file · web viewakhir dari penutup pengantar, kami berharap semoga makalah ini dapat...
TRANSCRIPT
Tugas Makalah
PENGUKURAN INTELIGENSI
OLEH
KELOMPOK 1
LA JUNAHARA
LA ODE EDI
WA ODE NURHALIMA
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
BAU-BAU
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah pencipta dan pemelihara alam semesta
yang telah menerangi hambanya yang takwa dengan cahaya yang mendekatkan
kepada-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Pengukuran Inteligensi”
Solawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar
Muhammad saw. Dimana beliaulah yang telah membawa umatnya dari zaman
jahiliyah menuju zaman islam yang terang benerang. Akhir dari penutup
pengantar, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Amin....
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
A. Latar Balakang ................................................................................
B. Rumusan Masalah ...........................................................................
C. Tujuan .............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Inteligensi ......................................................................
B. Faktor-Faktor Dalam Inteligensi .....................................................
C. Sejarah Perkembangan Tes Inteligensi ...........................................
D. Jenis-Jenis Tes Inteligensi ...............................................................
E. IQ (Intelligence Quotient) ...............................................................
F. Macam-Macam Norma Tes Inteligensi ...........................................
G. Kegunaan Tes Inteligensi ................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .....................................................................................
B. Saran ................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inteligensi merupakan salah satu konsep yang dipelajari dalam psikologi.
Pada hakekatnya, semua orang sudah merasa memahami makna inteligensi.
Sebagian orang berpendapat bahwa inteligensi merupakan hal yang sangat penting
dalam berbagai aspek kehidupan.
Inteligensi erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Banyak problem-
problem manusia yang berhubungan dengan inteligensi. Dalam dunia
pendidikanpun, inteligensi merupakan hal yang sangat berkaitan. Seolah-olah
inteligensi merupakan penentu keberhasilan untuk mencapai segala sesuatu yang
diinginkan, dan merupakan suatu penentu keberhasilan dalam semua bidang
kehidupan. Untuk mengetahui tentang apa itu inteligensi, akan dijelaskan lebih
lanjut dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian pungukuran inteligensi?
2. Jelaskan bagaimana faktor-faktor dalam inteligensi?
3. Bagaimana sejarah perkembangan tes inteligensi?
4. Apa saja jenis-jenis inteligensi?
5. Bagaimana bentuk penjelasan IQ (Intelligence Quotient)?
6. Jelaskan macam-macam norma tes inteligensi?
7. Bagaimana cara kegunaan tes inteligensi?
C. Tujuan
Adapun tujuan pengukuran inteligensi adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian inteligensi.
2. Untuk memahami bagaimana faktor-faktor dalam inteligensi.
3. Untuk dapat mengetahui bagaimana sejarah perkembangan tes
inteligensi.
4. Untuk memahami jenis-jenis inteligensi.
5. Untuk bentuk penjelasan IQ (Intelligence Quotient)
6. Untuk mengetahui macam-macam bentuk norma tes inteligensi.
7. Untuk dapat memahami bagaimana cara kegunaan tes inteligensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Inteligensi
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah pandai, cakap,
pintar, cerdas dan istilah lain yang senada dengan hal tersebut. Di dalam psikologi
dikenal dengan istilah inteligensi. Istilah ini sekaligus dapat menggantikan
berbagai macam istilah yang ada hubungannya dengan kecerdasan. Istilah
inteligensi amat sukar didefinikan, terbukti dengan banyaknya definisi yang
dikemukakan oleh para ahli, sesuai dengan sudut pandangan masing-masing.
Untuk jelasnya berikut dikemukakan beberapa definisi inteligensi menurut para
ahli:
1. Terman mengemukakan bahwa inteligensi merupakan suatu kemampuan
untuk berpikir secara abstrak.
2. Woodworth berpendapat bahwa inteligensi mencakup kemampuan untuk
melihat suatu masalah dengan jelas dan lengkap, untuk menggunakan
pengalaman lampau guna memecahkan masalah tersebut, dan tindakan untuk
tidak segera menerima suatu pemecahan tanpa memeriksa kembali untuk
menyakinkan apakah masalah tersebut benar-benar terpecahkan
3. Wechsler mengemukakan bahwa inteligensi adalah keseluruhan kemempuan
anak untuk berpikir dan bertindak secara terarah, serta menyesuaikan diri
dengan lingkungan secara efektif.
4. Binet berpendapat bahwa inteligensi mengandung tiga kemampuan didalam
berpikir, yaitu;
a. Kemampuan untuk mempertahankan suatu arah tertentu. Artinya tetap
menjurus pada suatu tujuan.
b. Kemampuan untuk memilih cara-cara yang tepat dalam mencapai tujuan.
c. Kemampuan untuk menilai secara objektif perbuatan sendiri.
5. W. Stern memberikan definisi inteligensi sebagai suatu kapasitas yang
bersifat umum dari anak untuk menyesuaikan diri pada situasi baru.
6. Sarlito Wirawan Sarwono berpendapat bahwa inteligensi adalah
keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah
serta mengelola dan menguasai lingkungan secara efektif.
B. Faktor-Faktor Dalam Inteligensi
Faktor-faktor yang terdapat dalam inteligensi menurut para ahli adalah
sebagai berikut:
1. Charles Spearman
Menurut Charles Spearman dalam inteligensi seseorang terdapat faktor
umum (G-factor) dan faktor khusus atau spesial (S-factor). Teorinya sering
disebut teori Dwi faktor. Faktor umum yang menentukan apakah seseorang itu
secara umum pandai atau lambat, dan faktor khusus yang menentukan kepandaian
seseorang di dalam bidang tertentu, misalnya dalam bidang teknik, matematika,
sejarah, dan sebagainya.
2. Burt
Burt sependapat dengan Spearman tentang adanya faktor-G dan faktor-S
dalam inteligensi. Tetapi menurut Burt disamping kedua faktor tersebut, masih
ada faktor yang ketiga yaitu faktor kelompok (Cluster factor) yang disingkat
faktor-C. Faktor ini berfungsi pada sejumlah tingkah laku, yang berarti lebih luas
dari faktor-S dan lebih sempit dari faktor G.
3. Thurstone
Thurstone menolak adanya faktor G, dan menerima kedua faktor lainnya
yaitu faktor S (faktor khusus) dan faktor C (Cluster factor). Menurut Thurstone
faktor C terdiri dari tujuh faktor yang sering disebut primary mental abilities,
yaitu sabagai berikut:
1) Kemampuan verbal yaitu kemampuan untuk menghadapi materi verbal,
berpikir verbal dan menangkap hubungan antara konsep-konsep.
2) Kelancaran kata-kata yaitu kelancaran mengutarkan pikiran dalam kata-kata
3) Kermampuan angka yaitu kemampuan menggunakan pikiran melalui angka-
angka, dan memperhitungkan secara tepat dan cepat bahan-bahan yang
sifatnya kuantitatif.
4) Kemampuan keruangan yaitu kemampuan untuk melihat dimensi,
mengimajinasikan bentuk akhri suatu objek dengan melihat gambar
rancangannya.
5) Kecepatan persepsi yaitu kemampuan untuk mengenali persamaan dan
perbedaan antara objek-objek atau simbol-simbol secara cepat dan teliti hal
ini penting untuk kemampuan membaca.
6) Kemampuan menalar yaitu kemampuan untuk memecahkan persoalan-
persoalan secara logis, kemampuan abstraksi, kemampuan hubungan antara
dua hal.
4. Thomson
Thomson tidak setuju dengan ketujuh faktor yang disebutkan oleh
Thurstone dan juga tidak setuju terhadap adanya faktor G dari faktor yang
masing-masing bebas dan berdiri sendiri-sendiri, tetapi faktor-faktor yang
berfungsi pada suatu saat tertentu hanyalah sebagian kecil saja dari keseluruhan
faktor-faktor yang ada.
Dari adanya berbagai pendapat tentang-tentang faktor-faktor didalam
inteligensi, mengakibatkan berkembangnya berbagai cara untuk menganalisis,
mempelajari dan mengukur inteligensi. Para ahli psikologi mempunyai cara
tersendiri sesuai dasar teori masing-masing.
C. Sejarah Perkembangan Tes Inteligensi
Perintis dari tes intelegensi adalah seorang psikolog. Perancis Alfred
Binet. Pertama kali Binet bekerjasama dengan Henri dan yang terakhri adalah
Theodore Simon. Sehingga tes inteligensi yang dihasilkannya dikenal dengan tes
inteligensi Binet Simon.
Munculnya tes ini diawali dari adanya suatu kebutuhan oleh Pemerintah
Perancis (Menteri Pendidikan dan Pengajaran) akan adanya suatu alat yang dapat
membedakan antara anak-anak yang normal dan anak-anak yang terbelakang
mental. Untuk keperluan itu maka Alfred Binet diberikan kepercayaan untuk
menyusun alat tersebut, dan dengan dibantu oleh Simon terbitlah tes yang
pertama Tes Binet-Simon pada tahun 1905.
Tes Binet Simon disusun berdasarkan tingkat kesulitannya dengan
demikian dapat mengukur tingkat perkembangan anak. Selain itu tes ini terdiri
atas bermacam-macam item dengan tujuan untuk mengukur faktor-faktor yang
kompleks dan faktor-faktor yang inti dalam inteligensi, yang disebutnya
Judgment. Mereka yang dapat digolongkan sebagai anak-anak yang normal,
sebaliknya yang gagal memenuhi syarat itu digolongkan sebagai anak yang
terbelakang mental.
Pada tahun 1908 Tes Biner Simon pertama kali direvisi dengan
mengadakan pengelompokkan item menurut tingkat umur. Jika seorang anak
dapat menjawab suatu tes untuk tingkatan umur 6 tahun, maka umur mental anak
tersebut adalah 6 tahun.
Dari segi perbedaan umur kronologi (umur kalender) dengan umur mental
anak, maka anak-anak dibedakan dalam tiga golongan, yaitu:
1. Superior, dalam arti umur mental yang diroleh lebih tinggi dua tahun atau
lebih dari umur kalendernya.
2. Normal, dalam arti umur mental yang dapat diperoleh adalah sama atau
selisih satu tahun dengan umur kalendernya.
3. Inferior, dalam nama umur mental yang dicapai dua tahun lebih rendah dari
umur kalendernya.
Pada tahun 1911 diadakan revisi yang kedau kalinya. Inilah yang
merupakan puncak dari kerja Binet. Sebab pada tahun itu juga ia meninggal dunia
dalam usia 54 tahun.
Dalam revisi ini, umur mental anak tidak hanya berdasarkan pada yang
dijawab dengan benar, pada seri pertanyaan di atas umur mental dasar, dengan
memberi lagi nilai sebesar satu tahun penjumlah pertanyaan dalam seri tertentu.
Dengan demikian seorang anak yang dapat menjawab dengan betul 3 pertanyaan
dari 6 pertanyaan maka anak tersebut memperoleh tambahan umur mental
sebanyak 3/6 tahun.
Setelah revisi 1911, banyak sarjana yang menerjemahkan dan
mengadakan revisi terhadap tes Binet, terutama di Amerika Serikat. Antara lain
dari Levis M. Terman pada tahun 1916 yang dikenal dengan Stanford Binet
Inteligence Scale, yang selanjutnya pada tahun 1937 dilakukan revisi kembali
bersama dengan Merril.
Revisi Stanford memperkenalkan suatu konsep skoring yang baru yang
disebut Intelegensi Quotion (IQ) yaitu dengan membandingkan umur mental
(MA) dengan umur kelender (CA). Untuk mendapatkan bilangan bulat, hasil
perbandingan MA dengan CA dikalikan dengan 100.
Kelemahan dari tes Binet ialah bahwa tes itu adalah tes individual yang
hanya dapat melayani seorang anak saja pada suatu pelaksanaan tes. Hal ini
memerlukan waktu dan tenaga yang banyak sekalipun hasilnya memuaskan. Oleh
karena itu, beberapa psikolog Amerika segera mengadakan percobaan-percobaan
penyesuian bentuk tes untuk tes kelompok.
Pada tahun 1917 Amerika Serikat terlibat dalam perang Dunia 1 dan sibuk
mengadakan pemilihan calon-calon militer. Maka pemerintah meminta kepada
ahli psikologi untuk membuat tes guna tujuan di atas. Hasilnya ialah tes Anny
Alpha dan Army Beta. Army alpha diperuntukan bagi calon-calon tentara yang
dapat membaca dan menulis serta dapat berbahasa inggris denga baik, sedangkan
Army Beta diperuntukan bagi calon-calon tentara yangt tidak dapat membaca dan
menulis serta tidak dapat berbahasa inggris dengan baik.
Selain tes Binet Simon dan revisi-revisnya serta tes Army Alpha dan Army
Beta, berkembang pula jenis tes inteligensi yang lain diantaranya:
1. Tes Wechsler, (WAIS dan WISC)
2. Tes Progressive Matrices (CPM, SPM dan APM)
3. Culture Fair Inteligensi Tes (CFIT)
4. Goodenough Draw A Man Test (DAM)
5. Dan sebagainya.
D. Jenis-Jenis Tes Inteligensi
Ada berbagai jenis tes inteligensi. Ada tes inteligensi untuk anak, ada tes
inteligensi untuk orang dewasa. Ada yang diberikan secara individual, ada yang
secara kelompok. Ada yang diberikan secara lisan dan ada yang secara tertulis.
Dalam kenyataannya, apa yang diukur oleh suatu tes inteligensi belum
tentu sama dengan apa yang diukur tes inteligensi yang lain, sekalipun keduanya
bermaksud mengukur inteligensi. Hal ini disebabkan karena ada kemungkinan
landasan teori tentang inteligensi dari tes inteligensi yang satu berbeda dengan
landasan teori dari tes inteligensi yang lain. Ada kemungkinan juga dasar
pengukuran yang digunakan berbeda.
Sehubungan dengan apa yang diukur oleh tes inteligensi ada beberapa
jenis tes inteligensi:
1. Tes inteligensi umum yang bertujuan untuk memberikan gambaran umum
yang mengenai taraf inteligensi umum dari seseorang.
2. Tes inteligensi khusus yang hanya memberikan keterangan yang satu segi
atau faktor yang spesifik dari inteligensi (tes bakat khusus)
3. Tes inteligensi differensial yang memberikan gambaran mengenai
kemampuan seseorang di dalam berbagai-bagai segi atau faktor inteligensi
yang memungkinkan didapatnya profil atau gambaran segi-segi kekuatan dan
kelemahan dari berfungsinya inteligensi seseorang.
Dengan demikian jelas bahwa tes inteligensi yang biasanya dianggap
hanya mengukur inteligensi umum, tidak demikian adanya.
Tes inteligensi umum yang bertujuan memberikan gambaran tentang taraf
inteligensi umum seseorang pada umumnya berdasarkan pada teori Spearman.
Menurut Spearman pengukuran kemampuan umum yang terbaik adalah melalui
persoalan-persoalan yang membutuhkan kemampuan menalar yang abstrak. Tes
inteligensi defferensial memberikan keterangan tentang kemampuan di dalam satu
atau berbagai segi atau faktor intilegensi yang pada umumnya di dasarkan pada
teori.
Berbeda dengan tes inteligensi umum yang hanya memberikan keterangan
tentang taraf inteligensi umum, maka tes inteligensi differensial memungkinkan
untuk mengukur segi atau faktor inteligensi yang bermacam-macam sehingga
dapat memperhatikan segi-segi kekuatan dan kelemahan dari berfungsinya
inteligensi seseorang. Sehingga dapat dilihat bahwa si A kemampuan
inteligensinya tingga, tetapi kemampuan mengenai angka rendah. Si B
kemampuan mengenai angka tinggi, kemampuan ingatannya juga tinggi, tetapi
kemampuan verbalnya rendah.
Di atas telah dikemukakan bahwa dasar pengukuran yang digunakan dapat
berbeda-beda dari tes inteligensi yang satu dengan tes inteligensi yang lain.
Misalnya tes inteligensi umum ada yang mendasarkan pengukurannya pada:
1. Usia mental (MA) = Mental Age.
2. Skor atau nilai standar, berkisar 0 - 60 dan 0 – 100, dan sebagainya.
3. IQ (Inteligensi Quotient)
Mengenai IQ ini, harus berhati-hati dalam menafsirkannya, karena ada
dua macam IQ yang berbeda, yaitu developmental IQ atau ratio IQ dan Deviation
IQ, yang dasar pengukurannya berbeda. Mengenai hal IQ ini akan dibicarakan
tersendiri dari dalam uraian selajutnya.
Uraian-uraian mengenai tes inteligensi di atas menunjukkan bahwa jenis
tes inteligensi, landasan teori, serta dasar pengukuran tes inteligensi dapat berbeda
dari tes inteligensi yang satu dengan tes inteligensi yang lain, sehingga dalam
penafsiran hasil tes inteligensi kita harus hati-hati.
Untuk mencegah kekeliruan penafsiran harus diketahui norma dari tes
inteligensi yang digunakan dalam pengukuran tersebut untuk dapat mengetahui
landasan teori beserta dasar pengukurannya.
Beberapa jenis tes inteligensi antara lain:
1. Tes Binet Simon
2. Tes WAIS (Wechsher Adult Intelligence Scale) dan WISC (Wechsher
Inteligence Scale For Children)
3. Tes Progressive Matrices (Coloured Progressve Matrices, Standard
Progressive Matrices, dan Advance Progressve Matrices)
4. CFIT (Culture Fair Inteligence Tes) dari Cattel.
5. TIKI (Tes Inteligensi Kolektif Indonesia)
6. Tes mengambar orang dari Florence L Gooddenough, ( DAM), dan
sebagainya.
E. IQ (Intelligence Quotient)
Pada umumnya laporan dari hasil tes inteligensi akan dinyatakan dalam
bentuk skala IQ. IQ adalah suatu skala atau nilai yang diperoleh melalui
pengukuran tes inteligensi. Penafsirannya akan tergantung dari cara pengukuran
yang dilakukan. Mengukur inteligensi tidaklah sama dengan mengukur panjang
atau berat suatu benda, karena skala yang dipakai pada pengukuran panjang dan
berat adalah skala ratio, sedangkan skala yang dipakai untuk mengukur ter IQ
adalah skala interval.
Skala interval mempunyai ciri-ciri:
1. Mempunyai satuan ukuran yang berjarak sama;
2. Memupunyai titik nol perjanjian (titik nol yang relatif).
Pada skala interval memeng dapat dilakukan penjumlahan dan
pengurangan skor akan tetapi karena titik nol-nya relatif, maka tidak dapat
dilakukan perkalian dan pembagian. Nilai IQ tidak mempunyai arti mutlak,
artinya tidak dapat dikatakan bahwa seorang yang mempunyai IQ = 150, berarti
mempunyai inteligensi dua kali lipat dari seseorang yang IQnya = 75. Tidak juga
dapat dikatakan bahwa seseorang yang mengalami kenaikan IQ dari 100 menjadi
120, inteligensinya bertambah 20 %. IQ sebagai norma relatif sifatnya, ia
menyatakan perbandingan hasil tes seseorang dengan persetasi rata-rata atau
kelompok standar (IQ penyimpangan) atau ia menyatakan perbandingan hasil tes
seseorang dengan presetasi kelompok yang sebaya (IQ perbandingan). Karena IQ
merupakan suatu hasil pengukuran, ia juga dipengaruhi kesalahan-kesalahan
dalam pengukuran antara lain, tester yang melakukan pengukuran, alat tes yang
dipakai, testi (anak yang mengerjakan tes) dan situasi pada saat pelaksanaan tes.
Karena itu dalam mengartikan kemampuan umum (IQ) seseorang harus dilakukan
dengan hati-hati, maka banyak faktor yang mempengaruhi pengukuran suatu IQ
makin kurang dapat dipercaya.
Dalam tes-tes psikologis (termasuk tes inteligensi), yang dijadikan skala
untuk mengukur perbedaan-perbedaan individu disebut dengan norma. Norma
dibuat berdasarkan prestasi dari suatu kelompok standar pada suatu tes psikologis
tertentu sehingga norma antara tes yang satu dengan tes yang lain dapat berbeda-
beda. Menghubungkan hasil tes seseorang dengan kelompok standar dimana ia
dapat digolongkan ke dalam kelompok tersebut, merupakan suatu cara untuk
dapat menafsirkan hasil tes (skor tes) anak. Namun suatu hal yang harus diingat
bahwa kelompok yang prestasi hasil tesnya yang dijadikan norma haruslah betul-
betul standar yang artinya kelompok tersebut harus mempunyai ciri-ciri yang
sama/mewakili dari populasi yang menjadi tujuan penyusunan norma tersebut.
F. Macam-Macam Norma Tes Inteligensi
Pada umumnya dikenal dua macam norma pada tes inteligensi yaitu:
1. Norma perkembangan (developmental norms)
Norma perkembangan dipakai pada tes-tes yang bertujuan untuk mengukur
tingkat perkembangan seorang anak sebagai contoh norma yang dipakai dalam tes
Binet Afired mengemukakan istilah umum mental untuk mengutahui tingkat
perkembangan mental anak. Istilah tersebut menjadi populer dan kemudian oleh
L.M.Terman (1911) di perkenalkan IQ perbandingan atau ratio IQ dengan cara
membandingkan umum mental dengan umum kalender dengan rumus sebagai
berikut:
IQ sama dengan MA per CA kali 100, berdasarkan rumus anak yang
umum mentalnya sama dengan umum kalendernya akan mendapatkan IQ= 100,
Sehingga dapat dikatakan anak tersebut berkembang mentalnya normal. Konsep
IQ perbandingan ternyata mempunyai beberapa kelemahan, sehingga
perkembangan selanjutnya diganti IQ penyimpangan
2. Norma dalam kelompok (within group norms)
Norma ini antara lain menghasilkan penyimpangan (deviation IQ). Disebut
deviasi IQ karena perhitungannya berdasarkan besarnya penyimpanan seorang
dari nilai rata-rata kelompok akan mendapatkan IQ =100, sedangkan anak yang
hasil tesnya satu deviasi standar di atas nilai rata-rata akan mendapat IQ = 130 dan
seterusnya. Seorang yang hasil tesnya satu deviasi standar di bawah rata-rata akan
mendapat IQ = 85 dan seterusnya. Untuk jelasnya skala IQ penyimpangan dari
Wechsler misalnya dapat digambarkan hubungan diantara berbagai jenis skor tes
dalam distribusi norma sebagai berikut.
Persentase terbesar di dalam kelompok terdapat pada IQ antara 85 dan
115, yaitu sebesar 68,26 %. Mereka itu dapat digolongkan orang-orang yang
norma. Persentase terkecil terdapat pada kedua daerah diujung grafik, yaitu
sebesar 0,13% atau hanya 13 orang dari 10.000 orang di mana mereka dapat
digolongkan orang-orang luar biasa, yaitu orang-orang yang mendapat IQ = 145
ke atas orang-orang jenius, sedangkan orang-orang yang mendapat IQ = 65 ke
bawah adalah orang-orang yang sangat terbelakang.
Skala penyimpangan tersebut diatas dipergunakan pada tes WAIS maupun
WISC berdasarkan pada skala ini, inteligensi dapat digolongkan seperti tabel
berikut:
Pengolongan IQ menurut Wechsier dan Depdikbud
Batas IQ pada setiap
golongan
Pengolongan menurut
wechsier
Pegolongan menurut
depdikbud
128-ke atas Very supiori Sangat supior
120-127 supiori supior
111-119 Bring normal Di atas rata-rata
91-100 average Rata-rata
80-90 Duil,normal Dibawah rata-rata
66-79
65 ke bawah
Bordeline
Mental defective
Lambat belajar
Keterbelakangan mental
Apabila dilihat pengolongan inteligensi dari Wechsler tidak mengikuti
batas-batas daerah seperti tertera pada grafik, tetapi penyimpangannya tidaklah
banyak. Tiga golongan, yaitu Dull norma, Average dan Bright norma (dari IQ 80-
IQ 119) mencakup daerah tengah 68,26% lebih sedikit. Jadi dalam populasi
orang-orang yang termasuk ke dalam tiga golongan inteligensi tersebut adalah
yang terbanyak.
Disamping skala IQ dari Wechsler masih banyak tes inteligensi lain yang
mempunyai skala IQ yang berbeda-beda misalnya skala IQ dari Terman, sehingga
penafsiran IQ pada suatu tes tidak sama dengan penafsiran IQ pada tes yang lain.
Berdasarkan pembahasan norma dan skala IQ dapat disimpulkan bahwa IQ
sifatnya relatif, karena:
a. Skala IQ dibuat berdasarkan prestasi kelompok standar tertentu pada suatu tes
inteligensi. Hal ini berarti bahwa skala IQ hanya berlaku pada populasi yang
diwakili oleh kelompok standar tertentu.
b. Skala IQ tergantung dari tes yang digunakan.
c. Norma tes termasuk skala IQ pada suatu saat dapat menjadi usang. Misalnya
karena adanya perubahan-perubahan sosial lainnya. Sehingga perlu sekali
norma tes diteliti kembali setelah dipakai dalam jangka waktu tertentu.
G. Kegunaan Tes Inteligensi
Pada tahun 1905 di Paris, tes inteligensi anak yang pertama dari Alfred
Binet dan Theodore Simon di susun berdasarkan kebutuhan guna membedakan
anak-anak sekolah ke dalam golongan anak-anak norma dan anak-anak
terbelakang materi. Sampai saat ini tes inteligensi umum masih digunakan untuk
tujuan tersebut, yaitu utnuk mengadakan seleksi pendahuluan. Dengan seleksi ini
dapat ditemukan secara disini anak-anak ini.
Akhir-akhir ini, di samping anak-anak yang terbelakang mental, tes
inteligensi juga mulai banyak digunakan untuk menemukan anak-anak yang
memiliki kecerdasan yang sangat tinggi, jauh di atas anak rata-rata. Karena anak
yang tinggi taraf inteligensinya cepat menangkap dan mengerti pelajaran-
pelajaran, maka banyak waktu luang yang sering kali digunakan untuk
mengganggu anak-anak lain. Untuk anak-anak golongan ini membutuhkan kelas
khusus atau sekolah khusus.
Tes inteligensi dapat pula digunakan untuk mendaignosis apa yang
menjadi penyebab dari kegagalan anak di sekolah. Guru dan para orang tua anak
di sekolah dasar yang pelajaranya kurang lancar dan prestasinya rendah sering
menghadapi problema yang cukup membingungkan dan sulit, yaitu apakah
prestasi rendah tersebut disebabkan oleh inteligensi anak yang rendah ataukah
oleh faktor-faktor lain. Seperti kurangnya motivasi belajar, keadaan lingkungan
yang buruk, baik keluarga maupun sekolah, atau kelainan-kelainan fisik seperti
kelainan ketajaman penlihatan, pendengaran dan sebagainya.
Untuk memecahkan persoalan-persoalan dan keluhan-keluhan semacam
ini tes inteligensi dapat membantu menemukan penyebab rendahnya prestasi,
khususnya kelainan terdapat pada bidang mental. Selain itu, tes inteligensi juga
banyak di gunakan dalam seleksi misalnya dalam seleksi masuk suatu sekolah,
baik pada tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Seleksi penerimaan murid baru ini
dibutuhkan karena dalam kenyataannya:
1. Masih kekurangan sekolah, sehingga jumlah lulusan tidak sebanding dengan
jumlah sekolah atau kelas yang tersedia.
2. Mutu dan kriteria nilai rapor dari sekolah yang satu berbeda dengan sekolah
yang lain.
Untuk keperluan seleksi, tujuan utama adalah memilih anak yang terbaik
sesuai kebutuhan sekolah di antara pelamar dengan mengunakan alat yang telah
distandardisir, valid, dan variabel, dalam hal ini tes inteligensi umum, dengan
mencari suatu patokan nilai yang akan menentukan anak yang dapat diterima dan
anak yang tidak dapat diterima.
Untuk keperluan penjurusan atau penyaluran dalam pendidikan, seperti
dalam jurusan IPA,IPS, dan Bahasa di SMU dan sekolah kejurusan (SMK) serta
penentuan apakah seseorang sesuai atau kurang sesuai untuk suatu pekerjaan
tertentu sebaiknya tidak hanya menggunakan tes inteligensi umum saja, tetapi
menggunakan tes psikologis lain seperti tes inteligensi differensial yang
memberikan gambaran tentang kemampuan didalam faktor-faktor interligensi
yang bermacam-macam, tes bakat, tes minat, tes kepribadian, dan sebagainya.
Keberhasilan seseorang di dalam pendidikan atau pekerjaan tidak hanya
ditentukan oleh taraf inteligensi saja, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain,
seperti faktor lingkungan, kepribadian, motivasi, dan minat. Memang secara
umum dikatakan bahwa kemungkinan berhasil pada suatu pendidikan bagi
seseorang yang mempunyai taraf inteligensi yang tinggi adalah lebih besar dari
pada kemungkinan keberhasilan bagi anak yang mempunyai taraf inteligensi yang
lebih rendah, tetapi tidak selalu taraf inteligensi searah dengan prestasi belajar.
Karena itu taraf inteligensi yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan
seseorang, bila tidak didukung oleh kecerdasan emosional dan faktor-faktor
lainya. Dari hasil-hasil penelitian terbukti hanya sekitar 20% sumbangan faktor
inteligensi terhadap keberhasilan seseorang dalam studinya, maupun dalam
pekerjaanya.
.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pengertian inteligensi merupakan salah satu konsep yang mempelajari
psikologi mencakup istilah yang meliputi: pandai, cakap, pintar dan
cerdas.
2. Faktor-faktor yang terdapat dalam inteligensi menurut para ahli yaitu
adalah sebagai berikut:
a. Charles Spearman
b. Burt
c. Thurstone
d. Thomson
3. Sejarah perkembangan tes inteligensi ini ada seorang ilmuwan dari
negara prancis yang bernama Alfred Binet ia meneliti pengukuran
inteligensi seorang anak yang cerdas dengan anak yang keterbelakangan
mental.
4. Jenis-jenis tes inteligensi ada berbagai jenis tes inteligensi untuk anak,
ada tes inteligensi untuk orang dewasa. Ada yang diberikan secara
individual, ada yang secara kelompok
5. IQ adalah suatu skala atau nilai yang diperoleh melalui pengukuran tes
inteligensi. Penafsirannya akan tergantung dari cara pengukuran yang
dilakukan
6. Ada dua macam norma pada tes inteligensi yaitu:
a. Norma perkembangan (developmental norms).
b. Norma dalam kelompok (within group norms).
7. tes inteligensi juga mulai banyak digunakan untuk menemukan anak-
anak yang memiliki kecerdasan yang sangat tinggi, jauh di atas anak rata-
rata.
B. Saran
Sebagai saran dari makalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apabila seorang guru atau konselor sudah menemukan inteligensi
peserta didik maka harus memberikan bimbingan belajar yang baik di
dalam situasi belajar, sehingga setiap peserta didik dapat belajar dengan
efisien dan mencapai pertimbangan yang optimal.
2. Seorang guru konselor harus meningkatkan pendidikan untuk anak didik
demi masa depan yang lebih baik.
3. Seorang guru harus bisa mengetahui latar belakang peserta didik karena
salah satu faktor membuat siswa bermasalah.
4. Seorang guru harus mampu membangun komunikasi dengan baik
sehingga inteligensinya peserta didik dapat bertumbuh dan berkembang
positif.
DAFTAR PUSTAKA
Guilford, J.P. 1967. The Nature Of Human Intelligence. New York:
Mcgrawhill.