untukmuslalu.files.wordpress.com€¦ · web viewpenerapan model pembelajaran kontekstual untuk...
TRANSCRIPT
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA MATA DIKLAT ELEKTRONIKA DASAR
DI SUSUN OLEH
REZA WAHYUDI
5215083402
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JANUARI 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga proposal penelitian ini telah selesai meskipun
jauh dari sempurna. Peneliti berharap proposal penelitian ini, dapat diterima dan
bermanfaat bagi semua pihak, khususnya dalam bidang pendidikan.
Proposal penelitian ini disusun untuk menjelaskan tentang PENERAPAN
MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA DIKLAT ELEKTRONIKA
DASAR karena dengan penelitian ini sangat berguna untuk mengetahui sejauh
mana hasil belajar yang dicapai dalam pemberian tugas pekerjaan rumah.
Dalam penyusunan proposal penelitian ini peneliti banyak menghadapi kesulitan
baik dalam penyusunan maupun dalam pengumpulan data. Tetapi semua itu dapat
peneliti atasi. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu, terutama :
Orang tua yang telah memberikan doa dan dukungan moril maupun materil.
Bapak Dr. Bambang Dharma Putra, M.Pd sebagai dosen pembimbing dalam
penelitian.
Semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kelengkapan
proposal penelitian ini. Akhir kata semoga proposal penelitian ini dapat
bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca umumnya.
Jakarta, Desember 2011
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Arti pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka perlu
diselenggarakan pendidikan. Dalam pendidikan terdapat tiga jalur pendidikan
yaitu, pendidikan informasi (informal) yang diselenggarakan di lingkungan
keluarga, pendidikan formal yang diselenggarakan di lingkungan sekolah, serta
pendidikan non formal yang diselenggarakan di lingkungan masyarakat. Ketiga
jalur pendidikan tersebut saling melengkapi dalam mewujudkan cita-cita nasional
melalui pendidikan. Jalur pendidikan formal terbagi lagi menjadi tiga jenjang,
yaitu pendidikan dasar, pendidikan pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Sedangkan pendidikan di Indonesia, terdapat pembagian satuan pendidikan yaitu
pendidikan umum yang lebih dikenal dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan
pendidikan kejuruan yang lebih dikenal dengan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK). Sebagai lembaga pendidikan sekolah menengah kejuruan merupakan
lembaga pendidikan yang mempersiapkan peserta didiknya untuk dapat bekerja
dalam bidang tertentu sesuai dengan keahliannya.
Dari uraian di atas nampak jelas tuntutan akan keberadaan pendidikan kejuruan
adalah untuk membentuk dan mengembangkan keahlian dan keterampilan,
sehingga dapat meningkatkan produktivitas, kreativitas, mutu dan efisiensi kerja.
SMK melaksanakan kurikulum seperti yang ditetapkan pemerintah. Dimana telah
disusun program pendidikan dan pelatihan yang terbagi menjadi tiga yaitu :
Normatif, Adaptif dan Produktif. Untuk kategori Normatif di dalamnya mencakup
pelajaran Agama, PPKN, Bahasa Indonesia, dan Sejarah. Kelompok Adaptif
adalah Matematika, Fisika, Bahasa Inggris, Kimia dan Komputer. Sedangkan
kelompok produktif khususnya jurusan elektronika (audio-video) yaitu gambar
teknik, elektronika dasar, teknik audio, rangkaian listrik, komunikasi data, teknik
televisi dan audio, teknik digital dan lain sebagainya. Ketiga kurikulum yang
ditetapkan pemerintah tersebut saling melengkapi dan menunjang keterampilan
siswa terlebih lagi dalam kelompok kategori Adaptif dan Produktif. Salah satu
sekolah yang menggunakan kurikulum tersebut adalah SMK Negeri 1Bekasi .
SMK Negeri 1Bekasi merupakan salah satu bagian dari pendidikan formal yang
memiliki 3 (tiga) program studi. Salah satu diantaranya yaitu Audio Video.
Program studi Audio Video mempunyai beberapa kompetensi yang seluruhnya
dijadikan judul mata diklat. Salah satu dari mata diklat itu yaitu Teori Dasar
Elektronika dengan Standar Kompetensi Menguasai Dasar-dasar Elektronika.
Mata diklat ini diberikan pada kelas X semester I. Salah satu solusi yang dapat
diterapkan untuk mendorong siswa berdiskusi, saling bantu menyelesaikan tugas,
menguasai dan pada akhirnya menerapkan keterampilan yang diberikan untuk
meningkatkan hasil belajar adalah dengan mengubah cara belajarnya dan
menggunakan model pembelajaran dengan model cooperative learning yang
bertujuan merangsang keaktifan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi setiap saat mengalami
kemajuan. Hal ini harus diikuti dengan perkembangan kualitas sumber daya
manusia di dalamnya. Perkembangan kualitas sumber daya manusia tidak dapat
lepas dari perkembangan dan kualitas sebuah pendidikan. Pendidikan adalah hal
yang sangat mendasar dalam pembentukan kualitas sumberdaya manusia. Oleh
karena itu, untuk menciptakan sumberdaya manusia yang kreatif, inovatif, dan
produktif diperlukan sistem pendidikan yang berkualitas. Sehingga perlunya
perbaikan-perbaikan dalam sistem pendidikan di Indonesia yang sesuai dengan
perkembangan dan perubahan zaman. Salah satu hal yang harus diperbaiki adalah
proses belajar mengajar di kelas. Proses belajar mengajar merupakan suatu
kegiatan paling utama dalam pendidikan di sekolah. Dalam proses ini akan
terciptanya tujuan pendidikan secara umum maupun tujuan khusus seperti
perubahan tingkah laku siswa menuju kearah yang lebih baik. Sehingga siswa
memiliki kemampuan dan dapat menghadapi perubahan dan tuntutan zaman,
dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah kegiatan belajar mengajar
merupakan kegiatan pokok. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara
pendahuluan dilapangan terhadap guru dan beberapa siswa yang dilakukan
peneliti pada saat melaksanakan Program Latihan Profesi di SMK Negeri 1
Seluma di kelas X Teknik Komputer dan Jaringan dengan jumlah siswa 40 orang,
diperoleh beberapa temuan bahwa dalam proses pembelajaran pada mata diklat
Elaektronika Dasar, yaitu :
1. Proses pembelajaran masih berpusat pada guru dan metode penyampaian
materi didominasi dengan metode konvensional yaitu ceramah dan mencatat,
sehingga siswa hanya menerima pengetahuan dari guru saja.
2. Kurangnya interaksi dan aspek keterbukaan antara guru dengan siswa maupun
antara siswa dengan siswa sehingga segala kesulitan siswa dalam proses
pembelajaran tidak bisa diketahui oleh guru.
3. Sumber belajar dominan yang digunakan siswa adalah catatan yang diberikan
guru dalam kegiatan belajar mengajar.
4. Penggunaan model pembelajaran yang kurang mengarah pada upaya untuk
memberikan contoh-contoh penerapan materi yang diajarkan pada dunia nyata.
5. Penggunaan metode pembelajaran yang kurang bervariasi.
6. Hasil belajar siswa sebagian besar tidak sampai pada kriteria ketuntasan
minimal (KKM), yaitu ≥70.
Tabel 1.1 Nilai UTS Mata Diklat
Elaktronika Dasar Pada Kelas X TKJ Di SMK Negeri 1
Tingkat Penguasaan Kategori
80-100 Lulus amat baik
70-79 Lulus baik
60-69 Lulus cukup
50<59 Belum lulus Lulus rendah
0-50 Tidak lulus
Dari data di atas dapat dilihat bahwa siswa yang lulus dengan baik hanya 6 orang
atau 15%, dan siswa yang lainnya masih belum lulus. Hasil belajar siswa pada
mata diklat Menerapkan Teknik Elektronika Analog dan Digital Dasar dapat
disimpulkan bahwa prestasi yang dicapai masih sangat rendah. Untuk mencapai
hasil belajar yang optimal dan sesuai dengan tuntutan kurikulum diperlukan suatu
alternatif model pembelajaran dan penggunaan yang mengarah kepada
pembelajaran siswa aktif dengan harapan dapat meningkatkan penguasan konsep
dan mengembangkan keterampilan berkomunikasi siswa pada mata diklat
Elektronika Dasar. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata diklat
Elektronika Dasar supaya mencapai hasil yang sesuai dengan KKM adalah
dengan mengembangkan model pembelajaran kontekstual. Kontekstual adalah
konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata dalam kelas dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Karena pada mata diklat
Elektronika Dasar menuntut siswa untuk berperan aktif. Sedangkan pembelajaran
kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya
mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi. Terdapat tujuh asas dalam
pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu
konstruktivisme, inquiri, questioning (bertanya), learning community (masyarakat
belajar), modeling (pemodelan), reflection (refleksi), authentic assessment
(penilaian yang sebenarnya).
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk menerapkan model
pembelajaran kontekstual ini dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang
ada dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep siswa, sehingga penulis
mengambil kajian: “Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Diklat Elaktronika Dasar”. Untuk
menghindari meluasnya permasalahan yang akan dibahas serta lebih terarahnya
penelitian ini, maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun batasan masalah
dalam penelitian ini, yaitu :
1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model
Pembelajaran Kontekstual.
2. Mata diklat yang Elaktronika Dasar materi yang diajarkan adalah
3. Hasil belajar pada aspek kognitif yang akan diungkap meliputi prestasi
belajar siswa.
4. Kegiatan yang diteliti adalah aktivitas siswa dan aktivitas guru dalam
proses kegiatan pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latarbelakang yang telah dikemukakan sebelumnya, penulis
merumuskan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :
“Apakah Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual dapat mempengaruhi
perubahan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa pada Mata Diklat Elektronika
Dasar?”
Secara khusus permasalahan tersebut akan dikaji dalam penelitian ini dengan
rincian sebagai berikut :
1. Bagaimana kegiatan pembelajaran dengan model Kontekstual dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dari aspek kognitif pada mata diklat Elektronika
Dasar?
2. Bagaimana peningkatan aktivitas siswa setelah mengikuti pembelajaran
dengan model Kontekstual pada mata diklat Menerapkan Teknik Elektronika
Dasar?
3. Bagaimana peningkatan aktivitas guru dalam proses kegiatan belajar
mengajar terhadap mata Elektronika Dasar pada saat diterapkan proses
pembelajaran dengan menggunakan model Kontekstual ?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas agar mencapai hasil yang
optimal. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar
siswa ditinjau dari aspek kognitif pada mata diklat Elektronika Dasar sehingga
diharapkan siswa dapat lulus sesuai dengan nilai KKM dengan menggunakan
model pembelajaran Kontekstual pada siswa kelas X Teknik Elektronika SMKN 1
Bekasi tahun ajaran 2010-2011. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui tingkat perubahan hasil belajar siswa yang dicapai yang ditinjau
dari aspek kognitif setelah diterapkan kegiatan pembelajaran dengan model
Kontekstual pada mata Elektronika Dasar
2. Mengidentifikasi seberapa besar peningkatan aktivitas siswa setelah mengikuti
pembelajaran dengan model Kontekstual pada mata diklat Elektronika Dasar
3. Mengidentifikasi seberapa besar peningkatan aktivitas guru terhadap mata
diklat Menerapkan Teknik Elektronika setelah melakukan proses pembelajaran
dengan menggunakan model Kontekstual.
D. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikaninformasi
untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam upaya menyusun model
pembelajaran pada mata diklat Bahan-Bahan Listrik dengan model pembelajaran
kontekstual yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa,
sehingga pembelajaran lebih interaktif. Bagi siswa diharapkan dapat menimbulkan
interaksi yang baik diantara siswa sehingga mampu meningkatkan hasil belajar
dan siswa mampu menerapkan konsep yang telah didapatkannya dalam
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Bagi sekolah penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran disekolah.
E. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang
akan digunakan dalam penelitian ini, maka penulis memberikan penjelasan dan
pengertian mengenai beberapa definisi yang digunakan antaralain sebagai
berikut :
1. Model Pembelajaran Kontekstual
Model pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru
menghadirkan suasana dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Model
Pembelajaran Kontekstual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk menemukan materi yang dihubungkan dengan menerapkan dengan
kehidupan siswa.
2. Hasil belajar
Hasil belajar merupakan suatu nilai yang diberikan kepada peserta
didik pada akhir suatu program pengajaran setelah siswa didik melewati
serangkaian tes, yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang telah
diajarkan.
3. Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya
sendiri dengan cara merencanakan, melaksanakan dan merefleksikan tindakan
secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai
guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulis dalam penyusunan penelitian ini, maka penulis
membagi pembahasan menjadi lima bab. Sistematika dalam penyusunan
penelitian ini adalah sebagia berikut :
BAB I Pendahuluan, pada bab ini mengemukakan mengenai:
latarbelakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat
penelitian, penjelasan istilah dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori, pada bab ini menguraikan mengenai: konsep belajar dan
pembelajaran, penelitian tindakan kelas, pembelajaran kontekstual.
BAB III Metode Penelitian, pada bab ini menguraikan mengenai: metode
penelitian, prosedur penelitian, paradigma penelitian, lokasi dan objek penelitian,
instrumen penelitian dan cara penggunaannya, teknik pengumpulan data, teknik
análisis data dan kriteria keberhasilan penelitian.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, pada bab ini menguraikan
mengenai: deskripsi awal pratindakan, refleksi kegiatan awal pembelajaran,
penerapan model pembelajaran kontekstual di kelas dan pembahasan hasil
penelitian.
BAB V Kesimpulan dan Saran, pada bab ini dikemukakan mengenai kesimpulan
yang diambil dan saran yang diberikan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Belajar dan Hasil Belajar
1. Pengertian Belajar
Salah satu hal utama yang dilakukan untuk memperoleh ilmu pengetahuan adalah
dengan belajar, dan dengan belajar akan terjadi proses interaksi individu dengan
lingkungannya. Secara formal interaksi tersebut dapat berupa siswa belajar di
sekolah, siswa akan berinteraksi dengan guru, dengan teman-temannya, dengan
buku-buku perpustakaan dan peralatan laboratorium, di rumah mereka
berinteraksi dengan catatan-catatan siswa dan melaksanakan tugas dari guru.
Belajar akan berdampak pada perilaku, pandangan, dan pola pikir seseorang
terhadap suatu hal. Menurut Wina Sanajaya (2009:110) menyatakan bahwa
”belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga
menyebabkan munculnya perubahan perilaku, aktivitas mental itu terjadi karena
adanya interaksi individu dengan lingkungan yang didasari”.
Menurut Oemar Hamalik (2005:28) menyatakan bahwa “Belajar merupakan
suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan
lingkungannya.” Perubahan tingkah laku yang dimaksud meliputi aspek-aspek
pengetahuan, pemahaman, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, etika
dan sikap. Perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar disebut hasil
belajar bersifat relatif menetap dan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
Dari beberapa definisi mengenai belajar di atas, penulis menyimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses aktif perubahan tingkah laku dan kecakapan manusia
yang melalui berbagai pengalaman untuk memperoleh pengetahuan sebagai
proses kematangan. Sehingga dalam pendidikan, belajar merupakan kegiatan
pokok yang menentukan berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan Proses
belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan reaksi atau hasil kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan oleh guru. Siswa akan berhasil belajar jika guru
mengajar secara efisien dan efektif. Itu sebabnya guru harus mengenal prinsip-
prinsip belajar agar para siswa dapat belajar aktif dan berhasil. Prinsip-prinsip
belajar dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Pengalaman Dasar
Pengalaman dasar berfungsi untuk mempermudah siswa dalammemperoleh
pengalaman baru. Siswa merasa sulit memahami suatu generalisasi jika ia belum
mempunyai suatu konsep sebagai pengalaman dasar.
2. Motivasi Belajar
Siswa akan melakukan perbuatan belajar untuk memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sebagainya. Jika memilih motivasi belajar, dorongan motivasi
ini berguna tidak hanya untuk mendorong mereka belajar secara aktif, tetapi juga
berfungsi sebagai pemberi arah dan penggerak dalam belajar. Motivasi belajar
dapat tumbuh dari dalam diri sendiri, yang disebut dengan motivasi intrinsik,
motivasi belajar juga dapat timbut berkat dorongan dari luar seperti pemberian
angka, kerja kelompok, hadiah atau teguran yang disebut dengan mitivasi
ekstrinsik. Kedua motivasi ini berguna bagi siswa untuk belajar secara aktif.
3. Penguatan Belajar
Hasil belajar yang telah diperoleh siswa perlu ditingkatkan agar penguasan yang
tuntas. Guru hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengulang
dan melatih hal-hal yang telah dipelajari. Berdasarkan uraia di atas dapat diambil
kesimpulan, bahwa penyusunan dan pelaksanaan program belajar-mengajar
hendaknya memperhatikan beberapa prinsip belajar secara aktif.
4. Hasil Belajar
Nana Sudjana (dalam Kunandar, 2010:276) menyatakan bahwa “suatu akibat dari
proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang
disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan”. Untuk
melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan
untuk mengetahui apakah siswa telah mengetahui suatu materi atau belum.
Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi
pendidikan yang ditunjukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses
pendidikan serta kualitas kemampuan pererta didik sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Salah satu keberhasilan proses belajar mengajar dilihat dari hasil
belajar yang dicapai oleh siswa. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar adalah sebagai berikut :
Faktor Internal
Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari
dalam individu yang belajar yaitu siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi
kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain motovasi, perhatian,
pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.
2. Faktor Eksternal
Pencapaian tujuan belajar harus diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang
kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa, adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep
dan keterampilan dan pembentukan sikap. Penulis berpendapat bahwa hasil
belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran, proses penilaian
terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru mengenai
kemajuan siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan-tujuan belajar siswa melalui
kegiatan pembelajaran.
3. Aktivitas Siswa
Belajar yang baik harus melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik
maupun psikis. Kita tidak dapat memastikan bahwa siswa yang diam
mendengarkan penjelasan dari guru tidak berarti tidak aktif, demikian sebaliknya
belum tentu siswa yang secara fisik aktif, memeliki kadar aktivitas mental yang
tinggi pula. Kunandar (2010:277) mengungkapkan bahwa,”Aktivitas siswa adalah
keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dalam kegiatan belajar
guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat
dari kegiatan tersebut”. Peningkatan aktivitas siswa, diantaranya meningkatkan
jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatkan jumlah siswa yang
bertanya dan menjawab, meningkatkan jumlah siswa yang paling berinteraksi
membahas materi pelajaran. Metode belajar yang bersifat partisipatoris yang
dilakukan guru akan mampu membawa siswa dalam situasi yang lebih kondusif,
karena siswa lebih berperan dan lebih terbuka serta sensitif dalam kegiatan
belajar mengajar. Indikator aktivitas siswa yang diungkapkan oleh kunandar
(2010:277), dapat dilihat dari :
1. Mayoritas siswa beraktivitas dalam pembelajaran.
2. Aktivitas pembelajaran didominasi oleh kegiatan siswa.
3. Mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru melalui
pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan pengertian di atas, penulis berpendapat bahwa dalam belajar sangat
dituntut keaktifan siswa. Siswa yang lebih banyak melakukan kegiatan, sedangkan
guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan. Tujuan pembelajaran
Menerapkan Teknik Elektronika Analog dan Digital Dasar tidak mungkin tercapai
tanpa adanya aktivitas siswa. Membentuk manusia yang kreatif dan bertanggung
jawab, dalam rangka ini penulis berusaha melatih dengan menggunakan model
pembelajaran kontekstual, sebab dengan model pembelajaran ini siswa dituntut
untuk lebih aktif dan bertanggung jawab.
B. Penelitian Tindakan Kelas
1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri
dengan cara merencanakan, melaksanakan dan merefleksikan tindakan secara
kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru,
sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat (Wina Sanjaya, 2010:9). Suharsimi
Arikunto (2010:3) “penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan
terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan
terjadi dalam sebuah kelas secara bersama”. Wiriatmaja (dalam Tukiran
Taniredja, 2010:16) mengemukakan bahwa ”penelitian tindakan kelas adalah
bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktik
pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri”.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian
tindakan kelas merupakan penelitian untuk mengangkat masalah-masalah yang
berada di dalam kelas yang dilakukan oleh para guru yang merupakan pecermatan
kegiatan belajar berupa tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan
pembelajaran di kelas secara lebih profesional.
2. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas
Semua penelitian bertujuan untuk memecahkan suatu masalah tetapi untuk
penelitian tindakan kelas disamping tujuan tersebut tujuan yang utama dari
penelitian tindakan kelas adalah untuk perbaikan dan peningkatan layanan
profesional guru dalam menangani proses belajar mengajar. Menurut Mulyasa
(dalam Tukiran Taniredja, 2010:20) secara umum tujuan penelitian tindakan kelas
adalah :
1. Memperbaiki dan meningkatkan kondisi belajar serta kualitas pembelajaran.
2. Meningkatkan layanan profesional dalam konteks pembelajaran, khususnya
kepada peserta didik sehingga tercipta layanan prima.
3. Memberikan kesempatan kepada guru berimprovisasi dalam melakukan
tindakan pembelajaran yang direncanakan secara tepat waktu dan sasarannya.
4. Memberikan kesempatan kepada guru untuk mengadakan pengkajian secara
bertahap terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukannya sehingga tercipta
perbaikan yang berkesinambungan.
5. Membiasakan guru mengembangkan sikap ilmiah, terbuka, dan jujur dalam
pembelajaran.
Tujuan penelitian tindakan kelas di atas dapat penulis simpulkan bahwa
penelitian tindakan kelas bertujuan untuk meningkatkan atau memperbaiki praktik
pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru, disamping itu dengan
penelitian tindakan kelas tertumbuhkannya budaya meneliti dikalangan guru.
3. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas dapat memberikan manfaat sebagai inovasi pendidikan
yang tumbuh dari peneliti yaitu guru, karena guru adalah ujung tombak pelaksana
lapangan. Dengan penelitian tindakan kelas guru menjadi lebih mandiri yang
ditopang oleh rasa percaya diri, sehingga secara keilmuan menjadi lebih berani
mengambil prakarsa yang patut diduganya dapat memberikan manfaat perbaikan.
Manfaat lainnya dalam penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut :
a. Menumbuhkan kebiasaan menulis
b. Menumbuhkan budaya meneliti
c. Menggali ide baru
d. Melatih pemikiran ilmiah
e. Mengembangkan keterapilan
f. Meningkatkan kualitas pembelajaran
4. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas dimulai dengan adanya masalah yang dirasakan sendiri
oleh guru dalam pembelajaran. Masalah tersebut dapat berupa masalah yang
berhubungan dengan proses dan hasil belajar siswa yang tidak sesuai dengan
harapan guru atau hal-hal lain yang berkaitan dengan perilaku mengajar guru dan
perilaku belajar siswa. Langkah menemukan masalah dilanjutkan dengan
menganalisis dan merumuskan masalah, kemudian merencanakan penelitian
tindakan kelas dalam bentuk tindakan perbaikan, mengamati, dan melakukan
refleksi. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dalam bentuk siklus berulang yang
di dalamnya terdapat empat tahapan kegiatan yaitu perencanaan, tindakan,
pengamatan dan refleksi. Siklus penelitian tindakan kelas dapat digambarkan
sebagai berikut :
Perencanaan
Refleksi
Pengamatan
PelaksanaanSiklus 1
Perencanaan
Gambar 2.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Sumber : Suharsimi Arikunto (2010:16)
Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian tindakan kelas dapat diuraikan
sebagi berikut :
1. Perencanaan (planning)
Tahapan ini berupa menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan tentang apa,
mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan.
Pada tahapan perencanaan peneliti menentukan fokus peristiwa yang perlu
mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah
instrument pengamatan untuk merekam fakta yang terjadi selama tindakan
berlangsung. Secara rinci pada tahapan perencanaan terdiri dari kegiatan sebagai
berikut:
Pengamatan
Pengamatan
Perencanaan
Pelaksanaan
Pelaksanaan
Hasil Penelitian
Refleksi
Siklus 3
Siklus 2
Refleksi
Mengidentifikasi dan menganalisis masalah, yaitu secara jelas dapat dimengerti
masalah apa yang akan diteliti. Masalah tersebut harus benar-benar faktual terjadi
di lapangan masalah bersifat umum di kelasnya, masalahnya cukup penting dan
bermanfaat bagi peningkatan mutu hasil pembelajaran, dan masalahpun harus
dalam jangkauan kemampuan peneliti.
Menetapkan alasan mengapa penelitian tersebut dilakukan, yang akan
melatarbelakangi penetilian tindakan kelas.
Merumuskan masalah secara jelas, baik dengan kalimat tanya maupun kalimat
pertanyaan.
Memetapakan cara yang akan dilakukan untuk menemukan jawaban, berupa
rumusan hipotesis tindakan. Umumnya dimulai dengan menetapkan berbagai
alternatif tindakan pemecahan masalah, kemudian dipilih tindakan yang paling
menjanjikan hasil terbaik dan yang dapat dilakukan oleh guru.
Menemtukan cara untuk menguji hipotesis tindakan dengan menjabarkan
indikator-indikator keberhasilan serta berbagai instrument pengumpul data yang
dapat dipakai untuk menganalisis indikator keberhasilan itu.
Membuat secara rinci rancangan tindakan. 20
2. Tindakan
Pada tahap ini, rancangan strategi dan scenario penerapan pembelajaran akan
diterapkan. Rancangan tindakan tersebut tentu saja sebelumnya telah dilatihkan
kepada pelaksana tindakan (guru) untuk dapat diterapkan di dalam kelas sesuai
dengan skenarionya. Scenario dari tindakan harus dilaksanakan dengan baik dan
tampak wajar. Rancangan tindakan yang akan dilakukan hendaknya dijabarkan
serinci mungkin secara tertulis. Rincian tindakan tersebut menjelaskan sebagai
berikut :
a. Langkah demi langkah yang akan dilakukan
b. Kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh guru
c. Kegiatan yang diharapkan dilakukan oleh siswa
d. Rincian mengenai jenis media pembelajaran yang akan digunakan untuk
pengumpulan data atau pengamatan disertai dengan penjelasan rincian bagaimana
menggunakannya.
3. Pengamatan atau Observasi
Tahap ini sebenarnya berjalan bersamaan dengan saat pelaksanaan pengamatan
dilakukan pada waktu tindakan sedang berjalan, jadi keduanya berlangsung dalam
waktu yang sama. Pada tahap ini, peneliti (atau guru apabila ia bertindak sebagai
peneliti) melakukan poengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan dan
terjadi selama tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini dengan melakukan
format observasi atau penilaian yang telah disusun, termasuk juga pengamatan
secara cermat pelaksanaan scenario tindakan dari waktu ke waktu serta
dampaknya terhadap proses dan hasil belajar siswa.
4. Refleksi
Tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah
dilakukan, berdasarkan data yang telah terkumpul, kemudian dilakukan evaluasi
untuk menyempurnakan tindakan berikutnya. Refleksi dalam penelitian tindakan
kelas mencakup analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan atas
tindakan yang dilakukan. Jika terdapat masalah dari proses refleksi maka
dilakukan proses pengkajian ulang melalui siklus berikutnya yang meliputi
kegiatan perencanaan ulang, tindakan ulang, dan pengamatan ulang sehingga
permasalahan dapat teratasi.
5. Jenis-Jenis Penelitian Tindakan Kelas
Jenis penelitian tindakan kelas dibedakan menjadi 4, yakni (1) PTK diagnostik,
(2) PTK partisipan, (3) PTK empiris, dan (4) PTK ekspremintal. Untuk lebih
jelas, berikut ditemukan secara singkat mengenai keempat jenis PTK tersebut :
1) PTK Diagnostik
Yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah penelitian yang dirancang dengan
menuntut penelitipeneliti kearah suatu tindakan. Dalam hal ini peniliti
mendiagnosa dan memasuki situasi yang terdapat didalam luar penelitian. Sebagai
contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, pertengkaran,
konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas.
2) PTK Partisipan
Suatu penelitian dikatakan sebagai PTK Partisipan ialah apabila orang yang akan
melaksanakan penelitian harus terlihat langsung dalam proses penelitian sejak
awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan. Dengan demikian, sejak
perencanaan penelitian peneliti senantiasa terlihat, selanjutnya peneliti mementau,
mencatat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisa data serta berakhir dengan
melaporkan hasil penelitiannya. PTK partisipasi dapat juga dilakukan disekolah,
hanya saja disini peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-
menerus sejak awal sampai berakhir penelitian.
3) PTK Empiris
Yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti berupaya melakukan
sesuatu tindakan atau aksi dan membukakan apa yang dilakukan dan apa yang
terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsip nya proses penelitinya berkenan
dengan penyimpanan cacatan dan pengumpulan pengalaman peneliti dalam
pekerjaan sehari-hari.
4) PTK Eksperimental
Yang dikategorikan PTK Eksperimental ialah PTK diselenggarakan dengan
berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien
didalam suatu kegiatan belajar-mengajar oleh peniliti. Di dalam kaitannya dengan
kegiatan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat lebihdari satu strategi atau
teknik yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan instruktusional.
7. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Karakteristik penelitian tindakan kelas yang sekaligus dapat membedakannya
dengan penelitian formal adalah sebagai berikut:
1. Penelitian tindakan kelas merupakan prosedur penelitian di kelas yang
dirancang untuk menanggulangi masalah nyata yang dialami Guru berkaitan
dengan siswa di kelas itu. Ini berarti, bahwa rancangan penelitian diterapkan
sepenuhnya di kelas itu, termasuk pengumpulan data, analisis, penafsiran,
pemaknaan, perolehan temuan, dan penerapan temuan. Semuanya dilakukan di
kelas dan dirasakan oleh kelas itu.
2. Metode penelitian tindakan kelas diterapkan secara kontekstual, dalam arti
bahwa variabel-variabel yang ditelaah selalu berkaitan dengan keadaan kelas itu
sendiri. Dengan demikian, temuan hanya berlaku untuk kelas itu sendiri dan tidak
dapat digeneralisasi untuk kelas yang lain. Temuan penelitian tindakan kelas
hendaknya selalu diterapkan segera dan ditelaah kembali efektifitasnya dalam
kaitannya dengan keadaan dan suasana kelas itu.
3. Penelitian tindakan kelas terarah pada suatu perbaikan atau peningkatan
kualitas pembelajaran, dalam arti bahwa hasil atau temuan penelitian penelitian
tindakan kelas itu adalah pada diri guru telah terjadi perubahan, perbaikan, atau
peningkatan sikap dan perbuatannya. Penelitian tindakan kelas akan lebih mudah
berhasil jika adanya kerjasama antara guru-guru di sekolah, sehingga mereka
dapat sharing mengenai permasalahan yang ada, dan apabila penelitian telah
dilakukan, selalu diadakan pembahasan perencanaan tindakan yang dilakukan.
Dengan demikain, penelitian tindakan kelas itu bersifat kolaborasi dan kooperatif.
4. Penelitian tindakan kelas bersifat luwes dan mudah diadaptasi. Dengan
demikian, maka cocok digunakan dalam rangka pembaharuan dalam kegiatan
kelas. Hal ini juga memungkinkan diterapkannya suatu hasil studi dan penelaahan
kembali secara berkesinambungan.
5. Penelitian tindakan kelas banyak mengandalkan data yang diperoleh langsung
dari refleksi diri peneliti.
6. Penelitian tindakan kelas sedikitnya ada kesamaan dengan penelitian
eksperimen dalam hal percobaan tindakan yang segera dilakukan dan ditelaah
kembali efektifitasnya. Oleh karena itu kaidah-kaidah dasar penelitian ilmiah
dapat dipertahankan terutama dalam pengambilan data, perolehan informasi,
upaya untuk membangun pola tindakan, rekomendasi dan lain-lain, maka
penelitian tindakan kelas tetap merupakan proses ilmiah.
7. Penelitian tindakan kelas bersifat situasional dan spesisifik, yang pada
umumnya dilakukan dalam bentuk studi kasus. Subyek penelitian sifatnya
terbatas, tidak representatif untuk merumuskan atau generalisasi. Penggunaan
metoda statistik terbatas pada pendekatan deskriptif tanpa inferensi.
C. Model Pembelajaran Kontekstual
1. Konsep Dasar Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep tersebut, hasil
pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
mentransfer pengetahuan dari guru kesiswa. Strategi pembelajaran lebih penting
dari pada hasil, dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa
mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi
dibandingkan dengan memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota
kelas (siswa). Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu
diperoleh anak bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain termasuk
guru, akan tetapi dari proses menemukan dan mengkontruksinya sendiri, maka
guru harus menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru
harus memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa
adalah organisme yang aktif yang memiliki potensi untuk membangun
pengetahuannya sendiri. Kalaupun guru memberikan informasi kepada siswa guru
harus memberi kesempatan untuk menggali informasi itu agar lebih bermakna
untuk kehidupan mereka. Setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam
belajar, perbedaan gaya tersebut dimanakan sebagai unsur modalitas belajar. Tipe
gaya belajar siswa dibagi kedalam tiga bagian yaitu sebagai berikut :
1. Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih
cepat belajar dengan cara menggunakan indra penglihatannya.
2. Tipe auditorial adalah tipe belajar dengan cara menggunakan alat
pendengarannya.
3. Tipe kinestetis adalah tipe belajar dengan cara bergerak, berkerja dan
menyentuh. Sehingga dapat disimpulkan dalam proses pembelajaran kontekstual,
setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu
menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa.
2. Pengertian Kontekstual
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti “hubungan,
konteks, suasana dan keadaan”. (KUBI, 2002:519). Sehingga konntekstual dapat
diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu.
Kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Konteksual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan
materi, artinya proses belajar diorentasikan pada proses pengalaman secara
langsung. Menurut Depdiknas (2003:5) “kontekstual adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari”.
Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2010:253) “kontekstual adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka”.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus dipahami dalam model pembelajaran
kontekstual, yaitu sebagai berikut :
1. Pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk
menemukan materi, artinya proses pembelajaran diorentasikan pada proses
pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam pembelajaran kontekstual tidak
mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari
dan menemukan sendiri materi pelajaran.
2. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa agar menemukan hubungan antara
materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengkorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu
akan bermakna fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinyaakan tertanam
erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
3. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan, artinya kontekstual bukan hanya mengharapkan siswa dapat
memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu
dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian peneliti dapat menyimpulkan bahwa Melalui pembelajaran
kontekstual diharapkan konsep-konsep materi pelajaran dapat diintegrasikan
dalam konteks kehidupan nyata dengan harapan siswa dapat memahami apa yang
dipelajarinya dengan lebih baik dan mudah. Dalam pembelajaran kontekstual,
guru mengkaitkan konteks dalam kerangka pembelajarannya guna meningkatkan
makna belajar bagi siswa. Selain itu siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman disekolah dengan kehidupan nyata, bukan saja
berarti materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang
dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah
dilupakan.
3. Karakteristik Proses Pembelajaran Kontekstual
Menurut Wina Sandjaya (2010:254), terdapat lima karakteristik penting dalam
proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual, yaitu :
1. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang
sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas
dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan
diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh dan memiliki keterkaitan satu sama
lain.
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu
diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari
secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan
yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya
dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang
diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu
dikembangkan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge),
artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan
dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan
penyempurnaan.
4. Ciri-ciri Teori Pembelajaran Kontekstual
Adapun ciri-ciri teori pembelajaran secara kontekstual adalah sebagai berikut :
1. Siswa dapat memproses materi pelajaran atau pengetahuan baru dengan cara
yang bermakna dalam rangka meningkatkan hasil belajar.
2. Materi pelajaran disampaikan dalam konteks yang berbagai dan bermakna
kepada siswa.
3. Guru mewujudkan berbagaian pembelajaran untuk menghasilkan pembelajaran
yang berkesan.
Gambar 2.2 Pengenalan Pembelajaran secara Kontekstual
5. Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas
Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang
studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar,
langkahnya sebagai berikut :
Persekolaha
n
Pengalaman harian individu
Alam pekerja
Kehidupan masyarakat
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar.
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
6. Asas-Asas Kontekstual
Pembelajaran kontekstual sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh
asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan kontekstual. Ketujuh asas kontekstual dapat dijelaskan
dibawah ini :
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru
dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Filsafat konstruktivisme
yang mulai digagas oleh Mark Baldawin dikembangkan dan diperdalam oleh Jean
Pigget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek
semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap
setiap objek yang diamatinya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang
berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh
sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang
menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk mengintrepretasi objek
tersebut. Kedua faktor tersebut itu sama pentingnya. Dengan demikian
pengetahuan itu tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu
yang melihat dan mengkonstrusinya.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran melalui
pendekatan kontekstual pada dasarnya mendorong agar siswa bisa
mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman
sebab pengetahuan hanya akan fungsional manakala dibangun oleh individu.
Pengetahuan yang hanya diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang
bermakna. Atas dasar asumsi yang mendasari itulah, maka penerapan asas
konstruktivisme dalam pembelajaran melalui CTL, siswa didorong untuk mampu
mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata.
2. Inkuiri (Menemukan)
Inkuiri merupakan asas kedua dari pembelajaran kontekstual yang artinya, proses
pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir
secara sistematis (Wina Sandjaya, 2010:263). Pengetahuan bukanlah sejumlah
fakta hasil mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan
demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah menyiapkan sejumlah materi
yang dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa
dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar pada dasarnya
merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui
proses mental itulah, diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual,
mental, emosional, maupun pribadinya. Secara umum proses inkuiri dapat
dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu: 1. merumuskan masalah, 2.
mengajukan hipotesis, 3. mengumpulkan data, 4. Menguji hipotesis berdasarkan
data yang ditemukan, 5. Membuat kesimpulan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa Penerapan asas dalam proses pembelajaran kontekstual, dimulai dari
adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan
demikian, siswa harus didorong untuk menemukan masalah. Jika masalah telah
dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya siswa dapat mengajukan
hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan.
Hipotesis itulah yang akan menuntun siswa untuk melakukan observasi untuk
pengumpulan data. Manakala data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntun
untuk menguji hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan. Asas
menemukan seperti yang digambarkan diatas, merupakan asas yang penting dalam
pembelajaran kontekstual. Melalui proses berpikir yang sistematis seperti diatas,
diharapkan siswa memilki sikap ilmiah, rasional, dan logis, yang kesemuanya itu
diperlukan sebagai dasar pembentukan kreativitas.
3. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya
dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan
menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir.
Dalam proses pembelajaran kontekstual, guru tidak menyampaikan informasi
begitu saja, akan tetapi memancing siswa untuk menemukan sendiri. Karena itu
peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat
membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang
dipelajarinya. Menurut Wina Sandjaya (2010:264) dalam suatu pembelajaran yang
produktif kegiatan bertanya berguna untuk :
a. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi
pelajaran.
b. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
c. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
d. Memfokuskan siswa terhadap sesuatu yang diinginkan.
e. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.
Sehingga dapat disimpulakan bahwa dalam setiap tahapan dan proses
pembelajaran bertanya hampir selalu digunakan. Olek karena itu, kemampuan
guru untuk mengembangkan teknik-teknik bertanya sangat penting.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam pembelajaran
kontekstual menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama
dengan orang lain. Kerjasama ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik
dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi
secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain,
antara teman ataupun kelompok yang sudah memberi tahu kepada yang belum
tahu, yang pernah memiliki pengalaman membagi pengalamannya pada orang
lain.
Dalam kelas pembelajaran kontekstual, penerapan asas masyarakat belajar
dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.
Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen,
baik dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat
dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan; yang
cepat belajar didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang memiliki
kemampuan tertentu didorong untuk membantu yang lambat belajar, yang
memiliki kemampuan tertentu didorong untuk menularkannya pada orang lain.
5. Pemodelan (Modeling)
Menurut Sandjaya (2010:265) yang dimaksud dengan asas pemodelan adalah
“proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat
ditiru oleh setiap siswa”. Misalnya, guru memberikan contoh bagaimana cara
mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat
asing, guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, dan lain
sebagainya. Proses pemodelan tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat
juga
guru memanfaatkan siswa yang dianggap memilki kemampuan. Misalkan siswa
yang pernah menjadi juara dalam lomba puisi dapat menampilkan keahliannya di
depan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model.
Pemodelan, merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran kontekstual,
sebab melalui pemodelan siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-
abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dan
dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa
pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar
itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan
menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilkinya. Bisa terjadi melalui proses
refleksi siswa akan memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau
menambah khazanah pengetahuannya Dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan pembelajaran kontekstual, setiap berakhir proses pembelajaran,
guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung” atau mengingat
kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan
pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalamannya
belajar.
7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan oleh guru pada saat ini,
biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat
evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes dapat
diketahui seberapa jauh siswa telah telah menguasi materi pelajaran. Dalam
pembelajaran kontekstual, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh
perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi juga proses belajar
melalui penilaian.
Menurut Wina Sanjaya (2010:266) Penilaian nyata (authentic assessment) adalah
proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa. Penilaian ini diperlukan untuk
mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman
belajar siswa memilki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik
intelektual maupun mental siswa Berdasarkan pendapat yang dikemukakan diatas,
maka penulis menerapkan pada penelitian ini untuk mengetahui indikator-
indikator penguasaan untuk kompetensi mengenal dan mengidentifikasi
komponen elektronika sebagai berikut:
1. Kontruktivisme
Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Sebagai
contoh aplikasi dalam penelitian ini adalah :
• Guru memberikan penjelasan mengenai kapasitor dalam kehidupan nyata
beserta aplikasinya. Contohnya penggunaan kapasitor untuk menyimpan muatan
dan energi, lampu kilat pada kamera memiliki kapasitor yang besar untuk
menyimpan energi tabung lampu, kapasitor mendapat muatan dari baterai selama
kurang lebih 30 detik. Ketika diperlukan dalam sekejap semua muatan akan keluar
dari tabung lampu sehingga lampu kilat menyala.
2. Inquiri
Pada tahap ini siswa dituntut untuk belajar dengan menggunakan keterampilan
berfikir kritis dalam proses pembelajaran khususnya pada kompetensi mengenal
dan mengidentifikasi komponen elektronika. Aplikasinya adalah sebagai berikut
ini :
• Guru memberikan pertanyaan kepada siswa mengenai materi yang akan
disampaikan sekarang untuk mengetahui sejauh mana siswa mengetahuinya
sebelum materi tersebut disampaikan.
• Siswa memberikan contoh penggunaan kapasitor dalam kehidupan sehari-hari
yang pernah dilihatnya.
3. Questioning (bertanya)
Pada tahap ini siswa dituntut untuk menggali informasi tentang kemampuan siswa
dalam penguasaan materi pelajaran; membangkitkan motivasi siwa untuk belajar;
merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu; memfokuskan siswa pada
sesuatu yang diinginkan; menyimpulkan sesuatu. Contoh aplikasinya adalah
sebagai berikut:
• Guru memancing siswa agar dapat menemukan sendiri mengenai kapasitor
mika
• Siswa bertanya mengenai fungsi dari kapasitor mika dan aplikasinya.
• Berdasarkan pertanyaan yang diajukan siswa, guru membimbing dan
mengarahkan siswa untuk menemukan materi tentang kapasitor mika.
4. Learning community (masyarakat belajar)
Konsep masyarakat belajar dalam kontekstual diperoleh melalui kerjasama
dengan orang lain, kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai berbentuk
kelompok belajar. Contoh aplikasinya adalah sebagai berikut:
• Guru membagi siswa menjadi 10 Kelompok.
• Siswa melaksanakan diskusi kelompok untuk membahas materi kapasitor.
• Guru membahas pendapat, informasi, dan masalah dari pengalaman siswa
mengenai kapasitor.
5. Modeling (pemodelan)
Dalam pemodelan siswa dituntut untuk dapat mengingat dan mengaplikasikan
peragaan yang telah dicontohkan guru. Contoh aplikasinya adalah sebagi berikut:
• Guru memberikan contoh fungsi dari kapasitor mika, yaitu untuk rangkaian
resonasi, filter untuk frekuensi tinggi dan rangkaian yang menggunakan tegangan
tinggi. Misalnya: radio pemancar yang menggunakan tabung transistor.
6. Reflection (pemodelan)
Dalam refleksi siswa dituntut untuk mengingat kembali apa yang telah
dipelajarinya, dan siswa diberikan kebebasan untuk menafsirkan pengalamannya
sendiri sehingga siswa dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.
Contoh aplikasinya adalah sebagai berikut:
• Setelah mendengarkan penjelasan dari guru, siswa mengetahui bahwa aplikasi
dari kapasitor dapat mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya,
mereka menjadi tahu bahwa lampu kilat pada kamera dan radio pemancar
merupakan aplikasi dari penggunaan kapasitor.
7. Authentic assessment (penilaian yang sebenarnya)
Proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi megenai
perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa berupa pemberian evaluasi.
Contoh aplikasinya adalah sebagai berikut:
• Pelaksanaan evaluasi setelah kegiatan pembelajaran berakhir untuk mengetahui
pemahaman siswa terhadap materi yang telah diberikan.
7. Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan
rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi
tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan
topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran,
media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran dan langkah-langkah
pembelajaran saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut :
1. Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan
kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi,
Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar.
2. Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
3. Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu
4. Pembutanan skenario tahap demi tahap kegiatan siswa
D. Evaluasi Belajar
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana
tujuan yang telah tercapai (Suharsimi Arikunto, 2009:19).
1. Subjek Evaluasi
Subjek evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Siapa yang
dapat disebut sebagai subjek evaluasi untuk setiap tes, ditentukan oleh suatu
aturan pembagian tugas atau ketentuan yang berlaku (Suharsimi Arikunto,
2009:19). Contoh: Untuk melaksanakan evaluasi tentang prestasi belajar atau
pencapaian, maka subjek evaluasi adalah guru.
2. Sasaran Evaluasi
Sasaran penilaian adalah segala sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan,
karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu (Suharsimi Arikunto,
(2009:20). Sasaran penilaian unsur-unsurnya meliputi: input, tranformasi, dan
output.
3. Prinsip Evaluasi
Terdapat satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu triagulasi
yang erat kaitannya antara tiga komponen adalah sebagai berikut:
1. tujuan pembelajaran
2. kegiatan pembelajaran atau KBM, dan
3. evaluasi
Triagulasi tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
tujuan
evaluasi KBM
Gambar 2.3 Bagan Trigulasi 42
Penjelasan dari bagan triagulasi diatas dalah sebagai berikut:
a. Hubungan antara tujuan dengan KBM
Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar
disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak di capai. Dengan
demikian, anak panah menunjukan hubungan antara keduanya mengarah pada
tujuan dengan makna KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari
tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke
KBM.
b. Hubungan antara tujuan dengan evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan
telah tercapai. Dengan makna demikian maka anak panah berasal dari evaluasi
menuju ke tujuan. Disisi lain, bila dilihat dari langkah dalam menyusun alat
evaluasi ia mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan.
c. Hubungan antara KBM dan evaluasi
Dalam hal ini evaluasi harus mengacu atau disesuaikan dengan KBM. Contoh:
jika kegiatan belajar mengajar dilakukan guru menitik beratkan pada
keterampilan, evaluasinya juga harus mengukur keterampilan siswa bukan aspek
pengetahuan.
4. Jenis Evaluasi
Menurut fungsinya, evaluasi dibedakan ke dalam empat jenis, yaitu formatif,
sumatif, diagnostik, dan evaluasi penempatan. Evaluasi formatif menekankan
kepada upaya memperbaiki proses pembelajaran. Evaluasi sumatif lebih
menekankan kepada penetapan tingkat keberhasilan belajar setiap siswa yang
dijadikan dasar dalam penentuan nilai atau kenaikan nilai siswa. Evaluasi
diagnostik menekankan kepada upaya memahami kesulitan siswa dalam belajar,
sedangkan evaluasi penempatan menekankan kepada upaya untuk menyelaraskan
antara program dan proses pembelajaran dengan karakteristik kemampuan siswa.
Menurut caranya dibedakan atas dua jenis yaitu evaluasi kuantitatif dan evaluasi
kualitatif. Evaluasi kualitatif biasanya lebih bersifat subjektif dibandingkan
dengan evaluasi kuantitatif. Evaluasi kuantitatif biasanya dilakukan apabila guru
ingin memberikan nilai akhir terhadap hasil belajar siswa, sedangkan evaluasi
kualitatif dilakukan apabila guru ingin memperbaiki hasil belajar siswanya.
Menurut bentuknya dibedakan menjadi tes uraian dan tes objektif. Menurut
caranya dibedakan menjadi tes tulisan, tes lisan, dan tes tindakan. Teknik non-test
biasanya digunakan untuk menilai proses pembelajaran, alat-alat khusus untuk
melaksanakan teknik non-test ini dapat dilakukan melalui pengamatan,
wawancara, angket, dan hasil karya ilmiah atau laporan.
5. Tujuan Evaluasi
Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui efektivitas poses belajar
mengajar yang telah dilaksanakan. Indikator keefektifan itu dapat dilihat dari
perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa. Perubahan tingkah laku yang
terjadi dibandingkan dengan perubahan tingkah laku yang diharapkan sesuai
dengan tujuan dan isi program pembelajaran. Oleh karena itu, instrument evaluasi
harus dikembangkan dari tujuan dan isi program, sehingga bentuk dan format tes
sesuai dengan tujuan dan karakteristik bahan ajar, serta porsinya sesuai dengan
keluasan dan kedalaman materi yang diberikan.
6. Fungsi Evaluasi
Adapun fungsi dari evaluasi pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat
fungsi, yaitu:
1. Fungsi formatif, evaluasi dapat memberiikan umpan balik bagi guru sebagai
dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program
remedial bagi siswa yang belum menguasai sepenuhnya materi yang dipelajari.
2. Fungsi sumatif, yaitu dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap
materi yang dipelajari, menentukan angka nilai sebagai bahan keputusan
kelulusan, dan laporan perkembangan belajar siswa, serta dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa.
3. Fungsi diagnostik, yaitu dapat mengetahui latar belakang siswa (psikologis,
fisik, dan lingkungan) yang mengalami kesulitan belajar.
4. Fungsi seleksi dan penempatan, yaitu hasil evaluasi dapat dijadikan dasar
untuk menyeleksi dan menempatkan siswa sesuai dengan minat dan
kemampuannya.
7. Model Evaluasi Pembelajaran Kontekstual
Dalam penilaian pembelajaran kontekstual, siswa mendapat nilai secara individu
dan nilai secara berkelompok. Siswa bekerja sama dengan teman-temanya yang
dibentuk dalam kelompok. Sehingga siswa dapat saling membantu satu sama lain
dalam mempersiapkan diri untuk melaksanakan tes. Kemudian siswa mengerjakan
tes secara sendiri-sendiri dan nilai dinilai secara individu.
E. Materi Mata Diklat Elektronika Dasar
Mata Diklat Elektronika Dasar merupakan salah satu mata diklat produktif yang
wajib diikuti oleh siswa kelas X program keahlian Teknik Elektronika Di SMKN
1 Bekasi. Materi yang akan disampaikan dalam penelitian ini adalah Kapasitor,
dan uraian materi tersebut sebagai berikut :
1. Pengertian Kapasitor
Kapasitor / kondensator adalah komponen pasif, notasinya dituliskan dengan
huruf C berfungsi untuk menyimpan energy listrik dalammuatan listrik,
banyaknya muatan lisrik per detik dalam satuan Coulombs (C). Kemampuan
kapasitor dalam menyimpan muatan disebut kapasitansi yang satuannya adalah
Farad (F), pada umumnya kapasitor yang ada di pasaran memiliki satuan sebagai
berikut :
• 1 Farad = 1.000.000 µF (mikro Farad)
• 1 µF = 1.000 nF (nano Farad)
• 1 nF = 1.000 pF (piko Farad)
Tegangan kerja pada kapasitor AC untuk non polar : 25 Volt ; 50 Volt ; 100 Volt ;
250 Volt ; 500 Volt,...
Tegangan kerja pada kapasitor DC untuk polar : 10 Volt ; 35 Volt ; 50 Volt ; 100
Volt ; 250 Volt.
Fungsi kapasitor dalam dalan suatu rangkaian adalah sebagai berikut :
• Sebagai filter atau penyaring
• Sebagai kopling.penghubung antara rangkaian
• Sebagai fine tuning
• Penyimpangan arus
2. Identifikasi dan Membaca Nilai
a. Jenis Kapasitor Berdasarkan Polaritasnya
• Kapasiator Non Polar
Kapasitor non polar adalah kapasitor yang elektrodanya tanpa
memiliki kutup positif (+) maupun kutub negative (
pemasangannya terbalik maka kapasitor tetap bekerja.
disimbolkan sebagai berikut :
1 µF = 1.000 nF (nano Farad)
1 nF = 1.000 pF (piko Farad)
Tegangan kerja pada kapasitor AC untuk non polar : 25 Volt ; 50 Volt ; 100
Volt ; 250 Volt ; 500 Volt,...
Tegangan kerja pada kapasitor DC untuk polar : 10 Volt ; 16 Volt ; 25 Volt ;
35 Volt ; 50 Volt ; 100 Volt ; 250 Volt.
Fungsi kapasitor dalam dalan suatu rangkaian adalah sebagai berikut :
Sebagai filter atau penyaring
Sebagai kopling.penghubung antara rangkaian
Sebagai fine tuning
Penyimpangan arus
Identifikasi dan Membaca Nilai-Nilai Kapasitor
Jenis Kapasitor Berdasarkan Polaritasnya
Kapasiator Non Polar
Kapasitor non polar adalah kapasitor yang elektrodanya tanpa memiliki kutup
positif (+) maupun kutub negative (-) artinya jika terbalik maka kapasitor tetap
bekerja. Kapasitor non polar disimbolkan sebagai berikut :
Gambar 2.4 Simbol Kapasitor Nonpolaritas
Tegangan kerja pada kapasitor AC untuk non polar : 25 Volt ; 50 Volt ; 100 ;16
Volt ; 25 Volt ;
Fungsi kapasitor dalam dalan suatu rangkaian adalah sebagai berikut :
Kapasitor non polar adalah kapasitor yang elektrodanya tanpa artinya jika
Kapasitor non polar
Berikut ini adalah jenis-jenis kapasitor nonpolar adalah sebagai berikut :
1. Kapasitor Variable (Varco)
Kapasitor variabel adalah kapasitor yang nilai kapasitas-nya dapat diubah-ubah
sesuai keinginan. Oleh karena itu kapasitor ini di kelompokan ke dalam kapasitor
yang memiliki nilai kapasitas yang tidak tetap.
Gambar 2.5 Kapasitor Variable
2. Kapasitor Mika
Kapasitor ini mempunyai elektroida logam dan lapisan dielektrikum dari
polysteryne mylar dan teflon setebal 0,0064 mm. Digunakan untuk koreksi faktor
daya. Bentuk asli dari kapasitor mika adalah sebagai berikut :
Gambar 2.6 Kapasitor Mika
3. Kapasitor Keramik
Kapasitor ini menpunyai dielektrikum keramik. Kapasitor ini mempunyai oksida
logam dan dielektrikumnya terdiri atas campuran titanium-48 oksida dan oksida
lain. Kekuatan dielektrikumnya tinggi dan mempunyai kapasitas besar sekali
dalam ukuran kecil.
Gambar 2.7 Kapasitor Keramik
• Kapasitor Polar
Kapasitor polar elektrodanya mempunyai dua kutub, yakni kutub positif (+)
dan kutub negative (-), apabila kapasitor ini dipasang pada rangkaian
elektronika, maka pemasangannya tidak boleh terbalik. Salah satunya
contohnya adalah kapasitor elektrolit atau elko dan tantalum. Nilai kapasitas
maksimum dan kutub-kutubnya sudah tertera pada bodi komponen tersebut.
Contoh gambar kapasitor polar adalah sebagai berikut :
Gambar 2.8 Kapasitor Polar
b. Membaca Nilai-Nilai Kapasitor
Pada kapasitor yang berukuran besar, nilai kapasitansi umumnya ditulis dengan
angka yang jelas. Lengkap dengan nilai tegangan maksimum dan polaritasnya.
Misalnya pada kapasitor elco dengan jelas tertulis kapasitansinya sebesar
100µF25v yang artinya kapasitor/ kondensator tersebut memiliki nilai kapasitansi
100 µF dengan tegangan kerja maksimal yang diperbolehkan sebesar 25
volt.Kapasitor yang ukuran fisiknya kecil biasanya hanya bertuliskan 2 (dua) atau
3 (tiga) angka saja. Jika hanya ada dua angka, satuannya adalah pF (pico farads).
Sebagai contoh, kapasitor yang bertuliskan dua angka 47, maka kapasitansi
kapasitor tersebut adalah 47 pF. Jika ada 3 digit, angka pertama dan kedua
menunjukkan nilai nominal, sedangkan angka ke-3 adalah faktor pengali. Faktor
pengali sesuai dengan angka nominalnya, berturut-turut 1 = 10, 2 = 100, 3 =
1.000, 4 = 10.000, 5 = 100.000 dan seterusnya. Contoh :
104 105 222
104 = 10 x 10.000 = 100.000 pF
= 100 nF 105 = 10 x 100.000
= 1.000.000 pF = 1.000 nF
= 1 µF 222 = 22 x 100 = 2.200 pF = 2,2 nF atau = 2n2
Untuk kapasitor polyester nilai kapasitansinya bisa diketahui berdasarkan warna
seperti pada resistor. Table 2.2 Kode Warna Kapasitor :
Warna Nilai
Hitam 0
Coklat 1
Merah 2
Orange 3
Kuning 4
Hijau 5
Biru 6
Ungu 7
Abu-Abu 8 50
Putih 9
Contoh Jika kapasitor polyster Sebagai berikut:
Coklat Hitam Orange Nilainya
1 0 3 103
103 = 10 x 1000
= 1000 pF
= 10 nF = 0,01 µF
3. Rangkaian Kapasitor
Rangkaian kapasitor bila dirangkai secara seri kapasitasnya akan berbanding
terbalik dengan nilai masing-masing, semakin banyak rangkaiannya semakin kecil
nilai kapasitasnya, tetapi tegangan kerjanya bertambah besar. Di bawah ini contoh
kapasitor yang dirangkai secara seri. Pada rangkaian kapasitor seri, berlaku
rumus:
V = V1 + V2 + … + Vn
Q = Q1 = Q2 = Qn
Rangkaian kapasitor secara paralel akan mengakibatkan nilai kapasitansi
pengganti semakin besar. Di bawah ini contoh kapasitor yang dirangkai secara
paralel.
Pada rangkaian kapasitor paralel, berlaku rumus:
V1 = V2 =V3 = Vn
Q = Q1 + Q2 + Q3 + Qn
CTOTAL = C1 + C2 + C3
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
dengan jenis eksperimental yaitu apabila penelitian tindakan kelas
diselenggarakan dengan berupaya menerpkan berbagai teknik dan model secara
efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan belajar mengajar. Di dalam kaitannya
dengan kegiatan belajar mengajar dimungkinkan terdapat lebih dari satu model
untuk mencapai tujuan instruksional, dengan diterapkannya penelitian tindakan
kelas ini diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang lebih efektif
dalam rangka untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam pelaksanaan penelitian
tindakan kelas langkah utama yang harus dilaksanakan yaitu merencanakan,
melakukan tindakan, mengamati dan refleksi yang merupakan satu siklus dalam
penelitian tindakan kelas, siklus selalu berulang. Setelah siklus satu selasai jika
terdapat masalah dari proses refleksi maka dilakukan proses pengkajian ulang
melalui siklus berikutnya yang meliputi kegiatan perencanaan ulang, tindakan
ulang, dan pengamatan ulang sehingga permasalahan dapat teratasi. Permasalahan
pada mata diklat Elaktronika Dasar adalah pada saat proses pembelajaran, terlihat
bahwa siswa cenderung kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran karena guru
masih menggunakan metode ceramah. Kesulitan siswa dalam pembelajaran
diantaranya kesulitan memahami materi yang telah disamapaikan oleh guru dan
siswa tidak memiliki keberanian untuk bertanya kepada guru menganai
permasalahan yang dimilikinya. Karena hal tersebut penulis mengemukan
mengapa penulis menggunakan metode penelitian tindakan kelas yaitu sebagai
berikut :
1. Bertujuan untuk meningkatkan hasil pembelajaran ditinjau dari aspek kognitif
pada mata diklat Elaktronika Dasar
2. Bertujuan untuk meningkatkan aktivitas siswa sehingga siswa lebih aktif dalam
proses pembelajaran.
3. Adanya partisipasi dari peneliti ataupun guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran.
B. Prosedur Penelitian
Prosedur pelaksanaan penilitian tindakan kelas memiliki empat tahap. Keempat
tahap tersebut adalah: perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (acting),
observasi (observation) dan refleksi (reflektion). Kegiatan-kegiatan ini disebut
dengan satu siklus kegiatan pemecahan masalah. Apabila satu siklus belum
menunjukkan tanda-tanda pemecahan masalah kearah perbaikan (peningkatan
mutu), kegiatan riset dialajutkan pada siklu kedua, dan seterusnya, samapai
peneliti merasa puas. Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas jika terjadi
kenaikan hasil belajar siswa yang signifikan pada setiap siklusnya. Aspek yang
diamati dalam setiap siklusnya adalah kegiatan siswa pada mata diklat Elektronika
Dasar dengan penerapan model pembelajaran kontekstual untuk mengetahui
tingkat kemajuan belajar yang akan berpengaruh terhadap hasil belajar. Penelitian
ini merupakan penelitian tindakan kelas sehingga peneliti selalu bekerjasama
dengan guru mata pelajaran Elektronika Dasar, dimulai dari dialog awal,
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan atau pemantauan
(observasi), perenungan (refleksi) pada setiap tindakan yang dilakukan serta
evaluasi. Berikut penjelasan dari masing-masing langkah kegiatan pada penelitian
tindakan kelas :
1. Dialog Awal
Dialog awal dilakukan untuk mengetahui sejauh mana akar permasalahan yang
terdiri pada saat pembelajaran berlangsung meliputi hasil belajar siswa dalam
mengajukan pertanyaan secara lisan di dalam kelas dan nilai rata-rata ulangan
harian kelas.
2. Perencanaan (Planning)
Tahapan ini berupa menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan tentang apa,
mengapa, kapan, dimana, oleh siapa dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan.
Pada penelitian tindakan kelas dimana peneliti dan guru adalah orang yang
berbeda, dalam tahap menyusun rancangan harus ada kesepakatan antara
keduanya. Rancangan harus dilakukan bersama antara guru yang akan melakukan
tindakan dengan peneliti yang akan mengamati proses jalannya tindakan. Hal
tersebut untuk mengurangi subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan yang
dilakukan pada tahap perencanaan peneliti menentukan fokus peristiwa yang perlu
mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah
instrumen pengamatan untuk merekam fakta yang terjadi selama tindakan
berlangsung. Tindakan untuk pemecahan masalah yaitu menyusun rencana
tindakan termasuk revisi dan perubahan rencana yang hendak dilakukan dalam
pembelajaran Elektronika Dasar termasuk sistem penilaiannya yang mengacu
pada silabus. Dalam kaitan rencana disusun secara kolaboratif antara peneliti
dengan guru penguasaan Elektronika Dasar.
Hal yang perlu dilaksanakan pada tahap ini adalah :
1. Menentukan kelas subjek yang akan diteliti, yaitu kelas X Elektronika di SMK
Negeri 1 Bekasi.
2. Menetapkan jumlah siklus, yaitu 3 siklus.
3. Menyiapkan metode mengajar berdasarkan model pembelajaran untuk tipe
siklusnya, yaitu berupa ceramah, demonstrasi, pemodelan, diskusi dan tanya
jawab.
4. Menyusun rencana pembelajaran yang akan diterapkan setiap siklus.
5. Menyiapkan sumber belajar.
6. Menentukan observer, dan alat bantu observer.
7. Menetapkan cara pelaksanaan refleksi dan peneliti refleksi.
8. Menetapkan kriteria keberhasilan dalam upaya pemecahan masalah.
3. Tindakan (Action)
Pada tahap ini, rancangan strategi dan skenario penerapan pembelajaran akan
diterapkan. Rancangan tindakan tersebut tentu saja telah “dilatihkan” kepada si
pelaksana tindakan (guru) untuk dapat diterapkan di dalam kelas sesuai dengan
skenarionya. Skenario dari tindakan harus dilaksanankan dengan baik dan tampak
wajar. Skenario atau rancangan tindakan yang akan dilakukan hendaknya
dijabarkan serinci mungkin secara tertulis. Rincian tindakan itu menjelaskan (1)
langkah demi langkah kegiatan yang dilakukan, (2) kegiatan yang seharusnya
dilakukan oleh guru, (3) kegiatan yang diharapkan dilakukan oleh siswa, (4)
rincian tentang media pembelajaran yang akan digunakan dan cara
menggunakannya, (5) jenis instrumen yang akan digunakan untuk pengumpulan
data/pengamatan disertai dengan penjelasan rinci bagaimana menggunakannya.
Peneliti menggunakan model pembelajaran kontekstual ditujukan untuk
memperbaiki keadaan atau proses dan hasil pembelajaran serta sistem
penilaiannya. Pelaksanaan tindakan yang direncanakan terbagi dari beberapa
siklus penelitian. Setiap siklus pelaksanan pembelajaran disesuaikan dengan
waktu pada program semester dan jadwal pelajaran dikelas. Beberapa kegiatan
yang dilakukan pada tahap ini antara lain:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya.
2. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
3. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
4. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
5. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
1. Siklus pertama
Keberhasilan suatu tindakan akan ditentukan dengan perencanaan yang matang,
oleh karena itu pada tahap ini dilakukan beberapa perencanaan yaitu :
1) Menetapkan jumlah siklus, yaitu tiga siklus. Materi pada setiap siklus adalah
sub pokok bahasan dari mata pelajaran Elektronika Dasar yaitu mengenai dasar-
dasar elektronika. Dimana setiap siklusnya dilakukan satu kali tatap muka
pembelajaran.
2) Merancang program pembelajaran, yang meliputi rencana pembelajaran seperti
silabus, RPP, dan soal-soal latihan.
3) Menetapkan cara observasi, yaitu dengan menggunakan format observasi yang
telah disiapkan sebelumnya dimana observasi dilaksanakan secara bersamaan
dengan pelaksanaan tindakan. Format observasi yang digunakan berupa :
a) Lembar observasi aktivitas guru, digunakan untuk melihat kegiatan guru
selama proses belajar mengajar.
b) Lembar observasi aktivitas siswa, digunakan sebagai alat observasi untuk
melihat kegiatan siswa pada proses belajar mengajar.
c) Catatan di lapangan, digunakan untuk mendeskripsikan dan mencatat temuan
penting aktivitas guru dan siswa selama proses pemebelajaran berlangsung.
4) Menetapkan cara pelaksanaan refleksi, dengan cara mendiskusikan hasil
pelaksanaan tindakan dengan obsever serta hasilnya dikonsultasikan kepada
dosen pembimbing setelah selesai pelaksanaan tindakan dan observasi untuk
setiap siklusnya.
2. Siklus Kedua
Pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus kedua ini berdasarkan hasil refleksi
pada siklus pertama dan rencana perbaikan pembelajaran yang telah disusun untuk
siklus kedua. Tahapan proses pembelajaran pada siklus kedua sama seperti
pembelajaran siklus pertama. Pada akhir siklus akan diberikan evaluasi untuk
mengetahui hasil belajar kognitif.
3. Siklus Ketiga
Pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus ketiga akan dilaksanakan
berdasarkan hasil refleksi pada siklus kedua, sampai permasalahan terselesaikan
sesuai waktu yang telah dialokasikan. Tahapan proses pembelajaran pada siklus
ketiga sama seperti pembelajaran siklus kedua.
4. Pengamatan (Observasi)
Pada tahap ini, peneliti melakukan pengamatan dan mencatat semua hal yang
diperlukan selama pelaksanaan tindakan berlangsung. Pengumpulan data ini
dilakukan dengan menggunakan format observasi/penilaian yang telah disusun,
termasuk juga pengamatan secara cermat pelaksanaan skenario tindakan dari
waktu ke waktu serta dampaknya terhadap proses dan hasil belajar siswa.
Instrumen yang umum dipakai adalah lembar observasi dan catatan di lapangan
pada setiap siklus yang dipakai untuk memperoleh data secara objektif yang tidak
dapat terekam melalui lembar observasi, seperti aktivitas siswa selama pemberian
tindakan berlangsung, reaksi siswa, atau petunjuk lain yang dapat dipakai sebagai
bahan dalam analisis dan untuk keperluan refleksi.
5. Refleksi (Reflection)
Tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah
dilakukan, berdasarkan data yang telah terkumpul, kemudian yang dilakukan
evaluasi guna menyempurnakan tindakan berikutnya. Langkah refleksi ini
berusaha mencari alur pemikiran yang logis dalam kerangka kerja proses,
problem, dan hambatan yang muncul dalam perencanaan tindakan strategik.
6. Evaluasi
1. Melaksanakan evaluasi hasil belajar melalui tes objektif setelah proses
pembelajaran berlangsung.
2. Melaksanakan analisis terhadap tindakan-tindakan yang telah dilakukan dan
menganalisis hasil belajar.
3. Melaksanakan refleksi berupa perumusan masalah yang harus diatasi beserta
rencana tindakan untuk dijadikan pedoman dalam menyusun tindakan untuk
siklus kedua dan siklus ketiga.
C. Paradigma Penelitian
Untuk memperjelas langkah penelitian serta alur berpikir seorang penulis, maka
diperlukan adanya paradigma penelitian kemudian dijabarkan dalam penjabaran
penelitian. Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang bersifat sadar, bersifat
sistematik dan terarah pada terjadinya proses belajar. Siswa merupakan subjek
belajar di dalam proses belajar mengajar. Belajar merupakan interaksi antara
siswa dengan subjek didik dengan guru sebagai penghajar, keberhasilan proses
belajar mengajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar adalah penggunaan model
pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran kontekstual merupakan salah satu
strategi yang dapat diterapkan dalam mata pelajaran Elektronika Dasar karena
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa. Semakin banyak
interaksi yang terjalin oleh siswa dalam berfikir dan menjawab berarti tingkat
pengetahuan siswa juga lebih tinggi, sehingga jika siswa dapat berinteraksi,
berfikir dan menjawab dengan baik diharapkan hasil belajar yang dicapai akan
lebih meningkat. Paradigma penelitian yang dilakukan ditunjukkan dalam bagan
pada
D. Lokasi dan Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 1 Bekasi yang berlokasi di Jl.
Ahmad Yani Kota Bekasi. Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah
siswa kelas X Program Keahlian Teknik
Rencana tindakan:
• Menetapkan model
pembelajaran,
• Menetapkan metode mengajar dan media mengajar Orientasi dan observasi
pada SMKN 1 Bekasi
• Latar belakang
• Guru dan siswa
• Kegiatan pemebelajaran
• Sumber pembelajaran
• Kurikulum
Kegiatan pratindakan
• Menetapkan metode penelitian
• Menyusun rencana pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual
Identifikasi masalah
Pelaksanaan tindakan
siklus I Pelaksanaan tindakan
siklus II Pelaksanaan tindakan
siklus III Analisis refleksi
tindakan siklus I Analisis refleksi
tindakan siklus II Analisis refleksi tindakan
siklus III Observasi & evaluasi
Pelaksanaan tindakan
siklus II Observasi & evaluasi
Pelaksanaan tindakan
siklus I Observasi & evaluasi
Pelaksanaan tindakan
siklus III Rencana revisi
tindakan siklus II Rencana revisi
tindakan siklus III Evaluasi seluruh tindakan
Peneliti dalam penelitian ini berperan sebagai observer yang mengamati proses
belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual, sedang
peserta standar kompetensi yang akan diteliti adalah peserta standar kompetensi
SMKN 1 Bekasi kelas X jurusan Teknik Elektronika, sebanyak 40 orang yang
terdiri dari 17 orang laki-laki dan 23 orang perempuan. Penelitian ini dilakukan
secara kolaborasi antara peneliti yang bertindak sebagai guru, serta guru mata
pelajaran yang berperan sebagai observer.
E. Instrumen Penelitian dan Cara Penggunaannya
Instrumen penelitian yang dirancang dan akan digunakan dalam penelitian ini
sebagai alat untuk mengumpulkan data dalam penelitian tindakan kelas adalah
sebagai berikut :
1. Lembar Observasi
Lembar observasi terdiri dari lembar aktivitas siswa selama proses pembelajaran
melalui model pembelajaran kontekstual. Lembar observasi ini difokuskan pada
keaktifan siswa, situasi siswa dalam kelas, respon siswa terhadap interaksi dalam
diskusi, dan aktivitas siswa sesuai tahap-tahap model pembelajaran kontekstual.
2. Lembar Wawancara
Wawancara terhadap guru dan siswa pada awal dan akhir kegiatan tentang kesan,
tanggapan, kelebihan dan kendala penerapan model pembelajaran kontekstual.
3. Evaluasi
Evaluasi yang digunakan berebentuk uraian yang diberikan pada masing-masing
berupa soal evaluasi pada setiap siklus. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat
peningkatan kemampuan penguasaan siswa terhadap materi yang telah
dibelajarkan.
F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data diperlukan beberapa teknik tertentu. Mengingat
informasi yang diperlukan sifatnya beragam, maka beragam pula teknik-teknik
yang digunakan. Data atau informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh melaui
teknik wawancara, observasi, dan evaluasi.
1. Observasi
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menjaring data
berupa aktivitas guru dan siswa selama proses belajar mengajar dengan
menggunakan model pembelajaran kontekstual. Kegiatan observasi pada proses
pembelajaran ini dilakukan oleh satu sampai tiga orang observer. Sebelum
digunakan, pedoman observasi ini sebelumnya akan dikonsultasikan pada
pembimbing setelah mendapatkan persetujuan dapat digunakan dalam penelitian.
2. Wawancara
Untuk memperoleh data atau informasi yang lebih terperinci data untuk
melengkapi data hasil observasi, tim peneliti dapat melakukan wawancara kepada
guru, kepala sekolah, dan fasilisator yang berkolaborasi. Wawancara dilakukan
terhadap guru mata pelajaran yang berkenan dengan model pembelajaran
kontekstual. Melalui wawancara ini diharapkan dapat memperoleh masukan untuk
melengkapi dan memperkuat analisis data yang diperoleh melalui model
pembelajaran kontekstual.
3. Evaluasi
Evaluasi dilakukan diakhir pembelajaran pada setiap siklus, evaluasi yang
diberikan dimaksudkan untuk mengukur perkembangan atau kemajuan siswa
dalam menempuh pembelajaran dengan model kontekstual, dengan kata lain
untuk mengetahui keefektifan penggunaan model kontekstual dalam
meningkatkan kemampuan penguasaan materi pembelajaran.
G. Teknik Analisis Data
Menganalisa data berarti memilah, mengelompokkan atau menggolongkan data
menurut jenis, sifat atau bentuknya sehingga hasilnya dapat dibaca, dimengerti,
dan dimaknai. Tegasnya analisis dapat membantu peneliti dalam menarik
kesimpulan sehingga jawaban masalah penelitian dapat ditemukkan. Prosesnya
meliputi, pengelompokkan hasil pengamatan dengan menghitung frekuensi, tanda
cek, menghitung skor evaluasi dan seterusnya. Untuk kepentingan analisis data
hasil observasi penelitian ini digunakan teknik statistik deskriptif (prosentase,
perhitungan rata-rata). Analisis data dalam penelitian ini, menggunakan analisis
deskriptif.
a. Analisis hasil pengamatan kegiatan pembelajaran Analisis hasil pengamatan
selama kegiatan pembelajaran berlangsung dilakukan observasi mengenal
aktivitas guru dan siswa.
1) Aktivitas siswa
Prosentase rata-rata aktivitas siswa di dalam kelompok (%)
A =
X 100 %
2) Aktivitas guru
Prosentase rata-rata aktivitas guru (%)
X =
X 100 %
Keterangan :
A = prosentase aktivitas siswa (%)
B = jumlah frekuensi aktivitas yang dilakukan siswa di dalam kelompok
C = jumlah frekuensi seluruh aktivitas siswa di dalam kelompok
X = prosentase aktivitas guru yang dilakukan
Y = jumlah frekuensi aktivitas guru yang dilakukan
Z = jumlah frekuensi seluruh aktivitas guru
Selanjutnya data akan dibagi kedalam lima kategori skala, dapat dilihat
dari table dibawah ini:
66
Tabel 3.1. Klarifikasi Aktivitas Siswa dan Aktivitas Guru
Prosentase Kategori
80 % < Sangat Tinggi
60 % - < 80 % Tinggi
40 % - < 60 % Sedang
20 % - < 40 % Rendah
< 20 % Sangat Rendah
Sumber : Laksmini (Hermansyah, 31: 2007)
b. Analisis Hasil Tes
Data hasil tes belajar berisi uraian untuk menghindari pengundian pilihan jika
berupa soal pilihan ganda. Analisis data dilakukan dengan cara membandingkan
transkrip setiap instrumen kegiatan atau hasil kerja siswa.
Tabel 3.2 Tingkat keberhasilan aspek kognitif
Nilai KATEGORI
90 ≤ nilai ≤ 100 Sangat Baik
75 ≤ nilai < 90 Baik
55 ≤ nilai < 75 Cukup
30 < nilai < 55 Kurang
0 ≤ nilai ≤ 30 Sangat Kurang
(Gunawan dalam Dany Maulana, 2008: 37)
c. Penskoran hasil tes
Setiap bentuk tes berbeda teknik penskorannya apalagi kalau jumlah itu
bervariasi. Untuk tes objektif seperti benar salah, isian, menjodohkan, dan
lain-lainnya. Penskoran berbeda dengan cara penskoran tes subyektif. Selain
itu jumlah dan rentang tes perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan
penskoran yang konsisten. Pada umumnya rentang skor yang serung 67
digunakan untuk tes subyektif adalah 0 s/d 100, karena penelitian ini hanya
menggunakan beberapa butir tes dengan rentang 0 s/d 25, maka penskorannya
dilakukan dengan pembobotan.
H. Gain Ternormalisasi (N-Gain)
Menyatakan gain (peningkatan) dalam hasil proses pembelajaran tidaklah mudah,
dengan menggunakan gain absolute (selisih antara pra siklus dan siklus) kurang
dapat menjelaskan mana sebenarnya yang dikatakan gain tinggi dan dikatakan
gain rendah. Misalnya, siswa memiliki gain 2 dari 4 ke 6 dan siswa yang
memiliki gain dari 6 ke 8 dari suatu soal dengan nilai maksimal 8. Gain absolute
menyatakan bahwa kedua siswa memiliki gain yang sama. Secara logis
seharusnya siswa kedua memiliki gain yang lebih tinggi dari siswa pertama. Hal
ini karena usaha untuk meningkatkan dari 6 ke 8 (nilai maksimal) akan lebih berat
dari pada meningkatkan 4 ke 6. Menyikapi kondisi bahwa siswa yang memiliki
gain absolute sama belum tentu memiliki gain hasil belajar yang sama. Hake
(1998) mengembangkan sebuah alternative untuk menjelaskan gain yang disebut
gain ternomalisasi (normalize gain). Gain ternomalisasi (N-gain) diformasikan
dalam bentuk persamaan seperti dibawah ini :
N − Gain =
Skor Posttest − Skor Pretest
Skor Ideal − Skor Pretest
Katagori gain ternormalisasi disajikan pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.3
Kriteria Normalized Gain
Skor N-Gain Kriteria Normalized Gain
skor > 0,70 Tinggi
0,30 < skor ≤ 0,70 Sedang
skor ≤ 0,30 Rendah
I. Indikator Kriteria Keberhasilan
Kriteria keberhasilan dalam penemuan dan pengujian serta peningkatan kualitas
pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual, diharapkan
akhirnya akan bermuara pada peningkatan hasil belajar pada aspek kognitif,
aktivitas siswa dan aktivitas guru. Kriteria pembelajaran dikatakan berhasil jika :
1. Hasil belajar siswa dalam aspek kognitif dikatakan berhasil jika nilai atau rata-
rata ≥ 70 (70%).
2. Aktivitas siswa dikatakan behasil jika nilai atau rata-rata ≥ 70 (70%).
3. Aktivitas guru dikatakan berhasil jika nilai atau rata-rata ≥ 80 (80%).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data di lapangan dan penelitian tindakan kelas terhadap
siswa kelas X di SMK Negeri 1 Bekasi Program Keahlian Elaktronika dapat
disimpulkan sebagai berikut
1. Peningkatan kemampuan pemahaman siswa setelah melakukan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual yang tertuang dalam nilai
hasil belajar untuk setiap siklusnya terjadi peningkatan walaupun dalam kategori
sedang. Hal tersebut dapat terlihat dari perolehan rata-rata N-Gain untuk setiap
siklusnya dimulai dari siklus I yaitu 0,29 (rendah), dilanjutkan pada siklus II
menjadi 0,36 (sedang) dan terakhir dari siklus III menjadi 0,49 (Sedang). Dari
penelitian ini ditemukan adanya hubungan aktivitas belajar siswa denga hasil
belajar. Hal ini ditunjukan oleh data-data observasi mulai dari siklus I, siklus II
dan siklus III yang menggambarkan pada setiap siklusnya terjadi peningkatan
aktivitas belajar dan diiringi dengan peningkatan hasil belajar siswa.
2. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di kelas, aktivitas siswa secara
keseluruhan mengalami peningkatan pada setiap siklusnya, pada siklus I, skor
rata-rata keaktifan siswa adalah 52% yang dikategorikan sedang, pada siklus II
terjadi peningkatan menjadi 66% yang dikategorikan tinggi dan pada siklus III
terjadi peningkatan menjadi 84% yang dikategorikan sangat tinggi.
3. Secara keseluruhan aktivitas guru mengalami peningkatan pada setiap
siklusnya. Hal ini ditunjukan dari hasil pengamatan yang mengunakan lembar
observasi aktivitas guru. Pada siklus I skor rata-rata aktivitas guru adalah 60%
berada pada kategori sedang, pada siklus II aktivitas guru mengalami peningkatan
menjadi 79% berada pada kategori tinggi dan pada siklus III aktivitas guru terus
meningkat menjadi 90% berada pada kategori sangat tinggi.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil kesimpulan pada penelitian ini, ada beberapa rekomendasi
yang dapat disampaikan oleh peneliti antara lain adalah sebagai berikut :
1. Model penbelajaran kontekstual adalah model pembelajaran yang berlangsung
secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
sekedar transfer ilmu dari guru ke siswa. Sehingga dalam setiap kegiatan
pembelajaran harus melibatkan siswa baik dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran sehingga didapat revisi dan perbaikan untuk pertemuan berikutnya.
2. Pada guru diharapkan untuk mengembangkan model pembelajaran kontekstual
dengan memperbaiki kekurangan-kekurangannya untuk kegiatan pembelajaran
selanjutnya.
3. Pada siswa khususnya siswa kelas X Teknik Komputer dan Jaringan
diharapkan dapat mempertahankan aktivitas siswa dan hasil belajar sehingga lebih
baik lagi, dan dapat mengaplikasikan pada mata diklat lainnya.
4. Pada sekolah khususnya di SMK Negeri 1 Seluma untuk menunjang kegiatan
pembelajaran hendaknya sumber-sumber belajar dan literatur harap dilengkapi
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan.
Daftar Pustaka
Fakultas Teknik. 2009. Buku Pedoman Skripsi/ Komprehensif/ Karya Inovatif
(S1). Jakarta : Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usana
Offset Printing
Gene L. Wilkinson. 1984. Media dalam Pembelajaran, Jakarta : Pustekkom
Dikbud dan CV Rajawali
Hamalik, Oemar.1992. Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum.
Penerbit Mandar Maju. Bandung.
Hasan, Chalijah. 1984. Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan . Al ikhlas
Surabaya.
Joni,T. Raka.1986. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Karya anda. surabaya