zia

19
REALITY THERAPY Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Konseling Dosen Pembimbing: Bambang Suryadi, Ph.D; Aviecena, M.H.Psi Disusun Oleh: Ana Nurul Ismi Tamami Fadila Rufiana Hazmi Imama Hifziah VI / A FAKULTAS PSIKOLOGI

Upload: tami

Post on 08-Nov-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

REALITY THERAPY

REALITY THERAPY

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Konseling

Dosen Pembimbing:

Bambang Suryadi, Ph.D; Aviecena, M.H.PsiDisusun Oleh:

Ana Nurul Ismi Tamami

Fadila Rufiana

Hazmi Imama

Hifziah

VI / A

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010PENDAHULUAN

Terapi realitas William Glasser dipilih sebagai bahan pembahasan disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu: Pertama, pendekatan ini menunjukkan perbedaan yang besar dengan sebagian besar pendekatan konseling dan psikoterapi lain yang dibahas. Kedua, terapi realitas telah meraih popularitas di kalangan konselor sekolah, para guru, dll. Ketiga, terapi realitas menyajikan banyak masalah dasar dalam konseling yang menjadi dasar pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah kenyataan itu? Haruskah terapis mengajar pasiennya? Apa yang harus diajarkan?, dll.

Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental.PEMBAHASAN

TERAPI REALITAS

A. BIOGRAFI TOKOHWilliam Glasser adalah psikiater yang mengembangkan : terapi realitas (reality therapy) pada tahun 1950-an. Pengembangan terapi realitas ini karena Glasser merasa tidak puas dengan praktik psikiatri yang ada dan dia mempertanyakan dasar-dasar keyakinan terapi yang berorientasi pada Freudian, karena hasilnya terasa tidak memuaskan (Colvin, 1980).Glasser dilahirkan pada 1925 dan dibesarkan di Cleveland,Ohio. Pada mulanya Glasser studi bidang teknik kimia pada Case Institute of Technology. Pada usia 19 tahun Glasser dilaporkan sebagai penderita Shyness (rasa malu) yang akut.

Pada perkembangan selanjutnya Glasser tertarik studi psikologi, kemudian dia mengambil program Psikologi Klinis pada Western Reserve University, dan membutuhkan waktu tiga tahun untuk meraih Ph.D. (1957). Akhirnya Glasser menekuni profesinya dengan menetapkan diri menjadi psikiater.

Setelah beberapa waktu melakukan praktik pribadi dibidang klinis, Glasser mendapatkan kepercayaan dari California Youth Authority sebagai kepala psikiater di Ventura School for Giri. Mulai saat itulah Glasser melakukan eksperimen tentang prinsip dan teknik reality therapy. Dari kerja kerasnya sebagai psikiater, Glasser menyusun buku dan mempublikasikan karya tulisnya, di antaranya (1) Mental Health or Mental Illness, (2) Reality Therapy: School without Failure, dan (3) Identity Society.Pada tahun 1969 Glasser berhenti bekerja pada Ventura dan mulai saat itu mendirikan Institute for Reality Therapy di Brentwood, selanjutnya menyelenggarakan Educator Training Centre yang bertujuan meneliti dan mengembangkan program-program untuk mencegah kegagalan sekolah. Banyak pihak yang dilatih dalam lembaganya ini, antara lain: perawat, pengacara, dokter, polisi, psikolog, pekerja sosial, dan guru.

Teori yang dikembangkan Glasser ini dengan cepat memperoleh popularitas di kalangan konselor, baik untuk kasus individual maupun kelompok dalam berbagai bidang, misalnya sekolah lembaga kesehatan mental maupun petugas- petugas sosial lain. B. KONSEP-KONSEP UTAMA

Pandangan Tentang Sifat Manusia Dari Sisi Kepribadian

Glasser berpandangan bahwa semua manusia memiliki kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis. Perilaku manusia dimotivasi untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Kebutuhan fisiologis yang dimaksud adalah sama dengan pandangan ahli lain, sedangkan kebutuhan psikologis manusia menurut Glasser yang mendasar ada dua macam yaitu: (1) kebutuhan dicintai dan mencintai, dan (2) kebutuhan akan penghargaan (George dan Cristiani, 1990). Kedua kebutuhan psikologis itu dapat digabung menjadi satu kebutuhan yang sangat utama yang disebut kebutuhan identitas (Identity).

Identitas merupakan cara seseorang melihat dirinya sendiri sebagai manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan dunia luarnya. Setiap orang mengembangkan gambaran identitasnya (identity image) berdasarkan atas pemenuhan kebutuhan psikologisnya. Anak yang berhasil menemukan kebutuhannya, yaitu terpenuhinya kebutuhan cinta dan penghargaan akan mengembangkan gambaran diri sebagai orang yang berhasil dan membentuk identitasnya dengan identitas keberhasilan (success identity) sebaliknya jika anak gagal menemukan kebutuhannya, akan mengembangkan gambaran diri sebagai orang yang gagal dan pembentuk identitasnya dengan identitas kegagalan (failure identity).

Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya, dapat mencari jalan lain, misalnya dengan menarik diri atau bertindak delinkuensi. Menurut Glasser individu yang membangun identitas kegagalan tersebut pada dasarnya orang yang tidak bertanggung jawab karena mereka menolak realitas sosial, moral, dunia sekitarnya. Namun demikian identitas kegagalan pada anak ini dapat diubah menjadi identitas keberhasilan, asal anak dapat menemukan kebutuhan dasarnya.

Orang yang mengalami gangguan mental menurut kalangan profesional sebenarnya adalah orang yang menolak realitas menurut pandangan Glasser. Penolakan individu terhadap realitas dunia sekitarnya (norma, hukum, sosial, dan sebagainya) dapat sebagian saja tetapi dapat pula keseluruhan. Ada dua cara penolakan terhadap realitas itu, yaitu: (1) mereka mengubah dunia nyata dalam dunia pikirnya agar mereka merasa cocok, atau (2) secara sederhana mengabaikan realitas dengan menentang atau menolak hukum yang ada.

Gambaran identitas ini terbentuk pada usia sekitar lima tahun, berupa gambaran diri sebagai orang yang berhasil atau gagal. Gambaran identitas ini dimiliki oleh setiap orang hingga dewasanya. Berdasarkan segenap pengalaman-pengalamannya, individu akan memberikan gambaran terhadap dirinya sebagai orang yang berhasil atau gagal. Penggambaran identitas ini bersifat subjektif, dan tidak selalu sejalan dengan penilaian masyarakat. Artinya, individu dapat saja memandang dirinya sebagai orang yang gagal sekalipun orang lain atau masyarakat mengenalnya sebagai orang yang sukses, atau sebaliknya individu memandang sebagai orang yang gagal sekalipun menurut anggapan orang lain adalah orang yang sukses.

Menurut Glasser, individu yang mengembangkan identitas kegagalan secara umum menjadi orang yang terasing serta kesulitan menghadapi realitas di mana dia bertempat tinggal. Mereka akan melihat dunia sebagai hal yang menakutkan, penuh tekanan, mencemaskan. Sebaliknya individu yang mengembangkan identitas keberhasilan akan mudah dan dapat menghadapi realitas ini secara tepat.

Untuk mengembangkan identitas keberhasilan, individu harus memiliki dua kebutuhan dasar yang dijumpai, yaitu:(1) mengetahui bahwa setidaknya seseorang mencintainya dan dia mencintai setidaknya seorang, (2) memandang dirinya sebagai orang yang berguna selain secara stimulan berkeyakinan bahwa orang lain melihatnya sebagai orang yang berguna. Kedua kebutuhan ini (cinta dan berguna) ada pada individu, bukan salah satunya.

Kedua kebutuhan dasar ini ada dan terbentuk sejak masa kanak-kanak. Sepanjang berinteraksi dengan orang tua atau pihak lain yang terdekatnya (significant others), anak mempelajari bagaimana mencintai dan menghargai orang lain. Anak pada mulanya mengamati bagaimana orang tuanya mencintai dan menghargai dirinya. Bermula dari pengalaman-pengalamannya dalam memperoleh cinta dan penghargaan dari orangtua itu anak akan merasakan apakah kebutuhannya tercapai atau tidak.

Orang tua memegang peranan penting dalam pembentukan identitas individu. Tentunya pihak lain juga sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan identitas ini, di antaranya kelompok sebaya, sekolah, aspek-aspek budaya dan lingkungan sosial lainnya dan setiap saat berinteraksi dan membentuk struktur kognitif anak (Colvin, 1980).

Dalam berinteraksi anak dengan orangtuanya secara umum terjadi cinta, pengajaran, disiplin dan modeling. Interaksi itu merupakan jalan utama memenuhi kebutuhan dasarnya. Jika orang tua menunjukkan sikap mencintai dan sekaligus menghargai karya anaknya maka kebutuhan anak akan terpenuhi. Tetapi jika sebaliknya, orang tua kurang mencintai dan menghargai apa yang dilakukan anak, maka anak merasa terasing dan gagal dalam hidupnya.

Sikap cinta dan penghargaan merupakan satu hal yang integral, satu sama lain terkait. Anak yang memperoleh cinta tetapi tidak mendapatkan penghargaan akan menimbulkan ketergantungan pada yang lain untuk memperoleh pengesahan. Sebaliknya anak yang mendapatkan penghargaan tetapi tidak mendapatkan cinta anak akan menjadi terasing. Keduanya, kebutuhan dicintai dan penghargaan adalah satu kesatuan. Tanpa penghargaan terhadap keberhasilan-keberhasilannya membuat orang merasa tidak memperoleh perhatian dari orang lain.

Pemenuhan kebutuhan atas penghargaan dan cinta itu tidak hanya terjadi pada hubungan orang tua dan anak saja dapat pula dipenuhi dalam hubungan yang lain, seperti hubungan guru dan siswa, hubungan dengan teman-temannya, dan sebagainya. Kesemuanya berakibat kumulatif kepada anak, yaitu membentuk identitasnya dengan identitas keberhasilan atau kegagalan.

Dalam pandangan Glasser dan Zennin, tercapainya kebutuhan dasar dicintai dan dihargai akan menghasilkan pribadi yang bertanggung jawab (responsible person). Responsibilitas (perilaku yang bertanggung jawab) ini sangat penting karena menyangkut kemampuan individu untuk mencapai kepuasan memenuhi kebutuhannya. Individu dikatakan memiliki responsibilitas jika memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya tanpa mencampurkan dengan hasrat orang lain untuk menentukan kebutuhan-kebutuhannya. Responsibilitas merupakan kemampuan untuk menemukan hubungan personal dalam konteks sosial dan kultural. Hal ini tidak berarti bahwa seseorang yang bertanggung jawab harus setuju dengan apa yang sudah ada (status quo), tetapi jika dia tidak setuju dengan status quo maka dia harus bekerja untuk mengubahnya dalam sistem yang ada.

Dengan demikian terapi realitas sebagian besar memandang individu pada perilakunya, tetapi berbeda dengan behavioral yang melihat perilaku dalam konteks hubungan stimulus respon, dan berbeda pula dengan pandangan terapi berpusat pada seseorang yang melihat perilaku dalam konteks fenomenologis. Perilaku dalam pandangan terapi realitas adalah perilaku dengan standar yang objektif yang dikatakan dengan "reality".

Pandangan Terapi Realitas Mengenai Perilaku Bermasalah

Reality therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu itu sebagai perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut terapi realitas lebih dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku tidak tepat. Menurut Glasser, individu yang berperilaku tidak tepat itu disebabkan oleh ketidakmampuannya dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya kehilangan "sentuhan" dengan realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya, tidak dapat melakukan sesuatu atas dasar kebenaran, tanggung jawab dan realitas.

Meskipun terapi realitas tidak menghubungkan perilaku manusia dengan gejala abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan istilah yang dikemukakan Glasser yaitu identitas kegagalan. Identitas kegagalan itu ditandai dengan keterasingan, penolakan diri dan irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan.

Hakikat Manusia

Berdasarkan konsep perilaku manusia, prinsip kerja terapi berdasarkan terapi realitas ini berdasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut.

1) Perilaku manusia didorong oleh usaha untuk menemukan kebutuhan dasarnya baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan dasar ini berlaku sama untuk semua orang. Kebutuhan dasar seseorang adalah: (a) kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, dan (b) kebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna untuk diri sendiri dan untuk orang lain (penghargaan).

2) Jika individu frustrasi karena gagal memperoleh kepuasan atau tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya dia akan mengembangkan identitas kegagalan. Sebaliknya jika dia berhasil memperoleh kepuasan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya maka akan mengembangkan identitas keberhasilan.

3) Individu pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mengubah identitasnya dari identitas kegagalan kepada identitas keberhasilan. Individu yang bersangkutan adalah pihak yang mampu mengubah dirinya sendirinya.

4) Faktor tanggung jawab adalah sangat penting pada manusia. Orang yang berusaha memperoleh kepuasan mencapai success identity menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab.

5) Faktor penilaian individu tentang dirinya sangat penting untuk menentukan apakah dirinya termasuk memiliki identitas keberhasilan atau identitas kegagalan.C. CIRI-CIRI TERAPI REALITAS

Ciri-ciri terapi realitas ada delapan, yaitu sebagai berikut:

1) Terapi realitas menolak konsep tentang penyakit mental. Ia berasumsi bahwa bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah adalah akibat dari ketidakbertanggungjawaban. Pendekatan ini tidak mengganggap diagnosis-diagnosis psikologi.

2) Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang. Meskipun menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap tidak penting, tetapi terapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang.

3) Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena masa lampau seseorang itu sifatnya tetap dan tidak dapat diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang.

4) Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas menekankan pentingnya peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan hal apa yang menjadi penyebab kegagalan yang dialaminya.

5) Terapi realitas tidak menekankan tranferensi. Terapi ini tidak memandang konsep tradisional tentang tranferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang tranferensi sebagai hal yang penting.

6) Terapi realitas menekankan aspek-aspek keasadaran, bukan aspek-aspek ketidaksadaran.

7) Terapi realitas menghapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman tidak efektif untuk mengubah tingkah laku.8) Terapi realitas menekankan tanggung jawab, oleh Glasser didefinisikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara yang tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.

D. PROSES TERAPEUTIK

Tujuan-tujuan TerapeutikSecara umum tujuan terapi realitas sama dengan tujuan hidup, yaitu individu mencapai kehidupan dengan success identity. Untuk itu dia harus bertanggung jawab, yaitu memiliki kemampuan mencapai kepuasan terhadap kebutuhan personalnya.

Terapi realitas adalah pendekatan yang didasarkan pada anggapan tentang adanya satu kebutuhan psikologis pada seluruh kehidupannya; kebutuhan akan identitas diri, yaitu kebutuhan untuk merasa unik, terpisah, dan berbeda dengan orang lain. Kebutuhan akan identitas diri merupakan pendorong dinamika perilaku yang berada di tengah-tengah berbagai budaya universal.

Kualitas pribadi sebagai tujuan terapi realitas adalah individu yang memahami dunia nyatanya dan harus memenuhi kebutuhannya dalam kerangka kerja (Framework). Meskipun memandang dunia realitas antara individu yang satu dengan yang lain dapat berbeda tetapi realitas itu dapat diperoleh dengan cara membandingkan dengan orang lain. Oleh karena itu, terapis bertugas membantu klien bagaimana menemukan kebutuhannya dengan 3R yaitu, right, responsibility, and reality sebagai jalannya.

Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, karakteristik terapis realitas adalah sebagai berikut: Terapis harus mengutamakan keseluruhan individual yang bertanggung jawab, yang dapat memenuhi kebutuhannya.

Terapis harus kuat, yakin, tidak pernah "bijaksana", dia harus dapat menahan tekanan dari permintaan klien untuk simpati atau membenarkan perilakunya, tidak pernah menerima alasan-alasan dari perilaku irrasional klien.

Terapis harus hangat, sensitif terhadap kemampuan untuk memahami perilaku orang lain.

Terapis harus dapat bertukar pikiran dengan klien tentang perjuangannya dapat melihat bahwa seluruh individu dapat melakukan secara bertanggung jawab termasuk pada saat-saat yang sulit.

Terapi realitas pada dasarnya adalah proses rasional, hubungan proses terapi harus tetap hangat, memahami lingkungan. Terapis perlu meyakinkan klien bahwa kebahasaannya bukan terletak pada proses terapi, tetapi pada perilakunya dan keputusannya, dan klien adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Fungsi dan Peranan TerapisTerapi berperan sebagai:

1. Motivator, yang mendorong klien untuk: (a) menerima dan memperoleh keadaan nyata, baik dalam perbuatan maupun harapan yang ingin dicapainya; dan (b) merangsang klien untuk mampu mengambil keputusan sendiri, sehingga klien tidak menjadi individu yang hidup selalu dalam ketergantungan yang dapat menyulitkan dirinya sendiri.

2. Penyalur tanggung jawab, sehingga: (a) keputusan terakhir berada di tangan klien; (b) klien sadar bertanggung jawab dan objektif serta realistik dalam menilai perilakunya sendiri.

3. Moralist; yang memegang peranan untuk menetukan kedudukan nilai dari tingkah laku yang dinyatakan kliennya. Terapis akan memberi pujian apabila klien bertanggung jawab atas perilakunya, sebaliknya akan memberi celaan bila tidak dapat bertanggung jawab terhadap perilakunya.

4. Guru; yang berusaha mendidik klien agar memperoleh berbagai pengalaman dalam mencapai harapannya.

5. Pengikat janji (contractor); artinya peranan terapis punya batas-batas kewenangan, baik berupa batasan waktu, ruang lingkup kehidupan klien yang dapat dijajagi maupun akibat yang ditimbulkannya.

Teknik-teknik dan Prosedur-prosedur TerapeutikTeknik Terapi RealitasPraktek Terapi Realitas adalah proses yang berkelanjutan yang terdiri dari dua komponen utama:1. Menciptakan lingkungan yang saling percaya dan2. Menggunakan teknik yang membantu orang menemukan apa yang mereka inginkan, merefleksikan apa yang mereka lakukan sekarang, dan membuat rencana baru untuk memenuhi keinginan yang lebih efektif di masa depan.

Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur-prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:1. Menggunakan role playing dengan klien2. Menggunakan humor yang mendorong suasana yang segar dan relaks

3. Tidak menjanjikan kepada klien dalih apapun, karena terlebih dahulu diadakan perjanjian untuk melakukan perilaku tertentu yang sesuai dengan keberadaan klien.

4. Menolong klien untuk merumuskan perilaku tertentu yang akan dilakukannya.

5. Membuat model-model peranan terapis sebagai guru yang lebih bersifat mendidik.

6. Membuat batas-batas yang tegas dari struktur dan situasi terapinya

7. Menggunakan terapi kejutan verbal atau sarkasme yang pantas untuk mengkonfrontasikan klien dengan perilakunya yang tak pantas.

8. Ikut terlibat dengan klien mencari kehidupan yang lebih efektif.Terapi Realitas Virtual (VRT)

Pada penelitian pertama untuk VRT dilakukan pada awal 1990. VRT pertama kali digunakan untuk orang-orang yang takut ketinggian.

Zimand mengatakan perawatan ini umumnya digunakan untuk gangguan kecemasan. Lamanya pengobatan didasarkan pada tingkat keparahan dari fobia tersebut.Terapi ini terdiri dari beberapa sesi dengan psikolog untuk menentukan berasal darimana rasa ketakutan tersebut

Terapi ini menggunakan platform dan headset, pasien dikondisikan dalam lingkungan yang dihasilkan atau disetting komputer yang dirancang untuk mereproduksi sebuah setting dunia nyata. Video digital real dimasukkan ke dalam lingkungan virtual untuk mempromosikan rasa realitas. Dalam adegan berbicara di depan umum, pembicara dapat menimbulkan reaksi berbeda dari penonton, seperti permusuhan atau kesenangan, agar situasi tampak lebih nyata.E. KELEBIHAN dan KEKURANGAN TERAPI REALITASKelebihan Terapi Realitas1. Terapi realitas ini sangat mudah dan dapat diaplikasikan karena bersifat realistik dan praktikal untuk digunakan dalam berbagai macam kegiatan terapi, misalnya terapi individu , terapi kanak-kanak, remaja, dan dewasa, terapi perkawinan, pencegahan, dan sebagainya. 2. Terapi realitas memberikan kebebasan kepada klien untuk berpikir secara rasional, menilai, menentukan dan membuat keputusan sendiri.3. Terapi realitas memiliki jangka waktu terapi yang relatif pendek.Kekurangan Terapi Realitas1. Tidak memberikan penekanan yang cukup pada dinamika-dinamika ketidaksadaran dan pada masa lampau individu sebagai salah satu determinan dari tingkah lakunya sekarang.2. Cenderung hanya berfokus pada tingkah laku semata-mata, padahal manusia itu unik yang memiliki emosi, kognitif, persepsi, sensasi dan sebagainya.3. Terapi realitas tergantung kepada bahasa, klien yang pendiam dan tidak ekspresif kurang cocok dalam pemilihan terapi ini.4. Terapis dianggap tidak bermoral karena terlalu bebas dan terbuka sehingga kerap mendesak klien membuat sesuatu, yang dapat menimbulkan kesan negatif kepada klien.DAFTAR PUSTAKA