simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko...

33

Upload: others

Post on 17-May-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative
Page 2: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative
Page 3: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative
Page 4: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative
Page 5: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

1

PNEMONIA PADA USIA LANJUT

IGP Suka Aryana

Divisi Geriatri, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK UNUD/RSUP Sanglah

PENDAHULUAN

Insiden pneumonia pada usia lanjut sangat tinggi dan kejadiannya akan

terus meningkat seiring peningkatan populasi usia lanjut. Angka morbiditas

dan mortalitas akibat pneumonia tinggi juga tinggi. Banyak pasien usia lanjut

dating ke ruang Gawat Darurat atau di rawat dirumah sakit akibat menderita

pneumonia. Tingginya kejadian ini dihubungkan dengan beberapa faktor

yang terjadi pada usia lanjut seperti: penurunan funggsi organ akibat proses

penuaan, factor ko-morbiditas yang sering ada, nutrisi, factor social,

psikologis dan lingkungan yang saling berinteraksi. Penurunan fungsi organ

akibat proses penuaan yang terjadi terutama pada organ respirasi seperti

penurunan refleks batuk, penurunan kemampuan silia saluran nafas untuk

membersihkan kotoran, kelemahan otot dinding dada serta penurunan

system kekebalan tubuh baik yang alami maupun didapat. Disfagia, serta

malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko

terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit

khronis degenerative seperti diabetes, PPOK, gagal jantung, kanker,

Page 6: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

2

gangguan ginjal, stroke mengakibatkan risiko dan prognosis pneumonia

menjadi semakin buruk.

Pnemonia pada usia dalam penatalaksanaannya menjadi lebih kompleks

tidak hanya permasalahan pada keterlambatan dalam diagnosis dan terapi,

cederung membutuhkan pemeriksaan penunjang lebih lengkap dan banyak,

risiko kejadian efek samping pengobatan, lama rawat yang semakin panjang.

Penanganan pnemonia membutuhkan tim interdisiplin dari berbagai

dimensi ilmu secara bersama-sama. Penatalaksanaan yang baik dengan

kerjasama tim secara interdisiplin diharapkan dapat memperbaiki outcome,

memperpendek lama rawat, menurunkan biaya, dan mencegah

kekambuhan pneumonia pada usia lanjut.

KLASIFIKASI

Usia lanjut ditentukan berdasarkan umur lebih atau sama dengan 60 tahun.

Hal ini didasarkan pada penurunan fungsi pada aspek sosiologi, tetapi yang

yang lebih berarti didasarkan pada konsep kerapuhan (frailty). Konsep ini

lebih mudah dipahami karena pada kondisi kerapuhan ini lebih mudah

terjadi komplikasi yang berat akibat adanya faktor pencetus seperti

pneumonia. Proses penuaan berdampak pada penurunan cadangan

fisiologis organ, adanya akumulasi penyakit jangka panjang sehingga

menurunkan kemampuan berespon atau peradaptasi terhadap adanya

stress. Kondisi frailty sangat penting untuk diidentifikasi sejak awal pada

pasien pneumonia sebagai predictor.sehingga klasifikasi pneumonia dibagi

Page 7: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

Teks

3

menjadi 2 yaitu:

1. Pnemonia tanpa klinis frailty: pasien mandiri dengan tidak adanya

masalah social, mental atau komorbitas lain yang bermakna. Pada kondisi ini

penatalaksanaannya sama dengan usia dewasa.

2. Pnemonia dengan klinis frailty: pasien pneumonia pneumonia dengan

penurunan status fungsional dengan tingkat ketergantungan bermakna atau

terjadi penurunan status kognitif baik kronis maupun akut. Risiko outcome

yang dihasilkan sangat tergantung dari derajat akumulasi gangguan,

komorbiditas, polifarmasi, penurunan sensoris, serta nutrisi. Gangguan

fungsional seperti mobilitas, riwayat jatuh, aktifitas sehari-hari,

inkotenensia, gangguan neuropsikiatri seperti penurunan kognitif, mood,

serta sarana social yang mendukung juga sangat berperan menentukan

prognosis pasien. Kita dapat menbagi menjadi 2 fenotif besar sesuai dengan

derajat dari frailty.

a) Frailty ringan: pasien ini melakukan aktivitas dasar kehidupan sehari-hari

secara mandiri atau “hampir” mandiri namun terkait pneumonia dapat

disertai ganguan fungsional dan/atau kognitif akut dan meningkatkan

derajat komorbiditas dan ketergantungan pada instrumen kehidupan sehari-

hari dan biasanya tidak diidentifikasi sebagai pasien yang lemah. Pasien

biasanya datang dengan keluhan berupa langkah yang melambat atau

gangguan fungsi fisik dan/atau kognitif. Terkait penanganannya, identifikasi

Page 8: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

4

dini wajib dilakukan oleh karena dibutuhkan intervensi spesifik dalam

mempertahankan fungsi dan kualitas hidup.

b) Pasien tua dengan kriteria klinis Frailty sedang hingga berat atau yang

termasuk kelompok pasien geriatri dimana pasien ini membutuhkan

bantuan atau ketergantungan untuk aktivitas sehari-hari dan probabilitas

yang lebih besar terkait bertanya komorbiditas, polifarmasi, demensia,

malnutrisi dan situasi risiko sosial. Sehubungan dengan pengambilan

keputusan, aspek tertentu dianggap penting seperti halnya derajat

ketergantungan karena hal ini berkaitan dengan etiologi, diagnostik invasif

dan prosedur terapeutik dan penempatan akhir pasien.

Kategorisasi pasien tua dengan pneumonia ini bertujuan untuk mengubah

model perawatan klasik yang secara umum bekerja satu dimensi dan

berpusat pda episode akut, tanpa melihat efek akibat penuaan dan

mengabaikan kondisi fungsional, kognitif, dan sosial sebagaimana yang

terjadi pada sindrom geriatri. Evaluasi terhadap aspek-aspek tersebut

membantu identifikasi derajat kelemahan pada pasien lansia dengan

pneumonia dan mengelompokkan dengan lebih baik risiko dan rencana

perawatan yang lebih spesifik terkait kebutuhan setiap pasien.

Page 9: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

Teks

5

PRESENTASI KLINIS

Konsep umum

Usia dewasa muda dengan pneumonia biasanya mengalami gejala berupa

demam, leukositosis, dan infiltrat pada rontgen dada. Pada pasien lansia

akan sering hanya ditemukan infiltrat, yang tidak selalu disertai dengan

demam atau leukositosis. Terkait alasan ini, diagnosis pneumonia pada usia

tua, sangat bergantung pada interpretasi rontgen dada. Banyak telah

tertulis tentang gambaran radiologi pneumonia, mulai dari karsinoma

bronkogenik, reaksi obat, hingga gagal jantung. Sementara penyakit sistemik

dengan manifestasi paru selalu mendapat diagnosis banding kecurigaan

pneumonia, kondisi sistemik yang sering menyebabkan keraguan pada

pasien dengan kemungkinan pnemonia. Kebanyakan pasien ditransfer ke

rumah sakit dari rumah perawatan, dengan infiltrat paru, dengan atau tanpa

leukositosis, memiliki gagal jantung. Gagal jantung (CHF) mungkin

merupakan eksaserbasi gagal jantung yang ada sebelumnya atau mewakili

infark miokard dan berhubungan dengan CHF. Penyakit paru interstisial,

penyakit yang diinduksi obat, penyakit vaskuler kolagen, dan lain-lain,

semua perlu diperhitungkan selain CHF, sebagai diagnosis banding

pneumonia pada lansia.

Mayoritas pasien lansia dengan pneumonia mengalami batuk berdahak.

Namun, pasien lansia yang dehidrasi atau mengalami gangguan kemampuan

Page 10: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

6

batuk mungkin memproduksi sedikit sputum atau tidak ada sama sekali.

Sedikit sputum mengarah pada pneumonia akibat virus atau atipikal jika

semua faktor seimbang. Sputum yang produktif tidak dapat membedakan

bronkitis kronik dengan eksaserbasi akut akibat pneumonia; sputum

mengandung darah dapat terjadi pada berbagai penyakit non-infeksius,

seperti emboli paru/ infark, stenosis mitral, dan keganasan, namun juga

terjadi pada pneumonia akibat penumokokus atau Klebsiella. Sputum pada

penyakit legionnela dapat bersifat purulen atau mukoid [2,5].

Riwayat penyakit terdahulu

Riwayat, pada pasien dengan pneumonia, memberikan informasi yang

mengarah pada diagnosis pneumonia atau alternatif diagnosis lain terkait

keluhan pasien.

Bertanya pada pasien mengenai riwayat kontak dengan individu lain dengan

gejala serupa cukup berguna dalam wabah influenza atau NHAP akibat C.

pneumoniae. Jika pasien baru saja keluar dari perawatan di rumah sakit,

kemudian dirawat kembali dengan pneumonia dapat dipikirkan apakah itu

merupakan resolusi tidak komplit dari proses awal atau pasien mendapat

pneumonia selama perawatan sebelumnya yang sekarang bermanifestasi

sebagai pneumonia nosokomial. Riwayat kontak dengan individu yang lebih

muda dengan gejala pernapasan dapat dicurigai sebagai pneumonia

mycoplasma pada lansia. Seringkali, pneumoniae mycoplasma tidak

Page 11: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

Teks

7

dipertimbangkan sebagai diagnosis banding, semata karena usia pasien.

Pasien lansia sering dikunjungi dan mengunjungi orang yang lebih muda.

Para pelajar yang pulang dari sekolah, atau mungkin kontak dengan

tetangga atau teman dengan anak kecil, dan jika hal ini tidak dieksplor pada

pasien lansia dengan gejala mirip pneumonia akibat mycoplasma atau C.

pneumonia tidak cukup dipertimbangkan sebagai diagnosis banding. Sama

halnya, kontak dengan burung psittacine dapat dicurigai sebagai psittacosis.

Pasien lansia sering memiliki hewan peliharaan, dimana kebanyakan hewan

pelilharaan, mampu menularkan penyakit infeksius, biasanya tidak

menyebarkan patogen yang berkatian dengan pneumonia. Riwayat stroke

dapat menjadi pemicu episode pneumonia aspirasi berulang. Gangguan

refleks gag dan variasi penyakit esofagus yang luas juga berpengaruh pada

pasien terkait episode pneumonia aspirasi berulang, baik yang didapat di

komunitas, rumah perawatan, atau rumah sakit. Pasien dengan penyakit

paru yang sudah diderita sebelumnya, khususnya penderita bronkitis kronis,

rentan mengalami eksaserbasi bronkitis kronis serta pneumonia. Pasien

dengan riwayat perokok berat sebelumnya membuat mereka lebih mudah

terkena pneumonia, gagal jantung, dan karsinoma bronkogenik. Riwayat

pneumonia berulang mungkin secara kebetulan ditemukan, atau jika ada

alasan fisio-anatomi untuk aspirasi berulang, misalnya penyakit sistem saraf

pusat atau esofagus, kemudian berlanjut pada pneumonia mungkin saja

terjadi. Pasien dengan lupus eritematus sistemik (SLE), myeloma, dan

mereka dengan chronic lymphatic leukemia (CLL), HIV awal dan alkoholik,

Page 12: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

8

semua merupakan pemicu pneumonia yang disebabkan organisme

enkapsulasi seperti Streptococcus pneumoniae and H. influenzae.

Kabanyakan pasien lansia memiliki masalah penurunan imunitas yang

membuat mereka rentan mengidap pneumonia. Pasien dengan kistik

fibrosis jarang bertahan hingga usia tua. Sebaliknya, mereka yang

mengalami bronkiektasis sering mencapai usia yang lebih panjang. Pasien

dengan pneumonia berulang dari lokasi anatomi yang sama dapat

mengalami obstruksi endobronkial berulang. Pneumonia berulang dengan

lokasi anatomi yang sama harus dicurigai adanya karsinoma bronkogenik

dengan episode pneumonia post-obstruktif berulang yang tidak jelas.

Merupakan hal yang penting untuk memperoleh riwayat penyakit jantung

dan paru yang tepat yang menyerupai pneumonia untuk memastikan faktor

pemicu pneumonia pada lansia. Sangat penting pada lansia yaitu riwayat

penyakit paru interstisiil, apapun etiologinya. Membandingkan hasil rontgen

sebelumnya dengan yang terbaru biasanya akan mengklarifikasi penyebab

infiltrat pada paru. Riwayat penyakit kolagen vaskular, seperti remathoid

arthritis atau SLE, dapat menjelaskan infiltrate dan/atau efusi pleura yang

nampak pada rontgen dada. Riwayat radiasi pada mediastinum sebelumnya

mengarah pada kecurigaan pnemonitis akibat radiasi sebagai penyebab

rontgen dada yang abnormal. Riwayat pengobatan yang detail juga berguna,

dimana dapat diketahui obat yang mungkin menyebabkan fibrosis paru,

efusi pelura, infiltrat paru, penyakit paru interstisiil, dan edema non kardio-

Page 13: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

Teks

9

pulmo. Riwayat adanya penyakit jantung sama pentingnya dengan riwayat

penyakit paru, Karena frekuensi CHF pada pasien lansia sangat tinggi. Pasien

mungkin mengalami eksaserbasi dari penyakit jantung yang telah diderita

sebelumnya, atau dapat mengalami gagal jantung akibat kejadian koroner

akut. Perburukan dari CHF yang pernah diderita sebelumnya dapat terjadi

dengan penyakit jantung koroner atau valvular. Sebagai tambahan pada

riwayat, rontgen dada menunjukkan kardiomegali, dengan atau tanpa efusi

pleura, dan terdapat tanda CHF pada pemeriksaan fisik. CHF merupakan

diagnosis yang paling menyerupai pneumonia pada pasien lansia. Dari

riwayatanya harus ditelusuri faktor pemicu emboli paru atau infark, yang

juga menyerupai pneumonia pada pasien lansia. Dari riwayat yang digali

secara teliti dapat diketahui adanya riwayat stasis sekunder yang

berkepanjangan hingga atau persalinan atau perjalanan yang terlalu lama.

Keganasan diasosiasikan dengan keadaan hiperkoagulasi yang juga memicu

pasien mengalami emboli paru. Penyakit sistemik lainnya juga dapat

berpengaruh pada paru baik secara langsung maupun tidak. Skleroderma

dapat menurunkan motilitas esofagus yang memicu terjadinya pneumonia

aspirasi, dan menyebabkan penyakit paru interstisiil yang menyerupai

pneumonia. Dalam menggali riwayat, harus diajukan pertanyaan yang

relevan terhadap gangguan yang memicu pneumonia.

Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan fisik dada ditemukan adanya suara tambahan pada area

Page 14: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

10

pneumonia. Suara napas yang keras dan tubular menandakan adanya

sekresi pada bronkus utama, dan bukan merupakan penanda diagnostik

pneumonia, namun dapat terjadi pada pneumonia. Suara redup pada basal

dapat menjadi penanda adanya karsinoma, CHF, efusi pleura akibat

keganasan atau proses intraabdomen, atau pneumonia bacterial. Efusi

pleura bilateral jarang terjadi, namun jika ada, etiologi adalah infeksi. Efusi

pleura bilateral dapat mengarah pada CHF sebagai diagnosis yang paling

memungkinkan. Penyakit legionnaires’ juga dapat disertai dengan efusi

pleura unilateral. Pada pneumonia akibat H. influenza dapat ditemukan efusi

pleura rinan hingga sedang. Pneumonia pneumokokus dan pneumonia

klebsiella lebih sering menunjukkan empyema dibandingkan efusi pleura,

namun gejala klinis dalam hal auskultasi dada, akan sama. Redup juga

menandakan konsolidasi pada area lobus paru yang terkena.

Sedikit temuan fisik yang berhubungan dengan influenza. Karena influenza

merupakan proses intertisial, auskultasi dada senyap pada pneumonia

influenza primer. Jika terdengar rales, khususnya jika terlokalisir pada satu

segmen atau lobus pada seorang pasien dengan pneumonia viral, dan

disertai pula dengan pneumonia bakterial. Pada pneumonia mycoplasma,

terdapat perbedaan temuan klinis, misalnya temuan auskultasi, gambaran

rontgen dada, yang dapat menjadi petunjuk diagnosis. Pneumonia C.

pneumoniae tidak memiliki temua khas dari pemeriksaan fisik, dan hampir

menyerupai pneumonia mycoplasma dalam presentasi klinis, kecuali untuk

adanya laringitis. Laringitis dapat disebabkan oleh satu dari banyak virus

Page 15: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

Teks

11

respiratori, namun virus- virus ini biasanya tidak menyebakan pneumonia

viral pada lansia. Hubungan antara pneumonia dan laringitis mengarah pada

pneumonia C. pneumniae sampai tidak terbukti, karena suara serak

merupakan kekhasan dari pneumonia C. pneumniae namun tidak untuk

penumonia M. pneumoniae.

Pemeriksaan penunjang

Seperti yang disebutkan sebelumnya, rontgen dada penting untuk

mengesampingkan kondisi yang menyerupai pneumonia dan

mengonfirmasi adanya pneumonia. Temuan lain pada rontgen dada dapat

meiliki signifikansi diagnostik yang penting seperti distribusi lesi secara

anatomis, penampakan lesi, apakah proses terjadi di alveolus atau

intertisial, apakah proses terbatas pada perihilar atatukah perifer, atau

apakah infiltrat terbatas pada segmen atau lobus atau mengabaikan segmen

anatomis paru. Pada semua pasien lansia dengan pneumonia harus

dilakukan kultur darah dan pemeriksaan darah lengkap selain rontgen dada.

Pemeriksaan lain yang harus dilakukan tergantung pada riwayat pasien,

pemeriksaan fisik atau rontgen dada.

Jika dicurigai pneumonia atipikal, maka harus dilakukan pemeriksaan serum

glutamic- oxaloacetic transaminase, serum glutamate pyruvate

transaminase, alkaline phosphatase dan serum phosphorus. Pada pssien

dengan batuk berdahak harus dilakukan pengecatan Gram dan kultur dahak

Page 16: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

12

yang dikeluarkan. PAsien dengan bronkitis kronis tidak membutuhkan kultur

atau perwarnaan Gram untuk sputum, karena hasilnya dapat ditemukan

flora normal atau flora campuran, yang tidak berguna dalam menentukan

etiologi diagnosis spesifik. Untuk patogen spesifik, harus dilakukan

perhitungan titer pada fase akut dan konvalesen, bergantung pda pola

distribusi organ dan ada tidaknya bradikardi relatif. Pemeriksaan serologi

spesifik dapat dilakukan untuk pemeriksaan Legionella, Mycoplasma

pneumoniae, atau C. pneumoniae. Pemisahan titer IgM dan IgG harus

dilakukan. Jika dicurigai Mycoplasma, makan titer agglutinin dingin dapat

dilakukan, dan paling sering meningkat pada awal dimulainya penyakit. Titer

agglutinin dingin sebanyak �64 paling mungkin disebabkan mycoplasma

daripada virus atau penyakit sistemik lainnya. Harus dilakukan perhitungan

titer spesifik IgM dan IgG C. pneumonia. Jika titer chlamydia dilakukan,

laboratorium dapat merespon dengan kombinasi hasil IgM/IgG, yang tidak

berguna, atau dengan titer C. trachomatis.S

Jika terdapat kontak dengan burung psittacine, maka dapat diambil titer

akut dan konvalesen untuk C. psittaci. Titer konvalesen sebaiknya diambil 6-

8 minggu setelah titer akut.Klinisi harus mengingat bahwa tidak semua

pasien menunjukkan peningkatan respon antibodi, dan terapi antimikrobial

dapat memudarkan atau menunda titer konvalesen. Peningkatan serum

transaminase mungkin menandakan penyakit legionnaires’ atau sebagai

alternatif CHF akibat kongesti pasif pada hati, atau infiltrate penyakit hati,

yang juga mempengaruhi paru. Hematuri mikroskopis pada pasien lansia

Page 17: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

Teks

13

pria dapat mengarah pada benign prostatic hypertrophy (BPH), namun jika

tidak terjadi pada pasien pneumonia, dapat mengarah pada penyakit

legionnaires’. Diagnosis penyakit legionnaires’ dapat ditegakan dengan

pewarnaan direct fluorescent antibody (DFA) pada sputum, dengan hasil

yang rendah namun memberikan konfirmasi langsung pada diagnosis jika

hasilnya positif. DFA positif untuk Legionella pada sputum menurun dengan

cepat setelah dimulainya pemberian terapi antimikrobial. Oleh karena itu,

DFA harus diambil dari pasien yang dicurigai memiliki penyakit legionella

dengan sputum yang purulen, segera setelah dirawat inap, dan sebiaknya

sebelum dimulai terapi anti-mikrobial. Pada pasien yang dicurigai Legionella,

uji antigen legionella urin dapat dilakukan. Legionella antigenuria memakan

waktu satu hingga dua minggu untuk menjadi positif, namun menetap selam

berbulan-bulan setelah penyembuhan pneumonia legionella. Legionella

antigenuria merupakan uji konfirmasi retrospektif yang paling membantu,

namun terbatas manfaatnya pada awal dimulainya penyakit. Keterbatan

lainnya dari uji antigen legionella adalah hsilnya positif khasnya untuk

pneumophila serogrup 1 dan tidak positif untuk serogrup L. pneumophila

atau banyak spesies non-L. pneumophila yang menyebabkan penyakit

legionella. Klinisi harus melakukan tes lain yang akan membantu

menyingkirkan penyakiti non-infkesi yang menyerupai pneumonia

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Rontgen dada serial juga penting dalam mengevaluasi efikasi dari terapi

pasien atau kurangnya respon, yang mungkin mengindikasikan terapi

Page 18: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

14

antimicrobial yang tidak sesuai atau adanya penyakit non-infeksius

menyerupai pneumonia. Setelah rontgen dada awal, pengulangan rontgen

dada 3-5 hari setelah inisiasi terapi antimicrobial yang sesuai sangat

bermanfaat. Jika pasien mulai membaik, rontgen ulangan biasanya tidak

diperlukan kecuali jika pasien gagal untuk sembuh secara komplit, atau jika

pneumonia memburuk atau kumat. Abnormalitas pada rontgen dada

mungkin tetap tampak, khususnya pada pneumococcal pneumonia, selama

berbulan-bulan setelah perbaikan klinis. Rontgen dada berulang tidak

diperlukan selama pasien membaik secara klinis dan rontgen kedua telah

menujukkan perkembangan yang berarti.

Jika dicurigai adanya influenza, dapat dilakukan kultur virus dari sekresi

hidung atau orofaring, atau didiagnosis dari pemeriksaan serologi.

Wabahpneumonia akibat C. pneumonia di rumah perawatan paling baik

didiagnosis secara serologi menggunakan titer IgM dan IgG spesifik C.

pneumoniae titers yang dilakukan pada fase akut dan selama masa

konvalesen.

TERAPI ANTIMIKROBIAL

Pemilihan terapi antimrobial empiris untuk pneumonia yang didapat di

komunitas, rumah perawatan atau rumah sakit bergantung pada

perlindungan yang cukup terhadap patogen yang dicurigai. Namun, sebelum

dipilih terapi antimikrobial, pertimbangan lain harus dipikirkan. Pasien harus

Page 19: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

Teks

15

ditanya terkait adanya alergi obat, khususnya reaksi terhadap penicillin dan

sulfonamides. Pasien dengan riwayat alergi penicillin harus ditanyakan

reaksi alerginya, untuk menetukan apakah itu merupakan reaski anafilaktoid

atau non-anafilaktoid. Pasien dengan riwayat alergi penicillin yang tidak

cukup jelas, atau yang reaksi alerginya berupa dema, lesi makulopapula

kemerahan, dapat diberikan antibiotik B-lactam. Pasien dengan riwayat

rekasi anafilaktoid tidak boleh diberikan antibiotik b-lactam namun

diberikan terapi dengan doxycycline, fluoroquinolone, monobactam, atau

carbapenem. Kecuali untuk trimethoprim–sulfamethoxazole, tidak ada

satupun antibiotik yang umum dipakai untuk pneumonia yang mengandung

gugus sulphonamide.

Pasien lansia dengan berbagai derajat hati dan fungsi hati, yang penting

dalam pemilihan antibiotik dan dosis. Pasien dengan penyakit hati berat

membutuhkan antibiotik yang sedikit dieliminasi dan diinaktivasi di hati

dalam dosis hariannya. Sebagia alternatif, pneumonia dapat diterapi dengan

antibiotik yang dieliminasi atau diinaktifasi terutama di ginjal. Karena tidak

terdapat tes yang bagus untuk mengecek fungsi hati, sebagiamana untuk

fungsi ginjal, klinisi harus melakukan penilaian klinis dalam mengurangi dosis

antimikrobial yang dieliminasi di hati. Insufisiensi hati ringan hingga sedang

dapat diterapi dengan aman menggunakan obat-obatan yang secara primer

dieliminasi atau diaktivasi di hati.

Jika antibiotik pilihan untuk mengobati pasien lansia dengan pneumonia

Page 20: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

16

dielilminasi terutama melalu jalur ginjal, makan dosis hariannya harus

dikurangi seiring dengan menurunnya fungsi ginjal. Karena creatinine pada

pasein lansis tidak mewakili fungsi ginjal, penyesuaian dosis elminasi

antibiotik melalui ginjal harsu didasarkan pada perhitungan atau estimasi

creatinine clearance. Jika creatinine clearance pasien setengah dari individu

normal, makan dosis harian harus diturunkan setengahnya. Penyesuaian

dosis dapat tercapai baik dengan mengurani dosis atau mempertahankan

interval dosis, atau mempertahankan dosis dan meningkatkan interval dosis,

atau dengan mengurangi dosis dan meningkatkan interval dosis dimana

dosis harian dikurangi sesuai dengan nilai creatinine clearance Pada pasein

dengan anuria akibat insufisiensi ginjal berat, penyesuaian dosis dapat

dialkukan berdasarkan creatinine clearance, atau sebagia alternatif, dapat

digunakan antibiotik dengan spektrum yang sesuai yang dieliminasi serta

diinaktivasi di hati. Dalam mengobati pasien dialysis, penting utnuk

mencatat apakah pasien menggunakan chronic ambulatory peritoneal

dialysis atau hemodialysis, karena antibiotik tidak dikeluarkan secara

seimbang pada setiap proses dialysis, dimana eliminasinya membutuhkan

perhitungan yang lebih kompleks. Klinisi harus mangacu pada standar

referensi dalam menentukan dosis antimicrobial dalam dialisis, atau

memiliki penyakit infeksius dan konsultasi ginjal sebagai paduan untuk obat-

obatan dosis spesifik pada pasien dengan dialysis peritoneal atau

hemodialisis.

Pasien lansia sering memiliki akses vena yang buruk, mengakibatkakn terapi

Page 21: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

Teks

17

intravena, khususnya di rumah perawatan pasien menjadi sulit. Pasien yang

dirawat di rumah sakit dengan CAP atau mendapat pneumonia di rumah

sakit, dapat diterapi secara intravena, karena akses vena biasanya diperoleh

dari vena sentral atau vena seksi, jika diperlukan. Dahulu, rute pemberian

obat intramuscular diandalkan, khususnya pada fasilitas perawatan kronis,

yang memiliki kekurangan dalam tim intravena dan Kesulitan dalam

pemasangan jalur intravena pad a lansia. Kecuali untuk aminoglycosides dan

ceftriaxone, kebanyakan antibiotik yang digunakan untuk pneumonia tidak

diberikan secara intramuscular. Karena pasien lansia sering mengalami

penurunan masa otot, sulit dan tidak nyaman bagi pasien utnuk

mendapatkan terapi antimicrobial melalui jalur ini.

Karena kesulitan pemberian antimikroba secara intravena dan

intramuskular, telah terjadi peningkatan kecenderungan terapi

menggunakan antibiotik oral baik secara total maupun parsial. Pasien

dengan pneumonia nosokomial kebanyakan diterapi dengan antibiotik

intravena. Sebaliknya, pasien CAP yang dirawat inap biasanya dimulai

dengan terapi empiris antimikroba menggunakan antibiotik intravena, dan

pasien yang membaik setelah 48 jam diubah menjadi terapi antibiotik per

oral.

Terjadi peningkatan yang besar terkait program pergantian intravena

menjadi per oral pada rumah sakit yang merawat pneumonia serta penyakit

infeksi lainnya. Program perubahan terapi intravena menjadi per oral

Page 22: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

18

memberikan manfaat farmakoekonomik yang penting pada sistem

pelayanan kesehatan., dan bermanfaat bagi pasien di rumah sakit. Terapi

antimikrobial oral menghapus kebutuhan akses vena dan pasien lebih cepat

dipulangkan dari rumah sakit. Melalui pengurangan atau penghapusan

antibiotik intravena, frekuensi phlebitis terkait terapi intravena berkurang.

Keuntungan farmakokinetik pada pasien sembuh dari pneumonia yang

dipulangkan lebih awal dengan terapi antimikrobial oral tidak boleh

disepelekan. Terapi anti microbial oral tidak hanya penting dalam perawatan

pasien rawat inap dengan CAP namun secara khusus utnuk pasein dengan

pneumonia pda fasilitas perawatan kronis. Pasien NHAP merupakan

kelompok yang paling merasakan manfaat dari terapi anti mikrobial oral.

Tenaga kerja di rumah perawatan tidak siap sedia seperti di rumah sakit.

Populasi utama pasien adalah lansia dan memiliki masa otot yang terbatas

dan akses vena yang buruk. Pengobatan NHAP diselesaikan melalui rute oral

memberikan beberapa manfaat bagi pasien. Pengobatan NHAP awal dengan

antibiotik oral memberikan kesempatan pada pasien untuk tetap berada di

rumah perawatan dan menyelesaikan rangkaian terapi di sana. Pengobatan

awal NHAP dapat mencegah pasien ditransfer ke fasilitas perawatan tingkat

tiga untuk tujuan rawat inap, yang mungkin tidak diperlukan jika terapi

antimicrobial oral dimulai pada fasilitas perawatn kronis (Tabel 1).

Page 23: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

Teks

19

Pemilihan terapi antibiotik empiris

Terapi empiris antimikroba harus didasarkan sesuai pathogen yang dicurigai,

yang berbeda menurut lokasi pneumonia diperoleh. Dokter harus mengenal

patogen yang paling mungkin diperoleh pasien dengan CAP, NHAP, atau NP,

untuk menentukan antimikroba sesuai dengan spektrumnya. Terapi

antimicrobial yang optimal yaitu yang tidak melewatkan patogen yang

penting dan juga tidak memberikan perlindungan berlebih terhadap

patogen yang diketahui maupun yang ternyata tidak ada.

Patogen yang bertanggung jawab untuk CAP yaitu Streptococcus

pneumoniae, H. influenzae, and Moraxella catarrhalis. K. pneumonia

Page 24: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

20

merupakan pertimbangan tambahan pada pasien dengan sirosis alkoholik..

Enterobacter, Serratia, Acinetobacter and Pseudomonas aeruginosa dapat

tidak diikutkan dalam perlindungan empiris pada pasien lansia dengan CAP.

Pneumonia aspirasi yang didapat dari komunitas diakibatkan oleh flora

anaerobik yang teraspirasi. Bakteri anaerobik dari atas pinggang, termasuk

flora orofaringeal, tidak membutuhkan perlindungan anti-Bacillus fragilis,

dan biasanya sensitif terhadap hamper semua antibiotik pilihan untuk

mengobati pneumonia.

Karena pneunonia aspirasi merupakan entitas klinis yang penting, dengan

mortalitas dan morbiditas yang menyertainya, sehingga bukan menjadi

pertibangan terapeutik yang penting. Sekitar 85% dari CAP diakibatkan oleh

bakteri patogen yang disebutkan di atas, menurut wilayah geografisnya, dan

15% sisanya disebabkan oleh patogen atipikal, seperti Legionella,

Mycoplasma, atau C. pneumoniae. Legionella dan C. pneumonia merupakan

penyebab pneumonia tipikal pada lansis yang paling sering, dan

Mycoplasma pneumonia relative sedikit pada kelompok usia ini [6].

Kebanyakan klinisi lebih suka memberikan terapi yang mencakup baik

patogen tipikal maupun atipikal dengan antibiotik empiris. Karena umunya

pasien lansia mengonsumsi banyak obat-obatan, polifarmasi menjadi

potensi masalah dalam interaksi antar obat.

Karena kombinasi terapi tidaklah lebih baik daripada monoterapi,

monoterapi lebih disukai atas dasar harganya yang murah dan

Page 25: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

Teks

21

kemudahannya Kombinasi terapi yang telah digunakan dalam terapi CAP

meliputi cephalosporin generasi ketiga, biasanya ceftriaxone, plus

doxycycline atau macrolide. Pada rejimen parenteral, erythromycin atau

azithromycin telah banyak digunakan dan paling sering dikombinasikan

dengan ceftriaxone. Ceftriaxone, doxycycline atau quinolone untuk penyakit

respirasi merupakan rejimen monoterapi yang cukup popular. Ceftriaxone

saja (monoterapi) efektif melawan semua tipe patogen, namun tidak untuk

patogen atipikal. Ceftriaxone tidak memiliki batasan ekuivalen per oral

untuk pengaplikasiannya dalam program mengganti rejimen dari intravena

menjadi per oral. Makrolid sebiaknya tidak dipergunakan sebagai

monoterapi dalam mengobati CAP, karena sekitar 20% dari strain

Streptococcus pneumoniae resisten terhadap semua makrolid. Doxycycline

tersedia dalam bentuk intravena dan per oral, dan efektif melawan baik

patogen tipikal maupun atipikal. Keduanya ceftriaxone and doxycycline

efektif melawan hamper semua strains Streptococcus pneumoniae yang

resisten terhadap penicillin. Quinolones respiratoryyang sangsat aktif

melawan baik patogen tipikal maupuan atipikal yang menyebabkan CAP.

Karena ciprofloxacin relative inaktif melawan Streptococcus pneumoniae,

bahkan jika ia aktif melawan patogen atipikal, tidak disebut sebagai

‘quinolone respiratori’. Levofloxacin merupakan quinolone respiratori

pertama dan satu-satunya yang telah digunakan hamper secara luas. Saat

ini, quinolone respiratori lainnya, seperti gatifloxacin, ekuivalen dengan

levofloxacin dalam aktivitasnya melawan baik patogen tipikal maupun

Page 26: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

22

atipikal sebagaimana hampir semua strains pneumokokus yang resisten

terhadap penicillin. Quinolone respiratori ideal dalam program pergantian

dari intravena menjadi per oral. Karean bioavailabilitasnya yang sangat

tinggi, sebesar 99–100% untuk levofloxacin, antibiotik ini ideal tidak hanya

untuk program pergantian dari intravena menjadi per oral, namun juga

dalam pengobatan CAP dan NHAP ketika digunakan per oral saja.

Karena distribusi patogen NHAP hamper bersamaan dengan CAP, NHAP

harus diterapi dengan cara yang sama dengan CAP. Perlindungan empiris

pada NHAP haus ditujukan melawan Streptococcus pneumoniae, H.

influenzae, atau Moraxella catarrhalis. Seperti halnya CAP, pneumonia

aspirasi, penyebab NHAP yang umum, dapat diterapi dengan monoterapi

atau kombinasi terapi seperti yang disebutkan di atas. Karena monoterapi

oral bermanfaat pada HP, doxycucline atau quinolone respiratori merupakan

agen ideal untuk pengobatan NHAP. Ketidakmampuan untuk memasang

akses intravena, atau tertundanya pemasangan, sering terjadi saat transfer

pasien NHAP ke rumah sakit untuk pengobtan pneumonianya. Pemberian

anibiotik oral yang sesuai sedini mungkin pada pasien NHAP memberikan

manfaat pengobatan, dan menghilangkan kebutuhan transfer pasien ke

fasilitas perawatan tersier.

Pneumonia nosocomial disebabkan oleh bakteri basil aerob Gram-negatif

yang ditemukan di lingkungan rumah sakit. Perlindungan biasanya idlakukan

melawan P. aeruginosa karena merupakan organisme paling invasif yang

Page 27: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

Teks

23

menyebabkan pneumonia di rumah sakit.

Pneumonia nekrosis akibat P. aeruginosa tidak umum diasosiasikan dengan

mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Antibiotik efektif melawan P.

aeruginosa biasanya efektif melawan bakteri basil aerob Gram-negatif yang

lain yang mungkin menyebabkan HP seperti Escherichia coli, K. pneumoniae,

atau Serratia marcescens. Terapi empiris yang sesuai dilakukan dengan

beberapa cara, tergantung pada ada tidaknya P. aeruginosa sebagai patogen

yang dicurigai. Jika pasien dating dengan pneumonia nekrosis yang

dikarakteristikan dengan kavitasi yang cepat pada gambaran rontgen dada

dan gejala klinis yang berat, maka kebanyakan klinisi lebih suka memberikan

perlindungan antipseudomonal ganda. Rejimen lain meliputi obat ganda

antipseudomonal empiris untuk rangkaian terapi selama 14 hari, apapun

etiologi dari NP. Sebagai alternatif, beberapa pusat perawatan lebih suka

memulai terapi dengan obat antipseudomonal ganda dan menghentikan

salah satu antibiotik setelah 72 jam, jika Pseudomonas tidak tampak secara

klinis atau terisolasi dari darah. Pendekatan lain untuk memulai terapi

dengan antibiotik tunggal antipseudomonal, dan tambahan

antipseudomonal kedua jika Pseudomonas tampak secara klinis atau

tumbuh dari aliran darah setelah 72 jam. Empat belas hari merupakan durasi

terapi biasa, tanpa melihat pilihan rejimen.

Pneumonia aspirasi nosokomial akibat sekresi orofaring yang teraspirasi

dan yang telah terkolonisasi oleh bakteri basil aerob Gram-negatif selama

Page 28: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

24

minggu pertama rawat inap. Bahan orofaring yang teraspirasi ini

mengandung organisme anaerob, seperti pada kasus pneumonia aspirasi

yang didapat dari komunitas, namun selain itu, juga mengandung bakteri

basil aerob Gram-negatif dari lingkungan rumah sakit. Karena organisme

anaerobik bukan merupakan pertimbangan penting pada pneumonia

aspirasi, terapi pneumonia nososkomial, baik aspirasi maupun tidak, harus

langsung ditujukan melawan bakteri basil Gram-negative bacilli dan bukan

organisme anaerob, sepertin halnya pada pneumonia aspirasi CAP atau

NHAP.

PENCEGAHAN MELALUI VAKSINASI

Streptococcus pneumoniae bertanggungjawab terhadap sejumlah kasus

pneumonia, dan vaksin telah dikembangkan sebagai usaha untuk mencegah

penyakit dan kematian. Vaksin penumokokus merupakan pilihan yang

menarik seiring dengan meningkatnya resistensi antibiotik terhadap strain

pneumokokus. Empat belas serotipe pertama vaksin polisakarida

pneumokokus telah ada sejak tahun 1981, dan sejak 1983, 23 serotipe

vaksin telah digunakan, mengandung secara kasar 90% serotype

Streptococcus pneumoniae. Namun, efektivitas vaksni pneumokokus masih

kontroversial dan telah menjadi subyek dari beberapa uji coba acak

terkontrol dan meta-analisis.

Cornu et al20 melakukan 14 uji coba pada tahuan 2001 dengan total 48.837

Page 29: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

Teks

25

pasien (bukti tingkat I). Mereka menemukan bahwa vaksin pneumokokus

memiliki efikasi yang tinggi dalam mencegah pneumonia pnumokokus

(bacteremia) sebesar 71%, dugaan pneumonia pneumokokus sebesar 40%,

dan mortalitas akibat pneumonia sebesar 32%, namun tidak semua

menyebabkan pneumonia atau kematian, yang sama dengan meta-analisis

sebelumnya. Analisis ini tidak mampu menunjukkan efikasi preventif

melawan semua penyebab pneumonia dan diperkirakan karena adanya

heterogenitas antar penelitian dan menurunnya kekuatan statistic. Analisis

subkelompok pasien lansia juga tidak menunjukkan adanya hasil positif

untuk beberapa poin akhir, terutama akibat rendahnya kekuatan statistik.

Studi lain melihat efektivitas vaksin pneumokokus pada pasien usia lebih

dari 65 tahun (bukti tingkat III). Studi ini merupakan kohort retrospektif dari

47.365 subyek dan menunjukkan bahwa vaksin efektif dalam menurunkan

bakteremia, namun tidak mengubah risiko pasien rawat jalan atau bebrapa

kasus community-acquired pneumonia atau pneumonia nonbacteremic

pneumococcal baik yang membutuhkan rawat inap atau tidak. Hal ini

disepakati dengan meta analisis oleh Cornu.

Pada pasien lansia yang tirah baringm vaksinasi penumokokus

memperpendek total keseluruhan hari demam dan mengurangi tingkat

rawat inap namun, tidak mengubah mortalitas pneumonia atau penyakit

invasif penumokokus (bukti tingkat IV). Dalam suatu studi kasus kontrol,

diperkirakan efikasi vaksin menurun setelah usia 75 tahun (bukti tingkat

Page 30: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

26

IV).24

Vaksin diberikan setiap 5 tahun, meskipun efikasinya lebih rendah,

vaksin ini menjadi pilihan yang menarik seiring meningkatnya risiko

pneumonia pada populaasi lansia.

Ulasan penelitian oleh The Cochrane Collaboration dari tahun 1966 hingga

Juni 2007 diketahui bahwa kombinasi hasil studi-studi ini sekali lagi gagal

untuk menunjukkan efektivitas vaksin pneumokokus polisakarida dalam

mencegah baik pneumonia (odds ratio 0.71, confidence interval 0.52– 0.97)

atau kematian (odds ratio 0.87, confidence interval 0.69 –1.10) (bukti

tingkat I).25 Meskipun uji coba sebelumnya mempunyai hasil postif yang

lebih banyak, namun kumpulan uji coba setelah tahun 1977 menunjukkan

tidak adana efek. Hal ini dapat disebabkan oleh perkembangan metodologi

penelitian atau perbedaan pengaturan studi terhadap penurunan efikasi

seiring waktu. Juga diketahui bahwa penelitian terdahulu sering dilakukan

pada populasi sehat yang berisiko tinggi dimana manfaat vaksin yang

diharapkan menjadi lebih besar. Serta, kesulitan dalam diagnosis mungkin

menjadi alasan mengapa hasil kumpulan uji terkontrol acak terhadap vaksin

pneumokokus tidak menunjukkan manfaat yang signifikan.26

Beberapa studi

dialkukan denagn kultur darah yang diisolasi, smeentara yang lainnya

menggunakan kultur sputum dan serologi.

Selain itu, studi kasus kontrol (bukti tigkat IV) menunjukkan keberhasilan

dalam mencegah penyakit pneumokokus invasif (OR 0.48, confidence

interval 0.37- 0.61) yang sesuai dengan efikasi sebesar 53%. Dengan

Page 31: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

Teks

27

demikian, bukti dari studi tidak acak menunjukkan bahwa vaksin efektif

dalam mengurangi penyakit pneumokokus invasif pada orang dewasa. Para

penulis memperkirakan insiden infeksi pneumokokus menjadi 0,01%. Efikasi

sebesar 50% sesuai dengan jumlah yang diperlukan untuk mengobati oleh

20.000 vaksinasi per infeksi yang dihindari, dan mungkin 50.000 per

kematian yang dihindari. Secara keseluruhan, tampaknya vaksin merupakan

pilihan yang efektif dari segi harga dan dapat mencegah penyakit

pneumokokus invasif dengan sedikit efek samping. Vaksinasi dianjurkan

untuk semua pasien yang imunokompeten >65 tahun, dan semua orang

yang lebih muda dengan penyakit kronis seperti penyakit jantung, penyakit

paru kronis, diabetes mellitus, alkoholisme, penyakit hati kronis, kebocoran

cairan serebrospinalis, dan asplenia fungsional atau anatomis.

Sedikit kontroversi yang muncul terkait vaksin influenza karena merupakan

pilihan preventif yang menarik dan efektif dari segi harga. Vaksin yang kini

digunakan bersifat trivalent dan mengandung dua virus tipe A dan satu virus

tipe B. Suatu meta-analisis dari 20 studi yang dilakukan terhadap psien usia

lebih dari 65 tahun penderita community-acquired pneumonia menunjukkan

bahwa vaksin mengurangi kejadian pneumonia hingga 53%, rawat inap

sebesar 50%, dan tingkat mortalitas sebesar 68% (bukti tingkat I). Meskipun

infeksi paru bukan merupakan gejala utama dari influenza, namun

berasosiasi kuat dengan mortalitas, baik karena pneumonia akibat virus atau

superinfkesi bakteri. Terdapat konsensus pada pustaka bahwa vaksin

influenza harus diberikan setiap tahun bagi semua pasien usia tua dan

Page 32: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

TEKS

28

merupakan faktor penting perawatan pasien-pasien ini di rumah. Termasuk

para individu lain yang berisiko tinggi atau berisiko tertular influenza,

seperti tenaga kesehatan, juga harus divaksinasi. Menariknya, ulasan

terbaru oleh Simonsen et al mempertanyakan efikasi setelah usia 70 tahun

dan pada lansia yang lemah. Penulis menilhat kurangnya bukti pada populasi

ini dan kohort studi yang memiliki bias dengan memvaksin lansia yang

“sehat”. Diperkirakan bahwan efektivitas vaksin menurun setelah usia 70

tahun dan karena kurangnya uji coba acak terkontrol pada populasi ini.

Meskipun demikian, penulis menyimpulkan bahwa vaksin harus masih

diberikan pada pasien lansia hingga terdapat lebih banyak bukti yang

ternyata bertentangan.

Selain vaksin, cara lain untuk mencegah pneumonia tidak boleh diabaikan.

Hal ini meliputi cuci tangan yang benar (khususnya di rumah sakit untuk

mencegah penyebaran bakteri dan mikrobiologi lain), memastikan

kebersihan mulut (Khusunya pada pasien yang tidak dapat merawat diri

mereka sendiri) dan menghindari aspirasi pneumonia dengan memastikan

kepala tempat tidur dinaikkan dan pasien dalam keadaan sadar saat sedang

makan.

Page 33: simdos.unud.ac.id...malnutrisi juga merupakan problem lain yang sering terjadi menjadi risiko terjadinya pneumonia. Pada usia lanjut sering terjadi akumulasi penyakit khronis degenerative

Teks

29

DAFTAR RUJUKAN

1. Falsey AR and Walsh EE, Viral Pneumonia In Older Adults, Clinical

Infectious Diseases 2006;42:518–24

2. Castillo JG, Sánchez FJM, Llinares P, Menéndez R, Mujal A, Navas E,

Et Al, Guidelines For The Management Of Community- Acquired

Pneumonia In The Elderly Patient, Rev Esp Quimioter 2014;27(1):

69-86

3. Tipping B, Villiers LD, Pneumonia In The Elderly—Diagnosis And

Treatment In General Practice, SA Fam Pract 2006;48(5): 24-28)

4. Chong CP and Street PR Pneumonia In The Elderly: A Review Of

Severity Assessment, Prognosis, Mortality, Prevention, And

Treatment Southern Medical Journal 2008:101(11): 1134-40

5. Singh YD. Pathophysiology Of Community Acquired Pneumonia JAPI

2012;60: 7-9

6. O’Connor S, Aspiration Pneumonia And Pneumonitis, Aust Prescr

2003;26:14–7

7. Riquelme R, Torres A, El-Ebiary M, Mensa J, Estruch R, Ruiz M,et al,

Community-Acquired Pneumonia In The Elderly, Am J Respir Crit

Care Med 1997;156:1908–1914.