zoonosis

21
ZOONOSIS Seperti telah dijelaskan sebelumnya, zoonosis merupakan penyakit hewan yang dapat menular ke manusia, menimbulkan gangguan kesehatan, bahkan menyebabkan kematian. Sekurang-kurangnya sejak abad 23 SM, pada zaman Babilonia, orang telah mulai menyadari adanya penyakit zoonosis ini. Sejak saat itu mulai disadari pula bahwa pengendalian penyakit ini dapat berhasil, bila dalam pelaksanaannya diarahkan pada rantai penularan yang bukan saja pada lingkungan hewan dan habitatnya, tetapi juga pada manusia, baik sebagai sasaran akhir maupun sasaran lanjutan. Jenis penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia ini, untuk pertama kali diberi istilah zoonosis oleh Virchow. Asal penyakit bisa dari hewan ke manusia dan bisa pula dari manusia ke hewan. Penyakit yang menular dari hewan ke manusia dikelompokkan sebagai penyakit anthropozoonosis dan sebaliknya dari manusia ke hewan disebut zooanthroponosis. Karena pembatasan kedua istilah tersebut sering tidak dapat dilakukan dengan tegas, istilah zoonosis tetap digunakan, baik untuk penyakit yang menular dari hewan ke manusia, atau sebaliknya yang menular dari manusia ke hewan. Agen penyakit yang menyebabkan penyakit zoonosis dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, bakteria, rickkettsia, clamedia, protozoa, dan sebagainya. Penyakit zoonosis dapat pula disebabkan oleh organisme yang lebih tinggi lagi tingkatannya, misalnya parasit cacing, beberapa jenis jamur dan oleh beberapa ektoparasit. Beberapa contoh penyakit zoonosis yang penting dapat dilihat pada Tabel 4. Pada dasarnya penyakit zoonosis yang disebabkan oleh jasad renik di luar kelompok parasit seperti virus, bakteria, rickettsia dan lain-lain, baik yang berada dalam hewan maupun manusia adalah merupakan agen penyakit yang sama dan sama-sama pula patogenisitas dan virulensinya. Sedangkan pada penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit baik endoparasit seperti protozoa, cacing, maupun ektoparasit seperti bangsa tungau, kutu dan lainnya, bentuk penularannya pada hewan dan manusia merupakan suatu kesatuan proses siklus hidup. Dengan demikian, keadaan parasit di alam

Upload: femmy

Post on 17-Feb-2016

46 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

z

TRANSCRIPT

Page 1: ZOONOSIS

ZOONOSIS

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, zoonosis merupakan penyakit hewan yang dapat menular ke manusia, menimbulkan gangguan kesehatan, bahkan menyebabkan kematian. Sekurang-kurangnya sejak abad 23 SM, pada zaman Babilonia, orang telah mulai menyadari adanya penyakit zoonosis ini. Sejak saat itu mulai disadari pula bahwa pengendalian penyakit ini dapat berhasil, bila dalam pelaksanaannya diarahkan pada rantai penularan yang bukan saja pada lingkungan hewan dan habitatnya, tetapi juga pada manusia, baik sebagai sasaran akhir maupun sasaran lanjutan.

Jenis penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia ini, untuk pertama kali diberi istilah zoonosis oleh Virchow. Asal penyakit bisa dari hewan ke manusia dan bisa pula dari manusia ke hewan. Penyakit yang menular dari hewan ke manusia dikelompokkan sebagai penyakit anthropozoonosis dan sebaliknya dari manusia ke hewan disebut zooanthroponosis. Karena pembatasan kedua istilah tersebut sering tidak dapat dilakukan dengan tegas, istilah zoonosis tetap digunakan, baik untuk penyakit yang menular dari hewan ke manusia, atau sebaliknya yang menular dari manusia ke hewan.

Agen penyakit yang menyebabkan penyakit zoonosis dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, bakteria, rickkettsia, clamedia, protozoa, dan sebagainya. Penyakit zoonosis dapat pula disebabkan oleh organisme yang lebih tinggi lagi tingkatannya, misalnya parasit cacing, beberapa jenis jamur dan oleh beberapa ektoparasit. Beberapa contoh penyakit zoonosis yang penting dapat dilihat pada Tabel 4.

Pada dasarnya penyakit zoonosis yang disebabkan oleh jasad renik di luar kelompok parasit seperti virus, bakteria, rickettsia dan lain-lain, baik yang berada dalam hewan maupun manusia adalah merupakan agen penyakit yang sama dan sama-sama pula patogenisitas dan virulensinya. Sedangkan pada penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit baik endoparasit seperti protozoa, cacing, maupun ektoparasit seperti bangsa tungau, kutu dan lainnya, bentuk penularannya pada hewan dan manusia merupakan suatu kesatuan proses siklus hidup. Dengan demikian, keadaan parasit di alam bebas, kemudian dalam tubuh hewan dan selanjutnya dalam tubuh manusia, adalah merupakan proses yang tidak dapat dipisahkan.

Proses penularan penyakit zoonosis parasit dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya, merupakan peristiwa yang lebih rumit dibandingkan dengan proses penularan yang disebabkan mikroorganisme lainnya. Oleh karena itu, dalam usaha pengendalian penyakit zoonosis parasit, pengetahuan mengenai habitat untuk masing-masing fase infeksi dan perkembangannya perlu diketahui dengan baik. Selain itu, untuk mengoptimalkan pengendalian, tentunya pengetahuan mengenai parasitnya sendiri harus dikuasai pula.

Selain itu, terkait dengan inang yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup agen penyakitnya, zoonosis dapat dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu:

direct zoonosis: untuk kelangsungan siklus hidupnya, agen penyakit hanya memerlukan satu vertebrata sebagai inang antara (intermediate host). Penularan agen penyakit terjadi secara langsung, yaitu agen penyakit menginfeksi hewan, kemudian pindah ke manusia. Contoh: penyakit rabies, brucellosis, trichinosis.

Page 2: ZOONOSIS

cyclo zoonosis: untuk kelangsungan siklus hidupnya, agen penyakit memerlukan dua atau lebih inang vertebarata. Contoh: penyakit taeniasis dan penyakit hidatid.

meta zoonosis: untuk kelangsungan siklus hidupnya, agen penyakit memerlukan inang vertebrata dan invertebrata. Contoh: penyakit fasioliosis.

sapro zoonosis: untuk kelangsungan siklus hidupnya, agen penyakit memerlukan satu inang antara dari bahan organik atau bahan hidup yang tidak berjiwa sebagai reservoir. Contoh: penyakit cutaneus larva migran.

Selanjutnya beberapa istilah berikut perlu diketahui, sehubungan dengan kejadian, penularan, dan timbulnya penyakit yang diakibatkan karena sifat atau karakteristik dari agen penyakit yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Penyakit: suatu akibat yang ditimbulkan oleh suatu agen penyakit yang menyebabkan gangguan fisiologik dari suatu inang.

Infeksi: masuknya agen penyakit berupa mikroorganisme atau organisme lain ke dalam inang.

Infeksious: sifat atau kemampuan dari agen penyakit untuk berpindah dari satu inang ke inang yang lain.

Infektivitas: derajat kemampuan dari suatu agen penyakit untuk menyebabkan infeksi atau untuk hidup dan berkembang dalam tubuh inang.

Virulensi: derajat keparahan penyakit yang disebabkan oleh agen penyakit yang mempunyai kekuatan infeksi yang diukur dengan laju fatalitas.

Patogenisitas: derajat kemampuan suatu agen penyakit untuk menimbulkan penyakit.

Toxisitas:derajat kemampuan suatu agen penyakit untuk mengeluarkan zat racun atau toxin.

Antigenesitas: derajat kemampuan tubuh inang untuk meproduksi antoibodi atau kekebalan terhadap infeksi suatu agen penyakit.

Invasifness: derajat kemampuan agen penyakit untuk memasuki tubuh inang.

Latensi: kemampuan suatu agen penyakit untuk bersembunyai pada inangnya sehingga susah terdeteksi.

Periode inkubasi: waktu yang diperlukan mulai dari masuknya agen penyakit ke dalam tubuh inang sampai terlihatnya awal gejala.

Periode prepaten: waktu yang diperlukan mulai masuknya agen penyakit ke dalam tubuh inang sampai dapat dideteksi sebelum gejala terlihat.

Beberapa Penyakit Zoonosis Penting pada Hewan

Penyakit Penyebab Agen Penyakit Hewan Rentan / Sumber Cara Penularan ke Manusia

Page 3: ZOONOSIS

Penular

Anthrax Bakteria Bacillus anthracis sapi, kerbau, kambing, domba, kuda, babi

kontak dengan hewan atau hasil hewan

Bartonellosis Bakteria Bartonella henselae kucing lewat cakaran, gigitan, jilatan

Brucellosis Bakteria Brucella abortus

Brucella suis

Brucella canis

Brucella ovis

Brucella melitensis

sapi

babi

anjing

domba

kambing, domba

kontak langsung dengan plasenta, fetus, cairan/ organ reproduksi

Erysipelas Bakteria Erysipelothrix rhusiopathiae babi, ikan, unggas kontak langsung

Leptospirosis Bakteria Leptospira interrogans urin (sapi, babi, anjing, tikus) kontak langsung atau tidak langsung dengan sumber penular

Listeriosis Bakteria Listeria monocytogenes bahan asal hewan seperti susu dan hasil olahan seperti keju (sapi, domba)

per-os lewat makanan, minuman atau kontak

Melioidosis Bakteria Burkholderia pseudomallei tanah berair dan tercemar tinja rodensia pembawa agen penyakit

per-oral lewat makanan, lewat kulit, saluran pernafasan

Psittacosis Bakteria Chlamydia psittaci bangsa burung terutama dalam FamPsittacidae

kontak langsung dengan burung tertular

Demam Q Rickettsia Coxiela burnetti sapi, domba, kambing, susu segar, caplak

lewat inhalasi percikan (droplet)

Salmonellosis Bakteria Salmonella sp. Babi, ayam, sapi, kerbau, kambing, domba, burung, hewan liar, hewan kesayanagn

per-os melalui bahan-bahan tertular oleh tinja penderita

Streptococcosis Bakteria Streptococcus equi subspecies zooepidemicus, Streptococcus suis tipe 2

daging dan ekskreta babi tertular

secara kontak langsung dan tidak sengaja per-os

Page 4: ZOONOSIS

Ringworm Jamur Microspora sp.,

Trichophyton sp.

Anjing, kucing, tanah yang tercemar

kontak langsung dengan hewan, tanah dan barang tercemar

Ebola Virus Virus Ebola, Fam: Filoviridae diduga kuat virus tersebar di alam bebas pada satwa liar

kontak langsung dengan ekskrekta satwa primata

Flu Burung/ Avian Influenza

Virus Virus Influenza Tipe A, ubtype H5N1

unggas (ayam, burung, itik) kontak langsung dengan penderita

Japanese Encephalitis Virus Virus RNA, Fam: Flaviviridae, Genus: Flavivirus

babi dan beberapa bangsa burung

lewat artropoda / nyamuktritaeniorhyncus,arthropoda lain

Penyakit Nipah Virus Virus Golongan Paramyxovirus babi, kelelawar diduga bertindak sebagai reservoir

kontak langsung dengan daging babi atau ekskreta babi tertular

Orf Virus Virus Fam. Poxviridae, Genus Parapoxvirus

domba, kambing kontak langsung dengan jaringan hewan tertular

Rabies Virus Virus Fam. Rhabdoviridae anjing, kucing, kera lewat gigitan hewan penderita

Ascariasis Parasit Cacing Ascaris suum babi per-os, manusia menelan larva

Balantidiosis ParasitProtozoa Balantidium coli feses dan potongan usus babi

per-os lewat makanan atau minuman tercemar

Cutaneus larva migrans

Parasit Cacing Larva nematoda (Ancylostoma caninum, A. brazilienze)

tanah yang tercemar lava nematode dari anjing, kucing

kontak kulit dengan larva III yang ada di tanah

Scabies Parasit Tungau Sarcoptes sp. hewan kesayangan (anjing, kucing)

kontak langsung karena kedekatan

Taeniasis Parasit Cacing Taenia saginata

Taenia solium

sapi

babi

per-os dengan mengkonsumsi daging yang mengandung kista

Toxoplasmosis Parasit Protozoa Toxoplasma gondii oocyt yang telah mengalami sporulasi dalam tinja kucing

per-os lewat tinja kucing atau daging yang

Page 5: ZOONOSIS

menagandung kista

Sapi Gila Prion Suatu molekul protein tanpa asam inti

Jaringan sapi yang mengandung prion, terutama otak dan sumsum tulang belakang

per-os

BERIKUT BEBERAPA DESKRIPSI MENGENAI PENYAKIT ZOONOSIS PADA HEWAN

1. 1. Zoonosis Bersifat Eksotik

Eksotik artinya penyakit yang hanya ada pada Negara tertentu dan tidak menyebar secara meluas ke Negara lain.

1. a.      Ebola

Penyebab penyakit ini adalah virus dari genus ebola virus dan familinya filoviridae. Karakteristik dari virus ini, morfologi filamennya panjang dan dikelilingi lemak serta mempunyai envelop. Ebola virus mempunyai morfologi yang sama dengan marburg virus karena familinya yang sama yaitu filoviridae serta gejala klinis yang sama. Ebola adalah ancaman luas untuk gorila dan simpanse di Afrika Tengah, dan mungkin sudah menyebar ke manusia dari orang-orang yang makan binatang yang terinfeksi. Sekarang menular dari manusia ke manusia, melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh dari orang yang terinfeksi, dan telah membunuh beberapa ratus orang di setiap beberapa wabah pada pertengahan 1970-an. Gejala klinis penyakit ebola muntah, diare, luka pada tubuh, pengeluaran darah internal dan eksternal dan demam. Rata-rata kematiannya sangat tinggi yaitu 50-90%, penyebab utama kematian adalah hipopolemik syok dan kegagalan jatung. Sejak ditemukan ebola tidak ada vaksinnya untuk treatmen. Ebola dibagi menjadi tiga yaitu zaire ebola virus, reston ebola virus dan ivori coast ebola virus.

1. b.      Nipah virus

Nipah virus merupakan virus zooonotik yang baru, ditemukan pada tahun 1999, penyakit ini menular pada manusia melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi. Nipah virus familinya paramyxovidae. Pola transmisinya mempunyai dua model transmisi yaitu transmisi dari hewan ke hewan dan transmisi dari hewan ke manusia. Kontak terbuka dengan jaringan atau body fluids yang terkontaminasi dari hewan yang terinfeksi. Antibody dari nipah ditemukan pada babi, hewan domestik lain dan hewan liar. Peran dari babi adalah penyebaran infeksi pada hewan lain yang belum tertular. Masa inkubasi dari nipah virus antara 4 dan 18 hari, terdapat kasus infeksi yang tidak mempunyai gejala (subklinikal). Gejala klinis kasus ini mirip dengan gejala influenza dengan demam tingi dan nyeri sendi (mialgia), penyakit ini inflamasi ke otak (encephalitis), mengantuk, konvulsi dan koma. 50% dari gejala ini menimbulkan kematian.

1. c.        Rift valley fever (RVF)

RVF bersifat zoonosis, kasus penyakit ini pada hewan dan manusia dengan morbiliti dan mortalitas yang tinggi. Virus RVF ini vektornya adalah nyamuk yang merupakan epizootik potensial (epidemik pada hewan) dan pada manusia epidemik terlihat dari virus baru pada satu area yang terdapat vektornya. RVF merupakan genus dari phlebovirus dengan famili bunyaviridae. Vektor dari RVF melalui gigitan nyamuk, berasal dari species nyamuk yang merupakan vektor transmisi RVF pada

Page 6: ZOONOSIS

daerah berbeda dengan species nyamuk yang berbeda disebut pre dominan vektor, nyamuk Aides adalah contohnya, virus ini terdapat pada pakan hewan yang terinfeksi dan mampu bertransmisi secara transovarial (trasmisi virus dari nyamuk betina yang terinfeksi pada telurnya), jadi generasi baru infeksi nyamuk terdapat pada telur.

Banyak type dari hewan yang terinfeksi dari RVF dan kejadian penyakit pada umumnya hewan domestik seperti ternak, domba, unta, kambing dan burung liar dari endemik area yang beradaptasi kekondisi lokal. Hewan dengan umur yang berbeda mempunyai tingkat kejadian penyakit yang berbeda. Lebih dari 90% anak domba terinfeksi RVF mengalami kematian, sedangkan domba dewasa hanya 10%, aborsi hewan yang bunting 100%. RVF pada manusia bersifat epizootik, manusia terinfeksi RVF melalui gigitan nyamuk atau melalui kontak dengan darah, cairan tubuh lain atau organ dari hewan yang terinfeksi, kontak lain melalui pemotongan hewan yang terinfeksi dan juga melalui susu hewan yang terinfeksi. Virus ini infeksi pada manusia melalui inokulasi (pada kulit yang terluka atau pisau pemotongan daging yang terinfeksi). Melalui infeksi dengan darah yaitu transmisi dari laboratorium yang terinfeksi.

1. d.      SARS Virus

SARS virus mempunyai tipikal yang mirip dengan pneumonia dan influenza, familinya paramyxoviridae. Virus ini diinokulasi dari Macaca fascicularis coronaviridae, selain itu virus ini juga familinya coronaviridae. Corona virus memiliki famili yang luas dengan envelop ikatan tunggal positif – standar RNA virus yang bereplikasi dalam sitoplasma sel dari inang definitif. Virus ini ditemukan pada feces dan urin dari stable dengan temperatur ruangan. 1-2 hari pasien menderita diare dengan pH lebih tinggi dari normal. Dalam supernatan dari kultur sel yang terinfeksi terdapat konsentrasi virus setelah 21 hari pada suhu 40C dan 800C. Setelah 48 jam dengan temperatur ulang konsentrasi virus direduksi dengan satu tempat. Corona virus ditemukan pada hewan liar yang dijual untuk konsumsi manusia, corona virus ditemukan pada musang (Paguma larvata) dan species hewan lainya. Vaksinnya untuk respiratori corona virus infeksi seperti infeksi bronchitis virus pada ayam, dan transmisi gastroenteritis corona virus dari babi serta Feline Infectious Peritonitis virus (FIP).

1. 2.      Zoonosis bersifat Endemik

Endemik adalah suatu keadaan dimana penyakit secara menetap berada dalam masyarakat pada suatu tempat / populasi tertentu. Epidemik ialah mewabahnya penyakit dalam komunitas / daerah tertentu dalam jumlah yang melebihi batas jumlah normal atau yang biasa.Sedangkan pandemik ialah epidemik yang terjadi dalam daerah yang sangat luas dan mencakup populasi yang banyak di berbagai daerah / negara di dunia.

1. a. Flu babi

Flu babi (Inggris:Swine influenza) adalah kasus-kasus influensa yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridaeyang endemik pada populasi babi. Galur virus flu babi yang telah diisolasi sampai saat ini telah digolongkan sebagai Influenzavirus C atau subtipe genus Influenza virus A. Flu babi menginfeksi manusia tiap tahun dan biasanya ditemukan pada orang-orang yang bersentuhan dengan babi, meskipun ditemukan juga kasus-kasus penularan dari manusia ke manusia. Gejala virus termasuk demam, disorientasi, kekakuan pada sendi, muntah-muntah, dan kehilangan kesadaran yang berakhir pada kematian Flu babi diketahui disebabkan oleh virus influenza A subtipe H1N1 H1N2 , H3N1,] H3N2, and H2N3. Di Amerika Serikat, hanya subtipe H1N1 lazim ditemukan di populasi babi sebelum tahun 1998. Namun sejak akhir Agusuts 1998, subtipe H3N2 telah diisolasi juga dari babi.

1. b. Flu Burung

Page 7: ZOONOSIS

Penyebab flu burung adalah virus influensa tipe A yang menyebar antar unggas. Virus ini kemudian ditemukan mampu pula menyebar ke spesies lain seperti babi, kucing, anjing, harimau, dan manusia. Virus influensa tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai adanya Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Ada 9 varian H dan 14 varian N. Virus flu burung yang sedang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 yang memiliki waktu inkubasi selama 3-5 hari. Burung liar dan unggas domestikasi (ternak) dapat menjadi sumber penyebar H5N1. Di Asia Tenggara kebanyakan kasus flu burung terjadi pada jalur transportasi atau peternakan unggas alih-alih jalur migrasi burung liar. Virus ini dapat menular melalui udara ataupun kontak melalui makanan, minuman, dan sentuhan. Namun demikian, virus ini akan mati dalam suhu yang tinggi. Oleh karena itu daging, telur, dan hewan harus dimasak dengan matang untuk menghindari penularan. Kebersihan diri perlu dijaga pula dengan mencuci tangan dengan antiseptik. Kebersihan tubuh dan pakaian juga perlu dijaga. Virus dapat bertahan hidup pada suhu dingin. Bahan makanan yang didinginkan atau dibekukan dapat menyimpan virus. Tangan harus dicuci sebelum dan setelah memasak atau menyentuh bahan makanan mentah.

1. 3. Zoonosis bersifat sporadis

A. a. Bakteri Enterobacter sakazakii

Bakteri ini merupakan bakteri batang, Gram negatif dari family Enterobacteriaceae, dan digolongkan sebagai bakteri koliform. Bakteri ini bersifat motil (memiliki peritrichous flagella), tidak membentuk spora, memproduksi koloni berpigmen kuning. Sebelum tahun 1980, bakteri ini disebut sebagai yellow-pigmented Enterobacter cloacae (INFOSAN 2005). Bakteri ini dapat dimusnahkan pada suhu di atas 70 °C.

Habitat alami bakteri ini tidak diketahui pasti. E. sakazakii dapat dideteksi pada usus manusia sehat, serta dapat pula ditemukan di usus hewan dan lingkungan.

E. sakazakii merupakan bakteri patogen yang bersifat oportunistik. Bakteri ini menyebabkan meningitis, sepsis, bakterimia, dan necrotizing enteritis pada bayi (Kim et al. 2007). Tingkat mortalitas dari infeksi E. sakazakii ini mencapai 20 – 50%.

1. b. Toxoplasmosis

Penyakit ini ditakuti oleh kaum wanita karena menyebabkan kemandulan atau selalu keguguran bila mengandung. Bayi yang lahir dengan kondisi cacatpun juga dapat di sebabkan oleh penyakit ini. Penyakit Toxoplasmosis disebarkan oleh satwa bangsa kucing, misalnya kucing hutan, harimau atau juga kucing rumahan. Penularan kepada manusia melalui empat cara yaitu:

1. Secara tidak sengaja menelan makanan atau minuman yang telah tercemar Toxoplasama.

2. Memakan makanan yang berasal dari daging yang mengandung parasit Toxopalsma dan tidak dimasak secara sempurna/setengah matang.

3. Penularan lain adalah infeksi penyakit yang ditularkan melalui placenta bayi dalam kandungan bagi ibu yang mengandung.

4. Cara penularan terakhir adalah melalui transfusi darah.

5. c. Salmonellosis

Bakteri Salmonella masuk ke tubuh penderita melalui makanan atau minuman yang tercemar bakteri ini. Akibat yang ditimbulkan bila terinfeksi bakteri Salmonella adalah peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya dinding usus. Akibatnya penderita akan mengalami :

Page 8: ZOONOSIS

1. Diare

2. Sari makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat terserap dengan baik

3. Penderita akan tampak lemah dan kurus.

Racun yang dihasilkan oleh bakteri Salmonella menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi wanita bahkan yang sedang hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa menularkan penyakit salmonella ini antara lain: primata, iguana, ular, dan burung.

Rabies

Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan virus rabies. Virus rabies ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan, misalnya anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies disebut juga penyakit anjing gila.

Etimologi

Kata rabies berasal dari bahasa Sansekerta kuno rabhas (artinya melakukan kekerasan atau kejahatan). Dalam bahasa Yunani, rabies disebut Lyssa atau Lytaa (artinya kegilaan). Dalam bahasa Jerman, rabies disebut tollwut, yang berasal dari bahasa Indojerman Dhvar (artinya merusak) dan wut (artinya marah). Dalam bahasa Perancis, rabies disebut rage, berasal dari katarobere (artinya menjadi gila).

Sejarah

Rabies bukanlah penyakit baru dalam sejarah perabadan manusia. Catatan tertulis mengenai perilaku anjing yang tiba-tiba menjadi buas ditemukan pada Kode Mesopotamia yang ditulis 4000 tahun lalu serta pada Kode Babilonia Eshunna yang ditulis pada 2300 SM. Democritus pada 500 SM juga menuliskan karakteristik gejala penyakit menyerupai rabies.

Aristotle, pada 400 SM, menulis di Natural History of Animals edisi 8, bab 22:

“.... anjing itu menjadi gila. Hal ini menyebabkan mereka menjadi agresif, dan semua binatang yang digigitnya juga mengalami sakit yang sama."

Hippocrates, Plutarch, Xenophon, Epimarcus, Virgil, Horace, dan Ovid pernah menyinggung karakteristik rabies dalam tulisan-tulisannya. Celsius, seorang dokter di zaman Romawi, mengasosiasikan hidrofobia (ketakutan terhadap air) dengan gigitan anjing, di tahun 100 Masehi. Cardanus, seorang penulis zaman Romawi, menjelaskan sifat infeksi pada air liur anjing rabies. Para penulis Romawi zaman itu mendeskripsikan rabies sebagai racun (kata Latin bagi virus). Pliny dan Ovid adalah orang yang pertama menjelaskan penyebab lain rabies, yang saat itu disebut cacing lidah anjing (dog tongue worm). Untuk mencegah rabies di masa itu, permukaan lidah yang diduga mengandung "cacing" dipotong. Anggapan tersebut bertahan sampai abad 19, sampai akhirnya Louis Pasteur berhasil mendemonstrasikan penyebaran rabies dengan menumbuhkan jaringan otak yang terinfeksi rabies di tahun 1885. Goldwasser dan Kissling menemukan cara diagnosis rabies secara modern pada tahun 1958 yaitu dengan teknik antibodi imunofluoresens untuk menemukan antigen rabies pada jaringan.

Penyebab

Rabies disebabkan virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. Karakteristik utama virus keluarga Rhabdoviridae adalah hanya memiliki satu utas negatif RNA yang

Page 9: ZOONOSIS

tidak bersegmen. Virus rabies hidup pada beberapa jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies hewan perantara rabies bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan-hewan yang diketahui dapat menjadi perantara rabies antara lain rakun (Procyon Lotor) dan sigung (Memphitis Memphitis) di Amerika Utara, rubah merah (Vulpes Vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin memiliki tingkat rabies tinggi. Hewan perantara rabies menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau manusia melalui gigitan. Infeksi rabies juga dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara rabies pada kulit yang terluka. Setelah infeksi, virus rabies akan masuk melalui saraf-saraf menuju sumsum tulang belakang dan otak dan bereplikasi di sana. Selanjutnya virus rabiesakan berpindah lagi melalui saraf ke jaringan non saraf, misalnya kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas/ganas ataupun rabies jinak/tenang. Pada rabies buas/ganas, hewan yang terinfeksi tampak galak, agresif, menggigit dan menelan segala macam barang, air liur terus menetes, meraung-raung gelisah kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak/tenang, hewan yang terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total, suka bersembunyi di tempat gelap, mengalami kejang dan sulit bernapas, serta menunjukkan kegalakan.

Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar virus rabies. Dua pekerja laboratorium telah mengkonfirmasi hal ini setelah mereka terekspos udara yang mengandung virus rabies. Pada tahun 1950, dilaporkan dua kasus rabies terjadi pada penjelajah gua di Frio Cave, Texas yang menghirup udara di mana ada jutaan kelelawar hidup di tempat tersebut. Mereka diduga tertular rabies lewat udara karena sama sekali tidak ditemukan adanya tanda-tanda bekas gigitan kelelawar.

Manifestasi Klinis

Gejala rabies biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi. Masa inkubasi virus rabies hingga munculnya penyakit adalah 10-14 hari pada anjing tetapi bisa mencapai 9 bulan pada manusia. Bila disebabkan gigitan anjing, luka yang memiliki risiko rabies tinggi meliputi infeksi pada mukosa, luka di atas daerah bahu (kepala, muka, leher), luka pada jari tangan atau kaki, luka pada kelamin, luka yang lebar atau dalam, dan luka yang banyak. Sedangkan luka dengan risiko rabies rendah meliputi jilatan pada kulit yang luka, garukan atau lecet, serta luka kecil di sekitar tangan, badan, dan kaki.

Gejala penyakit rabies meliputi 4 stadium:

Stadium prodromal

Dalam stadium prodromal sakit yang timbul pada penderita rabies tidak khas, menyerupai infeksi virus pada umumnya, yang meliputi demam, sulit makan yang menuju taraf anoreksia, pusing dan pening, dan lain sebagainya.

Stadium sensoris

Dalam stadium sensoris penderita rabies umumnya akan mengalami rasa nyeri pada daerah luka gigitan, panas, gugup, kebingungan, keluar banyak air liur (hipersalivasi), dilatasi pupil, hiperhidrosis, hiperlakrimasi.

Stadium eksitasi

Pada stadium eksitasi penderita rabies menjadi gelisah, mudah kaget, kejang-kejang setiap ada rangsangan dari luar sehingga terjadi ketakutan pada udara (aerofobia), ketakutan pada cahaya (fotofobia), dan ketakutan air (hidrofobia). Kejang-kejang terjadi akibat gangguan daerah otak yang

Page 10: ZOONOSIS

mengatur proses menelan dan pernapasan. Hidrofobia pada penderita rabies terutama karena rasa sakit luar biasa saat berusaha menelan air.

Stadium paralitik

Pada stadium paralitik, penderita rabies menunjukkan tanda kelumpuhan dari bagian atas tubuh ke bawah yang progresif.

Karena durasi penyebaran penyakit rabies cukup cepat, maka umumnya keempat stadium rabiesdi atas tidak dapat dibedakan dengan jelas. Gejala-gejala rabies yang tampak jelas pada penderita di antaranya nyeri pada luka bekas gigitan dan ketakutan pada air, udara, cahaya, dan suara keras. Sedangkan pada hewan yang terinfeksi, gejala rabies yang tampak adalah dari jinak menjadi ganas, hewan-hewan peliharaan menjadi liar dan lupa jalan pulang, serta ekor dilengkungkan di bawah perut.

Diagnosis

Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit harus diawasi. Satu-satunya uji yang akurat 100% terhadap adanya virus rabies adalah dengan uji antibodi fluoresensi langsung (direct fluorescent antibody test/dFAT) pada jaringan otak hewan yang terinfeksi. Uji dFAT ini telah digunakan lebih dari 40 tahun dan dijadikan standar dalam diagnosis rabies. Prinsipnya adalah ikatan antara antigen rabies dan antibodi spesifik yang telah dilabel dengan senyawa fluoresens yang akan berpendar sehingga memudahkan deteksi rabies. Namun, kelemahannya adalah subjek uji harus disuntik terlebih dahulu (eutanasia) sehingga tidak dapat digunakan terhadap manusia. Akan tetapi, uji serupa tetap dapat dilakukan menggunakan serum, cairan sumsum tulang belakang, atau air liur penderita rabies, walaupun tidak memberikan keakuratan 100%. Selain itu, diagnosis rabies dapat juga dilakukan dengan biopsi kulit leher atau sel epitel kornea mata walaupun hasilnya tidak terlalu tepat sehingga nantinya akan dilakukan kembali diagnosis post mortem setelah hewan atau manusia yang terinfeksi rabies meninggal.

Penanganan

Bila terinfeksi rabies, segera cari pertolongan medis. Rabies dapat diobati, namun harus dilakukan sedini mungkin, sebelum menginfeksi otak dan menimbulkan gejala. Bila gejala mulai terlihat, tidak ada pengobatan untuk rabies. Kematian biasanya terjadi beberapa hari setelah terjadinya gejala rabies pertama.

Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies atau berpotensi rabies (anjing, sigung, rakun, rubah, kelelawar), segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir selama 10-15 menit, lalu beri antiseptik alkohol 70% atau betadin.

Orang-orang yang belum diimunisasi tetanus selama 10 tahun terakhir akan diberikan suntikan tetanus. Orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin rabies akan diberikan suntikan globulin imun rabies yang dikombinasikan dengan vaksin. Separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan dan separuhnya disuntikan ke otot, biasanya di daerah pinggang. Dalam periode 28 hari, diberikan 5 kali suntikan vaksin rabies. Suntikan pertama untuk menentukan risiko adanya virus rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan pada hari ke-3, 7, 14, dan 28. Kadang-kadang terjadi rasa sakit, kemerahan, bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin rabies.

Page 11: ZOONOSIS

Pencegahan

Pencegahan rabies pada manusia harus dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi gigitan oleh hewan yang berpotensi rabies, karena bila tidak, dapat mematikan (letal).

Langkah-langkah mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus rabies atau segera setelah terkena gigitan. Sebagai contoh, vaksinasi rabies bisa diberikan kepada orang-orang yang beresiko tinggi terhadap terjangkitnya virus rabies, yaitu:

Dokter hewan.

Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi rabies.

Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak ditemukan.

Para penjelajah gua kelelawar.

Vaksinasi idealnya dapat memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi seiring berjalannya waktu, kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap rabies harus mendapatkan dosis booster vaksinasi rabies setiap 3 tahun. Pentingnya vaksinasi rabies terhadap hewan peliharaan, seperti anjing, juga merupakan salah satu cara pencegahan rabies yang harus diperhatikan.

LEPTOSPIROSIS

A. DefinisiLeptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh suatu mikrorganisme Leptopsiro interogans. Penyakit ini memiliki manifestasi klinik dari bentuk yang ringan dengan gejala sakit kepala dan mialigia seperti influenza hingga bentuk berat dengan gejala ikterus, disfungsi ginjal dan diathesis hemorrhagic. Penyakit ini pertama kali ditemukan ole Weil pada tahun 1886, oleh karena itu, bentuk berat penyakit ini dikenal dengan Weil’s disease. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, dan sebagainya. 1,2,3

B. EtiologiLeptospira disebabkan oleh genus leptospira, family leptospiraceae yang merupakan suatu mikroorganisme spirachaeta. Ciri khas mikroroganisme ini adalah bergelung, tipis, motilitas tinggi yang panjangnya 5-15 um, dengan spiral halus lebarnya 0,1-0,2 um, salah satu ujungnya membengkak membentuk suatu kait, memiliki dua buah periplasmic flagella yang dapat membuat terowongan menginfeksi jaringan. Spiroceta ini begitu halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat dilihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapang redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira digunakan mikroskop lapang gelap. Leptospira membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh. Dengan medium flethcer’s dapat tumbuh dengan baik sebagai obligat anaerob.1,2

Page 12: ZOONOSIS

Secara sederhana genus leptospira terdiri atas dua species yaitu L.interogans yang pathogen dan L. biflexa yang non pathogen. L. interrogans dibagi menjadi beberapa serogroup dan serogroup ini dibagi menjadi beberapa serovar menurut komposisi antigennya. Saat ini telah ditemukan 23 serogroup yang dibagi menjadi 250 serovar. Beberapa serogroup yang penting adalah icterohemorrhagiae,canicola, pomona, australis, grippotyphosa, hyos, dan sejroe. 2,3

C. EpidemiologiLeptospirosis tersebar hampur diseluruh benua kecuali benua Amerika, namun penyebaran paling banyak terdapat di daerah tropis. Leptospirosis bisa terdapat dalam binatang piaraan seperti anjing, babi, kuda, lembu, kucing. Dalam tubuh binatang tersebut, Leptospirosis hidup dalam ginjal atau air kencingnya. Tikus merupakan vector utama dari Leptospira icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak didalam epitel tubulus ginjal tikus dan terus menerus ikut mengalir dalam filtrat urine. Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insiden dijumpai pada musim panas dan musim gugur karena temperature adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup leptopsira. Sedangkan di daerah tropis insiden tertinggi terjadi selama musim hujan.1

Leptospira mengenai paling banyak mamalia seperti landak, tikus, kelinci, tupai, musang dan sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan reservoir paling banyak. Leptospira membentuk hubungan simbiosis dengan pejamunya dan dapat menetap dalam tubulus renalis selama berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun. Beberapa reservoir berhubungan dengan binatang tertentu seperti L. icterohaemoragiae dengan tikus, L. hardjo dengan sapi, L. canicola dengan anjing dan L. pomona dengan babi. 1,2

Di Indonesia Leptospira ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Salah satu kendala dalam penanganan leptospira adalah kesulitan dalam melakukan diagnostic awal. Diagnostic pasti dengan ditegakkan dengan ditemukannya leptospira dalam urin atau hasil serologi positif. Untuk dapat berkembang biak, leptospira memerlukan lingkungan optimal serta tergantung pada suhu yang lembab, hangat, dimana lokasi ini ditemukan didaerah tropis.1,

Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air atau tanah, lumpur yang telah terkontaminasi oleh urin binatang yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka pada kulit ataupun selaput lender. Air genangan dapat memanikan peranan dalam proses penularan penyakit. Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang yang sebelumnya terinfeksi leptospira. Transmisi dari manusia ke manusia paling jarang terjadi. Orang-orang yang memiliki faktor resiko penularan leptospira adalah pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, dokter hewan. 2

D. PatofisiologiLeptospira masuk kedalam tubuh manusia melalui kulit dan membrane mukosa yang terluka kemudian masuk kedalam aliran darah dan berkembang khususnya pada konjungtiva dan batas oro-nasofaring. Kemudian terjadi respon imun seluler dan humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Leptospira dapat bertahan sampai ke ginjal dan sampai ke tubulus konvoluntus sehingga dapat berkembang biak di ginjal. Leptospira dapat mencapai ke pembuluh darah dan jaringan sehingga dapat diisolasi dalam darah dan LCS pada hari ke 4-10 dari perjalanan penyakit. Pada pemeriksaan LCS ditemukan pleocitosis. Pada infiltrasi pembuluh darah dapat merusak pembuluh darah yang dapat menyebabkan vasculitis dengan terjadi kebocoran dan

Page 13: ZOONOSIS

ekstravasasi darah sehingga terjadi perdarahan. Setelah terjadi proses imun leptospira dapat lenyap dari darah setelah terbentuk agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Dalam perjalana pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul terjadi karena kerusakan pada endotel kapiler. Organ-organ yang sering terkena leptospira adalah sebagai berikut :1.2.3.4,5

Ginjal. Nefritis Interstisial dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi yang dapat terjadi tanpa disertai gangguan fungsi ginjal. Sedangkan jika terjadi gagal ginjal akibat nekrosis tubular akut.

Hati. Pada organ hati terjadi nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan proliferasi sel Kupfer.

Jantung. Kelainan miokradium dapat fokal ataupun difus berupa interstisial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal dan juga endokarditis.

Otot rangka. Pada otot rangka terjadi nekrosis, vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira disebabkan oleh invasi langsung leptospira.

Mata. Leptospira dapat masuk ke uvea anterior yang dapat menyebabkan uveitis anterior pada saat fase leptospiremia.

Pembuluh darah. Bakteri yang menempel pada dinding pembuluh darah dapat terjadi vaskulitis dengan manifetasi perdarahan termasuk pada mukosa, organ-organ visceral dan perdarahan bawah kulit.

Susunan Saraf Pusat (SSP). Manifestasi masuknya bakteri ke dalam LCS adalah meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibodi, bukan pada saat masuk ke LCS. Terjadi penebalan meninges dengan peningkatan sel mononuclear arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan oleh L.canicola.

Weil DiseaseWeil disease merupakan leptopsirosis yang berat ditandai dengan ikterus biasanya disertai dengan perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe continue. Serotype leptospira yang menyebabkan weil disease adalah serotype icterohaemorrhagica. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic dan disfungsi vascular.1

E. GAMBARAN KLNINISMasa inkubasi 2-26 hari, dengan manifestasi klinis dibagi menjadi 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia dan fase imun.1,2

Fase LeptopsiremiaFase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan cairan srebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di bagian frontal, rasa sakit yang hebat terutama pada paha, betis dan pinggang disertai dengan nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti dengan hiperestesia kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga didapati mual muntah disertai mencret, bahkan dapat terjadi penurunan kesadaran. Pada hari keempat dapat disertai dengan konjungtiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash berbentuk macular, makulopapular atau urtikaria. Kadang dapat dijumpai hepatosplenomegali dan limfadenopati. Fase ini berlangsung

Page 14: ZOONOSIS

selama 4-7 hari.1,2,5

Fase ImunFase ini ditandai dengan peningkatan titer antibody, dapat timbul demam yang mencapai suhu 40oC disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit menyeluruh diotot-otot leher terutama diotot bagian betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia dan ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada fase ikterik, pupura, petechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan manifetasi perdarahan yang paling sering. Conjunctiva injection dan conjunctiva suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk leptospirosis. Pada sekitar 50% pasien dapat terjadi meningitis. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai dalam urin. Gambaran perjalanan penyakit leptospirosis dapat dilihat pada gambar dibawah ini.1,2,5

F. DIAGNOSISPada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok resiko tinggi. Gejala dan keluhan didapati demam muncul mendadak, sakit kepala bagian frontal, nyeri otot, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik didapati demam, bradikardia, nyeri tekan dan hepatomegali. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin biasanya dijumpai leukositosis, pada pemeriksaan urin dijumpai protein urin, leukosituria. Diagnose pasti dengan kultur dan serologi.1,4

KulturDengan mengambil specimen dari darah dan LCS segera pada awal gejala. Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil specimen pada fase leptospiremia serta belum diberi antibiotic. Kultur urin diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. 1,4

SerologiPemeriksaan untuk mendeteksi leptospira dengan cepat adalah dengan pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), silver stain atau fluorescent antibody stain, dan mikroskop lapangan gelap. 3,4

G. PENGOBATANPengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis. Pemberian antobiotik harus dimulai secepat mungkin, bias any pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berikut golongan antibiotic yang dapat diberika pada pasien leptospirosis :1Indikasi Regimen DosisLeptospirosis ringan Doksisiklin 2 x 100 mgAmpisilin 4 x 500-750 mgAmoksisilin 4 x 500 mgLeptospirosis sedang/berat Penisilin G 1,5 juta unit/ 6 jamAmpisilin 1 gram/ 6 jamAmoksisilin 1 gram/ 6 jamKemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/ minggu

Sampai saat ini penisilin masih menjadi pilihan utama, namun perlu diingat bahwa antibiotic bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase leptospiremia). Pada pemberian penisilin dapat timbul reaksi Jarisch-Herxheimer 4 sampai 6 jam setelah pemberian intravena yang menunjukkan adanya aktivitas anti leptospira. Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Kesimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur sebagaimana pada penaggulangan gagal ginjal secara umum. Jika terjadi azotemia berat dapat dilakukan dialisa.1

H. PROGNOSISJika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5% pada

Page 15: ZOONOSIS

umur dibawah 30 tahun. Pada usia lanjut mencapai 30-40%.1

I. PENCEGAHANPencegahan leptospira khususnya didaerah tropis sangat sulit karena banyaknya hospes perantara dan jenis serotype sulit untuk dihapuskan. Bagi mereka yang memiliki resiko tinggi untuk tertular laptospirosis harus diberikan perlindungan khusus yang dapat melindungi dari kontak dengan bahan-bahan yang terkontaminasi dengan kemih binatang reservoir. Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis bagi mereka yang resiko tinggi dan terpapar dalam waktu singkat.4

J. KESIMPULANLeptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh leptospira. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara incidental. Gejala klinis yang timbul mulai dari yang ringan sampai yang berat bahkan kematian bila terlambat dalam pengobatan. Diagnosa dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit menjadi berat. Pencegahan dini terhadap mereka yang terekspos diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan leptospirosis.