viskositas dan rheologiyyyyy
DESCRIPTION
yyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyyTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
PERCOBAAN V
VISKOSITAS DAN RHEOLOGI
Disusun Oleh:
NAMA : N. Keu-Keu Widya Utami (10060313021)
Asep Hema (10060313022)
Delia Mauliandani (10060313023)
Wiewied Dwi Ariestiawati (10060313024)
Nanda Auzia (10060313025)
Pany Febriyani (10060313027)
Shifana Tri Armyta (10060313029)
SHIFT : A (08.30 - 12.00)
KELOMPOK : 4
ASISTEN : Filza Haiwa Warman, S.Farm
TANGGAL PRAKTIKUM : 23 September 2014
TANGGAL PENYERAHAN : 30 September 2014
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2014
VISKOSITAS DAN RHEOLOGI
1.1 TUJUAN PERCOBAAN
1. Menerangkan arti viskositas dan rheologi
2. Membedakan cairan Newton dan cairan Non-Newton
3. Menggunakan alat-alat penentuan viskosita dan rheologi
4. Menentukan viskositas dan rheologi cairan Newton dan Non-Newton
5. Menerangkan pengaruh BJ terhadap viskosita larutan
2.1 DASAR TEORI
Viskositas adalah ukuran tahanan (resistensi) dari suatu cairan untuk
mengalir. Viskositas digunakan untuk menyatakan berapa daya tahan dari
aliran yang diberikan oleh suatu cairan. Kebanyakan viskometer mengukur
kecepatan dari suatu cairan mengalir melalui pipa gelas (gelas kapiler), bila
cairan itu mengalir cepat maka berarti viskositas dari cairan itu rendah. Dan
bila cairan itu mengalir lambat maka berarti viskositas dari cairan itu tinggi.
Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui
tabung silinder. Cara ini merupakan salah satu cara yang paling mudah dan
dapat digunakan baik untuk cairan maupun gas. Menurut Poiseulle, jumlah
volume cairan yang mengalir melalui pipa per satuan waktu. (Dudgale, 1986)
Cairan mempunyai gaya gesek yang lebih besar untuk mengalir
daripada gas, hingga cairan mempunyai koefisien viskositas yang lebih besar
daripada gas. Viskositas gas bertambah dengan naiknya temperatur,
sedangkan viskositas cairan turun dengan naiknya temperatur. Koefisien
viskositas gas pada tekanan tidak terlalu besar dan tidak tergantung tekanan ,
tetapi untuk cairan naik dengan naiknya tekanan. (Martin, 1993)
Viskositas biasanya diterima sebagai “kekentalan” atau penolakan
terhadap penuangan. Viskositas menggambarkan penolakan dalam fluid
kepada aliran sebagai cara untuk mengukur gesekan fluid. Prinsip dasar
penerapan viskositas digunakan dalam sifat alir zat cair atau rheologi.
(Moechtar, 1990)
Rheologi, berasal dari bahasa Yunani mengalir (rheo) dan logos (ilmu),
digunakan istilah ini untuk pertama kali oleh Bingham dan Crawford (seperti
dilaporkan oleh Fischer) untuk menggambarkan aliran cairan dan deformasi
dari padatan. Sifat-sifat rheologi dari dispersi heterogen lebih kompleks dan
tidak dapat dinyatakan dalam suatu satuan tunggal. (Martin, 1983)
Beberapa tahun terakhir ini, prinsip dasar rheologi telah digunakan
dalam penyelidikan cat, tinta, berbagai adonan, bahan-bahan untuk membuat
jalan, kosmetik, produk hasil peternakan, serta bahan-bahan lain.
Penyelidikan viskositas dari cairan sejati, larutan dan sistem koloid baik yang
encer maupun yang kental jauh lebih bersifat praktis daripada bernilai teoritis.
Scott-Blair mengenali pentingnya rheologi dalam farmasi dan menyarankan
penerapannya dalam formulasi dan analisis dari produk farmasi tersebut
seperti: emulsi, pasta, suppositoria dan penyalutan tablet. Pabrik pembuat
krim obat dan krim kosmetik, pasta, serta lotion harus sanggup menghasilkan
suatu produk yang mempunyai konsistensi dan kelembutan yang dapat
diterima oleh pemakai krim tersebut. Pabrik pembuat juga harus sanggup
memproduksi kembali sediaan dengan kualitas yang sama untuk tiap batch.
Dalam kebanyakan industri umumnya, kebijaksanaan mengenai konsistensi
yang tepat dibuat oleh orang yang telah dilatih dan berpengalaman lama yang
dapat menangani bahan tersebut secara periodik selama pembuatan untuk
menentukan “rasa” (kelembutan)-nya dan “body” (konsistensi)-nya. Tetapi
variabilitas dari pengujian subjektif pada waktu yang berbeda serta berbagai
perbedaan kondisi lingkungan memang sudah dikenal. Keberatan yang lebih
serius dilihat dari sudut ilmiah ialah gagalnya metode subjektif ini untuk
membedakan berbagai sifat yang meliputi konsistensi total dari produk
tersebut. Jika karakteristik fisika masing-masing ini dirancang dan dipelajari
secara objektif menurut metode analitis dari rheologi, dapat diperoleh
imformasi yang berharga untuk digunakan dalam memformulasi produk-
produk farmasi yang lebih baik. (Martin, 1983)
Rheologi meliputi pencampuran dan aliran dari bahan, pemasukan ke
dalam wadah, pemindahan sebelum digunakan, apakah dicapai dengan
penuangan dari botol, pengeluaran dari tube, atau pelewatan dari suatu jarum
suntik. Rheologi dari suatau produk tertentu yang dapat berkisar dalam
konsistensi dari bentuk cair ke semisolid sampai kepadatan, dapat
mempengaruhi penerimaan bagi si pasien, stabilitas fisika dan bahkan
availabilitas biologis. Jadi viskositas telah terbukti mempengaruhi laju
absorpsi obat dari saluran cerna. (Martin, 1983)
Sifat-sifat rheologi dari sitem farmasetik dapat mempengaruhi
pemilihan alat yang digunakan untuk memproses produk tersebut dari
pabriknya. Tidak adanya perhatian lebih dalam pemilihan alat bisa
menyebabkan hasil yang tidak di inginkan, dari segi karakteristik alirannya,
oleh karena itu penting untuk memilih alat yang tepat.(Martin, 1983)
Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan deformasi adalah sebagai
berikut :
1. Sistem Newton
Viskositas mula-mula diselidiki oleh Newton, yaitu dengan
mensimulasikan zat cair dalam bentuk tumpukan kartu seperti pada
gambar berikut :
Zat cair diasumsikan terdiri dari lapisan-lapisan molekul yang sejajar
satu sama lain. Lapisan terbawah tetap diam, sedangkan lapisan di atasnya
bergerak dengan kecepatan konstan, sehingga setiap lapisan akan bergerak
dengan kecepatan yang berbanding langsung dengan jaraknya terhadap
lapisan terbawah yang tetap. Perbedaan kecepatan dv antara dua lapisan
yang dipisahkan dengan jarak dx adalah dv/dx atau kecepatan geser (rate
of share). Sedangkan gaya satuan luas yang dibutuhkan untuk mengalirkan
zat cair tersebut adalah F/A atau tekanan geser (shearing stress) (Astuti
dkk, 2008).
Newton adalah orang pertama yang mempelajari sifat-sifat aliran
dari cairan secara kuantitatif. Dan menemukan bahwa makin besar
viskositas suatu cairan maka makin besar pula gaya persatuan luas
(shearing stress) yang diperlukan untuk menghasilkan suatu rate of shear
tertentu. Oleh karena itu rate of shear harus berbanding langsung dengan
shearing stress, atau:
[ FʹA
=η .dvdx ] dimana, [F=Fʹ
A ] ; [G=dVdx ]
Dimana ŋ adalah koefisien viskositas, biasanya dinyatakan hanya sebagai
viskositas saja. Persamaan di atas seringkali ditulis sebagai
[η= FG ]
= dyne.cm-2.cm.cm-1.detik
= dyne.cm-2.detik
= g.m-1.detik-1
= poise (1poise=100 centiPoise)
Satuan viskositas adalah poise, dinyatakan sebagai shearing force
yang dibutuhkan untuk menghasilkan kecepatan 1 cm/detik antara dua
bidang cairan yang pararel dimana luas masing-masing adalah 1cm2 dan
dipisahkan oleh jarak 1cm. Satuan cgs unruk poise adalah dyne detik cm -2
(yakni, dyne detik/cm2 ) atau g cm-1 detik-1 (yakni, g/cm detik). Satuan
yang lebih enak digunakan adalah centipoises cp (jamak,cps) 1 cp sama
dengan 0.01 poise istilah fluiditas. (Martin, 1983)
Cairan Newton adalah tipe cairan yang mengikuti hukum Newton
dimana nilai sharing stress sebanding dengan nilai rate of share (kecepatan
geser), sehingga viskositas nya tetap pada suhu dan tekanan tertentu dan
tidak tergantung pada kecepatan geser, jadi viskositasnya cukup ditentukan
pada satu kecepatan geser. Ketergantungan suhu dan teori viskositas, bila
viskositas gas meningkat dengan meningkatnya suhu, maka viskositas
cairan justru menurun jika temperatur dinaikkan. Fluiditas dari suatu
cairan yang merupakan kebalikan dari viskostas akan meningkat dengan
makin tingginya temperature. Kertegantungan viskositas cairan terhadap
temperature untuk sebagian besar zat dinyatakan oleh persamaan kinetika
Arrhenius :
η = AeEv/Rt
Di mana A adalah suatu konstanta yang bergantung pada bobot molekul
dan volume molar dari cairan tersebut, dan Ev adalah suatu energi
pengaktifan yang dibutuhkan untuk memulai aliran antara molekul-
molekul tersebut. (Martin, 1983)
2. Sistem Non-Newton
Hampir seluruh sistem dispersi termasuk sediaan-sediaan farmasi
yang terbentuk emulsi, suspensi dan sediaan setengah padat tidak
mengikuti hukum Newton (cairan non-Nowton). Viskositas cairan
semacam ini bervariasi pada setiap kecepatan geser, sehingga untuk
mengetahui sifat alirannya dilakukan pengukuran pada beberapa kecepatan
geser. Berdasarkan grafik sifat alirannya (rheogram), cairan non-Newton
terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a.Cairan yang sifat alirannya tidak dipengaruhi waktu (kurva naik
berhimpik dengan kurva turun). Kelompok ini terbagi atas tiga jenis,
yaitu:
- Aliran Plastik
Kurva memperlihatkan suatu badan yang membentuk aliran
plastik, badan demikian dikenal sebagai Bigham bodies yang diambil
dari nama pencetus rheologi modern (Bingham) dan juga penemu
pertama zat-zat plastis dan menyusunnya secara sistematis.
Kurva aliran plastik tidak melalui titik (0,0) tapi memotong
sumbu shearing stress (atau akan memotong, jika bagian lurus dari
kurva tersebut diekstrapolasikan ke sumbu) pada suatu titik tertentu
yang dikenal sebagai harga yield. Bingham bodies tidak akan mengalir
sampai shearing stress dicapai sebesar yield value tersebut.
Pada harga stress di bawah harga yield value, zat bertindak seperti
bahan elastis. Ahli rheologi menggolongkan bigham bodies sebagai
suatu bahan yang mempuyai/memperlihatkan yield value, seperti
halnya zat padat. Sedang zat-zat yang mulai mengalir pada shearing
stress terkecil didefinisikan sebagai cairan. Yield value adalah suatu
sifat yang penting dari dispersi-dispersi tertentu.
Kemiringan rheorgram disebut mobilitas (mobility), analog
dengan fluiditas dalam sistem Newton dan kebalikannya dikenal
sebagai viskositas plastik. U persamaan yang menggambarkan aliran
plastis adalah:
U=(F-f) / G
Di mana f adalah yield value, atau intersept pada sumbu shear stress
dalam dyne cm ²־ dan F serta G adalah seperti yang telah didefinisikan
sebelumnya.
Aliran plastis berhubungan dengan adanya partikel-partikel yang
terflokulasi dalam suspense pekat. Akibatnya terbentuk struktur
kontinu di seluruh sisitem. Adanya yield value disebabkan oleh
adanya kontak antara partikel-partikel yang berdekatan disebabkan
gaya van der waals yang harus dipecah sebelum aliran dapat terjadi,
akibatnya yield value merupakan indikasi dari kekuatan flokulasi.
Makin banyak suspense yang terflokulasi makin tinngi yield valuenya.
Kekuatan friksi antara partikel-partikel yang bergerak dapat juga
memberi andil pada yield value tersebut. (Martin, 1983)
- Aliran Pseudoplastik
Sejumlah besar produk farmasi termasuk gom alam dan sintesis,
misalnya dispersi cair dari tragacanth, natrium alginat, metilselulosa
dan natrium karboksimetil selulosa menunjukkan aliran pseudoplastik.
Sebagai aturan umum, aliran pseudoplastik diperlihatkan oleh
polimer-polimer dalam larutan, yang merupakan kebalikan dari sistem
plastik yang tersusun dari partikel-partikel yang terflokulasi dalam
suspensi. Kurva konsistensi untuk bahan pseudoplatis mulai pada titik
(0,0) atau paling tidak mendekatinya pada rate of share rendah.
Akibatnya, berlawanan dengan bingham bodies, tidak ada yield value.
Tapi karena tidak ada bagian kurva yang linear, maka kita tidak dapat
menyatakan viskositas dari suatu bahan pseudoplastik dengan suatu
harga tunggal. (Martin, 1983)
- Aliran Dilatan
Viskositas cairan dilatan meningkat dengan meningginya
kecepatan geser, karena terjadi peningkatan volume antar partikel
sehingga pembawa tidak lagi mencukupi (Astuti dkk, 2008).
Pada cairan yang sifat alirannya tidak dipengaruhi waktu, apabila
tekanan geser dihilangkan, sistem akan segera kembali ke kondisi
semula. Oleh karena itu, kurva menaik dan menurun akan berhimpit.
Pada cairan yang sifat alirannya dipengaruhi waktu, apabila tekanan
geser diturunkan, cairan tidak mengikuti kecepatan geser semula
sehingga kurva menaik dan menurun tidak berhimpit. Akibatnya
terbentuk suatu celah yang dinamakan hyteresis loop (Astuti dkk,
2008).
b.Cairan yang sifat alirannya dipengaruhi waktu (kurva naik tidak
berhimpit dengan kurva turun). Kelompok ini terbagi menjadi tiga jenis,
yakni:
- Aliran Tiksotropik
Pada aliran tiksotropik, kurva menurun berada di sebelah kiri
kurva menaik. Fenomena ini umumnya dijumpai pada zat yang
mempunyai aliran plastik dan pseudoplastik. Kondisi ini disebabkan
karena terjadinya perubahan struktur yang tidak segera kembali ke
keadaan semula pada saat tekanan geser diturunkan. Sifat aliran
semacam ini umumnya terjadi pada partikel asimetrik (misalnya
polimer) yang memiliki banyak titik kontak dan tersusun membentuk
jaringan tiga dimensi. Pada keadaan diam, sistem akan membentuk gel
dan bila diberi tekanan geser, gel akan berubah menjadi sol (Astuti
dkk, 2008).
- Aliran Rheopeksi
Adalah aliran terbentuknya gel menjadi sol, pada saat stress
ditiadakan, struktur tersebut mulai terbentuk kembali, proses ini tidak
akan timbul dengan cepat, tetapi secara bertahap dan terjadi restorasi
dari konsistensi pada saat partikel – partikel asimetris berhubungan
satu dengan lainya disebabkan terjadi pergerakan Brown. Karena itu
rheogram yang didapat dari tiksotropik sangat bergantung pada laju
yang meningkatkan dan yang mengurangi shear serta lamanya waktu
sampel tersebut mengalami rate of shear. Dengan kata lain riwayat
sampel tersebut mempunyai efek terhadap sifat rheologi dari suatu
sitem tiksotropik. Ketika digunakan shear dan aliran dimulai, struktur
ini mulai memecah apabila titik hubungan tersebut memisah dan
partikel – parikel menjadi lurus, maka bahan tersebut akan mengalami
transformasi dari gel ke sol dan menujukan shear-thinning.
- Antitiksotropik
Adalah suatu gejala kenaikan dalam hal kekentalan atau hambatan
(resistensi) mengalir dengan bertambahnya waktu shear ini telah
diselidiki oleh Chong et al.10 dalam analisis rheologi dari magma
magnesia. Dari penyelidikan bahwa magma magnesia di shear
berganti – ganti pada rate of shear yang meningkat, kemudian
menurun, magma tersebut akan terus mengental (suatu peningkatan
dalam shearing stress per unit shear rate). Tetapi pada laju yang
menuun dan akhirnya mencapai suatu keaadan seimbang, di mana
putaran selanjutnya dari laju shear yang menaik –menurun tidak lagi
meningkatkan konsitensi dari bahan tersebut. Karakteristik
antitiksotropik system keseimbangan yang didapat seperti gel dan
mempunyai kemampuan tersusupensi dengan baik, namun mudah di
tuang. Tetapi jika didiamkan, bahan tersebut kembali ke sifat sol nya.
Pemilihan metode dan alat yang tepat untuk menentukan viskositas dan
rheologi sangat penting.
1. Metode Penentu Viskositas dan Rheologi
Berhasil tidaknya penentuan dan evaluasi sifat-sifat rheologi dari suatu
sistem tertentu bergantung pada pemilihan metode peralatan yang tepat,
ada dua jenis viskometer, yaitu:
a. Viskometer satu titik
Alat ini bekerja pada rate of shear tunggal, sehingga dapat digunakan
untuk cairan Newton yang rate of shear-nya berbanding langsung
dengan shearing stress. Yang termasuk kedalam jenis ini misalnya
viskometer kapiler, bola jatuh, penetrometer, plateplastometer, dll.
b. Viskometer titik ganda
Alat ini bekerja pada berbagai rate of shear, sehingga tepat untuk
digunakan pada cairan non-Newton. Dengan menggunakan alat ini
dapat diperoleh rheogram lengkap untuk menentukan karakteristik sifat
aliran suatu sistem. Yang termasuk kedalam jenis viskometer ini adalah
viskometer rotasi tipe Stromer, Brookfield, Rotovisco, dll.
2. Alat Penentu Viskositas dan Rheologi
Pada percobaan ini akan dilakukan penentuan viskositas dan rheologi
dengan menggunakan viskometer bola jatuh, penetrometer dan viskometer
rotasi.
a. Viskometer bola jatuh
Prinsip alat adalah suatu bola gelas atau bola besi jatuh kebawah
dalam suatu tabung gelas yang hampir vertikal, mengandung cairan
yang diuji pada temperatur konstan. Laju jatuhnya bola yang
mempunyai kerapatan dan diameter tertentu adalah kebalikan fungsi
viskositas sampel tersebut dapat dihitung dengan rumus:
N = t (Sb – Sf). B
Dimana, masing-masing adalah:
N = Viskositas (poise)
t = Waktu interval dalam detik (lamanya bola jatuh antara dua titik)
Sb= Gravitasi jenis dari bola
Sf = gravitasi jenis dari cairan
B = Konstanta untuk bola tertentu (besarnya sudah ada pada pedoman
penggunaan alat tersebut)
b. Penetrometer
Penetrometer adalah alat yang dipergunakan untuk menentukan
konsistensi sediaan setengah padat baik dibidang farmasi maupun non
farmasi seperti penentuan konsistensi aspal, vaselin, lamak pelunas,
malam, adonan semen, dll. Penetrometer termasuk kedalam kelompok
viskometer satu titik.
Penetrasi dinyatakan dalam satuan sepersepuluh milimeter (1/10
ml) yang merupakan kedalaman kerucut atau jarum standar menembus
sampel tegak lurus dalam wadah dan suhu tertentu.
Cara kerjanya, sampel ditempatkan ditengah lempeng, kemudian
dinaikan posisinya sampai dibawah kerucut. Biasanya pengukuran
dilakukan pada suhu 25˚C selama 5 detik, sampel tersebut di shear
antara lempeng yang diam dan kerucut yang brputar. Rate of shear
dalam putaran per menit dinaikan atau diturunkan oleh sebuah dial
pemilih dan tarikan kental atau puntiran (shearing stress) yang
dihasilkan pada kerucut dibaca pada skala penunjuk.
Viskositas (poise) dari cairan Newton yang diukur dihitung dengan
menggunakan persamaan:
Aliran Newton : [μ = C. T/rpm]
Aliran Plastis : [μ = C. T – Tf/rpm]
Dimana, masing-masing adalah:
μ = Viskositas plastis (poise)
C = Konstanta alat
T = Puntiran (torque) yang terbaca
Tf =Puntiran (torque) pada sumbu shearing stress (diekspoitasi
dari bagian linier kurva)
rpm = Jumlah putaran per menit (rotate per minute)
c.Viskometer rotasi
Viskometer jenis ini dapat dipergunakan untuk mengukur
viskositas dan sifat aliran cairan. Viskosimeter rotasi terdiri dari dua
bagian yaitu mangkuk silindris (cup) dan silindrer pemutar (bob).
Berdasarkan pembagian tersebut, dikenal dua jenis viskosimeter rotasi,
yaitu:
- Jenis couette, yaitu berputar adalah mangkuk silindrisnya
- Jenis searle, yang berputar adalah silinder pemutarnya
Contoh Viskosimeter Jenis Searle adalah Viskosimeter Stormer Dan
Brookfield.
Untuk menghitung viskositas digunakan persamaan berikut
Aliran Newton : [μ = Kv . W/rpm]
Aliran Plastis : [μ = Kv . W – Wf/rpm]
Dimana, masing-masing adalah:
μ = Viskositas plastis (poise)
Kv = Konstanta alat
W = Beban yang diberikan (gram)
Wf = Beban pada yied value (gram)
rpm = Jumlah putaran per menit (rotate per minute)
Untuk menghitung Kv umumnya digunakan cairan baku pembanding
(BP) yang telah diketahui viskositasnya. Untuk mengetahui sifat
alirannya, diplot kurva antara rpm dengan beban yang diberikan (W).
Untuk mengetahui sifat aliran, dibuat kurva antara rpm dengan
usaha yang dibutuhkan untuk memutar spindel. Usaha dapat dihitung
melalui perkalian angka yang terbaca pada skala dengan 7,187
dyne.cmˉ¹ (viskosimeter Brookfield tipe RV) dan 673,7 dyne.cmˉ¹
(viskosimeter Brookfield tipe LV).
MONOGRAFI
Zat aktif yang digunakan adalah Gliserin, Carboxy Methyl Celulosa
Natrium, Pulvis Gumi Arabicum, Propilenglikol, Sirupus Simplex dengan
monografi sebagai berikut:
1. Gliserin/Gliserol/Glycerolum (C3H8O3)
Pemerian Cairan seperti sirop; jernih, tidak berwarna; tidak berbau; manis
diikuti rasa hangat. Higroskopik, jika disimpan lama pada suhu rendah
dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak
melebur hingga suhu mencapai kurang lebih 20˚.
Kelarutan Dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) P; praktis
tidak larut dalam kloroform P dan dalam eter P; dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat dan penggunaan zat tambahan
Identifikasi
Panaskan dengan kalium bisulfate P; terjadi uap merangsang.
Jika dibakar dengan sedikit natrium karbonat P diatas nyala api, terjadi
nyala hijau.
Bobot per ml 1,255 sampai 1,260, sesuai dengan kadar 98,0 % sampai
100,0% C3H8O3
Indeks Bias Antara 1,471 dam 1,474
(Farmakope Indonesia, Ed. III, 1979. Hal 271)
2. Carboxy Methyl Celulosa Natrium (CMC-Na)
Garam natrium dari polikarboksimetil eter selulosa, mengandung tidak
kurang dari 6,5% dan tidak lebih dari 9,5% natrium dihitung dari zat yang
telah dikeringkan.
Pemerian Serbuk atau granul, putih sampai krem, higroskopik.
Kelarutan Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal, tidak
larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organic.
Wadah dan penyimpanan Dalam wadah yang tertutup rapat
( Farmakope Indonesia , Ed 1V , 1995 Hal 323)
3. Pulvis Gumi Arabicum (PGA)
Pemerian Serbuk, putih atau putih kekuningan, tidak berbau.
Kelarutan Larut hamper sempuran dalam air, tetapi sangat lambat,
meninggalkan sisa bagian tanaman dalam jumlah sangat sedikit, dan
memberikan cairan seperti musilago, tidak berwarna atau kekuningan,
kental, lengket, transparan, bersifat asam lemah terhadap kertas lakmus
biru, praktis tidak larut dalam etanol dan dalam eter.
Identifikasi Agar dan gom sterkulia, agar dan tragakan, pati dan dekstrin,
sakarosa dan fruktosa, tannin, zat tidak larut, susut pengeringan.
Batas mikroba Tidak bioleh mengandung Escherichia coli, dilakukan
penetapan menggunakan 1,0 g.
Wadah dan penyimpanan Dalam wadah yang tertutup baik.
(Farmakope indonesia , Ed IV,1995 , Hal 781)
4. Propilenglikol (C3H8O2)
Pemerian Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak
manis, higroskopik.
Kelarutan Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) dan dengan
kloroform; larut dalam 6 bagian eter; tidak dapat campur dengan eter
minyak tanah dan dengan minyak lemak.
Bobot per ml : 1,035 gr sampai 1,037 gr.
Jarak Didih Pada suhi 1850 sampai 1890 tersuling tidak kurang dari 95,0%
v/v
Indeks bias : 1,035 sampai 1,433
(Farmakope Indonesia, Ed. III, 1979. Hal 271)
5. Sirupus Simplex
Pembuatan Gula pasir ditambahkan Aqua dest, 65 gram glukosa dilarutkan
dalam air panas hingga diperoleh 100 ml larutan.
Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna.
Penetapan Kadar Memenuhi syarat penetapan Sakarosa yang tertera pada
sirupi.
Penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk
(Farmakope Indonesia Edisi III)
3.1 ALAT DAN BAHAN
ALAT BAHAN
Viskometer Hoppler
Viskometer Brookfield
Timbangan analitik
Batang pengaduk
Piknometer
Stopwatch
Spindle
Mortar
Beaker glass
Gliserin
Propilenglikol
Sirupus simplex
CMC Na 1%
PGA 1%
Aqua dest
Glukosa
4.1 PROSEDUR KERJA
A. Viskometer Hoppler (Bola Jatuh)
Dengan menggunakan viscometer Hoppler, tentukan viskositas mutlak dari
bermacam-macam cairan Newton: Gliserin, Propilenglikol dan Sirupus
Simplex
A. Viscometer Brookfield
Ditentukan sifat aliran : Gliserin, CMC Na 1% dan PGA 1%
Di isi tabung yang ada di dalam alat dengan cairan yang akan diukur viskositasnya sampai hampir penuh
Di masukkan bola yang sesuai
Di tambahkan cairan sampai tabung penuh dan di tutup sedemikian rupa, sehingga tidak terdapat gelembung udara di dalam tabung
Setelah bola turun melampaui garis awal, bola di kembalikan ke posisi semula dengan cara membalikkan tabung
Di catat waktu tempuh bola melalui tabung mulai dari garis m1 sampai
Ditentukan bobot jenis (BJ) cairan dengan menggunakan piknometer
Dihitung viskositas cairan dengan menggunakan rumus yang sesuai
Dijelaskan pengaruh BJ terhadap viskositas larutan
Dipasang spindle pada gantungan spindle
Diturunkan sedemikian rupa, sehingga batas spindle tercelup kedalam cairan yang akan diatur viskositasnya.
5.1 HASIL DAN PENGOLAHAN DATA
1. PERHITUNGAN CMC Na dan PGA
CMC Na 1% = 1
100x500= 5 gram
500 mL
PGA 10% = 10
100x500=50 gram
500 mL
2. BOLA JATUH
Bola Ke- GLISERIN PROPILENGLIKOL SIRUPUS SIMPLEX
1 - - -
2 - 05.47 menit 02.18 menit
3 - 01.13 menit 20.11 detik
4 02.54 menit 16.06 detik 03.89 detik
5 14.45 detik 01.21 detik 01.30 detik
6 02.44 detik - -
3. PERHITUNGAN BJ BOLA JATUH
Dipasang stop kontak
Dibiarkan spindle berputar dan dicatat angka viskositasnya yang tertera
Dengan mengubah-ubah rpm, akan diperoleh viskositas cairan diberbagai rpm
Dibuat grafik antara rpm dan viskositas, kemudian ditentukan tipe aliran dari masing-masing zat
Dijelaskan pengaruh BJ terhadap viskositas larutan
Dihidupkan motor sambil menekan tombol
BJ = W 3−W 1W 2−W 1
W1 = 16,142 gram (berat piknometer kosong)
W2 = 24,932 gram (berat piknometer + air )
W3 = 27,138 gram (berat piknometer + gliserin )
W3 = 25,241 gram (berat piknometer + propilenglikol)
W3 = 27,171 gram (berat piknometer + sirupus simplex)
1. BJ Gliserin = 27,138−16,14224,932−16,142 =
10,9968,79 = 1,25
g
cm3
2. BJ Propilenglikol = 25,241−16,14224,932−16,142 =
9,0998,79 = 1,035
g
cm3
3. BJ Sirupus simplex = 27,171−16,14224,932−16,142 =
11,0298,79 = 1,254
g
cm3
4. PERHITUNGAN VISKOSITAS BOLA JATUH
Density / Berat jenis
Bola 1 = 2,2197
Bola 2 = 2,2194
Bola 3 = 8,1279
Bola 4 = 8,1270
Bola 5 = 7,7145
Bola 6 = 7,6815
Ball Constant Forward
Bola 1 = 0,01037
Bola 2 = 0,10367
Bola 3 = 0,0932
Bola 4 = 0,497
Bola 5 = 6,734
Bola 6 = 35,08
A. Viskositas gliserin
Pada literatur minimum falling time yang seharusnya yaitu 30 detik,
maka hanya pada bola ke-4 saja yang dapat dihitung :
Bola ke-4
Ƞ = t (Sb-Sf) B
Ƞ = 174 (8,1270 – 1,250) 0,497
Ƞ = 175 (6,877) 0,497
Ƞ = 594,7 poise
B. Viskositas propilenglikol
Pada literatur minimum falling time yang seharusnya yaitu 30 detik,
maka hanya pada bola ke-2 dan ke-3 saja yang dapat dihitung :
Bola ke-2
Ƞ = t (Sb-Sf) B
Ƞ = 347 (2,2194-1,035) 0,10367
Ƞ = 347 (1,184) 0,10367
Ƞ = 42,59 poise
Bola ke-3
Ƞ = t (Sb-Sf) B
Ƞ = 73 (8,1279-1,035) 0,0932
Ƞ = 73 (7,093) 0,0932
Ƞ = 48,25 poise
C. Viskositas sirupus simplex
Pada literatur minimum falling time yang seharusnya yaitu 30 detik,
maka hanya pada bola ke-2 saja yang dapat dihitung :
Bola ke-2
Ƞ = t (Sb-Sf) B
Ƞ = 138 (2,2194-1,254) 0,10367
Ƞ = 138 (0,9654) 0,10367
Ƞ = 13,811 poise
5. TABEL PENGUKURAN VISCOMETER BROOKFIELD
GLISERIN
Spindel 61
Speed
Rpm
Spindle
(cp)
% Titik balik
rpm
Spindle %
10 384,0 6,0 100 381,4 59,6
20 380,8 11,9 50 376,3 29,7
50 377,6 29,2 20 377,6 12,1
100 380,8 59,5 10 390,4 6,1
Spindel 62
Speed
Rpm
Spindle
(cp)
% Titik balik
rpm
Spindle %
10 70,4 1,1 100 87,0 13,6
20 80,0 2,5 50 85,8 6,7
50 78,1 6,1 20 86,4 2,7
100 78,7 12,3 10 89,6 1,4
Spindel 63
Speed
Rpm
Spindle
(cPs)
% Titik balik
rpm
Spindle %
10 19,2 0,3 100 18,6 2,9
20 18,0 0,5 50 19,2 1,5
50 16,6 1,3 20 19,2 0,6
100 17,3 2,7 10 19,2 0,3
Spindel 64
Speed
Rpm
Spindle
(cPs)
% Titik balik
rpm
Spindle %
10 6,40 0,1 100 5,12 0,8
20 6,40 0,2 50 5,12 0,4
50 5,12 0,4 20 3,20 0,1
100 5,12 0,8 10 6,40 0,1
PGA 1%
Spindel 61
Speed
Rpm
Spindle
(cPs)
% Titik balik
rpm
Spindle %
10 38,4 0,6 100 16,6 2,7
20 25,6 0,8 50 14,1 4,1
50 10,2 0,8 20 19,2 0,6
100 16,0 2,5 10 25,6 0,4
Spindel 62
Speed
Rpm
Spindle
(cPs)
% Titik balik
rpm
Spindle %
10 6,40 0,1 100 3,02 0,5
20 3,20 0,1 50 2,56 0,2
50 2,50 0,2 20 3,20 0,1
100 2,56 0,4 10 6,40 0,1
Spindel 63
Speed
Rpm
Spindle
(cPs)
% Titik balik
rpm
Spindle %
10 0,00 0,0 100 0,64 0,1
20 0,00 0,0 50 0,00 0,0
50 1,28 0,1 20 0,00 0,0
100 0,64 0,1 10 0,00 0,0
Spindel 64
Speed
Rpm
Spindle
(cPs)
% Titik balik
rpm
Spindle %
10 0,00 0,0 100 0,00 0,0
20 0,00 0,0 50 0,00 0,0
50 1,28 0,1 20 0,00 0,0
100 0,00 0,0 10 0,00 0,0
CMC Na 1%
Spindel 61
Speed
Rpm
Spindle
(cPs)
% Titik balik
rpm
Spindle %
10 1331 21,9 100 E E
20 1366 42,3 50 1172 91,6
50 1173 87,6 20 1571 49,1
100 E E 10 1933 30,2
Spindel 62
Speed
Rpm
Spindle
(cPs)
% Titik balik
rpm
Spindle %
10 403,2 6,3 100 190,1 29,6
20 336 10,5 50 253,4 59,8
50 244,5 19,5 20 342,4 10,7
100 182,4 28,5 10 409,6 6,5
Spindel 63
Speed
Rpm
Spindle
(cPs)
% Titik balik
rpm
Spindle %
10 102,4 1,6 100 50,6 8,1
20 89,6 2,9 50 66,6 5,2
50 67,8 5,4 20 86,4 2,7
100 51,8 8,1 10 108,8 1,6
Spindel 64
Speed
Rpm
Spindle
(cPs)
% Titik balik
rpm
Spindle %
10 25,6 6,4 100 16,0 2,5
20 25,6 0,8 50 19,2 1,5
50 20,5 1,6 20 25,6 2,5
100 1,0 2,5 10 25,6 0,4
PERHITUNGAN BJ
BJ PGA 1%
W3 = 25,219 gram
BJ = W 3−W 1W 2−W 1
= 25,219−16,14225,932−16,142
= 9,0778,79
= 1,032 g
cm3
CMC Na 1%
W3 = 25,25 gram
BJ = W 3−W 1W 2−W 1
= 25,25−16,142
25,932−16,142 =
9,1088,79
= 1,036g
cm3
6. GRAFIK
a. Gliserin spindel 61
10 20 50 100365
370
375
380
385
390
395
TITIK NORMALTITIK BALIK
RPM
CPS
b. PGA spindel 61
c.
CMC Na 1% spindel 62
10 20 50 1000
50
100
150
200
250
300
350
400
450
TITIK NORMAL
TITIK BALIK
RPM
CPS
6.1 PEMBAHASAN
1. Viskometer Hoppler
Pada percobaan viskometer bola jatuh ini digunakan alat yang
disebut viskometer hoppler. Prinsip alat ini yaitu suatu bola gelas atau bola
besi jatuh kebawah dalam suatu tabung gelas yang hampir vertikal,
mengandung cairan yang diuji pada temperatur konstan. Tabung dan jaket
air tersebut dibalik, yang akan menyebabkan bola berada pada puncak
10 20 50 1000
5
10
15
20
25
30
35
40
45
TITIK NORMALTITIK BALIK
RPM
CPS
tabung gelas dalam. Waktu bagi bola tersebut untuk jatuh antara dua tanda
diukur dengan teliti. Pada praktikum kali ini cairan yang digunakan yaitu
gliserin, propilenglikol dan sirupus simplex.
Pada viscometer hoppler ini memiliki syarat yaitu waktu pengukuran
yang terbaik adalah minimum 30 detik dan maksimum 500 detik.
Praktikum kali ini pada saat percobaan memakai gliserin bola yang
digunakan adalah bola ke-4 dengan waktu 174 detik dan dengan diameter
15,2 , pada propilenglikol bola yang dipakai adalah bola ke-2 dengan
waktu 347 detik dan bola ke-3 dengan waktu 73 detik dengan diameter
15,6 dan pada sirupus simplex yaitu bola ke-2 dengan waktu 138 detik dan
diameter 15,6. Lalu dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Ƞ = t (Sb - Sf) . B
Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas
maka di dapat hasil viskositas pada gliserin yaitu 594,7 poise , pada
propilenglikol yaitu 42,59 poise dan 48,25 poise , pada sirupus simplex
yaitu 13,811 poise. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil berat jenis
suatu cairan maka semakin kecil pula ukuran bola yang digunakan
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai garis awal hingga akhir
semakin lama. Begitu pula sebaliknya, semakin besar berat jenis suatu
cairan makan semakin besar pula ukuran bola yang digunakan sehingga
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai garis awal hingga akhir semakin
cepat.
Hubungan antara viskositas dan berat jenis yaitu, semakin kecil berat
jenis suatu cairan maka semakin besar viskositasnya, sehingga bola
tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai garis awal
hingga akhir. Begitu pula sebaliknya, semakin besar berat jenis suatu
cairan maka semakin kecil viskositasnya, sehingga bola tersebut
membutuhkan waktu yang cepat untuk mencapai garis awal hingga akhir.
Dengan begitu bahwa makin besar viskositas suatu cairan maka makin
besar pula gaya persatuan luas (shearing stress) yang diperlukan untuk
menghasilkan suatu rate of shear tertentu.
Pada percobaan ini, jika bidang cairan paling atas bergerak dengan
dengan suatu kecepatan konstan, setiap lapisan di bawahnya akan bergerak
dengan suatu kecepatan yang berbanding lurus dengan jarak dari lapisan
dasar yang diam. Perbedaan kecepatan (dv) antara dua bidang cairan
dipisahkan oleh suatu jarak yang kecil sekali (dr) adalah “perbedaan
kecepatan” atau “rate of shear”, dv/dr. Gaya per satuan luas F' / A
diperlukan untuk menyebabkan aliran, ini disebut shearing stress.
Semakin besar viskositas suatu cairan, akan semakin besar pula gaya per
satuan luas (shearing stress) yang diperlukan untuk menghasilkan suatu
rate of shear tertentu. Oleh karena itu, rate of shear harus berbanding
lurus dengan shearing stress dimana η adalah koefisien viskositas,
biasanya dinyatakan hanya sebagai viskositas saja.
Satuan viskositas adalah poise dinyatakan sebagai shearing stress
yang dibutuhkan untuk menghasilkan kecepatan 1 cm/detik antara dua
bidang cairan yang paralel dimana luas masing-masing adalah 1 cm2 dan
dipisahkan oleh jarak 1 cm. Satuan yang lebih enak digunakan adalah
centipoise atau cp (jamak, cps), 1 cp sama dengan 0,01 poise.
Dari data yang diperoleh, dapat dihitung viskositasnya dari setiap
larutan. Data yang diperoleh bahwa viskositas yang tertinggi sampai
terendah yaitu gliserin, propilenglikol dan sirupus simplex. Sedangkan
berat jenis yang tertinggi sampai terendah yaitu sirupus simplex, gliserin
dan propilenglikol. Jika disesuaikan dengan rumus yang digunakan dalam
perhitungan viskometer bola jatuh, maka semakin tinggi nilai bobot jenis,
semakin tinggi pula viskositasnya. Sehingga viskositas yang paling
tertinggi yaitu gliserin dibandingkan dengan yang lainnya.
2. Viskometer Brookfield