· web viewrangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang kultur dari...

35
Makalah Perilaku dan Pengembangan Organisasi Kultur Organisasi Disusun Oleh: Kelompok 5 Charistantya Tegar Aganta (115030200111007) Nurbayitillah Khatami (115030200111009) Faisal Arif Pratama (115030201111004) M. Rahmad Muntazar (115030207111002) Pepi Mulita Sari (115030207111014) Isa Bharoka (115030207111017) Onovio Bagus P (115030207111019) Kelas Bisnis A Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Adminstrasi

Upload: ngothu

Post on 09-May-2018

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

Makalah Perilaku dan Pengembangan Organisasi

Kultur Organisasi

Disusun Oleh:

Kelompok 5

Charistantya Tegar Aganta (115030200111007)

Nurbayitillah Khatami (115030200111009)

Faisal Arif Pratama (115030201111004)

M. Rahmad Muntazar (115030207111002)

Pepi Mulita Sari (115030207111014)

Isa Bharoka (115030207111017)

Onovio Bagus P (115030207111019)

Kelas Bisnis A

Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis

Fakultas Ilmu Adminstrasi

Universitas Brawijaya

Malang

Mei - 2012

Page 2:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang mana karena

Hidayah-Nya kami telah dapat menyelesaikan makalah “Perilaku dan Pengembangan

Organisasi” tentang “Kultur Organisasi” ini dengan baik dan tepat waktu.

Rangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang

Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat

memahami dan mengetahui isi dan maksud dari pembahasan.

Selain itu kami mengucapkan terimakasih kepada pihak yang bersangkutan dalam

pembuatan makalah ini dan kami sadar betul bahwa makalah yang kami susun ini jauh dari

kata sempurna maka dari itu kami masih membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca

Malang, 20 Mei 2012

Penulis

Page 3:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

Kultur Organisasi Google

Dua pendiri Google Larry Pagedan Sergey Brim mengembangkan gagasan untuk

perusahaan mereka di kamar asrama mereka di Standford University. Saat ini, Google

merupakan mesin pencari terbesar di dunia. Penggunanya, yang berjumlah 82 juta orang

perbulan, memiliki akses ke lebih dari 8 juta halaman Web. Lebih dari 50 persen lalu lintas

Google terjadi di luar Amerika Serikat. (Sekedar catatan, googol adalah istilah matematis

untuk angka 1 yang diikuti 100 angka nol.)

Meskipun tumbuh pesat, Google masih mempertahankan cara kerja seperti

perusahaan kecil. Di kantor Googleplex di Mountain View, California,“Googlers (julukan

karyawan Google penerj). Makan di café google yang lebih dikenal dengan sebutan

“Charlie’s Place”. Topik pembicaraan mereka berkisar dari yang hal yang remeh sampai yang

bersifat teknis dan entah bahan diskusinya menyangkut permainan komputeratau enskripsi

atau peranti lunak penyaji iklan, bukan hal yang aneh untuk mendengar seseorang berkata,

“itu produk yang saya bantu kembangkan sebelum saya ke Google.”

Kultur Google sangat informal. Googlers bekerja secara berkelompok di tempat yang

sangat padat, dengan tiga atau empat staff berbagi tempat dengan sofa dan anjing. Hierarki

korparat hampir tidak kelihatan dan karyawan mengenakan pakaian yang tidak seragam.

Webmaster internasional yang menciptakan logo liburan Google menghabiskan waktu

seminggu untuk menerjemahkan seluruh situs ke dalam bahasa koreakepala mekanik

operasinya juga seorang ahli bedah syaraf berlisensi.

Kebijakan perekrutan google lebih menekankan kemampuan daripada staf yang

mencerminkan audiens global yang dilayani oleh mesin pencari tersebut. Google memiliki

kantor-kantor di seluruh dunia dan pusat-pusat rekayasa Google merekrut calon-calon

berbakat di berbagai lokasi mulai dari zurich sampai Bangalore. Lusinan bahasa digunakan

oleh staf Goggle dari bahasa Turki sampai bahasa Telugu. Pada saat tidak bekerja, Googlers

melakukan hobi mereka dari bersepeda lintas alam sampai mencicipi minuman anggur, dan

terbang sampai ke bermain Frisbee (Merek cakram plastic yang dilempar dari satu orang ke

orang lain dalam sebuah permainan,penerj.). Reza Behforooz, seorang teknisi peranti lunak

Google berkomentar, “Google memiliki lingkungan kerja yang sangat keren dan

menyenangkan-dan kometmen yang kuat terhadap keunggulan teknis sehingga kami dapat

membangun produk-produk terbaik guna membantu semua orang di seluruh dunia.”

Page 4:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

Kultur Organisasi yang kuat sebagaimana dimiliki Google memberi arah kepada

perusahaan tersebut.Hal ini juga mengarahkan para karyawan.Kultur organisasi yang kuat

membantu mereka memahami “cara segala sesuatu dilakukan di sini”.Kultur yang kuat juga

memberikan stabilitas bagi sebuah organisasi. Tetapi, bagi sebagian organisasi,kultur yang

kuat bias menjadi hambatan besar untuk berubah. Di bab ini, kita akan melihat bahwa setiap

organisasi memiliki sebuah kultur dan, bergantung pada kekuatannya, kultur itu dapat

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi.

Institusionalisasi: Pelopor Kultur

Ide untuk memandang organisasi sebagai kultur----- di mana terdapat sebuah system

makna yang dimiliki bersama oleh para anggotanya-----merupakan sebuah fenomena yang

relative baru.Hingga pertrngahan 1980-an, organisasi, sebagaimana besarnya, dianggap

sebagai sarana rasional untuk mengoordinasi dan mengendalikan sekelompok orang.Dulu,

organisasi memiliki tingkatan-tingkatan vertical, berbagai departemen, hubungan

kewenangan, dan sebagainya.Tetapi kini, organisasi lebih dari pada itu.Kini, organisasi juga

memiliki kepribadian, suportif, inovatif ataupun konservatif. Kantor General Electric dan

orang-orang berbeda dengan kantor dan orang-orang di General Mills. Havard dan MIT

(Massachussettes Institute of Technology,penerj.) bergerak di dunia bisnis yang sama----

pendidikan----dan hanya terpisah selebar Sungai Charles, tetapi masing-masing memiliki

perasaan dan karakter yang unik melampaui karakteristik structural. Para ahli teori organisasi

kini mengakui hal ini dengan mengenali peran penting yang dimainkan oleh kultur dalam

kehidupan anggota-anggota organisasi. Namun, yang menarik, asal-usul kultur sebagai

sebuah variable independen yang mempengaruhi sikap dan perilaku seorang karyawan dapat

ditelusuri ke belakang lebih dari 50 tahun lalu ke gagasan tentang (institusionalisasi).

Ketika terlembagakan , suatu organisasi menjalani kehidupannya terbukti terpisa dari

para pendirinya atau anggota-anggotanya. Ross perut mendirikan electronic Data system

(EDS) pada awal 1960 an tetapi meninggalkannya pada tahun 1987 untuk mendirikan sebuah

perusahaan baru, sony, Gillette, McDonalds, dan Disney adalah contoh-contoh organisasi

yang tetap eksis melampaui kehidupan para pendiri mereka ataupun anggota mereka,

siapapun ia.

Page 5:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

Selain itu, begitu terlembagakan, sebuah organisasi menjadi bernilai bagi dirinya,

tidak hanya untuk barang atau jasa yang diproduksinya.Organisasi mendapatkan

mortalitasnya jika tujuan semulanya tidak lagi relevan, organisasi tidak keluar dari bisnis,

tetapi justru meredefinisi dirinya. Contoh klasik adalah March of Dimes, semula organisasi

ini di bentuk untuk mendanai perjuangan melawan polisi ketika polio secara eksternal sudah

hilang sejak 1950-an, Maech of Dimes tidak gulung tikar, ia hanya mendenefisikan

sasarannya sebagai penyandang dana riset untuk mengurangi cacat lahir dan menurunkan

tingkat kematian bayi.

Institusionalisasi berooperasi untuk menghasilkan pemahaman yang sama antara

anggota tentang apa yang semestinya dan secara fundamental, perilaku yang bermakna. Jadi

ketika suatu organisasi menghadapi kemampuan institusional, cara berprilaku yang dapat

diterima menjadi sangat jelas bagi anggota-anggotanya. Sebagaimana akan kita lihat,pada

hakikatnya hal yang sama inilah yang dilakukan oleh kultur organisasi. Maka, pemahaman

mengenai apa yang memnbentuk kultur organisasidan bagaimana kultur tersebut diciptakan,

dipertahankan, dan dipelajari akan meningkatkan kemapuan kita untuk menjelaskan dan

memprediksi perilaku orang di tempat kerja.

Definisi

Kiranya ada kesepakatan yang luas bahwa kultur organisasi (organizational culture)

mengacu pada sebuah sistem makna bersama yang di anut oleh para anggota yang

membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainya. Sistem makna bersama ini, ketika

dicermati secara lebih seksama, adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi

oleh organisasi. Penelitian menunjukan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang secara

keseluruhan merupakan hakikat kultur sebuah organisasi :

1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko. Sejauh mana karyawan di dorong untuk

bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.

2. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi,

analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.

3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada

teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.

Page 6:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan keputusan manejemen mempertimbangkan

efek dari hasil tersebut ats orang yang ada dalam organisasi.

5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi dalam tim ketimbang

individu-individu

6. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai .

7. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya

status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.

Masing-masing karakteristik ini berada di suatu kontinum mulai dari rendah sampai

tinggi. Karenanya, menilai organisasi berdasarkan ketujuh karakteristik ini akan

menghasilkan suatu gambaran utuh mengenai kultur sebuah organisasi. Gambaran ini

menjadi basis bagi sikap pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai

organisasi, bagaimana segala sesuatu dilakukan di dalamnya, dan cara para anggota

diharapkan berperilaku.

Kultur adalah suatu istilah deskriptif

Kultur organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik

kultur suatu organisasi, bukan dengan apakah mereka menyukai karakteristik itu atau tidak,

kultur organisasi adalah suatu istilah deskriptif. Ini penting karena hal ini membedakan

konsep ini dari konsep kepuasan kerja.

Penelitian mengenai kultur organisasi berupaya mengukur bagaimana karyawan

memandang organisasi mereka: Apakah menekan inisiatif? Sebaliknya, kepuasan kerja

berusaha mengukur respons afektif terhadap lingkungan kerja. Kepuasan Kerja berhubungan

dengan bagaimana karyawan merasakan ekspektasi organisasi, disangsikan lagi memiliki

karakteristik yang saling tumpang tindih, harus ingat bahwa istilah kultur organisasi bersifat

deskriptif, sementara kepuasan kerja bersifat evaluatif.

Apakah Organisasi Memiliki Kultur yang Seragam?

Kultur organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi.

Ini menjadi jelas manakala kita mendefinisikan kultur sebagai sebuah sistem makna bersama.

Karena itu, kita bisa berharap bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang

Page 7:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami kultur

organisasi dengan pengertian yang serupa.

Namun, pengakuan bahwa kultur organisasi memiliki pengertian yang sama tidak

berarti bahwa tidak dimungkinkan adanya subkultur di dalam kultur tertentu. Sebagian besar

organisasi memiliki kultur dominan dan banyak subkultur. Sebuah kultur dominan

(dominant culture) mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas

anggota organisasi. Ketika berbicara tentang kultur sebuah organisasi, kita merujuk pada

kultur dominannya. Inilah pandangan makro terhadap kultur yang memberikan kepribadian

tersendiri pada sebuah organisasi. Subkultur (subculture) cenderung berkembang di dalam

organisasi besar untuk merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman yang sama yang

dihadapi oleh para anggota. Berbagai subkultur ini mungkin muncul di tingkat departemen

dan disebabkan oleh faktor geografis. Departemen pembelian, misalnya, dapat memiliki

sebuah subkultur yang memiliki sebuah subkultur yang dimiliki secara bersama-sama secara

unik oleh anggota-anggota departemen itu. Subkultur itu mencakup nilai-nilai inti (core

values) dari kultur dominan ditambah nilai-nilai tambahan yang unik bagi anggota

departemen pembelian. Demikian pula, sebuah kantor atau unit organisasi yang secara fisik

terpisah dari kantor utama organisasi mungkin memiliki kepribadian yang berbeda. Lagi-lagi,

nilai inti tetap dipertahankan, tetapi dimodifikasi untuk mencerminkan situasi unik dari unit

terpisah itu.

Jika organisasi tidak memiliki kultur dominan dan hanya tersusun atas banyak

subkultur, nilai kultur organisasi sebagai sebuah variable independen akan berkurang secara

signifikan karena tidak akan ada keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan

perilaku yang semestinya dan perilaku yang tidak semestinya. Aspek “makna bersama” dan

kultur inilah yang menjadikannya sebagai alat potensial untuk membangun dan membentuk

perilaku. Itulah yang memungkinkan kita mengatakan, misalnya, bahwa kultur Microsoft

menghargai keagresifan dan pengambilan resiko. Dan selanjutnya menggunakan informasi

tersebut untuk lebih memahami perilaku dari para eksekutif dan karyawan bahwa banyak

organisasi juga memiliki berbagai subkultur yang tidak diragukan bias memengaruhi perilaku

anggota-anggotanya.

Page 8:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

Kultur Kuat versus Kultur Lemah

Membedakan kultur yang kuat dari kultur yang lemah menjadi semakin popular

dewasa ini. Argumennya di sini adalah bahwa kultur yang kuat memiliki dampak yang lebih

besar terhadap perilaku karyawan dan lebih berkait langsung dengan menurunnya perputaran

karyawan.

Dalam kultur yang kuat (strong culture), nilai-nilai inti organisasi dipegang teguh

dan dijunjung bersama. Semakin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan semakin

besar komitmen mereka terhadap berbagai nilai itu, semakin kuat kultur tersebut. Selaras

dengan definisi ini, kultur yang kuat akan memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku

anggota-anggotanya karena kadar kebersamaan dan intensitas yang tinggi. Sebagai contoh,

Nordstrom yang bermarkas di Seattle telah mengambangkan salah satu kultur layanan terkuat

dalam industry ritel. Karyawan-karyawan Nrdstrom pasti tahu apa yang diharapkan dari

mereka dan harapan ini memntuk perilaku mereka.

Salah satu hasil spesifik dari kultur yang kuat adalah menurunnya tingkat perputaran

karyawan. Kultur yang kuat menunjukkan kesepakatan yang tinggi antar anggota mengenai

apa yang keharmonisan tujuan semacam ini membangun kekompakan, loyalitas, dan

komitmen keorganisasian. Sifat-sifat ini, pada gilirannya, memperkecil kecendurungan

karyawan untuk meninggalkan organisasi.

Kultur versus Formalisasi

Kultur organisasi yang kuat meningkatkan konsistensi perilaku. Dalam pengertian ini,

kita semestinya menyadari bahwa kultur yang kuat dapat bertindak sebagai pengganti

formalisasi.

Di bab sebelumnya, kita telah membahas bagaimana aturan dan ketentuan formalisasi

berfungsi mengatur perilaku karyawan. Formalisasi yang tinggi dalam sebuah organisasi

menciptakan prediktabilitas, keteraturan dan konsistensi. Persoalan kita di sini adalah bahwa

kultur yang kuat mampu mengantar anggota organisasi mencapai tujuan yang sama tanpa

perlu dokumentasi tertulis. Karena itu, kita bias memandang formalisasi dan kultur sebagai

dua jalan yang berbeda menuju ke tujuan yang sama. Semakin kuat kultur sebuah organisasi,

semakin kecil kebutuhan manajemen untuk menyusun dan menetapkan beragam aturan dan

Page 9:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

ketentuan formal yang dimaksudkan guna menuntun perilaku karyawan. Tuntunan itu akan

diinternalisasikan dalam diri karyawan ketika mereka memeluk kultur organisasi tersebut.

Kultur Organisasi versus Kultur Nasional

Di sepanjang buku ini, kita memegang keyakinan bahwa perbedaan Negara---yaitu,

kultur nasional-----harus diperhitungkan ketika kita mau membuat prediksi akurat mengenai

perilaku organisasi di Negara yang berbeda. Tetapi, apakah kultur nasional berada di atas

kultur sebuah organisasi? Apakah fasilitas IBM di Jerman, misalnya, lebih mungkin

mencerminkan kultur etnis Jerman atau kultur korporat IBM?

Penelitian menunjukkan bahwa kultur nasional memiliki dampak yang lebih besar

terhadap karyawan daripada kultur organisasi mereka. Karena itu, karyawan yang

berkebangsaan Jerman di sebuah fasilitas milik IBM di Munich akan lebih dipengaruhi oleh

kultur Jerman daripada oleh kultur IBM. ini berarti bahwa bila kultur organisasi ditemukan

mempengaruhi pembentukan perilaku karyawan, kultur nasional demikian pula, bahkan lebih.

Kesimpulan sebelumnyaharus dikualifikasi untuk mencerminkan pilihan individual yang

muncul pada tahap perekrutan. Sebuah korporasi multinasional Inggris, misalnya, kiranya

tidak terlalu khawatir ketika merekrut orang yang “tipikal Italia” untuk operasinya di Italia

daripada merekrut seorang Italia yang sesuai dengan cara peruasahaan menjalankan segala

sesuatu. Karenanya kita bisa berharap bahwa proses seleksi karyawan akan digunakan oleh

perusahaan multinasional tersebut untuk mencari dan merekrut pelamar kerja yang sesuai

dengan kultur dominan organisasi mereka, sekalipun pelamar seperti ini agak atipikal (tidak

lazim) untuk anggota negara mereka.

Fungsi-fungsi Kultur

Kultur memiliki sejumlah fungsi dalam sebuah organisasi. Pertama, kultur berperan

sebagai penentu batas-batas; artinya, kultur menciptakan perbedaan atau distingsi antara satu

organisasi dengan organisasi lainnya. Kedua, kultur memuat rasa identitas anggota

organisasi. Ketiga, kultur memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar

daripada kepentingan individu. Keempat, kultur meningkatkan stabilitas sistem sosial.

Page 10:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

Terakhir, kultur bertindak sebagai mekanisme sense-making serta kendali yang menuntun dan

membentuk sikap dan perilaku karyawan.

Peran kultur dalam mempengaruhi perilaku karyawan menjadi semakin penting di

tempat kerja saat ini. Tatkala organisasi terus memperluas rentang kendali, meratakan

struktur, memperkenalkan tim, mengurangi formalisasi, dan memberdayakan karyawan

mereka, makna bersama yang diberikan oleh kultur yang kuat memastikan bahwa setiap

orang dituntun ke arah yang sama.

Siapa yang diterima untuk bergabung dalam organisasi, yang dinilai sebagai

karyawan berkinerja tinggi, dan yang mendapat promosi sangat dipengaruhi oleh “ketaatan”

individu-organisasi. Artinya, apakah sikap dan perilaku pelamar atau karyawan cocok dengan

kultur yang ada. Bukan sebuah kebetulan bahwa hampir semua karyawan di taman hiburan

Disney kelihatan menarik, bersih, segar, dengan senyum cemerlang. Citra itulah yang

memang dicari Disney. Perusahaan menyeleksi karyawan yang dapat mendukung citra itu.

Bila mereka sudah diterima bekerja, kultur yang kuat, yang didukung oleh aturan dan

ktentuan formal yang ada, memastikan bahwa karyawan di taman hiburan Disney akan

bertindak dengan cara yang relative seragam dan dapat diprediksi.

Kultur sebagai Beban

Kami tidak mengatakan bahwa kultur itu baik atau buruk, tetapi sekedar mengatakan

bahwa kultur itu ada. Banyak dari fungsinya, seperti telah diuraikan, sangat bernilai baik bagi

organisasi maupun karyawan. kultur mempertinggi komitmen organisasional dan

meningkatkan konsistensi perilaku karyawan. Ini jelas merupakan keuntungan bagi

organisasi. Dari sudut pandang karyawan, kultur bernilai karena mengurangi ambiguitas.

Kultur memberi tahu karyawan bagaimana segala sesuatu dilakukan dan apa yang penting.

Tetapi, kita tidak boleh mengabaikan aspek-aspek kultur yang berpotensi disfungsional,

terutama aspek yang besar, terhadap keefektifan sebuah organisasi.

Hambatan untuk Perubahan. Kultur menjadi kendali manakala nilai-nilai yang

dimiliki bersama tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dapat meningkatkan efektivitas

organisasi. Hal ini paling munglcin terjadi bila lingkungan sebuah organisasi bersifat

dinamis. Ketika lingkungan terus berubah dengan cepat), kultur yang sudah kuat mengakar

dalam sebuah organisasi mungkin tidak pas lagi. Karenanya, konsistensi perilaku menjadi

Page 11:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

aset bagi sebuah organisasi hanya ketika hal ini berhadapan dengan lingkungan yang stabil.

Namun, konsistensi semacam itu bisa menghambat dan mempersulit organisasi untuk

menanggapi perubahan yang terjadi di lingkungan. Hal ini membantu menjelaskan tantangan-

tantangan yang dihadapi para eksekutif di organisasi-organisasi seperti Mitsubishi, Easfman

Kodak, Boeing, dan Biro Penyelidikan Federal (Federal Bureau of Inuestigation-FBl) AS

belakangan ini dalam menyesuaikan diri dengan-dinamika lingkungan mereka. Organisasi-

organisasi ini memiliki kultur kuat yang berhasil di masa silam. Tetapi, kultur-kultur yang

kuat ini menjadi hambatan untuk berubah ketika “bisnis sebagaimana biasanya” tidak lagi

efektif.

Hambatan bagi Keragaman. Merekrut karyawan baru yang, karena faktor ras, usia,

jenis kelamin, ketidakmampuan (cacat), atau perbedaan-perbedaan lain, tidak sama dengan

mayoritas anggota organisasi lain akan menciptakan sebuah paradoks. Manajemen

menginginkan karyawan baru tersebut menerima nilai-nilai inti dari kultur organisasi. Jika

tidak, karyawan-karyawan ini tidak mungkin cocok atau diterima. Tetapi pada saat yang

sama, manajemen ingin secara terbuka mengakui dan menjunjung tinggi berbagai perbedaan

yang dibawa oleh karyawan-karyawan ini ke tempat kerja.

Kultur yang kuat memberi tekanan yang besar kepada karyawan untuk menyesuaikan

diri. kultur tersebut membatasi rentang nilai dan gaya yang dapat diterima. Dalam beberapa

contoh, seperti kasus Texaco yang banyak dipublikasikan (yang diselesaikan atas nama 1.400

karyawan dengan uang ganti rugi senilai 1,76 juta dolar) di mana para manajer senior

membuat keterangan yang tidak menyenangkan mengenai kelompok minoritas, sebuah kultur

yang kuat yang menghidup-hidupkan prasangka dapat memperlemah kebijakan formal

keragaman korporat. Organisasi mencari dan merekrut individu yang berbeda-beda karena

kekuatan alternatif yang mereka bawa ke tempat kerja. Namun, perilaku dan kekuatan yang

beragam ini kiranya akan berkurang didalam kultur organisasi yang kuat karena orang mau

tidak mau harus menyesuaikan dirinya. Karena itu, kultur yang kuat bisa menjadi kendala

manakala secara efektit meniadakan kekuatan-kekuatan unik yang dibawa oleh orang dengan

beragam latar belakang ke dalam organisasi. selain itu, kultur yang kuat juga bisa menjadi

penghambat ketjka mendukung bias institusional atau tidak sensitif pada perbedaan orang.

Hambatan bagi Akuisisi dan Merger. Secara historis, faktor-faktor kunci yang

diperhatikan manajemen ketika membuat keputusan akuisisi atau merger terkait dengan isu

keuntungan finansial atau sinergi produk. Belakangan ini, kompatibilitas (kesesuaian) kultur

Page 12:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

juga menjadi fokus utama. Sementara laporan keuangan atau lini produk yang

menggembirakan mungkin merupakan daya tarik awal dari perusahaan yang akan diakuisisi,

apakah akuisisi tersebut benar-benar akan berhasil tampaknya lebih terkait dengan seberapa

cocok atau sesuai kultur kedua organisasi tersebut.

Banyak akuisisi yang gagal tidak lama setelah proses penggabungan' Sebuah survei

oleh konsultan A.T. Kearney mengungkapkan bahwa 58 persen merger gagal mencapai nilai

sasaran yang ditetapkan oleh manajer puncak. Penyebab utama kegagalan tersebut adalah

kultur orgagisasi yang saling bertentangan. Sebagaimana komentar seorang pakar, “Merger

memiliki tingkat kegagalan yang saling tinggi, dan senantiasa disebabkan oleh persoalan

manusia” Sebagai contoh, merger senilai 183 miliar dolar pada tahun 2001 antara America

online (AOL) dari Time warner adalah yang terbesar dalam sejarah korporat. Merger tersebut

berubah menjadi bencana-hanya dua tahun setelahnya, nilai saham mereka merosot drastis

sebesar 90 persen. Benturan kultur umumnyl dianggap sebagai salah satu penyebab

timbulnya permasalahan di AoL Time warner' Sebalaimana dinyatakan seorang pakar.

“Dalam beberapa hal' merger AOL dan Time Warner adalah seperti pernikahan seorang

remaja dengan seorang bankir berusia paruh baya. Kultur mereka sangat berbeda. Di AoL,

orang menggunakan baju santai dan jins. Time Warner lebih konservatif dalam hal pakaian.

Menciptakan dan Mempertahankan Kultur

Kultur sebuah organisasi tidak muncul begitu saja. Bila sudah mapan, kultur itu susah

terhapuskan. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi penciptaan sebuah kultur? Apa yang

memperkuat dan menjaga kekuatan-kekuatan kultur ini begitu hal ini mapan? Kita akan

menemukan jawaban atas kedua pertanyaan ini di bagian berikutnya.

Mempertahankan Kelangsungan Hidup Kultur

Ketika suatu kultur sudah terbentuk, dibutuhkan praktik-praktik di dalam organisasi

yang berfungsi memeliharanya dengan cara membuat karyawan memiliki pengalaman yang

sama. Sebagai contoh banyak praktik pengembangan sumber daya manusia yang akan kita

bahas di bab selanjutnya merupakan upaya terkuat kultur organisasi. Proses seleksi, kriteria

evaluasi kinerja kegiatan pelatihan dan pengembangan dan prosedur promosi memastikan

Page 13:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

bahwa mereka yang direkrut sesuai dengan kultur yang ada memberi imbalan mereka yang

yang mendukungnya dan memberi sanksi. (dan bahkan mendepak) mereka yang

menentangnya. Ada tiga hal yang memainkan peran sangat penting dalam mempertahankan

sebuah kultur ; praktik seleksi, tindakan manajemen puncak, dan metode sosialisasi. Mari kita

amati masing-masing secara lebih seksama.

Seleksi, tujuan eksplisit dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan merekrut

individu-individu yang memiliki pengetahuan keterampilan dan kemampuan untuk berhasil

menjalankan pekerjaan di dalam organisasi. Biasanya, ada lebih dari satu calon yang

memenuhi persyaratan kerja yang ditentukan yang teridentifikasi. Ketika hal tersebut terjadi,

naif untuk mengabaikan fakta bahwa keputusan akhir mengenai siapa yang direkrut akan

banyak dipengaruhi oleh penilaian pengambil keputusan menyangkut seberapa cocok seorang

calon dengan organisasi. Upaya untuk memastikan kesesuaian ini, entah disengaja atau tidak,

menghasilkan rekrutan yang memegang nilai-nilai yang pada intinya selaras dengan nilai-

nilai organisasi, atau paling tidak beberapa bagian dari nilai-nilai itu. Selain itu proses seleksi

memberi informasi kepada para pelamar mengenai organisasi tersebut. Para calon belalar

tentang organisasi itu dan jika menemukan atau merasakan suatu pertentangan antara nilai-

nilai mereka dan nilai-nilai organisasi, mereka bisa mundur teratur. Karena itu, seleksi

menjadi jalan dua arah yang memungkinkan pemberi kerja dan pelamar membatalkan sebuah

“perkawinan” jika tampak adanya ketidakcocokan. Dengan cara demikian proses seleksi

merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kelangsungan hidup kultur sebuah

organisasi dengan cara mengeluarkan individu-individu yang mungkin tidak sesuai atau akan

menggerogoti nilai-nilai intinya.

Sebagai contoh, W.L. Gore & Associates, pembuat kain Gore-Tex yang digunakan

untuk pakaian luar membanggakan kultur organisasinya yang ditandai oleh demokrasi dan

kerja sama tim. Tidak ada nama jabatan di Gore dan tidak ada pula atasan ataupun rantai

komando. Semua pekerjaan dilakukan dalam tim. Dalam proses seleksinya tim-tim karyawan

mengharuskan pelamar kerja menjalani wawancara ekstensif untuk memastikan bahwa calon

yang tidak dapat menghadapi tingkat ketidakpastian, fleksibilitas, dan kerja tim yang harus

karyawan hadapi di pabrik-pabrik Gore akan terpental.

Page 14:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

Manajemen puncak, tindakan manajemen puncak juga memiliki dampak besar

terhadap kultur organisasi. Melalui apa yang mereka katakana dan bagaimana mereka

berperilaku, para eksekutif senior memantapkan norma-norma yang berlaku di organisasi

terkait sejauh mana pengambilan resiko di harapkan, seberapa banyak kebebasan yang para

manajer harus berikan pada karyawan mereka, pakaian apa yang pantas, tindakan apa yang

akan membuahkan hasil yang berupa kenaikan gaji, promosi, dan imbalan lain.

Sosialisasi adalah proses yang mengadaptasikan karyawan dengan kultur organisasi,

tak peduli seberapa baik pekerjaan yang dilakukan organisasi dalam melakukan perekrutan

dan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya terindoktrinasi ke dalam kultur organisai.

Karena belum mengenal betul kultur organisasi tersebut, para karyawan itu berpotensi

mengganggu tradisi dan kebiasaan yang ada. Karena itu organisasi membantu para karyawan

baru utuk beradaptasi dengan kulturnya. Proses adaptasi ini disebut sosialisasi. Saat kita

berbicara tentang sosialisasi ingatlah bahwa tahapan sosialisasi yang paling kritis adalah pada

saat masuk ke dalam organisasi. Pada saat inilah, organisasi berusaha mencetak orang luar

menjadi seorang karyawan dengan reputasi baik. Karyawan yang gagal mempelajari perilaku

yang esensial atau penting beresiko “nonkonformis” atau “pembangkang”, yang mungkin

akan membuat tersingkir. Tetapi, organisasi akan melakukan sosialisasi kepada semua

karyawan, walau mungkin tidak secara eksplisit. Disepanjang kariernya di organisasi

tersebut, cara ini lebih jauh menyumbang untuk mempertahankan kultur. Sosialisasi dapat

dikonseptualisasikan sebagai sebuah proses yang terdiri atas tiga tahapan, yaitu :

prakedatangan, perjumpaan, dan metamorfosis. Tahap pertama mencakup semua

pembelajaran yang terjadi sebelum seorang anggota baru bergabung dengan organisasi. Pada

tahap kedua, karyawan baru melihat seperti apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi

kemungkinan bahwa antara harapan dan kenyataan berbeda. Pada tahap ketiga, terjadi

perubahan yang relative lama. Proses tiga tahap ini berdampak pada produktifitas kerja

karyawan baru, komitmennya terhadap sasaran organisasi, dan keputusan akhirnya untuk

tinggal bersama organisasi.

Tahap prakedatangan (prearrival stage) secara terbuka mengakui bahwa setiap

individu dating dengan sekumpullan nilai, siakp, dan harapan tertentu. Hal ini mencakup

pekerjaan yang akan dijalankan maupun organisasi. Sebagai contoh dalam banyak pekerjaan,

terutama pekerjaan professional, anggota-anggota baru harus menjalani sosialisasi terlebih

dahulu dalam pelatihan maupun di lembaga pendidikan.Salah satu tujuan pokok dari sekolah

bisnis, misalanya adalah untuk mempekenalkan para mahasiswanya dengan sikap dan

perilaku yang diinginkan perushaan. Jika para eksekutif bisnis yakin bahwa karyawan yanga

Page 15:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

baik adalah yang menghargai etika profit, loyal, sanggup bekerja keras, dan memiliki hasrat

tinggi untuk berprestasi, mereka akan merekrut lulusan sekolah bisnis yang telah di bentuk

sebelumnya dalam pola seperti ini. Salah satu hal penting dari masa praperekrutan dalam

usaha sosialisasi adalah memeilih karyawan dengan “kepribadian yang pas”, dan

menggunakan prose seleksi untuk memberi tahu calon karyawan tentang organisasi tersebut

secara keseluruhan. Selain itu, sebagaimana dinyatakan di awal, proses seleksi juga berfungsi

untuk memastikan masuknya jenis yang tepat yang kira-kira mereka sesuai dengan

kemampuanya.

Tahap perjumpaan (encounter stage) di sini individu menghadapi kemungkinan

dokotomi antara harapan menyangkut pekerjaan, rekan kerja, atasan, dan oarganisasi secara

umum dan kenyataan.Jika harapan ternyata kurang lebih akurat, tahap perjumpaan ini sekedar

memberikan penegasan kembali mengenai presepsi yang telah diperoleh sebelumnya.Namun

yang terjadi sering kali tidak demikian. Bilamana harapan dan kenyataan berbeda, karyawan

baru harus menjalani sosialisasi untuk melepaskan berbagai asumsi yang sebelumnya ia

pegang dan menggantikannya dengan sumsi-asumsi lain yang di pandang tepat oleh

organisasi. Seleksi yang benar semestinya memperkecil kemungkinan terjadinya

pengunduran diri sampai semaksimal mungkin.Para pendatang baru memiliki komitmen lebih

besar terhadap organisasi manakala mereka memiliki jaringan pertemanan yang besar dan

beragam.

Tahap metamorfosis (metamorphosis stage) seleksi secara cermat oleh manajemen

terhadap pengalaman sosialisasi para pendatang baru dapat secara ekstrim menciptakan

PrakedatanganProduktivitasKomitmenMetamorfosisPerjumpaan

Page 16:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

kelompok konformis yang memepertahankan tradisi dan adat, atau kelompok individualis

inventif dan kreatif yang menganggap tidak ada praktik organisasi yang sakral. Kita dapat

mengatakan bahwa proses metamorfosis dan sosialisasi berhasil ketika anggota baru sudah

merasa nyaman dengan organisasi dan pekerjaan mereka. Mereka telah menginternalisasi

berbagai norma organisasi dan kelompok kerja mereka, dan memahami serta menerima

norma-norma tersebut. Anggota baru tersebut merasa di terima oleh rekan sejawat mereka

sebagai individu yang dapat dipercaya dan layak dihargai. Mereka percaya diri bahwa mereka

memiliki kompetensi untuk merampungkan pekerjaan dan mereka memahami sistem tidak

hanya tugas mereka sendiri tetapi juga aturan, prosedur, dan praktik-praktik yang diterima

secara informal. Akhirnya mereka tahu bagaimana mereka akan dievaluasi, artinya kriteria

apa yang digunakan untuk mengukur dan menilai pekerjaan mereka. Metamorfosis yang

berhasil akan berdampak positif terhadap produktifitas karyawan baru dan komitmen mereka

terhadap organisasi serta mengurangi kecenderungan mereka untuk meninggalkan organisasi.

Ritual

Ritual (rituals) adalah serangkaian aktivitas berulang yang mengungkapkan dan

memperkuat nilai-nilai dasar dari organisasi sasaran apa yang terpenting, orang mana yang

penting, dan orang mana yang bisa dikeluarkan. Salah satu ritual perusahaan yang terkenal

adalah nyanyian perusahaan Wal-Mart. Diawali oleh pendirinya, Sam Walton, sebagai cara

untuk memotivasi dan menyatukan para pekerjanya, “Gimme a W, gimme an L, gimme a

squigle, gimme an M, A, R, T!” telah menjadi ritual perusahaan yang mempersatukan

karyawan Wai-Mart dan memperkuat keyakinan Sam Walton terhadap pentingnya karyawan

bagi kesuksesan perusahaannya. Nyanyian serupa digunakan oleh IBM, Ericson, Novell,

Deutsche Bank, dan Pricewaterhouse-Coopers.

Bahasa

Banyak organisasi dan unit dalam suatu organisasi menggunakan bahasa sebagai

sarana untuk mengidentifikasi anggota dari sebuah kultur atau subkultur. Dengan

mempelajari bahasa ini, para anggota menegaskan penerimaan mereka terhadap kultur dan,

dengan demikian, membantu melestarikannya. Berikut ini contoh-contoh teknologi yang

digunakan oleh para karyawan di Knight Ridder Information, sebuah redistributor data yang

Page 17:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

bermarks di Calivornia: accesoris number(nomor yang dipakai untuk tiap catatan individu

dalam sebuah bisnis data); KWIC- Keywords-in-context (sekumpulan kata kunci dalam

konteks) dan relational operator (mencari bisnis data untuk nama-nama atau istilah-istilah

kunci dalam suatu urutan). Jika merupakan karyawan baru di Boeing, anda akan belajar

banyak kosa kata khas perusahaan berupa akronim, termasuk BOLD-Boeing Online Data

(data online boeing), CATIA- graphics-aided three (dimensional interactive application),

aplikasi interaktif tiga dimensi dengan bantuan grafis computer),MAIDS-manufacturing

assembly and installation data system (system data instalasi dan perakitan manufaktur), POP-

purchased outside production (membeli produk dari luar), dan SLO-service level objectives

(sasaran tingkat layanan).

Dari waktu ke waktu organisasi terus mengembangkan istilah-istilah khas untuk

menggambarkan perlengkapan, kantor, personalia kunci, pemasok, pelanggan, atau produk

yang terkait dengan bisnisnya. Karyawan baru sering kerepotan dengan berbagai akronim dan

jargon yang setelah enam bulan bekerja sepenuhnya menjadi bagian dari bahasa mereka,

begitu terasimilasi, istilah-istilah ini menjadi denominator umum/bersama yang menyatukan

para anggota sebuah kultur atau subkultur tertentu.

Menciptakan Kultur Organisasi yang Etis

Isi dan kekuatan suatu kultur memengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan

perilaku etis para anggotanya. Kultur sebuah organisasi yang punya kemungkinan paling

besar untuk membentuk standar etika tinggi adalah kultur yang tinggi toleransinya terhadap

risiko tinggi, rendah sampai sedang dalam hal keagresifan, dan fokus pada selain juga hasil.

Para manajer dalam kultur semacam ini didorong untuk mengambil risiko dan berani

berinovasi, dilarang terlibat dalam persaingan yang tak terkendali, dan akan memberikan

perhatian pada bagaimana tujuan dicapai dan juga pada tujuan apa yang dicapai.

Kultur organisasi yang kuat akan lebih memengaruhi karyawan dari pada kultur yang

lemah. Jika kulturnya kuat dan mendorong standar etika yang tinggi,ia pasti akan

berpengaruh kuat dan positif terhadap perilaku karyawan. Johnson dan Jhonson misalnya,

memiliki kultur yang kuat yamg sudah lama menekankan kewajiban perusahaan kepada

pelanggan, karyawan, masyarakat, dan para pemegang saham. Ketika Tylenol (sebuah produk

Jhonson & Jhonson) yang mengandung racun di jumpai di rak-rak took, karyawan J & J

Page 18:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

diselur AS secara sadar dan suka rela menarik produk tersebut dari took bahkan sebelum

manajemen mengeluarkan pernyataan menyangkut hal itu. Tak seorang pun memberi tahu

orang-orang ini hal yang benar secara moral; mereka tahu apa yang diharapkan oleh J & J

untuk mereka lakukan. Sebaliknya, kultur kuat yang mendorong sikap yang sangat agresif

bisa menjadi factor yang dominan dalam membentuk perilaku tidak etis. Sebagai contoh,

kultur agresif Enron, dengan tekanan yang tak henti-hentinya pada para eksekutif untuk

meningkatkan pendapatan secara cepat, mendorong dilanggarnya nilai-nilai etis dan akhirnya

berkontribusi terhadap runtuhnya perusahaan.

Apa yang dapat manajemen lakukan untuk menciptakan kultur yang lebih etis? Gabungan-

gabungan dari praktik-praktik sebagai berikut;

Jadilah model peran yang visible. Karyawan akan melihat perilaku manajemen

puncak sebagai acuan standar untuk menentukan perilaku yang semestinya mereka

ambil. Ketika manajemen senior dianggap mengambil jalan yang etis, hal ini member

pesan positif bagi semua karyawan.

Komunikasikan harapan-harapan yang etis. Ambiguitas etika dapat diminimalkan

dengan menciptakan dan mengomunikasikan kode etik organisasi. Kode etik ini harus

menyatakan nilai-nilai utama organisasi dan berbagai aturan etis yang diharapkan

akan dipatuhi para karyawan.

Berikan pelatihan etis. Selenggarakan seminar, lokakarya, dan program-program

pelatihan etis. Gunakan sesi-sesi pelatihan ini untuk memperkuat standar tuntunan

organisasi, menjelaskan praktik-praktik yang diperbolehkan dan yang tidak, dan

menangani dilemma etika yang mungkin muncul.

Secara nyata, berikan penghargaan atas tindakan etis dan beri hukuman terhadap

tindakan yang tidak etis. Penilaian kinerja terhadap para manajer harus mencakup

evaluasi hal demi hal mengenai bagaimana keputusan-keputusannya cukup baik

menurut kode etik organisasi. Penilaian harus mencakup srana yang dipakai untuk

mencapai sasaran dan juga pencapaian tujuan itu sendiri. Orang-orang yang bertindak

etis harus diberi penghargaan yang jelas atas perilaku mereka. Sama

pentingnya,tindakan tidak etis harus diganjar secara terbuka atau nyata.

Berikan mekanisme perlindungan. Organisasi perlu memiliki mekanisme formal

sehingga karyawan dapat mendiskusikan dilema-dilema etikadan melaporkan perilaku

tidak etis tanpa takut. Cara ini bisa meliputi pembentukan konselor etis, badan

pengawas (ombudsmen), atau petugas etika.

Page 19:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

Menciptakan Kultur Tanggap Pelanggan

Para paritel Prancis memiliki reputasi untuk sikap masa bodohnya terhadap

pelanggan. Para wiraniaga, misalnya, tak jarang secara jelas-jelas memberitahu para

pelanggan bahwa percakapan telepon mereka tidak boleh disela. Meminta bantuan dari

wiraniaga saja sudah bisa menimbulkan masalah. Dan tak seorang pun di Prancis yang

terkejut kalau pemilik sebuah toko di Paris mengeluh bahwa ia tidak bisa menggarap buku-

bukunya sepanjang pagi karena terus-menerus diganggu oleh pelanggan.

Sebagian besar organisasi saat ini mencoba keras untuk tidak seperti orang Prancis

itu. Mereka berupaya menciptakan kultur yang tanggap pelanggan karena mereka tahu bahwa

inilah jalan untuk mendapatkan loyalitas pelanggan dan profitabilitas jangka panjang. Banyak

perusahaan yang mencoba menciptakan kultur semacam ini, seperti Southwest Airliners,

Fedex, J & J, Nordstrom, Olive Garden, taman hiburan Walt Disney, Enterprise Rent-A-Car,

Whole Foods, dan L.L. Bean telah membangun basis pelanggan yang kuat dan loyal pada

umumnya mereka berhasil mengalahkan para pesaing mereka dalam pertumbuhan

pendapatan dan kinerja keuangan. Di bagian ini, kita secara ringkas akan mengidentifikasi

variable-variabel yang membentuk kultur tanggap pelanggan serta memberikan beberapa

saran yang dapat dijalankan oleh manajemen untuk menciptakan kultur semacam ini.

Variabel-variabel Kunci yang Membentuk Kultur tanggap Pelanggan

Sebuah kajian menemukan bahwa beberapa variable secara rutin ditemukan dalam kultur-

kultur yang tanggap pelanggan.

1. Jenis karyawan itu sendiri

2. Tingkat formalisasi yang rendah

3. Penguatan sistem formalisasi yang luas

4. Keterampilan mendengarkan yang baik

5. Kejelasan peran

Ringkasnya kultur tanggap pelanggan merekrut karyawan-karyawan yang memiliki

keterampilan mendengarkan yang baik dan kesediaan untuk mengatasi kendala-kendala

pekerjaan mereka dan untuk melakukan apa yang diperlukan guna memuaskan palanggan.

Page 20:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

Tindakan Manajerial

Ada beberapa tindakan yang diambil manajemen untuk membentuk karyawan yang memiliki

kompetensi, kemampuan, dan kemauan untuk memecahkan masalah pelanggan pada saat

masalah itu muncul :

1. Seleksi

Calon calon pekerja harus disaring sehingga orang orang yang direkrut memiliki

kesabaran, kepedulian terhadap orang lain, keterampilan mendengarkan yang

menyertai karyawan yang berorientasi pelanggan.

2. Pelatihan dan Sosialisasi

Kandungan program pelatihan dan sosialisasi ini akan sangat bervariasi tetapi harus

terfokus pada peningkatan pengetahuan akan produk, mendengarkan secara efektif,

menunjukan kesabaran.

3. Desain Struktur

Manajemen perlu membebaskan karyawan untuk menyesuaikan perilaku mereka

dengan kebutuhan dan permintaan pelanggan yang senantiasa berubah.

4. Pemberdayaan

Hal ini merupakan komponen wajib dari kultur tanggap pelanggan karena

memungkinkan karyawan membuat keputusan seketika untuk memuaskan pelanggan.

5. Kepemimpinan

Pemimpin yang efektif dalam kultur tanggap pelanggan memberikan dengan

menyampaikan sebuah misi yang berfokus pada pelanggan dan yang memperlihatkan

dengan perilaku mereka bahwa mereka memiliki komitmen terhadap pelanggan.

6. Evaluasi Kinerja

Evaluasi ini menilai karyawan berdasarkan bagaimana mereka berperilaku atau

bertindak berdasarkan kriteria seperti upaya, komitmen, kerja tim, keramahan dan

kemampuan memecahkan masalah pelanggan ketimbang berdasarkan hasil terukur

yang mereka capai.

7. Sistem Imbalan

Page 21:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

Manajemen perlu memberikan penghargaan kepada karyawan yang menunjukan

upaya luar biasa untuk menyenangkan pelanggan dan yang telah dipilih pelanggan

atas layanan lebihnya.

Spiritualitas dan Kultur Organisasi

1. Apa Spiritualitas itu?

Adalah menyadari bahwa manusia memiliki kehidupan batin yang tumbuh dan

ditumbuhkan oleh pekerjaan yang bermakna yang berlangsung dalam konteks

komunitas.

2. Mengapa Spiritualitas?

Model-model historis dari manajemen dan perilaku organisasi pada masa lalu tidak

memiliki ruang bagi spiritualitas. Sebagaimana telah kita singgung dalam pembahasan

tentang emosi di bab 8, mitos tentang rasionalitas beranggapan bahwa organisasi yang

dijalankan dengan baik adalah yang menafikan perasaan. Demikian pula, kepedulian

terhadap kehidupan batin karyawan tidak memiliki peran dalam model yang

sepenuhnya rasional. Tetapi bila kita sekarang menyadari bahwa studi tentang emosi

memperbaiki pemahaman kita terhadap perilaku organisasi, kesadaran akan

spiritualitas dapat membantu Anda memahami perilaku karyawan pada abad ke-21

secara lebih baik.

Alasan Tumbuhnya Minat terhadap Spiritualitas:

Sebagai penyeimbang terhadap tekanan dan ketegangan dari dinamika kehidupan yang

tidak beraturan.

Agama formal tidak lagi berfungsi untuk banyak orang serta mereka terus mencari

“pelabuhan” yang dapat menggantikan ketiadaan iman dan mengisi rasa kehampaan yang

muncul.

Tuntutan kerja telah membuat tempat kerja jadi dominan dalam kehidupan banyak orang,

namun mereka terus mempertanyakan makna kerja itu sendiri.

Hasrat untuk mengintegrasikan nilai-nilai kehidupan pribadi dalam kehidupan profesional

seseorang.

Semakin banyak orang yang menemukan bahwa mengejar sesuatu yang lebih bersifat

material membuat mereka tidak puas.

Page 22:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

Karakteristik sebuah Organisasi Spiritual

1. Kesadaran akan tujuan yang kuat.

Organisasi spiritual mendasarkan kultur mereka pada suatu tujuan yang bermakna.

Meskipun penting, laba bukanlah nilai utama organisasi.Orang dapat terilhami oleh tujuan

yang mereka yakini penting dan bermakna.

2. Fokus terhadap pengembangan individual.

Organisasi spiritual menyadari makna dan nilai setiap manusia.Mereka tidak hanya

menyediakan pekerjaan. Mereka mencoba menciptakan kultur dimana karyawan dapat

terus belajar dan tumbuh.

3. Kepercayaan dan respek.

Organisasi spiritual dicirikan oleh tumbuhnya sikap saling percaya, jujur, dan

terbuka.Para manajer tidak takut mengakui kesalahan. Presiden Wetherill Associates,

sebuah perusahaan distribusi suku cadang mobil yang sangat sukses, mengatakan “Kami

tidak berbohong disini dan setiap orang mengetahuinya. Kami spesifik dan jujur dengan

kualitas dan kesesuaian produk dengan kebutuhan pelanggan kami, sekalipun kami tahu

mereka mungkin tidak mampu mendeteksi masalahnya.”

4. Praktik kerja yang manusiawi.

Praktik-praktik yang dianut oleh organisasi spiritual ini meliputi jadwal kerja yang

fleksibel, imbalan berbasis kelompok dan oganisasi, penyempitan kesenjangan gaji dan

status, jaminan hak-hak pekerja, pemberdayaan karyawan, dan keamanan kerja.Hewlett-

Packard, misalnya, telah menangani penurunan temporer melalui atrisi sukarela dan

memperpendek minggu kerja (oleh semuanya), serta penurunan berjangka lebih lama

melalui pensiun dini dan pengambilalihan (buyouts).

5. Toleransi bagi ekspresi karyawan.

Organisasi spiritual tidak menekan sisi emosional karyawan.Mereka memberi ruang bagi

karyawan untuk menjadi diri mereka sendiri - untuk mengutarakan suasana hati dan

perasaan mereka.

Bagaimana Kultur Organisasi Berdampak terhadap Kinerja dan Kepuasan Karyawan

Faktor-faktor objektif:

- Inovasi dan pengambilan resiko

- Perhatian pada detail- Orientasi pada hasil- Orientasi pada orang- Orientasi pada tim

Tinggi

Page 23:  · Web viewRangkuman ini kami buat guna memenuhi tugas serta menambah wawasan tentang Kultur dari sebuah organisasi.Dengan adanya makalah ini kami berharap pembaca dapat memahami

Dipersepsi sebagai

Bagan di atas mengilustrasikan kultur organisasi sebagai sebuah variabel sementara. Para

karyawan membentuk persepsi subjektif yang utuh tentang organisasi berdasarkan faktor-

faktor seperti tingkat toleransi terhadap resiko, penekanan pada tim, dan dukungan orang.

Persepsi ini, pada dasarnya, lalu menyusun kultur atau kepribadian organisasi. Persepsi-

persepsi yang baik ataupun yang tidak selanjutnya mempengaruhi kinerja dan kepuasan

karyawan, dengan dampak yang semakin besar dengan semakin kuatnya kultur.

DAFTAR PUSTAKA

Robbins,Stephen P. (2008). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat

Faktor-faktor objektif:

- Inovasi dan pengambilan resiko

- Perhatian pada detail- Orientasi pada hasil- Orientasi pada orang- Orientasi pada tim

Budaya organisasi

Tinggi

Kinerja

Kepuasan