mengingat ayahnya Wati adalah seorang

anggota DPRD. Perhatikan kutipan berikut ini:

Page 226: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

218 ProsIding

“Dan Kabul merasa pahit ketika membayangkan,

janganjangan sebagaian uang rakyat itu kini ada

di dompet Wati dan siap membayar makan siang

Kabul kali ini. “Ah, mungkin aku terlalu

puritan,” Kata Kabul untuk dirinya sendiri.

“Tapir as ini nyata adan. Yakni rasa enggan bila

ditraktir bila uang Wati berasal dari gaji

ayahnya.” (hlm. 56)

Sebaliknya, kecurangan yang terjadi melawan

kejujuran Kabul, hampir terjadi di semua lini dan bergelobang.

Mulai dari par kuli yang melakukan kecurangan, sopir, kernit,

kondektur kendaraan proyek, mandor dan lainnya (yang

termasuk ke dalam kelas rendahan) sampai pada tingkatan

kelas atas. Mulai dari penanggung jawab utama Proyek, Ir.

Dalkijo, pemerintahan, para politisi, sampai penentu kebijakan

terlibat dalam kecurangan yang sistematis.

Sebagai contoh nyata dalam kegiatan curang yang

dilakukan oleh semua lini kehidupan adalah pada tataran

penentu kebijakan. Mereka juga terlibat dalam jual beli lelang.

Dengan penjuaan semacam ini akan terjadi pemberian

persentasi nilai jumlah proyek dengan orang yang memberikan

proyek. Sebagaimana diterangkan dalam kutipan berikut ini

perilaku curang tercermin secara nyata dalam bentuk

kongkalikong proyek.

“Yah, berapa kali harus saya katakana, seperti

proyek yang kita kerjakan sebelum ini, semuanya

selalu ermula dari permainan. Di tingkat lelang

pekerjaan, kita harus bermain. Kalau tidak, kita

Page 227: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

219 ProsIding

tidak bakalan dapat proyek. Dan anggaran yang

turunnya diatur per termin, baru kita peroleh bila

kita tahu cara bermain. Kalau tidak, kita pun tak

akan dapat uang meski sudah menang lelang.”

(hlm. 27)

c) Penguasa/bawahan

Unsur penguasa dan bawahan tercermin di dalam novel

ini. Penguasa diwakili oleh partai Golongan Lestari Menang

(GLM). Sedangkan bawahan dialamatkan kepada Basar,

seorang kades di desa Cibawor. Partai ini meminta kepada

Basar untuk menyediakan segala keperluan kampanya

sekaligus peresmian jembatan Cibawor nantinya. Peresmian

jembatan direncanakan berbarengan dengan kampanya partai

GLM. Pimpinan parta GLM setempat meminta difasilitasi

semua keinginan kampanye partai dengan angkuhnya. Hal ini

membuat Basar, yang dianggap bawahannya tidak dapat

berbuat banyak untukmenolaknya. Dalam system

pemerintahan di bawah partai GLM, selurh perangkat desa,

PNS dan ABRI adalah onderbouw partai tersebut. Sebagai

bawahan yang tidak ingin kehilangan jabatannya, dia hanya

dapat menyetujuinya.

Perhatikan kutipan berikut ini:

“Sebagai kepala desa dan kader golongan, Anda sudah

tahu apa kewajiban Anda. Sejak saat ini Anda

masuk kelompok kami, panitia tingkat

kabupaten.”

Page 228: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

220 ProsIding

Kami tahu, Anda mampu menggalang dan

mengerahkan semua potensi massa-serta-dan ini

sangat penting-potensi dana.” (hlm. 80)

Sebagai bawahan, Basar hanya dapat menyetujui

keinginan partai GLM. Dia tidak berani mengatakan tidak atas

keinginan partai. Sudah menjadi konsekwensi bahwa kepala

desa bertanggung jawab atas keberhasilan partai GLM. Dalam

kutipan dijelaskan bahwa “Basar mengangguk. Senyumnya

dangkal.” (hlm. 80)

d) Kenyataan/mitos

Bahwa pengerjaan jembatan dikebut dengan maksud mengejar

waktu yang sudah ditentukan oleh partai GLM. Maka Kabul

menyuruh kepada orangorang proyek yang bekerja di situ

untuk kerja lembur. Itu adalah fakta yang harus dilakukan

untuk mengejar waktu yang telah ditentukan. Tidak pedulu

kerja malam atau siang sama saja, penting dapat mengejar

target yang telah ditentutkan. Perhatikan kutipa berikut ini:

“Jadi selasa kemarin adalah Kliwon. Selasa

Kliwon. Pada malam itu berlangsung kesibukan

yang luar biasa di proyek dari sore hingga pagi

hari.” (hlm. 124).

Sedangkan mitos yang muncul di dalamnya adalah

bahwa pengerjaaan proyek yang berangsung malam hari,

lebih-lebih malam Kliwon dimotoskan bahwa telah meminta

korban. Dan pengerjaan malam hari dimitoskan agar tidak

diketahui orang lain prosesi penyerahan tumbal. Pada setiap

Page 229: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

221 ProsIding

pengerjaan proyek dimitoskan bahwa proyek tersebut meminta

tumbal. Perhatikan kutipan berikut ini:

“ Seekor jengger harus dijadikan tumbal. Kang

Martasatang mengartikan jengger sama dengan

perjaka atau lelaki muda.” (hlm. 120)

Mitos yang diungkapkan di dalam novel ini adalah

bahwa mitas tersebut tejadi pada Sawin, seorang pekerja

proyek anak dari KangMartasatang. Dia menganggap anaknya

adalah dijadikan tumbal karena hilang. Sawin menghilang

tanpa member kabar entah kemana. Menurut ceritaSawin

mengikuti gadis yang menjual makanan di warung Mak

Sumeh, Sonah, pulang ke kampungnya. Akhirnya mitos

tersebut berakhir dengan kembalinya Sawin ke rumahnya

setlah mengantar Sonah.

e) Idealis/materialis

Idealis tercermin dalam perilaku dan sikap Kabul yang

berpegang pada prinsip kejujuran hati nurani. Kabul tidak mau

mengejar harta benda walaupun ada kemungkinan dia dapat

memperolehnya dengan mudah. Dia tetap berpegang teguh

pada komitmennya. Perhatikan kutipan berikut ini:

“Apa dengan mempertahankan idealisme, orang-

orang miskin di sekeliling kita menjadi Baik?”

Seloroh Dalkijo suatu saat.”

(hlm. 53)

Sikap materialistis direpresentasikan oleh Dalkijo. Dia bersifat

pragmatis sekali karena dia takut mengalami kemiskinan

Page 230: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

222 ProsIding

seperti yang dia telah alami selama ini. Sebagaimana

diceritakan bahwa orang tua Dalkijo adalah penjual jamu

gendong. Sehingga setelah dia menjadi insinyur, dia tidak

ingin kembali mengalami kemiskinan seperti yang selama ini

dialaminya.

Perhatikan kutipan berikut ini:

“Jadi, Dik Kabul, bagi saya hanya sikap pragmatis

yang bisa menghentikan sejarah panjang kemiskinan

kelurga saya.”

(hlm. 30)

2. Ironi

Idealisme dan kejujuran yang dibawa oleh Kabul akhirnya

berakhir dramatis dan ironis. Semua usahanya gagal. Kegagalan

ini disebabkan oleh hanya dirinyalah yang memiliki perasaan

idealis. Dia hanya seorang diri dalam mengemban idealismenya.

Walaupun berpegang pada prinsip idealisme yang kuat, akhirnya

dia gagal juga.

Kegagalan tersebut ditandai dengan beberapa kenyataan.

Pertama, keluarnya Kabul dari proyek tersebut menunjukkan

bahwa dia gagal dalam mengemban misi idelisme dalam praktek

nyata. Kedua, tidak adanya dukungan dari beberapa pihak yang

mendukung konsep idelismenya. Walaupun dia keluar dari

proyek tersebut, pengerjaan jembatan Cibawor tetap berlangsung

dan berhasil. Dengan catatan bahwa keberhasilan pembangunan

jematan tersebut tentu saja tidak sesuai dengan konstruksi yang

sesuai dan ideal yang mengakibatkan jembatan tersebt akhrnya

runtuh. Ketiga, Kabul, sang idealis mengikuti juga prosesi

peresmian jembatan yang dia buat dulu.

Page 231: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

223 ProsIding

D. Kesimpulan

Dari gambaran dan penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa novel Orang-Orang Proyek memiliki beberapa oposisi biner

dan ironi bilamana digunakan pendekatan konstruktif. Secara garis

besar oposisi biner tersebut tercermin dalam tokoh utamanya, yaitu

Kabul dan Dalkijo. Selanjutnya tokoh pendukung juga

mengalaminya seperti Kang Martasatang dan Basar.

Ironi yang tercermin dalam novel ini termasuk ke dalam

irony of situation, harapan yang diinginkan Kabul tidak sesuai

dengan kenyataannya.

Page 232: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

224 ProsIding

DAFTAR PUSTAKA

Al-Fayyadl, Muhammad, 2005. Derrida. Yogyakarta: LKIS

Junus, Umar, 1985. Resepsi Sastra, Sebuah Pengantar. Jakarta: PT

Gramedia

Little, Graham, 1985. Approach to Literature, NWS: Science Press

Lubis, Akhyar Yusup, 2008. Fisafat Ilmu “Posmodernisme Lyotard”

FIB-UI

Luxemburg, et.al., 1982. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT.

Gramedia Putaka

Norris, Christopher, 2003. Membongkar Teori Dekonstruksi Jacques

Derrida. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Sarup, Madan, 2008. Postrukturalisme &

Posmodernisme..Yogyakarta: Jalasutra

www.textetc.com/theory/freud/html.

www.personalityresearch.org

www.panix.com

Page 233: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

225 ProsIding

RINGKASAN CERITA

Kabul adalah seorang insinyur yang idealis. Dia mantan

aktivis kampus ketika menjadi mahasiswa. Sekarang dia sendang

menggarap suatu proyek prestisius yaitu pembangunan jembatan

Sungai Cibowor. Dia sebagai kepala pelaksana proyek tersebut dan

bertanggung jawab atas pekerjaan besar ini.

Saat dia menggarap proyek tersebut dia berhadapan dengan

kenyataan yang tidak dia perhitungkan sebelumnya. Semua-orang

yang terlibat di dalam proyek tersebut terlibat perbuatan korupsi.

Hanya dirinyalah yang tidak melakukan korupsi. Para kuli melakuan

korupsi dalam bentuk mencuri semen dan penduduk setempat

menjadi penadahnya. Para sopir, mandor, satpam dan lainnya

melakukan hal yang sama. Atasannya, insinyur Dalkijo melakukan

korupsi yang lebih parah lagi dari pada para pekerja. Dia bermain-

main korupsi dengan pihak-pihak yang memberikan proyek

kepadanya.

Akibat dari korupsi ini adalah kualitas jembatan yang sedang

dia bangun tidak sesuai dengan rancangan idealisnya. Dia dipaksa

bermain-main dengan anggaran yang menyebabkan keocoran di sana

sini. Partai politik yang berkuasa pun, GLM, juga bermain-main

dengan proyek tersebut. Bahkan ada orang yang meminta

sumbangan ke proyeknya untuk membangun sebuah masjid. Namun

demikian, dia tetap menolak memberikan sumbangan yang diminta

oleh utusan mesjid. Dia beranggapan bahwa mesjid seharusnya suci

dari korupsi.

Pembangunan jembatan yang sedang dia lakukan dimulai

pengerjaannya sebelum waktunya, sehingga terjadi kebocoran dan

membuang-buang anggaran jutaan rupiah. Pembangunannya

Page 234: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

226 ProsIding

dipercepat demi mengejar waktu berbarengan dengan HUT GLM

yang dipusatkan di tempat itu dan peresmian dilakukan secara

bersamaan.

Kabul dipaksa atasannya, Dalkijo, untuk menggunakan

barang bekas untuk jembatan yang dia tangani. Tapi dia menolak dan

memilih untuk mengundurkan diri dari proyek tersebut karena dia

merasa pembangunan proyek tersebut tidak sesuai dengan kata

hatinya, ajaran moral, dan lain sebagainya.

Page 235: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

227 ProsIding

Pengaruh Dinning Atmosphere terhadap Kepuasan

Pengunjung

Oleh:

Dr. Sunarti, S.Sos, M.AB

1. Latar Belakang

Di Indonesia kaya akan keberagaman potensi alam dan kekayaan

budaya yang bisa dimanfaatkan dan dikembangkan ke dalam bingkai

kepariwisataan. Yoeti (2008:54) pariwisata merupakan kegiatan

multi sektoral yang hampir terkoneksi dengan semua kegiatan

bidang pembangunan sehingga pariwisata bisa menjadi sumber

alternative pembiayaan pembangunan daerah. The Word Travel and

Tourism Council, menyatakan bahwa Indonesia merupakan Negara

dengan pertumbuhan pariwisata yang paling bagus jika

dibandingkan dengan Negara-negara anggota G20 (Widadio,2014).

Wisatawan yang berkunjung ke Indonesia mencari atau menikmati

keindahan pariwisata Indonesia dapat memberikan efek domino bagi

dalam ataupun luar negeri. Pariwisata merupakan salah satu

penyebab terbukanya lahan bisnis baru bagi pelaku bisnis.

Salah satunya Kota Batu Malang. Kota Batu merupakan salah

satu kota wisata yang dipilih karena dikenal dengan berbagai wisata

kulinernya yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung

sehingga Kota Batu merupakan salah satu destinasi wisata favorit

para pelancong di Indonesia. Dengan berkembangnya pariwisata di

Kota Batu semakin membuka bisnis-bisnis baru yang menunjang

pariwisata di daerah tersebut. Sejuknya udara Kota Malang menjadi

favorit masyarakat untuk berlibur atau sekedar merelaksasikan

Page 236: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

228 ProsIding

diri.Kota Malang saat ini juga didominasi oleh mahasiswa yang

sedang menitih pendidikan di bangku perkuliahan, maka dari itu

bisnis yang sangat menjanjikan untuk dibangun salah satunya adalah

bisnis kuliner. Banyaknya wisatawan maupun pendatang yang

datang ke kota Malang dapat menjadi peluang bagi seseorang pelaku

bisnis untuk menciptakan sebuah usaha khusus kuliner seperti café

atau restoran.

Perubahan gaya hidup, tata cara dalam menikmati hidangan pada

masyarakat khususnya penikmat kuliner, membawa para pelaku

bisnis kuliner ini kepada ide baru yang lebih kreatif dan inovatif,

mengenai restoran yang dianggap lebih modern dan disukai

konsumen pada umumnya. Pelaku bisnis dituntut untuk berinovasi

dan kreatif untuk menciptakan rasa nyaman kepada pengunjung

restoran, sehingga diharapkan konsumen akan betah berlama-lama

di dalam restoran tersebut. Salah satunya yang dapat dilakukan yaitu

menciptakan Dinning Atmosphere pada café atau restoran. Menurut

Levy and Weitz (2001:576) atmosphere refrers to design of an

environment via visual communication, lighting, colours, music, and

scent to simulate customers perception and emotional responses and

ultimately to affect their purchase behavior, yang berarti suasana

café melalui visual, penataan, cahaya, music dan aroma yang dapat

menciptakan lingkungan pembelian yang nyaman sehingga dapat

mempengaruhi persepsi dan emosi konsumen terhadap kepuasan

Salah satu café favorit di Kota Malang yaitu café Ria Djenaka.

Café ini memiliki keunggulan pada konsep ruangannya yang

berbasis tradisional Jawa sehingga diharapkan dengan adanya

konsep Tradisional Jawa ini pelangganakan mendapatkan

pengalaman yang unik dan menarik, ditambah dengan view indoor

dan outdoor nya dan juga konsep gerbong, dan resto. Café Ria

Page 237: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

229 ProsIding

Djenaka juga dilengkapi dengan fasilitas tv cable dan nonton bareng,

free hot spot, serta live music setiap hari mulai pukul 19.00 WIB.

Dengan konsep ini cafe Ria Djenaka mampu bersaing dengan café

yang saat ini sudah banyak bermunculan di Kota Batu Malang.

Berdasarkan latar belakang yang telah diulas tersebut, tujuan

penelitian adalah untuk mengetahui: Untuk mengetahui dan

menjelaskan pengaruh dari Dinning Atmosphere terhadap kepuasan

pelanggan café Ria Djeanaka.

2. KAJIAN PUSTAKA

Dinning Atmosphere

Berman and Evan (1992:462) menyatakan atmosphere refers to

the store’s physical characteristic that are used to develop and

image and to draw customers, yang berarti suasana café merupakan

karakteristik fisik yang digunakan untuk membangun kesan dan

menarik pelanggan. Menurut Cox R andBrittain P (2004:184),

atmosphere this is major component of store image and can be

defined as the dominan sensory effect created by the store design,

physical characteristics and merchandising activitie.Suasana

merupakan komponen penting dari sebuah toko atau cafe, maka

suatu café harus membentuk suasana terencana yang sesuai dengan

pasar sasarannya dan dapat menarik konsumen untuk membeli

ditoko tersebut.

Menurut Levy and Weitz (2001:576) atmosphere refrers to

design of an environment via visual communication, lighting,

colours, music, and scent to simulate customers perception and

emotional responses and ultimately to affect their purchase

behavior, yang berarti suasana café melalui visual, penataan, cahaya,

music dan aroma yang dapat menciptakan lingkungan pembelian

Page 238: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

230 ProsIding

yang nyaman sehingga dapat mempengaruhi persepsi dan emosi

konsumen untuk melakukan pembelian.

Dari uraian tersebut dapat disumpulkan bahwa penciptaan

dinning atmosphere merupakan kegiatan merancang lingkungan

pembelian dalam suatau café dengan menentukan karakteristik

melalui pengaturan dan pemilihan fasilitas fisik

ruangan.Lingkungan pembelian yang terbentuk pada akhirnya

menciptakan image dari café, kemudian mempengaruhi emosi

konsumen untuk melakukan pembelian.dari pembelian tersebut

dapat tercipta citra dari café atau restoran sehingga ketika konsumen

menilai citra café tersebut baik, maka dapat dipastikan didapat

kepuasan terhadap konsumen.

Elemen-elemen atmosphere dapat dioperasionalkan pada café

sebagai objek dalam penelitian ini. Mowen dan Minor (2002:140)

menyebutkan elemen atmosphere terdiri dari:

1. Layout

Layout (tata letak) merupakan pengaturan secara fisik dan

penempatan barang dagangan, perlengkapan tetap.Bertujuan untuk

memberikan gerak pada konsumen, memperlihatkan barang

dagangan atau jasa, yang mampu menarik dan memaksimalkan

penjualan. Sebuah layout dapat nekerja dan mencapai tujuan yang

dimaksud apabila pesan-pesan yang akan disampaikan dapat

dipahami oleh pengunjung.

2. Suara

Suara merupakan keseluruhan music yang dihadirkan, kehadiran

music bagi usaha café sangat penting karena dapat memberikan

peningkatan kualitas pelayanan dalam menyajikan pengalaman

belanja atau menikmati produk yang menyenangkan bagi para

pengunjung sehingga mampu mempengaruhi emosi pengunjung

Page 239: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

231 ProsIding

untuk melakukan pembelian.Menurut penjelasan tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa music adalah bagian penting untuk

melengkapi kenyamanan pengunjung.

3. Bau

Banyak keputusan yang didasarkan pada emosi, dan bau

memiliki dampak pada emosi konsumen.Bau lebih dari indera

lainnya sebagai penentu perasaan gembira, kelaparan, enggan untuk

mengkonsumsi, dan nostalgia.

4. Tekstur

Tekstur adalah unsur yang menunjukkan rasa permukaanbahan,

yang sengaja dibuat dan dihadirkan dalam sasaran untuk mencapai

bentuk rupa, sebagai usaha untuk memberikan rasa tertentu pada

permukaan bidang, pada perwajahan bentuk, pada karya seni rupa

secara nyata atau semu. Dengan pengolahan tekstur atau bahan yang

baik, maka tata ruang luarnya akan menghasilkan kesan dan kualitas

ruang yang lebih menarik dan mampu mempengaruhi pengunjung

berkunjung dan melakukan pembelian.

5. Desain Bangunan

Desain selalu dikaitkan dengan seni atau keindahan, dimana

eksterior adalah cermin awal dari pengunjung ataupun penyewa

dalam beraktivitas di sebuah pusat perbelanjaan.Desain memiliki

peran yang sangat penting untuk menimbulkan kesan nyaman, baik

untuk penyewa atau pengunjung dalam beraktivitas.

Saat ini banyak sekali restoran, café, dan bar yang saling

berlomba-lomba untuk menampilkan design konsep ruangnya

sebagus dan seunik mungkin untuk menarik banyak pengunjung.

Banyak restoran, café, dan bar yang menggunakan jasa interior

design dan arsitek handal untuk membantu mewujudkan sebuah

design yang diinginkan oleh pemilik usaha.

Page 240: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

232 ProsIding

2. Kepuasan Pelanggan

Kotler (2002) mendefinisikan kepuasan adalah perasaan

senang atau tidak senang seseorang terhadap suatu produk setelah

pelanggan tersebut membandingkan kinerja produk tersebut dengan

harapannya. Sedangkan kepuasan pelanggan menurut Zetlhaml,

Bitner, dan Dwayne (2009:104) kepuasan pelanggan adalah

penilaian pelanggan tentang produk ataupun jasa dalam hal menilai

apakah produk atau jasa tersebut telah memenuhi kebutuhan dan

harapan pelanggan.

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

kepuasan pelanggan merupakan suatu perasaan atau penilaian

emosional dari pelanggan atas penggunaan dan kebutuhan mereka

yang terpenuhi. Jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi, pelanggan

tidak akan puas. Jika kinerja sesuai dengan ekspektasi pelanggan

akan puas. Jika kinerja melebihi ekpektasi pelanggan akan sangat

puas atau senang.

Tingkat kepuasan pelanggan selalu didasarkan pada upaya-

upaya penyempitan gap antar keadaan yang diinginkan.Dalam hal

ini berarti antara harapan dengan keadaan yang dihadapi.Apapun

upaya yang dilakukan terhadap organisasi (penyedia).Satu hal yang

perlu diingat oleh organisasi adalah bahwa jaminan kepuasan

terhadap produk yang dihasilkan tidak dapat di tolak lagi.

Beberapa metode yang dapat digunakan perusahaan untuk

mengukur dan kepuasan konsumen menurut Kotler (1997:322):

1. Sistem keluhan

Media yang dapat digunakan meliputi kotak saran yang diletakkan

di tempat strategis, menyediakan saluran telepon bebas pula, kontak

email.

Page 241: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

233 ProsIding

2. Survey Kepuasan Pelanggan

a) Directly reported satisfaction

Pengukuran secara langsung melalui pertanyaan-pertanyaan yang

berupa kuesioner

b) Derived satisfaction

Pertanyaan yang diajukan dua hal utama, yakni besarnya harapan

pelanggan pada atribut tertentu dan besarnya kinerja yang mereka

rasakan.

c) Problem analysis

Responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok.

Pertama, masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan

penawaran perusahaan dan Kedua, saran untuk melakukan

perbaikan.

d) Importance performance analysis

Responden diminta untuk merangking berbagai elemen dari

penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen tersebut

dan respoden juga diminta untuk merangking seberapa naik

kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen atau atribut

tersebut.

3. Gosh Shopping

Metode ini dilakukan dengan cara memperkerjakan beberapa

orang untuk berperan sebagai konsumen potensial produk

perusahaan dan pesaing. Mereka akan menyampaikan laporan

tentang kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing

berdasarkan pengalaman saat mengkonsumsi produk tersebut. Selain

itu merka juga mengamati dan menilai cara pelanggan perusahaan

dan pesaingnya menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani

setiap keluhan.

Page 242: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

234 ProsIding

4. Lost Customer Analysis

Perusahaan berusaha menguhubungi para pelanggannya yang

telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok untuk

mempelajari sebabnya.Informasi ini bermanfaat bagi perusahaan

untuk mengambil kebijaksanaan selanjutnya dalam rangka

meningkatkan kepuasan dan loyalitas.

Ada empat prinsip dasar dari kepuasan pelanggan (Bowie dan

Buttle, 2004) antara lain:

1. Mengidentifikasi pelanggan yang akan diberikan layanan

karena tidak semua pelanggan adalah penting bagi perusahaan

jasa.

2. Mengidentifikasi layanan terpenting yang akan diberikan bagi

pelanggan yang terpilih. Biasanya ada pelanggan yang ingin

makan siang dengan layanan cepat tetapi tidak pada saat

makan malam.

3. Get it right first yaitu harapan pelanggan harus dipenuhi oleh

penyedia jasa sebagai prioritas utama. Hindarkan layanan

lambat yang membuat tamu tidak puas.

4. Excellent recovery adalah setiap terjadi kegagalan layanan

harus segera ditindaklanjuti dengan baik untuk menghindari

word of mouth negative.

Hubungan antara Dinning Atmosphere terhadap kepuasan

Dinning atmosphere yang nyaman akan menimbulkan

kepuasan pada pelanggan sehingga bisa membuat pelanggan betah

berlama-lama dalam café. Dari kepuasan tersebut akan menarik

minat konsumen untuk dating kembali dan melakukan pembelian

ulang. Jika pelanggan sudah membeli dan harapannya terpenuhi

Page 243: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

235 ProsIding

maka akan tercipta kepuasan konsumen, seperti yang dipaparkan

oleh Kotler and Andreasen (1995:50), kepuasan pelnggan adalah

tingkat perasan seseorang setelah membandingkan kinerja produk

yang ia rasakan dengan harapannya. Pelayanan yang akan

memberikan kepuasan kepada konsumen. Jika konsumen merasa

puas kemungkinan besar akan kembali membeli dan dari hal tersebut

terciptalah kepuasan pelanggan yang membeli lebih dari satu kali.

Model Hipotesis

Berdasarkan model hipotesis di atas maka dapat dirumuskan

rumusan hipotesis bahwa Dinning Atmosphere berpengaruh

signifikan terhadap kepuasan

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

eksplanatory dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih adalah café Ria Djenaka. Dengan

pertimbangan bahwa seiring dengan perubahan gaya hidup

masyarakat, tata cara serta selera dalam mengkonsumsi atau

menikmati barang atau jasa khususnya para mahasiswa dan pekerja

yang merupakan komunitas yang cukup berpotensi sebagai

pengguna produk dalam penetian ini, disamping pertimbangan

waktu, biaya dan tenaga. Berdasarkan penelitian terdahulu bahwa

café Ria Djenaka mempunyai dinning atmosphere yang unik dan

Dinning Atmosphere

X2

Kepuasan Pelanggan

Y

Page 244: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

236 ProsIding

terkonsep untuk itu peneliti tertarik mengambil lokasi penelitian di

café Ria Djenaka.

Variabel Penelitian

Variabel Bebas atau Independen adalah Dinning Atmosphere

yaitu suasana café melalui visual, penataan, cahaya, music dan

aroma yang dapat menciptakan lingkungan pembelian yang nyaman

sehingga dapat mempengaruhi persepsi dan emosi konsumen untuk

melakukan pembelian. Sehingga disini diharapkan dengan adanya

dinning atmosphere dapat mempengaruhi emosional pelanggan

sehingga dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan café Ria

Djenaka.

Kepuasan merupakan perasaan seseorang setelah menerima

atau merasakan layanan atau poduk yang diberikan. Kepuasan ini

timbul apabila produk atau jasa yang diberikan sesuai atu bahkan

lebih dengan apa yang mereka harapkan. Konsep kepuasan dalam

penelitian ini berkaitan dengan hasil perbandingan antara dinning

atmosphere terhadap pelayanan dari café Ria Djenaka.

Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pembeli yang telah

melakukan pembelian atau yang pernah berkunjung ke café Ria

Djenaka. Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini ditentukan

dengan menggunakan rumus Machin and Champbell. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan dalan penelitian ini adalah

Accidental Sampling.

Analisis Data

Analisa data menggunakan analisis regresi linier.

Page 245: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

237 ProsIding

3. Hasil dan Pembahasan

Variabel Dining Atmosphere memilik 3 indikator yaitu Ambient

Condition (X2.1), Space/Function (X2.2) dan Signs, Symbols, and

Artefact yang terdiri dari 11 item yaitu, kenyamanan ruangan (X2.1.1),

kebersihan udara (X2.1.2), terhindar dari kebisingan (X1.3), musik

yang disajikan mendukung kenyamanan (X2.1.4), terhindar dari

aroma tidak sedap (X2.1.5), layout ruangan menarik (X2.2.1), keunikan

furniture (X2.2.2), dekorasi ruangan mempunyai konsep yang menarik

(X2.2.3), penanda mudah dikenali (X2.3.1), simbol yang digunakan

unik (X2.3.2), artifact yang digunakan menarik (X2.3.3).

Model

Unstandardized

coefficients

Standart

Coefficient

t

Sig.

B Std.Error Beta

1 (constant) 1,516 1,030 1,471 0,144

X2 0,075 0,022 0,244 3,346 0,001

Berdasarkan pada Tabel 4.11 didapatkan persamaan regresi sebagai

berikut:

Y = 1,516 + 0,075 X1

Dari persamaan di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

• Kostanta = 1,516 artinya pelanggan café Ria Djenaka tetap

merasa puas sebesar 1,516 meskipun tanpa memperhatikan

dining atmosphere dipersepsikan tidak begitu bagus, pelanggan

di café Ria Djenaka tetap merasa puas yaitu sebesar 1,516.

• X1 = 0,075 artinya bahwa setiap peningkatan 1 satuan dining

atmosphere akan meningkat 0,075 kepuasan pelanggan café Ria

Djenaka atau dengan kata lain, kepuasan pelanggan akan

meningkat seiring dengan peningkatan dining atmosphere.

Page 246: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

238 ProsIding

Petzer and Mackey (2014) yang menyatakan bahwa Dining

Atmospheric dianggap penting dalam mempengaruhi tingkat

kepuasan pelanggan, terutama karena respon pelanggan terhadap

lingkungan merupakan sebagaian pengalaman konsumsi mereka.

Hal ini berarti bagaimana café Ria Djenaka menciptakan suasana

café yang nyaman yang akan menimbulkan kepuasan pelanggan.

Dari tabel distirbusi frekuensi jawaban responden dapat diketahui

jika mayoritas pelanggan merasa puas berada di café Ria Djenaka

dengan suasana yang diciptakan tersebut dapat menimbulkan

kepuasan pelanggan.

Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan t test antara X2

(Dinning Atmosphere) terhadap Y (Kepuasan Pelanggan).

Berdasarkan hasil rekapitulasi regresi linier berganda, didapat nilai

sig. t (0,001) <α = 0,05 maka pengaruh X2 (Dining Atmosphere)

terhadap Kepuasan Pelanggan adalah signifikan. Hal ini berarti H0

ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa

Kepuasan Pelanggan dapat dipengaruhi secara signifikan oleh

Dining Atmosphere atau dengan meningkatkan Dining Atmosphere

maka Kepuasan Pelanggan akan mengalami peningkatan secara

nyata. Penelitian ini juga mendukung dari penelitian Petzer and

Mackey (2014) yang menyatakan bahwa Dining Atmospheric

berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan, apabila

restoran memperbaiki suasana restoran seperti desain, layout, light,

furniture, fitting colour maka kepuasan pelanggan akan mengalami

peningkatan.

Page 247: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

239 ProsIding

5. Penutup

Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui variable mana sajakah

yang mempunyai pengaruh pada Kepuasan Pelanggan. Dalam

penelitian ini variable bebas yang digunakan adalah variable Food

Quality (X1), Dining Atmosphere (X2) dan Kesesuaian Harga,

sedangkan variable terikat yang digunakan adalah Kepuasan

Pelanggan (Y).

Berdasarkan pada perhitungan analisis regresi linier berganda,

dapat disimpulkan Dining Atmosphere (X2) berpengaruh signifikan

terhadap Kepuasan Pelanggan (Y). Besarnya pengaruh Dinning

Atmosphere (X) terhadap Kepuasan Pelanggan (Y) adalah 0,075 atau

7,5%.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat dikemukakan beberapa

saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan maupun

bagi pihak-pihak lain. Adapun saran yang diberikan, Diharapkan

pihak perusahaan dapat mempertahankan serta meningkatkan

Dining Atmophere dan memperhatikan suasana seperti interior

maupun ekterior yang mendukung kenyamanan sehingga pelanggan

betah berlama-lama di dalam café RiaDjenaka Shining Batu,

Mengingat variable bebas dalam penelitian ini merupakan hal yang

sangat penting dalam mempengaruhi Kepuasan Pelanggan

diharapkan hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan bagi

peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian ini dengan

mempertimbangkan variabel-variabel lain yang merupakan variabel

lain diluar variabel yang sudah masuk dalam penelitian ini.

Page 248: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

240 ProsIding

DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari. 2009. Manajemen Pemasarandan Pemasaran Jasa.

Alfabeta: Bandung.

, 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 2010. ProsedurPenelitian. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Berman, Barry and Joel R.Evans. 1992. Retail Management. Fifth

Edition. USA: Macmillian Publishing Company.

Kotler, Philip dan Kevin L. Keller. 2009. Manajemen Pemasaran.

Alih Bahasa: Bob Sabran. Jakarta: Erlangga.

Lovelock, Chriztopher and Jochen Wirtz,. 2004. Sixth Edition.

Service Marketing. Prentice Hall.

Malhotra, N.K. 2009.Riset Pemasaran: Pendekatan Terapan. Jilid

1.Alih bahasa: Damas Sihombing. Jakarta: Erlangga. Nazir, Moh. 2014. Metode Penelitian. Bogor: Penerbit Ghalia

Indonesia

Rangkuti, Freddy. 2005. Riset Pemasaran. Jakarta: Indeks

Gramedia.

Sardin.2014. Konsep Populasi dan Sampling, Serta Perhitungan

Varians.Tanpa

Penerbit

Simamora, Bilson. 2004. Riset Pemasaran. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sunyoto, Danang. 2013. Teori, Kuesioner dan Analisis Data.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tjiptono, Fandy dan Gregorious Chandra. 2011. Service, Quality

and Satisfaction. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Zulganef. 2008. Metode Penelitian Sosial dan Bisnis. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Sugianto, Sugiono dan Sugiharto, Sugiono. 2013. Analisa Pengaruh

Service Quality, Food Quality dan Price Terhadap Kepuasan

Pelanggan Restoran

Page 249: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

241 ProsIding

Yung Ho Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 1, No.2, 1-

10.

Petzer, Daniel and Mackey, Nedia. 2014. Dining Atmospherics and

Food and

Service Quality as Predictors of Customer Satisfaction at Sit-Down

Resturants. African Journal of Hospitality, Tourism and Leisure,

Vol.3 (2).

Kumadji, Srikandi dan Putri. H., Lily. 2014. Pengaruh Store

Atmosphere Terhadap Keputusan Pembelian dan

Kepuasan Pelanggan.Jurnal Administrasi Bisnis, Vol.15, 1-9

Hanaysha, Jalal. 2016. Testing The Effect of Food Quality, Price

Fairness and Physical Environment On Customer Satisfaction

In Fast Food Restauranr

Industry.Asian Economic and Social Society, Vol.6, pp. 31-40.

Page 250: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

242 ProsIding

IMPLEMENTASI TRIDHARMA PERGURUAN

TINGGI DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN

PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh: Dr. Mohamad Sinal, S.H., M.H., M.Pd.

Abstrak

Upaya untuk mewujudkan peran Perguruan Tinggi di dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui

beberapa usaha, salah satunya adalah melalui tridharma perguruan

tinggi. Tulisan ini bertujuan untuk mengalisis impementasi

tridharma perguruan tinggi dalam perspektif kebijakan nasional.

Analisis yang digunakan adalah tinjauan kritis terhadap masalah

yang ada berdasarkan teori atau konsep pendidikan dan kebijakan

penndidikan nasional yang ada.. Berdasarkan hasil kajian yang ada

diperoleh temuan sebagai berikut. Sinergi antarkomponen dalam

tridharma perguruan tinggi mutlak diperlukan. Hal ini agar ketiga

komponen tersebut tidak berdiri sendiri dan hasilnya dapat lebih

bermanfaat bagi masyarakat. Dalam implementasinya, kebijakan

pendidikan nasional yang ada merupakan salah satu parameter atau

ukuran agar hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan pendidikan

nasional yang diharapkan atau dicitta-citakan. Salah satunya adalah

sesuai dengan tiga pilar kebijakan pendidikan nasional.

Kata Kunci: Tridharma Perguruan Tinggi, Kebijakan Pendidikan

Nasional,

Page 251: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

243 ProsIding

I. Dikotomi Konservatif dan Liberalistik dalam Persoektif Ilmu

Pendidikan

Salah satu kegiatan di dalam kehidupan manusia yang selalu

dilakukan adalah pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan merupakan

suatu kegiatan yang bersifat universal di dalam kehidupan manusia.

Selain untuk memanusiakan dirinya sendiri agar menjadi manusia

yang berbudaya, pendidikan juga dapat menjamin kelangsungan

hidupnya. Selamanya pendidikan akan tetap menjadi alternatif

dalam mengembangkan dan meningkatkan sumber daya manusia,

terutama dalam mempersiapkan generasi mendatang yang mampu

menjawab tantangan zaman. (Sulham, 2006: 5)

Sehubungan dengan hal tersebut terdapat dua perspektif dalam

ilmu pendidikan, yaitu konservatif dan kritis liberalistik. Perspektif

konservatif memaknai pendidikan sebagai agen pelestarian dari

budaya yang resmi dianut, sedangkan perspektif kritis liberalistik

memaknai pendidikan sebagai agen dari perubahan sosial yang anti

dominasi budaya tunggal. Munculnya perbedaan perspektif dalam

memaknai pendidikan itu tidak terlepas dari latar belakang yang

telah mempengaruhi perspektif tersebut, di antaranya adalah realita

sosial. Realita sosial telah ikut mengonstruksi pendidikan ke dalam

berbagai wujud yang berbeda, walaupun realita sosial dan ilmu

pengetahuan, khususnya di bidang pendidikan sebenarnya bukanlah

dua hal yang berdiri sendiri (tidak bisa dipisahkan).

Persoalannya adalah bukan pada perspektif mana yang paling

ideal? Namun, perspektif mana yang relevan dengan realitas

kontemporer kehidupan kita. Polemik tentang perspektif pendidikan

mana yang cocok untuk diterapkan di dunia pendidikan, menjadi

persoalan utama yang harus dijawab ketika berbicara tentang

pendidikan di Indonesia. Pendidikan tidak hanya terbatas pada

Page 252: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

244 ProsIding

sebuah konsepsi tentang proses pembelajaran semata. Pendidikan

memiliki tugas utama untuk mendekatkan peserta didik dengan

Tuhannya. Dengan demikian, pendidikan memiliki dimensi

spiritual-transendental yang merupakan bagian dari pendidikan

keimanan yang sarat dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan

Oleh sebab itu, otoritas pendidikan tidak perlu terjebak pada

dikotomi konservatif dan liberalistik. Sebaliknya, pendidikan

hendaknya mengonstruksi landasan humanisme dan religiosisme

yang ada untuk membangun sistem pendidikan nasional berdasarkan

Pancasila. Dengan demikian, pemikiran pendidikan konservatisme

dan liberalisme-kapitalisme harus diubah menjadi pendidikan kritis-

dialogis yang membebaskan peserta didik dari segala bentuk

keterikatan, baik melalui sistem maupun model pengajarannya.

II. Tiga Pilar Kebijakan Pendidiikan Nasional

Terdapar tiga pilar kebijakan pendidikan nasional, yaitu: (1)

pemerataan dan perluasan akses pendidikan; (2) peningkatan mutu,

relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; dan (3) peningkatan

tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan.

Ketiga pilar tersebut membuktikan bahwa Pemerintah telah

mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam rangka untuk mengatasi

permasalahan pendidikan yang semakin kompleks walaupun tidak

jarang dalam implementasinya kebijakan tersebut tidak berjalan

sesuai dengan harapan. Masalah mutu pendidikan, terutama di

perguruan tinggi masih menjadi kendala yang belum dapat

terpecahkan. Rendahnya mutu lulusan, mutu pengajaran, bimbingan

dan latihan dari dosen serta profesionalisme dosen menjadi

perkerjaan rumah pemerintah sampai saat ini. Ketiga pilar

pembangunan pendidikan tersebut, selayaknya menjadi rujukan

Page 253: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

245 ProsIding

dalam perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan pendidikan

tinggi ke depan,

Di dalam Penjelasan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Visi

Pendidikan Nasional adalah mewujudkan sistem pendidikan sebagai

pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan

semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang

berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan

zaman yang selalu berubah. Berdasarkan Visi Pendidikan Nasional

tersebut selanjutnya dijelaskan kedalam misi pendidikan nasional,

yaitu: (1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan

memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat

Indonesia, (2) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi

anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam

rangka mewujudkan masyarakat belajar, (3) meningkatkan kesiapan

masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan

pembentukan kepribadian bermoral, (4) meningkatkan

keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat

pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap

dan nilai berdasarkan standar nasional dan global, dan (5)

memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan

pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara

Kesatuan Republik Indonesia (Penjelasan Umum UU No 20 Tahun

2003).

Selain itu, di dalam Pembangunan Jangka Panjang kedua (PJP

II) yang berlangsung sejak tahun 1994 sampai dengan tahun 2019

yang akan datang, rasa cinta tanah air yang melandasi kesadaran

kebangsaan, semangat pengabdian, dan tekad untuk membangun

masa depan bangsa yang lebih baik harus terus dibangkitkan dan

Page 254: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

246 ProsIding

dipelihara sehingga berkembang menjadi sikap mental dan sikap

hidup masyarakat yang mampu mendorong percepatan proses

pembangunan di segala aspek kehidupan bangsa guna memperkukuh

persatuan dan kesatuan bangsa demi terwujudnya tujuan nasional

(Chairuddin, 2004: 2). Mencermati kandung isi yang terdapat dalam

PJP II tersebut selaras dengan tujuan pendidikan nasional yang ada.

Di dalam tujuan pendidikan nasional disebutkan bahwa

pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia

Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,

mandiri, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional,

bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani

serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan

kebangsaan. Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa

patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan

semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran

pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta

berorientasi pada masa depan (Pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun

2003). Relevan dengan tujuan pendidikan nasional tersebut, ketiga

pilar kebijakan pendidikan nasional itu sangat mendukung sebagai

sarana untuk mencapai tujuan yang ada. Perluasan, peningkatan

mutu, dan citra publik pendidikan tinggi hendaknya dimuarakan bagi

kepentingan hajat hidup orang banyak agar pendidikan yang ada

dapat bermanfaat atau berguna bagia masyarakat.

III. Realitas Kontemporer dan Tridharma Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi adalah salah satu dari subsistem pendidikan

nasional. Keberadaannya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara

berperan sangat penting, terutama melalui penerapan Tridharma

Page 255: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

247 ProsIding

Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian

kepada masyarakat. Di dalam Pasal 20 Ayat (2) Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

dinyatakan bahwa perguruan tinggi berkewajiban

menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada

masyarakat.

Secara terminologi, Tridharma berarti tiga kewajiban yang

harus dijalankan dalam rangka mengembangkan budi pekerti luhur,

memberi pengalaman praktis yang mendoronng kepada pelakunya

untuk menemukan, mematuhi, menghayati sistem dan nilai yang

berkaitan erat dengan masyarakat. Tridharma perguruan tinggi

adalah dasar bagi setiap perguruan tinggi untuk melaksanakan

tanggung jawabnya yang dikembangkan secara simultan dan

bersama-sama civitas akademik agar dapat tercipta lingkungan yang

menyadari pentingnya Tridharma Perguruan Tinggi.

Hal tersebut hendaknya menjadi prioritas utama, sebab

eksistensi perguruan tinggi mempunyai peran yang sangat penting

untuk memengaruhi perubahan-perubahan terhadap masyarakat.

Peran dan fungsi perguruan tinggi merupakan implementasi dari

tridharma yang ada. Melalui tridharma tersebut perguruan tinggi

diharapkan mampu untuk mewujudkan dan membangun gerakan

pembelajaran terhadap masyarakat guna mendorong terciptanya

hubungan sosial serta terjaganya nilai-nilai budaya bangsa yang

berkelanjutan. Dengan demikian, perguruan tinggi dapat

mengembangkan sebuah model dari pembangunan yang berbasis

pada keilmuan dan nilai-nilai budaya lokal dalam kerangka sistem

nilai-nilai budaya bangsa. Membangun sistem pengembangan

keilmuan yang sesuai dengan apa yang dibtuhkan masyarakat dalam

merespon perubahan global yang dinamis. Selain itu, juga

Page 256: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

248 ProsIding

mengembangkan pusat-pusat pengembangan masyarakat dengan

melakukan pemanfaatan sumber daya serta nilai-nilai lokal yang

ada.

Di samping itu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

perguruan tinggi hendaknya ikut membantu pengembangan

kebijakan yang strategis, baik terhadap legislatif maupun eksekutif.

Selanjutnya, ikut mengontrol implementasi kebijakan-kebijakan

yang telah dibuat. Perguruan tinggi hendaknya mampu berperan

dalam pengembangan strategi kebudayaan. Hal tersebut tersebut

diperlukan guna membangun peradaban bangsa yang lebih baik dan

bermutu sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimilikinya. Salah

satunya adalah membangun kembali nilai-nilai yang sejalan dengan

keberagaman yang sudah ada, bukan mempertentangkannya.

Dengan kata ain, membangun kembali peradaban yang berbasis pada

nilai-nilai etika serta nilai budaya yang sudah lama melekat dalam

jati diri bangsa Indonesia.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, terdapat tiga hal yang

seharusnya dilakukan oleh dunia perguruan tinggi, yaitu; (1)

menjunjung tinggi kebenaran bukan merasa paling benar, (2)

menumbuhkembangkan sikap dan perilaku yang selalu siap

menerima pendapat orang lain, bukan takut dikoreksi oleh orang

lain, dan (3) menjunjung tinggi sikap dan perilaku untuk mengakui

kesalahan diri sendiri tanpa harus menyalahkan keberadaan orang

lain. Hal tersebut seperti yang diamanatkan oleh Permendiknas

Nomor 17 Tahun 2010.

IV. Problem dalam Implementasi Tridharma Perguruan Tinggi

Dalam konsideran menimbang “b”, Undang-undang Nomor

12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dinyatakan “bahwa

Page 257: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

249 ProsIding

pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional

memiliki peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan

dan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan

pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan”.

Implementasinya hal tersebut diwujudkan ke dalam Tridharma

Perguruan tinggi.

Tridharma perguruan tinggi terdiri dari tiga pilar dasar yang

menjadi pola pikir serta menjadi sebuah kewajiban bagi civitas

akademik untuk melaksanakannya. Oleh sebab itu, perguruan tinggi

merupakan salah satu ujung tombak perubahan bangsa Indonesiaa ke

arah yang lebih baik. Pernyataan tersebut tidaklah berlebihan

apabila kita melihat kembali sejarah bangsa ini di masa lalu.

Perubahan besar yang ada di negara kita dimulai oleh para

mahasiswa atau perguruan tinggi. Ketiga pilar dasar tersebut secara

rinci akan dijabarkan pada uraian berikut ini.

(1) Pendidikan

Perguruan tinggi merupakan tempat kaum intelektual bangsa

ini yang jumlahnya menduduki sekitar 5% dari jumlah atau populasi

warga negara Indonesia yang berkewajiban untuk meningkatkan

kualitas hidup manusia secara berkelanjutan agar kulaitas bangsa

ikut meningkat. Secara umum hal tersebut dapat dicapai melalui

ilmu yang telah dipelajari selama proses pendidikan di kampus

masing-masing sesuai dengan bidang keilmuan tertentu. Keberadaan

bangsa dan pendidikan tinggi adalah satu kesatuan yang tidak bisa

dipisahkan karena perubahan-perubahan besar di dalam suatu

bangsa berasal dari perguruan tinggi yang ada. Berasal dari

pergutuan tinggi kegiatan keilmuan dan kemasyarakatan tumbuh dan

berkembang. Semua aktivitas yang ada didasari oleh adanya

Page 258: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

250 ProsIding

pertimbangan yang rasional, bukan menggunakan kekuatan yang

bersifat irrasional atau di luar logika. Oleh sebab tiu, pola pikir dan

nalar suatu bangsa dibentuk.

(2) Penelitian

Ilmu yang sudah dikuasai melalui proses pendidikan yang

cukup panjang di perguruan tinggi harus diimplementasikan atau

diterapkan. Salah satunya adalah dengan cara-cara atau metode yang

ilmiah, yaitu melalui penelitian. Penelitian yang dilakukan di

perguruan tinggi bukan hanya akan mengembangkan dirinya sendiri,

tetapi juga memberikan banyak manfaat bagi kemajuan dan

kepentingan bangsa kita di dalam menyejahterakan bangsa

Indonesia. Selain dilakukan secara ilmiah, pengembangan diri juga

dilakukan secara akademis. Pergutuan tinggi hendaknya senantiasa

mengembangkan kemampuannya dalam hal bentuk softskill serta

kedewasaan yang berguna dalam menyelesaikan masalah yang ada.

Oleh sebab itu, perguruan tinggi harus mengembangkan cara-cara

berpikir yang kritis terhadap segala fenomena yang ada serta mampu

mengkajinya secara ilmiah.

(3) Pengabdian pada Masyarakat

Dalam relasi kemasyarakatan, civitas akademika di perguruan

tinggi menempati lapisan yang kedua. Mereka mempunyai peran

untuk menjadi penghubung antara masyarakat dan pemerintah.

Dunia perguruan tinggi merupakan elemen yang terdekat dengan

masyarakat yang diharpkan mampu memahami kondisi secara jelas

tentang kehidupan masyarakat tersebut. Kewajiban lain adalah

menjadi front line di dalam masyarakat yang bertugas untuk

mengkritisi kebijakan yang kurang tepat yang dibuat oleh

Page 259: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

251 ProsIding

pemerintah terhadap rakyat. Pada tataran inilah pergiruan tinggi

memiliki peran untuk membela kepentingan masyarakat. Hal

tersebut tentu tidak dilakukan dengan jalan atau cara-cara kekerasan

serta aksi chaotic. Semuanya dijalankan dengan cara menjunjung

tinggi nilai-nilai luhur pendidikan, mengkaji terlebih dahulu,

memahami, serta menyoalisasikan kepada masyarakat. Perguruan

tinggi merupakan tempat para ilmuwan yang memiliki strategi

mengenai permasalahan bangsa yang ada, sehingga keberadaannya

dapat membimbing atau membina masyarakat guna membantu

masalah-masalah yang dihadapi. Hal tersebut dapat dilakukan

sebagai bentuk pengabdian mereka kepada masyarakat.

Ketiga faktor di atas memiliki hubungan yang erat, karena

penelitian harus dilakukan dengan menjunjung tinggi kedua dharma

yang lain. Sehingga penelitian diperlukan di dalam mengembangkan

ilmu pengetahuan serta penerapan teknologi. Untuk dapat

melakukan penelitian diperlukan adanya tenaga ahli yang dihasilkan

melalui proses pendidikan. Ilmu pengetahuan yang telah

dikembangkan sebagi salah satu hasil pendidikan dan penelitian

hendaknya digunakan melalui pengabdian pada masyarakat.

Sehingga masyarakat mampu memanfaatkan dan menikmati

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada.

Upaya untuk mewujudkan peran Perguruan Tinggi di dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui

beberapa usaha, salah satunya adalah kebebasan mimbar di kampus.

Kebebasan mimbar dapat dilakukan sebagai salah satu bentuk

kegiatan ilmiah dalam kegiatan di Perguruan Tinggi. Hal ini guna

melatih atau mendidik kreatifitas mahasiswa yang selama

terabaikan. Selain itu, kebebasan mimbar ini diupayakan sebagai

salah satu usaha dalam merangsang kepekaan mahasiswa. Dalam

Page 260: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

252 ProsIding

kehidupan kampus, pemanfaatan mimbar ilmiah dalam

meningkatkan kepekaan mahasiswa tidak terlepas dari karakter dan

fungsi Perguruan Tinggi itu sendiri dalam membentuk insan

akademik intelektual yang dapat mempertanggungjawabkan kualitas

keilmuannya dalam mengabdi kepada masyarakat. Sehingga dapat

diperoleh manfaat dari kegiatan mimbar ilmiah tersebut, yaitu untuk

merangsang kepekaan kualitas intelektual mahasiswa dan dosen

terhadap lingkungan sekitarnya. Keberadaan kebebasan mimbar ini

harus didukung oleh semua komponen yang ada Perguruan Tinggi,

utamanya oleh dosen, pimpinan perguruan tinggi, mahasiswa, serta

birokrat kampus sebagai pemegang kebijakan. Selain itu, kebebasan

mimbar juga harus didukung oleh kebebasan belajar dan kebebasan

berkomunikasi.

Mencermati keberadaan tridharma perguruan tinggi dapat

dikatakan bahwa kebedaan perguruan tinggi memiliki peran besar

dalam menjaga atau mewarisi proses berlangsungnya ilmu

pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kemudian,

untuk menghindari stagnasi ilmu pengetahuan yang berorientasi

pada tuntutan zaman, dalam proses berlangsungnya pewarisan ilmu

pengetahuan tersebut dibutuhkan pengembangan konsep atau teori

ke arah yang lebih baik. Usaha pengembangan teori atau konsep

tersebut dapat dilaksanakan secara sistematis dan melalui prosedur

ilmiah, yang disebut disebut penelitian.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat dikatakan bahwa

Perguruan Tinggi mempunyai dua peran utama, yaitu sebagai

lembaga kajian dan lembaga layanan. Sebagai lembaga kajian,

Perguruan Tinggi mengembangkan ilmu sebagai sebuah proses.

Adapun sebagai lembaga layanan, Perguruan Tinggi menghasilkan

ilmu sebagai sebuah produk. Dalam keduaukannya sebagai lembaga

Page 261: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

253 ProsIding

kajian dan lembaga layanan, Perguruan Tinggi berfungsi sebagai

konseptor, dinamisator, dan evaluator pembangunan masyarakat

baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Pada bagian akhir tulisan ini dapat dinyatakan bahwa kampus

sebagai tempat ilmuwan atau kaum intelektual, hendaknya tidak

hanya dijadikan tempat belajar mahasiswa semata-mata namun juga

dijadikan sarana pembelajaran yang efektif melalui pemecahan-

pemecahan masalah kehidupan yanaga ada. Pendidikan, penelitian,

dan pengabdian pada masyarakat diperlukan untuk mengembangkan

ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi sehingga hasil penelitian

yang ada dapat fungional (berguna). Hal ini penting untuk

diperhatikan sebab penelitian yang ada telah dilakukan oleh tenaga

ahli yang dihasilkan melalui proses pendidikan. Oleh sebab itu, ilmu

pengetahuan yang dikembangkan sebagi hasil pendidikan dan

penelitian itu hendaknya diterapkan melalui pengabdian pada

masyarakat sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dan

menikmati kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

tersebut. Ketiganya harus saling bersinergi agar pendidikan yang

dilakukan dan penelitian yang diperoleh dapat dimanfaatkan dengan

baik oleh masyarakat.

Page 262: iipress.polinema.ac.id/wp-content/uploads/2018/10/Download-File.pdf · Penerbit POLINEMA PRESS, Politeknik Negeri Malang Jl. Soekarno-Hatta no.09 PO BOX 04 Malang 65141 Telp. (0341)

SEMINAR NASIONAL ISU-ISU KONTEMPORER DALAM UPAYA PENGUATAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

254 ProsIding

DAFTAR PUSTAKA

Chairuddin, Lubis P., 2004. “ Implementasi Tri Dharma Perguruan

Tinggi dalam Mendukung Disiplin Nasional”, Jurnal

Universitas Sumatera Utara.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor

17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan

Plagiat di Perguruan Tinggi.

Sulham, Najib, 2006. Pembangunan Karakter pada Anak,

Manajemen Pembelajaran Guru Menuju Sekolah Efektif.

Surabaya: Intelektual Club.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang

Pendidikan Tinggi