word cbd epistaksis tatia

36
BAB I PENDAHULUAN Epistaksis merupakan masalah yang sangat lazim, sehingga tiap dokter harus siap menangani kasus tersebut. Kunci menuju pengobatan yang tepat adalah aplikasi tekanan pada pembuluh yang berdarah. Epistaksis merupakan perdarahan hidung, bukanlah merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan. Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Sumber perdarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung. Epistaksis banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak-anak maupun pada usia lanjut. Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung ataupun juga dapat disebabkan oleh kelainan sistemik. Penyebab tersebut diantaranya trauma, infeksi, neoplasma, kelainan kongenital, penyakit kardiovaskular, kelainan darah, infeksi sistemik, gangguan endokrin, perubahan tekanan atmosfer. Epistaksis anterior berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior. Perdarahan biasanya ringan, mudah diatasi dan dapat berhenti 1

Upload: anna-andany-lestari

Post on 17-Feb-2016

25 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

presentasi kasus epistaksis

TRANSCRIPT

Page 1: Word Cbd Epistaksis Tatia

BAB I

PENDAHULUAN

Epistaksis merupakan masalah yang sangat lazim, sehingga tiap dokter

harus siap menangani kasus tersebut. Kunci menuju pengobatan yang tepat adalah

aplikasi tekanan pada pembuluh yang berdarah.

Epistaksis merupakan perdarahan hidung, bukanlah merupakan suatu

penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan. Perdarahan bisa ringan

sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Sumber

perdarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung.

Epistaksis banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak-anak maupun pada usia

lanjut.

Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya,

kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh

kelainan lokal pada hidung ataupun juga dapat disebabkan oleh kelainan sistemik.

Penyebab tersebut diantaranya trauma, infeksi, neoplasma, kelainan kongenital,

penyakit kardiovaskular, kelainan darah, infeksi sistemik, gangguan endokrin,

perubahan tekanan atmosfer.

Epistaksis anterior berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis

anterior. Perdarahan biasanya ringan, mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.

Sedangkan epistaksis posterior umumnya berat sehingga sumber perdarahan

seringkali sulit dicari. Umumnya berasal dari a.sfenopalatina dan a.etmoidalis

posterior.

1

Page 2: Word Cbd Epistaksis Tatia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung

Hidung terdiri dari hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar berbentuk

piramid, bagiannya (dari atas ke bawah) yaitu pangkal hidung (bridge), dorsum

nasi, puncak hidung, ala nasi, kolumela, lubang hidung (nares anterior).

Sedangkan bagian hidung dalam terdiri dari vestibulum dan cavum nasi. Tiap

kavum nasi memiliki 4 buah dinding yaitu :

- medial adalah septum nasi yang dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yaitu

lamina prependikularis, vomer, krista nasalis os maksilla, krista nasalis os

palatina, kartilago septum, dan kolumela

- lateral adalah konka yang terdiri dari konka inferior, media, dan superior.

Diantara konka tersebut dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit

yang disebut meatus.

1. Concha nasalis superior

... Meatus nasi superior...

2. Concha nasalis media

... Meatus nasi medius...

3. Concha nasalis inferior

... Meatus nasi inferior...

Dasar cavum nasi

Pada meatus medius terdapat muara sinus frontalis, maksila, dan etmoid

anterior. Pada meatus superior terdapat muara sinus etmoid posterior dan

sfenoid.

- inferior adalah os maksilla & os palatum

- superior adalah lamina kribiformis

Vaskularisasi

Bagian bawah hidung mendapat perdarahan dari cabang a.maksilaris

interna, di antaranya adalah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang

keluar dari foramen sfenopalatina lalu memasuki rongga hidung di belakang

2

Page 3: Word Cbd Epistaksis Tatia

ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari

cabang-cabang a.fasialis.

Bagian atas rongga hidung mendapat vaskularisasi dari a.etmoid aanterior

dan posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna.

Bagian depan septum, terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina,

a.etmoid anterior, a.labialis superior, a.palatina mayor (Pleksus Kiesselbach) .

Vena-vena di hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan

berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum & struktur luar hidung

bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus.

Inervasi

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari

nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang

berasal dari nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari

cabang oftalmikus dan cabang maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama

nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus memberikan cabang nervus nasosiliaris

yang kemudian bercabang lagi menjadi nervus etmoidalis anterior dan etmoidalis

posterior dan nervus infratroklearis. Nervus etmoidalis anterior berjalan melewati

lamina kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama arteri etmoidalis

anterior melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi

cabang nasalis internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar

3

Page 4: Word Cbd Epistaksis Tatia

mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion

sfenopalatinum

Ganglion sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga

memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion

ini menerima serabut serabut sensorid dari nervus maksila.Serabut parasimpatis

dari nervus petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan

sedikit diatas ujung posterior konkha media. Nervus Olfaktorius turun melalui

lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir

pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas

hidung.

Fisiologi

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi

hidung dan sinus paranasal adalah :

1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara, penyaring udara,

humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme

imunologik lokal

2. Fungsi penghidu karema terdapatnya mukosa olfaktorus dan reservoir udara

untuk menampung stimulus penghidu

3. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses biacara

dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang

4. Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi

terhadap trauma dan pelindung panas

5. Refleks nasal.

III.2. Epistaksis

III.2.1.Definisi

Merupakan perdarahan hidung, bukanlah merupakan suatu penyakit,

melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan. Perdarahan bisa ringan sampai

serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Sumber perdarahan

biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung.

4

Page 5: Word Cbd Epistaksis Tatia

1. Epistaksis ringan biasanya berasal dari bagian anterior hidung, umumnya

mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.

2. Epistaksis berat berasal dari bagian posterior hidung yang dapat

menimbulkan syok dan anemia serta dapat menyebabkan terjadinya

iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard yang kalau tidak

cepat ditolong dapat berakhir dengan kematian. Pemberian infus dan

transfusi darah serta pemasangan tampon atau tindakan lainnya harus cepat

dilakukan. Disamping itu epistaksis juga dapat merupakan tanda adanya

pertumbuhan suatu tumor baik ganas maupun jinak. Ini juga memerlukan

penatalaksanaan yang rinci dan terarah untuk menegakkan diagnosis dan

menentukan modalitas pengobatan yang terbaik.

III.2.2.Etiologi

Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya,

kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh

kelainan lokal pada hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya

trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh darah, infeksi lokal, benda asing,

tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan sistemik seperti penyakit

kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir,

kelainan hormonal dan kelainan kongenital.

Trauma

Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung,

benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau akibat trauma

yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu-lintas. Selain itu

juga bias terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma pembedahan.

Epistaksis sering juga terjadi karena adanya septum yang tajam.

Perdarahan dapat terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang

berhadapan bila konka itu sedang mengalami pembengkakan.

5

Page 6: Word Cbd Epistaksis Tatia

Kelainan pembuluh darah (lokal)

Sering kongenital. Pembuluh darah lebih lebar, tipis, jaringan ikat dan sel-

selnya lebih sedikit.

Infeksi lokal

Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti

rhinitis atau sinusitis. Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rinitis jamur,

tuberculosis, lupus, sifilis, atau lepra.

Tumor

Epistaksis dapat timbul pada hemangioma dan karsinoma. Yang lebih

sering terjadi pada angiofibroma, dapat menyebabkan epistaksis berat.

Penyakit kardiovaskuler

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi pada

arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis atau diabetes mellitus dapat

menyebabkan epistaksis. Epistaksis yang terjadi pada penyakit hipertensi sering

kali hebat dan dapat berakibat fatal.

Kelainan darah

Kelainan darah penyebab epistaksis anatara lain leukemia,

trombositopenia, bermacam-macam anemia serta hemofilia.

Kelainan Kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis adalah

teleangiektasis hemoragik herediter (hereditary hemorrhagic teleangiectasis Osler-

Rendu-Weber disease), juga sering terjadi pada Von Willenbrand disease.

Infeksi sistemik

Yang sering menyebabkan epistaksis adalah demam berdarah (dengue

hemorrhagic fever). Demam tifoid, influenza dan morbilli juga dapat disertai

epistaksis.

6

Page 7: Word Cbd Epistaksis Tatia

Perubahan udara dan tekanan atmosfir

Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang berada di tempat yang

cuacanya sangat dingin atau kering. Hal serupa juga bisa disebabkan adanya zat-

zat kimia di tempat industry yang menyebabkan keringnya mukosa hidung

Gangguan hormonal

Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause karena

pengaruh perubahan hormonal.

Beberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan

sistemik.

Etiologi lokal

Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek

hidung, fraktur hidung atau trauma maksilofasia lainnya.

Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas.

Tersering adalah tumor pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri

perdarahan yang hebat dan karsinoma nasofaring dengan ciri perdarahan

berulang ringan bercampur lendir atau ingus.

Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan

berulang pada anak dan remaja. Ketiga diatas ini merupakan penyebab

lokal tersering.

Eiologi lainnya yaitu :

iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada

mukosa hidung;

Keadaan lingkungan yang sangat dingin

Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba

tiba

Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama

Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai

Ingus berbau busuk.

7

Page 8: Word Cbd Epistaksis Tatia

Etiologi sistemik

Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis.

Hipertensi yang disertai atau tanpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab

epistaksis tersering pada usia 60-70 lahun.

Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.

Infeksi, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili,

demam tifoid dll.

Termasuk etiologi sistemik lain

Lebih jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya

pada kehamilan, menarke dan menopause

kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic Telangieclasis atau

penyakit Rendj-Osler-Weber;

Peninggian tekanan vena seperti pada emfisema, bronkitis, pertusis,

pneumonia, tumor leher dan penyakit jantung

pada pasien dengan pengobatan antikoagulansia.

III.2.3.Epidemiologi

Epistaksis jarang ditemukan pada bayi, sering pada anak, agak jarang pada

orang dewasa muda, dan lebih banyak lagi pada orang dewasa tua. Epistaksis atau

perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi umum. Puncak kejadian

dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada usia <10 tahun

dan >50 tahun. Epistaksis anterior lebih sering terjadi pada anak- anak dan dewasa

muda, sedangkan epistaksis posterior lebih sering terjadi pada usia lebih tua,

terutama pada laki- laki berusia ≥ 50 tahun dengan penyakit hipertensi dan

arteriosklerosis. Pasien yang menderita alergi, inflamasi hidung dan penyakit

hidung lebih rentan terhadap terjadinya epistaksis, karena mukosanya lebih kering

dan hiperemis yang disebabkan oleh reaksi inflamasi.

Kira- kira 10% dari penduduk dunia mempunyai riwayat hidung berdarah

beberapa kali dalam hidupnya. Sekitar 30% anak- anak umut 0-5 tahun, 56%

umur 6-10 tahun dan 64% berumur 11- 15 tahun mengalami satu kali epistaksis.

Sebagai tambahan, 56% orang dewasa dnegan perdarahan hidung berulang pernah

mengalami kejadian serupa pada saat kecil.

8

Page 9: Word Cbd Epistaksis Tatia

III.2.4.Sumber perdarahan

Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga

hidung.

Epistaksis anterior

Berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior. Perdarahan

biasanya ringan, mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.

Pada saat pemeriksaan dengan lampu kepala, periksalah pleksus

Kiesselbach yang berada di septum bagian anterior yang merupakan area

terpenting pada epistaksis. la merupakan anastomosis cabang a.etmoidalis

anterior, a.sfenopaltina, a. palatina asendens dan a.labialis superior.

Terutama pada anak pleksus ini di dalam mukosa terletak lebih superfisial,

mudah pecan dan menjadi penyebab hampir semua epistaksis pada anak.

Epistaksis posterior

umumnya berat sehingga sumber perdarahan seringkali sulit dicari.

Umumnya berasal dari a.sfenopalatina dan a.etmoidalis posterior. Sebagian besar

darah mengalir ke rongga mulut dan memerlukan pemasangan tampon posterior

untuk mengatasi perdarahan. Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan

hipertensi.

9

Page 10: Word Cbd Epistaksis Tatia

III.2.5.Patofisiologi

Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris interna

yaitu arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung

mendapat perdarahan dari arteri fasialis. Bagian depan septum terdapat

anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid

anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai

pleksus kiesselbach (little’s area).

Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar

melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang

masuk ke tenggorokan.

Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior

(belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung

dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior

umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.

Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa

perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan

gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia

dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga

perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.

Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah

dan lanjut,terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media

menjadi jaringan kolagen. Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis interstitial

sampai perubahan yang komplet menjadi jaringan parut. Perubahan tersebut

memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh darah karena hilangnya otot tunika

media sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak dan lama.

Pada orang yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi perdarahan setelah

terjadinya epistaksis memperlihatkan area yang tipis dan lemah. Kelemahan

dinding pembuluh darah ini disebabkan oleh iskemia lokal atau trauma.

Hipertensi dapat membuat kerusakan yang berat pada pembuluh darah di

hidung (terjadi proses degenerasi perubahan jaringan fibrous di tunika media)

yang dalam jangka waktu yang lama merupakan faktor risiko terjadinya epistaksis

10

Page 11: Word Cbd Epistaksis Tatia

III.2.6.Diagnosis

Penegakkan diagnosis epistaksis memerlukan ketelitian dalam melakukan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan jika diperlukan

bersamaan dengan persiapan untuk menghentikan epistaksis. Setelah perdarahan

berhenti, lakukan evaluasi untuk menentukan penyebab.

Dari anamnesis yang dapat digali adalah :

1. Riwayat perdarahan sebelumnya

2. Lokasi perdarahan

3. Apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorokan (ke posterior)

ataukah keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak?

4. Lama perdarahan dan frekuensinya

5. Kecenderungan perdarahan

6. Hipertensi

7. Diabetes mellitus

8. Penyakit hati

9. Penggunaan antikoagulan

10. Trauma hidung yang belum lama

11. Obat-obatan, seperti aspirin, fenibutazon

Pada pemeriksaan fisik diawali dengan kesadaran, tanda vital,

pemeriksaan kepala sampai ekstremitas. Pada epistaksis anterior, keadaan umum

pasien baik, tidak ada gangguan tanda vital, dan tidak ditemukannya tanda

hipoperfusi. Sedangkan pada epistaksis posterior, pemeriksaan fisik sangat

bergantung dengan jumlah dan waktu perdarahan. Kesadaran pasien dapat

menurun, dapat terjadi gangguan tanda vital hingga menunjukkan tanda syok

seperti nadi lemah, hipotensi, takipnea, akral dingin.

Epistaksis posterior dicurigai bila (1) sebagian besar perdarahan terjadi ke

dalam faring, (2) suatu tampon anterior gagal mengontrol perdarahan, atau (3)

nyata dari pemeriksaan hidung bahwa perdarahan terletak posterior dan superior.

11

Page 12: Word Cbd Epistaksis Tatia

Pemeriksaan yang diperlukan berupa :

1. Rinoskopi anterior

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.

Vestibulum,mukosa hidung dan septum nasi, dindng lateral hidung dan

konkha inferior harus diperiksa dengan cermat

2. Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien

dengan epistaksis dan secret hidung kronik untuk menyingkirkan

neoplasma

3. Pengukuran tekanan darah

Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi,

karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering

berulang

4. Rontgen sinus

Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi

5. Skrinning terhadap koagulopati

Tes-tes yang tepat termasuk waktu protombin serum,waktu tromboplastin

parsial, jumlah platlet dan waktu perdarahan

III.2.6.Penatalaksanaan

Terdapat 3 prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu

menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi, dan mencegah berulang nya

epistaksis.

Bila pasien datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan umumnya, nadi,

pernapasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan, atasi terlebih dahulu

misalnya dengan memasang infus. Jalan napas dapat tersumbat oleh darah atau

bekuan darah, perlu dibersihkan atau dihisap. Untuk dapat menghentikan

perdarahan perlu dicari sumbernya, setidaknya dilihat apakah perdarahan dari

anterior atau posterior.

Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah

mengalir keluar dari hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau keadaannya lemah

sebaiknya setengah duduk atau berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus

12

Page 13: Word Cbd Epistaksis Tatia

diperhatikan jangan sampai darah masuk ke saluran napas bagian bawah. Pasien

anak duduk dipangku, badan dan tangan dipeluk, kepala dipegangi agar tegak dan

tidak bergerak-gerak.

Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari darah dan

bekuan darah dengan bantuan alat penghisap. Kemudian dipasang tampon

sementara yaitu kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/5000 – 1/10.000

dan pantocain atau lidocain 2% dimasukan ke dalam rongga hidung untuk

menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri pada saat dilakukan tindakan

selanjutnya. Tampon itu dibiarkan selama 10-15 menit. Setelah terjadi

vasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari bagian

anterior atau posterior hidung.

a) Perdarahan Anterior

Perdarahan seringkali berasal dari pleksus Kisselbach di septum bagian

depan. Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior, terutama

pada anak, dapat dicoba dihentikan dengan menekan hidung luar selama 10-15

menit, seringkali berhasil. Pasien dengan perdarahan aktif lewat bagian depan

hidung harus duduk tegak, menggunakan apron plastic serta memegang suatu

wadah berbentuk ginjal untuk melindungi pakaiannya. Gulungan kapas yang telah

dibasahi larutan kokain 4% dimasukkan dengan hati-hati ke dalam hidung sambil

mengaaspirasi darah yang berlebihan.

Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik

dengan larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi

krim antibiotik.

Bila dengan cara ini perdarahan masih berlangsung, maka perlu dilakukan

pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi

pelumas vaselin atau salep antibiotik. Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah,

13

Page 14: Word Cbd Epistaksis Tatia

disusun dengan teratur dari dasar hingga atap hidung dan meluas hingga ke

seluruh panjang rongga hidung, serta harus dapat menekan asal perdarahan.

Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus dikeluarkan untuk mencegah

infeksi hidung. Selama 2 hari ini dilaukan pemeriksaan penunjang untuk mencari

faktor penyebab epistaksis. Bila perdarahan belum berhenti dipasang tampon baru.

Bila hanya memerlukan tampon anterior tanpa adanya gangguan medis

primer, pasien dapat diperlakukan ssebagai pasien rawat jalan dan diberitahu

untuk duduk tegak dengan tenang sepanjang hari, serta kepala ditinggikan pada

malam hari. Pasien tua dengan kemunduran fisik harus dirawat di rumah sakit.

b) Perdarahan Posterior

Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab perdarahan hebat

dan sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan rinoskopi anterior. Penanganan

epistaksis posterior antara lain adalah tampon hidung posterior Tampon Hidung

Posterior

Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon

posterior (tampon Bellocq). Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus

atau bulat dengan diameter 3 cm. Pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah di

satu sisi dan sebuah di sisi berlawanan.

14

Page 15: Word Cbd Epistaksis Tatia

Untuk memasang tampon posterior pada perdarahan satu sisi, digunakan

bantuan kateter karet yang dimasukan dari lubang hidung sampai tampak di

orofaring, lalu ditarik keluar dari mulut. Pada ujung kateter ini diikatkan 2 benang

tampon Bellocq tadi, kemudian kateter ditarik kembali melalui hidung sampai

benang keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu didorong dengan bantuan jari

telunjuk untuk dapat melewati palatum mole masuk ke nasofaring. Bila masih ada

perdarahan, maka dapat ditambah tampon anterior ke dalam kavum nasi. Kedua

benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungan kain kasa di depan

nares anterior, supaya tampon yang terletak di nasofaring tetap ditempatnya.

Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada pipi pasien.

Gunanya ialah untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Hati-

hati mencabut tampon karena dapat menyebabkan laserasi mukosa.

Tamponade dengan berbagai balon hidung komersial yang dimasukkan

lewat depan dan kemudian ditiup, dapat pula dilakukan. Beberapa pabrik

membuat balon dengan dua ruang terpisah, yang satu berfungsi sebagai tampon

anterior, dan yang satunya sebagai tampon posterior. Suatu kateter Folay no.14

biasa dengan suatu kantung 15cc juga dapat dimasukan tranasal, dikembangkan

dan ditarik rapat pada koana posterior. Posisi kateter dapat dipertahankan dengan

suatu klem umbilicus. Yang paling sering dilakukan adalah memasukan suatu

kateter melalui hidung, ditangkap pada faring dan kemudian dikeluarkan lewat

mulut. Dua benang yang melekat pada tampon diikatkan pada kateter yang

menjulur dari mulut. Tali ketiga yang melekat pada tampon dibiarkan

15

Page 16: Word Cbd Epistaksis Tatia

menggantung dalam faring sebagai tali penarik. Kateter kemudian ditarik keluar

melalui hidung depan untuk menempatkan tampon pada koana. Jika perlu, tampon

dapat dibantu penempatannya dengan jari dokter hingga berada diatas palatum

mole. Posisi tampon harus cukup kuat dan tidak boleh menekan palatum mole.

Sementara tegangan dipertahankan melalui kedua tali yang keluar dari hidung

depan, dokter harus menempatkan tampon anterior diantara kedua tali dan kedua

tali diikatkan simpul pada gulungan kasa kecil. Kedua tali harus dikeluarkan lewat

lubang hidung yang sama dan tidak diikatkan pada kolumela, hal ini dapat

menimbulkan nekrosis jaringan lunak. Pasien yang memasang tampon harus

dirawat dirumah sakit.

Bila perdarahan berat dari kedua sisi, misalnya pada kasus angiofibroma,

digunakan bantuan dua kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri,

dan tampon posterior terpasang di tengah-tengah nasofaring. Sebagai pengganti

tampon Bellocq, dapat digunakan kateter Folley dengan balon. Akhir-akhir ini

juga banyak tersedia tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus untuk

hidung atau tampon dari bahan gel hemostatik. Dengan semakin meningkatnya

pemakaian endoskop, akhir-akhir ini juga dikembangkan teknik kauterisasi atau

ligasi a. sfenopalatina dengan panduan endoskop.

Ligasi Pembuluh Spesifik

Bila tampon posterior dan anterior gagal mengendalikan epistaksis, maka

perlu dilakukan ligase arteri spesifik. Arteri tersebut antara lain arteri karotis

eksterna, arteri maksilaris interna dengan cabang terminusnya, arteri sfenopalatina

dan arteri etmoidalis posterior anterior.

16

Page 17: Word Cbd Epistaksis Tatia

III.2.7.Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau

sebagai akibat dari usaha penanggulangan epistaksis.

Akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah ke dalam saluran

napas bagian bawah, nekrosis septum, aspirasim sinusitis, eksaserbasi dari sleep

obstructive apnea, hipoksia, syok, anemia, hipotensi, iskemia serebri, insufisiensi

koroner, sampai infark miokard dan hingga kematian. Dalam hal ini pemberian

infus atau transfusi darah harus dilakukan secepatnya.

Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi, sehingga perlu

diberikan antibiotik.

Pemasangan tampon dapat menyebabkan rino-sinusitis, otitis media,

septikemia atau toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan

antibiotik pada setiap pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon

harus dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut dipasang tampon baru. Selain itu

dapat terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba

Eustachius, dan air mata berdarah (bloody tears), akibat mengalirnya darah secara

retrograd melalui duktus nasolakrimalis. Pemasangan tampon posterior (tampon

Belloq) dapat menyebabkan laserasi palatum mole atau sudut bibir, jika benang

yang keluar dari mulut terlalu ketat dilekatkan pada pipi. Kateter balon atau

tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena dapat menyebabkan

nekrosis mukosa hidung dan septum.

17

Page 18: Word Cbd Epistaksis Tatia

BAB III

STATUS PASIEN

II.1. IDENTITAS PASIEN

• Nama : An.C

• Usia : 11 tahun

• Jenis Kelamin : Perempuan

• Alamat : Mertoyudan

• Pekerjaan : Pelajar

• Agama : Islam

• Status : Belum Menikah

II.2. ANAMNESIS

• Keluhan Utama : mimisan

• Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli RST dr.Soedjono pada hari tanggal 25 Maret 2014 .

Pasien mengeluh mimisan yang keluar dari kedua lubang hidung sejak satu

hari yang lalu. Untuk mengelap darahnya kurang lebih 10 lembar tisu.

perdarahan tidak berlangsung terus menerus dan berhenti sendirinya

dengan memencet hidung. Pasien tidak merasa darah tertelan ke

tenggorokan.

Pasien memiliki kebiasaan mengorek – ngorek hidung . Pasien

menyangkal mengeluarkan ingus dengan keras sebelum keluhan tersebut

muncul ataupun kemasukan benda asing ke dalam hidung. Pasien juga

tidak mengeluhkan adanya nyeri, demam, batuk , pilek, hidung sering

tersumbat sebelum keluhan tersebut muncul. Riwayat perdarahan pada

gusi atau perdarahan pada bagian tubuh lainnya disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya belum pernah seperti ini,

penyakit kelainan darah (-), riwayat trauma pada wajah/hidung (-),

alergi (-)

18

Page 19: Word Cbd Epistaksis Tatia

Riwayat Pengobatan

Tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan antikoagulan seperti aspirin, dan

belum pernah diobati

Riwayat Penyakit Keluarga:

Dikeluarga tidak ada yang seperti ini

Alergi (-)

Riwayat Sosial Ekonomi

Kesan ekonomi cukup

II.3. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalisata

Keadaan umum : baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital :

TD : 110/70 mmHg

N : 80 x/min

S : 36.5oC

RR : 22 x/min

Status gizi : Cukup

Status lokalis (THT)

Kepala & leher :

• Kepala : mesocephal

• Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

• Wajah : simetris

• Leher : pembesaran kelenjar limfe (-)

Gigi dan mulut

Gigi geligi : normal

Lidah : normal, kotor (-), tremor (-)

Pipi: edema (-), nyeri (-)

19

Page 20: Word Cbd Epistaksis Tatia

TELINGA

Bagian Auricula Dextra Sinistra

Auricula

Bentuk normal,

nyeri tarik (-)

nyeri tragus (-)

Bentuk normal

nyeri tarik (-)

nyeri tragus (-)

Pre auricular

Bengkak (-)

nyeri tekan (-)

fistula (-)

Bengkak (-)

nyeri tekan (-)

fistula (-)

Retro auricularBengkak (-)

Nyeri tekan (-)

Bengkak (-)

Nyeri tekan (-)

MastoidBengkak (-)

Nyeri tekan (-)

Bengkak (-),

Nyeri tekan (-)

CAE

Serumen (+)

hiperemis (-)

Sekret (-)

Serumen (+)

hiperemis (-)

Sekret (-)

Membran

timpani

Intak

putih mengkilat

refleks cahaya (+)

Intak

putih mengkilat

refleks cahaya (+)

HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Luar: Kanan Kiri

Bentuk Normal Normal

Sinus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

Inflamasi/tumor (-) (-)

Rhinoskopi Anterior Kanan Kiri

Sekret (-) (-)

Mukosa hiperemis (+)

edema (-)

basah (-)

hiperemis (+)

edema (-)

basah (-)

20

Page 21: Word Cbd Epistaksis Tatia

pucat (-) pucat (-)

Konka Media hipertrofi (-)

hiperemis (-)

hipertrofi (-)

hiperemis (-)

Konka Inferior hipertrofi (-)

hiperemis (-)

hipertrofi (-)

hiperemis (-)

Tumor (-) (-)

Septum Deviasi (-)

darah (-) (-)

Bekuan darah (+) (-)

Massa (-) (-)

TENGGOROKAN

Lidah Ulcus (-) Stomatitis (-)

Uvula Bentuk normal, di tengah, hiperemis (-)

Tonsil Dextra Sinistra

Ukuran T1 T1

Permukaan Rata Rata

Warna Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Kripte Melebar (-) Melebar (-)

Detritus (-) (-)

Faring Mukosa hiperemis (-), dinding rata, granular (-)

II.4. RINGKASAN

o Anamnesis

o Anamnesis

o Epistaksis (+), pada kedua lubang hidung, dapat berhenti sendiri

dengan melakukan tekanan pada hidung

o Riwayat mengorek-ngorek lubang hidung

o Seperti ini baru pertama kali

o Trauma hidung (-)

o Penyakit kelainan darah (-)

21

Page 22: Word Cbd Epistaksis Tatia

o Riw konsumsi obat-obatan seperti aspirin (-)

o Pemeriksaan Fisik

o Pada pemeriksaan hidung ditemukan darah dan bekuan darah di

cavum nasi di daerah pleksus kiesselbach

o Pemeriksaan Fisik

o Rhinoskopi anterior :

o Mukosa hiperemis, ditemukan bekuan darah

II.5. USULAN PEMERIKSAAN

Darah Lengkap

CT/BT

II.6. DIAGNOSIS BANDING

Epistaksis anterior

Epistaksis posterior

II.7. DIAGNOSIS SEMENTARA

Epistaksis Anterior

II.8. USULAN TERAPI:

Nonmedikamentosa

o Penekanan pada hidung selama 10-15 menit

o Membuang gumpalan darah dari hidung lalu tentukan lokasi

perdarahannya.

Medikamentosa

o Salep antibiotik : mopirocin 2% (0,5 g pada setiap lubang hidung

selama 5 hari)

II.9. EDUKASI

Segera hubungi dokter apabila terjadi mimisan kembali

22

Page 23: Word Cbd Epistaksis Tatia

II.10. PROGNOSA:

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionales : dubia ad bonam

23

Page 24: Word Cbd Epistaksis Tatia

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang ke poli RST dr.Soedjono pada hari tanggal 25 Maret 2014 .

Pasien mengeluh mimisan yang keluar dari kedua lubang hidung sejak satu hari

yang lalu. Untuk mengelap darahnya kurang lebih 10 lembar tisu. perdarahan

tidak berlangsung terus menerus dan berhenti sendirinya dengan memencet

hidung. Pasien tidak merasa darah tertelan ke tenggorokan. Pasien memiliki

kebiasaan mengorek – ngorek hidung . Pasien menyangkal mengeluarkan ingus

dengan keras sebelum keluhan tersebut muncul ataupun kemasukan benda asing

ke dalam hidung. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya nyeri, demam, batuk ,

pilek, hidung sering tersumbat sebelum keluhan tersebut muncul. Riwayat

perdarahan pada gusi atau perdarahan pada bagian tubuh lainnya disangkal oleh

pasien.

Sebelumnya belum pernah seperti ini Hipertensi (+)penyakit kelainan

darah (-), riwayat trauma pada wajah/hidung (-), alergi (-). Tidak sedang

mengkonsumsi obat-obatan antikoagulan seperti aspirin, dan belum pernah diobati

Dikeluarga tidak ada yang seperti ini, Alergi (-)

Pemeriksaan hidung ditemukan mukosa hidung hiperemis dan adanya

bekuan darah.

Maka dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dapat diambil

diagnosis sementara yaitu epistaksis anterior.

Mekanisme epistaksis dari pasien adalah :

Riwayat kebiasaan mengorek lubang hidung

Pleksus kiesselbach pada anak letaknya lebih superfisial , anterior dan mempunyai

struktur yang lebih tipis

P. darah mudah pecah

Epistaksis

24

Page 25: Word Cbd Epistaksis Tatia

DAFTAR PUSTAKA

Efiaty A.S. dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Ed 6. Jakarta. 2007

Higler, B.A. Buku Ajar Penyakit THT Boies Ed.6. Jakarta

Moore,K.L.dkk. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta.2000

FKUI. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. FKUI. Jakarta.2007

ISO Indonesia Volume 43. Jakarta. 2008

25