archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

27
Modul Penunjang Belajar Bahasa Arab Jarak Jauh Level Pemula dan Menengah Bagian 1 Daftar Konten : Pentingnya Bahasa Arab :: Pengertian Ilmu Nahwu Pengertian Ilmu Shorof :: Definisi dan Contoh Tashrif Pentingnya Nahwu dan Shorof :: Definisi dan Contoh I'rob Definisi dan Contoh Bina' :: Definisi dan Contoh Isim Definisi dan Contoh Fi'il :: Definisi dan Contoh Harf Definisi dan Contoh Fi'il Madhi :: Definisi dan Contoh Fi'il Mudhori' Definisi dan Contoh Fi'il Amr Bonus : 76 Mutiara Hikmah Ulama Penerbit : Ma’had Al-Mubarok Forum Studi Islam Mahasiswa (FORSIM) Jumada Ula 1436 H / Maret 2015

Upload: others

Post on 04-Dec-2020

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

Modul PenunjangBelajar Bahasa Arab Jarak Jauh

Level Pemula dan Menengah

Bagian 1

Daftar Konten :

Pentingnya Bahasa Arab :: Pengertian Ilmu Nahwu

Pengertian Ilmu Shorof :: Definisi dan Contoh Tashrif

Pentingnya Nahwu dan Shorof :: Definisi dan Contoh I'rob

Definisi dan Contoh Bina' :: Definisi dan Contoh Isim

Definisi dan Contoh Fi'il :: Definisi dan Contoh Harf

Definisi dan Contoh Fi'il Madhi :: Definisi dan Contoh Fi'il Mudhori'

Definisi dan Contoh Fi'il Amr

Bonus :76 Mutiara Hikmah Ulama

Penerbit :Ma’had Al-Mubarok

Forum Studi Islam Mahasiswa (FORSIM)Jumada Ula 1436 H / Maret 2015

Page 2: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

2

Page 3: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

3

A. Pentingnya Bahasa Arab

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya bahasa arab itu sendirimerupakan bagian dari agama dan mengenalinya adalah sebuah perkara yang fardhu lagiwajib. Sesungguhnya memahami al-Kitab dan as-Sunnah adalah wajib, sementara ia tidakbisa dipahami kecuali dengan bahasa arab. Suatu kewajiban yang tidak bisa terlaksanakecuali dengan suatu hal yang lain maka perkara itu menjadi wajib pula hukumnya.”(Fadhlu al-'Arabiyyah, oleh Syaikh Raslan, hal. 71)

Ilmu bahasa arab ini -sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di rahimahullah- termasuk kategori ilmu yang bermanfaat. Beliau berkata, “Adapun ilmunafi'/ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bisa mensucikan hati dan ruh yang padaakhirnya akan membuahkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Ilmu itu adalah ajaran-ajaranyang dibawa oleh Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam yang meliputi ilmu tafsir, hadits, danfiqih serta segala ilmu yang menopang atau membantunya semacam ilmu-ilmu bahasaarab...” (Bahjat al-Qulub al-Abrar, hal. 42)

Ustadz Aceng Zakaria -semoga Allah membalas kebaikannya- mengatakan,“Sesungguhnya kebutuhan setiap muslim untuk mengenali kaidah-kaidah bahasa arabadalah sangat mendesak. Sebab, ilmu itulah yang menjadi 'jembatan' untuk memahami al-Qur'an dan as-Sunnah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah memerintahkankita untuk berpegang teguh dengan keduanya dan mengamalkan ajaran yang terkandungdi dalamnya. Sementara tidak mungkin kita bisa memahami keduanya denganpemahaman yang sempurna kecuali setelah mengetahui kaidah-kaidah bahasa arab.”(mukadimah beliau terhadap kitabnya al-Muyassar fi 'Ilmi an-Nahwi)

Page 4: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

4

B. Pengertian Ilmu Nahwu

Nahwu adalah suatu ilmu mengenai kaidah-kaidah untuk mengetahui hukum-hukum akhirkata di dalam bahasa arab.

Contohnya Dalam Kalimat :

رجل جاء'Jaa'a rojulun' artinya: “Telah datang seorang lelaki.”

رجلا رأیت'ro'aitu rojulan' artinya: “Aku melihat seorang lelaki.”

برجل مررت'marortu bi rojulin' artinya: “Aku melewati seorang lelaki.”

Keterangan:

Perhatikan kata rojul [lelaki] di dalam ketiga kalimat di atas. Kata 'rojul' artinya seoranglelaki. Meskipun demikian, akhir katanya bisa berubah. Bisa berharokat dhommah [rojulun].Bisa juga berharokat fat-hah [rojulan]. Dan bisa juga berharokat kasroh [rojulin].

Nah, ilmu untuk mengetahui kaidah-kaidah yang mengatur keadaan akhir kata semacamini dikenal dengan istilah ilmu nahwu. Jadi, fokus ilmu nahwu adalah mengenai akhir katadi dalam kalimat. Apakah ia harus diakhiri dhommah, fat-hah, atau kasroh, dst.

Istilah-Istilah Dasar Dalam Ilmu Nahwu

Kata [al-Kalimah] dalam bahasa arab terbagi 3:1. Isim/kata benda; tidak berkaitan dengan waktu2. Fi'il/kata kerja; berkaitan dengan waktu3. Harf/kata depan; membutuhkan kata lain agar sempurna maknanya

I'rob dab Bina'

I'rob adalah perubahaan keadaan akhir kata karena hal-hal luar yang mempengaruhinya,misalnya karena perbedaan kedudukan atau jabatan kata tersebut di dalam kalimat.Adapun bina' adalah kebalikannya; yaitu tetapnya akhir kata dalam satu keadaan saja,meskipun menempati jabatan kata yang berlainan.

Page 5: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

5

C. Pengertian Ilmu Shorof

Shorof -disebut juga ilmu tashrif- merupakan ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidahyang mengatur seputar perubahan/pembentukan kata di dalam bahasa arab.

Contohnya:

نصرKata 'nashoro' artinya 'menolong'

Kata ini bisa diubah menjadi bentuk kata yang lain, misalnya:

ناصر'naashirun' artinya 'penolong'

Bisa juga diubah menjadi:

انصر'unshur' artinya 'tolonglah'

Keterangan:

Kata 'nashoro' [telah menolong] merupakan bentuk kata kerja lampau; bentuk kata inidikenal dengan istilah fi'il madhi [kata kerja lampau]. Dari kata ini bisa dibentuk kata yangmengandung makna pelaku yaitu 'naashirun' [penolong]; bentuk kata semacam ini dikenaldengan istilah isim fa'il [kata benda bentuk pelaku]. Bisa juga dibentuk kata yang lain,yaitu 'unshur' [tolonglah] yang ia merupakan kata kerja perintah [fi'il amr].

Istilah-Istilah Dasar Dalam Ilmu Shorof

Di dalam ilmu shorof terdapat istilah-istilah dasar diantaranya: Fi'il Madhi; artinya kata kerja lampau Fi'il Mudhori'; artinya kata kerja sekarang atau akan datang Fi'il Amr; artinya kata kerja perintah

Page 6: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

6

D. Definisi dan Contoh Tashrif

Shorof atau Tashrif memiliki makna secara bahasa [lughowi] dan makna secara terminologi[istilahi]. Secara bahasa kedua kata ini dipakai dalam bahasa arab dengan arti; pengalihanatau perubahan. Adapun secara istilah, kedua kata ini dipakai oleh ulama ahli bahasa arabuntuk menyebut ilmu yang menjelaskan metode pembentukan pola kata dalam bahasaarab. Dengan ilmu inilah diketahui proses pembentukan kata; yaitu perubahan dari satukata menjadi kata-kata lain yang memiliki makna berkaitan (Durus at-Tashrif, hal. 4-5 karyaMuhammad Muhyiddin Abdul Hamid)

Pada awal perkembangannya, pembahasan shorof adalah bagian dari ilmu nahwu. Ilmunahwu membahas tentang keadaan akhir kata yaitu perubahan [i'rob] atau tetapnya [bina']akhir kata, sedangkan ilmu shorof membahas pembentukan kata dan makna yangditunjukkan olehnya (Durus at-Tashrif, hal. 5-8).

Oleh sebab itu para pakar bahasa arab masa belakangan hanya mengkhususkanpembicaraan ilmu nahwu hanya pada keadaan akhir kata; perubahan akhir kata dantetapnya akhir kata. Sehingga dengan sendirinya materi yang dibicarakan dalam nahwuberbeda dengan ilmu shorof; yang notabene membahas pembentukan kata (Mu'jam al-Mushthalahat an-Nahwiyah wa ash-Shorfiyah, hal. 217-218)

Contoh Tashrif/Perubahan Bentuk Kata :

انصر - ینصر - نصرNashoro – Yanshuru – Unshur

artinya: “Telah menolong” – “Sedang menolong” – “Tolonglah!”

افھم - یفھم - فھمFahima – Yafhamu – Ifham

artinya: “Telah memahami” – “Sedang memahami” – “Pahamilah!”

واجلس یجلس و جلسJalasa – Yajlisu – Ijlis

artinya: “Telah duduk” – “Sedang duduk” – “Duduklah!”

Page 7: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

7

E. Pentingnya Nahwu dan Shorof

Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa ilmu nahwu membahas seputar kaidah yangmengatur keadaan akhir kata dan kedudukan kata di dalam bahasa arab. Adapun ilmushorof adalah ilmu tentang kaidah-kaidah pembentukan kata dan pola-polanya. Laludimanakah letak pentingnya kedua ilmu tersebut?

Syaikh Muqbil rahimahullah mengatakan, “Ilmu nahwu termasuk kategori ilmu-ilmu islamyang sangat penting yang semestinya kaum muslimin memiliki perhatian besarterhadapnya. Sebab musuh-musuh Islam berusaha untuk menjauhkan umat Islam daribahasa agama mereka. Mereka berusaha menyibukkan umat Islam dengan hal-hal yangbukan termasuk perkara mendesak dan penting di dalam agama mereka.” (al-Mumti' fiSyarh al-Ajurrumiyah, hal. 5 oleh Malik bin Salim al-Mahdzari)

Buah mempelajari ilmu nahwu adalah untuk menjaga lisan dari kekeliruan dalam halpengucapan kalimat-kalimat berbahasa arab. Selain itu -bahkan tujuan utamanya- ilmunahwu menjadi sebab untuk bisa memahami al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi shallallahu'alaihi wa sallam dengan pemahaman yang benar. Sementara kita telah mengetahui bahwaal-Qur'an dan as-Sunnah ini merupakan dua sumber utama syari'at Islam (Tuhfatus Saniyah,oleh Syaikh Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, hal. 4)

Mengetahui ilmu nahwu dan shorof merupakan salah satu syarat untuk berijtihad. Salahseorang ulama bermadzhab Hanafi, al-Anshari mengatakan, “Salah satu syarat seorangmujtahid adalah harus mengerti tashrif, nahwu, dan bahasa.” (at-Ta'liqat al-Jaliyyah, hal. 48oleh Abu Anas Asyraf bin Yusuf).

Dr. Muhammad bin Husain al-Jizani berkata ketika menjelaskan syarat-syarat ijtihad,diantaranya; “Hendaklah dia mengetahui bahasa arab, dan cukup dalam hal ini sekadar apayang memang wajib untuk dia miliki agar bisa memahami ucapan [berbahasa arab].”(Ma'alim Ushul Fiqh 'inda Ahlis Sunnah, hal. 479)

Selain itu, ilmu tentang bahasa arab -khususnya nahwu dan shorof- juga termasuk ilmuyang harus dimiliki oleh seorang yang hendak menekuni ilmu tafsir al-Qur'an. Seorang ahlitafsir harus menguasai kedua ilmu ini di samping ilmu-ilmu lain yang harus dikuasainyasemacam; ushul fiqih, asbabun nuzul, dsb (Mabahits fi 'Ulum al-Qur'an, hal. 331 olehSyaikh Manaa' al-Qaththan)

Syaikh Dr. Abdul Karim al-Khudair hafizhahullah berkata, “Pemahaman terhadap dalil-dalilditopang oleh pemahaman terhadap bahasa [arab], oleh sebab itu tidak mungkin seorangpenuntut ilmu syar'i mencukupkan diri dari [ilmu] bahasa ini. Dan diantara ilmu bahasa[arab], yang terpenting adalah nahwu dan shorof.” (Transkrip Syarh Matan al-AjurruumiyahBagian 1, hal. 1)

Apabila ilmu nahwu membicarakan tentang perubahan yang terjadi pada akhir kata dalambahasa arab, maka ilmu shorof membahas perubahan bentuk dan bangunan kata daridalam serta pola-pola penyusunannya. Oleh sebab itu kedua ilmu ini memiliki kaitan yangsangat erat. Orang yang mempelajari ilmu nahwu semestinya juga mempelajari ilmu shorof(ad-Dalil ila Qawa'id al-Lughah al'Arabiyah, hal. 17-18)

Page 8: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

8

F. Definisi dan Contoh I'rob

الإعرابPengertian I'rob

I'rob adalah perubahan keadaan akhir kata disebabkan faktor luar ['amil] yangmempengaruhinya. Dengan kata lain, akhir kata bisa berubah karena perubahankedudukan kata di dalam kalimat.

Contoh I'rob/Perubahan Akhir Kata :

محمد حضر[hadhoro Muhammadun] artinya: “Telah hadir Muhammad”

Kata 'Muhammad' diakhiri dhommah [dibaca:Muhammadun] karena ia berkedudukan sebagaipelaku [fa'il] dari kata hadhoro [hadir].

محمدا رأیت[ro'aitu Muhammadan] artinya: “Aku telah melihat Muhammad”

Kata 'Muhammad' diakhiri fat-hah [dibaca: Muhammadan] karena ia berkedudukan sebagai objek[maf'ul bih] dari kalimat ro'aitu [aku melihat]

Keterangan :

Kata 'hadhoro' dan 'ro'aitu' disebut sebagai 'amil; yaitu faktor luar yang mempengaruhikeadaan akhir kata yang terletak sesudahnya.

Kata 'hadhoro' [telah hadir] adalah fi'il [kata kerja] sehingga ia membutuhkan fa'il[pelaku]. Adapun kalimat 'ro'aitu' [aku telah melihat] adalah susunan fi'il bersama fa'ilsehingga ia membutuhkan objek [maf'ul bih].

Page 9: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

9

G. Definisi dan Contoh Bina'

البناءPengertian Bina'

Bina' adalah tetapnya keadaan akhir kata dalam satu keadaan saja. Ada kata yangakhirannya selalu dhommah, ada yang selalu kasroh, ada yang selalu fat-hah, dan ada jugayang selalu sukun. Kata yang akhirannya selalu tetap disebut mabni, sedangkan kata yangakhirannya bisa berubah disebut mu'rob (lihat dalam Tuhfatus Saniyah)

Contoh Bina'/Tetapnya Akhir Kata :

كم‘kam’ artinya: “Berapa” --akhirannya selalu sukun--

أین‘aina’ artinya: “Dimana?” --akhirannya selalu fat-hah--

منذ‘mundzu’ artinya: “Sejak” --akhirannya selalu dhommah--

Keadaan Akhir Kata

Kata di dalam bahasa arab bisa dibagi menjadi 2:1. Mu'rob; kata yang akhirannya bisa berubah (i'rob) tergantung pada kedudukannya di

dalam kalimat atau karena didahului oleh kata-kata tertentu2. Mabni; kata yang akhirannya selalu tetap (bina') walaupun menempati jabatan kata

yang berbeda

Ditinjau dari keadaan akhir katanya, maka al-Kalimah [kata] bisa diurai sebagai berikut: Isim; ada yang mu'rob/berubah dan ada yang mabni/tetap Fi'il; ada yang mu'rob dan ada yang mabni Harf; semuanya mabni

Page 10: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

10

H. Definisi dan Contoh Isim

الاسمPengertian al-Ismu [Isim]

Isim [kata benda] adalah suatu jenis kata yang menunjukkan makna [yang sempurna] padadirinya sendiri dan tidak disertai dengan latar belakang waktu tertentu

Contoh Isim :

المجتھد[al-mujtahidu] artinya: “Orang yang bersungguh-sungguh” [lelaki]

القمر[al-qomaru] artinya: “Bulan” [yang ada di langit]

البستان[al-bustanu] artinya: “Kebun”

الشمس[asy-syamsu] artinya: “Matahari”

كتاب[kitaabun] artinya: ”Buku”

قلم[qolamun] artinya: “Pena”

Page 11: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

11

I. Definisi dan Contoh Fi'il

الفعلPengertian al-Fi'lu [Fi'il]

Fi'il [kata kerja] adalah kata yang menunjukkan makna [yang sempurna] pada dirinyasendiri dan memiliki latar belakang waktu tertentu; bisa lampau, sekarang, atau akandatang

Contoh Fi'il :

ضرب[dhoroba] artinya: “[telah] Memukul”

یضرب[yadhribu] artinya: “[sedang] Memukul”

اضرب[Idhrib] artinya: “Pukullah!”

علم['Alima] artinya: “[telah] Mengetahui”

یعلم[Ya'lamu] artinya: “[sedang] Mengetahui”

اعلم[I'lam] artinya: “Ketahuilah!”

Page 12: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

12

J. Definisi dan Contoh Harf

الحرفal-Harfu [Harf]

al-Harfu atau Huruf [kata depan] yang dimaksud di sini adalah kata yang menunjukkanmakna [yang sempurna] apabila digabungkan dengan selainnya [yaitu dengan isim ataufi'il]

Contoh Harf :

من[min] artinya: “Dari”

بل[bal] artinya: “Bahkan” atau “Akan tetapi”

سوف[saufa] artinya: “Kelak”

حتى[hatta] artinya: “Sehingga”

لم[lam] artinya: “Tidak”

Page 13: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

13

K. Definisi dan Contoh Fi'il Madhi

الماضي الفعلFi'il Madhi

Fi'il Madhi adalah kata kerja [fi'il] yang menunjukkan terhadap suatu kejadian/peristiwasebelum masa pembicaraan [lampau, telah berlalu]

Contoh Fi'il Madhi :

سمع[Sami'a] artinya: “Telah mendengar”

كتب[Kataba] artinya: “Telah menulis”

فھم[Fahima] artinya: “Telah memahami”

خرج[Khoroja] artinya: “Telah keluar”

تكلم[Takallama] artinya: “Telah berbicara”

أبصر[Abshoro] artinya: “Telah melihat”

Page 14: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

14

L. Definisi dan Contoh Fi'il Mudhori'

المضارع الفعلFi'il Mudhori'

Fi'il Mudhori' adalah kata kerja [fi'il] yang menunjukkan terhadap suatu peristiwa/kejadianyang berlangsung pada saat masa pembicaraan [sekarang] atau sesudahnya [akan datang]

Contoh Fi'il Mudhori' :

یكتب[Yaktubu] artinya: “Sedang menulis”

یفھم[Yafhamu] artinya: “Sedang memahami”

یخرج[Yakhruju] artinya: “Sedang keluar”

یسمع[Yasma'u] artinya: “Sedang mendengar”

یتكلم[Yatakallamu] artinya: “Sedang berbicara”

ینصر[Yanshuru] artinya: “Sedang menolong”

Page 15: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

15

M. Definisi dan Contoh Fi'il Amr

الأمر فعلFi'il Amr

Fi'il Amr [kata perintah] adalah kata kerja yang menunjukkan peristiwa yang dituntutkeberadaannya setelah pembicaraan

Contoh Fi'il Amr :

اكتب[Uktub] artinya: “Tulislah!”

افھم[Ifham] artinya: “Pahamilah!”

اخرج[Ukhruj] artinya: “Keluarlah!”

اسمع[Isma'] artinya: “Dengarlah!”

انصر[Unshur] artinya: “Tolonglah!”

تكلم[Takallam] artinya: “Berbicaralah!”

Page 16: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

16

Bonus :

76 Mutiara Hikmah Ulama

[01] az-Zuhri mengatakan, “Barangsiapa yang menuntut ilmu secara instan maka ia akanhilang dengan cepat. Sesungguhnya ilmu hanya akan diperoleh dengan menekuni satuatau dua hadits, sedikit demi sedikit.” (lihat al-Jami' li Ahkam al-Qur'an [1/70])

[02] Suatu saat Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah dicela karena sedemikian seringmencari hadits. Beliau pun ditanya, “Sampai kapan kamu akan terus mendengar hadits?”.Beliau menjawab, “Sampai mati.” (lihat Nasha'ih Manhajiyah li Thalib 'Ilmi as-Sunnah an-Nabawiyah, hal. 58)

[03] Sufyan rahimahullah pernah ditanya, “Menuntut ilmu yang lebih kau sukai ataukahberamal?”. Beliau menjawab, “Sesungguhnya ilmu itu dimaksudkan untuk beramal, makajangan tinggalkan menuntut ilmu dengan dalih untuk beramal, dan jangan tinggalkanamal dengan dalih untuk menuntut ilmu.” (lihat Tsamrat al-'Ilmi al-'Amal, hal. 44-45)

[04] Abu Abdillah ar-Rudzabari rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang berangkatmenimba ilmu sementara yang dia inginkan semata-mata ilmu, ilmunya tidak akanbermanfaat baginya. Dan barangsiapa yang berangkat menimba ilmu untuk mengamalkanilmu, niscaya ilmu yang sedikit pun akan bermanfaat baginya.” (lihat al-Muntakhab minKitab az-Zuhd wa ar-Raqaa'iq, hal. 71)

[05] Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengatakan, “Umat manusia jauh lebihmembutuhkan ilmu daripada kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman; sebabmakanan dan minuman diperlukan dalam sehari sekali atau dua kali. Adapun ilmu, iadibutuhkan sepanjang waktu.” (lihat al-'Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 91)

[06] Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari al-Hasan, bahwa Abud Darda'radhiyallahu'anhu berkata, “Perumpamaan ulama di tengah umat manusia bagaikanbintang-bintang di langit yang menjadi penunjuk arah bagi manusia.” (lihat Akhlaq al-'Ulama, hal. 29)

[07] Imam al-Auza'i rahimahullah berkata, “Ilmu yang sebenarnya adalah apa yang datangdari para sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka ilmu apapun yang tidakberada di atas jalan itu maka pada hakikatnya itu bukanlah ilmu.” (lihat Da'a'im Minhaj an-Nubuwwah, hal. 390-391)

[08] Masruq rahimahullah berkata, “Sekadar dengan kualitas ilmu yang dimiliki seseorangmaka sekadar itulah rasa takutnya kepada Allah. Dan sekadar dengan tingkatkebodohannya maka sekadar itulah hilang rasa takutnya kepada Allah.” (lihat Syarh Shahihal-Bukhari karya Ibnu Baththal, 1/136)

[09] Imam al-Barbahari rahimahullah berkata, “Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu-sesungguhnya ilmu bukanlah semata-mata dengan memperbanyak riwayat dan kitab.Sesungguhnya orang yang berilmu adalah yang mengikuti ilmu dan Sunnah, meskipunilmu dan kitabnya sedikit. Dan barangsiapa yang menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah, makadia adalah penganut bid'ah, meskipun ilmu dan kitabnya banyak.” (lihat Da'a'im MinhajNubuwwah, hal. 163)

Page 17: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

17

[10] Sahabat Abud Darda' radhiyallahu'anhu berkata, “Barangsiapa yang berpandanganbahwa berangkat di awal siang atau di akhir siang untuk menghadiri majelis ilmu bukanlahjihad, maka sungguh akal dan pikirannya sudah tidak beres.” (lihat al-'Ilmu, Fadhluhu waSyarafuhu, hal. 6)

[11] Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata: Dahulu ibuku berpesan kepadaku, “Wahaianakku, janganlah kamu menuntut ilmu kecuali jika kamu berniat mengamalkannya. Kalautidak, maka ia akan menjadi bencana bagimu di hari kiamat.” (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 579)

[12] Ibnu 'Abbas radhiyallahu'anhuma berkata, “Sesungguhnya orang-orang yangmengajarkan kebaikan kepada umat manusia akan dimintakan ampunan oleh setiapbinatang melata, bahkan oleh ikan yang berada di dalam lautan sekalipun.” (lihatMukhtashar Minhaj al-Qashidin, hal. 14)

[13] al-Hasan rahimahullah mengatakan, “Kalau bukan karena keberadaan para ulamaniscaya keadaan umat manusia tidak ada bedanya dengan binatang.” (lihat MukhtasharMinhaj al-Qashidin, hal. 15)

[14] Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “... Kebutuhan kepada ilmu di atas kebutuhankepada makanan, bahkan di atas kebutuhan kepada nafas. Keadaan paling buruk yangdialami orang yang tidak bisa bernafas adalah kehilangan kehidupan jasadnya. Adapunlenyapnya ilmu menyebabkan hilangnya kehidupan hati dan ruh. Oleh sebab itu setiaphamba tidak bisa terlepas darinya sekejap mata sekalipun. Apabila seseorang kehilanganilmu akan mengakibatkan dirinya jauh lebih jelek daripada keledai. Bahkan, jauh lebihburuk daripada binatang melata di sisi Allah, sehingga tidak ada makhluk apapun yanglebih rendah daripada dirinya ketika itu.” (lihat al-'Ilmu, Syarafuhu wa Fadhluhu, hal. 96)

[15] Imam Ibnu Baththal rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mempelajari hadits demimemalingkan wajah-wajah manusia kepada dirinya maka di akherat Allah akanmemalingkan wajahnya menuju neraka.” (lihat Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal,1/136)

[16] ar-Rabi' berkata: Aku mendengar beliau -Imam Syafi'i- mengatakan, “Langit manakahyang akan menaungiku. Bumi manakah yang akan menjadi tempat berpijak bagiku. Jikaaku meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian aku tidakberpendapat sebagaimana kandungan hadits tersebut.” (lihat Tarajim al-A'immah al-Kibar,hal. 56)

[17] Yahya bin Khalid al-Barmaki rahimahullah berkata kepada anaknya, “Dahulu mereka -pendahulu yang salih- mencatat sesuatu yang terbaik dari apa yang mereka dengar.Mereka menghafalkan sesuatu yang terbaik dari apa yang mereka catat. Kemudian merekamenyampaikan sesuatu yang terbaik dari apa yang mereka hafalkan.” (lihat al-Fawa'id waal-Akhbar wa al-Hikayat, hal. 126)

[18] Masruq rahimahullah berkata, “Cukuplah menjadi tanda keilmuan seorang tatkala diamerasa takut kepada Allah. Dan cukuplah menjadi tanda kebodohan seorang apabila diamerasa ujub dengan amalnya.” (lihat Min A'lam as-Salaf [1/23])

[19] Imam Abu 'Ubaid rahimahullah berkata, “Seorang yang setia mengikuti Sunnahlaksana orang yang menggenggam bara api. Dan pada masa ini, aku memandang bahwahal itu jauh lebih utama daripada menyabetkan pedang dalam jihad fi sabilillah.” (lihat

Page 18: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

18

Tarajim al-A'immah al-Kibar, hal. 79)

[20] Abu Salamah al-Khuza'i rahimahullah berkata: Adalah Malik bin Anas, apabila beliauingin berangkat untuk mengajarkan hadits maka beliau pun berwudhu sebagaimanawudhu untuk sholat. Beliau mengenakan pakaiannya yang terbaik dan memakai peci. Danbeliau pun menyisir jenggotnya. Tatkala hal itu ditanyakan kepadanya, beliau menjawab,“Aku ingin memuliakan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” (lihat Manaqib al-A'immah al-Arba'ah oleh Imam Ibnu Abdil Hadi rahimahullah, hal. 87-88)

[21] al-Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah berkata, “Hendaknya kamu disibukkan denganmemperbaiki dirimu, janganlah kamu sibuk membicarakan orang lain. Barangsiapa yangsenantiasa disibukkan dengan membicarakan orang lain maka sungguh dia telahterpedaya.” (lihat ar-Risalah al-Mughniyah, hal. 38)

[22] al-Hasan rahimahullah mengatakan, “Salah satu tanda bahwa Allah mulai berpalingdari seorang hamba adalah tatkala dijadikan dia tersibukkan dalam hal-hal yang tidakpenting bagi dirinya.” (lihat ar-Risalah al-Mughniyah, hal. 62).

[23] Abu Hurairah dan Abu Dzar radhiyallahu'anhuma berkata, “Sebuah bab tentang ilmuyang kamu pelajari lebih kami cintai daripada seribu raka'at sholat sunnah.” (lihat Tajrid al-Ittiba' fi Bayan Asbab Tafadhul al-A'mal, hal. 26)

[24] Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Tidak ada suatu amalan yang lebih utamadaripada menimba ilmu jika disertai dengan niat yang lurus.” (lihat Tajrid al-Ittiba' fi BayanAsbab Tafadhul al-A'mal, hal. 26)

[25] Qatadah rahimahullah berkata, “Sebuah bab dalam ilmu yang dijaga/dihafal olehseorang demi kebaikan dirinya sendiri dan kebaikan orang sesudahnya itu jauh lebihutama daripada beribadah setahun penuh.” (lihat Tajrid al-Ittiba' fi Bayan Asbab Tafadhulal-A'mal, hal. 26)

[26] Abdullah bin Mubarak menceritakan: Ada seseorang yang berkata kepada Hamdun binAhmad, “Mengapa ucapan salaf itu lebih bermanfaat daripada ucapan kita?”. Beliaumenjawab, “Karena mereka berbicara demi kemuliaan Islam, keselamatan jiwa, dan demimenggapai ridha ar-Rahman. Adapun kita hanya berbicara demi kemuliaan diri sendiri,mencari dunia dan membuat ridha makhluk.” (lihat Aina Nahnu min Akhlaq as-Salaf, hal.14)

[27] al-Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah berkata, “Wahai orang yang malang. Engkauberbuat buruk sementara engkau memandang dirimu sebagai orang yang berbuatkebaikan. Engkau adalah orang yang bodoh sementara engkau justru menilai dirimusebagai orang berilmu. Engkau kikir sementara itu engkau mengira dirimu orang yangpemurah. Engkau dungu sementara itu engkau melihat dirimu cerdas. Ajalmu sangatlahpendek, sedangkan angan-anganmu sangatlah panjang.” (lihat Aina Nahnu min Akhlaq as-Salaf, hal. 15)

[28] Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Sesungguhnya ilmu bukanlah denganbanyaknya riwayat. Akan tetapi ia adalah cahaya yang Allah berikan ke dalam hati.Syaratnya adalah ittiba'/setia mengikuti tuntunan dan meninggalkan hawanafsu/penyimpangan dan membuat-buat bid'ah.” (lihat Ma'alim fi Thariq Thalab al-'Ilmi, hal.40)

Page 19: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

19

[29] Ibnu 'Ajlan rahimahullah berkata, “Tidaklah menjadi baik suatu amal tanpa tiga hal,yaitu: ketakwaan kepada Allah, niat baik, dan cara yang benar.” (lihat Jami' al-'Ulum wa al-Hikam, hal. 19)

[30] al-Hasan rahimahullah menafsirkan makna firman Allah 'azza wa jalla (yang artinya),“Wahai Rabb kami berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat.”Beliau mengatakan, “Kebaikan di dunia adalah ilmu dan ibadah. Adapun kebaikan diakhirat adalah surga.” (lihat Akhlaq al-'Ulama, hal. 40)

[31] Imam Yahya bin Ma'in rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang terburu-burumemangku jabatan sebagai pemimpin niscaya akan luput darinya banyak ilmu.” (lihatSyarh Shahih al-Bukhari li Ibni Baththal [1/159])

[32] Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “al-Qur'an itu diturunkan untuk diamalkan, akantetapi orang-orang justru membatasi amalan hanya dengan membacanya.” (lihat al-Muntaqa an-Nafis min Talbis Iblis, hal. 116)

[33] Abu Ja'far al-Baqir Muhammad bin 'Ali bin al-Husain rahimahullah berkata, “Seorangalim [ahli ilmu] yang memberikan manfaat dengan ilmunya itu lebih utama daripada tujuhpuluh ribu orang ahli ibadah.” (lihat Jami' Bayan al-'Ilmi wa Fadhlihi, hal. 131)

[34] Ja'far ash-Shadiq rahimahullah berkata, “Meriwayatkan hadits dan menyebarkannya ditengah-tengah umat manusia itu jauh lebih utama daripada ibadah yang dilakukan olehseribu ahli ibadah.” (lihat Jami' Bayan al-'Ilmi wa Fadhlihi, hal. 131)

[35] Umar bin Abdul 'Aziz rahimahullah berkata, “Barangsiapa melakukan suatu amal tanpalandasan ilmu maka apa-apa yang dia rusak itu justru lebih banyak daripada apa-apa yangdia perbaiki.” (lihat Jami' Bayan al-'Ilmi wa Fadhlihi, hal. 131)

[36] Sufyan berkata: al-Ahnaf mengatakan: 'Umar bin al-Khaththab radhiyallahu'anhuberkata kepada kami, “Perdalamlah ilmu sebelum kalian dijadikan sebagai pemimpin.”Sufyan mengatakan, “Sebab seorang jika sudah mendalami ilmu niscaya tidak akanmencari jabatan kepemimpinan.” (lihat Aina Nahnu min Akhlaq as-Salaf, hal. 37)

[37] 'Amr bin al-'Ash radhiyallahu'anhu berkata, “Bukanlah orang yang pandai yang bisamembedakan yang baik dengan yang buruk. Akan tetapi orang yang benar-benar pandaiadalah yang bisa membedakan mana yang lebih baik diantara dua keburukan.” (lihat AinaNahnu min Akhlaq as-Salaf, hal. 41)

[38] Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Jika kamu sanggup untuk tidak menggarukkepala kecuali dengan dasar dari atsar/riwayat maka lakukanlah.” (lihat Manaqib al-Imamal-A'zham Abi 'Abdillah Sufyan bin Sa'id ats-Tsauri, hal. 29)

[39] Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Sesungguhnya ilmu lebih diutamakandaripada perkara yang lain karena dengannya -manusia- bisa bertakwa.” (lihat Manaqib al-Imam al-A'zham Abi 'Abdillah Sufyan bin Sa'id ats-Tsauri, hal. 30)

[40] Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaatbagi umat manusia daripada hadits.” (lihat Manaqib al-Imam al-A'zham Abi 'AbdillahSufyan bin Sa'id ats-Tsauri, hal. 32)

Page 20: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

20

[41] Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Para malaikat adalah para penjaga langitsedangkan ashabul hadits adalah para penjaga bumi.” (lihat Manaqib al-Imam al-A'zhamAbi 'Abdillah Sufyan bin Sa'id ats-Tsauri, hal. 31)

[42] Ibnu Mubarak rahimahullah berkata, “Kami mencari ilmu untuk dunia maka ilmu justrumenunjukkan kepada kami untuk meninggalkan dunia.” (lihat Min A'lam as-Salaf [2/30])

[43] Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mencintai pembela bid'ahmaka Allah akan menghapuskan amalnya dan Allah akan mencabut cahaya Islam daridalam hatinya.” (lihat Min A'lam as-Salaf [2/47])

[44] Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mendukung pembelabid'ah sesungguhnya dia telah membantu untuk menghancurkan agama Islam.” (lihat MinA'lam as-Salaf [2/47])

[45] Abu Abdirrahman as-Sulami berkata, “Dahulu apabila kami mempelajari sepuluh ayatal-Qur'an, maka tidaklah kami mempelajari sepuluh ayat berikutnya sampai kamimemahami kandungan halal dan haram, serta perintah dan larangan yang terdapat didalamnya.” (lihat al-Jami' li Ahkam al-Qur'an [1/68])

[46] Abu Abdirrahman as-Sulami berkata, “Para sahabat yang mengajarkan bacaan al-Qur'an kepada kami seperti 'Utsman bin 'Affan, Abdullah bin Mas'ud dan lain-lainmenuturkan kepada kami, bahwasanya dahulu apabila mereka mempelajari sepuluh ayatdari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka mereka tidaklah melewatinya kecuali setelahmereka pelajari pula kandungan ilmu dan amal yang terdapat di dalamnya. Mereka berkata:Maka kami mempalajari al-Qur'an, ilmu, dan amal sekaligus secara bersamaan.” (lihat Ushulfi at-Tafsir oleh Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 26)

[47] Qotadah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya setan tidak membiarkan lolos seorangpun di antara kalian. Bahkan ia datang melalui pintu ilmu. Setan membisikkan, “Untuk apakamu terus menuntut ilmu? Seandainya kamu mengamalkan apa yang telah kamu dengar,niscaya itu sudah cukup bagimu.” Qotadah berkata: Seandainya ada orang yang bolehmerasa cukup dengan ilmunya, niscaya Musa 'alaihis salam adalah orang yang paling layakuntuk merasa cukup dengan ilmunya. Akan tetapi Musa berkata kepada Khidr (yangartinya), “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau bisa mengajarkan kepadaku kebenaranyang diajarkan Allah kepadamu.” (QS. al-Kahfi: 66).” (lihat Syarh Shahih al-Bukhari karyaIbnu Baththal [1/136])

[48] Yahya bin Abi Katsir rahimahullah berkata: Malaikat naik ke langit membawa amalseorang hamba dengan perasaan gembira. Apabila dia telah sampai di hadapan Rabbnya,maka Allah pun berkata kepadanya, “Letakkan ia di dalam Sijjin [catatan dosa], karenaamalan ini tidak ikhlas/murni ditujukan kepada-Ku.” (lihat al-Ikhlas wa an-Niyah, hal. 45)

[49] Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Risalah adalah kebutuhan yang sangatmendesak bagi hamba. Mereka benar-benar membutuhkannya. Kebutuhan merekaterhadapnya jauh di atas segala jenis kebutuhan. Risalah adalah ruh, cahaya, dankehidupan alam semesta. Maka kebaikan seperti apa yang ada pada alam tanpa ruh, tanpacahaya, dan tanpa kehidupan?” (lihat Ma'alim Ushul al-Fiqh 'inda Ahlis Sunnah wa al-Jama'ah, hal. 78 karya Dr. Muhammad bin Husain al-Jizani)

Page 21: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

21

[50] Ibnu Abi Mulaikah -seorang tabi'in- berkata, “Aku telah bertemu dengan tiga puluhorang Sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka semua takut kemunafikanmenimpa dirinya. Tidak ada seorang pun diantara mereka yang mengatakan bahwakeimanannya sejajar dengan keimanan Jibril dan Mika'il.” (lihat Fath al-Bari [1/137])

[51] Ibnu Abi Zaid al-Qairawani rahimahullah mengatakan, "Iman adalah ucapan denganlisan, keikhlasan dengan hati, dan amal dengan anggota badan. Ia bertambah denganbertambahnya amalan dan berkurang dengan berkurangnya amalan. Sehingga amal-amalbisa mengalami pengurangan dan ia juga merupakan penyebab pertambahan -iman-.Tidak sempurna ucapan iman apabila tidak disertai dengan amal. Ucapan dan amal jugatidak sempurna apabila tidak dilandasi oleh niat -yang benar-. Sementara ucapan, amal,dan niat pun tidak sempurna kecuali apabila sesuai dengan as-Sunnah/tuntunan." (lihatQathfu al-Jana ad-Dani, hal. 47)

[52] Ibnu Qudamah al-Maqdisi rahimahullah mengatakan, "Iman adalah ucapan denganlisan, amal dengan anggota badan, keyakinan dengan hati. Ia dapat bertambah dengansebab ketaatan, dan berkurang dengan sebab kemaksiatan." (lihat Syarh Lum'at al-I'tiqadal-Hadi ila Sabil ar-Rasyad oleh Syaikh Ibnu Utsaimin hal. 98)

[53] Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengatakan, “Pokok-pokok Sunnah menurutkami adalah berpegang teguh dengan ajaran Sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, berusaha meneladani mereka, dan meninggalkan bid'ah-bid'ah.” (lihat Da'a'imMinhaj Nubuwwah, hal. 47-48)

[54] Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata, “Ikutilah tuntunan, dan janganmembuat ajaran-ajaran baru, karena sesungguhnya kalian telah dicukupkan.” Beliau jugaberkata, “Sesungguhnya kami ini hanyalah meneladani, bukan memulai. Kami sekedarmengikuti, dan bukan mengada-adakan sesuatu yang baru. Kami tidak akan tersesatselama kami tetap berpegang teguh dengan atsar.” (lihat Da'a'im Minhaj Nubuwwah, hal.46)

[55] Ahmad bin Sinan al-Qaththan rahimahullah berkata, “Tidaklah ada di dunia iniseorang ahli bid'ah kecuali dia pasti membenci ahli hadits. Maka apabila seorang membuatajaran bid'ah niscaya akan dicabut manisnya hadits dari dalam hatinya.” (lihat Da'a'imMinhaj Nubuwwah, hal. 124)

[56] Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata, “Hati ibarat seorang raja, sedangkan anggotabadan adalah pasukannya. Apabila sang raja baik niscaya akan baik pasukannya. Akantetapi jika sang raja busuk maka busuk pula pasukannya.” (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 14)

[57] Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang mencermati syari'at, padasumber-sumber maupun ajaran-ajarannya. Dia akan mengetahui betapa erat kaitan antaraamalan anggota badan dengan amalan hati. Bahwa amalan anggota badan tak akanbermanfaat tanpanya. Dan juga amalan hati itu lebih wajib daripada amalan anggotabadan. Apa yang membedakan orang mukmin dengan orang munafik kalau bukan karenaamalan yang tertanam di dalam hati masing-masing di antara mereka berdua?Penghambaan/ibadah hati itu lebih agung daripada ibadah anggota badan, lebih banyakdan lebih kontinyu. Karena ibadah hati wajib di sepanjang waktu.” (lihat Ta'thir al-Anfas, hal.14-15)

[58] Ibnul Qoyyim rahimahullah menegaskan, “Amalan-amalan hati itulah yang paling

Page 22: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

22

pokok, sedangkan amalan anggota badan adalah konsekuensi dan penyempurna atasnya.Sebagaimana niat menduduki peranan ruh, sedangkan amalan laksana tubuh. Itu artinya,jika ruh berpisah dari jasad, jasad itu akan mati. Oleh sebab itu memahami hukum-hukumyang berkaitan dengan gerak-gerik hati lebih penting daripada mengetahui hukum-hukumyang berkaitan dengan gerak-gerik anggota badan.” (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 15)

[59] Syaikh as-Sa'di rahimahullah berkata, “Tawakal kepada Allah adalah salah satukewajiban tauhid dan iman yang terbesar. Sesuai dengan kekuatan tawakal maka sekuatitulah keimanan seorang hamba dan bertambah sempurna tauhidnya. Setiap hambasangat membutuhkan tawakal kepada Allah dan memohon pertolongan kepada-Nyadalam segala yang ingin dia lakukan atau tinggalkan, dalam urusan agama maupun urusandunianya.” (lihat al-Qaul as-Sadid 'ala Maqashid at-Tauhid, hal. 101)

[60] Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Tawakal kepada Allahadalah sebuah kewajiban yang harus diikhlaskan (dimurnikan) untuk Allah semata. Iamerupakan jenis ibadah yang paling komprehensif, maqam/kedudukan tauhid yangtertinggi, teragung, dan termulia. Karena dari tawakal itulah tumbuh berbagai amal salih.Sebab apabila seorang hamba bersandar kepada Allah semata dalam semua urusan agamamaupun dunianya, tidak kepada selain-Nya, niscaya keikhlasan dan interaksinya denganAllah pun menjadi benar.” (lihat al-Irsyad ila Shahih al-I'tiqad, hal. 91)

[61] 'Umair bin Habib radhiyallahu'anhu berkata, “Iman mengalami penambahan danpengurangan.” Ada yang bertanya, “Dengan apa penambahannya?” Beliau menjawab,“Apabila kita mengingat Allah 'azza wa jalla dan memuji-Nya maka itulah penambahannya.Apabila kita lupa dan lalai maka itulah pengurangannya.” (lihat Tafsir al-Baghawi, hal. 511)

[62] Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Ketahuilah, bahwasanya keikhlasan seringkaliterserang oleh penyakit ujub. Barangsiapa yang ujub dengan amalnya maka amalnyaterhapus. Begitu pula orang yang menyombongkan diri dengan amalnya maka amalnyapun menjadi terhapus.” (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 584)

[63] Abu Utsman al-Maghribi rahimahullah berkata, “Ikhlas adalah melupakan pandanganorang dengan senantiasa memperhatikan pandangan Allah. Barangsiapa yangmenampilkan dirinya berhias dengan sesuatu yang tidak dimilikinya niscaya akan jatuhkedudukannya di mata Allah.” (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 86)

[64] as-Susi rahimahullah berkata, “Ikhlas itu adalah dengan tidak memandang diri telahikhlas. Barangsiapa yang mempersaksikan kepada orang lain bahwa dirinya benar-benartelah ikhlas itu artinya keikhlasannya masih belum sempurna.” (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 86)

[65] Sufyan bin Uyainah berkata: Abu Hazim rahimahullah berkata, “Sembunyikanlahkebaikan-kebaikanmu lebih daripada kesungguhanmu dalam menyembunyikan kejelekan-kejelekanmu.” (lihat Ta'thirul Anfas, hal. 231).

[66] Ibrahim at-Taimi rahimahullah berkata, “Orang yang ikhlas adalah yang berusahamenyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana dia suka menyembunyikankejelekan-kejelakannya.” (lihat Ta'thirul Anfas, hal. 252)

[67] Sahl bin Abdullah at-Tustari rahimahullah mengatakan, “Orang-orang yang cerdasmemandang tentang hakikat ikhlas ternyata mereka tidak menemukan kesimpulan kecualihal ini; yaitu hendaklah gerakan dan diam yang dilakukan, yang tersembunyi maupun yang

Page 23: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

23

tampak, semuanya dipersembahkan untuk Allah ta'ala semata. Tidak dicampuri apa pun;apakah itu ambisi pribadi, hawa nafsu, maupun perkara dunia.” (lihat Adab al-'Alim wa al-Muta'allim, hal. 7-8)

[68] al-Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah mengatakan, “Meninggalkan amal karena manusiaadalah riya' sedangkan beramal untuk dipersembahkan kepada manusia merupakankemusyrikan. Adapun ikhlas itu adalah tatkala Allah menyelamatkan dirimu dari keduanya.”(lihat Adab al-'Alim wa al-Muta'allim, hal. 8)

[69] Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah berkata, “Dahulu dikatakan: Bahwa seorang hambaakan senantiasa berada dalam kebaikan, selama jika dia berkata maka dia berkata karenaAllah, dan apabila dia beramal maka dia pun beramal karena Allah.” (lihat Ta'thir al-Anfasmin Hadits al-Ikhlas, hal. 592)

[70] Seorang lelaki berkata kepada Muhammad bin Nadhr rahimahullah, “Dimanakah akubisa beribadah kepada Allah?” Maka beliau menjawab, “Perbaikilah hatimu, danberibadahlah kepada-Nya di mana pun kamu berada.” (lihat Ta'thir al-Anfas, hal. 594)

[71] Syaikh as-Sa'di rahimahullah berkata, “Tidak ada suatu perkara yang memiliki dampakyang baik serta keutamaan beraneka ragam seperti halnya tauhid. Karena sesungguhnyakebaikan di dunia dan di akherat itu semua merupakan buah dari tauhid dan keutamaanyang muncul darinya.” (lihat al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, hal. 16)

[72] Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Sebagian ulama salaf berkata: Tawadhu'/sifatrendah hati itu adalah engkau menerima kebenaran dari siapa pun yang membawanya,meskipun dia adalah anak kecil. Barangsiapa yang menerima kebenaran dari siapa punyang membawanya entah itu anak kecil atau orang tua, entah itu orang yang dia cintaiatau tidak dia cintai, maka dia adalah orang yang tawadhu'. Dan barangsiapa yang engganmenerima kebenaran karena merasa dirinya lebih besar daripada pembawanya maka diaadalah orang yang menyombongkan diri.” (lihat Jami' al-'Ulum wa al-Hikam, hal. 164)

[73] Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Ibadahdibangun di atas dua perkara; cinta dan pengagungan. Dengan rasa cinta maka seorangakan berjuang menggapai keridhaan sesembahannya (Allah). Dengan pengagungan makaseorang akan menjauhi dari terjerumus dalam kedurhakaan kepada-Nya. Karena kamumengagungkan-Nya maka kamu pun merasa takut kepada-Nya. Dan karena kamumencintai-Nya, maka kamu pun berharap dan mencari keridhaan-Nya.” (lihat asy-Syarh al-Mumti' 'ala Zaad al-Mustaqni' [1/9] cet. Mu'assasah Aasam, tahun 1416 H).

[74] Tsabit al-Bunani rahimahullah berkata, “Beruntunglah orang yang mengingat saatdatangnya kematian. Sebab tidaklah seorang hamba memperbanyak mengingat kematiankecuali akan tampak pengaruh baik hal itu bagi amalnya.” (lihat Aina Nahnu min Ha'ulaa'i,hal. 23-24)

[75] Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksudmerealisasikan tauhid adalah dengan membersihkan dan memurnikannya dari kotoran-kotoran syirik, bid'ah, dan terus menerus dalam perbuatan dosa. Barangsiapamelakukannya berarti dia telah merealisasikan tauhidnya...” (lihat Qurrat 'Uyun al-Muwahhidin, hal. 23)

[76] Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menginginkan kejernihan

Page 24: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

24

hatinya hendaknya dia lebih mengutamakan Allah daripada menuruti berbagai keinginanhawa nafsunya. Hati yang terkungkung oleh syahwat akan terhalang dari Allah sesuaidengan kadar kebergantungannya kepada syahwat. Hancurnya hati disebabkan perasaanaman dari hukuman Allah dan terbuai oleh kelalaian. Sebaliknya, hati akan menjadi baikdan kuat karena rasa takut kepada Allah dan berdzikir kepada-Nya.” (lihat al-Fawa'id, hal.95)

Page 25: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

25

Donasi Dakwah :

Bagi kaum muslimin yang ingin memberikan kontribusi donasi untuk kegiatan dakwah danpendidikan Ma'had Al-Mubarok atau untuk program pendirian Graha Al-Mubarok (masjid,pesantren, dan gedung dakwah) maka kami membuka kesempatan seluas-luasnya bagi

segenap muhsinin yang ingin berpartisipasi.

Adapun rekening donasi adalah sbb :

---

Rekening Donasi Program Dakwah Ma'had Al-Mubarok :BNI Syariah 020 033 6067atas nama Windri Atmoko

Konfirmasi Donasi via SMS :Ketik : Nama#Alamat#Donasi Ma'had#Tanggal Transfer#Jumlah.

Dikirimkan ke no HP : 0857 4262 4444

Contoh :Zainal#Surabaya#Donasi Ma'had#20 Maret 2015#100.000

---

Rekening Donasi Pendirian Graha Al-Mubarok :Bank Syariah Mandiri (BSM) no rek. 7067 126 817

a.n. Windri Atmoko

Konfirmasi Donasi via SMS :Ketik : Nama#Alamat#Graha Al-Mubarok#Tanggal Transfer#Jumlah.

Dikirimkan ke no HP : 0857 4262 4444

Contoh :Zubair#Jakarta#Graha Al-Mubarok#20 Maret 2015#500.000

Page 26: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

26

Page 27: archive.org · 3 0 >/(? = 6; 5 5 4 >/*? )+% ,

27