zuhud dan reformasi birokrasi

7
ZUHUD DAN REFORMASI BIROKRASI E. Nadzier Wiriadinata (Kasubbag Hukmas dan KUB, Kanwil Kemenag Prov. Jabar) Bila kita analisis fenomena yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di republik yang kita cintai ini, secara kasat mata betapa falsafah hidup yang berorientasi materi begitu kuat merasuki tidak hanya orang-orang yang hidup di perkotaan tetapi juga di pedesaan, bahkan juga merasuki para politisi, pelaku ekonomi, para pejabat, bahkan aparat penegak hukum. Berbagai kasus yang berkaitan dengan ‘markus’, ‘mafia hukum’, mafia pajak ataupun ‘mafia anggaran’ semuanya berujung dan/atau berkaitan dengan materi. Dan itu adalah fakta sekaligus indikator betapa falsafah hidup berbasis/berorientasi materi benar-benar telah mewabah dan merasuk kesegenap lapisan masyarakat. Falsafah hidup materialistis benar-benar telah menghancurkan benteng moralitas dan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi birokrasi yang didengung-dengungkan pemerintah sepertinya berjalan di tempat dan sama sekali belum

Upload: nadzier-wiriadinata

Post on 03-Aug-2015

58 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Zuhud Dan Reformasi Birokrasi

ZUHUD DAN REFORMASI BIROKRASI

E. Nadzier Wiriadinata

(Kasubbag Hukmas dan KUB, Kanwil Kemenag Prov. Jabar)

Bila kita analisis fenomena yang terjadi

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

di republik yang kita cintai ini, secara kasat

mata betapa falsafah hidup yang

berorientasi materi begitu kuat merasuki

tidak hanya orang-orang yang hidup di

perkotaan tetapi juga di pedesaan, bahkan

juga merasuki para politisi, pelaku

ekonomi, para pejabat, bahkan aparat

penegak hukum. Berbagai kasus yang

berkaitan dengan ‘markus’, ‘mafia hukum’, mafia pajak ataupun ‘mafia anggaran’ semuanya

berujung dan/atau berkaitan dengan materi. Dan itu adalah fakta sekaligus indikator betapa

falsafah hidup berbasis/berorientasi materi benar-benar telah mewabah dan merasuk

kesegenap lapisan masyarakat.

Falsafah hidup materialistis benar-benar telah menghancurkan benteng moralitas dan sendi-

sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi birokrasi yang didengung-dengungkan

pemerintah sepertinya berjalan di tempat dan sama sekali belum mampu meningkatkan citra

pemerintah di mata masyarakat. Malah sebaliknya, tingkat kepercayaan masyarakat kepada

pemerintah dari waktu ke waktu semakin merosot. Dalam konteks inilah barangkali kita bisa

memahami apa yang disampaikan oleh Ketua PBNU, KH. Said Aqil Siroj terkait gagasannya

agar kewajiban membayar pajak sebaiknya untuk sementara dihentikan (moratorium) sampai

pemerintah bisa membuktikan tidak adanya kebocoran dari sektor penerimaan pajak (Pikiran

Rakyat, 14 September 2012). Terlepas dari setuju tidak setuju dengan gagasan pimpinan

PBNU tersebut, namun hal yang pasti adalah bahwa banyak aspek internal kepemerintahan

yang memang harus dibenahi untuk meningkatkan kepercayaan publik.

Page 2: Zuhud Dan Reformasi Birokrasi

Problem moralitas yang terjadi di negara kita begitu kompleks. Ibaratnya seperti benang

kusut. Entah harus darimana memulai pembenahannya. Sejujurnya harus diakui bahwa

agama belum memberikan andil yang signifikan dalam mengatasi problem moralitas bangsa.

Pengamalan agama yang teraktualisasi dalam kehidupan masyarakat lebih terfokus pada

aspek ritual sementara aspek nilai-nilai moralitas yang seharusnya juga ikut andil dalam

membangun kasalehan sosial malah belum berperan sebagaimana mestinya. Fenomena animo

masyarakat yang begitu tinggi dan semakin meningkat untuk menjalankan ibadah haji dari

tahun ke tahun sepertinya belum berpengaruh banyak pada perbaikan kualitas moral bangsa.

Di sisi lain, maraknya berbagai kasus ajaran menyimpang dan ancaman terorisme yang tak

kunjung usai semakin memperkuat dugaan kita bahwa Islam memang belum mampu

dihadirkan sebagai sebuah solusi yang bisa diandalkan.. Hal ini tentunya harus menjadi

perhatian dan bahan introspeksi kita.

Kalau kita cermati ada benarnya pendapat yang mengungkapkan bahwa selama ini ajaran

Islam belum seutuhnya difahami khalayak masyarakat. Pendapat ini didukung oleh fakta

bahwa penguatan yang terjadi di masyarakat hanya pada aspek fiqh semata sementara aspek

moralitasnya/akhlaq masih begitu lemah. Padahal, banyak nilai moralitas/akhlaq dalam Islam

yang sebenarnya bisa memberikan alternatif solusi atas problem moralitas bangsa yang

semakin rapuh ini. Salah satunya adalah ‘zuhud’.

Zuhud memang sebuah kata yang seringkali didengar oleh masyarakat muslim, namun sangat

kurang difahami hakekat pengertiannya. Zuhud sebagai sebuah perilaku sepertinya tidak

begitu diminati karena segudang alasan. Sebagian menganggap bahwa zuhud adalah sebuah

perilaku yang bersumber dari ajaran diluar Islam. Sebagian lainnya mengatakan bahwa zuhud

tidak lebih dari gaya hidup yang muncul sebagai sebuah gerakan protes atas kuatnya

dominasi kehidupan hedonis pada zaman tertentu. Yang lebih parah lagi adalah betapa zuhud

seringkali difahami dengan pemahaman yang begitu dangkal, yaitu sebagai suatu perilaku

menjauhi/meningggalkan kehidupan duniawi, sehingga lengkaplah sudah alasan yang

membuat sikap zuhud menjadi prinsip moral yang tidak populer dikalangan masyarakat

muslim. Lebih parahnya lagi, akibat pemahaman dangkal tersebut tidak sedikit yang

kemudian beranggapan bahwa sikap zuhud sangat bertentangan dengan prinsip ajaran Islam

yang mengedepankan prinsip keberimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrowi.

Page 3: Zuhud Dan Reformasi Birokrasi

Ketika zuhud hanya difahami secara dangkal sebagai sikap meninggalkan kehidupan

duniawi, sebagaimana difahami masyarakat pada umumnya, maka pemahaman semacam itu

sebenarnya telah mereduksi hakekat pengertian zuhud dan bahkan sangat menyesatkan. Dari

sisi pandang manapun pemahaman semacam itu sangat tidak bisa dimengerti dan sangat tidak

logis. Secara logika, bagaimana mungkin manusia bisa meninggalkan kehidupan duniawi

sementara dirinya hidup dan beraktivitas di dunia ? Seorang muslim, siapapun dia, seorang

zahid atau bukan, dipastikan sangat meyakini bahwa dunia ini adalah ladang baginya untuk

meraih keberhasilan hidupnya di akhirat kelak. Jadi, bagaimana mungkin keberhasilan hidup

di akhirat kelak akan bisa diraih bila kehidupan di dunia ini dicampakkan?

Bila kita telusuri pengertian zuhud melalui kitab-kitab klasik karangan para ulama sufi yang

secara detail membahas kajian tentang ‘zuhud’ maka akan kita temukan sebuah pemahaman

yang sangat bertolak belakang dengan pemahaman sempit yang selama ini terekam dalam

benak masyarakat muslim pada umumnya. Menurut mereka, zuhud difahami sebagai

perilaku yang didasarkan pada sebuah kesadaran yang begitu dalam bahwa fikiran dan jiwa

manusia tidak pernah boleh terikat atau tergantung kepada kenikmatan duniawi. Dengan kata

lain, kenikmatan duniawi jangan pernah diberi peluang untuk mendominasi dan mendikte

fikiran dan jiwanya. Sekali fikiran dan jiwanya didominasi dan didikte oleh kenikmatan-

kenikmatan duniawi maka saat itu pula fikiran dan jiwanya akan diperbudak oleh hal-hal

duniawi tersebut. Selama fikiran dan jiwa seseorang diperbudak oleh hal-hal duniawi maka

sudah dipastikan yang bersangkutan sangat rentan utuk dihinggapi perilaku : rakus/tamak,

culas/licik, dengki, sombong, boros, bohong, dan perilaku negatif lainnya. Perilaku-perilaku

negatif inilah yang pada gilirannya nanti akan memalingkannya dari hakekat tujuan hidup

yang sebenarnya. .

Prinsip-prinsip yang terkandung dalam perilaku zuhud sangat sejalan dengan apa yang Allah

tegaskan di beberapa ayat al-Quran yang menyatakan bahwa kenikmatan duniawi itu

melalaikan dan sangat menipu (QS.Al-hadid : 20, QS. Al-Nazi’aat : 37 – 41). Kemudian di

beberapa ayat lainnya Allah secara tegas pula menyatakan betapa kecilnya nilai kenikmatan

duniawi dibandingkan kenikmatan di akhirat (QS. An-Nisa : 77, QS. At-Taubah : 38).

Sementara di beberapa ayat lainnya Allah mengingatkan bahwa tidak sedikit hamba-

hambanya menjadi penghuni neraka karena mereka terlena oleh perilaku glamour/bermegah-

megah dan kenikmatan duniawi yang menggoda (QS. At-Takatsur : 1-2, QS. Al Furqon : 18,

QS. Az-Zukhruf : 29-30).

Page 4: Zuhud Dan Reformasi Birokrasi

Pesan yang diungkapkan oleh ayat-ayat di atas begitu jelas dan gamblang. Nilai-nilai

kezuhudan adalah prinsip moral yang tidak pernah bisa diabaikan jika seseorang ingin sukses

dalam menjalani kehidupan didunia ini. Perilaku zuhud memberikan ketegasan kepada kita

bahwa tolok ukur keberhasilan dalam hidup tidak ada relevansinya dengan kekayaan,

kekuasaan, pengaruh ataupun ketenaran. Namun demikian, Zuhud tidak pernah identik

dengan kemiskinan, kebodohan, maupun ketertinggalan. Zuhud sangat erat kaitannya dengan

prinsip hidup sederhana, bebas dan tidak terpenjara dengan kenikmatan-kenikmatan sesaat.

Seorang zahid bisa jadi secara ekonomi tergolong kaya, namun kekayaannya itu tidak

membuatnya hidup bermewah-mewah serta tidak pula terjebak pada pola hidup konsumtif.

Kekayaan baginya tidak lebih sebagai alat untuk meningkatkan kualitas kemanusiaannya di

mata Allah. Begitu pentingnya perilaku zuhud maka wajar bila zuhud, di mata para ulama

sufi, dipandang sangat terkait erat dengan kualitas ruhaniah seseorang, sehingga mereka

menempatkan zuhud sebagi salah satu tahapan/level/stasiun/maqam yang harus dilampaui

untuk sampai pada ridla Allah.

Kita berharap bahwa masyarakat, ulama/mubaligh, para pendidik, budayawan, aparat

pemerintah, penegak hukum, maupun para politisi menyadari pentingnya membangun

perilaku zuhud. Sudah saatnya zuhud dikenalkan dan ditanamkan sejak dini di dunia

pendidikan formal karena tidak bisa dipungkiri jika zuhud merupakan salah satu kualitas

moral yang bisa diandalkan dalam membangun karakter bangsa. Program reformasi birokrasi

pun hanya mungkin berjalan optimal manakala perilaku zuhud menjadi prinsip moral yang

mendasari seluruh aktivitas kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.