wisanggeni membunuh batara kala

7
nda / Fiksiana Seri Wayang II - Wisanggeni (Membunuh Batara Kala...) ...Ayah Bunda tercinta satu yang tersisa mengapa kau tiupkan nafasku ke dunia hidup tak ku sesali mungkin ku tangisi ku ingin rasakan cinta; "semakin jauh ku melangkah, semakin perih jejak langkahku hariku pun semakin sombong, meski hidup terus berjalan" terus berjalan... * * * Sumber: Batara Kala 2 Batara Kala, segera bangkit dan menyeringai kepada Wisanggeni. Dengan tertatih-tatih kemudian ia mendekati Wisanggeni sembari tersenyum sinis. "Oh ini toh, yang telah membikin goro-goro di Jonggringsalaka? Pantas dari tadi hawa aneh yang bau terpancar dari tubuhmu yang kecil dan dekil". Ejek Batara Kala. Sementara Wisanggeni hanya diam tak bergeming, saat diejek. Ia hanya mendongakkan kepala sambil memandang jauh keatas langit. Seolah-olah tidak mendengar perkataan Batara Kala. Batara Guru langsung menengahi, "sudahlah Kala, jangan Engkau berbuat onar lagi. Disini sedang ada pertemuan antara Aku dan Wisanggeni, anak dari Penengah Pandawa. Lebih baik engkau kembali saja ke kediamanmu di Gondomayit sana..." "Aku menolak, aku ingin tetap berada disini untuk memastikan apakah anak yang masih bau kencur ini bisa membuat onar di Khayangan sini" sahut Batara Kala enteng. "Batara Kala, aku perintahkan kau untuk kembali ke kediamanmu sekarang. Titik" bentak Batara Guru. "ha ha ha, wahai Ayahanda tercinta, janganlah mencoba untuk menakutiku. Aku bebas untuk bertemu dengan siapa saja dan tidak ada yang bisa melarangnya. Termasuk Engkau, Ayahanda tercinta, Ibuku, serta saudaraku yang paling "sakti mandraguna", Indra. Jadi, aku merdeka". "Terserah kau sajalah, yang terpenting sekarang ini jangan kau memancing di air keruh" gumam Batara

Upload: sony-vivace

Post on 25-Sep-2015

69 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

cerita rakyat

TRANSCRIPT

  • nda / Fiksiana

    Seri Wayang II - Wisanggeni (Membunuh Batara

    Kala...)

    ...Ayah Bunda tercinta satu yang tersisa

    mengapa kau tiupkan nafasku ke dunia

    hidup tak ku sesali mungkin ku tangisi

    ku ingin rasakan cinta;

    "semakin jauh ku melangkah, semakin perih jejak

    langkahku

    hariku pun semakin sombong, meski hidup terus

    berjalan"

    terus berjalan...

    * * *

    Sumber: Batara Kala 2

    Batara Kala, segera bangkit dan menyeringai kepada

    Wisanggeni. Dengan tertatih-tatih kemudian ia

    mendekati Wisanggeni sembari tersenyum sinis.

    "Oh ini toh, yang telah membikin goro-goro di

    Jonggringsalaka? Pantas dari tadi hawa aneh yang bau

    terpancar dari tubuhmu yang kecil dan dekil". Ejek

    Batara Kala.

    Sementara Wisanggeni hanya diam tak bergeming, saat

    diejek. Ia hanya mendongakkan kepala sambil

    memandang jauh keatas langit. Seolah-olah tidak

    mendengar perkataan Batara Kala.

    Batara Guru langsung menengahi, "sudahlah Kala,

    jangan Engkau berbuat onar lagi. Disini sedang ada

    pertemuan antara Aku dan Wisanggeni, anak dari

    Penengah Pandawa. Lebih baik engkau kembali saja ke

    kediamanmu di Gondomayit sana..."

    "Aku menolak, aku ingin tetap berada disini untuk

    memastikan apakah anak yang masih bau kencur ini

    bisa membuat onar di Khayangan sini" sahut Batara

    Kala enteng.

    "Batara Kala, aku perintahkan kau untuk kembali ke

    kediamanmu sekarang. Titik" bentak Batara Guru.

    "ha ha ha, wahai Ayahanda tercinta, janganlah mencoba

    untuk menakutiku. Aku bebas untuk bertemu dengan

    siapa saja dan tidak ada yang bisa melarangnya.

    Termasuk Engkau, Ayahanda tercinta, Ibuku, serta

    saudaraku yang paling "sakti mandraguna", Indra. Jadi,

    aku merdeka".

    "Terserah kau sajalah, yang terpenting sekarang ini

    jangan kau memancing di air keruh" gumam Batara

  • Guru sembari menghela nafas.

    "Lagipula, jangankan satu orang Wisanggeni yang hanya

    keturunan dari Pandawa. Bahkan Pandawa Lima saja,

    dapat aku kalahkan dengan mudah. Dan kalau saja

    tidak ada si Tukang Usil Kresna, mereka sudah kulumat

    hidup-hidup. Jadi apalagi yang kutakutkan?"

    Wisanggeni hanya tersenyum tatkala Batara Kala, bicara

    dengan Batara Guru. Dan ia kemudian buka suara,

    "Wahai Batara Kala, dari tadi kau selalu menyebut

    tentang kelemahan Pandawa dan mengagungkan dirimu

    sendiri. Sekarang aku ingin bertanya, diantara kau

    dengan Sri Kresna, manakah yang lebih kuat?"

    Tersentak Batara Kala saat mendengar tentang Sri

    Kresna, dengan wajah merah padam ia tertawa nyaring

    hingga menggetarkan seluruh khyangan

    Jonggringsalaka.

    "Ha ha ha, kau bilang tentang Sri Kresna, si tukang usil

    itu? Aku tidak takut kepadanya, kekuatan kami

    seimbang, meskipun ia lebih cerdas tapi aku rasa dapat

    menandinginya. Hanya ketiga kekuatannya yang

    membuat aku sedikit gentar..."

    "Huh, pasti kau kepikiran tentang Tiwikrama darinya,

    Senjata Cakra yang maha dahsyat itu, serta Bunga

    Wijaya Kusuma itu bukan! Tak kusangka, engkau

    sebagai Dewa Kegelapan bisa takluk menghadapi

    seorang manusia titisan Batara Wisnu!!! Ha ha ha"

    Wisanggeni, tertawa nyaring dengan terbahak-bahak,

    hingga sedikit menggetarkan khayangan, bahkan

    singgasana Batara Guru ikut bergoyang saking

    kencangnya suara teriakan tersebut".

    Kaget juga Batara Kala, menyaksikan kekuatan yang

    maha dahsyat yang dipamerkan Wisanggeni. Bahkan

    kakinya sampai gemetaran saking menahan paniknya.

    Para Dewata yang mendengar langsung juga tak kalah

    panik dan gempar, dalam anggapan mereka teriakan

    Batara Kala yang dahsyat saja masih bisa dikalahkan

    oleh teriakan Wisanggeni, begitu juga apabila mereka

    berdua bertempur, pasti Wisanggeni akan lebih unggul.

    Dalam pemikiran para Dewa yang sebagian egois,

    merasa siapapaun yang menang tidak akan merubah

    keadaan karena sama-sama akan mengacaukan

    khayangan. Tapi dalam hati mereka masing-masing

    berkata, bahwa mereka mendoakn semoga Wisanggeni

    dapat mengalahkan Batara Kala agar ia Batara Kala

  • tidak sombong lagi terhadap mereka, dan segera

    kembali ke Gondomayit. Tapi konsekuensinya, mereka

    akan berhadapan dengan suatu makhluk, yaitu manusia

    setengah dewa yang sangat sulit dikendalikan...

    * * *

    Batara Kala kemudian menyeringai dengan mata yang

    melotot besar, "Ha ha ha, Wisanggeni kau salah

    menilaiku. Kau hanyalah anak kemarin yang secara

    tidak sengaja mendapatkan anugerah dari Dewata.

    Bahkan Gurumu, Batara Antaboga tidak pernah

    bersinggungan denganku, begitu juga dengan Batara

    Baruna, kami bagaikan air sungai dengan air sumur,

    yang tidak saling mengaliri . Sama sekali tidak pernah

    mengusili satu sama lain, tapi kau yang hanya cecoro

    berani berbuat sombong dihadapanku? Aku ingin

    menguji sampai dimana kehebatanmu yang selama ini

    digembar-gemporkan jagad".

    Kemudian dengan gerak cepat tangan Batara Kala

    langsung memukul wajah Wisanggeni. Plakk...

    Bunyi yang kencang dari suara pukulan Batara Kala

    tepat mengenai pipi kanan dari Wisanggeni, tapi

    anehnya yang dipukul malah diam saja tak bergeming.

    Hanya mengusap sedikit pipi dengan telapak kanan.

    "Hmm, untuk saat ini aku hanya ingin mendapatkan

    jawaban darimu, sementara tidak ingin meladenimu.

    Dapatkah kau menjawab pertanyaanku tadi, wahai

    penguasa kegelapan...?"

    Memerah muka Batara Kala saat mendengar sindiran

    dari Wisanggeni. Kemudian ia menjawabnya "Kau

    memang lain daripada yang lain, tubuhmu tidak

    mempan segala pukulan dan racun, padahal jangankan

    manusia, Dewata saja kalau terkena tamparanku akan

    mengalami kesakitan yang parah. Tetapi kau sama

    sekali tidak berpegaruh. Hebat. Sekarang aku akan

    menjawab pertanyaanmu agar kau puas sebelum mati

    dipukulan ku yang ketiga ini". Kemudian ia melanjutkan

    lagi.

    "Memang benar apa yang kau katakana barusan,

    sejujurnya di jagad raya ini, selain Ayahanda dan

    Ibunda, hanya tiga makhluk saja yang kemampuannya

    sangat kumalui. Yaitu Sri Kresna, sebagai titisan Wisnu,

    Sanghyang Antaboga dan Sanghyang Batara Surya.

    Hanya ketiga orang itu, untuk yang lainnya aku sangat

    memandang remeh. Bahkan Kakanda penguasa

  • Khayangan, Batara Indra pun aku sama sekali tidak

    memandang mata kepadanya..."

    "Hmm..." Batara Indra hanya mendengus kecil ketika

    namanya disebut.

    "Ha ha ha, cukup sudah sandiwaramu itu Batara Kala,

    sekarang aku akan menuntut balas tentang lakonmu

    yang sangat menjemukan itu" dengan beringsut mundur,

    Wisanggeni bersiap-siap untuk menyerang Batara Kala.

    Sementara itu Batara Guru, Batara Brahma, dan Batara

    Narada juga hanya sanggup untuk menyaksikan suatu

    pertarungan yang seru ini tanpa ada yang

    merintanginya. Begitu juga dengan Dewata yang lain,

    mereka mundur beberapa tindak untuk memberikan

    tempat yang luas bagi pertarungan dua tokoh terhebat

    ini.

    Sesuai dengan sifatnya yang licik dan tak mau kalah,

    maka Batara Kala langsung mengambil inisiatif untuk

    menyerang Wisanggeni terlebih dahulu. Tapi sekarang

    Wisanggeni sudah bersiap sedia, sambil menghindar

    terjangan Batara Kala, ia melompat ke atas wuwungan

    Istana. Dan ketika, serangan Batara Kala mengenai

    tempat kosong langsung saja di tendang balik oleh

    Wisanggeni tepat dibawah pundak belakan Batara Kala.

    Brakk...

    Bunyi amblas lantai tempat mereka berpijak, saking

    tidak kuat menahan beban berat tubuh Batara Kala yang

    jatuh terjerembab. Saat hendak bangkit, oleh

    Wisanggeni kemudian ditambahkan dengan sebuah

    tancapan kuku yang sangat tajam, tepat mengenai leher

    Batara Kala.

    Croot...

    * * *

    Darah memuncrat kemana-mana, hingga hampir

    mengenai seluruh ruangan istana. Para Dewata segera

    menyingkapkan lengan untuk melindungi tubuh mereka

    dari cipratan darah. Bukan apa-apa, Karena para

    dewata tahu bahwa seluruh tubuh Batara Kala

    mengandung bisa yang sangat luar biasa, apalagi darah

    yang menjadi intisari racun tersebut. Batara Kala

    kesakitan mengerang panjang, sambil memegangi

    lehernya yang berlobang 10 bagian bekas tusukan jari

    Wisanggeni.

    "Haaah, sialan kau benar-benar membuatku murka,

    anak kecil. Sekarang terimalah pembalasanku ini!"

  • dengan limbung, Batara Kala siap menyerang

    Wisanggeni dengan kekuatan penuh. Tubuhnya yang

    tinggi besar seakan hendak menelan Wisanggeni yang

    hanya seukuran manusia biasa.

    "Hupp, kena kau. Kali ini akan aku lumat habis tubuh

    dekilmu dan akan aku jadikan sarapan makan malam

    ku. Ha ha ha" tertawa Batara Kala, saat menangkap

    Wisanggeni. Tapi anehnya Wisanggeni seakan tidak

    merasakan apa-apa, hanya terdiam tak bergerak.

    "Pertama-tama akan aku putuskan tanganmu yang dekil

    lagi bau ini, ha ha ha" dengan menyeringai Batara Kala

    membetot kedua tangan Wisanggeni dengan mudah.

    Memang ukuran keduanya berbeda jauh, maka itu

    seperti boneka yang tak berdaya Wisanggeni

    dipermainkan oleh Batara Kala.

    "Breet..." bunyi pakaian robek dari Wisanggeni yang tak

    kuat menahan ketajaman kuku Batara Kala.

    "Hiih, uoooh" teriak Batara Kala, sekuat tenaga hendak

    membetot tangan Wisanggeni hingga dua bagian.

    Anehnya bukannya terputus, malah tidak bergeming

    sama sekali.

    Ditarik lagi dengan sekuat tenaga, masih juga tidak

    mau. Akhirnya Batara Kala, kesal. "Duh,, bocah sialan

    mengapa tanganmu tidak terputus, padahal badanmu

    sangat enteng. Kalau memang begitu adanya, sekarang

    akan aku pisahkan kepalamu dari tubuhmu yang jelek

    ini"

    Mendengar Batara Kala, hendak memutuskan kepala

    Wisanggeni. Para Dewata menjadi geger, riuh ricuh

    mereka menyarankan Batara Kala agar mengurungkan

    aksinya, karena akan mengotori Khayangan ini. Hanya

    Batara Guru, Batara Narada dan Batara Brahma yang

    terdiam, karena ketiganya menyadari akan kekuatan

    tersembunyi dari Wisanggeni yang belum dikeluarkan.

    Wisanggeni hanya tersenyum simpul, saat mendengar

    Batara Kala hendak membunuhnya. Ia malah mengejek

    Batara Kala, "Hai Raksasa kegelapan yang pandir, andai

    kau bisa membunuhku, maka akan aku anugerahkan

    kedudukan Jonggringsalaka ini kepadamu menggantikan

    si kakek bau Batara Guru. Hayo lakukanlah, jangan

    banyak bicara. Atau kalau kekesalanku sudah

    memuncak, bukannya kau yang membunuhku, yang ada

    adalah aku yang akan mengakhiri riwayatmu itu. Ha ha

    ha"

  • Panas hati Batara Kala saat mendengar ejekan dari

    Wisanggeni. Dengan cepat ia langsung berusaha

    membelah leher Wisanggeni. Tapi lagi-lagi tidak terjadi

    suatu apapun, bagaikan batu karang yang kokoh, tubuh

    Wisanggeni hanya diam tak bergerak seolah tidak

    sedang menerima suatu siksaan.

    Akhirnya dengan frustasi, Batara Kala membanting

    tubuh Wisanggeni ke lantai.

    "Brakk..."

    Tapi bukannya jatuh terjerembab, Wisanggeni hanya

    berdiri dengan acuh tak acuh. Memalingkan wajahnya

    dari Batara Kala. Seakan tidak memandang mata

    barang sekejap pun kepada Dewa Kegelapan itu.

    Kesal hati Batara Kala, karena selama ia hidup baru kali

    ini ia merasakan ketidak berdayaan melawan musuh.

    Apalagi lawannya hanyalah seorang manusia dari

    keturunan Pandawa yang seharusnya menjadi

    mangsanya sehari-hari.

    Sumber: Batara Kala versi Jawa

    Akhirnya, ia berkata "Cih, Wisanggeni. Tubuhmu benar-

    benar kebal segala macam senjata maupun racun, tapi

    jangan senang dulu. Karena aku akan membunuhmu

    saat..."

    Sebelum ia meneruskan perkataannya lagi, dengan gerak

    melebihi kilat Wisanggeni menyerang kea rah pusar

    Batara Kala hingga meyelusup bolong melewati tubuh

    raksasa itu.

    "Bless..."

    Dari tangan Wisanggeni memegang suatu jantung yang

    masih berdenyut, Batara Kala hanya terdiam sesekali

    mengerang tak berdaya. Dan kemudian ambruk...

    Para Dewata hendak mendatangi tubuh Batara Kala

    yang masih tersisa sedikit kehidupan, walau samar-

    samar. Tetapi terhalang oleh pusaran angin dari dalam

    tubuh Wisanggeni yang membuat mereka tidak bisa

    mendekatinya. Bahkan seorang Batara Bayu, sang Dewa

    angin tak kuasa untuk menangkal kekuatan angin yang

    maha kencang melebihi taufan itu.

    "Ha ha ha, barang siapa yang hendak melangkah

    menuju tubuh Buto ini barang sejengkal pun, akan

    mengalami nasib yang sama dengan dia". Sambil

    menunjuk kepala Batara Kala, dan kakinya menginjak

    kencang kepala Batara Kala, hingga mengeluarkan

    banyak darah. Sesekali terdengar lenguhan kecil dari

  • mulut Batara Kala yang sama sekali sudah tak

    berdaya...