wayang sapuh leger

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada kehidupan manusia sehari-hari, utamanya bagi umat Hindu di Bali tentu dihadapkan pada berbagai ritual upacara, baik yang berskala kecil, sedang 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan masalah di atas, maka timbul beberapa permasalahan yang perlu dibahas, antara lain : 1. Apa pengertian dari Tumpek Wayang ? 2. Adakah hubungan antara ritual Tumpek Wayang dengan lakon Sapuh Leger ? 3. Bagaimanakah proses ritual dari Tumpek Wayang ? 4. Apakah makna yang terkandung dari upacara Tumpek Wayang ? 1.3. Tujuan Penulisan 1

Upload: agus-hendra-jaya

Post on 09-Aug-2015

621 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: Wayang Sapuh Leger

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada kehidupan manusia sehari-hari, utamanya bagi umat Hindu di Bali

tentu dihadapkan pada berbagai ritual upacara, baik yang berskala kecil, sedang

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah di atas, maka timbul beberapa permasalahan yang

perlu dibahas, antara lain :

1. Apa pengertian dari Tumpek Wayang ?

2. Adakah hubungan antara ritual Tumpek Wayang dengan lakon Sapuh

Leger ?

3. Bagaimanakah proses ritual dari Tumpek Wayang ?

4. Apakah makna yang terkandung dari upacara Tumpek Wayang ?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini yang berjudul

“Upacara Tumpek Wayang serta Kaitannya dengan Wayang Sapuh Leger”

antara lain :

1. Untuk mengetahui arti dari Tumpek Wayang.

2. Untuk mengetahui sumber-sumber sastra dari Tumpek Wayang.

1

Page 2: Wayang Sapuh Leger

3. Untuk mengetahui kaitan antara Tumpek Wayang dengan Lakon Sapuh

Leger.

4. Untuk mengetahui upakara dari Tumpek Wayang.

5. Mengetahui makna yang terkandung dari Tumpek Wayang.

1.4. Manfaat Penulisan

Manfaat yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah :

1. Siswa dapat mengetahui pengertian dari Tumpek Wayang.

2. Orang tua dapat mengetahui sarana-sarana dari Tumpek Wayang dan

membuat sarana upacara tersebut.

3. Orang-orang yang lahir pada wuku Wayang dapat mengetahui dan

melaksanakan ritual tersebut.

4. Seluruh umat Hindu dapat mengetahui makna yang terkandung dari

Tumpek Wayang dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

5. Sebagai pedoman dalam melaksanakan ritual Tumpek Wayang.

1.5. Metode Penulisan

Metode adalah pengetahuan mengenai berbagai macam cara kerja yang

disesuaikan dengan objek studi yang bersangkutan, dimana mutlak diperlukan

dalam pelaksanaan penulisan. Metode yang digunakan dalam penulisan makalah

ini adalah metode literatur. Metode literatur disebut juga metode pengambilan

data dari berbagai sumber. Artinya penulisan makalah ini mengolah sumber-

sumber yang berhubungan dengan topik melalui literatur, situs-situs internet

serta media lainnya.

2

Page 3: Wayang Sapuh Leger

_____________________

3

Page 4: Wayang Sapuh Leger

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Tumpek Wayang

Tumpek Wayang berasal dari dua kata yaitu “Tumpek” dan “Wayang”.

Istilah Tumpek lahir saat

bertemunya hitungan

terakhir dari dua wewaran

yaitu “Saniscara” (Akhir

Sapta Wara) dan

“Kliwon” (akhir dari

Panca Wara). Setiap

pertemuan Saniscara dan Kliwon disebutlah “Tumpek” (“Tu” berarti metu atau

lahir dan “Pek” berarti putus/berakhir). Sedangkan kata “wayang” selain

merupakan bagian dari “wuku” juga mengandung arti sebagai “bayang” atau

“bayang-bayang”

Sementara itu kalau dikaji secara filosofis dan ritual pelaksanaan upacara

Tumpek Wayang itu ditujukan kehadapan Hyang Widhi dalam manifestasinya

sebagai Dewa Iswara dengan permohonan berupa keselamatan dan atau

kerahayuan umat. Dalam praktiknya, upacara Tumpek Wayang ini

diperuntukkan bagi semua jenis “reringgitan” seperti wayang, termasuk juga

arca, tetabuhan (gong, gender,gambang, genta gendongan). Hakekat lahir-batin

yang ingin dicapai dari rerainan Tumpek Wayang ini adalah ; secara lahir

4

Page 5: Wayang Sapuh Leger

merupakan bentuk permohonan bagi mereka yang menjalani profesi

pewayangan sehingga dapat menjadi Dalang Metaksu yang mampu

menjembatani alam wayang yang abstrak kedalam alam nyata melalui

pementasan tokoh-tokoh pewayangan yang dipertontonkan untuk diambil nilai-

nilai tuntunannya.

Sedangkan secara batin, melalui perayaan Tumpek Wayang kita akan

selalu disadarkan bahwa hidup ini sebenarnya merupakan panggung wayang

dimana keberadaan kita, peranan yang didapat dan dilakukan dan kemana

akhirnya tujuan kita sudah diatur dan ditentukan oleh Sang Dalang Agung yaitu

Hyang Widhi. Karena itu kita diingatkan untuk senantiasa mendekatkan diri

pada Hyang Widhi agar memperoleh jagadhita dan moksa, kesejahtraan lahir

dan kebahagian batin.

2.2. Sumber Sastra yang Memuat Tentang Tumpek Wayang

Dalam lontar Sapuh Leger dan Dewa Kala, Batara Siwa memberi izin

kepada Dewa Kala untuk memangsa anak/orang yang dilahirkan pada wuku

Wayang (cf. Gedong Kirtya, Va. 645). Atas dasar isi lontar tersebut, maka anak

yang lahir bertepatan dengan hari ini  harus melaksanakan kegiatan upacara

pementasan Wayang Sapuh Leger dengan peralatan yang lengkap berikut

sesajennya. Umat Hindu Bali percaya dan meyakini bahwa anak yang lahir pada

Tumpek Wayang memiliki sifat-sifat negatif karena hari itu dianggap memiliki

nilai cemer (kotor) yang membawa sial. Anak tersebut dikhawatirkan dirundung

malapetaka, akibat dikejar-kejar Dewa Kala. Dengan upacara mementaskan

5

Page 6: Wayang Sapuh Leger

Wayang Sapuh Leger ini si anak yang baru lahir tersebut di yakini dapat

terhindar dari kejaran Dewa Kala dan juga dapat memusnahkan sifat-sifat

negatif  pada anak tersebut. Menurut cerita dalam Lontar Tatwa Kala, Wayang

Sapu Leger menjadi sarana upacara permohonan ke dewa Kala agar anak yang

lahir pada Sabtu/Saniscara Kajeng Kliwon (sama dengan hari kelahiran dewa

Kala) tidak dimakan dan digantikan dengan banten/sesajen yang sudah

disediakan.

Sementara dalam salah satu naskah Lontar Kala bila di artikan dalam

bahasa Indonesia kira kira berbunyi, setelah dikejar sang Pancakumara oleh

Dewa Kala, sampai menjelang tengah malam ada seorang pria/dalang bernama

Mpu Leger mempertunjukkan wayang pada waktu Tumpek Wayang. Setelah

menghadap di depan kelir segera juru gender membunyikan gamelannya,

suaranya merdu dan nyaring.

2.3. Wayang Sapuh Leger

Wayang Sapuh Leger adalah jenis wayang kulit Bali yang berfungsi

sebagai upacara ritual. Wayang tersebut termasuk sakral karena merupakan

bagian dari upacara yang berada dalam lingkungan siklus kehidupan manusia

(Manusa Yadnya) dan hanya dipertunjukan pada anak yang lahir pada wuku

Wayang, utamanya yang lahir persis pada Saniscara Kliwon wuku Wayang.

Namun kenyataan di lapangan bahwa penyelenggaraannya tidak hanya pada hari

Sabtu saja, tetapi dimulai dari hari Senin sampai Sabtu dalam wuku Wayang,

bahkan ada juga orang Bali yang mengupacarai anaknya sampai tiga kali.

6

Page 7: Wayang Sapuh Leger

Dengan demikian wayang Sapuh Leger bersifat religius, magis dan memiliki

nilai spiritual. Dalam konteks ritual, Wayang Sapuh Leger berfungsi sebagai

pemurnian bagi anak atau orang yang lahir pada hari yang oleh orang Bali

dianggap berbahaya yaitu pada Wuku Wayang, sehingga ia berfungsi untuk

pengukuhan dan pengesahan dari bentuk ritual.

Peristiwa penyelenggaraan Wayang Sapuh Leger, secara periodik

berulang setiap 210 hari (6 bulan pawukon kalender Bali). Wayang Sapuh Leger

yang sering dipentaskan di Bali bersumber pada lontar Kala Purana, Japa/Cepa

Kala, Kidung Sang Empu Leger, Kala Tatwa, Kekawin Sang Hyang Kala, Tutur

Wiswa Karma dan Kidung Sapuh Leger. Lakon Sapuh Leger mengisahkan asal-

usul kelahiran dan perjalanan Batara Kala, dimana ayahnya Dewa Siwa memberi

izin kepadanya untuk memangsa anak/orang yang lahir pada Tumpek Wayang,

kemudian jenis-jenis korbannya, lolosnya korban, tipuan Dewa Siwa tehadap

Kala dengan memberikan teka-teki, peranan dalang sebagai pemenang, meredam

kerakusan Kala. Aspek angkara digambarkan amat kuasa dan kuat, dalam mitos

ini diwujudkan sebagai raksasa besar dan kuat berwujud Batara Kala yang tak

tertandingi oleh para Dewa. Hal ini memberi petunjuk bahwa kuasa keteraturan,

kebaikan, kebijakan, atau aspek positif dari Dewa sebenarnya selalu terancam

oleh kuasa ketidak teraturan, kekacauan, atau aspek negatif dalam diri manusia.

Batara Guru dalam mitos digambarkan hanya dapat melemahkan Kala, tetapi

tidak dapat melenyapkannya sama sekali, karena Kala adalah aspek angkara atau

negatif yang bersumber daripada dirinya juga. Secara simbolis cara melemahkan

potensi angkara atau aspek negatif dalam diri manusia diperagakan melalui

7

Page 8: Wayang Sapuh Leger

pentas dengan membatasi waktu-waktu makannya (siang dan malam hari serta

kelahiran pada Tumpek Wayang), ritual, dan mantram dilakukan oleh Batara

Guru yang menjelma menjadi dalang. Dengan peragaan itu berarti bahwa kuasa

keangkara murkaan dilemahkan atau hanya dibuat lemah oleh aspek kesucian.

Lakon Sapuh Leger mengungkapkan ajaran mistikisme yang masih dipraktikan

dalam kehidupan masyarakat Bali.

2.4. Tata Cara dan Upakara

Beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang Amengku Dalang atau

Dalang Mpu Leger yang

berkewenangan sebagai pemuput

dan dibantu oleh yang lainnya,

adalah sebagai berikut :

1. Dalang seharusnya seorang

Dalang Brahmana yaitu

seorang Pandita sebagai

Dalang dan atau yang berlatar belakang dalang yang disebut Ida Mpu Leger.

2. Beliau adalah seorang Mpu Leger yang mampu dan paham serta menguasai

Ketattwaning / Dharma Pewayangan.

3. Beliau juga tahu dan paham serta menguasai mantram pengelukatan seperti :

Agni Nglayang, Asta Pungku, Dangascharya, Sapuh Leger serta mantram

pengelukatan lainnya.

8

Page 9: Wayang Sapuh Leger

4. Beliau memang benar-benar mampu dan menguasai Gagelaran sebagai

seorang Pandita (Mpu Leger) dan dalam segala tindak tanduk dan tingkah

laku tiada terlepas dari Sesana Kawikon (siwa sesana) antaranya sebagai

Sang Satya  Wadi, Sang Apta, Sang Patirthan Dan Sang Penadahan Upadesa

(siwa-sadha siwa-parama siwa).

  Sesuai dengan apa yang disebutkan dalam beberapa lontar penunjang,

khususnya Lelampahan Wayang Sapuh Leger disamping juga atas petunjuk dan

hasil wawancara (baca:Nunasang) kehadapan Ida Pandita Mpu Leger tentang

pelaksanaan Upacara Bebayuhan Weton Sapuh Leger, maka dapat disebutkan

bahwa untuk upacaranya sebagi berikut : 

1. Ngadegang Sanggar Tuttuan / Tawang (sanggar tawang ).

2. Ring Sor Surya : Caru mancasata.

3. Banten Panebasan san Maweton.

4. Banten Arepan Kelir.

5. Ring Lalujuh Kelir.

6. Banten Sang Dalang Mpu Leger : Bebangkit Asoroh.

7. Genah tirtha Mpu Leger, Sangku Suddhamala.

8. Tebasan Sungsang Sumbel.

9. Tebasan Sapuh Leger.

10. Tebasan Tadah Kala.

11. Tebasan Penolak Bhaya.

12. Tebasan Pangenteg Bayu.

13. Tebasan Pengalang Hati.

9

Page 10: Wayang Sapuh Leger

14. Sesayut Dirghayusa ring Kamanusan.

15. Daksina Panebusan Bhaya.

16. Medudus Luwun setra lan luwun pempatan, luwun pasar, gumpang injin,

gumpang ketan, gumpang padi, rambut Ida Pandita lan menyan.

Sedangkan untuk tirtha pemuputnya adalah sebagai berikut  : 

1. Tirtha Kelebutan.

2. Tirtha Campuan.

3. Tirtha Segara.

4. Tirtha Melanting.

5. Tirtha Pancuran.

6. Tirtha Tukad Teben Sema/Setra.

7. Tirtha Padmasari.

8. Tirtha Merajan soang-soang.

9. Tirtha Pengelukatan Wayang.

10. Tirtha Jagat Nata.   

11. Tirtha Pemuput/Sulinggih.

Disamping upakara secara umum di atas, untuk masing-masing dari

mereka yang dibayuh dibuatkan upakara khusus sesuai hari kelahiran, antaranya

berupa Suci pejati, Peras Pengambean tumpeng 7 asoroh, daksina gede sesuai

urip kelahiran, sesayut pengenteg bayu, merta utama, pageh urip dan di Surya

munggah Suci pejati, Bungkak Nyuh Gading lan pengeresik jangkep dan

dilengkapi sesayut-sesayut sesuai dengan kelahiran : 

10

Page 11: Wayang Sapuh Leger

1. Wetu Redite : Sesayut Sweka Kusuma. 

2. Wetu Soma : Sesayut Nila Kusuma Jati/Citarengga.

3. Wetu Anggara : Sesayut Jinggawati Kusuma/Caru Kusuma. 

4. Wetu Budha : Sesayut Pita Kusuma Jati/Purna Suka.

5. Wetu Wraspati : Sesayut Pawal Kusuma Jati/Gandha Kusuma Jati.

2.5.

Tumpek wayang merupakan cerminan dimana dunia yang diliputi

dengan kegelapan, manusia oleh kebodohan, keangkuhan dan

keangkaramurkaan. Oleh sebab itu Siwa pun mengutus Sang Hyang Samirana

turun ke dunia untuk memberikan kekuatan kepada manusia yang nantinya

sebagai mediator di dalam menjalankan aktifitasnya.

Orang yang menjadi mediator inilah disebut seorang Dalang atau

Samirana, Hyang Iswara juga memberikan kekuatan seorang Dalang sehingga

mampu membangkitkan cita rasa seni dan daya tarik yang mampu memberikan

sugesti kepada orang lain yaitu para penontonnya. Kekuatan inilah yang disebut

dengan taksu maupun raganya, karena didalam pementasan wayang kulit,

seorang Dalang mampu menyampaikan cerita yang penuh dengan filsafat

humor, kritik, saran, serta realita kehidupan sehari-hari sehingga para penonton

membius alam pikirannya sehingga muncullah kekuatan sugesti dari diri masing-

masing. Oleh karena itu kehidupan umat manusia di dunia sesungguhnya tidak

hanya memelihara pisik semata, namun perlu ke seimbangan antara pisik dan

mental spiritual yang mana banyak tercermin di dalam pelaksanaan atau

11

Page 12: Wayang Sapuh Leger

perayaan Tumpek Wayang bagi umat Hindu yang dirayakan setiap enam bulan

(dua ratus sepuluh hari).

Makna dari pada Tumpek Wayang, sebagaimana kita ketahui kehidupan

di dunia selalu diliputi oleh dua kekuatan yang disebut Rwa Bhineda, yang

sudah barang tentu ada pada sisi kehidupan manusia. Dengan bercermin dari

tattwa, filsafat agama mampu membawa kehidupan manusia menjadi lebih

bermartabat.

Karena dari ajaran atau filsafat agama mampu akan memberikan

pencerahan kepada pikiran yang nantinya mampu pula menciptakan moralitas

seseorang menjadi lebih baik dari segi aktifitas agama sehari-hari kita

mendapatkan air cuci ke hidupan melalui tirta pengelukatan yang berfungsi

untuk meruak atau melebur dosa di dalam tubuh manusia, maka dari itu seorang

Dalanglah yang mendapat anugerah untuk melukat diri manusia baik alam

pikirannya maupun raganya.

____________________________

12

Page 13: Wayang Sapuh Leger

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

3.2. Saran-saran

13

Page 14: Wayang Sapuh Leger

DAFTAR PUSTAKA / REFERENSI

http://www.kaskus.us

http://www.wisatadewata.com

http://www.babadbali.com

http://suryadistira.blogspot.com

http://www.iloveblue.com

http://blog.isi-dps.ac.id

14

Page 15: Wayang Sapuh Leger

NAMA KELOMPOK :

Kelompok 3

Nama No. Absen

Agus Hendra Jaya ( 01 )

I. B. Brahmandita Saputra ( 05 )

Made Herwin Rantika Putra ( 16 )

Kadek Widya Gunawan ( 35 )

Kelas : XII IPA 1

15