wordpress.com€¦  · web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada kpknl...

136
TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM PRAKTEK PERBANKAN NAMA : ARKISMAN NIDN : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS GRESIK 2012

Upload: others

Post on 15-Dec-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI

HAK TANGGUNGAN DALAM PRAKTEK PERBANKAN

NAMA : ARKISMAN

NIDN :

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS GRESIK

2012

Page 2: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

TINJAUAN YURIDIS PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM PRAKTEK PERBANKAN

Oleh :

Nama : Arkisman

Nidn :

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS GRESIK

2012

i

Page 3: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

HALAMAN PERSETUJUAN

TESIS INI TELAH DISETUJUIPADA TANGGAL ………………….

Oleh :Pembimbing

Tutiek Retnowati, S.H., M.Hum

Mengetahui,Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum

Universitas Narotama

Dr. Maarten L. Souhoka, S.H., M.S

ii

Page 4: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

HALAMAN PENGESAHAN

Dipertahankan di depan sidang Tim Penguji Program Pascasarjana Universitas

Narotama Surabaya dan dinyatakan diterima untuk memenuhi syarat guna

memperoleh gelas Magister Hukum pada tanggal ………………..

TIM PENGUJI :

1. Ketua : …………………………………….

2. Anggota : …………………………………….

3. Anggota : …………………………………….

iii

Page 5: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

RINGKASAN

Pengaturan parate eksekusi dalam Undang-undang Hak Tanggungan bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada kreditor dalam pemenuhan piutangnya manakala debitor wanprestasi, yakni kreditor dapat menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri tanpa harus melalui lembaga peradilan. Hanya saja kemudahan yang dipunyai kreditor tersebut pada kenyataannya tidak dapat dimanfaatkan karena terjadi kerancuan pengaturan mengenai parate eksekusi dalam Undang-undang Hak Tanggungan (Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996), pengaturan Hak Tanggungan di satu sisi diatur bahwa hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri (eigen machtige verkoop) lahir karena undang-undang, namun di sisi lain lahir dari perjanjian, sehingga menimbulkan makna ganda atau kabur. Kerancuan pengaturan parate eksekusi tersebut terlihat bilamana dihubungkan antara pasal 6 UUHT yang menyatakan pelaksanaannya melaui lelang umum sedangkan Penjelasan Umum angka 9 yang agar parate eksekusi pelaksanaannya mendasarkan kepada pasal 224 HIR. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah yang perlu dibahas adalah tentang (1) bagaimana pengaturan parate eksekusi dalam Undang-undang Hak Tanggungan (Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996), (2) apakah parate eksekusi obyek Hak Tanggungan pada kreditor telah dilakukan sesuai dengan pasal 6 Undang-undang Nomor 4 tahuan 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (untuk selanjutnya disebut UUHT). Beranjak dari permasalahan, kemudian dianalisis dan selanjutnya ditarik kesimpulan.

Pengeturan yang mendasar parate eksekusi adalah prinsip perlindungan hukum bagi kreditor bagi hak tanggungan pertama dengan tujuan sebagai sarana untuk mempercepat pelunasan piutang manakala debitor wanprestasi.

Bentuk pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh kreditor dalam prakteknya selama ini adalah masih mengacu kepada eksekusi melalui fiat Pengadilan Negeri atau berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) huruf b UUHT, yang pelaksanaannya didasarkan kepada pasal 224 HIR/258 RBg, dan belum dilaksanakan sesuai ketentuan pasal 6 jo. pasal 20 ayat (1) huruf a UUHT. Karena hampir semua pihak berpedoman kepada Titel Eksekutorial yang terdapat dalam Sertifikat Hak Tanggungan, sebenarnya sama sekali tidak dapat dijadikan acuan dan bukan pula merupakan suatu aturan yang wajib dipedomani dalam melaksanakan eksekusi atau obyek Hak Tanggungan karena putusan tersebut didasarkan kepada penafsiran yang keliru yang mencampuradukkan anatara pengertian parate eksekusi dengan pengertian eksekusi berdasarkan eksekutorial atau grosse akta hipotik.

iv

Page 6: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

ABSTRACT

The purpose of this research to know deeply about several appointments that arrange, about process and barriers in performance of parate eksekusi risk right is done by private bank people in case to take discharge at debtor debts that deny of appointment (wanprestasi). The approximation is done by statute approach method to research of rules that its regulation is very conducive for performance of parate eksekusi, case approach to research "ratio decidendi or reasoning" of a jurisdiction judgment and conceptual approach to find some ideas that produce of means, concepts and principles of law that relevant with news is met, by manufacture of law material is done deductively, that the product is not numbers form, but try to express the principle and rule of law or information in statute to answer the problem of this research.

The right election to sell at own authority (parate eksekusi) risk right as research object, because although this parate eksekusi is main equipment for creditor as the first risk right holder to get ease in case to get discharge of his claim again, as one of appearance of special position as the first risk right holder, bit the buriers still happen in practice, even not performed yet as we hope.

By this research, all of side that connected in process of parate eksekusi performance can be understand about ratio legis of parate eksekusi regulation as meant in Chapter 6 of Statute No. 4 at 1996 about Statute of Risk Right at Land and Things that Connected by Land or before it is ruled in second paragraph of Chapter 1178 of Civil Law Statute Code about beding van eigenmachtige verkoop on hyphotic institution / credietverhand, so the institution of parate eksekusi can be felt really of usefulness actually by economic people and bank institution.

Key word : Parate Executie, Risk Right, and Banking

v

Page 7: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................. i

Halaman Persetujuan .................................................................................... ii

Lembar Pengesahan....................................................................................... iii

Ucapan Terimakasih ..................................................................................... iv

Ringkasan ...................................................................................................... vi

Abstract ......................................................................................................... vii

Daftar Isi ....................................................................................................... viii

Daftar Singkatan ........................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang Dan Rumusan Masalah ................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian ................................................................... 5

E. Kajian Pustaka ......................................................................... 5

F. Metode Penelitian .................................................................... 15

1. Pendekatan Masalah ........................................................... 15

2. Sumber Bahan Hukum ....................................................... 16

3. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum .............................. 17

4. Analisis Bahan Hukum ...................................................... 17

G. Sistematika Penulisan............................................................... 17

vi

Page 8: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

BAB II PENGATURAN PARATE EKSEKUSI DALAM UNDANG-

UNDANG HAK TANGGUNGAN................................................ 19

A. Dasar Hukum Parate Eksekusi ................................................. 19

B. Janji Kuasa Menjual ................................................................. 23

C. Pasal 20 UUHT sebagai Dasar Eksekusi Obyek Hak

Tanggungan............................................................................... 29

D. Penjelasan Umum Angka 9 dan Penjelasan Pasal 14 ayat (2)

dan (3) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 ............................. 34

BAB III PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI HAK

TANGGUNGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

HAK TANGGUNGAN ................................................................. 41

A. Sarana Hukum Dan Lembaga Eksekusi dalam Penyelesaian

Kredit Macet ............................................................................ 41

B. Proses Parate Eksekusi Hak Tanggungan ................................ 49

C. Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Dalam Praktek ......... 64

BAB IV PENUTUP ...................................................................................... 73

A. Kesimpulan .............................................................................. 73

B. Saran ........................................................................................ 74

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii

Page 9: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

DAFTAR SINGKATAN

APHT = Akta Pemberian Hak Tanggungan

BUPLN = Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara

DJKN = Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

KPKNL = Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang

MARI = Mahkamah Agung Republik Indonesia

PPAT = Pejabat Pembuat Akta Tanah

PUPN = Panitia Urusan Pituang Negara

SKMH = Surat Kuasa Membebankan Hak

SKMHT = Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan

UUHT = Undang-undang Hak Tanggungan

viii

Page 10: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dan Rumusan Masalah

Dengan meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada

bidang ekonomi, dibutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga

dibutuhkan pula kehadiran lembaga jaminan yang kuat dan mampu memberi

kepastian bagi pihak-pihak yang berkepentingan, yang dapat mendorong

peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mewujudkan

masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.

Dalam penyediaan dana yang dibutuhkan untuk perkembangan

ekonomi dan pembangunan oleh masyarakat banyak, dilakukan oleh bank

sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan, dan menyalurkannya lagi kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

Sehingga untuk mencegah terjadinya kerugian karena tidak kembalinya

seluruh atau sebagian dari kredit yang telah disalurkan, bank perlu memberi

perhatian khusus terhadap masalah tersebut.

Mengingat pentingnya kedudukan kredit dalam proses pembangunan,

maka sudah seharusnya kepentingan bank sebagai pemberi kredit, yakni agar

kredit yang disalurkan dibayar kembali, dapat dilindungi melalui suatu

lembaga jaminan yang kuat dan dapat memberikan kepastian hukum bagi

semua pihak yang berkepentingan, yaitu suatu lembaga jaminan yang

dikontruksikan dapat menjamin dan memberikan kemudahan pelunasan suatu

tagihan dalam hal debitor tidak membayar utang-utangnya.

1

Page 11: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

2

Sebenarnya Kitab Undang-undang Hukum Perdata telah memberikan

pengaman kepada kreditor dalam menyalurkan kredit kepada debitor, yakni

dengan memberikan jaminan umum menurut pasal 1131 dan 1132 KUH

Perdata yang menentukan bahwa semua harta kekayaan kebendaan debitor

baik bergerak atau tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang baru akan

ada, menjadi jaminan atas seluruh perikatannya dengan kreditor. Apabila

terjadi wanprestasi, maka seluruh harta benda debitor akan dijual lelang dan

dibagi-bagi menurut besar kecilnya piutang masing-masing kreditor. Namun

oleh karena perlindungan yang berasal dari jaminan umum tersebut dirasakan

masih belum memberikan rasa aman kepada kreditor, sehingga dalam praktek

penyaluran kredit, bank merasa perlu untuk meminta jaminan khusus terutama

yang bersifat kebendaan. Karenanya kehadiran Undang-undang Hak

Tanggungan sebagai pengganti lembaga hipotik dan credietverband sangat

banyak manfaatnya.

Selama ini lembaga hukum yang dapat dipergunakan dan berfungsi

untuk menyelesaikan masalah kredit macet, adalah :

a. Pengadilan Negeri, apabila kredit macet yang terjadi merupakan tagihan-

tagihan dari bank swasta.

b. Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)/Badan Urusan Piutang dan Lelang

Negara (BUPLN)/Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang

(KPKNL), berfungsi untuk menyelesaikan masalah kredit macet yang

merupakan tagihan-tagihan dari bank pemerintah.

Page 12: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

3

Pelaksanaan eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri selama

ini hanya terhadap tagihan bank, yang oleh pihak kreditor sebelumnya telah

mengajukan permohonan eksekusi terhadap obyek hak tanggungan kepada

Ketua Pengadilan Negeri di wilayah mana hak tanggungan itu berada. Setelah

debitor yang ingkar janji dipanggil dan diberi tenggang waktu untuk

membayar hutangnya dengan sukarela, namun tetap lalai untuk membayar,

maka obyek hak tanggungan disita dengan sita eksekutorial. Jika setelah disita

debitor tetap lalai untuk membayar, maka obyek hak tanggungan tersebut akan

dilelang secara umum.

Proses pelaksanaan eksekusi terhadap Hak Tanggungan yang

dilakukan oleh pihak kreditor, sebenarnya tidaklah sulit. Karena disamping

sertifikat Hak Tanggungan berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya Hak

Tanggungan, dimana pada sertifikat tersebut dibubuhkan irah-irah dengan

kata-kata "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa'', yang

mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap, pemegang Hak Tanggungan pertama

juga mempunyai hak untuk melakukan eksekusi langsung terhadap obyek Hak

Tanggungan yang dijadikan sebagai jaminan kredit, apabila debitor ingkar

janji. Hal mana didasarkan pada kuasa yang diberikan oleh debitor maupun

oleh undang-undang kepada pihak kreditor.

Berdasarkan pasal 6 UUHT jika debitur cedera janji (wanpretasi)

pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak

tanggungan atas kuasa sendiri melalui pelelangan umum dan pelunasan

piutang diambil dari hasil lelang. Inilah yang disebut parate eksekusi.

Page 13: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

4

Kemudian merujuk rumusan pasal 6 UUHT proses eksekusi dapat

dilakukan tanpa campur tangan atau meluai pengadilan. Dengan kata lain

tidak perlu meminta fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri, karena hak

dari pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual obyek hak tanggungan

atas kekuasaan sendiri adalah hak berdasarkan undang-undang. Jadi tanpa

perjanjian pun hak itu sudah lahir.

Namun dalam praktek, hal tersebut hampir tidak pernah dilaksanakan.

Karena juru lelang kadang kala menolak untuk melakukan penjualan di muka

umum sebelum adanya persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat,

dengan alasan karena melalui titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat

Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2).

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah pengaturan parte eksekusi dalam Undang-undang Hak

Tanggungan (Undang-undang No. 4 Tahun 1996)?

b. Apakah parate eksekusi obyek Hak Tanggungan pada kreditor (bank) telah

dilakukan sesuai dengan Pasal 6 Undang-undang No. 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang

Berkaitan Dengan Tanah (untuk selanjutnya disebut UUHT)?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam melakukan penelitian terhadap

segala permasalahan yang ada, adalah :

Page 14: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

5

a. Untuk mengetahui bagaimanakah dasar pengaturan oarate eksekusi dalam

Undang-undang Hak Tanggungan (Undang-undang No. 4 Tahun 1996?

b. Untuk mengetahui pelaksanaan parate eksekusi obyek Hak Tanggungan

pada pemegang hak tanggungan (kreditor), apakah telah dilakukan sesuai

dengan pasal 6 Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang beerkaitan dengan

tanah (untuk selanjutnya disebut UUHT)?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelilian ini :

a. untuk menambah bahan kepustakaan dalam hukum jaminan di Indonesia.

b. untuk dijadikan bahan masukan bagi mereka yang ingin mendalami

persoalan eksekusi terutama eksekusi terhadap Hak Tanggungan.

c. menjadi sumbangan pemikiran bagi pelaksanaan peraturan perundang-

undangan terutama dalam hal mempercepat proses penyelesaian kredit

macet.

E. Kajian Pustaka

Istilah parate eksekusi secara implisit tidak pernah tertuang dalam

peraturan perundang-undangan. Parate eksekusi dari kata paraat yang berarti

hak itu siap siaga di tangan kreditor untuk menjual benda jaminan di muka

umum atas dasar kekuasaan sendiri.1

1 M. Isnaeni. Hipotik Pesawat Udara di Indonesia. Dharma Muda. Surabaya. 1996

Page 15: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

6

Pengaturan parate eksekusi telah ada pada saat berlakunya lembaga

hipotik, sebagaimana yang diatur dalam pasal 1178 ayat (2) BW, yang isinya :

“Namun diperkenankanlah kepada si berpiutang hipotik pertama untuk, pada waktu dikarenakannya hipotik, dengan tegas minta diperjanjikan bahwa, jika uang pokok tidak dilunasi semestinya, atau jika bunga yang terutang tidak dibayar, ia secara mutlak akan dikuasakan menjual persil yang diperikatkan di muka umum, untuk mengambil pelunasan uang pokok, maupun bunga serta biaya, dari pendapatan penjualan itu. Janji tersebut harus dilakukan menurut cara sebagaimana diatur dalam pasal 1211 BW.”

Kewenangan untuk menjual atas kekuasaan sendiri atau parate

eksekusi diberikan kalau debitor wanprestasi, maka kreditor bisa

melaksanakan eksekusi obyek jaminan tanpa harus minta fiat dari Ketua

Pengadilan.

Parate eksekusi yang semula diatur di dalam hipotik (pasal 1178 ayat

(2) BW) kemudian tidak dapat dipungkiri diadopsi oleh UUHT, yang dalam

pasal 6 UUHT. Untuk jelasnya substansi pasal 6 UUHT dimaksud adalah :

“Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mangambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.”

Kalau dibandingkan anatara pasal 6 UUHT dengan pasal 1178 ayat (2)

BW ada perbedaan antara parate eksekusi hipotik dengan parate eksekusi Hak

Tanggungan, pada hipotik lahir karena diperjanjikan, sedankan parate

eksekusi Hak Tanggungan lahir karena ditentukan oleh Undang-undang (ex

lege). Kemudian bertolak dari berbagai sumber hukum yang mengatur parate

eksekusi, maka dapat ditarik suatu pemahaman bahwa parate eksekusi dalam

Undang-undang Hak Tanggungan adalah pelaksanaan penyelesaian hak tagih

Page 16: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

7

kreditor pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual

obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melaui pelelangan umum,

tanpa didahului fiat Ketua Pengadilan Negeri manakala debitor cidera janji.

Sebagai lembaga jaminan, Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang

dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-

undang Nomor 5 tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Perjanjian jaminan yang melahirkan Hak Tanggungan ini dibuat oleh para

pihak dengan tujuan untuk melengkapi perjanjian pokok yang umumnya

merupakan perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit. Sehingga dapat

ditarik suatu pemahaman, bahwasannya hubungan hukum anatra para pihak

itu dijalin oleh 2 (dua) jenis perjanjian, yakni perjanjian kredit selaku

perjanjian pokok dan perjanjian jaminan sebagai perjanjian tambahan

(accessoir).2

Suatu lembaga jaminan yang kuat, dalam Penjelasan Umum Nomor 3

UUHT, Hak Tanggungan mempunyai 4 (empat) ciri pokok, yaitu :

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada

pemegangnya;

b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun obyek itu

berada;

c. Memenuhi atas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak

ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang

berkepentingan; dan

d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

2 M. Isnaeni. Dalam Herowati Poesoko. Parate Excecutie Obyek Hak Tanggungan. LaksBang PRESSindo. Yogyakarta. 2008. Hal 16

Page 17: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

8

Adapun hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan menurut

pasal 4 ayat (1) UUHT adalah (a) hak milik; (b) hak guna usaha; (c) hak guna

bangunan. Selain hak-hak atas tanah sebagaimana tersebut di atas, hak pakai

atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan

menurut sifat dapat dipindah-tangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.

Agar adanya kemudahan dan kepastian hukum terhadap eksekusi Hak

Tanggungan khususnya parate eksekusi apabila debitor cidera janji,

diharapkan dapat direalisasikan secara nyata. Pelaksanaan eksekusi pada Hak

Tanggungan mudah dan pasti merupakan salah satu prinsip dari Hak

Tanggungan yang dijabarkan dalam pasal 20 UUHT, eksekusi Hak

Tanggungan menurut 3 (tiga) ciri, yakni :

1. Hak pemegang Hak Tanggungan Pertama untuk menjual obyek Hak

Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 UUHT (parate

eksekusi);

2. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2); dan

3. Eksekusi melalui penjaulan obyek Hak Tanggungan di bawah tangan atas

kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan (pasal 20 ayat (2)

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang UUHT).

Ketiga eksekusi yang dimaksud oleh pasal 20 UUHT tentunya

mempunyai pengertian, ciri dan prosedur yang berbeda satu sama lain.

Ketertarikan membahas parate eksekusi dikarenakan, pertama,

lembaga parate eksekusi merupakan lembaga eksekusi di luar pengadilan,

maksudnya eksekusi menyimpang dari prinsip eksekusi yang diatur dalam

Page 18: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

9

Hukum Acara Perdata, tentunya prosedurnya lebih cepat dari pada eksekusi

yang diatur menurut Hukum Acara Perdata. Kedua, dalam praktek hukum

parate eksekusi dieleminir oleh Putusan MARI Nomor 3210 K/Pdt/1984,

tanggal 30 Januari 1986. Ketiga, parate eksekusi yang diatur dalam UUHT

terdapat kerancuan.

Kerancuan tersebut dapat dilihat apabila membaca pasal 6 UUHT,

maka menimbulkan kebingunan, sebab penjelasan pasal 6 UUHT memberikan

pemahaman bahwa kewenangan menjual atas kekuasaan sendiri didasarkan

pada janji, sedangkan pasal 6 UUHT memberikan kewenangan menurut

Undang-undang (ex lege).

Adanya perbedaan pengertian tentang kewenangan tersebut

menunjukkan bahwa pembentuk UUHT mempunyai sikap yang tidak

konsisten, yang menyebabkan kebingungan dan kekacauan bagi kreditor pada

khusunya, sehingga menurut Sutan Remy Sjahdeini, penjelasan pasal 6 UUHT

tersebut justru kembali mementahkan harapan perbankan.3

Kemudian kalau dikait antara pasal 6 UUHT dengan pasal 11 ayat (2)

huruf c UUHT, yang menyebutkan : “janji bahwa pemegang Hak Tanggungan

pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak

Tanggungan apabila debitor ingkar janji”, menimbulkan silang pendapat yang

tiada henti-hentinya, bahwa dapat dikatakan pembentuk UUHT dalam

memberikan kewenangan (hak) pada kreditor pertama tidak konsisten.

3 Sutan Remy Sjahdeini. Beberapa Permasalahan Hukum Hak Jaminan. Majalah Hukum Nasional No. 2 Tahun 2000. Hal 19-20

Page 19: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

10

Dalam rangka pelaksanaan penjualan obyek Hak Tanggungan atas

kekuasaan sendri melalui pelelangan umum, manakala debitor cidera janji,

tertuang dalam pasal 20 ayat (1) huruf a UUHT, yang menyatakan : Hak

pemegang Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6. Namun

apabila membaca penjelasan umum angka 9 UUHT kemudian dihubungkan

dengan Penjelasan pasal 14 ayat (2) dan (3). Pemahaman dari kedua

penjelasan tersebut menunjukkan kehendak pembentuk UU melalui penafsiran

otentiknya untuk :

(1) Mengatur pelaksanaan parate eksekusi sebagaimana maksud pasal 224

HIR/258 R.Bg.;

(2) Eksekusi sertifikat Hak Tanggungan melalui tata cara dan dengan

menggunakan lembaha parate eksekusi sesuai dengan Hukum Acara

Perdata.

Pengaturan eksekusi menurut Pasal 224 HIR dan 258 RBg adalah

eksekusi yang ditujukan bagi grosse acte hipotik (sertifikat Hak Tanggungan)

dan grosse acte pengakuan hutang. Kedua grosse acte tersebut dimaksudkan,

memang mempunyai hak eksekutorial, yang berarti mempunyai kekuatan

sebagai suatu putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang

tetap. Maka eksekusinya tunduk dan patuh sebagaimana pelaksanaan suatu

putusan pengadilan yang harus dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan.

Untuk membedakan Hak Tanggungan ini dari bentuk dan jenis

jaminan-jaminan utang yang lain, perlu dipahami asas-asas dari Hak

Tanggungan yang tersebar dan diatur dalam berbagai pasal dari UUHT, asas-

Page 20: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

11

asas tersebut diantaranya adalah :

1) Asas droit de preference.

Dari pengertian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 1 angka 1 UUHT tersebut di atas, dapat dipahami bahwa Hak

Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor

tertentu (pemegang Hak Tanggungan) terhadap kreditor-kreditor lain.

Mengenai apa yang dimaksudkan dengan pengertian "kedudukan

yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain"

disebutkan di dalam Penjelasan Umum angka 4 UUHT yang menyebutkan

:

Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam arti, bahwa jika debitor cidera janji kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan urnum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan perundang-urdangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor yang lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi prefensi piutang-piutang Negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

Asas ini adalah asas yang berlaku pula bagi hipotik yang telah digantikan

oleh Hak Tanggungan sepanjang yang menyangkut tanah. Dalam ilmu

hukum asas ini dikenal sebagai droit de preference.4 Keberadaan asas ini

juga ditemukan dalam Penjelasan Pasal 6 dan ketentuan Pasal 20 ayat (1)

UUHT.

2) Asas droit de suite4 Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan

Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-undang Hak Tanggungan), Alumni, Bandung, 1999, hal 17

Page 21: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

12

Pasal 7 UUHT menetapkan asas, bahwa Hak Tanggungan tetap

mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek itu berada. Dengan

demikian, Hak Tanggungan tidak akan berakhir sekalipun obyek Hak

Tanggungan itu beralih/berpindah tarigan kepada pihak lain oleh karena

sebab apapun juga. Ketentuan Pasal 7 UUHT ini "merupakan materialisasi

dari asas yang disebut 'droit de suite' atau `zaakgevolg'. Asas ini juga

merupakan asas yang diambil dari hipotik yang diatur dalam pasal 1163

ayat (2) dan Pasal 1198 KUHPerdata".5 Asas ini memberikan sifat kepada

Hak Tanggungan sebagai hak kebendaan (zakelijkrecht) sebagai hak yang

mutlak, yang dapat dipetahankan terhadap siapapun.

3) Asas spesialitas

Asas ini menghendaki bahwa Hak Tanggungan hanya dapat

dibebankan atas tanah yang dapat ditentukan secara spesifik. Dianutnya

asas spesialitas oleh Hak Tanggungan dapat disimpulkan dari ketentuan

Pasal 8 UUHT yang menentukan :

(1) Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.

(2) Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan.6

serta ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf e undang-undang tersebut yang

menentukan bahwa di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib 5 Ibid, hal 396 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pustaka Peradilan Jilid XIV, Jakarta,

1996, hal 5-6

Page 22: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

13

dicantumkan "uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tangungan".7

Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal di atas

hanya mungkin terpenuhi apabila obyek Hak Tanggungan telah ada dan

secara spesifik dapat ditunjukkan dalam Akta Pemberian Hak

Tanggungan. Asas ini dalam hipotik diatur oleh ketentuan Pasal 1174

KUHPerdata.

Menurut Remy Sjandeini "Asas spesialitas tidak berlaku sepanjang

mengenai benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada

dikemudian hari"8, karena wujud dari benda-benda yang berkaitan dengan

tanah itu belum diketahui, dan baru akan ada dikemudian hari.

4) Asas Publisitas

Salah satu asas Hak Tanggungan adalah asas publisitas atau asas

keterbukaan, karena itu didaftarkannya pemberian Hak Tanggungan

merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan tersebut dan

mengikatnya Hak Tanggungan terhadap pihak ketiga. Asas ini di dalam

hipotik diatur dalam Pasal 1179 KUHPerdata.

Pada tahap pemberian Hak Tanggungan oleh pemberi Hak

Tanggungan kepada kreditor, Hak Tanggungan yang bersangkutan belum

lahir. Hak Tanggungan itu baru lahir pada saat dibukukannya dalam buku

tanah di Kantor Pertanahan. Oleh karenanya kepastian mengenai saat

didaftarkannya Hak Tanggungan tersebut bukan saja untuk menentukan

kedudukannya yang diutamakan terhadap kreditor lain, melainkan juga

7 Ibid, hal 78 Remu Sjahdeini, Op. cit., hal 43

Page 23: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

14

menentukan peringkatnya dalam hubungannya dengan kreditor-kreditor

lain yang juga pemegang Hak Tanggungan, dengan obyek yang sama

sebagai jaminannya.

Mengenai kewajiban didaftarkannya pemberian Hak Tanggungan

kepada Kantor Pertanahan secara tegas diatur dalam Pasal 13 UUHT.

Dalam pasal itu ditegaskan pula, bahwa tanggal buku tanah Hak

Tanggungan yang bersangkutan adalah tanggal hari ketujuh setelah

penerimaan surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran tersebut secara

lengkap oleh Kantor Pertanahan, dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari

libur, maka buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja

berikutnya. Hari dan tanggal buku tanah tersebut adalah saat lahirnya Hak

Tanggungan.

Adapun yang dimaksud dengan Bank di dalam tesis ini adalah

bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-undang No. 7 Tahun

1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-

undang No. 10 Tahun 1998, yaitu "badan usaha yang menghimpun dana

dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam

rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak".9

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Perbankan

tersebut di atas, yang dimaksud dengan Bank Umum adalah "bank yang

melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan

9 Bank Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998, Direktorat Hukum Bank Indonesia, Jakarta, 2007, hal 9

Page 24: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

15

Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran".10 Sedangkan yang dimaksud dengan Bank Perkreditan

Rakyat menurut ketentuan Pasal 1 angka 4 adalah "bank yang

melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan

Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu

lintas pembayaran".11

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Masalah

Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan undang-undang

(statute approach), pendekatan konsep (concept approach).

Pendekatan undang-undang (statute aproach) dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut

dengan isu hukum yang sedang ditangani.

Selanjutnya dicoba pula untuk melakukan pendekatan konseptual

(concept approach) yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-

doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. "Dengan mempelajari

pandanganpandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti

akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum,

konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang

dihadapi".12

Penggunaan metode pendekatan demikian didasarkan pada

10 Ibid.11 Ibid.12 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hal 94-95

Page 25: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

16

pertimbangan bahwa spesifikasi penelitian ini adalah penelitihan terhadap

asas dan norma hukum yang terdapat dalam hukum positif. Pendekatan

undang-undang dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang

penormaannya justru sangat kondusif bagi pelaksanaan parate eksekusi.

2. Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. "Bahan hukum primer

merupakan bahan hukum yang bersifat autoriatif artinya mempunyai

otoritas … terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau

risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan

hakim".13 Bahan hukum primer dalam hal ini adalah Undang-Undang Hak

Tanggungan (UUHT), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Reglemen

Indonesia yang Diperbarui (Het Herziene Indonesisch Reglement),

Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura

(Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java

en Madura), Peraturan Perundang-undangan lainnya serta Putusan-putusan

pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan bahan hukum

sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan

dokumen-dokumen resmi, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum,

jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan-putusan

pengadilan.

3. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini bahan-bahan hukum yang relevan baik bahan 13 Ibid., hal 141.

Page 26: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

17

hukum primer maupaun bahan hukum sekunder dikumpulkan melalui

identifikasi, selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan urutan permasalahan

dalam penelitian ini.

4. Analisis Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang diperoleh dari penelitian kepustakaan

baik berupa peraturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan,

buku-buku teks maupun jurnal-jurnal hukum, dan lain sebagaimya, penulis

uraikan dan hubungkan sedemikian rupa, dan disajikan dalam penulisan

yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah

dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif,

yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum

terhadap masalah konkrit yang dihadapi, dan hasilnya tidaklah dalam

bentuk angka-angka yang memerlukan perhitungan. Hal ini didasarkan

pada pertimbangan bahwa penelitian ini berusaha untuk mengungkap asas

dan norma hukum ataupun informasi-informasi yang terdapat dalam

undang-undang dan diolah dengan langkah berfikir yang sitematis dan

logis untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Di dalam Tesis ini sistematikanya dibagi dalam 4 (empat) bab. Antara

bab yang satu dengan bab lainnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

dipisah-pisahkan, sehingga terdapat gambaran yang menyeluruh dari isi

penulisan tesis ini.

Page 27: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

18

Di dalam Bab I tentang pendahuluan, menguraikan tentang Latar

Belakang Dan Rumusan Masalah; Tujuan Penelitian; Manfaat Penelitian;

Kajian Pustaka; Metode Penelitian; dan Sistematika Penulisan tesis ini.

Selanjutnya dalam Bab II tentang Pengaturan Praktek Eksekusi dalam

Undang-undang Hak Tanggungan, adalah sebagai jawaban atas permasalahan

yang pertama dan berturut-turut akan dibahas tentang dasar hukum parate

eksekusi; janji kuasa menjual; Pasal 20 UUHT sebagai dasar eksekusi obyek

Hak Tanggungan; Penjelasan Umum Angka 9 dan Penjelasan Pasal 14 ayat

(2) dan (3) Undang-undang No. 4 Tahun 1996.

Kemudian dalam Bab III tentang Pelaksanaan Eksekusi Hak

Tanggungan Berdasarkan Undang-undang Hak Tanggungan, adalah sebagai

jawaban atas permasalahan yang kedua dan berturut-turut akan dibahas

tentang Sarana Hukum Dan Lembaga Eksekusi Dalam Penyelesaian Kredit

Macet; Proses Parate Eksekusi Obyek Hak Tanggungan serta Pelaksanaan

Eksekusi Obyek Hak Tanggungan Dalam Praktek Perbankan.

Dan terakhir pada Bab IV merupakan bab Penutup yang

menyimpulkan jawaban-jawaban atas permasalahan berdasarkan uraian dalam

bab kedua dan bab ketiga, dengan disertai saran-saran sebagai kelengkapan

penulisan tesis ini.

Page 28: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

BAB II

PENGATURAN PARATE EKSEKUSI DALAM

UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN

A. Dasar Hukum Parate Eksekusi

Sebenarnya istilah parate ekskusi secara tersurat tidak pernah tertuang

dalam peraturan perundang-undangan. Istilah parate eksekusi sebagaimana

yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya secara etimologis berasal dari

kata “paraat” artinya siap ditangan, sehingga parate eksekusi dikatakan

sebagai sarana yang siap di tangan. Menurut kamus hukum, parate eksekusi

mempunyai arti pelaksanaan yang langsung tanpa melewati proses pengadilan

atau hakim.14

Pengertian parate eksekusi yang diberikan oleh doktrin,15 “kewenangan

untuk menjual atas kekuasaan sendiri atau parate eksekusi, diberikan arti,

bahwa kalau debitor wanprestasi, kreditur dapat melaksanakan eksekusi obyek

jaminan, tanpa harus minta fiat dari Ketua Pengadilan, tanpa harus mengikuti

aturan main dalam Hukum Acara, untuk itu ada aturan mainnya sendiri. Tidak

perlu ada sita lebih dahulu, tidak perlu melibatkan juru sita dan karenanya

prosedurnya lebih mudah dan biaya lebih mudah.

14 Kamus Hukum Edisi Lengkap, Bahasa Belanda – Indonesia – Ingirs, Aneka, Semarang, 1977, hal. 655

15 Pitlo, 1949, Dalam Herowati Poesoko, Parate Eksekusi Obyek Tanggungan, LaksBang, 2008, hal. 242

19

Page 29: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

20

Sehingga istilah parate eksekusi dapat dikatakan sebagai kewenangan

untuk menjual atas kekuasaan sendiri melaui lembaga pelelangan umum tanpa

melaui fiat Ketua Pengadilan.

Dalam UUHT istilah parate ekskusi secara implicit justru tersurat dan

tersirat, khususnya diatur dalam penjelasan umum angka 9 UUHT, yang

menyebutkan :

“Salah satu cirri Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitor cidera janji. Walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tetnang eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-undang ini, yaitu yang mengatur lembaga parate ekskusi sebagaimana dimaksud dalam pasal 224 HIR dan pasal 258 R.Bg.”

Penjelasan umum tersebut diatur, maksud pembentuk UUHT

menyatakan meskipun pada dasarnya eksekusi secara umum diatur oleh

Hukum Acara Perdata, namun untuk membuktikan salah satu cirri Hak

Tanggungan terletak pada pelaksanaan eksekusinya adalah mudah dan pasti.

Oleh karena itu secara khusus ketentuan ekskusi Hak Tanggungan diatur

lemabga parate eksekusi.

Pengaturan parate eksekusi dalam UUHT, maka dasar berpijaknya

adalah pada pengaturan mengenai eksekusi Hak Tanggungan, yang diatur

dalam pasal 20 ayat (1) UUHT yang menyatakan :

“ (1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan :a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek

Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, ataub. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak

Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melaui pelelangan umum menurut

Page 30: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

21

tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunsan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor lainnya.”

Jadi pada pasal 20 ayat (1) huruf a UUHT, dinyatakan bahwa apabila

debotor cidera janji, maka pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual

obyek Hak Tangungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 UUHT.

Sedangkan teks yuridis pasal 6 UUHT substansi adalah :

“Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasannya dari hasil penjualan tersebut.”

Esensi unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 6 UUHT tersebut,

adalah :

1) Debitor cidera janji;

2) Kreditor pemegang Hak Tangungan pertama diberi hak;

3) Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekhususan sendiri;

4) Syarat penjualan melaui pelelelangan umum;

5) Hak kreditor mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;

6) Hak kreditor mengambil pelunasan piutangnya sebatas hak tagih.

Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 6 UUHT menunjukkan ada 2

(dua) hal yang penting manakala debitor wanprestasi, yaitu hak dan

pelaksanaan hak bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan pertama.

Kewenangan untuk menjual atas kekuasaan sendiri pada pasal 6

UUHT seperti halnya dalam pasal 1155 B.W. yang mengatur tentang parate

eksekusi pada obyek gadai telah diberikan ex lege. Hal tersebut jelas berbeda

Page 31: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

22

dengan hipotik, hak kreditor pemegang hipotik pertama mempunyai hak

parate eksekusi apabila telah diperjanjikan antara kreditor dengan debitor

selaku pemberi jaminan.

Dapat dipahami tujuan pembentuk UUHT untuk membentuk lembaga

parate eksekusi, selain memberikan sarana yang memang sengaja diadakan

bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan pertama untuk mendapatkan

kembali pelunasan piutangnya dengan cara mudah dan murah, dengan maksud

untuk menerobos formalitas hukum acara, di satu sisi tujuan pembentukan

parate eksekusi secara Undang-undang (ex lege), dengan maksud untuk

memperkuat posisi dari kreditor pemegang Hak Tanggungan pertama pada

pihak-pihak yang mendapat hak dari padanya.16

Dalam menggunakan pasal 6 UUHT dikarenakan pelaksanaan

penjualan obyek Hak Tanggungan hanya melaui pelelangan umum, tanpa

harus meminta fiat Ketua Pengadilan Negeri. Terutama menunjukkan efisiensi

waktu dibandingkan dengan eksekusi putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Mengingat kalau prosedur eksekusi

melalui formalitas Hukum Acara, proses yang dilalui memerlukan waktu yang

lama dan rumit prosedurnya. Parate eksekusi lebih murah dibandingkan

dengan pelaksanaan eksekusi menggunakan titel eksekutorial, karena tidak

menanggung biaya untuk mengajukan permohonan penetapan eksekusi

kepada Ketua Pengadilan Negeri. Maka pasal 6 UUHT merupakan dasar

hukum berlakunya parate eksekusi manakala debitor wanprestasi, yang

16 Herowati Poesoko, op.cit., hal. 248

Page 32: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

23

dipergunakan sebagai sarana yang sangat baik demi penyesuaian terhadap

kebutuhan ekonomi.

B. Janji Kuasa Menjual

Dalam pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk

memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu,

yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari

perjanjian hutang – piutang.

Sesuai dengan sifat accessoir dari Hak Tanggungan, pemberiannya

haruslah merupakan ikatan dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang

menimbulkan hutang – pituang ini dapat dibuat dengan akta dibawah tangan

atau harus dibuat dengan akta otentik, bergantung pada ketentuan hukum yang

mengatur materi perjanjian itu.

Janji-janji untuk memberikan Hak Tangungan sebagai pelunasan

hutang disebut dengan tahap Pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya

Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

yang didahului dengan hutang piutang yang dijamin, dan tahap pendaftaran

oleh Kantor Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang

dibebankan.

Sehubungan dengan batasan dalam judul tesis tersebut di atas, yaitu

tentang parate eksekusi Hak Tanggungan dalam praktek perbankan, maka

sekarang akan ditinjau hal-hal apa saja yang dapat dijadikan sebagai dasar

hukum dalam eksekusi yang dilaksanakan sendiri oleh pemegang Hak

Tanggungan (kreditor) tanpa adanya bantuan atau campur tangan pengadilan

Page 33: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

24

negeri, melainkan hanya berdasarkan bantuan pejabat lelang atau Kantor

Pelayananan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) atau apa yang disebut

dengan parate eksekusi Hak Tanggungan. Sebab, Hak Tanggungan sebagai

salah satu hak jaminan kebendaan dalam rangka pelunasan utang debitor

kepada kreditor, menurut pengamatan kami adalah paling banyak dan paling

populer digunakan dalam dunia perkreditan dewasa ini.

1. Janji Untuk Menjual Atas kekuasaan Sendiri.

Penjualan agunan secara lelang yang merupakan upaya paksa

(represif) sebenarnya selalu dihindari oleh kreditor. Biasanya kreditor

melakukan upaya pendekatan persuasif, misalnya dengan meminta pihak

debitor menjual di bawah tangan atas obyek jaminan, dan hasilnya

digunakan untuk melunasi utangnya, atau upaya restrukturisasi kredit

lainnya. Namun upaya persuasif kadang-kadang tidak dapat dilakukan,

oleh karena itu digunakan pendekatan represif (eksekusi) dengan jalan

obyek jaminan dijual secara lelang.

Hal yang penting untuk dikemukan sehubungan dengan

pembahasan tentang dasar hukum parate eksekusi Hak Tanggungan adalah

adanya janji-janji Hak Tanggungan, yaitu janji-janji yang dapat dan

sekarang selalu diperjanjikan oleh pemegang Hak Tanggungan, yang

memberikan kepada pemegang Hak Tanggungan suatu kemudahan dalam

mengambil pelunasan dan suatu kedudukan yang diutamakan, yang

tentunya sangat menarik dan menguntungkan bagi kreditor/pemegang Hak

Tanggungan.

Page 34: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

25

Dari berbagai macam janji-janji Hak Tanggungan yang dapat

diperjanjikan oleh para pihak, penulis akan mengemukakan janji yang

berkaitan dengan parate eksekusi, yaitu "janji untuk menjual atas

kekuasaan sendiri" (beding van eigenmachtig verkoop). Janji seperti itu

diatur dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT yang menyebutkan :

Dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat dicantumkan janji-janji antara lain.………………………………………………………………………e. janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji.………………………………………………………………………j. janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan.17

Undang-undang Hak Tanggungan dalam hal ini hanya

mengingatkan saja kepada kreditor/pemegang Hak Tanggungan akan

kemungkinan untuk memperjanjikan janji-janji seperti itu, karena pada

asasnya orang dapat memperjanjikan apa saja, asal tidak bertentangan

dengan undang-undang yang bersifat memaksa, tata krama (kesusilaan)

dan ketertiban umum.

Sebelum berlakunya UUHT yang menggantikan ketentuan

mengenai hipotik sebagaimana tersebut dalam Buku II Kitab Undang-

undang Hukum Perdata, janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri ini

telah diatur dalam Pasal 1178 ayat (2) yang berbunyi :

Namun diperkenankanlah kepada si berpiutang hipotik pertama

17 Mahkamah Agung Republik Indonesia, op. cit., hal 7 - 8

Page 35: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

26

untuk, pada waktu diberikannya hipotik, dengan tegas minta diperjanjikan bahwa, jika uang pokok tidak dilunasi semestinya, atau jika bunga yang terutang tidak dibayar, ia secara mutlak akan dikuasakan menjual persil yang diperikatkan di muka umum, untuk mengambil pelunasan uang pokok, maupun bunga serta biaya, dari pendapatan penjualan itu. Janji tersebut harus dilakukan menurut cara sebagaimana diatur dalam pasal 1211.18

Dimuatnya janji-janji tersebut dalam Akta Pemberian Hak

Tanggungan yang kemudian didaftarkan pada Kantor Pertanahan, maka

janji-janji tersebut juga mempunyai kekuatan mengikat pada pihak ketiga.

Menurut Remy Sjandeini :

Janji-janji yang disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT itu bersifat fakultatif dan tidak limitatif. Bersifat fakultatif karena janji-janji itu boleh dicantumkan atau tidak dicantumkan, baik sebagian maupun seluruhnya. Bersifat tidak limitatif karena dapat pula diperjanjikan janji-janji lain selain dari janji-janji yang telah disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT.19

Pada prinsipnya seorang pemegang Hak Tanggungan bebas untuk

memperjanjikan klausula ini atau tidak. Tentang harus atau tidaknya

klausula ini diperjanjikan, saat ini bukanlah hal yang perlu dipersoalkan

lagi, karena Akta Pemberian Hak Tanggungan sudah tercetak dan

disediakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan dijual melalui

Kantor Pos yang format blanko formulirnya dibuat dalam bentuk yang

seragam berdasarkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional No. 3 Tahun 1996 Tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan

Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak

Tanggungan, dan Sertifikat Hak Tanggungan, yang di dalamnya sudah

18 Subekti dan R. Tjitrosudibio, loc. cit.19 Remy Sjahdeini, op. cit., hal 45

Page 36: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

27

tercetak janji seperti itu, sehingga tidak mungkin lagi ada Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT) yang lupa untuk mencantumkannya.

Memang di dalamnya tidak secara tegas menunjuk kepada

ketentuan Pasal 11 ayat (2) UUHT, akan tetapi intinya adalah sama, yaitu

dimana disebutkan :

• Jika Debitor tidak memenuhi kewajiban untuk melunasi utangnya, berdasarkan perjanjian utang-piutang tersebut di atas, oleh Pihak Pertama, Pihak Kedua selaku Pemegang Hak Tanggungan Peringkat Pertama dengan akta ini diberi dan menyatakan menerima kewenangan, dan untuk itu kuasa, untuk tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Pihak Pertama :a. menjual atau suruh menjual dihadapan umum secara lelang

Obyek Hak Tanggungan baik seluruhnya maupun sebagian-sebagian;

b. mengatur dan menetapkan waktu, tempat, cara dan syarat-syarat penjualan;

c. menerima uang penjualan, menandatangani dan menyerahkan kwitansi;

d. menyerahkan apa yang dijual itu kepada pembeli yang bersangkutan;

e. mengambil dari uang hasil penjualan itu seluruhnya atau sebagian untuk melunasi utang Debitor tersebut di atas; dan

f. melakukan hal-hal lain yang menurut Undang-Undang dan peraturan hukum yang berlaku diharuskan atau menurut pendapat Pihak Kedua perlu dilakukan dalam rangka melaksanakan kuasa.

………………………………………………………………………• Jika Pihak Kedua mempergunakan kekuasaannya untuk menjual Obyek Hak Tanggungan, Pihak Pertama akan memberikan kesempatan kepada yang berkepentingan untuk melihat Obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan pada waktu yang ditentukan oleh Pihak Kedua dan segera mengosongkan dan menyerahkan Obyek Hak Tanggungan tersebut kepada Pihak Kedua atau pihak yang ditunjuk oleh Pihak Kedua agar selanjutnya dapat menggunakan dalam arti kata yang seluas-luasnya.20

Meskipun dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT tersebut ditetapkan,

bahwa yang boleh memperjanjikan klausula seperti itu hanya pemegang 20 Mahkamah Agung Republik Indonesia, op. cit., hal 81-83

Page 37: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

28

Hak Tanggungan yang pertama, namun dalam prakteknya semua

pemegang Hak Tanggungan memperjanjikan klausula seperti itu, karena

aktanya sudah tercetak dalam bentuk yang seragam. Undang-undang tidak

melarang pemegang Hak Tanggungan lainnya untuk memperjanjikan

kewenangan seperti itu, sebab dikemudian hari, karena adanya pergeseran,

ia mungkin akan berkedudukan sebagai pemegang Hak Tanggungan

pertama, yaitu kalau Hak Tanggungan pertama, karena pelunasan akan

menjadi hapus dan pemegang Hak Tanggungan yang di bawahnya akan

bergeser ke atas menjadi yang pertama.

2. Dasar Kewenangan Menjual Berdasarkan Undang-undang.

Pada masa yang lalu memang semua pemegang hipotik selalu

memperjanjikan kuasa ex Pasal 1178 ayat (2) Kitab Undang-undang

Hukum Perdata, dan tidak pula ada ketentuan undang-undang yang secara

tegas memberikan kewenangan kepada pemegang hipotik untuk menjual

obyek hipotik atas kekuasaan sendiri, dan pemegang hipotik pertama

hanya mempunyai hak seperti itu kalau ia dengan tegas

memperjanjikannya. Karena janji ex Pasal 1178 ayat (2) Kitab

Undang-undang Hukum Perdata tersebut selalu diperjanjikan, “maka ada

yang menyebutnya sebagai `suatu formula tetap dan dapat dikatakan tidak

pernah dilupakan”.21 Sehingga timbul pertanyaan, mengapa hak ini tidak

dianggap sebagai hak yang sudah termasuk di dalam hak hipotik.

Saat ini dengan diberlakukannya UUHT, selain "janji untuk

menjual atas kekuasaan sendiri" berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (2)

21 J. Satrio, Parete Eksekusi Sebagai sarana Mengatasi Kredit Macet, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal 22

Page 38: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

29

diperbolehkan untuk dimuat, bahkan secara baku telah dicantumkan dalam

Akta Pemberian Hak Tanggungan, maka berdasarkan ketentuan Pasal 6

undang-undang tersebut telah pula ditegaskan bahwa "Apabila debitor

cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk

menjual obyak Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui

pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil

penjualan tersebut".22

C. Pasal 20 UUHT sebagai Dasar Eksekusi Obyek Hak Tanggungan

Salah satu fasilitas atau ciri yang diberikan oleh Undang-undang Hak

Tanggungan bahwa apabila debitor cidera janji, maka eksekusinya mudah dan

pasti, hal tersebut dapat dilaksankan jika pemberi hak tanggungan (debitor)

tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang telah diperjanjikan, demikian

disebutkan dalam penjelasan angka 9 UUHT. Adapun mengenai eksekusi

obyek Hak Tanggungan yang diatur dalam pasal 20 UUHT pemegang Hak

Tanggungan diberikan pilihan eksekusi sebagai berikut :

Hak pemegang Hak Tanggungan pertama sebagaimana dimaksud di

atas, telah pula dipertegas kembali di dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT, yang

menyebutkan :

Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan :

a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau

b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan

22 Mahkamah Agung Republik Indonesia, op. cit., hal 5

Page 39: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

30

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang dicantumkan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahului dari pada kreditor-kreditor lainnya.23

Ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 maupun Pasal 20 ayat (1) UUHT

ini sebenarnya tidak saja sejalan dan mempertajam apa yang telah diatur

dalam Pasal 11 ayat (2) atau apa yang diatur sebelumnya dalam Pasal 1178

ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang beding van

eigenmachtige verkoop pada lembaga hipotik/credietverband, tapi juga

bermakna bahwa Pasal 6 dan Pasal 20 ayat (1) huruf a UUHT ini

menghendaki kewenangan kreditor untuk menjual obyek Hak Tanggungan

atas kekuasaan sendiri tersebut, dapat diartikan bukan saja karena

diperjanjikan, melainkan hak atau kewenangan kreditor tersebut ada padanya

karena memang undang-undang sendiri juga memberikan padanya atau

menetapkannya demikian (ex lege).

Menurut Herowati Poesoko :

Dari konsep Rancangan Undang-Undang terlihat adanya kehendak Pembentuk UUHT untuk menjadikan hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual atas kekuasaan sendiri sebagai suatu hak yang timbul karena Undang-Undang, bukan karena janji yang diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan.Tetapi kemudian, setelah melalui pembahasan di DPR, terjadi perubahan dengan ditambahkannya janji untuk menjual atas kekuasan sendiri ke dalam rangkaian janji-janji yang disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2).24

Terhadap adanya pendapat (sebagaimana juga Herawati Poesoko) yang

23 Ibid, hal 1324 Herowati Poesoko, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan (Inkonsistensi,

Konflik Norma, dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT), LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, 2008, hal 283

Page 40: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

31

menyatakan bahwa substansi Penjelasan Pasal 6 UUHT jika dikaitkan dengan

Pasal 11 ayat (2) huruf e dan blanko formulir Akta Pemberian Hak

Tanggungan yang mencantumkan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri

adalah tidak sinkron dengan substansi Pasal 6, oleh karena berdasarkan Pasal

6 UUHT bahwa hak/kewenangan tersebut adalah didasarkan pada ex lege,

sedangkan Penjelasan Pasal 6 jo Pasal 11 ayat (2) huruf e didasarkan pada

janji, sehingga dianggap membingungkan, mana yang benar, apakah

kewenangan tersebut diberikan secara ex lege atau karena diperjanjikan?,

menurut penulis hal ini sepintas memang terlihat demikian, seolah-olah terjadi

kontradiksi ataupun kerancuan yang menimbulkan inkonsistensi norma yang

berkaitan dengan hak/kewenangan pemegang Hak Tanggungan pertama untuk

menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi).

Akan tetapi jika kita amati ketentuan yang dimuat dalam Penjelasan

Pasal 6 UUHT yang menyatakan :

Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi Hak Tanggungan dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan ini lebih dahulu daripada kreditor-kreditor yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi Hak Tanggungan."25

maupun Penjelasan Pasal 11 ayat (2) huruf e yang juga menyatakan "Untuk

dipunyainya kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 di dalam Akta

25 Mahkamah Agung Republik Indonesia, op. cit., hal 33

Page 41: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

32

Pemberian Hak Tanggungan dicantumkan janji ini".26, maka penulis

sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh Kartini Muljadi dan Gunaan

Widjaja yang menyatakan bahwa :

Hak dari pemegang Hak Tanggungan untuk melaksanakan haknya berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut adalah hak yang semata-mata diberikan oleh undang-undang. Walau demikian tidaklah berarti hak tersebut demi hukum ada, melainkan harus diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pihak dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan atas hak atas tanah.27

sehingga jika hal tersebut tidak diperjanjikan lebih dulu, maka

kreditor/pemegang Hak Tanggungan pertama tidaklah mempunyai hak untuk

menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan

umum sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 20 ayat (1) huruf a UUHT,

akan tetapi eksekusinya haruslah dilakukan melalui titel eksekutorial

sebagaimana dimaksud oleh Pasal 20 ayat (1) huruf b undang-undang tersebut.

Dari pemahaman ini akhirnya bisa dicermati maksud pembentuk undang-

undang mencantumkan/memberikan alternatif penyelesaian bagi

kreditor/pemegang Hak Tanggungan dalam hal dilakukan eksekusi

sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT, apakah dilakukan

melalui Parate Eksekusi atau harus dilakukan melalui titel eksekutorial yang

proses pelaksanaannya harus melalui fiat eksekusi dari pengadilan negeri.

Demi tercapainya suatu kepastian hukum dalam rangka melindungi

kepentingan pemegang Hak Tanggungan pertama sesuai dengan uraian

26 Ibid, hal 3727 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Kencana, Jakarta, 2006

Page 42: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

33

pemahaman tersebut di atas, haruslah dipandang bahwa hak/kewenangan

untuk menjual atas kekuasaan sendiri tersebut diperoleh oleh

kreditor/pemegang Hak Tanggungan pertama tidak semata-mata oleh karena

diperjanjikan, tetapi juga karena undang-undang menetapkan demikian

(setelah terlebih dahulu diperjanjikan). Hal ini adalah untuk lebih menekankan

bahwa undang-undang memberikan jaminan dalam aturan yang konkrit

sebagai norma yang mengikat bahwa "hak untuk menjual atas kekuasaan

sendiri" tersebut adalah sarana yang utama bagi kreditor/pemegang Hak

Tanggungan pertama untuk mendapatkan kemudahan dalam rangka

mendapatkan kembali pelunasan piutangnya, yang merupakan salah satu

perwujudan dari kedudukan yang diutamakan yang dipunyai olehnya sebagai

pemegang Hak Tanggungan pertama.

Untuk tidak menimbulkan multitafsir dalam proses eksekusinya

dikemudian hari, maka "janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri"

sebagaimana telah tercetak secara baku dalam blanko formulir Akta

Pembebanan Hak Tanggungan haruslah tetap dipertahankan ataupun

diperjanjikan oleh pemberi maupun pemegang Hak Tanggungan agar

hak/kewenangan yang diberikan oleh Pasal 6 UUHT dapat dilaksanakan,

kecuali pihak-pihak dari sejak semula memang menginginkan ataupun

menyepakati lain.

D. Penjelasan Umum Angka 9 Dan Penjelasan Pasal 14 Ayat (2) dan (3)

Undang-undang No. 4 Tahun 1996

Page 43: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

34

Dalam Penjelasan Umum angka 9 UUHT menyebutkan salah satu ciri

Hak Tanggungan yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan

eksekusinya, jika debitor cidera janji. Walaupun secara umum ketentuan

tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku,

dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi

Hak Tanggungan dalam Undang-undang ini, yaitu yang mengatur lembaga

parate executie sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia

yang Diperbarui (Het Herziene lndonesisch Reglement) dan Pasal 258

Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot

Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura).

Sehubungan dengan itu pada sertifikat Hak Tanggungan, yang berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya Hak Tanggungan, dibubuhkan irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Selain itu sertifikat Hak Tanggungan tersebut dinyatakan sebagai pengganti grosse acte hypotheek, yang untuk eksekusi hypotheek atas tanah ditetapkan sebagai syarat dalam melaksanakan ketentuan pasal-pasal kedua reglemen tersebut.Agar ada kesatuan pengertian dan kepastian mengenai penggunaan ketentuan-ketentuan tersebut, ditegaskan lebih lanjut dalam Undang-undang ini, bahwa selama belum ada peraturan perundangan-undangan yang mengaturnya, peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang diatur dalam kedua Reglemen tersebut, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.28

Apabila Penjelasan Umum angka 9 tersebut dihubungkan dengan

ketentuan Pasal 6 UUHT yang memberikan hak kepada kreditor/pemegang

28 Mahkamah Agung Republik Indonesia, op. cit., hal 26-27

Page 44: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

35

Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas

kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum, sedangkan Penjelasan Umum

angka 9 mengatur agar parate eksekusi pelaksanaannya didasarkan kepada

Pasal 224 HIR/258 RBg yang sebenarnya ditujukan kepada grosse akta hipotik

dan grosse akta' pengakuan hutang yang mempunyai hak eksekutorial sebagai

suatu putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, dimana

eksekusinya tunduk dan patuh sebagaimana pelaksanaan putusan pengadilan

yang harus dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri, maka jelas

terlihat bahwa pembentuk undang-undang sendiri juga telah mengulangi

kekeliruan yang terdapat dalam pertimbangan hukum Mahkamah Agung

dalam putusannya No. 3210 K/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1986, yaitu dengan

mencampuradukkan antara pengertian parate eksekusi dengan pengertian

eksekusi berdasarkan grosse akta/sertifikat Hak Tanggungan dimana

pelaksanaannya memang harus dilakukan menurut ketentuan Pasal 224

HIR/268 RBg. Lantas, apa gunanya orang memperjanjikan parate eksekusi di

dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan?, dan apa gunanya ketentuan Pasal 6

dimuat dalamUUHT ?.

Apa yang disebutkan dalam Penjelasan angka 9 UUHT tersebut jelas

tidak saja bertentangan dengan ratio legis dimuatnya ketentuan Pasal 6 dalam

UUHT tersebut, tetapi juga telah menunjukkan sikap inkonsistensi dari

pembentuk undang-undang yang telah memberikan kewenangan kepada

kreditor/pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak

tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum, dan keadaan ini

Page 45: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

36

akhirnya kembali mementahkan harapan para pelaku ekonomi khususnya

kalangan perbankan. Untuk itu, nampaknya masih diperlukan suatu

pembahasan yang lebih mendalam agar tidak terjadi kerancuan pengaturan

dan penganuliran terhadap lembaga parate eksekusi dalam praktek hukum,

sebab pengaturan parate eksekusi dalam UUHT diharapkan dapat menjadi

tiang pokok bagi lembaga jaminan Hak Tanggungan.

Dalam Pengertian parate eksekusi (hak untuk menjual atas kekuasaan

sendiri) terkandung arti, bahwa kalau debitor wanprestasi, kreditor bisa

melaksanakan eksekusi atas obyek jaminan (Hak Tanggungan) melalui

pelelangan umum, tanpa harus minta fiat dari Ketua Pengadilan Negeri, tanpa

harus mengikuti aturan main dalam hukum acara, tidak perlu ada sita terlebih

dahulu, karena itu prosedurnya lebih mudah dengan biaya yang lebih murah.

Sedangkan eksekusi berdasarkan Pasal 224 HIR/258 RBg harus dilakukan di

bawah perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri dengan mengikuti

hukum acara yang berlaku layaknya eksekusi putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap.

Apabila pelaksanaan parate eksekusi harus melalui dan atas perintah

Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 224 HIR/258 RBg), hal ini jelas menyimpang

dari Pasal 6 UUHT yang merupakan peraturan yang sifatnya substantif. Jadi

seharusnya pembentuk undang-undang tidak mendasarkan pelaksanaan parate

eksekusi pada Pasal 224 HIR/258 RBg seperti yang disebutkan oleh

Penjelasan Umum angka 9 UUHT tersebut.

Kekeliruan pembentuk undang-undang yang telah menyamakan

Page 46: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

37

pengertian/prosedur eksekusi berdasarkan parate eksekusi dengan eksekusi

berdasarkan titel eksekutorial (sertifikat Hak Tanggungan) sebagaimana

dimaksud dalam Penjelasan Umum angka 9, ternyata telah diulangi kembali

dalam Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan (3) UUHT dengan menyebutkan :

Irah-irah yang dicantumkan pada setifikat Hak Tanggungan dan dalam ketentuan pada ayat ini, dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada setifikat Hak Tanggungan, sehingga apabila debitor cidera janji, siap untuk diseksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melaiui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate eksekusi sesuai dengan peraturan Hukum Acara Perdata.29

Dari kedua penjelasan tersebut, pembentuk undang-undang telah

menafsirkan sama tentang prosedur parate eksekusi dengan prosedur eksekusi

sertifikat Hak Tanggungan, yaitu menggunakan prosedur sesuai dengan

Hukum Acara Perdata. Jadi harus melalui izin dan atas perintah Ketua

Pengadilan Negeri, dan jika debitor benar-benar cidera janji (wanprestasi),

maka pemegang Hak Tanggungan pertama dapat melaksanakan janji untuk

menjual atas kekuasaan sendiri dengan cara menjual lelang obyek Hak

Tanggungan atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi) tapi penjualannya

didasarkan kepada Pasal 224 HIR/258 RBg. Disini pelaksanaan parate

eksekusi mengalami pemaknaan ganda, satu sisi pelaksanaannya langsung

melalui pelelangan umum (Pasal 6 UUHT) tapi di sisi lain harus mendapatkan

fiat dari Ketua Pengadilan Negeri (berdasarkan Pasal 224 HIR/258 RBg).

Sebenarnya jika kita amati ketentuan Pasal 26 yang mengatur tentang

Ketentuan Peralihan UUHT dimana disebutkan "Selama belum ada peraturan

29 Ibid, hal 39

Page 47: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

38

perundang-undangan yang mengaturnya, dengan memperhatikan ketentuan

dalam Pasal 14, peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada pada mulai

berlakunya Undang-undang ini, berlaku terhadap eksekusi Hak

Tanggungan".30, dan dengan memperhatikan pula penjelasannya yang

menyebutkan :

Yang dimaksud dengan peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada dalam pasai ini, adalah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 224 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Het Herziene lndonesisch Reglement, Staatsblad 1941-44) Pasal 258 Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura, Staatsblad 1927-227).Ketentuan Pasal 14 yang harus diperhatikan adalah bahwa grosse acte hypotheek yang berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya hypotheek, dalam hal Hak Tanggungan adalah sertifikat Hak Tanggungan.Adapun yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang belum ada, adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus eksekusi Hak Tanggungan, sebagai pengganti ketentuan khusus mengenai eksekusi hypotheek atas tanah yang tersebut di atas.Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelesan Umum angka 9, ketentuan peralihan dalam Pasal ini memberikan ketegasan, bahwa selama masa peralihan tersebut. Ketentuan hukum acara di atas berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan, dengan penyerahan sertifikat Hak Tanggungan sebagai dasar pelaksanaarnya.31

di sini pembentuk undang-undang telah memberikan pemahaman yang benar,

bahwa eksekusi Hak Tanggungan yang pelaksanaannya di dasarkan kepada

Pasal 224 HIR/258 RBg adalah eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan

sertifikat Hak Tanggungan (titel eksekutorial), yaitu dilaksanakan dengan

penyerahan sertifikat Hak Tanggungan sebagai dasar pelaksanaannya.

Pemahaman inilah yang bersesuaian atau tidak menyimpang dengan apa yang

30 Ibid, hal 1631 Ibid, hal 47-48

Page 48: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

39

dimaksud oleh Pasal 20 ayat (1) huruf b UUHT tentang pilihan eksekusi Hak

Tanggungan berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak

Tanggungan. Menurut Herowati Poesoko "Aturan yang menyimpang tentunya

bukan untuk digunakan melainkan patut dan layak untuk diabaikan atau

bahkan tidak perlu digunakan sebab dapat menjadi kendala bagi salah satu

tujuan hukum yakni kegunaan (zwekmaszigkeit)".32

Berkenaan dengan hal yang telah dikemukakan di atas, dan agar tidak

lagi ada keraguan dalam pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan

parate eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT, ada baiknya

diperjelas terlebih dahulu, apakah hal-hal yang dikemukakan atau ditentukan

dalam memori penjelasan suatu undangundang mempunyai sifat mengikat

secara hukum ?, sebab apa yang telah dikemukakan oleh Penjelasan Umum

angka 9 maupun Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan (3) UUHT sebagaimana

tersebut diatas, sudah tidak lagi sekedar bersifat menjelaskan, tetapi telah

memberikan ketentuan baru di luar pasal yang dijelaskan.

Menurut Remy Sjandeini :

Memori Penjelasan Undang-undang tidak boleh bertentangan dengan dan tidak boleh memberikan ketentuan tambahan di luar (pasal-pasal dari) undang-undang yang dijelaskannya. …. Memori Penjelasan suatu Undang-undang tidak mengikat secara hukum karena suatu undang-undang berlaku dan mengikat sekalipun seandainya telah dikeluarkan tanpa diikuti Memori Penjelasan. Sebaliknya, suatu Memori Penjelasan dari suatu undang-undang tidak mempunyai kekuatan hukum tanpa adanya undang-undang (yang dijelaskan oleh Memori Penjelasan tersebut).33

Apabila Pasal 20 ayat (1) huruf a dan Pasal 6 UUHT yang telah 32 Herowati Poesoko, op. cit., hal 26433 Remy Sjahdeni, op. cit., hal 55

Page 49: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

40

memberikan rumusan norma yang jelas tentang "hak pemegang Hak

Tanggungan pertama untuk menjual dengan kekuasaan sendiri obyek Hak

Tangggungan melalui pelelangan umum (parate eksekusi)" dihubungkan

dengan apa yang telah dikemukakan oleh Remy Sjandeini, maka Penjelasan

Umum angka 9 dan Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan (3) UUHT jelas tidak

dapat dipakai sebagai sandaran terhadap pelaksanaan parate eksekusi Hak

Tanggungan, karena disamping bertentangan dengan ratio legis pengaturan

parate eksekusi, memori penjelasan itu sendiri juga tidak mengikat secara

hukum, sehingga oleh karenanya haruslah diabaikan.

Page 50: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

BAB III

PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN

A. Sarana Hukum Dan Lembaga Eksekusi Dalam Penyelesaian Kredit

Macet

Upaya penyelesaian masalah kredit macet umumnya diawali dengan

upaya-upaya dari bank sebagai pihak kreditor antara lain dengan cara

melakukan penagihan secara langsung oleh bank kepada debitor yang

bersangkutan untuk segera melunasi kredit atau utang-utangnya.

Apabila penyelesaian dengan cara tersebut tidak berhasil dilaksanakan,

pada umumnya upaya yang dilakukan oleh bank adalah melalui prosedur

hukum. Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat berbagai sarana hukum dan

beberapa lembaga eksekusi yang dapat dipergunakan untuk mempercepat

penyelesaian masalah kredit macet.

Adapun sarana hukum yang dapat dipergunakan untuk mempercepat

penyelesaian masalah kredit macet perbankan adalah :

1. Pelaksanaan Pasal 6 UUHT

Dalam pasal 6 UUHT, disebutkan : "Apabila debitor cidera janji,

pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual

obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum

serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut".34

34 Mahkamah Agung Republik Indonesia, op. cit., hal 5

41

Page 51: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

42

Dari ketentuan tersebut di atas, maka dalam pelaksanaan penjualan

obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi) tidak

memerlukan fiat atau persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat

serta tidak memerlukan grosse akta, namun pelaksanaan pasal dimaksud

harus dilakukan melalui Kantor Lelang Negara atau Kantor Pelayanan

Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Dalam hal ini kreditor bertindak

sebagai pihak penjual/pemohon lelang.

Sebelum berlakunya UUHT, sebenarnya tentang adanya hak untuk

menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui

pelelangan umum, juga telah diatur dalam pasal 1178 ayat (2)

KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal tersebut bahwa kreditor pemegang

hipotik pertama dapat diberi kuasa untuk menjual barang agunan dimuka

umum untuk melunasi utang pokok atau bunga yang tidak dibayar oleh

debitor sebagaimana mestinya.

Dari uraian di atas, terlihat adanya persamaan antara Pasal 6

UUHT dan Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata, yaitu dalam hal pengaturan

tentang kewenangan kreditor untuk menjual barang jaminan di muka

umum untuk pelunasan utang apabila debitor ingkar janji. Namun dengan

keluarnya UUHT tersebut, maka ketentuan-ketentuan yang telah ada

sepanjang mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah

beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tidak berlaku lagi dan

tidak terkecuali ketentuan Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata.

Page 52: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

43

2. Grosse Akta Pengakuan Utang dan Sertifikat Hak Tanggungan.

Menurut Pasal 224 HIR/258 RBg diperkenankan eksekusi terhadap

perjanjian untuk memenuhi isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak, asal

perjanjian itu berbentuk grosse akta. Tujuan pemanfaatan grosse akta

pengakuan utang dan grosse hipotik adalah untuk memberikan kekuatan

hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap agar langsung dapat dieksekusi.

Di dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT telah pula disebutkan, bahwa

dalam hal debitor cidera janji, selain kepada pemegang Hak Tanggungan

pertama diberikan hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, maka berdasarkan titel eksekutorial

yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan, obyek Hak Tanggungan

juga dapat dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang

ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan

piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahului dari pada

kreditor-kreditor lainnya. Selama belum ada peraturan perundang-

undangan yang mengaturnya, menurut Pasal 26 UUHT dan penjelasannya,

pelaksanaan eksekusi ini (dengan dasar penyerahan sertifikat Hak

Tanggungan sebagai dasar pelaksanaannya) didasarkan pada Pasal 224

HIR/258 RBg.

Dengan demikian, berdasarkan grosse akta pengakuan utang atau

sertifikat Hak Tanggungan kreditor cukup mengajukan permohonan

kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat agar isi dari grosse akta ataupun

Page 53: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

44

sertifikat Hak Tanggungan tersebut dapat dilaksanakan. Namun dalam

praktek pengadilan, Ketua Pengadilan Negeri masih harus meneliti

terlebih dahulu apakah debitor masih berutang kepada kreditor. Dalam hal

ternyata debitor tidak lagi mempunyai utang, maka permohonan penetapan

eksekusi akan ditolak.

3. Penjualan obyek Hak Tanggungan di bawah tangan

Dalam hal penjualan pelelangan umum diperkirakan tidak akan

menghasilkan harga tertinggi, berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (2)

UUHT diberi kemungkinan untuk melakukan eksekusi melalui penjualan

di bawah tangan. Asalkan hal tersebut disepakati oleh pemberi dan

pemegang Hak Tanggungan.

Pelaksanaan penjualan obyek Hak Tanggungan di bawah tangan ini

memerlukan upaya kreditor melalui pendekatan persuasif dengan meminta

debitor untuk menjual di bawah tangan atas obyek jaminan utang dan

hasilnya digunakan untuk melunasi utangnya kepada kreditor. Menurut A.

T. Hasbullah selaku Direktur Lelang pada Direktorat Jenderal Kekayaan

negara :

Hal ini dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (2) UUHT. Namun alternatif ini seringkali cukup berat untuk dilaksanakan karena harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :1. harus ada kesepakatan antara pemberi dan pemegang hak

tanggungan;2. penjualan tersebut harus capat menghasilkan harga tertinggi

yang menguntungkan semua pihak;3. satu bulan sebelumnya terlebih dahulu harus diberitahukan

secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan harus

Page 54: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

45

diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada yang menyatakan keberatan.35

4. Putusan yang bersifat serta merta (uitvoerbaar bij voorraad)

Putusan serta merta adalah merupakan suatu proses khusus yang

memungkinkan dapat dilaksanakannya eksekusi sebelum putusan hakim

mempunyai kekuatan hukum tetap. Menurut M. Yahya harahap bahwa :

Pasal 180 ayat 1 HIR atau Pasal 191 ayat 1 RBG memberi hak kepada penggugat untuk mengajukan permintaan agar putusan dapat dijalankan eksekusinya lebih dulu, sekalipun terhadap putusan itu pihak tergugat mengajukan bending atau kasasi. Terhadap permintaan gugat yang demikian, hakim dapat menjatuhkan putusan yang memuat amar bahwa putusan dapat dilaksanakan lebih dulu, yang lazim disebut 'putusan dapat dieksekusi serta merta'.36

Namun putusan yang bersifat serta merta ini tidaklah diperlukan

terhadap perjanjian kredit yang jaminannya telah dibebani dengan Hak

Tanggungan, hal ini disebabkan karena putusan serta merta ini hanya

dapat dilaksanakan setelah adanya gugatan dari kreditor ke pengadilan

negeri. Sedangkan pada Hak Tanggungan tidak diperlukan adanya suatu

gugatan dalam hal pelaksanaan eksekusinya, karena hanya dengan

berdasarkan sertifikat Hak Tanggungan yang berkekuatan eksekutorial

yang sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum

tetap, pemegang Hak Tanggungan dapat langsung mengajukan

permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat.

35 A.T. Hasbullah, “Peran Lelang Dalam Mendukung Penyelesaian Kredit Macet Perbankan”, Makalah Seminar, Balai Lelang Tunjungan, Surabaya, 2008, hal 7

36 Yahya Harahap, op. cit., hal 7

Page 55: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

46

Sedangkan lembaga yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan

masalah kredit macet perbankan, adalah :

1. Pengadilan Negeri

Berdasarkan Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945

dan Pasal 10 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman, badan peradilan merupakan lembaga yang sah dan

berwenang untuk menyelesaikan sengketa. Sebagai tindak lanjut dari

Pasal 10 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tersebut, ditetapkan

berbagai peraturan perundang-undangan yang menetapkan batas

yurisdiksi untuk setiap badan peradilan.

Dalam Pasal 50 Undang-undang No. 2 Tahun 1986 tentang

Peradilan Umum sebagaimana dirubah dengan Undang-undang No. 8

Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 2 Tahun

1986 tentang Peradilan Umum, disebutkan bahwa "Pengadilan Negeri

bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertarna".37

Khusus mengenai permasalahan sengketa perkreditan

berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 1986 yurisdiksinya

terrnasuk kewenangan lingkungan badan peradilan umurr. Sehingga

badan peradilan yang secara resmi bertugas menyelesaikan kredit

macet bila disengketakan adalah pengadilan negeri. Namun perlu

diingat, bahwa selama ini pengadilan negeri hanya berwenang untuk

37 Eman Suparman, Kitab Undang-undang Peradilan Umum, Fokusmedia, Bandung, 2004, hal 55

Page 56: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

47

menyelesaikan sengketa kredit macet dari bank swasta.

Penyelesaian sengketa kredit macet melalui pengadilan negeri

dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara :

a. Bank menggugat nasabah karena telah melakukan wanprestasi atas

perjanjian kredit yang telah disepakati.

Bank dapat menggugat debitor yang telah wanprestasi

dengan tidak membayar utang pokok maupun bunga kepada

pengadilan negeri. Pengadilan negeri dalam hal ini akan

memproses gugatan tersebut dengan mempertimbangkan bukti

yang ada dan dalil-dalil yang diajukan oleh kedua belah. Apabila

proses pemeriksaan selesai dilakukan, maka pengadilan negeri

akan mengeluarkan putusan yang dilanjutkan dengan sita eksekusi

atas agunan yang diberikan untuk kepentingan pelunasan kredit.

b. Bank meminta penetapan eksekusi terhadap barang agunan debitor

yang telah diikat dengan sempurna

Terhadap barang agunan debitor yang telah diikat secara

sempurna, maka bank dapat langsung mengajukan permohonan

eksekusi barang agunan untuk memperoleh pelunasan piutangnya,

tanpa harus melalui proses gugatan ke pengadilan negeri. Setelah

menerima permohonan, Ketua Pengadilan Negeri akan memeriksa

bukti-bukti yang diajukan, apakah debitor masih berutang kepada

kreditor. Jika ternyata debitor masih berutang, maka permohonan

penetapan eksekusi akan dikabulkan.

Page 57: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

48

Dari uraian di atas, maka penyelesaian kredit macet dengan

cara yang kedua adalah penyelesaian yang sesuai dengan ketentuan

Pasal 20 ayat (1) huruf b UUHT, karena dalam rangka eksekusi

Hak Tanggungan tidak perlu melalui proses gugatan ke pengadilan

negeri. Kreditor cukup dengan membawa sertifikat Hak

Tanggungan yang memuat irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa" dan langsung mengajukan

permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri.

2. Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)/Badan Urusan Piutang dan

Lelang Negara (BUPLN)/Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan

Lelang (KPKNL)

Dengan Undang-undang No 49 Prp Tahun 1960, PUPN

bertugas menyelesaikan piutang negara yang telah diserahkan

kepadanya oleh instansi pemerintah atau badan-badan negara.

Pengurusan piutang negara dilakukan PUPN dengan terlebih dahulu

memanggil pihak debitor untuk menyelesaikan kewajibannya. Jika

debitor datang menghadap, maka dijelaskan mengenai tata cara

penyelesaian sengketa dengan membuat Surat Pernyataan Bersama

antara PUPN dan debitor tentang besarnya jumlah utang dan

kesanggupan debitor untuk membayarnya. Surat Pernyataan Bersama

tersebut memuat irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa", sehingga mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti

putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau mempunyai

Page 58: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

49

titel eksekutorial. Dalam hal debitor tidak bersedia datang menghadap

atau tidak bersedia menandatangani surat pernyataan bersama, maka

PUPN menerbitkan Surat Penetapan Jumlah Piutang Negara secara

sepihak.

Selanjutnya dalam hal surat pernyataan bersama itu tidak

dipenuhi oleh debitor atau berdasarkan Surat Penetapan Jumlah

Piutang Negara, PUPN dapat memaksa debitor untuk membayar

seluruh utang dengan mengeluarkan Surat Paksa, yang dilanjutkan

dengan penyitaan dan pelaksanaan lelang eksekusi. Surat Paksa

dikeluarkan dalam bentuk keputusan Ketua PUPN dengan titel

eksekutorial, sehingga mempunyai kekuatan seperti grosse dari

putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diajukan

banding lagi.

B. Proses Parate Eksekusi Obyek Hak Tanggungan.

Pengaturan tentang eksekusi Hak Tanggungan dapat ditemukan

landasan hukumnya dalam ketentuan Pasal 20 UUHT yang menyatakan :

(1) Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan :a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek

Hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, ataub. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak

Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2).Obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahului dari pada kreditor-kreditor lainnya.

(2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah

Page 59: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

50

tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

(3) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.

(4) Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) batal demi hukum.

(5) Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan.38

Berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b serta ayat (2)

UUHT sebagaimana disebut di atas dapat disimpulkan bahwa eksekusi atas

obyek jaminan Hak Tanggungan dapat ditempuh melalui 3 (tiga) cara, yaitu :

1. parate eksekusi;

2. titel eksekutorial; dan

3. penjualan di bawah tangan.

Ketiga jenis eksekusi Hak Tanggungan tersebut masing-masing

memiliki prosedur pelaksanan yang berbeda antara satu dengan yang lain.

Tentang pengertian parate eksekusi sebenarnya dapat ditemukan dalam Pasal

6 UUHT yaitu, "hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual

obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum

serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut". Akan

tetapi, seperti telah dikemukakan sebelumnya, hak tersebut haruslah terlebih

38 Mahkamah Agung Republik Indonesia, op. cit., hal 13

Page 60: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

51

dahulu diperjanjikan oleh para pihak dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf e UUHT atau yang

sebelum berlakunya UUHT diatur dalam ketentuan Pasal 1178 ayat (2)

KUHPerdata.

Dalam melaksanakan kewenangan/hak untuk menjual atas kekuasaan

sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT dan Penjelasannya ada

beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan oleh kreditur, yaitu :

a. Klausula ini harus tegas diperjanjikan dan harus didaftarkan

Pada prinsipnya, seorang kreditor/pemegang Hak Tanggungan

bebas untuk memperjanjikan klausula ini atau tidak. Namun, seperti yang

telah dikemukan sebelumnya, hak dari pemegang Hak Tanggungan untuk

melaksanakan penjualan obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri

tersebut tidaklah dengan sendirinya ada, melainkan harus diperjanjikan

terlebih dahulu oleh para pihak dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan

atas hak atas tanah. Oleh karena itu janji sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 11 ayat (2) huruf e yang telah tercetak dalam blanko formulir Akta

Pemberian Hak Tanggungan haruslah tetap dipertahankan/diperjanjikan

oleh para pihak. Selanjutnya Akta Pemberian Hak Tanggungan ini wajib

didaftarkan pada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari

kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan, dimana

dalam proses pendaftaran ini PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian

hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan

kepada Kantor Pertanahan.

Page 61: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

52

b. Debitor harus cidera janji (wanprestasi).

Kreditor/pemegang Hak Tanggungan pada dasarnya tidak

membutuhkan eksekusi selama debitor memenuhi kewajiban perikatannya

dengan baik. Kewenangan yang diberikan oleh Pasal 6 UUHT untuk

menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri tersebut hanya

ditujukan kepada debitor yang cidera janji (wanprestasi) saja.

Apabila debitor tidak melakukan apa yang telah diperjanjikan,

maka dikatakan bahwa ia melakukan wanprestasi. la dikatakan alpa, lalai

atau cidera janji, atau juga melanggar perjanjian, yaitu apabila ia

melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya atau

bertentangan dengan apa yang telah diperjanjikannya semula.

Cidera janji atau yang disebut dalam bahasa Belanda

"wanprestatie" artinya adalah prestasi yang buruk. Atau dengan kata lain

"tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik

perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul

karena undang-undang".39 Menurut M. Yahya Harahap adapaun pengertian

yang umum tentang wanprestasi adalah :

Pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Kalau begitu seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi, apa bila dia dalam melakukan pelaksanan prestasi perjanjian telah lalai sehingga ‘terlambat’ dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut 'sepatutnya/selayaknya'.40

39 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982, hal 2040 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982, hal 60

Page 62: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

53

Dalam hal terjadinya cidera janji (wanprestasi) dalam perjanjian

kredit bank, pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan wanprestasi yang

terjadi pada jenis perjanjian lain. Hanya saja pada perjanjian kredit bank,

wanprestasi pada umumnya terjadi karena disebabkan pelunasan kembali

kredit yang diberikan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.

Dalam membicarakan wanprestasi kita tidak bisa terlepas dari

masalah "pernyataan lalai" dan "kelalaian". Tentang hal ini oleh Pasal

1238 KUHPerdata telah memberikan petunjuk dengan menyatakan "Si

berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah

akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah

jika ini menetapkan, bahwa si berutang akan harus dianggap lalai dengan

lewatnya waktu yang ditentukan".41 Adapun yang dimaksud dengan surat

perintah dalam Pasal 1238 KUHPerdata tersebut adalah peringatan resmi

oleh seorang juru sita pengadilan, sedangkan yang dimaksud dengan akta

sejenis adalah suatu tulisan biasa yang tujuannya sama, yakni untuk

memberikan peringatan kepada debitor agar memenuhi prestasi dalam

seketika.

Dengan demikian, dalam hal debitor cidera janji (wanprestasi)

seperti tersebut di atas, undang-undang sebenarnya mewajibkan

kreditor/pemegang Hak Tanggungan untuk memberikan pernyataan lalai

kepada debitor. Akan tetapi kewajiban untuk memberikan pernyataan lalai

itu dapat ditiadakan dengan jalan mengadakan ketentuan dalam perjanjian

yang menyatakan bahwa wanprestasi tersebut cukup dibuktikan dengan 41 Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., hal 269

Page 63: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

54

lewatnya waktu yang telah diperjanjikan, seperti waktu pembayaran/

pelunasan kredit.

Dalam prakteknya, menurut J. Satrio :

Kreditur-pemegang-hipotik pada umumnya memperjanjikan dalam perjanjian kreditnya, bahwa `dengan lewatnya waktu (tanggal tertentu) yang telah disepakati bersama untuk pengembalian kredit saja, sudah merupakan bukti yang nyata akan kelalaian debitur, sehingga tak diperlukan adanya somasi, dan dengan sendirinya kredit yang bersangkutan menjadi matang untuk ditagih.42

Jadi pada prinsipnya, dengan berpatokan pada tanggal yang

ditetapkan sebagai batas akhir pengembalian kredit saja sudah bisa

dijadikan pedoman untuk menentukan apakah debitur sudah cidera janji

(wanprestasi) atau belum.

c. Merupakan hak pemegang Hak Tanggungan pertama.

Undang-undang menetapkan bahwa kewenangan untuk menjual

atas kekuasaan sendiri tersebut adalah merupakan hak pemegang Hak

Tanggungan pertama saja. Hal ini dimaksudkan adalah untuk menjaga

agar tidak timbul kesulitan disebabkan adanya sengketa diantara sesama

pemegang Hak Tanggungan dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang

Hak Tanggungan.

Meskipun dalam pasal 11 ayat (2) huruf e ditetapkan bahwa yang

dapat memperjanjikan klausula seperti itu hanya pemegang Hak

Tanggungan pertama saja, narnun dalam prakteknya semua pemegang Hak

Tanggungan memperjanjikan klausula seperti itu, karena disamping sudah

tercetak dalam blanko formulir Akta Pembebanan Hak Tanggungan, 42 J. Satrio, op. cit. hal 24

Page 64: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

55

undang-undang sendiri tidak melarang pemegang Hak Tanggungan lain

memperjanjikan kewenangan seperti itu, apalagi ada kemungkinan terjadi

pergeseran kedudukan, dimana Hak Tanggungan pertama oleh karena

pelunasan akan menjadi hapus dan pemegang Hak Tanggungan berikutnya

atau di bawahnya akan bergeser ke atas menjadi yang pertama.

d. Pelaksanaan penjualan obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri

harus melalui pelelangan umum.

Syarat penjualan "melalui pelelangan umum" adalah merupakan

salah satu wujud adanya jaminan, bahwa pelaksanaan hak untuk menjual

atas kekuasaan sendiri itu tidak akan menelantarkan kepentingan yang

lain, dalam hal ini baik kepentingan debitor/pemberi Hak Tanggungan

maupun pihak ketiga sesama kreditor/pemegang Hak Tanggungan. Dasar

pemikiran bahwa harus melalui penjualan dimuka umum atau melaui

lelang, menurut Herowati Poesoko adalah :

dengan penjualan obyek jaminan melalui suatu penjualan lelang secara umum dimaksudkan dapat diharapkan akan diperoleh harga yang wajar atau harga yang lebih tinggi, karena dalam suatu lelang tawaran yang rendah dapat diharapkan akan memancing peserta lelang lain untuk mencoba mendapatkan benda lelang dengan menambah tawaran. lni merupakan salah satu wujud bagi perlindungan hukum kepada pemberi jaminan (debitor).43

Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan

(Permenkeu) No. 40/PMK 07/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

43 Herowati Poesoko, op. cit. hal 239

Page 65: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

56

jo. Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 150/PMK.06/2007

Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No.

40/PMK.07/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa lelang

adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran

harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun

untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman

lelang, sedangkan pada Pasal 2 ditegaskan bahwa setiap pelaksanaan

lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang kecuali

ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

Adapun yang dimaksud dengan Pejabat Lelang adalah orang yang

khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan melaksanakan penjualan

barang secara lelang, yang terdiri dari Pejabat Lelang Kelas I yang

berkedudukan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang

(KPKNL) dan berwenang melaksanakan lelang untuk semua jenis lelang,

serta Pejabat Lelang Kelas II yang berkedudukan di Kantor Pejabat Lelang

Kelas II dan hanya berwenang melaksanakan lelang berdasarkan

permintaan Balai Lelang atas jenis lelang Non Eksekusi Sukarela, lelang

aset BUMN/D berbentuk Persero dan lelang aset milik Bank dalam

likuidasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 4 Permenkeu No. 40/PMK.

07/2006 jo. Permenkeu No. 150/PMK.06/2007 tersebut di atas, bahwa

lelang berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT adalah termasuk jenis Lelang

Eksekusi, yaitu lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan

Page 66: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

57

atau dokumen-dokumen lain, yang sesuai dengan peraturan perundangan-

undangan yang berlaku dipersamakan dengan itu, dalam rangka membantu

penegakan hukum. Dalam pasal ini disebutkan pula bahwa yang termasuk

dalam lelang eksekusi ini adalah : Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang

Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak,

Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-undang

Hak Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi dikuasai/tidak dikuasai Bea

Cukai, Lelang Eksekusi Barang Sitaan Pasal 45 KUHAP, Lelang Eksekusi

Barang Rampasan, Lelang Eksekusi Barang Temuan, Lelang Eksekusi

Fiducia dan Lelang Eksekusi Gadai.

Kreditor/pemegang Hak Tanggungan pertama yang bermaksud

melakukan penjualan secara lelang berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT,

langsung mengajukan surat permohonan lelang secara tertulis kepada

Kepala KPKNL disertai dengan dokumen persyaratan lelang tanpa

memerlukan lagi persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan. Dalam hal ini

KPKNL tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan

kepadanya sepanjang dokumen persyaratan lelang sudah lengkap dan telah

memenuhi legalitas subyek dan obyek lelang.

Kreditor sebagai penjual/pemilik barang dapat mengajukan syarat-

syarat lelang tambahan yang dilampirkan dalam surat permohonan lelang

sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, antara lain :

a. jadwal penjelasan lelang kepada peserta lelang sebelum pelaksanaan

Page 67: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

58

lelang (aanwidjzing);

b. jangka waktu bagi calon pembeli untuk melihat, meneliti secara fisik

barang yang akan dilelang;

c. jangka waktu pembayaran harga lelang;

d. jangka waktu pengambilan/penyerahan barang oleh pembeli

Tempat pelaksanaan lelang harus di wilayah kerja KPKNL tempat

obyek Hak Tanggungan berada. Pengecualian terhadap ketentuan itu

hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari :

a. Direktur Jenderal pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)

atas nama Menteri untuk barang yang berada di luar wilayah Republik

Indonesia;

b. Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk untuk barang yang berada

dalam wilayah antar Kantor Wilayah DJKN; atau

c. Kepala Kantor Wilayah DJKN setempat untuk barang yang berada

dalam wilayah Kantor Wilayah DJKN setempat.

Surat persetujuan sebagairnana dimaksud di atas dilampirkan pada

surat permohonan lelang dan KPKNL dapat mensyaratkan kepada

pemegang Hak Tanggungan untuk menggunakan tempat dan fasilitas

lelang yang disediakan oleh DJKN, sedangkan waktu pelaksanaan lelang

dilakukan pada jam dan hari kerja KPKNL.

Penjualan secara lelang wajib didahului dengan Pengumuman

Lelang yang dilakukan oleh penjual/pemegang Hak Tanggungan melalui

Page 68: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

59

surat kabar harian di tempat obyek Hak Tanggungan berada atau ditempat

yang terdekat atau di ibukota propinsi yang bersangkutan dan beredar di

wilayah kerja KPKNL tempat obyek Hak Tanggungan akan dijual sesuai

dengan tiras/oplah yang ditentukan dalam Permenkeu ini, dan harus

dicantumkan dalam halaman utama/reguler dan dilarang dicantumkan

pada halaman suplemen/tambahan/khusus. Dalam hal dipandang perlu,

penjual/pemegang Hak Tanggungan dapat menambah pengumuman lelang

dengan menggunakan media lainnya guna mendapatkan peminat yang

seluas-luasnya. Pengumuman lelang ini dilakukan sebanyak dua kali

dengan tenggang waktu berselang 15 (lima belas) hari. Pengumuman yang

pertama diperkenankan melalui tempelan yang mudah dibaca oleh umum,

dan dapat ditambah melalui media elektronik, namun demikian jika

dikehendaki pengumuman pertama dapat dilakukan dengan surat kabar

harian, sedangkan pengumuman kedua harus melalui surat kabar harian

dan dilakukan berselang 14 (empat betas) hari sebelum hari pelaksanaan

lelang.

Pengumuman lelang atas obyek Hak Tanggungan berdasarkan

ketentuan Pasal 20 ayat (1) Permenkeu No. 40/PMK.07/2006 jo.

Permenkeu No. 150/PMK.06/2007 tersebut di atas paling sedikit memuat :

a. identitas penjual;

b. hari, tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang;

c. jenis dan jumlah barang;

d. lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak adanya

Page 69: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

60

bangunan;

e. jangka waktu melihat obyek yang akan dilelang;

f. uang jaminan penawaran lelang meliputi besaran, jangka waktu, cara

dan tempat penyetoran;

g. jangka waktu pembayaran harga lelang;

h. harga limit (reserve price).

Pengumuman Lelang Ulang dilakukan 1 (satu) kali melalui surat

kabar harian berselang 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan lelang, jika

waktu pelaksanaan lelang ulang dimaksud tidak melebihi 60 (enam puluh)

hari dari pelaksanaan lelang terdahulu, dan jika waktu pelaksanaan lelang

ulang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dari pelaksanaan lelang

terdahulu, maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20

ayat (1) Permenkeu sebagaimana telah disebut di atas.

Dalam pelaksanaan lelang, lelang pertama harus diikuti oleh paling

sedikit 2 (dua) peserta lelang, sedangkan lelang ulang dapat dilaksanakan

dengan diikuti oleh 1 (satu) orang peserta lelang. Pada setiap pelaksanaan

lelang, penjual wajib menetapkan harga limit berdasarkan pendekatan

penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan, serendah-rendahnya

ditetapkan sama dengan nilai likuidasi (forced sale value) dan bersifat

terbuka/tidak rahasia dan harus dicantumkan dalam pengumuman lelang.

Sedangkan bagi peserta lelang agar dapat menjadi peserta lelang

diharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL

yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak

Page 70: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

61

50 % (lima puluh persen) dari perkiraan harga limit.

Penawaran lelang dilakukan secara langsung, dimana semua

peserta lelang yang sah atau kuasanya (dengan akta notaris) pada saat

mengajukan penawaran harus hadir di tempat pelaksanaan lelang yang

dapat dilakukan dengan cara :

a. lisan, semakin meningkat atau menurun;

b. tertulis;

c. atau tertulis dilanjutkan dengan lisan, dalam hal penawaran tertinggi

belum mencapai harga limit.

Pejabat lelang dapat mensahkan penawar tertinggi sebagai pembeli

apabila penawaran yang diajukan telah mencapai atau melampaui harga

limit. Dalam hal ini Pejabat Lelang, Kreditor/Penjual, Pemandu Lelang,

Pengacara/Advokat, Notaris, PPAT, Pegawai KPKNL dan Debitor yang

terkait langsung dengan proses lelang dilarang menjadi pembeli lelang.

Akan tetapi sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan dibidang perbankan dan pertanahan, Bank sebagai kreditor

dapat membeli agunannya melalui lelang, dengan ketentuan

menyampaikan Surat Pernyataan bahwa pembelian tersebut dilakukan

untuk pihak lain yang akan ditunjuk kemudian dalam jangka waktu 1

(satu) tahun, dan dalam hal jangka waktu tersebut telah terlampaui, bank

dianggap sebagai pembeli.

e. Pelunasan piutang diambil dari hasil penjualan lelang

Pembeli lelang sesuai dengan Permenkeu No. 40/PMK.07/2006 jo.

Page 71: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

62

Permenkeu No. 150/ PMK.06/2007 harus sudah melakukan pembayaran

harga lelang secara tunai/cash atau cek/giro dalam waktu paling lambat 3

(tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang kepada Bendaharawan

Penerima KPKNL dan untuk pembayaran ini oleh KPKNL wajib

dibuatkan kwitansi atau tanda bukti pembayaran harga lelang dan

diserahkan kepada pembeli lelang. Selanjutnya penyetoran hasil bersih

lelang kepada kreditor/penjual dilakukan oleh KPKNL paling lambat 3

(tiga) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh Bendahara Penerima

KPKNL, sedangkan Bea Lelang dan Pajak Penghasilan (PPh) disetorkan

ke Kas Negara oleh Bendaharawan Penerima KPKNL dalam waktu 1

(satu) hari kerja setelah pembayaran diterima.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 6 dan Pasal 20 ayat (1) UUHT dapat

dipahami bahwa kreditor/pemegang Hak Tanggungan pertama berhak

mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan lelang

obyek Hak Tanggungan lebih dahulu daripada kreditor-kreditor yang lain.

Dalam hal hasil penjualan lelang lebih besar daripada piutang tersebut

yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya adalah menjadi

hak dan harus diserahkan kepada pemberi Hak Tanggungan. Bahkan

dalam ketentuan Pasal 21 UUHT disebutkan "Apabila pemberi Hak

Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap

berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan

undang-undang ini".44 Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih

memantapkan kedudukan diutamakan pemegang Hak Tanggungan dengan 44 Mahkamah Agung Republik Indonesia, op. cit., hal 45

Page 72: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

63

mengecualikan berlakunya akibat kepailitan pemberi Hak Tanggungan

terhadap obyek Hak Tanggungan.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa disamping

parate eksekusi masih ada 2 (dua) cara lagi yang dapat ditempuh oleh

kreditor/pemegang Hak tanggungan untuk mengambil pelunasan

piutangnya dalam hal debitor/pemberi Hak Tanggungan cidera janji, yaitu

eksekusi melalui titel eksekutorial dan penjualan di bawah tangan.

Untuk eksekusi yang menggunakan titel eksekutorial yang terdapat

dalam setifikat Hak Tanggungan (sebelumnya menggunakan grosse akta

hipotik) pelaksanaan penjualan benda jaminan atau obyek Hak

Tanggungan tersebut "tunduk dan patuh pada Hukum Acara Perdata

sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 224 HIR/258 RBg, yang

prosedur pelaksanaannya memerlukan waktu yang lama".45 karena

memerlukan fiat eksekusi dan Ketua Pengadilan Negeri. Sedangkan

penjualan di bawah tangan, pelaksanaannya harus memenuhi beberapa

persyaratan, antara lain adanya kesepakatan antara pemberi dan pemegang

Hak Tanggungan, adanya syarat bagi pemberi dan/atau pemegang Hak

Tanggungan untuk memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang

berkepentingan (pemegang Hak Tanggungan kedua, ketiga dan kreditor

lainnya dari pemberi Hak Tanggungan) setidak-tidaknya 1 (satu) bulan

sebelum pelaksanaan penjualan dilakukan dan diumumkan sedikit-dikitnya

dalam 2 (dua) surat kabar harian yang beredar di daerah yang

bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang 45 Herowati Poesoko, op. cit., hal 5

Page 73: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

64

menyatakan keberatan.

C. Pelaksanaan Eksekusi Obyek Hak Tanggungan Dalam Praktek

Seperti telah diuraikan sebelumnya, pelaksanaan eksekusi Hak

Tanggungan didasarkan pada hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk

menjual obyek Hak Tanggungan atau berdasarkan titel eksekutorial yang

terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan, yang pelaksanaannya dilakukan

dengan penjualan obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum untuk

pelunasan hutang debitor.

Dalam penjelasan Pasal 20 ayat (1) UUHT, antara lain disebutkan :

Pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum, karena dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk obyek Hak Tanggungan. Kreditor berhak mengambil pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan obyek Hak Tanggungan. Dalam hal hasil penjualan itu lebih besar daripada piutang tersebut yang setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi Hak Tanggungan.46

Dari ketentuan di atas, diperoleh ketegasan bahwa setiap eksekusi

harus dilakukan dengan cara penjualan obyek Hak Tanggungan melalui

pelelangan umum, yang hasilnya digunakan untuk pelunasan utang debitor.

Utang yang harus dibayar dari hasil lelang obyek Hak Tanggungan maksimal

adalah sebesar nilai tanggungan yang disebut dalam sertifikat Hak

Tanggungan.

Dalam proses eksekusi Hak Tanggungan pada bank yang terjadi

selama ini dalam praktek apabila debitor ingkar janji dan jalan damai tidak

berhasil ditempuh, maka kreditor tidak perlu melalui proses gugatan di 46 Mahkamah Agung Republik Indonesia, op. cit. hal 44

Page 74: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

65

pengadilan. Akan tetapi kreditor cukup membawa sertifikat Hak Tanggungan

yang memakai irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa" ke pengadilan negeri dan langsung mengajukan permohonan eksekusi

Hak Tanggungan kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah mana obyek

Hak Tanggungan itu berada.

Setelah menerima permohonan itu, Ketua Pengadilan Negeri akan

memeriksa bukti yang diajukan. Apabila Ketua Pengadilan Negeri

mengabulkan permohonan itu, maka Ketua Pengadilan Negeri akan

menindaklanjuti dengan menerbitkan surat tegoran (aanmaning) agar debibur

dalam waktu 8 (delapan) hari sebagaimana ditentukan dalam Pasal 196

HIR/207 RBg segera memenuhi kewajibannya untuk membayar utangnya

secara sukarela. Apabila debitor tetap lalai untuk memenuhi kewajibannya

sesuai jadwal yang ditentukan, atas perintah/penetapan Ketua Pengadilan

Negeri akan dilakukan sita eksekusi terhadap tanah yang menjadi obyek Hak

Tanggungan yang diikuti pula dengan dikeluarkannya Penetapan Lelang.

Selanjutnya Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri akan mengajukan

permohonan lelang kepada KPKNL untuk dijadwalkan lelangnya. Dalam hal

ini yang bertindak sebagai penjual/pemohon lelang adalah pihak

Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri, sementara pihak kreditor sebagai pihak

pemohon eksekusi menunggu hasil pelaksanaan eksekusi (lelang) yang

dilakukan oleh Pengadilan Negeri.

Uang dari hasil lelang akan dipergunakan untuk membayar utang

debitor, setelah dibayarkan terlebih dahulu biaya-biaya yang diperlukan

Page 75: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

66

seperti bea lelang, dan apabila ada kelebihannya, maka sisa uang tersebut akan

dikembalikan kepada pemberi Hak Tanggungan (debitor).

Jadi pada prinsipnya proses eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan

oleh bank selama ini adalah masih mengacu kepada eksekusi melalui fiat

pengadilan negeri atau berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam

sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana juga dimaksud dalam Pasal 20 ayat

(1) huruf b UUHT, yang pelaksanaannya didasarkan kepada Pasal 224

HIR/258 RBg, dan bukan atau belum dilaksanakan sesuai ketentuan Pasal 6

jo. Pasal 20 ayat (1) huruf a UUHT.

Eksekusi berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT (parate eksekusi) tidak

atau belum dapat terlaksana sebagaimana mestinya karena dalam prakteknya

pejabat/juru lelang menolak untuk melaksanakan penjualan di muka umum

atas obyek Hak Tanggungan sebelum ada persetujuan atau fiat eksekusi dari

Ketua Pengadilan Negeri. Hal ini berhubungan erat dengan adanya putusan

Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 3210 K/Pdt/1084 tanggal 30

Januari 1986 yang telah membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung

dan menyatakan penjualan lelang berdasarkan parate eksekusi yang telah

dilakukan tanpa melalui Ketua Pengadilan adalah perbuatan melawan hukum

dan lelang yang bersangkutan adalah batal.

Keadaan inilah menurut penulis yang mengakibatkan kreditor/

pemegang Hak tanggungan maupun pejabat/juru lelang tidak mempunyai

kemauan dan keberanian untuk memanfaatkan klausula parate eksekusi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 UUHT.

Page 76: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

67

Dengan diundangkan dan diberlakukannya UUHT pada tanggal 9

April 1996, tentunya akan membawa harapan baru bagi pelaku ekonomi dan

dunia perbankan, sebab kemudahan dan kepastian hukum terhadap eksekusi

Hak Tanggungan khususnya parate eksekusi akan dapat direalisasikan secara

nyata.

Dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b serta ayat (2) UUHT

tersebut telah diatur adanya 3 (tiga) cara eksekusi yang dapat ditempuh oleh

kreditor/pemegang Hak Tanggungan terhadap obyek Hak Tanggungan

bilamana debitor/pemberi Hak Tanggungan cidera janji (wanprestasi), yaitu :

1. Eksekusi berdasarkan hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk

menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

Undang-undang ini (Parate Eksekusi), atau

2. Eksekusi berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak

Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) undang-

undang ini, dan

3. Eksekusi melalui penjualan obyek Hak Tanggungan secara di bawah

tangan atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan.

Dengan ketentuan Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b UUHT tersebut,

pembentuk undang-undang telah memberikan perbedaan secara tegas antara

"parate eksekusi" sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan "eksekusi

berdasarkan titel eksekutorial" yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan

Page 77: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

68

(pengganti grosse akta hipotik). Demikian juga dengan Permenkeu No.

40/PMK.07/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang jo. Permenkeu

No.150/PMK.06/2007 Tentang Perubahan Atas Permenkeu No.

40/PMK.07/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, telah memasukkan

lelang eksekusi Pasal 6 UUHT sebagai salah satu jenis lelang yang masuk

dalam pengertian lelang eksekusi disamping jenis lelang eksekusi lainnya

(Pasal 1 angka 4). Oleh karena itu tidak ada alasan lagi bagi Kantor Lelang

Negara/KPKNL untuk menolak pelaksanaan parate eksekusi yang diajukan

oleh kreditor/pemegang Hak Tanggungan pertama karena adanya putusan

Mahkamah Agung yang menyatakan tidak sah lelang umum yang dilakukan

tanpa adanya fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri, karena hal tersebut

telah diatur secara tegas oleh Undang-undang.

Adalah suatu hal yang sulit dimengerti, jika saat ini, setelah

diberlakukannya UUHT atau bahkan sebelumnya, karena "janji untuk menjual

atas kekuasaan sendiri" sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1178 Ayat (2)

KUHPerdata, yang pada prinsipnya berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata), Ternyata masih banyak

pihak yang ragu untuk melaksanakan parate eksekusi yang telah diatur secara

tegas di dalamnya dengan alasan adanya putusan Mahkamah Agung

(yurisprudensi) yang tidak sejalan dengannya. Perlu kiranya untuk dipahami,

bahwa walaupun undang-undang dan yurisprudensi adalah sama-sama

merupakan sumber hukum atau sebagai tempat kita mencari dan menemukan

hukum, tapi undang-undang adalah merupakan produk legislatif yang bersifat

Page 78: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

69

umum, sehingga setiap orang harus mengakui eksistensinya sebagai undang--

undang yang aturan-aturannya berlaku dan mengikat setiap orang. Sedangkan

yurisprudensi atau putusan pengadilan yang merupakan produk yudikatif,

berisi kaedah atau peraturan hukum, yang hanya mengikat pihak-pihak yang

bersangkutan atau orang-orang tertentu saja, dan tidak mengikat setiap orang

secara umum seperti undang-undang. Bahkan seorang hakim, sesuai dengan

sistem hukum yang berlaku di Indonesia tidak perlu mengikuti putusan-

putusan terdahulu mengenai perkara sejenis, atau dengan kata lain, hakim

tidak terikat pada precedent atau putusan hakim terdahulu mengenai perkara

atau persoalan hukum yang serupa dengan perkara yang akan diputuskannya.

Pendapat ini telah pula bersesuaian dengan pendapat Sudikno

Mertokusumo yang menyatakan :

Dalam sistem kontinental, termasuk sistem peradilan di Indonesia, seperti yang telah disinggung di muka, hakim tidak terikat pada putusan pengadilan yang pernah dijatuhkan mengenai perkara yang serupa. Untuk merealisasi asas kesamaan tersebut di atas dalam sistem Kontinental ini hakim diikat oleh undang-undang. Disini hakim berpikir deduktif dari undang-undang yang sifatnya umum ke peristiwa khusus. Dalam sistem Anglo-saks hakim terikat pada 'precedent' atau putusan mengenai perkara yang serupa dengan yang akan diputus, Hakim harus berpedoman pada putusan-putusan pengadilan terdahulu apabila ia dihadapkan pada suatu peristiwa. Disini hakim berpikir induktif.47

Kalau terjadi konflik norma hukum yang terdapat pertentangan norma

dari undang-undang, bila dikonstruksikan prosedur pelaksanaan parate

eksekusi adalah melalui pelelengan umum, prosedur tersebut merupakan

eksekusi yang menyimpang dari prinsip eksekusi menurut Hukum Acara

Perdata, pada Penjelasan Umum Angka 9 jo. Penjelasan Pasal 14 ayat (2) dan

47 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005, hal 115

Page 79: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

70

(3), yang intinya pelaksanaan parate ekskusi berdasarkan pada Pasal 224

HIR/Pasal 258 R.Bg.

Dalam ilmu hukum kalau terjadi konflik norma dikenal apa yang

disebut dengan azas preferensi, yaitu suatu azas pengutamaan atau azas

mengalahkan. Ada beberapa azas-azas penyelesaian konflik48, adalah :

a. Azas lex posterior (lex posterior derogate legi priori): undang-undang

yang kemudian mengalahkah yang terdahulu.

b. Azas lex specialis (lex specialis deroga legi general): undang-undang

khusus mengalahkan yang umum.

c. Azas lex superior (lex superior deroga legi inferiors): undang-undang

yang lebih tinggi mengalahkan yang lebih rendah.

Dari ketiga azas tersebut yang paling tepat untuk menyelesaikan

konflik norma adalah lex specialis deroga legi general (undang-undang

khusus mengalahkan yang umum). Azas ini merujuk kepada dua peraturan

perundang-undangan yang secara hirarkis mempunyai kedudukan yang sama.

Akan tetapi ruang lingkup materi muatan antara kedua peraturan perundang-

undangan itu tidak sama, yaitu yang satu merupakan pengaturan secara khusus

dari yang lain. Berarti prosedur untuk pelaksanaan penjualan obyek Hak

Tanggungan atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi) sebagai hak dari kreditor

pemegang Hak Tanggungan pertama, tanpa melalui fiat Ketua Pengadilan

Negeri.

Tentang adanya ketentuan di dalam Buku II Tentang Pedoman

48 Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, hal 31, dikutip dari P.W. Brouwer, et. Al., Coherence and Conflict in Law, W.E.J. Tjeenk Willink, Kluwer, Zwolle, hal. 217-223

Page 80: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

71

Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan yang mengharuskan eksekusi

hipotik dilaksanakan seperti eksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan

hukum tetap atau dengan kata lain harus mendapat izin terlebih dahulu dari

Ketua Pengadilan Negeri. Dalam hal ini harus kita pahami bahwa petunjuk ini

hanya berlaku terhadap eksekusi hipotik yang cukup kental dipengaruhi oleh

adanya putusan MARI No. 3210 K/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1986, akan

tetapi tidak demikian halnya terhadap eksekusi Hak Tanggungan yang

dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 6 UUHT, karena Undang-undang

tersebut telah dengan tegas memberikan kewenangan untuk menjual atas

kekuasaan sendiri (parate eksekusi) kepada kreditur/pemegang Hak

Tanggungan pertama.

Dalam Edisi Revisi Buku II tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan

Administrasi Pengadilan yang diberlakukan berdasarkan Keputusan Ketua

Mahkamah Agung Republik Indonesia No. KMA/007/SK/IV/1994 tanggal 1

April 1994, telah ditegaskan bahwa "Untuk menjaga penyalahgunaan, maka

penjualan lelang, juga berdasarkan pasal 1178 BW (kecuali penjualan lelang

ini dilaksanakan berdasarkan pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan) selalu

baru dapat dilaksanakan setelah ada izin dari Ketua Pengadilan Negeri".49

Dengan demikian, jelas bisa dipahami bahwa sejak diberlakukan dan

diundangkannya UUHT, Mahkamah Agung sendiri cenderung mengakui akan

eksistensi parate eksekusi sebagaimana diatur di dalam Pasal 6 UUHT.

Selanjutnya terhadap adanya keraguan sebagian kalangan terutama

49 Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrfasi Pengadilan Buku II, Edisi Revisi, Proyek Pembinaan Teknis Yustisial Mahakmah Agung RI, 1997, hal 136

Page 81: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

72

pihak pembeli lelang, bahwa pengadilan negeri akan menolak mengeluarkan

perintah pengosongan dalam hal obyek Hak Tanggungan yang telah dilelang

itu tidak dengan suka rela diserahkan dengan alasan karena lelang tersebut

tidak dilakukan melalui pengadilan negeri, keraguan tersebut saat ini tidaklah

cukup beralasan.

Page 82: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengaturan parate eksekusi (pasal 6 UUHT) tidak konsisten dengan

prinsip hukum jaminan, sebab terdapat kerancuan pengaturan mengenai

perolehan hak kreditor pemegang Hak Tanggungan pertama, karena di

satu sisi hak itu lahir karena Undang-undang di sisi lain hak tersebut

terlahir secara diperjanjikan, sehingga pengertian parate eksekusi

menimbulkan makna ganda / kabur. Maka satu sisi parate eksekusi

berdasarkan Pasal 16 UUHT yaitu melalui pelelangan umum dan di sisi

lain melalui titel eksekutorial sehingga melalui fiat Ketua Pengadilan

Negeri.

2. Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak Tanggungan yang dilakukan oleh

pemegang hak tanggungan dalam prakteknya selama ini adalah masih

mengacu kepada eksekusi melalui fiat pengadilan negeri atau berdasarkan

titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b UUHT, yang

pelaksanaannya didasarkan kepada Pasal 224 HIR/258 RBg, dan masih

sedikit dilaksanakan sesuai ketentuan Pasal 6 jo. Pasal 20 ayat (1) huruf a

UUHT.

73

Page 83: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

74

B. Saran

1. Agar terwujudnya prinsip perlindungan hukum bagi kreditor manakala

debitor wanprestasi, maka diharapkan menggunakan eksekusi berdasarkan

parate eksekusi sesuai yang dimaksudkan dalam pasal 6 UUHT. Agar

tujuan untuk mempercepat pelunasan piutang kreditor, dalam

pengembalian dana pinjaman tersebut.

2. Hendaknya parate eksekusi obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan

sesuai dengan pasal 6 jo. Pasal 20 ayat (1) huruf a UUHT, sehingga tidak

melaui fiat Ketua Pengadilan Negeri berdasarkan Titel Eksekurotial, tetapi

langsung melalui pelelangan umum oleh Balai Lelang Negara.

Page 84: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Badrulzaman, Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994.

________, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Fuady, Munir, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Hadjon Philipus M. dan Tatiek Sri Djalmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarya, 2005.

Harahap, Yahya M, Hukum Acara Perdata Peradilan Indonesia, Zahir Trading Co, Medan, 1977.

________, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1982.

________, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Gramedia, Jakarta, 1991.

________, Perlawanan Terhadap Eksekusi Grose Akta Serta Putusan Pengadilan Dan Arbitrase Dan Standar Hukum Eksekusi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1996.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2007.

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Beberapa Yurisprudensi Perdata Yang Panting Serta Hubungan Keentuan Hukum Acara Perdata, Jakarta, 1992.

________, Pustaka Peradilan Jilid 1, Jakarta, 1994.

________, Pedoman Pelaksanaan Tugas can Administrasi Pengadilan Buku II, Edisi Revisi, Proyek Pembinaan 1 eknis Yustisial Mahkamah Agung RI, 1997.

Page 85: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006.

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 2005.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaya, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

________, Hak Tanggungan, Kencana, Jakarta, 2006.

Panggabean, H.P, Himpunan Putusan Mahkamah Agung RI Mengenai Perjanjian Kredit Perbankan (Berikur Tanggapan), Jilid I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992.

Poesoko, Herowati, Parate Eksekusi Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT), LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, 2007.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006.

Satrio, J, Hukum Perikatan-perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1993.

________, Parate Eksekusi Sebagai Sarala Mengatasi Kredit Macet, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.

________, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti Bandung, 1996.

Sjandeini ST. Remy, Hak Tanggungan, asas-asas, ketentuan-ketentuan pokok dan masalah yang dihadapi oleh perbankan (Suatu Kajian mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Alumni, Bandung, 1999.

Sofwan, Sri Soedewi Masychun, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, 1981.

Subekti, Jaminan Jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Alumni, 1982.

Page 86: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

________, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-uodang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1992.

Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, 2004.

Suparman, Eman, Kitab Undang-undang Per3dilan Umum, Fokusmedia, Bandung, 2004.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Reglemen Indonesia yang Diperbarui (Het Herziene lndonesisch Reglement).

Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Reglement tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura)

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fiducia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomcr 14 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara / Daerah.

Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan nasional Nomor 3 Tahun1996 Tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku-Tanah Hak Tanggungan, dan Sertifikat Hak Tanggungan.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 Tentang Pendaftaran Hak Tanggungan,

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/MK.07/2005 Tentang Balai Lelang.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07,2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Page 87: WordPress.com€¦  · Web viewdiharuskan pula menyetor uang jaminan penawaran lelang kepada KPKNL yang besarnya paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dan paling banyak 50 % (lima

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 47/KMK.01/1996 Tentang Balai Lelang.

C. MAKALAH / MAJALAH

Bank Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, Direktorat Hukum Bank Indonesia, Jakarta, 2007.

Hasbullah, A. T, Peran Lelang Dalam mendukung Penyelesaian Kredit Macet Perbankan, Makalah Seminar, BaIai Lelang Tunjungan, Surabaya, 2008.

Muchsin, H, Mediasi di Pengadilan dan lmplikasi Hukum Lelang Eksekusi, Makalah Seminar, Balai Lelang Tunjungan, Surabaya, 2008.