volume iii/ nomor 2/ desember201 7 volume v nomor 2 ...repositori.kemdikbud.go.id/18673/1/02 jurnal...

ISSN : 2502-7859

Diterbitkan Oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur

VOLUME V / NOMOR 2 / DESEMBER 2019

VOLUME V | NOMOR 2 | 116 HALAMAN | SURABAYA - DESEMBER 2019 | ISSN : 2502-7859VOLUME III ||||| NOMOR 2 ||||| 97 HALAMAN ||||| SURABAYA - DESEMBER 2017 ||||| ISSN: 2502-7859

ISSN: 2502-78592502-78592502-78592502-78592502-7859

VOLUME III / NOMOR 2 / DESEMBER 2017

Karyamu Menginspirasiku

IIIKARYAMU MENGINSPIRASIKU

JURNAL ILMIAH INSPIRASIVOLUME III | NOMOR 2 | DESEMBER 2017

Daftar IsiUPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS TEKSRECOUNT DENGAN TEKNIK PEMBELAJARAN ROUND TABLEMENGGUNAKAN MEDIA DADU BERTANYAHAYATI | SMP NEGERI 2 LUMBANG, KAB. PROBOLINGGO11111 11111

PENTINGNYA PENGEMBANGAN THINKING SKILL SISWADALAM PEMBELAJARANUMI LUSININGSIH ACHJAR | GURU SMP NEGERI 10 SURABAYA33333 2929292929

MODEL TEKS PROSEDUR BERBASIS EKOLINGUISTIKDALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS BAGI SISWASEKOLAH MENENGAH PERTAMA SEBAGAI IMPLEMENTASIKURIKULUM 2013MOCHAMAD RIZQI ADHI PRATAMA | PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BAHASAINGGRIS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

22222 15151515151515151515

MODEL PEMBELAJARAN INDUKTIF SEBAGAI UPAYAMENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWAOLEH : SUWITO | KEPALA SD NEGERI PADI KECAMATAN GONDANGKABUPATEN MOJOKERTO44444 3838383838PENDEKATAN IMAJINATIF DALAM MENGEMBANGKANKETERAMPILAN MENULIS SISWA SEKOLAH DASAROLEH : NURUL HIDAYATI | SD KHADIJAH 3 SURABAYA55555 4747474747MODEL KONSELING KARIER BERBANTUAN KOMPUTERDENGAN HEKSAGONAL KARIER HOLLAND UNTUKMENINGKATKAN KEMATANGAN KARIER SISWA SMAWAHSUN | LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (LPMP) JAWA TIMURKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA66666 6464646464PERANAN METODE PENEMUAN TERBIMBING DALAMMENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWASDN KEMIRI 1 MOJOKERTOMULYATI | GURU SD NEGERI 1 PACET, MOJOKERTO77777 77777 88888UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADAOPERASI HITUNG BILANGAN BULAT MELALUIPEMBELAJARAN KOOPERATIF STADDIDIK HARIYANTO | SD NEGERI PACET 2 KECAMATAN PACET - MOJOKERTO88888 8888899999

JURNAL ILMIAH INSPIRASIVOLUME V | NOMOR 2 | DESEMBER 2019

IKARYAMU MENGINSPIRASIKU


REDAKSI “JURNAL ILMIAH INSPIRASI”Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Timur

PEMBINA :Dr. Bambang Agus Susetyo, M.M, M.Pd (Kepala LPMP Jawa Timur)

PENANGGUNG JAWAB :Dra. Sri Utami, M.Pd (Kepala Seksi Sistem Informasi LPMP Jawa Timur)

KETUA PENYUNTING :Dr. Madrikan, M.Si.

WAKIL KETUA PENYUNTING :Dr. Dwi Ilham Rahardjo, M.Pd.

TIM PENYUNTING :Dr. Kusnohadi, S.Pd., M.Pd.Ismukoco, S.Pd., M.Pd.Drs. Toto Basuki, M.Pd.Dra. Siti Muchlisoh, M.A.Amiruddin, S.Pd., M.T.

DESAIN DAN LAYOUT :Wahyu Arijatmiko, S.Kom, M.T.

SEKRETARIAT :Fadibah Setiawan, S.Pd., M.Pd.Asaria Wihanderi Haan, S.PsiRahadia Wiyoshastono, S.KomAnies Imanudin, S.E

DISTRIBUSI DAN SIRKULASI :Bagus Priambodo, S.H.

Ilustrasi cover dipenuhi dari GOOGLE IMAGE

ALAMAT REDAKSI :Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa TimurJl. Ketintang Wiyata No. 15 Surabaya.Telepon: (031)8290243, (031)8273734 | Faks: (031)8273732Email : [email protected]

I

PEMBINA:Dr. Bambang Agus Susetyo, M.M., M.Pd

PENANGGUNGJAWAB:Maryono, S.Sos., M.M

REDAKTUR (KETUA PENYUNTING) NASKAH:Dr. Wahyu Arijatmiko, S.Kom., M.T

TIM EDITOR (PENYUNTING) NASKAH:Dr. Ilham Dwi Rahardjo, M.PdDr. Kusnohadi, S.Pd., M.PdJunie Darmaningrum S.S., M.Pd

DESAIN DAN LAYOUT:Bagus Priambodo, S.H

SEKRETARIAT DAN DISTRIBUSI:Yuwan Dinta Hermawan, S.H., M.HNgakan Putu Agung Hariwibowo, S.Sos., M.I.Kom

Ilustrasi cover oleh Mirza Destiana Regita

ALAMAT REDAKSILembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa TimurJl. Ketintang Madya No.15 Surabaya.Telepon: (031)8290243, (031)8273734 | Faks: (031)8273732Email: [email protected]






22222 15151515151515151515



Salam RedaksiAssalamu’alaikum Wr.Wb.

Pembaca yang kami hormati, puji syukur atas limpahan rahmat dan ridho Allah SWT Jurnal Ilmiah “Inspirasi” Volume V/Nomor 2/Desember 2019 ini dapat hadir di hadapan Anda. Jurnal ini diterbitkan oleh LPMP Jawa Timur tujuannya untuk menyebarluaskan eksistensi LPMP Provinsi Jawa Timur sebagai penjaminan mutu pendidikan dan memperat hubungan dengan stakeholder terkait masalah pendidikan.

Jurnal ini diharapkan dapat menyebarluaskan hasil penelitian, hasil telaah/kajian dan best practice seputar pendidikan yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Tulisan-tulisan hasil karya insan pendidikan yang ada dalam jurnal ini diharapkan juga mampu menginspirasi bagi pembaca untuk lebih peduli dan mampu berbuat untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

Kami sangat berterima kasih atas dukungan dan sambutan yang hangat dengan terbitnya jurnal ini. Terima kasih juga kepada para penulis yang telah mempercayakan tulisannya di jurnal ini.

Segenap redaksi dan pengelola jurnal ini mengucapkan selamat membaca, semoga dapat membawa berkah, manfaat dan menginspirasi bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Redaksi Jurnal Ilmiah “INSPIRASI” LPMP Jawa Timur

II






22222 15151515151515151515



DAFTAR ISI

1

2

3

4

5

7

6

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PENCAPAIAN KONSEP PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI NOGOSARI PACET - MOJOKERTO

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PKn SISWA KELAS IV SDN KENDABAN 1 KECAMATAN TANAH MERAH

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SCRAMBLE

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN METODEACTIVE KNOWLEDGE SHARING LEARNING

BAGAIMANA STRATEGI GURU MENGEMBANGKAN KARAKTER GOTONG ROYONG PADA SISWA?

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PKn SISWA KELAS VI SDN LANGKAP 5 KECAMATAN BURNEH

INCREASING THE ABILITY OF STUDENTS TO REVEAL THE MEANINGIN NARRATIVE MONOLOGUE TEXT USING DEMONSTRATION METHOD IN IBB CLASS XI PUBLIC SENIOR HIGH SCHOOL 3 SIDOARJO

Joyo | Guru SD Negeri Nogosari Pacet - Mojokerto

Hj. Halimatus Sakdiyah | Guru SDN Kendaban 1 Kec. Tanah Merah Kab. Bangkalan

Warnisih | Guru SD Negeri Sukowidi 2 Kartoharjo Kabupaten Magetan

Wiwik Kustini | Guru SDN 2 Surodakan

Kusnohadi | LPMP Jawa Timur

Muhammad Syafii | Guru SDN Langkap 5 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan

III

1-17

18-36

37-49

50-61

62-77

88-106

78-88Suparti, Dra, MM | English Teacher Public Senior High School 3 Sidoarjo






22222 15151515151515151515



Oleh : JoyoGuru SD Negeri Nogosari Pacet - Mojokerto

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi keinginan meningkatan hasil belajar siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimum yang diinginkan. Oleh karena perlu solusi untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa melalui model pembelajaran pencapaian konsep pada materi pokok pecahan. Diharapkan hasilnya memberikan manfaatb bagi siswa, guru, dan sekolah. Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian adalah siswa Kelas V SDN Nogosari Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto sebanyak 20 orang. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Pengumpulan data menggunakan tes dan observasi. Pengambilan data dilakukan menggunakan tes sebelum siklus I, akhir siklus I, dan akhir siklus II. Sedangkan observasi dilakukan pada setiap pertemuan. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis kuantitatif. Hasil yang dicapai setelah menerapkan model pembelajaran pencapaian disimpulkan bahwa model pembelajaran pencapaian monsep dapat meningkatkan penguasaan hasil belajar matematika siswa pada materi pokok pecahan siswa kelas IV SDN Nogosari

1

01

Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pencapaian KonsepPada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Nogosari Pacet - Mojokerto






22222 15151515151515151515



JoyoGuru SD Negeri Nogosari Pacet - Mojokerto


2

Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto Tahun Pelajaran 2015./2016. Sebelum siklus I (tes awal) jumlah siswa yang mencapai standar ketuntasan minimum sebanyak 8 siswa (60%), pada siklus I mencapai 11 siswa (69%), dan pada siklus II mencapai 17 siswa (85%). Disamping itu juga mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar ditunjukkan dengan memperhatikan pengajaran, mengajukan pertanyaan, menyelesaikan masalah, dan membuat kesimpulan. Dengan demikian disarankan agar model pembelajaran pencapaian konsep dapat diterapkan pada materi yang lain dengan mempertimbangkan karakteristik mata pelajaran dan siswa.

Kata kunci: hasil belajar matematika, keaktifan belajar siswa, model pembelajaran pencapaian konsep.

PENDAHULUANMatematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di

berbagai jenjang pendidikan hal ini menunjukkan betapa pentingnya pembelajaran matematika bagi siswa, kenyataanya prestasi belajar matematika siswa masih memprihatinkan. Hasil observasi pembelajaran matematika perlu ditingkatkan karena belum mencapai standar yang diharapkan dengan hasil nilai ulangan awal siklus rata-rata 60,25 sedangkan ketuntasan belajar mengajar 60%.

Menurut Hudoyo (dalam Oktaviyanto, 2008) salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kelemahan dalam pembelajaran matematika adalah kebiasaan penerapan hanya menggunakan metode ceramah dalam pelaksanaan belajar serta kurangnya kemampuan guru melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Faktor lain yang mungkin sebagai penyebab rendahnya hasil belajar siswa adalah pembelajaran matematika tampaknya masih dilandasi metode transfer informasi. Meskipun telah dicoba beberapa pendekatan, metode ini masih dominan. Kondisi pembelajaran seperti ini akan menimbulkan kebosanan bagi siswa, siswa tidak dapat melihat hubungan antar materi pelajaran yang telah dipelajari dengan materi berikutnya, pelajaran matematika menjadi tidak menarik, tidak disenangi, dan dengan sendirinya pelajaran matematika akan terasa sangat sulit. Konsekuensinya, hasil belajar siswa belum sesuai dengan harapan.

Dalam upaya meningkatkan kemampuan matematika, guru perlu mempersiapkan dan mengatur strategi penyampaian materi matematika. Hal ini






22222 15151515151515151515



JoyoGuru SD Negeri Nogosari Pacet -

Mojokerto

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PENCAPAIAN KONSEP PADA SISWA KELAS V

SEKOLAH DASAR NEGERI NOGOSARI PACET - MOJOKERTO

3

dilakukan selain untuk mempersiapkan pedoman dalam penyampaian materi, juga agar setiap langkah kegiatan pencapaian kompetensi siswa dapat dilakukan secara bertahap, sehingga diperoleh hasil pembelajaran matematika yang optimal.

Untuk melaksanakan pembelajaran matematika, diperlukan beberapa kecakapan guru untuk memilih suatu model pembelajaran yang tepat, baik untuk materi ataupun situasi dan kondisi pembelajaran saat itu. Sehingga pembelajaran tersebut dapat merangsang siswa untuk memperoleh kompetensi yang diharapkan. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran matematika yaitu model pencapaian konsep.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu mengadakan penelitian yang berkaitan dengan peningkatan hasil belajar matematika siswa melalui model pencapaian konsep. Tujuan utama penelitian tindakan ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan pembelajaran model pencapaian konsep.

Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa dan guru. Manfaat bagi siswa untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan memberikan gambaran cara belajar yang benar dan sistematis melalui pencapaian konsep dan melatih menyelesaikan latihan soal. Manfaat bagi guru matematika, temuan ini dapat digunakan sebagai pedoman empiris dalam menyiapkan strategi pembelajaran dalam upaya mengarahkan siswa untuk mencapai hasil belajar yang optimal, serta memotivasi guru untuk memperluas penggunaanya pada konsep atau materi lain secara mandiri dan berkelanjutan.

KAJIAN PUSTAKAPembelajaran Matematika dan Hasil Belajar Matematikan

Pembelajaran matematika adalah suatu upaya membantu siswa untuk mengkontruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika sesuai dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun kembali (Ratumanan, 2004: 3). Pembelajaran matematika di SD (sekolah dasar) menjadi bekal awal anak dalam mengembangkan kemampuannya tentang pelajaran matematika.






22222 15151515151515151515



Tujuan pembelajaran matematika di SD dapat dilihat di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan 2006 SD. Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut, (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirikan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Firdaus, 2019: 1).

Hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan, yang menjadi indikator kompetensi dasar dan derajat perubahan perilaku yang bersangkutan (Mulyasa, 2006: 248). Berkaitan dengan hasil belajar matematika maka siswa mestinya mampu menunjukkan hasil dari tujuan-tujuan di atas.

Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik dari mulai Sekolah Dasar, untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari permasalahan yang berhubungan dengan matematika. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan membangun daya pikir manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, maka proses pembelajaran matematika harus berfokus pada pemecahan masalah matematika sehingga membangun daya pikir peserta didik sejak di Sekolah

4








22222 15151515151515151515



Model Pembelajaran Pencapaian KonsepModel pembelajaran pencapaian konsep ini berangkat dari studi mengenai

proses berfikir yang dilakukan Bruner, Goodnow, dan Austin (dalam Mulyana, 2017: 1) yang menyatakan bahwa model ini dirancang untuk membantu mempelajari konsep-konsep yang dapat dipakai untuk mengorganisasikan informasi sehingga dapat memberi kemudahan bagi mereka untuk mempelajari konsep itu dengan cara efektif, menganalisis, serta mengembangkan konsep.

Eggen dan Kauchak (2012: 218) menyatakan model pencapaian konsep adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa dari semua usia mengembangkan dan menguatkan pemahaman mereka tentang konsep dan mempraktikkan kemampuan berpikir kritis. Pada model pembelajaran ini, siswa tidak disediakan rumusan suatu kosep, tetapi mereka menemukan konsep tersebut berdasarkan contoh-contoh yang memiliki penekanan-penekanan terhadap ciri dari konsep itu. Pada pembelajaran peraihan konsep ini, guru menunjukkan contoh dan noncontoh dari suatu konsep yang dibayangkan. Sementara siswa membuat hipotesis tentang apa kemungkinan konsepnya, menganalisis hipotesis-hipotesis mereka dengan melihat contoh dan noncontoh, yang pada akhirnya sampai pada konsep yang dimaksud

Model pembelajaran pencapaian konsep merupakan metode yang efisien untuk mempresentasikan informasi yang telah terorganisir dari suatu topik yang luas menjadi topik yang lebih mudah dipahami untuk setiap stadium perkembangan konsep. Model pembelajaran pencapaian konsep ini dapat memberikan suatu cara menyampaikan konsep dan mengklarifikasi konsep-konsep serta melatih siswa menjadi lebih efektif pada pengembangan konsep. Joyce (2010: 128) menyatakan bahwa pengajaran konsep menyediakan kemungkinan–kemungkinan untuk menganalisis proses-proses berpikir siswa dan membantu mereka mengembangkan strategi-strategi yang lebih efektif. Dari pernyataan Joyce tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran pencapaian konsep menekankan pada proses mengembangkan keterampilan berpikir siswa.

Menurut Ismail (2010: 1) menyatakan, ada dua peran pokok guru dalam pembelajaran model pencapaian konsep yang perlu diperhatikan, (1) Menciptakan suatu lingkungan sedemikian hingga siswa merasa bebas untuk berpikir dan menduga

5


Mojokerto



http://ainamulyana.blogspot.com/2017/09/model-pembelajaran-pencapaian-konsep.html

https://www.blogger.com/null

https://www.blogger.com/null






22222 15151515151515151515



tanpa rasa takut dari kritikan atau ejekan, (2) menjelaskan dan mengilustrasikan bagaimana model pencapaian konsep itu seharusnya berlangsung, membimbing siswa dalam proses itu, membantu siswa menyatakan dan menganalisis hipotesis, dan mengartikulasi pemikiran-pemikiran mereka. Dalam membimbing aktifitas itu tiga cara penting yang dapat dilakukan oleh guru: (1) guru mendorong siswa untuk menyatakan pemikiran mereka dalam bentuk hipotesis, bukan dalam bentuk observasi, (2) guru menuntun jalan pikiran siswa ketika mereka menetapkan apakah suatu hipotesis diterima atau tidak, dan (3) guru meminta siswa untuk menjelaskan mengapa (why) mereka menerima atau menolak suatu hipotesis.

Penggunaan model pembelajaran pencapaian konsep diawali dengan pemberian contoh-contoh aplikasi konsep yang akan diajarkan, kemudian dengan mengamati contoh-contoh dan menurunkan definisi dari konsep-konsep tersebut. Hal yang paling utama yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam penggunaan model pembelajaran ini adalah pemilihan contoh yang tepat untuk konsep yang diajarkan, yaitu contoh tentang hal-hal yang akrab dengan siswa. Pada prinsipnya, model pembelajaran pencapaian konsep adalah suatu strategi mengajar yang menggunakan data untuk mengajarkan konsep kepada siswa, dimana guru mengawali pengajaran dengan cara menyajikan data atau contoh, kemudian guru meminta kepada siswa untuk mengamati dan menguji data atau contoh tersebut. Model pembelajaran pencapaian konsep ini dapat membantu siswa pada semua tingkatan usia dalam memahami tentang konsep dan latihan pengujian hipotesis.

Implimentasi Model Pembelajaran Pencapaian Konsep terhadap MateriPembelajaran model pencapaian konsep terdiri dari empat fase, yaitu (1)

fase penyajian contoh, (2) fase analisis hipotesis, (3) fase penutup, dan (4) fase penerapan.

Sebelum memasuki fase penyajian contoh, terlebih dahulu guru memberi pengantar tentang prosedur yang digunakan pada model pencapaian konsep ini,terutama kepada siswa yang masih kurang pengalaman. Dalam pengenalan ini,guru dapat menggunakan materi-materi yang sederhana pada kesempatan yang pertama. Setelah siswa memahami prosedur yang berlaku pada model ini, guru dapat memasuki materi yang sesungguhnya untuk dibahas dengan menggunakan

6








22222 15151515151515151515



model pencapaian konsep.Setelah aktifitas pengenalan selesai pembelajaran diawali dengan penyajian

contoh atau noncontoh yang bertujuan untuk menyediakan data bagi siswa untuk mengawali proses penciptaan hipotesis. Pemakaian noncontoh jelas berbeda dengan hanya menggunakan contoh. Pemakaian noncontoh dirancang untuk menyajiakan adanya kemungkinan-kemungkinan hipotesis secara terbuka.

Fase berikutnya analisis hipotesis. Setelah penyajian satu contoh atau lebih guru meminta siswa untuk membuat hipotesis yang memungkinkan kategori-kategori (nama-nama konsep) yang diilustrasikandengan contoh positif. hipotesis-hipotesis tersebut membantu arah perhatian siswa kepada atribut-atribut kritis dan memfokuskan dialog kelas berikutnya pada karakteristik ini. Sebagai contoh perhatikan berikut ini. Misalkan seoarang guru akan mengajarkan konsep bujur sangkar, guru tersebut kemudian memberikan gambar kepada siswa untuk selanjutnya meminta kepada siswa untuk menyusun hipotesis berkenaan dengan gambar tersebut.

Fase ketiga penutup. Ketika siswa telah mampu memisahkan hipotesis yang didukung oleh semua contoh dengan hipotesis yang tidak didukung oleh contoh, berarti pelajaran sudah siap untuk ditutup. Pada sesi ini guru meminta siswa untuk mengidentifikasi karakteristik esensial dari konsep dan menyatakan konsep itu dalam bentuk suatu definisi. Definisi itu akan memperkuat pemahaman siswa bila memasukkan didalamnya suatu identifikasi konsep superordinat dan karakteristik-karakteristik konsep itu.

Tahapan keempat yaitu aplikasi. Pada fase aplikasi siswa diminta untuk menyediakan contoh-contoh lain dari konsep yang dikaji,atau mereka diminta untuk mengidentifikasi contoh-contoh tambahan dari konsep yang telah disiapkan oleh guru. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu mereka memperluas dan mengeneralisasi contoh-contoh baru. Cara lain utuk memperluas pemahaman konsep yang dikaji adalah dengan meminta siswa memberikan klasifikasi contoh-contoh tambahan dari contoh dan non-contoh dan atau menghasilkan tambahan contoh-contoh unik dari mereka.

Pada setiap fase selanjutnya diuraikan aktivitas yang dilakukan guru dan siswa sebagaimana dirinci pada Tabel 1.

7


Mojokerto








22222 15151515151515151515



Tabel 1.Aktifitas Guru dan Siswa dalam Proses Belajar Mengajar.

Fase Aktifitas guru Aktifitas siswa1` a. Guru menanyakan gambar berikut.

b. Lalu guru memberikan gambar berikut

Dengan bertanya berapakah gambar persegi yang diasir dan yang tidak diasir?

c. Guru mengaplikasikan gambar dengan pecahan.

Siswa menjawab pertanyaan guru

Siswa memperhatikan penjelasan guru dan menjawab pertanyaan.

2 Dengan bentuk pecahan guru memberi pertanyaan dan menyuruh siswa untuk menduga hasil dari:

...4...

41

41

==+

Siswa menjawab pertanyaandari guru

3 Setelah itu siswa diajak untuk mengamati sifat-sifat dari penjumlahan dan menyatakan dalam bentuk tulisan.

Siswa dengan kemampunnya menyatakan yang diperintah oleh guru.

4 Guru meminta siswa untuk membuat contoh soal dari yang sudah diperoleh.

Siswa melaksanakan tugas dari guru.

METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas (PTK). PTK

adalah penelitian pembelajaran berkonteks kelas yang dilaksanakan guru untuk memecahkan masalah–masalah pembelajaran, memperbaiki mutu pembelajaran, dan mencobakan hal–hal baru di bidang pembelajaran. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN Nogosari Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto tahun pelajaran 2015/2016 dengan jumlah siswa 20 anak.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes dan lembar pengamatan PBM. Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih baik, dalam arti lebih cermat,

8








22222 15151515151515151515



lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2002: 136). Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok (Arikunto, 2002: 127). Dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah tes subjektif berbentuk essay (uraian). Tes uraian (essay examination) adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberi alasan,dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Tes uraian ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat peguasaan siswa tentang materi pecahan. Lembar pengamatan ini digunakan untuk merekam aktivitas siswa di kelas dengan penerapan model pembelajaran pencapaian konsep.

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan sebanyak dua siklus, setiap siklus terdiri dari 4 langkah yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting) Arikunto (2008: 74). Pada langkah perencanaan, peneliti merencanakan perangkat pembelajaran yaitu: rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), buku teks pelajaran matematika untuk kelas IV, tes hasil belajar, dan instrumen pengamatan PBM. Tahap tindakan yang dilakukan adalah pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas yang mengacu pada RPP dengan menerapkan model pembelajaran pencapaian konsep. Langkah pengamatan atau observasi digunakan untuk mengumpulkan data perubahan kinerja pembelajaran. Pada langkah refleksi peneliti mencermati, mengevaluasi keseluruhan informasi yang dikumpulkan dalam langkah observasi. Dengan refleksi peneliti mengetahui kelebihan dan kekurangannya pada saat proses belajar mengajar, sehingga peneliti dapat memperbaiki kekurangan pada siklus berikutnya. Model penilitian tindakan kelas tiap-tiap siklus dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas

9


Mojokerto








22222 15151515151515151515



Indikator keberhasilan penelitian tindakan ini yaitu jumlah siswa yang mencapai penguasaan belajar mengalami peningkatan. Siswa dikatakan menguasai bahan ajar bila memperoleh skor minimal 70% dari skor ideal dan menguasai secara klasikal apabila jumlah siswa yang telah menguasai belajar paling sedikit 70% (Kriteria Ketuntasan Minimum SDN Nogosari).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN1. Hasil Belajar Sebelum Siklus I (Tes Awal)

Sebelum diadakan tindakan diperoleh gambaran awal kemampuan matematika siswa sebagaimana disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kemampuan Awal Siswa

No Nama responden Nilai Tingkat penguasaan Kategori

1. R.Z. 20 20 % Belum Menguasai2. A.I.S. 50 50 % Belum Menguasai3. A.T 70 70 % Menguasai4. A.S.A.F 65 65 % Belum Menguasai5. A.N 75 75 % Menguasai6. A.S 75 75 % Menguasai7. B.R A 80 80 % Menguasai8. D.F 55 55 % Belum Menguasai9. E.B.R. 75 75 % Menguasai10. G.A 50 50 % Belum Menguasai11. J.R 40 40 % Belum Menguasai12. K.F. 50 50 % Belum Menguasai13. M.Y.F. 50 60 % Belum Menguasai14. M.A.P. 75 75 % Menguasai15. M.M.I.H. 50 50 % Belum Menguasai16. N.N.M. 60 60 % Belum Menguasai17. N.P.I.S. 75 75 % Menguasai18. R.R. 65 65 % Belum Menguasai19. S.R.A. 50 50 % Belum Menguasai20. S.A. 75 75% Menguasai

Rata-rata

60,25 60%

10








22222 15151515151515151515



Hasil belajar siswa pada awal siklus I, ada 12 siswa mendapatkan nilai pada interval 0-65 yaitu dalam katagori belum menguasai dan 8 siswa mendapatkan nilai pada interval 70-100 yaitu dalam katagori menguasai.Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penguasaan konsep siswa terhadap materi pokok pecahan pada tes awal siklus I masih di bawah standar. Skor rata-rata tingkat penguasaan hasil belajar matematika siswa sebelum diadakan tindakan adalah 60% dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu 100. Skor tertinggi 80,00 dan skor terendah 20,00. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas V SDN Nogosari Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto sebelum dilaksanakan model pembelajaran pencapaian konsep adalah belum menguasai.

2. Hasil Belajar Siklus 1

Data hasil belajar matematika siswa setelah penerapan tindakan pada siklus I tergambar pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Belajar Siswa Siklus 1

No Nama responden Nilai Tingkat penguasaan Kategori

1. R.Z. 50 50 % Belum Menguasai2. A.I.S. 60 60 % Menguasai3. A.T 80 80 % Menguasai4. A.S.A.F 70 70 % Menguasai5. A.N 85 85 % Menguasai6. A.S 80 80 % Menguasai7. B.R A 90 90 % Menguasai8. D.F 60 60 % Belum Menguasai9. E.B.R. 80 80 % Menguasai10. G.A 60 60 % Belum Menguasai11. J.R 50 50 % Belum Menguasai12. K.F. 60 60 % Belum Menguasai13. M.Y.F. 60 60 % Belum Menguasai14. M.A.P. 80 80 % Menguasai15. M.M.I.H. 60 60 % Belum Menguasai

11


Mojokerto








22222 15151515151515151515



16. N.N.M. 65 65 % Belum Menguasai17. N.P.I.S. 80 80 % Menguasai18. R.R. 70 70 % Menguasai19. S.R.A. 60 60 % Belum Menguasai20. S.A. 80 80 % Menguasai

Rata-rata

69,00 69 %

Hasil belajar pada siklus II, ada 3 siswa mendapatkan nilai pada interval 0-65 yaitu dalam katagori belum menguasai dan 17 siswa mendapatkan nilai pada interval 70-100 yaitu dalam katagori menguasai. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 69,00. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penguasaan konsep siswa terhadap pecahan pada tes siklus I masih di bawah standar.Skor rata-rata tingkat penguasaan hasil belajar matematika siswa setelah diterapkan model pembelajaran pencapaian konsep adalah 77% dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu 100. Skor tertinggi 100 dan skor terendah 55. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa setelah diterapkan pembelajaran ada peningkatan hasil belajar.

Data aktivitas belajar siswa pada Siklus I diperoleh melalui obervasi aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar siswa siklus I dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Prosentase Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus I

AktivitasBelajar Siswa Jumlah Siswa Persentase (%)

Memperhatikan pengajaran 12 60,00

Mengajukan pertanyaan 7 35,00

Menyelesaikan masalah 17 85,00

Membuat kesimpulan 10 50,00

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa siswa yang memperhatikan

pengajaran mencapai 60%, siswa yang mengajukan pertanyaan rata-rata mencapai 35%, siswa yang menyelesaikan masalah mencapai 85%, siswa yang dapat

12








22222 15151515151515151515



membuat kesimpulan rata-rata mencapai 50%.Refleksi siklus I diketahui bahwa pada awal tatap muka pada umumnya

siswa belum mampu mengikuti dengan baik materi yang disajikan. Pada siklus I didapati hampir tidak ada respon/tanggapan terhadap materi yang sedang diberikan, mereka hanya tenang mendengarkan materi dan bermain-main setiap materi yang diajarkan. Soal-soal latihan yang diberikan kepada siswa, mereka kerjakan dengan cara mencontoh penyelesaian jawaban dari soal sebelumnya. Hampir tidak ada siswa yang mampu mengerjakan soal latihan jika soal tersebut berbeda dengan contoh soalnya. Siswa mulai memperhatikan dengan baik setiap bentuk soal latihan yang diberikan dan berusaha memahaminya dengan baik. Siswa tidak terlalu kesulitan untuk mempelajarinya kerena bentuk soal yang terstruktur, memberi kemudahan bagi siswa untuk memahami maksud dari penyelesaian soal-soalnya. Meskipun soal-soal latihan yang diberikan masih tidak jauh berbeda dari contoh-contoh soal yang telah mereka peroleh, namun ternyata pada siklus I ini masih banyak siswa yang belum berani tampil ke papan tulis untuk menyelesaikan soal-soal latihan yang diberikan.

3. Hasil Belajar Siklus 2 Data hasil belajar matematika siswa setelah penerapan tindakan pada siklus 2 tergambar pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Belajar Siswa pada Siklus 2

No Nama responden Nilai Tingkat penguasaan kategori

1. R.Z. 60 60 % Belum Menguasai2. A.I.S. 70 70 % Menguasai3. A.T 90 90 % Menguasai4. A.S.A.F 80 80 % Menguasai5. A.N 90 90 % Menguasai6. A.S 85 85 % Menguasai7. B.R A 100 100 % Menguasai8. D.F 65 65 % Belum Menguasai9. E.B.R. 85 85 % Menguasai

10. G.A 70 70 % Menguasai

13


Mojokerto








22222 15151515151515151515



11. J.R 55 55 % Belum Menguasai12. K.F. 70 70 % Menguasai13. M.Y.F. 70 70 % Menguasai14. M.A.P. 85 85 % Menguasai15. M.M.I.H. 70 70 % Menguasai16. N.N.M. 75 75 % Menguasai17. N.P.I.S. 85 85 % Menguasai18. R.R. 75 75 % Menguasai19. S.R.A. 70 70 % Menguasai20. S.A. 90 90 % Menguasai

Rata-rata

77,00 77%

Hasil belajar pada siklus II, ada 3 siswa mendapatkan nilai pada interval 0-65 yaitu dalam katagori belum menguasai dan 17 siswa mendapatkan nilai pada interval 70-100 yaitu dalam katagori menguasai. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 69,00.Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penguasaan konsep siswa terhadap pecahan pada tes siklus I masih di bawah standar. Skor rata-rata tingkat penguasaan hasil belajar matematika siswa setelah diterapkan model pembelajaran pencapaian konsep adalah 77% dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu 100. Skor tertinggi 100 dan skor terendah 55. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa setelah diterapkan pembelajaran ada peningkatan hasil belajar

Analisis deskriptif aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran Siklus II diperoleh melalui obervasi. Aktivitas belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.Prosentase Aktivitas Siswa pada Siklus II

AktivitasBelajar Siswa Jumlah Siswa Persentase (%)

Memperhatikan pengajaran 17 85,00

Mengajukan pertanyaan 15 75,00

Menyelesaikan masalah 20 100,00

Membuat kesimpulan 18 80,00

14








22222 15151515151515151515



Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa dari 20 siswa, siswa yang memperhatikan pengajaran mencapai 85,00%, siswa yang mengajukan pertanyaan rata-rata mencapai 75,00%, siswa yang menyelesaikan masalah mencapai 100,00%, siswa yang dapat membuat kesimpulan rata-rata mencapai 80,00%.

Refleksi siklus II diperoleh gambaran, memasuki siklus kedua proses belajar mengajar yang berlangsung pada awal pertemuan, masih tidak jauh berbeda dengan siklus sebelumnya. Hanya karena siswa terus diberi motivasi oleh peneliti serta sanksi bagi siswa yang tidak mampu mempertanggungjawabkan soal-soal yang telah dikerjakan. Akhirnya perhatian siswa mulai meningkat pada setiap materi pelajaran matematika yang diberikan.

Saat berlangsungnya proses belajar mengajar, siswa yang mengajukan pertanyaan sudah mulai tampak. Demikian pula halnya dengan jawaban dari pertanyaan balik guru, sudah ada beberapa siswa yang menjawabnya. Dalam mengerjakan soal latihan yang diberikan, umumnya siswa sudah berusaha mandiri sekalipun mereka tetap minta bimbingan. Hanya tinggal beberapa orang saja yang masih tidak bisa seaktif teman-temannya yang lain.

Kemampuan siswa menangkap materi pelajaran matematika juga agak meningkat. Jika pada siklus sebelumnya suatu materi maupun soal-soal latihan harus dikerjakan berulang-ulang maka pada siklus ini sebagian siswa sudah dapat menangkap langsung inti permasalahan dengan sekali atau dua kali penjelasan. Dari pembelajaran yang diberikan terhadap jawaban soal-soal latihan, maka diketahui bahwa mereka sudah mampu memahami maksud soal dengan baik. Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa perhatian dan semangat belajar siswa pada siklus kedua ini sudah jauh lebih baik dari siklus sebelumnya.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIANBerdasarkan analisis diperoleh bahwa penguasaan matematika siswa

mengalami peningkatan yaitu sebelum siklus I siswa yang belum memahami bahan ajar sebanyak 9, siswa pada siklus I siswa yang memahami bahan ajar matematika siswa sebanyak 11 siswa sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 17 siswa yang memahami materi. Ini menunjukkan bahwa secara kuantitatif terjadi peningkatan hasil belajar matematika dan daya serap terhadap materi pokok pecahan setelah

15


Mojokerto








22222 15151515151515151515



diterapkan model pembelajaran pencapaian konsep.Pada siklus II hampir semua siswa mengalami peningkatan skor tes

hasil belajar matematika. Hal ini disebabkan antara lain pada siklus II siswa telah mampu menyelesaikan soal sesuai prosedur yang diharapkan sehingga umumnya siswa dapat memperoleh skor pada setiap butir soal.

Aktivitas belajar siswa terjadi peningkatan. Prosentase rata-rata jumlah siswa yang memperhatikan pengajaran dari 60,00% meningkat menjadi 85,00%. Prosentase rata-rata jumlah siswa yang mengajukan pertanyaan dari 35,00% meningkat menjadi 75,00%. Prosentase rata-rata jumlah siswa yang menyelesaikan masalah meningkat dari 85,00% menjadi 100,00%. Prosentase rata-rata jumlah siswa yang dapat membuat kesimpulan meningkat dari 50,00 % menjadi 80,00%.

Terjadinya peningkatan aktivitas belajar siswa menunjukkan bahwa siswa memiliki perhatian besar dalam belajar matematika. Peningkatan jumlah siswa yang memahami masalah dan mampu memecahkan persoalan menunjukkan antusias aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran matematika dengan model pencapaian konsep. Peningkatan jumlah siswa yang mengajukan pertanyaan dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar siswa merasa sulit mengerjakan tugas yang diberikan, namun ini juga menunjukkan keinginan mereka untuk berani mengajukan pertanyaan dan memecahkan persoalan yang patut dihargai.

KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model

belajar pencapaian konsep dapat meningkatkan hasil belajar Siswa Kelas V SDN Nogosari Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto, pada siklus I mengalami peningkatan. Aktivitas belajar siswa juga meningkat yang ditunjukkan dengan semakin banyaknya siswa yang memperhatikan pengajaran, mengajukan pertanyaan, menyelesaikan masalah, dan membuat kesimpulan.

Dari hasil-hasil penelitian yang diperoleh, dapat disarankan: model pencapaian konsep dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan materi matematika, agar pembelajaran dapat diterapkan oleh pengajar matematika di sekolah lain dengan melihat materi pelajaran yang akan diberikan, dan guru hendaknya membiasakan mengkondisikan suasana belajar yang menyenangkan,

16








22222 15151515151515151515



memberikan motifasi dan keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi aksara.

Eggen, Paul dan Kauchak, Donald P. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran: Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir. Diterjemahkan Oleh: Satrio Wahono. Jakarta: Indeks.

Firdaus, Herman. 2019. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Online. Tersedia pada: http://www.blogbarabai.com/2017/ 09/tujuan-pembelajaran-matematika-di.html

Ismail, Bustaman. 2010. Model Pembelajaran Pencapaian Konsep. Online. Tersedia pada: https://hbis.wordpress.com/2010/05/29/model-pembela-jaran-pencapaian-konsep/

Joyce, Bruce R. dan Weil, Marsha. 2010. Model Of Teaching. USA: California: Allyn and Bacon. Terjemahan. Fawaid& Mirza. Model-Model Pengajaran. 2011. Pustaka Pelajar.

Mulyana, Aina. 2017. Model Pembelajaran Pencapaian Konsep (Model Pencapaian Konsep). Online. Tersedia pada: https://ainamulyana. blogspot.com/2017/09/model-pembelajaran-pencapaian-konsep.html

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Yang Disempurnakan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Oktaviyanto. 2008. Model Pembelajaran Advance Organizer,(online), http://one.indoskripsi.com/2008/2/20/Model Pembelajaran Advance Organizer. (Diakses tanggal 12 Desember 2009, pukul 17.05 WIB)

Ratumanan,Tanwey Gerson. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa University Press.

17


Mojokerto



https://www.google.co.id/search?hl=id&tbo=p&tbm=bks&q=inauthor:%22Bruce+R.+Joyce%22&source=gbs_metadata_r&cad=6

https://www.google.co.id/search?hl=id&tbo=p&tbm=bks&q=inauthor:%22Marsha+Weil%22&source=gbs_metadata_r&cad=6

https://ainamulyana.blogspot.com/2017/09/model-pembelajaran-pencapaian-konsep.html

https://ainamulyana.blogspot.com/2017/09/model-pembelajaran-pencapaian-konsep.html






22222 15151515151515151515



Oleh : Hj. Halimatus SakdiyahGuru SDN Kendaban 1 Kec. Tanah Merah Kab. Bangkalan

ABSTRAK

Pendidikan sejak dini harus diterapkan pada siswa sekolah dasar dengan berbagai model dan metode, namun sampai saat ini masih belum mendapatkan hasil yang signifikan, model pengajaran berbasis proyek diharapkan menjadi solusi yang konstruktif. Permasalahan yang ingin dikaji dalam dalam penelitian tindakan ini adalah: apakah model pembelajaran berbasis proyek meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewaganegaraan? dan apakah penerapan model ini berpengaruh terhadap keaktifan belajar siswa?. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru, dan sekolah. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan revisi. Subyek penelitian ini adalah siswa Kelas IV SDN Kendaban 1 Kec. Tanah Merah Tahun Pelajaran 2017/2018. Data diperoleh melalui tes formatif dan pengamaatan menggunakan lembar observasi kegiatan

02

Implementasi Pembelajaran Berbasis Proyek Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Pkn Siswa Kelas IV SDN Kendaban 1 Kecamatan Tanah Merah

18






22222 15151515151515151515



Hj. Halimatus SakdiyahGuru SDN Kendaban 1

Kec. Tanah Merah Kab. Bangkalan

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PKn SISWA KELAS IV

SDN KENDABAN 1 KECAMATAN TANAH MERAH

belajar mengajar. Selanjutnya data dianalisis untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar dan keaktifan belajar siswa setiap siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (60,71%), siklus II (75,00%), siklus III (89,29). Demikian pula keaktifan belajar siswa meningkat. Dengan demikian disarankan model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran Pendidikan Kewaganegaraan.

Kata kunci: Pendidikan Kewarganegaraan, model pembelajaran berbasis proyek, keaktifan belajar siswa.

PENDAHULUANPembelajaran yang berpusat pada guru kurang meningkatkan aktivitas

siswa, sehingga menyebabkan hasil belajar rendah. Hal ini diindikasikan dari metode yang digunakan guru di kelas dalam proses pembelajaran konvensional. Siswa cenderung belajar dengan menghafal rumus tanpa memahami konsepnya sehingga menimbulkan anggapan bahwa fisika itu sulit dan membosankan (Trianto, 2008: 4). Selain itu model pembelajaran yang kurang kontruktivis tidak mendorong siswa untuk membangun pengetahuan awal yang dimilikinya. Siswa kurang berpartisipasi aktif secara langsung dalam proses belajar mengajar. Hal itu juga faktor penyebab rendahnya hasil belajar dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran (Susanto, 2018: 1).

Secara empiris kemampuan siswa kelas IV SDN Kendaban 1 kecamatan Tanah Merah dalam PKn sangat rendah, hal ini ditunjukkan oleh nilai ketercapaian yang mencapai hanya 20% dari seluruh jumlah siswa yang ada yang mendapatkan nilai >70. Berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat sebagai pengamat dalam pelaksanaan pembelajaran, diketahui bahwa siswa kurang tertarik dalam pembelajaran PKn dengan metode ceramah dan tingkat prestasi belajar mata pelajaran PKn belum maksimal. Berdasarkan hal inilah akan dilakukan suatu perbaikan pembelajaran pada mata pelajaran PKn.

Salah satu metode untuk membangkitkan apa yang siswa pelajari dalam satu semester proses belajar mengajar adalah metode pembelajaran bagaimana

19






22222 15151515151515151515



menjadikan belajar tidak terlupakan. Metode ini adalah untuk membantu siswa dalam mengingat materi pelajaran yang telah diterima selama ini. Untuk itu dalam mengatasi masalah diatas, peneliti akan menerapkan model pengajaran berbasis proyek untuk meningkatkan prestasi belajar PKn siswa kelas IV SDN Kendaban 1 Kecamatan Tanah Merah.

Dari latar belakang permasalahan diatas, dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu: apakah penerapan model pengajaran berbasis proyek dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SDN Kendaban 1 Kecamatan Tanah Merah mata pelajaran PKn?, dan bagaimanakah ketuntasan belajar mata pelajaran PKn siswa kelas IV SDN Kendaban 1 Kecamatan Tanah Merah?.

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi siswa, guru, dan sekolah. Manfaat bagi siswa: dapat memotivasi siswa belajar lebih aktif, dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sehingga akan memberikan rasa puas dan percaya diri, melatih siswa untuk tidak canggung berhadapan dengan masyarakat sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan masyarakat luas. Manfaat bagi guru melatih untuk dapat mengutarakan, menguraikan apa yang diamati secara beruntun dan logis dalam bahasa yang baik dan benar. Sedangkan manfaat bagi sekolah mempermudah mengevaluasi peserta didik dan dapat segera memberi bantuan kepada peserta didik yang membutuhkan bantuan.

KAJIAN PUSTAKAModel Pembelajaran Berbasis Proyek

Stoller (dalam Mulyana, 2018: 1) mendefinisikan pembelajaran berbasis proyek (project based learning) sebagai pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai media dalam proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas-aktivitas siswa untuk menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, sampai dengan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata. Menurut Daryanto (2009: 407), project based learning merupakan cara belajar yang memberikan kebebasan

Hj. Halimatus SakdiyahGuru SDN Kendaban 1 Kec. Tanah Merah Kab. Bangkalan


20






22222 15151515151515151515



berpikir pada siswa yang berkaiatan dengan isi atau bahan pengajaran dan tujuan yang direncanakan. Menurut Boss dan Kraus (dalam Abidin, 2007: 167), model pembelajaran berbasis proyek adalah sebuah model pembelajaran yang menekankan aktivitas siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang bersifat open-ended dan mengaplikasi pengetahuan mereka dalam mengerjakan sebuah proyek untuk menghasilkan sebuah produk otentik tertentu. Dengan uraian tersebut dapat diringkas bahwa model pembelajaran berbasis proyek merupakan suatu pendekatan pengajaran yang melibatkan siswa dengan mengerjakan tugas yang terstruktur dan sistematis agar siswa bisa memahami persoalan dalam pembelajaran. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengkostruksikannya dalam produk nyata.

Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran inovatif yang melibatkan kerja proyek dimana peserta didik bekerja secara mandiri dalam mengkonstruksi pembelajarannya dan mengkulminasikannya dalam produk nyata (Hanafiah dan Suhana, 2009: 30). Pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa disain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Siswa diberikan tugas/proyek yang kompleks, sulit, lengkap, tetapi realistis/autentik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas mereka (bukan diajar sedikit demi sedikit komponen-komponen suatu tugas kompleks yang padu suatu diharapkan akan terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks tersebut). Prinsip ini digunakan untuk menunjang pemberian tugas kompleks di kelas seperti proyek, simulasi, penyelidikan masyarakat, menulis untuk disajikan kepada forum pendengar yang sesungguhnya, dan tugas-tugas autentik lainnya.

Dalam menerapkan pembelajaran berbasis proyek perlu memperhatikan prinsip-prinsip. (1) Membuat tugas bermakna, jelas, dan menantang. Salah satu tantangan paling sukar yang dihadapi guru pada saat mereka menggunakan pekerjaan kelas atau pekerjaan rumah adalah menjaga siswa tetap terlibat. Pada saat bekerja sendiri, sangat mudah bagi sisa untuk kehilangan minat dan





21






22222 15151515151515151515



melalukan tindakan yang tidak relevan, khususnya apabila tugas-tugas itu rutin. (2) Menganekaragamkan tugas-tugas. Sama dengan kehidupan pada umumnya, keanekaragaman menambah daya tarik tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah.siswa kemungkinan besar ttap terlibata dan mengerjakan pekerjaan mereka jika tugas-tugas lebih bervariasi dan menarik daripada rutindan monoton. Guru yang efektif mengubah panjang dan cara tugas yang diberikan di samping hakikat tugas belajar dan strategi-strategi kognitif yang telibat. (3) Menaruh perhatian pada tingkat kesulitan. Menetapkan tingkat kesulitan yang cocok atas tugas-tugas yang diberikan kepada siswa merupakan suatu bahan baku penting untuk keterlibatan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas tersebut. Apabila siswa diharapkan untuk bekerja secara mandiri, tugas tesebut sehrusnya memiliki tingkat kesulitan yang menjamin kemungkinan berhasil tinggi. (4) Memonitor kemajuan siswa. Merupakan hal penting bagi guru untuk memonitor tugas-tugas pekerjaan kelas dan pekerjaan rumah. Monitoring hendaknya meliputi pengecekan untuk mengetahui apakah siswa memahami tugas mereka dan proses-proses kognitif yang terlibat. Monitoring ini juga termasuk pengecekan pekerjaan siswa dan mengembalikan tugas dengan umpan balik.

Prestasi BelajarBelajar merupakan suatu perubahan pada sikap dan tingkah laku yang lebih

baik. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan harus merupakan akhir dari pada periode yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata proses itu terjadi dalam diri seserorang yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara internal di dalam diri individu dalam mengusahakan memperoleh hubungan-hubungan baru.

Menurut Hetika (dalam Mulyana, 2019: 1), prestasi belajar adalah pencapaian atau kecakapan yang dinampakkan dalam keahlian atau kumpulan pengetahuan. Prestasi belajar siswa adalah hasil yang dicapai seseorang dalam



22






22222 15151515151515151515



pengusasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan dalam pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan tes angka nilai yang diberikan oleh guru (dalam Mulyana, 2019: 2).

Pembelajaran PKnMata pelajaran Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang

memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosial kultur, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Fungsinya adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Balitbang dalam Susanto, 2013: 1). Pendidikan Kewarganegaraan adalah wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya Bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa baik sebagai individu, masyarakat, warganegara dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Perilaku-perilaku tersebut adalah seperti yang tercantum di dalam penjelasan Undang-Undang tentang Pendidikan Nasional pasal 39 ayat (2) yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perlaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan., perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat atau kepentingan diatas melalui musyawarah dan mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di samping itu Pendidikan Kewarganegaraan juga dimaksudkan sebagai usaha untuk membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara sesama warga negara maupun antar warga negara dengan negara. Serta pendidikan bela negara agar menjadi warga nagara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara (Susanto, 2013: 2).





23






22222 15151515151515151515



Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan: (a) berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, (b) berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, (c) berkembang secara positif, dinamis, dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia, agar hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain, dan (d) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam persatuan atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

Pembelajaran PKn dalam penerapan PTK ini berpegang pada prinsip-rinsip pengajaran Pendidikan kewarganegaraan yaitu: (a) Keberhasilan pengajaran PKn sangat ditentukan oleh upaya penanaman konsep yang jelas, latihan penguasaan ketrampilan teknis, sikap, diperkuat oleh aspek hafalan dan ulangan yang teratur. Pelajaran yang dilandasi pengertian akan memperkuat daya ingat. (b) Dalam menyajikan topik-topik baru hendaknya dimulai dari tahapan yang paling sederhana menuju pada tahapan yang lebih komplek. (c) Pengalaman-pengalaman sosial anak perlu dilakukan guru untuk membantu menanamkan akan terhadap pengertian dalam bertingkah laku dan mengabdi terhadap negara. (d) Setiap langkah dalam pengajaran PKn hendaknya diusahakan melalui penyajian yang menarik untuk menghindarkan terjadinya tekanan atau ketenangan pada diri anak. (e) Setiap anak belajar dengan kesiapan dan kecepatannya sendiri-sendiri. Tugas guru selain memotivasi kesiapan juga memberikan pengalaman yang beragam dan efektif. Berlatih secara berkala, teratur dengan mengulang kembali secara ringkas mendorong kegiatan belajar karena timbulnya rasa menyenangi dan menghindarkan kelelahan. (f) Latihan-latihan sangat penting untuk memantapkan pengertian dan ketrampilan. Karena itu latihan-latihan harus dilandasai pengertian. Latihan akan sangat efektif apabila dilakukan dengan mengikuti prinsip-prinsip penciptaan suasana yang baik.

METODOLOGI Penelitian ini menggunakan metode Classroom Action Research (CAR)

atau penelitian tindakan kelas (PTK) dengan 3 siklus. Tiap siklus mengikuti alur



24






22222 15151515151515151515



perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan evaluasi (Arikunto, 2002). Tahap perencanaan adalah merencanakan kegiatan yang didasarkan

dari hasil observasi awal yang didapat dari studi dokumen dan hasil tes awal. Perencanaan dibuat untuk dilaksanakan dalam tiga siklus, yaitu siklus 1, siklus 2, dan siklus 3, dan dalam setiap siklus dilaksanakan dua kali pertemuan. Hal-hal yang dilakukan dalam perencanaan adalah: membuat rencana pembelajaran untuk tiga siklus, membuat instrumen evaluasi (lembar kerja siswa) untuk setiap siklus pembelajaran, menyediakan lembar observasi/pengamatan untuk setiap pertemuan dalam setiap siklus, menyiapkan lembar evaluasi untuk setiap siswa dalam tiga siklus, menyiapkan format pengolahan data atau format penilaian dan model persiapan penelitian.

Tahap pelaksanaan (acting) meliputi penyajian pembelajaran dalam kelas dengan menggunakan proyek. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini dilaksanakan di SDN Kendaban 1 Kecamatan Tanah Merah untuk mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan siswa kelas IV. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dilakukan tiga siklus, tiap-tiap siklus terdiri dari dua pertemuan, dan tiap pertemuan dengan pokok bahasan yang berbeda, sehingga dalam penelitian ini secara keseluruhan terdapat enam kali pertemuan. Siklus I: Rabu, 16 Oktober 2017 jam pelajaran ke 1 dan 2. Siklus II : Rabu, 23 Oktober 2017 jam pelajaran ke 1 dan 2. Siklus III : Rabu, 06 November 2017 jam pelajaran ke 1 dan 2.

Siklus pertama, Kegiatan awal dilakukan dengan mengadakan apersepsi dengan melakukan tanya jawab untuk mengkonsentrasikan pikiran siswa pada materi, dan memberikan penjelasan tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Pada kegiatan inti berupa: memberikan pengarahan dan penjelasan tentang susunan lembaga-lembaga pemerintahan di tingkat pusat, menyuruh siswa untuk menyebutkan susunan lembaga-lembaga pemerintahan di tingkat pusat disampaikan oleh guru, memberikan tugas kepada semua siswa untuk menyelesaikan susunan lembaga-lembaga pemerintahan di tingkat pusat, dan mengadakan pengamatan cara kerja semua siswa. Pada kegiatan akhir berupa mengumpulkan hasil pengamatan/observasi dari siswa, mengevaluasi cara kerja siswa, mengadakan penilaian, mengumpulkan hasil nilai, dan merumuskan rencana untuk siklus.





25






22222 15151515151515151515



Siklus kedua dan ketiga, kegiatan awal dan kegiatan akhir secara umum sama. Kegiatan inti pembelajaran berupa: memberikan pengarahan dan penjelasan tentang peran dan fungsi susunan lembaga-lembaga pemerintahan di tingkat pusat, menyuruh beberapa siswa maju kedepan untuk menyebutkan susunan lembaga-lembaga pemerintahan di tingkat pusat dengan benar, memberikan tugas menggambarkan hubungan lembaga-lembaga pemerintahan di tingkat pusat, dan mengadakan pengamatan cara kerja semua siswa.

Kegiatan inti pada siklus ketiga meliputi: memberikan pengarahan dan penjelasan tentang peran dan wewenang lembaga-lembaga pemerintahan di tingkat pusat, menyuruh beberapa siswa maju kedepan untuk menjelaskan susunan dan hubungan lembaga-lembaga pemerintahan di tingkat pusat, dan mengadakan pengamatan cara kerja semua siswa.

Tahap pengamatan/observasi dilaksanakan selama proses pembelajaran, meliputi aktifitas guru–siswa dan pengelolaan pembelajaran. Tahap evaluasi/ refleksi yang meliputi analisis hasil dan rencana perbaikan siklus berikutnya.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dua macam, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi atau pengamatan terhadap siswa pada pembelajaran untuk mengetahui pengaruh model pengajaran berbasis proyek. Sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil tes setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Data kuantitatif menggambarkan prestasi belajar siswa yang dinyatakan dengan angka-angka yang dilakukan pada setiap siklus (Arikunto, 2001). Data hasil observasi yang terkumpul selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan gambaran pengaruh model pembelajaran yang digunakan terhadap keaktifan siswa. Sedangkan hasil tes siswa dianalisis untuk mendapatkan persentase ketuntasan setiap siklus.

HASIL PENELITIAN1. Siklus I

Pelaksanaan siklus I pada tanggal 16 Oktober 2017 di Kelas IV dengan jumlah siswa 34 siswa. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes 1. Hasil penelitian pada siklus I sebagaimana tertuang pada Tabel 1.



26






22222 15151515151515151515



Tabel 1.Nilai Tes Formatif Pada Siklus I

No. Urut NilaiKeterangan


T TT T TT1 70 √ 18 80 √2 70 √ 19 50 √3 70 √ 20 80 √4 50 √ 21 70 √5 80 √ 22 70 √6 60 √ 23 60 √7 60 √ 24 60 √8 70 √ 25 70 √9 70 √ 26 60 √10 60 √ 27 70 √11 70 √ 28 70 √12 70 √ 29 60 √13 70 √ 30 60 √14 50 √ 31 60 √15 50 √ 32 60 √16 60 √ 33 80 √17 60 √ 34 70 √

Jumlah 1090 9 8 Jumlah 1130 9 8Jumlah Skor Maksimal Ideal 3400 Jumlah Skor Tercapai 2220Rata-Rata Skor Tercapai 65,29

Keterangan: T : Tuntas TT : Tidak Tuntas Jumlah siswa yang tuntas : 18 Jumlah siswa yang belum tuntas : 16 Klasikal : Belum tuntas





27






22222 15151515151515151515



Tabel 2.Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I

No Uraian Hasil Siklus I123

Nilai rata-rata tes formatifJumlah siswa yang tuntas belajarPersentase ketuntasan belajar

65,2918

60,00

Berdasar Tabel 1 dan Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran berbasis proyek diperoleh nilai rata-rata 65,29 dan ketuntasan belajar mencapai 60,00% atau ada 18 siswa dari 34 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 60,00% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%.

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar terdapat beberapa kelemahan berupa: guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran, guru kurang baik dalam pengelolaan waktu, siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung, guru kurang memberi peran dalam menemukan pengetahuan pembelajaran. Hal ini disebabkan karena siswa masih baru dan asing terhadap metode baru yang diterapkan dalam proses belajar mengajar. Aktivitas siswa adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Keaktifan siswa belum tampak secara nyata.

Perbaikan yang perlu dilakukan pada siklus berikutnya meliputi: guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran, dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan pembelajaran. Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan dan guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.

2. Siklus IIPelaksanaan siklus II pada tanggal 23 Oktober 2017 di Kelas IV dengan



28






22222 15151515151515151515



jumlah siswa 34 siswa. Hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.

Tabel 3.Nilai Tes Formatif Pada Siklus II



T TT T TT1 60 √ 18 80 √2 60 √ 19 50 √3 70 √ 20 60 √4 80 √ 21 70 √5 80 √ 22 70 √6 60 √ 23 60 √7 60 √ 24 80 √8 70 √ 25 60 √9 70 √ 26 60 √10 80 √ 27 70 √11 70 √ 28 70 √12 70 √ 29 70 √13 60 √ 30 70 √14 60 √ 31 70 √15 70 √ 32 70 √16 60 √ 33 80 √17 70 √ 34 80 √







29






22222 15151515151515151515



Tabel 4.Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II

No Uraian Hasil Siklus II123


68,2324

80,00

Berdasar Tabel 3 dan Tabel 4 diperoleh nilai rata-rata 68,23 dan ketuntasan belajar mencapai 80,00% atau ada 24 siswa dari 30 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ketuntasan belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa mambantu siswa yang kurang mampu dalam mata pelajaran yang mereka pelajari. Disamping itu adanya kemampuan guru yang mulai meningkat dalam proses belajar mengajar.

Dalam pelaksanaan siklus kedua terdapat beberapa kelemahan yaitu kurangnya guru memotivasi siswa, lemahnya guru membimbing siswa untuk menemukan konsep tentang susunan pemerintahan, dan kurangnya peragaan siswa. Pada sisi lain keaktifan siswa mulai tampak nyata walaupun belum seluruh siswa aktif.

Revisi yang perlu dilaksanakan untuk berikutnya adalah: guru hendaknya dapat memotivasi siswa selama proses belajar mengajar berlangsung, guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya, guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep, guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, guru sebaiknya menambah lebih banyak memberi contoh dan memberi latihan pada siswa untuk di implementasikan dalam kegiatan belajar mengajar.

3. Siklus IIIPelaksanaan kegiatan belajar mengajar siklus III dilaksanakan pada tanggal



30






22222 15151515151515151515



06 November 2017 di Kelas IV dengan jumlah siswa 34 siswa. Hasil tes siklus III adalah berikut ini.

Tabel 5.Nilai Tes Formatif Pada Siklus III



T TT T TT1 70 √ 18 70 √2 70 √ 19 60 √3 70 √ 20 80 √4 70 √ 21 70 √5 80 √ 22 70 √6 60 √ 23 60 √7 60 √ 24 70 √8 70 √ 25 70 √9 70 √ 26 60 √10 60 √ 27 70 √11 70 √ 28 70 √12 70 √ 29 70 √13 70 √ 30 70 √14 80 √ 31 70 √15 70 √ 32 70 √16 70 √ 33 80 √17 80 √ 34 70 √


Keterangan: T : Tuntas TT : Tidak Tuntas Jumlah siswa yang tuntas : 28 Jumlah siswa yang belum tuntas : 6 Klasikal : Tuntas





31






22222 15151515151515151515



Tabel 6.Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II

No Uraian Hasil Siklus III123


69,7028

82,35

Berdasarkan Tabel 5 dan Tabel 6 diperoleh nilai rata-rata 69,70 dan dari 34 siswa yang telah tuntas sebanyak 28 siswa dan 6 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 82,35% (kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang telah diterapkan selama ini serta ada tanggung jawab kelompok dari siswa yang lebih mampu untuk mengajari temannya kurang mampu.

Selama pelaksanaan penelitian tindakan kelas, diperoleh informasi bahwa selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar. Siswa aktif selama proses belajar berlangsung.

Pada siklus III guru telah menerapkan pembelajaran model pengajaran berbasis proyek dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIANPembelajaran dengan berbasis proyek dapat meningkatkan prestasi belajar

siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 60,00%, 80,00%, dan 82,35%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi untuk melatih meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa. Dalam model pembelajaran berbasis proyek



32






22222 15151515151515151515



(project based learning model) siswa merancang sebuah masalah dan mencari penyelesaiannya sendiri. Model pembelajaran berbasis proyek (project based learning model) memiliki keunggulan dari karakteristiknya yaitu membantu siswa merancang proses untuk menentukan sebuah hasil, melatih siswa bertanggung jawab dalam mengelola informasi yang dilakukan pada sebuah proyek yang dan yang terakhir siswa yang menghasilkan sebuah produk nyata hasil siswa itu sendiri yang kemudian dipresentasikan dalam kelas. (Amirudin, dkk: 2015).

Pembelajaran berbasis proyek memfokuskan pada pertanyaan atau masalah yang mendorong menjalani konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Pembelajaran berbasis proyek juga melibatkan siswa dalam investigasi konstruktif. Investigasi ini dapat berupa desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, penemuan atau proses pembangunan model. Dalam Pembelajaran berbasis proyek, aktivitas tersebut harus meliputi transformasi dan konstruksi pengetahuan pada pihak siswa. Pembelajaran ini mendorong siswa mendapatkan pengalaman belajar sampai pada tingkat yang signifikan. Pembelajaran berbasis pada proyek lebih mengutamakan otonomi, pilihan, waktu kerja yang tidak bersifat rumit, dan tanggung jawab siswa. Sasaran bagi pembelajaran berbasis proyek adalah produk yang dihasilkan (Susanto, 2018: 2).

Pembelajaran melalui model berbasis proyek berdampak positif meningkatkan keaktifan belajar siswa. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran PKn dengan pembelajaran melalui model pengajaran berbasis proyek adalah mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru serta berani mengerjakan sendiri melakukan penghitungan terhadap soal PKn. Pembelajaran berbasis proyek ini juga menuntut siswa untuk mengembangkan keterampilan seperti kolaborasi dan refleksi. Menurut studi penelitian, Pembelajaran berbasis proyek membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan sosial mereka, sering menyebabkan absensi berkurang dan lebih sedikit masalah disiplin di kelas. Siswa juga menjadi lebih percaya diri berbicara dengan kelompok orang, termasuk orang dewasa. Pelajaran berbasis proyek juga meningkatkan antusiasme untuk belajar. Ketika anak-anak bersemangat dan antusias tentang apa yang mereka pelajari, mereka sering mendapatkan lebih banyak terlibat dalam subjek dan kemudian memperluas minat mereka untuk mata





33

http://ainamulyana.blogspot.co.id/2016/06/model-pembelajaran-berbasis-proyek.html






22222 15151515151515151515



pelajaran lainnya. Antusias peserta didik cenderung untuk mempertahankan apa yang mereka pelajari (Mulyana, 2018: 3).

Model pembelajaran berbasis proyek memiliki banyak kelebihan. Menurut Boss dan Kraus, (dalam Abidin, 2007: 170): kelebihan itu adalah: (1) model ini bersifat terpadu dengan kurikulum sehingga tidak memerlukan tambahan apapun dalam pelaksanaannya. (2) siswa terlibat dalam kegiatan dunia nyata dan mempraktikan strategi otentik secara disiplin, (3) siswa bekerja secara kolaboratif untuk memecahkan masalah yang penting baginya,s (3) teknologi terintegrasi sebagai alat untuk penemuan, kolaborasi, dan komunikasi dalam mencapai tujuan pembelajaran penting dalam caracara baru, dan (4) meningkatkan kerja sama guru dalam merancang dan mengimplementasikan proyek-proyek yang melintasi batas-batas geografis atau bahkan melompat zona waktu.

KESIMPULANBerdasarkan data dan pembahasannya disimpulkan bahwa: 1) penerapan

pembelajaran melalui model pengajaran berbasis proyek memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I, II dan III adalah 60,00%, 80,00%, dan 82,35%. 2) Penerapan pembelajaran melalui model pengajaran berbasis proyek mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk mempelajari kembali materi pelajaran yang telah diterima, hal ini ditunjukan dengan antusias siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan pembelajaran model pengajaran berbasis proyek sehingga mereka menjadi termotivasi untuk belajar. Pembelajaran melalui model pengajaran berbasis proyek juga berdampak positif terhadap pola pikir siswa hal ini ditunjukkan adanya keberanian mengerjakan/menyelesaikan persoalan PKn dan menemukan solusinya.

Berdasar hasil penelitian tersebut disarankan: untuk melaksanakan pembelajaran melalui model pengajaran berbasis proyek dalam PKn memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mempu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan sehingga diperoleh hasil yang baik. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih



34






22222 15151515151515151515



sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Untuk mendapatkan gambaran lebih komprehensif maka perlu penelitian lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di Kelas IV SDN Kendaban 1 Kecamatan Tanah Merah dengan melakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR RUJUKAN

Abidin, Zainal. 2007. Analisis Eksistensial. Jakarta: Raja Grafindo.

Amirudin, A. dkk. 2015. Pengaruh Model Pembeajaran Berbasis Proyek Terhadap Kemampuan Menulis Karya Ilmiah Geografi Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Geografi. Vol. 20. No.1. Januari 2015.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.

Daryanto. 2009. Panduan Proses Pembelajaran Kreatif & Inovatif. Jakarta: Publisher.

Hanafiah, Nanang. dan Cucu, Suhana. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.

Mulyana, Aina. 2018. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning). Online. Tersedia pada: https://ainamulyana.blogspot.com/2016/06/model-pembelajaran-berbasis-proyek.html

Mulyana. Aina. 2019. Prestasi Belajar Siswa, Pengertian dan Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswa. Online. Tersedia pada: https://ainamulyana.blogspot.com/2016/01/prestasi-belajar-siswa-pengertian-dan.html

Susanto, Hadi. 2013. Pembelajaran PKn di SD. Online. Tersedia pada: https://





35

https://ainamulyana.blogspot.com/2016/06/model-pembelajaran-berbasis-proyek.html

https://ainamulyana.blogspot.com/2016/06/model-pembelajaran-berbasis-proyek.html

https://ainamulyana.blogspot.com/2016/01/prestasi-belajar-siswa-pengertian-dan.html





https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/16/pembelajaran-pkn-di-sd/






22222 15151515151515151515



bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/16/pembelajaran-pkn-di-sd/

Susanto, Hadi. 2018. Model Pembelajaran Berbasis Proyek. Online. Tersedia pada: https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2018/02/08/model-pembela-jaran-berbasis-proyek/

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.



36

https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/16/pembelajaran-pkn-di-sd/






22222 15151515151515151515



37

Oleh : WarnisihGuru SD Negeri Sukowidi 2 KartoharjoKabupaten Magetan

ABSTRAK

Pembelajaran yang dilakukan oleh guru selama ini menggunakan metode ceramah sehingga siswa merasa bosan dan tidak ada interaksi antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa pada saat guru menjelaskan materi pembelajaran. Secara empiris, hasil belajar yang selama ini telah dicapai siswa kelas IV SDN Sukowidi 2 dalam pembelajaran PKn belum begitu menonjol misalnya seperti hasil ulangan harian nilaianya rata-rata kurang memenuhi KKM yang ditetapkan yaitu 75. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, guru harus dapat memilih model pembelajaran yang cocok dengan materi yang akan disampaikan kepada siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa dengan model pembelajaran Scramble. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi manfaat bagi seluruh komponen pendidikan di sekolah, khususnya bagi guru dalam memilih dan menentukan alternatif model pembelajaran. Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas (classroom action research). Subyek penelitian adalah siswa kelas IV SDN Sukowidi 2 Kabupaten Magetan pada mata pelajaran PKn materi pemerintahan desa dan kecamatan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, tes tulis, dan dokumentasi. Desain penelitian dimulai dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.Model pembelajaran yang digunakan oleh guru yaitu model

03

UpayaMeningkatkanHasil Belajar Siswa Melalui Model PembelajaranScramble






22222 15151515151515151515



pembelajaran Scramble. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Scramble dapat meningkatkan hasil pembelajaran. Data pada prasiklus terdapat 60% siswa tuntas, pada siklus I terdapat 73% siswa tuntas, pada siklus II terdapat 93% siswa tuntas. Disarankan agar model pembelajaran scramble dapat dijadikan alternatif dalam membelajarkan PKn.

Kata kunci: Pembelajaran PKn, hasil belajar, model pembelajaran Scramble.

PENDAHULUAN

Pendidikan memegang peranan penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh karena itu pendidikan menuntut orang-orang yang terlibat di dalamnya untuk bekerja sama secara maksimal, penuh rasa tanggung jawabdan loyalitas yang tinggi dalam meningkatkan mutu pendidikan. Melalui pendidikan inilah suatu bangsa dapat menjadi bangsa yang tangguh, mandiri, berkarakter dan berdaya saing. Selain itu, pendidikan juga dipandang sebagai salah satu aspek yang memiliki peranan pokok dalam mempersiapkan sekaligus membentuk generasi muda di masa yang akan datang. Oleh karenanya dalam pelaksanaan pendidikan guru menggunakan model pembelajaran untuk membuat pembelajaran yang lebih menarik, proses belajar-mengajar jadi lebih menyenangkan, seru, menarik, tidak membosankan, dan para siswa jadi lebih termotivasi belajar (Luna, 2015: 2 dan Mukri, 2015: 2).

Pembelajaran yang dilakukan oleh guru selama ini adalah pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah yaitu metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan peserta didik dalam proses pembelajaran dan metode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru dari pada peserta didik dan selama proses pembelajaran dikelas guru tidak menggunakan model pembelajaran sehingga siswa merasa bosan dan tidak ada interaksi antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa pada saat guru menjelaskan materi pembelajaran.

Secara empiris, hasil belajar yang selama ini telah dicapai siswa kelas IV SDN Sukowidi 2 dalam pembelajaran PKn belum begitu menonjol misalnya seperti hasil ulangan harian nilaianya rata-rata kurang memenuhi KKM yang

WarnisihGuru SD Negeri Sukowidi 2 Kartoharjo Kabupaten Magetan

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWAMELALUI MODEL PEMBELAJARAN SCRAMBLE

38






22222 15151515151515151515



ditetapkan yaitu 75. Meskipun ada beberapa siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM, akan tetapi dalam prakteknya ketuntasan belajar siswa secara klasikal masih dibawah 80%. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pada saat pembelajaran guru harus dapat memilih model pembelajaran yang cocok dengan materi yang akan disampaikan kepada siswa, karena apabila dalam pemilihan model yang digunakan sudah tepat dengan materi yang akan disampaikan maka pembelajaran akan lebih menarik dan siswa akan antusias lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran tersebut.

Sesungguhnya banyak macam model dalam pembelajaran yang sangat bagus dan menarik tetapi disini penulis memilih salah satu model pembelajaran yaitu metode Scramble untuk digunakan sebagai penelitian di SDN Sukowidi 2 Kabupaten Magetan. Pada pelaksanaan pembelajaran, jawaban soal yang sudah tersedia akan diacak hurufnya dan siswa akan bekerjasama untuk menjawab soal yang telah dibuat oleh guru. Hal ini sesuai dengan konsep pembelajaran kooperatif yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran menuntut adanya kerjasama antaranggota kelompok. Model pembelajaran scramble dipilih karena mempunyai banyak kelebihan (Patty dalam Shoimin dalam Huda, 2017: 3).

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Sukowidi 2 Kabupaten Magetan pada mata pelajaran PKn materi pemerintahan desa dan kecamatan dengan model pembelajaran Scramble di semester I tahun pelajaran 2015/2016. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi manfaat bagi seluruh komponen pendidikan di sekolah, khususnya bagi guru dalam memilih dan menentukan alternatif model pembelajaran.

KAJIAN PUSTAKAModel Pembelajaran Scramble

Model pembelajaran Scramble merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Menurut Shoimin (2014), Scramble merupakan “model pembelajaran yang mengajak siswa untuk menemukan jawaban dan menyelesaikan permasalahan yang ada dengan cara membagikan lembar soal dan lembar jawaban yang disertai dengan alternatif jawaban yang tersedia”. Sementara pendapat Tailor (dalam Huda 2013), Scramble merupakan salah satu metode pembelajaran yang

WarnisihGuru SD Negeri Sukowidi 2

Kartoharjo Kabupaten Magetan


39






22222 15151515151515151515



dapat meningkatkan konsentrasi dan kecepatan berpikir siswa. Selain pendapat tersebut, Sani (2013), menambahkan pelaksanaan model pembelajaran Scramble membutuhkan media dengan pertanyaan dan jawaban yang ditulis pada sebuah kertas. Pertanyaan yang dibuat disesuaikan dengan bahan ajar yang harus dikuasai oleh siswa. Kemudian jawaban atas pertanyaan diberikan pada lembar yang sama dengan mengacak hurufnya. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat Komara (2014), media yang harus meliputi; membuat pertanyaan yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai, kemudian membuat jawaban yang diacak hurufnya.

Pelaksanaan model pembelajaran Scramble mengharuskan siswa menggabungkan otak kanan dan otak kiri. Siswa tidak hanya menjawab soal, tetapi juga menerka dengan cepat jawaban soal yang sudah tersedia namun masih dalam kondisi acak dengan durasi waktu yang telah ditentukan. Kunci utama dalam permainan ini adalah ketepatan dan kecepatan berpikir dalam menjawab soal, karena skor siswa ditentukan oleh seberapa banyak soal yang benar dan seberapa cepat soal-soal tersebut dikerjakan (Huda, 2013).

Berdasarkan kajian tentang model pembelajaran Scramble di atas, dalam penelitian ini peneliti lebih sependapat dengan Shoimin. Menurut Shoimin (2014), berdasarkan sifat jawabannya, Scramble terdiri atas bermacam-macam bentuknya, yakni: (1) Scramble Kata, yaitu suatu permainan menyusun kata-kata dan huruf-huruf yang memiliki bentuk susunan kata yang masih acak, kemudian akan dibentuk menjadi suatu kata yang memiliki makna. (2) Scramble Kalimat, yaitu suatu permainan menyusun kalimat dari kata-kata yang masih dalam kondisi acak, kemudian akan disusun menjadi sebuah kalimat yang memiliki makna, logis, tepat dan benar. (3) Scramble Wacana yaitu suatu permainan menyusun wacana menjadi logis dan memiliki makna berdasarkan kalimat-kalimat yang masih acak.

Penerapan model pembelajaran ini memerlukan adanya kerjasama antar anggota kelompok untuk saling membantu teman sekelompok dalam berpikir, sehingga dapat lebih mudah dalam mencari penyelesaian soal. Pada penelitian ini, jenis Scramble yang akan digunakan adalah Scramble acak kata, hal ini sesuai dengan pendapat Tailor (dalam Huda 2013). Pada pelaksanaan pembelajaran, jawaban soal yang sudah tersedia akan diacak hurufnya dan siswa akan bekerjasama



40






22222 15151515151515151515



untuk menjawab soal yang telah dibuat oleh guru. Hal ini sesuai dengan konsep pembelajaran kooperatif yang menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran menuntut adanya kerjasama antaranggota kelompok.

Adapun kelebihan model pembelajaran Scramble yang dikemukakan Huda (2013) dan Shoimin (2014) meliputi (1) Melatih siswa untuk berpikir cepat dan tepat; (2) Mendorong siswa untuk belajar mengerjakan soal dengan jawaban acak; (3) Melatih kedisiplinan siswa; (4) Setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya: (5) Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk saling belajar sambil bermain; (6) Membangkitkan kegembiraan dan melatih keterampilan tertentu; (7) Dapat memupuk rasa solidaritas dalam kelompok; (8) Materi yang diberikan melalui salah satu metode permainan biasanya mengesankan dan sulit untuk dilupakan; serta (9) Sifat kompetitif dalam metode ini dapat mendorong siswa berlomba-lomba untuk maju.

Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran Scramble juga memiliki kekurangan. Menurut Huda (2013) dan Shoimin (2014), kekurangan model pembelajaran Scramble, antara lain: (1) Siswa bisa saja mencontek jawaban temannya; (2) Siswa tidak dilatih untuk berpikir kreatif; (3) Siswa menerima bahan mentah yang hanya perlu diolah dengan baik; (4) Pembelajaran ini terkadang sulit dalam merencanakannya, karena terbentur dengan kebiasaan siswa dalam belajar; (5) Implementasinya memerlukan waktu yang panjang sehingga guru sulit menyesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan; (6) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai materi pelajaran, pembelajaran ini akan sulit diimplementasikan oleh pendidik; serta (7) Biasanya menimbulkan suara gaduh, sehingga mengganggu kelas yang berdekatan.

Upaya untuk mengatasi kelemahan model pembelajaran Scramble agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan, mengharuskan guru perlu merencanakan pembelajaran secara baik, terstruktur dan direncanakan secara matang. Hal ini, karena dalam menggunakan model pembelajaran Scramble ini pemahaman guru sangat penting, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal.

Pembalajaran PKn di SDMenurut Soemantri (dalam Ruminiwati, 2008: 25-26) Pendidikan




41






22222 15151515151515151515



Kewarganegaraan Negara (PKN) merupakan mata pelajaran sosial yang bertujuan untuk membentuk atau membina warga negara yang baik, yaitu warganegara yang tahu, mau dan mampu berbuat baik. Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

METODE PENELITIANPenelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas atau classroom action

research. Penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk penelitian yang berbentuk reflektif dengan melakukan tindakan tertentu untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara lebih berkualitas sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik (Asrori, 2008). Penelitian tindakan kelas digunakan untuk menemukan solusi suatu permasalahan yang ada (nyata) dalam hal ini berkaitan dengan proses pembelajaran di kelas. Proses penelitian ini mulai dari pengumpulan data, analisis data, sampai menyimpulkan data yang diperoleh. Permasalahan yang telah terpecahkan dengan sebuah solusi dapat dipublikasikan sebagai acuan oleh peneliti, guru, dan orang lain.

Penelitian ini dilaksanakan di SDN Sukowidi 2 Kabupaten Magetan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga September semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Sukowidi 2 Kabupaten Magetan yang berjumlah 15 siswa. Objek dalam penelitian ini adalah mata pelajaran PKn yang khususnya materi pemerintahan desa dan kecamatan.

Penelitian ini menggunakan metode spiral dari Kemmis dan Taggart. Tujuan dari desain penelitian ini adalah apabila dalam pelaksanaan tindakan ditemukan adanya kekurangan maka perencanaan dan pelaksanaan tindakan perbaikan



42






22222 15151515151515151515



masih dapat dilanjutkan pada siklus berikutnya. Siklus dilakukan terus menerus sampai peneliti puas, masalah terselesaikan dan prestasi belajar maksimum (Mulyatiningsih, 2011). Dalam desain penelitian tindakan model Kemmis dan Mc. Taggart terdapat empat tahapan penelitian tindakan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

Perencanaan dalam penelitian ini, peneliti mempersiapkan: a) RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) menggunakan model Scramble; b) menyusun dan mempersiapkan lembar observasi untuk siswa dan guru; c) membuat soal model pilihan ganda sejumlah sepuluh soal untuk siswa yang akan diberikan setiap akhir pelajaran; d) menyiapkan lembar kerja siswa; e) menyiapkandaftar nama-nama anggota kelompok.

Pada tahap tindakan, peneliti memulai pembelajaran dengan: a) menjelaskan materi; b) membagi siswa menjadi kelompok; c) membagikan lembar kerja; d) memerintahkan kepada siswa untuk mengisi lembar kerja dengan berdiskusi bersama teman satu kelompok: e) meminta siswa mengumpulkan lembar kerja; f) siswa mengisi lembar posttest.

Selama pembelajaran berlangsung, observer yang telah dipilih oleh peneliti melakukan pengamatan secara mendetail tentang perlakuan yang diberikan, kemudian mencatat permasalahan yang timbul pada saat pembelajaran berlangsung untuk didiskusikan dengan peneliti guna pengkajian ulang dan refleksi dari kegiatan pembelajaran. Observasi dilakukan di pertemuan terakhir di setiap siklus, dalam penelitian ini observasi di laukukan di pertemuan ketiga di siklus I dan siklus II.

Refleksi merupakan uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil penelitian dan refleksi berkaitan dengan proses tindakan untuk perbaikan pada siklus berikutnya. Observer berkolaborasi dengan guru mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan pada siklus I dan melakukan refleksi untuk merumuskan tindakan-tindakan perbaikan pada siklus berikutnya. Observer berkolaborasi dengan guru menyusun rencana tindakan untuk siklus II, jika rancangan pada siklus I belum dapat memenuhi target yang dapat diharapkan.

Sumber data dari penelitian ini adalah semua aktivitas pembelajaran yang berhubungan dengan materi yang diteliti pada siswa kelas IV SDN Sukowidi2 Kabupaten Magetan di semester I tahun pelajaran 2015/2016.Data yang diperoleh




43






22222 15151515151515151515



dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif yang terdiri atas (1) hasil belajar siswa dan (2) hasil observasi.

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah meningkatnya nilai hasil belajar siswa kelas IV SDN Sukowidi 2 Kabupaten Magetan dilihat adanya lebih dari 80% nilai siswa tuntas KKM. Nilai KKM pelajaran PKn kelas IV SDN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANPrasiklus

Pada tahap prasiklus adalah proses mengajar dengan pola atau strategi mengajar seperti biasa atau sesuai dengan RPP yang sudah ditentukan di awal tahun pelajaran. Pada tahap prasiklus observer tidak melakukan observasi karena yang dibutuhkan hanyalah data tes tulis siswa. Data tes tulis tersebut akan digunakan sebagai data perbandingan antara model pembelajaran biasa dengan model pembelajaran yang digunakan dalam penlitian. Sebelum melakukan proses pembelajaran di prasiklus, peneliti membuat tes tulis yang akan diberikan di akhir pelajaran. Tahap prasiklus dilakukan dalam dua kali pertemuan.

Tabel 1. Nilai hasil posttest siswa prasiklus

Keterangan NilaiRata-Rata 70,7% Ketuntasan Klasikal 60%

Nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan di pelajaran PKn Kelas IV SDN Sukowidi 2 Kabupaten Magetan adalah 75. Berdasarkan data di atas, maka terlihat 60% (9) siswa yang memiliki nilai tuntas KKM di tahap prasiklus. Rata-rata nilai siswa di prasiklus adalah 70,7 yaitu masih di bawah nilai KKM.

Siklus IPembelajaran pada siklus I dimulai dengan guru menjelaskan materi. Guru

menjelaskan materi tentang pemerintahan kelurahan. Ada sebagian siswa yang



44






22222 15151515151515151515



tidak terlalu memperhatikan penjelasan dari guru. Mereka asyik bercanda dengan teman di sebelahnya. Guru hanya menegur sesekali sehingga membuat mereka tidak menghiraukan. Guru membagi siswa menjadi kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 siswa dengan kemampuan heterogen. Pembagian kelompok berjalan dengan lancar meskipun mengalami sedikit hambatan yaitu saat dibacakan nama-nama anggota kelompok, siswa tidak dengan segera membentuk kelompok. Akhirnya guru harus mengulangi lagi membacakan daftar anggota kelompok. Guru membagikan lembar kerja. Lembar kerja berisi soal dengan jawaban berupa huruf acak. Siswa diminta untuk menyusun huruf pada kolom B sehingga merupakan kata kunci pada kolom A. Guru memerintahkan kepada siswa untuk mengisi lembar kerja dengan berdiskusi bersama teman satu kelompok. Diskusi tidak berjalan dengan lancar karena jumlah kelompok terlalu banyak. Hal ini membuat tidak semua anggota kelompok aktif mejawab pertanyaan di lembar kerja. Mereka hanya mengandalkan 1/2 anak dalam kelompoknya. Beberapa kelompok juga terlihat saling mencontek. Diskusi juga berjalan cukup lama, siswa tidak terlalu serius mengerjakan sehingga ada beberapa kelompok yang belum selesai saat tugas dikumpulkan. Guru meminta siswa mengumpulkan lembar kerja.. Lembar kerja dinilai dan dimasukkan ke dalam nilai harian siswa.

Hasil refleksi yang dilakukan oleh observer di siklus I adalah: a) peneliti harus mengurangi jumlah anggota kelompok menjadi 3 anak setiap kelompok. Ada 5 kelompok; b) soal antar kelompok dibuat berbeda dengan bobot yang sama. Misal dibagi menjadi tiga kode. Kode A, B dan C; c) guru harus memberi batasan waktu dalam mengerjakan soal; d) setelah selesai mengerjakan, minta siswa untuk menukarkan jawaban dengan kelompok lain untuk dikoreksi; e) guru bersama-sama siswa membahas lembar kerja

Tabel 2. Nilai hasil posttest siswa siklus I

Keterangan NilaiRata-Rata 78% Ketuntasan Klasikal 73%




45






22222 15151515151515151515



Nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan di pelajaran PKn kelas IV SDN Sukowidi 2 Kabupaten Magetan adalah 75 dan persentase ketuntasan klasikal adalah 73%. Berdasarkan data di atas, maka terlihat 73% (11) siswa yang memiliki nilai tuntas KKM di tahap siklus I atau di bawah persentase ketuntasan klasikal. Rata-rata nilai siswa di siklus I adalah 78 atau diatas nilai KKM.

Siklus IIPelaksanaan siklus II dimulai dengan guru memberikan penjelasan materi.

Siswa memperhatikan dengan baik penjelasan dari guru. Guru membagi siswa menjadi kelompok. Berdasarkan saran observer di siklus I, terdapat penguarangan jumlah anggota kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3 siswa dengan kemampuan heterogen. Pembagian kelompok berjalan dengan lancar. Siswa memperhatikan arahan dari guru dan dengan segera duduk berkelompok. Guru membagikan lembar kerja. Sesuai saran observer di siklus I, lembar kerja dibuat berbeda antar kelompok yang duduk berdekatan. Ada tiga kode soal dengan bobot yang sama. Lembar kerja berisi soal dengan jawaban berupa huruf acak. Siswa diminta untuk menyusun huruf pada kolom B sehingga merupakan kata kunci pada kolom A. Saat pembagian lembar kerja siswa saling bertanya dengan kelompok lain memastikan apakah soalnya sama. Saat mendapati soalnya berbeda mereka terlihat bingung dan memprotes guru, kemudian guru menjelaskan kepada mereka bahwa meskipun soal berbeda tapi tingkat kesulitan soalnya sama. Guru memerintahkan kepada siswa untuk mengisi lembar kerja dengan berdiskusi bersama teman satu kelompok. Guru memberikan batasan waktu dalam mengerjakan lembar kerja sesuai dengan arahan di siklus I. Hal ini membuat siswa serius dalam mengerjakan lembar kerja. Diskusi berjalan dengan lancar. Semua siswa terlibat aktif dalam memecahkan setiap soal. Guru meminta siswa untuk saling menukarkan jawaban dengan kelompok lain untuk dikoreksi. Berdasarkan arahan dari observer di siklus I, setelah siswa selesai mengerjakan lembar kerja, siswa diminta untuk saling mengkoreksi jawaban kelompok dengan cara ditukar. Siswa terlihat antusias untuk mengoreksi karena mereka ingin segera tahu nilai yang diperoleh kelompok mereka. Siswa sangat aktif saat pembahasan berlangsung. Mereka selalu menjawab saat guru memberikan pertanyaan-pertanyaan Nilai kelompok dimasukkan ke dalam



46






22222 15151515151515151515



nilai harian siswaNilai hasil posttest siswa siklus II adalah nilai yang didapat dari ulangan

atau test di akhir siklus II. Berikut adalah nilai hasil posttest siswa di siklus II.Tabel 3.

Nilai hasil posttest siswa siklus IIKeterangan Nilai

Rata-Rata 86,7% Ketuntasan Klasikal 93%

Nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan di pelajaran PKn kelas IV SDN Sukowidi 2 Kabupaten Magetan adalah 75. Berdasarkan data di atas, maka terlihat 93% (14) siswa yang memiliki nilai tuntas KKM di tahap siklus II. Dengan rata-rata nilai siswa di siklus II adalah 86,7 atau di atas nilai KKM.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIANDisetiap akhir siklus tindakan, observer selalu mengisi lembar observasi

untuk menilai kinerja guru di kelas. Dari ke-14 aspek yang diamati oleh observer terhadap guru maka persentase nilai yang didapat guru di siklus I adalah 68,6% dan pada siklus II adalah 90%. Pada siklus I penilaian kinerja guru termasuk ke dalam klasifikasi C (Cukup). Sedangkan pada siklus II penilaian kinerja guru termasuk ke dalam klasifikasi B (Baik). Data ini memperlihatkan bahwa kinerja guru semakin meningkat dalam proses kegiatan belajar mengajar di siklus PTK.

Perilaku siswa dalam setiap siklus terus diamati oleh observer untuk melihat secara fisik tentang perkembangan yang terjadi. Pada aspek positif seperti siswa bertanya, menjawab pertanyaan guru, antusias belajar, percaya diri, menyimak guru, terlibat aktif, dan menghargai hasil kerja teman terlihat jumlah siswa yang melakukannya meningkat. Hal ini memperlihatkan bahwa pada siklus penelitian yang dilakukan terjadi perubahan positif pada aspek-aspek yang positif.

Aspek negatif seperti siswa mengobrol sendiri di luar materi, bercanda, menyahut asal-asalan, malu, bermain-main sendiri, siswa tidur-tiduran dan siswa terlambat terjadi penurunan di siklus kedua.

Oleh sebab itu, data penelitian memperlihatkan bahwa observer menilai




47






22222 15151515151515151515



hasil penelitian tindakan yang dilakukan oleh peneliti (guru) adalah mampu meningkatkan aspek positif pada siswa, dan mampu mengurangi aspek negatif pada siswa.

Tabel 4.KKM siswa setiap siklus dan persentasenya

Prasiklus Siklus I Siklus IIJumlah siswa tuntas KKM 9 11 14

% siswa lolos KKM 60% 73% 93%Rata-rata nilai siswa 70,7 78 86,7

Tabel 4 memperlihatkan kenaikan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan minimal di setiap siklus. Indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah terdapat 80% siswa yang lolos KKM.

Berdasarkan data pada tabel 4 dapat dilihat bahwa pada prasiklus terdapat 60% (9) siswa tuntas KKM. Kemudian, pada siklus I terdapat 73% (11) siswa tuntas KKM. Kemudian, pada siklus II terdapat 93% (14) siswa tuntas KKM. Keberhasilan penelitian sesuai dengan indikator keberhasilan didapat saat siklus II, yaitu 93% siswa tuntas KKM atau lebih dari 80% siswa tuntas KKM.

Nilai rata-rata siswa di setiap siklus mengalami kenaikan. Pada prasiklus nilai rata-rata siswa hanya 70,7 atau masih di bawah KKM. Pada siklus I nilai rata-rata siswa adalah 78. Pada siklus II nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 86,7atau telah berada di atas KKM.

KESIMPULANBerdasarkan data penelitian terlihat bahwa pada prasiklus terdapat 60% (9)

siswa tuntas KKM. Kemudian, pada siklus I terdapat 73% (11) siswa tuntas KKM. Kemudian, pada siklus II terdapat 93% (14) siswa tuntas KKM. Keberhasilan penelitian sesuai dengan indikator keberhasilan didapat saat siklus II, yaitu 93% siswa tuntas KKM atau lebih dari 80% siswa tuntas KKM. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Scramble mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SDN Sukowidi 2 Kabupaten Magetan di Semester I Tahun Pelajaran 2015/2016 pada pelajaran PKn materi Pemerintahan Desa dan Kecamatan. Dengan demikian



48






22222 15151515151515151515



disarankan guru dapat menggunakan Model Pembelajaran Scramble untuk mata pembelajaran PKn termasuk untuk topic atau materi lainnya. Agar mendapatkan kajian yang komprehensif disarankan ada penelitian lanjutan menyangkut subyek penelitian pada jenjang lain.

DAFTAR RUJUKAN

Asrori, Muhammad. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV Wacana Prima.

Huda, Fatkhan Amirul. 2017. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Scramble. Online. Tersedia pada: http://fatkhan.web.id/pengertian-model-pembelajaran-kooperatif-tipe-scramble/

Huda, Miftahul. 2013. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Komara, Endang. 2014. Belajar dan Pembelajaran Interaktif. Bandung: Refika Aditama.

Luna, Cahya. 2015. 4 Hal yang Perlu Direfleksi Guru Indonesia. Online. Tersedia pada: https://www.zenius.net/blog/9573/cara-mengajar-guru-indonesia

Mukri, Yulianti. 2015. Dampak Guru Yang Tidak Efektif Terhadap Pendidikan. Online. Tersedia pada: https://www.kompasiana.com/yuliantibinmukri/ 5643dc72a8afbd110e0dcde8/dampak-guru- yang-tidak-efektif-terhadap-pendidikan

Mulyatiningsih, E. 2011. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Yogyakarta: Alfabeta

Sani, Ridwan Abdullah. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Ruminiati. 2008. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.




49






22222 15151515151515151515



Oleh : Wiwik KustiniGuru SDN 2 Surodakan

ABSTRAK

Berdasarkan pengamatan guru mengalami kesulitan mendorong peserta didik untuk aktif, berani mengungkapkan gagasan atau pendapatnya mengenai konsep pembelajaran yang disampaikan. Oleh karenanya perlu upaya untuk meningkatkan kreativitas dan hasil belajar siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kreativitas dan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode active knowledge sharing learning siswa kelas V pada pembelajaran IPA. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dilakukan sebanyak 2 siklus pada kelas V SDN 2 Surodakan. Instrumen penelitian menggunakan lembar observasi dan penilaian hasil belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode active knowledge sharing learning dapat meningkatkan kreatifitas dan prestasi belajar siswa. Aktivitas siswa pada siklus I yang berkategori baik hanya sejumlah 6%, kemudian meningkat menjadi 72% pada siklus kedua. Perhatian siswa yang berkategori baik sejumlah 6% orang siswa meningkat menjadi 81% pada siklus kedua. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, hal ini ditunjukkan dengan skor rata-rata siklus I mencapai 69 meningkat menjadi 82 pada siklus II. Dengan demikian guru dapat menerapkan metode active knowledge sharing learning untuk meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa.

04

Meningkatkan Hasil Belajar IPA MenggunakanMetode Active KnowledgeSharing Learning

50






22222 15151515151515151515



Kata kunci: Hasil belajar IPA, active knowledge sharing learning, keaktivan, dan perhatian.

PENDAHULUANKurikulum 2013 dikembangkan untuk mengarahkan peserta didik menjadi

manusia berkwalitas yang mampu dan aktif dalam menjawab tentangan jaman yang semakin maju dan selalu berubah, Juga menciptakan manusia bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan bertanggungjawab. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menentang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pada peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.22 Tahun 2016 tentang standar proses pembelajaran tingkat dasar dan menengah juga mengamanatkan bahwa guru harus menggunakan model pembelajaran yang bervariasi atau pendekatan saintifik dalam penyelenggaraan proses pembelajaran. Adapaun model pembelajaran yang disarankan dalam kurikulum 2013 yaitu pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran berbasis penemuan (discovery based learning), pembelajaran berbasis proyek (project based learning) serta pendekatan saintifik (scientific approach) dengan unsur-unsur pembelajaran mengamati (observing), menanya (questioning), mengumpulkan informasi atau data (collecting data/information), mengasosiasi (associating), dan mengkomunikasikan (communicating).

Berdasarkan pengamatan penulis masih banyak guru yang mengalami kesulitan dalam menerapkan pendekatan saintifik pada unsur menumbuhkan kreatifitas dalam mengungkapkan pendapat atau gagasan (collecting data/information). Guru mengalami kesulitan mendorong peserta didik untuk aktif dalam bertanya, berani mengungkapkan gagasan atau pendapatnya mengenai konsep pembelajaran yang disampaikan. Di sini hanya terlihat beberapa murid yang aktif dan berani itupun jumlahnya sangat minim. Peserta didik banyak yang

Wiwik KustiniGuru SDN 2 Surodakan

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MENGGUNAKAN METODE ACTIVE KNOWLEDGE SHARING LEARNING

51






22222 15151515151515151515



diam bila mana ditanyakan tentang pendapat mereka ataupun disuruh bertanya.Peserta didik yang pasif ini kadang-kadang dapat membuat guru jengkel,

marah, frustasi dalam mengajar karena peserta didik tidak memenuhi harapan guru. Oleh sebab itu perlu upaya mengatasi peserta didik yang pasif dan tidak berani mengungkapkan gagasan dan pendapatnya pada penerapan pembelajaran yang berpendekatan saintifik. Sebagai seorang guru harus mampu memperhatikan karakteristik siswa , karena guru harus mampu mengubah anak yang awalnya negative menjadi anak yang positif dan dapat mengubah anak yang awalnya

pasif menjadi anak yang aktif (Khotimah, 2017: 1). Dari permasalahan ini tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui apakah dengan model penbelajaran “active knowledge sharing learning“ dapat meningkatkan hasil belajar siswa?, dan apakah dengan model penbelajaran “active knowledge sharing learning“ dapat meningkatkan keaktifan siswa?. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan mutu pembelajaran dari sisi proses maupun hasil.

KAJIAN PUSTAKAHasil belajar merupakan bagian terpenting dalam proses pembelajaran.

Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan yang dikembangkan oleh setiap mata pelajaran yang ditunjukan oleh perolehan nilai tes yang diberikan oleh guru. Istilah hasil belajar berhubungan erat dengan prestasi belajar. Untuk membedakan istilah hasil belajar dan prestasi belajar itu sangatlah sulit. Banyak guru yang beranggapan bahwa hasil belajar dan prestasi belajar itu sama. Namun ada juga yang berpendapat berbeda seperti hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh dalam kegiatan belajar dalam kurun waktu yang lama seperti satu semester ataupun satu tahun sedangkan prestasi belajar sesuat yang diperoleh dari kegiatan belajar dalam waktu yang relatif pendek, seperti hasil ulangan harian.

Menurut Zakky (2017: 1), hasil belajar diartikan sebagai sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan, kecakapan dasar dan



52






22222 15151515151515151515



perubahan tingkah laku secara kuantitatif. Pendapat lain dikemukan oleh Jihad dan Haris (dalam Zakky, 2017: 1) pengertian hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu.

Berdasarkan tujuannya hasil belajar dibagi tiga macam: yaitu 1) hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecakapan di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat. 2) hasil belajar yang berupa kemampuan dalam penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan. 3) hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.

Pengertian metode active knowledge sharing learning dapat didefinisikan oleh beberapa ahli. Salamah (2017: 1) menjelaskan bahwa active knowledge sharing learning merupakan model pembelajaran aktif yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi siswa dalam aspek kognitif. Active knowledge sharing learning merupakan strategi yang menekankan siswa untuk saling berbagi dan membantu dalam menyelesaikan pertanyaan yang diberikan. Menurut Silberman (dalam Huda 2017: 2) mengatakan bahwa, metode active knowledge sharing learning merupakan cara yang bagus untuk mengenalkan siswa kepada materi pelajaran yang anda ajarkan. Metode ini juga dapat menggunakan untuk menilai tingkat pengetahuan siswa sembari melakukan kegiatan pembentukan tim. Cara ini cocok pada segala ukuran kelas dan dengan materi pelajaran apapun. Active knowledge sharing learning juga dapat membentuk siswa dalam kerja sama tim dalam diskusi (bertukar pengetahuan) dan dapat membuat siswa siap materi terlebih dahulu karena sebelum materi diajarkan siswa diberikan pertanyaan terlebih dulu yang berkaitan dengan materi. Jadi active knowledge sharing learning merupakan strategi belajar aktif yang mendorong siswa aktif berbagi informasi dan pengetahuan kepada teman yang tidak bisa menyelesaikan soalnya dan sesi akhirnya guru menyampaikan topik-topik yang penting dari hasil pengerjaan siswa dalam berbagi pengetahuan pada mata pelajaran tersebut.

Dalam proses belajar mengajar pada umumnya, terutama seorang guru sungguh mempunyai peranan besar dan sentral pengaruhnya untuk berhasilnya tujuan pendidikan yang digariskan. Demi tercapainya upaya tersebut di atas, maka



53






22222 15151515151515151515



diperlukan penyusunan pedoman metode active knowledge sharing learning bagi guru dan semua unsur pembina pendidikan di sekolah. Di dalam memilih dan menerapkan metode active knowledge sharing learning yang ada dan yang lebih sesuai dengan tuntutan kurikulum dewasa ini, hendaknya yang mengutamakan azas dan suasana interaksi indikatif yang bersifat kekeluargaan dan kasih sayang antara pendidik (guru) dan anak didik (siswa) dalam mencapai tujuan pendidikan. Maka dari itu fungsi metode active knowledge sharing learning yaitu sebagai berikut: (a) merangsang anak terhadap topik yang diajukan atau diterapkan, (b) mengetahui sampai dimana penguasaan anak terhadap tugas yang diajukan, (c) mengetahui sampai dimana partisipasi anak hubungan sosial, rasa tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri dan semangat kerjanya, (d) melihat kelemahan dan kekurangan anak dalam kerjanya, apakah dapat memperbaiki sendiri atau masih memerlukan bantuan orang lain.

Dalam menyampaikan materi pelajaran yang telah dirumuskan, perlu dipertimbangkan metode mana yang paling tepat digunakan dengan mengingat kegiatan belajar yang telah kita tetapkan dan tujuan yang ingin dicapai. Perlu disadari bahwa dalam proses belajar mengajar sehari–hari tidak jarang guru menghadapi siswa yang mengalami kesulitan. Untuk itu seorang guru harus segera tanggap dan mencoba metode membangkitkan kembali semangat siswa dalam menerima pelajaran, maka guru sebelumnya harus dapat memilih salah satu metode yang akan dipergunakan. Tujuan ditetapkan metode active knowledge sharing learning itu adalah memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran dan mengembangkan kemampuan pribadinya dalam kegiatan menerima tugas-tugasnya. Silberman (dalam Huda 2017: 2) menambahkan keunggulan strategi belajar ini adalah, “siswa dapat meminta bantuan siswa yang lain untuk membantu menjawab pertanyaan yang tidak bisa dijawab dan bisa divariasikan dengan pemberian kartu indeks pada tiap siswa untuk menuliskan informasi baru dari materi yang telah dipelajari”. Dalam menerapkan metode active knowledge sharing learning menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: (a) menjelaskan pada siswa kemampuan dasar yang ingin dicapai sesudah pelajaran berakhir, (b) mengkomunikasi penggunaan metode pemberian tugas, (c) guru memberikan permasalahan sebagai bahan



54






22222 15151515151515151515



apersepsi, (d) guru menyiapkan lembar kerja, (e) guru membagi siswa dalam beberapa kelompok kecil (terdiri atas 4 siswa), (f) guru membagi lembar kerja pada masing-masing kelompok, (g) guru meminta siswa untuk menjawab lembar kerja, (h) guru meminta salah satu siswa dari masing-masing kelompok menyebar kekelompok lain dalam ruangan untuk mencari siswa dari kelompok lain yang sekiranya dapat menjawab pertanyaan yang belum dapat dijawab di kelompoknya, disini tugas guru mendorong siswa untuk mau membagi pengetahuan mereka secara aktif kepada temannya. (i) guru meminta siswa untuk kembali ke kelompoknya semula, (j) guru bersama siswa membahas jawaban yang mereka dapatkan, (k) guru bersama siswa membuat kesimpulan, (l) guru memberikan evaluasi.

METODE PENELITIANPenelitian ini adalah penelitihan tindakan kelas (PTK) menggunakan dua

Siklus. Menurut Harjodipuro (dalam Sunendar, 2008: 2) bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau utuk mengubahnya. Menurut pendapat Suyanto (dalam Muslich, 2011: 9) PTK adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan/atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional. Penelitian dilaksanakan di Kelas IV Semester Ganjil di SDN 2 Surodakan Kecamatan Trenggalek, Kabupaten Trenggalek. Tiap siklus terdiri dari empat langkah, yaitu: perencanaan (planning), aksi atau tindakan (acting), observasi (observing), dan refleksi (reflecting) (Kurt Lewin dalam Sunendar, 2008: 2).

Sebelum PTK dilaksanakan guru menganalisis materi pembelajaran, menelaah buku Ilmu Pengetahuan Alam Kelas IV, menyusun silabus, PSP, RP, dan menyusun instrumen penjaring data yang berupa tes dan non tes. Pada tiap siklus dilakukan refleksi dan evaluasi berdasarkan catatan hasil observasi dan tes hasil belajar siswa. Refleksi pelaksanaan tes melibatkan guru sebagai subyek penelitian, guru kolaborator, dan beberapa siswa yang menjadi sasaran penelitian tindakan. Data kualitatif dari hasil observasi selama kegiatan pembelajaran berlangsung, hasil kuesioner siswa serta antusias siswa selama pembelajaran berlangsung, akan



55






22222 15151515151515151515



dideskripsikanPenelitian tindakan kelas ini menggunakan beberapa instrumen berupa

tes dan observasi. Data yang dikumpulkan adalah hasil belajar siswa bidang studi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada putaran siklus I yang berupa Ulangan Harian I dan II, serta data hasil observasi terkait aktivitas dan perhatian siswa dalam pembelajaran. Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui prosentase tiap-tiap kategori serta untuk mengetahui kenaikan antar siklus.

HASIL PENELITIAN Hasil Siklus Pertama

Penelitian tindakan kelas siklus pertama dilaksanakan sebanyak dua pertemuan (2 x 35 menit). Hasil pengamatan terhadap aktivitas dan perhatian siswa saat pembelajaran diperoleh data sebagaimana tertuang pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil Pengamatan Kegiatan Belajar Mengajar Pada Siklus I

UraianAktifitas Perhatian

Baik Cukup Kurang Baik Cukup KurangJumlah siswa 2 10 20 2 8 22

Persentase 6% 31% 63% 6% 25% 69%

Berdasar data di atas dapat kita lihat bahwa aktivitas siswa yang memiliki kategori baik dalam kegiatan belajar sebanyak 2 orang (6%), aktivitas belajar kategori sedang sebanyak 10 orang (31%) serta sebanyak 20 anak (63%) menunjukkan aktifitas belajar kategori kurang. Hasil pengamatan dari sudut perhatian siswa dalam kegiatan belajar, siswa yang memiliki perhatian kategori baik sebanyak 2 orang (6%), sedangkan sebanyak 8 orang (25%) perhatiannya cukup, dan perhatian kategori kurang sebanyak 22 orang (69%). Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa dengan metode active knowledge sharing learning belum meningkatkan aktivitas dan perhatian siswa pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Jadi ketepatan pembelajaran dengan menggunakan



56






22222 15151515151515151515



metode ini belum tuntas dan perlu diadakan kegiatan pada siklus II. Hasil belajar siswa siklus I yang didasarkan pada hasil tes dapat diketahui hasil prestasi secara rata-rata mencapai 69.06 dari sejumlah siswa sebanyak 32 siswa. Hal ini masih berada di bawah SKM sebesar 70. Untuk itu perlu diadakan kegiatan pada siklus yang ke II.

Hasil refleksi siklus I dapat dideskripsikan bahwa penerapan metode active knowledge sharing learning masih menggunakan pemberian tugas dengan menekankan pada tanya jawab dan tugas tertulis, agar penggunaan metode lebih tertib dan efektif, maka guru perlu mempersiapkan dan mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin diajukan siswa. Guru harus bisa memastikan semua siswa mendapat giliran bertanya. Guru harus mampu menciptakan kondisi agar tanya jawab tidak hanya digunakan siswa untuk bertanya namun juga untuk menjawab pertanyaan guru dan siswa kelompok lain.

Pada pertemuan I belum dapat menyelesaikan tugasnya sehingga tugas diselesaikan dirumah. Pertemuan II membahas tugas yang dikerjakan dirumah. Guru memeriksa tugas siswa dilanjutkan tanya jawab sekitar tugas, lalu untuk mengukur keberhasilan siswa dalam menguasai materi dilakukan post tes.

Hasil Siklus KeduaPenelitian tindakan kelas siklus kedua dilaksanakan sebanyak dua

pertemuan (2 x 35 menit). Pelaksanaan tindakan pada siklus II dilaksanakan karena siklus I kurang berhasil. Hasil kegiatan pembelajaran yang tampak pada siklus I belum menunjukkan ketuntasan belajar.

Sebagaimana pada siklus I, aspek yang diamati adalah aktivitas dan perhatian siswa terhadap pembelajaran. Hasil pengamatan diperoleh data sebagaimana tertuang pada Tabel 2.



57






22222 15151515151515151515



Tabel 2Hasil Pengamatan Pada Siklus II

UraianAktifitas Perhatian

Baik Cukup Kurang Baik Cukup KurangJumlah siswa 23 6 3 26 4 2

Persentase 72% 19% 9% 81% 13% 6%

Berdasar data pada Tabel 2 dapat kita lihat aktivitas siswa yang memiliki kategori baik dalam kegiatan belajar sebanyak 23 (72%), kategori sedang sebanyak 6 (19%), serta sebanyak 3 anak (9%) menunjukkan aktifitas belajar kategori kurang. Hasil pengamatan pada aspek perhatian siswa dalam kegiatan belajar, siswa yang memiliki perhatian kategori baik sebanyak 26 (81%), kategori sedang sebanyak 4 siswa (13%), dan perhatian kurang sebanyak 2 siswa (6%). Data hasil belajar siswa secara rata-rata mencapai 82% dari siswa sebanyak 32 orang. Dengan SKM 70, sehingga pembelajaran dengan menggunakan metode active knowledge sharing learning dinyatakan tuntas.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIANKegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode active knowledge

sharing learning dapat berjalan dengan optimal. Pada siklus I menunjukkan siswa yang memiliki aktivitas kategori baik dalam kegiatan belajar sebanyak 2 orang (6%), kategori sedang sebanyak 10 orang (31%) serta sebanyak 20 anak (63%) menunjukkan aktifitas kurang. Sedangkan hasil pengamatan dari sudut perhatian siswa dalam kegiatan belajar, siswa yang memiliki perhatian kategori baik sebanyak 2 (6%), kategori sedang sebanyak 8 siswa(25%), dan perhatian kategori kurang sebanyak 22 siswa (69%). Pada siklus II diperoleh data aktivitas siswa yang memiliki aktivitas kategori baik dalam kegiatan belajar sebanyak 23 orang (72%), kategori sedang sebanyak 6 orang (19%), serta sebanyak 3 anak (9%) menunjukkan aktifitas kurang. Sedangkan hasil pengamatan dari sudut perhatian siswa dalam kegiatan belajar, siswa yang memiliki perhatian kategori baik sebanyak 26 siswa (81%), kategori sedang sebanyak 4 siswa (13%), dan perhatian kategori kurang 2



58






22222 15151515151515151515



orang (6%). Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat ahli yang menyatakan bahwa active knowledge sharing dapat membentuk siswa dalam kerja sama tim dalam diskusi (bertukar pengetahuan) dan dapat membuat siswa siap materi terlebih dahulu karena sebelum materi di ajarkan siswa diberikan pertanyaan terlebih dulu yang berkaitan dengan materi. Active knowledge sharing dapat melibatkan siswa secara aktif, dimana mereka dalam kelompoknya dapat berdiskusi (Dewi, 2012: 8). Jadi active knowledge sharing merupakan strategi belajar aktif yang mendorong siswa aktif berbagi informasi dan pengetahuan kepada teman yang tidak bisa menyelesaikan soalnya dan sesi akhirnya guru menyampaikan topik-topik yang penting dari hasil pengerjaan siswa dalam berbagi pengetahuan pada mata pelajaran tersebut.

Hasil belajar siswa pada siklus I rata-rata mencapai 69 dari sejumlah siswa sebanyak 32 siswa, hal ini masih berada di bawah SKBM sebesar 70. Pada siklus II ini hasil belajar secara rata-rata prestasi belajar secara rata-rata mencapai 82 dari sejumlah siswa sebanyak 32 siswa. Hal ini berada di atas SKBM sebesar 70, sehingga pembelajaran dengan menggunakan metode active knowledge sharing learning dinyatakan tuntas. Dibawah ini grafik peningkatan prestasi belajar siswa.

Kaisan (2008) berpendapat bahwa metode pembelajaran aktif memiliki beberapa kelebihan: (1) siswa akan lebih mudah memahami pelajaran bahkan mereka akan sangat menikmati pelajaran yang akan diberikan, (2) kreatifitas siswa akan lebih berkembang, dan (3) meningkatkan life skill (keterampilan hidup), sehingga dalam kehidupan sehari-hari siswa bisa lebih mandiri. Silberman menambahkan keunggulan strategi belajar ini adalah siswa dapat meminta bantuan siswa yang lain untuk membantu menjawab pertanyaan yang tidak bisa dijawab dan bisa divariasikan dengan pemberian kartu indeks pada tiap siswa untuk menuliskan informasi baru dari materi yang telah dipelajari (Silberman, 2013: 101). Metode ini juga cukup baik digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan siswa mengenai yang hendak dibahas. Rasa ingin tahu, gemar membaca, dan komunikatif merupakan nilai karekter yang bisa dicapai dengan penerapan metode active knowledge sharing learning tersebut (Ahyan, 2016: 1).



59






22222 15151515151515151515



KESIMPULANKegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode active knowledge

sharing learning dapat berjalan dengan optimal. Aktivitas siswa pada siklus I yang berkategori baik hanya sejumlah 6%, kemudian meningkat menjadi 72% pada siklus kedua. Perhatian siswa yang berkategori baik sejumlah 6% orang siswa meningkat menjadi 81% pada siklus kedua. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, hal ini ditunjukkan dengan skor rata-rata siklus I 69 meningkat menjadi 82 pada siklus II.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka dapat disarankan beberapa hal. (1) Kepada guru agar berusaha meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan metode mengajar yang tepat pada proses belajar mengajar sehingga hasil belajar siswa meningkat atau agar mendapatkan hasil yang memuaskan. Bagi guru agar mempertimbangkan pemberian materi pelajaran dengan mengenalkan dan menggunakan berbagai macam strategi salah satunya adalah metode active knowledge sharing learning. (2) Kepada para guru yang mengajarkan tematik yang dirasa siswa sulit untuk memahami materi, maka perlu mengembangkan diri dan kreatifitasnya dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. (3) Bagi sekolah perlu melatihkan implementasi metode ini kepada guru-guru agar perencanaan, implementasi, dan evaluasinya dapat dilaksanakan dengan lancar.

DAFTAR RUJUKAN

Ahyan, Azanul. 2016. Penerapan Metode Active Knowledge Sharing. Online. Tersedia pada: https://azanulahyan.blogspot.com/2016/01/penerapan-metode-active-knowledge-sharing.html

Dewi, Asri Nafi’a. 2012. Pengaruh Penggunaan Model Active Knowledge Sharing Terhadap Hasil Belajar Ditinjau dari Minat Belajar Siswa SMA N 2 Karanganyar. Skripsi. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Huda, Fatkhan Amirul. 2017. Pengertian Strategi Pembelajarann Active Knowledge Sharing. Online. Tersedia pada: http://fatkhan.web.id/



60

https://azanulahyan.blogspot.com/2016/01/penerapan-metode-active-knowledge-sharing.html

https://azanulahyan.blogspot.com/2016/01/penerapan-metode-active-knowledge-sharing.html






22222 15151515151515151515



pengertian-strategi-pembelajarann-active-knowledge-sharing/

Kaisan. 2008. Belajar Lebih Menarik dengan Metode Active Learning. online. Tersedia: http://kaisan.tblog.com.

Khotimah, Chusnul. 2017. Peran Guru Dalam Menghadapi Siswa yang Pasif. Online. Tersedia pada: htps://chusnulkhotimah2.wordpress.com/2017/ 10/21/peran-guru-dalam-menghadapi-siswa-yang-pasif/

Muslich, Masnur. 2011. Melaksanakan PTK Itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.22 tahun 2016 tentang Standar Proses

Salamah, Sarah. 2017. Pelaksanaan Model Pembelajaran Active Knowledge Sharing Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Konstruksi Bangunan Kelas X TGB SMK Negeri 2 Kraksaan, Jurnal Kajian Pendidikan Teknik Bangunan Vol 2, No 2/JKPTB/17(2017). Online. Tersedia pada: http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-kajian-ptb/article/view/19255

Silberman, Melvin L. 2013. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia & Nuansa Cendekia.

Sunendar, Tatang. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Online. Tersedia pada: https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/21/penelitian-tindakan-kelas-part-ii/

Zakky. 2018. Pengertian Hasil Belajar Siswa dan Definisinya Menurut Para Ahli. Online. Tersedia pada: https://www.zonareferensi.com/pengertian-hasil-belajar/



61

http://kaisan.tblog.com

https://www.zonareferensi.com/author/zakky/






22222 15151515151515151515



Oleh : KusnohadiLPMP Jawa Timur

ABSTRAK

Banyak keluhuran nilai dari karakter gotong royong. Ia merupakan cerminan karakter manusia sebagai makhluk sosial, juga merupakan cirri khas bangsa Indonesia, dan menunjukkan keluhuran nilai kemanusiaan dan kebersamaan. Dewasa ini karena pengaruh modernisasi dan globalisasi terjadi perubahan di masyarakat yang menunjukkan semakin menguatnya nilai-nilai individualisme, sehingga karakter gotong royong mengalami dampaknya. Mengacu pada permasalahan tersebut, artikel ini disusun berdasar kajian pustaka dimaksudkan untuk menguraikan makna karakter gotong royong, teori belajar yang relevan dengan pengembangan karakter gotong royong, urgensi pengembangan karakter gotong royong, dan strategi pengembangan karakter gotong royong pada siswa. Diharapkan tulisan ini bermanfaat bagi upaya pelestarian dan pengembangan karakter gotong royong, khususnya peran serta guru dan sekolah dalam melakukan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan karakter gotong royong. Berdasar hasil kajian pustaka disimpulkan bahwa karakter gotong royong bermakna tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama. Karakter gotong royong perlu dipertahankan karena merupakan fitrah manusia sebagai makhluk sosial, merupakan implementasi rasa kebersamaan, dan juga sebagai perwujudan jati diri luhur bangsa Indonesia.

05

BagaimanaStrategi Guru Mengembangkan Karakter Gotong Royong Pada Siswa?

62






22222 15151515151515151515



Strategi mengembangkan karakter gotong royong dilakukan dengan berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat. Berdasar pada kesimpulan tersebut disarankan agar sekolah, orang tua, dan masyarakat turut aktif dan partisipatif dalam mempertahankan dan mengembangkan karakter gotong royong.

Kata kunci: karakter gotong royong, learning by doaing, teori belajar sosial, teori modeling, strategi pengembangan gotong royong.

PENDAHULUAN

Presiden Republik Indonesia yang pertama, Soekarno, menyampaikan jika gotong royong merupakan “jiwa” masyarakat Indonesia, hal itu disampaikannya pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di tahun 1945. Pada tahun 90-an, ada satu kalimat yang amat populer di kalangan masyarakat Indonesia, “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Kalimat tersebut singkat dengan makna tergambar jelas bahwa persatuan adalah landasan semangat yang sejak dulu digunakan oleh para pejuang untuk membangun bangsa. Budaya gotong royong merupakan salah satu perwujudan nyata dari semangat persatuan masyarakat Indonesia.

Belakangan ini kalimat tersebut dengungannya kini mulai jarang sekali terdengar, saat ini budaya gotong royong mulai hilang. Masa sekarang ini, dampak globalisasi telah mempengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia tentang hakikat budaya gotong royong. Masyarakat menjadi cenderung individualis, konsumtif, dan kapitalis sehingga rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan senasib sepenanggungan antarsesama manusia mulai hilang tergerus ganasnya badai globalisasi yang mempunyai dampak negatif (Hanafi, 2008: 1). Arus globalisasi dalam bidang sosial budaya begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama kalangan muda.

Pengaruh globalisasi membuat banyak anak muda seakan kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Sikap budaya gotong royong yang semula menjadi sikap hidup bangsa mengalami banyak gempuran yang terutama bersumber pada budaya Barat yang agresif dan dinamis, mementingkan kebebasan individu. Dengan memanfaatkan keberhasilannya di berbagai bidang kehidupan serta kekuatannya di bidang fisik dan militer, Barat cukup mendominasi dunia dan

KusnohadiLPMP Jawa Timur


63






22222 15151515151515151515



umat manusia. Dampak globalisasi ini telah mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan yang ada di masyarakat, salah satunya adalah aspek budaya gotong royong Indonesia (Hanafi, 2008: 1).

Berdasar kondisi tersebut terbitlah Peraturan Presiden (Perpres) No. 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Tujuan penguatan pendidikan karakter (PPK) berdasarkan Perpres tersebut adalah: a) membangun dan membekali peserta didik sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan; b) mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik dengan dukungan pelibatan publik yang dilakukan melalui pendidikan jalur formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan keberagaman budaya Indonesia; dan c) merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, masyarakat, dan lingkungan keluarga dalam mengimplementasikan PPK.

Pendidikan karakter merupakan kunci yang sangat penting di dalam membentuk kepribadian anak. Selain di rumah, pendidikan karakter juga perlu diterapkan di sekolah dan lingkungan sosial. Pada hakekatnya, pendidikan memiliki tujuan untuk membantu manusia menjadi cerdas dan tumbuh menjadi insan yang baik. Dalam rangka mempersiapkan Generasi Emas 2045, pemerintah menguatkan karakter generasi muda agar memiliki keunggulan dalam persaingan global abad 21 (Mulyana, 2017: 1). Berdasar landasan tersebut seluruh komponen bersinergi untuk mengembalikan dan mengembangkan karakter gotong royong bagi segenap warga negara. Utamanya penyelenggaraan pendidikan mempunyai peran dan andil dalam mengembangkan dan mewariskan karakter gotong royong kepada peserta didik agar karakter ini tetap lestari sepanjang masa.

Mengacu pada permasalahan tersebut, artikel ini disusun berdasar kajian pustaka dimaksudkan untuk menguraikan makna karakter gotong royong, urgensi pengembangan karakter gotong royong, dan strategi pengembangan karakter gotong royong pada siswa. Diharapkan tulisan ini bermanfaat bagi upaya pelestarian dan pengembangan karakter gotong royong, khususnya peran serta guru dan sekolah dalam melakukan langkah-langkah strategis untuk mengembangkan karakter



64






22222 15151515151515151515



gotong royong.

PEMBAHASANDefinisi Karakter Gotong Royong

Istilah gotong royong berasal dari bahasa Jawa, “gotong” berarti pikul atau angkat, sedangkan “royong” berarti bersama-sama, sehingga jika diartikan secara harafiah, gotong royong berarti mengangkat secara bersama-sama atau mengerjakan sesuatu secara bersama-sama (Abata, 2016: 1). Gotong royong adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan bersifat suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah dan ringan. Arti yang senada gotong royong adalah melakukan secara bersama-sama suatu pekerjaan fisik yang berat agar pekerjaan yang awalnya berat menjadi ringan dan mudah. Gotong royong juga bermakna bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu hasil yang memuaskan (Komunitas Al-Gazali, 2013: 1). Gotong royong dapat dipahami pula sebagai bentuk partisipasi aktif setiap individu untuk ikut terlibat dalam memberi nilai positif dari setiap obyek, permasalahan, atau keutuhan orang-orang di sekelilingnya. Partisipasi aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi, keuangan, tenaga fisik, mental spiritual, ketrampilan, sumbangan pikiran atau nasihat yang konstruktif, atau mendoakan kepada Tuhan (Abata, 2016: 1). Dengan demikian gotong royong berarti melakukan kegiatan fisik secara bersama-sama dan suka rela untuk mencapai hasil yang memuaskan.

Karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Melalui impelementasi penguatan pendidikan karakter diharapkan siswa dapat menunjukkan sikap menghargai sesama, dapat bekerjasama, inklusif, mampu berkomitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, memiliki empati dan rasa solidaritas, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan (Kemdikbud, 2017: 1).

Urgensi Pengembangan Karakter Gotong Royong Bagi SiswaBangsa yang besar adalah bangsa yang mampu mempertahankan dan



65






22222 15151515151515151515



menunjukkan jati diri sebagai bangsa yang berkarakter. Kalimat tersebut sudah lama dan sering terdengar, tujuan utamanya adalah pesan moral agar seluruh warga negara mampu melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang telah menjadi karakter bangsa. Salah satu karakter luhur bangsa adalah gotong royong. Karakter gotong royong merupakan ciri utama bangsa Indonesia yang telah dilakukan selama berabad-abad lamanya. Oleh karenanya bangsa-bangsa di berbagai penjuru dunia mengenal Indonesia sebagai negara yang kuat karakter gotong royongnya. Dengan demikian jati diri bangsa yang ditunjukkan dengan karakter gotong royong harus terus dipertahankan.

Perubahan-perubahan yang melanda bangsa ini telah banyak mengikis sifat dasar kebangsaan dan berubah menjadi nilai lain yang merupakan lawan dari semangat gotong royong, yakni indvidualisme. Terdapat kecenderungan-kecenderungan yang tak dapat ditolak, bahwa individualisme, telah menjadi alternatif dari sistem nilai yang gejalanya terus menguat pada masyarakat. Etika ketimuran yang ditandai dengan gotong royong sebagai ciri khas dari masyarakat kita, telah tergantikan peranannya oleh individualisme (Alwi, 2017:1). Kondisi tersebut kian mencemaskan bila pendidikan tidak mampu mengembangkan karakter gotong royong pada siswa. Pendidikan diharapkan mampu mengembalikan jatidiri manusia sebagai makhluk individu sekaligus sosial. Esensi manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya adalah kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya adalah kehidupan bersama, serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan.

Karakter gotong royong perlu dikembangkan pada diri siswa karena beberapa alasan. Di samping dua alasan di atas, urgensi mengembangkan karakter gotong royong pada siswa karena hal-hal berikut ini. 1) Sebagai sifat dasar bangsa indonesia yang menjadi unggulan bangsa dan tidak dimiliki bangsa lain. 2) Terdapat rasa kebersamaan dalam setiap pekerjaan yang dilakukan. Sebagai bahan pertimbangan bahwa nilai-nilai kebersamaan yang selama ini ada perlu senantiasa dijunjung tinggi dan dilestarikan agar semakin lama tidak semakin memudar. 3) Memiliki nilai yang luhur dalam kehidupan. 4) Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, karena di dalam kegiatan gotong-royong, setiap pekerjaan dilakukan secara bersama-sama tanpa memandang kedudukan seseorang tetapi



66






22222 15151515151515151515



memandang keterlibatan dalam suatu proses pekerjaan sampai sesuai dengan yang diharapkan. 5) Mengandung arti saling membantu yang dilakukan demi kebahagiaan dan kerukunan hidup bermasyarakat. 6) Suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan sifatnya sukarela tanpa mengharap imbalan apapun dengan tujuan suatu pekerjaan atau kegiatan akan berjalan dengan mudah, lancar dan ringan (Gurupendidikan, 2019).

Berdasar argumen tersebut maka mengembangkan karakter gotong royong pada siswa sangat penting dilakukan secara intensif. Dengan demikian para siswa menjadi makhluk individu dan sosial secara utuh serta siap berkiprah dalam kehidupan nyata di masa kini dan di masa akan datang.

Strategi Mengembangkan Karakter Gotong Royong pada SiswaPengembangan karakter gotong royong kiranya perlu mengacu pada teori

belajar yang relevan. Hal ini dimaksudkan agar strategi yang digunakan sesuai dengan pijakan akademis. Landasan teoritis yang relevan diantaranya adalah teori belajar learning by doing dan teori belajar sosial.

Dalam pandangan teori belajar learning by doing, individu belajar dengan melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan yang selalu mengalami perubahan, sehingga fungsi intelek semakin berkembang. Pengetahuan dibangun atas dasar tiga bentuk, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan sosial. Sedangkan prosesnya didasarkan tiga fase, yaitu fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Fase eksplorasi mengarahkan siswa mempelajari gejala dengan bimbingan, fase pengenalan konsep adalah mengenalkan siswa akan konsep yang berhubungan dengan gejala, sedangkan fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut (Purwanto, 2002: 83).

Interaksi edukatif selayaknya dibangun guru berdasarkan penerapan aktivitas anak didik, yaitu belajar sambil melakukan (learning by doing). Melakukan aktivitas atau bekerja adalah bentuk pernyataan dari anak didik bahwa pada hakekatnya belajar adalah perubahan yang terjadi setelah melakukan aktivitas atau bekerja. Aktivitas ini dapat dilakukan sambil bermain sehingga anak didik akan aktif, senang, gembira, kreatif serta tidak mengikat. Lebih lanjut



67






22222 15151515151515151515



guru memposisikan sebagai penunjuk jalan, pengamat tingkah laku anak, dengan pengamatanya tersebut ia dapat menentukan masalah yang akan dijadikan pusat minat anak (Grup Sciena Collage, 2010: 2).

Dalam pandangan John Dewey, anak harus bersama-sama, menyelidiki dan mengamati sendiri, berfikir dan menarik kesimpulan sendiri, membangun dan menghiasi sendiri sesuai dengan insting yang ada padanya. Tampaklah disini anak belajar sambil bekerja dan bekerja sambil belajar. Inilah makna istilah learning by doing yang dikehendaki oleh Dewey (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 13-14).

Keterlibatan siswa tidak hanya sebatas fisik semata, tetapi lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan ketrampilan (Djamarah, 2000:185).

Mengacu pada teori ini, pengembangan karakter gotong royong akan efektif bilamana siswa secara langsung terlibat dalam berbagai aktivitas yang dilakukan secara bergotong royong. Aktivitas yang dilakukan siswa secara langsung akan membangun pengetahuan tentang pentingnya karakter gotong royong, memiliki sikap positif terhadap gotong royong, dan terampil dalam melibatkan diri pada aktivitas yang dilakukan secara bersama-sama. Membersihkan halaman sekolah, membersihkan ruangan kelas, dan mengerjakan tugas secara berkelompok merupakan beberapa contoh praktik pengembangan karakter gotong royong bagi siswa.

Pengembangan karakteter gotong royong tidak efektif bilamana hanya disajikan dalam teori-teori semata, tetapi jauh lebih efektif bila siswa secara langsung melakukannya. Hal ini akan menimbulkan kebermaknaan dalam belajar (meaningfull learning) sehingga meninggalkan kesan mendalam secara komprehensif (sikap, keterampilan, dan pengetahuannya).

Pada tataran pendidikan disekolah menjadi penting mewariskan budaya gotong royong kepada penerus bangsa di berbagai tingkat pendidikan agar pada masanya nanti generasi berikut dapat mewarisi karakter gotong royong. Karena sekolah berfungsi sebagai tempat penanaman dan konservasi budaya maka sekolah merupakan tempat strategis untuk transfer budaya.



68






22222 15151515151515151515



Menurut Handoyo (2012: 4) implementasi strategi pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan melalui model pendidikan holistik dan pendidikan integratif. Model pendidikan holistik (holistic education) mencakup 3 (tiga) ranah, yaitu metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good berupa transfer pengetahuan (kognitif) yang baik. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling and loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi penggerak yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan sehingga tumbuh kesadaran mau melakukan perilaku kebajikan, karena kecintaannya pada perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good yang berupa tindakan-tindakan nyata untuk dibiasakan dalam aktivitas sehari-hari.

Menurut Lickona (1991), dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Pendidikan karakter gotong royong telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal. Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran yang sesuai adalah metode keteladanan, metode pembiasaan, dan metode pujian dan hukuman (Asep, 2017).

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merumuskan tiga strategi dalam mengembangkan, yaitu pengembangan karakter berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat.

1. Pengembangan Karakter Gotong Royong Berbasis Kelas

Di sekolah, pendidikan karakter juga hendaknya diwujudkan dalam setiap proses pembelajaran, seperti pada metode pembelajaran, muatan kurikulum, penilaian dan lain-lain (Burhanuddin, 2015: 1). Setiap proses pembelajaran



69






22222 15151515151515151515



melibatkan mata pelajaran tertentu atau tema yang sedang dilaksanakan, metode pembelajaran yang digunakan oleh guru, serta pengelolaan kelas. Dalam rangkaian penyelenggaraan proses belajar mengajar di kelas guru memiliki kesempatan leluasa untuk mengembangkan karakter siswa. Guru dapat memilih bagian dari mata pelajarannya atau tema pelajaran untuk diintegrasikan dengan pengembangan karakter siswa. Metode belajar yang dipilihpun dapat menjadi media pengembangan karakter. Ketika mengelola kelas guru berkesempatan untuk mengembangkan karakter melalui tindakan dan tutur katanya selama proses pembelajaran berlangsung (Kemdikbud, 2016: 12). Mengacu pada konsep tersebut maka pengelolaan kelas dan metode dirancang agar dapat menumbuhkan karakter gotong royong bagi siswa. Pengaturan siswa diarahkan pada kegiatan kelompok-kelompok sehingga setiap siswa dapat mengimplementasikan karakter gotong royong dalam melaksanakan tugas-tugas kelompok.

Pemilihan dan penggunaan metode atau model pembelajaran perlu diarahkan pada pembentukan karakter gotong royong, salah satu adalah pembelajaran kolaboratif. Rahardjo (2013: 1) merujuk pada pendapat beberapa tokoh menemukan adanya keuntungan penggunaan pembelajaran kolaboratif dalam mengembangkan karakter gotong royong. Gokhale mendefinisikan bahwa “collaborative learning” mengacu pada metode pengajaran di mana siswa dalam satu kelompok yang bervariasi tingkat kecakapannya bekerjasama dalam kelompok kecil yang mengarah pada tujuan bersama. Keohane berpendapat bahwa kolaborasi adalah bekerja bersama dengan yang lain, kerja sama, bekerja dalam begian satu team, dan di dalamnya bercampur didalam satu kelompok menuju keberhasilan bersama. Patel berpendapat bahwa kolaborasi adalah suatu proses saling ketergantungan fungsional dalam mencoba untuk keterampilan koordinasi, to coordinate skills, tools, and rewards. Lorcher (2019: 1) melihat bahwa pembelajaran kolaboratif mampu memperbaiki interaksi sosial sebagai landasan utama karakter gotong royong.

Pengembangan karakter gotong royong harus pula dapat dilakukan oleh para guru dalam proses pembelajaran yang diampu, seperti kegiatan pembelajaran yang mengunakan model pembelajaran kooperatif dan model lainnya agar terbiasa saling membantu dan terbiasa dengan kebersamaan yang menjadi harapan bahwa



70






22222 15151515151515151515



generasi yang akan datang mempunyai kemampuan bekerja sama dan bergotong royong dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi (Lie, 2012). Kemampuan guru dalam meramu pembelajaran yang menanamkan kebersamaan dan gotong royong secara konsisten dan terus menerus akan menjadi kebiasaan yang akan tertanam dalam hati sanubari.

2. Pengembangan Karakter Gotong Royong Berbasis Budaya Sekolah

Penguatan pendidikan karakter berbasis budaya sekolah memotret berbagai macam bentuk pembiasaan, model tata kelola sekolah, termasuk di dalamnya pengembangan peraturan dan regulasi yang mendukung PPK. Proses pembudayaan menjadi sangat penting dalam penguatan pendidikan karakter karena dapat memberikan atau membangun nilai-nilai luhur kepada generasi muda.

Membangun budaya sekolah yang baik dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan di sekolah. Contoh kegiatan yang dapat dikembangkan dalam membangun budaya sekolah adalah pembiasaan dalam kegiatan literasi, kegiatan ekstrakurikuler, yang mengintegrasikan nilainilai utama PPK, dan menetapkan dan mengevaluasi tata tertib atau peraturan sekolah (Kemdikbud, 2016: 19). Dalam rangka pengembangan karakter gotong royong maka budaya sekolah dikembangkan secara kolaboratif, misalnya jumat bersih atau piket membersihkan kelas. Sebelum melaksanakan kegiatan kebersihan seorang guru mengajarkan betapa pentingnya menjaga kebersihan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menerapkan hal tersebut maka seorang guru menanamkan nilai gotong royong di dalam pribadi masing-masing siswa (Yushan, 2016: 1). Hal ini relevan dengan implementasi teori learning by doing.

Menumbuhkan karakter bagi siswa tidak cukup hanya dilakukan dengan mengajar di kelas, namun mengajarkan mereka bekerja gotong royong sambil menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam kerja dan kegiatan bersama gotong royong bersama jajaran guru dan siswa-siswi ini merupakan bentuk pendidikan karakter bagi anak bangsa saat ini. Pengembangan karakter gotong royong juga perlu implementasi ke kegiatan yang berbentuk fisik seperti kepramukaan atau ekstra kurikuler lainnya.



71






22222 15151515151515151515



3. Pengembangan Karakter Gotong Royong Berbasis Masyarakat

Berbagai studi yang terkait peran masyarakat dalam pendidikan menunjukkan bahwa keberhasilan pendidikan (pendidikan karakter) bergantung pada kemitraan yang sinergis antara para pelaku pendidikan yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat. Praktik baik kolaborasi antaranggota masyarakat telah menjadi bagian dari tradisi Indonesia melalui semangat gotong royong. Kepedulian menjadi kata kunci. Sekaranglah saatnya untuk melakukan penguatan pendidikan karakter yang berbasis komunitas/masyarakat (Kemdikbud, 2016: 24).

Dalam rangka menumbuhkan karakter gotong royong siswa perlu dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat, misalnya bakti sosial atau penggalangan/ memberi bantuan kepada masyarakat yang tertimpa musibah atau membutuhkan bantuan.

Lingkungan keluarga dan lingkungan rumah pun berperan penting dalam membentuk karakter gotong royong. Dalam kehidupan keluarga kita harus membiasakan menerapkan nilai-nilai kebiaasaan-kebiasaan positif yang pada akhirnya akan diteruskan oleh si anak pada lingkungan sosial yang lebih besar, yakni di sekolah dan masyarakat (Burhanuddin, 2015: 2). Dimana ajakan orang tua dan orang-orang yang lebih tua kepada anak-anak untuk membantu bergotong royong dapat pula mempengaruhi karakter. Kesuma (2016) menyatakan bahwa budaya diterima generasi muda sebagian melalui proses transfer budaya oleh generasi tua. Dalam pandangan Burhanuddin (2015: 2), pendidikan karakter yang diberikan oleh orang tua kepada anak hendaknya berorientasi pada kebutuhan anak sebagai makhluk biopsikososial religius serta menggunakan cara-cara yang sesuai dengan perkembangan anak, baik perkembangan fisik-biologisnya, perkembangan psikisnya, perkembangan sosial serta perkembangan religiusitasnya. Selain itu dalam keluarga harus dilakukan pembiasaan sifat – sifat atau sikap – sikap yang baik yang diperoleh dalam lingkungan sekolah atau masyarakat yang dapat membentuk karakter anak. Cara yang lain yang dapat dilakukan adalah dengan metode belajar pengalaman (experiential learning).

Keteladanan tokoh-tokoh di lingkungan termasuk media sosial dan media televisi memberikan andil yang begitu besar terhadap perilaku gotong royong.



72






22222 15151515151515151515



Apa yang sering dilihat dan disaksikan generasi muda akan mudah melekat pada memori dan menjadi bagian perilaku, sebab nilai-nilai budaya dapat bertransmisi melalui proses-proses yang tidak disadari (Kesuma, 2016).

Strategi pengembangak karakter gotong royong yang berbasis masyarakat relevan dengan teori belajar sosial (social learning theory). Teori belajar sosial juga masyur dengan sebutan teori observational learning, berpandangan bahwa:a. individu melakukan pembelajaran dengan meniru apa yang ada di lingkungannya,

terutama perilaku-perilaku orang lain. Perilaku orang lain yang ditiru disebut sebagai perilaku model atau perilaku contoh. Apabila peniruan itu memperoleh penguatan, maka perilaku yang ditiru itu akan menjadi perilaku dirinya. Proses pembelajaran menurut proses kognitif individu dan kcakapan dalam membuat keputusan.

b. terdapat hubungkait yang erat antara pelajar dengan lingkungannya. Pembelajaran terjadi dalam keterkaitan antara tiga pihak yaitu lingkungan, perilaku dan faktor-faktor pribadi

c. hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.

Atas dasar asumsi tersebut, maka teori pembelajaran Bandura disebut sosial-kognitif karena proses kognitif dalam diri individu memegang peranan dalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena adanya pengaruh lingkungan sosial. Individu akan mengamati perilaku di lingkungannya sebagai model, kemudian ditirunya sehingga menjadi perilaku miliknya. Perilaku individu terbentuk melalui peniruan terhadap perilaku di lingkungan, pembelajaran merupakan suatu proses bagaimana membuat peniruan yang sebaik-baiknya sehingga bersesuaian dengan keadaan dirinya atau tujuannya (Syah, 2003; Surya, 2003; Dewi, 2012). Berkaitan dengan upaya menumbuhkan karakter gotong royong dengan mengacu pada teori belajar ini maka individu siswa melakukan pembelajaran dengan proses mengenal perilaku model (perilaku yang akan ditiru), kemudian mempertimbangkan dan memutuskan untuk meniru sehingga menjadi perilakunya sendiri. Dalam hal ini guru-guru dan teman-teman di sekolah dapat berfungsi



73






22222 15151515151515151515



sebagai contoh yang memperkuat karakter gotong royong. Hal ini sesuai dengan teori belajar modeling yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Dimana modeling adalah proses belajar dengan mengamati tingkah laku atau perilaku dari orang lain disekitar kita. Modeling yang artinya meniru, dengan kata lain juga merupakan proses pembelajaran dengan melihat dan memperhatikan perilaku orang lain kemudian mencontohnya. Hasil dari modeling atau peniruan tersebut cenderung menyerupai bahkan sama perilakunya dengan perilaku orang yang ditiru tersebut. Modeling ini dapat menjadi bagian yang sangat penting dan powerfull pada proses pembelajaran (McLeod, 2016: 1).

Model-model yang ada di lingkungan senantiasa memberikan stimulasi kepada individu yang membuat individu memberikan tindak balas apabila terjadi hubungkait antara ransangan dengan dirinya. Macam-macam model boleh berasal dari ibu-bapak, orang tua, orang dewasa, guru, pemimpin, teman sebaya, anggota keluarga, anggota masyarakat, tokoh-tokoh yang berpretise seperti penyanyi, pahlawan, bintang film dan sebagainya.

KESIMPULANMengacu pada pembahasan di atas, maka disimpulkan sebagai berikut.

1. Karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan.

2. Karakter gotong royong perlu dipertahankan karena merupakan fitrah manusia sebagai makhluk sosial, merupakan implementasi rasa kebersamaan, dan juga sebagai perwujudan jati diri luhur bangsa Indonesia. Di tengah perubahan karena arus modernisasi dan globalisasi, karakter gotong royong perlu semakin dikuatkan.

Secara khusus sekolah berfungsi sebagai tempat penanaman dan konservasi budaya maka sekolah menerapkan strategi untuk mengembangkan karakter gotong royong dengan berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan berbasis masyarakat. Pendidikan memiliki peran penting dalam mewariskan budaya gotong royong kepada penerus bangsa di berbagai tingkat pendidikan agar pada masanya nanti



74






22222 15151515151515151515



generasi berikut dapat mewarisi karakter gotong royong. Berdasar pada kesimpulan tersebut disarankan hal-hal berikut ini.

1. Bagi sekolah, dalam rangka pengembangan karakter gotong royong maka budaya sekolah dikembangkan secara kolaboratif, misalnya dengan menyelenggarakan kegiatan jumat bersih, piket membersihkan kelas, lomba keindahan taman kelas, dan lain-lainnya.

2. Bagi guru. Guru memilih dan menggunakan model pembelajaran yang memungkinkan siswa berkolaborasi dan mengerjakan tugas-tugas secara berkelompok dan bergotong royong.

3. Bagi masyarakat. Dalam rangka menumbuhkan karakter gotong royong, di masyarakat perlu ditingkatkan dan diintensifkan kegiatan yang dilakukan gotong royong, misalnya bakti sosial atau penggalangan/ memberi bantuan kepada masyarakat yang tertimpa musibah atau membutuhkan bantuan. Pada kegiatan tersebut siswa perlu dilibatkan sesuai dengan tingkat kemampuan mereka.

DAFTAR RUJUKAN

Abata, Solikin. 2016. Pentingnya Gotong Royong dalam Kehidupan. Online. Tersedia: http://solikinabata.blogspot.com/2016/05/pentingnya-gotong-royong-dalam-kehidupan.html

Alwi, Asep. 2017. Gotong Royong dan Pendidikan Gotong Royong. Online. Tersedia pada: http://asepalwi.blogspot.com/2017/03/gotong-royong-dan-pendidikan-gotong.html

Burhanuddin, Afid . 2015. Tahapan Pembentukan Karakter. Online. Tersedia Pada: https://afidburhanuddin.wordpress.com/2015/01/17/tahapan-pembentukan-karakter/

Dewi, Dian Kusuma. 2012. Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory). Online. tersedia pada: http://dewikusumadian.blogspot.com/2012/11/teori-belajar-sosial-social-learning.html



75

https://afidburhanuddin.wordpress.com/author/afidburhanuddin/

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2015/01/17/tahapan-pembentukan-karakter/

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2015/01/17/tahapan-pembentukan-karakter/






22222 15151515151515151515



Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahari. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta

Gurupendidikan. 2019. Gotong Royong : Pengertian dan Contohnya [Manfaat, Nilai, Tujuan]. Online: tersedia pada:https://www.gurupendidikan.co.id/gotong-royong-dan-contohnya/

Grup Sciena Collage. 2010. Model Pembelajaran Learning by Doing. Online, tersedia: http://scienacollege.blogspot.com/2010/07/model-pembelajaran-learning-by-doing.html

Hanafi. 2008. Pudarnya Budaya Gotong Royong pada Era Globalisasi. Online. Tersedia: http://majalah1000guru.net/2016/05/budaya-gotong-royong-global-isasi/

Handoyo, Budi. 2012. Kendala-Kendala Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah. Online. Tersedia pada: https://hangeo.wordpress.com/2012/ 03/15/kendala-kendala-implementasi-pendidikan-karakter-di-sekolah/

Kemdikbud. 2016. Modul Pelatihan Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Guru. Jakarta: Kemdikbud

Kemdikbud. 2017. Penguatan Pendidikan Karakter Jadi Pintu Masuk Pembenahan Pendidikan Nasional. Online. Tersedia pada: https://www.kemdikbud.go.id/ main/blog/ 2017/07/ penguatan-pendidikan-karakter-jadi-pintu-masuk-pembenahan-pendidikan-nasional

Kesuma, Dharma. 2016. Struktur Fundamental Pedagogik (Membedah Pemikiran Paulo Freire). Bandung: Refika Aditama.

Komunitas Al-Gozali. 2013. Penanaman Nilai Karakter Sikap Gotong Royong, Kerja sama, dan Tanggung Jawab pada Anak Usia Dini. Online. Tersedia pada: yushanyunus.blogspot.com/2016/02/penanaman-nilai-karakter-sikap-gotong.html

Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character: How Our Schools can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books, 1991.



76

https://hangeo.wordpress.com/2012/03/15/kendala-kendala-implementasi-pendidikan-karakter-di-sekolah/

https://hangeo.wordpress.com/2012/03/15/kendala-kendala-implementasi-pendidikan-karakter-di-sekolah/






22222 15151515151515151515



Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning (Mempraktikan Cooperative Learning di ruang-ruang kelas). Jakarta: Gramedia Widiasarana.

Lorcher, Trent. 2019. Collaborative Learning Strategies in the Classroom. Online. Tersedia pada: https://eduhup.com/blog/collaborative-learning-strategies-classroom

McLeod, Saul. 2016. Bandura – Social Learning Theory. Online. Tersediap pada: https://www.simplypsychology.org/bandura.html

Mulyana, Aina. 2017. Perpres No 87 Tahun 2017 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Online. Tersedia pada: https://ainamulyana.blogspot.com/ 2017/09/perpres-no-87-tahun-2017-tentang.html

Peraturan Presiden (Perpres) No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)

Purwanto, Ngalim. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Raharjo, Kurniawan Budi. 2013. Model Pembelajaran Kolaborasi (Colla-borative Learning). Online. Tersedia pada: https://kurniawanbudi04. Word-press.com/2013/05/27/collaborative-learning/

Surya. 2003. Psikologi Pembelajaran dan pengajaran. Bandung: Pustaka Bani

Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Gafindo.

Yushan. 2013. Penanaman Nilai Karakter Sikap Gotong Royong, Kerjasama dan Tanggung Jawab pada Anak Usia Dini. Online. Tersedia: http://yushanyunus. blogspot.com/2016/02/penanaman-nilai-karakter-sikap-gotong.html



77

https://ainamulyana.blogspot.com/2017/09/perpres-no-87-tahun-2017-tentang.html

https://ainamulyana.blogspot.com/2017/09/perpres-no-87-tahun-2017-tentang.html






22222 15151515151515151515



Oleh : Suparti, Dra, MMEnglish Teacher Public Senior High School 3 Sidoarjo

ABSTRACT

English proficiency is a must in an era of communication and globalization. English lessons in high school function as a tool for self-development of students in the fields of science, technology and art. After completing their studies, they are expected to grow and develop into intelligent, skilled and personable individuals who are ready to play a role in national development.But the fact is that the students’ ability of revealing the meaning in narrative text in Senior High School 3 Sidoarjo are still limited. Based on the problem above I did classroom action research. This research was conducted in two cycles. The research result shows that demonstration method is able to increase students’ ability to reveal the meaning. The mean score is 69, 21 % in the first cycle, and 80,94 % in the second cycle. It proves that this strategy is believed effectively able to increase students’ ability to

06

Increasing The Ability of Students To Reveal The Meaning In Narrative Monologue Text Using Demonstration Method In IBB Class XIPublic Senior High School 3 Sidoarjo

78






22222 15151515151515151515



reveal the meaning in narrative monologue text. Data analysis is achieved from the students’ activities obtained in the process of demonstration learning methods in each cycle. This has a positive impact on students’ learning achievement that can be shown by the increase in the average value of students in each cycle which continues to increase.

Key word : Ability- Reveal- Meaning- Monologue- Demonstration

BACKGROUND Learning to express meaning in a simple short monologue by using a variety of spoken languages accurately, smoothly, and can be accepted to interact in the context of everyday life in recount-shaped texts that the writer has done classically. In the study the writer explained the main material contained in the indicators as follows: Identifying the meaning of ideas in the essei text in the form of a Narrative. Doing a short monologue in Narative form. In this case the Teacher has instructed the Students to look for a reading that is in accordance with the Tenses, either from the Reading Book on Library or obtained from the internet. Students are asked to read the monologue in the form of a recount and are asked to translate it. The learning outcomes were found to be below the Minimum Completeness Criteria (KKM). From the results of the writer’s reflection, the data obtained is that during the learning process students are very passive and complain and the emergence of a sense of insecurity. They are very difficult to do their tasks. Obviously, this learning is very ineffective or in other words the learning is unsuccessful. The description above is a description of the failure of the results and the learning process. This failure is a problem that must be addressed immediately. To overcome the learning failure above, the author tries to find a solution. The author is aware that in the 2013 Curriculum era, teachers are required to be creative and innovative. The teacher must be able to find a learning technique that is appropriate to the classroom situation and conditions. The principle of PAKEM (Active, Creative, Effective and Fun Learning) must be implemented. The teacher is no longer a feared figure and not an authoritarian figure, but the teacher must be a facilitator and motorbike who is able to facilitate and mobilize their students to

79

Suparti, Dra, MMEnglish Teacher

Public Senior High School 3 Sidoarjo

INCREASING THE ABILITY OF STUDENTS TO REVEAL THE MEANING IN NARRATIVE MONOLOGUE TEXT USING DEMONSTRATION METHOD IN

IBB CLASS XIPUBLIC SENIOR HIGH SCHOOL 3 SIDOARJO






22222 15151515151515151515



get the knowledge they need. Based on the author’s experience while attending various training and education, the authors hypothesize that learning techniques (learning theory) constructivism is very appropriate if used in learning these basic competencies.So in the research I used the demonstration method in my next class.

THEORYA.Demonstration Method Learning is a process, how to make people or living things learn. While learning is trying to gain intelligence or knowledge, trying behavior or responses caused by experience (KBBI, 1996: 14). Agreeing with the statement Soetomo (1993: 68) argued that learning is a process of environmental management of someone who is intentionally done so as to enable him to learn to do or demonstrate certain behaviors as well. While learning is a process that causes behavior that is not caused by a physical growth process, but changes in habits, skills, increasing, developing thinking power, attitudes and others (Soetomo, 1993: 120). There are two kinds of language mastery, namely (1) mastery of passive language: understanding what other people say to him, and (2) mastery of active language: can express their own hearts to others. In teaching English at school, mastering the language can be shared like the following chart: Passive Language Mastery which consists of Listening and Reading. While Active Language Mastery consists of Speaking and Writing. The domonstration method is a teaching method that presents lesson material by showing directly the object or the way to do something to demonstrate a particular process. Demonstrations can be used on all subjects. In the demonstration the teacher must be sure that all students can pay attention and observe the object to be demonstrated. Before the demonstration process the teacher had prepared the tools used in the demonstration. Teachers are required to master the learning material and organize the class, not until the teacher complains with the demonstration without regard to students as a whole. There are several characteristics of teaching demonstration methods and how they relate to students’ learning experiences.

80

INCREASING THE ABILITY OF STUDENTS TO REVEAL THE MEANING IN NARRATIVE MONOLOGUE TEXT USING DEMONSTRATION METHOD IN IBB CLASS XIPUBLIC SENIOR HIGH SCHOOL 3 SIDOARJO

Suparti, Dra, MMEnglish Teacher Public Senior High School 3 Sidoarjo






22222 15151515151515151515



The procedure of the demonstration method that must be carried out in learning is: 1. Prepare tools that will be used in learning 2. Provide an explanation of the topic to be demonstrated 3. Demonstration of demonstrations along with the attention and imitation of students 4. Strengthening (discussion, question and answer, and / or training) on the results of the demonstration 5. Conclusion

The ability of teachers to be considered in upholding the success of the demonstration includes: 1. Able to process on the topic practiced 2. Able to manage classes, master students thoroughly 3. Able to use the tools used 4. Able to carry out process assessments

The conditions and abilities of students must be considered to support the demonstration, including: 1. Students have motivation, attention and interest in the topic being demonstrated 2. Understand the purpose / purpose to be demonstrated. 3. Able to observe the process carried out by the teacher 4. Able to identify the conditions and tools used in the demonstration

Learning outcomes measured in learning based on the 2004 curriculum include cognitive, affective, and psychomotor abilities. So the teacher not only assesses students from the intellectual aspect but social skills, the attitudes of students during the teaching and learning process as well as the activeness of students in learning activities are also assessed by the teacher. Students who have experienced learning are expected to have new knowledge and skills as well as improved attitudes as a result of the learning that

81










22222 15151515151515151515



has been experienced by these students. Measurement of learning outcomes aims to measure the level of understanding of students in absorbing material. Better learning outcomes that have been assessed by the teacher are notified to students so that students know the learning progress that has been done and the shortcomings that still need improvement. Assessment of learning outcomes in the end as a material reflection of students about their learning activities and teacher’s reflection on the ability to teach and evaluate the achievement of curriculum targets.

B. Monologue Narrative Text There are many definition of narrative text but most of them defines that Monologue Narrative Text is a kind of text to retell the story that happened in the past time orally. While the purpose of Monologue Narrative Text is generally to entertain, inform or express ideas.

The characteristics of narrative texts among others: a. It tells us about a story of event or events. b, The events are usually arranged in chronological order c. The narrator has a purpose in mind in telling the story. There are some points the narrator wishes to make, or some impression he or she wishes to convey to the reader. d. The language features usually found in narrative texts are: a. specific characters b. time words that connect to tell when they occur c. verbs to show the action that occur in the story. d. Descriptive words to portray the character and setting.

The difficulties of teaching monologue narrative text are usually as follows : 1. How to generate ideas. 2. To choose the suitable vocabulary 3. To pronounce the correct pronunciation 4. To use the correct structure 5. And how to organize the ideas they already have.

82








22222 15151515151515151515



METHOD This research is an action research, because research is conducted to solve learning problems in class. This research also includes descriptive research, because it describes how a learning technique is applied and how the desired results can be achieved. In this action research using the form of teacher as a researcher, the person in charge of action research is the practitioner (teacher). The main purpose of this action research is to improve learning outcomes in the classroom where the teacher is fully involved in research ranging from planning, action, observation and reflection. This research will be stopped if the classical learning completeness has reached 85% or more. So in this study, the researcher does not depend on the number of cycles that must be passed. The research place is the place used in conducting research to obtain the desired data. This research took place at SMA NEGERI 3 Sidoarjo, academic year 2018/2019. Research time is the time of the research or when this research takes place. This research was conducted in November odd semester, 2018/2019 school year. The subject of the study were students of Class XI IBB (Language and Culture Science) SMA NEGERI 3 Sidoarjo. This study uses Classroom Action Research (CAR). CAR is a form of study that is reflective by the perpetrators of actions taken to improve the rational stability of their actions in carrying out the task, deepen understanding of the actions taken, and improve the conditions in which the learning practices are carried out.

83










22222 15151515151515151515



The instruments used in this study consisted of: Syllabus, Lesson Plans, Students’ Activity Sheets, Teaching and Learning Activity Sheets, Formative Tests. The data needed in this study were obtained through observation of demonstration learning methods, observation of the activities of students and teachers, and formative tests. To find out the effectiveness of a method in learning activities, data analysis is needed. In this study using a qualitative descriptive analysis technique, which is a research method that describes the reality or facts in accordance with the data obtained in order to determine the learning achievement achieved by students also to obtain students’ responses to learning activities and activities of students during the learning process .

RESULTS The research data obtained in the form of test items item items, observation data in the form of observations of management of demonstration learning methods and observation of activities of students and teachers at the end of learning, and formative test data of students in each cycle. Data from the test results of item items are used to get a test that truly represents what is desired. This data is then analyzed the level of validity, reliability, level of difficulty, and differentiation. Observation sheet data is taken from two observations, namely management observation data demonstration learning methods used to determine the effect of the application of demonstration learning method methods in improving achievement Formative test data to determine students’ learning achievement improvement after the demonstration learning method was applied.

84








22222 15151515151515151515



Cycle I

85










22222 15151515151515151515



Cycle II

86








22222 15151515151515151515



Through the results of this study shows that demonstration learning methods have a positive impact in improving students’ learning achievement. This can be seen from the increasingly solid understanding of students about the material delivered by the teacher (completeness of learning increased from cycle I, to II), namely 69,21%, and 80,94% respectively. In the second cycle, students’ classical learning completeness has been achieved. Based on data analysis, the students’ activities obtained in the process of demonstration learning methods in each cycle have increased. This has a positive impact on students’ learning achievement that can be shown by the increase in the average value of students in each cycle which continues to increase. Based on data analysis, the students’ activities in the process of learning English were the most dominant one was working using tools / media, listening / paying attention to teacher explanations, and discussions between students / between students and teachers. So it can be said that the activities of students can be categorized as active. As for the teacher’s activities during the learning process, the steps of the demonstration learning method were well implemented. This can be seen from the teacher’s activities that arise, among others, the activity of guiding and observing students in working on LKS activities / finding concepts, explaining / training using tools, giving feedback / evaluation / question and answer where the percentage for the above activities is quite large.

CONCLUSION From the results of learning activities that have been carried out for two cycles, and based on the entire discussion and analysis that has been carried out, it can be concluded that demonstration learning has a positive impact in improving students’ learning achievement which is characterized by increased learning completeness of students in each cycle, namely cycle I 69,21 %, cycle II 80,94 %. The application of the demonstration learning method has a positive influence, which can increase students’ learning motivation as indicated by the results of interviews with some students, the average response of students states that students are interested and interested in the method of demonstration learning methods so

87










22222 15151515151515151515



that they become motivated to learn . • English Teacher of SMAN 3 Sidoarjo

REFERENCESMukhlis, Abdul. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah Panitia Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Suhardjono et.al. 2005. Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Di Bidang Pendidikan Dan Angka Kredit Pengembangan Profesi Guru.Jakarta: Dirjen Dikgu dan Tentis.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2013 Tentang Standar isi Pendikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.



88






22222 15151515151515151515



Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran PKn Siswa Kelas Vi Sdn Langkap 5 Kecamatan Burneh

89

Oleh : Muhammad SyafiiSDN Langkap 5 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn serta kurangnya keaktifan siswa dalam belajar, untuk itu dicarikan solusi dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (a) apakah model pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn?, dan (b) bagaimana keaktifan siswa dalam belajar dengan model pembelajaran tersebut?. Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan (action research) pada siswa Kelas VI SDN Langkap 5 Kecamatan Burneh Tahun Pelajaran 2018/2019. Penelitian tindakan dilakukan sebanyak tiga siklus, setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan revisi. Data diperoleh menggunakan tes dan lembar observasi, berupa hasil tes formatif dan hasil pengamatan kegiatan belajar mengajar. Selanjutnya data diolah untuk mengetahui skor rata-rata dan ketuntasan belajar siswa. Hasil penelitian didapatkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan tiap siklus yaitu, siklus I (60,00%), siklus II (80,00%), siklus III (82,35). Keaktifan siswa juga meningkat ditandai dengan motivasi untuk menemukan dan menjawab permasalahan yang ada. Dengan demikian model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran PKn.

07






22222 15151515151515151515



Kata kunci: Hasil belajar, pembelajaran PKn, model pembelajaran inkuiri.

PENDAHULUAN

Berdasarkan hasil diskusi dengan teman sejawat sebagai pengamat dalam pelaksanaan pembelajaran, diperoleh gambaran bahwa siswa kurang tertarik dalam pembelajaran PKn dengan metode ceramah yang selama ini digunakan guru, hal ini menyebabkan tingkat prestasi belajar siswa pada mata pelajaran PKn belum maksimal. Untuk itu dalam mengatasi masalah diatas, peneliti akan menerapkan model pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran PKn siswa Kelas VI SDN Langkap 5 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan.

Belajar akan efektif bilamana terdapat keterlibatan mental dan fisik siswa. Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, siswa perlu mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan secara aktif, dan membahasnya dengan siswa lain. Pembelajaran aktif merupakan salah satu alternatif pilihan dalam upaya meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan. Dalam pembelajaran aktif, belajar terwujud dalam bentuk keaktifan siswa. Keaktifan yang dimaksud dapat mengambil bentuk yang beraneka ragam, misalnya mendengarkan (baik keterangan guru maupun dari sesama siswa), mendiskusikan (misalnya tentang hubungan sebab akibat dalam suatu kejadian), membuat sesuatu, menulis (misalnya membuat laporan, karangan, dan sebagainya). Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar serta aktif. Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini, siswa diajak untuk turut serta dalam smua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan (Zaini, 2008).

Pendapat lain menyatakan bahwa pembelajaran aktif merupakan suatu

IPENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PKn SISWA KELAS VI SDN LANGKAP 5 KECAMATAN BURNEH

Muhammad SyafiiGuru SDN Langkap 5 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan

90






22222 15151515151515151515



bentuk pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman dan kompetensinya. Lebih dari itu, pembelajaran aktif memungkinkan siswa mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, seperti menganalisis dan mensintesis, serta melakukan penilaian terhadap berbagai peristiwa belajar dan menerapkan kehidupan sehari-hari (Rusman, 2011).

Model pembelajaran yang diarahkan untuk meningkatkan keaktifan siswa adalah melalui model pembelajaran inkuiri. Ketika model pembelajaran inkuiri ini diterapkan, siswa bukan hanya menerima materi yang diberikan oleh seorang siswa siswa juga harus menemukan sendiri inti dari materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Guru bertindak sebagai fasilitator sekaligus motivator. Berdasar dari latar belakang permasalahan diatas, penelitian bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembalajran inkuiri dalam meningkatkan hasil belajar siswa Kelas VI SDN Langkap 5 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan mata pelajaran PKn dan untuk mengetahui keaktifan siswa dalam belajar menggunakan model pembelajaran inkuiri.

Penelitian ini bermanfaat bagi siswa, guru, dan sekolah. Manfaat bagi siswa: memotivasi siswa belajar lebih aktif, meningkatkan rasa puas dan percaya diri, melatih siswa untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat luas. Manfaat bagi guru: melatih untuk dapat mengutarakan, menguraikan apa yang diamati secara beruntun dan logis dalam bahasa yang baik dan benar serta dapat membantu mengelompokkan siswa untuk tujuan tertentu. Sedangkan manfaat bagi sekolah mempermudah mengevaluasi peserta didik dan segera dapat memberi bantuan kepada peserta didik yang membutuhkan.

KAJIAN PUSTAKAModel Pembelajaran Inkuiri

Inkuiri yang dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan (Gulo, 2004:84). Menurut Sudrajat (2011:1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PKn SISWA KELAS VI SDN LANGKAP 5

KECAMATAN BURNEH

Muhammad SyafiiGuru SDN Langkap 5 Kecamatan

Burneh Kabupaten Bangkalan

91






22222 15151515151515151515



Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Menurut Puspita dan Jatmiko (2013:122-123) tahapan-tahapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat mengakomodasi kegiatan-kegiatan yang mengarah pada peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa. Model pembelajaran inkuiri ilmiah merupakan salah satu model yang memenuhi karakteristik dasar suatu model dan kondusif bagi pengimplementasian pendekatan kontruktivisme (Syafriadi, 2017:1).

Menurut Mulyana (2007:2) model pembelajaran inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam pembelajaran ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Pembelajaran ini sering juga dinamakan pembelajaran heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti “saya menemukan”.

Lebih lanjut Sudrajat (2011:2) menyebutkan bahwa model pembelajaran memiliki karakteristik yakni. Pertama, pembelajaran inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya, pada pembelajaran inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima materi pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self



92






22222 15151515151515151515



belief). Dengan demikian, pada pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi lebih diposisikan sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Karena itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok. Ketiga, tujuan dari pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal. Sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.

Model atau pendekatan pembelajaran inkuiri merupakan salah satu bentuk pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered approach). Ciri utama yang dimiliki oleh pendekatan inkuiri yaitu menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan (menempatkan siswa sebagai subjek belajar), seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief) serta mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental (Sanjaya, 2009: 196-197). Menurut Trianto (2009:172) pembelajaran dengan model inkuri mengikuti tahapan sebagai berikut:

1. Menyajikan pertanyaan atau masalah: guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan dipapan tulis, guru membagi siswa dalam kelompok.

2. Membuat hipotesis: guru memberikan kesempatan pada siswa untuk


KECAMATAN BURNEH



93

http://ainamulyana.blogspot.com/2015/12/model-pembelajaran-inkuiri.html






22222 15151515151515151515



curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang manjadi prioritas penyelidikan.

3. Merancang percobaan: guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan, guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.

4. Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi: guru membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan.

5. Mengumpulkan dan menganalisis data: guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul.

6. Membuat kesimpulan: guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan.

Pembelajaran PKn di SDPKn merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting untuk

diajarkan pada jenjang sekolah dasar. Pelajaran PKn merupakan salah satu pelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan cenderung pada pendidikan afektif. Pendidikan kewarganegaraan memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD1945. Juga mampu membentuk siswa yang ideal memiliki mental yang kuat, sehingga dapat mengatasi permasalahan yang akan dihadapi (Fitriyani, 2015:1).

Melalui mata pelajaran PKn, diharapkan kegiatan pembelajaran dapat mencapai tujuan dalam mewujudkan: (a) berpikir secara kritis dan rasional dalam menghadapi isu kewarganegaraan, (b) berpartisipasi secara aktif, bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta anti korupsi, (c) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter masyarakat Indonesia agar dapat



94

https://www.blogger.com/profile/07587899355452353854






22222 15151515151515151515



hidup bersama dengan bangsa lain, dan (d) berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan ilmu dan teknologi.

Pembelajaran PKn berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Balitbang dalam Susanto, 2013: 1).

Pendidikan PKn sebagai sarana pembentukan rasa nasionalisme terhadap diri peserta didik karena didalamnya ditanamkan nilai-nilai pancasila, undang-undang 1945 dan nilai-nilai moral lainnya. sehingga peserta didik diharapkan mampu cinta tanah air yaitu NKRI sebagai negara kebanggaannya dan mampu bertoleransi dengan berbagai macam agama, suku, ras dan budaya.

Pembelajaran PKn juga berfungsi untuk: (a) Mengembangkan dan melestarikan nilai moral Pancasila secara dinamis dan terbuka, yaitu nilai moral Pancasila yang dikembangkan itu mampu menjawab tantangan yang terjadi didalam masayarakat, tanpa kehilangan jati diri sebagai Bangsa Indonesia yang merdeka bersatu dan berdaulat. (b) Mengembangkan dan membina siswa menuju terwujudnya manusia seutuhnya yang sadar politik, hukum dan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, berlandaskan Pancasila. (c) Membina pemahaman dan kesadaran siswa terhadap hubungan antara sesama warga negara dan pendidikan pendahuluan bela negara agar mengetahui dan mampu melaksanakan dengan baik hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Guna mencapai tujuan tersebut, mata pelajaran PKn memiliki klasifikasi materi yang dirangkum dalam ruang lingkup pembelajaran mencakup: persatuan dan kesatuan bangsa, norma, hukum, dan peraturan, hak asasi manusia, kebutuhan warga Negara, konstitusi Negara, kekuasan dan politik, Pancasila, dan globalisasi. Dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, khususnya pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar, mata pelajaran PKn berfungsi sebagai wahana pengembangan karakter yang demokratis dan bertanggung jawab, serta melalui PKn sekolah dikembangkan sebagai pusat pengembangan wawasan, sikap, dan keterampilan hidup dalam kehidupan demokratis (Winataputra, 2014).


KECAMATAN BURNEH



95






22222 15151515151515151515



METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas (PTK),

menurut Aqib (2011), penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat. Karakteristik utama penelitian tindakan kelas adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tindakan kelas harus menunjukkan adanya perubahan ke arah perbaikan dan peningkatan secara positif (Riadi, 2019:2).

Penelitian tindakan dilaksanakan di SDN Langkap 5 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan Tahun Pelajaran 2018/2019 pada mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan siswa Kelas VI. Siklus I dilaksanakan pada Selasa, 1 September 2018, siklus II: Selasa, 8 September 2018, dan siklus III: Selasa, 15 September 2018. Semua siklus dilaksanakan pada jam pelajaran ke-1 dan ke-2.

Dalam pelaksanaan tiap siklus mengikuti alur: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan evaluasi (Arikunto, 2006). Perencanaan kegiatan didasarkan hasil observasi awal yang didapat dari studi dokumen dan hasil tes awal sebelum diputuskan penggunaan strategi apersepsi pembelajaran. Perencanaan dibuat untuk tiga siklus, hal-hal yang dilakukan dalam perencanaan adalah: membuat rencana pembelajaran untuk tiga siklus, membuat instrumen evaluasi (lembar kerja siswa) untuk setiap siklus pembelajaran, menyediakan lembar observasi/pengamatan untuk setiap pertemuan dalam setiap siklus, menyiapkan lembar evaluasi untuk setiap siswa dalam tiga siklus, dan menyiapkan format pengolahan data atau format penilaian.

Pelaksanaan tindakan kelas ini dilakukan tiga siklus. Setiap pelaksanaan tindakan pembelajaran tersusun atas kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Kegiatan awal berfokus pada apersepsi dengan melakukan tanya jawab untuk mengkonsentrasikan siswa pada materi dan penjelasan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Pada kegiatan inti adalah penyajian materi dengan menggunakan model inkuiri. Kegiatan akhir meliputi: (a) mengumpulkan hasil pengamatan/observasi dari siswa, (b) mengevaluasi cara kerja siswa, (c) mengadakan penilaian, (d) mengumpulkan hasil nilai, dan (e) merumuskan perbaikan untuk siklus berikutnya.



96






22222 15151515151515151515



Tahap pengamatan (observasi) dilaksanakan bersama setelah proses pembelajaran, meliputi aktifitas guru dan siswa, pengelolaan pembelajaran dan hasil belajar siswa. Dan tahap evaluasi (refleksi) meliputi analisis hasil dan rencana perbaikan siklus berikutnya. Sesuai dengan maksud awal PTK dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, dsn memperbaiki kondisi praktik-praktik pembelajaran yang telah dilakukan (Sukidin, 2010:16).

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dua macam, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi atau pengamatan atas respon siswa pada pembelajaran. Data kualitatif tersebut dinyatakan dengan kategori A (baik), B (sedang), dan C (kurang). Sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil tes setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Selanjutnya data dioleh untuk mengetahui ketuntasan individu dan klasikal, serta peningkatan hasil belajar antarsiklus.

HASIL PENELITIAN 1. Siklus I

Tahap perencanaan, peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran meliputi rencana pelajaran pertama, soal tes formatif pertama, dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar siklus I dilaksanakan pada tanggal 1 September 2018 Kelas VI dengan jumlah siswa 34 orang. Akhir kegiatan belajar siswa diberi tes formatif pertama. Hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Nilai Tes Formatif pada Siklus I



T TT T TT1 70 √ 18 80 √2 70 √ 19 50 √3 70 √ 20 80 √4 50 √ 21 70 √


KECAMATAN BURNEH



97






22222 15151515151515151515



5 80 √ 22 70 √6 60 √ 23 60 √7 60 √ 24 60 √8 70 √ 25 70 √9 70 √ 26 60 √10 60 √ 27 70 √11 70 √ 28 70 √12 70 √ 29 60 √13 70 √ 30 60 √14 50 √ 31 60 √15 50 √ 32 60 √16 60 √ 33 80 √17 60 √ 34 70 √

Jumlah 1090 9 8 Jumlah 1130 9 8Rata-Rata Skor Tercapai 65,29


Tabel 2.

Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus

No Uraian Hasil Siklus I123

Nilai rata-rata tes formatifJumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

65,2918

60,00

Berdasar Tabel 2 di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran model inkuiri diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 65,29 dan ketuntasan belajar mencapai 60,00% atau ada 18 siswa dari 34 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 60,00% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih baru dan asing terhadap



98






22222 15151515151515151515



metode baru yang diterapkan dalam proses belajar mengajar. Refleksi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi (a)

guru kurang baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran, (b) guru kurang baik dalam pengelolaan waktu, (c) siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung, (d) guru kurang memberi peran dalam menemukan pengetahuan pembelajaran. Dengan demikian revisi yang perlu dilakukan pada siklus berikutnya adalah: (a) guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan pembelajaran, (b) guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan, dan (c) guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.

2. Siklus IIPerencanaan siklus kedua dilakukan dengan mempersiapkan perangkat

pembelajaran berupa rencana pelajaran 2, soal tes formatif II, dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar siklus II tanggal 8 September 2018 di Kelas VI dengan jumlah siswa 34 siswa. Proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga kesalah atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II. Akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif 2. Adapun hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Nilai Tes Formatif pada Siklus II



T TT T TT1 60 √ 18 80 √2 60 √ 19 50 √3 70 √ 20 60 √4 80 √ 21 70 √5 80 √ 22 70 √


KECAMATAN BURNEH



99






22222 15151515151515151515



6 60 √ 23 60 √7 60 √ 24 80 √8 70 √ 25 60 √9 70 √ 26 60 √

10 80 √ 27 70 √

11 70 √ 28 70 √

12 70 √ 29 70 √

13 60 √ 30 70 √

14 60 √ 31 70 √

15 70 √ 32 70 √

16 60 √ 33 80 √

17 70 √ 34 80 √



Tabel 4. Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II

No Uraian Hasil Siklus II123


68,2324

80,00

Mengacu pada Tabel 4 di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 68,23 dan ketuntasan belajar mencapai 80,00% atau ada 24 siswa dari 30 siswa sudah tuntas belajar. Ini menunjukkan bahwa ketuntasan belajar klasikal mengalami peningkatan dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena siswa mambantu siswa yang kurang mampu dalam mata pelajaran yang mereka pelajari. Disamping itu adanya kemampuan guru yang mulai meningkat dalam proses belajar mengajar.



100






22222 15151515151515151515



Refleksi pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi kurangnya motivasi siswa guru kurang membimbing siswa menemukan konsep tentang susunan pemerintahan. Revisi yang perlu dilakukan diantaranya: (a) guru perlu memotivasi siswa, (b) guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut mengemukakan pendapat atau bertanya, (c) guru harus lebih sabar membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep, (d) guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.3. Siklus III

Pada siklus ketiga peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang mendukung. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan tanggal 15 September 2018, hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut:

Tabel 5.Nilai Tes Formatif pada Siklus III



T TT T TT1 70 √ 18 70 √

2 70 √ 19 60 √

3 70 √ 20 80 √

4 70 √ 21 70 √

5 80 √ 22 70 √

6 60 √ 23 60 √

7 60 √ 24 70 √

8 70 √ 25 70 √

9 70 √ 26 60 √

10 60 √ 27 70 √

11 70 √ 28 70 √

12 70 √ 29 70 √

13 70 √ 30 70 √

14 80 √ 31 70 √


KECAMATAN BURNEH



101






22222 15151515151515151515



15 70 √ 32 70 √

16 70 √ 33 80 √

17 80 √ 34 70 √


Keterangan: T : Tuntas TT : Tidak TuntasJumlah siswa yang tuntas : 28Jumlah siswa yang belum tuntas : 6Klasikal : Tuntas

Tabel 6Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus III

No Uraian Hasil Siklus III123


69,7028

82,35

Berdasarkan Tabel 6 di atas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar 69,70 dan dari 34 siswa yang telah tuntas sebanyak 28 siswa dan 6 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai sebesar 82,35% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II.Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang telah diterapkan selama ini serta ada tanggung jawab kelompok dari siswa yang lebih mampu untuk mengajari temannya kurang mampu.

Refleksi pelaksanaan siklus III diperoleh informasi bahwa selama proses belajar mengajar dengan model inkuiri, guru telah melaksanakan semua tahapan pembelajaran dengan baik meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar dan berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses belajar berlangsung, dan hasil belajar siswa pada siklus III mencapai ketuntasan.



102






22222 15151515151515151515



PEMBAHASAN HASIL PENELITIANKetuntasan Hasil Belajar Siswa

Model inkuiri memiliki dampak positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini dapat dilihat semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang disampaikan guru. Ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III, capaiannya masing-masing 60,00%, 80,00%, dan 82,35%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Model pembelajaran inkuri memiliki kelebihan berkaitan dengan meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut Santoso (2010), model pembelajaran inkuiri memiliki kelebihan: (a) mendorong individu untuk berpikir secara objektif, jujur, dan terbuka, dan mampu mengembangkan inisiatif sendiri, (b) meminta individu untuk mengembangkan sikap berpikir kritis, logis, dan sistematis, melalui situasi pembelajaran yang merangsang kemampuan individu, (c) membantu individu untuk membentuk dan mengembangkan konsep diri yang baik, pada individu, dan (d) mendorong individu untuk menggunakan kemampuan berpikir secara intuitif dan mampu merumuskan sendiri hipotesis dalam penelitiannya.

Keaktifan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-langkah

pembelajaran melalui model inkuiri. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya membimbing dan mengamati siswa serta memberi contoh dalam melakukan kegiatan, menjelaskan/melatih menggunakan alat, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar. Sedangkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran PKn dengan pembelajaran melalui model inkuiri adalah, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, diskusi antar siswa untuk menemukan konsep-konsep, melakukan tanya jawab dengan guru serta berani mengerjakan sendiri pengerjaan soal PKn. Dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dalam kategori aktif.

Model pembelajaran inkuiri berkontribusi dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa. Kadar belajar siswa aktif dapat dilihat dari ciri-ciri yaitu: (a) adanya keterlibatan siswa secara fisik, mental, emosional, intelektual, dan personal dalam proses belajar, (b) adanya berbagai keaktifan siswa mengenal, memahami,


KECAMATAN BURNEH



103






22222 15151515151515151515



menganalisis, berbuat, memutuskan, dan berbagai kegiatan belajar lainnya yang mengandung unsure kemandirian yang cukup tinggi, (c) keterlibatan secara aktif oleh siswa dalam menciptakan suasana belajar yang serasi, selaras dan seimbang dalam proses belajar dan pembelajaran, (d) keterlibatan siswa dalam mengajukan prakarsa, memberikan jawaban atas pertanyaan guru, mengajukan pertanyaan/masalah dan berupaya menjawabnya sendiri, menilai jawaban dari rekannya, dan memecahkan masalah yang timbul selama berlangsungnya proses belajar mengajar tersebut (Hamalik, 2003).

KESIMPULANMengacu pada data hasil penelitian dan pembahasannya disimpulkan

sebagai berikut. Pembelajaran menggunakan model inkuiri memiliki dampak positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I, II dan III adalah 60,00%, 80,00%, dan 82,35%. Penerapan pembelajaran menggunakan model inkuiri mampu meningkatkan keaktifan belajar siswa. Siswa meningkat motivasi belajarnya, antusias, dan keberanian mengerjakan /menyelesaikan persoalan PKn dan menemukan solusinya.

Mengacu pada hasil penelitian tersebut disaran guru hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Untuk melaksanakan pembelajaran menggunakan model inkuiri dalam PKn memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mempu menentukan atau memilih topik yang sesuai dengan model pembelajaran. Disarankan pula adanya penelitian lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di Kelas VI SDN Langkap 5 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan Tahun Pelajaran 2018/2019, untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.



104






22222 15151515151515151515



DAFTAR RUJUKAN

Aqib, Zainal, dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK. Bandung: Yrama Widya.

Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Fitriyani, 2015. Pembelajaran PKn di SD. Online. Tersedia: http://yanif-fitri.blogspot.com/ 2015/06/artikel-pkn_5.html

Gulo, W. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Hamalik, U. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Mulyana, Aina. 2017. Model Pembelajaran Inkuiri. Online. Tersedia: https://aina-mulyana.blogspot.com/2015/12/model-pembelajaran-inkuiri. html

Puspita, Asri Trisna dan Jatmiko, Budi. 2013. Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (guided inquiry) Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran Fisika Materi Fluida Statis Kelas XI di SMA NEGERI 2 SIDOARJO, Jurnal Universitas Negeri Surabaya Vol. 02, No. 03, 2013, h. 122-123

Riadi, Muchlisin. 2019. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Online. Tersedia pada: https://www.kajianpustaka.com/2019/03/penelitian-tindakan-kelas-ptk.html

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Santoso, B. 2010. Skema dan Mekanisme Pelatihan: Panduan Penyelenggaraan Pelatihan. Jakarta: Yayasan Terumbu Karang Indonesia.

Sudrajat, Ahmad. 2011. Pembelajaran Inkuiri. Online. Tersedia pada: https://akhmadsudrajat. wordpress.com/2011/09/12/pembelajaran-inkuiri/


KECAMATAN BURNEH



105

https://www.blogger.com/profile/10045323884335038900

https://www.kajianpustaka.com/2019/03/penelitian-tindakan-kelas-ptk.html

https://www.kajianpustaka.com/2019/03/penelitian-tindakan-kelas-ptk.html

http://www.bukukita.com/searchresult.php?id=3&key=1831






22222 15151515151515151515



Sukidin. 2010. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Insan Cendekia.

Susanto, Hadi. 2013. Pembelajaran PKn Di SD. Online. Tersedia pada: https://bagawan-abiyasa.wordpress.com/2013/05/16/ pembelajaran-pkn-di-sd/

Syafriadi, MS. 2017. Model Pembelajaran Inkuiri. Online. Tersedia pada:. https://msyafriadi. wordpress.com/2017/03/22/model-pembelajaran-inkuiri/

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.

Winataputra, Udin S, dkk. 2014. Pembelajaran PKn di SD. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka.

Zaini, H. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Insan Mandiri.

106






22222 15151515151515151515



CATATAN :

107






22222 15151515151515151515



CATATAN :

108

Tulisan disyaratkan sesuai dengan petunjuk dari “Jurnal Ilmiah INSPIRASI” LPMP Jawa Timur, sebagaiberikut:

1. Naskah belum pernah ditulis/ diterbitkan di jurnal lain.

2. Naskah yang ditulis berupa hasil penelitian, hasil kajian/ telaah, best practice di bdang pendidikan danpembelajaran

3. Naskah diketik menggunakan Microsft Word dengan hurus Times New Roman, ukuran kertas A4, font12, spasi 1,5 (untuk abstrak dan daftar pustaka spasi 1), dengan jumlah halaman antara 10 sampai 20halaman. Batas tepi atas dan tepi kiri 4 cm, sedangkan batas tepi bawah dan tepi kanan 3 cm.

4. Nama penulis dicantumkan tanpa gelar akademik di bawah judul. Di bagian akhir naskah dicantumkanidentitas lengkap penulis (nama penulis, alamat korespondensi, email serta nama dan alamat lembagatempat penulis bekerja). Jika ditulis bertim maka komunikasi akan dilakukan kepada penulis utamaatau penulis pada urutan pertama.

5. Naskah dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.

6. Sistematika penulisan :A. Hasil penelitian, yaitu judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); Abstrak (maksimal 200 kata)

yang berisi tujuan, metode dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan yang berisi latar belakang,sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil dan pembahasan; kesimpulan dansaran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk)

B. Hasil telaah/ kajian, yaitu judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak masimal 200 kata;kata kunci; pendahuluan yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan; bahasanutama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub bagian); penutup atau kesimpulan; daftar rujukan (hanyamemuat sumber-sumber yang dirujuk).

C. Best practice, yaitu judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak (maksimal 200 kata); katakunci; pendahuluan yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penulisan;metode; data dan pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumberyang dirujuk).

7. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir.

8. Naskah dikirim melalui pos (hardcopy 1 set dan softcopy dalam CD ke alamat redaksi : JURNALILMIAH ISNPIRASI LPMP Jawa Timur cq. bagian Widyaiswara, Jl. Ketintang Wiyata No.15 Surabayaatau email ke [email protected]. Kepastian pemuatan dan penolakan naskah akandiberitahukan melalui email atau tertulis. Penulis yang naskahnya dimuat akan diberikan hasiljurnalnyasebanyak 2 eksemplar. Naskah yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan.

9. Segala sesuatu yang menyangkut pelanggaran HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) menjadi tanggungjawab penulis naskah tersebut.

PETUNJUK PENULISANJurnal Ilmiah INSPIRASI, LPMP Jawa Timur

Karyamu Menginspirasiku






22222 15151515151515151515



Alamat Redaksi :Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa TimurJl. Ketintang Wiyata No. 15 SurabayaTelepon : (031) 8290243, (031) 8273734 | Faks : (031) 8273732Email : [email protected]

volume iii/ nomor 2/ desember201 7 volume v nomor 2 ...repositori.kemdikbud.go.id/18673/1/02 jurnal...

Documents