repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · web viewpada...

176
Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011 Jurnal AGRIBISNIS Volume X (3) September 2011 PELINDUNG Dekan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan Dewan Penyunting Tetap Ketua Ahmad Ramadhan Siregar (Fak.Peternakan-Unhas) Anggota .Saleh Ali (Fak.Pertanian-Unhas) Palmarudi (Fak.Peternakan-Unhas) Andi Adri Arif (Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan-Unhas) Supratman. (Fak. Kehutanan- Unhas) Mitra Bestari Basri Modding (Universitas Muslim Indonesia) . Penyunting pelaksana Ketua Syahriadi kadir Anggota Syahdar Baba Veronica Sri Lestari Muh Ridwan Sekretariat Supardi Rahman Eko Wahyudi Basri Septian Richman Yunus Sulham Fatmawaty Andi Nurhaeda i

Upload: vanminh

Post on 23-Apr-2018

229 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

JurnalAGRIBISNIS

Volume X (3) September 2011

PELINDUNGDekan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan

Dewan Penyunting TetapKetua

Ahmad Ramadhan Siregar (Fak.Peternakan-Unhas)Anggota

.Saleh Ali (Fak.Pertanian-Unhas)Palmarudi (Fak.Peternakan-Unhas)

Andi Adri Arif (Fak. Ilmu Kelautan dan Perikanan-Unhas)Supratman. (Fak. Kehutanan- Unhas)

Mitra BestariBasri Modding (Universitas Muslim Indonesia)

. Penyunting pelaksanaKetua

Syahriadi kadir

AnggotaSyahdar Baba

Veronica Sri LestariMuh Ridwan

SekretariatSupardi Rahman

Eko Wahyudi Basri Septian Richman Yunus

SulhamFatmawaty

Andi Nurhaeda

Alamat:Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan

Fakultas Peternakan Universitas HasanuddinJl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Kampus Unhas Tamalanrea

Telp. (0411) 587200, Ext, 2321, 2325 Fax (0411)587217Makassar 90245

i

Page 2: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

KATA PENGANTAR

Jurnal agribisnis diterbitkan sebagai upaya merespon tuntutan akan komunikasi ilmiah yang menggeluti kajian agribisnis yang didalam dunia penelitian merupankan kajian yang cukup luas, namun mempunyai karasteristik tertentu sehingga berbeda dengan bidang-bidang lain.

Jurnal agribisnis akan memuat artikel ilmiah dibidang agribisnis secara luas baik yang membahas komuditi peternakan, perikanan, pertanian, kehutanan, perkebunan dari sudut pandang ekonomi, manajemen dan social, wisata Dan kelembagaan baik sifatnya artikel hasil penelitian maupun artikel hasil pemikiran.

Pada Jurnal Agribisnis Volume X (3) September 2011 dimuat sembilan artikel hasil penelitian dari berbagai lembaga seperti dari KPPU (komisi pengawas Persaingan Usaha) , dari Politeknik Pertanian mandalle serta beberapa artikel dari lingkup Universitas Hasanuddin.

Karena tingginya permintaan akan penerbitan Ilmiah bidang agribisnis maka jurnal ini akan terbit secara berkala empat kali setahun, karena itu kepada para penulis diharapkan dapat lebih awal memasukkan tulisan sehingga proses penyuntingan dapat berjalan sesuai program dan menghasilkan jurnal yang bermutu, baik isi maupun penampilannya.

Akhirnya kami dari penyunting berharap bahwa kehadiran jurnal agribisnis akan memperkaya wawasan keilmuan kita dan menjadi media komunikasi yang baik antara ilmuan agribisnis, baik dilingkungan Universitas Hasanuddin maupun di luar Universitas.

Penyunting Pelaksana

Syahriadi Kadir

ii

Page 3: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

SAMBUTAN KETUA JURUSAN

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya “Jurnal Agribisnis” Vol X (3) September 2011 Pada jurusan Sosial Ekonomi Peternakan . Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

Jurnal ini diharapkan menjadi salah satu media penyaluran informasi untuk memberikan nuansa baru pada jurusan kami. Jurnal ini juga diharapkan menjadi sarana bagi semua pihak yang mempunyai perhatian yang cukup besar terhadap bidang agribisnis.

Terima kaih kami ucapkan pada Dewan Penyunting, penunting pelaksana Penulis dan semua pihak yang telah memberikan konstribusi yang cukup besar terhadap penyelesaian Jurnal Agribisnis ini.

Diharapkan penerbitan jurnal ini dapat berkelanjutan sehingga dapat mendukung visi dan misi Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan dan bermanfaat bagi Kita semua.Amin.

Ketua JurusanSosial Ekonomi PeternakanFakultas Peternakan

Dr. Sitti Nurani sirajuddin, S.Pt, M.Si

iii

Page 4: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

DAFTAR ISIHalaman

Kata Pengantar........................................................................................ i

Sambutan Ketua Jurusan....................................................................... ii

Daftar Isi................................................................................................... iii

Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Permintaan Telur Ayam Ras Oleh Konsumen di Pasar Pa’Baeng-baeng, Makassar Hastang, Veronica Sri Lestari, Arie Prayudi.......................... 1-13

Analisis Strategi Pemasaran Telur Pada Peternakan Ayam Ras Skala Besar Di Kabupaten Sidrap Palmarudi Mappigau, A. Sawe Ri Esso..................................................................... 14-32

Analisis Disparitas Harga dan Potensi Persaingan Tidak Sehat Pada Distribusi Cengkeh Ahmad Ramadhan Siregar ................................................................................................................... 33-37

Analisis Margin Dan Efisiensi Pemasaran Rumput Laut Di Desa Mandalle Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkep Harifuddin, Aisyah, Budiman.................................................................. 38-49

Preferensi Konsumen Terhadap Hasil Olahan Daging Kuda Syahriadi Kadir......................................................................................... 50-57

Hubungan Antara Pengetahuan Merek Sozzis dengan Volume Pembelian Produk Sosis Merek Sozzis pada PT. Carrefour Cabang MTC.Karebosi, Makassar Ikrar Mohammad Saleh, M. Ridwan, Nella...................................................... 58-68

Analisis Efektifitas Metode Penyuluhan Pada Masyarakat Pesisir Di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan Mardiana E.Fachry dan Amalia Pertamasari......................................... 69-80

Strategi Pengembangan Usaha Sapi Perah di Kabupaten Enrekang S.N Kasim, S.N Sirajuddin, Irmayani..................................... 81-97

Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru Abd. Hamid Hoddi, Martha B.Rombe, Fahrul...................................................................................... 90-109

iv

Page 5: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH PERMINTAAN TELUR AYAM RAS OLEH KONSUMEN DI PASAR

PA’BAENG-BAENG, MAKASSAR.

(Some Factors Affecting Broiler Eggs Number of Requests By Consumers On-Baeng Pa'baeng Market, Makassar)

Hastang, Veronica Sri Lestari, Arie Prayudi

Jurusan sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Kampus Unhas Tamalanrea, Tlp/Fax. (0411) 587217

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Permintaa Telur Ayam Ras Oleh Konsumen Di Pasar Pa’baeng-baeng, Makassar. Dilaksanakan tanggal 15 Juni 2009 sampai 15 Agustus 2009 di Pasar Pa ‘Baeng-baeng Kota Makassar. Penelitian ini adalah jenis penelitian eksplanasi yaitu jenis penelitian yang melihat pengaruh suatu variabel satu dengan variabel lain serta melakukan pengujian hipotesis dan jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah Data Kuantitatif sedangkan untuk sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, selanjutnya dengan menggunanakan metode regresi berganda. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pendapatan berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan telur ayam ras sedangkan jumlah keluarga dan harga telur ayam ras tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan telur ayam ras jika dilihat secara parsial tetapi secara bersama-sama harga, pendapatan dan jumlah anggota keluarga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah permintaan telur ayam ras oleh konsumen di Pasar Pa’Baeng-Baeng, Makassar.Kata kunci : Permintaan, Telur Ayam

ABSTRACT

The research been to find out Some Factors Affecting Total Demand for Broiler Eggs by Consumer Pa'baeng-baeng market, Makassar. This research was held on June 15, 2009 until August 15, 2009. This research type was explanation wich was the type of research study that looked at the effect of a single variable with another variable and perform hypothesis testing. Type of data used in this study was quantitative data. The source data used were primary data and secondary data. Partially, the data were collected and analysed using multiple regression method. The results show that partially income significantly influence the number of demand for eggs while the numerof families and the price of eggs had no significant effect on the number of demand for eggs on the other variand the price, income and family size together influence the significant effect on the number of eggs demands by consumers in the Pa'Baeng-Baeng market, Makassar.Key words : Demand, Chicken Eggs

1

Page 6: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

PENDAHULUAN

Peternakan pada umumnya telah memiliki kemajuan. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pembangunan peternakan dengan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan swasta. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan produk peternakan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam dan merata. Sedang swasta dan masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan seluas-luasnya dalam mewujudkan kecukupan produk peternakan, dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk ternak.

Telur sebagai salah satu produk ternak unggas memiliki protein yang sangat berperan dalam tubuh manusia karena protein berfungsi sebagai zat pembangun yaitu bahan pembentuk jaringan baru di dalam tubuh, zat pengatur yaitu mengatur berbagai sistem di dalam tubuh. dan sebagai bahan bakar, protein akan dibakar ketika kebutuhan energi tubuh tidak dapat dipenuhi oleh hidrat arang dan lemak.

Hampir semua jenis lapisan masyarakat dapat mengkonsumsi jenis makanan ini sebagai sumber protein hewani. Hal ini disebabkan telur merupakan salah satu bentuk makanan yang mudah diperoleh dan mudah pula cara pengolahannya. Hal ini menjadikan telur merupakan jenis bahan makanan yang selalu dibutuhkan dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat. Pada gilirannya kebutuhan telur juga akan terus meningkat (Anonim, 2009:1). Permintaan akan telur sangat erat kaitannya dengan harga karena dengan adanya harga yang sesuai maka masyarakat dapat menjangkau sesuai dengan pendapatan mereka. Meningkatnya pendapatan sangat berpengaruh terhadap permintaan telur. Apabila pendapatan berubah maka jumlah permintaan akan telur pun akan berubah sehingga dapat mempengaruhi kegiatan produksi dan perdagangan telur. Pendapatan merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. (Rustam, 2002:1)

Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah pusat perdagangan yang memiliki tingkat penjualan komoditi yang sangat besar. Salah satu komoditi yang sangat dibutuhkan dan memiliki tingkat penjualan yang sangat besar adalah komoditi telur.

Adapun data konsumsi telur selama 5 tahun terakhir di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Data Konsumsi Telur Tahun 2003-2007 Di Sulawesi Selatan

Tahun Konsumsi Telur di (Kg/Kapita/Tahun)

20032004200520062007

3,63 4,34 4,86 4,4 4,62

Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan, 2009

2

Page 7: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Berdasarkan Tabel 1, diperoleh data bahwa konsumsi telur dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 cenderung mengalami fluktuasi dengan tingkat konsumsi terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu 3,63 Kg/Kapita/Tahun dan tertinggi terjadi pada tahun 2005, yaitu 4,86 Kg/Kapita/Tahun. Hal ini tidak sesuai dengan permintaan telur yang diharapkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Permintaan seseorang atau masyarakat kepada suatu barang yang ditentukan oleh banyak faktor yaitu harga barang itu sendiri, jumlah penduduk dan pendapatan rumah tangga (Sukirno, 2005:76).

Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Permintaan Telur Ayam Ras Oleh Konsumen di Pasar Pa’Baeng-baeng, Kota Makassar”.

Rumusan MasalahMasalah yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah apakah faktor

harga, pendapatan, dan jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata terhadap permintaan telur ayam ras oleh konsumen di Pasar Pa’baeng-baeng Kota Makassar.

Tujuan PenelitianTujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana faktor harga,

pendapatan, dan jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata terhadap permintaan telur ayam ras oleh konsumen di Pasar Pa’baeng-baeng, Kota Makassar.

Kegunaan PenelitianKegunaan Penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijaksanaan khususnya yang berhubungan dengan permintaan telur ayam ras.

2. Sebagai bahan informasi bagi pedagang dalam memasarkan telur ayam ras. 3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya tentang permintaan telur

ayam ras.

METODE PENELITIAN

Waktu dan TempatPenelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan terhitung mulai tanggal 15

Juni 2009 sampai 15 Agustus 2009 di Pasar Pa ‘Baeng-baeng Kota Makassar. Pemilihan tempat ini dilakukan karena tempat ini berada di tengah Kota Makassar.

Jenis PenelitianJenis Penelitian ini adalah jenis penelitian eksplanasi yaitu jenis penelitian

yang melihat pengaruh suatu variabel satu dengan variabel lain serta melakukan pengujian hipotesis. Adapun variabel yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas variabel terikat yaitu Permintaan dan variabel bebas yaitu Harga telur, Pendapatan, dan Jumlah anggota keluarga.

Populasi dan SampelPopulasi penelitian ini adalah konsumen yang melakukan pembelian telur

ayam ras untuk konsumsi rumah tangga di Pasar Pa’Baeng-baeng, Makassar.

3

Page 8: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Sampel adalah bagian dari populasi. Sampel diambil pada pembeli 10 penjual telur ayam ras yang ada di pasar Pa’baeng-baeng. Penentuan jumlah sampel adalah diambil dari pembeli pada 10 penjual telur ayam ras dengan komposisi sebagai berikut (Dari hasil survey awal selama 12 hari).Penjual 1 = Rata-rata Jumlah Pembeli 5 Orang/ hari x 30 hari = 150 OrangPenjual 2 = Rata-rata Jumlah Pembeli 3 Orang/ hari x 30 hari = 90 OrangPenjual 3 = Rata-rata Jumlah Pembeli 4 Orang/ hari x 30 hari = 120 OrangPenjual 4 = Rata-rata Jumlah Pembeli 5 Orang/ hari x 30 hari = 150 OrangPenjual 5 = Rata-rata Jumlah Pembeli 2 Orang/ hari x 30 hari = 60 OrangPenjual 6 = Rata-rata Jumlah Pembeli 3 Orang/ hari x 30 hari = 90 OrangPenjual 7 = Rata-rata Jumlah Pembeli 4 Orang/ hari x 30 hari = 120 OrangPenjual 8 = Rata- rata Jumlah Pembeli 2 Orang/ hari x 30 hari = 60 Orang Penjual 9 = Rata-rata Jumlah Pembeli 2 Orang/ hari x 30 hari = 60 Orang Penjual 10 = Rata-rata Jumlah Pembeli 3 Orang/ hari x 30 hari= 90 Orang +

990 OrangDari jumlah populasi tersebut di atas, dapat ditentukan besarnya sampel

yang digunakan sebagai sumber data dengan menggunakan rumus Slovin dalam Umar (2001 : 76 ) sebagai berikut :

Nn = 1 + N (e)2

Dimana :n = Jumlah SampelN = Jumlah Populasie = Tingkat Kelonggaran (10%)

Sehingga diperoleh jumlah sampel : 990n = 1+990(0,1)2

n = 91 responden

Untuk memperoleh jumlah responden pada setiap penjual telur ayam ras, dilakukan perhitungan sebagai berikut :

150Penjual 1 = x 91= 14 Orang

990 90

Penjual 2 = x 91 = 8 Orang 990 120

Penjual 3 = x 91 =11 Orang 990 150

Penjual 4 = x 91 =14 Orang 990

60Penjual 5 = x 91 = 6 Orang

4

Page 9: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

990 90

Penjual 6 = x 91 = 8 Orang 990 120

Penjual 7 = x 91 = 11 Orang 990 60Penjual 8 = x 91 = 6 Orang

99060

Penjual 9 = x 91 = 6 Orang 990

90Penjual 10 = x 91 = 7 Orang

990 + 91 Orang.

Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling, yaitu teknik pengambilan sampel secara kebetulan dimana sampel dipilih dari pembeli yang paling mudah didapatkan/dijumpai pada saat pengambilan data dilakukan dan bersedia untuk di wawancarai.

Apabila ada responden yang tidak bersedia di wawancarai maka dilanjutkan kepada responden berikutnya. Adapun responden yang melakukan pembelian berulang tidak diambil lagi sebagai sampel.

Pengumpulan DataPengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

1 Observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung kepada konsumen yang membeli telur ayam ras di Pasar Pa’Baeng-baeng, Kota Makassar.

2. Wawancara, yaitu melakukan wawancara langsung kepada konsumen telur ayam ras di Pasar Pa’Baeng-baeng, Kota Makassar dengan menggunakan daftar pertanyaan/quisioner yang telah disiapkan sebelumnya.

Jenis dan Sumber DataJenis data yang digunakan yaitu :

Data Kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka, meliputi data harga, pendapatan, jumlah anggota keluarga dan jumlah permintaan telur ayam ras.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari :1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari responden dengan teknik

wawancara langsung berdasarkan daftar pertanyaan yang sudah disediakan sebelumnya.

2. Data Sekunder, yaitu data yang bersumber dari laporan Dinas Peternakan dan Instansi-instansi terkait seperti Perusahaan Daerah Pasar Makassar, dll meliputi keadaan umum wilayah penelitian, data penjual telur ayam ras di Pasar Pa’Baeng-baeng.

5

Page 10: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Analisa DataAnalisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa statistik

Induksi yaitu Regresi Linear Berganda (Sugiyono, 2008 : 275) dengan menggunakan program SPSS 11,5 for windows. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut :

Y = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + EDimana :Y = Jumlah Permintaan telur ayam (Kg/bulan)bo = KonstantaX1 = Harga telur ayam (Rp/Kg)X2 = Pendapatan (Rp/bulan)X3 = Jumlah Anggota Keluarga (Orang)b1, b2, b3 = Koefisien regresi parsial X1, X2, X3 E = Standar ErrorsUntuk mengetahui besarnya pengaruh antara harga, pendapatan, dan jumlah

anggota keluarga dengan jumlah permintaan digunakan rumus koefisien korelasi dengan menggunakan program SPSS 11,5 for windows. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut :

b1∑X1Y+b2∑X2Y+b3∑X3YR =

∑Y2

Dimana :R = Koefisien korelasib1, b2, b3 = Koefisien regresi parsial X1, X2, X3

X1,X2,X3 = Harga, Pendapatan, dan Jumlah Anggota KeluargaY = Jumlah Permintaan telur ayam rasUntuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel harga,

pendapatan, dan jumlah anggota keluarga secara serentak terhadap variabel jumlah permintaan menggunakan Analisis Determinasi (R2) dengan menggunakan program SPSS 11,5 for windows. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut : 2

b1∑X1Y+b2∑X2Y+b3∑X3Y R2 =

∑Y2

Dimana :R2 = Analisis determinasib1, b2, b3 = Koefisien regresi parsial X1, X2, X3

X1,X2,X3 = Harga, Pendapatan, dan Jumlah Anggota KeluargaY = Jumlah Permintaan telur ayam rasUntuk mengetahui pengaruh harga, pendapatan, dan jumlah anggota

keluarga terhadap jumlah permintaan secara parsial dilakukan uji signifikansi koefisien parsial ( Uji t).

r √ n-3 t hitung =

√ 1-r2

6

Page 11: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Keterangan = r = Koefisien korelasi sederhanan = Jumlah data

Dimana :- Jika t hitung lebih besar ( > ) dari t tabel pada signifikan 5% berarti Variabel

bebas (Xi) yaitu harga, pendapatan, dan jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata terhadap variabel terikat yaitu permintaan (Y).

- Jika t hitung lebih kecil ( < ) dari t tabel pada signifikan 5% berarti Variabel bebas (Xi) yaitu harga, pendapatan, dan jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat yaitu permintaan (Y).

Hubungan dengan Hipotesis sebagai berikut :- Ho diterima jika nilai t hitung lebih kecil (≤) dari nilai t tabel.- Ha diterima jika nilai t hitung lebih besar (≥) dari nilai t tabel.

Untuk mengetahui apakah variabel harga, pendapatan, dan jumlah anggota keluarga secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel jumlah permintaan menggunakan Uji F (Uji Koefisiensi Regresi secara bersama-sama). R2/k

F hitung = (1-R2)/(n-k-1)Keterangan :

R2 = Koefisien determinasin = Jumlah data k = Jumlah variabel independen

Dimana :- Jika F hitung lebih besar ( > ) dari F tabel pada signifikan level 5% berarti

Variabel (Xi) bebas yaitu harga, pendapatan, dan jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata terhadap variabel terikat yaitu permintaan (Y).

- Jika F hitung lebih kecil ( < ) dari F tabel pada signifikan level 5% berarti Variabel (Xi) bebas yaitu harga, pendapatan, dan jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat yaitu permintaan (Y).

Hubungan dengan Hipotesis sebagai berikut :- Ho diterima jika nilai F hitung lebih kecil (≤) dari nilai F tabel.- Ha diterima jika nilai F hitung lebih besar (≥) dari nilai F tabel.

Konsep Operasional Jumlah Permintaan telur ayam ras adalah jumlah atau banyaknya telur ayam

yang dibeli oleh konsumen selama sebulan (Kg/bulan). Harga telur ayam ras adalah nilai uang yang dibayarkan oleh konsumen/

responden pada saat penelitian (Rp/Kg). Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh dari keluarga

tersebut (Rp/Bulan). Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang dimiliki

oleh responden (Orang).

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Page 12: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Deskripsi Variabel Penelitian

Permintaan Telur Ayam RasPermintaan menunjukkan banyaknya telur ayam ras yang dibeli oleh

konsumen pada suatu kurun waktu tertentu, seperti pembelian telur ayam ras dalam sebulan. Telur ayam ras merupakan salah satu sumber protein hewani yang memenuhi kebutuhan protein atau kebutuhan akan gizi manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Nisar (2009:1) yang menyatakan bahwa telur mempunyai kandungan zat gizi yang cukup tinggi, antara lain mengandung delapan asam amino esensial yang baik untuk pertumbuhan anak dan kesehatan tubuh.

Jumlah permintaan telur ayam ras pada Pasar Pa’Baeng-Baeng, Makassar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Permintaan Telur Ayam Ras di Pasar Pa’baeng-Baeng, MakassarNo. Permintaan (Kg/Bulan) Jumlah (Orang) Persentase (%)1. 2,1 – 3,0 5 5,492. 3,1` - 4,0 40 43,953. 4,1 – 5,0 20 21,974. 5,1 – 6,0 24 26,375. 6,1 – 7,0 2 2,19

Jumlah 91 100,00Sumber: Data primer yang telah diolah, 2009.

Berdasarkan Tabel 2. Dapat dilihat bahwa jumlah permintaan telur ayam ras yang paling banyak adalah 3,1 sampai dengan 4,0 Kg per bulan oleh 40 Orang (43,95%) dan permintaan telur ayam ras yang paling kecil adalah 6,1 sampai dengan 7,0 Kg per bulan oleh 2 Orang (2,19%). Permintaan telur ayam ras dilakukan karena masyarakat pada umumnya ingin memenuhi kebutuhan gizi sehingga salah satu produk untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Agus (2000:1) yang menyatakan bahwa telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya.

HargaHarga menunjukkan nilai beli telur ayam ras oleh responden untuk setiap

kilogram telur ayam ras. Pembelian telur ayam ras umumnya dalam satuan butir, peneliti mengkonversi ke kilogram agar ukurannya seragam. Menurut Anonim (2009:1), yang menyatakan bahwa harga adalah estimasi nilai yang kiranya setara dengan nilai barang, dengan dibarengi kemampuan pembeli untuk membeli.

Adapun harga telur ayam ras pada Pasar Pa’Baeng-Baeng, Makassar. Dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Harga Telur Ayam Ras di Pasar Pa’baeng-Baeng, Makassar

8

Page 13: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

No. Harga (Rp/Kg) Jumlah (Orang) Persentase (%)1. < 14.000 33 36,262. 14.001 – 16.000 38 41,753. > 16.000 20 21,97

Jumlah 91 100,00Sumber: Data primer yang telah diolah, 2009.Pada Tabel 3 terlihat bahwa harga telur ayam ras yang paling besar dibeli

sebanyak 38 orang (41,75%) dan harga yang paling sedikit dibeli 20 orang (21,97%). Harga tersebut sangat di pengaruhi oleh faktor tempat pembelian serta tawar menawar antara konsumen dengan pedagang telur ayam ras tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukirno (2002: 76) yang menyatakan bahwa kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti terhadap barang yang mengalami kenaikan harga. Sebaliknya, apabila harga turun maka orang mengurangi pembelian terhadap barang lain yang sama jenisnya dan menambah pembelian terhadap barang yang mengalami penurunan harga.

PendapatanPendapatan menunjukkan besarnya pendapatan yang diperoleh rumah

tangga dalam sebulan, baik yang bersumber dari kepala rumah tangga maupun yang bersumber dari anggota rumah tangga lainnya yang bekerja dan memperoleh penghasilan. Adapun pendapatan responden pada Pasar Pa’Baeng-Baeng, Makassar. Dapat dilihat pada Tabel 4.

Pada Tabel 4. Dapat dilihat bahwa pendapatan responden yang paling banyak adalah kategori sejahtera I dengan pendapatan Rp 500.000 sampai dengan Rp. 1.500.000 sebanyak 27 orang (29,67%) dan pendapatan yang paling sedikit adalah kategori sejahtera III plus dengan pendapatan lebih dari Rp. 4.000.000 sebanyak 19 orang (20,87%). Hal ini sesuai dengan informasi dari Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN (1994: 21) bahwa keluarga di Indonesia yang didata setiap tahun diklasifikasikan menurut kelompok Pra sejahtera dengan pendapatan keluarga kurang dari Rp. 500.000,- per bulan, sejahtera satu pendapatan keluarga Rp. 500.000,- sampai Rp 1.500.000,- per bulan. Sejahtera dua dengan pendapatan keluarga antara Rp 1.500.001,- sampai Rp. 2.500.000,- per bulan. Sejahtera tiga dengan pendapatan keluarga Rp 2.500.001,- sampai Rp. 4.000.000,- per bulan dan sejahtera tiga plus dengan pendapatan keluarga lebih dari Rp. 4.000.000,- per bulan.

Tabel 4. Pendapatan Responden di Pasar Pa’baeng-Baeng, Makassar

No. Kategori Pendapatan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Sejahtera I 500.000 – 1.500.000 27 29,672. Sejahtera II 1.500.001 – 2.500.000 22 24,173. Sejahtera III 2.500.001 – 4.000.000 23 25,274. Sejahtera III Plus > 4.000.000 19 20,87

Jumlah 91 100,00Sumber: Data primer yang telah diolah, 2009.Pendapatan merupakan salah satu sumber daya yang dapat digunakan dalam

memenuhi kebutuhan, termasuk kebutuhan terhadap telur ayam ras. Hal ini sesuai

9

Page 14: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

dengan pendapat sukirno (2002 : 37) yang menyatakan bahwa sebagian besar pendapatan yang dibelanjakan tersebut. Digunakan untuk membeli makanan dan pakaian.

Jumlah Anggota KeluargaJumlah keluarga adalah banyaknya anggota keluarga. Keluarga merupakan

lingkungan dimana sebagian besar tinggal dan berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya. Adapun jumlah keluarga responden pada Pasar Pa’Baeng-Baeng, Makassar. Dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Keluarga Responden di Pasar Pa’baeng-Baeng, MakassarNo. Jumlah Keluarga (Orang) Jumlah (Orang) Persentase (%)1. 3 15 16,482. 4 31 34,063. 5 22 24,174. 6 19 20,875. 7 4 4,39

Jumlah 91 100,00Sumber: Data primer yang telah diolah, 2009.Pada Tabel 5. Dapat dilihat bahwa jumlah keluarga responden yang paling

banyak adalah 4 anggota keluarga sebanyak 31 orang (34,06%) dan jumlah keluarga responden yang paling sedikit adalah 7 anggota keluarga sebanyak 4 orang (4,39%). Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pola konsumsi produk peternakan termasuk telur ayam ras yaitu apabila jumlah anggota keluarga meningkat maka permintaan telur ayam ras meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sukirno (2002 : 83) yang menyatakan bahwa dengan demikian lebih banyak orang yang menerima pendapatan akan menambah daya beli dalam masyarakat. Pertambahan daya beli ini akan menambah permintaan.

Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Pembelian Telur Ayam RasHasil analisis regresi linear berganda beberapa faktor yang mempengaruhi

permintaan telur ayam ras oleh konsumen di Pasar Pa’Baeng-Baeng, Makassar, dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rekapitulasi Data Hasil Regresi Linear Berganda.Variabel Penelitian Koefisien Regresi t hitung R R2

Harga telur ayam (X1) Pendapatan (X2) Jumlah Keluarga (X3)

- 3,63E-061,912E-076,295E-02

-0,0593,3090,723

0,1830,3600,153

0,0340,1290,024

F hitung = 4,518 Adjust R Square = 0,105 Multiple R = 0,817 Standar error = 1,011R2 Square = 0,668Constanta = 3,564

Sumber : Data Primer Diolah, 2009Berdasarkan data pada Tabel 6, maka dapat dilihat persamaan regresi linear

berganda sebagai berikut :

10

Page 15: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Y = 3,564 – 3,63x10-6 X1 + 1,912x10-7 X2 + 6,295x10-2 X3

Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : nilai kontanta sebesar 3,564 menunjukkan bahwa jika harga telur ayam ras, pendapatan, jumlah keluarga konstan maka jumlah permintaan telur ayam ras oleh konsumen di pasar Pa’baeng-baeng, sebesar 3,564 Kg/bulan. Hal tersebut menunjukkan masih terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi jumlah permintaan telur ayam ras selain dari faktor yang digunakan dalam persamaan atau model tersebut. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel secara parsial adalah sebagai berikut :

a. Pengaruh Harga (X1) terhadap Jumlah Permintaan Telur Ayam Ras (Y)Nilai koefisien regresi variabel harga (X1) sebesar -3,63x10-6 artinya jika

harga telur ayam ras naik sebesar Rp 1.000/Kg maka akan menyebabkan penurunan jumlah permintaan sebesar 0,00363 Kg/bulan.

Nilai koefisien korelasi r sebesar 0,183, ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel harga dengan jumlah permintaan telur ayam ras cukup lemah dan positif serta nilai koefisien determinasi (r2) sebesar 0,034 yang berarti bahwa pengaruh variabel harga (X1) terhadap variasi naik turunnya jumlah permintaan telur ayam ras (Y) sebesar 3,4% dan sisanya sebesar 96,6% dipengaruhi oleh variabel lain.

Berdasarkan hasil uji t diperoleh nilai t hitung (-0,059) lebih kecil t tabel (2,617), hal ini menunjukkan bahwa variabel harga telur ayam ras (X1) tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan telur ayam ras (Y) di pasar Pa’Baeng-Baeng, Makassar.

b. Pengaruh Pendapatan (X2) terhadap Jumlah Permintaan Telur Ayam Ras (Y)

Nilai koefisien regresi variabel pendapatan (X2) sebesar 1,912x10-7 artinya jika pendapatan naik sebesar Rp 100.000/bulan maka akan menyebabkan peningkatan jumlah permintaan sebesar 0,0192 Kg/bulan.

Nilai koefisien korelasi r sebesar sebesar 0,360, ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel pendapatan dengan jumlah permintaan telur ayam ras cukup lemah/rendah dan positif serta nilai koefisien determinasi (r2) sebesar 0,129 yang berarti bahwa pengaruh variabel pendapatan (X2) terhadap variasi naik turunnya jumlah permintaan telur ayam ras (Y) sebesar 12,9% dan sisanya sebesar 87,1% dipengaruhi oleh variabel lain.

Berdasarkan hasil uji t diperoleh nilai t hitung (3,309) lebih besar t tabel (2,617), hal ini menunjukkan bahwa variabel pendapatan (X2) berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan telur ayam ras (Y) di pasar Pa’Baeng-Baeng, Makassar. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasnia (2004) yang menyatakan bahwa pendapatan berpengaruh nyata/ signifikan terhadap permintaan telur ayam ras.

c. Pengaruh Jumlah Keluarga (X3) terhadap Jumlah Permintaan Telur Ayam Ras (Y)

11

Page 16: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Nilai koefisien regresi variabel jumlah keluarga (X3) sebesar 6,295x10-2

artinya jika jumlah keluarga bertambah sebesar 1 orang maka akan menyebabkan peningkatan jumlah permintaan sebesar 0,06295 Kg/bulan.

Nilai koefisien korelasi r sebesar sebesar 0,153, ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel jumlah keluarga dengan jumlah permintaan telur ayam ras cukup lemah dan positif serta nilai koefisien determinasi (r2) sebesar 0,024 yang berarti bahwa pengaruh variabel jumlah keluarga (X3) terhadap variasi naik turunnya jumlah permintaan telur ayam ras (Y) sebesar 2,4% dan sisanya sebesar 97,6% dipengaruhi oleh variabel lain.

Berdasarkan hasil uji t diperoleh nilai t hitung (0,723) lebih kecil t tabel (2,617), hal ini menunjukkan bahwa variabel jumlah keluarga (X3) tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan telur ayam ras (Y) di pasar Pa’Baeng-Baeng, Makassar.

Setelah melakukan pengujian terhadap beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan telur ayam ras di Pasar Pa’Baeng-Baeng, Makassar secara parsial, maka selanjutnya dilakukan pengujian secara bersama-sama. Hasilnya adalah sebagai berikut :

Selanjutnya untuk mengetahui kuatnya hubungan variabel harga (X1), pendapatan (X2) dan jumlah keluarga (X3) secara bersama-sama terhadap variabel permintaan telur ayam ras di Pasar Pa’Baeng-Baeng, dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi berganda (R), dimana nilai koefisien korelasi berganda yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar 0,817, yang berarti semua variabel tersebut secara bersama-sama memiliki hubungan yang kuat dan positif terhadap jumlah permintaan telur ayam ras (Y). Sedangkan jika dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2) yaitu sebesar 0,668 yang berarti bahwa besarnya pengaruh harga, pendapatan dan jumlah keluarga terhadap variasi naik turunnya jumlah permintaan telur ayam ras sebesar 66,8%, sedangkan sisanya sebesar 33,2% dipengaruhi oleh variabel lain di luar model yang digunakan.

Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai Fhitung = 4,518 lebih besar dari nilai Ftabel = 2,74 maka dengan demikian variabel bebas harga, pendapatan, dan jumlah keluarga secara bersama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah permintaan telur ayam ras di Pasar Pa’Baeng-Baeng, Makassar.

KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanBerdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :Pendapatan berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan telur ayam

ras sedangkan jumlah keluarga dan harga telur ayam ras tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan telur ayam ras jika dilihat secara parsial tetapi secara bersama-sama harga, pendapatan dan jumlah anggota keluarga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah permintaan telur ayam ras oleh konsumen di Pasar Pa’Baeng-Baeng, Makassar.

Saran

12

Page 17: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Untuk keberhasilan dalam pemasaran telur ayam ras di Pasar Pa’Baeng-Baeng khususnya dan di pasar lain pada umumnya, maka pihak pemasar atau pedagang perlu memperhatikan pendapatan dari masyarakat setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Agus. 2000. Acar Telur. http;//www. Aagosristed. Go. Id, Diakses pada tanggal 24 April 2009.

Anonim. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Ayam Petelur. http;//www. Skripsi_Tesis.com. Diakses pada tanggal 27 Februari 2009.

Hasnia. 2004. Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Telur Ayam Ras Pada Rumah Tangga Di Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, Makassar. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Nisar. 2009. Manfaat Telur. http;//nizarary. Blogspot.com. Diakses pada tanggal 22 September 2009.

Putong. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Ghalia Indonesia. Jakarta.Rustam. 2002. Pendapatan Menurut Standar Akutansi Keuangan. http://www.

Digilib. Usu. ac. Id. Diases pada tanggal 30 April 2009.Sugiono. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Alafabeta. Jakarta.Sukirno. 2002. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. PT Raja Graha Persada. Jakarta. . 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. PT Graha Ilmu. Yogyakarta.

13

Page 18: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN TELUR PADA PETERNAKAN AYAM RAS SKALA BESAR DI KABUPATEN

SIDRAP

(Marketing Strategy Analysis of Broiler Eggs In Large-Scale Livestock Regency Sidrap)

Palmarudi Mappigau1, A. Sawe Ri Esso2

1) Jurusan sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Kampus Unhas Tamalanrea Tlp/Fax. (0411) 587217

2) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pembangunan Indonesia (STIE PI), Jl. Jend. Sudirman No.42 Makassar 90125 Tlp/Fax.0411-437875

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pemasaran apa yang

sesuai diterapkan oleh peternakan ayam ras petelur skala besar dalam merespon persaingan pasar. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sidrap, Propinsi Sulawesi Selatan. Waktu penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yaitu bulan Juni sampai dengan Juli 2011. Sampel untuk peternakan ayam ras petelur sebanyak 19 peternak. Setelah dilakukan observasi awal dan diperoleh data-data yang diperlukan selanjutnya sampel yang ada dikurangi dan dipilih sampel yang dianggap cukup representatif untuk memperoleh data yang lebih dalam lagi dengan metode Focus Group Discussion (FGD).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui hasil analisis faktor internal peternakan ayam ras skala besar menggunakan IFE diperoleh skor 2.82 dan hasil analisis faktor eksternal menggunakan EFE diperoleh skor 2.51 sehingga menempatkan peternakan ayam ras skala besar pada sel V, strategi perusahaan yang berada dalam sel v yaitu Pertahankan dan Pelihara. Tipe strategi utama yang dapat diterapkan adalah strategi intensif, yaitu strategi penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk. Kata Kunci : Strategi, Pemasaran, Telur

ABSTRACTThis study aims to determine the appropriate marketing strategies

implemented by laying chicken farms on a large scale in response to market competition. The experiment was conducted in Sidrap District, South Sulawesi Province. The research was carried out for 2 (two) months from June to July 2011. Samples for laying chicken farms was 19 breeders. Focus group discussion Method was selected to get the data.

The survey results revealed that the analysis of internal factors of large-scale chicken farms score of 2.82 obtained using the IFE and the external factor analysis results obtained using the EFE score of 2:51, which puts a large-scale chicken farms in V cells, corporate strategy within the cell v is Defend and Maintain . The main types of strategies that can be applied is the intensive strategy, the strategy of market penetration, market development and product development.Keywords : Strategy, Marketing, Eggs

14

Page 19: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

PENDAHULUAN

Prospek usaha peternakan ayam ras petelur di Indonesia dinilai sangat baik dilihat dari pasar dalam negeri maupun luar negeri, jika ditinjau dari sisi penawaran dan permintaan. Di sisi penawaran, kapasitas produksi peternakan ayam ras petelur di Indonesia masih belum mencapai kapasitas produksi yang sesungguhnya (Abidin, 2003). Hal ini terlihat dari masih banyaknya perusahaan pembibitan, pakan ternak, dan obat-obatan yang masih berproduksi di bawah kapasitas terpasang. Artinya, prospek pengembangannya masih terbuka. Di sisi permintaan, saat ini produksi telur ayam ras baru mencukupi kebutuhan pasar dalam negeri sebesar 65%. Sisanya dipenuhi dari telur ayam kampung, itik, dan puyuh. Iklim perdagangan global yang sudah mulai terasa saat ini, semakin memungkinkan produk telur ayam ras dari Indonesia untuk ke pasar luar negeri, mengingat produk ayam ras bersifat elastis terhadap perubahan pendapatan per kapita per tahun dari suatu negara. Meskipun potensi usaha budidaya ayam ras petelur sangatlah menarik, namun sejumlah tantangan bisa menjadi penghambat usaha yang bisa mengubah potensi keuntungan menjadi kerugian.

Tantangan dan hambatan dalam usaha peternakan ayam ras petelur antara lain manajemen pemeliharaan yang lemah, fluktuasi harga produk, fluktuasi harga sarana produksi, tidak ada kepastian waktu jual, marjin usaha rendah, sarana produksi yang sangat tergantung pada impor dan persaingan global yang semakin ketat. Namun demikian, tantangan tersebut sebaiknya tidak membuat calon investor yang ingin berinvestasi di sektor budidaya ayam ras petelur mengurungkan niatnya, tetapi harus menjadi penuntun untuk mencari jalan pemecahan masalah. Salah satu pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah penerapan sistem agribisnis, yang dapat membuat usaha peternakan ayam ras petelur tetap potensial dan berkembang.

Peternakan skala besar walaupun mempunyai modal usaha yang besar sebagai kekuatan (faktor internal) tetapi masih memiliki beberapa kelemahan salah satunya adalah harga telur yang lebih tinggi daripada harga telur dari Jawa Timur (untuk pasar di Kalimantan Timur). Sedangkan untuk faktor eksternal yaitu ancaman flu burung, mahalnya pakan ternak, dan tingginya persaingan untuk pasar di luar Sulawesi Selatan (Kalimantan Timur), sedangkan untuk pasar Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat cenderung stabil tetapi bila kedepan tidak ada strategi pemasaran yang tepat dikhwatirkan pangsa pasar di daerah tersebut juga direbut oleh pesaing.

Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah strategi pemasaran apakah yang paling sesuai bagi peternakan ayam ras petelur skala besar dalam merespon persaingan pasar?

15

Page 20: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui strategi pemasaran yang

sesuai diterapkan oleh peternakan ayam ras petelur skala besar dalam merespon persaingan pasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sidrap, Propinsi Sulawesi Selatan. Waktu penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yaitu bulan Juni sampai dengan Juli 2011. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh peternakan ayam ras petelur skala besar (populasi ayam ras >10.000 ekor) di Kabupaten Sidrap.

Inisiasi awal diketahui jumlah populasi peternakan sebanyak 38 dan di ambil 50 % peternakan untuk dijadikan sampel, diperoleh 19 peternak. Metode pengambilan sampel peternak adalah probability sampling dengan teknik simple random sampling dengan harapan bahwa setiap elemen populasi mempunyai kesempatan yang sama sebagai sampel sehingga resiko bias dalam pengambilan sampel dapat diminimisasi dan kesimpulan yang ditarik dapat me wakili populasi yang diteliti Nasution, (2003).

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer yang diperoleh terutama dari Pimpinan, Manajer, staf administrasi, dan pekerja pada peternakan ayam ras petelur skala besar.

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah pendekatan konsep manajemen strategis. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan disajikan dalam bentuk uraian.

Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Dafid (2001) berpendapat bahwa langkah ringkas untuk mengidentifikasi

faktor internal dengan menggunakan matriks IFE (Internal Faktor Evaluation) yang meringkas dan mengevaluasi faktor internal yakni kekuatan dan kelemahan perusahaan di bidang-bidang fungsional.

Tujuan dari penilaian faktor eksternal adalah mengembangkan daftar terbatas peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan dan ancaman yang harus dihindari. Langkah yang ringkas dalam melakukan penilaian ekternal adalah dengan menggunakan matriks EFE (Eksternal Faktor Evaluation) Matriks evaluasi faktor eksternal mengarahkan perumus strategi untuk mengevaluasi informasi dari luar perusahaan..

Menurut Kinnear (1991), bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus :

αi = Xi

∑i=1

n

Xi

Dimana : αi = bobot variabel ke-i Xi = nilai variabel ke-i

16

Page 21: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

I = 1,2,3, nn = jumlah variabel

1. Berikan rating atau peringkat (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating kekuatan pada matriks IFE dengan skala yang digunakan yaitu : 1 = sangat lemah, 2 = lemah, 3 = kuat, 4 = sangat kuat. Sedangkan untuk faktor yang menjadi kelemahan pemberian nilai rating dilakukan sebaliknya.

2. Pemberian nilai rating peluang pada matriks EFE dengan skala yang digunakan yaitu 1 = rendah (respon kurang), 2 = sedang (respon sama dengan rata-rata), 3 = tinggi (respon di atas rata-rata), dan 4 = sangat tinggi (respon di atas rata-rata). Sedangkan untuk faktor yang menjadi ancaman, pemberian nilai rating dilakukan sebaliknya. Kalikan setiap bobot (kolom 2) dengan rating kolom 3 untuk memperoleh faktor pembobotan (kolom 4). Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi, mulai dari 4,00 (outstanding) sampai dengan 0,0 (poor).

Total Skor IFE Tinggi Rata-rata Lemah

4,0 3,0 2,0 1,0

Tinggi Total Skor 3,0 EFE Sedang 2,0

Rendah 1,0 Gambar 1. Matriks Internal-Eksternal (IE)

Menurut David (2006), sumbu horizontal pada matriks IE menunjukkan skor total IFE, sedangkan pada sumbu vertical menunjukkan skor nilai EFE. Pada sumbu horizontal skor antara 1,00 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal lemah. Skor 2,00 sampai 2,99 menunjukkan rata-rata, sedangkan skor 3,00 sampai 4,00 menunjukkan posisi internal kuat. Begitu pula pada sumbu vertical yang menunjukkan pengaruh eksternal.

Diagram tersebut dapat mengidentifikasi Sembilan strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya ke Sembilan sel itu dapat di kelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu :1. Sel I, II dan IV disebut Strategi Tumbuh dan Bina. Strategi yang cocok adalah

Strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau strategi integrative (integrasi ke belakang, integrasi ke depan dan integrasi horizontal)

2. Sel III, V dan VII disebut strategi Pertahankan dan Pelihara. Penetrasi pasar dan pengembangan produk merupakan dua strategi yang banyak dilakukan apabila perusahaan berada dalam sel ini

3. Sel VI, VIII dan IX disebut strategi Panen dan Diversifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

17

I II III

IV V VI

VII VIII IX

Page 22: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

A. Agribisnis Peternakan Ayam Ras Skala Besar

Subsistem agribisnis yang dimaksudkan menurut Downey dan Erickson,1992 ; 2005 adalah sebagai berikut :1. Subsistem agribisnis hulu

Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) usaha peternakan adalah industri-industri yang menghasilkan sarana produksi bagi peternakan, antara lain industri pembibitan hewan (breeding farm), industri pakan, industri obat-obatan/vaksin ternak, dan industri agro-otomotif (mesin dan peralatan peternakan), serta industri pendukungnya.a) Bibit

Usaha pembibitan adalah usaha peternakan yang menghasilkan ternak untuk dipelihara lagi dan bukan untuk dikonsumsi. Pemeliharaan ayam bibit merupakan pemeliharaan ayam induk (parent stock) yang di pelihara bersama-sama pejantan (Sudaryani dan Sentosa, 2003).

Industri pembibitan ayam (breeding farm and hatchery) menghasilkan anak ayam (DOC), sekarang ini terdapat beberapa perusahaan berskala besar yang memasok DOC pada peternak yang disalurkan langsung maupun melalui poultry shop

Peternak responden melakukan usaha peternakan ayam ras petelur, kebanyakan memperoleh bibit dari poltry shop dengan sistem pembayaran yang sesuai keinginan peternak. Hasil penelitian menunjukkan semua peternakan ayam ras skala besar melakukan pengadaan bibit dengan sistem pembayaran tunai, alasan mereka adalah dengan sistem tunai mereka mendapatkan harga bibit yang lebih murah dibandingkan sistem pembayaran kredit atau kemitraan.b) Pakan

Seperti halnya bibit, industri pakan ternak juga berkembang dengan pesat, sudah banyak di Makassar atau bahkan di sekitar Kabupaten Sidrap ini yang menghasilkan pakan ternak ayam ras petelur dengan berbagai macam merk dagangnya. c) Vaksin dan Obat

Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian penyakit virus yang menular dengan cara menciptakan kekebalan tubuh. Pemberiannya secara teratur sangat penting untuk mencegah penyakit. Vaksin dibagi menjadi 2 macam yaitu: - Vaksin aktif adalah vaksin mengandung virus hidup. Kekebalan yang

ditimbulkan lebih lama daripada dengan vaksin inaktif/pasif. - Vaksin inaktif, adalah vaksin yang mengandung virus yang telah

dilemahkan/dimatikan tanpa merubah struktur antigenic, hingga mampu membentuk zat kebal. Kekebalan yang ditimbulkan lebih pendek, keuntungannya disuntikan pada ayam yang diduga sakit.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa banyak di kalangan peternak yang berpikir bahwa vaksin merupakan biaya yang cukup mahal, sehingga  sering seadanya atau bahkan ditiadakan sama sekali. Padahal jika vaksinasi dilakukan secara benar maka akan diperoleh hasil yang lebih baik dan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan karena program vaksinasi yang dilakukan secara benar akan menjaga kondisi kesehatan ayam dengan cara pembentukan antibody. Dari 19 peternak sampel dalam penelitian ini yang melakukan vaksinasi sebanyak 18,

18

Page 23: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

hampir semua sampel peternakan ayam ras memberikan vaksinasi pada ternaknya sesuai yang dianjurkan dinas Peternakan.

2. Subsistem usahatani (Teknis produksi)Tata Laksana Pemeliharaan

Faktor manajemen pemeliharaan yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kesehatan ayam tersebut diantaranya adalah kualitas bibit, sistem pemeliharaan, kandang dan peralatan.

Masa awal atau lebih populer dalam bahasa asing masa starter merupakan masa anak ayam yang berumur 1 hari hingga 6–7 minggu. Masa ini merupakan masa menentukan bagi kehidupan selanjutnya. Pemeliharaan masa awal ini dipakai sistem brooder (induk pemanas).

Semua peralatan dan perlengkapan harus dicuci dan disucihamakan terlebih dahulu dengan menggunakan Rhodalon. Air yang dicampur dengan desinfektan akan mematikan kuman-kuman yang ada di dalam dan di sekitar alat-alat.

Dari hasil pengamatan diketahui aktivitas harian pemeliharaan anak ayam sederhana saja. Prinsip utamanya hanya ketelitian/telaten dan senang pada pekerjaan. Aktivitas pertama dimulai pada pagi hari, membersihkan tempat minum terutama yang menggunakan tempat biasa, bukan tempat minum otomatis, dan mengisinya kembali. Pada saat ini memang anak ayam belum banyak minum sehingga bila sudah lebih dari 24 jam sebaiknya diganti dengan air minum baru.

Setelah tempat minum, ransum ditambahkan di tempat-tempat yang telah tersedia sambil dibersihkan terlebih dahulu. Pada sistem alas litter, tempat makan berbentuk nampan kecil, ransum bisa menjadi kotor oleh percikan sekam dan kotoran anak ayam itu sendiri. Percikan sekam dan kotoran itulah yang perlu dibersihkan terlebih dahulu, barulah ransum ditambahkan. Pemeliharaan pada waktu pagi harus benar-benar melihat keadaan ransum yang ada di tempat makan itu. Bila masih banyak, tidak perlu ditambahkan. Ini penting diperhatikan untuk menghindari ransum yang akan terbuang. Cara pemberian ransum untuk anak ayam petelur yang terbaik adalah pemberian sedikit demi sedikit.

Anak ayam yang tiba di peternakan, kemungkinannya ada yang membawa penyakit dari induk atau dari pembibitannya. Karena itu, pada minggu pertama ini pun sudah harus dilakukan usaha pencegahan penyakit.

Faktor lain yang penting dalam pemeliharaan anak ayam ini adalah pemanas (pada indukan) harus sesuai dengan yang dibutuhkan. Pemanas sebaiknya tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Pemanas yang kurang (anak ayam kedinginan) akan memperlemah daya tahan ayam terhadap penyakit. Di sinilah peran petugas jaga ayam untuk selalu memperhatikan sebaran anak ayam. Memang tampaknya remeh, tetapi dapat berakibat fatal untuk anak ayam.

Faktor yang berkaitan dengan pemanas dan pencegahan penyakit untuk anak ayam adalah angin atau hembusan angin kencang yang masuk ke dalam kandang anak ayam. Anak ayam ini belum mempunyai bulu penutup tubuhnya sehingga anak ayam ini memerlukan pemanas buatan. Adanya hembusan angin kencang ke dalam kandang akan memperendah temperatur sekitar indukan dan membuat ayam kedinginan. Karena itulah pada dua-tiga minggu pertama, ventilasi kandang harus ditutup (terutama pada malam hari dan pada musim penghujan)

19

Page 24: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

dengan tirai plastik. Tirai ini dibuka sedikit demi sedikit setelah anak ayam berumur tiga minggu, karena ventilasi yang baik pada siang hari sangat diperlukan bagi usaha pemeliharaan ayam.

Setelah masa awal berakhir maka tiba saatnya ayam memasuki masa remaja atau fase grower. Secara fisik memang tidak ada perubahan yang berarti, ayam masih tetap sama dan ukuran tubuhnya relatif sama. Perubahan yang terlihat hanya dari bulu yang mulai lengkap. Di samping itu kelamin sekunder juga sudah mulai tampak. Walaupun sedemikian belum banyak yang dapat diharapkan dari perubahan yang ada. Ayam masih relatif kecil dan belum dapat berproduksi. Pemeliharaan untuk masa remaja memang tidak jauh berbeda dengan masa awal. Menjelang akhir masa remaja, barulah ada perubahan yang penting dan sudah ada ayam yang mulai bertelur. Ayam selama hidupnya akan mengalami tiga fase pemeliharaan atau tiga masa pemeliharaan, yaitu masa stater (30-66 hari), masa remaja atau grower (60-120 hari), dan masa layer (120 hari sampai afkir).

Selain kegiatan pemberian ransum dan air minum, pengawasan penyakit serta pemeliharaan kebersihan kandang dan sekitarnya merupakan inti dari aktivitas rutin pada pemeliharaan. Semua DOC yang dibeli sudah divaksin Marek dan sudah dipotong paruhnya. Hal ini merupakan bagian dari pelayanan pembibit untuk peternak. Pemberian anti coccy di dalam air minum sebaiknya dilakukan untuk tindakan pencegahan mulai umur 2 hari sampai 5 hari. Pada umur 3 hari atau 4 hari, maka harus divaksin dahulu dengan vaksinasi New Castle Disease (ND) strain B1 melalui tetes mata. Semua vaksin yang dibutuhkan tersebut dijual di toko unggas (poultry shop). Program vaksinasi yang dilakukan adalah vaksinasi ND + Infectious Bronchitis (IB). Vaksinasi ini bertujuan menimbulkan kekebalan ayam terhadap infeksi ND dan IB. Peternak melakukan vaksinasi ini dengan cara tetes mata.

Ayam pada kandang baterai harus diberi perhatian khusus, terutama dalam hal pakan. Pakan yang diberikan adalah konsentrat 30%, jagung 30% dan dedak 40%. Komposisi pakan ini mempunyai titik berat pada jumlah protein yang harus dicapai adalah 17%, bila kurang dari 17% produksi telur akan berkurang. Konsentrat yang digunakan peternak di lokasi penelitian pada umumnya adalah CAL 9 produksi Japfa Comfeed.

Sanitasi kandang harus diperhatikan untuk menjaga kesehatan ayam, seluruh kandang baterai harus disemprot dengan menggunakan desinfektan Penyemprotan dilakukan sebulan sekali dan sebaiknya dilakukan pada siang hari sehingga lebih mudah kering dan kandang tidak lembab. Seperti biasa penyemprotan dilakukan mulai dari langit-langit kandang hingga pada tempat kotoran ayam.

Berdasarkan hasil penelitian, semua peternakan skala besar melakukan tata laksana usaha peternakan ayam ras petelur ini sesuai yang seharusnya.

3. Subsistem agribisnis hilirSubsistem agribisnis hilir peternakan ayam ras petelur meliputi subsistem

penanganan hasil dan subsistem pemasaran. Dalam suatu sistem agribisnis, nilai tambah komoditi yang paling besar terdapat pada agribisnis hilir di luar budidaya ternak dan sangat potensial dikembangkan.a) Subsistem penanganan hasil

Telur ayam merupakan produk peternakan yang paling banyak diserap pasar. Kebutuhan masyarakat akan telur setiap tahun mengalami peningkatan.

20

Page 25: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Dalam melaksanakan subsistem penaganan hasil ayam ras petelur yang dipelihara khusus untuk menghasilkan telur konsumsi, tidak terlalu dipermasalahkan oleh peternak di daerah penelitian, karena telur yang dihasilkan setiap hari cukup disimpan di rak telur dengan posisi penyimpanan telur yang benar (bagian yang runcing di bawah) dan disimpan pada suhu yang tidak lembab dapat mempertahankan masa penyimpanan telur sebelum dijual pada pedagang besar yang kemudian menjual telur tersebut kepada konsumen. b) Subsistem pemasaran

Pemasaran merupakan proses kegiatan menyalurkan produk dari produsen ke konsumen. Pemasaran merupakan puncak dari kegiatan ekonomi dalam agribisnis peternakan. Subsistem pemasaran dari agribisnis peternakan ayam ras petelur yakni kegiatan-kegiatan untuk memperlancar pemasaran komoditas peternakan berupa telur segar. Peternak yang telah menghasilkan produk menginginkan telur-telur yang dihasilkannya diterima oleh konsumen. Kegiatan pemasaran yang termasuk di dalamnya adalah kegiatan distribusi untuk memperlancar arus komoditas dari sentral produksi ke sentral konsumsi, informasi pasar, penyimpanan, pengangkutan, penjualan, dan promosi.

Informasi pasar yang dikumpulkan bukan hanya perubahan harga telur yang terjadi, melainkan juga jenis dan kualitas produk yang diinginkan konsumen, lokasi penjualan telur yang memberikan peluang lebih baik, serta kebutuhan konsumen terhadap produk telur yang dihasilkan. Manfaat yang diperoleh dari pengumpulan informasi pasar yang dilakukan oleh peternak adalah peternak mengetahui dengan jelas jenis dan kualitas produk yang diinginkan konsumen, mengetahui cara pemasaran yang sebaiknya ditempuh agar volume penjualan telur dapat ditingkatkan, dan peternak dapat mengetahui tindakan-tindakan perbaikan yang akan dilakukan agar pelanggan tetap serta jumlahnya dapat ditingkatkan. Pemasaran telur yang paling penting adalah pihak produsen memiliki kekuatan menentukan harga secara layak. Harga jual telur banyak ditentukan oleh mutu telur. Semakin baik mutu telur yang dihasilkan, semakin tinggi harga penjualan telur yang akan diterima.

Saluran pemasaran telur yang biasa dilakukan oleh lembaga pemasaran di Kabupaten Sidrap umumnya menggunakan tiga macam saluran, yaitu : Peternak produsen pedagang besar pengecer konsumen

Pola saluran ini biasa dipilih oleh peternakan ayam ras skala besar yang langsung membawa telurnya ke luar Sidrap misalnya ke Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Makassar. Saluran distribusi semacam ini banyak digunakan oleh produsen, dan dinamakan sebagai saluran disribusi tradisional. Disini, produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer, pembelian oleh pengecer dilayani pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja.

4. Subsistem jasa penunjangLembaga jasa penunjang agribisnis ayam ras petelur terdiri atas : fungsi

pengaturan (Instansi Dinas terkait), fungsi penelitian (Litbang Pertanian dan Perguruan Tinggi), fungsi penyuluhan (Penyuluh Dinas/Penyuluh Swasta), fungsi informasi (Media cetak/Elektronik dan Komunikasi personal), fungsi pengadaan modal usaha (kredit lembaga keuangan/mitra), fungsi pasar, dan lain-lain.

21

Page 26: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Pemerintah berfungsi menentukan berbagai kebijakan untuk mendorong pengembangan usaha peternakan ayam ras petelur. Peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator, stabilisator, dan perlindungan. Namun saat ini pemerintah lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator. Fungsi penelitian dapat dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian dan Perguruan Tinggi mengacu kepada upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas usaha, agar dapat memberikan peningkatan pendapatan para peternak.

Penyuluhan agribisnis peternakan ayam ras petelur yang dilakukan oleh Dinas Penyuluhan sekarang ini tidak banyak terlibat dalam aspek teknis produksi, tetapi lebih memusatkan perhatian pada penyuluhan tentang kebijakan pemerintah serta penanggulangan pemecahan permasalahan dalam hubungan sosial peternak dengan masyarakat sekitarnya. Artinya, fungsi penyuluhan yang dilakukan berfungsi sebagai sumber informasi dan saling melengkapi dalam membina dan memajukan usaha peternakan ayam ras petelur.

Informasi agribisnis ayam ras petelur dapat disampaikan melalui berbagai media cetak dan media elektronik, dapat juga melalui komunikasi personal oleh peternak serta pedagang sarana produksi peternakan. Peternak dan pelaku agribisnis lainnya cenderung untuk memperoleh informasi terpilih sesuai dengan kebutuhan yang dirasakannya. Karena itu diperlukan informasi agribisnis yang tersedia secara mudah, murah serta substansinya akurat sesuai kebutuhan pelaku sistem agribisnis.

B. Lingkungan Faktor Internal Peternakan Ayam Ras Petelur Skala Usaha Besar

Identifikasi faktor –faktor internal dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang terdapat didalam perusahaan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh suatu perusahaan dalam proses penyusunan strategi. Aspek –aspek internal perusahaan dibagi atas aspek sumber daya manusia, keuangan, dan pemasaran. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan asset organisasi yang sangat vital, karena itu peran dan fungsinya tidak bisa digantikan oleh sumber daya lainnya. Betapapun modern teknologi yang digunakan, atau seberapa banyak dana yang disiapkan, namun tanpa sumber daya manusia yang professional semuanya menjadi tidak bermakna (Tjutju, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bahwa jumlah tenaga kerja pada peternakan skala besar di Kabupaten Sidrap berkisar 20 – 35 orang, dengan tingkat pendidikan bervariasi dari Sekolah Dasar (SD) sampai S1 (Strata 1), untuk yang bekerja di kandang lebih banyak berpendidikan SD dan SMP sedangkan untuk level staf adaministrasi di kantor adalah SMU dan S1. Keuangan

Berdasarkan data yang di peroleh bahwa sumber keuangan peternakan skala besar rata-rata dari modal sendiri dan belum memanfaatkan pinjaman modal dari bank, meskipun ada tawaran dari beberapa bank tetapi pemilik masih menolak, kedepannya kemungkinan pemilik peternakan skala besar ini

22

Page 27: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

mempertimbangkan untuk bisa menerima tawaran pinjaman dana dari bank untuk keperluan pengembangan usahanya guna meningkatkan produksi dan memperluas pangsa pasarnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asnawi (2008), terdapat perbedaan keuntungan yang diperoleh peternak antara sebelum dan sesudah mendapatkan kredit dari PT. BRI Cabang Pinrang, terjadi kenaikan keuntungan sebesar 76,03% dari Rp. 7.902.758 per periode sebelum mendapat kredit naik menjadi Rp. 158.113.303 per periode setelah mendapatkan kredit.

PemasaranHasil penelitian menunjukkan bahwa peternakan skala besar memiliki

pangsa pasar yang cukup luas, bukan hanya dalam daerah Propinsi Sulawesi Selatan tetapi juga sampai ke Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Timur.

Walaupun memiliki modal besar tetapi dalam mendukung proses pemasaran hasil produksinya, peternakan skala besar tidak melakukan promosi secara agresif, promosi guna menambah pangsa pasarnya sejauh ini belum dilakukan, terbatas dalam promosi dengan senantiasa menjaga hubungan baik dengan mitra pemasaran yang sudah ada. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Kotler dan Susanto (2001) bahwa sifat produk peternakan yang cepat rusak sehingga timbulnya praktek pemasaran khusus, sifat komoditi tersebut menyebabkan sedikitnya iklan dan kegiatan promosi.

C. Identivikasi Faktor Eksternal Peternakan Ayam Ras Petelur Skala Besar dan Skala Kecil

Identifikasi faktor – faktor eksternal dilakukan dengan mengamati faktor-faktor yang terdapat diluar perusahaan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan peternakan petelur ayam ras dalam proses penyusunan strategi. Pemerintahan & politik

Selain biaya produksi riil daya saing suatu komoditas juga dipengaruhi oleh kebijaksanaan pemerintah. Hal ini disebabkan untuk mencapai perekonomian yang kompetitif sempurna, dimana alokasi sumberdaya optimal dan produksi barang dan jasa maksimum, dalam kenyataannya sulit terwujud (Samuelson and Nordhaus, 1993). Dalam prakteknya, perekonomian seringkali mengalami distorsi struktur pasar (monopoli atau oligopoli), distorsi karena faktor kebijakan pemerintah, dan distribusi pendapatan yang tidak merata. Kebijaksanaan pemerintah di bidang perunggasan menuju ke arah berjalannya mekanisme pasar.

Pemerintah Daerah Kabupaten Sidrap dengan salah satu visinya yaitu mewujudkan Sidendreng Rappang sebagai pusat pengembangan agribisnis, dalam mewujudkan visi tersebut salah satunya dengan menjadikan sektor peternakan sebagai sektor unggulan Kabupaten Sidrap sehingga kebijakan yang dibuat mendukung pengembangan usaha peternakan ayam ras petelur baik itu skala kecil maupun skala besar. Dukungan pemerintah terhadap usaha

23

Page 28: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

peternakan ayam ras yang mempunyai andil besar dalam pemenuhan protein hewani masyarakat dan usaha peternakan dipandang sebagai usaha potensial bagi peningkatan pendapatan masyarakat. Dukungan pemerintah ini diwujudkan dalam bentuk deregulasi peternakan yang berpihak pada pengembangan usaha peternakan.

EkonomiKondisi ekonomi makro Indonesia yang mulai membaik. Akan

memberikan harapan bagi kepastian usaha dan investasi dalam usaha peternakan khususnya peternakan ayam ras petelur. (Adianto, 2011).

Harga telur yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat menyebabkan permintaan pasar pada telur senantiasa tinggi. Demikian juga untuk telur produksi peternakan ayam ras baik skala kecil maupun skala besar di Kabupaten Sidrap yang juga memiliki permintaan cukup tinggi.

Sosial BudayaTelur sebagai sumber protein dengan segmentasi pasar seluruh lapisan

masyarakat dan ada kecendrungan dari waktu ke waktu permintaan telur selalu meningkat karena adanya kebiasaan masyarakat kita yang gemar makan telur, bahkan setiap ada perayaan hari besar selalu menghadirkan telur sebagai menu lauk dalam hidangan mereka. Sikap masyarakat ini tentunya berimplikasi positif pada perkembangan peternakan ayam ras petelur baik skala besar maupun skala kecil.

Adianto (2011) menyebutkan bahwa terdapat kecenderungan selera masyarakat yang semakin menyukai telur ayam ras dari lapisan perkotaan hingga masyarakat pedesaan. Meskipun permintaan masyarakat terhadap telur ayam ras fluktuatif, tetapi pada saat-saat tertentu permintaan masyarakat terhadap telur ayam ras sangat tinggi, misalnya untuk keperluan hajatan, hari-hari besar dan sebagainya, karena adanya budaya dalam masyarakat kita menjadikan telur sebagai lauk wajib setiap acara. Kecendrungan ini merupakan peluang pasar buat peternakan ayam ras petelur baik untuk skala besar maupun untuk skala kecil.

D. Identifikasi kekuatan dan Kelemahan, serta Peluang dan Ancaman Peternakan Ayam Ras Skala Besar

Faktor - faktor yang digunakan untuk mengindentifikasi, kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman perusahaan berasal dari identifikasi terhadap faktor internal dan eksternal yang telah digunakan diatas. Hasil identifikasi ini kemudian digunakan untuk menyusun matriks IFE dan EFE.a) Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Perusahaan Peternakan Ayam Ras Skala

Besar Identifikasi Faktor internal dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan

kelemahan yang diperoleh diskusi dengan beberapa peternakan skala besar di Kabupaten Sidrap.

24

Page 29: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Tabel 1. Faktor Strategis Internal Peternakan Skala Besar NO. KODE KEKUATAN

1 A SDM yang terampil, disiplin dan ulet2. B Sistem agribisnis peternakan yang cukup baik3. C Sanitasi yang baik4. D Teknologi budidaya ayam ras yang mudah dikuasai5. E Populasi ternak banyak6. F Modal cukup besar7 G Memiliki mobil operasional8 H Sumber daya lahan yang luas dan jauh dari pemukiman9 I Sistem pemasaran (jalur distribusi) yang jelas sampai luar Sulawesi

SelatanKELEMAHAN

10 J Tidak aktif dalam kelompok peternakan yang ada11 K Kualitas telur lebih rendah daripada kualitas telur dari Jawa Timur12 L Masih menggunakan modal pribadi13 M Produk mudah pecah & cepat rusak14 N Harga input produksi tinggi dan harga output produksi rendah

b) Identifikasi Peluang dan Ancaman Peternakan Ayam Ras Skala Besar Sejumlah peluang dan ancaman yang dihadapi oleh peternakan skala

besar yang dihasilkan dari diskusi dengan peternakan skala besar disajikan pada Tabel 2

Tabel 2. Fakor Strategis Eksternal Peternakan Ayam Ras Skala BesarNO. KODE PELUANG

1 A Permintaan telur yang tinggi2 B Kepercayaan dari pihak Bank3 C Infrastruktur jalan yang baik 4 D Dukungan pemerintah karena peternakan merupakan sektor

unggulan Kabupaten Sidrap5 E Pangsa pasar untuk luar Sulawesi yang prospektif6 F Kondisi ekonomi masyarakat yang semakin baik

ANCAMAN7 G Flu burung8 H Cuaca yang tidak menentu sehingga ada resiko ketidakpastian

produksi 9 I Mahalnya harga bibit dan pakan ternak

10 J Banyaknya pesaing ditambah ancaman perdagangan bebas 11 K Keamanan lingkungan

c) Tahap Masukan skala Besar dan kecil - Matriks Evaluasi Faktor Internal

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap faktor-faktor internal, selanjutnya dilakukan pembobotan untuk melihat derajat kepentingan atau pengaruh dari masing-masing faktor tersebut terhadap

25

Page 30: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

peternakan skala besar serta pemberian rating untuk mengetahui kemampuan perusahaan menjalankan usahanya.

Hasil perhitungan matriks IFE untuk peternakan skala besar pada Tabel 3 yang menjadi faktor kekuatan utama bagi peternakan skala besar adalah :

1. SDM yang terampil, disiplin dan ulet2. Populasi ternak banyak3. Memiliki mobil operasional

Sedangkan faktor internal yang menjadi kelemahan bagi usaha peternakan ayam skala besar adalah :1. Tidak melakukan promosi2. Kualitas telur yang lebih rendah dibandingkan kualitas telur dari Jawa

Timur (untuk pasar Kalimantan)3. Harga input produksi (pakan) yang lebih tinggi dari pada harga output

produksi (telur).Jumlah nilai bobot 2.82 menunjukkan bahwa peternakan skala besar berada

di atas rata-rata (2.50) dalam kekuatan internal keseluruhannya. Ini menunjukkan posisi internal peternakan ayam ras skala besar kuat dimana perusahaan mampu memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dan mengatasi kelemahan yang ada.

Selanjutnya, setiap faktor internal dan eksternal ini dilakukan pembobotan dalam forum FGD dengan melibatkan pakar yang dianggap representative dalam memberikan informasi mengenai peternakan ayam ras skala besar.

Tabel 3. Matriks Evaluasi Faktor Internal Peternakan Skala Besar.NO KODE BOBOT RATING SKOR123456789

ABCDEFGHI

0.080.050.060.070.080.070.080.060.06

433344433

0.320.150.180.210.320.280.320.180.18

1011121314

JKLMN

0.070.080.070.090.08

21222

0.140.080.140,180.16

TOTAL 2.82

- Matriks Evaluasi Faktor Eksternal

Hasil analisis yang ditunjukkan pada Tabel 4 diperoleh total skor 2.51 hal ini menunjukkan bahwa peternakan ayam ras skala besar dan kecil kuat dalam usahanya untuk melaksanakan strategi-strategi dalam memanfaatkan peluang yang ada dan mengatasi ancaman yang dihadapi.

26

Page 31: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Beberapa faktor eksternal yang menjadi peluang terpenting dan berpengaruh terhadap peternakan ayam ras skala besar yaitu :1. Permintaan telur yang tinggi2. Kepercayaan dari pihak Bank3. Pangsa pasar di luar Sulawesi yang prospektif

Sedangkan faktor eksternal yang menjadi ancaman yang paling berpengaruh terhadap peternakan ayam ras skala besar yaitu :1. Flu burung2. Mahalnya bibit dan pakan ternak3. Banyaknya pesaing ditambah ancaman perdagangan bebas

Tabel 4. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal Peternakan Skala Besar No Kode Bobot Rating Skor123456

ABCDEF

0.080.090.080.070.120.08

443343

0.320.360.240.210.480.24

789

1011

GHIJK

0.120.080.080.090.07

11213

0.120.080.160.090.21

T o t a l 2.51

E. Strategi Pemasaran Peternakan Ayam Ras Petelur Skala Besar Setelah proses pengumpulan informasi eksternal dan internal yang

dimasukkan dalam matriks EFE dan IFE dilakukan, informasi-informasi ini akan menjadi informasi input untuk perumusan strategi yang dapat diwujudkan dalam bentuk matriks-matriks seperti matriks I-E dan matriks SWOT. Dalam tahap perumusan strategi ini, perencana strategi melakukan perpaduan antara sumberdaya dan keterampilan internal dengan peluang dan resiko yang diciptakan oleh faktor-faktor eksternal.

Beberapa alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh peternakan ayam ras baik skala besar maupun skala kecil secara umum dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Biaya input produksi berupa harga pakan, bibit dan obat-obatan yang mahal sementara harga jual telur itu sendiri rendah, maka dapat diimbangi dengan sistem produksi yang sangat efisien. Dukungan pemerintah diperlukan dalam mebuat kebijakan yang memihak industri ayam ras petelur, terlebih untuk peternakan ayam ras skala kecil sebaiknya diberikan pembebasan PPN.

2. Diperlukan perencanaan usaha dengan pertimbangan faktor waktu mengingat sifat telur yang mudah rusak termasuk dibutuhkannya teknologi penyimpanan.

3. Diperlukan kerjasama antara peternakan ayam ras petelur skala besar dan skala kecil untuk bersama-sama maju dan berkembang misalnya untuk memenuhi tingginya permintaan telur yang tinggi yang kadang tidak mampu

27

Page 32: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

dipenuhi oleh peternakan skala besar maka dapat menggandeng peternakan skala kecil untuk membantu memenuhi permintaan itu.

4. Lebih membangun sistem agribisnis peternakan yang secara terintegrasi dari hulu sampai hilir dan membangun jaringan distribusi yang mantap serta meningkatkan kualitas telur untuk menghadapi persaingan dengan peternak dari Jawa Timur dan bahkan ancaman perdagangan bebas yaitu masuknya peternak dari Malaysia (untuk pasar Kalimantan).

5. Untuk peternakan ayam ras skala kecil dengan dukungan pemerintah untuk dapat lebih mudah mendapatkan bantuan kredit dari Bank guna mengembangkan usahanya dan menambah jumlah produksi telurnya mengingat tingginya permintaan telur.

Secara jelas, strategi yang tepat untuk peternakan ayam ras skala besar dan skala kecil dengan menggunakan Matriks I-E dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Matriks I-E (Internal – Eksternal)

Matriks I-E digunakan untuk melihat strategi mana yang tepat untuk diterapkan oleh peternakan ayam ras skala besar. Matriks I-E melibatkan divisi dalam perusahaan, dalam hal ini peternakan ayam ras skala besar ke dalam diagram skematis, sehingga disebut matriks portofolio (David, 2001). Setelah mendapatkan nilai total skor bobot dari faktor eksternal (EFE) dan faktor internal (IFE) peternakan ayam ras skala besar, nilai tersebut dimasukkan ke dalam matriks Internal-Eksternal (I-E) untuk melihat strategi yang tepat bagi perusahaan. Dalam matriks I-E, total nilai IFE berada berada pada sumbu x yang diberi bobot dari 1,0 sampai 1,99 untuk menunjukkan posisi internal yang lemah, nilai dari 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang, dan nilai 3,0 sampai 4,0 kuat. Demikian pula pada sumbu y, total nilai EFE yang diberi bobot 1,0 sampai 1,99 dianggap rendah, nilai 2,0 sampai 2,99 sedang, dan 3,0 sampai 4,0 tinggi (David, 2001).

Matriks I–E dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda. Pertama, divisi yang masuk dalam sel I, II atau IV dapat disebut tumbuh dan bina. Divisi yang berada pada sel-sel ini dapat menerapkan strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau strategi integratif (integrative ke belakang, integrative horizontal, dan integrasi ke depan). Kedua, divisi yang masuk dalam sel III, V atau VII dapat dikelola dengan menerapkan strategi pertahankan dan pelihara. Strategi penetrasi pasar, dan pengembangan produk merupakan strategi yang terbanyak dilakukan oleh divisi-divisi tersebut. Ketiga, yang masuk dalam sel VI, VHI, atau IX adalah panen atau divestasi (David, 2001).

Total Skor IFE Kuat Rata-rata Lemah

Tinggi3,0 2,0 1,0

Total Skor 3,0

Sedang

28

I

II

III

IV VI

VII VIII IX

Page 33: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

EFE2,0

Rendah 1,0

Gambar 2. Matriks I – E Peternakan Ayam Ras Skala BesarBerdasarkan hasil analisis faktor internal menggunakan IFE diperoleh skor

2.82 dan hasil analisis faktor eksternal menggunakan EFE diperoleh skor 2.51 menempatkan peternakan ayam ras skala besar pada sel V (gambar 5). Posisi ini menggambarkan bahwa peternakan ayam ras skala besar berada pada kondisi internal dan eksternal rata-rata dan harus menerapkan strategi pertahankan dan pelihara artinya peternakan ayam ras skala besar harus menjaga dan mempertahankan posisi yang berada dalam kondisi yang cukup baik serta melakukan perbaikan-perbaikan pada faktor-faktor internal yang menjadi kapabilitas peternakan ayam ras skala besar agar memiliki keunggulan kompetitif dalam pengembangan pemasaran telurnya.

Berdasarkan posisi sel V, maka tipe strategi utama yang dapat diterapkan adalah strategi intensif, bentuk strategi adalah penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk.

Penetrasi pasar atau pertumbuhan terkonsentrasi dapat dilakukan dengan :1. Menambah tingkat penggunaan pelanggan lama, melalui : menambah jumlah

pembelian, mengiklankan penggunaan lain dan memberi insentif harga untuk penggunaan lebih banyak.

2. Memikat pelanggan pesaing, melalui : mempertajam diferensiasi merk, meningkatkan usaha promosi, dan menurunkan harga.

3. Memikat bukan pengguna untuk membeli produk, melalui : merangsang keinginan mencoba melalui produk contoh (sampling), insentif harga dan atau sebagainya, menaikkan atau menurunkan harga, dan mengiklankan penggunaan baru.

Peternakan ayam ras skala besar dapat menerapkan strategi penetrasi pasar dengan menambah tingkat penggunaan pengguna lama, misalnya hubungan kerjasama dengan beberapa restoran, hotel dan rumah sakit di Makassar maupun di Kabupaten Sidrap sendiri lebih ditingkatkan dengan melakukan pembicaraan dengan pembuat keputusan dari kantor tersebut guna mempengaruhi mereka untuk dapat menambah pembelian telur dengan memberikan beberapa janji yang tentunya tidak merugikan usaha peternakan mereka, misalnya memberikan kelonggaran waktu pembayaran, dengan jumlah pembelian telur yang telah ditentukan maka peternakan akan memberikan kelonggaran waku pembayaran. Strategi selanjutnya adalah dengan memikat atau menarik pelanggan pesaing dengan memberikan potongan harga dan kemudahan lain jika pelanggan pesaing tersebut beralih membeli telur dari Kabupaten Sidrap ini. Misalnya, pasar Kalimantan yang mulai dimasuki oleh telur pesaing dari Surabaya, pelanggan pesaing dapat dipengaruhi untuk kembali membeli telur dari Kabupaten Sidrap dengan memberikan beberapa kelebihan yang tidak diberikan oleh pesaing misalnya harga yang lebih murah dan meyakinkan pelanggan bahwa kualitas telurnya lebih bagus. Terakhir adalah merangsang pembeli baru yang bukan pengguna untuk membeli telur dari

29

Page 34: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Kabupaten Sidrap ini, misalnya dengan mengadakan pasar murah, pasar malam atau sejenisnya guna menarik pelanggan baru.

Alternatif strategi kedua dari strategi intensif adalah pengembangan pasar yaitu penggunaan produk atau jasa yang telah ada ke wilayah geografi yang baru (David, 2001). Situasi atau kondisi yang tepat adalah sebagai berikut :1. Bila saluran distribusi baru tersedia dan dapat diandalkan, tidak mahal, dan

bermutu tinggi.2. Bila suatu organisasi amat sukses dalam usahanya3. Bila ada pasar baru yang belum jenuh dan belum digarap.4. Bila suatu organisasi mempunyai modal dan SDM yang diperlukan untuk

mengelolah perluasan operasi.5. Bila suatu organisasi mempunyai kelebihan kapasitas produksi.

Strategi pengembangan pasar yang dapat dilakukan yakni dengan menambah daerah pasar sasaran. Selama ini telur produksi peternakan ayam ras skala besar selain dipasarkan di wilayah Sulawesi Selatan juga di luar Sulawesi Selatan seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Timur. Untuk pasar Kalimantan Timur, pesaing dari peternak Jawa Timur sudah memasuki wilayah ini, untuk itu perlu ada langkah-langkah yang dilakukan guna mempertahankan pasar di wilayah ini. Perlu dilakukan ekspansi pasar, misalnya dengan menembus daerah lain, misalnya daerah Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan lainnya.

Strategi pengembangan produk berkaitan erat dengan pencitraan produk. Agak sulit bagi peternakan ayam ras untuk melakukan pengembangan produk dalam bentuk lain, karena peternakan ayam ras skala besar ini masih focus pada produk telur utuh dimana pasar luar Sulawesi masih cukup prospektif. Selain itu yang harus dipertahankan adalah adanya perlakuan sebelum dilakukan pemasaran yaitu dengan seleksi, standarisasi atau grading. Sehingga didapatkan telur dengan kualitas tinggi. Penggunaan merk yang selama ini tidak dilakukan sebaiknya diberikan merk untuk membangun citra produk dan memudahkan pelanggan mengingat telur yang ada.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa posisi peternakan ayam ras Petelur dari hasil pembobotan dan rating analisis faktor eksternal dan internal yaitu dengan total bobot Internal Factor Evaluation (IFE) sebesar 2,82 dan total bobot Eksternal Factor Evaluation (EFE) sebesar 2,51, strategi yang dapat diterapkan adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangann pasar dan pengembangan produk) karena peternakan ayam ras skala besar berada dalam sel V : Pertahankan dan Pelihara.

Berdasarkan kesimpulan yang ada, maka saran dalam penelitian ini adalah peternakan ayam ras petelur perlu melakukan langkah-langkah guna mempertahankan pasarnya. Selain itu, ekspansi pasar dapat dilakukan dengan menembus pasar daerah lain, misalnya daerah Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan wilayah lainnya. Kerja sama yang sempat terputus dengan beberapa

30

Page 35: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

restoran, hotel dan rumah sakit di Makassar sebaiknya dilakukan pembicaraan ulang guna menjalin kembali kerja sama itu.

DAFTAR PUSTAKAAbidin, Z. 2003. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Petelur. PT. Agromedia

Pustaka, JakartaDafid. Fred. R. 2001. Manajemen Strategik prenhallindo. Jakarta.Direktorat Jenderal Peternakan. 1994. Pembangunan Jangka Panjang Kedua

Peternakan. Dirjen Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.Dinas Peternakan Sul-Sel. 2004. Statistik Peternakan Sulawesi Selatan. Dinas

Peternakan Propinsi Sulawesi Selatan, Makassar.Kinnear, T. L. Dan Taylor. 1996. Marketing Research. An Aplied Approach 5th

Edition. Mc Graw Hill, New York. Kotler, P. 1991. Manajemen Pemasaran. Jakarta. Erlangga, Jakarta_____ ,2004, Marketing, 6 th ed. Franchs Forest, NSW : Person Education

Australia._____ ,2000. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Milenium, Prenhallindo, JakartaSudaryani, T. Dan H. Santosa. 2003. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya ,

Jakarta.

31

Page 36: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

ANALISIS DISPARITAS HARGA DAN POTENSI PERSAINGAN TIDAK SEHAT PADA DISTRIBUSI CENGKEH

(Price Disparity Analysis And Potential Competition Is Not HealthyDistribution In Clove)

Ahmad Ramadhan Siregar

Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha Jl. Ir.Juanda no.36.Jakarta Pusat 10120(:www.kppu.go.id) telp.(021) 3507015 faks:021-3507008

ABSTRAK

Penelitian dengan judul analisis disparitas harga dan potensi persaingan tidak sehat pada distribusi cengkeh dengan tujuan menganalisis disparitas harga pada proses distribusi cengkeh serta Mengetahui potensi praktek monopoli yang dapat ditimbulkan oleh adanya disparitas harga cengkeh pada distribusi cengkeh. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. dilakukan secara pemaparan dan kualitatif dengan menggunakan data sekunder. Peneliti bertindak sebagai pengamat, dimana ia hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya. Pelaksanaan dari metode deskriptif tidak hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi juga meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data itu. Penelitian ini mengacu pada monitoring cengkeh yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha pada Tahun 2011, Hasil penelitian menunjukkan, bahwa Disparitas harga cengkeh dalam kurun waktu tertentu cukup tinggi, sehingga dapat mempengaruhi biaya produksi pabrik rokok dan memberikan ketidakpastian usaha bagi petani dalam mengusahakan tanaman cengkeh. Perbedaan harga cukup tinggi terjadi pada sistem distribusi cengkeh sejak dari petani hingga ke pedagang pengumpul. Setiap titik distribusi berpotensi melakukan praktek monopoli seperti monopsoni dan predatory pricing.Kata Kunci : Disparitas, Harga Cengkeh, Persaingan Tidak Sehat

ABSTRACT

Research with the title of the analysis of price disparity and the potential for unfair competition on the distribution of cloves was done with the aim of analyzing the price disparity in the distribution process as well as the clove monopoly and to know the potenty of monopoly that can be caused by the presence of price disparity in the distribution of cloves cloves. This research was descriptive analysis by exposure and qualitative using secondary data. Researchers acted as observers, where he just made a category of behavior, observe and record symptoms. Implementation of the descriptive method was not only to the collection and compilation of data, but also includes the analysis and interpretation of the meaning of that data. This study refers to clove monitoring conducted by the Business Competition Supervisory Commission on the Year 2011. The results showed that the price of cloves disparities within a certain time was quite high, so it can affect the cost of cigarette production and provide business uncertainty for farmers in obtaining the clove crop. High enough price difference occurs in the distribution system from farmers to the traders. Each distribution point has the potential to monopolistic practices such as monopsony and predatory pricing.Keywords: Disparities, Price Clove, Unhealthy Competition

32

Page 37: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

PENDAHULUAN

Latar Belakang MasalahCengkeh merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki nilai

jual cukup tinggi. Komoditi ini banyak digunakan sebagai bahan baku rokok (80 %) dan rempah (20 %). Tanaman cengkeh banyak dibudidaya dan diusahakan pada sejumlah wilayah di Indoneisa. Karakteristik spesifik dimiliki oleh cengkeh bila ditinjau dari sisi harga dan permintaan. Komoditi ini sempat juga di politisasi, sehingga menjadi pemicu dimulainya reformasi ekonomi di Indonesia pada tahun 1988.

Produksi cengkeh nasional, mengalami pasang surut sebagai dampak fluktuatif harga yang berpengaruh pada minat petani untuk melakukan budidaya tanaman cengkeh. Produksi cengkeh pada tahun 2011 diperkirakan hanya mencapai 60.000 ton. Sangat minim bila dibandingkan potensi permintaan pada tahun yang sama sebesar 110.000 ton.

Kesenjangan antara produksi dan konsumsi cengkeh ini akan membentuk keseimbangan harga baru dari cengkeh. Pergerakan harga cengkeh cukup fluktuatir, sehingga sangat sulit memprediksi biaya, baik bagi perusahaan rokok maupun bagi petani.

Variasi harga cengkeh cukup tajam sejak dekade 1990-an hingga tahun 2011. Pada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga Rp.3000 per kg. Kondisi ini terjadi pada saat distribusi cengkeh diatur dalam satu sistem tataniaga.

Rendahnya harga cengkeh pada saat tersebut sangat merugikan petani, karena harga pokok cengkeh di tingkat petani seharusnya Rp.18.000 kg. Akibatnya sebagian petani melakukan penebangan pohon cengkeh untuk diganti dengan tanaman lainnya. Petani lainnya memilih untuk menelantarkan pohon cengkehnya. Akibatnya produksi cengkeh nasional menurun, sehingga harga cengkeh kemudian meningkat secara perlahan.

Berkurangnya pasokan dalam jangka waktu panjang menyebabkan harga cengkeh meningkat cukup tajam, sehingga pada tahun 2001 menjadi sekitar Rp. 85.000 per kg. Selanjutnya harga cengkeh berfluktuasi antara Rp. 40.000 dan Rp 70.000 per kg. Periode fluktuatif tersebut berlangsung cukup lama hingga mei 2011.

Selanjutnya pada medio 2011, harga cengkeh cenderung meningkat kembali. Harga pembelian cengkeh pada bulan Maret 2011 sebesar Rp 50000 per kg meningkat terus, hingga mencapai Rp 130.000 per kg pada bulan Mei 2011.

Disparitas harga yang cukup besar dalam waktu singkat menimbulkan ketidakpastian bagi sejumlah pelaku usaha. Perusahaan tembakau kesulitan memperoleh cengkeh dengan harga wajar. Sedangkan petani tidak memperoleh kepastian harga jual yang dapat memastikan perencanaan produksi dalam waktu panjang.

Distribusi cengkeh melibatkan banyak lembaga perantara. Masing-masing lembaga perantara menetapkan marjin yang cukup besar. Besarnya marjin yang ditetapkan pada masing-masing lembaga perantara menyebabkan selisih harga cukup besar antara petani produsen dengan konsumen akhir.

Timbulnya disparitas harga yang cukup besar mendorong penulis untuk melakukan analisis terhadap fluktuatif harga cengkeh yang ditujukan untuk

33

Page 38: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

mengetahui sejauhmana terjadinya potensi persaingan usaha tidak sehat pada distribusi cengkeh.

Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat perumusan

masalah sebagai berikut : ”Sejauhmana disparitas harga dapat menyebabkan persaingan tidak sehat pada distribusi cengkeh?”

Tujuan PenelitianPenulisan peneltian ini memiliki tujuan sebagai berikut :1. Menganalisis disparitas harga pada proses distribusi cengkeh.2. Mengetahui potensi praktek monopoli yang dapat ditimbulkan oleh adanya

disparitas harga cengkeh pada distribusi cengkeh.

METODE PENELITIANPenelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang berarti dirancang untuk

mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang. Peneliti bertindak sebagai pengamat, dimana ia hanya membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya.

Pelaksanaan dari metode deskriptif tidak hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi juga meliputi analisa dan interpretasi tentang arti data itu. Adapun metode deskriptif terdiri dari dua macam sifat, yaitu :a) Memusatkan pada masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dan bersifat

aktual.b) Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian

dianalisa.Penelitian ini mengacu pada monitoring cengkeh yang dilakukan oleh

Komisi Pengawas Persaingan Usaha pada Tahun 2011, sehingga akan membuat penelitian ini menjadi aktual dan sesuai dengan kondisi saat ini.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Analisis Disparitaa Harga CengkehProduksi cengkeh nasional, mengalami pasang surut sebagai dampak

fluktuatif harga yang berpengaruh pada minat petani untuk melakukan budidaya tanaman cengkeh. Produksi cengkeh pada tahun 2011 diperkirakan hanya mencapai 60.000 ton. Sangat minim bila dibandingkan potensi permintaan pada tahun yang sama sebesar 110.000 ton.

Kesenjangan antara produksi dan konsumsi cengkeh ini akan membentuk keseimbangan harga baru dari cengkeh. Pergerakan harga cengkeh cukup fluktuatir, sehingga sangat sulit memprediksi biaya, baik bagi perusahaan rokok maupun bagi petani.

Variasi harga cengkeh cukup tajam sejak dekade 1990-an hingga tahun 2011. Pada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga Rp.3000 per kg. Kondisi ini terjadi pada saat distribusi cengkeh dalam suatu sistem tataniaga.

Rendahnya harga cengkeh pada saat tersebut sangat merugikan petani, karena harga pokok cengkeh di tingkat petani seharusnya Rp.18.000 kg. Akibatnya

34

Page 39: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

sebagian petani melakukan penebangan pohon cengkeh untuk diganti dengan tanaman lainnya. Petani lainnya memilih untuk menelantarkan pohon cengkehnya. Akibatnya produksi cengkeh nasional menurun, sehingga harga cengkeh kemudian meningkat secara perlahan.

Akibat berkurangnya pasokan, harga cengkeh meningkat cukup tajam, sehingga pada tahun 2001 menjadi sekitar Rp. 85.000 per kg. Selanjutnya harga cengkeh berfluktuasi antara Rp. 40.000 dan Rp 70.000 per kg. Periode fluktuatif tersebut berlangsung cukup lama hingga mei 2011.

Berdasarkan laporan dari Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia, harga cengkeh cenderung meningkat kembali. Harga pembelian cengkeh di beberapa wilayah Indonesia pada bulan Mei 2011 telah mencapai Rp 130000 – Rp 135000 per kg.

Disparitas harga yang cukup besar dalam waktu singkat menimbulkan ketidakpastian bagi sejumlah pelaku usaha. Perusahaan tembakau kesulitan memperoleh cengkeh dengan harga wajar. Sedangkan petani tidak memperoleh kepastian harga jual yang dapat memastikan perencanaan produksi dalam waktu panjang.

Kenaikan harga cengkeh yang cukup tinggi ini menyulitkan pengusaha rokok kretek di seluruh sentra produksi rokok di pulau Jawa. Disisi lain, kenaikan harga cengkeh yang cukup tinggi ini relatif tidak dinikmati oleh petani. Kondisi ini terjadi karena persediaan cengkeh telah beralih dari pihak petani ke pedagang pengumpul, baik yang berada di sentra produksi maupun yang berada di sekitar pabrik rokok.

Keterlibatan lembaga perantara sangat besar dalam melakukan distribusi cengkeh. Masing-masing lembaga perantara menetapkan marjin yang cukup besar. Besarnya marjin yang ditetapkan pada masing-masing lembaga perantara menyebabkan selisih harga cukup besar antara petani produsen dengan konsumen akhir.

Disparitas Harga dan Potensi Prakek Monopoli Pada Distribusi CengkehTerjadi kesenjangan antara pasokan dan permintaan cengkeh pada tahun

2011. Produksi cengkeh pada tahun 2011 diperkirakan hanya mencapai 60.000 ton. Sedangkan potensi permintaan pada tahun yang sama sebesar 110.000 ton. Kesenjangan antara produksi dan konsumsi cengkeh ini akan membentuk keseimbangan harga baru dari cengkeh.

Fluktuati harga cengkeh cukup besar sejak kurun waktu satu dasawarsa ini. Berikut ini akan diuraikan harga cengkeh sejak tahun 2000 hingga 2011.

Data berikut ini, menunjukkan bahwa harga cengkeh sangat fluktuatif setiap tahunnya. Harga cengkeh dapat melonjak 200 % dari harga semula. Demikian pula sebaliknya, harga cengkeh bisa turun hingga hanya 50 % dari harga yang lalu.

Pergerakan harga cengkeh yang cukup fluktuatif menyulitkan prediksi biaya, baik bagi perusahaan rokok maupun bagi petani. Kondisi ini terlihat sejak dekade 1990-an hingga tahun 2011. Pada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga Rp.3000 per kg. Kondisi ini terjadi pada saat distribusi cengkeh dalam suatu sistem tataniaga. Padahal harga pokok cengkeh di tingkat petani seharusnya Rp.18.000 kg. Akibatnya sebagian petani melakukan penebangan pohon cengkeh untuk diganti dengan tanaman lainnya.

35

Page 40: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Petani lainnya memilih untuk menelantarkan pohon cengkehnya. Produksi cengkeh nasional menurun, sehingga harga cengkeh kemudian meningkat secara perlahan.

Rata-rata Harga Cengkeh sejak Tahun 1998 hingga 2011Tahun Harga1998 580601999 1234602000 329502001 577002002 643202003 125002004 355002005 600002006 380002007 270002008 550002009 340002010 500002011 110000

Akibat berkurangnya pasokan, harga cengkeh meningkat cukup tajam, sehingga pada tahun 2001 menjadi sekitar Rp. 85.000 per kg. Selanjutnya harga cengkeh berfluktuasi antara Rp. 40.000 dan Rp 70.000 per kg. Periode fluktuatif tersebut berlangsung cukup lama hingga mei 2011. Harga pembelian cengkeh pada bulan Mei 2011 telah mencapai Rp 130.000 per kg.

Fluktuatif harga dalam waktu singkat menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha. Perusahaan tembakau kesulitan memperoleh cengkeh dengan harga wajar. Sedangkan petani sulit memastikan perencanaan produksi dalam waktu panjang karena tidak memiliki prediksi penghasilan pada masa akan datang.

Memperhatikan harga cengkeh tahun 2011, terlihat bahwa terdapat fluktuatif harga yang drastis sejak awal tahun hingga mei 2011. Harga pada januari 2011 sebesar Rp.40.000 menjadi Rp. 140.000 pada juli 2011. Perubahan yang cukup drastis ini merupakan fenomena menarik untuk memperhatikan manfaat harga tersebut terhadap petani produsen.

Namun berdasarkan pemantauan penulis, kenaikan harga tersebut sudah terjadi di luar musim panen. Sedangkan kepemilikan cengkeh pada saat kenaikan harga tersebut sudah beralih dari petani ke pedagang pengumpul.

Fenomena lain terlihat pada sentra produksi cengkeh di Provinsi Sulawesi Utara. Pembelian cengkeh pada saat harga tinggi hanya dilakukan oleh satu pedagang pengumpul. Sedangkan pedagang pengumpul lain tidak melakukan pembelian cengkeh dari pihak petani.

Pedagang pengumpul yang melakukan pembelian dengan harga tinggi tersebut merupakan afiliasi dari pabrik rokok besar yang berada di Pulau Jawa. Kini terjadi kecenderungan monopsoni pembelian cengkeh karena pedagang pengumpul lain tidak sanggup membeli dengan harga tinggi.

Potensi persaingan uaha tidak sehat yang muncul kemudian adalah predatory pricing, dimana harga tersebut akan mematikan pedagang lain karena tidak memiliki kecukupan modal untuk membeli dengan harga mahal dan tiada akses pasar untuk menjual karena harga tidak bersaing.

36

Page 41: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanBerdasarkan pembahasan hasil penelitian di atas, maka diperoleh kesimpulan

sebagai berikut :1. Disparitas harga terjadi pada setiap tingkat saluran distribusi cengkeh.

Besarnya disparitas harga terjadi pada titik distribusi pasca petani cengkeh.

2. Disparitas harga cengkeh menunjukkan potensi terjadinya praktek monopoli berupa monopsoni dan predatory pricing yang dilakukan pada tiap tingkat saluran distribusi sejak dari petani hingga ke perusahaan tembakau

SaranBerdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diberikan saran sebagai berikut :

1. Saluran distribusi cengkeh perlu diatur agar tidak terlalu panjang dan menyebabkan marjn yang sangat besar.

2. Perlu membentuk pusat informasi cengkeh yang dapat diakses oleh setiap saluran distribusi cengkeh.

DAFTAR PUSTAKA

-----------------, 2011, Angka Ekspor Indonesia, BPS, Jakarta-----------------, 2011, Analisis Perkembangan Harga Komoditi, Badan Pengawas

Perdagangan Berjangka Komoditi, Kementerian Perdagangan, Jakarta----------------. 2010, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU, Jakarta

Hidayat,M.S. 2011, Pencanangan Kebangkitan Industri Kakao dan Cokelat Nasional, Kementerian Industri, Bandung

Prastowo, B. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh, Edisi Kedua, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta

Suprapto, A. 1997. Agribisnis Suatu Pendekatan Emas dalam Memberdayakan Perekonomian Rakyat, Badan Agribisnis Departemen Pertanian, Jakarta.

Suryani, D dan Zulfebriansyah, 2010, Komoditas Kakao: Potret dan Peluang Pembiayaan, Economic Review, No.210, Jakarta

Tambunan,T.T.H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia, Beberapa Isu Penting, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta.

37

Page 42: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

ANALISIS MARGIN DAN EFISIENSI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI DESA MANDALLE KECAMATAN MANDALLE, KABUPATEN PANGKEP

(Marketing Margin Analysis And Efficiency In The Village Of Seaweed Mandalle Mandalle District, District Pangkep)

Harifuddin, Aisyah, Budiman

Jurusan Perikanan, Politeknik Pertanian, Kecamatan Segeri,MandalleKab. Pangkep, 90655 Telp. 0410 2312703, 2312704/2312705

ABSTRAKTelah dilakukan penelitian dengan judul analisis margin dan efisiensi

pemasaran rumput laut di desa mandalle kecamatan mandalle, kabupaten pangkep untuk mengetahui bentuk saluran pemasaran, jumlah margin dan keuntungan, serta efisiensi pemasaran yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran. Data dikumpulkan dengan observasi dan wawancara kepada petani rumput laut. Populasi penelitian ini adalah petani rumput laut daerah pesisir, pengumpul rumput laut, eksportir maupun industri rumput laut yang ada di daerah sulawesi selatan. Pemilihan sampel (responden) dilakukan dengan menentukan sampel petani (simple random sampling), sampel pedagang ditentukan secara purposive, yaitu dengan memilih pedagang yang menyalurkan rumput laut dari desa mandalle. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pola distribusinya atau penyalurannya rumput laut di desa mandalle kecamatan mandalle ada dua macam saluran yaitu pertama dari petani ke pedagang pengumpul, kemudian ke pedagang besar dan terakhir ke eksportir. Kedua dari petani ke pedagang pengumpul, dan terakhir ke eksportir; usaha rumput laut yang dilakukan di desa mandalle kecamatan mandalle menunjukkan bahwa margin pada saluran I sama saja dengan margin pada saluran II dan keuntungan yang diperoleh pada saluran I lebih kecil dari pada saluran II;saluran yang pendek (saluran II) lebih efisien daripada saluran yang panjang (saluran I).Kata Kunci : Margin, Efisiensi, Rumput laut.

ABSTRACT

The research has been done with the title Margin and Marketing Efficiency Analysis of seaweed in the village of Mandalle, Mandalle region, in Pangkep to know marketing channels, number of margins and profits, as well as marketing efficiency from marketing agencies. Data were collected throught observation and interview with seaweed farmers. The population consist of coastal seaweed farmers, seaweed collectors, exporters and seaweed industry in South Sulawesi. Selection of the sample (respondents) was conducted by determining the sample farmers (simple random sampling). A purposive sample of traders were determined by selecting a channel merchant of Mandalle village seaweed. The results showed that the pattern of distribution of seaweed in Mandalle region were a) from farmers to traders, wholesalers and then to the exporter. b) from farmers to traders, and then to the exporter. Margins on channel I the same as channel II with the margins and profits earned on channel I was smaller than channel II; short channel (channel II) was more efficient than a long channel (channel I).Keywords: Margin, Efficiency, Seaweed.

38

Page 43: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

PENDAHULUAN

Sumberdaya kelautan berperan penting dalam mendukung pengembangan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja, dan pendapatan penduduk. Sumberdaya kelautan tersebut mempunyai keunggulan komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya eksplorasi yang murah sehingga mampu menciptakan kapsitas penawaran yang kompetitif. Di sisi lain kebutuhan pasar yang semakin besar karena kecenderungan permintaan global yang semakin meningkat.

Indonesia menjadi salah satu penghasil utama rumput laut dan mampu memenuhi sekitar 60-70% kebutuhan pasaran dunia. Matadagangan bernilai ekonomi tinggi itu terus diintensifkan pengembangannya dengan sasaran mampu menghasilkan 1,9 juta ton pada 2009. Indonesia memiliki potensi pengembangan rumput laut seluas 1.110.900 hektar, hingga saat ini baru dimanfaatkan seluas 222.180 hektar atau sekitar 20 % (Anggadiredja, 2007). Oleh karena itu, rumput laut sebagai salah satu komoditas perdagangan dunia, telah banyak dikembangkan di daerah oleh masyarakat petani, seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Sumatera, Jawa dan daerah lainnya.

Sulawesi Selatan menyimpan potensi sumberdaya kelautan, baik hayati maupun non hayati yang cukup menjanjikan untuk dikelola. Potensi ini bukan hanya menjadi aset lokal namun juga nasional jika dikelola dan dimanfaatkan secara arif dan bijaksana. Salah satu komoditas marikultuer yang sedang dikembangkan dan merupakan salah satu program pengembangan ekonomi pesisir di Sulawesi Selatan saat ini adalah rumput laut.

Dalam pembangunan wilayah pesisir, salah satu pengembangan kegiatan ekonomi yang sedang digalakkan pemerintah adalah pengembangan budidaya rumput laut. Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan non migas yang mempunyai prospek yang cukup baik karena mudah dibudidayakan dan mempunyai kegunaan yang sangat luas yaitu untuk bahan makanan, industri farmasi, industri kosmetik, industri tekstil, industri kulit, obat-obatan dan lain-lain.

Sulawesi Selatan merupakan provinsi penyumbang terbesar produksi rumput laut nasional. Peningkatan produksi tercapai karena lahan yang luas untuk pengembangan rumput laut di daerah ini, yakni 250 ribu hektare. Prospek rumput laut sangat cerah dikarenakan kebutuhan pasar dunia akan rumput laut mencapai 300 ribu ton per tahun (Tribun timur, Edisi : 17 Juli 2008 ). Berdasarkan laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Selatan (2008) produksi rumput laut nasional mencapai 1.728.475 ton basah pada tahun 2007 lalu atau setara 172.847,5 ton kering. Sementara produksi rumput laut Sulawesi Selatan telah mencapai 670.740 ton basah atau setara dengan 63.074 ton kering (36,5%). Usaha untuk meningkatkan produksi rumput laut sangat memungkinkan dapat dicapai, karena daerah Sulawesi Selatan dinilai memiliki potensi sumberdaya perikanan pantai yang cukup besar, teknologi budidaya dan pasca panen mudah dilaksanakan serta tidak membutuhkan modal yang besar (Ujung Pandang Ekspres, Edisi: 29 Oktober 2008).

Kabupaten Pangkep merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang potensial untuk pengembangan rumput laut. Luas wilayah laut mencapai 17.000 Km2, dan lahan yang berpotensi untuk budidaya rumput laut yang

39

Page 44: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

seluas 26.700 Ha (Nur, 2007). Pada tahun 2006 Kabupaten Pangkep mampu menghasilkan produksi rumput laut sebesar 19.920 ton dengan nilai ekonomi 29,8 miliyar (Badan Pusat Statistik, 2007). Potensi untuk kegiatan budidaya rumput laut tersebut telah dimanfaatkan oleh petani, khususnya di Desa Mandalle, Kecamatan Mandalle.

Kegiatan budidaya rumput laut yang semakin berkembang di Desa Mandalle, sehingga produksi rumput laut juga ikut meningkat. Peningkatan jumlah produksi tersebut mendorong terlaksananya kegiatan pemasaran yang melibatkan beberapa lembaga pemasaran.

Kondisi harga yang sanagat berfluktuasi, yang menimbulkan ketidak pastian pendapatan yang diperoleh petani dan lembaga pemasaran yang terlibat, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh data dan informasi yang memadai untuk mengetahui margin, kentungan dan tingkat efisiensi pemasaran yang diperoleh pada tiap lembaga.

Perumusan MasalahPermasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk saluran pemasaran rumput laut di Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkep

2. Berapa jumlah margin dan keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pesaran

3. Berapa persen tingkat efisiensi pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran

Tujuan PenelitianTujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bentuk saluran pemasaran rumput laut di Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkep

2. Untuk mengetahui jumlah margin dan keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran

3. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran pada masing-masing lembaga pemasar

Manfaaat PenelitianLuaran yang dapat diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai bahan

informasi tentang margin, keuntungan dan tingkat efisiensi yang diperoleh setiap labaga pemasaran rumput laut. Sekaligus dapat dijadikan pedoman oleh pemerintah dalam membuat kebijakan tentang kegiatan usaha rumput laut di Kabupaten Pangkep.

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mandalle, Kecamatan Mandale,

Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan

40

Page 45: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Metode Pengumpulan DataMetode yang digunakan dalam pengumpulan data, sebagai berikut :

1. Observasi yaitu peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses penyelenggaran kegiatan pada obyek penelitian.

2. Wawancara yaitu pengumpulan data dengan cara tanya jawab kepada petani dan pedangang rumput laut.

Teknik Pengumpulan DataPopulasi dalam penelitian ini adalah petani rumput laut daerah pesisir,

pengumpul rumput laut, eksportir maupun industri Rumput Laut yang ada di daerah Sulawesi Selatan. Pemilihan sampel (responden) dilakukan dengan menentukan sampel petani (simple random sampling), Sampel pedagang ditentukan secara purposive, yaitu dengan memilih pedagang yang menyalurkan rumput laut dari Desa Mandalle. Teknik pengumpulan data primer melalui observasi dan wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada petani rumput laut, pedagang pengumpul, pengusaha rumput laut/eksportir, industri rumput laut.

Sedangkan teknik pengumpulan data sekunder adalah studi kepustakaan melalui dokumen, terbitan, ataupun publikasi dari instansi terkait seperti Dinas Perindustrian dan perdagangan, Dinas perikanan, Kadin , Badan Pusat Statistik serta publikasi dari Food and Agriculture Organization (FAO) dan lain-lain.

Jenis dan sumber dataJenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer terdiri dari, (1) identitas responden (umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, pengalaman bertani atau berdagang rumput laut), (2) Bentuk saluran pemasaran rumput laut (lembaga yang dilalui dalam memasarkan rumput laut), (3) Margin dan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran (harga beli, harga jual dan jumlah rumput laut yang dijual setiap lembaga pemasaran, biaya yang dikeluarjkan setiap lembaga), (4) Tingkat efisiensi pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran (harga beli, harga jual (eceran) dan biaya yang dikelurkn.

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari kantor-kantor atau instansi terkait yang erat kaitannya dengan penelitian ini. Kantor-kantor yang dijadikan sumber data adalah Dinas Kelautan/perikan, Biro Pusat Statistik, Kantor Kecamatan dan Kantor Kabupaten setempat. Adapun jenis data sekunder yang dibutuhkan adalah : keadaan umum wilayah, jumlah petani rumput laut , jumlah produksi rumput laut, jumlah penduduk keselutruhan, jumlah petani rumput laut

Analisis DataData akan dianalisis berdasarkan rumus sebagai berikut :

1. Untuk menghitung jumlah margin pemasaran yang diperoleh pada masing- masing lembaga pemasaran, digunakan rumus sebagai berikut :

M = Hp – Hb .................... ( Hanafiah dan Saefuddin, 1986 )Dimana M = Margin Pemasaran

Hb = Harga PembelianHp = Harga Penjualan

2. Untuk menghitung persentase margin, digunakan rumus :%M = M/HE x 100 % ( Hanafiah dan Saefuddin, 1986 )

41

Page 46: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Dimana %M = Presentase MarginHE = Harga EceranM = Margin

3. Untuk mengetahui jumlah keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran, digunakan rumus sebagai berikut :

Π = M – Bp (Adiwilaga, 1996)Dimana Π = Keuntungan Lembaga Pemasaran

M = Margin PemasaranBp = Biaya Penjualan

4. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran rumput laut pada masing-masing lembaga pemasaran, digunakan rumus sebagai berikut :

Eps = x 100 % (Soekartawi, 2002)

Dimana Eps = Efisiensi PemasaranBp = Biaya PemasaranHE = Harga Eceran

Kriteria : - Eps < 5 % Efisien - EEp > 5 % tidak Efisien

Definisi Opersional Variabel1. Petani Rumput Laut, adalah individu ataupun kelompok orang yang melakukan

budidaya rumput laut.2. Pedagang pengumpul adalah mereka yang memiliki modal kerja- aktif membeli

dan mengumpulkan rumput laut dari petani rumput laut.3. Pedagang besar adalah individu atau badan yang membeli rumput laut dari

pedagang pengumpul4. Eksportir adalah orang atau perusahaan yang melakukan pemasaran rumput laut

ke Luar Negeri, baik dalam bentuk bahan baku, setengah jadi dan lain-lain5. Biaya pemasaran adalah segala biaya yang dikeluarkan oleh lembaga dalam

memasaran rumput laut6. Margin pemasaran adalah selisih antara harga jual dengan harga beli rumput

laut yang dilakuan oleh suatu lembaga pemasaran.7. Efisiensi pemasaran adalah perbandingan antara biaya pemasaran dengan total

nilai penjualan rumput laut yang dinyatakan dalam bentuk persen.8. Keuntungan pemasaran adalah selisi dari margin yang diterima dengan biaya

yang dikeluarkan pada setiap lembaga pemasaran.9. Rantai pemasaran adalah lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses

pemasaran rumput laut dari petani rumput laut sampai kepada eksportir rumput laut.

10. Lembaga pemasaran adalah individu atau badan yang melaksanakan kegiatan pemasaran rumput laut, misalnya produsen (petani rumput laut, pedagang pengumpul, pedagang besar dan eksportir.

42

BpHE

Page 47: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendapatan Petani Rumput Laut

Petani yang melakukan usaha budidaya rumput laut berupaya semaksimal mungkin dengan harapan bisa memperoleh produksi yang tinggi dan mempunyai nilai jual dengan harga yang layak sehingga bisa memperoleh pendapatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan juga untuk penambahan modal dalam penambahan jumlah bentangan.

Gambaran umum pendapatan petani rumput laut di Desa Mandalle sebagaimana terlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Produksi, Penerimaan Kotor, Pembiayaan, dan Keuntungan/Pendapatan Petani Rumput Laut di Desa Mandalle.

No. Resp

Jumlah Bentangan

Biaya(Rp)

Penerimaan Kotor (Rp)

Pendapatan(Rp)

A B C D E = (D – C)1 300 5.400.000 7.000.000 1.600.0002 250 4.685.000 5.600.000 915.0003 150 3.465.000 4.950.000 1.485.0004 500 9.000.000 11.250.000 2.250.0005 100 1.600.000 2.400.000 800.0006 100 2.265.000 3.000.000 735.0007 250 4.835.000 6.600.000 1.765.0008 100 2.200.000 3.000.000 800.0009 50 900.000 1.200.000 300.00010 90 1.580.000 2.500.000 920.00011 150 3.700.000 5.000.000 1.300.00012 100 1.200.000 2.000.000 800.00013 120 2.640.000 3.500.000 860.00014 100 1.494.000 2.000.000 506.00015 300 4.600.000 6.000.000 1.400.00016 300 4.600.000 6.000.000 1.400.00017 300 5.400.000 7.000.000 1.600.00018 80 1.560.000 2.500.000 940.00019 200 3.700.000 4.800.000 1.100.00020 700 15.550.000 17.600.000 2.050.000

Jumlah 80.374.000 103.900.000 23.526.000Rata-rata 4.018.700 5.195.000 1.176.300

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2010

Pendapatan petani sebagai pengelola agribisnis diperoleh dari total nilai output dikurangi total nilai input yang dipakai dalam proses produksi, sedangkan untuk menghitung pendapatan keluarga petani diperoleh dari pendapatan petani sebagai pengelola ditambah unsur biaya yang menjadi pendapatan atau sumbangan keluarga kepada produksi, diantaranya sewa tanah milik sendiri, bunga modal milik sendiri, dan jasa tenaga kerja kelurga petani (Sobirin, 1993 dalam Saununu, 2007). Kenyataan yang didapati dalam penelitian di lapangan, dimana kebanyakan petani rumput laut di Desa Mandalle belum memberikan nilai biaya terhadap jasa tenaga kerja diri sendiri maupun bagi keluarga petani.

Tabel 1 menunjukkan bahwa petani rumput laut di Desa Mandalle sebanyak 20 orang memperoleh pendapatan sebanyak Rp. 23.526.000,- per siklus atau

43

Page 48: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

pendapatan rata-rata sebesar Rp. 1.176.300,-. Pendapatan terendah diperoleh sebesar Rp. 300.000,- sedangkan pendapatan tertinggi diperoleh sebesar Rp. 2.250.000,-. Berdasarkan hasil penelitian pada petani rumput laut, dapat dikatakan usaha budidaya rumput laut mampu memperoleh keuntungan atau pendapatan bagi petani di Desa Mandalle.

Sementara untuk perhitungan R/C Ratio, maka diperoleh nilai sebesar 1,3. Dengan demikian, usaha budidaya rumput laut di Desa Mandalle layak untuk dikembangkan.

Lembaga Pemasaran Rumput Laut Eucheuma cottinii

Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran rumput laut jenis Eucheuma cottinii di Desa Mandalle Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkajene Kepulauan adalah :

Produsen (petani)Produsen adalah petani yang melakukan usaha budidaya rumput laut di

sekitar pantai (pesisir). Lahan yang digunakan untuk membudidayakan rumput laut adalah laut lepas yang dikuasai oleh Negara, jadi petani hanya memiliki hak guna pakai.

Batas lahan yang digunakan sesuai dengan jumlah bentangan tali yang dimiliki oleh tiap-tiap petani dan penguasaan lahan tersebut tidak dimiliki secara permanen tetapi hanya dikuasai sepanjang mereka melakukan kegiatan budidaya.

Produksi rumput laut yang dipanen sebagian dijadikan sebagai bibit kembali dan sebagian dikeringkan untuk dijual kepada pedagang. Pengeringan rumput laut dilakukan di atas rumah panggung yang telah dibuat di atas laut. Pengeringan dilakukan selama kurang lebih 4 hari apabila kondisi cuaca cerah.

Pedagang PengumpulPedagang pengumpul adalah pedagang yang membeli langsung kepada

petani yang ada di Desa Mandalle. Umumnya rumput laut yang dibeli adalah rumput laut yang telah dikeringkan oleh produsen atau petani rumput laut yang telah dikemas dengan menggunakan karung yang berisi rata-rata 60-80 kg rumput laut. Pedagang pengumpul membeli rumput laut kering pada petani dengan harga antara Rp. 6000 – Rp. 9000 per kg.

Pedagang BesarPedagang Besar adalah pedagang yang membeli rumput laut dari pedagang

pengumpul yang umumnya berada di Makassar. Pedagang besar memiliki modal yang besar sehingga mereka dapat menampung sementara rumput laut untuk menunggu harga yang cocok atau harga yang lebih tinggi.

EksportirEksportir adalah pedagang yang membeli rumput laut dari pedagang besar

dan selanjutnya dijual ke luar negeri.. Eksportir sebagai lembaga pemasaran melakukan kontrol kualitas yang paling ketat untuk memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh konsumen luar negeri. Syarat-syarat yang biasa ditetapkan oleh pembeli adalah rumput laut dengan kadar air 35 % dan bebas dari benda-benda asing misanya pasir, batu, kayu, dan sebagainya.

44

Page 49: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Petani/Produsen

Pedagang Pengumpul

Pedagang Besar

Eksportir

Petani/Produsen

Pedagang Pengumpul

Eksportir

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Saluran Pemasaran Rumput LautSaluran pemasaran rumput laut yang ada di Desa Mandalle melalui beberapa

lembaga diantaranya petani/produsen rumput laut, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan eksportir. Adapun pola distribusi atau penyaluran rumput laut dapat dilihat pada gambarberikut.

Gambar 1. Saluran Pemasaran Rumput Laut dari Petani di Desa Mandalle

Gambar 1. Saluran Pemasaran dari Petani Rumput Laut di Desa Mandalle Kercamatan Mandalle Kabupaten Pangajene dan Kepulauan

Gambar tersebut menunjukkan bahwa pemasaran rumput laut mulai dari petani samapai diekpor melaui dua saluran yaitu 1) petani menjual kepada pedagang pengumpul, selanjutnya melalui pedagang besar dan terakhir disalurkan kepada pengusaha ekpor. 2) petani menjual kepada pedagang pengumpul dan selanjutnya tidak lagi melalui pedagang besar, tetapi langsung di bawa kepada pengusaha ekspor.

Margin dan Keuntungan Lembaga PemasaranMargin dan keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran

yang menyalurkan rumput laut dari Desa Mandalle dapat dilihat pada Tabel 2.Tabel 2 menunjukkan bahwa pada saluran I, margin yang diperoleh oleh

pedagang besar lebih besar jika dibandingkan dengan magin yang diperoleh oleh pedagang pengumpul. Total rata-rata margin yang diperoleh oleh lembaga pemasaran rumput laut sebesar 750 rupiah per kg. Pada saluran II, margin yang diperoleh oleh pedagang pengumpul sebesar 750 rupiah per kg. Pedagang pengumbul pada saluran II ini langsung menjual kepada padagang ekspor.

45

Page 50: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Tabel. 2. Margin dan Keuntungan Pemasaran Rumpt Laut setiap Lembaga Pemasaran di Desa Mandalle Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

Lembaga Pemasaran

Rata-rata Margin (Rp/Kg) Keuntungan (Rp/kg)Saluran I Saluran II Saluran I Saluran II

Pedagang Pengumpul 200 750 118 529Pedagang Besar 550 378Jumlah 750 750 496 529

Sumber : Data Primer setelah diolah

Margin pemasaran yang diperoleh oleh ke dua saluran tersebut sama saja jumlahnya yaitu 750 rupiah per kg. Hal ini menunjukkan bahwa pedagang ekpor tidak membedakan harga antara pedagang besar dengan pedagang pengumpul.

Jika dilihat dari keuntungan yang diperole oleh lembaga pemasaran yang menangani ruput laut dari Desa Mandalle bahwa pada saluran I, pedagang besar juga memperoleh keuntungn yang lebih besar jika dibandinkan dengan pedagang pengumpul. Jumlah keuntungan yang diperoleh oleh saluran I tersebut sebesar 496 rupiah per kg. Jumlah keuntungan yang diperoleh pada saluran II sebesar 529 rupiah per kg. Hal ini menunjukkan bahwa saluran II (saluran yang pendek) lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan saluran I (saluran yang lebih panjang)

Efisiensi PemasaranEfisisiensi pemasaran yang diperoleh pada tiap lembaga dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Efisiensi Pemasaran Rumput Laut di Desa Mandalle Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

Lembaga Pemasaran

Efisiensi Pemasaran (%)KeteranganSaluran I Saluran II

Pedagang Pengumpul 0,9 2,3 I & II EfisienPedagang Besar 1,8 EfisienJumlah 1,3 2,3 Efisien

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada saluran I, pedagang pengumpul lebih efisien jika dibandingkan dengan pedagang besar. Jumlah efisiensi yang diperoleh oleh lembaga pemasaran rumput laut pada saluran I sebesar 2,7 %.. Pada saluran II, jumlah efisiensi yang diperoleh oleh pedagang pengumpul sebesar 2,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa saluran yang pendek (saluran II) lebih efisien daripada saluran yang panjang (Saluran I)

KESIMPULAN

1. Pola distribusinya atau penyalurannya rumput laut di Desa Mandalle Kecamatan Mandalle ada dua macam saluran yaitu pertama dari petani ke pedagang pengumpul, kemudian ke pedagang besar dan terakhir ke eksportir. Kedua dari petani ke pedagang pengumpul, dan terakhir ke eksportir.

46

Page 51: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

2. Usaha rumput laut yang dilakukan di Desa Mandalle Kecamatan Mandalle menunjukkan bahwa margin pada saluran I sama saja dengan margin pada saluran II dan keuntungan yang diperoleh pada saluran I lebih kecil dari pada saluran II. p

3. Saluran yang pendek (saluran II) lebih efisien daripada saluran yang panjang (Saluran I)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwilaga. 1996. Ilmu Usaha Tani. Penerbit Alumni Bandung. BandungAnggadiredja, J.T. 2007. Potential and Prospect of Indonesia Seaweed Industry

Development. The Indonesia Agency for the Assessment and Application of Technology – Indonesia Seaweed Society. Jakarta.

Assauri. 1987. Prinsip Margin Pemasaran. Erlangga, Yogyakarta.Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan. 2007. Sulawesi Selatan Dalam Angka.

Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan. Makassar.Downey, W.B and Ericson 1992. Manajemen Agribisnis Penerbit Erlangga.

Jakarta.Hanafiah, dan Saefuddin. 1986. Tataniaga Hasil Perikanan Penerbit Universitas

Indonesia. Jakarta.Kotler P. 1991. Prinsip Pemasaran. Edisis Bahasa Indonesia. Jakarta.Mubyarto. 1998. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, YakartaNur, S. 2007. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Pangkep Di Bidang

Pengembangan Sumber Daya Manusia Sektor Perikanan dan Perkebunan Dalam Rangka Mempercepat Pembangunan Daerah. Disampaikan Pada Seminar Dalam Rangka Dies Natalis Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Sabtu, 17 Pebruari 2007.

Rahardi, dkk. 1993. Manajemen Produksi Perikanan, Erlangga. YakartaSa’id, E.G dan Intan A.H. 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia . Jakarta.Saununu, P C. 2007. Analisis Pengembangan Agribisnis Jagung di Kabupaten

Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.

Saefuddin, A,M. 1995. Harga Margin Pemasaran. Universitas Kelautan Bogor. Bogor.

Soekartawi. 1993. Agribisnis, Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

. 1995. Linear Programming Teori dan Aplikasinya, Khusus dalam Bidang Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soekartawi, DR. 1998. Prinsip Dasar Manajemen Pemasran Hasil-hasil Pertanian. Rajawali Pres. Yogyakarta.

Soekartawi, DR. 2002. Prinsip Dasar Manajemen Pemasran Hasil-hasil Pertanian. PT. Raja Grafindo. Jakarta.

Stanton, W.J. 1993. Prinsip Pemasaran Edisi Ketujuh. Penerbit Erlangga. Surabaya.

Swastha. 1991. Saluran Pemasaran (Konsep dan Strategi) Analisis Kuantitatif, BPFE Yogyakarta.

1993. Pengantar Bisnis Modern. Liberty. Yogyakarta.

47

Page 52: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Tribun Timur. Edisi Kamis, 17 Juli 2008. Potensi Rumput Laut.

Ujung Pandang Ekspres. Edisi : 29 Oktober 2008. Produksi Rumput Laut 1.728.475 Ton.

Vincent, G. 1999. Ekonomi Manajerial. Gramedia, Jakarta.

48

Page 53: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP HASIL OLAHAN DAGING KUDA DI MAKASSAR

(Consumer Preference of Processed Meat The Horse In Makassar)

Syahriadi Kadir

Jurusan sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Kampus Unhas TamalanreaTlp. (0411) 587064, (0411) 587200, Ext.2320, 2321, 2325, Fax. (0411) 587217

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi konsumen dan

mengidentifikasi alasan konsumen mengkonsumsi hasil olahan daging kuda serta mengetahui karakteristik dari responden yang mengkonsumsinya. Penelitian berlangsung pada tanggal bulan Juli hingga Agustus 2010 di Makassar. Dengan metoda kualitatif, dimana informan di pilih dari konsumen daging kuda di warung warung coto yang tersebar di Makassar.

Berdasarkan pemahaman dan pendalaman serta analisis masalah yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan, bahwa preferensi konsumen terhadap hasil olahan daging kuda sangat baik (senang sekali dan fanatik) dengan kekerabatan antar penjual dan pembeli yang terjalin secara emosional kekeluargaan, terdapat alasan alasan yang oleh konsumen tidak dapat dijelaskan secara rasional dalam mengkonsumsi hasil olahan daging kuda, yakni menambah stamina dan rendah kolesterol, mampu mengobati penyakit dalam dan tetanus, serta menambah stamina, karakteristik responden hasil olahan daging kuda yakni pada umumnya konsumen umur produktif, jenis kelamin laki laki, dominan suku bugis dan makassar, dengan tingkat pendidikan relatif rendah, dari berbagai jenis profesi atau pekerjaan dengan pendapatan relatif rendah.Kata Kunci: Preferensi konsumen, daging kuda

ABSTRACT

This study aims to determine consumer preferences and to identify the reasons for consumers to consume horse meat processed products as well as knowing the characteristics of respondents who consume them. The study took place from July to August 2010 in Makassar. With qualitative methods, where the informant was chosen from consumers of horse meat in the shop stalls scattered coto Makassar.

Based on the result done, it can be concluded that consumer preferences for processed meat of horse was very good (very happy and fanatics) with the kinship between sellers and buyers who ware emotionally interwoven kinship. there were some reason of consumer which can not be explained rationally in eating horse meat processed products, ie, increase stamina and low in cholesterol, able to treat the disease and tetanus, as well as increase stamina. Respondent characteristics of processed horse meat consumers generally were productive age, male gender, the dominant tribe Bugis and Makassar, with relatively low education levels, from different types of professions or jobs with relatively low incomesKeywords: Consumer Preferences, Horse Meat

49

Page 54: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

PENDAHULUAN

Salah satu jenis ternak yang perlu mendapatkan perhatian dan potensial untuk produksi daging adalah ternak kuda. Ternak kuda dapat menjadi alternatif penyedia daging dan mempunyai potensi yang cukup besar sebagai salahsatu sumber pangan yang mempunyai kandungan protein yang sangat tinggi.

potensi ternak kuda secara teknis tidak jauh berbeda dengan sapi, dimana karkas ternak kuda mencapai 125 kg, dengan jeroan mencapai 20% dari karkas dibandingkan sapi yang mencapai angka rata-rata 156,4 kg. Baik daging maupun jeroan mempunyai nilai ekonomi yang potensial, karena masyarakat di wilayah Sulawesi Selatan dikenal mengkonsumsi jeroan yang cukup tinggi, dengan adanya masakan khas yang dikenal dengan coto. Dari segi mutu, daging kuda memiliki kelebihan tersendiri, dimana kadar lemaknya hanya 4,1% dibanding dengan sapi yang mencapai 14,0%, sedangkan kadar protein hampir sama yakni kuda 18,1% sedangkan pada sapi 18,8%, jauh lebih tinggi dari daging kambing yang hanya 16,6% dengan kadar lemak mencapai 9,2% (Kadir, S. 2006:13).

Daging merupakan salahsatu kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh ternak dan merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Daging kuda merupakan salah satu jenis daging yang dapat digunakan sebagai bahan pangan asal hewan yang potensial. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging kuda terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Keunggulan lain, protein daging kuda lebih mudah dicerna dibanding yang berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin. (Anonim, 2007, http://www. Harian kompas cyber media.go.id/index.php).

Pada kenyataanya permintaan daging kuda masih relative sedikit dibandingkan dengan permintaan daging sapi hal ini mungkin berhubungan dengan tempat penjualan daging dan hasil olahannya yang relatif kurang, faktor budaya dan faktor ketersediaan, faktor karakteristik daging kuda dan bagaimana karakter dari konsumen itu sendiri. Karakteristik konsumen tersebut terutama berkaitan dengan umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Dalam hal konsumsi hasil olahan daging kuda tersebut kemungkinan yang dipermasalahkan oleh sebagian konsumen adalah pengetahuan tentang kualitas dan karakteristik umum daging belum diketahui secara pasti sehingga itulah yang menjadi alasan belum diterimanya daging ini pada masyarakat yang lebih luas.

Preferensi konsumen terhadap hasil olahan daging kuda tersebut merupakan suatu hal yang penting guna untuk mengetahui posisi produk tersebut dalam suatu pasar, disamping itu juga diperlukan untuk kepentingan sasaran promosi dan penyesuaian karakteristik promosi yang akan dilakukan, hal ini dapat diketahui dengan memahami karakteristik konsumen atau pelanggan yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda dimana dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain, umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.

Penelitian dengan masalah seperti telah digambarkan, telah dilakukan oleh Surianti (2008), yang merupakan mahasiswa Bimbingan penulis. Namun pada kesempatan ini akan dilakukan pendekatan lain untuk melakukan pendalaman terhadap fenomena sosial yang dikaji, yaitu dengan melakukan pendekatan penelitian kualitaif.

50

Page 55: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Berdasarkan latar belakang, maka dilakukan penelitian tentang” Preferensi konsumen Hasil Olahan Daging Kuda di Makassar.”

Pemasalahan PenelitianMemahami kondisi preferensi konsumen terhadap hasil olahan daging kuda

merupakan hal yang penting untuk membuat perencanaan pengembangan usaha ternak kuda kedepan, namun informasi tentang hal tersebut, khususnya mengenai siapa sebenarnya konsumen hasil olahan daging kuda yang ada di makassar dan apa alasan mereka untuk mengkonsumsi tidak teridentifikasi dengan baik.

Tujuan PenelitianTujuan Penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui preferensi dan alasan mengkonsumsi hasil olahan daging kuda bagi masyarakat Makassar.

2. Untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen potensial hasil olahan daging kuda yang ada di makassar

Kegunaan PenelitianKegunaan penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi untuk memperkenalkan daging kuda sebagai alternative pemenuhan akan protein hewani kepada masyarakat yang lebih luas.

2. Sebagai informasi penting sehubungan dengan posisi produk olahan daging kuda sebagai sumber protein hewani yang tersedia di Makassar.

METODE PENELITIAN

Waktu dan TempatPenelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2010 di,

Makassar.Desain penelitian

Penelitian ini merupakan Kelanjutan dari Penelitian Mahasiswa yang Penulis Bimbing dengan Judul Hubungan Karakteristik Konsumen Terhadap Preferensi Mengkonsumsi Hasil Olahan Daging Kuda DI Kec. Biringkanaya, Makassar. Pada tahun2008, Pada penelitian ini peneliti melakukan pendekatan yang berbeda, yakni pendekatan kualitatif, berbeda dengan penelitian Surianti (2008) yang melakukan pendekatan statistik kuantitatif.

Salam, M (2011:26), menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi khusus dalam ilmu-ilmu sosial, yang secara fundamental bergantung pada “mengamati orang dalam batas territorial mereka dan interaksinya dengan bahasa dan istilah mereka sendiri”.

Penelitian kualitatif membangun gambaran (fenomena sosial) secara lengkap dan holistik, menganalisis ungkapan, melaporkan pandangan lengkap informan dan melakukan kajian dalam situasi alaminya. Kecenderungan untuk menggunakan metode penelitian ini dengan dasar pertimbangan bahwa metode ini dianggap sangat relevan dengan materi penulisan ini, yakni untuk mendapatkan data yang obyektif dan valid dalam rangka memahami perilaku dan karakteristik konsumen hasil olahan daging kuda.

51

Page 56: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Populasi dan Informan a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari konsumen yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda, khususnya yang datang untuk makan di warung warung atau rumah makan yang menyediakan menu hasil olahan daging kuda

b. InformanBerdasarkan study pendahuluan yang dilakukan, teridentifikasi ada 10

warung olahan daging kuda, dengan pelanggan terkesan sangat terbatas, sehingga populasi sangat sulit diperkirakan. Penelitian akan lebih difokuskan di Wilayah Kecamatan Biringkanaya, dimana terdapat 3 warung coto/konro kuda. Jumlah sampel akan disesuaikan dengan kebutuhan informasi yang diperlukan.

Unit analisis adalah individu yang menjadi subyek/obyek penelitian. sebagai unit analisis akan diteliti dan dipelajari dengan menggali data dari berbagai sumber melalui beberapa instrumen.

Teknik Pengumpulan DataTekhnik pengumpulan data yang di lakukan dalam penelitian ini menggunakan

metode pengumpulan data secara Triangulasi yang terdiri dari:1. Wawancara

Wawancara (interview) yaitu dengan melakukan tanya jawab atau mengumpulkan keterangan langsung dari informan, Yakni orang orangn yang meluangkankan waktunya untuk makan coto atau konro kuda di warung warung atau rumah maklan.. Untuk mendapatkan informasi yang jelas dan lengkap mengenai preferensi ,maka wawancara dilakukan terhadap 10 orang informan konsumen dan 3 orang karyawan atau penjual. Panduan wawancara digunakan sebagai alat dalam melakukan wawancara agar dapat lebih terfokus dan konsistensi hasil pendataan.2. Pengamatan (observation)

Pengamatan (observasi) adalah cara pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap situasi dan kondisi rumah makan serta proses pelayanan konsumen..Observasi langsung diharapkan akan lebih melengkapi teknik wawancara yang diperkirakan sulit untuk dipertanyakan serta untuk memperkuat dan membenarkan data yang terkumpul melalui teknik wawancara. 3. Dokumen

Dokumen dalam hal ini segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian yaitu berupa data-data yang berhubungan. Dengan adanya telaah dokumen maka hasil penelitian akan lebih akurat dan terpercaya.Dokumen yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah Laporan penelitian dengan Judul Hubungan Karakteristik Konsumen Terhadap Preferensi Mengkonsumsi Hasil Olahan Daging Kuda DI Kec. Biringkanaya, Makassar (Surianti, 2008)

Prosedur Pengolahan DataPengolahan data merupakan tahapan yang menyajikan serangkaian

informasi secara objektif dan rasional tentang data/fakta yang ditemui dalam penelitian lapangan. Untuk memperoleh informasi penelitian yang lebih rasional dan objektif, maka data-data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan

52

Page 57: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

analisis kualitatif, sekalipun dalam penelitian ini diperoleh data kuantitatif semata-mata dimaksudkan untuk membantu mempermudah dan mempertajam analisis yang lebih banyak bersifat kualitatif.

Adapun tahapan pengolahan data (dari data mentah langsung catatan lapangan sampai data rapi dan siap ditafsirkan) berdasarkan prosedur ataupun pengolahan sistematis sebagai berikut:1. Mengklasifikasi materi data, yaitu:

a. Kaset rekaman wawancarab. Catatan lapangan (hasil wawancara/observasi)c. Gambar lokasi penelitiand. Data sekundere. Foto (apabila diperlukan)

2. Mengklasifikasi berdasarkan satuan-satuan gejala yang diteliti (mengelompokkan sesuai pertanyaan-pertanyaan penelitian/sub variabel)

3. Mengolah data berdasarkan keterkaitan antara komponen, satuan gejala dalam konteks fokus permasalahan

4. MendeTesis secara keseluruhan dan sistematik keterkaitan antar satuan-satuan gejala tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Preferensi Konsumen dan Alasan Mengkonsumsi Hasil Olahan Daging Kuda

Yang dimaksudkan dengan preferensi dalam penelitian ini adalah kesukaan konsumen dalam memilih untuk mengkonsumsi hasil olahan daging kuda. Dalam penelitian ini, preferensi mengkonsumsi dapat dijelaskan bahwa pada umumnya konsumen menunjukkan rasa senang yang luar biasa(fanatik) untuk mengkonsumsi daging kuda, sehingga hampir setiap hari pasar para pedagang mengkonsumsinya. Namun demikian sebagian responden masih pilih pilih tempat makan selain karena rasa juga karena kebersihan tempat dan bahkan ada informan yang setia makan ditempat yang sama karena sudah kenal baik dengan penjual coto yang dimaksud, artinya sudah terjalin hubungan emosional kekeluargaan, dan pernyataan ini disampaikan hampir oleh semua informan dalam penelitian ini.

Terdapat berbagai macam alasan konsumen dalam mengkonsumsi hasil olahan daging kuda diantaranya yaitu selain karena alasan hanya ingin mencoba- coba, juga ada yang beranggapan bahwa hasil olahan daging kuda juga bisa menambah stamina dan sangat baik untuk kesehatan, rendah kolesterol, dan mampu mengobati penyakit dalam, memulihkan tenaga, serta banyak lagi alasan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sudah ada kemauan dari konsumen untuk menjadikan daging kuda sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan hewani. Terdapat 1 responden yang menyatakan mengkonsusmi daging kuda untuk meningkatkan stamina. Hal ini bermakna bahwa konsumen tersebut adalah konsumen yang sudah fanatik dengan daging kuda karena sudah dapat merasakan manfaat yang spesifik dengan mengkonsumsi daging kuda. Beberapa alasan yang diajukan konsumen seperti obat anti tetanus, masih perlu pengkajian yang lebih detail.

53

Page 58: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

B. Karakteristik Konsumen Yang Mengkonsumsi Hasil Olahan Daging KudaKarakteristik konsumen yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda

adalah ciri atau karakter pribadi yang dimiliki oleh konsumen yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda di Makassar meliputi umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan. Adapun karakteristik konsumen yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

Responden berdasarkan tingkat Umur Umur merupakan salah satu faktor yang mampu mempengaruhi proses

pembelian dalam suatu produk. Seseorang diharapkan akan mengalami perubahan akan jenis dan jumlah produk yang dikonsumsinya dan mampu menurunkan produktivitas kerja seseorang seiring dengan bertambahnya umur, Hal ini berkaitan dengan kemampuan fisik dan pengalaman masing-masing.

Identitas responden yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda pada umumnya adalah anak muda dengan umur lebih dari 20 tahun, triangulasi sumber memperkuat keyakinan peneliti, bahwa tidak ada anak sekolahah yang datang sendiri untuk makan coto ataupun konro kuda, dan hanya sedikit oarang berusia lanjut. Mungkin hal ini berkaitan dengan konsep usia produktif. Dalam kategori usia produktif atau usia kerja tersebut mampu menunjang dalam hal kemampuan dalam mengkonsumsi jumlah produk serta mampu meningkatkan produktivitas kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel (2004: 87), bahwa penduduk usia kerja yaitu yang berumur antara 15 sampai dengan 64 tahun dan merupakan penduduk potensial yang dapat bekerja untuk memproduksi barang dan jasa.

Hal tersebut menunjukkan bahwa usia yang tergolong usia produktif mampu menunjang dalam hal mengkonsumsi suatu produk serta mampu meningkatkan produktifitas kerja. Informasi yang cukup meyakinkan bahwa pada umumnya konsumen datang pada waktu waktu kerja, dan tidak terbatas hanya pada jam makan siang saja, karena coto yang disapkan juga terbatas sehingga cepat habis

Responden berdasarkan Jenis Kelamin Selain umur, karakteristik responden juga dapat dilihat berdasarkan jenis

kelamin. Berdasarkan jenis kelamin seseorang dapat dibedakan menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan, Pengidentifikasian jenis kelamin ini bertujuan untuk mengetahui jenis kelamin yang mendominasi pembelian hasil olahan daging kuda di Makassar.

Identitas responden yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda berdasarkan jenis kelamin dapat dijelaskan bahwa pada umumnya konsumen adalah laki laki berkisar 70 persen, namun demikian wanita pekerja disekitar pasar dayamisalnya juga ada yang datang khusus mengkonsumsi hasil olahan atau coto.dengan demikian dapat dinyatakan bahwa responden yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda tidak hanya digeluti oleh laki-laki akan tetapi perempuan juga menyukai hasil olahan daging kuda tersebut. .

Meskipun karakteristik responden tersebut sebagian besar laki-laki tetapi kenyataan tersebut menunjukkan bahwa responden yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda tidak hanya disukai oleh laki-laki saja tetapi disukai oleh semua kalangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hastuti (2004: 1), yang dinyatakan, bahwa setiap warga negara mempunyai hak, status dan kesempatan yang sama didalam keluarga dan masyarakat, sehingga wanita pun mempunyai kebebasan

54

Page 59: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

dalam menentukan pilihan, baik atas pengaruh atau pun karena keinginan sendiri untuk mengkonsumsi hasil olahan daging kuda. Responden wanita yang diwawancarai menyatakan bahwa mereka dating makan coto kuda karena inisiatif sendiri, dan mereka telah melakukannya secara berulang.

Responden Berdasarkan Suku Suku merupakan salah satu karakteristik yang dimiliki oleh responden yang

mengkonsumsi hasil olahan daging kuda di Biringkanaya Makassar. Suku juga merupakan salah satu faktor yang diharapkan berhubungan dengan preferensi seseorang dalam hal pilihan mengkonsumsi suatu produk, karena suku merupakan suatu komunitas besar yang terikat secara sadar ataupun tidak sadar terhadap kebiasaan ataupun adat istiadat dalam berbagai aspek kehidupan.

Identitas responden yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda berdasarkan jenis suku dapat bahwa pada umumnya responden bersuku bangsa bugis dan makassar, namun triangulasi sumber menunjukkan bahwa penjual daging kuda mengidentifikasi konsumennya bukan hanya bufis dan makassar, tetapi juga ada mandar, toraja dan orang jawa, bahkan oarang timor (NTT). Dari informasi tersebut menunjukkan bahwa suku bangsa tidak menjadi penghalang dalam mengkonsumsi daging kuda, atau dengan kata lain peneliti tidak memperoleh informasi tentang ada suku tertentu yang ada di makassar yang tidak makan hasil olahan daging kuda.

.Responden Berdasarkan Pendidikan

Tingkat pendidikan dapat dilihat dari jenjang pendidikan formal yang telah diselesaikannya. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi mampu memiliki kemampuan berfikir lebih baik dan pengalaman yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih rendah.

Identitas responden yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda berdasarkan tingkat pendidikan dapat dijelaskan bahwa informan terpilih dalam penelitian ini pada umumnya berpendidikan menengah (SMU) atau kurang, dari 10 responden hanya satu responden yang berpendidikamn tinggi. Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah dan para pemerhati usaha ternak kuda, karena terkesan bahwa konsumen tidak memperoleh informasi yang valid, representatif dan tidak mengerti secara baik tentang nilai gizi dari daging kuda, responden atau informan mengkonsumsi karena naluri dan faktor kebiasaan saja.

Dari kenyataan diatas terlihat bahwa responden yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda memiliki pendidikan dan kemampuan manajemen yang relative rendahi. Hal ini sesuai dengan pendapat Nitisemito dan Burhan (2004: 64), yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan syarat pendukung kemampuan manajemen seseorang. Karena dalam batas-batas tertentu kemampuan manajemen dapat ditingkatkan dengan mempelajari prinsip dan fungsi manajemen. Untuk mempelajari fungsi dan prinsip tersebut pada umumnya dapat dilakukan melalui pendidikan.

Responden Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan merupakan sumber pendapatan utama yang diakui oleh responden

dan merupakan sumber pendapatan tetap. Identitas responden yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda berdasarkan pekerjaan dapat dijelaskan bahwa responden

55

Page 60: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

pada umumnya adalah pedagang atau wirausaha pasar, ada seorang pegawai negeri dan yang lainnya adalah satpam dan tukang ojek. Trianggulasi sumber menunjukkan bahwa konsumen coto kuda adalah konsumen yang fanatik dan menjadi langganan para penjual untuk waktu yang sudah lama, dan mereka datang dari berbagai kalangan, bahkan ada yang naik mobil khusus datang makan coto kuda. . Hal ini menunjukkan bahwa hasil olahan daging kuda disukai oleh semua kalangan akan tetapi mempengaruhi dalam hal produk barang dan jasa yang dibelinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Simamora (2002: 10), bahwa pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Dengan demikian pemasar dapat mengidentifikasikan. Kelompok yang berhubungan dengan jabatan yang mempunyai minat rata-rata terhadap produk mereka.

PendapatanPendapatan merupakan penghasilan bulanan yang diakui oleh responden

dan berpengaruh besar. Hal ini diharapkan berhubungan dengan permintaan hasil olahan daging kuda yang dilakukan oleh responden. Karakteristik responden yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda berdasarkan tingkat pendapatan, didasarkan pada nilai UMR (upah minimum regional

. Hal tersebut diatas menunjukkan bahwa tingkat pendapatan responden yang mengkonsumsi hasil olahan daging kuda berbeda-beda mulai dibawah standar UMR sampai diatas UMR. Namun yang responden yang paling banyak mengkonsumsi adalah responden yang mempunyai pendapatan dibawah UMR. Hal ini sesuai dengan pendapat Alma (2002 :144), bahwa pendapatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan seseorang serta dengan tingginya pendapatan akan mempengaruhi seseorang membeli barang dan jasa. Pendapatan yang dimiliki seorang konsumen menunjukkan tingkat daya beli konsumen dalam membeli suatu produk.

.KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanBerdasarkan pemahaman dan pendalaman dan analisis masalah yang telah

dilakukan, maka dapat disimpulkan, bahwa:a. Preferensi konsumen terhadap hasil olahan daging kuda sangat baik (senang

sekali dan fanatik) dengan kekerabatan antar penjual dan pembeli yang terjalin secara emosional kekeluargaan .

b. Terdapat alasan alasan yang oleh konsumen tidak dapat dijelaskan secara rasional dalam mengkonsumsi hasil olahan daging kuda, yakni menambah stamina dan rendah kolesterol, mampu mengobati penyakit dalan dan tetanus, serta menambah stamina

c. Karakteristik responden hasil olahan daging kuda yakni pada umumnya konsumen umur produktif, jenis kelamin laki laki, dominan suku bugis dan makassar, dengan tingkat pendidikan relatif rendah, dari berbagai jenis profesi atau pekerjaan dengan pendapatan relatif rendah.

Saran-sarandisarankan bahwa untuk lebih memasyarakatkan daging kuda sebagai salah

satu sumber protein hewani maka kita dapat mengandalkan adanya konsumen secara tradisional tetapi harus menonjolkan nilai gizi dari komoditi daging kuda itu

56

Page 61: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

sendiri karena ternyata konsumen daging kuda tidak terikat pada berbagai karakteristik responden.

DAFTAR PUSTAKA

Andi. 2004. Pengolahan Data Statistik Dengan SPSS 12. Wahana Komputer. Semarang.

Anonim. 2007. http://www.Bapennas.go. Id/ index.php.Anonim. 2007. http://www. Harian kompas cyber media.go.id/index.php. Anonimous. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Engel, F.J. 1994. Perilaku Konsumen Edisi Keenam. Binarupa Aksara. Jakarta.Evanovsky S. and Foster J. 1997. USDA Promotes horse and goat meat. 2002Hasibuan, M.S.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 4. Cetakan

Pertama. BPFE, Yogyakarta.Kadir, dan S.N. Sirajuddin. 2002. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi

Permintaan Daging Kuda Di Kota Makassar. Jurnal Agribisnis, Vol. I (I), 2002 :7-15. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Kadir, S. 2006. Analisis Permintaan dan Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Dalam Rangka Meningkatkan Produksi Ternak Kuda Di Sulawesi Selatan, Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin. Makassar

Minor, M. 2002. Perilaku Konsumen. Penerbit Erlangga. Makassar.Umar, H. 2003. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.Parakkasi, A. 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik. Volume IB.

Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.Rasyaf, M. 1996. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta.Soepeno, B. 2002. Statistik Terapan. PT Rineka Cipta. JakartaSetiadi, J. N. 2005. Perilaku Konsumen. Prenada Media. Jakarta.Simamora, B. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta.Soleh. 2005. Ilmu Statistika. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Steel, R. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

57

Page 62: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN MEREK SOZZIS DENGAN VOLUME PEMBELIAN PRODUK SOSIS MEREK SOZZIS PADA PT.

CARREFOUR CABANG MTC KAREBOSI, MAKASSAR

The Relationship Between Brand Awareness and Purchase Volume of Sozzis Brand Sausage Products At PT. Carrefour Karebosi MTC Branch, Makassar

Ikrar Mohammad Saleh, Ridwan. M, Nella

Jurusan sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas HasanuddinJl. P. Kemerdekaan Km. 10 Kampus Unhas Tamalanrea, Telp/Fax. (0411) 587217

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara Pengetahuan Merek Dengan Volume Pembelian Produk Sosis Merek Sozzis Pada PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar”. Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan yaitu mulai dari bulan Januari sampai dengan Maret 2009. Sampel yang digunakan pada penelitian ini ditetapkan100 responden dengan asumsi bahwa konsumen yang berbelanja di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar jumlahnya tidak tetap setiap harinya. Untuk memudahkan analisis data dalam perhitungan maka digunakan alat bantu statistik komputer dengan program SPSS 12,00 Windows. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil perhitungan analisis Chi Kuadrat diperoleh nilai X2 hitung pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian sebesar 8,41 dan nilai X2 tabel pada derajat kebebasan (dk) = 2 yaitu sebesar 5,991 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Adapun besarnya koefisien kontigensi pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi Makassar yaitu sebesar 0,279, hal ini menunjukkan bahwa nilai koefisien kontigensi yang rendah. Kata kunci : Merek, Volume Pembelian, Sosis

ABSTRACT

The research has been with the title "The Relationship Between Brand Awareness and Purchase Volume of Sozzis Brand Sausage Products At PT. Carrefour Karebosi MTC Branch, Makassar ". The experiment was conducted for approximately two months starting from January to March 2009. The sample used in this study was100 respondents under the assumption that consumers who shop at PT. Carrefour Karebosi MTC Branch, Makassar amount was not fixed every day. Windows SPSS 12.00 Program was used to fasilited data analysist. The resultsm show that from Chi-Square analysis the value of X2 calculated of sozzis brand knowledge with purchase volume was 8.41 and the value of X2 tables on degrees of freedom (df) = 2 was equal to 5.991 it can be concluded that H0 was rejected and Ha was accepted. The magnitude of the coefficient of contingency knowledge sozzis brand with volume purchases sozzis brand sausage products in the PT. Carrefour Branch Makassar Karebosi MTC that was equal to 0.279, this suggests that the low value of the coefficient of contingency.Key words: Brand, Purchase Volume, Sausage

58

Page 63: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

PENDAHULUAN

Seiring dengan berkembangnya industri pangan, saat ini telah dikembangkan sebuah inovasi baru, yaitu sosis siap makan tanpa perlu dimasak atau dipanaskan terlebih dahulu. Sozzis merupakan sosis siap makan yang terbuat dari daging berkualitas, diproses dengan pemanasan suhu tinggi dan dikemas dengan plastik kedap udara, karenanya sozzis tidak memerlukan lemari pendingin untuk penyimpanannya. Dengan demikian, Sozzis dapat langsung di makan dan merupakan cemilan/snack bergizi mengandung protein, sozzis tersedia dalam daging ayam dan daging sapi.

Perkembangan konsumsi terhadap daging ayam dan daging sapi sudah bervariasi, disamping daging ayam dan daging sapi segar, masyarakat bisa memilih daging olahan seperti Chicken Nugget, Sosis, Bakso dengan berbagai merek dagang. Pengetahuan terhadap produk tersebut saat ini sudah sangat baik, segmentasinya pun sudah meluas, dimana produk sosis dan nugget sudah bukan lagi makanan orang kelas atas. Merek telah lama digunakan sebagai alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan dari barang dan jasa produksi perusahaan lain yang sejenis, atau digunakan untuk memberikan tanda dari produk yang dihasilkan. Jadi merek akan selalu dicari apabila produk atau jasa yang menggunakan merek mempunyai mutu dan karakter yang baik yang dapat digunakan untuk mempengaruhi pasar.

Dalam kedudukannya untuk memperkenalkan produksi suatu perusahaan, merek mempunyai peranan yang sangat penting bagi pemilik suatu produk. Hal ini disebabkan oleh fungsi merek yaitu untuk membedakan dan memperkenalkan suatu barang dan jasa dengan lainnya yang mempunyai kriteria dalam kelas barang dan jasa sejenis yang diproduksi oleh perusahaan yang berbeda. Untuk mengatasi persaingan anatara produk sosis lainnya maka produk sosis merek sozzis telah melakukan promosi di berbagai macam media, baik cetak maupun elektronik. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga konsumen sebanyak-banyaknya dengan jalan memperluas pangsa pasar.

Dalam memahami pengetahuan konsumen penting bagi pemasar karena apa yang dibeli, berapa banyak yang dibeli, dimana membeli dan kapan membeli akan tergantung kepada pengetahuan konsumen mengenai hal-hal tersebut. Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian, ketika konsumen memiliki pengetahuan yang lebih banyak, maka konsumen akan lebih baik dalam mengambil keputusan, akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi dengan lebih baik. Dengan memiliki suatu merek berarti telah dapat diterapkan salah satu strategi pemasaran, yaitu strategi pengembangan produk kepada masyarakat pemakai atau kepada masyarakat konsumen, dimana kedudukan suatu merek dipengaruhi oleh baik atau tidaknya mutu suatu barang yang bersangkutan.

PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang penjualan barang-barang kebutuhan sehari-hari, elektronik dan barang kebutuhan lainnya, dan salah satu tempat penjualan produk sosis merek sozzis ini disebabkan karena konsumen sangat menyukai makanan ringan yang berdaging yaitu sosis, nugget, bakso dll. Dan bukan hanya berasal dari segmen anak-anak atau dewasa yang telah menerima budaya global dari pergaulan dan berbagai media, namun orang tua dan anak-anak menerima keberadaan produk tersebut.

59

Page 64: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Oleh karena itu peneliti, merasa tertarik untuk membahasnya dan memilih produk sosis merek sozzis sebagai objek penelitian, khusunya perilaku konsumen dalam hal pengetahuan dari konsumen tentang merek sozzis. Dari latar belakang diatas maka diadakan penelitian tentang “Hubungan Antara Pengetahuan Merek Sozzis Dengan Volume Pembelian Produk Sosis Merek Sozzis Pada PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar”.

Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang dapat dirumuskan adalah

: Adakah hubungan antara pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

Hipotesa PenelitianHipotesa penelitian yang dapat diajukan pada penelitian ini adalah :

Ho : Tidak terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

Ha : Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

Tujuan PenelitianTujuan dilakukannya penelitian ini adalah : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

Kegunaan PenelitianKegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan informasi kepada pihak PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar dalam pemasaran produk sosis merek sozzis pada beberapa merek yang diproduksinya.

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar untuk memahami perilaku konsumen terhadap merek sozzis, bersangkutan dalam kaitannya dengan volume pembelian produknya.

3. Sebagai bahan referensi bagi penelitian berikutnya.

METODE PENELITIAN

Waktu dan TempatPenelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan yaitu mulai dari

bulan Januari sampai dengan Maret 2009 pada PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar yang terletak di jalan Ahmad Yani No. 49 Makassar.

Jenis PenelitianJenis penelitian ini merupakan penelitian eksplanasi yaitu penelitian yang

bertujuan melihat bagaimana hubungan antara pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis pada PT. Carrefour Cabang MTC

60

Page 65: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Karebosi, Makassar. Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan melalui pendekatan wawancara langsung kepada konsumen yang membeli produk sosis merek sozzis pada PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

Metode Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan pada penelitian ini ditetapkan sebanyak minimal

100 responden dengan asumsi bahwa konsumen yang berbelanja di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar jumlahnya tidak tetap setiap harinya. Hal ini sesuai pendapat Joseph F. Hair (1998) bahwa penentuan jumlah sampel untuk jumlah populasi yang tak diketahui, dianjurkan ukuran sampel yang lebih besar dari 30 sampel merupakan populasi infinite (tak terbatas) dan untuk survei bisnis, sampel sekitar 100 dianggap memadai.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik accidental sampling yaitu teknik pengambilan sampel (secara kebetulan) dengan mempertimbangkan kesiapan responden untuk diwawancarai. Siapa yang kebetulan bertemu dengan peneliti dapat dijadikan sampel jika dipandang cocok, teknik ini cocok untuk survei pemasaran, kepuasan pelanggan dan sejenisnya, dimana kita tidak mengetahui dengan jelas jumlah populasinya. (Joseph F. Hair, 1998). Responden yang di wawancarai/dipilih adalah responden yang membeli produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini yaitu :

1. Observasi, yaitu dengan cara pendahuluan yaitu mengamati secara langsung terhadap lokasi penelitian dan konsumen yang membeli produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

2. Wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara langsung dengan pihak pengelola dan konsumen yang membeli produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar, dan tehnik wawancara dengan menggunakan quisioner (Daftar pertayaan).

Jenis dan Sumber DataJenis data yang di gunakan pada penelitian ini yaitu:

a. Data kualitatif, yaitu data yang berupa kalimat atau tanggapan dari pihak perusahaan dan responden yang membeli produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar mengenai pengetahuan merek sozzis dan keadaan umum lokasi penelitian serta data keadaan umum responden.

b. Data kuantitatif, yaitu data yang berupa angka-angka yang berasal dari pihak pengelola dan kuesioner yang diisi oleh responden yang membeli produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar meliputi volume pembelian sosis merek sozzis oleh konsumen serta jumlah karyawan di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah :a. Data Primer adalah data yang bersumber dari hasil wawancara langsung dengan

konsumen yang membeli produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang

61

Page 66: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

MTC Karebosi, Makassar mengenai pengetahuan merek dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis tersebut.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh berupa informasi dan bukti-bukti tertulis atau berupa catatan yang diperoleh dari PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

Analisa Data Analisis data yang digunakan ada 2 yaitu statistik deskriptif dan imperensial

dimana untuk analisis data statistik deskriptif meliputi rata-rata jumlah pembelian, mean dan penyajian data sedangkan untuk analisis statistik imperensial digunakan alat analisis koefisien kontigensi dan uji chi Square X 2 menurut Sugiyono (2008).

Adapun alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour, Cabang MTC karebosi, Makassar adalah Uji Chi Square X 2 menurut Sugiyono (2008) sebagai berikut :

X2 = ∑ ( fo−fe )2

fe Dimana :

X 2 = Chi Kuadrat

fe=∑¿¿

fo = frekuensi yang pengamatan

Untuk Menghitung frekuensi yang diharapkan (fe) maka terlebih dahulu menghitung berapa frekuensi hasil pengamatan (fo) ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Pengetahuan Merek Dan Volume Pembelian Produk Sosis Merek Sozzis Pada PT. Carrefour, Cabang MTC karebosi, Makassar.

Pengetahuan Merek Kategori Pembelian/Bulan JumlahTinggi Rendah

Sangat tahu       Tahu       Kurang Tahu      

Jumlah      Catatan :(......) Frekuensi yang diharapkanSetelah mengetahui frekuensi yang diharapkan dan frekuensi hasil

pengamatan maka Niliai X² dapat di hitung: Menurut Sugiyono (2008) bahwa kriteria pengujian hipotesis :

Ho diterima bila : Harga chi kuadrat (X²) hitung lebih kecil dari tabel. α 0,05.

Ho ditolak bila : Harga chi kuadrat (X²) lebih besar atau sama dengan harga tabel. α 0,05.

Jadi hubungan dinyatakan signifikan (dapat diberlakukan ke populasi) bila harga chi kuadrat hitung lebih besar atau sama dengan harga chi kuadrat tabel.

62

Page 67: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Selanjutnya untuk mengetahui berapa besarnya derajat hubungan/keterkaitan tersebut, maka digunakan koefisien kontigensi. Menurut Sugiyono (2008) koefisien kontigensi tersebut dinyatakan dengan rumus :

C = √ X2

N+ X2

Dimana :

X 2 = Nilai Chi KuadratC = Koefisien KontigensiN = Populasi (jumlah sampel)

Konsep OperasionalKonsep operasional dalam ruang lingkup penelitian diberikan batasan

sebagai berikut :1. Pengetahuan Merek adalah jumlah informasi yang disimpan di dalam ingatan

konsumen mengenai berbagai atribut produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

2. Merek sozzis adalah nama, istilah, simbol, desain atau kombinasinya, merupakan identitas yang dimiliki oleh sozzis yang mudah di kenal oleh konsumen yang berada di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

3. Volume pembelian adalah banyaknya jumlah produk sosis merek sozzis yang dibeli oleh konsumen di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar, dalam sebulan (Bungkus).

4. Produk sosis adalah sosis yang bermerek sozzis siap makan (rasa sapi dan ayam) yang di jual di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

5. Responden adalah konsumen yang mengambil keputusan dan melakukan pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

6. Kategori pengetahuan merek sozzis terdiri atas :a). Sangat tahu : > 6 jawaban benar dari 9 pertayaan tentang pengetahuan

merek.b). Tahu : 4 – 6 jawaban benar dari 9 pertayaan tentang

pengetahuan merek.c). Kurang tahu : ≤ 3 jawaban benar dari 9 pertayaan tentang pengetahuan

merek.7. Kategori pembelian berdasarkan volume pembelian produk sosis merek sozzis

terdiri atas :a. Kategori pembelian Rendah : jika jumlah pembelian produk sosis merek

sozzis sebanyak ≤ 10 bungkus/bulan.b. Kategori pembelian Tinggi : jika jumlah pembelian produk sosis merek

sozzis sebanyak > 10 bungkus/bulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

63

Page 68: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Deskripsi Variabel Penelitian

Pengetahuan Merek Sozzis Di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. (Meliono, 2008).

Pengetahuan konsumen adalah himpunan informasi total yang relevan dengan fungsi di pasar, karena pengetahuan merupakan faktor penentu utama perilaku pembelian konsumen, maka pemasar dapat mempertimbangkan mengenai kapan pembelian dilakukan konsumen, (Hurriyati, 2005:85). Pengetahuan Merek adalah jumlah informasi yang disimpan di dalam ingatan konsumen mengenai berbagai atribut produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar. Adapun pengetahuan merek sozzis responden di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi Makassar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengetahuan Merek Sozzis Di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

No Pengetahuan Merek Jumlah konsumen (Orang) Persentase (%)1.2.3.

Sangat tahuTahu

Kurang tahu

46828

46828

Jumlah 100 100Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2009.Tabel 2. Menunjukkan bahwa dari 100 responden yang memiliki

pengetahuan tentang merek sozzis yang diperoleh di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi Makassar, terdapat 4 orang (4%) kategori sangat tahu terhadap informasi tentang merek sozzis yang dimiliki oleh konsumen, 68 orang (62%) kategori tahu dan 28 orang (28%) kategori kurang tahu dari informasi yang dimiliki oleh konsumen tentang produk sosis merek sozzis tersebut. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan merek sozzis responden yang melakukan pembelian di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi Makassar mayoritas konsumen berada pada kategori tahu sebesar 68 orang (68%) dari 100 responden tersebut. Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian, ketika konsumen memiliki pengetahuan yang lebih banyak, maka ia akan lebih efisien dan tepat dalam mengolah informasi. Hal ini sesuai dengan pendapat (Hurriyati, 2005 : 85) bahwa faktor penentu dari pengetahuan konsumen adalah perilaku pembelian konsumen, maka pemasar dapat mempertimbangkan mengenai kapan pembelian dilakukan konsumen.

Volume Pembelian Produk Sosis Merek Sozzis Yang Dibeli Oleh Konsumen Di PT.Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

Sozzis merupakan produk sosis siap makan yang terbuat dari daging berkualitas. Diproses dengan pemanasan suhu tinggi dan dikemas dengan plastik kedap udara, karenannya sozzis tidak memerlukan lemari pendingin untuk penyimpanannya. Dengan demikian, sozzis dapat langsung di makan dan merupakan cemilan/snack bergizi mengandung protein, sozzis tersedia dalam daging ayam dan daging sapi.

64

Page 69: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Volume pembelian merupakan banyaknya jumlah produk sosis merek sozzis yang dibeli oleh konsumen. Produk sosis merek sosis yang di jual di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar memiliki 2 rasa yaitu rasa sapi dan ayam. Adapun volume pembelian konsumen di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Volume Pembelian Produk Sosis Merek Sozzis Di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

No Volume Pembelian/Bulan(Bungkus)

Jumlah Responden (Orang)

Persentase (%)

1.2.

≤ 10> 10

5842

5842

Jumlah 100 100Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2009.

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah pembelian produk sosis merek sozzis rasa sapi dan ayam yang dibeli oleh konsumen di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar cukup bervariasi. Adapun konsumen yang membeli produk sosis merek sozzis ≤ 10 bungkus/bulan sebanyak 58 orang (58%) sedangkan konsumen yang membeli produk sosis merek sozzis > 10 bungkus/bulan sebanyak 42 orang (42%). Melihat kenyataan tersebut maka dapat dikatakan bahwa jumlah pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar lebih dominan pada pembelian ≤ 10 bungkus/bulan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa jumlah pembelian konsumen berbeda-beda setiap bulannya. Pembelian merupakan suatu proses pengambilan keputusan konsumen dalam menentukan produk yang akan dibeli. Pembelian suatu produk diawali oleh adanya kebutuhan. Dari adanya kebutuhan tersebut selanjutnya konsumen akan melakukan pencarian informasi tentang produk, evaluasi merek produk yang alternatif yang ada dipikiran konsumen dan akhirnya konsumen menentukan produk pilihan dengan melakukan pembelian produk tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Simamora (2004:20) bahwa pembelian sebuah produk tertentu tidak pasti menimbulkan jenis perilaku pembelian yang sama.

Hubungan Antara Pengetahuan Merek Sozzis Dengan Volume Pembelian Produk Sosis Merek Sozzis Di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar.

Pengetahuan Merek adalah jumlah informasi yang disimpan di dalam ingatan konsumen mengenai berbagai atribut produk sosis merek sozzis. Dimana Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. (Meliono, 2008)

Pembelian dapat di definisikan banyaknya jumlah produk sosis merek sozzis yang dibeli oleh konsumen di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar, dalam sebulan (bungkus). Pembelian ini di kategorikan dalam 2 kategori kelompok yaitu kategori pembelian tinggi dan kategori pembelian rendah. Untuk mengetahui pengetahuan merek sozzis dengan kategori pembelian yang dilakukan oleh responden setiap bulannya, maka dapat dilihat pada Tabel 4.

65

Page 70: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Tabel 4. Pengetahuan Merek Sozzis Dan Volume Pembelian produk sosis merek sozzis pada PT. Carrefour, Cabang MTC karebosi, Makassar.

Pengetahuan Merek Kategori Pembelian/Bulan JumlahTinggi (>10) Rendah (≤10)

Sangat tahu 2 2 4Tahu 22 46 68

Kurang Tahu 18 10 28Jumlah 42 58 100

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2009.Tabel 4 menunjukkan bahwa pengetahuan merek sozzis dengan volume

pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar yaitu responden yang membeli produk sosis merek sozzis pada kategori pembelian > 10 bungkus/bulan sebanyak 42 orang (42%) dan 58 orang (58%) responden yang membeli produk sosis merek sozzis pada kategori pembelian di bawah ≤ 10 bungkus/bulan. Responden yang termasuk dalam kategori sangat tahu dengan kategori pembelian sebanyak 4 orang yang terdiri dari 2 orang yang pembeliannya tinggi > 10 bungkus/bulan dan 2 orang yang pembeliannya rendah ≤ 10 bungkus/bulan, responden yang termasuk dalam kategori tahu dengan kategori pembelian sebanyak 68 orang yang terdiri dari 46 orang yang pembeliannya pada kategori rendah ≤ 10 bungkus/bulan dan 22 orang yang pembeliannya tinggi > 10 bungkus/bulan, sedangkan responden yang termasuk dalam kategori kurang tahu sebanyak 28 orang yang terdiri dari 18 orang yang pembeliannya tinggi > 10 bungkus/bulan dan 10 orang yang pembeliannya pada kategori di bawah ≤ 10 bungkus/bulan. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar berbeda-beda. Keputusan membeli dan mengkonsumsi suatu produk dengan merek tertentu akan diawali oleh langkah pengenalan kebutuhan. Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah yaitu dalam pembelian produk yang akan dikonsumsinya, sehingga setiap konsumen memiliki faktor kebutuhan yang bebeda. Hal ini sesuai dengan pendapat sumarwan (2003) beberapa faktor yang mempengaruh pengaktifan kebutuhan konsumen yaitu konsumsi produk, perbedaan individu, dan situasi pembelian yang berbeda.

Melihat kenyataan tersebut dapat dikatakan bahwa umumnya konsumen di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar lebih dominan melakukan pembelian produk sosis merek sozzis pada pengetahuan yang tahu. Hurriyati (2005:85) menyatakan bahwa berdasarkan manfaat yang dirasakan konsumen, pengetahuan dapat dibedakan menjadi sebagai berikut: a). Pengetahuan produk merupakan gabungan dari berbagai jenis informasi yang berbeda yang terdiri dari kesadaran kategori dan merek produk dalam kategori produk, terminologi produk, atribut atau ciri produk secara umum dan mengenai merek yang spesifik. b). Pengetahuan pembelian meliputi berbagai macam potongan yang ada di dalam ingatan konsumen mengenai bagaimana suatu produk dapat digunakan dan apa yang diperlukan agar benar-benar menggunakan produk tersebut. Sehingga setiap konsumen yang merasakan akan manfaat produk tersebut akan lebih banyak dalam

66

Page 71: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

mengambil keputusan khususnya dalam melakukan pembelian produk sesuai kebutuhan masing-masing konsumen.

Untuk mengetahui hubungan antara bahwa pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi Makassar, maka pada penelitian ini digunakan analisis chi kuadrat. Untuk memudahkan analisis data dalam perhitungan maka digunakan alat bantu statistik komputer dengan program SPSS 12,00 Windows, sedangkan untuk melakukan pengujian hipotesis yang di ajukan, pada penelitian ini dilakukan dengan membandingkan antara nilai x2hitung dengan nilai x2tabel pada tingkat kepercayaan α 0,05. Jika nilai x2 hitung lebih besar dari nilai x2tabel, maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi Makassar.

Dari hasil perhitungan analisis Chi Kuadrat diperoleh nilai X2 hitung pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian sebesar 8,41 dan nilai X2

tabel pada derajat kebebasan (dk) = 2 yaitu sebesar 5,991. Karena X2 hitung lebih besar dari X2 tabel maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi Makassar. Dari perhitungan diatas ternyata chi kuadrat hitung lebih besar dari tabel ( 8,41 > 5,991), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat dikatakan signifikan karena ketentuan pengujian bahwa kalau harga chi kuadrat hitung lebih besar dari chi kuadrat tabel, maka hubungannya signifikan. (Sugiyono 2008:102).

Adapun besarnya koefisien kontigensi pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi Makassar yaitu sebesar 0,279, hal ini menunjukkan bahwa nilai koefisien kontigensinya rendah, hal ini sesuai dengan pendapat sugiyono (2008:231) bahwa untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang ditemukan besar dan kecil, nilai interval koefisien 0,20-0,399 memiliki tingkat hubunganya rendah.

KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanDari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi, Makassar dengan hasil pengujian hipotesis bila chi kuadrat hitung lebih besar dari chi kuadrat tabel ( 8,41 > 5,991) maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan nilai koefisien kontigensi yaitu sebesar 0,279, hal ini menunjukkan bahwa nilai koefisien kontigensinya rendah.

SaranDisarankan kepada pihak perusahaan bahwa dengan adanya hubungan yang

signifikan antara pengetahuan merek sozzis dengan volume pembelian produk sosis merek sozzis di PT. Carrefour Cabang MTC Karebosi Makassar. Maka, dalam upaya meningkatkan volume penjualan produk sosis khususnya merek sozzis

67

Page 72: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

sehingga menambah nilai suatu produk yang akan dibeli konsumen karena merek sozzis yang mereka beli untuk di konsumsi mutunya baik.

DAFTAR PUSTAKA

Hurriyati, Ratih. 2005. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen, Alfa Beta, Bandung.

Joseph F. Hair. 1998. dalam http://www.ebook-search-engine.com. Statistik Dasar”Pengelompokan dan penyajian Data. 2008.

Kotler, Philip and Amstrong Gary. 2004. Dasar-dasar Pemasaran Edisi kesembilan, jilid I, PT Indeks, Jakarta.

Kotler, Philip. 2003. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Salemba Empat, Jakarta

Meliono, Irmayanti, dkk. dalam http://www.wikipedia.org/wiki/pengetahuan.com. MPKT Modul 1. 2008.

Simamora, B. 2001. Memenagkan Pasar Dengan Pemasaran Efektif Dan Profitabel. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Sugiyono Prof Dr. 2008. Statistika Nonparametris Untuk Penelitian. ALFABETA, Bandung

68

Page 73: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

ANALISIS EFEKTIFITAS METODE PENYULUHAN PADA MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN PANGKEP

SULAWESI SELATAN

(Analysis Effectivities Of Extension Method In Coastal Communities Area In Pangkep Regency Of South Sulawesi)

Mardiana E.Fachry1 dan Amalia Pertamasari2

1) Jurusan Perikanan, Universitas Hasanuddin Makassar2) Jurusan Perikanan, Universitas Cokroaminoto Makassar

ABSTRAK

Penelitian dilakukan pada tahun 2009. Dengan tujuan untuk menentukan efektivitas metode extention kesadaran masyarakat dalam penggunaan sumber daya laut yang berkelanjutan. Pulau Karanrang Pangkep digunakan sebagai objek dengan Seleksi dilakukan melalui purposive sampling. Pulau karanrang dipilih dengan mempertimbangkan Situs Pulau termasuk tingkat tertinggi dalam kerusakan terumbu karang. Metode penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif dilakukan melalui pendekatan studi kasus. Para responden dilakukan dalam kelompok (cluster random sampling) dengan memilih nelayan: Pedagang dan masyarakat umum total responden 65 orang. Hasilnya ditemukan bahwa metode pendidikan dengan media cetak seperti brosur, stiker dan pamflet cukunp efektif untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem laut, terumbu karang khususnya, Media elektronik berupa radio tidak efektif, karena sulit diakses oleh publik karena udara yang tidak tepat waktu dan kesempatan mereka untuk mendengar radio sangat rendah.Kata Kunci : Efektivitas. Metode penyuluhan, ekosistem laut.

ABSTRACT

The research was conducted in 2009. The aim of researchwas to determine the effectiveness of extension methods of communities awareness in the sustainable use of marine resources. Karanrang Island Pangkep. Was used as nda object Selection purposively was with the consideration that situs Island was the highest level of damage of reefs. Qualitative research methods was don with descriptive analysis through case study approach. The respondents were conducted in groups (cluster random sampling) by selecting fishermen, merchants and the general public. The total respondents was 65 people. The results found that the method of education with print media such as brochures, stickers and pamphlets effective enough to aware the public on the importance of maintaining marine ecosystems, particularly coral reefs, The electronic media in the form of radio was not effective, because it was difficult to access by public caused by improper air-time and the opportunity to hear the radio was very low.Keywords: Effectiveness, Extension methods , marine ecosystems.

69

Page 74: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

PENDAHULUAN

Sulawesi Selatan dengan panjang garis pantai 1979,97 km dan luas perairan laut sekitar 48.000 km2, mencakup kawasan laut, yakni Selat Makassar, Laut Flores, dan Teluk Bone serta hamparan pulau-pulau kecil dan kawasan kepulauan Spermonde dan kawasan kepulauan Takabonerate. Sumberdaya dikandungnya sangat beragam, seperti sumberdaya hayati (berbagai jenis ikan, crustacea, molusca, karang, lamun, rumput laut, mangrove) dan non hayati (pasir putih, tambang, mineral dan lain-lain), merupakan sumbet kehidupan masyarakat pesisir di Sulawesi selatan.

Data Pusat Penelitian Terumbu Karang Universitas Hasanuddin (2007) menunjukkan, dari sekitar 5.000 km² luas terumbu karang Sulsel, 70 persennya rusak dan 30 persen sisanya dalam kondisi kritis. Kerusakan terparah terjadi di Kabupaten Bulukumba yang sudah 100 persen rusak, Kabupaten Pangkep 97 persen rusak, Sinjai 86 persen, dan Kabupaten Selayar yang memiliki taman nasional bawah laut "Takka Bonerate" pun 70 persen terumbu karangnya juga rusak. Makassar (ANTARA News,2005). Berdasarkan penelitian Fachry (2009) diidentifikasi ada lima ancaman utama kelestarian terumbu karang, yaitu (1). Penangkapan ikan dengan bahan beracun, (2). penangkapan ikan dengan bahan peledak, (3). pengambilan batu karang, (4). sedimentasi, dan (5). pencemaran laut . Aktifitas penangkapan dengan cara merusak seperti penggunaan bom dan bius serta penambangan batu karang dilakukan masyarakat nelayan dengan berbagai alasan seperti kemudahan untuk mendapatkan hasil banyak dan cepat, ketidakmampuan dalam penguasaan teknologi penangkapan ikan serta kemiskinan .

Kabupaten Pangkep merupakan salah satu Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Laut (Selat Makassar), Kabupaten Pangkep merupakan salah satu wilayah yang memiliki ekosistenm terumbu karang yang luas dengan spesies yang beragam, sehingga menjadi salah satu pusat kegiatan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) yang ditetapkan pemerintah Sulawesi Selatan Tahun 2005 .Program ini akan mendukung keberlanjutan ekosistem laut dan terumbu karang , agar kesejahteraan masyarakat pesisir dapat lebih ditingkatkan. Untuk itu diperlukan berbagai upaya penyadaran masyarakat dalam menjaga dan memelihara erkosistem terumbu karang sebagai sumber kehidupan yang erat kaitannya dengan keberlanjutan kehidupan masyarakat pesisir yang dilakukan dalam bentuk penyuluhan.

TujuanTujuan penelitian efektifitas metode Penyuluhan Penyadaran Masyarakat

pesisir di Pulau Karanrang adalah menemukan tingkat efektifitas media penyuluhan dalam menyadarkan masyarakat pesisir akan pentingnya menjaga kelestarian eksositem terumbu karang.

METODOLOGI.

Jenis PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Pulau Karanrang Kabupaten Pangkep dengan

menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan studi kasus (cases study) yang

70

Page 75: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

bertujuan untuk menggambarkan secara tepat kondisi tempat dan objek penelitian sesuai dengan tujuan penelitian yang ada yaitu suatu penelitian yang lebih terarah dan terfokus tentang efektifitas penyadaran masyarakat pada program Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) II. (Moleong, 2001).

Metode Pengambilan SampelPopulasi adalah masyarakat yang berada di Pulau Karangrang. Jumlah

populasi adalah 654 KK. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara teknik sampling cluster (cluster sampling) Populasi yang dikelompokkan terdiri dari (1). Kelompok nelayan, (2). Kelompok Pedagang, (3). Kelompok Masyarakat umum. Dari total populasi sebanyak 654 KK. Sampel dipilih sebanyak 10% dari pupulasi (Sugiyono, 2003) yaitu 65 orang yang terdiri dari nelayan 35 orang, pedagang 7 orang dan masyarakat umum 23 orang.

Analisis dataAnalisis data secara desktiptif ,yang menjelaskan bentuk-bentuk metode

penyuluhan yang efektif untuk penyadaran masyarakat pesisir,. Data dasar disusun dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi serta pengukurannya menggunakan skala likert. (Ridwan, 2007). Adapun penilaian efektifitas dilakukan dengan mengunakan scoring (angka). Nilai skor adalah 1 sampai 3 dengan penilaian sebagai berikut - Score dengan nilai = 3 kategori efektif- Score dengan nilai = 2 kategori kurang efektif - Score dengan nilai = 1 kategori tidak efektif.

Selanjutnya untuk menilai tingkat efektifitas metode penyuluhan digunakan nilai interval kelas dan rentang kelas dengan cara yaitu :Nilai tertinggi = Skor tertinggi x Jumlah sampel x Jumlah pertanyaanNilai Terendah = Skor terendah x Jumlah sampel x Jumlah pertanyaanInterval kelas = Angka tertinggi – Angka terendah Jumlah kelas

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengetahuan tentang Coremap IIProgram Coremap II yang telah berjalan sejak tahun 2001, dan saat ini

memasuki tahap akhir evaluasi. Untuk menilai tingkat pengetahuan masyarakat tentang tujuan Program Coremap II maka ada tiga unsur yang dapat memberikan penjelasan capaian pengetahuan masyarakat tentang program yaitu : 1. Pengetahuan tentang Tujuan Coremap II. Pentingnya menilai pengetahuan masyarakat terhadap suatu kegiatan merupakan dasar dalam menyikapi suatu program. Bila suatu program dilaksanakan oleh masyarakat dengan tingkat pengetahuan atau pemahan yang kurang atau tidak jelas, maka akan berdampak pada proses yang tidak akan berjalan optimal atau tidak akan berlanjut.

Pada diagram 1 nampak bahwa cukup besar persentase responden yang mengetahui tujuan Coremap II yaitu 55,4% (nelayan 38,4% Masyarakat 17% dan

71

Page 76: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

pedagang 0%). Adapun yang tidak tahu hanya 17% ( nelayan 1,5% Masyarakat 9,3% dan Pedagang 6,2%). Lebih jelasnya ditunjukkan sebagai berikut :

Diagram 1 : Komposisi responden berdasarkan tingkat pengetahuan terhadap tujuan Coremap II

2. Akses Terhadap Informasi.Akses terhadap informasi merupakan unsur yang penting dalam mendukung

proses tercapainya tujuan Coremap II . Bila masyarakat sasaran sulit mendapatkan informasi , berarti program tidak akan mencapai sasaran. Pada diagram 2 ditunjukkan akses responden terhadap informasi tentang Coremap II.

17

21.561.5

Mudah mengaksesKurang MudahSulit mengakses

Diagram 2 : Akses masyarakat terhadap informasi

Pada diagram 2 nampak sangat besar persentase responden yang sulit mengakses informasi (61,5%) , dan hanya 17% yang menyatakan mudah dan 21,5% kurang mudah mengakses informasi. Hal ini menunjukkan bahwa Program Coremap II kurang menyediakan fasilitas di Pulau Karanrang terkait dengan kegiatan Coremap II. Hal ini sesuai dengan penjelasan responden saat wawancara ( MH, 63 tahun).

“..........disini ada posnya Coremap II , ada Setonya. Tapi kita tidak tahu apa saja informasi yang dapat diperoleh disana...,kerjanya hanya mengawasi kalau ada nelayan yang membom atau membius...

Dukungan masyarakat terhadap Program Coremap II.Dukungan masyarakat terhadap suatu kegiatan akan mempercepat proses

tercapainya tujuan.. Dukungan dapat dimaknai sebagai terlibatnya masyarakat dalam mendorong proses berjalannya kegiatan program, yang dapat berupa masyarakat tidak lagi mengunakan alat tangkap yang merusak terumbu karang atau turut “mengawasi” dan “melarang” bila melihat ada nelayan melakukan pelanggaran. Pada diagram 3 ditunjukkan komposisi responden dalam mendukung progran Coremap II sebagai berikut :

72

55.427.6

17MengetahuiKurang TahuTidak tahu

Page 77: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

27.7

44.6

27.7

Mendukung

Kurang mendukung

Tidak mendukung

Diagram 3 : Dukungan masyarakat terhadap Program

1. Bentuk Penyadaran MasyarakatBerdasarkan pendekatan Coremap II bentuk penyadaran masyarakat terdiri

atas 2 unsur utama yaitu :

I.1. Bentuk Penyadaran melalui PelatihanAdapun tujuan dilakukan pelatihan adalah untuk mempersiapkan sumber

daya manusia di lokasi COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management Program) agar program kerja mereka dapat berjalan lancar. Tiap lokasi dapat mengusulkan diklat yang diinginkan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat lokal. Peserta diklat terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat, masyarakat nelayan, Pemda, Dinas-dinas, Perguruan Tinggi dan sebagainya. Pelatihan merupakan salah satu komponen penting di dalam pembentukan dan pengembangan CRITC (Coral Reef Information and Training Centre). Sistem ini dibuat untuk mengumpulkan semua jenis pelatihan yang ada di dalam CRITC, baik jenis pelatihan, peserta pelatihan maupun modul-modul standar dari pelatihan. Berdasarkan data Coremap II di DKP Provinsi (2008) ada beberapa bentuk pelatihan yang dilakukan setiap tahun dilokasi Coremap yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Bentuk-bentuk pelatihan yang dilakukan program Coremap II di Pulau Karanrang sampai 2008.

No. Jenis Pelatihan Tujuan pelatihan Peserta Keterangan1 Peningkatan

kesadaran SDM Pesisir

Menurunnya prilaku nelayan dalam menggunakan bom-bius

Nelayan.masyarakat

Setiap tahun

2 Peningkatan Keterampilan

Bertambahnya pengetahuan masyarakat dalam transpalansi karang

Kelompok Masyarakat(Pokmas),

LSM,Nelayan

Belum berjalan kecuali di

P.Badi

3 Kewirausahaan Membuka wawasan masyarakat dalam menemukan MPA

Masyarakat. Ibu Nelayan,dan

pemuda

setiap tahun

4 Pemberdayaan ekonomi RT

Sama tujuan 3. Masyarakat, keluarga nelayan

Dana bergulir sejak 2007

5 Pelatihan menyusun Perdes

Melatih masyarakat untuk merancang suatu

aturan desa sesuai kebutuhan

LSM, Pokmas, kelompokNelayan

Sudah ada Perdes yang

berlaku disemua Pulau.

Sumber : Laporan DKP Provinsi 2008.

73

Page 78: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Pada Tabel 1 nampak bahwa kegiatan pelatihan selain untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan SDM, juga dilatih untuk berwirausaha. Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat khususnya keluarga nelayan tidak hanya menggantungkan hidupnya dari melaut. Hal ini dilakukan untuk menekan kegiatan nelayan dalam menggunakan bom atau bius yang berakibat rusaknya karang. Berdasarkan informasi Seto diketahui bila Pulau karanrang dikenal sebagai tempat tinggalnya nelayan pembom. Menurut Fachry 2008, tercatat 20 nelayan pembom berdomisili di lokasi ini. Meskipun secara nyata mereka menyatakan tidak lagi melakukannya sejak Coremap masuk ke Pulau.

2.2. Bentuk Penyadaran Melalui Media Berdasarkan pedoman umum Coremap II (Pedum), ditetpakan bahwa

penyadaran masyarakat dilakukan lebih intensif melalui media. Media yang dimaksud berupa media cetak, elektronik dan media hidup. Adapun bentuk media yang telah dan saat ini masih berjalan pada proigram Coremap II ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Bentuk bentuk penyadaran masyarakat melalui mediaNo Jenis Medai Bentuk media*) KeteranganA Media Cetak Brosur Ekosistem terumbu karang

Spanduk Himbauan menjaga biota laut dan karang

Stiker Dilekatkan digelas, atau ditempel diperahu nelayan

Sampul Buku anak sekolah

Pada kegiatan kampanye

Pakaian Pada kegiatan kampanyeBanner Dipasang dikantor desa atau di

kantor CoremapB Media elektronik Radio Khusus ada di gelombang FM....

Interaktif coremap dengan pendengar

Kerjasama RRI setiap tahun

Film : Ekosistem karang dan dampak rusaknya karang

Diputar saat kampanye

Penyadaran masyarakat .berupa tayangan

Drama-sinetron

C Media Hidup Melalui pelatihan Lihat tabel bentuk pelatihanPertemuan tim Coremap (seto-Pokmas)

Jadwal tergantung pelaksana lokasi

Kunjungan-kunjungan ke masyarakat-nelayan

Idem

Lomba-lomba- Cerdas cermat- masak-memasak

Terjadwal setiap tahun

Bersih Pantai Kerja bakti pada hari tertentu Sumber : Laporan DKP Provinsi 2008

74

Page 79: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Analisis Efektifitas Penyadaran MasyarakatKampanye penyadaran Masyarakat pada program Coremap terdiri atas 2

bentuk utama yaitu 1).Pelatihan dan 2). Penyadaran melalui media. Pada penelitian ini akan diungkapkan efektifitas dari kedua variabel tersebut

1. Efektifitas penyadaran melalui PelatihanPelatihan yang dilaksanakan selama ini bertujuan untuk menghasilkan

sumberdaya manusia yang lebih peduli dan mengetahui cara memanfaatkan dan mengelola sumder daya laut dan pesisir. Coremap telah menetapkan Kabupaten Pangkep sebagai lokasi pelaksanaan proyek sejak Tahun 2001 sampai saat ini. Direncanakan program berakhir Tahun 2011.Untuk mengetahui efektifitas pelatihan yang telah dilaksanakan maka ada 5 pertanyaan yang dinilai, dengan indikator penilaian adalah yaitu :- Frekuensi mengikuti pelatihan- Pengetahuan peserta terhadap tujuan pelatihan- Pelatihan meningkatkan pengetahuan tentang ekosistem - Implementasi dari hasil pelatihan oleh masyarakat.

Untuk mengukur efektifitas pelatihan penyadaran masyarakat pada Program Coremap II, dengan menggunakan asumsi dasar interval kelas dan rentang kelas dengan kisaran nilai kategori sebagai berikut :Efektif = 525- 675 Kurang efektif = 374- 524 Tidak efektif = < 374

. Adapun hasil dari analisis tentang efektifitas pelatihan diperoleh hasil pada Tabel 3.

Tabel 3. Efektifitas penyadaran masyarakat melalui Pelatihan

Kategori Bobot Frekuensi Nilai(BXF) Keterangan

Efektif 3 51 153Kurang efektif 2 140 280

Tidak efektif 1 46 46

Jumlah 365/479 Kurang efektif Sumber : Data Primer 2009

Pada Tabel 3 nampak bahwa nilai efektifitas yang dicapai dari pelatihan adalah 365. Bila nilai ini dimasukkan dalam kategori maka penyadaran masyarakat melalui pelatihan oleh II berada pada rentang nilai < 374 atau Penyadaran ini Kurang Efektif.

2. Efektifitas penyadaran melalui Media cetakMedia merupakan alat yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan

penyadaran masyarakat . Media yang tepat sasaran akan mempermudah tercapainya tujuan . Sebagaimana telah dijelaskan bahwa keberhasilan suatu kegiatan yang menggunakan media dapat diukur dengan menilai tingkat efektifitas media yang digunakan di masyarakat, demikian juga dengan program Coremap II yang telah berjalan sejak tahun 2001. Ada beberapa media yang digunakan dalam mencapai

75

Page 80: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

tujuan yaitu perubahan prilaku masyarakat nelayan dan terpeliharanya ekosistem terumbu karang sebagai rumah ikan. Pada bahasan ini akan dijelaskan efektifitas dari media dengan mewawancarai 65 responden .Ada 7 pertanyaan yang diajukan. Untuk menilai efektifitas media cetak maka disusun nilai kisaran sebagai berikut : Nilai kategori yang diperoleh adalah :

Efektif = 1062- 1365 Kurang efektif = 758 - 1061 Tidak efektif = < 758

Berdasarkan kategori nilai yang telah ada, kemudian ditetapkan nilai yang dicapai berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut :

Tabel 4. Efektifitas penyadaran masyarakat melalui media cetak Kategori Bobot Frekuensi Nilai Keterangan

Efektif 3 155 465Kurang efektif 2 238 476

Tidak efektif 1 98 98

Jumlah 889/1034 Kurang efektif Sumber : data primer 2009. Dari Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh adalah 889 . Bila nilai ini dimasukkan dalam kelompok kategoro makan berada pada penilaian kurang efektif. Ada beberapa hal yang dapat dijelaskan dari hasil kurang efektifnya media cetak (Brosur, spanduk, stiker atau bahan tercetak lainnya) yaitu : Pembuatan brosur atau sticker biasanya dilakukan sekali setahun dari

anggaran kampanye. Sehingga dalam kurun waktu tertentu media cetak ini tidak ditemukan lagi di masyarakat karena rusak atau sobek.

Minat masyarakat untuk membaca atau memahami brosur atau spanduk sifatnya temporer (sementara) , hanya diperhatikan saat dipasang dan selanjutnya tidak lagi menjadi media untuk penyadaran masyarakat.

3. Efektifitas Penyadaran masyarkat melalui Media RadioRadio merupakan salah satu media yang memiliki kelebihan dalam hal

jumlah jangkauan sasaran. Radio dapat didengar secara massal, selain itu lebih murah. Namun disisi lain media radio memiliki kelemahan karena sulit menilai feedback audience. Karena itu media radio membutuhkan pendekatan lanjutan. Pada bahasan ini ada 3 pertanyaan yang terkait dengan media radio. Diperoleh nilai kategori dapat dijelaskan sebagai berikut :

Efektif = 455- 585 Kurang efektif = 325 - 454 Tidak efektif = < 325

Berdasarkan nilai ini, maka akan ditentukan tingkat efektifitas media dengan mengalikan antara bobot dengan jumlah jawaban responden, seperti yang ditunjuukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Efektifitas Penyadaran Masyarakat melalui media radio

76

Page 81: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Kategori Bobot Frekuensi Nilai KeteranganEfektif 3 22 66Kurang efektif 2 53 106

Tidak efektif 1 110 110

Jumlah 282 Tidak efektif Sumber : Data Primer 2009 Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa media radio menunjukkan skor tidak efektif atau hanya mencapai 282. Tidak efektifnya media radio dapat disebabkan oleh kondisi masyarakat pulau yang memiliki kesibukan melaut atau berdagang. Serta tingkat pendidikan yang secara tidak langsung mempengaruhi minat untuk mendengar berita atau himbauan.

Berdasarkan wawancara diketahui bahwa sangat sedikit responden yang mendengar kegiatan Coremap II melalui radio. Kegiatan melalui radio yang sifatnya rutin adalah kerjasama dengan RRI , Coremap II menyiapkan fasilitator dan memberi kesempatan pada masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam bentuk interaktif. Durasi waktunya selama 1 jam, Adapun jadwalnya setiap bulan berjalan. Tidak efektifnya hasil yang dicapai dari media radio, juga ada kaitannya dengan kebiasaan masyarakat hanya mendengarkan lagu-lagu dan kurang tertarik pada berita. Seperti diungkakan salah satu responden (Dg.Am) sebagai berikut :“.... saya jarang dengan berita,...yang bagus lagu-lagu Makassar. Kalau beritatentang Coremap... tidak tahu.......,tidak pernah dengar”

4. Penyadaran Masyarakat Melalui Media FilmSebagaimana radio film juga dapat dijadikan media. Kelebihan film adalah

dapat dilihat banyak orang, memiliki daya tarik untuk mengadiorkan audience. Kelemahannya biaya lebih besar dan sulit menilai respon masyarakat saat mengikuti pemutaran film. Film Coremap II biasanya diputar pada awal kegiatan atau saat hari-hari raya tertentu seperti hari kemerdekaan RI tangal 17 Agustus. Karena itu umumnya responden mengetahui dan pernah melihat, namun dari asoek efekifitasnya masih rendah. Adapun nilai kategori yang diperoleh sebagai berikut :

Efektif = 455 -585Kurang efektif = 325-454 Tidak efektif = < 325

Pada Tabel 6 ditunjukkan bobot dan nilai efektifitas dari media Film sebagai berikut :

Tabel 6. Efektifitas penyadaran masyarakat melalui media Film Kategori Bobot Frekuensi Nilai Keterangan

Efektif 3 78 234

Kurang efektif 2 78 156

Tidak efektif 1 55 55

Jumlah 364/445 Kurang efektifSumber : Data Primer 2009

77

Page 82: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Nampak bahwa media film juga kurang efektif dengan nilai 364. Ada beberapa hal yang diduga penyebabnya yaitu :

Tidak semua masyarakat dapat mengakses film yang biasanya diputar pada malam hari, 1 atau 2 kali setahun

Kendala bahasa, yaitu masih banyak masyarakat pulau kurang mengerti dengan baik bahasa Indonesia

5. Analisis Efektifitas Program Penyadaran masyarakat Coremap IIUntuk menilai secara keseluruhan apakah kampanye penyadaran

masyarakat efektif di Pulau Karanrang , maka semua pertanyaan digabung ada 18 pertanyaan . terdiri dari 5 pertanyaan untuk Pelatihan, 7 pertanyaan untuk Media cetak, masing-masing 3 pertanyaan untuk media Radio dan Media Film.Selanjutnya dapat disusun kisaran nilai sebagai berikut: Efektif = 2730 -3510

Kurang efektif = 1949 - 2729 Tidak efektif = < 1949

Dari kategori tersebut dapat ditentukan tingkat efektifitas penyadaran masyarakat secara keseluruhan .

Tabel 7. Efektifitas Penyadaran Masyarakat pada program Coremap IIKategori Bobot Frekuensi Nilai Keterangan

Efektif 3 306 918Kurang efektif 2 498 996

Tidak efektif 1 332 332

Jumlah 2248 Kurang efektif Sumber : Data Primer 2009

Dari Tabel 7 nampak bahwa secara keseluruhan baik pelatihan , media cetak, radio maupun Film dianggap kurang efektif dalam mengubah prilaku masyarakat dalam memanfaatkan ekosistem terumbu karang. Rendahnya efek dari penyadaran media lewat film dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : Umumnya nelayan memiliki kebiasan menangkap dengan menggunakan bom

dan bius, sehingga tidak mudah mengubah kebiasaan hanya melalui penyadaran lewat media film. Apalagi Pulau Karanrang dikenal sebagai tempat nelayan pembom.

Media film terbatas waktu tayangnya , biasanya malam hari dan hanya dilakukan setahun 2 atau 3 kali atau pada saat kegiatan program mulai berjalan. Sehingga efeknya kurang kuat .

Sikap masyarakat (nelayan) tertentu yang sejak awal menolak program Coremap II yang dianggap membatasi usaha nelayan mencari pendapatan tanpa adanya solusi lainnya.

78

Page 83: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

SIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULANBerdasarkan hasil analisis dan mengacu pada tujuan penelitian maka

simpulan yang diperoleh adalah :1. Kampanye penyadaran masyarakat yang dilakukan Coremap II ada 2 bentuk

yaitu a), Melalui Pelatihan-pelatihan dan b). Mellaui Media berupa media cetak dan media elektronik

2. Penyadaran Masyarakat melalui pelatihan dan Media oleh Coremap II Kurang efektif dengan nilai scoring 1934. Dengan penjabaran efektifitas adalah untuk media Pelatihan, media cetak dan media Film menunjukkan nilai scoring kurang efektif dan pada media Radio tidak efektif.

3. Secara keseluruhan penyadaran Masyarakat menunjukkan hasil yang kurang efektif.

SARAN-SARANBerdasarkan pembahasan dan simpulan maka disarankan.

1. Petugas lapangan memperhatikan media cetak (brosur, spanduk seticker dll) yang sudah rusak,agar segera diperbaharui lagi

2. Pelatihan kewirausahaan perlu digiatkan, agar keluarga nelayan menemukan solusi dari pendapatan tambahan selain menangkap ikan.

3. Program Coremap II sebaiknya menyusun kembali kampanye penyadaran masyarakatnya , dengan melibatkan masyarakat sebagai perencana dan pelaksana kampanye.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pangkep, 2005. Kabupaten Pangkep. Makassar. Sulawesi Selatan.

Dahuri, R. dkk. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta

Dahuri, R. 2002. Kebijakan dan Program Pembangunan Kelautan dan Perikanan dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Menuju Indonesia yang Maju dan Makmur. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta

DKP Propinsi Sulawesi Selatan. 2004. Laporan Statistik Perikanan Sulawesi Selatan. Dinas Kelautan Dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan. Makassar.

DKP Propinsi Sulawesi Selatan. 2007. Pedoman Umum Pengelolaan Berbasis Masyarakat COREMAP II. Dinas Kelautan Dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan. Makassar.

Fachry, Mardiana. 2008. Analisis Sosial Ekonomi penerapan metode Base Management Practice (BMP) pada kelompok Petambak di Sulawesi Selatan Tahun 2008.

……………………… 2007. Analisis Kinerja LPM3 Sulawesi Selatan.Laporan DKP Provinsi Sulawesi Selatan

Hamid, A. 1999. Pengembangan Masyarakat Nelayan dan Kemaritiman (Suatu studi Sosial Antropologi Ekonomi). PPs. UNM. Makassar.

79

Page 84: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Haryani dan Imam Subkhan, 2007. Teori Fefektifitas. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta.

http://www.google.com/ Komponen penyadaran Masyarakat pada Program COREMAP II. [serial online]. [18 desember 2008].

Moleong, J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Usman, H. dan Akbar, P. S. 2004. Metode Penelitian Sosial. Bumi Aksara. Jakarta.

Van Den Ban, A. W dan H. S. Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

80

Page 85: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH DI KABUPATEN ENREKANG

(Business Development Strategies in Dairy Cattle Enrekang)

S.N. Kasim, S.N. Sirajuddin, Irmayani

Jurusan sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas HasanuddinJl. P. Kemerdekaan Km. 10 Kampus Unhas Tamalanrea, Tlp/Fax. (0411) 587217

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Enrekang dengan menganalisis keseluruhan variabel yang telah diidentifikasi, dan memformulasi alternatif strategi yang sesuai untuk diterapkan dalam pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Enrekang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai dengan Maret 2010 di Kabupaten Enrekang. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 10 orang yang dipilih secara sengaja. Adapun jenis penelitian ini yaitu deskriptif. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis SWOT.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa strategi yang digunakan dalam pengembangan usaha sapi perh di Kabupaten Enrekang yakni antara lain Meningkatkan populasi sapi perah, pemperdayaan kredit usaha, optimalisasi lahan, penerapan teknologi untuk memudahkan dalam pengembangan usaha sapi perah, kemitraan usaha, memperbaiki manajemen pemeliharaan sapi perah, penataan kawasan dan meningkatkan teknologi. Sedangkan untuk prioritas strategi yang terlebih dahulu dilaksanakan dalam pengembangan usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang yaitu meningkatkan populasi sapi perah, pemberdayaan kredit usaha dan optimalisasi lahan.Kata kunci : strategi pengembangan, sapi perah

ABSTRACT

This study aims to determine the condition of dairy farm businesses in Enrekang by analyzing the variables that have been identified, and formulate alternative strategies appropriate for application in the development of the dairy farm in Enrekang. The research was conducted in February 2010 to March 2010 in Enrekang. The population in this study was 10 people who were purposively selected. The type of this research was descriptive. Analysis of the data used in this study was a SWOT analysis.

The results show that strategies used in business development of dairy cattle in Enrekang were increazing dairy cow population, empowering business credit, optimaizing of land, technology, business partnerships, improving maintenance management dairy cattle, arrangement of the region and improve the technology. As for the priority strategies implemented in prior business development in dairy cows Enrekang ware in creasing, dairy cow population, empowerment of business credit and optimaizing of land.Key words : strategy development, dairy cow

81

Page 86: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

PENDAHULUAN

Sub sektor peternakan dalam mewujudkan program pembangunan peternakan secara operasional diawali dengan pembentukan / penataan kawasan melalui pendekatan system dan usaha agribisnis. Pembangunan kawasan agribisnis berbasis peternakan adalah merupakan salah satu alternatif program terobosan yang diharapkan dapat menjawab tantangan dan tuntutan pembangunan peternakan yaitu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Susu sebagai salah satu produk peternakan merupakan sumber protein hewani yang semakin dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan susu tersebut dilakukan peningkatan populasi, produksi dan produktifivitas sapi perah. Saat ini sebagian peternakan sapi perah telah dikelolah dalam bentuk usaha peternakan sapi perah komersial dan sebagian lagi masih berupa peternakan rakyat yang dikelolah dalam skala kecil, populasi tidak terstruktur dan belum menggunakan sistem breeding yang terarah.

Industri susu nasional menghadapi tantangan memenuhi permintaan susu di masa depan yang sangat menjanjikan. Apalagi, negara-negara maju dalam industri susu telah memperlihatkan bahwa agribisnis sapi perah merupakan kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat yang sangat besar baik bagi pengusaha, masyarakat konsumen dan bagi Negara, demikian juga Indonesia mempunyai ciri-ciri geografi, ekologi dan kesuburan lahan yang tidak kalah mutu dan kualitasnya dibandingkan dengan negara-negara maju tersebut.

Untuk mendukung industri susu nasional maka pemerintah Sulawesi Selatan mengembangkan peternakan sapi perah di beberapa kabupaten termasuk kabupaten Enrekang, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Populasi Ternak Sapi Perah di Sulawesi Selatan tahun 2003-2008

Kabupaten/Kota

Tahun2003 2004 2005 2006 2007 2008

Sinjai 73 117 139 328 501 397Enrekang 500 587 620 1.056 1.342 1.518Makassar 29 29 15 14 - -Lutra - - - - 12 2Jumlah 602 713 774 1.398 1.867 1.919

Sumber : Dinas Peternakan Sul-Sel 2009.Tabel 1 menunjukkan bahwa populasi sapi perah yang mengalami

peningkatan dari tahun ketahun adalah di Kabupaten Enrekang misalnya tahun 2007 sebesar 1.342 ekor menjadi 1.518 ekor pada tahun 2008. Hal ini menunjukkan peningkatan populasi sebesar 176 ekor.

Kabupaten Enrekang adalah satu daerah yang telah menjadi prioritas pengembangan peternakan sapi perah Sulawesi Selatan. Dukungan dari Dinas Peternakan Kabupaten Enrekang tampak dengan adanya program-program pemberian modal bagi peternak, dan Inseminasi Buatan (IB) yang bertujuan mengembangkan produksi susu untuk mendukung kegiatan pengolahan dangke yang diolah dari susu sapi atau susu kerbau. Iklim di kabupaten Enrekang mendukung untuk pengembangan sapi perah, tetapi pengolahan dangke di kabupaten Enrekang masih skala rumah tangga. Padahal juga didukung dengan

82

Page 87: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

banyaknya ketersediaan pakan namun masyarakat belum mengetahui pengolahan pakan alternatif.

Tabel 2. Populasi Sapi Perah di Kabupaten EnrekangNo Kecamatan Populasi1. Cendana 5192. Alla 1023. Baraka 40

Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Enrekang 2009.Dari Tabel 2 menunjukkan pupulasi di Kecamatan Cendana sebesar 519

ekor, kecamatan Alla 102 ekor dan Baraka 40 ekor. Pengembangan usaha sapi perah di kabupaten Enrekang terbesar di bagian selatan kota Enrekang yang merupakan daerah dataran rendah, sementara di daerah dataran tinggi (suhu dingin) tidak mengalami perkembangan populasi yang besar, misalnya daerah Alla dan Baraka.

Berdasarkan uraian dan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang pengembangan peternakan Sapi Perah di Kabupaten Enrekang. Penelitian mencakup perumusan strategi pengembangan yang sesuai untuk diimplementasikan. Penelitian tersebut melibatkan semua unsur pelaku (stakeholder) bidang peternakan yang terkait erat dengan pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Enrekang sebagai informan kunci. Maka dilakukanlah penelitian yang berjudul “Strategi Pengembangan Usaha Sapi Perah di Kabupaten Enrekang”.

Rumusan MasalahMengacu pada latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan

permasalahan yaitu :1. Bagaimana kondisi usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Enrekang saat

ini?2. Bagaimana alternatif strategi yang sesuai diterapkan di Kabupaten Enrekang

dalam upaya pengembangan peternakan sapi Perah?

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kondisi usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Enrekang dengan menganalisis keseluruhan variabel yang telah diidentifikasi.

2. Memformulasi alternatif strategi yang sesuai untuk diterapkan dalam pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Enrekang.

Kegunaan PenelitianKegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan rekomendasi sekaligus menjadi bahan acuan bagi pengambil keputusan atau kebijakan dalam upaya pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Enrekang.

2. Sebagai informasi ilmiah yang dapat menjadi bahan acuan, sumbangan data, informasi dan pemikiran bagi peneliti selanjutnya dalam penelitian tentang pengembangan peternakan sapi Perah.

83

Page 88: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

METODE PENELITIAN

Waktu dan TempatPenelitian Strategi Pengembangan Usaha Sapi Perah di Kabupaten

Enrekang dilaksanakan selama 2 bulan pada bulan Februari – Maret 2010, bertempat di Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan.

Jenis penelitianJenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu jenis penelitian

yang sifatnya hanya mendeskriptifkan/menggambarkan variable-variabel penelitian secara independen tanpa mencari hubungan antara variable satu dengan variable yang lain. Jenis variable yang digambarkan dalam penelitian ini adalah pengembangan yang menyangkut potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di Kabupaten Enrekang.

Populasi dan SampelPopulasi dalam penelitian sebanyak 10 orang yang dipilih secara porposive

(sengaja) dan meliputi :1. Birokrasi yang terdiri dari :

a. Kepala Dinas Provensi dan Kabupaten sebanyak 1 orangb. Kepala bidang pengembangan provensi dan kabupaten sebanyak 2 orang

2. Akademisi yang terdiri dari :a. Dosen sebanyak 2 orang

3. Pelaku (peternak) sebanyak 4 orang

Jenis dan Sumber dataJenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Data kuantitatif yaitu yaitu jenis data yang berupa bilangan atau angka-angka yang berhubungan dengan penelitian, seperti : jumlah populasi sapi perah, tingkat pertumbuhan populasi, tingkat harga, tingkat permintaan dan lain-lain.

2. Data kualitatif yaitu jenis data yang berupa kalimat atau pernyataan yang berhubungan dengan penelitian, seperti : keadaan geografis lokasi penelitian, jenis pakan, sumber-sumber pakan, sikap petani/peternak, sistem dan manajemen pemeliharaan, - internal dan eksternal dan lain-lain.

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini 1. Data Primer adalah data yang bersumber dari hasil observasi dan wawancara

langsung dengan responden pakar yang terlibat dalam penelitian ini berupa faktor internal dan eksternal.

2. Data Sekunder adalah yaitu data yang diperoleh dari laporan-laporan perusahaan, berbagai sumber kepustakaan serta instansi-instansi yang terkait dengan penelitian berupa data populasi sapi perah dan produksi susu sapi perah.

Metode Pengambilan DataMetode pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara :

1. Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap lokasi penelitian dan aktivitas keseharian masyarakat.

84

Page 89: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

2. Wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan Tanya jawab dengan responden. Wawancara dilakukan dengan menggunakan Kusioner.

Analisa Data Data yang diperoleh untuk perumusan alternatif strategi adalah data kualitatif

dan kuantitatif yang kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode analisis SWOT untuk merumuskan alternatif strategi pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Enrekang dengan menggunakan matriks IFE, matriks EFE, matrik SWOT, matriks internal-eksternal (IE), matrik Space Analisis, matrik Grand Strategy dan matriks QSPM sebagai alat analisisnya.

Metode Perumusan StrategiMetode perumusan strategi pengembangan peternakan sapi perah di

Kabupaten Enrekang mengacu pada teknik perumusan strategi (analisis SWOT) yang dikembangkan oleh David (2001), dengan melalui tiga tahap analisis yaitu tahap pengumpulan data (input), tahap analisis (process) dan tahap pengambilan keputusan (decision stage), dengan alur pelaksanaan seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Alur Pelaksanaan Perumusan Alternatif Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Enrekang

Konsep Operasional1. Peternakan sapi perah merupakan peternakan yang terkhusus memelihara ternak

sapi perah2. Pengembangan peternakan yaitu upaya untuk meningkatkan kuantitas dan

kualitas/mutu sektor peternakan di suatu daerah.3. Pengembangan peternakan sapi perah yaitu upaya untuk meningkatkan kuantitas

dan kualitas/mutu sektor peternakan sapi perah di suatu daerah.

85

Page 90: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

4. Strategi pengembangan merupakan alat untuk mencapai tujuan yang digunakan dalam pengembangan usaha sapi perah.

5. Analisis SWOT yaitu alat analisis yang mengidentifikasi berbagai internal Strenghts (kekuatan) dan Weaknesses (kelemahan) serta eksternal Opportunities (peluang) dan Threats (ancaman) secara sistematis untuk merumuskan strategi yang paling susuai untuk diterapkan dalam pengembangan sapi perah di Kabupaten Enrekang.

6. Faktor internal adalah segala faktor yang secara langsung mempengaruhi pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Enrekang yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan yang berada di dalam ruang lingkup pengembanganm usaha sapi perah contoh luas lahan peternakan.

7. Faktor eksternal adalah segala faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Enrekang yang terdiri dari peluang dan ancaman yang berada di luar ruang lingkup pengembangan usaha sapi perah dan factor ekternal dapat didefinisikan sebagai faktor pendukung dalam usaha pengembangan sapi perah di Kabupaten Enrekang contoh permintaan dangke yang tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi UsahaBerdasarkan data Dinas Pertanian Rakyat kabupaten Enrekang Tahun 2003,

kabupaten Enrekang memiliki potensi wilayah sebesar 51.890 Ha, sementara yang sudah termanfaatkan baru sebesar 13.605 Ha (26,22 %), sehingga ada sekitar 38.285 Ha (73,78 %) menjadi peluang yang belum termanfaatkan sampai saat ini (Ridwan M, 2004).

Populasi sapi perah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yaitu tahun 2006 sebanyak 1.056 ekor menjadi 1.581 ekor pada tahun 2008, dengan peningkatan ini menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Enrekang sudah melihat prospek pengembangan sapi perah yang dapat meningkatkan pendapatan dan pengembangan sapi perah di Kabupaten Enrekang mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah, propinsi dan pusat (Dinas Peternakan, 2009).

Dengan populasi yang meningkat tersebut maka produksi susunya mangalami peningkatan. Untuk produksi susu di Kabupten Enrekang perhari memproduksi 8 sampai 15 liter. Produksi susu tergantung dari manajemen pemeliharaan dan pakan yang diberikan. Tingginya produksi sapi perah di Kabupaten Enrekang juga didukung oleh limbah pertanian seperti daun ubi jalar, daun kacang tanah dan daun jagung, hal ini sesua dengan pendapat (Amirulah, 2009) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa daun ubi jalar berpengaruh nyata dapat meningkatan produksi susu sapi perah di Kabupaten Enrekang.

Tabel 3 menunjukkan populasi terbesar berada pada kecamatan Cendana dengan populasi 519 ekor. Untuk sekarang ini pusat pengembangan sapi perah di Kabupaten Enrekang berada di Kecamatan Cendana, hal ini sesuai dengan pendapat Eka (2008) yang menyatakan bahwa di kawasan Selatan (Kecamatan Cendana) Kabupaten Enrekang menjadi sentra pengembangan hewan ternak sapi perah.

86

Page 91: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Tabel 3. Populasi Sapi Perah Tiap Kecamatan di Kabupaten EnrekangNo Kecamatan Jumlah (Ekor)1 Cendana 5192 Alla 1023 Baroko 404 Bungin -5 Masalle -6 Malua 107 Enrekang 1438 Curio 969 Maiwa 1510 Buntu Batu 1311 Anggeraja 17312 Baraka 40Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Enrekang, 2009.Semua peternak di Kabupaten Enrekang mengolah hasil budidaya sapi

perahnya yaitu susu menjadi makanan khas masyarakat Enrekang yakni dangke (semacam keju makanan khas Enrekang) yang harganya makanan tersebut biasanya Rp. 10.000, sebagai catatan 1 dangke volumenya berkisar antara 1,5 liter – 2,0 liter (Anonim, 2009).

Usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang Masih bersifat usaha sampingan. Masyarakat memiliki pekerjaan pokok sebagai petani dan ada juga sebagai pegawai negeri sipil. Sistem pemeliharaan sapi perah di Kabupaten Enrekang dilakukan oleh keluarga atau pemilik ternak sendiri tanpa menggunakan tenaga kerja. Di mulai dari pembersihan kandang dilakukan oleh pemilik ternak pada pagi hari dan sore karena pada umumnya anak-anak mereka bersekolah. Pengambilan pakan dilakukan pada pagi dan sore hari, untuk pakan yang akan diberikan pada ternak pagi hari diambil di sore hari. Pemerahan dilakukan oleh pemilik ternak pada pagi dan sore hari, selanjutnya proses pembuatan dangke pada umumnya dilakukan oleh ibu rumah tangga pada pagi dan sore hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Muljana (2005) yang menyatakan bahwa pemeliharaan sapi perah harus dilakukan dengan baik untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Untuk pemasaran dangke sendiri sekarang ini mengalami peningkatan, hal ini dapat dibuktikan dengan dangke yang diproduksi tidak dapat menutupi permintaan. Dangke ini dipasarkan di kabupaten Enrekang sendiri dan di luar kabupaten enrekang, dan dijadikan oleh-oleh. Dibuktikan dengan pengakuan peternak yang menyatakan bahwa dangke yang mereka buat biasanya dibeli langsung di rumah peternak dan setiap harinya ada konsumen yang tidak mendapatkan dangke karena terlambat. Salah satu peternak di Kabupaten Enrekang yang populasinya terbesar yaitu sekitar 35 ekor, dimana mampu menghasilkan dangke 45 biji perhari yang bila dikalkulasikan dalam Rupiah sekitar Rp. 15.000.000 perbulan. Hal ini sesuai dengan pendapat Eka (2008) yang menyatakan bahwa dangke yang diproduksi di Kabupaten Enrekang memiliki permintaan yang tinggi.

Strategi Pengembangan UsahaUntuk memperoleh strategi yang digunakan dalam pengembangan usaha

sapi perah di Kabupaten Enrekang, ada beberapa tahap sebagai berikut tahap

87

Page 92: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

pengumpulan data, terdiri dari (Identifikasi Variabel, Pemberian bobot dan rating), Tahap Analisis, terdiri dari (Matriks SWOT, Matriks IE (Internal-Eksternal), Matriks Speace Analisis, Matriks Grand Strategy) dan Tahap Pengambilan Keputusan1. Tahap Pengumpulan Data (Input)

Tahap ini tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis. Dalam tahap pengumpulan data digunakan matriks evaluasi faktor internal-IFE dan matriks evaluasi faktor eksternal-EFE.

a. Identifikasi variabelPada tahap ini merupakan tahap mengidentifikasi faktor internal. Identifikasi

faktor internal dilakukan untuk mengatahui kelemahan dan kekuatan yang dihadapi usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang. Berdasarkan hal tersebut, maka kekuatan dan kelemahan usaha sapi perah perah di Kabupaten Enrekang secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kelemahan dan kekuatan pengembangan usaha sapi perahFAKTOR-FAKTOR STRATEGIS INTERNAL

Kekuatan Kelemahan1. Iklim mendukung (Makroklimaks)2. Luas lahan yang mendukung3. Budaya masyarakat Kabupaten

Enrekang dalam memelihara sapi perah

4. Ketersediaan pakan dan limbah pertanian

5. Motivasi peternak6. Sarana dan prasarana yang

mendukung7. Menciptakan lapangan kerja8. Perekonomian peternak akan

cenderung lebih baik

1. Sumber permodalan usaha masih kurang

2. Kelembagaan kelompok (koperasi) masih lemah

3. Sumber Daya Manusia(SDM) masih rendah (pengetahuan peternak tentang teknologi yang masih kurang)

4. Sistem pemeliharaan yang masih kurang baik

5. Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) belum ada

6. Daya awet susu rendah7. Ketersediaan bahan baku (bibit sapi

perah)8. Kurangnya petugas lapang

(penyuluh)9. Produksi dan produktivitas ternak

rendah Sumber: Data primer setelah diolah, 2010.

Tabel 4 menunjukkan kekuatan yang diperoleh dalam usaha sapi perah yakni iklim dan luas lahan yang mendukung sehingga menghasilkan pakan dan limbah pertanian yang melimpah. Kabupaten Enrekang merupakan daerah dataran tinggi (suhu dingin) yang cocok untuk mengembangan sapi perah. Lahan yang mendukung pula untuk pengembangan sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat (Ridwan M, 2004) Iklim di kabupaten Enrekang cocok dengan iklim untuk pengembangan sapi perah yaitu iklim tropis yang menurut skala Scmidth–Fergusson termasuk kategori iklim tipe B dan C di mana musim hujan terjadi bulan November sampai Juli dan kemarau bulan Agustus – Oktober. Secara geografis kabupaten Enrekang terletak antara koordinat 3o14’36”– 3o5’00” LS dan antara

88

Page 93: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

119o4’5” – 120o6’3” BS, serta berada pada ketinggian 47 – 3.329 m di atas permukaan laut, kondisi ini menjadikan topografi wilayah dari sejumlah desa yang ada di kabupaten Enrekang dengan kondisi 90,97% berbukit (98 desa) dan sisanya 9,03% (10 desa) berupa dataran. Geografi dan topografi wilayah tersebut mendukung untuk pengembangan peternakan khususnya sapi perah. Luas lahan kering di kabupaten Enrekang adalah 74.956 Ha di mana 41.422 Ha adalah padang rumput. Potensi pasokan pakan relatif tersedia pula dari limbah pertanian berupa jerami padi dan jagung.

Budaya masyarakat kabupaten Enrekang untuk memelihara sapi perah yang tinggi dan motivasi peternak yang besar membuat usaha sapi perah bisa sukses. Di kabupeten Enrekang memelihara sapi perah sudah merupakan budaya dalam artian turun temurun. Motivasi peternak juga tinggi, mereka dalam memelihara sapi dengan sungguh-sungguh. Hal ini sesuai dengan pendapat Muljana( 2005) yang menyatakan bahwa hal-hal yang membuat sapi perah berkembang adalah bimbingan dan motivasi dari peternak itu sendiri.

Sarana dan prasarana yang mendukung menjadi kekuatan dalam usaha sapi perah di kabupaten Enrekang. Sarana dan prasarana yang mendukung dibuktikan dengan jalan menuju salah satu desa di mana sapi perah dikembangkan sudah dibangun jembatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Muljana (2005) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang membuat usaha sapi perah berkembang adalah bimbingan dan sarana dan prasarana yang mendukung.

Menciptakan lapangan kerja dan perekonomian peternak akan cenderung lebih baik merupakan kekuatan dalam pengembangan usaha sapi perah di kabupaten Enrekang, dengan adanya usaha sapi perah membuat remaja-remaja yang putus kerja dan masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap bisa memelihara sapi perah sebagai pekerjaannya. Usaha sapi perah dapat meningkatkan pendapatan peternak sebagai contoh apabila memiliki sapi 3 ekor (betina) dimana produksi susunya 12 liter perhari maka dangke yang bisa diperoleh setiap harinya mencapai 18 biji dan harga tiap biji berkisar Rp. 10.000,- hingga Rp.13.000,-, sehingga bisa memperoleh pendapatan kurang lebih Rp. 200.000,-. Hal ini sesuai dengan pendapat Eka (2008) yang menyatakan bahwa usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang merupakan usaha yang menjanjikan.

Kelemahan dalam usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang adalah sumber permodalan usaha masih kurang, kelembagaan kelompok dan ketersediaan bahan baku (bibit) yang masih kurang. Sumber permodalan yang masih kurang menjadi penghambat peternak dalam melakukan usaha sapi perah, modal yang diperlukan dalam usaha sapi perah cukup tinggi. Kelembagaan kelompok yang masih lemah (Koperasi) di kabupaten Enrekang belum dilaksanakan dengan baik. Tidak adanya koperasi untuk memasarkan produk (Dangke) menjadi penghambat, pada umumnya peternak menjual langsung di rumahnya atau membawanya ke pasar. Kurangnya bahan baku (bibit) membuat peternak mengalami kesulitan dalam melakukan budidaya sapi perah, bibit yang mereka peroleh dari pulau Jawa dengan harga yang tinggi.

Sumber Daya manusia (Pengetahuan peternak tentang teknologi yang masih rendah), Sistem pemeliharaan yang kurang baik, dan kurangnya petugas lapang. SDM yang kurang dalam hal teknologi merupakan kelemahan usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang seperti mesin pemotong rumput sebagian masih manual dan pemerahan susu juga secara manual. Sistem pemeliharaan sapi perah di Kabupaten

89

Page 94: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Enrekang masih kurang baik ini dapat dilihat masih banyaknya ternak yang terserang penyakit seperti luka pada bagian mata, kaki dan diare. Petugas lapang yang ada di Kabupaten Enrekang masih kurang, seperti inseminatornya hanya ada 2 orang sehingga peternak sulit untuk menghubungi apabila ada ternaknya yang birahi.

Daya awet susu rendah menjadi kelemahan dalam usaha sapi perah. Susu yang dihasilkan sebaiknya langsung di proses menjadi dangke. Seperti halnya di Kabupaten Enrekang apabila melakukan pemerahan pada pagi hari pukul 6.30 maka susu harus segera dibuat dangke pada pukul 07.00.

Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) yang belum ada menjadi salah satu kelemahan usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang. Pemerintah tidak memiliki rencana untuk menjadikan suatu wilayah menjadi pusat pengembangan usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang.

Produksi dan produktivitas ternak rendah merupakan kelemahan pengembangan usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang Enrekang, dimana produksi susunya masih sebagian ternak yang berproduksi rendah.

Identifikasi faktor eksternal dilakukan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang dihadapi pada pengembangan usaha sapi perah. Beberapa peluang dan ancaman yang dihasilkan atau diperoleh dari hasil analisis yang dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, maka peluang dan ancaman yang dihadapi usaha sapi perah secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Peluang dan ancaman pada pengembangan usaha sapi perahFAKTOR-FAKTOR STRATEGIS EKSTERNAL

Peluang Ancaman1. Permintaan hasil olahan susu (dangke)

yang cukup tinggi2. Dukungan pemerintah pusat, propinsi dan

kabupaten yang tinggi (respon nasional)3. Anak jantan dan sapi afkir untuk substitusi

sapi potong4. Perhatian pihak perbankan mulai besar

1.Penyakit ternak2.Impor produk susu 3.Pergeseran Lahan antar subsektor4.Musim tidak menentu

(agroekosistem)5.Pemanasan global

Sumber: Data primer yang telah diolah, 2010.Peluang usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang adalah permintaan hasil

olahan susu (dangke) yang tinggi. Permintaan dangke yang tinggi dibuktikan dengan tidak sejalannya antara supply dan demand (Permintaan dan Penawaran), setap hari dangke peternak habis terjual baik yang mereka jual di rumah maupun yang mereka bawah ke pasar.

Dukungan pemerintah pusat, propinsi, dan Kabupaten yang tinggi dan perhatian pihak perbankan mulai besar menjadi peluang usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang. Dukungan pemerintah ini dalam bentuk pemberian bibit dengan sistem sharing maksudnya setelah mengasilkan dua ekor anak maka satu ekor anak diberikan kepada peternak yang ingin beternak dan dapat dilihat dari adanya bantuan sapi bibit dan setiap kelompok tani yang mengajukan permohonan bantuan diberikan dari pihak pemerintah. Pihak perbankan di Kabupaten Enrekang khususnya BRI sudah membuka peluang bagi masyarakat yang ingin mengambil modal di bank maka pihak perbankan tidak ragu dalam memberikan karena sudah melihat prospek pengembangan sapi perah di Kabupaten Enrekang yang cukup tinggi.

90

Page 95: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Anak jantang dan sapi afkir substitusi sapi potong menjadi peluang usaha. Dimana sapi yang jantan dan diafkir bisa dijadikan sebagai sapi potong yang akan menambah pendapat peternak atau dijadikan modal dalam pembelian sapi bibit (betina).

Ancaman dalam usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang adalah penyakit ternak, musim tidak menentu dan pemanasan global. Ancaman ini sangat merugikan usaha sapi perah seperti penyakit mastitis (radang ambing) yang banyak menyerang ternak sapi perah di Kabupaten Enrekang, musim tidak menentu (agroekosistem) dan pemanasan global merupakan ancaman dalam pengembangan usaha sapi perah, dimana musim kemarau sangat berpengaruh terhadap produksi pakan.

Pergeseran lahan antar subsektor dan impor produk susu merupakan ancaman usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang. Lahan yang dulunya untuk pada rumput dijadikan pemukiman atau lahan pertania. Impor produk susu bisa menurunkan permintaan terhadap produk susu (hasil olahan yakni dangke) menurun.Pemberian Bobot dan Peringkat (Rating)

Tabel 6. Matriks IFE (Internal faktor evaluation)Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan1. Iklim mendukung (Makroklimaks)2. Luas lahan yang mendukung3. Budaya masyarakat Kabupaten Enrekang

dalam memelihara sapi perah4. Ketersediaan pakan dan limbah pertanian5. Motivasi peternak6. Sarana dan prasarana yang mendukung7. Menciptakan lapangan kerja8. Perekonomian peternak akan cenderung

lebih baikKelemahan1. Sumber permodalan usaha masih kurang2. Kelembagaan kelompok usaha (koperasi)

masih lemah3. Sumber Daya Manusia(SDM) masih

rendah (pengetahuan peternak tentang teknologi yang masih kurang)

4. Sistem pemeliharaan yang masih kurang baik

5. Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) belum ada

6. Daya awet susu rendah7. Ketersediaan bahan baku (bibit sapi

perah)8. Kurangnya petugas lapang (penyuluh)9. Produksi dan produktivitas ternak rendah

0,070.070,06

0.060,060,060.050,06

0,050,06

0,06

0,06

0,06

0,060,06

0.050,05

444

33343

32

2

3

2

23

33

0,280,280,24

0,180,180,180,200,18

0,150,12

0,12

0,18

0,12

0,120,18

0,150,15

Total 1 3,11Sumber: Data primer yang telah diolah, 2010.

91

Page 96: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Tabel 6, menunjukkan bahwa jumlah skor bobot dikalikan dengan rating pada pengembangan usaha yaitu 3,11 yang menunjukkan bahwa usaha pengembangan sapi perah berada pada posisi kuat (3,0 – 4,0).

Tabel 7. Matriks IFE (Internal faktor evaluation)Faktor Strategi Ekternal Bobot Rating Skor

Peluang1. Permintaan hasil olahan susu (dangke)

yang tinggi2. Dukungan pemerintah pusat, propinsi

dan kabupaten yang tinggi (program nasional)

3. Anak jantan dan sapi akhir untuk substitusi sapi potong

4. Perhatian pihak perbankan mulai besar

Ancaman5. Penyakit ternak6. Impor produk susu7. Pergeseran lahan antar subsektor8. Musim tidak menentu

(Agroekosistem)9. Pemanasan global

0,12

0.12

0,11

0.11

0,110,110.11

0,110,10

4

4

4

4

114

14

0,48

0,48

0,44

0,44

0,110,110,44

0,110,40

1 3,01 Sumber: Data primer yang telah diolah, 2010.

Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa jumlah skor bobot dikalikan dengan rating pada pengembangan usaha yaitu 3,01 yang menunjukkan bahwa usaha perah berada pada posisi kuat (3,0 – 4,0). 8. Tahap Analisis

Pada tahap ini semua faktor internal dan eksternal dimanfaatkan dalam model-model kuantitatif perumusan strategi. Dalam hal ini digunakan model matriks SWOT, matriks internal-eksternal (IE), matriks space analisis dan matriks grand strategy.

92

Page 97: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

a. Matrik SWOT (Strengths-Weakness-Opportunities-Threats) Analisis

Internal

Analisis Eksternal

Kekuatan (S) 1. Iklim mendukung (makroklimaks)2.Luas lahan yang mendukung3.Budaya masyarakat kabupaten

Enrekang dalam memelihara sapi perah

4. Ketersediaan pakan dan limbah pertanian

5. Motivasi peternak6. Sarana dan prasarana

mendukung7. Menciptakan lapangan kerja8. Perekonomian peternak akan

cenderung lebih baik

Kelemahan (W)1.Sumber permodalan usaha masih

kurang 2.Kelembagaan kelompok (koperasi)

masih lemah3.Sumber Daya Manusia (SDM)

masih rendah (pengetahuan teknologi yang masih kurang)

4.Sistem pemeliharaan yang masih kurang baik

5.Rencana Umum Tata Ruang (RTUR) belum ada

6.Daya awet susu rendah 7. Ketersediaan bahan baku (bibit

sapi perah) 8. Kurangnya petugas lapang 9. Produksi dan produktivitas ternak

rendah

Peluang (O)1.Permintaan hasil olahan

susu (dangke) yang cukup tinggi

2.Dukungan pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten yang tinggi

3.Anak jantan dan sapi afkir untuk substitusi sapi potong

4.Perhatian pihak perbankan mulai besar

SO1. Meningkatkan populasi sapi

perah (S1, S2, S3, S4, S5, S6, S7, S8, O1, O2, O3, O4)

2. Pemperdayaan kredit usaha (S7, S8, O1, O2, O4)

3. Optimalisasi lahan (S2, O1)

WO1. Penerapan teknologi untuk

memudahkan dalam pengembangan usaha sapi perah. (W5, T2, T4, T5, T6)

2. Kemitraan usaha (W1, W2, W3, W4, O1, O2, O4, O5)

Ancaman (T)1.Penyakit ternak

2.Impor produk susu 3.Pergeseran lahan antar

subsektor4.Musim tidak menentu

(agroekosistem)5. Pemanasan global

ST1. Memperbaiki manajemen

pemeliharaan sapi perah (S1, S2, S5, T1, T3, T4, T5)

2. Penataan kawasan (S2, S5, T3, T5, T6)

WT1. Meningkatkan teknologi

(W3,W6,W8, T1, T2, T4, T5)

b. Matriks IE (Internal-Ekternal)Dalam memudahkan pemberian untuk pemilihan alternatif strategi maka

dibuat matriks internal dan eksternal. Karena dengan matriks ini dapat diketahui posisi pengembangan usaha sapi perah saat ini. Pemetaan posisi pengembangan sangat penting dalam pemilihan strategi yang akan diterapkan.

93

Page 98: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari matriks IFE dan EFE, maka dapat disusun matriks I-E (Gambar 5). Total skor bobot IFE sebesar 3,11 dan EFE sebesar 3,01 menempatkan pengembangan usaha sapi perah pada sel 1 (Gambar 5). Posisi ini menggambarkan pengembangan usaha sapi perah dalam kondisi Growth yang merupakan pertumbuhan itu sendiri atau upaya difersifikasi.

Gambar 2. Skema Diagram Matriks IE ( Internak Eksternal)

c. Matriks Space AnalisisTabel 7. Marriks evaluasi faktor internal Usaha sapi perah

Faktor Strategis Internal RatingKekuatanIklim mendukung (Makroklimaks)Luas lahan yang mendukungBudaya masyarakat Kabupaten Enrekang dalam memelihara sapi perahKetersediaan pakan dan limbah pertanianMotivasi peternakSarana dan prasarana yang mendukungMenciptakan lapangan kerjaPerekonomian peternak akan cenderung lebih baik

44343333

TOTAL 27RATA-RATA 3,37

KelemahanSumber permodalan usaha masih kurangKelembagaan kelompok usaha (koperasi) masih lemahSumber Daya Manusia(SDM) masih rendah (pengetahuan peternak tentang teknologi yang masih kurang)Sistem pemeliharaan yang masih kurang baikRencana Umum Tata Ruang (RUTR) belum adaDaya awet susu rendahKetersediaan bahan baku (bibit sapi perah)Kurangnya petugas lapang Produksi dan produktivitas ternak rendah

-3-2

-3-3-2-3-3-3

-3TOTAL 25

RATA-RATA 2,7Nilai pada sumbu X (internal) = kekuatan – kelemahan 2

Sumber: Data primer yang telah diolah, 2010

94

Page 99: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Dari data yang diperoleh setelah melakukan penelitian maka didapatkan data yaitu data pemberian rating faktor internal dan pemberian rating faktor eksternal dan kemudian diolah sehingga menghasilkan nilai rating.Tabel 8. Mariks evaluasi faktor eksternal pengembangan usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang

Faktor Strategis Internal RatingPeluangPermintaan hasil olahan susu (dangke) yang tinggiDukungan pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten yang tinggi (respon nasional)Anak jantan dan sapi akhir untuk substitusi sapi potongPerhatian pihak perbankan mulai besar

4

434

TOTAL 15RATA-RATA 3,75

AncamanPenyakit ternakImpor produk susuPergeseran lahan antar subsektorMusim tidak menentu (Agroekosistem)Pemanasan global

-1-1-4-1-4

TOTAL 11RATA-RATA 2,2

Nilai pada sumbu X (internal) = peluang – Ancaman 5Sumber: Data primer yang telah diolah, 2010

Dengan melihat nilai dari matriks IFE maka dapat dihitung bahwa nilai rating kekuatan dikurangi dengan kelemahan. Berdasarkan hal tersebut maka nilai kekuatan dikurangi dengan kelemahan (27-25) hasilnya 2 dan nilai kekuatan peluang dikurangi ancaman (15-11) hasilnya 4. Hal ini sesuai dengan pendapat Rangkuti (2003), bahwa pada kuadran I ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Pengembangan usaha sapi perah tersebut strategi memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Fokus strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah strategi SO (Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang). Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented). Strategi yang dihasilkan adalah meningkatkan populasi sapi perah, pemberdayaan kredit usaha dan optimalisasi lahan.

3. Tahap Pengambilan Keputusan (Decision Stage)

95

Page 100: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Tahap pengambilan keputusan adalah tahap untuk menentukan daftar prioritas alternatif strategi pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Enrekang yang paling diprioritaskan untuk diterapkan. Matriks perencanaan strategis kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix-QSPM) merupakan teknik yang secara objektif dapat menetapkan alternatif strategi yang diprioritaskan.

Matriks QSP adalah alat yang direkomendasikan bagi peneliti untuk mengevaluasi pilihan strategi alternatif secara objektif berdasarkan faktor-faktor utama internal dan eksternal pada matriks IFE, EFE, I-E, serta matriks SWOT. Penentuan alternatif strategi yang layak dimasukkan pada matriks QSP berdasarkan penilaian atas kondisi pengembangan usaha sapi perah dan penggunaannya. Beberapa alternatif strategi yang dipilih yaitu :

1. Meningkatkan populasi sapi perah 2. Pemperdayaan kredit usaha 3. Optimalisasi lahan 4. Penerapan teknologi untuk memudahkan dalam pengembangan usaha sapi

perah. 5. Kemitraan usaha 6. Memperbaiki manajemen pemeliharaan sapi perah 7. Penataan kawasan 8. Meningkatkan teknologi

Berdasarkan strategi yang telah dibuat kemudian disusun mana yang lebih diprioritaskan sehingga harus dilakukan terlebih dahulu dan dapat dibuat dengan menggunakan matriks QSPM pada Lampiran 5.

Dari hasil perhitungan matriks QSP dengan mengalikan bobot masing-masing faktor dengan nilai daya tarik dihasilkan total nilai daya tarik yang terpilih adalah strategi ke 1 yaitu Meningkatkan populasi sapi perah . Alternatif terkecil sebesar 0,38 adalah strategi Optimalisasi lahan dan 0,865 adalah pemberdayaan kredit usaha. Prioritas strategi yang disarankan disusun berdasarkan urutan pertama dengan nilai TAS tertinggi sampai dengan urutan terakhir dengan nilai TAS terendah. Hasil matriks QSP menghasilkan prioritas strategi sebagai berikut :

1. Meningkatkan populasi sapi perah (1,785)2. Pemperdayaan kredit usaha (0,0865)3. Optimalisasi lahan (0,38)

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :- Kondisi Usaha

Populasi sapi perah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yaitu tahun 2006 sebanyak 1.056 ekor menjadi 1.581 ekor pada tahun 2008, dengan peningkatan ini menunjukkan bahwa masyarakat Kabupaten Enrekang sudah melihat prospek pengembangan sapi perah yang dapat meningkatkan pendapatan dan pengembangan sapi perah di Kabupaten Enrekang mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah, propinsi dan pusat. Pemasaran dangke sendiri untuk sekarang ini mengalami peningkatan, hal ini dibuktikan dengan dangke yang

96

Page 101: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

diproduksi tidak dapat menutupi permintaan. Dangke ini dipasarkan di kabupaten Enrekang sendiri dan di luar kabupaten enrekang, dan dijadikan oleh-oleh.- Strategi yang diperoleh sebagai berikut :1. Meningkatkan populasi sapi perah (1,785)2. Pemperdayaan kredit usaha (0,865)3. Optimalisasi lahan (0,38)

SaranSebaiknya dalam pengembangan usaha sapi perah di Kabupaten Enrekang

strategi yang diterapkan adalah meningkatkan populasi sapi perah, pemberdayaan kredir usaha, optimalisasi lahan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Sapi Perah. www.oggix.com. Diakses Tanggal 20 Maret 2010BPS. 2000. Keadaan Umum Lokasi Kabupaten Enrekang. Propinsi Sulawesi

Selatan.______. 2009. Keadaan Umum Lokasi Kabupaten Enrekang. Provensi Sulawesi

Selatan.David, Fred. 2003. Manajemen Strategis. Prenhallindo. JakartaDinas Peternakan Sulawesi Selatan. 2004. Statistik Peternakan Tahun 2003.

Makassar. Dinas Peternakan Sulawesi Selatan.Dinas Peternakan Kabupaten Enrekang. 2009. Populasi Sapi Perah.Enrekang.Eka. 2008. Potensi Sektor Peternakan Sangat Menjanjikan. http:///www.

SitusResmi Kabupaten Enrekang. Diakses Tanggal 7 Februari 2010.Muljana. 2005 Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak Sapi Perah. Penerbit Aneka

Ilmu. Semarang.Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia

Pustaka Utama. JakartaRidwan M. 2004. Stategi Pengembangan Dangke Sebagai Produk Unggulan

Lokal. Tesis Institut Pertanian Bogor. Bogor. Diakses Tanggal 8 Januari 2010.

97

Page 102: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAKAN SAPI POTONG DI KECAMATAN TANETE RILAU, KABUPATEN BARRU

(Revenue Analysis Cattle Ranch In Sub Tanete Rilau Barru)

A.H. Hoddi, M.B.Rombe, Fahrul

Jurusan sosial Ekonomi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Kampus Unhas Tamalanrea Tlp/Fax. (0411) 587217

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian dengan judul ”Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong Di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru”, di lakukan selama kurang lebih dua bulan yaitu mulai dari Februari sampai April 2010, di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif dengan menggunakan rumus pendapatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan peternak sapi potong yang ada di Kecamatan Tanete Rilau menguntungkan dengan rata-rata pendapatan per tahun yang diperoleh peternak pada stratum A dengan kepemilikan sapi 7-10 ekor sebesar Rp. 3.705.159/Tahun, stratum B dengan kepemilikan sapi 11-15 ekor sebesar Rp. 6.131.045/Tahun dan stratum C dengan kepemilikan sapi 15 ekor ke atas sebesar Rp. 9.140.727/Tahun.Kata kunci : Analisis Pendapatan , Sapi Potong

ABSTRACT

This research title "Analysis of Beef Cattle Breeders Revenue In Sub Tanete Rilau Barru". This research hans ben done for approximately two months beginning from February to April 2010, in District Tanete Rilau Barru. The type of research used was descriptive quantitative. The data were analysed using the formula of revenue from quantitative data.

The results showed that the income of farmers of beef cattle in Sub Tanete Rilau profitable with an average annual income earned by farmers in the stratum A 7-10 ox tail ownership of Rp. 3.705.159/year, stratum B with 11-15 cows tail ownership of Rp. 6.131.045/year and stratum C to ownership of 15 cows tail to the top of Rp. 9.140.727/year.Key words : Revenue Analysis, Beef Cattle

PENDAHULUAN

Pembangunan sub-sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian yang bertujuan untuk mencapai suatu kondisi peternakan yang tangguh, yang dicirikan dengan kemampuan mensejahterakan para petani peternak dan kemampuannya dalam mendorong pertumbuhan sektor terkait secara keseluruhannya.

98

Page 103: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Pembangunan peternakan diarahkan untuk meningkatkan mutu hasil produksi, meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja serta memberikan kesempatan berusaha bagi masyarakat di pedesaan. Peternakan yang tangguh memerlukan kerja keras, keuletan dan kemauan yang kuat dari peternak itu sendiri agar mencapai tujuan yang diinginkan. Keberhasilan yang ingin dicapai akan memacu motivasi peternak untuk terus berusaha memelihara ternak sapi secara terus menerus dan bahkan bisa menjadi mata pencaharian utama.

Usaha ternak sapi potong dapat dikatakan berhasil bila telah memberikan kontribusi pendapatan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup peternak sehari-hari, hal ini dapat dilihat dari berkembangnya jumlah kepemilikan ternak, pertumbuhan berat badan ternak dan tambahan pendapatan keluarga.

Kabupaten Barru merupakan salah satu kawasan yang memperlihatkan pembangunan peternakan sapi potong tersebut. Pengelolaan usaha peternakan semakin menunjukkan peningkatan baik itu dilakukan secara tradisional (umbaran) maupun dikelola secara intensif seperti usaha penggemukan. Hal ini secara akumulatif menyebabkan pertambahan jumlah populasi sapi potong di Kabupaten Barru yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berikut data populasi sapi potong di Kabupaten Barru dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Populasi Ternak Sapi Potong di Kabupaten Barru Tahun 2003-2007

No Kecamatan Tahun2003 2004 2005 2006 2007

1 Tanete Riaja 8.494 8.578 10.622 10.966 11.7342 Pujananting 9.578 9.687 7.937 8.193 8.7673 Tanete Rilau 3.597 3.688 3.018 3.124 3.3434 Barru 4.873 5.434 4.800 4.955 5.3025 Balusu 2.167 2.216 2.997 3.091 3.3076 Soppeng Riaja 2.962 3.034 3.003 3.098 3.3157 Mallusetasi 1.575 1.606. 3.302 3.407 3.645Jumlah 33.246 34.243 35.679 36.834 39.413

Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Barru, 2009

Berdasarkan Tabel 1 dapat kita lihat pertambahan jumlah populasi sapi potong yang cukup besar dari tahun ke tahun yang terjadi di Kabupaten Barru. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan usaha peternakan sapi potong yang merupakan akumulasi dari pengembangan sektor-sektor usaha peternakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Kecamatan Tanete Rilau adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Barru dengan jumlah peternak sapi potong dan jumlah kepemilikan ternak sapi potong yang di miliki oleh petani peternak disana cukup tinggi, namun karena usaha ini hanya dikelolah secara tradisional sehingga untuk mengetahui berapa keuntungan atau pendapatan yang diperoleh atau diterima serta berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk usaha tersebut tidak dapat diketahui secara jelas. Adapun perkembangan populasi ternak sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru dari tahun 2003- 2007 dapat dilihat pada Tabel 2.

99

Page 104: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Tabel 2. Jumlah perkembangan Populasi Sapi Potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru Tahun 2003-2007

No Desa/Kelurahan Tahun2003 2004 2005 2006 2007

1 Lasitae 351 340 197 263 3622 Pancana 215 193 163 172 2653 Lalabata 435 445 349 321 3874 Pao-pao 143 150 162 149 1545 Tellumpanua 309 321 268 308 2916 Lalolang 227 286 187 167 2377 Tanete 367 354 321 282 2648 Lipukasi 652 643 563 523 5429 Garessi 436 445 321 421 36710 Corawali 462 511 487 518 474Jumlah 3597 3688 3018 3124 3343

Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Barru, 2009Dari Tabel 2 dapat dilihat di Kecamatan Tanete Rilau populasi sapi potong

cenderung terjadi penurunan. Namun pengembangan usaha peternakan sapi potong di daerah ini cukup baik, hal ini dilihat dari jumlah masyarakat yang melakukan usaha peternakan sapi potong cukup tinggi yaitu sebanyak 336 peternak memiliki sapi potong lebih dari 6 ekor.

Perkembangan usaha peternakan ini merupakan sebuah hal yang positif dan harapan baru bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat peternak tentunya dengan meningkatnya pendapatan. Hal tersebut tentunya harus disertai dengan adanya sebuah manajemen pengelolaan usaha peternakan yang tepat, baik disisi teknis maupun dalam manajemen pemasarannya.

Namun yang menjadi masalah peningkatan populasi sapi potong di Kabupaten Barru tidak dibarengi dengan peningkatan jumlah populasi di setiap kecamatannya. Berdasarkan data populasi di atas dapat kita lihat adanya penurunan jumlah populasi sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau dan Kecamatan Pujananting dari lima tahun terakhir.

Terkhusus Kecamatan Tanete Rilau penurunan populasi tersebut disebabkan oleh berkurangnya keinginan masyarakat untuk beternak sapi potong karena keuntungan yang diperoleh hanya sedikit jika dibandingkan dengan beratnya kegiatan yang mereka lakukan dalam beternak. Padahal jika melihat daya dukung lahan berupa lokasi yang luas dan ketersediaan hijauan yang cukup di Kecamatan Tanete Rilau, daerah ini cocok untuk pemeliharaan sapi potong yang bisa memberikan keuntungan yang baik bagi peternak jika dikelolah dengan manajemen yang baik pula tentunya.

Keuntungan merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan suatu usaha peternakan. Keuntungan tersebut dapat dilakukan melalui analisis pendapatan. Dari hasil ini dapat diketahui apakah usaha peternakan sapi potong yang dilakukan di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru layak atau tidak untuk dijalankan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru”

100

Page 105: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Rumusan MasalahMasalah yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah bagaimana

pendapatan usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru.

Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pendapatan usaha

peternak sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru

Kegunaan PenelitianKegunaan penelitian ini adalah:

1. Agar kita dapat mengetahui besarnya pendapatan usaha peternak sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kab. Barru sehingga diketahui kelayakannya.

2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat tentang potensi beternak sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru.

3. Sebagai bahan informasi bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan usaha peternakan sapi potong.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan TempatPenelitian ini akan dilaksanakan selama kurang lebih dua bulan yaitu mulai

bulan Februari 2010 sampai dengan April 2010, bertempat di Kecamatan Tanete Rilau dengan alasan bahwa tempat ini merupakan salah satu daerah dengan jumlah pelaku usaha peternakan sapi potong yang cukup banyak di Kabupaten Barru.

Jenis PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian

yang menggambarkan kondisi variabel penelitian yaitu besarnya pendapatan yang diperoleh pelaku usaha peternakan sapi potong untuk mengetahui potensi usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru.

Populasi dan SampelPopulasi dalam penelitian ini adalah semua peternak sapi potong yang ada

di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru .yang berjumlah 336 orang kemudian ditarik sampel melalui rumus slovin dan penentuan sampelnya dilakukan secara acak (simple random sampling).

n = N1 + N (e )2

Dimana : n = Jumlah Sampel N = Jumlah populasi e2 = Tingkat Kelonggaran (1 % )

101

Page 106: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

n = 3361 + 336 ( 0,1)2

n = 3361 + 336 (0 , 01)

n = 3361 + 3 .36

n = 3364 .36

n = 77 . 06n = 77 respondenSehingga diperoleh sampel sebanyak 77 peternak dengan perhitungan terlampir.

Jadi sampel minimum yang didapat adalah sebanyak 77 peternak sapi potong. Karena populasi bersifat heterogen yaitu jumlah kepemilikan ternak sapi oleh peternak berbeda-beda, maka untuk menghomogenkannya maka dilakukan stratifikasi (stratified) yaitu populasi dibagi ke dalam beberapa stratum yaitu sebagai berikut:1. Stratum A yaitu peternak dengan jumlah kepemilikan ternak sapi potong antara

7-10 ekor terdapat sebanyak 192 peternak2. Stratum B yaitu peternak dengan jumlah kepemilikan ternak sapi potong antara

11-15 ekor terdapat sebanyak 94 peternak3. Stratum C yaitu peternak dengan jumlah kepemilikan ternak sapi potong lebih

dari 15 ekor terdapat sebanyak 50 peternakPengambilan nilai jumlah sampel dilakukan secara proporsionate stratified

random sampling (Sugiono, 2000), yaitu:1. Stratum A jumlah sampel sebanyak : 192/336 X 77 = 44 Peternak2. Stratum B jumlah sampel sebanyak : 94/336 x 77 = 22 Peternak3. Stratum C jumlah sampel sebanyak : 50/336 x 77 = 11 Peternak

Sampel setiap stratum di acak secara sederhana (Simple random sampling)

Pengumpulan DataPengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap usaha peternakan sapi potong yang dilakukan oleh peternak di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru.

2. Kuisoner dan Wawancara yaitu pengambilan data dengan membagikan angket atau daftar pertanyaan kepada peternak serta berkomunikasi langsung dengan responden untuk memperoleh data-data yang diperlukan.

Sumber Data1. Data primer adalah data mentah yang diperoleh langsung dari hasil observasi,

wawancara atau kuesioner2. Data sekunder adalah data hasil olahan yang diperoleh dari instansi terkait

dalam hal ini Dinas Peternakan seperti jumlah populasi sapi potong.

102

Page 107: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Analisa Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

kuantitatif dengan rumus pendapatan (Soekartawi, 2003) untuk mengetahui besarnya pendapatan peternak dari usaha peternakan sapi potong yang mereka kelolah :

Dimana :πΠ = Pendapatan Peternak Sapi Potong (Rp/Tahun)TR (Total Revenue) = Nilai Populasi sapi Akhir Tahun (Nilai Sapi yang ada +

Nilai yang di Konsumsi + Nilai yang di jual (Rp/tahun)TC (Total cost) = Nilai Populasi sapi awal tahun + biaya yang di keluarkan

selama 1 tahun (Rp/tahun)

Konsep Operasional Peternakan sapi potong adalah usaha pemeliharaan sapi potong yang dilakukan

oleh peternak di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru Biaya tetap adalah biaya yang secara rutin dikeluarkan oleh peternak sapi

potong yang bersifat tetap, seperti biaya penyusutan kandang, penyusutan peralatan, Pajak Bumi dan Bangunan (Rp/ Tahun)

Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan oleh peternak yang besarnya bervariasi sesuai dengan volume usaha yang dijalankan, misalnya biaya bibit ternak awal periode, biaya pakan, obat-obatan, vaksin, tenaga kerja (Rp/Tahun)

Total biaya adalah total biaya tetap dan biaya variabel (Rp/Tahun) Total penerimaan adalah nilai populasi sapi yang ada, yang dikomsumsi dan

yang di jual akhir tahun oleh peternak sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru.

Pendapatan Peternak Sapi Potong adalah Selisih antara Total penerimaan dengan Total biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan usaha peternakan. (Rp/Tahun)

Harga jual adalah besarnya nilai jual sapi potong (Rp/Tahun) Jumlah penjualan adalah banyaknya sapi potong yang terjual selama satu

periode (Ekor/tahun) Sapi potong adalah Sapi potong bangsa sapi bali yang dipelihara oleh peternak

di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru Feces adalah kotoran sapi yang bisa diolah menjadi pupuk kandang. Bibit adalah sapi bakalan yang akan dipelihara Pakan adalah hijauan atau konsentrat yang akan diberikan pada sapi guna

memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral (Kg/tahun) Tenaga kerja adalah orang yang dipekerjakan untuk memelihara sapi yang akan

dipelihara. Perkandangan adalah tempat tinggal sapi selama dirawat oleh pemiliknya guna

untuk melindungi sapi dari gangguan luar yang dapat merugikan peternakan seperti hujan, angin kencang, dan terik matahari.

Obat-obatan adalah bahan kimia yang diberikan kepada sapi yang bertujuan untuk menghindarkan sapi dari penyakit atau menyembuhkan sapi dari penyakit.

103

Page 108: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Usaha Peternakan sapi Potong Prospek peternakan Sapi Potong di Indonesia masih tetap terbuka dalam

waktu yang lama, dari tahun ke tahun permintaan akan kebutuhan daging sapi mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan pekembangan zaman. Namun peningkatan permintaan daging sapi tidak diikuti oleh jumlah populasi ternak sapi potong. Tidak heran kalau setiaap tahun pemintaan persediaan daging sapi di Indonesia semakin menurun terhadap jumlah penduduk walaupun jumlah populasi ternak sapi potong meningkat (Sugeng, 2002).

Usaha peternakan sapi potong secara tradisional ini pada umumnya dilakukan oleh masyarakat secara tuun temurun dari orang tua mereka. Ternak sapi yang dimiliki selain dimanfaatkan daging dan kulitnya, pada umumnya ternaak sapi tersebut dimanfaaatkan tenaganya untuk membantu masyarakat dalam mengelola lahan pertanian (sawah) yang dimiliki. Seperti yaang dikemukakan Anonim (2002) bahwa ternak sapi memiliki kemanfaatan lebih luas di dalam masyarakat, sehingga keberadaannya dalam meningkatkan perkembangannyaa pun lebih mantap.

B. Biaya ProduksiBiaya merupakan sejumlah uang yang dinyatakan dari sumber-sumber

(ekonomi) yang dikorbankan untuk mencapai tujuan tertentu. Daniel (2001) menyatakan bahwa biaya produksi adalah sebagai kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani/peternak dalam proses produksi baik secara tunai maupun tidak tunai.

Kegiatan produksi menunjukkan kepada upaya pengubahan input atau sumber daya menjadi output berupa barang atau jasa (Herlambang, 2002). Untuk mengubah itu semua diperlukan adanya biaya. Dalam setiap usaha apapun dibutuhkan biaya untuk melakukan operasi dari usaha tersebut baik itu usaha perorangan dalam skala kecil sampai usaha perusahaan dalam skala besar.

Soekartawi (1995), menjelaskan bahwa biaya usaha tani biasanya di klasifikasikan menjadi dua, yaitu : a) biaya tetap (Fixed cost) b) biaya tidak tetap (Variabel cost). Biaya tetap itu merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya dan akan terus dikeluarkan meskipun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sedangkan biaya variabel itu dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi.

Rasyaf (1995) menyatakan bahwa biaya produksi dalam usaha peternakan di bagi atas dua bagian utama yaitu biaya tetap dan biaya variabel, biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan misalnya gaji pegawai bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan dan lain-lain. Selanjutnya Mubyarto (1995) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi.

Begitupula dalam usaha peternakan sapi potong yang dilakukan oleh peternak di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru . Dalam menjalankan usaha tersebut terdapat komponen biaya produksi yang mesti dikeluarkan oleh peternak. Biaya produksi tersebut dibedakan atas biaya tetap dan biaya variabel. Yang termasuk biaya tetap dalam usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru antara lain biaya penyusutan peralatan seperti skop, ember, sikat selang dan penyusutan kandang seperti perbaikan kandang, perbaikan atap dll.

104

Page 109: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Untuk lebih jelasnya mengenai besarnya biaya tetap yang dikeluarkan oleh peternak sapi potong dalam satu tahun dapat di lihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-Rata Biaya Tetap Yang Digunakan Dalam Usaha Peternakan Sapi Potong Selama Satu Tahun Di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru

Rata-rata biaya tetap (Rp)/Tahun Stratum131.250 /Tahun195.000 / Tahun198.181 /Tahun

7 – 10 ekor11 – 15 ekor15 ekor ke Atas

Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2010.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa rata-rata biaya tetap dalam usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru bervariasi sesuai dengan stratumnya dimana biaya tetap yang paling tinggi pada stratum C dengan kepemilikan sapi 15 ekor ke atas yaitu Rp. 198.181 kemudian berturut-turut ke tingkat yang lebih rendah stratum B dengan kepemilikan sapi 11-15 ekor yaitu Rp 195.000 dan stratum A dengan kepemilikan sapi 7-10 ekor yaitu Rp 131.250. Perbedaan besarnya biaya tetap pada usaha peternakan sapi potong disebabkan oleh perbedaan jumlah populasi sapi potong yang dipelihara. Semakin besar jumlah populasi sapi potong maka semakin besar pula biaya tetap yang dikeluarkan. Begitupun sebaliknya, semakin kecil populasi yang dipelihara maka semakin kecil pula biaya tetap yang dikeluarkan.

C. Biaya VariabelAdapun biaya variabel yang digunakan dalam usaha peternakan sapi potong

di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru adalah biaya pakan, vaksin, tenaga kerja, dan listrik. Untuk lebih jelasnya mengenai besarnya biaya variabel yang dikeluarkan oleh peternak sapi potong selama satu tahun dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-Rata Biaya Variabel Yang Digunakan Dalam Usaha Peternakan Sapi Potong Selama Satu Tahun Di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru

Rata-rata Biaya Variabel (Rp)/Tahun Stratum5.028.943 / Tahun7.855.772 / Tahun10.297.500 / Tahun

7 – 10 ekor11 – 15 ekor15 ekor ke Atas

Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2010.

Dari Tabel 4 tersebut diketahui bahwa rata-rata biaya variabel yang merupakan salah satu jenis biaya produksi dalam usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru juga bervariasi sesuai dengan besarnya populasi sapi potong yang dipelihara. Dimana besarnya biaya tetap pada stratum dengan sapi potong 7-10 ekor adalah Rp 5.028.943. pada stratum B dengan kepemilikan sapi potong sebanyak 11-15 ekor adalah Rp 7.855.772, dan rata-rata biaya variabel tertinggi adalah Rp. 10.297.500 untuk stratum C dengan kepemilikan sapi potong lebih dari 15 ekor.

105

Page 110: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Hal ini sejalan dengan pernyataan Rasyaf (1995) yang menyatakan bahwa biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah produksi yang dijalankan. Dengan demikian semakin banyak jumlah ternak sapi potong maka biaya variabel yang dikeluarkan akan semakin besar pula, seperti biaya untuk pakan dan biaya tenaga kerja.

Pendapat yang sama dinyatakan Abidin (2002) bahwa biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan produksi sapi yang biasanya habis dalam satu kali produksi, misalnya biaya pembelian sapi bakalan, pembelian bahan pakan dan gaji tenaga kerja.

D. Total BiayaTotal biaya merupakan sejumla biaya sejumlah biaya yang dikeluarkan

dalam suatu usaha ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang di keluarkan untuk sarana poduksi dan berkali-kali dapaat dipergunakan. Biaya tetap ini antara lain berupa lahan usaha, kandang, peralatan yang digunakan, dan sarana transportasi (Siregar SB, 2008).

Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan secara berulang-ulang yang antara lain berupa biaya pakan, upah tenaga kerja, penyusutan kandang, penyusutan peralatan, obat-obatan, vaksinasi, dan biaya lain-lain berupa biaya penerangan listrik, sumbangan, pajak usaha dan iuran. Untuk lebih jelasnya mengenai total biaya yang dikeluarkan peternak sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru selama satu tahun dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Total Biaya Yang Dikeluarkan Dalam Usaha Peternakan Sapi Potong Selama Satu Tahun Di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru

Rata-rata Biaya Biaya (Rp)/Tahun Stratum37.499.386 / Tahun63.096.227/ Tahun84.313.818 / Tahun

7 – 10 ekor11 – 15 ekor15 ekor ke Atas

Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2010.

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata total biaya di setiap stratum dimana total biaya dengan jumlah terendah adalah sebesar Rp. 37.499.386 pada kepemilikan sapi 7-10 ekor, rata-rata total biaya untuk kepemilikan sapi 11-15 ekor sebesar Rp. 63.096.227 11-15 ekor dan rata-rata total biaya tertinggi sebesar Rp. 84.313.818 untuk kepemilikan sapi 15 ekor ke atas.

Adanya perbedaan besarnya total biaya di setiap stratum disebabkan oleh perbedaan besarnya populasi yang dipelihara masing-masing peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Harnanto (1992), bahwa total biaya setiap responden bervariasi tergantung pada jumlah populasi ternak sapi potong yang dimiliki oleh setiap peternak dengan menggunakan hubungan antara penerimaan dan biaya maka dapat diketahui cabang-cabang usaha tani yang menguntungkan untuk di usahakan

106

Page 111: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

E. PenerimaanHarga penjualan ternak sapi potong ditentukan oleh peternak dengan

berdasar pada biaya-biaya yang dikeluarkan selama mengelola usaha peternakan tersebut. Penerimaan usaha peternakan sapi potong yang diperoleh dari penjumlahan antara jumlah sapi yang telah dijual, jumlah ternak sapi yang di konsumsi dan jumlah ternak sapi yang masih ada dijumlahkan dengan harga jual. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1995) yang menyatakan bahwa penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual.

Untuk lebih jelasnya mengenai total penerimaan yang diperoleh peternak sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru selama satu tahun dapat dilihat pada Table 6.

Tabel 6. Rata-rata Total Penerimaan Yang Diperoleh Dalam Usaha Peternakan Sapi Potong Selama Satu Tahun Di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru.

Rata-rata Total Penerimaan (Rp)/Tahun Stratum41.204.545 /Tahun69.227.272 / Tahun93.454.545 / Tahun

7 – 10 ekor11 – 15 ekor15 ekor ke Atas

Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2010.Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa rata-rata total penerimaan bervariasi di

setiap stratum dimana total penerimaan dengan jumlah terendah adalah sebesar Rp. 41.204.545 pada stratum A dengan jumlah kepemilikan 7 – 10 ekor, rata-rata total penerimaan untuk stratum B dengan kepemilikan 11-15 ekor sebesar Rp. 69.227.272 dan rata-rata total penerimaan tertinggi sebesar Rp. 93.454.545 untuk stratum C dengan kepemilikan sapi 15 eko ke atas.

Adanya perbedaan besarnya pendapatan di setiap stratum disebabkan oleh perbedaan besarnya populasi yang dipelihara masing-masing peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Harnanto (1992), bahwa penerimaan setiap responden bervariasi tergantung pada jumlah populasi ternak sapi potong yang dimiliki oleh setiap peternak dengan menggunakan hubungan antara penerimaan dan biaya maka dapat diketahui cabang-cabang usaha tani yang menguntungkan untuk di usahakan.

F. PendapatanUntuk mengetahui besarnya pendapatan atau keuntungan yang diperoleh

peternak maka harus ada keseimbangan antara penerimaan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dengan menggunakan suatu alat analisis yaitu π = TR – TB dimana π adalah pendapatan (keuntungan), TR adalah Total Revenue atau total penerimaan adalah pendapatan (keuntungan), TR adalah total revenue atau total penerimaan peternak dan TC adalah total cost atau total biaya-biaya. Namun sebelum menggunakan alat analisis tersebut maka terlebih dahulu dilakukan pemisahan biaya dan penerimaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1995) yang menyatakan bahwa pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.

Dari alat analisis yang digunakan maka diperoleh hasil dari pendapatan (keuntungan) peternak selama satu tahun dalam Tabel 7.

107

Page 112: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

Tabel 7. Rata-rata Pendapatan (keuntungan) Yang Diperoleh Dalam Mengelola Usaha Peternakan Sapi Potong Selama Satu Tahun di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru.

Rata-rata Total Penerimaan (TR) (Rp)/Tahun

Rata-rata Total Biaya (TC)(Rp)/Tahun

Rata-Rata Keuntungan (Rp)/Tahun

Stratum

41.204.54569.227.27293.454.545

37.499.38663.096.22784.313.818

3.705.1596.131.0459.140.727

7 – 10 ekor11 – 15 ekor15 ekor ke Atas

Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2010.

Dari Tabel 7 diketahui bahwa rata-rata keuntungan pertahun yang diperoleh peternak dalam mengelolah usaha peternakan sapi potong adalah bervariasi di setiap stratum yaitu Rp. 3.705.159 pada stratum A dengan kepemilikan sapi 7-10 ekor, Rp. 6.131.045 pada stratum B dengan kepemilikan sapi 11-15 ekor dan Rp. 9.140.727 pada stratum C dengan kepemilikan sapi 15 ekor keatas. Perbedaan rata-rata pendapatan atau keuntungan pada setiap stratum disebabkan perbedaan populasi sapi potong yang dipelihara oleh responden. Jika di lihat dari pendapatan pertahun yang diperoleh peternak pada masing-masing stratum hasilnya tidak sebanding dengan UMR (upah minimum regional) dengan apa yang selama ini dia kerjakan, dalam artian peternak masih perlu meningkatkan kinerja dalam mengelola usaha peternakannya agar menghasilkan upah yang lebih baik lagi

Keuntungan yang diperoleh petani merupakan hasil dari penjualan ternak sapi potong dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama masa produksi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Daniel (2002), yang menyatakan bahwa pada setiap akhir panen petani akan menghitung hasil bruto yang diperolehnya. Hasil itu harus dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya. Setelah semua biaya tersebut dikurangkan barulah petani memperoleh apa yang disebut dengan hasil bersih atau keuntungan.

Perbedaan keuntungan yang diperoleh peternak berbeda-beda disebabkan karena perbedaan jumlah populasi ternak sapi potong yang dimiliki, dimana stratum A adalah peternak yang memiliki jumlah populasi ternak paling sedikit yaitu 7-10 ekor memperoleh keuntungan rata-rata terendah dari ketiga stratu yang ada, stratum B adalah peternak yang memiliki jumlah ternak sedang yaitu 11-15 ekor memperoleh rata-rata keuntungan sedang begitupula untuk peternak pada stratum C yang memiliki jumlah ternak paling tinggi yaitu lebih dari 15 ekor memperoleh keuntungan rata-rata paling tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanDari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat di tarik

kesimpulan bahwa :Usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru

menguntungkan dengan rata-rata pendapatan per tahun yang diperoleh peternak pada stratum A dengan kepemilikan sapi 7-10 ekor sebesar Rp. 3.705.159/Tahun,

108

Page 113: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

stratum B dengan kepemilikan sapi 11-15 ekor sebesar Rp. 6.131.045/Tahun dan stratum C dengan kepemilikan sapi 15 ekor ke atas sebesar Rp. 9.140.727/Tahun.

Jika di lihat dari pendapatan pertahun yang diperoleh peternak pada masing-masing stratum hasilnya tidak sebanding dengan UMR (upah minimum regional) dengan apa yang selama ini dia kerjakan, dalam artian peternak masih perlu meningkatkan kinerja dalam mengelola usaha peternakannya agar menghasilkan upah yang lebih baik lagi.

SaranSebaiknya pihak pemerintah setempat lebih memberikan perhatian yang

besar terhadap perkembangan usaha peternakan sapi potong yang masih di jalankan masyarakat mengingat hasil yang diperoleh cukup memberikan prospek di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002, Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.Anonim. 1990, Sapi Bali, Penebar Swadaya, Jakarta.Anonim, 2009, Perkembangan Populasi sapi di Kecamatan Tanete Rilau

Kabupaten Barru. Dinas Peternakan Kabupaten Barru, Sul-Sel.Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian Untuk Perencanaan.

Univesrsitas Indonesia Press, Jakarta.Harnanto. 1992, Akuntansi Biaya Untuk Perhitungan Harga Pokok Produk, Edisi

Pertama, BPFE, Yogyakarta.Herlambang, T. 2002, Ekonomi Manajerial dan Strategi Bersaing. PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta.Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. Cetakan keempat. LP3ES,

JakartaRasyaf, M. 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging, PT. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.Siregar, 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.Sugianto, C. 1995. Ekonomi Mikro. BPFE, Yogyakarta.Sudarmono. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.Soekartawati. 1995. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia Press, Jakarta.Sugeng, B. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

109

Page 114: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

PETUNJUK BAGI PENYUNTING NASKAH

1. Artikel yang akan diterima yang secara khusus ditulis untuk jurnal agribisnis.

2. Jurnal agribisnis akan memuat artikel hasil penelitian dan artikel konseptual non penelitian.

3. Artikel penelitian haruslah yang diangkat dari hasil penelitian yang dilakukan dalam kurung waktu 4-5 tahun terakhir karena itu tahun pelaksanaan penelitian harus dicantumkan.

4. Rujukan hendaknya adalah pustaka terbitan 10 tahun terakhir.5. Dalam artikel non penelitian, penulis diharuskan mengembangkan

penelitiannya sendiri dengan argumentasi baik terhadap pendapat yang munkin menyanggahnya.

6. Sistematika artikel penelitian yang akan dimuat terdiri dari:- Judul dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.- Kata kunci (Inggris/Indonesia).- Pendahuluan (25-30%).- Metade Penelitian.- Hasil dan Pembahasan (60-65%).- Kesimpulan dan Saran.- Ucapan terima kasih (bila ada).

7. Dalam melakukan pengutipan, diharusakan mencantumkan nomor, halaman, sumber kutipan.

8. Dalam hal pengacuan, bahwa pustaka yang diacu dalam teks harus dicantumkan dalam daftar rujukan dan pustaka yang dicantumkan dalam daftar rujukan harus diacu dala teks.

9. Jika pustaka acuan ditulis oleh tim yang beranggotakan lebih dari 2 orang, hanya penulis utama yang ditulis dalam teks beserta kata dkk., tetapi semua nama penulis ditulis lengkap pada daftar rujukan.

10. Gaya penulisana. Daftar pustaka disusun dengan ketentuan sebagai berikut:

Untuk buku: nama dan inisial pengarang, tahun, judul buku, jilid, edisi, nama penerbit, tempat penerbitan.

Untuk karangan dalam buku: nama dan inisial pengarang, tahun, judul karangan inisial dan nama editor; judul buku, halaman permulaan dan akhir, nama penerbit, tempat penerbitan.

Untuk karangan dalam berkala (jurnal periodic): nama inisial pengarang, tahun, judul karangan, singkatan nama berkala, jilid (nomor volume) halaman permulaan dan akhir.

Untuk naskah dalam pertemuan ilmiah: nama dan inisial pengarang, tahun, judul karangan, singkatan nama pertemuan, tempat pengarang.

b. Penulis mencantumkan nama dan alamat lembaga secara jelas.c. Penyajian instrument pendukung (gambar, table dll) pada lembar

terpisah dengan naskah artikel.d. Melakukan pengacuan dan pengetikan dengan metode konsisten.e. Cakupan dan keilmuan dan artikel yang ada dimuat dan jurnal agribisnis

yaitu aspek ekonoi, social, dan aspek wisata dari pertanian secara

110

Page 115: repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/492... · Web viewPada tahun 1995, harga jual cengkeh pada tingkat petani (farm gate price) Rp 2000 hingga

Jurnal AGRIBISNIS Vol. X (3) September 2011

umum, meliputi tanaman pangan, perikanan, kelautan, peternakan yang dilengkapi aspirasi wawasan, local nasional, bahkan internasional.

11. Mengutamakan tulisan yang bersumber dari acuan printer.12. Kontributor artikel yang diwajibkan member sumbangan biaya cetak

sebesar Rp. 300.000,- untuk artikel yang dimuat.13. Kontributor artikel harus menjadi pelanggan jurnal agribisnis minimal untuk

3 kali terbit.14. Artikel dikirim kepengurus dalam bentuk print out komputer sebanyak 4

eksemplar dalam spasi 1,5 disertai disket dengan program Microsoft World terformat dan keseluruhan tulisan ± 15 halaman.

111