berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/buku/public-file/buku-public-3.pdf · desain sampul dan...

136

Upload: dinhthuy

Post on 03-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Sanksi Pelanggaran Pasal 72

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002

Tentang Hak Cipta.

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan

perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing – masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

KAJIAN DANA DESA DI PROVINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2015-2017

i-viii, 1-121 hlm: 17x25 cm

ISBN 978-602-50017-2-7

Hak Cipta @ 2018

Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara, Badan Keahlian DPR RI

Penanggungjawab/Ketua

Helmizar

Koordinator

Sukmalalana, S.E, S.S, M.A.P.

Kiki Zakiah, S.E, M.A.P.

Editor :

Ageng Wardoyo, S.H.

Sarjiyanto, S.E., M.B.A.

Anggota :

M. Aaqil Imama, S.I.Kom.

Nur Muhamad Ridwan, S.E.

Sindi Meida Rizkiana, S.E.

Syandi Negara, S.Sos.

Maryani, S.AB.

Desain Sampul dan Layout

Eri Fareza, S.I.Kom.

Diterbitkan:

PUSAT KAJIAN AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA

BADAN KEAHLIAN DPR RI

Jl. Jenderal Gatot

Subroto Lt 6 R 605, Jakarta 10270

Tlp. 021 – 5715 99

KATA PENGANTAR Drs. Helmizar

Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara

Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas izin nya Buku

Kajian Dana Desa di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015-2016 dapat

diterbitkan. Buku ini mengacu pada Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2015-2016. Buku

kajian yang disusun oleh Pusat Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat

Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI ini merupakan salah satu upaya dalam

optimalisasi pelaksanaan unsur pendukung keahlian, khususnya dalam

pelaksanaan fungsi pengawasan.

Sebagaimana diketahui bahwa, sejak tahun 2015 Pemerintah telah

berkomitmen untuk melaksanakan Undang-Undang Desa dengan

mengalokasikan dana dari APBN yang khusus untuk transfer ke Desa

melalui kabupaten/kota se-Indonesia. Adapun alokasi anggaran Dana Desa

setiap tahun selalu meningkat. Melihat besaran anggaran Dana Desa yang

ditetapkan dalam APBN tersebut, maka penting untuk mengetahui

implementasi dan dinamika pengelolaan Dana Desa selama 3 (tiga) tahun

(2015 s.d 2017) dengan menggunakan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI

sebagai basis datanya.

Buku ini berisi mengenai gambaran umum Dana Desa di Provinsi

Jawa Tengah, yang disusun berdasarkan dari 35 (tiga puluh lima) kab/kota

mengingat penyaluran Dana Desa hanya pada kabupaten, maka objek yang

dikaji dalam buku ini hanya berjumlah 29 (dua puluh sembilan) kabupaten.

Penyusunan kajian dikelompokan berdasarkan dapil ini, adalah untuk

mempermudah Anggota Dewan dalam melaksanakan fungsi pengawasan

sesuai daerah pemilihan masing-masing.

Selain itu, kajian ini juga disajikan secara informatif dalam bentuk

infografis dengan dilengkapi informasi dan kajian terhadap temuan hasil

pemeriksaan BPK terkait Dana Desa dan hasil kajian KPK terhadap

penggunaan Dana Desa di Provinsi Jawa Tengah. Meskipun masih dirasa

kurang sempurna, diharapkan buku ini dapat dijadikan referensi dan

memenuhi kebutuhan Anggota Dewan dalam melakukan pengawasan

implementasi Dana Desa yang merupakan amanat Undang-undang Nomor 6

Tahun 2014 tentang Desa.

Akhirnya kami ucapkan terimakasih atas terbitnya buku ini dan

semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Kritik dan

perbaikan yang bersifat konstruktif sangan kami harapkan untuk perbaikan

di masa yang akan datang.

Jakarta, Februari 2018

Drs. Helmizar

NIP. 19640719 199103 1 003

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................... i

Daftar Isi............................................................................ iii

Bab I Pendahuluan..................................................................... 1

Bab II Gambaran Umum Dana Desa......................................... 3

A Filosofi Implementasi Otonomi Desa di Indonesia. 3

B A. Dana Desa sebagai Komitmen Pemerintah............. 6

C B. Pengalokasian dan Penyaluran Dana Desa.............. 7

D C. Pertanggungjawaban Dana Desa............................. 10

E Kondisi Pengawasan Dana Desa Sampai Saat Ini... 11

F Metode Penulisan.................................................... 16

Bab III Kajian Dana Desa Di Provinsi Jawa Tengah................ 17

A Gambaran Umum Dana Desa di Provinsi Jawa

Tengah..................................................................... 17

B A. Kajian Dana Desa di Jawa Tengah berdasarkan

Daerah Pemilihan.................................................... 23

1 Daerah Pemilihan Jateng I................................... 23

a Kabupaten Semarang.................................... 25

b Kabupaten Kendal ........................................ 26

2 Daerah Pemilihan Jateng II.................................. 29

a Kabupaten Demak......................................... 31

b Kabupaten Jepara......................................... 32

c Kabupaten Kudus......................................... 34

3 Daerah Pemilihan Jateng III................................ 37

a Kabupaten Blora........................................... 39

b Kabupaten Grobogan.................................... 41

c Kabupaten Pati.............................................. 42

d Kabupaten Rembang..................................... 44

4 Daerah Pemilihan Jateng IV................................ 47

a Kabupaten Sragen......................................... 49

b Kabupaten Karanganyar............................... 50

c Kabupaten Wonogiri.................................... 52

5 Daerah Pemilihan Jateng V.................................. 55

a Kabupaten Sukoharjo.................................... 57

b Kabupaten Boyolali...................................... 58

c Kabupaten Klaten......................................... 59

6 Daerah Pemilihan Jateng VI................................ 63

a Kabupaten Magelang.................................... 65

b Kabupaten Purworejo................................... 67

c Kabupaten Temanggung............................... 69

d Kabupaten Wonosobo................................... 70

iv

7 Daerah Pemilihan Jateng VII............................... 73

a Kabupaten Kebumen.................................... 75

b Kabupaten Banjarnegara............................... 76

c Kabupaten Purbalingga................................. 79

8 Daerah Pemilihan Jateng VIII............................. 81

a Kabupaten Banyumas................................... 83

b Kabupaten Cilacap........................................ 85

9 Daerah Pemilihan Jateng IX................................ 87

a Kabupaten Tegal........................................... 89

b Kabupaten Brebes......................................... 91

10 Daerah Pemilihan Jateng X................................. 93

a Kabupaten Pekalongan................................. 95

b Kabupaten Pemalang.................................... 97

c Kabupaten Batang......................................... 99

BAB IV Kesimpulan dan Saran.................................................... 101

Daftar Pustaka................................................................... 105

Daftar Singkatan dan Akronim.......................................... 111

Lampiran........................................................................ 113

a Opini BPK atas LKPD............................................... 113

b Temuan BPK atas Kelemahan dalam sistem

pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap

ketentuan peraturan perundang undangan Dapil 1 -

10............................................................................. 115

c Dana Desa Nasional.................................................... 117

d Dana Desa per Dapil................................................... 118

e Dana Perimbangan Jawa Tengah............................... 119

v

DAFTAR GAMBAR

BAB II

Gambar 1. Kronologi Perumusan UU Desa........................................... 3

Gambar 2. Persebaran Jumlah Desa di Indonesia.................................. 5

Gambar 3. Mekanisme Pengalokasian Dana Desa................................. 8

Gambar 4. D. Mekanisme Teknis Penyaluran Dana Desa.......................... 9

Gambar 5. E. Penyaluran Dana Desa Tahun 2015-2016............................ 10

Gambar 6. F. Alur umum pelaporan Dana Desa........................................ 10

Gambar 7. Pihak-pihak Pengawas Pelaksana Dana Desa...................... 12

vi

DAFTAR GRAFIK

BAB II

Grafik 1. Alokasi Dana yang masuk ke Desa dari tahun 2015-

2017................................................................................ 7

BAB III

Grafik 2. Perkembangan Realisasi Alokasi Dana Desa................. 17

Grafik 3. Perkembangan Dana Desa di Kab. Semarang................ 25

Grafik 4. Porsi Dana Desa Kab. Semarang .................................. 26

Grafik 5. G. Perkembangan Dana Desa di Kab. Kendal..................... 27

Grafik 6. H. Porsi Dana Desa Kab. Kendal........................................ 27

Grafik 7. I. Perkembangan Dana Desa di Kab. Demak..................... 31

Grafik 8. Porsi Dana Desa Kab. Demak........................................ 32

Grafik 9. Perkembangan Dana Desa di Kab. Jepara...................... 33

Grafik 10. Porsi Dana Desa Kab. Jepara.......................................... 33

Grafik 11. Perkembangan Dana Desa di Kab. Kudus...................... 34

Grafik 12. Porsi Dana Desa Kab. Kudus.......................................... 35

Grafik 13. Perkembangan Dana Desa di Kab. Blora....................... 39

Grafik 14. Porsi Dana Desa Kab. Blora........................................... 40

Grafik 15. Perkembangan Dana Desa di Kab. Grobogan................ 41

Grafik 16. Porsi Dana Desa Kab. Grobogan................................... 42

Grafik 17. Perkembangan Dana Desa di Kab. Pati.......................... 43

Grafik 18. Porsi Dana Desa Kab. Pati.............................................. 43

Grafik 19. Perkembangan Dana Desa di Kab. Rembang................. 44

Grafik 20. Porsi Dana Desa Kab. Rembang..................................... 45

Grafik 21. Perkembangan Dana Desa di Kab. Sragen..................... 49

Grafik 22. Porsi Dana Desa Kab. Sragen......................................... 50

Grafik 23. Perkembangan Dana Desa di Kab. Karanganyar............ 51

Grafik 24. Porsi Dana Desa Kab. Karanganyar............................... 51

Grafik 25. Perkembangan Dana Desa di Kab. Wonogiri................. 52

Grafik 26. Porsi Dana Desa Kab. Wonogiri..................................... 53

Grafik 27. Perkembangan Dana Desa di Kab. Sukoharjo................ 57

Grafik 28. Porsi Dana Desa Kab. Sukoharjo.................................... 58

Grafik 29. Perkembangan Dana Desa di Kab. Boyolali................... 58

Grafik 30. Porsi Dana Desa Kab. Boyolali...................................... 59

Grafik 31. Perkembangan Dana Desa di Kab. Klaten...................... 60

Grafik 32. Porsi Dana Desa Kab. Klaten......................................... 60

Grafik 33. Perkembangan Dana Desa di Kab. Magelang................ 65

Grafik 34. Porsi Dana Desa Kab. Magelang.................................... 66

Grafik 35. Perkembangan Dana Desa di Kab. Purworejo................ 67

Grafik 36. Porsi Dana Desa Kab. Purworejo................................... 68

Grafik 37. Perkembangan Dana Desa di Kab. Temanggung........... 69

vii

Grafik 38. Porsi Dana Desa Kab. Temanggung............................... 70

Grafik 39. Perkembangan Dana Desa di Kab. Wonosobo............... 71

Grafik 40. Porsi Dana Desa Kab. Wonosobo................................... 72

Grafik 41. Perkembangan Dana Desa di Kab. Kebumen................. 75

Grafik 42. Porsi Dana Desa Kab. Kebumen.................................... 76

Grafik 43. Perkembangan Dana Desa di Kab. Banjarnegara........... 77

Grafik 44. Porsi Dana Desa Kab. Banjarnegara............................... 78

Grafik 45. Perkembangan Dana Desa di Kab. Purbalingga............. 79

Grafik 46. Porsi Dana Desa Kab. Purbalingga................................. 80

Grafik 47. Perkembangan Dana Desa di Kab. Banyumas............... 83

Grafik 48. Porsi Dana Desa Kab. Banyumas................................... 84

Grafik 49. Perkembangan Dana Desa di Kab. Cilacap.................... 85

Grafik 50. Porsi Dana Desa Kab. Cilacap........................................ 86

Grafik 51. Perkembangan Dana Desa di Kab. Tegal....................... 89

Grafik 52. Porsi Dana Desa Kab. Tegal........................................... 90

Grafik 53. Perkembangan Dana Desa di Kab. Brebes..................... 91

Grafik 54. Porsi Dana Desa Kab. Brebes......................................... 92

Grafik 55. Perkembangan Dana Desa di Kab. Pekalongan.............. 95

Grafik 56. Porsi Dana Desa Kab. Pekalongan................................. 96

Grafik 57. Perkembangan Dana Desa di Kab. Pemalang................. 97

Grafik 58. Porsi Dana Desa Kab. Pemalang.................................... 98

Grafik 59. Perkembangan Dana Desa di Kab. Batang..................... 100

Grafik 60. Porsi Dana Desa Kab. Batang......................................... 100

viii

DAFTAR TABEL

BAB II

Tabel 1. Permasalahan Utama Sistem Pengendalian Intern

Atas Pengelolaan Keuangan Desa Pada Beberapa

Pemerintah Daerah di Jawa Tengah............................. 18

Tabel 2. Permasalahan Utama Ketidakpatuhan Terhadap

Peraturan Perundang-undangan Atas Pengelolaan

Keuangan Desa Pada Beberapa Pemerintah Daerah di

Jawa Tengah................................................................. 19

Tabel 3. Jumlah Dana Desa ke Kab/ Kota se-Jawa Tengah....... 20

BAB III J.

Tabel 4. Porsi Dana Desa di Kecamatan Pakis, Kab.

Magelang...................................................................... 66

Tabel 5. Anggaran dan Belanja Bantuan Keuangan ke Desa.... 90

Tabel 6. Anggaran dan Belanja Bantuan Keuangan ke Desa.... 96

Tabel 7. Anggaran dan Belanja Bantuan Keuangan ke Desa.... 98

1

BAB I

PENDAHULUAN

Hasil pemeriksaan BPK semester II Tahun 2016 oleh BPK RI

Menurut laporan hasil pemeriksaan BPK terkait pengelolaan

keuangan desa di atas, pada umumnya entitas setuju dengan temuan BPK

dan menyatakan akan menindaklanjuti dengan memberikan sanksi berupa

teguran tertulis kepada penanggungjawab dan pelaksana kegiatan menarik

dan menyetorkan kelebihan pembayaran/denda keterlambatan serta

kekurangan penerimaan kas negara daerah serta akan memperhitungkan

kelebihan pembayaran pada pembayaran termin berikutnya. BPK juga

memberikan rekomendasi kepada kepala daerah agar:

1. Menarik dan menyetorkan ke kas desa atas kelebihan pembayaran

yang tengah terjadi kerena volume perkerjaan, selisih harga dan

karena hal lainnya.

2. PPN dan PPh yang telah dipungut segera disetorkan ke kas negara.

3. Melakukan bimbingan teknis/ pelatihan dan pengarahan kepada para

kepala desa dan perangkat desa dalam rangka pengelolaan keuangan

desa termasuk penyusunan RAB kegiatan.

4. Menyusun petunjuk teknis dan meningkatkan pembinaan,

pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan pengelolaan keuangan

desa.

Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dana Desa oleh BPK, kajian ini

akan difokuskan pada alokasi dana ke desa di Jawa Tengah. Kajian ini

bersifat deskriptif dengan menyajikan data dan analisis secara singkat. Data

menyimpulkan bahwa pengelolaan keuangan desa yang berasal dari APBN

dan/atau APBD pada 6 pemda masih terdapat kelemahan dalam Sistem

Pengendalian Intern (SPI) dan masih terdapat ketidakpatuhan terhadap

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara keseluruhan,

hasil pemeriksaan pengelolaan keuangan desa pada 6 objek pemeriksaan

yaitu Pemkab Karangasem, Pemkab Brebes, Pemkab Grobogan Pemkab

Jepara, Pemkab Temanggung dan Pemkab Situbondo mengungkapkan 48

temuan yang memuat 84 permasalahan. Permasalahan tersebut meliputi 41

kelemahan SPI dan 43 ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan

perundang-undangan senilai Rp4,46 miliar. Selama proses pemeriksaan

berlangsung, pemda telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan

melakukan penyetoran ke kas daerah sebesar Rp1,05 miliar.

2

kajian diperoleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan transfer dana

desa, tetapi sumber utama adalah telaah Laporan Keuangan Pemerintah

Daerah (LKPD) yang telah diaudit oleh BPK RI. Karena tujuan utamanya

adalah untuk memberikan dukungan data kepada Dewan, maka penyajian

kajian Dana Desa ini diklasifikasikan berdasarkan Daerah Pemilihan

(Dapil). Jawa Tengah dipilih menjadi lokus dan fokus kajian ini, karena

jumlah desa dan jumlah alokasi Dana Desa yang masuk ke Jawa Tengah

tergolong besar.

Penyusun menyadari Kajian ini masih jauh dari kesempurnaan,

saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan. Dan akhirnya,

semoga kajian ini dapat menjadi bahan referensi dan masukan dalam

melakukan pengawasan implementasi Dana Desa di Jawa Tengah, sehingga

pada implementasi Dana Desa di Indonesia dapat mencapai tujuan utamanya

yaitu pembangunan masyarakat dari pinggiran yang dicanangkan oleh

Pemerintah Pusat. Melalui fungsi pengawasan yang dimiliki anggota dewan

diharapkan pertanggungjawaban terutama Dana Desa yang bersumber dari

APBN sebagaimana pelaksanaan amanat Undang-Undang No. 6 Tahun

2014 dapat berjalan dengan optimal.

3

BAB II

GAMBARAN UMUM DANA DESA

A. Filosofi Implementasi Otonomi Desa di Indonesia

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang

Desa merupakan Undang-Undang (UU) yang spesifik memberikan

keleluasaan dan pengakuan negara terhadap eksistensi Desa dalam

melakukan pembangunannya di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Urgensi keberadaan UU Desa ini adalah karena Desa memiliki hak usul dan

hak tradisional dalam mengatur kepentingan masyarakat. Selain itu desa di

Indonesia telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu

dilindungi dan diberdayakan untuk mewujudkan masyarakat desa yang adil,

makmur, dan sejahtera. Pelaksanaan UU Desa menjadi momentum untuk

meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan daerah di wilayah pinggiran

serta meningkatkan otonomi desa secara nyata. Maka bukan hal yang

mustahil jika masyarakat desa yang berada di garis kemiskinan dapat

berkurang dan mungkin saja dapat bersaing dengan masyarakat desa lainnya

atau bahkan masyarakat global secara umumnya. Secara filosofis tujuan

dana desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan

pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa,

memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar

desa serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan

nasional, mengingat hampir seluruh wilayah Indonesia terdiri dari

keragaman desa dan asal-usul terbentuknya.

Gambar 1. Kronologi Perumusan UU Desa

Sumber: Pellini et al.2014, diolah.

4

Terkait dengan perumusannya, UU Desa bukanlah undang-undang

yang dibuat dalam waktu yang cepat. Undang-undang ini merupakan buah

dari proses riset dan dinamika politik di parlemen dan pemerintah yang

berlangsung bertahun-tahun. Gambar 1 menunjukkan proses dinamika

perumusan UU Desa yang telah berlangsung sejak berakhirnya orde baru

hingga disahkannya UU Desa pada Tahun 2013. Proses reformasi tahun

1998 membawa angin segar perubahan pemerintahan di Indonesia dari

sentralisasi menjadi desentralisasi. Hal ini semakin jelas dengan disahkannya

UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah. Pellini et al. (2014)

menyebutkan bahwa setelah disahkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 ini,

beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terkemuka di Indonesia

meminta untuk dibuatkan undang-undang baru yang mengakui otonomi

desa. Revisi UU Nomor 22 Tahun 1999 yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004

juga dirasa belum mengakomodir otonomi desa, sehingga pada tahun 2007

proses reviu UU Nomor 32 Tahun 2004 dimulai oleh DPR dan Direktorat

Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kementerian Dalam

Negeri. Reviu UU Nomor 32 Tahun 2004 menumbuhkan keyakinan bahwa

diperlukan studi mendalam mengenai pembangunan dan masyarakat desa

untuk dibuatkan naskah akademik undang-undang baru mengenai desa.

Dalam pembuatan naskah akademis UU Desa, pada Tahun 2007 Institute for

Research and Empowerment (IRE) dilibatkan untuk melakukan studi

mengenai desa (Eko, 2008).

Pellini et al. (2014) menyebutkan bahwa naskah akademis UU Desa

telah selesai dan dipresentasikan pada medio 2008, namun proses

pembahasan RUU Desa berlangsung lambat karena walaupun UU Desa

bukanlah undang-undang yang kontroversial, jumlah bab dan Pasal yang

cukup banyak (terdiri dari 16 bab dan 122 Pasal) memakan waktu dalam

masa pembahasan. Selain itu kelambatan ini juga terjadi karena pada tahun

2010 Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa gagal masuk Program

Legislasi Nasional (Prolegnas). Setelah pembentukan pansus UU Desa pada

Tahun 2012, UU Desa disahkan pada tanggal 18 Desember 2013. DPR RI

terutama Komisi II dan Pansus UU Desa memiliki peran yang sangat vital

dalam penyusunan dan percepatan pembahasan UU Desa.

Menurut Pasal 4 UU Desa, salah satu tujuan pengaturan desa adalah

memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan

pembangunan nasional. Senada dengan tujuan ini, Asian Development Bank

(2016) menjelaskan bahwa pengaturan desa menurut UU Desa memenuhi

konsep Community Driven-Development (CDD). CDD ini adalah

pendekatan pembangunan yang memberikan pengendalian atas keputusan

perencanaan dan investasi (investasi dan keuangan yang langsung

5

dibayarkan kepada komunitas) untuk pembangunan kepada kelompok

komunitas dan pemerintah daerah. Konsep CDD memiliki 5 ciri-ciri yaitu: 1)

Fokus kepada komunitas, 2) Perencanaan dan desain yang sifatnya

partisipatif, 3) Kontrol komunitas atas sumberdaya, 4) Keterlibatan

komunitas dalam implementasi, dan 5) Pengawasan dan Evaluasi berbasis

komunitas. Berdasarkan UU Desa dan studi yang dilakukan Asian

Development Bank (2016), implementasi UU Desa menjadikan pelaksanaan

CDD di Indonesia berkelanjutan dan memiliki kepastian kelembagaan dan

hukum yang jelas. Asian Development Bank (2016) menyebutkan bahwa

tahun-tahun awal pelaksanaan UU Desa akan penuh dengan tantangan,

namun model pelaksanaan CDD di Indonesia telah menjadi salah satu

contoh yang baik dan menjadi acuan implementasi CDD bagi negara-negara

berkembang anggota Asian Development Bank.

Gambar 2 menunjukkan jumlah desa di indonesia pada Tahun 2015-

2017. Secara umum terlihat bahwa jumlah desa mengalami tren peningkatan

dari tahun 2015-2017. Apabila dianalisis menurut pulau besar di Indonesia,

Pulau Sumatera merupakan pulau dengan jumlah desa terbanyak yaitu

sebesar 22.778 desa. Urutan kedua jumlah desa terbanyak adalah Pulau Jawa

dengan jumlah desa sebanyak 22.475 desa. Data pada gambar 2 juga

menunjukkan bahwa pada tahun 2017 provinsi dengan jumlah desa

terbanyak adalah Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah desa sebanyak 7.909

desa, disusul Provinsi Jawa Timur (7724 desa), dan Provinsi Aceh (6497

desa). Data jumlah desa di Indonesia pada tahun 2017 secara jelas

menunjukkan bahwa jumlah desa lebih banyak berada pada Kawasan Barat

Indonesia.

Gambar 2. Jumlah Desa di Indonesia

Sumber: Joni Agung, 2017.

6

B. Dana Desa sebagai Komitmen Pemerintah

Terkait dengan Dana Desa, pada UU Desa secara tegas disebutkan

adanya mandat bahwa setiap desa mendapatkan dana alokasi dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) paling sedikit 10 persen diluar dana

transfer daerah setiap tahunnya. Maka, dapat diperkirakan setiap desa akan

mendapatkan dana sekitar Rp1,2 miliar hingga Rp1,4 miliar setiap tahunnya.

Berdasarkan perhitungan dalam penjelasan UU Desa yaitu, 10 persen dari

transfer daerah menurut APBN untuk perangkat desa sebesar Rp59,2 triliun,

ditambah dengan dana dari APBD sebesar 10 persen sekitar Rp45,4 triliun.

Total dana untuk desa adalah Rp104,6 triliun yang akan dibagi ke 72 ribu

desa se-Indonesia. Dengan alokasi Dana Desa yang besar, tentu diharapkan

pembangunan di desa semakin baik dan mampu menyejahterakan

masyarakat desa dengan pemanfaatan dana alokasi secara maksimal melalui

pengelolaan yang baik, bijaksana, transparan dan akuntabel.

Berdasarkan Pasal 72 UU Desa, terdapat 4 komponen utama

pendapatan desa yaitu: 1) Pendapatan asli desa yang terdiri atas hasil usaha

dan hal-hal lain yang sifatnya asli dari desa, 2) Alokasi Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), 3) Bagian dari hasil pajak daerah

dan retribusi daerah kabupaten/kota, 4) Alokasi Dana Desa yang merupakan

bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. Menurut UU

Nomor 6 Tahun 2014, Dana Desa yang bersumber dari APBN adalah

Belanja Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk mengefektifkan program

berbasis Desa secara merata dan berkeadilan. Secara teknis, Peraturan

Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 dalam Pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa

Dana Desa adalah Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota dan

digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan

pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Selanjutnya dalam Pasal 6 disebutkan bahwa Dana Desa tersebut ditransfer

melalui APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya ditransfer ke APB Desa.

7

Grafik 1 .

Alokasi Dana yang masuk ke Desa dari tahun 2015-2017

Sumber: Data Kementerian Keuangan, 2015-2017, diolah

Realisasi besaran Dana Desa ditentukan 10% dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan di luar dana Transfer ke

Daerah secara bertahap pada Tahun Anggaran 2015 sebesar 3% (Rp20,7

trilliun), Tahun Anggaran 2016 sebesar 6% (Rp46,9 trilliun) dan pada Tahun

Anggaran 2017 sebesar 10% (sekitar /± Rp100 trilliun). Berdasarkan data

Kementerian Keuangan, besaran alokasi Dana Desa yang sudah ditransfer ke

Desa melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) kabupaten/kota telah

mengalami peningkatan yang signifikan. Besar Dana Desa dan peningkatan

besarnya alokasi Dana Desa dan Dana Pembangunan Desa lainnya selama 3

tahun terakhir dapat terlihat pada gambar 3 diatas.

C. Pengalokasian dan Penyaluran Dana Desa

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49/PMK.07/2016

adalah PMK yang menjadi dasar hukum acuan pengalokasian Dana Desa.

Berdasarkan PMK Nomor 49/PMK.07/2016, alokasi Dana Desa terdiri atas 2

komponen yaitu Alokasi Dasar dan Alokasi Formula (lihat gambar 4).

Secara spesifik, alokasi dasar adalah alokasi minimal Dana Desa yang

diterima tiap desa dengan jumlah sebesar 90 persen total Dana Desa

Nasional dibagi jumlah desa secara nasional. Sementara alokasi formula

Dana Desa adalah besaran alokasi Dana Desa yang ditentukan berdasarkan

bobot 4 variabel yaitu: 1) Jumlah Penduduk (25 persen), 2) Angka

Kemiskinan (35 persen), 3) Luas Wilayah (10 persen), dan 4) Tingkat

kesulitan geografis (30 persen). Berdasarkan rumus jumlah dana desa yang

diterima sebuah desa adalah penjumlahan alokasi dasar dan alokasi formula,

dapat disimpulkan bahwa alokasi dasar merupakan komponen terbesar dana

desa yang diterima suatu desa karena mencakup 90 persen dari total dana

desa yang diterima oleh desa. Dapat disimpulkan juga bahwa 90 persen dari

8

total dana desa yang diterima oleh desa setiap tahunnya, jumlahnya sama

antara satu desa dengan desa lainnya di Indonesia.

Gambar 4. Mekanisme Pengalokasian Dana Desa

Sumber: Paramita,Rastri, et al.2017

Berdasarkan PMK Nomor 49/PMK.07/2016, secara umum

Penyaluran Dana Desa dilakukan melalui mekanisme transfer dari rekening

pemerintah pusat ke APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya ditransfer ke

rekening kas desa secara bertahap (lihat gambar 5). Tahap 1 sampai dengan

tahap 5 pada gambar 5, menunjukkan proses penyaluran dana desa dari

Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah

(RKUD), hingga ke Rekening Kas Desa. Penyaluran Dana Desa dimulai dari

tahap 1, yaitu Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK)

Kementerian Keuangan RI sebagai Kuasa Pengguna Anggaran

mengeluarkan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada Kantor Pelayanan

Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta II. Selanjutnya KPPN Jakarta II

menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) kepada Bank

Operasional untuk memulai pelaksanaan transfer dana desa dari RKUN ke

RKUD. Terkait penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD, sejak tahun

2015 hingga 2017 terdapat catatan historis tahapan penyaluran dana desa

dari RKUN ke RKUD yang dapat dilihat pada bagian selanjutnya dan

gambar 6. Berdasarkan PMK Nomor 49/PMK.07/2016, penyaluran dana

desa dari RKUD ke RKD paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah Dana

Desa diterima di RKUD.

9

Gambar 5.

Mekanisme Teknis Penyaluran Dana Desa

Sumber: Kementerian Keuangan, 2017

Terkait penyaluran Dana Desa, secara historis, gambar 6 di bawah

menunjukkan bahwa pada tahun 2015 penyaluran Dana Desa dilakukan

dalam tiga tahap penyaluran. Tahap I dan II disalurkan pada bulan April dan

Agustus masing-masing sebesar 40%, dan tahap ke III sebesar 20% pada

bulan November. Penyalurannya tidak berdasarkan kinerja

penyaluran/penggunaan Dana Desa pada tahap sebelumnya. Pada tahun

2016, penyaluran Dana Desa dilaksanakan hanya dalam dua tahap

penyaluran. Tahap I disalurkan pada bulan Maret sebesar 60%. Tahap II

disalurkan pada bulan Agustus sebesar 40%. Penyaluran tahap kedua

dilakukan berdasarkan kinerja penyaluran/penggunaan Dana Desa pada

tahap pertama. Dalam rangka optimalisasi pembangunan, pencapaian

prioritas nasional, serta efektifitas pengelolaan Dana Desa, pemerintah

melakukan pendampingan serta penguatan kelembagaan dan SDM di tingkat

desa. Pada tahun 2017, penyaluran Dana Desa tetap dilaksanakan pada dua

tahap penyaluran. Tahap I disalurkan pada bulan Maret dan paling lambat

pada bulan Juli sebesar 60%. Tahap II disalurkan pada bulan Agustus

sebesar 40%. Penyaluran pada RKUD ke RKD dilakukan paling lambat 7

(tujuh) hari kerja setelah Dana Desa diterima di RKUD. Berdasarkan PP

Nomor 8 Tahun 2016 penyaluran Dana Desa melalui Rekening Kas Umum

Negara (RKUN) kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui

Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Kemudian Pemerintah Daerah

Kabupaten juga melakukan penyaluran kepada desa melalui Rekening Kas

Desa (RKD).

10

Gambar 6. Penyaluran Dana Desa 2015-2016

Sumber: Paramita,Rastri, et al. 2017

D. Pertanggungjawaban Dana Desa

Terkait pertanggungjawaban Dana Desa, terdapat 3 dasar hukum utama

yang menjelaskan pelaporan Dana Desa yaitu Peraturan Pemerintah (PP)

No.8 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua PP Nomor 60 Tahun 2014,

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/PMK.07/2017 tentang

pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, dan PMK Nomor

49/PMK.07/2016 tentang Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan,

Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa. Secara umum, tahapan pelaporan

penggunaan Dana Desa adalah sebagai berikut:

Gambar 7. Alur umum pelaporan Dana Desa

Sumber: PMK Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Pengalokasian, Penyaluran,

Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa

11

Tahap pelaporan penggunaan dana desa diawali dengan penyampaian

Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa oleh Kepala Desa kepada

Bupati/Walikota. Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa yang dimaksud

dapat berupa Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa tahun anggaran

sebelumnya atau Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa tahap I. Jangka

waktu penyerahan Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa tiap jenisnya

adalah sebagai berikut:

1) Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa tahun sebelumnya: paling

lambat diserahkan minggu kedua bulan Februari tahun berjalan

2) Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa tahap I: disampaikan paling

lambat minggu kedua bulan Juli tahun berjalan.

Atas Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa yang telah disampaikan

kepada Bupati/Walikota, Bupati/Walikota harus menyusun dan menyerahkan

Laporan Realisasi Penyaluran dan Konsolidasi Penggunaan Dana Desa

kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan

dengan tembusan kepada gubernur, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri

Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Laporan Realisasi

dan Konsolidasi Penggunaan Dana Desa yang dimaksud dapat berupa

Laporan Realisasi Penyaluran dan Konsolidasi penggunaan Dana Desa tahun

anggaran sebelumnya atau Laporan Realisasi Penyaluran dan Konsolidasi

Penggunaan Dana Desa Tahap I. Jangka waktu penyerahan Laporan

Realisasi Penyaluran dan Konsolidasi Penggunaan Dana Desa tiap jenisnya

adalah sebagai berikut:

1) Laporan Realisasi Penyaluran dan Konsolidasi Penggunaan Dana Desa

tahun anggaran sebelumnya: paling lambat diserahkan minggu keempat

bulan Februari tahun anggaran berjalan.

2) Laporan Realisasi Penyaluran dan Konsolidasi Penggunaan Dana Desa

Tahap I: paling lambat diserahkan minggu keempat bulan Juli tahun

anggaran berjalan.

E. Kondisi Pengawasan Dana Desa Sampai Saat Ini

Berdasarkan UU Desa disebutkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) memiliki fungsi pengawasan kinerja Kepala Desa. Selain BPD,

masyarakat juga memiliki hak untuk mendapatkan informasi dan melakukan

pengawasan atas pembangunan desa. Secara spesifik, UU Desa juga

memberikan mandat pengawasan kepada pemerintah daerah provinsi dan

pemerintah daerah kabupaten/kota. Pengawasan yang dilakukan pemerintah

daerah provinsi adalah pengawasan tidak langsung yang mencakup

pengawasan atas Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

12

(RAPBD) Kabupaten/Kota dalam pembiayaan desa. Sementara pengawasan

yang dilakukan pemerintah daerah kabupaten/kota adalah pengawasan atas

peraturan desa dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 elemen pengawas

utama atas penggunaan dana desa seperti yang terlihat pada gambar 8.

Sesuai UU Desa dan aturan-aturan turunan mengenai penggunaan dana desa,

3 elemen pengawas utama penggunaan dana desa adalah BPD, Masyarakat,

dan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP). APIP yang dimaksud

pada gambar 8 merupakan APIP pada pemerintah provinsi dan

kabupaten/kota yang secara khusus diberikan mandat untuk membina dan

mengawasi penggunaan dana desa. Sementara untuk pihak eksternal yang

dimaksud pada gambar 8 adalah pihak-pihak di luar UU Desa dan peraturan

turunan yang juga melakukan pengawasan atas penggunaan dana desa sejak

2015-2017 seperti BPK, KPK, Kepolisian, dan lain-lain.

Gambar 8. Pihak-pihak Pengawas Pelaksana Dana Desa

Sumber: Berbagai sumber,diolah,2017.

Walaupun pada skema pengawasan dana desa pada gambar 8

menunjukkan skema pengawasan yang cukup baik dan terintegrasi, tidak

dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini pengawasan dana desa masih lemah.

Hal ini terbukti dengan masih ditemukannya permasalahan terkait

penggunaan dana desa yang dijelaskan pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan

Semester (IHPS) II BPK tahun 2016, laporan kajian pengelolaan keuangan

desa oleh KPK dan kajian dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Menurut

13

kajian yang dilakukan KPK (2015), terdapat 14 permasalahan pengelolaan

keuangan dana desa yang mencakup 4 aspek yaitu: 1) Aspek regulasi dan

kelembagaan, 2) Aspek tata laksana, 3) Aspek Pengawasan, dan 4) Aspek

sumber daya manusia. Pada aspek pengawasan, terdapat permasalahan yang

terkait dengan gambar 8, yaitu masih lemahnya pengawasan yang dilakukan

oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Dalam kajiannya,

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (2015) memaparkan bahwa tidak

semua desa diperiksa secara reguler oleh inspektorat daerah karena

keterbatasan waktu, anggaran, dan sumber daya manusia pemeriksa. Selain

itu terhadap pemeriksaan yang dilakukan oleh inspektorat daerah atas

penggunaan dana desa, belum terdapat mekanisme reward dan punishment

yang jelas. Kondisi ini menyebabkan perbaikan pengelolaan keuangan desa

belum optimal.

Mengacu pada gambar 8, KPK (2015) juga menyatakan bahwa saluran

pengaduan masyarakat terkait pelaksanaan kebijakan dana desa belum

dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah. Kondisi ini sangat kontradiktif

dengan mandat UU Desa yang secara jelas menyebutkan bahwa partisipasi

masyarakat merupakan salah satu komponen penting dalam pengawasan

pelaksanaan kebijakan dana desa.

Pengawasan kebijakan dana desa tidak terlepas dari konsep akuntabilitas

publik. Akuntabilitas sektor publik adalah faktor-faktor yang menentukan

kriteria untuk mengevaluasi kinerja lembaga-lembaga sektor publik (PBB,

2007 dalam Ramadhan, 2016). Smyth (2007) menjelaskan bahwa secara

tradisional, akuntabilitas publik terdiri dari 2 elemen besar yaitu Political

Accountability dan Managerial Accountability. Political Accountability

adalah tanggung jawab yang dilakukan pada forum-forum politik kepada

perwakilan politik, sementara managerial accountability adalah tanggung

jawab yang dilakukan berdasarkan rantai komando pada birokrasi sebuah

organisasi (Bovens et al. 2014). Terkait dengan pelaksanaan kebijakan dana

desa, Political Accountability pelaksanaan kebijakan dana desa terletak pada

pertanggungjawaban yang dilakukan kepala desa kepada Badan Perwakilan

Desa (BPD) pada saat Musyawarah Desa. Hal ini karena menurut Broadbent

dan Laughlin (2003), political accountability adalah bentuk akuntabilitas

yang terkait dengan proses demokrasi berupa proses pengambilan suara

(voting) dan proses tanya jawab yang melibatkan politisi. Sementara terkait

aspek managerial accountability pelaksanaan dana desa, terletak pada

kepatuhan administrasi pelaksanaan dana desa yang dilaksanakan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan

managerial accountability yang baik adalah terwujudnya sebuah kondisi

bahwa pelaksana kebijakan melaksanakan kebijakan sesuai dengan peraturan

14

yang berlaku, baik jangka pendek maupun jangka panjang (Broadbent dan

Laughlin, 2003).

Menurut Australasian Council of Auditors-General (2005), terdapat 6

prinsip dasar dalam mengidentifikasi akuntabilitas publik, yaitu :

1. Partisipan (pemangku kepentingan) harus dapat diidentifikasi

peranannya: Maksud prinsip ini adalah bahwa setiap elemen

pemangku kepentingan dari suatu organisasi publik harus memiliki

pemahaman yang jelas mengenai peranan, hubungan, dan

pertanggungjawabannya.

2. Objektif (tujuan) tiap pemangku kepentingan harus

terspesifikasi: dalam mencapai tujuan, harus jelas ditentukan

prioritas aktivitas, cara mengorganisasi sumberdaya, dan lain-lain.

Tingkat spesifikasi objektif dapat beragam tergantung formulasi

objektif.

3. Harus terdapat pendelegasian otoritas dan sumberdaya:

pendelegasian otoritas dan sumberdaya oleh tiap pemangku

kepentingan bertujuan untuk tercapainya objektivitas organisasi

dengan cara yang efektif dan efisien.

4. Harus terdapat spesifikasi pelaporan yang sesuai: pendelegasian

kekuasaan dan sumberdaya harus taat kepada sistem pelaporan yang

telah ditetapkan. Hal ini karena informasi adalah aspek yang penting

untuk dipertanggungjawabkan dalam konsep akuntabilitas.

5. Pemangku kepentingan mempunyai hak untuk memverifikasi

informasi: verifikasi kebenaran informasi yang telah dilaporkan

dilakukan untuk memastikan keandalan dan kredibilitas pelaporan.

Dalam konteks Indonesia, lembaga yang melakukan verifikasi

keandalan pelaporan adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

6. Setiap pemangku kepentingan dapat menilai performa dari

pihak yang bertanggungjawab dan terdapat delegasi kepada

otoritas yang dapat memberikan sanksi: atas hasil verifikasi

kebenaran pelaporan, harus ada tindak lanjut dari suatu otoritas

untuk memberlakukan sanksi dan imbalan atas kinerja pihak yang

bertanggungjawab. Tanpa adanya sanksi yang ditegakkan, maka

prinsip akuntabilitas tidak dapat terlaksana.

Atas fenomena lemahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan

kebijakan dana desa, Salim et al.(2017) membenarkan bahwa tidak terdapat

“akuntabilitas sosial” atas pelaksanaan kebijakan dana desa. Hal ini karena

walaupun UU Desa memberikan hak kepada masyarakat untuk memantau

pelaksanaan pemerintahan desa, tetapi tidak ada transparansi informasi yang

15

diberikan kepala desa kepada publik. Pada Salim et al.(2017) diketahui

bahwa kepala desa hanya menyerahkan laporan pelaksanaan pemerintahan

desa kepada BPD dan pemerintah daerah, tidak kepada masyarakat umum.

Kondisi ini menyebabkan prinsip akuntabilitas yang diterapkan hanyalah

prinsip political accountability kepala desa kepada BPD (saat Musyawarah

Desa) dan responsibilitas kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Partisipasi masyarakat yang rendah dalam pengawasan pelaksanaan dana

desa menjadikan dana desa sebagai kebijakan yang rentan terjadi korupsi.

Terkait dengan aspek sumber daya manusia (SDM), berdasarkan konsep

managerial accountability, pelaksanaan kebijakan dana desa tidak terlepas

dari salah satu unsur yang cukup penting yaitu SDM pelaksana kebijakan

dana desa. Kualitas SDM menjadi hal yang penting karena dengan SDM

yang kompeten, dapat memastikan kebijakan dana desa dilaksanakan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk

meningkatkan kapasitas SDM aparatur pelaksana dana desa Lembaga

Administrasi Negara (2008) menjelaskan bahwa terdapat 6 kegiatan yang

dapat mengembangkan SDM dalam suatu organisasi yaitu: 1) Pembekalan,

2) Pelatihan di tempat kerja, 3) Tugas Belajar, 4) Magang, 5) Pelatihan di

luar tempat kerja, dan 6) Seminar dan Lokakarya. Salah satu atau paduan

dari 6 kegiatan ini dapat digunakan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk

meningkatkan kapasitas SDM aparatur pelaksana kebijakan dana desa.

Dengan masih ditemukannya kelemahan pengawasan yang dilakukan

oleh masyarakat dan APIP tingkat daerah, pihak eksternal pada gambar 8

harus menguatkan unsur-unsur pengawas yang masih lemah dan

mengintensifkan pengawasan atas pelaksanaan dana desa. Pihak-pihak

eksternal seperti KPK dan BPK yang telah melakukan kajian atas

pelaksanaan dana desa harus memastikan bahwa rekomendasi kajian

dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait. Kementerian Desa dan Pembangunan

Daerah Tertinggal sebagai penyedia sumberdaya pendamping pelaksanaan

dana desa juga harus turun tangan melalui penyediaan sumberdaya

pendamping dana desa yang kompeten dan kredibel untuk memastikan

pelaksanaan kebijakan dana desa bebas dari korupsi. Kementerian Keuangan

juga harus menciptakan sistem pelaporan kebijakan dana desa yang

akuntabel tapi tidak berbelit. Sanur (2017) menyebutkan bahwa kebutuhan

sistem pelaporan yang sederhana dan mudah diawasi agar

pertanggungjawaban aparatur desa riil dan tidak membebani pemerintah

daerah.

16

F. Metode Penulisan

Buku ini ditulis dengan pendekatan deskriptif analisis yang

menyajikan data dan analisis secara singkat. Data kajian diperoleh dari

berbagai sumber yang berkaitan dengan transfer dana desa, tetapi sumber

utama adalah telaah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang

telah diaudit oleh BPK RI dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) Semester

II Tahun 2016. Pada IHPS Semester II tersebut, BPK telah melakukan

pemeriksaan pengelolaan dana desa pada 6 entitas dimana 4 entitas terletak

di Provinsi Jawa Tengah. Pembahasan dalam buku ini dibatasi pada dana

desa yang bersumber dari APBN dan difokuskan pada alokasi dana ke desa

di Jawa Tengah melalui pendekatan Daerah Pemilihan kabupaten/kota.

Pembahasan dalam buku ini akan dibagi dalam 4 (empat) bagian.

Bagian pertama menjelaskan pendahuluan dan latar belakang penulisan buku

ini. Bagian kedua menjelaskan secara konseptual mengenai filosofi lahirnya

undang-undang desa dan perkembangan kebijakan dana desa. Bagian ketiga

mengkaji pelaksanaan dana desa di Provinsi Jawa Tengah. Dan bagian

keempat yaitu kesimpulan.

17

BAB III

KAJIAN DANA DESA

DI PROVINSI JAWA TENGAH

A. Gambaran Umum Dana Desa di Provinsi Jawa Tengah

Provinsi Jawa Tengah adalah sebuah provinsi yang terletak di bagian

tengah Pulau Jawa, dengan ibukotanya adalah Semarang. Provinsi Jawa

Tengah terdiri dari 29 kabupaten, dan 6 kota. Administrasi pemerintahan

kabupaten dan kota terdiri atas 545 kecamatan dan 8.490 desa/kelurahan.

Perkembangan dana desa di Provinsi Jawa Tengah mengalami kenaikan

yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya yaitu Rp2.228.889.296.000 di

tahun 2015 sebesar menjadi Rp5.002.426.341.000 di tahun 2016, atau

sebesar 124%, dan dapat dilihat dari grafik proporsi dana desa sebagai

berikut.

Grafik 2.

Sumber: Berbagai sumber, diolah, 2017.

Bahkan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 merupakan salah

satu provinsi dengan alokasi dana desa paling besar dibanding daerah

lainnya di Indonesia yaitu sebesar Rp6,3 triliun. Saat ini, terdapat 7.809

desa dari 527 kecamatan dan 29 kabupaten di Jawa Tengah. Jika dirata-rata,

kucuran dana untuk satu desa saja bisa mencapai Rp817 juta. Lebih dari 50

persen dana desa tersebut digunakan untuk pembangunan sarana prasarana

desa. (Kompas.com 3/10/2017)

Semakin besarnya dana yang mengalir ke Desa, harus semakin

diperkuat akuntabilitasnya. Peningkatan kapasitas pengelola keuangan Desa

menjadi suatu keharusan. Dalam implementasinya, Dana Desa di Provinsi

Jawa Tengah belum bisa dikatakan sudah optimal, karena masih terdapat

beberapa permasalahan yang ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan

18

(BPK). Selain memberikan opini atas kewajaran penyajian atas laporan

keuangan, BPK juga menilai sistem pengendalian intern dan kepatuhan

entitas terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satunya

adalah pemeriksaaan terhadap Dana Desa, pada semester II tahun 2016, BPK

telah melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan desa pada 4

(empat) pemda, yaitu Pemerintah Kabupaten Brebes, Pemerintah Kabupaten

Grobogan, Pemerintah Kabupaten Jepara, dan Pemerintah Kabupaten

Temanggung.

Pemeriksaan pengelolaan keuangan desa meliputi pengelolaan

keuangan desa yang berasal dari APBN dan/atau APBD TA 2015 dan

semester I tahun 2016, yang terdiri atas perencanaan (penganggaran dan

alokasi), pelaksanaan (penyaluran), pelaporan dan monitoring serta evaluasi.

Tujuan pemeriksaan pengelolaan keuangan desa adalah untuk menilai

apakah pengelolaan keuangan desa yang berasal dari APBN dan/atau APBD

telah mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa, pengelolaan keuangan

desa yang berasal dari APBN dan/atau APBD pada 4 pemda di Jawa Tengah

belum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Simpulan tersebut didasarkan atas kelemahan-kelemahan yang terjadi baik

pada aspek pengendalian intern maupun ketidakpatuhan terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan. Kelemahan tersebut diuraikan lebih lanjut

sebagai berikut:

Tabel 1

Permasalahan Utama Sistem Pengendalian Intern Atas Pengelolaan Keuangan

Desa Pada Beberapa Pemerintah Daerah di Jawa Tengah

Permasalahan utama Kabupaten

Penyimpangan terhadap peraturan

tentang pendapatan dan belanja

Pemkab Brebes

Pemkab Grobogan

Pemkab Temanggung

Perencanaan kegiatan tidak memadai Pemkab Jepara

Lain-lain Kelemahan SPI Pemkab Brebes

Pemkab Grobogan

Sumber: Hasil Pemeriksaan Semester II BPK, 2016

Dari tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa, permasalahan utama yang

paling banyak adalah tentang penyimpangan terhadap peraturan tentang

pendapatan dan belanja, semua permasalahan tersebut bisa terjadi karena

belum adanya pedoman/peraturan yang lengkap terkait pengelolaan dana

desa di antaranya petunjuk teknis pembinaan, pemantauan dan evaluasi atas

19

pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Pada sisi perangkat desa seperti

kepala desa, sekretaris desa dan bendahara desa serta tim pengelola kegiatan

belum memahami pengelolaan keuangan desa serta tidak cermat dalam

mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan pekerjaan fisik, dan

Pemda juga belum optimal dalam melakukan pembinaan, monitoring desa,

dan evaluasi atas pengelolaan keuangan desa.

Selanjutnya pada pemeriksaan kepatuhan terhadap ketentuan

peraturan perundang-undangan ditemukan permasalahan utama dari

ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam

pengelolaan keuangan desa antara lain kekurangan volume pekerjaan dan/

atau barang, belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan, bukti

pertanggungjawaban tidak lengkap/ tidak valid, dan lain-lain permasalahan

ketidakpatuhan, permasalahan tersebut akan digambarkan pada tabel sebagai

berikut :

Tabel 2

Permasalahan Utama Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan

Perundang-undangan Atas Pengelolaan Keuangan Desa Pada Beberapa

Pemerintah Daerah di Jawa Tengah

Permasalahan Utama Nilai (Rp

miliar)

Kabupaten

Kekurangan volume pekerjaan dan/atau

barang

1,83 Pemkab Jepara

Belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan 0,62 Pemkab Grobogan

Pemkab Jepara

Bukti pertanggungjawaban tidak lengkap/

tidak valid -

Pemkab

Temanggung

Pemkab Brebes

Lain-lain permasalahan ketidakpatuhan 2,00 Pemkab Grobogan

Pemkab Jepara

Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II BPK, 2016

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa permasalahan utama dari

ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang paling besar

nominal temuan permasalahannya adalah pada lain-lain permasalahan

ketidakpatuhan, seperti kelebihan pembayaran dan pemborosan ataupun

pajak yang belum dipungut namun belum disetorkan, hal tersebut bisa terjadi

karena seperti permasalahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) sebelumnya

karena belum adanya pedoman/peraturan yang lengkap terkait pengelolaan

dana desa di antaranya petunjuk teknis pembinaan, pemantauan dan evaluasi

atas pelaksanaan pengelolaan keuangan desa, kurang pahamnya para

20

perangkat desa, dan pemda belum optimal dalam melakukan pembinaan,

monitoring dan evaluasi atas pengelolaan keuangan desa.

Dari kedua kriteria permasalahan di atas yaitu SPI dan kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan, mengakibatkan Provinsi Jawa

Tengah terjadi pemborosan dan kelebihan pembayaran atas beberapa

pekerjaan yang dibiayai dari dana desa, adanya kekurangan penerimaan

negara dari PPN dan PPh yang belum disetor, dan penatausahaan yang tidak

tertib. Serta kurang optimalnya monitoring dan evaluasi, sehingga

menimbulkan potensi penyalahgunaan keuangan desa.

Tabel 3

Jumlah Dana Desa ke Kab/ Kota se-Jawa Tengah

Entitas 2015 2016 2017

Kab Kendal 74.239.102.000 166.412.671.356 212.762.778.000

Kab Semarang 57.840.951.000 129.797.974.000 165.688.573.000

Kab Demak 73.852.473.000 165.814.611.000 211.595.493.000

Kab Jepara 55.540.072.000 124.669.832.000 158.765.096.000

Kab Kudus 36.117.678.200 81.283.079.000 103.687.281.000

Kab Biora 74.816.870.000 167.873.329.000 214.102.024.000

Kab Grobogan 80.175.760.000 179.971.455.000 229.625.434.000

Kab Pati 110.946.620.000 248.952.687.000 317.453.410.000

Kab Rembang 79.709.975.000 178.863.338.000 228.013.715.000

Kab Sragen 56.174.163.000 126.080.582.000 160.952.196.000

Kab Karanganyar 46.196.873.000 103.686.344.000 133.065.748.000

Kab Wonogiri 69.330.086.000 155.565.696.000 198.745.821.000

Kab Sukoharjo 43.045.054.000 96.619.355.000 123.576.433.000

Kab Klaten 108.674.969.000 243.866.425.000 311.087.447.000

Kab Boyolali 72.548.977.000 162.801.074.000 207.823.645.000

Kab Magelang 101.155.122.000 226.980.301.000 289.613.899.000

Kab Purworejo 124.419.463.000 279.101.050.000 355.968.664.000

Kab Temanggung 72.423.652.000 162.495.600.000 207.451.723.000

Kab Wonosobo 66.862.280.000 150.053.469.000 191.496.626.000

Kab Banjarnegara 74.810.054.000 167.884.303.000 214.470.940.000

Kab Kebumen 125.844.565.000 282.142.736.800 359.998.061.000

Kab Purbalingga 66.606.973.000 149.527.020.000 191.224.910.000

Kab Banyumas 89.291.645.000 200.450.575.000 255.734.553.000

Kab Cilacap 81.060.083.000 181.985.398.000 232.084.054.000

Kab Brebes 94.563.325.000 212.385.910.000 270.922.338.000

Kab Tegal 81.620.159.000 183.211.736.000 234.026.299.000

Kab Batang 66.579.163.000 149.403.922.000 190.962.224.000

Kab Pekalongan 77.762.725.000 174.527.576.000 222.535.590.000

Kab Pemalang 66.619.532.000 149.607.350.000 191.002.083.000

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

21

Berdasarkan data di atas dapat dilihat porsi anggaran dana desa dimulai dari

yang tertinggi yaitu pada Kabupaten Kebumen sampai yang terendah yaitu

Kabupaten Kudus, secara rinci perkembangan dan implementasai Dana Desa

akan dikaji secara mendalam berdasarkan pengelompokkan Daerah

Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah secara terperinci pada bagian berikut:

25

1. Daerah Pemilihan Jateng I (Kab. Kendal, Kota Semarang, Kab.

Semarang, Kota Salatiga)

a. Kab Semarang

Kabupaten Semarang merupakan kabupaten yang terletak di

sebelah utara Kota Semarang yang memiliki luas wilayah sebesar 950,21

km2, dan jumlah penduduk sebesar 1.040.161 jiwa, dengan wilayah

administrasi yang terdiri dari 19 Kecamatan, 28 Kelurahan dan 208 Desa.

Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Semarang memperoleh

porsi anggaran dana desa sebesar Rp57,84 miliar pada tahun 2015, dan

naik di tahun 2016 sebesar Rp129,80 miliar. Hal ini dapat dilihat pada

grafik dibawah ini:

Grafik 3.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Semarang

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik diatas dapat dilihat, anggaran dana desa di tahun 2016

naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp71,96 Miliar,

dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa sebesar

Rp624,03 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp278,08 juta. Di

tahun 2017, Kabupaten Semarang mendapatkan porsi anggaran dana desa

sebesar Rp165,69 Miliar atau naik sebesar 28% dari tahun sebelumnya,

dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar Rp796,58 juta.

26

Grafik 4.

Porsi Dana Desa Kab. Semarang

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat, selama tiga tahun berturut-turut,

Kab. Semarang mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,5% dari proporsi

dana desa se-Jawa Tengah.

Dengan luas wilayah dan kepadatan jumlah penduduk

diharapkan dana desa yang disalurkan ke desa dapat meningkatkan

pertumbuhan pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat

desa.

b. Kabupaten Kendal

Kabupaten Kendal berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kota

Semarang dan Kabupaten Semarang di timur, Kabupaten Temanggung

di selatan, serta Kabupaten Batang di barat. Luas wilayah Kabupaten

Kendal 1.002,23 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.063.194 jiwa.

Kabupaten Kendal terdiri atas 20 kecamatan, 285 kelurahan dan 266

desa. Porsi anggaran dana desa di Kabupaten Kendal selama dua tahun

berturut-turut adalah Rp74,2 Miliar pada tahun 2015, dan naik 124% di

tahun 2016 sebesar Rp166,4 Miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik

dibawah ini:

27

Grafik 5.

Perkembangan Dana Desa di Kab Kendal

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat, anggaran dana desa dari tahun

2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp111,2

miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa

sebesar Rp665,94 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp296,65

juta. Dengan kucuran dana tersebut diharapkan dapat meningkatkan

kesejahteraan desa di Kabupaten Kendal. Tahun 2017, Kabupaten

Kendal mendapatkan porsi anggaran dana desa sebesar Rp212,76 miliar

atau naik sebesar 28% dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa

mendapatkan dana sebesar Rp720,44juta. Kab. Kendal selama tiga tahun

berturut mendapatkan porsi dana desa yang cukup besar yaitu sebesar

3% dari proporsi dana desa se-Jawa Tengah. Hal tersebut dapat dilihat

pada grafik dibawah ini:

Grafik 6.

Porsi Dana Desa Kab Kendal

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

28

Jika dilihat di LKPD Pemkab Kendal tahun 2015, terdapat sisa

dana desa sebesar Sisa Dana Desa di Kab. Kendal sebesar

Rp2.487.538.910,00 atau 3% dari realisasi anggaran dana desa yang

masuk ke SiLPA tahun anggaran 2015.

Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya

kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,

BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian

internalnya, yakni adanya Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban

Penggunaan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa Tidak Tepat Waktu

dimana diketahui bahwa dari 266 desa pada 19 Kecamatan di wilayah

Kabupaten Kendal baru terdapat 127 desa atau 47,74% yang telah

menyampaikan pertanggungjawaban Dana Desa. Hal tersebut

mengakibatkan pertanggungjawaban Dana Desa belum dapat diyakini

kebenaran penggunaannya. Dalam hal ini, penyampaian Surat

Pertanggungjawaban (SPJ) dibawah 50% menunjukkan bahwa

pembinaan dan fasilitasi kepada Desa dari Pendamping Desa, dan

Kecamatan masih lemah. Selain itu pengawasan dari Dinas

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) masih belum optimal.

Kepala Desa sebagai pemangku jabatan tertinggi di desa dan penerima

dana desa belum bisa memenuhi tanggungjawabnya secara vertikal

kepada Pemerintah Pusat dan tanggungjawabnya horizontal terhadap

masyarakat desa sebagai penerima manfaat dana desa tersebut.

Hal ini tidak sesuai dengan teori Turner dan Hulme, (1997) bahwa

akuntabilitas adalah keharusan lembaga-lembaga sektor publik untuk

lebih menekan pada pertanggungjawaban horizontal (masyarakat) bukan

hanya pertanggungjawaban vertikal (otoritas yang lebih tinggi).

31

2. Daerah Pemilihan Jateng II (Kab. Demak, Kab. Jepara, Kab. Kudus)

a. Kabupaten Demak

Kabupaten Demak terletak di sebelah barat Kota Semarang dan

memiliki luas 900,12 km², dan jumlah penduduk sebesar 1.183,499 jiwa.

Kabupaten Demak terdiri atas 14 kecamatan yaitu Kecamatan Demak,

Wonosalam, Karangtengah, Bonang, Wedung, Mijen, Karanganyar,

Gajah, Dempet, Guntur, Sayung, Mranggen, Karangawen dan

Kebonagung, yang dibagi lagi atas sejumlah 245 desa dan 6 kelurahan.

Grafik 7.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Demak

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Demak

memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp73,85 miliar pada tahun

2015, dan naik di tahun 2016 sebesar Rp165,81 miliar. Hal ini dapat

dilihat pada grafik di bawah ini:

Dari grafik diatas dapat dilihat, anggaran dana desa di tahun 2016

naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp91,96 Miliar,

dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa sebesar

Rp676,79 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp301,44 juta. Di

tahun 2017, Kabupaten Demak mendapatkan porsi anggaran dana desa

sebesar Rp211,59 Miliar atau naik sebesar 28% dari tahun sebelumnya,

dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar Rp863,65 juta.

32

Grafik 8.

Porsi Dana Desa Kab. Demak

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat Kab. Demak selama tiga tahun

berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,3% dari proporsi dana

desa se-Jawa Tengah.

b. Kabupaten Jepara

Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di barat dan utara,

Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus di timur, serta Kabupaten Demak

di selatan. Kabupaten Jepara memliki luas wilayah 1.004,16 km2 dan

jumlah penduduk sebanyak 1.188.289 jiwa, dengan wilayah administrasi

yang terdiri dari 16 Kecamatan, 183 Desa dan 11 Kelurahan.

Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Jepara

memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp55,54 miliar pada tahun

2015, dan naik di tahun 2016 sebesar Rp124,67 miliar. Hal ini dapat

dilihat pada grafik di bawah ini:

33

Grafik 9.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Jepara

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Grafik 10.

Porsi Dana Desa Kab. Jepara

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah

(dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat, Kab. Jepara selama tiga tahun

berturut-turut mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,4% dari proporsi

dana desa se-Jawa Tengah.

Dari grafik diatas dapat dilihat, anggaran dana desa di tahun 2016

naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar Rp69,13 Miliar,

dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa sebesar

Rp681,26 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp303,50 juta. Di

tahun 2017, Kabupaten Jepara mendapatkan porsi anggaran dana desa

sebesar Rp158,77 Miliar atau naik sebesar 28% dari tahun sebelumnya,

dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar Rp867,57 juta.

34

c. Kabupaten Kudus

Kabupaten Kudus berbatasan dengan Kabupaten Pati di timur,

Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak di selatan, serta Kabupaten

Jepara di barat. Memliki luas wilayah 425,2 km2 dengan jumlah

penduduk sebanyak 821.136 jiwa. Kudus dikenal sebagai kota penghasil

rokok (kretek) terbesar di Jawa Tengah. Kabupaten Kudus terdiri atas 9

kecamatan, yang dibagi lagi atas 123 desa dan 9 kelurahan.

Grafik 11.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Kudus

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Pada tahun 2015 Kabupaten Kudus memperoleh porsi anggaran

dana desa sebesar Rp36,12 miliar, dan meningkat 124% di tahun 2016

sebesar Rp81,28 miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

Dari grafik diatas dapat dilihat, anggaran dana desa tahun 2017

untuk Kab. Kudus sebesar Rp103,69 miliar atau naik sebesar 28% dari

tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar

Rp842,98 juta. Kab. Kudus selama tiga tahun berturut-turut

mendapatkan porsi dana desa sebesar 1,64% dari proporsi dana desa se-

Jawa Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

35

Grafik 12.

Porsi Dana Desa Kab. Kudus

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya

kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,

BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian

internalnya, yakni adanya Pertanggungjawaban Realisasi ADD dan DD

Belum Dilakukan Sesuai Ketentuan dimana diketahui Penyampaian LPJ

Dana Desa tidak tepat waktu dan terdapat ketidaksesuaian antara LPJ

dengan bukti pendukung. Permasalahan tersebut mengakibatkan

terjadinya resiko penyalahgunaan keuangan desa karena ketidaktertiban

pengelolaan keuangan desa dan membebani keuangan desa pada

Realisasi Dana Desa (DD) senilai Rp112.589.106,00. Hal ini tidak

sejalan dengan teori Smyth (2007) yang menyatakan bahwa pengelolaan

dana desa harus mempertimbangkan aspek politik dan manajerial dalam

mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Political Accountability

adalah tanggung jawab yang dilakukan pada forum-forum publik

(politik) kepada masyarakat, sementara managerial accountability

adalah tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan birokrasi sebuah

organisasi berdasarkan peraturan yang berlaku.

39

3. Daerah Pemilihan Jateng III (Kab. Blora, Kab.Grobogan, Kab. Pati,

Kab. Rembang)

a. Kabupaten Blora

Kabupaten Blora terletak di bagian timur Jawa Tengah, yang

berbatasan dengan Kabupaten Rembang di utara, Kabupaten Bojonegoro

di timur, Kabupaten Ngawi di selatan, serta Kabupaten Grobogan di

barat. Kabupaten ini memiliki luas wilayah sebesar 1.821,59 km2, dan

jumlah penduduk sebesar 941.379 jiwa, dengan wilayah administrasi

yang terdiri dari 16 Kecamatan, 271 Desa dan 24 Kelurahan.

Grafik 13.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Blora

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Blora

memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp74,81 miliar pada tahun

2015, dan naik di tahun 2016 sebesar Rp167,87 miliar. Hal ini dapat

dilihat pada grafik di bawah ini:

Dari grafik diatas dapat dilihat, anggaran dana desa di tahun 2016

naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau naik sebesar Rp93,06

miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa

sebesar Rp631,102 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp281,27

juta. Di tahun 2017, Kabupaten Kebumen mendapatkan porsi anggaran

dana desa sebesar Rp214,102 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun

sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar

Rp804,89 juta.

40

Kabupaten Kebumen selama tiga tahun berturut mendapatkan

porsi dana desa sebesar 5,3% dari dana desa se-Jawa Tengah. Hal

tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

Grafik 14.

Porsi Dana Desa Kab. Blora

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya

kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2016,

BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian

internalnya, yakni adanya Belanja Bantuan Hibah dan Bantuan

Keuangan belum di pertanggung jawabkan penggunaan dananya sebesar

Rp1.635.289.800 dimana diketahui dana desa untuk Desa Jipang Kec.

Cepu sebesar Rp54.569.800,00 belum dipertanggungjawabkan, bantuan

keuangan sebesar tersebut diatas tidak dapat diyakini realisasi

penggunaannya. Permasalahan tersebut mengakibatkan

pertanggungjawaban Dana Desa belum dapat diyakini kebenaran

penggunaannya. Hal ini tidak sesuai dengan teori Smyth (2007) yang

menyatakan bahwa pengelolaan dana desa harus mempertimbangkan

aspek politik dan manajerial dalam mempertanggungjawabkan

akuntabilitasnya. Political Accountability adalah tanggung jawab yang

dilakukan pada forum-forum publik (politik) kepada masyarakat,

sementara managerial accountability adalah tanggung jawab yang

dilakukan berdasarkan birokrasi sebuah organisasi berdasarkan peraturan

yang berlaku.

41

b. Kabupaten Grobogan

Grafik 15.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Grobogan

Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten terluas kedua di Jawa

Tengah setelah Kabupaten Cilacap yaitu dengan luas wilayah 1.976 km2

dan jumlah penduduk sebanyak 1,325 juta jiwa, dengan wilayah

administrasi yang terdiri dari 19 Kecamatan, 7 Kelurahan dan 273 Desa.

Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Grobogan memperoleh

porsi anggaran dana desa sebesar Rp80,18 miliar pada tahun 2015, dan

naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp179,97 miliar. Hal ini dapat dilihat

pada grafik di bawah ini:

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik diatas dapat dilihat, anggaran dana desa di tahun 2016

naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau naik sebesar Rp99,79

miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa

sebesar Rp659,24 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp293,68. Di

tahun 2017, Kabupaten Kebumen mendapatkan porsi anggaran dana desa

sebesar Rp229,63 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun sebelumnya,

dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar Rp841,12 juta.

42

Grafik 16.

Porsi Dana Desa Kab. Grobogan

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat, selama tiga tahun berturut, Kab.

Grobogan mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,6% dari proporsi dana

desa se-Jawa Tengah.

c. Kabupaten Pati

Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten

Rembang di timur, Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan di selatan,

serta Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara di barat. Kabupaten ini

memiliki luas wilayah 1.489 km2 dan jumlah penduduk sebanyak 1.206

juta jiwa, dengan wilayah administrasi yang terdiri dari 21 Kecamatan, 5

Kelurahan dan 401 Desa.

Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Pati

memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp110,9 miliar pada

tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp249,95 miliar.

Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

43

Grafik 17

Perkembangan Dana Desa di Kab. Pati

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Grafik 18.

Porsi Dana Desa Kab. Pati

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar

Rp791,65 juta.

Dari grafik di atas dapat dilihat, anggaran dana desa di tahun 2016

naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau naik sebesar Rp138,01

miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa

sebesar Rp620,83 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp276,67

juta. Di tahun 2017, Kabupaten Pati mendapatkan porsi anggaran dana

desa sebesar Rp317,45 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun

44

Dari grafik di atas dapat dilihat, selama tiga tahun berturut-turut,

Kab. Pati mendapatkan porsi dana desa sebesar 5% dari dana desa se-

Jawa Tengah. Dari besaran porsi tersebut, menempatkan Kabupaten Pati

sebagai penerima dana desa terbesar ke-3 (tiga) di Provinsi Jawa Tengah.

d. Kabupaten Rembang

Kabupaten Rembang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa

Tengah yang berbatasan dengan Teluk Rembang (Laut Jawa) di utara,

Kabupaten Tuban (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Blora di selatan,

serta Kabupaten Pati di barat. Kabupaten ini memiliki luas wilayah

887,13 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 645,637 jiwa, dengan

wilayah administrasi yang terdiri dari 14 Kecamatan, 7 Kelurahan dan

290 Desa.

Grafik 19.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Rembang

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Rembang

memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp79,71 miliar pada

tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp178,86 miliar.

Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Dari grafik diatas dapat dilihat, anggaran dana desa di tahun 2016

naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau naik sebesar Rp99,15

miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana desa

sebesar Rp616,77 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp274,86

juta. Di tahun 2017, Kabupaten Kebumen mendapatkan porsi anggaran

45

dana desa sebesar Rp228,01 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun

sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar

Rp786,25 juta.

Grafik 20.

Porsi Dana Desa Kab. Rembang

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat, selama tiga tahun berturut-turut,

Kab. Rembang mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,5% dari proporsi

dana desa se-Jawa Tengah.

49

4. Daerah Pemilihan Jateng IV (Kab. Sragen, Kab. Karanganyar,

Kab. Wonogiri)

a. Kabupaten Sragen

Kabupaten Sragen merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa

Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Grobogan di utara,

Kabupaten Ngawi (Jawa Timur) di timur, Kabupaten Karanganyar di

selatan, serta Kabupaten Boyolali di barat. Kabupaten ini memiliki luas

wilayah sebesar 941,55 km2, dan jumlah penduduk sebesar 883.464 jiwa,

dengan wilayah administrasi yang terdiri dari 20 Kecamatan, 196 Desa

dan 12 Kelurahan.

Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Sragen

memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp56,17 miliar pada

tahun 2015, dan naik di tahun 2016 sebesar Rp126,08 miliar. Hal ini

dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Grafik 21.

Perkembangan Dana Desa di Kab Sragen

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau naik

sebesar Rp69,91 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan

kuncuran dana desa sebesar Rp643,27 juta dari yang sebelumnya hanya

sebesar Rp286,6 juta.

Di tahun 2017, Kabupaten Sragen mendapatkan porsi anggaran

dana desa sebesar Rp160,95 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun

50

sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar

Rp821,18 juta.

Grafik 22.

Porsi Dana Desa Kab. Sragen

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Sragen selama tiga

tahun berturut-turut mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,5% dari

proporsi dana desa se-Jawa Tengah.

b. Kabupaten Karanganyar

Kabupaten Karanganyar merupakan sebuah kabupaten di Provinsi

Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Sragen di utara,

Provinsi Jawa Timur di timur, Kabupaten Wonogiri dan Sukaharjo di

selatan, serta Kabupaten Surakarta dan Boyolali di barat. Memiliki

karakteristik umum daerah agraris, sebagian besar wilayah Kabupaten

Karanganyar digunakan sebagai lahan pertanian. Selain semakin tumbuh

berkembangnya perekonomian di Kabupaten Karanganyar, sektor

industri, jasa dan perbankan juga mulai tumbuh.

Kabupaten Karanganyar memiliki luas wilayah sebesar 800,20

km2, dan jumlah penduduk sebesar 870.679 jiwa, dengan wilayah

administrasi yang terdiri dari 17 Kecamatan, 162 Desa dan 15 Kelurahan.

Dari besaran alokasi formula berdasarkan luas wilayah jumlah desa

dan kepadatan penduduk, Kabupaten Karanganyar memperoleh

porsi anggaran dana desa sebesar Rp46,19 Miliar pada tahun 2015, dan

naik di tahun 2016 sebesar Rp103,68 Miliar. Hal ini dapat dilihat pada

grafik di bawah ini:

51

Grafik 23.

Perkembangan Dana Desa di Kab Karanganyar

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp57,49 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana

desa sebesar Rp640,03 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp285,16 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Karanganyar mendapatkan

porsi anggaran dana desa sebesar Rp133,06 miliar atau naik sebesar 28%

dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana

sebesar Rp821,39 juta.

Grafik 24.

Porsi Dana Desa Kab. Karanganyar

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah

(dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

52

Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Karanganyar selama

tiga tahun berturut-turut mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,09% dari

proporsi dana desa se-Jawa Tengah.

c. Kabupaten Wonogiri

Kabupaten Wonogiri secara geografis berlokasi di bagian tenggara

Grafik 25.

Perkembangan Dana Desa di Kab Wonogiri

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp86,23 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana

desa sebesar Rp619,78 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp276,21 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Wonogiri mendapatkan porsi

anggaran dana desa sebesar Rp133,06 miliar atau naik sebesar 28% dari

tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar

Rp791,81 juta.

Provinsi Jawa Tengah memiliki luas wilayah sebesar 1.822,37 km2, dan

jumlah penduduk sebesar 940.297 jiwa, dengan wilayah administrasi

yang terdiri dari 25 Kecamatan, 251 Desa dan 297 Kelurahan. Dari

besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Wonogiri memperoleh porsi

anggaran dana desa sebesar Rp69,33 miliar pada tahun 2015, dan naik di

tahun 2016 sebesar Rp155,56 miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik

di bawah ini:

53

Grafik 26.

Porsi Dana Desa Kab. Wonogiri

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Wonogiri selama tiga

tahun berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,1% dari proporsi

dana desa se-Jawa Tengah.

57

5. Daerah Pemilihan Jateng V (Kab. Sukoharjo, Kab. Klaten, Kab.

Boyolali)

a. Kabupaten Sukoharjo

Grafik 27.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Sukoharjo

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu Kabupaten di Jawa

Tengah yang memperoleh porsi anggaran dana desa yang relatif besar

selama tiga tahun berturut. Kabupaten Sukoharjo memiliki luas wilayah

sebesar 466,66 km2, dan jumlah penduduk sebesar 885.832 jiwa, dengan

wilayah administrasi yang terdiri dari 12 Kecamatan, 17 Kelurahan dan

150 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Sukoharjo

memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp43,04 miliar pada tahun

2015, dan naik di tahun 2016 sebesar Rp96,62 miliar. Hal ini dapat dilihat

pada grafik di bawah ini:

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp53,57 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana

desa sebesar Rp644,13 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp286,96 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Sukoharjo mendapatkan porsi

anggaran dana desa sebesar Rp123,57 Miliar atau naik sebesar 28% dari

tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar

Rp823,84 juta.

58

Grafik 28.

Porsi Dana Desa Kab. Sukoharjo

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah

(dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Sukoharjo selama tiga

tahun berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 1,94% dari dana

desa se-Jawa Tengah

b. Kabupaten Boyolali

Grafik 29.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Boyolali

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Kabupaten Boyolali secara geografis berlokasi di sebelah barat

Kota Surakarta memiliki luas wilayah sebesar 1.015,10 km2, dan jumlah

penduduk sebesar 930.531 jiwa, dengan wilayah administrasi yang terdiri

dari 19 Kecamatan, 261 Desa dan 7 Kelurahan. Dari besaran alokasi

formula tersebut, Kabupaten Boyolali memperoleh porsi anggaran dana

desa sebesar Rp72,54 miliar pada tahun 2015, dan naik di tahun 2016

sebesar Rp162,80 miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

59

Grafik 30.

Porsi Dana Desa Kab. Boyolali

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Boyolali selama tiga

tahun berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,27% dari dana desa

se-Jawa Tengah.

c. Kabupaten Klaten

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp90,25 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana

desa sebesar Rp623,75 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp277,96 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Boyolali mendapatkan porsi

anggaran dana desa sebesar Rp133,06 miliar atau naik sebesar 28% dari

tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar

Rp796,259 juta.

Kabupaten Klaten merupakan salah satu Kabupaten di Jawa

Tengah yang memperoleh porsi anggaran dana desa yang relatif besar

selama tiga tahun berturut. Kabupaten Klaten memiliki luas wilayah

sebesar 655 km2, dan jumlah penduduk sebesar 1.144.040 jiwa, dengan

wilayah administrasi yang terdiri dari 26 Kecamatan, 10 Kelurahan dan

391 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Klaten

memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp108,67 miliar pada

tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp243,87 miliar.

Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

60

Grafik 31.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Klaten

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

135,19 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana

desa sebesar Rp623,69 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp277,94 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Klaten mendapatkan porsi

anggaran dana desa sebesar Rp311,08 miliar atau naik sebesar 28% dari

tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar

Rp795,62 juta. Kabupaten Klaten selama tiga tahun berturut

mendapatkan porsi dana desa sebesar 4,6% dari proposi dana desa se-

Jawa Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Grafik 32.

Porsi Dana Desa Kab. Klaten

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

61

Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya

kelemahan. Kajian yang dilakukan oleh KPK tentang Dana Desa,

mengungkapkan regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang

diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa masih belum disusun

secara lengkap. Beberapa petunjuk teknis yang belum lengkap tersebut

antara lain seperti mekanisme pengangkatan Pendamping PNPM. Pada

tahun 2015 pengangkatan tenaga pendamping di Kabupaten Klaten

belum dianggarkan dalam APBD, karena belum dikeluarkannya

petunjuk teknis dari pusat.

Petunjuk teknis terkait mekanisme rekrutmen pendamping PNPM

ini menjadi penting untuk diselesaikan segera oleh pemerintah pusat

mengingat kebutuhan pendamping dibutuhkan terutama pada awal

proses penganggaran dan perencanaan, dan daerah membutuhkan

informasi dari Pemerintah Pusat terkait porsi pembiayaan pendamping

yang menjadi tugas daerah, dan standar biaya pendampingan yang

diperlukan sehingga daerah dapat mengalokasikan anggaranya untuk

kebutuhan tersebut. Fungsi strategis pendamping dalam pengelolaan

keuangan desa menuntut pendamping yang direkrut adalah personil yang

berkualitas dan berintegritas.

65

6. Daerah pemilihan Jateng VI (Kab. Magelang, Kab. Purworejo,

Kab. Temanggung)

a. Kabupaten Magelang

Grafik 33.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Magelang

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Kabupaten Magelang merupakan salah satu Kabupaten di Jawa

Tengah yang memperoleh porsi anggaran dana desa yang relatif besar

selama tiga tahun berturut. Kabupaten Magelang memiliki luas wilayah

sebesar 1.086 km2, dan jumlah penduduk sebesar 1.219.371 jiwa, dengan

wilayah administrasi yang terdiri dari 21 Kecamatan, 5 Kelurahan dan

367 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Magelang

memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp101,15 miliar pada

tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp226,98 miliar.

Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

125,8 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana desa

sebesar Rp 618,5 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp275,6 juta.

Di tahun 2017, Kabupaten Magelang mendapatkan porsi anggaran dana

desa sebesar Rp289,6 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun

sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar 789,13

juta. Kab Magelang selama tiga tahun berturut mendapatkan porsi dana

desa sebesar 4,3% dari dana desa se-Jawa Tengah. Hal tersebut dapat

dilihat pada grafik dibawah ini:

66

Grafik 34.

Porsi Dana Desa Kab. Magelang

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya

kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester 1 tahun 2016,

BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian

intern, yakni Belum tertibnya pelaksanaan dan pertanggungjawaban

Dana Desa, yang mengakibatkan efektivitas pelaksanaan kegiatan yang

dibiayai dengan Dana Desa belum dapat dievaluasi. Hal tersebut

disebabkan karena belum optimalnya Kepala Bagian Tata Pemerintahan

dan Camat dalam melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan

Dana Desa, serta kurangnya pemahaman pemerintah desa atas peraturan

berlaku dalam menyampaikan pertanggungjawaban Dana Desa.

Selain itu, Kajian yang dilakukan oleh KPK tentang Dana Desa

juga menemukan permasalahan bahwa alokasi formula pembagian Dana

Desa yang ditetapkan belum mengacu pada aspek pemerataan. Hal ini

terjadi pada Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang.

Tabel 4.

Porsi Dana Desa di Kecamatan Pakis, Kab. Magelang

Indikator Desa Banyusidi Desa Kajangkoso

Luas Desa 7,5 km2 1,5 km2

Jumlah Dusun 21 3

Jumlah Pemilih yang terdaftar dalam Pildes 2014 + 7.400 orang + 512 orang

Dana Desa sesuai formula PP. 60 tahun 2014 Rp437.242.237 Rp41.633.297

Dana Desa sesuai formula PP. No 22 tahun 2015 Rp312.636.000 Rp263.578.000

Sumber: Laporan Audit Investigasi dana desa oleh KPK, 2015.

67

Dari Tabel diatas dapat dilihat, Desa Banyusidi menerima jumlah

dana desa yang nyaris sama dengan Desa Kajangkoso meski memiliki

wilayah 6 kali lebih luas dan jumlah penduduk yang jauh lebih besar dari

Desa Kejangkoso. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh KPK,

diketahui bahwa desa dengan wilayah yang luas, jumlah penduduk yang

miskin yang besar dan infrastruktur yang sulit seperti Desa Banyusidi

merasa dirugikan dengan formula yang berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 22 tahun 2015 tersebut.

b. Kabupaten Purworejo

Grafik 35.

Perkembangan Dana Desa di Kab Purworejo

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

154,7 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana desa

sebesar Rp595,09 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp265,28

juta. Di tahun 2017, Kabupaten Purworejo mendapatkan porsi anggaran

Kabupaten Purworejo merupakan Kabupaten di Jawa Tengah

yang memperoleh porsi anggaran dana desa terbesar kedua selama tiga

tahun berturut. Kabupaten Purworejo memiliki luas wilayah sebesar

1.034 km2, dan jumlah penduduk sebesar 948.000 jiwa, dengan wilayah

administrasi yang terdiri dari 16 Kecamatan, 25 Kelurahan dan 469

Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Purworejo

memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp124,41 miliar pada

tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp279,1 miliar. Hal

ini dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

68

Grafik 36.

Porsi Dana Desa Kab. Purworejo

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya

kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,

BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian

intern yakni Laporan realisasi penggunaan Dana Desa yang disampaikan

kepada Pemerintah Kabupaten Purworejo belum sepenuhnya sesuai

dengan kondisi sebenarnya.

Pada tahun anggaran 2016, penyaluran Dana Desa di Kabupaten

Purworejo sebesar Rp279.101.050.000,00, yang telah disalurkan ke 469

desa di 16 kecamatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan atas penyaluran

dan penggunaan Dana Desa tahun 2016, diketahui bahwa terdapat

sebagian desa yang belum membuat Laporan realisasi penggunaan Dana

Desa di akhir tahun anggaran. Disamping itu, beberapa kegiatan yang

bersumber dari Dana Desa baik yang baru selesai, belum selesai

dikerjakan, atau belum dikerjakan sama sekali, namun laporan realisasi

penyaluran dan penggunaan Dana Desa telah disampaikan kepada

Bupati, yang mengakibatkan laporan realisasi penggunaan Dana Desa

belum dapat dijadikan dasar pencapaian pelaksanaan kegiatan. Hal

tersebut disebabkan karena pemda belum memilki ketentuan terkait

dana desa sebesar Rp355,96 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun

sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar

Rp758,99 juta. Kab. Purworejo selama tiga tahun berturut-turut

mendapatkan porsi dana desa sebesar 5,4% dari dana desa se-Jawa

Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini:

69

mekanisme penyusunan laporan realisasi penggunaan Dana Desa dan

tidak adanya sanksi yang tegas bila belum mempertanggungjawabkan

laporan realisasi tersebut.

Hal ini tidak sesuai dengan teori Smyth (2007) yang menyatakan

bahwa pengelolaan dana desa harus mempertimbangkan aspek politik

dan manajerial dalam mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya.

Political Accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan pada

forum-forum publik (politik) kepada masyarakat, sementara managerial

accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan

birokrasi sebuah organisasi berdasarkan peraturan yang berlaku.

c. Kabupaten Temanggung

Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa

Tengah berbatasan dengan Kabupaten Kendal di utara, Kabupaten

Semarang di timur, Kabupaten Magelang di selatan, serta Kabupaten

Wonosobo di barat. Memiliki luas wilayah sebesar 870,25 km2, dan

jumlah penduduk sebesar 733.418 jiwa, dengan wilayah administrasi

yang terdiri dari 20 Kecamatan, 251 Desa dan 266 Kelurahan. Dari

besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Temanggung memperoleh

porsi anggaran dana desa sebesar Rp72,42 miliar pada tahun 2015, dan

naik di tahun 2016 sebesar Rp162,49 miliar. Hal ini dapat dilihat pada

grafik dibawah ini:

Grafik 37.

Perkembangan Dana Desa di Kab Temanggung

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

70

Rp90,07 Miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana

desa sebesar Rp647,39 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp288,54 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Temanggung mendapatkan

porsi anggaran dana desa sebesar Rp133,06 Miliar atau naik sebesar 28%

dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana

sebesar Rp826,50 juta.

Grafik 38.

Porsi Dana Desa Kab. Temanggung

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah

(dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Temanggung selama

tiga tahun berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,25% dari

dana desa se-Jawa Tengah.

d. Kabupaten Wonosobo

Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu kabupaten di

Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Temanggung

dan Kabupaten Magelang di timur, Kabupaten Purworejo di selatan,

Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Banjarnegara di barat, serta

Kabupaten Batang dan Kabupaten Kendal di utara. Memiliki luas

wilayah sebesar 981 km2 yang sebagian besar merupakan dataran tinggi

yang dikelilingi pegunungan dan jumlah penduduk sebesar 900.653 jiwa,

dengan wilayah administrasi yang terdiri dari 29 Kecamatan, 15

Kelurahan dan 236 Desa, Kabupaten Wonosobo memperoleh porsi

anggaran dana desa sebesar Rp66,86 miliar pada tahun 2015, dan naik

kembali di tahun 2016 sebesar Rp150,05 miliar. Hal ini dapat dilihat

pada grafik dibawah ini:

71

Grafik 39.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Wonosobo

(dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp83,19 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana

desa sebesar Rp635,82 juta tahu 2017 dari yang sebelumnya hanya

sebesar Rp283,14 juta pada tahun 2016.

Di tahun 2017, Kabupaten Wonosobo mendapatkan porsi

anggaran dana desa sebesar Rp191,49 miliar atau naik sebesar 28% dari

tahun sebelumnya. Rata-rata dana yang diperoleh desa sebesar Rp811,43

juta. Dengan kucuran dana tersebut diharapkan tiga sektor pembangunan

yang menjadi prioritas, yaitu pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur

dapat dapat meningkat.

Pada tahun 2017, Kabupaten Wonosobo dijadikan Percontohan

Open Data Keuangan Desa Nasional oleh Kementerian Dalam Negeri.

Informasi keuangan dapat diakses oleh masyarakat secara terbuka

melalui portal http://datadesa.wonosobokab.go.id. Dengan ini

masyarakat dapat melihat besaran dana yang dikelola oleh desa secara

langsung.

72

Grafik 40.

Porsi Dana Desa Kab. Wonosobo

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah

(dalam Jutaan rupiah)

Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Wonosbo selama tiga

tahun berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,9% dari dana desa

se-Jawa Tengah.

75

7. Daerah pemilihan Jateng VII (Kab. Kebumen, Kab. Banjarnegara,

Kab. Purbalingga)

a. Kabupaten Kebumen

Grafik 41.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Kebumen

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Kabupaten Kebumen merupakan Kabupaten di Jawa Tengah yang

memperoleh porsi anggaran dana desa tertinggi se-Jawa Tengah selama

tiga tahun berturut. Kabupaten Kebumen memiliki luas wilayah sebesar

1.581 km2, dan jumlah penduduk sebesar 1.155.437 jiwa, dengan

wilayah administrasi yang terdiri dari 26 Kecamatan, 11 Kelurahan dan

449 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Kebumen

memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp125,84 miliar pada

tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp282,14 miliar.

Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp156,29 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana

desa sebesar Rp628,38 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp280,27 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Kebumen mendapatkan porsi

anggaran dana desa sebesar Rp359,99 miliar atau naik sebesar 28% dari

tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar

Rp801,77 juta. Kabupaten Kebumen selama tiga tahun berturut

76

Grafik 42.

Porsi Dana Desa Kab. Kebumen

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

125.845

282.143

359.998

2.198.399

5.002.015

6.384.437

- 2.000.000 4.000.000 6.000.000 8.000.000

2015

2016

2017

Jawa Tengah Kab Kebumen

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya

kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I 2017, BPK RI

menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian internal

yakni Belum Disampaikannya Laporan Pertanggungjawaban Bantuan

Keuangan Dana Desa, Alokasi Dana Desa (ADD), Bagi Hasil Pajak

(BHP) dan Bagi Hasil Retribusi (BHR), yang mengakibatkan efektivitas

pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dengan Dana Desa, ADD, BHP dan

BHR belum dapat dievaluasi. Hal tersebut disebabkan karena Kepala

Desa penerima dana transfer tidak tertib dalam menyampaikan LPj.

Hal ini tidak sesuai dengan teori Smyth (2007) yang menyatakan

bahwa pengelolaan dana desa harus mempertimbangkan aspek politik

dan manajerial dalam mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya.

Political Accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan pada

forum-forum publik (politik) kepada masyarakat, sementara managerial

accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan

birokrasi sebuah organisasi berdasarkan peraturan yang berlaku.

b. Kabupaten Banjarnegara

Kabupaten Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di

wilayah Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten

Pekalongan dan Kabupaten Batang di Utara, Kabupaten Wonosobo di

Timur, Kabupaten Kebumen di Selatan, dan Kabupaten Banyumas dan

mendapatkan porsi dana desa sebesar 5,3% dari dana desa se-Jawa

Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

77

Grafik 43.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Banjarnegara

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Kabupaten Purbalingga di Barat. Memiliki luas wilayah sebesar 1.069

km2, dan jumlah penduduk sebesar 916.875 jiwa, dengan wilayah

administrasi yang terdiri dari 20 Kecamatan, 12 Kelurahan dan 266

Desa, Kabupaten Banjarnegara memperoleh porsi anggaran dana desa

sebesar Rp74,81 miliar pada tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016

sebesar Rp167,88 miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp93,07 miliar. Kenaikan dana desa ini tidak lepas dari bertambahnya

jumlah desa dari tahun ke tahun karena adanya pemekaran. Rata-rata per

desa mendapatkan kuncuran dana desa sebesar Rp631,14 juta pada tahun

2017 dari yang sebelumnya hanya sebesar Rp281,24 juta tahun 2016. Di

tahun 2017, Kabupaten Banjarnegara mendapatkan porsi anggaran dana

desa sebesar Rp214,47 miliar atau naik sebesar 28% dari tahun

sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar

Rp806,28 juta. Kab. Banjarnegara selama tiga tahun berturut

mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,2% dari dana desa se-Jawa

Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

78

Grafik 44.

Porsi Dana Desa Kab. Banjarnegara

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya

kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,

BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian

internal yaitu Pengendalian Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban

Realisasi Pelaksanaan APBDes belum memadai. Berdasarkan hasil

pemeriksaan, diketahui bahwa ikhtisar laporan pertanggungjawaban

realisasi pelaksanaan APBDes TA 2016 yang disampaikan ke BPK

hanya merangkum laporan sebanyak 117 desa. Sehingga sebanyak 149

desa lainnya belum tercatat dan belum ada ikhtisar laporan

pertanggungjawabannya. Diantaranya terdapat seluruh desa (17 desa)

yang berasal dari satu kecamatan yaitu kecamatan Banjarmangu, yang

belum ada ikhtisar laporan pertanggungjawabannya. Hal tersebut

mengakibatkan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara tidak dapat

melakukan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan dan realisasi bantuan

keuangan ke desa.

79

c. Kabupaten Purbalingga

Grafik 45.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Purbalingga

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Kabupaten Purbalingga memiliki luas wilayah sebesar 678 km2,

dan jumlah penduduk sebesar 1.013.084 jiwa, dengan wilayah

administrasi yang terdiri dari 18 Kecamatan, 15 Kelurahan dan 224

Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Purbalingga

memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp66,61 miliar pada

tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp149,53 miliar.

Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp82,92 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana

desa sebesar Rp665,94 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp667,53 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Purbalingga mendapatkan

porsi anggaran dana desa sebesar Rp191,24 miliar atau naik sebesar 28%

dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana

sebesar Rp853,68 juta.

80

Grafik 46.

Porsi Dana Desa Kab. Purbalingga

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat, Kab Purbalingga selama tiga

tahun berturut-turut mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,9% dari

dana desa se-Jawa Tengah.

83

8. Daerah Pemilihan Jateng VIII (Kab. Banyumas, Kab. Cilacap)

a. Kabupaten Banyumas

Grafik 47.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Banyumas

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa

Kabupaten Banyumas merupakan salah satu Kabupaten di Jawa

Tengah memiliki luas wilayah sebesar 1.329,02 km2, dan jumlah

penduduk sebanyak 1.578.129 jiwa, dengan wilayah administrasi yang

terdiri dari 27 Kecamatan, 331 Kelurahan dan 201 Desa. Kabupaten

Banyumas memperoleh porsi anggaran dana desa selama tiga tahun

berturut-turut yang relatif besar yakni Rp 89,3 miliar pada tahun 2015,

dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp200,5 miliar. Hal ini dapat

dilihat pada grafik di bawah ini:

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp111,2 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana

desa sebesar Rp665,94 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp296,65 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Banyumas mendapatkan porsi

anggaran dana desa sebesar Rp255,72 miliar atau naik sebesar 28% dari

tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar

Rp849,61 juta. Kab Banyumas selama tiga tahun berturut mendapatkan

porsi dana desa sebesar 3,9% dari dana desa se-Jawa Tengah. Hal

tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

84

Grafik 48.

Porsi Dana Desa Kab. Banyumas

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah

(dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya

kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,

BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian

intern yakni Belum disusunnya Ikhtisar Laporan Pertanggungjawaban

Realisasi Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(APBDes), yang mengakibatkan LKPD Pemerintah Banyumas belum

memuat secara rinci atas realisasi transfer bantuan keuangan kepada

pemerintah desa, yang didalamnya terdapat dana desa. Permasalahan

tersebut disebabkan karena kurangnya koordinasi dan monitoring yang

dilakukan antara Kepala Bidang Akuntansi DPPKAD dengan Kepala

Badan Pemberdayaan Masayarakat, Perempuan dan Keluarga

Berencana.

Hal ini tidak sesuai dengan teori Smyth (2007) yang menyatakan

bahwa pengelolaan dana desa harus mempertimbangkan aspek politik

dan manajerial dalam mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya.

Political Accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan pada

forum-forum publik (politik) kepada masyarakat, sementara managerial

accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan

birokrasi sebuah organisasi berdasarkan peraturan yang berlaku.

85

b. Kabupaten Cilacap

Grafik 49.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Cilacap

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diola

Kabupaten Cilacap merupakan salah satu kabupaten di wilayah

Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Banyumas di

sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah selatan, Kabupaten Kebumen

di timur dan Kabupaten Ciamis di sebelah barat. Kabupaten Cilacap

memiliki luas wilayah sebesar 2.124 km2 dengan luas wilayahnya sekitar

6,2% dari total wilayah Jawa Tengah. Jumlah penduduk di Kabupaten

Cilacap sebanyak 1.910.314 jiwa, dengan wilayah administrasi yang

terdiri dari 24 Kecamatan, 15 Kelurahan dan 269 Desa. Dari besaran

alokasi formula dana desa, Kabupaten Cilacap memperoleh porsi

anggaran dana desa sebesar Rp81,06 miliar pada tahun 2015, dan naik

kembali di tahun 2016 sebesar Rp181,99 miliar. Hal ini dapat dilihat

pada grafik di bawah ini:

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik di atas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp100,92 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana

desa sebesar Rp676,52 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp301,34 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Cilacap mendapatkan porsi

anggaran dana desa sebesar Rp232,08 miliar atau naik sebesar 28% dari

tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana sebesar

Rp862,76 juta.

86

Grafik 50.

Porsi Dana Desa Kab. Cilacap dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah

(dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat, Kabupaten Cilacap selama tiga

tahun berturut-turut mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,5% dari

dana desa se-Jawa Tengah. Dari besaran porsi tersebut, Kabupaten

Kebumen menjadi salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang

memperoleh porsi anggaran dana desa tertinggi se-Jawa Tengah.

89

9. Daerah Pemilihan Jateng IX (Kab. Tegal, Kab. Brebes)

a. Kabupaten Tegal

Grafik 51.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Tegal

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Kabupaten Tegal merupakan salah satu Kabupaten di Jawa

Tengah yang memperoleh porsi anggaran dana desa yang relatif besar

selama tiga tahun berturut. Kabupaten Tegal memiliki luas wilayah

sebesar 879 km2, dan jumlah penduduk sebesar 1.396.982 jiwa, dengan

wilayah administrasi yang terdiri dari 18 Kecamatan, 6 Kelurahan dan

281 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Tegal

memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp81,6 miliar pada tahun

2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar Rp183,2 miliar. Hal ini

dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Secara ringkas dapat di lihat dari grafik diatas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp101,59 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana

desa sebesar Rp651,99 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp290,46 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Tegal kembali mendapatkan

porsi anggaran dana desa sebesar Rp234,02 miliar atau naik sebesar 28%

dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana

sebesar Rp832,83 juta. Kab. Tegal selama tiga tahun berturut

mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,5% dari dana desa se-Jawa

Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

90

Grafik 52.

Porsi Dana Desa Kab. Tegal

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya

kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,

BPK RI menemukan adanya kelemahan pada kepatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan, yakni Pertanggungjawaban Belanja

Transfer Bantuan Keuangan Dana Desa Terlambat senilai

Rp25.008.998.390,00. Pemerintah Kabupaten Tegal telah

menganggarkan Transfer Bantuan Keuangan ke Desa sebesar

Rp344.381.641.000,00 dengan realisasi sebesar Rp342.020.840.961,00

atau sebesar 99,31%, dengan rincian dalam Tabel berikut:

Tabel 5.

Anggaran dan Belanja Bantuan Keuangan ke Desa No Jenis Belanja Anggaran Belanja

1 Dana Desa 183.211.735.997,00 183.211.735.997,00

2 Alokasi Dana Desa 120.409.104.964,00 120.409.104.964,00

3 Program Daerah Pemberdayaan

Masyarakat (PDPM)

28.100.000.000,00 28.100.000.000,00

4 Rumah Tidak Layak Huni 10.150.000.000,00 9.650.000.000,00

5 Kursus Kewirausahaan Desa (KKD) 150.000.000,00 150.000.000,00

6 Penataan Lingkungan Berbasis

Komunitas (PLBK)

2.360.800.000,00 500.000.000,00

Jumlah 344.381.641.000,00 342.020.840.961,00

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2017

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan BPK ditemukan adannya

keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban belanja transfer

91

Dana Desa tahap I dan II yang terlambat disampaikan senilai

Rp25.008.998.390,00 oleh Pemerintah Desa di Kabupaten Tegal, yang

mengakibatkan realisasi Dana Desa tersebut belum dapat diketahui

efektivitas penggunaannya. Permasalahan tersebut disebabkan karena

Kepala DPPKAD sebagai SKPD pengampu tidak melakukan penagihan

atas laporan penggunaan dana desa yang telah dicairkan, serta belum

adanya koordinasi yang baik yang dilakukan Kepala BPMD sebagai Tim

Koordinasi Kabupaten dan Camat selaku Tim Koordinasi dari

Kecamatan.

Hal ini tidak sesuai dengan teori Smyth (2007) yang menyatakan

bahwa pengelolaan dana desa harus mempertimbangkan aspek politik dan

manajerial dalam mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Political

Accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan pada forum-forum

publik (politik) kepada masyarakat, sementara managerial accountability

adalah tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan birokrasi sebuah

organisasi berdasarkan peraturan yang berlaku.

b. Kabupaten Brebes

Grafik 53.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Brebes

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Kabupaten Brebes merupakan salah satu Kabupaten di Jawa

Tengah yang memperoleh porsi anggaran dana desa yang relatif besar

selama tiga tahun berturut. Kabupaten Brebes memiliki luas wilayah

sebesar 1.902 km2, dan jumlah penduduk sebesar 2.102.960 jiwa, dengan

wilayah administrasi yang terdiri dari 17 Kecamatan, 5 Kelurahan dan

292 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut, Kabupaten Brebes

memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar Rp94,56 miliar pada

tahun 2015, dan naik di tahun 2016 sebesar Rp212,39 miliar. Hal ini

dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

92

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp117,82 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana

desa sebesar Rp727,35 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp323,35 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Brebes kembali mendapatkan

porsi anggaran dana desa sebesar Rp270,92 miliar atau naik sebesar 28%

dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana

sebesar Rp927,82 juta.

Grafik 54.

Porsi Dana Desa Kab. Brebes

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat, Kab Brebes selama tiga tahun

berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 4,1% dari dana desa se-

Jawa Tengah.

95

10. Daerah Pemilihan Jateng X (Kab. Pekalongan, Kab. Pemalang,

Kab. Batang)

a. Kabupaten Pekalongan

Grafik 55.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Pekalongan

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Kabupaten Pekalongan merupakan kabupaten yang memiliki luas

wilayah sebesar 837 km2, dan jumlah penduduk sebesar 981.146 jiwa.

Dengan wilayah administrasi yang terdiri dari 19 Kecamatan, 14

Kelurahan dan 272 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut,

Kabupaten Pekalongan memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar

Rp77,8 miliar pada tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016 sebesar

Rp174,5 miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp96,76 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana

desa sebesar Rp641,64 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp285,89 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Pekalongan kembali

mendapatkan porsi anggaran dana desa sebesar Rp222,53 miliar atau

naik sebesar 28% dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa

mendapatkan dana sebesar Rp818,15 juta. Kab Pekalongan selama tiga

tahun berturut mendapatkan porsi dana desa sebesar 3,4% dari dana desa

se-Jawa Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

96

Grafik 56.

Porsi Dana Desa Kab. Pekalongan

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya

kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,

BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam sistem pengendalian

internalnya, yakni adanya Realisasi belanja transfer yang terlambat

dipertanggungjawabkan senilai Rp113,54 Miliar.

Pemerintah Kabupaten Pekalongan telah menganggarkan Transfer

Bantuan Keuangan ke Desa sebesar Rp313.875.625.100,00 dengan

realisasi sebesar Rp313.525.616.990,00 atau sebesar 99,89%, dengan

rincian dalam Tabel berikut:

Tabel 6.

Anggaran dan Belanja Bantuan Keuangan ke Desa No Jenis Belanja Anggaran Belanja %

1 Dana Desa 174.527.576.000,00 174.527.567.900,00 100,00

2 Alokasi Dana Desa 95.905.199.100,00 95.905.199.090,00 100,00

3 Pembangunan fisik sarana

dan prasarana

38.712.800.000,00 38.362.800.000,00 99,10

4 Bantuan keuangan lainnya 4.730.050.000,00 4.730.050.000,00 100,00

Jumlah 313.875.625.100,00 313.525.616.990,00 99,89

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2017

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan BPK ditemukan adannya

keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban belanja transfer

Dana Desa tahap II yang terlambat disampaikan senilai

Rp59.117.563.200,00, yang mengakibatkan realisasi Dana Desa tersebut

97

belum dapat diketahui efektivitas penggunaannya. Hal tersebut

disebabkan karena Kepala Desa penerima dana transfer tidak mematuhi

kewajiban dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara

tepat waktu.

Hal ini tidak sesuai dengan teori Smyth (2007) yang menyatakan

bahwa pengelolaan dana desa harus mempertimbangkan aspek politik dan

manajerial dalam mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Political

Accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan pada forum-forum

publik (politik) kepada masyarakat, sementara managerial accountability

adalah tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan birokrasi sebuah

organisasi berdasarkan peraturan yang berlaku.

b. Kabupaten Pemalang

Grafik 57.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Pemalang

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa

Kabupaten Pemalang merupakan kabupaten yang memiliki luas

wilayah sebesar 996 km2 dan jumlah penduduk sebesar 1.261.049 jiwa.

Dengan wilayah administrasi yang terdiri dari 14 Kecamatan, 11

Kelurahan dan 211 Desa. Dari besaran alokasi formula tersebut,

Kabupaten Pemalang memperoleh porsi anggaran dana desa sebesar

Rp66,6 miliar pada tahun 2015, dan naik di tahun 2016 sebesar Rp149,6

miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp82,98 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kucuran dana

desa sebesar Rp709,04 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp315,73 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Pemalang kembali

mendapatkan porsi anggaran dana desa sebesar Rp191 miliar atau naik

sebesar 28% dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa

98

Grafik 58.

Porsi Dana Desa Kab. Pemalang

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah (dalam Jutaan rupiah)

66.620

149.607

191.002

2.198.399

5.002.015

6.384.437

- 2.000.000 4.000.000 6.000.000 8.000.000

2015

2016

2017

Jawa Tengah Kab Pemalang

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Namun di dalam pelaksanaannya masih ditemukan adanya

kelemahan. Pada Laporan Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017,

BPK RI menemukan adanya kelemahan di dalam kepatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan, yakni adanya Pertanggungjawaban

belanja transfer yang belum dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah

Desa atas Bantuan Keuangan Dana Desa sebesar Rp9,98 miliar.

Pemerintah Kabupaten Pemalang telah menganggarkan Transfer Bantuan

Keuangan ke Desa sebesar Rp317.096.704.000,00 dengan realisasi

sebesar Rp315.141.062.840,00 atau sebesar 99,38%, dengan rincian

dalam Tabel berikut:

Tabel 7.

Anggaran dan Belanja Bantuan Keuangan ke Desa No Jenis Belanja Anggaran Belanja

1 Dana Desa 174.527.576.000,00 174.527.567.900,00

2 Alokasi Dana Desa 95.905.199.100,00 95.905.199.090,00

Jumlah 313.875.625.100,00 313.525.616.990,00

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2017

mendapatkan dana sebesar Rp905,22 juta. Kab Pemalang selama tiga

tahun berturut-turut mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,9% dari

dana desa se-Jawa Tengah. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik

di bawah ini:

99

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan BPK, diketahui terdapat

pertanggungjawaban belanja transfer bantuan keuangan Dana Desa yang

terlambat dan belum dipertanggungjawabkan oleh pemerintah desa

kepada Bupati. Dari permasalahan tersebut, diketahui terdapat 73 desa

penerima bantuan Dana Desa senilai Rp53.443.310.000,00 terlambat

dipertanggungjawabkan oleh pemerintah desa dan 15 desa yang belum

mempertanggungjawabkan laporan realisasi penggunaan Dana Desa

senilai Rp9.977.036.000,00 yang mengakibatkan realisasi Dana Desa

tersebut belum dapat diyakini efektivitas penggunaannya sebesar

Rp9.977.036.000,00. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya

koordinasi antara Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga

Berencana dengan Kepala DPPKAD, serta Kepala Desa penerima dana

transfer yang tidak mematuhi kewajiban dalam menyampaikan laporan

pertanggungjawaban secara tepat waktu.

Hal ini tidak sesuai dengan teori Smyth (2007) yang menyatakan

bahwa pengelolaan dana desa harus mempertimbangkan aspek politik dan

manajerial dalam mempertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Political

Accountability adalah tanggung jawab yang dilakukan pada forum-forum

publik (politik) kepada masyarakat, sementara managerial accountability

adalah tanggung jawab yang dilakukan berdasarkan birokrasi sebuah

organisasi berdasarkan peraturan yang berlaku.

c. Kabupaten Batang

Kabupaten Batang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi

Jawa Tengah yang berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten

Kendal di timur, Kabupaten Banjarnegara di selatan, serta Kota

Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan di barat. Kabupaten Batang

memiliki luas wilayah sebesar 789 km2 dan jumlah penduduk sebesar

827.685 jiwa dengan wilayah administrasi yang terdiri dari 15

Kecamatan, 9 Kelurahan dan 239 Desa. Dari besaran alokasi formula

tersebut, Kabupaten Pemalang memperoleh porsi anggaran dana desa

sebesar Rp66,58 miliar pada tahun 2015, dan naik kembali di tahun 2016

sebesar Rp149,4 miliar. Hal ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

100

Grafik 59.

Perkembangan Dana Desa di Kab. Batang

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Secara ringkas dapat dilihat dari grafik diatas, anggaran dana desa

di tahun 2016 naik sebesar 124% dari tahun sebelumnya atau sebesar

Rp82,82 miliar, dengan rata-rata per desa mendapatkan kuncuran dana

desa sebesar Rp555,4 juta dari yang sebelumnya hanya sebesar

Rp247,51 juta. Di tahun 2017, Kabupaten Batang kembali mendapatkan

porsi anggaran dana desa sebesar Rp190,96 miliar atau naik sebesar 28%

dari tahun sebelumnya, dengan rata-rata per desa mendapatkan dana

sebesar Rp709,89 juta.

Grafik 60.

Porsi Dana Desa Kab. Batang

dibandingkan dengan Dana Desa se-Jawa Tengah

(dalam Jutaan rupiah)

66.579

149.404

190.962

2.198.399

5.002.015

6.384.437

- 2.000.000 4.000.000 6.000.000 8.000.000

2015

2016

2017

Jawa Tengah Kab Batang

Sumber: LHP BPK RI Semester I 2016 – I 2017, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Diolah

Dari grafik di atas dapat dilihat, Kab. Batang selama tiga tahun

berturut-turut mendapatkan porsi dana desa sebesar 2,9% dari dana desa

se-Jawa Tengah.

101

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Sebagai provinsi dengan jumlah desa terbesar di Indonesia, Jawa

Tengah adalah salah satu provinsi yang mendapatkan jumlah dana desa

terbesar di Indonesia dengan jumlah dana desa yang diterima oleh 29

kabupaten di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 sebesar

Rp2.228.889.296.000. Jumlah dana tersebut mengalami kenaikan yang

cukup signifikan sebesar 124% pada tahun 2016 yaitu Rp5.002.426.341.000.

Kondisi ini menjadi sebuah peluang yang baik untuk meningkatkan taraf

hidup masyarakat desa di Provinsi Jawa Tengah melalui pembangunan yang

sifatnya partisipatif melibatkan seluruh masyarakat desa dimana pada tahun

2017 jumlah dana desa yang diterima mengalami kenaikan 28% dengan

jumlah total dana yang diterima Rp6.384.442.058.000. Namun demikian,

jumlah dana desa yang besar ini rupanya masih belum diimbangi dengan

pengendalian internal dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan yang memadai.

Berdasarkan kajian di atas, pokok-pokok kelemahan yang menjadi

temuan BPK pada sistem pengendalian internal dan kepatuhan terhadap

peraturan perundang-undangan antara lain karena belum adanya pedoman

atau petunjuk teknis penggunaan dana desa yang memadai, penyampaian

laporan pertanggungjawaban yang tidak tepat waktu, dan pelaksanaan

pertanggungjawaban yang belum tertib. Ditinjau dari teori akuntabilitas

publik, masih terdapat berbagai jenis pelanggaran prinsip akuntabilitas

publik terutama prinsip managerial accountability dalam pelaksanaan

kebijakan dana desa (termasuk pelaksanaan dana desa di Provinsi Jawa

Tengah). Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku

atas suatu kebijakan menjadi faktor esensial pelaksanaan prinsip managerial

accountability.

Ditinjau dari prinsip akuntabilitas publik, masih terdapat kelemahan

pelaksanaan akuntabilitas publik dalam hal:

1. Kurangnya partisipasi publik dalam pengawasan implementasi dana

desa. Masyarakat belum dilibatkan secara maksimal dalam pengawasan

pelaksanaan kebijakan dana desa. Hal ini karena belum adanya

“saluran” pengaduan yang memadai bagi masyarakat, dan masih

rendahnya kepekaan masyarakat mengenai pentingnya kebijakan dana

desa untuk kelangsungan hidup masyarakat desa.

2. Delegasi otoritas kepada pemerintah daerah belum maksimal. Secara

jelas peraturan perundang-undangan mengenai dana desa telah

102

menekankan pentingnya peran pemerintah daerah (provinsi dan

kabupaten/kota) dalam pelaksanaan kebijakan dana desa. Namun

otoritas pengawasan dana desa ini belum dilaksanakan secara maksimal.

Hal ini terbukti dengan masih terjadinya berbagai temuan kelemahan

pengendalian internal dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan akibat belum kuatnya pengawasan dari Aparat Pengawas

Intern Pemerintah (APIP) daerah.

3. Terdapat kesulitan implementasi format laporan dana desa yang

ditetapkan oleh pemerintah. Dalam detail paparan temuan BPK atas

pelaksanaan kebijakan dana desa di Provinsi Jawa Tengah, masih

terdapat kasus yang menunjukkan pelaporan dan pertanggungjawaban

yang belum memadai (Kabupaten Kebumen). Hal ini menegaskan

berbagai macam pendapat dan penelitian yang menyebutkan bahwa

pelaporan dana desa masih belum sederhana. Kondisi ini semakin buruk

karena masih rendahnya kompetensi aparatur desa dalam membuat

laporan pertanggungjawaban.

Atas kesimpulan di atas, Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara

Badan Keahlian DPR RI menyarankan agar :

1. Kementerian Keuangan bekerjasama dengan kementerian-

kementerian terkait, harus merumuskan peraturan dan sistem

pelaporan yang mudah dilaksanakan dan dilaporkan. Peraturan

teknis yang mudah dilaksanakan ini untuk memudahkan pelaksanaan

kebijakan dana desa, sehingga implementasi konsep managerial

accountability dapat dipenuhi. Pada sisi yang lain, walaupun

peraturan ini mudah dilaksanakan, peraturan ini juga harus tetap

memenuhi asas-asas akuntabilitas publik agar tetap dapat menjaga

kebijakan dana desa terbebas dari tindakan yang merugikan

keuangan negara.

2. Kementerian Keuangan bekerjasama dengan kementerian-

kementerian terkait harus berpartisipasi langsung untuk memberikan

pemahaman kepada pemerintah provinsi, pemerintah

kabupaten/kota, dan aparatur desa terkait pelaksanaan kebijakan

dana desa. Pemahaman atas peraturan menjadi unsur yang sangat

penting untuk mencegah terjadinya penyimpangan kebijakan dana

desa. Bentuk partisipasi yang cukup sesuai dengan kegiatan

pengembangan potensi sumber daya manusia pelaksana kebijakan

dana desa adalah dengan melaksanakan kegiatan bimbingan teknis

(bimtek) secara berkelanjutan untuk aparatur utama pelaksana

kebijakan dana desa yaitu: 1) Kepala Desa dan jajarannya, 2) APIP

Kabupaten/Kota, 3) APIP Provinsi, dan 4) Pendamping desa.

103

3. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan seluruh pemerintah daerah

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah harus aktif dalam

pengawasan kebijakan dana desa sesuai dengan peraturan-

perundang-undangan yang berlaku. Apabila dirasa terdapat

kekurangan sumberdaya (kemampuan dan jumlah SDM) dalam

pengawasan pelaksanaan kebijakan dana desa, pemerintah daerah

harus berusaha untuk memenuhi kekurangan sumberdaya tersebut

dengan menambah personel APIP dan melakukan pelatihan-

pelatihan untuk meningkatkan kemampuan APIP dalam mengawasi

penggunaan dana desa.

4. Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan aparatur desa harus secara

aktif mengedukasi dan mendorong agar masyarakat menjadi barisan

terdepan pengawasan pelaksanaan kebijakan dana desa. Penguatan

kesadaran masyarakat ini merupakan bagian pelaksanaan prinsip

akuntabilitas publik yaitu memaksimalkan peran masyarakat dalam

pengawasan pelaksanaan kebijakan dana desa. Mengacu pada

rekomendasi poin 2, pemerintah pusat dan daerah harus melakukan

sosialisasi kepada masyarakat agar memahami kebijakan dana desa.

Setelah pemberian sosialisasi kepada masyarakat, pemerintah juga

harus menyediakan sarana pengaduan untuk menjamin keterlibatan

masyarakat dalam pengawasan dana desa.

5. Anggota DPR RI dapat berperan penting dalam mendorong proses

akuntabilitas pengelolaan dana desa melalui fungsi pengawasan

yang dimilikinya. Dengan melihat implementasi dana desa di

Provinsi Jawa Tengah, dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk

perbaikan sistem dan tata kelola dana desa yang akan datang melalui

fungsi-fungsi perwakilan di lembaga legislatif.

105

Daftar Pustaka

ADB.2016. “Toward Mainstreaming and Sustaining Community-Driven

Development in Indonesia: Understanding Local Initiatives And The

Transition From The National Rural Community Empowerment Program

To The Village Law”. Diakses dari:

https://www.adb.org/sites/default/files/publication/178696/mainstreaming-

cdd-indonesia.pdf. Diakses tanggal: 18 Januari 2018

Australasian Council of Auditors-General (ACAG). 2005. Diakses dari

http://www.acag.org.au/epsa.htm. Diakses pada: 10 Maret 2016.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten

Banjarnegara Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten

Banjarnegara Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Batang

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Batang

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Blora

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Blora

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali

Tahun Anggaran 2016

106

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Brebes

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Demak

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Demak

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten

Karanganyar Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten

Karanganyar Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen

Tahun Anggaran 2015

107

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kebumen

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Klaten

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pati Tahun

Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pati Tahun

Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan

Tahun Anggaran 2016

108

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten

Purbalingga Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten

Purbalingga Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo

Tahun Anggaran 2015

109

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten

Temanggung Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten

Temanggung Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri

Tahun Anggaran 2016

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2016. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo

Tahun Anggaran 2015

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2017. Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo

Tahun Anggaran 2016

Bovens et al. 2014. “The Oxford Handbook of Public Accountability”. Diakses dari:

https://www.researchgate.net/profile/T_Schillemans/publication/277331657_The_O

xford_Handbook_of_Public_Accountability/links/559bd8c208ae0035df2333e8/The-

Oxford-Handbook-of-Public-Accountability.pdf. Diakses tanggal: 27 Januari 2018.

Broadbent,Jane & Laughlin,Richard. 2003. “Control and Legitimation in

Government Accountability Processes: The Private Finance Initiative in the UK“.

Diakses dari:

http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.200.9669&rep=rep1&typ

e=pdf. Diakses tanggal: 29 Januari 2018

Eko,Sutoro.2008. “Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan Otonomi Desa”.

Yogyakarta: IRE.

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2015. “Laporan Kajian Sistem Pengelolaan

Keuangan Desa: Alokasi Dana Desa dan Dana Desa”. Diakses dari:

110

https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/2731-kpk-. Diakses tanggal: 19

Januari 2018

Lembaga Administrasi Negara. 2008. “Pemberdayaan Sumber Daya Manusia:

Modul Diklatpim Tingkat III”. Diakses dari:

http://diklat.jogjaprov.go.id/v2/download-materi/category/10-diklat-pim-iii. Diakses

tanggal: 29 Januari 2018.

Paramita,Rastri, et al.2017.”Transfer ke Daerah dan Dana Desa Dalam APBN”.

Jakarta: Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia

Pellini et al.2014. “Working Politically: A Story of Change about the

contribution of research evidence to the new Village Law in Indonesia”. Diakses

dari: http://www.ksi-indonesia.org/files/1419316551$1$8LB545D$.pdf. Diakses

tanggal 18 Januari 2018

Priyanto, JA, 2017. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Dana Desa.

Makalah FGD BPK dengan Badan Keahlian DPR RI. Tanggal 22 Agustus

Ramadhan, Fajri. 2016. Penerapan e-budgeting sebagai wujud Penerapan

Good Public Governance : Studi Kasus Provinsi DKI Jakarta. Skripsi Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.

Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014. Jakarta

Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Jakarta

Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Keuangan (PMK)

No.49/PMK.07/2016. Jakarta

Salim et al. 2017. “Indonesia’s Village Law: Enabler or Constraint for more

Accountable Governance?”. Diakses dari:

https://opendocs.ids.ac.uk/opendocs/bitstream/handle/123456789/13324/Vi

llage_law_Indonesia_Final.pdf. Diakses tanggal: 17 Januari 2018

Sanur, Debora. 2017. “Pengawasan Dana Desa”. Diakses dari:

http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-IX-15-I-P3DI-

Agustus-2017-212.pdf. Diakses tanggal: 17 Januari 2018

Smyth,Stewart. 2007. "Public accountability: a critical approach”. Diakses dari:

https://www.researchgate.net/profile/Stewart_Smyth/publication/241483288_Public

_Accountability_A_Critical_Approach/links/54e9f8300cf27a6de112b4f3.pdf.

Diakses tanggal: 27 Januari 2018

www.djpk.go.id

http://datadesa.wonosobokab.go.id.

111

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM

A

APBD Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

APBDes Anggaran Pendapatan Belanja Desa

APBN Anggaran Pendapatan Belanja Negara

APIP Aparat Pengawas Internal Pemerintah

B

BHP Bagi Hasil Pajak

BHR Bagi Hasil Retribusi

BPD Badan Pemusyawaratan Desa

BPK Badan Pemeriksa Keuangan

BPMD Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa

C

CDD Community Driven-Development

D

Dapil Daerah Pemilihan

DD Dana Desa

DJPK Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

DPPKAD Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset

Daerah

DPR Dewan Perwakilan Rakyat

I

ICW Indonesia Corruption Watch

IHPS Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester

IRE Institute for Research and Empowerment

K

KKD Kursus Kewirausahaan Desa

KPK Komisi Pemberantasan Korupsi

KPPN Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

L

LHP Laporan Hasil Pemeriksaan

112

LKPD Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

LPJ Laporan Pertanggungjawaban

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

P

PDPM Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat

PKAKN Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara

PLBK Penataan Lingkungan Berbasis Komunitas

PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

PP Peraturan Pemerintah

PPH Pajak Penghasilan

PPN Pajak Pertambahan Nilai

PROLEGNAS Program Legislasi Nasional

R

RAB Rencana Anggaran Biaya

RAPBD Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

RKD Rekening Kas Desa

RKUD Rekening Kas Umum Daerah

RKUN Rekening Kas Umum Negara

RUU Rancangan Undang-undang

S

SDM Sumber Daya Manusia

SiLPA Sisa Lebih Penggunaan Anggaran

SP2D Surat Perintah Pencairan Dana

SPI Sistem Pengendalian Intern

T

TA Tahun Anggaran

U

UU Undang-undang

W

WDP Wajar Dengan Pengecualian

WTP Wajar Tanpa Pengecualian

•Kab. Kendal

•Kab. Salatiga

•Kota Semarang

•Kab. Semarang

Dapil 1

•Kab. Demak

•Kab. Jepara

•Kab. Kudus

Dapil 2

•Kab. Biora

•Kab. Grobogan

•Kab. Pati

•Kab Rembang

Dapil 3

•Kab. Karanganyar

•Kab. Sragen

•Kab. Wonogiri

Dapil 4

•Kab. Boyolali

•Kab. Klaten

•Kota Surakarta

•Kab. Sukoharjo

Dapil 5

•Kota Magelang

•Kab. Magelang

•Kab. Purworejo

•Kab. Temanggung

•Kab. Wonosobo

Dapil 6

2014 2015 2016 WDP WDP WTP WDP WDP WTP WTP WTP WTP

WTP-DPP WTP WTP WDP WDP WTP

2014 2015 2016 WTP WTP WTP WDP WTP WDP WTP WTP WTP WDP WTP WTP

2014 2015 2016 WTP WTP WTP WDP WTP WTP WDP WTP WTP

2014 2015 2016 WTP-DPP WTP WTP

WDP WTP WTP WDP WTP WTP WDP WDP WDP

2014 2015 2016 WDP WDP WTP

WTP-DPP WTP WTP WTP-DPP WTP WTP

2014 2015 2016 WDP WDP WTP WDP WDP WTP WDP WDP WTP WTP WTP WTP

•Kab. Banjarnegara

•Kab. Kebumen

•Kab. Purbalingga

Dapil 7

•Kab. Banyumas

•Kab. Cilacap

Dapil 8

•Kab. Brebes

•Kota Tegal

•Kab. Tegal

Dapil 9

•Kab. Batang

•Kota Pekalongan

•Kab. Pekalongan

•Kab. Pemalang

Dapil 10

2014 2015 2016 WDP WDP WTP

WDP WTP WTP

WDP WTP WTP

WDP WDP WTP

2014 2015 2016 WDP WDP WDP

WDP WDP WDP WDP WDP WTP

2014 2015 2016

WTP-DPP WTP WTP WDP WDP WTP

2014 2015 2016

WTP WTP WTP

WDP WTP WDP

WDP WDP WTP

O P I N I L K P D 2 0 1 4 – 2 0 1 6 SELURUH KABUPATEN DAN KOTA DI PROV JAWA TENGAH

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI

ATAS LKPD

GAMBARAN

UMUM

115

Tabel 1

Temuan BPK atas Kelemahan dalam Sistem Pengendalian Internal

Terkait Dana Desa pada Dapil 1-10

Dapil Entitas Temuan

2015 2016

3 Kab. Blora

Belanja Bantuan Hibah dan

Bantuan Keuangan belum di

pertanggungjawaban

penggunaan dananya sebesar

Rp1.635.289.800

-

6

Kab Magelang

Pelaksanaan dan

Pertanggungjawaban Dana

Desa dan Alokasi Dana

Desa(ADD) Belum Tertib

-

Kab Purworejo -

Laporan Realisasi Penggunaan

Dana Desa Yang Disampaikan

Kepada PemerintahKabupaten

Purworejo Belum Sepenuhnya

Sesuai Dengan Kondisi

Sebenarnya

7

Kab

Banjarnegara -

Pengendalian Penyampaian

Laporan Pertanggungjawaban

Realisasi Pelaksanaan

APBDesa belum memadai

Kab Kebumen -

Laporan Pertanggungjawaban

Bantuan Keuangan Dana Desa,

Alokasi Dana Desa (ADD),

Bagi Hasil Pajak (BHP) dan

Bagi Hasil Retribusi (BHR)

Belum Disampaikan

8 Kab.Banyumas -

Pemerintah Kabupaten

Banyumas belum menyusun

Ikhtisar Laporan

Pertanggungjawaban Realisasi

Pelaksanaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa

10 Kab

Pekalongan -

Realisasi Belanja Transfer

Terlambat

Dipertanggungjawabkan

Senilai

Rp113.542.304.514,00 dan

Belum

Dipertanggungjawabkan

Senilai Rp1.975.078.120,00

116

Tabel 2

Temuan BPK atas Kelemahan dalam Ketidakpatuhan Terhadap Ketentuan

Peraturan Perundangan-Undangan Terkait Dana Desa pada Dapil 1-10

Pada Tahun Anggaran 2016

Dapil Entitas Temuan

1 Kab Kendal Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan

Dana Desa dan Alokasi Dana Desa Tidak Tepat Waktu

2 Kab Kudus Pertanggungjawaban Realisasi ADD dan DD Belum

Dilakukan Sesuai Ketentuan

9 Kab Kendal Pertanggungjawaban Belanja Transfer Bantuan Keuangan

Dana Desa Terlambat senilai Rp25.008.998,390 dan

Belum Dipertanggungjawabkan Senilai

Rp67.627.934.876,80

10 Kab Pemalang Pertanggungjawaban Belanja Transfer belum

dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Desa atas

Bantuan Keuangan Dana Desa dan Bantuan Keuangan

Alokasi Dana Desa

117

Tabel 3

Alokasi Dana Desa

Tahun Anggaran 2015-2017

(dalam ribuan rupiah)

Entitas Tahun Anggaran

2015 2016 2017

Prov. Aceh 1.707.817.995 3.829.751.986 4.829.571.795

Prov. Sumater Utara 1.461.156.834 3.293.282.206 4.197.972.490

Prov. Sumatera Barat 267.003.839 598.637.609 796.538.971

Prov. Riau 445.646.965 999.278.616 1.269.305.925

Prov. Jambi 381.560.156 856.771.029 1.090.942.601

Prov. Sumatera Selatan 775.043.818 1.780.769.519 2.267.261.445

Prov. Bengkulu 362.962.239 813.896.546 1.035.340.413

Prov. Lampung 684.727.653 1.536.762.050 1.957.487.721

Prov. Jawa Barat 1.589.711.596 3.568.437.985 4.547.513.838

Prov. Jawa Tengah 2.228.889.296 5.002.426.341 6.384.442.058

Prov. DI. Yogyakarta 128.076.618 287.695.629 368.567.559

Prov. Jawa Timur 2.214.014.855 4.969.123.651 6.339.556.181

Prov. Kalimantan Barat 537.066.678 1.241.607.506 1.616.725.259

Prov. Kalimantan Tengah 403.351.015 904.370.668 1.148.904.929

Prov. Kalimantan Selatan 501.119.950 1.125.244.835 1.430.375.412

Prov. Kalimantan Timur 240.542.413 540.759.158 692.420.247

Prov. Sulawesi Utara 402.546.360 911.498.499 1.161.358.872

Prov. Sulawesi Tengah 500.301.180 1.124.644.395 1.433.826.019

Prov. Sulawesi Selatan 635.355.795 1.425.595.011 1.820.518.240

Prov. Sulawesi Tenggara 496.077.234 1.126.867.317 1.482.032.772

Prov. Bali 185.428.984 416.264.690 537.258.505

Prov. Nusa Tenggara Barat 301.797.520 677.494.427 865.014.066

Prov. Nusa Tenggara Timur 812.875.565 1.849.353.802 2.360.353.320

Prov.Maluku 334.004.517 754.638.987 961.602.798

Prov. Papua 1.433.226.742 3.385.116.457 4.300.947.518

Prov. Maluku Utsra 291.071.202 653.455.314 832.406.416

Prov. Banten 352.516.368 791.252.019 1.009.506.961

Prov. Bangka Belitung 91.927.560 206.293.612 261.661.579

Prov. Gorontalo 179.957.839 403.677.978 513.958.123

Prov. Kep. Riau 79.199.724 177.766.079 228.182.536

Prov. Papua Barat 449.326.962 1.074.690.239 1.364.412.395

Prov. Sulawesi Barat 162.019.634 363.558.853 461.094.687

Prov. Kalimatan Utara 129.874.894 291.096.987 369.983.349

Jumlah 20.766.200.000 46.982.080.000 60.000.000.000

Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, Diolah.

118

Tabel 4

Realisasi Dana Desa

Kabupaten Se-Jawa Tengah

Tahun Anggaran 2015-2017

(dalam ribuan rupiah)

Entitas Tahun Anggaran

2015 2016 2017

Kab Kendal 74.239.102 166.412.617 212.762.778

Kab Semarang 57.840.951 129.797.974 165.688.573

Kab Demak 73.852.473 165.814.611 211.595.493

Kab Jepara 55.540.072 122.669.832 158.765.096

Kab Kudus 36.117.678 81.283.079 103.687.281

Kab Blora 74.816.870 167.873.329 214.102.024

Kab Grobogan 80.175.760 179.971.455 229.625.434

Kab Pati 110.946.620 248.952.687 317453.410

Kab Rembang 79.709.975 178.863.338 228.013.715

Kab Sragen 56.174.163 126.080.582 160.952.196

Kab Karanganyar 46.196.873 103.686.344 133.065.748

Kab Wonogiri 69.330.086 155.565.696 198.745.821

Kab Sukoharjo 43.045.054 96.619.355 123.576.433

Kab Klaten 108.674.969 243.866.425 311.087.447

Kab Boyolali 72.548.977 162.801.074 207.823.645

Kab Magelang 101.155.122 226.980.301 289.613.899

Kab Purworejo 124.419.463 279.101.050 355.968.664

Kab Temanggung 72.423.652 162.495.600 207.451.723

Kab Wonosobo 66.862.280 150.053.469 191.496.626

Kab. Banjarnegara 74.810.054 167.884.303 214.470.940

Kab Kebumen 125.844.565 282.142.739 359.998.061

Kab. Purbalingga 66.606.973 149.527.020 191.224.910

Kab. Banyumas 89.291.645 200.450.575 255.734.553

Kab Cilacap 81.060.083 181.985.398 232.084.054

Kab Brebes 94.563.325 212.385.910 270.922.338

Kab Tegal 81.620.159 183.211.736 234.026.299

Kab Batang 66.579.163 149.403.922 190.962.224

Kab Pekalongan 77.762.725 174.527.576 222.535.590

Kab Pemalang 66.615.532 149.607.350 191.002.083

Jumlah 2.228.828.364 5.002.015.399 6.384.437.058

Sumber : LHP BPK RI Semester I 2016 dan I 2017, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, Diolah.

119

Tabel 5

Realisasi Dana Perimbangan

Kabupaten Se-Jawa Tengah

Tahun Anggaran 2014-2016

Entitas

Dana Perimbangan

Dana Alokasi

Umum

Dana Alokasi Khusus Dana Bagi Hasil

Kab Kendal 2016 972.952.576.000 228.131.891.000 62.908.768.657

2015 884.901.572.000 58.360.304.000 53.310.296.245

2014 852.170.849.000 47.886.615.000 64.347.674.040

Kab Semarang 2016 968.848.031.000 310.780.221.524 46.151.509.596

2015 876.672.925.000 40.654.310.000 34.923.732.517

2014 848.736.010.000 67.407.340.000 39.852.319.272

Kota Salatiga 2016 456.079.561.000 83.698.193.202 30.072.083.681

2015 400.176.755.000 33.981.288.000 21.824.580.940

2014 399.083.343.000 24.042.788.000 26.626.367.951

Kota Semarang 2016 1.211.708.204.000 246.886.746.970 185.682.778.746

2015 1.126.847.634.000 46.661.150.000 96.862.487.674

2014 1.104.739.473.000 29.236.965.000 140.790.952.279

Kab Demak 2016 908.643.744.000 306.941.212.573 51.315.790.629

2015 833.041.455.000 100.060.600.000 42.836.070.922

2014 795.874.748.000 74.599.670.000 51.123.044.748

Kab Jepara 2016 1.000.373.359.000 339.310.214.684 43.932.231.816

2015 935.771.120.000 136.519.050.000 32.960.277.896

2014 887.768.694.000 887.768.694.000 43.097.774.239

Kab Kudus 2016 822.153.771.000 228.303.262.665 240.510.038.401

2015 784.919.177.000 61.238.184.000 187.347.767.258

2014 795.851.851.000 41.391.675.000 175.108.008.176

Kab Blora 2016 943.325.498.000 277.435.119.000 110.850.744.558

2015 848.823.612.000 98.119.410.000 72.722.131.124

2014 823.874.089.000 61.140.660.000 89.559.359.181

Kab Grobogan 2016 1.110.337.027.000 322.988.008.150 56.510.215.649

2015 1.008.901.500.000 131.245.950.000 46.067.092.310

2014 977.675.512.000 85.838.690.000 67.231.012.336

Kab Pati 2016 1.207.508.997.000 327.576.149.212 44.349.751.185

2015 1.086.645.667.000 92.717.380.000 35.611.941.666

2014 1.043.498.355.000 79.852.630.000 40.580.008.710

Kab Rembang 2016 785.380.985.000 107.558.652.000 43.004.058.312

2015 723.091.447.000 98.419.408.000 31.211.494.235

2014 700.774.721.000 46.206.000.000 28.882.462.184

Kab Sragen 2016 1.067.774.278.000 333.935.980.704 40.870.465.967

2015 977.443.589.000 149.737.340.000 26.875.051.941

2014 946.826.641.000 76.469.300.000 28.213.906.538

Kab Karanganyar 2016 996.164.049.000 352.752.915.080 41.236.369.287

2015 906.446.527.000 98.090.620.000 27.243.362.616

2014 870.001.752.000 57.238.710.000 57.238.710.000

120

Entitas

Dana Perimbangan

Dana Alokasi

Umum

Dana Alokasi Khusus Dana Bagi Hasil

Kab Wonogiri 2016 1.145.434.277.000 289.121.067.975 35.612.991.283

2015 1.031.393.472.000 86.117.520.000 28.589.690.063

2014 1.001.378.439.000 59.392.120.000 27.868.669.342

Kab Sukoharjo 2016 922.624.169.000 287.044.558.458 37.286.042.435

2015 854.457.636.000 68.771.690.000 68.771.690.000

2014 826.891.481.000 56.904.480.000 23.475.992.411

Kab Klaten 2016 1.204.344.586.098 318.994.589.110 50.275.933.273

2015 1.164.196.398.000 77.379.170.000 38.414.990.283

2014 1.142.586.588.000 66.576.420.000 41.463.345.033

Kab Boyolali 2016 1.032.744.010.000 279.575.054.900 46.125.444.420

2015 968.089.632.000 88.962.940.000 35.288.695.915

2014 943.220.456.000 81.095.720.000 36.002.551.801

Kab Surakarta 2016 841.536.122.000 46.186.439.000 65.599.599.264

2015 713.300.856.000 3.750.100.000 38.677.463.465

2014 710.803.934.000 43.848.110.000 42.642.973.689

Kab Magelang 2016 1.078.981.977.000 83.510.170.410 50.834.584.009

2015 996.070.014.000 50.907.384.000 33.120.454.660

2014 965.124.427.000 48.736.118.000 33.580.069.157

Kab Purworejo 2016 940.778.244.000 339.417.614.546 35.510.298.310

2015 875.528.049.000 85.821.190.000 25.192.547.903

2014 777.989.499.000 57.267.330.000 33.120.213.877

Kab Temanggung 2016 807.995.010.000 199.009.572.278 55.551.255.813

2015 731.733.741.000 72.728.590.000 45.507.112.934

2014 708.764.753.000 56.702.810.000 43.511.964.761

Kab Wonosobo 2016 841.407.175.000 198.974.002.000 38.789.323.015

2015 748.447.761.000 56.541.744.000 31.393.027.154

2014 724.245.009.000 59.423.010.000 40.988.318.009

Kota Magelang 2016 447.909.575.000 89.394.073.463 30.333.059.082

2015 418.257.922.000 25.774.760.000 18.772.034.465

2014 417.211.449.000 22.365.783.000 38.028.909.448

Kab. Banjarnegara 2016 976.642.965.000 252.046.683.715 35.379.420.897

2015 862.810.552.000 133.441.500.000 27.425.449.207

2014 826.044.419.000 61.066.040.000 28.672.247.561

Kab Kebumen 2016 1.256.068.249.000 480.415.539.065 43.287.944.721

2015 1.146.008.708.000 166.313.240.000 30.994.004.370

2014 1.125.568.884.000 80.709.170.000 27.498.627.950

Kab. Purbalingga 2016 897.337.823.000 243.675.426.820 36.099.689.040

2015 805.222.229.000 72.251.830.000 23.891.824.755

2014 777.989.499.000 57.267.330.000 33.120.213.877

Kab. Banyumas 2016 1.398.539.653.000 412.853.809.576 57.703.885.214

2015 1.277.833.796.000 87.526.800.000 46.326.481.480

2014 1.224.710.992.000 82.519.140.000 51.305.275.338

Kab Cilacap 2016 1.384.695.514.000 483.813.446.054 72.636.973.831

2015 1.332.536.848.000 173.385.700.000 57.045.195.187

2014 1.291.121.704.000 110.203.960.000 66.480.735.255

121

Entitas

Dana Perimbangan

Dana Alokasi

Umum

Dana Alokasi Khusus Dana Bagi Hasil

Kab Brebes 2016 1.339.381.605.000 361.801.358.000 45.826.698.841

2015 1.234.338.079.000 118.191.060.000 34.592.771.800

2014 1.186.969.845.000 97.975.310.000 52.809.044.863

Kab Tegal 2016 1.162.102.111.000 290.589.280.983 40.792.559.417

2015 1.085.549.293.000 68.489.256.000 32.554.722.696

2014 957.576.304.000 63.646.823.000 41.743.816.550

Kota Tegal 2016 490.772.001.000 165.828.134.725 31.599.100.468

2015 405.831.088.000 74.377.832.000 20.641.047.265

2014 390.732.536.000 22.933.763.000 23.777.788.261

Kab Batang 2016 790.848.003.000 203.972.546.139 36.645.424.250

2015 706.782.246.000 79.498.400.000 28.619.261.043

2014 682.182.894.000 52.176.600.000 32.222.748.761

Kab Pekalongan 2016 926.571.243.000 222.507.471.000 33.291.841.011

2015 862.011.706.000 89.642.610.000 26.500.021.307

2014 831.579.000.000 60.380.950.000 28.705.392.098

Kab Pemalang 2016 1.197.916.501.000 270.426.675.208 39.469.913.885

2015 1.058.982.530.000 110.616.990.000 31.418.194.717

2014 1.016.813.333.000 54.018.555.000 29.567.028.758

Kota Pekalongan 2016 457.085.256.000 109.412.669.154 32.123.238.676

2015 421.276.527.000 45.408.120.000 24.493.648.665

2014 412.871.094.000 34.173.710.000 28.224.678.764

Sumber : LHP BPK RI Semester I 2016 dan I 2017, Diolah