· 2014-05-07 · bahwa hukum acara yang berlaku, baik pasal 130 hir . ... menjadi bagian hukum...

34

Upload: lamdung

Post on 27-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

“DRAFT REVISI”

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008

TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

1.

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : ----- TAHUN ----------

TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

CATATAN

2.

Menimbang: a. Bahwa mediasi sebagai salah satu satu pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, diyakini menjadi cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif dan dapat membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk memperoleh

penyelesaian yang memuaskan dan berkeadilan;

3.

b. Bahwa dalam rangka reformasi birokrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berorientasi pada visi “Mewujudkan Peradilan Yang Agung”, salah satu elemen pendukung adalah mediasi sebagai instrumen untuk meningkatkan akses masyarakat yang seluas-luasnya terhadap keadilan (access to justice) sekaligus implementasi penyelenggaraan asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan;

4.

c. Bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif);

5. d. Bahwa hukum acara yang berlaku, baik Pasal 130 HIR

maupun Pasal 154 RBg, mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan;

6.

e. Bahwa berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2008, prosedur mediasi di pengadilan telah diintegrasikan dan menjadi bagian hukum formil dalam perkara perdata

yang wajib dilaksanakan oleh semua pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama;

7.

f. Bahwa setelah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Prosedur Mediasi di Pengadilan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2008 ternyata ditemukan beberapa permasalahan yang di antaranya bersumber dari Peraturan Mahkamah Agung tersebut, sehingga Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 perlu direvisi dengan maksud untuk lebih mendayagunakan dan meningkatkan keberhasilan mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan.

8. Mengingat: 1. Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2.

2. Reglemen Indonesia yang diperbaharui (HIR) Staatsblad

1941 Nomor 44 dan Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg) Staatsblad 1927 Nomor 227;

3.

3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076);

4. 4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) sebagaimana telah 2 (dua) kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958);

5.

5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3327) sebagaimana telah 2 (dua) kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5077);

6.

6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

7.

7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3400) sebagaimana telah 2 (dua) kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5078);

1. M E M U T U S K A N :

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

CATATAN

2. BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

3. Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

4.

1. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk berdasarkan kewenangan Mahkamah Agung dalam mengatur acara peradilan yang belum cukup diatur oleh peraturan perundang-undangan sesuai Pasal 79 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009, dalam rangka menjamin kepastian, ketertiban, dan kelancaran tata cara

mediasi di pengadilan untuk menyelesaikan sengketa perdata para pihak secara damai.

5. 2. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan

untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

6.

3. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

7. 4. Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah tahapan proses mediasi terkait

perkara perdata di Pengadilan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.

8.

5. Proses mediasi tertutup adalah bahwa pertemuan-pertemuan mediasi hanya dihadiri para pihak atau kuasa hukum mereka dan mediator atau pihak lain yang diizinkan oleh para pihak serta dinamika yang terjadi dalam pertemuan tidak boleh disampaikan kepada publik terkecuali atas izin para pihak.

9. 6. Itikad Baik adalah tindakan Para Pihak dalam menghadiri dan

menempuh proses mediasi secara jujur, sungguh-sungguh, patut, wajar dan bertanggung jawab.

10. 7. Para Pihak adalah dua atau lebih subjek hukum yang bukan kuasa

hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke pengadilan untuk memperoleh penyelesaian.

11. 8. Sertifikat Mediator adalah dokumen yang menyatakan bahwa seseorang

telah mengikuti dan lulus pelatihan atau pendidikan mediasi yang dikeluarkan oleh lembaga yang telah diakreditasi oleh Mahkamah Agung.

12.

9. Biaya Mediasi adalah biaya yang timbul dalam proses mediasi termasuk tetapi tidak terbatas pada biaya pemanggilan para pihak, biaya perjalanan salah satu pihak berdasarkan pengeluaran nyata, biaya pertemuan, biaya ahli, biaya jasa mediator dan/atau biaya lain yang diperlukan dalam proses Mediasi.

13. 10. Resume Perkara adalah dokumen yang dibuat oleh tiap pihak yang

memuat duduk perkara, rencana perdamaian dan atau usulan lain dalam rangka menyelesaikan sengketa.

14. 11. Kaukus adalah pertemuan antara Mediator dengan salah satu pihak

dengan diketahui oleh pihak lainnya tanpa dihadiri oleh pihak lainnya tersebut.

15.

12. Kesepakatan Perdamaian adalah dokumen yang memuat klausula yang disepakati oleh para pihak dengan bantuan Mediator guna mengakhiri sengketa yang merupakan hasil dari proses mediasi berdasarkan Peraturan ini.

16. 13. Akta Perdamaian adalah akta yang memuat isi Kesepakatan Perdamaian

dan putusan Hakim yang menguatkan Kesepakatan Perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa.

17. 14. Hakim adalah hakim pada Pengadilan Tingkat Pertama dalam

lingkungan peradilan umum dan peradilan agama.

18. 15. Hakim Pemeriksa Perkara adalah Hakim tunggal atau Majelis Hakim

yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama untuk mengadili perkara perdata.

19. 16. Pejabat Pengadilan adalah Panitera, Panitera Pengganti, Juru Sita,

Juru Sita Pengganti, Calon Hakim atau pegawai Pengadilan lainnya.

20. 17. Pengadilan adalah Pengadilan Tingkat Pertama dalam lingkungan

peradilan umum dan peradilan agama.

21. 18. Pengadilan Tinggi adalah pengadilan tinggi dalam lingkungan peradilan

umum dan peradilan agama.

22.

Pasal 2

Ruang Lingkup dan Kekuatan Berlaku Perma

23. (1) Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk Mediasi yang

terkait dengan proses berperkara di Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama.

24. (2) Pengadilan dalam lingkungan peradilan tata usaha negara dapat

menerapkan Mediasi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini sepanjang dimungkinkan oleh peraturan dasarnya.

25. (3) Setiap Hakim, Mediator, Para Pihak, kuasa hukum dan pihak terkait

lainnya wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui Mediasi yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung ini.

26. (4) Tidak menempuh Prosedur Mediasi berdasarkan Peraturan Mahkamah

Agung ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 RBg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.

27.

(5) Hakim Pemeriksa Perkara dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui Mediasi dengan menyebutkan nama Mediator untuk perkara yang bersangkutan.

28. Pasal 3

Jenis Perkara yang Dimediasi

29.

(1) Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui Mediasi dengan bantuan Mediator, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini.

30. (2) Sengketa perdata yang dikecualikan dari kewajiban menempuh

Mediasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. Sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan

tenggang waktu penyelesaiannya sebagaimana disebutkan dalam peraturan dasarnya termasuk tetapi tidak terbatas pada sengketa yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, keberatan atas putusan Komisi Informasi dan penyelesaian perselisihan partai politik; atau

b. Sengketa yang melibatkan wewenang kementerian dan/atau

lembaga negara di pusat maupun daerah yang tidak menjadi pihak berperkara;

c. Sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan/atau pengesahan perkawinan.

31. Pasal 4

Sifat Proses Mediasi

32. (1) Proses mediasi pada asasnya bersifat tertutup dan melalui pertemuan

langsung kecuali para pihak menghendaki lain.

33. (2) Penyampaian laporan Mediator mengenai pihak yang tidak beritikad

baik dan kegagalan mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara bukan merupakan pelanggaran terhadap sifat tertutup mediasi.

34.

(3) Pertemuan Mediasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam pertemuan.

35. (4) Kesepakatan Perdamaian yang dikuatkan dengan Akta Perdamaian

tunduk pada ketentuan keterbukaan informasi di pengadilan.

36.

Pasal 5

Kewajiban Menghadiri Mediasi

37. (1) Para Pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi

dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum.

38.

(2) Kehadiran Pihak melalui komunikasi audio visual jarak jauh

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dianggap sebagai

kehadiran langsung.

39.

(3) Ketidakhadiran Para Pihak secara langsung dalam proses Mediasi

hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan yang sah dengan

pemberitahuan tertulis.

40.

41. Pasal 6

Menempuh Mediasi dengan Itikad Baik

42. (1) Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan itikad baik.

43.

(2) Para Pihak dinyatakan tidak beritikad baik oleh Mediator dalam hal:

a. Telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut, tidak

hadir dalam pertemuan mediasi tanpa alasan tertulis yang sah;

atau

b. Menghadiri pertemuan mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir

pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut

2 (dua) kali berturut-turut; atau

c. Menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan dan atau

tidak menanggapi resume perkara dan rencana perdamaian pihak

lain secara patut dan wajar.

d. Menarik diri dari perundingan dan/atau tidak menandatangani

konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa

alasan sah.

44.

(3) Salah satu pihak dapat mengajukan penghentian proses mediasi kepada

Mediator jika pihak lawan menempuh mediasi dengan tidak beritikad

baik.

45. (4) Pihak yang dinyatakan tidak beritikad baik dihukum membayar Biaya

Mediasi.

46.

Pasal 7

Sertifikasi Mediator

47.

(1) Setiap orang yang menjalankan fungsi mediator pada asasnya wajib memiliki Sertifikat Mediator yang diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus pelatihan mediasi yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.

48.

(2) Jika dalam wilayah sebuah Pengadilan tidak ada Mediator bersertifikat, maka setiap Hakim bersertifikat maupun tidak bersertifikat Mediator di lingkungan pengadilan yang bersangkutan berwenang menjalankan fungsi Mediator.

49.

(3) Untuk memperoleh akreditasi, sebuah lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat berikut: a. mengajukan permohonan kepada Ketua Mahkamah Agung Republik

Indonesia; b. memiliki instruktur atau pelatih yang memiliki sertifikat telah

mengikuti pendidikan atau pelatihan mediasi dan pendidikan atau pelatihan sebagai instruktur untuk pendidikan atau pelatihan mediasi;

c. sekurang-kurangnya telah dua kali melaksanakan pelatihan mediasi bukan untuk mediator bersertifikat di pengadilan;

d. memiliki kurikulum pendidikan atau pelatihan mediasi di pengadilan yang disahkan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.

50. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian

akreditasi lembaga sertifikasi mediasi dan proses sertifikasi mediator diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung.

51.

Pasal 8

Pendaftaran Mediator

52.

(1) Mediator bukan hakim bersertifikat dapat mengajukan permohonan

secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama agar

namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada pengadilan

bersangkutan dengan melampirkan salinan sah Sertifikat Mediator

dan daftar riwayat hidup yang sekurang-kurangnya memuat latar

belakang pendidikan atau pengalaman.

53.

(2) Ketua Pengadilan Tingkat Pertama wajib memberikan tanggapan

secara tertulis atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya

permohonan.

54.

(3) Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan Sertifikat Mediator,

Ketua Pengadilan Tingkat Pertama mengeluarkan surat keputusan

penempatan Mediator bersertifikat ke dalam daftar mediator.

55.

(4) Ketua Pengadilan Tingkat Pertama wajib memberikan penjelasan dan

alasan dalam hal menolak permohonan penempatan nama Mediator

ke dalam daftar mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);

56.

57.

Pasal 9

Daftar Mediator

58.

(1) Selain Daftar Mediator bukan Hakim bersertifikat, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama juga mengeluarkan surat keputusan penunjukan hakim bersertifikat maupun tidak bersertifikat Mediator dan menempatkan nama-nama hakim tersebut ke dalam daftar mediator.

59.

(2) Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama menempatkan nama-nama mediator pada Pengadilan bersangkutan dalam daftar mediator dengan memuat latar belakang pendidikan atau pengalaman para mediator.

2 (3) Ketua Pengadilan Tingkat Pertama menempatkan daftar mediator

bukan hakim bersertifikat maupun mediator hakim pada papan

pengumuman atau melalui sarana lain yang dapat dilihat oleh khalayak umum.

(1) (4) Ketua Pengadilan Tingkat Pertama secara berkala mengevaluasi dan

memperbarui daftar mediator.

(2)

(5) Ketua Pengadilan Tingkat Pertama berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator berdasarkan alasan-alasan objektif, termasuk tetapi tidak terbatas pada mutasi tugas, berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan pelanggaran atas pedoman

perilaku mediator.

(3) Pasal 10

Biaya Jasa Mediator

(4) (1) Penggunaan Mediator Hakim tidak dipungut biaya jasa.

(5) (2) Biaya jasa Mediator bukan hakim ditanggung bersama oleh para pihak

atau berdasarkan kesepakatan para pihak.

(6)

(7) Pasal 11

Kewajiban Ketua Pengadilan Tingkat Pertama

(8) Ketua Pengadilan Tingkat Pertama berkewajiban:

(1) Menyediakan ruangan, fasilitas dan sarana penunjang lainnya yang diperlukan dalam proses mediasi.

(9) (2) Menunjuk petugas yang bertanggung jawab mengelola administrasi

mediasi.

(10) (3) Mengeluarkan Surat Keputusan Pendaftaran Mediator bersertifikat

dan menempatkannya ke dalam daftar mediator.

(11) (4) Memasukkan mediasi dalam rencana kerja tahunan satuan kerja

dengan memperhatikan evaluasi pelaksanaan mediasi pada tahun sebelumnya.

(12) (5) Mengintegrasikan sistem pengelolaan administrasi pengadilan ke

dalam sistem informasi dan administrasi pengelolaan perkara.

(13) (6) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan mediasi secara

berkala dengan memperhatikan laporan Hakim Pengawas bidang yang

bersangkutan.

(14) (7) Membuat laporan tentang pelaksanaan mediasi secara berkala dan

menyampaikannya kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Tinggi.

(15)

BAB II

BIAYA MEDIASI

(16) Pasal 12

Biaya Jasa Mediator

(17) (1) Penggunaan jasa mediator hakim dan pejabat pengadilan tidak

dipungut biaya.

(18) (2) Biaya jasa mediator selain hakim dan pejabat pengadilan ditanggung

bersama oleh para pihak atau berdasarkan kesepakatan Para Pihak.

(19)

Pasal 13

Biaya Pemanggilan Para Pihak

(20) (1) Biaya pemanggilan Para Pihak untuk menghadiri proses mediasi

dibebankan terlebih dahulu kepada pihak Penggugat melalui panjar biaya perkara.

(21) (2) Jika Para Pihak berhasil mencapai kesepakatan, biaya pemanggilan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditanggung bersama atau sesuai kesepakatan para pihak.

(22) (3) Jika mediasi gagal menghasilkan kesepakatan, biaya pemanggilan para

pihak dalam proses mediasi dibebankan kepada pihak yang oleh Hakim dihukum membayar biaya perkara.

(23)

BAB III

TAHAP PRA MEDIASI

(24) Pasal 14

Kewajiban Hakim Pemeriksa Perkara

(25) (1) Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri oleh Para Pihak,

Hakim Pemeriksa Perkara mewajibkan Para Pihak untuk menempuh Mediasi.

(26)

(2) Kehadiran Para Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kehadiran berdasarkan panggilan yang patut dengan kemungkinan pemanggilan lebih dari satu kali sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan praktik kebiasaan beracara yang berlaku dalam hal terdapat pihak yang tidak hadir pada sidang pertama.

(27)

(3) Dalam hal Penggugat atau seluruh Penggugat dan/atau Tergugat atau seluruh Tergugat tidak hadir di persidangan meskipun telah dipanggil secara patut dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk dilakukan pemeriksaan dengan menjatuhkan putusan gugur atau pemeriksaan di luar hadirnya Tergugat (verstek), tidak dilakukan Mediasi.

(28)

(4) Perkara perlawanan (verzet) atas putusan di luar hadirnya Tergugat (verstek) dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, wajib dilakukan Mediasi

(29)

(5) Dalam hal terdapat lebih dari satu pihak Penggugat dan/atau Tergugat, dan ada sebagian Penggugat atau sebagian Tergugat yang tidak hadir di persidangan meskipun telah dipanggil secara patut oleh Hakim Pemeriksa Perkara dengan kemungkinan pemanggilan lebih dari satu kali sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib dilakukan Mediasi.

(30) (6) Ketidakhadiran pihak Turut Tergugat tidak menghalangi pelaksanaan

mediasi.

(31) (7) Hakim Pemeriksa Perkara wajib menjelaskan prosedur mediasi

berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini kepada para pihak.

(32) (8) Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) meliputi:

a. Pengertian, maksud dan tujuan mediasi. b. Peran mediator dan para pihak dalam mediasi.

c. Kewajiban para pihak untuk menghadiri langsung proses mediasi. d. Akibat hukum atas ketidakhadiran dan tidak beritikad baik para

pihak dalam proses mediasi berikut sanksi pembebanan Biaya Mediasi.

e. Tata cara dan tenggang waktu pemilihan mediator. f. Tata cara dan biaya pemanggilan Para Pihak dalam proses Mediasi. g. Biaya-biaya yang mungkin timbul akibat penggunaan mediator

bukan hakim dan pejabat pengadilan.

h. Pilihan menindaklanjuti Kesepakatan Perdamaian melalui Akta Perdamaian atau pencabutan gugatan.

i. Kewajiban Para Pihak untuk menandatangani formulir penjelasan mediasi dalam hal Para Pihak telah diberikan penjelasan secara lengkap dan memperoleh pemahaman yang baik tentang prosedur mediasi.

(33)

(9) Hakim Pemeriksa Perkara wajib menyediakan dan menyerahkan formulir penjelasan mediasi kepada Para Pihak yang memuat pernyataan Para Pihak bahwa mereka telah mendapat penjelasan secara lengkap oleh Hakim Pemeriksa Perkara, memahami dengan

baik prosedur mediasi dan kesediaan menempuh mediasi dengan itikad baik.

(34)

(10) Formulir Penjelasan Mediasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) ditandatangani oleh Para Pihak dan atau kuasa hukumnya segera setelah memperoleh penjelasan dari Hakim Pemeriksa Perkara dan merupakan satu kesatuan yang menjadi bagian tidak terpisahkan dengan berkas perkara.

(35) (11) Keterangan mengenai Penjelasan oleh Hakim Pemeriksa Perkara

sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) dan penandatanganan formulir penjelasan mediasi wajib dimuat dalam Berita Acara Sidang.

(36) (12) Hakim Pemeriksa Perkara wajib memberikan kesempatan kepada

para pihak untuk memilih mediator.

(37)

Pasal 15

Kewajiban Kuasa Hukum

(38) (1) Kuasa Hukum berkewajiban untuk membantu Para Pihak dalam

melaksanakan kewajiban dalam proses mediasi sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung ini.

(39)

(2) Kewajiban Kuasa Hukum adalah termasuk tetapi tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut: a. Menyampaikan penjelasan Hakim Pemeriksa Perkara sebagaimana

dimaksud Pasal 14 ayat (8) kepada Para Pihak. b. Mendorong para pihak sendiri berperan langsung secara aktif

dalam proses mediasi. c. Membantu Para Pihak mengidentifikasi kebutuhan, kepentingan

dan permasalahan dan atau usulan penyelesaian, baik dalam resume perkara maupun selama proses mediasi berlangsung.

d. Membantu Para Pihak merumuskan rencana dan usulan Kesepakatan Perdamaian dalam hal Para Pihak mencapai kesepakatan dalam proses mediasi.

e. Menjelaskan kepada para pihak terkait kewajiban Kuasa Hukum berdasarkan peraturan ini.

(40)

(3) Dalam hal Para Pihak berhalangan hadir berdasarkan alasan-alasan yang sah, kuasa hukum dapat mewakili Para Pihak untuk melakukan mediasi dengan menunjukkan surat kuasa khusus untuk itu yang memuat kewenangan kuasa hukum untuk mengambil keputusan.

(41)

(4) Kuasa hukum yang bertindak mewakili Para Pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib untuk berpartisipasi dalam proses mediasi dengan itikad baik dan dengan cara yang tidak berlawanan dengan pihak atau kuasa hukum pihak lainnya.

(42)

Pasal 16

Hak Para Pihak Memilih Mediator

(43)

(1) Para pihak berhak memilih mediator yang tercatat dalam daftar mediator di pengadilan, sebagai berikut: a. Hakim bukan pemeriksa perkara, bersertifikat maupun tidak

bersertifikat mediator, atau pejabat pengadilan lainnya yang bersertifikat mediator pada pengadilan yang bersangkutan.

b. Hakim Pemeriksa Perkara. c. Mediator bersertifikat dengan latar belakang advokat atau

akademisi hukum. d. Mediator bersertifikat dengan latar belakang profesi bukan hukum

yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa.

e. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a atau b dengan c dan/atau d.

(44) (2) Jika dalam sebuah proses mediasi terdapat lebih dari satu orang

mediator, pembagian tugas mediator ditentukan dan disepakati oleh para mediator sendiri.

(45)

Pasal 17

Batas Waktu Pemilihan Mediator

(46)

(1) Setelah para pihak memperoleh penjelasan dan menandatangani formulir penjelasan mediasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (9), Hakim Pemeriksa Perkara mewajibkan para pihak pada hari itu juga, atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan hakim dan pejabat pengadilan.

(47) (2) Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan mereka kepada

Hakim Pemeriksa Perkara.

(48)

(3) Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) terlampaui, Para Pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang

dikehendaki, Para Pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada Hakim Pemeriksa Perkara.

(49)

(4) Setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang kegagalan memilih mediator, Hakim Pemeriksa Perkara segera menunjuk hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat atau pejabat pengadilan yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator.

(50)

(5) Jika pada pengadilan yang sama tidak terdapat hakim bukan pemeriksa perkara dan pejabat pengadilan yang bersertifikat sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1), hakim bukan pemeriksa perkara tanpa sertifikat yang ditunjuk oleh Hakim Pemeriksa Perkara wajib menjalankan fungsi mediator.

(51)

(6) Jika Para Pihak telah memilih mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau Hakim Pemeriksa Perkara menunjuk mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) atau (5), Hakim Pemeriksa perkara mengeluarkan Penetapan yang memuat perintah kepada Para Pihak untuk melakukan Mediasi dan menunjuk mediator.

(52) (7) Hakim Pemeriksa Perkara wajib menunda proses persidangan perkara

untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh mediasi.

(53)

Pasal 18

Pemanggilan Para Pihak

(54) (1) Setelah menerima pemberitahuan penunjukan sebagai mediator,

Mediator menentukan hari dan tanggal pertemuan pertama.

(55) (2) Mediator atas kuasa Hakim Pemeriksa Perkara melakukan

pemanggilan para pihak dengan bantuan juru sita/juru sita pengganti pengadilan untuk menghadiri pertemuan pertama.

(56) (3) Kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah demi hukum

tanpa perlu dibuat surat kuasa.

(57)

(4) Apabila pada hari yang telah ditentukan, Para Pihak tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadiri proses mediasi, sedangkan pihak tersebut telah dipanggil secara patut, Mediator melalui jurusita/juru

sita pengganti Pengadilan segera melakukan pemanggilan sekali lagi.

(58)

Pasal 19

Akibat Hukum Pihak Yang Tidak Beritikad Baik

(59) (1) Pihak yang dinyatakan tidak beritikad baik sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 dan Pasal 6 ayat (2) dikenakan kewajiban pembayaran biaya mediasi yang terdiri atas biaya pemanggilan para pihak dan/atau biaya perjalanan salah satu pihak berdasarkan pengeluaran nyata.

(60)

(2) Dalam hal biaya jasa Mediator bukan hakim telah dibayarkan dan diterima oleh Mediator, kewajiban pembayaran biaya jasa mediator tersebut dikenakan terhadap Pihak yang tidak beritikad baik dan diperhitungkan sebagai biaya mediasi sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1).

(61)

(3) Dalam hal Para Pihak secara bersama-sama tidak menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan dinyatakan tidak beritikad baik oleh Mediator, Para Pihak dikenakan kewajiban pembayaran biaya mediasi yang besarnya sama dengan besarnya biaya pemanggilan pihak yang bersangkutan.

(62)

(4) Mediator menyampaikan laporan pihak tidak beritikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi pengenaan Biaya Mediasi bersama-sama dengan penyampaian laporan kegagalan mediasi.

(63)

(5) Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), sebelum melanjutkan pemeriksaan persidangan, Hakim Pemeriksa Perkara mengeluarkan Penetapan yang menyatakan salah satu atau kedua pihak tidak beritikad baik dalam pertemuan mediasi dan menghukum Pihak yang dinyatakan tidak beritikad baik untuk membayar biaya mediasi.

(64) (6) Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diucapkan dalam

persidangan yang terbuka untuk umum.

(65)

(7) Pembayaran biaya mediasi wajib dilakukan oleh pihak yang dinyatakan tidak beritikad baik ke Kepaniteraan Pengadilan Tingkat Pertama segera setelah pengucapan Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6).

(66) (8) Biaya mediasi yang dibayarkan oleh Pihak yang tidak beritikad baik

diserahkan kepada pihak lawan melalui Kepaniteraan Pengadilan Tingkat Pertama dengan tanda terima tertulis.

(67) (9) Dalam hal Para Pihak secara bersama-sama dinyatakan tidak

beritikad baik dalam pertemuan mediasi dan diwajibkan membayar

biaya mediasi berdasarkan Penetapan Hakim Pemeriksa Perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), biaya mediasi yang dibayarkan Para Pihak diserahkan kepada pihak yang dimenangkan dalam perkara tersebut.

(68)

(10) Dalam hal terdapat pihak yang tidak membayar biaya mediasi berdasarkan Penetapan Hakim Pemeriksa Perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), Pihak tersebut tidak akan memperoleh salinan putusan dan atau pengajuan upaya hukum tidak akan

diproses.

(69)

Pasal 20

Tugas Mediator

(70)

Dalam menjalankan fungsinya, mediator bertugas: (1) Memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada para pihak

untuk saling memperkenalkan diri; (2) Menjelaskan tentang maksud, tujuan dan sifat Mediasi kepada para

pihak; (3) Menjelaskan kedudukan dan peran Mediator yang netral dan tidak

mengambil keputusan; (4) Menjelaskan tentang aturan dalam pelaksanaan mediasi; 5) Menjelaskan tentang kaukus apabila diperlukan; (6) Mempersiapkan usulan jadwal mediasi kepada Para Pihak untuk

dibahas dan disepakati (7) Memberi kesempatan kepada para pihak untuk menyampaikan

permasalahan;

(8) Mengidentifikasi kesepahaman para pihak;

(9) Menginventarisir permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala proritas;

(10) Mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak;

(11) Melakukan kaukus apabila diperlukan;

(12) Membantu para pihak dalam membuat Kesepakatan Perdamaian; (13) Menyampaikan laporan keberhasilan dan atau kegagalan mediasi

kepada Hakim Pemeriksan Perkara; (14) Mengusulkan salah satu atau Para Pihak dinyatakan tidak

beritikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara.

(71) BAB IV

TAHAPAN PROSES MEDIASI

(72) Pasal 21

Penyerahan Resume Perkara dan Jangka Waktu Proses Mediasi

(73)

(1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah Penetapan perintah melakukan mediasi dan penunjukan mediator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6), masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara disertai rencana perdamaian kepada

satu sama lain dan kepada mediator.

(74) (2) Proses mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja

sejak Penetapan perintah melakukan mediasi dan penunjukan mediator.

(75) (3) Dalam perkara gugatan sederhana (small claim court), Mediator dapat

menentukan jangka waktu mediasi yang lebih singkat dari pada jangka waktu sebagaimana diatur pada ayat (2).

(76) (4) Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat

diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak berakhir masa 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(77)

(5) Mediator memberitahukan secara tertulis perpanjangan jangka waktu mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai surat pernyataan yang ditandatangani Para Pihak dan Mediator dengan menyebut alasannya.

(78) (5) Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan

perkara.

(79)

(80) Pasal 22

Ruang Lingkup Materi Pertemuan Mediasi

(81)

(1) Materi perundingan dalam pertemuan mediasi tidak terbatas pada permasalahan sebagaimana diuraikan dan dituntut dalam gugatan tetapi meliputi semua kepentingan yang timbul dan berkembang terkait dengan hubungan antara para pihak.

(82)

(2) Mediator berwenang menentukan luas lingkup mediasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk mendorong penyelesaian perkara secara adil, komperehensif dan tuntas.

(83)

Pasal 23

Kewenangan Mediator Menyatakan Mediasi Gagal

(84)

(1) Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut.

(85)

(2) Jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi, atau pihak lain tersebut diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan tetapi tidak hadir di persidangan sehingga tidak menjadi pihak dalam proses mediasi, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa perkara bahwa perkara yang

bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap.

(86) (3) Apabila terdapat pihak yang dinyatakan tidak beritikad baik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), mediator menyatakan mediasi gagal.

(87)

Pasal 24

Penjaminan Kualitas Mediasi

(88)

(1) Mediator wajib membuat formulir agenda mediasi (mediation calendar) yang memuat tahapan proses mediasi dengan menyebut waktu dan tempat pertemuan, kehadiran Para Pihak, Paraf Para Pihak dan Mediator serta topik bahasan dan keterangan dari masing-masing pertemuan.

(89)

(2) Formulir agenda mediasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat dalam rangkap dua, 1 (satu) lembar dilampirkan dalam berkas perkara dan 1 (satu) lembar lainnya disimpan oleh mediator yang

bersangkutan.

(90) Pasal 25

Keterlibatan Ahli

(91)

(1) Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator dapat mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu menyelesaikan perbedaan pendapat di antara para pihak.

(92) (2) Para pihak harus lebih dahulu mencapai kesepakatan tentang kekuatan

mengikat atau tidak mengikat dari penjelasan dan atau penilaian seorang ahli.

(93) (3) Semua biaya untuk kepentingan seorang ahli atau lebih dalam proses

mediasi ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.

(94)

Pasal 26

Mencapai Kesepakatan

(95)

(1) Jika mediasi berhasil mencapai kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan tersebut dalam Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator.

(96) (2) Jika dalam penandatanganan Kesepakatan Perdamaian para pihak

diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.

(97)

(3) Sebelum ditandatangani oleh para pihak, materi Kesepakatan Perdamaian diperiksa terlebih dahulu oleh mediator untuk menghindari adanya kesepakatan yang bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, kesusilaan, yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak baik.

(98) (4) Para pihak wajib menghadap kembali kepada Hakim Pemeriksa

Perkara pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan Kesepakatan Perdamaian.

(99) (5) Para pihak dapat mengajukan kesepakatan perdamaian kepada Hakim

Pemeriksa Perkara untuk dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian.

(100)

(6) Jika para pihak tidak menghendaki kesepakatan perdamaian dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian, Kesepakatan Perdamaian harus memuat klausula pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara telah selesai.

(101)

(7) Dalam hal Penggugat dan/atau Tergugat lebih dari satu pihak, Kesepakatan Perdamaian atas sebagian atau seluruh pihak yang satu dengan sebagian atau seluruh pihak yang lainnya tidak dapat dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian, tetapi Penggugat mengubah surat gugatan dengan tidak lagi mengikutsertakan pihak dengan mana Penggugat mencapai kesepakatan sebagai pihak dalam surat gugatan.

(102)

Pasal 27

Kriteria Keberhasilan Mediasi

(103)

(1) Mediasi dinyatakan berhasil apabila: a. Para Pihak dapat mencapai kesepakatan penyelesaian atas seluruh

atau sebagian permasalahan yang menjadi substansi gugatan sebagaimana termuat dalam petitum gugatan dan permasalahan lain yang berkembang selama proses mediasi.

b. Dalam hal Penggugat dan/atau Tergugat lebih dari satu pihak, sebagian atau seluruh pihak yang satu berhasil mencapai

kesepakatan penyelesaian dengan sebagian atau seluruh pihak yang lainnya;

(104)

(105)

(2) Untuk mediasi perkara perceraian dalam lingkungan Peradilan Agama, dalam hal tuntutan perceraian dikumulasikan dengan tuntutan lainnya, apabila para pihak tidak mencapai kesepakatan untuk hidup rukun kembali, maka mediasi dilanjutkan dengan tuntutan lainnya.

(106)

(3) Dalam hal Para Pihak mencapai kesepakatan atas tuntutan lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), kesepakatan dituangkan dalam Kesepakatan Perdamaian sebagian dengan memuat klausul keterkaitannya dengan perkara perceraian.

(107)

(4) Kesepakatan Perdamaian sebagian atas tuntutan lainnya sebagaimana tersebut dalam ayat (3) tidak berlaku apabila Hakim Pemeriksa Perkara menolak gugatan perceraian atau Para Pihak bersedia rukun kembali selama proses pemeriksaan perkara.

(108)

Pasal 28

Tidak Mencapai Kesepakatan

(109)

(1) Jika setelah batas waktu maksimal 30 (tiga puluh) hari kerja berikut perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (2) dan (3), para pihak tidak mampu menghasilkan kesepakatan atau karena sebab-sebab yang terkandung dalam Pasal 23, mediator wajib

menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada Hakim Pemeriksa Perkara.

(110) (2) Segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, Hakim Pemeriksa

Perkara melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara yang berlaku.

(111)

(112)

(113) BAB V

PERDAMAIAN PADA TAHAP PEMERIKSAAN PERKARA

(114) Pasal 29

(115) (1) Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap

berwenang untuk mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan.

(116)

(2) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak hari para pihak menyampaikan keinginan berdamai kepada hakim pemeriksa perkara yang bersangkutan.

(117)

(3) Setelah menerima pemberitahuan para pihak tentang keinginan berdamai, Hakim Pemeriksa Perkara segera menunjuk hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat atau pejabat peradilan yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator.

(118)

(4) Jika pada pengadilan yang sama tidak terdapat hakim bukan pemeriksa perkara dan pejabat peradilan yang bersertifikat, hakim bukan pemeriksa perkara tanpa sertifikat yang ditunjuk oleh Hakim

Pemeriksa Perkara wajib menjalankan fungsi mediator.

(119)

Pasal 30

Keterpisahan Mediasi dari Litigasi

(120) (1) Terhadap Penetapan perintah untuk melakukan Mediasi dan

penunjukan Mediator sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (6) dan Penetapan penghukuman Biaya Mediasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (5) tidak dapat dilakukan upaya hukum.

(121)

(2) Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lain.

(122) (3) Catatan mediator wajib dimusnahkan.

(123) (4) Mediator tidak boleh diminta menjadi saksi dalam proses persidangan

perkara yang bersangkutan.

(124) (5) Mediator tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana maupun

perdata atas isi kesepakatan perdamaian hasil proses mediasi.

(125)

BAB VI

TEMPAT PENYELENGGARAAN MEDIASI

(126) Pasal 31

(127) (1) Mediasi diselenggarakan di ruang mediasi Pengadilan Tingkat

Pertama atau di tempat lain di luar pengadilan yang disepakati oleh para pihak.

(128) (2) Mediator hakim dan pejabat pengadilan tidak boleh

menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan.

(129)

(3) Mediator bukan hakim dan pejabat pengadilan yang dipilih atau

ditunjuk bersama-sama dengan mediator hakim dan pejabat pengadilan sebagai mediator dalam satu perkara dapat menyelenggarakan mediasi di luar pengadilan.

(130)

(4) Penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang Pengadilan Tingkat Pertama tidak dikenakan biaya.

(5) Jika para pihak memilih penyelenggaraan mediasi di tempat lain, pembiayaan

dibebankan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan.

BAB VII

PERDAMAIAN DI TINGKAT BANDING, KASASI, DAN

PENINJAUAN KEMBALI

Pasal 32

(1) Para pihak, atas dasar kesepakatan mereka, dapat menempuh upaya perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap perkara yang sedang diperiksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali sepanjang perkara itu belum diputus.

(2) Kesepakatan para pihak untuk menempuh perdamaian wajib disampaikan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili.

(3) Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang mengadili segera memberitahukan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding yang berwenang atau Ketua Mahkamah Agung tentang kehendak para pihak untuk menempuh perdamaian.

(4) Jika perkara yang bersangkutan sedang diperiksa di tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali majelis hakim pemeriksa di tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali wajib menunda pemeriksaan perkara yang bersangkutan selama 14 (empat belas) hari kerja sejak menerima pemberitahuan tentang kehendak para pihak menempuh perdamaian.

(5) Jika berkas atau memori banding, kasasi, dan peninjauan kembali belum dikirimkan, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan wajib menunda pengiriman berkas atau memori banding, kasasi, dan peninjauan kembali untuk memberi kesempatan para pihak mengupayakan perdamaian.

(131) Pasal 33

(132) (1) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)

berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak penyampaian kehendak tertulis para pihak diterima Ketua Pengadilan Tingkat Pertama.

(133) (2) Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilaksanakan

di pengadilan yang mengadili perkara tersebut di tingkat pertama atau di

tempat lain atas persetujuan para pihak.

(134)

(3) Jika para pihak menghendaki mediator dan tidak memilih mediator bersertifikat, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang bersangkutan menunjuk hakim dengan atau tanpa sertifikat atau pejabat pengadilan bersertifikat untuk menjadi mediator.

(135)

(4) Mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), tidak boleh berasal dari Hakim Pemeriksa Perkara yang memeriksa perkara yang bersangkutan pada Pengadilan Tingkat Pertama, terkecuali tidak ada

hakim lain pada Pengadilan Tingkat Pertama tersebut.

(136)

(5) Para pihak melalui Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dapat mengajukan kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada majelis hakim tingkat banding, kasasi, atau peninjauan kembali untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.

(137) (6) Akta perdamaian ditandatangani oleh majelis hakim banding, kasasi, atau

peninjauan kembali dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dicatat dalam register induk perkara.

(138)

(7) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5) peraturan ini, jika para pihak mencapai kesepakatan perdamaian yang telah diteliti oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dan para pihak menginginkan perdamaian tersebut dikuatkan dalam bentuk Akta Perdamaian, berkas dan kesepakatan perdamaian tersebut dikirimkan ke pengadilan tingkat banding atau Mahkamah Agung.

(139)

BAB VIII

PERDAMAIAN DI LUAR PENGADILAN

(140) Pasal 34

(141)

(1) Para pihak dengan atau tanpa bantuan mediator besertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar pengadilan dengan Kesepakatan Perdamaian dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaiandengan cara mengajukan gugatan.

(142)

(2) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai atau dilampiri dengan kesepakatan perdamaian dan dokumen-dokumen yang membuktikan ada hubungan hukum para pihak dengan objek sengketa.

(143)

(3) Hakim dihadapan para pihak hanya akan menguatkan kesepakatan perdamaian dalam bentuk akta perdamaian apabila kesepakatan perdamaian tersebut memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. sesuai kehendak para pihak; b. tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban umum dan

kesusilaan; c. tidak merugikan pihak ketiga; d. dapat dieksekusi. e. dengan iktikad baik.

(144)

(4) Akta Perdamaian atas gugatan untuk menguatkan Kesepakatan Perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah gugatan didaftarkan.

(145) (5) Salinan Akta Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib

disampaikan kepada para pihak pada hari yang sama dengan pengucapan Akta Perdamaian.

(146)

BAB IX

PEDOMAN PERILAKU MEDIATOR DAN INSENTIF

(147) Pasal 35

(148) (1) Tiap mediator dalam menjalankan fungsinya wajib menaati pedoman

perilaku mediator.

(149) (2) Mahkamah Agung menetapkan pedoman perilaku mediator.

(150) Pasal 36

(151) (1) Mahkamah Agung menyediakan sarana yang dibutuhkan bagi proses

mediasi dan insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan fungsi mediator.

(152)

(2) Insentif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa mutasi dan promosi berdasarkan pilihan, pengurangan beban perkara berdasarkan pilihan, pemberian piagam dan surat penghargaan oleh Ketua Mahkamah Agung, pengumuman dalam Majalah Varia Peradilan, situs Mahkamah Agung dan publikasi lainnya secara berkala serta kemungkinan penerapan insentif keuangan.

(153)

(3) Mahkamah Agung menerbitkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung tentang kriteria keberhasilan hakim serta bentuk, jenis dan tata cara pemberian insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan fungsi mediator sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

(154)

BAB X

KELEMBAGAAN

(155) Pasal 37

(156) (1) Mahkamah Agung membentuk satuan kerja yang secara khusus

bertanggung jawab terhadap pelaksanaan mediasi di Pengadilan.

(157) (2) Pada Pengadilan Tingkat Pertama dan Banding ditunjuk petugas

yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan mediasi.

(158)

(3) Satuan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertugas: a. Menyusun perencanaan kebijakan, dan pengawasan terhadap

pelaksanaan mediasi di Pengadilan; b. Melakukan akreditasi dan evaluasi terhadap lembaga sertifikasi

mediasi; c. Melaksanakan sosialisasi pelaksanaan mediasi kepada

aparatur pengadilan;

d. Melakukan penelitian dan pengembangan tentang pelaksanaan mediasi di Pengadilan.

(159) (4) Pengaturan lebih lanjut mengenai susunan, kedudukan, tugas dan

fungsi satuan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung.

(160)

(161) BAB XI

PENUTUP

(162)

Pasal 38

(163) Dengan berlakunya Peraturan ini, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dinyatakan tidak berlaku.

(164)

(165)

(166)

(167)

Ditetapkan di : Jakarta Pada Tanggal : 2014 KETUA MAHKAMAH AGUNG DR. MUHAMMAD HATTA ALI, S.H., M.H.

(168)