w.… · web viewtren penggunaan komputer, internet, televisi, dan . smartphone. semakin melekat...
TRANSCRIPT
JURNAL
PERSEPSI KHALAYAK TERHADAP AKUN @ALEXANDRARHEAW
(Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Follower Terhadap Virtual
Social Identity Akun Tokoh Fiksi @alexandrarheaw di Media Sosial Twitter)
Oleh:
Nuraini Wulandari
D0212078
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
PERSEPSI KHALAYAK TERHADAP AKUN @ALEXANDRARHEAW
(Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Persepsi Follower Terhadap Virtual
Social Identity Akun Tokoh Fiksi @alexandrarheaw di Media Sosial Twitter)
Nuraini Wulandari
Firdastin Ruthnia Yudiningrum
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
AbstractThe emergence of social networking sites like Twitter give a space for self-
performance of someone in virtual world. By Twitter, someone can construct self identity in vitual space. This has encouraged the emergence new identities as @alexandrarheaw’s account. @alexandrarheaw is a fiction character from novel by Ika Natassa. By tweeting with only a limited characters, Ika Natassa seemed able to turn these figures become real.
This researchers are trying to find out about Followser perception of the virtual social identity of @alexandrarheaw as a fictional account in social media Twitter. The subjects of this study are the followers of @alexandrarheaw account on Twitter. This study used a qualitative approach with a descriptive as a research method. In collecting the data, the researchers uses in-depth interview through face to face, e-mail and conversations through instant messaging. By using purposive sampling technique, it has obtained 7 informants according to the criteria that have been determined. The data analysis uses Miles and Huberman interactive model. In examining the data validity, it uses data source triangulation.
From the obtained data and analysis, the results shown that in virtual world, message content becomes more important than who deliver. From the utilization, the followers consider @alexandrarheaw account as an entertainment that can make the readers having imagination in their mind. From the tweets and interaction with followers, this account is able to manipulate the public consciousness as if it was real.
Keyword: Twitter, Perception, Virtual Social Identity, Fiction, @alexandrarhew
Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang
kian cepat, telah melahirkan teknologi baru. Tren penggunaan komputer, internet,
televisi, dan smartphone semakin melekat pada kehidupan masyarakat serta
mengubah peradaban komunikasi. Internet sebagai salah satu bentuk dari media
baru seakan mampu menembus batas sosiografi dan psikografi khalayak yang
sebelumnya terbatas oleh karakter dan wujud fisik madia konvensional.
Meyrowitz mengungkapkan bahwa lingkungan media baru atau yang
dikenal sebagai cyberspace telah membawa tawaran pemikiran baru terhadap
riset media yang tidak hanya berfokus pada pesan semata, tetapi mulai melibatkan
teknologi komunikasi itu sendiri, yang baik secara langsung maupun tidak
langsung memberikan fakta bahwa perangkat komunikasi berteknologi itu
merupakan bentuk dari lingkungan sosial.1
Kehadiran media siber dipandang sebagai bentuk cara berkomunikasi baru.
Gillmor menyatakan, bahwa pola komunikasi yang digunakan selama ini terdiri
dari one-to-many atau dari satu sumber ke banyak audience (seperti buku, radio,
dan TV), dan pola dari satu sumber ke satu audience atau one-to-one (seperti
telepon dan surat), maka pola komunikasi yang ada di media siber bisa menjadi
many-to-many dan few-to-few.2 Pada intinya, komunikasi tersebut terjadi karena
ada koneksi perangkat komputer dengan perangkat komputer lain yang saling
menghubungkan secara global.
Setiap inovasi diciptakan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan
manusia. Salah satunya adalah kehadiran berbagai situs jejaring sosial di internet
seperti Twitter. Twitter merupakan layanan jejaring sosial yang memungkinkan
penggunanya mengirim dan membaca pesan berbasis teks hingga 140 karakter,
yang dikenal dengan sebutan kicauan (tweets). Hal ini membedakan Twitter
dengan jejaring sosial lainnya yang tidak membatasi postingan. Situs pesan 140
1 Meyrowitz dalam Nasrullah. (2014). Teori dan Riset Media Siber (cybermedia). Jakarta: Kencana. Hal. 15.
2 Gillmor dalam Nasrullah. (2014). Teori dan Riset Media Siber (cybermedia). Jakarta: Kencana. Hal. 23.
karakter ini diperkenalkan pada tahun 2006, dan sekarang lebih dari 200 juta
pengguna per bulan mem-posting 140 juta tweet setiap harinya.3
Twitter telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari interaksi para
penggunanya. Banyak pengguna Twitter yang berbagi tentang apa yang sedang
dilakukan, mengunggah foto, berhubungan dengan teman, mencari informasi,
hingga mengutarakan isi hati dengan berkicau di Twitter. Namun, berbeda dengan
yang dilakukan oleh Ika Natassa. Dia membuat akun Twitter dari tokoh-tokoh
fiksi dalam novelnya. Salah satunya adalah akun @alexandrarheaw. Dari kicauan
yang hanya terbatas oleh 140 karakter, Ika Natassa seolah mampu menghidupkan
tokoh-tokoh tersebut menjadi nyata.
Menurut Judith, dalam dunia nyata, konsep identitas dipahami dengan satu
paham bahwa ‘satu tubuh, satu identitas’. Identitas tersebut akan terpaku dalam
satu tubuh yang akan berkembang dan berubah seiring bertambahnya usia.
Sedangkan dalam dunia virtual sesorang, dapat dengan bebas menciptakan satu,
dua, tiga atau lebih, indentitas virtual sesuai dengan kemauan dan kemampuan.4
Identitas pada dasarnya merupakan sebuah jawaban dari pertanyaan
sederhana berbunyi “Siapakah saya?”. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan
dua hal, yaitu apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka dan hal apa yang
ingin mereka sampaikan kepada orang lain tentang diri mereka. Dengan begitu
mereka mendapatkan gambaran tentang personal identity mereka. Namun, siapa
diri kita tidak hanya ditentukan oleh dua faktor tersebut. Orang lain juga berperan
dalam membentuk social identity yang didasari pada hal mengenai apa yang orang
pikirkan tentang kita, dan apa yang mereka katakan kepada kita.5
Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada identitas sosial di
dunia virtual akun @alexandrarheaw yang dibentuk di media sosial Twitter.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi follower terhadap virtual 3 Ria Rahmawati. (2014). Twitter Sebagai Media Pertunjukan Diri Figur Publik melalui
Tweet dengan Tema Isu Pemilihan Presiden 2014 (Analisis Semiotika Akun Twitter @AHMADDHANIPRAST dan @GlenFredly). Semarang: UNDIP.
4 Judith dalam Yanti Dwi Astuti. (2015). Dari Simulasi Realitas Sosial hingga Hiper-realitas Visual: Tinjauan Komunikasi Virtual Melalui Sosial Media di Cyberspace. Jurnak Komunikasi PROFETIK Vol. 08 /No.22/Oktober 2015. Hal.19.
5 Thurlow dalam Fitrahman. (2012). Interpretasi Pengguna (Follower) Mengenai Virtual Social Identity Pemilik Akun yang Menjadi Selebriti (Studi pada Akun @poconggg). Depok: UI. Skripsi.
social identity pada akun @alexandrarheaw di Twitter. Aspek komunikasi yang
ingin diteliti dalam penelitian ini adalah komunikan atau khalayak. Di era media
siber, khalayak tidak sekedar diberikan ruang untuk berinteraksi di media massa
yang melakukan konvergensi ke internet, namun khalayak mulai turut terlibat
dalam produksi berita dan informasi.
Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah
bagaimana persepsi follower terhadap virtual social identity pada akun
@alexandrarheaw di media sosial Twitter?
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis persepsi follower terhadap
virtual social identity pada akun @alexandrarheaw di media sosial Twitter.
Tinjauan Pustaka
1. Komunikasi
Wilbur L. Schramm, seorang ahli komunikasi, dalam uraiannya, “how
communication works” menyatakan bahwa komunikasi berasa dari bahasa
latin yaitu kata communion atau common. Seseorang dikatakan
berkomunikasi apabila ia mencoba mebagikan informasi tentang suatu hal
agar si penerima maupun si pengirim sepaham atas suatu pesan tertentu.6
Salah satu pengertian komunikasi yang sering kali digunakan adalah pen
jelasan milik Laswell, komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari
komuikator kepada komunikan melelui media yang menimbulkan efek
tertentu, yang dijelaskan dangan menjawab pertanyaan, who says what in
which channel to whom with what effecs.7
Sedangkan Thomas M. Scheidel mengemukakan bahwa komunikasi
digunakan untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk
6 S. M. Siahaan,(2000). Komunikasi: Pemahaman dan Penerapannya. Edisi I. Jakarta: Gunung Mulia. Hal.3.
7 Wiryanto, (2000). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT Grasindo. Hlm3-10.
membangun kontak sosial dengan orang disekitar, dan mempengaruhi orang
lain untuk merasa, berfikir, atau berperilaku seperti yang diinginkan.8 Dari
beberapa pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa komunikasi sebagai
proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui
media yang menimbulkan efek tertentu. Komunikasi tidak hanya
menyampaikan dan menerima pesan, namun dalam komunikasi juga terjadi
perubahan sikap, pandangan, maupun perilaku komunikan terkait dengan
pesan yang disampiakan.
2. New Media
Dennis Mc Quail, dalam buku Mass Communication Theory,
menjelaskan bahwa new media adalah sebuah set berbeda dari teknologi
komunikasi yang memiliki fitur tertentu yang terbaru, dibuat dengan cara
digital dan banyak tersedia untuk digunakan oleh personal sebagai alat
komunikasi.9 Nocholas Gane dan David Beer memaparkan karakteristik
media baru, yaitu jaringan (network), Informasi (information), arsip (archive),
dan interaksi (interactivity).10
Keberadaan media baru (internet) menawarkan cara baru bagi
masyarakat dalam menyampaikan aspirasi, kritik, dan gagasan. Melalalui
internet, siapapun bebas berpendapat dan berargumen daripada di media
konvensional. Hal ini disebabkan beragam kelebihan yang ditawarkan
internet kepada penggunannya.
Salah satu aspek yang muncul dari perkembangan media baru dan
semakin eksisnya ruang siber yang dapat mempertemukan individu dengan
individu lain di ruang virtual dalam berkomunikasi yakni komunikasi yang
termediasi komputer. Perangkat teknologi modern pada dasarnya tidak hanya
8 Deddy Mulyana, (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hal.4
9 Dennis Mc Quail dalam Beyond Borders: Communication Modernity & History. (Jakarta: STIKOM The London School Public of Relation, 2010). Hal. 243.
10 Nocholas Gane dan David Beer dalam Nasrullah, (2014). Teori dan Riset Media Siber. Jakarta: Kencana. Hal.14.
menjadi media perantara dalam proses pengiriman pesan, tetapi sebagai
medium layaknya aspek serta lingkungan dalam komunikasi tatap muka.
Hanya saja komunikasi di dunia siber lebih banyak berupa teks. Komunikasi
termediasi komputer atau CMC merupakan proses komnikasi manusia
melalui komputer yang melibatkan khalayak, tersituasi dalam konteks
tertentu, di mana proses itu memanfaatkan media untuk tujan tertentu.11
Marc Smith menguraikan beberapa aspek dalam komunikasi di dunia
siber, yaitu:12
a. Komunikasi atau interaksi di dunia siber tidak mensyaratkan keberadaan
dan kesamaan antara pengguna (aspatial) media siber selagi fungsi
interaksi melalui media siber itu masih ada. Hal tersebut berarti bahwa
interaksi yang terjadi tidak selalu dalam waktu yang sama, pengirim dan
penerima tidak harus berada dalam lokasi yang sama.
b. Dalam media siber, interaksi dapat dikondisikan sesuai dengan keinginan
pengguna. Komunikasi dapat terjadi di ruang dan waktu yang sama dan
bisa juga berbeda.
c. Interaksi di dunia siber terjadi melalui medium teks. Teks dalam
bentukmya yang beragam dan juga melibatkan simbol menjadi medium
yang digunakan dalam berkomunikasi. Berbeda dengan komunikasi tatap
muka di mana tanda-tanda seperti ekspresi wajah atau intonasi suara
manjadi penentu dalam penyampaian dan penerimaan pesan, di dnia siber,
ekspresi dan intonasi diwakili oleh teks.
d. Intetaksi di dunia siber tidak mensyaratkan kesamaan seperti stats atau
tingkat pengetahuan.
3. Identitas di Dunia Virtual
11 Nasrullah, (2014). Teori dan Riset Media Siber. Jakarta: Kencana. Hal.79.12 Macr Smith. Ibid.
Dalam buku Life Beyond The Screen, Turkle mengatakan bahwa ketika
seseorang berada di ruang virtual, tidak ada orang yang tahu (kalau) orang
tersebut adalah anjing (bersifat anonymous). Pernyataan tersebut
memperlihatkan bagaimana luar biasanya media internet ketika memasuki
ruang interaksi antar manusia. Namun di balik itu, Turkle berusaha untuk
membuat pembacanya untuk berefleksi bahwa diri di ruang virtual bukan lagi
diri yang sifatnya tunggal dan tetap, tetapi diri bersifat multiple, dinamis dan
cair.13
Sebagai makhluk sosial, setiap individu melakukan interaksi sosial
dengan berbagi, membangun identitas dan eksistensi diri serta kredibilitasnya
di depan individu lainnya. Hal tersebut ternyata juga dibangun di ruang
virtual. Turkle menyatakan bahwa di ruang cyber sangat berbeda dari
kenyataan di mana individu akan menemukan dunia baru termasuk identitas,
baik yang essensial maupun non-essensial. Bahkan dalam kondisi yang lebih
ekstrem, identitas menjadi palsu, tersamarkan dan individu akan menjadi
individu lain di layar komputer.14
4. Virtual Social Identity
Goffman mengumpamakan suatu konsep panggung drama di mana
ruang pertunjukan itu selalu ada tempat yang dikatakan sebagai front-stage
(panggung depan) dan back-stage (panggung belakang). Di panggung
belakanglah setiap pemain menyembnyikan atau memiliki identitas dirinya
yang disebut sebagai personal identity, sementara yang ditampilkan di atas
panggung yakni identitas sosial atau social identity.15
Virtual sosial identity merupakan apa yang ditampilakan oleh seseorang
kepada orang lain dan interaksi yang terjalin di antara keduanya di dalam
sebuah dunia virtal. Ia hadir sebagai hasil interaksi dari mereka yang berada
di dunia virtual. Bentuk virtual social identity sendiri dapat berupa banyak
hal. Mulai dari e-mail, akun Facebook, Twitter, MySpace bahkan sampai
13 Nasrullah, (2014). Teori dan Riset Media Siber. Jakarta: Kencana. Hal.14514 Ibid. Hal.146.15 Goffman dalam Nasrullah. (2014). Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia). Jakarta:
Kencana. Hal. 143.
karakter Second Life dalam game online merupakan contoh atau bentuk-
bentuk di mana orang-orang melihat dan mengidentifikasi siapa dirinya di
dunia virtual.
5. Persepsi
Penjelasan mengenai persepsi disampaikan oleh Mulyana, ia
menyebutkan bahwa persepsi merupakan proses internal yang memungkinkan
kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari
lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Mulyana
menambahkan bahwa persepsi sendiri merupakan inti dari komunikasi,
sedangkan penafsiran (interpretasi) merupakan inti dari persepsi, yang identik
dengan penyandian balik (decoding).16
Persepsi terdiri dari tiga proses,yaitu: seleksi, organisasi, dan
interpretasi.17 Jalaluddin Rakhmat mengemukakan bahwa persepsi adalah
sebagai pengalaman tentang obyek, peristiwa, dan hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan manafsirkan pesan.18 Persepsi
dapat didefinisikan sebagai suat proses yang ditempuh individu untuk
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberikan
makna kepada lingkungan mereka.
Kemudian Rakhmat juga menyebutan beberapa faktor yang
mempengaruhi persepsi, yaitu faktor fungsional dan struktural. Kenneth A.
Andersen menyebutkan perhatian sebagai proses mental ketika stimuli atau
rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli yang
lainnya melemah. Perhatian dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal
dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi gerak, intensitas stimuli,
kebaruan, dan perulangan. Sedangkan faktor internal meliputi faktor biologis
dan sosiopsikologis.19
16 Deddy Mulyana, (2000). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal.167.
17 Julia T. Wood, (2013). Komunikasi Teori dan Praktik (komunikasi dalam Kehidupan Kita). Jakarta: Salemba Humanika. Hal. 26-32.
18 Jalaluddin Rakhmat, (2013). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal.50.19 Ibid.
Metodologi
Peneliti memilih untuk menggunakan metode penelitian deskriptif
kualitatif dalam penelitian ini dengan tujuan menggali data secara mendalam,
mengkonstruksi realitas dan memahami maknanya. Dalam hal ini deskriptif
kualitatif digunakan untuk melihat bagaimana persepsi khalayak atau followers
dalam menerima pesan yang disampaikan komuniator. Penelitian terhadap
komunikan akan menggunakan teknik wawancara kepada narasumber sehingga
data yang dikumpul kan berupa kata-kata, kalimat atau gambar.
Penelitian ini menggunakan purposive sampling, karena dipandang lebih
mampu mengkap kelengkapan dan kedalaman data di dalam menghadapi realitas
yang tidak tunggal. Oleh karena itu, narasumber yang dijadikan informan adalah
followers dari akun @alexandrarheaw selaku komunikan. Penentuan sampel
komunikan dengan cara melihat followers yang aktif berinteraksi dengan
melakukan mention atau reply akun @alexandrarheaw dan memiliki karakteristik
sebagai berikut: Laki-laki / Perempuan, pengguna aktif Twitter (mengakses
Twitter lebih dari 1 Jam setiap harinya), mengikuti akun @alexandrarheaw.
Sajian dan Analisis Data
Julia T. Wood menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga proses, yaitu:
seleksi, organisasi, dan interpretasi.20 Oleh sebab itu, dalam pembahasan
dipaparkan mengenai terjadinya proses seleksi pesan terhadap apa yang
disampaikan akun @alexandrarheaw di Twitter, di mana proses tersebut akan
berlanjut dengan proses penyusunan kembali fakta-fakta yang diterima dan
kemudian diinterpretasikan oleh penerima pesan. Dari ketiga proses persepsi
tersebut, peneliti menganalisis apa yang menjadi persepsi para informan terhadap
virtual social identity pada akun @alexandrarheaw di media sosial Twitter.
1. Akun @alexandrarheaw Dipersepsi Sebagai Suatu Inovasi Baru
Para informan merupakan pengguna aktif Twitter, mereka dapat
menghabiskan waktu selama 1-3 jam untuk bermain Twitter. Di situs jejaring
sosial Twitter, semua orang bebas untuk berteman dengan siapa saja. 20 Julia T. Wood, (2013). Komunikasi Teori dan Praktik (komunikasi dalam Kehidupan Kita).
Jakarta: Salemba Humanika. Hal. 26-32.
Keputusan untuk memilih dengan siapa mereka berinteraksi merupakan hak
dari masing-masing individu. Beberapa informan menyatakan bahwa
keputusan mereka untuk mengikuti sebuah akun didasarkan pada isi atau
konten dari tweet atau kicauan yang dibagikan. Seperti yang dipaparkan oleh
Laras, bahwa dia lebih mementingkan isi pesan atau konten.
“Buat follow akun tertentu aku lebih liat ke konten yang mereka buat
sih. Aku lebih suka konten yang informatif dan yang menghibur.”21
Dari kicaun yang dilontarkan Alexandra ternyata dapat memberikan
hiburan tersendiri untuk pembacanya. Kisah-kisah yang diceritakan
Alexandra selalu menarik untuk disimak tidak mengherankan apabila para
informan ingin selalu mengetahui apa yang dilakukan tokoh dalam akun
tersebut. Di sini dapat dilihat bahwa melalui proses pembentukan pengalaman
yang kuat dari membaca novel-novel karya Ika Natassa membuat
pembacanya memiliki rasa ingin tahu yang besar mengenai kelanjutan dari
kisah para tokoh fiksi dalam novel.
Dari hasil wawancara dengan narasumber, mereka tidak merasa aneh
dengan adanya akun tokoh fiksi tersebut. Akun ini bahkan dipandang sebagai
suatu inovasi yang dapat mendekatkan pembaca dengan tokoh dalam cerita
itu sendiri. Para informan justru senang akan adanya akun @alexandrarheaw,
karena cerita-cerita yang ditulis dan terbatas oleh karakter dapat membuat
mereka larut dalam kisahnya.
Menurut informan, yang unik dari akun @alexandrarheaw adalah
sosok Alexandra itu sendiri. Dia adalah sebuah karakter novel fiksi dan
ternyata mempunyai akun Twitter dan bahkan aktif berkicau sampai sekarang.
Hal ini dapat dikaitkan dengan pernyataan Sherry Turkle mengenai siapapun
bisa menjadi apapun di dunia maya.22
21 Hasil wawancara dengan Erdila K. Larasaty pada Kamis, 28 Juli 2016 pukul 19.00 WIB bertempat di Arjes Kitchen.
22 Nasrullah, (2014). Teori dan Riset Media Siber. Jakarta: Kencana.
2. Akun @alexandrarheaw Dipersepsi Sebagai Tokoh Nyata
Twitter berada di sebuah dunia virtual yang memiliki karakteristik yang
khas jika dibandingkan dengan dunia nyata. Twitter memungkinkan jutaan
bahkan milyaran orang di seluruh dunia untuk berkumpul dalam waktu yang
bersamaan. Timeline berfungsi sebagai ruang untuk berinteraksi, mencari
informasi, dan hiburan. Twitter memungkinkan adanya interaksi yang real-
time, apa yang muncul di Twitter dapat tersiar ke seluruh penjuru dunia dalam
hitungan detik. Terkait dengan karakter oppennes dan conversation dari
social media, maka dari temuan data diketahui bahwa para informan
melakukan interaksi terhadap @alexandrarheaw dengan melakukan mention
dan retweet untuk mendapat tanggapan dari @alexandrarheaw.
Para informan mengungkapkan alasan mereka ingin berinterkasi
langsung dengan akun @alexandrarheaw. Beberapa diantaranya merasa
terbawa dengan kisah yang disampaikan Alexandra sehingga mereka tidak
bisa menahan untuk tidak berkomentar.
Kepiawaian Ika Natassa dalam mengelola akun tersebut dengan
bercerita seputar kehidupan rumah tangga Alexandra membuat pembacanya
hanyut dalam kisah yang disuguhkan. Para informan menyadari bahwa
@alexandrarheaw merupakan tokoh fiksi. Namun, terkadang mereka ikut
larut dalam kisahnya. Foto-foto dan video yang diunggah semakin membuat
mereka berfikir bahwa tokoh tersebut nyata. Setting waktu yang dibuat real-
time, serta lokasi-lokasi yang disebutkan merupakan lokasi yang sebenarnya
ada, seolah menggiring mereka untuk berfikir bahwa tokoh tersebut nyata.
Dari kicauan dan interaksi dengan para followers, dapat dikatakan
bahwa akun @alexandrarheaw mampu memanipulasi kesadaran khalayak
yang menganggap ilusi yang ada seolah-olah kenyataan dan hidup. Karena
dia hidup, makan akun tersebut dianggap sebagai entitas yang bisa diajak
berinteraksi atau bercakap-cakap.
3. Virtual Social Identity Dapersepsikan Sebagai Realitas yang Semu
Identitas merupakan suatu konsep tentang siapa diri kita yang dapat
membuat kita menjadi unik dibandingkan dengan individu lain. Menurut
informan, yang unik dari akun @alexandrarheaw adalah sosok Alexandra itu
sendiri. Dia adalah sebuah karakter novel fiksi dan ternyata mempunyai akun
Twitter dan bahkan aktif berkicau sampai sekarang. Hal ini dapat dikaitkan
dengan pernyataan Sherry Turkle mengenai siapapun bisa menjadi apapun di
dunia maya.23 Salah satu informan memandang akun tersebut sebagai suatu
terobosan baru:
“Yang jelas ini sesuatu yang baru. Kadang orang punya dua akun
Twitter dengan maksud supaya bisa fokus sama fungsinya. Tp Twitter
Alex ini awalnya dari novelnya Ika Natassa. Kalau yang lain biasanya
novel tamat, cerita selesai kita jadi lupa sama tokohnya. Tapi akun Alex
ini sudah bertahan mungkin 5 tahun dan tetap hidup. Jadi bukan aneh
sih, tapi inovasi. Tidak ada yg tahu akun Alex bertahan sampai kapan.
Yang jelas sampai Ika Natassa bosan. Tapi caranya dia menghidupkan
akun itu yang menarik.”24
Twitter memungkinkan adanya interaksi yang real-time, apa yang
muncul di Twitter dapat tersiar ke seluruh penjuru dunia dalam hitungan
detik. Terkait dengan karakter oppennes dan conversation dari social media,
maka dari temuan data diketahui bahwa para informan melakukan interaksi
terhadap @alexandrarheaw dengan melakukan mention dan retweet untuk
mendapat tanggapan dari @alexandrarheaw.
Identitas di dunia virtual menjadi sangat fleksibel. Jenis kelamin, nama,
kebangsaan, dan penampilan tidak memerlukan hubungan dengan dunia
nyata. Identitas virtual juga dapat berubah-ubah sesuka hati. Hal ini yang juga
terjadi pada akun @alexandrarheaw, penampilan fisik, dan nama yang
23 Nasrullah, (2014). Teori dan Riset Media Siber. Jakarta: Kencana.24 Hasil wawancara dengan Dwi Sayekti melalui percakapan via LINE pada Selasa, 2
Agustus 2016.
ditampilkan tidak memiliki hubungan dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh si
pembuat akun tersebut.
Dari hasil wawancara dengan narasumber, dapat dikatakan bahwa
mereka tidak merasa aneh dengan adanya akun tokoh fiksi tersebut. Akun ini
bahkan dipandang sebagai suatu inovasi yang dapat mendekatkan pembaca
dengan tokoh dalam cerita itu sendiri. Para informan justru senang akan
adanya akun @alexandrarheaw, karena cerita-cerita yang ditulis dan terbatas
oleh karakter dapat membuat mereka larut dalam kisahnya. Ditambah dengan
foto-foto dan video yang diunggah di Twitter semakin membuat follower-nya
berfikir bahwa tokoh tersebut nyata.
Jika dilihat dari kerangka Communication Theory of Identity (CTI),
maka identitas @alexandrarheaw di Twitter dapat kita gambarkan dalam
beberapa tingkatan. Tingkatan pertama adalah personal layer, akun
@alexandrarheaw menunjukkan dirinya sebagai seorang banker yang cerdas
dan mandiri. Dia dapat dengan seimbang mengurus antara kehidupan karir
serta keluarga. Tingkatan kedua adalah enacted layer, tingkatan ini
didasarkan pada pandangan orang lain tetang diri kita. Para informan
memandang Alexandra sebagai seorang yang apa adanya, ceplas-ceplos,
mandiri, smart, hebat, dan merpakan sosok wanita karir modern. Dalam
tingkatan relasional, para follower menilai @alexandrarheaw sesuai dengan
apa yang ditampilkan. Pada tingkatan communal, identitas dibentuk terutama
oleh komuniatas yang lebih besar, yaitu semua pengguna Twitter yang
mengikuti akun @alexandrarheaw.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan beberapa
poin untuk menjawab rumusan masalah, peneliti dapat menyimpulkan bahwa:
1. Dari hasil wawancara dengan para informan, mereka menganggap bahwa
keberadaan akun @alexandraheaw merupakan suatu hiburan dan informasi.
Kisah Alexandra yang menarik dan menghibur mampu membuat pembaca
untuk terus mengikuti tweets yang disuguhkan. Walaupun mengetahui bahwa
akun tersebut merupakan akun dari tokoh fiksi, tetapi para follower terkadang
ikut larut dalam kisahnya. Foto-foto dan video yang diunggah semakin
membuat mereka berfikir bahwa tokoh tersebut nyata. Setting waktu yang
dibuat real-time, serta lokasi-lokasi yang disebutkan merupakan lokasi yang
nyata, menggiring mereka untuk berfikir bahwa tokoh tersebut benar ada.
2. Followers akun @alexandraheaw menganggap bahwa dalam dunia virtual,
siapa yang berbicara menjadi tidak lebih penting dari pesan apa yang akan
disampaikan. Saat berada di dunia maya, individu tidak dapat melihat satu
sama lain. Mereka hanya melihat teks dan representasi grafis dari lawan
bicara mereka melalui layar komputer pribadi, laptop, dan smartphone.
Dalam konteks new media khususnya di media sosial, isi pesan manjadi lebih
penting dibandingkan dengan siapa yang menyampaikan.
3. Di dunia virtual, identitas dapat dimanipulasi sedemikian rupa untuk
kepentingan tertentu. Di dunia virtual, seseorang dapat berpura-pura menjadi
orang lain atau tidak menampilkan identitas yang sebenarnya. Artinya dia
bereksperimen dengan identitas yang dimiliki. Ini berarti bahwa virtual social
identity itu semu. Kebenarannya dapat dipertanyakan apakah sesuai dengan
realitas atau tidak. Virtual social identity juga tidak selalu sama dengan
identitas asli karena kebaradaan identity play yang disebutkan sebelumnya
yang menungkinkan seseorang untuk membuat identitas baru yang lebih
menarik.
4. Dari kicauan dan interaksi dengan para followers, dapat dikatakan bahwa
akun @alexandrarheaw mampu memanipulasi kesadaran khalayak yang
menganggap ilusi yang ada seolah-olah kenyataan dan hidup. Karena dia
hidup, maka akun tersebut dianggap sebagai entitas yang bisa diajak
berinteraksi atau bercakap-cakap. Interaksi sebagai proses yang terjadi di
antara pengguna dan perangkat teknologi tidak bisa dilepaskan dari
kehidupan sehari-hari. Perangkat teknologi telah meremediasi ke dalam ruang
dan waktu, tempat kerja dan rumah, sampai pada segala sisi kehidupan yang
khalayak sendiri terkadang tidak bisa lagi secara sadara membedakan mana
kahidupan nyata (offline) dan mana yang tidak (online).
Saran
Setelah peneliti melakukan analisis terhadap persepsi follower pada akun
tokoh fiksi @alexandrarheaw di Twitter, maka beberapa saran yang peneliti
rekomendasikan sebagai berikut:
1. Di era digital sekarang ini semakin banyak orang yang menemukan
kenikmatan berbagi mengenai berbagai hal melalui media sosial. Interaksi
yang terjadi di dunia maya dapat memenuhi kebutuhan akan informasi dan
komunikasi. Hendaknya seseorang tidak hanya berbagi di dunia maya saja,
namun juga dapat berperan aktif menciptakan keseimbangan dalam interaksi
sosial di masyarakat.
2. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarakan untuk meneliti dari aspek
komunikan dan komunikator. Sehingga dapat diketahui apakah tujuan dari
komunikator dapat diterima oleh komunikan dengan baik, serta mengetahui
bagaimana proses pembentukan pesan yang membuat para follower tidak bisa
membedakan mana yang nyata dan tidak,.
3. Agar individu maupun institusi menyadari potensi dari sosial media dan
memanfaatkannya secara maksimal. Keberadaan akun tokoh fiksi ini dapat
menjadi terobosan baru karena dengan keterbatasan karakter 140 kata bisa
menghadirkan cerita yang membuat hanyut para pembaca dalam kisahnya.
Daftar Pustaka
Astuti, Yanti. (2015). Dari Simulasi Realitas Sosial hingga Hiper-realitas Visual: Tinjauan Komunikasi Virtual Melalui Sosial Media di Cyberspace. Jurnal Komunikasi PROFETIK Vol. 08 /No.22/Oktober 2015.
Fitrahman. (2012). Interpretasi Pengguna (Follower) Mengenai Virtual Social Identity Pemilik Akun yang Menjadi Selebriti (Studi pada Akun @poconggg). Depok: UI. Skripsi.
Mulyana, D. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasrullah, R. (2014). Teori dan Riset Media Siber. Jakarta: Kencana.Quail, D. M. (1996). Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit
Erlangga.Rahmawati, R. (2014). Twitter Sebagai Media Pertunjukan Diri Figur Publik
melalui Tweet dengan Tema Isu Pemilihan Presiden 2014 (Analisis
Semiotika Akun Twitter @AHMADDHANIPRAST dan @GlenFredly). Semarang: UNDIP.
Rakhmat, J. (2013). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosakarya.Siahaan, S. M. (2000). Komunikasi: Pemahaman dan Penerapannya. Edisi I.
Jakarta: Gunung Mulia.Wiryanto. (2000). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT Grasindo.Wood, J. T. (2013). Komunikasi Teori dan Praktik (Komunikasi dalam Kehidupan
Kita) . Jakarta: Salemba Humanika.