stkipnurulhuda.ac.id · web viewanda dapat menggunakan gambar visnu, karena pada umumnya di setiap...

73
MAKNA MANTRA TRI SANDHYA PADA UPACARA PERSEMBAHYANGAN UMAT HINDU BALI: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE YANTI SARIASIH Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Pendidikan Nurul Huda Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan mengungkapkan makna mantra Tri Sandhya pada upacara persembayangan umat Hindu Bali di Kampung Bali Batumarta VII Kabupaten OKU Timur melalui pembacaan heuristik dan hermeneutik. Secara teoretis penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan pengetahuan mengenai mantra persembahyangan umat Hindu Bali. Manfaat secara praktis dalam penelitian bagi dunia pendidikan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan materi pembelajaran mengenai sastra daerah atau sastra klasik. Bagi pembaca peneltian ini bermanfaat untuk mengetahui bahwa sastra lisan adalah kekayaan yang tidak ternilai yang perlu dilestarikan dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Bagi peneliti lain penelitian ini bermanfaat memberikan informasi kepada peneliti lain yang berminat dan menggeluti sastra untuk meneliti lebih lanjut. Objek penelitian ini adalah mantra Tri Sandhya pada upacara persembahyangan umat Hindu Bali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan pembacaan secara heuristik dan hermeneutik yang dilakukan terhadap mantra Tri Sandhya dapat membantu menemukan pemahaman makna mantra sembahyang umat Hindu dengan utuh. Pada pembacaan heuristik diperoleh arti dari setiap kata yang ada pada mantra tersebut. Pembacaan heuristik yang dilakukan dengan menerjemahkan setiap kata yang terdapat di dalam mantra Tri Sandhya. Bahasa yang digunakan 1

Upload: others

Post on 01-Dec-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

MAKNA MANTRA TRI SANDHYA PADA UPACARA PERSEMBAHYANGAN

UMAT HINDU BALI: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE

YANTI SARIASIH

Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Pendidikan Nurul Huda

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan mengungkapkan makna mantra Tri Sandhya pada upacara persembayangan umat Hindu Bali di Kampung Bali Batumarta VII Kabupaten OKU Timur melalui pembacaan heuristik dan hermeneutik. Secara teoretis penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan pengetahuan mengenai mantra persembahyangan umat Hindu Bali. Manfaat secara praktis dalam penelitian bagi dunia pendidikan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan materi pembelajaran mengenai sastra daerah atau sastra klasik. Bagi pembaca peneltian ini bermanfaat untuk mengetahui bahwa sastra lisan adalah kekayaan yang tidak ternilai yang perlu dilestarikan dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Bagi peneliti lain penelitian ini bermanfaat memberikan informasi kepada peneliti lain yang berminat dan menggeluti sastra untuk meneliti lebih lanjut. Objek penelitian ini adalah mantra Tri Sandhya pada upacara persembahyangan umat Hindu Bali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan pembacaan secara heuristik dan hermeneutik yang dilakukan terhadap mantra Tri Sandhya dapat membantu menemukan pemahaman makna mantra sembahyang umat Hindu dengan utuh. Pada pembacaan heuristik diperoleh arti dari setiap kata yang ada pada mantra tersebut. Pembacaan heuristik yang dilakukan dengan menerjemahkan setiap kata yang terdapat di dalam mantra Tri Sandhya. Bahasa yang digunakan dalam mantra ini adalah bahasa Sansekerta, jadi diperlukan ketelitian penuh dalam menerjemahkannya. Pembacaan hermeneutik diperoleh makna isi mantra Tri Sandhya adalah permohonan ampunan bagi pemeluk agama, perlindungan, dan bentuk pengakuan diri pemeluk sebagai mahluk yang lemah. Tujuan dari mantra ini sendiri adalah permohonan ampun diucapkan dan diminta secara lahir batin agar Tuhan mengampuni semua dosa yang telah dilakukan dan kembali suci lahir dan batin.

Kata kunci: Mantra Tri Sandhya, Semiotik, Pembacaan Heuristik, Pembacaan Hermeneutik.

1

Page 2: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki keanekaragaman budaya. Setiap kebudayaan di suatu daerah

berbeda dengan daerah lainnya. Salah satu kekayaan budaya daerah adalah sastra lisan. Sastra

lisan merupakan kekayaan dan warisan yang perlu diselamatkan. Sastra lisan penyebarannya

sangat terbatas karena biasanya sastra lisan dituturkan dalam bahasa daerah tertentu dan oleh

orang tertentu pula. Sastra lisan dikenal sebagai salah satu warisan budaya daerah yang turun

temurun berkembang dalam masyarakat pendukungnya secara lisan (Muthalib, 1994:1).

Sastra lisan salah satunya adalah mantra memiliki keunikan tersendiri yaitu dituturkan dalam

bahasa tertentu, oleh orang tertentu (dukun, pawang) yang maknanya hanya dipahami oleh

penutur bahasa yang bersangkutan, dan mantra diyakini berisi hal-hal gaib atau memiliki

kekuatan gaib.

Daerah Transmigrasi Batumarta VII terletak di perbatasan antara Kabupaten Ogan

Komering Ulu (OKU) dengan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur). Waktu

tempuh desa Batumarta VII bisa ditempuh selama 3 jam dari Baturaja (OKU) dan 4 jam dari

Martapura (OKU Timur). Desa Batumarta VII dihuni oleh para tansmigran asal provinsi Bali.

Daerah Transmigrasi Batumarta VII biasa dikenal dengan sebutan Kampung Bali karena

100% warganya adalah suku Bali dan beragama Hindu. Secara tidak langsung penduduk

kampung Bali membawa kebiasaan dan adat istiadat dari daerah asal mereka salah satunya

adalah mantra.

Mantra biasanya digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya untuk mengobati berbagai

penyakit, melindungi diri dari pengaruh jahat hantu, srta untuk menambah daya pikat

2

Page 3: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

seseorang (Esten, 1988:23). Alisjahbana dalam Djamaris (1990:20) menggolongkan mantra

ke dalam golongan bahasa berirama. Sedang bahasa berirama ini termasuk jenis puisi lama.

Dalam bahasa berirama itu, irama bahasa sangat dipentingkan, terutama dalam mantra yang

mementingkan irama yang kuat dan teraturuntuk membangkitkan tenaga gaib.selain itu

mantra juga memiliki keistimewaan tertentu dibandingkan dengan sastra lisan lainnya.

Mantra memiliki kalimat yang mengandung kekuatan gaib terkadang pula kata-kata mantra

tidak diketahui artinya.

Mantra yang digunakan oleh penduduk desa Batumarta VII banyak digunakan untuk

upacara adat seperti upacara kematian (ngaben), galungan, nyepi, penyambutan Saka, dan

lain sebagainya. Mantra tersebut hanya boleh dituturkan oleh dukun dalam hal ini adalah

ketua adat kampung Bali. Hal yang unik dalam tradisi warga kampung Bali adalah generasi

penerus yang pantas menjadi ketua adat berikutnya adalah keturunan ketua adat itu sendiri

dalam hal ini adalah anak laki-laki. Ketua adat kampung Bali adalah orang dengan kasta

Brahmana, kasta tertinggi dalam masyarakat Hindu Bali. Kasta lainnya bisa menjadi seorang

penutur mantra apabila ia telah disucikan.

Keunikan lain mantra yang digunakan warga kampung Bali adalah tidak tercampurnya

tradisi agama lain dan bahasa masyarakat asli di dalamnya. Banyak mantra di nusantara yang

sudah berbaur dengan tradisi/agama lain khususnya Islam. Mantra yang digunakan warga

Bali di kampung Bali masih menggunakan bahasa Bali yang syarat dengan pujian bagi dewa.

Masyarakat Bali di desa Batumarta VII ini merupakan penduduk pendatang yang

bertransmigrasi dari pulau Bali. Walaupun demikian bahasa yang digunakan dalam mantra

mereka tetap menggunakan bahasa Bali tanpa adanya percampuran bahasa penduduk asli.

Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian. Penelitian sebelumnya

pernah diteliti oleh Rismawati dengan judul Analisis Struktur dan Isi Mantra di Kanagarian

Manggopo. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rismawati teknik yang digunakan dalam

3

Page 4: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

mantra di Kanagarian Manggopo adalah teknik persuasi jenis perintah, identifikasi, sugesti,

konformitas, proyeksi dan permintaan. Gaya bahasa yang paling banyak digunakan yaitu

repetisi, sementara gaya bahasa yang paling sedikit digunakan adalah jenis gaya bahasa

personifikasi.

Mengingat banyaknya jenis mantra yang digunakan warga kampung Bali, keterbatasan

waktu dan biaya maka peneliti merasa perlu membatasi permasalahan penelitian. Penelitian

ini menitikberatkan pada mantra sembahyang yaitu mantra merah dan mantra putih yang

digunakan warga kampung Bali. Mantra sembayang ini selanjutnya dinamakan Tri Sandhya.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah makna mantra Tri

Sandhya pada upacara persembahyangan umat Hindu Bali di Kampung Bali Batumarta VII

Kabupaten OKU Timur ?

C. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengungkapkan makna mantra

Tri Sandhya pada upacara persembayangan umat Hindu Bali di Kampung Bali Batumarta VII

Kabupaten OKU Timur melalui pembacaan heuristik dan hermeneutik.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis dan secara praktis. Secara

teoretis penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan pengetahuan mengenai

mantra persembahyangan umat Hindu Bali. Manfaat secara praktis dalam penelitian sebagai

berikut.

4

Page 5: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

a. Bagi dunia pendidikan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan materi

pembelajaran mengenai sastra daerah atau sastra klasik.

b. Bagi pembaca peneltian ini bermanfaat untuk mengetahui bahwa sastra lisan adalah

kekayaan yang tidak ternilai yang perlu dilestarikan dan bermanfaat bagi kehidupan

sehari-hari.

c. Bagi peneliti lain penelitian ini bermanfaat memberikan informasi kepada peneliti lain

yang berminat dan menggeluti sastra untuk meneliti lebih lanjut.

5

Page 6: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Mantra

Mantra memiliki unsur gaib atau magic. Menurut Koentjaraningrat (1981:77) mantra

merupakan unsur penting di dalam ilmu gaib atau magic. Mantra berupa kata-kata dan suara-

suara yang sering tidak ada berarti, tetapi dianggap berisi kesaktian atau kekuatan mengutuk.

Harahap yang dikutip oleh Pancarini (1997:6) mengemukakan pengertian mantra yaitu

serapah, lafal, guna-guna. Dililihat dari cara membacakan mantra oleh dukun atau pawang

jelas bahwa mantra semacam bentuk bahasa yang khusus dipakai sebagai alat komunikasi

dengan yang abstrak dan dalam hal ini ada hubungan dialog yang tidak konkrit.

Aliana (1992:15) mengemukakan bahwa mantra merupakan perkataan atau kalimat

yang memiliki daya gaib yang dituturkan dalam bahasa yang berirama. Kekuatan gaib itu

dimunculkan oleh tenaga bunyi yang terkandung dalam setiap pilihan katanya. Dzuljikriddin

(2001:107) menemukakan mantra atau jampi adalah kata-kata susastra yang mengandung

ilmu, mistik, rahasia dan suci.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan mantra adalah perkataan, ucapan atau lafal yang dituturkan dalam bahasa yang

berirama dan memiliki kekuatan gaib

6

Page 7: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

B. Struktur dan Isi Mantra

Bentuk puisi yang paling tua adalah mantra. Mantra sendiri memiliki terminan hakikat

sesungguhnya dari puisi yaitu pada pengkontrasian kekuatan bahasa itu dimaksudkan oleh

penciptanya untuk menimbulkan daya magic atau kekuatan gaib (Waluyo, 1991:6).

Mantra memiliki struktur dan isi sepeti yang dimiliki oleh puisi. Menurut Soedjiono

(dikutip oleh Rismawati, 1996:67) pengkajian terhadap sturktur dan isi mantra dapat dilihat

dari aspek kebudayaan dan aspek kesusastraan. Aspek kebudayaan mnntra yang diungkapkan

berkaitan dengan makna, kegunaan serta latar belakang filosofis, kepercayaan dan sistem

religi yang mendasarinya. Aspek kesusastraan mantra yang dapat diungkapkan berupa ciri-

ciri estetika mantra yang meliputi bentuk komposisi verbal, gaya bahasa, pilihan kata serta

pemanfaatan bunyi bahasa untuk mencapai efek tertentu.

Soedjiono (dikutip oleh Zainona, 1991:16) menjelaskan lebih lanjut bahwa aspek

kebudayaan mantra berhubungan dengan isi mantra secara keseluruhan dan aspek

kesusastraan mantra berhubungan dengan struktur mantra.

Secara garis besar struktur mantra memiliki tiga unsur yaitu awal, tengah dan akhir.

Struktur mantra sendiri biasanya terdiri dari beberapa komponen berikut

(http://putisari.blog.com diakses 24 Oktober 2011).

1) Komponen Salam Pembuka

2) Komponen Niat

3) Komponen Nama Mantra

4) Komponen Sugesti

5) Komponen Visualisasi dan Simbol

6) Komponen Nama Sasaran

7) Komponen Tujuan

8) Komponen Harapan

7

Page 8: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

9) Komponen Penutup

Penganalisisan mantra sembayang (mantra merah dan mantra putih) suku Bali di

kampung Bali Batumarta VII terdiri dari analisis struktur dan isi mantra. Analisis terhadap

struktur mantra terdiri dari analisis terhadap teknik persuasi, gaya bahasa dan rima atau bunyi

bahasa mantra. Analisis isi mantra terdiri dari analisis latar belakang pengucapan mantra serta

hal-hal yang berhubungan dengan pengucapan mantra seperti tempat, waktu dan alat yang

digunakan.

C. Bahasa Mantra

Bahasa mantra tidaklah mudah untuk dimengerti, bahkan mungkin tidak memiliki arti

sama sekali. Mantra diterima secara pasif dari orang lain tanpa diiringi keinginan atau

keharusan untuk memahami artinya, yang penting adalah khususk dalam pengucapan dan

kemanjurannya (Semi, 1988:145). Aliana (2000:35) menambahkan:

Mantra merupakan puisi yang berisi perkataan atau kalimat yang

memiliki kekuatan gaib. Kekuatan gaib yang ditimbulkan oleh

mantra ini berasal dari permainan bunyi yang terdapat kata-kata

yang digunkan waulaupun kata-katanya tidak diketahui artinya.

Djamaris (1990:20) menambahkan pula bahwa gubahan bahasa dalam mantra itu

mempunyai seni kata yang khas pula. Kata-katanya dipilih secermat-cermatnya, kalimatnya

disusun rapi, begiru pula dengan iramanya, isinya dipertimbangkan sedalam-dalamnya.

Ketelitian dan kecermatan dalam memilih kata-kata, menyusun larik dan menetapkan

iramanya sangat diperlukan terutama untuk menimbulkan kekuatan gaib.

Analisis mantra pengobatan suku Bali di kampung Bali Batumarta VII peneliti batasi

pada gaya bahasa, bunyi bahasa mantra dan latar belakang pengucapan mantra itu sendiri.

8

Page 9: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

Gaya bahasa adalah bahasa yang indah yang dipergunakan untuk menigkatkan efek

dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda dengan benda lain yang

lebih umum (Tarigan, 1985:5). Rismawati (1996:35) mengemukakan gaya bahasa dalam

mantra berupa gaya bahasa repetisi, oksimoron, personifikasi, eponym, simile dan

paralelisme. Bunyi bahasa mantra yang digunakan dalam mantra meliputi asonansi, aliterasi,

euphony, dan anomatope.

D. Penutur Mantra

Mantra tidak apat dibawakan oleh sembarang orang, hanya orang tertentu yang bisa

menggunkan mantra. Berbeda dengan puisi-puisi lain yang dapat dibacakan oleh setiap

orang. Menurut Soedjiono (dikutip oleh Pancarini, 1997:13) mantra dapat dimiliki secara

professional, artinya hanya dimiliki oleh orang-orang yang profesinya sebagai dukun atau

pemilik mantra tetapi dapat pula dimiliki secara tidak professional. Batasan antara pemilik

professional dengan tidak professional ditentukan oleh profesi utama pemilik mantra.

Soedjiono (dikutip oleh Rismawati. 1996:75) menambahkan lebih lanjut bahwa pada

dasarnya mantra dapat diucapkan oleh siapa saja. tetapi untuk kegiatan atau hal-hal yang

bersifat khusus atau luar biasa, urursan pengucapan mantra diserhakan kepada pemilik mantra

yang professional.

Penggunaan mantra pada hakikatnya akan bersinggungan dengan sistem religi yang

dianut. Religi atau agama mengacu pada penyerahan diri secara total kepada Tuhan dalam

segala aspeknya yang resmi, peraturan-peraturan dan hukum-hukmnya melingkupi segi

kemasyarakatan (Mangunwijaya dikutip oleh Rismawati, 1996:18-19).

Latar belakang religi yang diteliti berhubungan dengan penelitian mantra yang ada di

kampung Bali adalah kepada siapakah permohonan mantra itu ditujukan. Pembacaan mantra

sebagai salah satu kegitan yang bersifat religius menghendaki persyaratan-persyaratan

9

Page 10: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

tertentu dan cara-cara tertentu agar efek spiritual dan magic yang dikehendaki dapat tercapai.

Aspek-aspek yang perlu diketahui dalam hal ini meliputi waktu, tempat, perlengkapan,

peristiwa atau kesempatan dan cara pengucapannya.

E. Tata Cara Sembayang Agama Hindu

Umat Hindu memiliki tata cara sebelum memulai sembayang. Tata cara yang mereka

lakukan biasanya diawali dengan persiapan dan mantra sebagai doa pengantar sebelum

memasuki inti upacara sembayang. Berikut ini persiapan yang dilakukan umat Hindu

sebelum memulai sembanyang yang penulis kutip dari buku Tata Cara Sembayang Sehari-

Hari Umat Hindu Indonesia.

1. Pakaian

a. Mandi terlebih dahulu.

b. Selendang untuk diikatkan dipinggang, selendang dapat terbuat dari apa saja, tetapi

penggunannya dikhususkan untuk sembahyang saja.

c. Pakaian bebas, rapi dan bersih.

d. Sebenarnya menggunakan pakaian sembahyang bisa, tapi tidak diharuskan.

2. Jika Anda tidak punya sanggah di rumah, Anda dapat memasang pelangkiran di rumah,

baik di kamar, atau di ruang tamu, di dapur atau di ruang khusus yang biasa disebut

sebagai kamar suci.

3. Jika pelangkiran sulit dicari, Anda dapat membuat altar kecil-kecilan dengan meja khusus.

Hal ini biasanya sering dilihat pada film-film India.

10

Page 11: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

Di atas adalah contoh altar kecil-kecilan.

Di atas adalah contoh pelangkiran.

4. Anda bisa meletakkan arca dewa-dewi atau arca penjelmaan Tuhan, fotonya juga bisa.

Tapi tidak mesti. Anda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di

setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau

Visnu.

Di atas adalah gambar Padmasana, kitab-kitab suci Hindu menyebutkan itu adalah tempat berstana Visnu/Narayana ketika pengocokan lautan untuk mendapatkan

Amertha.

11

Page 12: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

Di atas adalah gambar Sri Visnu, Tuhan Yang Maha Esa, sumber segala sumber, sebab segala sebab.

5. Sarana

a. Bunga, dupa dan air. Ada pula canang, canang adalah rangkaian bunga-bungaan yang

ada di atas wadah yang terbuat dari janur.

b. Buah-buahan atau makanan juga bisa dipersiapkan untuk dipersembahkan.

6. Prasarana, ketulusan dengan disertai cinta bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Berikut langkah-langkah atau cara sembahyang umat Hindu.

1. Bakar beberapa dupa, paling tidak 3 batang.

2. Pegang dupa dan arahkan pada pelangkiran atau altar, dan ucapkan mantra “Om ang dupa

dipastra ya namah swaha”.

3. Sediakan segelas air dengan wadah khusus, hanya untuk sembahyang, bisa juga

menggunakan air mineral seperti Aqua gelas.

12

Page 13: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

4. Taruhlah air, dan bunga, serta buah-buahan atau makanan jika ada, di pelangkiran atau di

altar. Seraya mengucapkan dalam hati, Oh Tuhan terimalah persembahan yang sederhana

ini. Air tadi disebut dengan Amertha.

5. Sisakan 3 biji canang dan sebatang dupa.

6. Setelah menaruh persembahan, saatnya mebhakti atau melakukan Tri Sandhya dan Panca

Sembah.

7. Anda bisa duduk maupun berdiri di depan altar atau pelangkiran.

8. Letakkan dupa di depan Anda, usahakan dupa jangan di taruh di sela kaki, sediakan

tempat untuk menaruh atau menancapkan dupa.

9. Tiga biji bunga tadi dapat Anda letakkan di pangkuan jika sedang duduk, atau di kantung

baju jika berdiri, bisa juga di taruh dalam wadah khusus, nare kecil atau bokor dalam

bahasa Bali, mirip seperti piring, tapi bukan.

10. Asapi tangan lalu raup wajah tiga kali.

11. Ambil sikap tangan Asana, ibu jari disatukan dengan jari telunjuk, seperti gambar berikut.

Ucapkan mantram Asana: “Om Prasada Stiti Sarira Siwa Suci Nirmala Ya Nama

Swaha”.

12. Kemudian melakukan Pranayama, dengan sikap tangan yang sama, lakukan langkah

berikut.

a. Tarik nafas sambil mengucapkan mantra “Om Ang Namah”.

13

Page 14: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

b. Tahan nafas sambil mengucapkan mantra “Om Ung Namah”.

c. Hembuskan nafas sambil mengucapkan mantra “Om mang Namah”.

Yang pasti, khusus pengucapan mantra Pranayama di lakukan dalam hati, karena tidak

mungkin mengeluarkan suara dengan keadaan nafas yang diatur seperti demikian.

13. Kemudian melakukan Karasudhana, dengan sikap tangan seperti berikut.

Kedua ibu jari disatukan, tangan kanan di atas tangan kiri dengan mengucapkan mantra

“Om Sudha Mam Swaha”. Lalu pindahkan tangan kanan ke bawah tangan kiri dengan

mengucapkan mantra “Om Ati Sudha Mam Swaha”.

14. Kemudian pindahkan kembali tangan kanan ke atas dalam keadaan kedua ibu jari tetap

menyatu. Pada saat inilah mantram Tri Sandhya diucapkan:

a. Om bhur bhuvah svah tat savitur varenyambhargo devasya dhimahidhiyo yo nah

pracodayat.

b. Om Narayana evedwam sarvamyad bhutam yac ca bhavyamniskalanko

niranjanonirvikalpo nirakhyatahsuddho deva ekonarayana na dvitiyoasti kascit.

c. Om tvam siwah tvam mahadevahIswarah paramesvarahbrahma visnusca

rudrascapurusah parikirtitah.

d. Om papo’ham papakarmaham papatma papasambhavahtrahi mam pundari kaksa

sabahya bhyantarah sucih.

14

Page 15: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

e. Om ksamasva mam mahadeva sarvaprani hitankaramam moca sarva

papebhyahpalayasva sada siva.

f. Om ksantavyah kayiko dosahksantavyo. vaciko mamaksantavyo manaso dosahtat

pramadat ksamasva mam.

g. Om Santih, Santih, Santih Om.

15. Setelah itu melakukan Panca Sembah.

Posisi tangan:

Khusus untuk urutan pertama dan ke-5, tidak menggunakan bunga. Disebut dengan muyung atau puyung.

Gambar di kiri adalah benar, di kana salah. Jadi, tangan harus rapat tanpa ada yang merenggang antar jari maupun antar telapak tangan.

a. Mantra pertama, dengan mengasapi tangan, lalu satukan telapak tangan di atas dahi,

dengan mantra: OM ATMA TATWATMA SUDHA MAM SWAHA.

b. Ambil bunga putih, asapi dan lakukan seperti sikap pada gambar, dengan mantra:

OM ADITYASYA PARAM JYOTI

15

Page 16: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

RAKTE TEJO NAMO' STUTE

SWETA PANKAJA MANDYASTHA

BHASKARAYA NAMO'STUTE”.

Letakkan bunga tadi di bawah saja.

c. Menggunakan bunga merah, mantramnya:

OM NAMA DEWA ADISTHANAYA

SARWA WYAPI WAI SIWAYA

PADMASANA EKA PRATISTHAYA

ARDHANARESWARYAI NAMO NAMAH

d. Menggunakan bunga putih lagi, mantramnya:

OM ANUGRAHA MANOHARAM

DEWA DATTA NUGRAHAKA

ARCANAM SARWA PUJANAM

NAMAH SARWA NUGRAHAKA

DEWA-DEWI MAHASIDDHI

YADNYANCA NIRMALATMAKA

LAKSMI SIDDHISCA DIRGHAYUH

NIRWIGHNA SUKHA WRDDISCA

e. Tanpa bunga, mantranya:

OM DEWA SUKSMA PARAMA CINTYAYA NAMA SWAHA

OM SANTIH SANTIH SANTIH OM

16. Rangkaian persembahyangan sudah hampir selesai, jika ingin berdoa kepada Tuhan, baik

bersyukur atau memohon sesuatu, bisa dilakukan setelah Panca Sembah ini.

17. Setelah itu, lungsur atau memohonlah kembali atas apa yang telah dipersembahkan tadi.

Lungsurlah Amertha percikkan tiga kali ke arah altar atau pelangkiran, kemudian

16

Page 17: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

percikkan ke kepala sendiri sebanyak tiga kali, dan minum sebanyak tiga kali, cara

meminumnya adalah tuangkan sedikit Amertha ke telapak tangan, baru diminum, tidak

boleh diminum langsung dari gelas. Setelah itu raup wajah sebanyak tiga kali. Jangan

lupa, saat meminum Amertha mohonlah kepada Tuhan hal-hal yang positif. Niscaya akan

terkabulkan.

F. Sarana Sembayang

Sarana sembahyang umat Hindu talh disinggung pada sub bab sebelumnya. Sarana

sembayang yang digunakan oleh umat Hindu antara lain air, bunga, dan dupa. Ada juga yang

disebut dengan canang yaitu rangkaian bunga dari janur. Berikut penjelasan sarana

sembayang dan fungsinya.

1. Bunga

Ketika sembah dihaturkan di sebuah persembahyangan, diiringi oleh asap dupa dan

puja mantra suci, orang Hindu Bali dengan kepala tertunduk mengkusyukkan dirinya kepada

Tuhan dengan caranya yang sangat khas. Kedua telapak tangan mereka saling menempel

dengan jari-jemari mengarah ke atas kemudian menyejajarkannya di depan kening mereka

sambil menjepitkan bunga. Jiwa Sejati yang disebut Sang Atman yang menjadi sumber hidup

dalam berbagai upacara Agama dilukiskan dengan bunga.

Ungkapan-ungkapan perasaaan dan pikiran yang mengadung makna keindahan dan

ketulusan dilambangkan dengan bunga. Bunga adalah lambang jiwa dan pikiran yang murni

dan simbul dari sebuah restu Hyang Widhi. Bunga dipilih sebagai sarana utama didalam

persembahyangan umat Hindu Bali karena kecantikannya, keharumannya, dan kesuciannya

yang mampu melambangkan kemurnian hati dan jiwa.

Para umat menyiapkan diri mereka dengan sesajen, kewangen dan bunga untuk

bersembahyangan. Walaupun banyak lontar-lontar yang menuliskan jenis-jenis bunga yang

17

Page 18: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

bagus untuk dipakai namun sebenarnya tidak ada penentuan pasti yang mengatur tentang

jenis bunga yang boleh dan tidak boleh dipakai bersembahyang. Berbeda dengan manusia,

bunga adalah ciptaan Tuhan yang hanya memiliki Roh kesucian tanpa memiliki kesadaran

pikir untuk mengolah perbuatan. Bunga hanya mampu malaksanakan korban suci kepada

dirinya sendiri.  Tidak ada  bunga yang jelek karena bunga tidak pernah menyakiti mahluk

lainnya. Bunga adalah suci adanya, semua jenisnya indah, cantik dan murni.

Bunga yang dipergunakan untuk persembayangan adalah bunga yang segar dan harum.

Menurut lontar Dasanama bunga yang terbaik adalah bunga teratai atau padma. Bunga Padma

disebutkan sebagai Raja Kusuma, rajanya bunga dari segala bunga. Namun demikian kalau

bunga ini tidak ada bukan berarti sebuah persembayangan itu tidak suci atau tidak berlaku

dimata Tuhan, bunga ini dapat digantikan dengan bunga-bunga lainnya sepanjang bunga ini

memiliki warna yang sesuai, segar, mekar dan bersih serta tidak layu atau kering sehingga

mampu menarik daya pesona kekuatan Semesta.

2. Air

Air adalah elemen pembersihan diri bagi umat Hindu Bali. Air digunakan untuk

menyucikan diri setelah sembahyang dilakukan. Air sembahyang dapat diminum setelah

sembahyang.

3. Dupa/Asap

Asap mengepul dari api dupa, wujudnya tampak berarak di udara, bergerak ke atas

perlahan-lahan lalu luluh lenyap menyatu dengan udara, seperti Sang Jiwatman yang

meninggalkan tubuh-Nya yang mati perlahan-lahan, Ia pergi hendak menuju Sang

Paramatman, menghilang dari pandangan indrawi namun meninggalkan keharuman.

Sebuah keharuman Jiwa nan suci (Weda).

18

Page 19: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

Api adalah sarana yang tidak bisa ditinggalkan dalam ritual persembahyangan Hindu

Bali. Dalam persembahyangan, api diwujudkan dengan dupa dan dipa. Dupa berbentuk

batang kayu tipis yang dibungkus dengan serbuk harum-haruman yang berasal dari bunga-

bunga dan  akar wangi yang kalau dibakar akan berasap dan berbau harum.

Apinya dupa adalah perwujudan Hyang Agni – Tuhan dalam manifestasi-Nya sebagai

api. Api dengan sinarnya adalah penerangan di dalam alam ini. Api dengan panasnya adalah

energi bagi kehidupan ini. Api dengan kekuatannya adalah penolak bala bagi segala mahluk.

Tuhan telah menciptakan Matahari sebagai sumber api yang bisa memberikan kehidupan. Ia

adalah pengatur waktu, pembentuk terang dan gelap, siang dan malam. Maka dari itu api

adalah faktor penting bagi umat Hindu Bali di dalam melaksanakan ritual-ritual

persembayangannya.

Dupa dengan nyala apinya adalah simbul penyaksi ketulusan Jiwa yang sedang

bersembahyang.  Selain itu juga ia dilambangkan sebagai perantara yang menghubungkan

antara pemuja dan yang dipuja. Api dupa juga berfungsi untuk mengalirkan kekuatan-

kekuatan negatif yang terhambat di udara untuk mengharmonisasikannya menjadi kekuatan

yang positif sehingga udara menjadi bersih dan astral.

4. Canang

Canang adalah sebuah hasil karya budaya dalam keagamaan sebagai suatu sarana

persembahyangan yang harus ada dalam kegiatan keagamaan di Bali. Kata “Canang” berasal

dari bahasa Jawa Kuno atau bahasa Kawi yang berarti sirih, yang disuguhkan pada tamu yang

dihormati. Oleh karena itu canang di jadikan suatu sarana yang harus ada karena di

persembahkan kepada Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi dalam ajaran agama Hindu di Bali .

Dalam ajaran agama Hindu di Bali canang menagndung beberapa makna, yaitu :

19

Page 20: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

a. sebagai lambang perjuangan hidup manusia dengan selalu memohon perlindungannya

untuk dapat menciptakan, memelihara dan meniadakan yang berhubungan dengan hidup

manusia,

b. sebagai lambang menumbuhkan keteguhan, kelanggengan dan kesucian pikiran, dan

c. sebagai lambang suatu usaha uamat manusia untuk menerapakan ajaran agama Hindu

dalam bentuk banten yang memberikan keterangan tentang arti dan makna hidup.

Canang pada umumnya berbentuk persegi, namun di setiap daerah di Bali memiliki

bentuk canang yang bebeda, ada yang bulat ada yang berbentuk segitiga, namun perbedaan

bentuk tersebut tidak menghilangkan makna dari canang tersebut.  Canang terbuat dari janur

(daun kelapa yang masih muda) dan daun pohon jaka sebagai alasnya, kemudian dibentuk

sedemikian rupa dan dijarit dengan menggunkan batang bambu yang telah dipotong  dan

kemudian dihiasi dengan bunga-bungaan yang berwarna-warni . Dalam pembentukannya

harus memperhatikan arah-arah yang dianggap baik atau suci oleh umat Hindu.

Ada beberapa bagian yang membentuk sebuah canang, Berikut unsur pembentukan

canang.

a. Porosan, Porosan melambangkan Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi dalam manifetasinya

sebagai Tri Murti

b. Plawa/ daun-daunan,  Melambangkan tumbuhnya pikiran suci dan hening

c. Tetuesan / Jejaitan, Lambang keteguhan atau kelanggengan umat manusia

d. Bunga,  Melambangkan keikhlasan

e. Uras Sari,   Dibuat dari garis silang yang menyerupai tanda tambah yang merupakan

bentuk sederhana dari Swastika

Fungsi utama canang adalah sarana persembahyangan di Bali dan alat konsentrasi

dalam melaksanakan persembahyangan. Selain fungsi tadi, canang juga dapat menciptakan

suatu keindahan karena wujudnya yang indah yang dihiasi  bunga yang berwarna-warni dan 

20

Page 21: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

canang juga menjadi sebuah mata pencaharian masyarakat di Bali. Contoh beberapa bentuk

canang yang ada di bali

(http://paket2wisata.wordpress.com/category/balinese-culture/canang/ diakses tanggal 15

Nevermber 2011).

G. Panca Sembah (Kramaning Sembah)

Pada umumnya dalam persembahyangan bersama umat Hindu di Bali selalu

dicanangkan Pangubaktian/Sembah. Pangubaktian/Sembah yang dilaksanakan pada

umumnya juga dilakukan sebanyak lima kali yang disebut dengan Panca Sembah yang

kurang lebih artinya lima kali melakukan sembah terhadap Ida Sanghyang Widhi Wasa

maupun terhadap dewa, dewi, bhatara dan bethari yang berstana di suatu tempat suci

dilakukannya persembahyangan.

Rangkaian lima sembah itu merupakan satu kesatuan yang utuh yang dilakukan

berurutan dan wajib dilakukan, baru persembahyangan itu dinyatakan selesai yang diakhiri

dengan Nunas Wasuhpada (air suci) dan Bija sebagai simbul berkah Hyang Widhi yang

dibagikan oleh para pemangku kepada seluruh peserta persembahyangan

http://tandavanrtya.blogspot.com/2009/11/mengapa-orang-hindu-bali-sembahyang.html

diakses tanggal 15 November 2011).

Berikut ini mantra yang diucapkan dalam Panca Sembah.

1. OM ATMA TATWATMA SUDHA MAM SWAHA.

2. OM ADITYASYA PARAM JYOTI

21

Page 22: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

RAKTE TEJO NAMO' STUTE

SWETA PANKAJA MANDYASTHA

BHASKARAYA NAMO'STUTE”.

3. OM NAMA DEWA ADISTHANAYA

SARWA WYAPI WAI SIWAYA

PADMASANA EKA PRATISTHAYA

ARDHANARESWARYAI NAMO NAMAH

4. OM ANUGRAHA MANOHARAM

DEWA DATTA NUGRAHAKA

ARCANAM SARWA PUJANAM

NAMAH SARWA NUGRAHAKA

DEWA-DEWI MAHASIDDHI

YADNYANCA NIRMALATMAKA

LAKSMI SIDDHISCA DIRGHAYUH

NIRWIGHNA SUKHA WRDDISCA

5. OM DEWA SUKSMA PARAMA CINTYAYA NAMA SWAHA

OM SANTIH SANTIH SANTIH OM

H. Teori dan Metode Semiotik Michael Riffaterre

Dalam Semiotics of Poetry (1978), Michael Riffaterre mengemukakan empat prinsip

dasar dalam pemaknaan puisi secara semiotik. Keempat prinsip dasar itu adalah sebagai

berikut.

1. Ketidaklangsungan Ekspresi

Dikemukakan oleh Riffaterre (1978:1) bahwa puisi itu dari dahulu hingga sekarang

selalu berubah karena evolusi selera dan konsep setetik yang selalu berubah dari periode ke

22

Page 23: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

periode. Ia menganggap bahwa puisi adalah sebagai salah satu wujud aktivitas bahasa. Puisi

berbicara mengenai sesuatu hal dengan maksud yang lain. Artinya, puisi berbicara secara

tidak langsung sehingga bahasa yang digunakan pun berbeda dari bahasa sehari-hari. Jadi,

ketidaklangsungan ekspresi itu merupakan konvensi sastra pada umumnya. Karya sastra itu

merupakan ekspresi yang tidak langsung, yaitu menyatakan pikiran atau gagasan secara tidak

langsung, tetapi dengan cara lain (Pradopo, 2005:124).

Ketidaklangsungan ekspresi itu menurut Riffaterre (1978:2) disebabkan oleh tiga hal,

yaitu penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning),

dan penciptaan arti (creating of meaning). Ketiga jenis kejelas-jelas akan mengancam

representasi kenyataan atau apa yang disebut dengan mimesis. Landasan mimesis adalah

hubungan langsung antara kata dengan objek. Pada tataran ini, masih terdapat kekosongan

makna tanda yang perlu diisi dengan melihat bentuk ketidaklangsungan ekspresi untuk

menghasilkan sebuah pemaknaan baru (significance).

2. Penggantian arti (displacing of meaning)

Penggantian arti ini menurut Riffaterre disebabkan oleh penggunaan metafora dan

metonimi dalam karya sastra. Metafora dan metonimi ini dalam arti luasnya untuk menyebut

bahasa kiasan pada umumnya. Jadi, tidak terbatas pada bahasa kiasan metafora dan metonimi

saja. Hal ini disebabkan oleh metafora dan metonimi itu merupakan bahasa kiasan yang

sangat penting hingga dapat mengganti bahasa kiasan lainnya. Di samping itu, ada jenis

bahasa kiasan yang lain, yaitu simile (perbandingan), personifikasi, sinekdoke, epos, dan

alegori. Metafora itu bahasa kiasan yang mengumpamakan atau mengganti sesuatu hal

dengan tidak mempergunakan kata pembanding bagai, seperti, bak, dan sebagainya.

Metonimi merupakan bahasa kiasan yang digunakan dengan memakai nama atau ciri orang

atau sesuatu barang untuk menyebutkan hal yang bertautan dengannya.

23

Page 24: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

3. Penyimpangan arti (distorting of meaning)

Penyimpangan bahasa secara evaluatif atau secara emotif dari bahasa biasa

ditujukanuntuk membentuk kejelasan, penekanan, hiasan, humor, atau sesuatu efek yang lain.

Riffaterre (1978:2) mengemukakan bahwa penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal, yaitu

pertama oleh ambiguitas, kedua oleh kontradiksi, dan ketiga oleh nonsense.

Pertama, ambiguitas disebabkan oleh bahasa sastra itu berarti ganda (polyinterpretable),

lebih-lebih bahasa puisi. Kegandaan arti itu dapat berupa kegandaan arti sebuah kata, frase

ataupun kalimat.

Kedua, kontradiksi berarti mengandung pertentangan disebabkan oleh paradoks dan

atau ironi. Paradoks merupakan suatu pernyataan yang berlawanan dengan dirinya sendiri,

atau bertentangan dengan pendapat umum, tetapi kalau diperhatikan lebih dalam

sesungguhnya mengandung suatu kebenaran, sedangkan ironi menyatakan sesuatu secara

berkebalikan, biasanya untuk mengejek atau menyindir suatu keadaan.

Ketiga, nonsense adalah kata-kata yang secara linguistik tidak mempunyai arti sebab

hanya berupa rangkaian bunyi, tidak terdapat dalam kamus. Akan tetapi, puisi nonsense itu

memiliki makna. Makna itu timbul karena adanya konvensi sastra, misalnya konvensi mantra.

Nonsense berfungsi untuk menimbulkan kekuatan gaib atau magis, untuk mempengaruhi

dunia gaib.

4. Penciptaan arti (creating of meaning)

Penciptaan arti ditimbulkan melalui enjambement, homologue, dan tipografi

(Riffaterre, 1978: 2). Penciptaan arti ini merupakan konvensi kepuitisan yang berupa bentuk

24

Page 25: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

visual yang secara linguistik tidak mempunyai arti, tetapi menimbulkan makna di dalam

puisi. Jadi, penciptaan arti ini merupakan organisasi teks di luar linguistik.

I. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik

Untuk dapat memberi makna secara semiotik, pertama kali dapat dilakukan dengan

pembacaan heuristik dan hermeneutik atau retroaktif (Riffaterre, 1978:5–6). Konsep ini akan

diterapkan sebagai langkah awal dalam usaha untuk mengungkap makna yang terkandung

dalam mantra Tri Sandhya.

Pembacaan heuristik menurut Riffaterre (1978:5) merupakan pembacaan tingkat

pertama untuk memahami makna secara linguistik, sedangkan pembacaan hermeneutic

merupakan pembacaan tingkat kedua untuk menginterpretasi makna secara utuh. Dalam

pembacaan ini, pembaca lebih memahami apa yang sudah dia baca untuk kemudian

memodifikasi pemahamannya tentang hal itu.

Menurut Santosa (2004:231) bahwa pembacaan heuristik adalah pembacaan yang

didasarkan pada konvensi bahasa yang bersifat mimetik (tiruan alam) dan membangun

serangkaian arti yang heterogen, berserak-serakan atau tak gramatikal. Hal ini dapat terjadi

karena kajian didasarkan pada pemahaman arti kebahasaan yang bersifat lugas atau

berdasarkan arti denotatif dari suatu bahasa. Sedangkan Pradopo (2005:135) member definisi

pambacaan heuristik yaitu pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau secara semiotik

adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama.

Pembacaan hermeneutik menurut Santosa (2004:234) adalah pembacaan yang

bermuara pada ditemukannya satuan makna puisi secara utuh dan terpadu. Sementara itu,

Pradopo (2005:137) mengartikan pembacaan hermeneutik sebagai pembacaan berdasarkan

konvensi sistem semiotik tingkat kedua (makna konotasi). Pada tahap ini, pembaca harus

meninjau kembali dan membandingkan hal-hal yang telah dibacanya pada tahap pembacaan

25

Page 26: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

heuristik. Dengan cara demikian, pembaca dapat memodifikasi pemahamannya dengan

pemahaman yang terjadi dalam pembacaan hermeneutik.

Puisi harus dipahami sebagai sebuah satuan yang bersifat struktural atau bangunan yang

tersusun dari berbagai unsur kebahasaan. Oleh karena itu, pembacaan hermeneutik pun

dilakukan secara struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur kebahasaan.

Artinya, pembacaan itu bergerak secara bolak-balik dari suatu bagian ke keseluruhan dan

kembali ke bagian yang lain dan seterusnya. Pembacaan ini dilakukan pada interpretasi

hipogram potensial, hipogram aktual, model, dan matriks (Lihat Riffaterre, 1978:5). Proses

pembacaan yang dimaksudkan oleh Riffaterre (dalam Selden, 1993:126) dapat diringkas

sebagai berikut.

1. Membaca untuk arti biasa.

2. Menyoroti unsur-unsur yang tampak tidak gramatikal dan yang merintangi penafsiran

mimetik yang biasa.

3. Menemukan hipogram, yaitu mendapat ekspresi yang tidak biasa dalam teks.

4. Menurunkan matriks dari hipogram, yaitu menemukan sebuah pernyataan tunggal atau

sebuah kata yang dapat menghasilkan hipogram dalam teks.

J. Matriks dan Model

Riffaterre menjelaskan bahwa memahami sebuah puisi sama dengan melihat sebuah

donat. Terdapat ruang kosong di tengah-tengah yang berfungsi untuk menunjang dan

menopang terciptanya daging donat di sekeliling ruang kosong itu. Dalam puisi, ruang

kosong ini merupakan pusat pemaknaan yang disebut dengan matriks (1978:13). Matriks

tidak hadir dalam sebuah teks, namun aktualisasi dari matriks itu dapat hadir dalam sebuah

teks yang disebut model. Matriks itulah yang akhirnya memberikan kesatuan sebuah sajak

(Selden, 1993:126).

26

Page 27: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

Hal ini senada dengan konsep yang dikemukakan oleh Indrastuti (2007:4) bahwa

matriks merupakan konsep abstrak yang tidak pernah teraktualisasi. Konsep ini dapat

dirangkum dalam satu kata atau frase. Aktualisasi pertama dari matriks adalah model.

Aktualisasi pertama itu berupa kata atau kalimat tertentu yang khas dan puitis. Kekhasan dan

kepuitisan model itu mampu membedakan kata atau kalimat-kalimat lain dalam puisi.

Eksistensi kata itu dikatakan bila tanda bersifat hipogramatik dan karenanya monumental.

K. Hubungan Intertekstual

Karya sastra tidak lahir dalam situasi kosong dan tidak lepas dari sejarah sastra.

Artinya, sebelum karya sastra dicipta, sudah ada karya sastra yang mendahuluinya.

Pengarang tidak begitu saja mencipta, melainkan ia menerapkan konvensi-konvensi yang

sudah ada. Di samping itu, ia juga berusaha menentang atau menyimpangi konvensi yang

sudah ada. Karya sastra selalu berada dalam ketegangan antara konvensi dan revolusi, antara

yang lama dengan yang baru (Teeuw, 1980: 12). Oleh karena itu, untuk memberi makna

karya sastra, maka prinsif kesejarahan itu harus diperhatikan. Mantra melaut suku Bajo

misalnya, mantra ini tidak terlepas dari hubungan kesejarahannya dengan teks lain yang turut

menunjang keberadaannya.

Riffaterre (1978:11) mengemukakan bahwa sebuah karya sastra baru mempunyai

makna penuh dalam hubungannya atau pertentangannya dengan karya sastra lain. Ini

merupakan prinsip intertukstualitas yang ditekankan oleh Riffaterre. Prinsip intertekstual

adalah prinsip hubungan antarteks. Sebuah teks tidak dapat dilepaskan sama sekali dari teks

yang lain. Teks dalam pengertian umum adalah dunia semesta ini, bukan hanya teks tertulis

atau teks lisan. Adat-istiadat, kebudayaan, film, drama, dan lain sebagainya secara pengertian

umum adalah teks. Oleh karena itu, karya sastra tidak dapat lepas dari hal-hal yang menjadi

latar penciptannya, baik secara umum maupun khusus.

27

Page 28: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

Sebuah karya sastra seringkali berdasar atau berlatar pada karya sastra yang lain, baik

karena menentang atau meneruskan karya sastra yang menjadi latar itu. Karya sastra yang

menjadi dasar atau latar penciptaan karya sastra yang kemudian oleh Riffaterre (1978:11)

disebut dengan hipogram. Sebuah karya sastra akan dapat diberi makna secara hakiki dalam

kontrasnya dengan hipogramnya (Teeuw, 1983:65).

Julia Kristeva dalam Pradopo (2005:132) mengemukakan bahwa tiap teks itu, termasuk

teks sastra, merupakan mosaik kutipan-kutipan dan merupakan penyerapan serta transformasi

teks-teks lain. Secara khusus, teks yang menyerap dan mentransformasikan hipogram dapat

disebut sebagai teks transformasi. Untuk mendapatkan makna hakiki dari sebuah karya sastra

digunakan metode intertekstual, yaitu membandingkan, menjajarkan, dan mengkontraskan

sebuah teks transformasi dengan hipogramnya. Dengan demikian, sebuah karya sastra hanya

dapat dibaca dalam kaitannya dengan teks lain.

Berdasarkan keempat prinsip dasar pemaknaan puisi menurut Riffatere seperti yang

diuraikan di atas, penulis hanya menggunakan satu prinsip yaitu pembacaan heuristik dan

pembacaan hermeneutik.

28

Page 29: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu hal yang sangat diperlukan agar hasil peneltian

tidak melenceng. Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah metode deskriptif dan

teori pendekatan struktural. Metode deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah yang

diselidki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian

(novel, drama, cerpen, dan puisi) pada saat sekarang sekarang berdasarkan fakta-fakta yang

tampak atau sebagaimana yang ada (Siswantoro, 2010:56). Teori struktural adalah teori yang

bertolak dari asumsi bahwa karya sastra tersusun dari berbagai unsur yang jalin-menjalin,

terstruktur, sehingga tidak ada satu unsurpun yang tidak fungsional.

B. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer bersumber dari

penutur mantra di kampung Bali desa Batumarta VII, dalam hal ini penutur mantra adalah

seorang pemuka agama Bali (Pedande) dari kasta Sudra.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Observasi

29

Page 30: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

Observasi dilakukan dengan cara mengamati langsung kampung Bali desa Batumarta

VII dan menemui ketua adat (pedande) setempat. Observasi dilakukan untuk memperoleh

keterangan mengani informan, situasi sosial budaya masyarakat setempat.

2. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara untuk memperoleh data yang lengkap tentang struktur

dan isi mantra sesuai dengan tujuan penelitian. Arikunto (1989:126) mengatakan bahwa

wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan pewawancara untuk meperoleh informasi

dari nara sumber.wawancara dilakukan dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada

Pedande desa Batumarta VII.

3. Perekaman

Teknik perekaman peneliti gunakan untuk merekam mantra pengobatan yang

diucapkan atau yang dilafalkan oleh pedande.

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik yaitu teknik

transliterasi (penerjemahan bahasa mantra ke bahasa Indonesia), teknik penggolongan

(klasifikasi) yaitu teknik memilah-milah sesuatu dengan kelompoknya, teknik analisis data

dan kesimpulan.

Tahap-tahap dalam menganalisis data akan diuraikan berikut ini.

1. Menuliskan kembali mantra yang telah direkam sebelumnya.

2. Menerjemahkan bahasa mantra Hindu Bali yaitu bahasa Sansekerta ke dalam bahasa

Indonesia.

3. Membaca kembali mantra yang telah dituliskan.

30

Page 31: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

4. Menulis data mantra.

5. Menguraikan makna per kata pada mantra.

6. Membuat kesimpulan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Mengkaji mantra merupakan usaha untuk menangkap makna dan memberi makna

kepada isimantra itu. Kajian semiotik yang dilakukan terhadap mantra sembahyang umat

Hindu merupakan salah satu bentuk usaha demikian. Dalam hal ini, mantra sembahyang umat

Hindu dikaji dengan menggunakan metode semiotik Riffaterre. Bertolak pada metode

semiotik Riffaterre inilah, maka penulis hanya melakukan satu langkah untuk menangkap dan

memberi makna terhadap mantra Tri Sandhya yaitu melakukan pembacaan heuristik dan

hermeneutic terhadap mantra Tri Sandhya yang merupakan mantra sembahyang umat Hindu

Bali.

Langkah tersebut di atas akan diterapkan dalam rangka mengungkap dan

mendeskripsikan makna mantra Tri Sandhya secara tuntas sehingga menghasilkan kesatuan

makna yang utuh. Analisis akan dilakukan terhadap mantra sembahyang umat Hindu yakni

Tri Sandhya yang menjadi data dalam penelitian ini. Berikut adalah kajian terhadap mantra

Tri Sandhya dengan menggunakan metode semiotika yang dikembangkan oleh Riffaterre.

1. Mantra Tri Sandhya

Mantra Tri Sadhya Arti Mantra Tri Sadhya Om bhur bhuvah svah

tat savitur varenyambhargo devasya dhimahidhiyo yo nah pracodayat

Om (Tuhan) adalah bhur bhuvah svah. Sumber segala cahaya. Kita memusatkan pikiran pada kecemerlangan dan kemuliaan Sanghyang Widhi, Semoga Ia berikan semangat pikiran kita

31

Page 32: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

Om Narayana evedwam sarvamyad bhutam yac ca bhavyamniskalanko niranjanonirvikalpo nirakhyatahsuddho deva ekonarayana na dvitiyo asti kascit.

Om Narayana adalah semua ini . apa yang telah ada dan apa yang akan ada di alam semesta ini. bebas dari noda, bebas dari kotoran, bebas dari perubahan tak dapat digambarkan, sucilah dewa Narayana. Ia (Narayan) hanya satu tidak ada yang kedua.

Om tvam siwah tvam mahadevahIswarah paramesvarahbrahma visnusca rudrascapurusah parikirtitah

Om (Ya Tuhan) Engkau dipanggil Siwa yang maha pengasih dan penyayang, Mahadewa.. “(Engkau, Tuhan) yang kuasa dan penguasa yang tertinggi. Brahma yang mencipta, Wisnu yang bekerja, dan Rudra. dipanggil juga sebagai purusa, jiwa alam semesta

Om papo'ham papakarmahampapatma papasambhavahtrahi mam pundarikaksasabahyabhyantarah sucih

Oh Hyang Widhi Wasa, hamba ini papa, lemah. Jiwa hamba papa dan kelahiran hambapun papa. Hendaklah Engkau melindungi hamba yang papa ini, Sang Hyang Widi . Sucikanlah jiwa dan raga hamba lahir dan batin

Om ksamasva mam mahadevasarvaprani hitankaramam moca sarva papebhyahpalayasva sada siva

oh Tuhan ampunilah hamba, Sanghyang Widhi. yang memberikan kebahagian kepada semua mahluk. bebaskanlah hamba dari segala dosa. lindungilah oh Sang Hyang Widhi (Siwa)

Om ksantavyah kayiko dosahksantavyo. vaciko mamaksantavyo manaso dosahtat pramadat ksamasva mamOm Santih, Santih, Santih Om.

Ya Tuhan, ampunilah dosa anggota badan hamba. Ampunilah dosa perkataan hamba. Ampunilah dosa pikiran hamba. Ampunilah hamba dari kelalaian hamba. Semoga damai, damai, damai ya Tuhan

2. Pembacaan Heuristik dan Hermenuetik

a. Pembacaan Heuristik

Mantra Tri Sandhya merupakan mantra dari segala mantra sembahyang umat Hindu.

Mantra ini biasa disebut sebagai ibu dari semua mantra. umat Hindu Bali biasa mengenal

mantra ini dengan sebutan Puja Tri Sandhya (http://ghantasari.com/kupasan-mantra-mantra-

tri-sandya/. Diakses tanggal 16 November 2011). Mantra Tri Sandhya ini terdiri dari 6

mantram. Mantram pertama, disebut dengan Gayatri Mantram yang bisa dikenali dari tiap

irama-iramanya yaitu anustup, tristup, canustup, pragathah, jagati, dan sebagainya. Berikut

ini larik pertama mantra Tri Sandhya.

32

Page 33: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

1) Om bhur bhuvah svah

tat savitur varenyam

bhargo devasya dhimahi

dhiyo yo nah pracodayat

Larik pertama mantra ini terdiri dari kata Om bhur bhuvah svah. Kata Om yang artinya

Ya Tuhan. Kata Om sendiri huruf atau suku kata suci dalam agama Hindu dan salah satu

suku kata yang tertinggi untuk melambangkan Sang Hyang Widi atau Tuhan umat Hndu Bali.

Kata bhur berarti bumi. Kata bhur dapat pula bermakna alam, dunia yang merupakan ciptaan

Sang Hyang Widi. Tetapi, dalam kitab Weda sendiri kata bhur tidak memiliki arti. Kata

bhuvah berarti langit, angkasa yang melambangkan kekuasaan Sang Hyang Widi tetapi,

dalam kitab Weda kata bhuvah tidak memiliki arti. Kata svah memiliki arti surga.

Tat savitur varenyam artinya “sumber segala cahaya”. Larik ini terdiri dari tiga kata

yaitu tat, savitur, dan varenyam yang masing-masing berarti Tuhan Savita, dan sumber

cahaya. Pada mantram ini pemuja memuja Tuhan seru sekalian alam, yang suci tak ternoda.

Larik ketiga bhargo devasya dhimahi. Pada larik ini terdiri dari tiga kata. Pertama, bhargo

yang berarti cemerlang atau pencerahan dari Sang Hyang Widi. Kedua, devasya berarti

Dewa, Tuhan, Dewi, Bathara, atau Bethari. Ketiga, dhimahi berarti memusatkan pikiran atau

mari memusatkan pikiran. Secara keseluruhan arti pada larik ketiga yaitu mari memusatkan

pikiran pada kecemerlangan dan kemuliaan Sang Hyang Widi.

Dhiyo yo nah pracodayat memiliki arti secara keseluruhan yaitu “semoga ia berikan

semangat pada pikiran kita”. Masing-masing kata pada larik keempat sendiri memiliki arti

yaitu Dhiyo “pikiran”, yo “ia (Tuhan)”, nah “Kita”, dan pracodayat “semangat”. Jadi, secara

keseluruhan mantra pertama dapat diartikan berikut ini.

Mantra Tri Sandhya ArtinyaOm bhur bhuvah svahtat savitur varenyam bhargo devasya dhimahi

Om (Tuhan) adalah bhur bhuvah svahSumber segala cahaya Kita memusatkan pikiran pada kecemerlangan dan

33

Page 34: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

dhiyo yo nah pracodayatkemuliaan Sanghyang Widhi, Semoga Ia berikan semangat pikiran kita

2) Om Narayana evedwam sarvam

Yad bhutam yasca bhavyam

Niskalankah niranjanah nirvikalpo

Nirakhyatah suddho deva eko

Narayana nadvitiyo asti kascit.

Larik pertama terdiri dari beberapa bagian kata yaitu Om, Narayana, evedwam, dan

sarvam. Kata Om yang artinya Ya Tuhan. Kata Om sendiri adalah kata suci dalam agama

Hindu dan salah satu kata yang tertinggi untuk melambangkan Sang Hyang Widi atau Tuhan

umat Hndu Bali. Kata Narayana berarti Tuhan. Dalam agama Hindu, penyebutan nama

Tuhan memang bervariasi dan berbeda-beda tetapi hanya satu inti Tuhan yang mereka tuju

yaitu Sang Hyang Widi. Kata evedwam berarti hanya ini dan kata sarvam berarti semua. Arti

secara keseluruhan adalah “Ya Hyang Widhi (Om Narayan), adalah semua ini”.

Larik kedua terdiri dari kata yad, bhutam, yasca, dan bhavyam. Yad berarti yang.

Bhutam berarti yang telah ada, yasca berarti yang, dan kata bhavyam berarti yang aka ada.

Yad bisa juga berarti yang memiliki alam semesta. Pemilik alam semesta menurut

kepercayaan masyarakat Hindu Bali yaitu Sang Hyang Widi. Kata Yasca juga memiliki arti

alam dan kembali nantinya. Jadi, arti dari larik kedua ini adalah “apa yang telah ada dan apa

yang akan ada di alam semesta ini”.

Niskalankah niranjanah nirvikalpo terdiri dari dua bagian kata yaitu niskalankah,

niranjanah dan nirvikalpo yang masing-masing memiliki arti bebas dari noda, bebas dari

kotoran dan perubahan. Maksud dari ketiga kata tersebut adalah manusia bebas dari noda dan

34

Page 35: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

kotoran yang berupa dosa kecil dan dosa besar yang sering dilakukan manusia dan terjadi

sebuah perubahan dari semula tidak baik (kotor) menjadi baik (bersih). Arti dari Niskalankah

niranjanah nirvikalpo adalah “bebas dari noda, bebas dari kotoran, bebas dari perubahan tak

dapat digambarkan”.

Nirakhyatah suddho deva eko adalah larik selanjutnya. Kata pada larik ini terdapat

beberapa kata yaitu Nirakhyatah yang berarti digambarkan. Suddho yang berarti suci, deva

berarti Dewa, Dewi, Bathara, atau Betari, dan eko yang berarti satu.jadi, larik keempat ini

berbunyi “sucilah dewa Narayana”.

Narayana na advitiyah asti kascit terdiri dari empat bagian kata. Pertama, narayana

berarti Tuhan, Dewa, atau Sang Hyang Widi. Kata Narayana merupakan sebutan lain bagi

Tuhan umat Hindu selain kata Om, Bhur, Siwa, Gayatri, dan lain sebagainya Kedua, na

dvitiyah artinya na “tidak” dan dvitiyah “kedua”. Ketiga, asti yang artinya ada. Keempat,

kascit yang bermakna yang lain. Narayana na advitiyah asti kascit berarti “Ia (Narayan)

hanya satu tidak ada yang kedua”. Berdasarkan uraian setiap dapat di atas dapat diartikan.

Mantra Tri Sandhya ArtinyaOm Narayana evedwam sarvam

Yad bhutam yasca bhavyam

Niskalankah niranjanah nirvikalpo

Nirakhyatah suddho deva eko

Narayana nadvitiyo asti kascit.

Om Narayana adalah semua ini

Apa yang telah ada dan apa yang akan ada di alam semesta ini

Bebas dari noda, bebas dari kotoran, bebas dari perubahan tak dapat digambarkan,

Sucilah dewa Narayana,

Ia (Narayan) hanya satu tidak ada yang kedua

3) Om tvam siwah tvam mahadevah

Iswarah paramesvarah

Brahma visnusca rudrasca

Purusah parikirtitah

35

Page 36: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

Om tvam siwah tvam mahadevah masing-masing memiliki arti sebagai berikut. Om

yang artinya Ya Tuhan. Kata Om sendiri huruf atau suku kata suci dalam agama Hindu dan

salah satu suku kata yang tertinggi untuk melambangkan Sang Hyang Widi atau Tuhan umat

Hndu Bali. Tvam berarti engkau (Tuhan). Siwah berarti Siwa (Dewa Siwa yang maha

pengasih dan penyayang). Tvam mahadevah berarti maha dewa, Dewa yang agung. Arti

secara keseluruhan pada larik pertama ini adalah Om (Ya Tuhan) Engkau dipanggil Siwa

yang maha pengasih dan penyayang, Mahadewa.

Iswarah paramesvarah masing-masing berarti Iswara “yang kuasa” dan paramesvarah

“penguasa yang tertinggi”. Penggunaan kata Iswarah paramesvarah sendiri masih mengacu

pada pemujaan dan kemuliaan Dewa Siwa pada larik pertama. Secara keseluruhan larik ini

berarti “(Engkau, Tuhan) yang kuasa dan penguasa yang tertinggi”.

Brahma visnus ca rudrasca, larik ini terdiri dari empat bagian kata. Kata Brahma berarti

brahma, yang mencipta. Kata visnus bermakna visnu/wisnu, yang bekerja. Kata ca berarti

dan. Kata rudrasca berarti rudra,(nama lain penjelmaan dewa). Jadi, larik ini berarti Brahma

yang mencipta, Wisnu yang bekerja, dan Rudra.

Purusah parikirtitah , purusah berarti jiwa alam semesta dan parikirtitah berarti

dipanggil. Jadi arti keseluruhan adalah “dipanggil juga sebagai purusa, jiwa alam semesta”.

Arti keseluruhan bagian ketiga mantra Tri Sandhya sebagai berikut.

Mantra Tri Sandhya ArtinyaOm tvam siwah tvam mahadevah

Iswarah paramesvarah

Brahma visnusca rudrasca

Purusah parikirtitah

Om (Ya Tuhan) Engkau dipanggil Siwa yang maha pengasih dan penyayang, Mahadewa.

“(Engkau, Tuhan) yang kuasa dan penguasa yang tertinggi

Brahma yang mencipta, Wisnu yang bekerja, dan Rudra.

dipanggil juga sebagai purusa, jiwa alam semesta

36

Page 37: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

4) Om papo aham papakarmaham

Papatma papasambhavah

Trahi mam pundarikaksah

Sabahyabhyantarah sucih

Om papo'ham papakarmaham teridri dari kata Om yang berarti Ya Tuhan. Kata Om

sendiri huruf atau suku kata suci dalam agama Hindu dan salah satu suku kata yang tertinggi

untuk melambangkan Sang Hyang Widi atau Tuhan umat Hndu Bali. Kata papo berarti papa,

tak berdaya, lemah, miskin. Kata aham berarti hamba. Kata papakarmaham berarti perbuatan

papa, perbuatan nista. Makna dari larik pertama ini adalah Oh Hyang Widhi Wasa, hamba ini

papa, lemah.

Papatma papasambhavah terdiri dari kata papatma yang berarti jiwa yang papa, jiwa

yang lemah. Kata papasambhavah berarti kelahiran yang papa. Kedua kata tersebut dapat

diartikan sebagai jiwa hamba papa dan kelahiran hambapun papa.

Trahi mam pundarikaksah terdiri dari tiga bagian kata. Kata pertama, trahi yang berarti

hendaknya Engkau. Engkau disini mengacu pada Tuhan Sang Hyang Widi, Tuhan segala

Tuhan. Kata kedua, mam berarti lindungi hamba. Kata ketiga, pundarikaksah berarti yang

bermata. Secara keseluruhan larik ini bermakna “hendaklah Engkau melindungi hamba yang

papa ini, Sang Hyang Widi”.

Sabahyabhyantarah sucih berarti luar dan dalam, lahir dan batin lagi suci. Jadi,

kelengkapan makna pada larik yang terakhir ini adalah “sucikanlah jiwa dan raga hamba lahir

dan batin”. Berikut ini makna secara keseluruhan pada bagian keempat dari mantra Tri

Sandhya.

Mantra Tri Sandhya ArtinyaOm papo aham papakarmaham

Papatma papasambhavah

Oh Hyang Widhi Wasa, hamba ini papa, lemah.

Jiwa hamba papa dan kelahiran hambapun papa

37

Page 38: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

Trahi mam pundarikaksah

Sabahyabhyantarah sucih

Hendaklah Engkau melindungi hamba yang papa ini, Sang Hyang Widi

Sucikanlah jiwa dan raga hamba lahir dan batin

5) Om ksamasva mam mahadeva

Sarvaprani hitankara

Mam moca sarvapapebhyah

Palayasva sada siva

Om ksamasva mam mahadeva, terdiri dari kata Om, ksamasva, mam, dan mahadeva.

Kata Om berarti sendiri huruf atau suku kata suci dalam agama Hindu dan salah satu suku

kata yang tertinggi untuk melambangkan Sang Hyang Widi atau Tuhan umat Hndu Bali. Kata

ksamasya berarti hendaknya Engkau ampuni. Kata mam berarti lindungi hamba. Makna kata

lindungilah hamba bermaksud hamba Tuhan (dalam hal ini umat Hindu) berharap selalu

dilindungi dari semua perbuatan tercela, dosa dan papa kepada Sang Hyang Widi. Berharap

mendapat perlindungan dan keselamatan. Kata mahadeva berarti mahadewa, Tuhan. Kata-

kata ini akan dirangkai menjadi satu kesatuan yang bermakna yaitu Om ksamasva mam

mahadeva, yang berarti “oh Tuhan ampunilah hamba, Sanghyang Widhi”.

Sarvaprani hitankara terdiri dari kata sarvaprani yang berarti yang memberikan

kebahagiaan. Kata hitankara berarti semua mahluk. Jadi Sarvaprani hitankara berarti yang

memberikan kebahagian kepada semua mahluk.

Mam moca sarva papebhyah. Kata mam berarti lindungilah hamba. Makna kata

lindungilah hamba bermaksud hamba Tuhan (dalam hal ini umat Hindu) berharap selalu

dilindungi dari semua perbuatan tercela, dosa dan papa kepada Sang Hyang Widi. Berharap

memdapat perlindungan dan keselamatan. Kata moca berarti hendaknya Engkau bebaskan.

Kata sarvapapebhyah berarti semua dosa. Mam moca sarva papebhyah berarti bebaskanlah

hamba dari segala dosa.

38

Page 39: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

Palayasva sada siva terdiri dari kata palayasva berarti hendaknya Engkau lindungi. Kata

sada siva berarti Siwa, Tuhan yang kekal. Palayasva sada siva bermakna lindungilah oh Sang

Hyang Widhi (Siwa). Secara keseluruhan mantra kelima Tri Sandhya ini bermakna:

Mantra Tri Sandhya ArtinyaOm ksamasva mam mahadeva

Sarvaprani hitankara

Mam moca sarvapapebhyah

Palayasva sada siva

oh Tuhan ampunilah hamba, Sanghyang Widhi.

Yang memberikan kebahagian kepada semua mahluk.

Bebaskanlah hamba dari segala dosa

Lindungilah oh Sang Hyang Widhi (Siwa)

6) Om ksantavyah kayiko dosah

Ksantavyah. vaciko mama

Ksantavah manasah dosah

Tat pramadat ksamasva mam

Om santih, santih, santih om.

Om ksantavyah kayiko dosah terdiri dari kata om berarti ya Tuhan. Kata ksantavyah

berarti hendaknya supaya diampuni. Kata kayiko berarti anggota badan, tubuh. Kata dosah

berarti dosa. Jadi, Om ksantavyah kayiko dosah berarti Ya Tuhan, ampunilah dosa anggota

badan hamba. Ksantavyo. vaciko mama, kata ksantavyah berarti hendaknya supaya diampuni.

Kata vaciko berarti perkataan, dan kata mama berarti hamba. Ksantavyo. vaciko mama

berarti ampunilah dosa perkataan hamba. Ksantavah manaso dosah, kata ksantavyah berarti

hendaknya supaya diampuni. Kata manasah yang artinya pikiran, dan kata dosah yang

bermakna dosa. Arti dari ksantavah manaso dosah berarti ampunilah dosa pikiran hamba.

Tat pramadat ksamasva mam, terdiri dari kata tat yang berarti itu. Kata pramada berarti

kelalaian. Kata ksamasva berarti hendaknya diampuni, dan kata mam berarti hamba. Kalimat

39

Page 40: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

mantra tat pramadat ksamasva mam mempunyai arti ampunilah hamba dari kelalaian hamba.

Om santih, santih, santih om berarti semoga damai, damai, damai ya Tuhan.

Berikut ini arti secara keseluruhan mantra keenam Tri Sandhya ini dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Mantra Tri Sandhya ArtinyaOm ksantavyah kayiko dosah

Ksantavyah. vaciko mama

Ksantavah manasah dosah

Tat pramadat ksamasva mam

Om santih, santih, santih om

Ya Tuhan, ampunilah dosa anggota badan hamba.Ampunilah dosa perkataan hamba

Ampunilah dosa pikiran hamba

Ampunilah hamba dari kelalaian hamba

Semoga damai, damai, damai ya Tuhan

b. Pembacaan Hermeneutik

Sesuai dengan fungsinya, mantra Tri Sandhya sesungguhnya mengimplikasikan

keinginan seorang hamba untuk memperoleh pengampunan atas semua dose-dosa yang telah

diperbuat. Keiginan itu diwujudkan dalam bentuk sebuah permohonan kepada Tuhan Sang

Hyang Widi melalui perantara dewa dan dewi. Perantara Tuhan dalam Mantra ini

disebutkannya nama dewa Siwa, Brahma, Rudra, Mahadewa, Wisnu, Narayana, bhur bhuvah

svah dan Purusa. Kita akan melihat lebih dekat makna mantra Tri Sandhya melalui

pembacaan hermeneutik.

1. Om bhur bhuvah svah

tat savitur varenyam

bhargo devasya dhimahi

dhiyo yo nah pracodayat

Arti dari bagian pertama mantra Tri Sandhya ini yaitu “Om (Tuhan) adalah bhur

bhuvah svah. Kita memusatkan pikiran pada kecemerlangan dan kemuliaan Sanghyang

Widhi, Semoga Ia berikan semangat pikiran kita”. Mantra pada bagian ini mengimplikasikan

40

Page 41: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

bahwa sesungguhnya seorang hamba senantiasa mengingat Tuhan Sang Hyang Widi. Tuhan

semesta alam, seorang hamba hendaknya selalu mengingat Tuhanya dengan jalan

memusatkan pikiran dan berdoa kepada Tuhan semoga ia diberikan semangat oleh Tuhan

Sang Hyang Widi. Diberikannya semangat pikiran oleh Tuhan kepada hambanya diharapkan

seorang hamba akan memperoleh kecermerlangan dan kemulian dihadapan Tuhan. Sasaran

dalam bagian mantra ini adalah kejernihan dan semangat yang diberikan oleh Tuhan Sang

Hyang Widi kepada hamba-Nya. Tujuan mantra pada bagian ini meminta agar Tuhan Sang

Hyang Widi memberikan semangat pada pikiran manusia atau hamba-Nya dengan cara

memusatkan pikiran pada kecemerlangan dan kemulaian Tuhan.

2. Om Narayana evedwam sarvam

Yad bhutam yasca bhavyam

Niskalankah niranjanah nirvikalpo

Nirakhyatah suddho deva eko

Narayana nadvitiyo asti kascit.

Arti dari mantra kedua yang merupakan bagian dari Tri Sandhya ini adalah Om

Narayana adalah semua ini, apa yang telah ada dan apa yang akan ada di alam semesta ini,

bebas dari noda, bebas dari kotoran, bebas dari perubahan tak dapat digambarkan, sucilah

dewa Narayana, Ia (Narayan) hanya satu tidak ada yang kedua. Bagian mantra ini

menggambarkan bahwa Tuhan (Narayan) adalah Esa, tidak ada yang kedua. Disebutkan pula

bahwa Narayan adalah Tuhan yang maha suci, maha cemerlang, tiada berwujud dan gaib.

Umat Hindu percaya bahwa Tuhan (Narayan) adalah sosok yang maha suci yang

keberadaannya setara dengan Dewa-dewa yang lain.

3. Om tvam siwah tvam mahadevah

Iswarah paramesvarah

41

Page 42: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

Brahma visnu ca rudrasca

Purusah parikirtitah

Arti bagaian ketiga mantra Tri Sandhya adalah Om (Ya Tuhan) Engkau dipanggil Siwa

yang maha pengasih dan penyayang, Mahadewa., (Engkau, Tuhan) yang kuasa dan penguasa

yang tertinggi, Brahma yang mencipta, Wisnu yang bekerja, dan Rudra. Dipanggil juga

sebagai purusa, jiwa alam semesta. Umat Hindu Bali menyebut nama Tuhan mereka dalam

berbagai nama sesuai dengan perwujudan Tuhan mereka. Ada yang disebut dengan Siwa,

Wisnu, Brahma, Narayan, dan masih banyak lagi.dalam kitab Weda, Tuhan dalam agama

Hindu adalah Sang Hyang Widi, ia tunggal. Tetapi banyak nama Tuhan yang digunakan

untuk menunjukk pada satu Tuhan yaitu Sang Hyang Widi. Penamaan Tuhan yang cukup

banyak ini dikarenakan Tuhan dalam perwujudan yang lain. Sang Hyang Widi dalam wujud

Siwa maka ia adalah Tuhan Siwa (Dewa Siwa).

4. Om papo aham papakarmaham

Papatma papasambhavah

Trahi mam pundarikaksah

Sabahyabhyantarah sucih

Arti dari mantra di atas adalah Oh Hyang Widhi Wasa, hamba ini papa, lemah, jiwa

hamba papa dan kelahiran hambapun papa, hendaklah Engkau melindungi hamba yang papa

ini, Sang Hyang Widi, sucikanlah jiwa dan raga hamba lahir dan batin. Pada bagian ini

terlihat adanya pengakuan diri sang hamba Tuhan terhadap dirinya. Begitu lemahnya ia di

hadapan Tuhan. Pemuja mengatakan dirinya serba hina, serba kurang, dan serba lemah. Hina

kerjanya, hina diri pribadinya, hina lahirnya. Karena itu ia mohon kepada Tuhan untuk

dilindungi dan dibersihkan dari segala noda. Tuhanlah pelindung tertinggi dan Tuhanlah

melimpahkan kesucian untuknya yang setia mengamalkan ajaran-Nya.

42

Page 43: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

5. Om ksamasva mam mahadeva

Sarvaprani hitankara

Mam moca sarvapapebhyah

Palayasva sada siva

Makna dari mantra ini adalah oh Tuhan ampunilah hamba, Sanghyang Widhi. yang

memberikan kebahagian kepada semua mahluk. bebaskanlah hamba dari segala dosa

lindungilah oh Sang Hyang Widhi (Siwa)Pemuja mohon ampun kepada Tuhan, penyelamat

semua makhluk. Ia mohon dibebaskan dari semua papa, semua kehinaan dan dosa. Ia mohon

untuk dijaga, karena beliaulah penjaga semua makhluk di manapun dan kapanpun juga.

Tuhan adalah kuasa tertinggi atas segala yang ada ini.

6. Om ksantavyah kayiko dosah

Ksantavyah. vaciko mama

Ksantavah manasah dosah

Tat pramadat ksamasva mam

Om santih, santih, santih om.

Makna mantra ini adalah Ya Tuhan, ampunilah dosa anggota badan hamba. ampunilah

dosa perkataan hamba, ampunilah dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelalaian

hamba, semoga damai, damai, damai ya Tuhan. Apa saja dosa anggota badan, apa saja dosa

kata-kata dan apa saja dosa pikiran, pemuja memohon kepada Tuhan untuk diampuni.

Manusia tidak dapat bebas dari dosa karena ia diselubungi oleh khilaf dan lalai. Bila

seseorang dapat membersihkan diri dengan amal kebajikan maka kabut kekhilafan yang

43

Page 44: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

menyelubungi sang Pribadi akan menipis dan akan memancarkan cahaya kesucian dari Sang

Pribadi yang mengantar seseorang ke alam kesadaran.

B. PEMBAHASAAN

Pada hakikatnya umat Hindu Bali memiliki cara tersendiri dalam melakukan

persembahyangan. Persembahyangan yang dilakukan umat Hindu Bali semata-mata hanyalah

untuk menyerahkan diri pada kekuatan Sang Hyang Widi (Tuhan). Oleh karena itu, dalam

upacara persembahyangan umat Hindu Bali terdapat sarana dan prasarana yang harus di

persiapkan terlebih dahulu. Sarana dan prasarana inilah yang nantinya menjadi alat untuk

“berjumpa dan berdialog” dengan Sang Hyang Widi.

Secara tidak langsung, sarana yang digunakan dalam upacara persembahyangan umat

Hindu Bali cukup banyak dan mengandung filosofi masing-masing. Sarana-sarana yang

digunakan memiliki fungsi dan pengimajinasian kepada Sang Hyang Widi. Sarana bunga

pada upacara persembahyangan memiliki arti kebersihan hati dan jiwa karena pada

hakikatnya bunga itu suci, cantik, harum, dan indah. Bunga juga sebagai pencitraan jiwa

sejati yang disebut Sang Atman yang menjadi sumber hidup dalam berbagai upacara Agama

dilukiskan dengan bunga. Ungkapan-ungkapan perasaaan dan pikiran yang mengadung

makna keindahan dan ketulusan dilambangkan dengan bunga. Bunga adalah lambang jiwa

dan pikiran yang murni dan simbul dari sebuah restu Sang Hyang Widhi.

Air adalah sarana kedua dalam sebuah upacara persembahyangan umat Hindu Bali. Air

adalah elemen pembersihan diri bagi umat Hindu Bali. Air digunakan untuk menyucikan diri

setelah sembahyang dilakukan. Air sembahyang dapat diminum setelah sembahyang. Sarana

berikutnya adalah dupa (api). Apinya dupa adalah perwujudan Hyang Agni – Tuhan dalam

manifestasi-Nya sebagai api. Api dengan sinarnya adalah penerangan di dalam alam ini. Api

dengan panasnya adalah energi bagi kehidupan ini. Api dengan kekuatannya adalah penolak

44

Page 45: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

bala bagi segala mahluk. Oleh karena itu, api adalah faktor penting bagi umat Hindu Bali di

dalam melaksanakan ritual-ritual persembayangannya. Dupa dengan nyala apinya adalah

simbul penyaksi ketulusan Jiwa yang sedang bersembahyang.  Selain itu juga ia

dilambangkan sebagai perantara yang menghubungkan antara pemuja dan yang dipuja. Api

dupa juga berfungsi untuk mengalirkan kekuatan-kekuatan negatif yang terhambat di udara

untuk mengharmonisasikannya menjadi kekuatan yang positif sehingga udara menjadi bersih

dan astral.

Canang merupakan sarana upacara persembahyangan yang terakhir. Dalam ajaran

agama Hindu di Bali canang menagndung beberapa makna (1) sebagai lambang perjuangan

hidup manusia dengan selalu memohon perlindungannya untuk dapat menciptakan,

memelihara dan meniadakan yang berhubungan dengan hidup manusia, (2) sebagai lambang

menumbuhkan keteguhan, kelanggengan dan kesucian pikiran, dan (3) sebagai lambang suatu

usaha uamat manusia untuk menerapakan ajaran agama Hindu dalam bentuk banten yang

memberikan keterangan tentang arti dan makna hidup.

Keempat elemen sarana dalam upacara persembahyangan ini digunakan setiap kali

umat Hindu Bali akan melakukan persembahyangan. Mereka percaya bahwa sarana tersebut

dapat mengantarkan doa dan keinginan mereka kepada Sang Hyang Wiidi. Hal yang tidak

boleh dikesampingkan bahwa dalam setiap sarana persembahyangan yang digunakan

memiliki filosofi tersendiri sebagai manifestasi (penjelmaan) Tuhan. Tidak hanya itu saja,

filosofi yang terdapat dalam sarana persembahyangan juga melambangkan hati dan jiwa sang

pemeluk agama.

Pembacaan secara heuristik dan hermeneutik yang dilakukan terhadap mantra Tri

Sandhya dapat membantu menemukan pemahaman makna mantra sembahyang umat Hindu

ini dengan utuh. Pada pembacaan heuristik diperoleh arti dari setiap kata yang ada pada

mantra tersebut. Pembacaan heuristik yang dilakukan dengan menerjemahkan setiap kata

45

Page 46: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

yang terdapat di dalam mantra Tri Sandhya. Bahasa yang digunakan dalam mantra ini adalah

bahasa Sansekerta, jadi diperlukan ketelitian penuh dalam menerjemahkannya.

Pada pembacaan hermeneutik diperoleh makna yang terdapat dalam setiap bagian

mantra yang diucapkan. Isi mantra Tri Sandhya adalah permohonan ampunan bagi pemeluk

agama, perlindungan, dan bentuk pengakuan diri pemeluk sebagai mahluk yang lemah.

Tujuan dari mantra ini sendiri adalah permohonan ampun diucapkan dan diminta secara lahir

batin agar Tuhan mengampuni semua dosa yang telah dilakukan dan kembali suci lahir dan

batin.

Pada akhirnya, mantra Tri Sandhya merupakan doa yang ditujukan kepada Tuhan

dengan harapan bahwa manusia memerlukan Tuhan. Hanya Tuhanlah yang bisa mengampuni

semua dosa yang telah diperbuat. Mantra ini juga mengandung makna kepasrahan seorang

hamba kepada setiap hal yang telah menjadi takdir hidup setiap hamba agama.

46

Page 47: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

Sebenarnya banyak mantra sembahyang yang digunakan oleh umat Hindu Bali dalam

memuja Sang Hyang Widi, tetapi mantra Tri Sandhya adalah mantra yang senantiasa

digunakan dalam peribadatan umat Hindu. Mantra Tri Sandhya ini digunakan dalam

persembahyangan sebanyak tiga kali dalam sehari dan ia merupakan induk dari segala mantra

yang ada.

Mantra Tri Sandhya ini adalah mantra yang digunakan umat Hindu Bali untuk meminta

pengampunan, perlindungan kepada Tuhan sebagai bentuk pengakuan bahwa mereka adalah

mahluh Tuhan yang lemah. Tujuan pembacaan mantra ini adalah agar permohonan ampunan

yang dikehendaki dapat dikabulkan oleh Tuhan dan dapat kembali suci lahir dan batin.

47

Page 48: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

DAFTAR PUSTAKA

Aliana, Z.A. 1992. Sastra Lisan Bahasa Melayu Belitung. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Aliana, Z.A. 2000. Struktur Sastra Lisan Semende. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Bina Aksara

Djamaris, Edwar. 1990. Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik. Jakarta: Balai Pustaka.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Esten, Mursal. 1988. Sastra Jalur Kedua. Padang: Angkasa Raya.

Indrastuti, Kussuji, Novi Siti. 2007. “Semiotika: Michael Riffaterre dan Roland Barthes”. Makalah. Yogyakarta: Belum diterbitkan.

Koentjaraningrat. 1981. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Putrisari. 2009. “Pengertian Mantra”.http://putrisari.blog.com/2009/04/06/pengetian-mantra/. Diakses 24 Oktober 2011.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington: Indiana University Press.

Rismawati. 1996. “Analisis Struktur dan Isi Mantra Kanagarian Manggopo”. Skripsi. Palembang: FKIP Universitas Sriwijaya.

Santosa, Puji. 2004. “Tuhan, Kita Begitu Dekat: Semiotika Riffaterre”. T. Christomy dan Untung Yuwono (Penyunting). Semiotika Budaya. Jakarta: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Indonesia.

Siswantyoro. 2010. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Selden, Raman. 1993. Panduan Pembaca Teori Sastra. Terjemahan Rachmat Djoko Pradopo. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

48

Page 49: stkipnurulhuda.ac.id · Web viewAnda dapat menggunakan gambar Visnu, karena pada umumnya di setiap Pura di Indonesia ada Padmasana yang merupakan tempat berstana Narayana atau Visnu

Teeuw, A. 1980. Tergantung pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya.

Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.

49