zarun 11

9
BAB I PENDAHULUAN “Pembentukan DPD dilandasi gagasan untuk mengubah system perwakilan menjadi system dua kamar (bikameral) hal tersebut merupakan hal yang lazim terdapat pada banyak negara demokrasi. DPD tersebut dilembagakan berdasarkan BAB VII A Pasal 22C dan 22D dalam UUD 1945 pasca amandemen”. A. Latar Belakang Dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya di Indonesia keterwakilan rakyat merupakan kemutlakan dalam system demokrasi. Termasuk didalamnya keberadaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan lembaga baru dalam tata hukum di Indonesia. DPD adalah badan perwakilan tingkat pusat yang baru (Perubahan Ketiga UUD 1945). DPD juga merupakan representasi aspirasi masyarakat dari setiap daerah yang telah memperjuangkan suara serta kepentingan daerah demi tetap terjaganya semangat persatuan dan kesatuan. Gerakan reformasi pada pertengahan tahun 1998 menjadi salah satu wujud perkembangan Indonesia sebagai suatu bangsa yang menjadi pertanda penyesuaian struktur-struktur berbangsa dan bernegara dengan perubahan zaman dan tuntutan- tuntutan yang berkembang dalam masyarakat. Masa transisi Indonesia menuju demokrasi merupakan salah satu tahapan yang menjadi fase penting perkembangan Indonesia. Salah satu aspek yang menjadi bagian dari proses transisi Indonesia menuju demokrasi adalah reformasi di bidang ketatanegaraan yang di antaranya mencakup proses perubahan konstitusi

Upload: dikimangkubumiberatteuing-fahrizalkasepteukawadahan

Post on 27-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: zarun 11

BAB I

PENDAHULUAN

“Pembentukan DPD dilandasi gagasan untuk mengubah system perwakilan menjadi system dua kamar (bikameral) hal tersebut

merupakan hal yang lazim terdapat pada banyak negara demokrasi. DPD tersebut dilembagakan berdasarkan BAB VII A Pasal

22C dan 22D dalam UUD 1945 pasca amandemen”.

A.    Latar Belakang

Dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya di Indonesia

keterwakilan rakyat merupakan kemutlakan dalam system demokrasi. Termasuk

didalamnya keberadaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan lembaga baru

dalam tata hukum di Indonesia. DPD adalah badan perwakilan tingkat pusat yang baru

(Perubahan Ketiga UUD 1945). DPD juga merupakan representasi aspirasi masyarakat

dari setiap daerah yang telah memperjuangkan suara serta kepentingan daerah demi tetap

terjaganya semangat persatuan dan kesatuan.

Gerakan reformasi pada pertengahan tahun 1998 menjadi salah satu wujud

perkembangan Indonesia sebagai suatu bangsa yang menjadi pertanda penyesuaian

struktur-struktur berbangsa dan bernegara dengan perubahan zaman dan tuntutan-tuntutan

yang berkembang dalam masyarakat. Masa transisi Indonesia menuju demokrasi

merupakan salah satu tahapan yang menjadi fase penting perkembangan Indonesia. Salah

satu aspek yang menjadi bagian dari proses transisi Indonesia menuju demokrasi adalah

reformasi di bidang ketatanegaraan yang di antaranya mencakup proses perubahan

konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 (UUD 1945).

Dengan perubahan tersebut bukan saja berarti tidak ada lagi Utusan Daerah dan

Utusan Golongan dalam keanggotaan MPR, serta tidak ada lagi anggota MPR yang

diangkat, tetapi juga dibentuknya sebuah lembaga negara baru yang bernama Dewan

Perwakilan Daerah (DPD).

Keberadaan Utusan Daerah dalam komposisi keanggotaan MPR sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang Dasar 1945 (sebelum diubah) kurang memberi makna bagi

kepentingan daerah. Hal ini karena tugas dan wewenang MPR yang tidak terkait dengan

pembentukan undang-undang. Tugas dan wewenang MPR sebagaimana diatur dalam

Page 2: zarun 11

UUD 1945 (sebelum diubah) adalah mengubah undang-undang dasar, menetapkan garis-

garis besar haluan negara, serta memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden.

Namun, dalam perkembangannya DPD masih banyak mengalami keterbatasan

dalam hal menjalankan tugas dan fungsinya sebagai representasi masyarakat. Dalam

sistem dua kamar pada lembaga MPR yang terdiri dari DPR dan DPD seharusnya kedua

lembaga tersebut mempunyai kewenangan yang seimbang akan tetapi dalam

kenyataannya DPD hanya mempunyai kewenangan untuk mengusulkan saja tidak sampai

memutuskan asanya ketidakharapan itu terlihat dalam susunan dan kedudukan DPD yang

diatur oleh Undang-Undang.

Penerapan system bikameral di Indonesia yang lunak, dimana fungsi dan wewenang

DPD sebagaimana yang termaktub dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan

Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD dibatasi hanya pada kepentingan-kepentingan

kewilayahan (daerah) seperti otonomi daerah, perimbangan keuangan antara pusat dan

daerah, penggabungan dan pemekaran daerah, hubungan antara pusat dan daerah. Padahal

pembatasan fungsi dan wewenang tersebut dapat mematikan kreativitas dan hasrat politik

DPD untuk lebih berpartisipasi secara berkesinambungan manyangkut kondisi

kebangsaan dan kenegaraan, yang akibatnya mendorong ketidakefektifan parlemen dalam

merumuskan dan mengartikulasikan harapan dan keinginan masyarakat.

 

B.     Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, dapat diambil suatu perumusan masalah

yaitu bagaimanakah kewenangan DPD sebagai Badan Legislatif berdasarkan Pasal 22 D

UUD 1945?

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

Page 3: zarun 11

 “Salah satu perubahan penting setelah dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945 adalah perubahan terhadap Pasal 2 ayat

(1) yang berbunyi: "Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggota Dewan

Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang." Rumusan semula

Pasal 2 ayat (1) tersebut bunyinya adalah: "Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan

undang-undang."

 

DPD merupakan lembaga baru yang muncul melalui perubahan ketiga UUD 1945.

hadirnya DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia diatur dalam Pasal 22 C dan 22 D.

Adapun dalam Pasal 22 D kewenangan DPD diatur sebagai berikut:

1.      Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan Otonomi Daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

2.      Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan Otonomi Daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.

3.      Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai, otonomi daerah pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, . pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

4.      Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dengan Undang-Undang.

 

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2002 telah mengakibatkan

berbagai perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara di Indonesia. Salah satu

Page 4: zarun 11

perubahan yang sangat mendasar adalah kewenangan di bidang perundang-undangan,

khususnya kewenangan membentuk undang-undang.

“Perubahan kewenangan pembentukan undang-undang merupakan akibat dari perubahan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 yang dilakukan pada Perubahan Pertama dan Perubahan Kedua UUD 1945. Selain itu juga munculnya suatu lembaga

negara baru yang diatur dalam Pasal 22C dan Pasal 22D, yaitu Dewan Perwakilan Daerah (selanjutnya ditulis DPD) yang diberikan kewenangan untuk menampung dan menyalurkan aspirasi dan kehendak daerah dalam pembentukan undang-undang

yang berhubungan dengan pelaksananan otonomi daerah”.

 

Pasal 22 D UUD 1945 pada intinya adalah mengenai kewenangan DPD meliputi tiga

aspek, yaitu:

1.      Dapat mengajukan RUU kepada DPR

2.      Ikut membahas RUU

3.      Melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang

 

Dari tiga kewenangan tersebut pada umumnya dikaitkan dengan otonomi daerah dan

desentralisasi kekuasaan pemerintahan termasuk pengelolaan sumber daya alam di daerah,

pendidikan, agama dan perpajakan. Berdasarkan Pasal 41 UU No. 22 Tahun 2003 tentang

Susduk, fungsi DPD dibagi menjadi 2 macam yaitu:

1.      Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu.

2.      Pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu.

 

Kewenangan dan fungsi yang demikian menggambarkan adanya hubungan

subordinasi dalam kedudukan DPD, karena DPD ruang kewenangannya tidak lebih hanya

untuk mengusulkan, turut membantu dan melakukan pengawasan. Dalam pengajuan usul

RUU DPD hanya menyalurkan kepada DPR karena kewenangan untuk menetapkan RUU

tersebut tetap berada pada persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.

Pasal 42 ayat (3) UU Susduk bahkan menyatakan bahwa pembahasan RUU yang

diusulkan oleh DPD tersebut dilakukan sebelum DPR membahas RUU tersebut dengan

Pemerintah. Hal ini justru terkesan DPD diberikan posisi sebagai sampingan dalam

Page 5: zarun 11

mekanisme pembahasan RUU. Terkait dengan kewenangan pengawasan DPD terhadap

pelaksanaan UU da;lam bidang-bidang tertentu, oleh Pasal 24 D ayat (3) dinyatakan bahwa

DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

Dari uraian sebelumnya jelas peran DPD sebagai parlemen yang secara content

menjadi saluran aspirasi bagi daerah sangatlah sulit terwujud karena kewenangan DPD

berdasarkan Pasal 22 D UUD 1945 dan Pasal 42-48 UU Susduk sangatlah sempit. Selain itu,

dari ketentuan Pasal 22 D dilihat bahwa DPD hanyalah badan komplementer DPR. Hal ini

didasarkan pada ketentuan yang menegaskan bahwa DPD dapat mengajukan kepada DPR

Rancangan Undang-Undang.

Selanjutnya pada ketentuan lain yang menegaskan DPD menyampaikan hasil

pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Dan

seharusnya sebagai Lembaga Tinggi baru dalam Parlemen Indonesia DPD harus diperkuat

eksistensinya, tidak sekedar menjadi pelengkap dari hubungan antar lembaga tinggi dalam

parlemen. Selama ini DPD dalam menjalankan wewenangnya hanya bisa dilaksanakan

melalui DPR sehingga DPD akan terus bergantung kepada DPR dalam bekerja. Padahal,

kondisi demikian menyebabkan DPD memiliki ruang gerak yang terbatas baik oleh konstitusi

maupun sikap politik DPR.

Dengan demikian jelaslah bahwa pada hakikatnya DPD sebagai badan legislatif

sangatlah terbatas. Selain itu, kedudukan DPD dalam bidang legislatif juga lemah

dikarenakan DPD bukan badan legislatif penuh. DPD hanya berwenang mengajukan dan

membahas rancangan undang-undang dibidang tertentu saja yang disebut secara enumeratif

dalam UUD.

Terhadap hal-hal lain pembentukan undang-undang hanya ada pada DPR dan

Pemerintah. Meskipun bukan lembaga legislatif penuh seharusnya DPR juga memperhatikan

dan membahas RUU yang disampaikan oleh DPD dan mengikutsertakan DPD dalam

pembahasan RUU yang berkaitan dengan bidang-bidang yang disebutkan dalam UUD 1945.

Mengingat, DPD dipilih secara langsung dalam pemilu seperti halnya DPR. Seharusnya

mempunyai kewenangan yang sama pula dengan DPR khususnya dalam bidang legislasi.

Meskipun, secara normatif posisi DPD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia cukup

kuat, namun posisinya dalam bidang legislasi sangatlah lemah. Padahal dari aspek

Page 6: zarun 11

kewakilannya terhadap rakyat, posisi DPD sangatlah kuat karena dipilih langsung oleh

rakyat, sehingga sangat logis bila perannya dalam pembentukan suatu UU disejajarkan

dengan DPR.

Keberadaan DPD telah membangkitkan harapan masyarakat di daerah bahwa

kepentingan daerah dan masalah-masalah yang dihadapi daerah dapat diangkat dan

diperjuangkan di tingkat nasional. Bahwa kebijakan-kebijakan publik baik di tingkat nasional

maupun daerah tidak merugikan dan bahkan berpihak kepada kepentingan daerah dan

kepentingan rakyat di seluruh tanah air. Bahwa DPD akan menjamin kepentingan daerah

sebagai bagian yang serasi dari kepentingan nasionial, dan kepentingan nasional secara serasi

merangkum kepentingan daerah. Bahwa kepentingan daerah dan kepentingan nasional tidak

bertentangan dan tidak perlu dipertentangkan.

  BAB III

KESIMPULAN

Reformasi menjadi salah satu wujud perkembangan Indonesia sebagai suatu bangsa yang

menjadi pertanda penyesuaian struktur-struktur berbangsa dan bernegara dengan perubahan

zaman dan tuntutan-tuntutan yang berkembang dalam masyarakat. Masa transisi Indonesia

menuju demokrasi merupakan salah satu tahapan yang menjadi fase penting perkembangan

Indonesia. Konfigurasi DPD yang demikian merupakan sesuatu yang kurang tepat, bahkan

dalam penilaian banyak pakar hukum tata negara, merupakan hal ganjil jika ditinjau dari

konsep dua kamar lembaga perwakilan. Harus diakui konsep sistem bikameral dalam

konstitusi kita tidak mengacu kepada sistem bikameral mana pun juga, sehingga disebut khas

Indonesia. Jika dibandingkan dengan sistem bikameral di negara lain.

  DAFTAR PUSTAKA

Huda, Ni’matul. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

 Manan, Bagir. 2005. DPR, DPD dan MPR dalam UUD 1945 Baru. Yogyakarta: FH-UII Press, Cetakan Ketiga.

 Peraturan Perundang-undangan:

 Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat 2002.

Page 7: zarun 11

 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.