vi. · web viewpasien juga mengeluhkan sejak 2 bulan terakhir ini. ketika ia berbicara terlalu...

35
I. Identitas Pasien Nama : Ny.M Umur : 44 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Bawen Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SMA Status : Menikah No CM : 064xxx Tanggal Kontrol Poli RS: 12/01/18 II. Data Dasar Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis (suami pasien) pada 14 Januari 2018 pukul 11.30 WIB di rumah pasien. II.1 Keluhan Utama Lemas pada kedua tangan dan kaki. II.2 Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli saraf RSUD Ambarawa dengan keluhan lemas pada kedua tangan dan kaki sejak ± 3 bulan SMRS. Keluhan lemas ini sudah diderita pasien sejak 1 tahun yang lalu namun semakin memberat sampai menganggu aktivitas pada 3 bulan terakhir ini. Keluhan lemas dirasakan hilang-timbul. Lemas terutama timbul/bertambah berat pada siang atau sore hari jika pasien beraktivitas dan hilang/berkurang pada pagi hari setelah pasien bangun tidur atau beristirahat. Selain itu 1

Upload: doanquynh

Post on 26-Apr-2018

226 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

I. Identitas Pasien

Nama : Ny.M

Umur : 44 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Bawen

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMA

Status : Menikah

No CM : 064xxx

Tanggal Kontrol Poli RS : 12/01/18

II. Data Dasar

Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis (suami pasien) pada 14 Januari 2018 pukul

11.30 WIB di rumah pasien.

II.1 Keluhan Utama

Lemas pada kedua tangan dan kaki.

II.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli saraf RSUD Ambarawa dengan keluhan lemas pada kedua tangan

dan kaki sejak ± 3 bulan SMRS. Keluhan lemas ini sudah diderita pasien sejak 1 tahun yang

lalu namun semakin memberat sampai menganggu aktivitas pada 3 bulan terakhir ini.

Keluhan lemas dirasakan hilang-timbul. Lemas terutama timbul/bertambah berat pada siang

atau sore hari jika pasien beraktivitas dan hilang/berkurang pada pagi hari setelah pasien

bangun tidur atau beristirahat. Selain itu pasien juga merasakan kelopak mata sebelah kanan

lebih turun dibandingkan kelopak mata kirinya sejak 6 bulan yang lalu. Pasien menyadari

kelopak mata sebelah kanan lebih turun hampir separuhnya dari kelopak mata kiri dan

terkadang disertai penglihatan ganda terutama ketika mata lelah karena banyak membaca atau

menonton televisi dalam waktu yang lama dan pulih kembali setelah pasien beristirahat.

Pasien juga mengeluhkan sejak 2 bulan terakhir ini. ketika ia berbicara terlalu banyak,

semakin lama suaranya semakin serak, melemah dan bahkan menghilang tetapi pasien masih

dapat memberikan jawaban dengan jelas. Keluhan bahu dan leher bagian belakang terasa

berat sehingga pasien ingin menunduk saja serta cepat lelah jika beraktifitas namun pulih

1

kembali setelah beristirahat juga dirasakan oleh pasien. Keluhan lain seperti sulit menelan,

suara sengau, sulit mengunyah, sesak nafas, pusing, mual-muntah, kelemahan anggota gerak,

bicara pelo, tremor, kesemutan/kebas/kekakuan anggota gerak, demam, batuk-batuk lama dan

penurunan berat badan disangkal oleh pasien. BAK dan BAB tidak terdapat keluhan. Dipoli

dokter spesialis saraf menduga pasien menderita miastenia gravis, kemudian dokter

menyarankan pasien untuk dirujuk ke RS Karyadi namun pasien menolak karena kendala

tempat sehingga dokter memberikan obat mestinon tablet 2x1. Pasien mengatakan setelah

mengkonsumsi obat mestinon selama 3 minggu, keluhan yang dialami pasien berangsur

membaik.

II.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sudah menderita servical syndrom sejak 1 tahun yang lalu dengan keluhan nyeri

pada leher yang menjalar ke bahu. Pasien rajin kontrol ke poli saraf untuk keluhan cervical

sindrom. Di poli saraf keluhan servical sindrom ini sudah diobati dengan meticobalamin

2x500 mg dan paracetamol 2x650 mg. Selain itu pasien juga sudah memakai collar neck dan

rutin kontrol ke fisioterapi sehingga keluhan berangsur membaik.

II.4 Riwayat Pengobatan

Pasien Pasien mengatakan setelah mengkonsumsi obat mestinon selama 3 minggu,

keluhan yang dialami pasien berangsur membaik.

II.5 Riwayat Penyakit Keluarga

1. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama : disangkal

2. Riwayat Hipertensi, DM , keganasan : disangkal

II.6 Riwayat pribadi dan Sosial Ekonomi

Pasien tinggal dirumah bersama suaminya saja. Kedua anak pasien sedang berkuliah

diluar kota. Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk dengan higienitas yang cukup baik.

Kesan ekonomi pasien menengah. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS non PBI. Pasien

tidak merokok dan tidak mengkonsumsi minuman keras dan bukan pengguna obat-obatan

terlarang. Pasien berprofesi sebagai wiraswasta. Pasien sehari-hari bekerja di rumahnya

membuat keripik gembus bersama suaminya.

2

II.7 Anamnesis Sistem

Sistem serebrospinal : tidak ada keluhan

Sistem neurologi : kelopak mata kanan turun (+), penglihatan ganda (+),

suara mengecil (+)

Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan

Sistem respiratorius : tidak ada keluhan

Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan

Sistem urogenital : tidak ada keluhan

Sistem musculoskeletal : lemas pada kedua tangan dan kaki (+), bahu dan leher

terasa berat dan cepat lelah (+)

Sistem integumen : tidak ada keluhan

II.8 Resume Anamnesis

Pasien perempuan berusia 44 tahun datang dengan keluhan lemas pada kedua tangan

dan kaki sejak ± 3 bulan SMRS. Keluhan lemas ini sudah diderita pasien sejak 1 tahun yang

lalu namun semakin memberat sampai menganggu aktivitas pada 3 bulan terakhir ini.

Keluhan lemas dirasakan hilang-timbul. Lemas bertambah berat pada siang atau sore hari jika

pasien beraktivitas dan berkurang pada pagi hari setelah pasien bangun tidur atau beristirahat.

Selain itu pasien juga mengeluh kelopak mata sebelah kanan lebih turun dibandingan mata

kirinya yang terkadang disertai dengan penglihatan ganda saat terlalu lama

membaca/menonton tv (+), suara serak dan makin mengecil ketika terlalu banyak berbicara

(+), bahu dan leher terasa berat dan cepat lelah (+) saat jika beraktifitas namun pulih kembali

setelah beristirahat. Keluhan lain seperti sulit menelan, suara sengau, sulit mengunyah, sesak

nafas, pusing, mual-muntah, kelemahan anggota gerak, bicara pelo, tremor,

kesemutan/kebas/kekakuan anggota gerak, demam, batuk-batuk lama, penurunan berat badan,

konsumsi obat-obatan dalam jangka waktu lama disangkal oleh pasien. Dipoli dokter

spesialis saraf menduga pasien menderita miastenia gravis, kemudian pasien diberikan obat

mestinon tablet 2x1. Pasien mengatakan setelah mengkonsumsi obat mestinon selama 3

minggu, keluhan yang dialami pasien berangsur membaik.

3

III. Diskusi I

Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan maka dapat didiagnosis secara klinis

pasien mengalami miastenia gravis. Pada miastenia gravis awitan biasanya tidak jelas dan

progresivitas relatif lambat. Hal ini sesuai dengan keluhan pasien yang sudah berlangsung

selama beberapa bulan. Keluhan pertama pasien adalah adanya keluhan pada mata yaitu

kelopak mata kanan lebih turun dan penglihatan menjadi ganda. Hal ini sesuai teori MG

dimana pada 90% kasus, awal mulanya mengeluh kelemahan otot levator palpebrae (ptosis)

dan otot ekstraokuler (diplopia). Ptosis kemudian akan diikuti dengan kesulitan menutup

mata (dikarenakan kelemahan m.orbicularis oculi). Keluhan pada mata relatif lebih dirasakan

mengganggu ketimbang kelemahan pada otot lainnya.

Pada stadium selanjutnya akan mengenai otot wajah, otot pengunyah, otot menelan dan

otot untuk bicara (pada 80% kasus). Setelah banyak bicara suara dapat menghilang dan

menjadi sengau. Otot leher, gelang bahu dan panggul jarang terkena. Bila otot leher terkena,

maka ada keluhan sulit untuk mempertahankan posisi tegak kepala. Pada kasus yang parah,

semua otot terkena termasuk otot abdomen, interkostal,diafragma bahkan otot sfingter

kandung kemih dan anus. Sifat kelemahan pada miastenia gravis bersifat fluktuatif, gejala

bervariasi dari hari ke hari dan dari jam ke jam, biasanya akan membaik pada pagi hari atau

saat istirahat dan memburuk pada saat siang/sore hari saat aktivitas. Hal ini sesuai dengan

keluhan yang dialami pasien saat ini dimana semua keluhan seperti kelopak mata jatuh ,

penglihatan ganda, suara serak dan mengecil, leher dan bahu terasa berat serta cepat lelah saat

jika beraktifitas namun pulih kembali setelah beristirahat. Selain itu riwayat pengobatan

dimana pasien mempunyai responsi yang baik terhadap pemberian obat mestinon dapat

memperkuat kecurigaan terhadap miastenia gravis. Sehingga pada kasus ini kecurigaan

bahwa pasien mengalami miastenia gravis ditegakan atas dasar gambaran klinis yang khas

dan responsi yang baik terhadap pemberian obat mestinon.

4

IV. Miastenia Gravis

IV.1 Definisi

Miasthenia gravis (MG) adalah suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh

rusaknya reseptor asetilkolin pada post sinaptik sehingga menganggu transmisi

neuromuscular dan menyebabkan kelemahan dan kelelahan otor rangka.1,2 Sedangkan krisis

miastenik adalah salah satu kegawatan neurologi yang terjadi pada kasus-kasus MG. Krisis

miastenik ditandai oleh kelemahan otot-otot bulbar dan otot pernafasan. Krisis miastenia

adalah komplikasi MG yang paling berbahaya dan mengancam hidup yang memerlukan

perawatan intensif. Krisis miastenia biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama setelah onset MG

(74% pasien) dan 15-20% pasien dengan MG akan mengalami krisis miastenia.3,4

IV.2 Epidemiologi

Insiden MG bervariasi antara 1-9 kasus/1000 penduduk, sedangkan prevalensi MG

diperkirakan antara 25-142 kasus/1000 penduduk. MG lebih banyak dijumpai pada wanita

ketimbang pria. Usia puncak pada wanita yaitu 20-24 tahun dan 70-75 tahun, sedangkan pada

pria 30-34 tahun dan 70-74 tahun.2

IV.3 Faktor Pencetus

Sebuah studi menunjukan 38% kasus krisis miastenik dipresipitasi oleh adanya infeksi

sebelumnya. Infeksi yang paling sering adalah pneumonia bakterialis. Kondisi lain yang

dapat menyebabkan krisis miastenik antara lain penggunaan obat-obatan tertentu, pneumonia

aspirasi, premenstruasi, stess fisik dan psikis, suhu ekstrim, nyeri, kurang tidur, dan

kehamilan. Namun perlu diingat, sekitar sepertiga sampai setengah dari pasien dengan krisis

miastenik tidak dijumpai faktor pemicunya.3,4

Kortikosteroid dapat digunakan dalam pengobatan MG, namun di sisi lain pengobatan

awal dengan prednison dapat menyebabkan eksaserbasi krisis miastenik. Krisis miastenik

yang disebabkan oleh penggunaan kortikosteroid berkisar antara 9-18%.3,4

5

Tabel 1. Obat-obatan yang menginduksi krisis miastenik

IV.4 Patofisiologi

Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular, maka

membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan

dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung

dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan

perubahan permeabilitas terhadap natrium dan kalium secara tiba-tiba menyebabkan

depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini

mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan

dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicu

serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi melewati

hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase.6

Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Abnormalitas dalam

penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate motorik dan bukan pada membran presinaps.

Membran  postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak

6

antara membran  presinaps dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin

dalam perjalanannya ke arah motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu

jumlah asetilkolin yang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan membran postsinaps motor end

plate menjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak dapat

berlangsung lama.7,8

Gambar 1. Perbandingan NMJ normal dan NMJ pada MG

IV.5 Manifestasi Klinis 3

1. Gejala utama MG adalah kelemahan otot yang selalu sebelumnya terjadi kelelahan otot

akibat aktivitas.

2. Kelemahan yang timbul bersifat intermitten/fluktuatif

3. Berdasar distribusi otot yang terkena :

otot-otot penggerak kelopak mata, menyebabkan diplopia(41%)

otot kelopak mata menyebabkan ptosis (25%)

Otot lidah menyebabkan disatria (16%)

Otot-otot ekstremitas bawah menyebabkan gangguan gerak flasid (13%)

Kelemahan otot tubuh secara umum (11%)

Otot menelan-bulbar : kesulitan menelan(11%)

Otot-otot ekstremitas atas meyebabkan kelemahan yang bersifat flasid (7%)

Otot-otot pengunyah (7%)

Otot leher dan pernafasan akan menyebabkan gangguan nafas sampai gagal nafas.

7

Gambar 2. Tanda dan gejala miasthenia gravis

IV.6 Klasifikasi

IV.6.1 Klasifikasi Osserman (derajat keparahan penyakit) 1

I. Miastenia Okuler

II. A. Miastenia umum derajat ringan : progresivitasnya lambat, tak terjadi krisis dan

respon terhadap obat baik.

B. Miastenia umum derajat sedang : terjadi kelemahan berat pada otot skeletal dan

bulber, tak terjadi krisis, tapi respons tehadap obat kurang memuaskan.

III. Miastenia Fulminasi Akut :

Gejala-gejala memberat dengan sangat cepat, terjadi krisis pernafasan, respons terhadap

obat sangat buruk, sering ditemukan adanya timoma, mortalitas sangat buruk.

IV. Miastenia berat yang berkembang lamban :

Klinis seperti golongan III, tapi memerlukan waktu lebih dari 2 tahun untuk beralih dari

golongan I atau II.

Distribusi penderita MG berdasar klasifikasi di atas : golongan I mencakup 20 %

penderita dan biasanya tak pernah masuk ke Unit Perawatan Intensif. Dua puluh lima persen

penderita pada saat awitan masuk golongan II-A, sedang golongan II-B meliputi 30 %

penderita dan golongan III sebanyak 10 %.

8

IV.6.2 Klasifikasi Myathenia Gravis Foundation ( klinis ) 1

Tabel 2 . Klasifikasi Myasthenia berdasarkan klinis dari MGFA

IV.6.3 Klasifikasi berdasarkan onset 8

Early onset MG (usia onset <50, terdapat hiperplasia timus, banyak dijumpai pada wanita)

Late onset MG (usia onset >50, terdapat atrofi timus, banyak dijumpai pada laki-laki)

IV.6.4 Klasifiaksi berdasarkan Anti- AChR antibodies

a. Seropositif

Tipe ini merupakan tipe yang paling banyak dari acquired autoimmune MG. Hampir 85%

penderita generalized MG dan 50%-60% penderita ocular myasthenia menunjukkan hasil

yang positif untuk anti-AChR antibody dengan radioimmunoassay.8 Antibodi AChR hampir

selalu dijumpai pada pasien MG dengan timoma. Selain itu, pasien tymoma associated MG

juga memiliki antibodi antivoltage gated K+ dan Ca2+, anti-Hu, antidihydropyrimidinase

related protein 5, dan antiglutamic acid decarboxylase).8

9

b. Seronegatif

Lebih kurang 15% pasien MG tidak ditemukan adanya antibodi AChR dan 40% di antaranya

didapatkan adanya antibodi MuSK. Pada pasien-pasien ini pada umumnya didapatkan gejala

kelemahan otot nafas, paralisis bulbar, kelemahan otot leher, namun jarang dijumpai adanya

gangguan pada otot mata. MG yang tidak dijumpai adanya antibodi anti AChR dan anti

MuSK disebut dengan MG seronegative. MG seronegatif hanya memiliki gejala mata saja.8

IV.7 Diagnosis

IV.7.1 Anamnesis

Awitan biasanya tidak jelas dan progresivitas relatif lambat. Biasanya diawali dengan

mata, muka, rahang tenggorok dan leher. Tetapi ditemui juga yang mulai dengan ekstremitas.

Sembilan puluh persen kasus, awal mulanya mengeluh kelemahan otot levator palpebrae

(ptosis) dan otot ekstraokuler (diplopia). Ptosis kemudian akan diikuti dengan kesulitan

menutup mata (dikarenakan kelemahan m.orbicularis oculi). Dan bisa juga ditemui suatu

tanda Cogan twitch pada mata yang ptosis. Pasien biasanya datang ke dokter dengan keluhan

pada mata yaitu melihat dobel atau kelopak mata sulit membuka. Keluhan pada mata relatif

lebih dirasakan mengganggu ketimbang kelemahan pada otot lainnya. Pada stadium

selanjutnya muncul akan mengenai otot wajah, otot pengunyah, otot menelan dan otot untuk

bicara (pada 80% kasus). Setelah banyak bicara suara dapat menghilang dan menjadi sengau.

Otot leher, gelang bahu dan panggul jarang terkena. Lebih sering terkena adalah m.erector

spinae. Bila otot leher terkena, maka ada keluhan sulit untuk mempertahankan posisi tegak

kepala. Pada kasus yang parah, semua otot terkena termasuk otot abdomen,

interkostal,diafragma bahkan otot sfingter kandung kemih dan anus. Kelemahan yang timbul

sering didahului emosional upset dan infeksi. Sifat kelemahan akan membaik pada pagi hari

atau saat istirahat, kelemahan yang sedang atau berat bisa berlangsung sampai 1 bulan. Gejala

pada mata (diplopia atau pandangan kabur) akan memburuk saat membaca lama, menonton

TV, menyetir kendaraan atau mengunyah dalam waktu lama.7

10

IV.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien MG meliputi otot yang terkena atau

dicurigai terkena, antara lain :1,2

1. Kelemahan otot penggerak bola mata/kelopak mata penderita disuruh melirik ke atas

selama 30 detik akan terjadi kelopak mata dan bola mata akan turun ke bawah atau bola

mata mata melirik ke samping akan terjadi gangguan

2. Kelemahan m. Levator palpebra akan terlihat bila pasien diminta untuk melihat ke atas

selama 1 menit, kelemahan ini akan membaik setelah pasien diminta untuk menutup

mata secara maksimal (Tes Wartenberg)

Gambar 3. Tes Wartenberg

3. Diplopia stress test yaitu pasien diminta untuk melihat ke samping secara maksimal

selama 30 detik

4. Pasien diminta tidur terlentang dan melihat ke arah ujung jari kaki selama 60 detik, bila

positif akan muncul gejala diplopia

5. Red glass test yaitu gelas berwarna merah diletakan pada depan mata kanan dan sumber

cahaya diletakan pada depan mata kiri, hal ini berfungsi untuk memeriksa apakah

terdapat pandangan dobel

6. Tanda Cogan yaitu tampak kedutan transien pada kelopak mata segera setelah pasien

diminta untuk melihat ke bawah dan ke atas secara cepat

7. Otot menelan (bulbair palsy):penderita di suruh menghitung berurutan agak lama, angka-

angka (1-50) akan terjadi kelemahan suara jadi bindeng atau serak (Counting Test)

8. Anggota gerak : penderita di suruh menggerakkan anggota gerak abduksi ke atas kira-

kira 20 kali atau menggerakkan tangan ke arah mulut dan dibandingkan akan terjadi

kelemahan

9. Flexi leher lebih lemah pada waktu ekstensi leher

Tes Prostigmine

Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin sulfas disuntikkan intramuskular atau

subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala menghilang dan tenaga membaik.2,6

11

Tes Edrophonium

Edrophonium (Tensilon) adalah suatu penghambat kolinesterase. Tes ini sangat

bermanfaat apabila pemeriksaan antibodi anti-reseptor asetilkolin tidak dapat dikerjakan, atau

hasil pemeriksaannya negatif sementara secara klinis masih tetap diduga adanya miastenia

gravis. Tes ini dijumpai >90% positif pada pasien dengan MG.2,6

Tes dilakukan dengan cara menyuntikan 2 mg edrophonium intravena. Pemeriksa harus

memperhatikan munculnya efek samping seperti sesak nafas, atrial fibrilasi, dan bradikardi.

Observasi dilakukan selama 2 menit, apabila tidak ada efek samping yang muncul maka

dapat diberikan edrophonium lagi hingga dosis maksimal 8 mg. Tes dianggap positif apabila

ada perbaikan kekuatan otot yang jelas dalam waktu 30-45 menit setelah penyuntikan.

Perbaikan kekuatan otot akan bertahan selama 5 menit. Jika diperoleh hasil yang positif,

maka perlu dibuat diagnosis banding antara miastenia gravis yang sesungguhnya dengan

sindrom miastenik.2,6

Gambar 4. Sebelum dan setelah tes edrophonium

Ice test

Prinsip dari pemeriksaan ini adalah fungsi otot pada pasien pasien MG akan membaik

pada kondisi temperatur yang rendah. Hal ini disebabkan oleh aktivitas AChE akan turun

pada temperatur yang rendah dan efek depolarisasi ACh akan meningkat pada NMJ.2,6

Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengkompres keloopak mata yang tertutup dengan

es selama 2 menit. Hasil dianggap positif bila celah kelopak mata membuka lebih dari 2 mm

daripada sebelumnya.2,6

12

Gambar 5. Sebelum dan setelah ice test

IV.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi 9

Chest x-ray dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada roentgen

thorak, thymoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior

mediastinum.

Hasil roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya thymoma

ukuran kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan chest Ct-scan untuk

mengidentifikasi thymoma pada semua kasus miastenia gravis, terutama pada

penderita dengan usia tua.

MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI

dapat digunakan apabila diagnosis miastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan

pemeriksaan penunjang lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.

Gambar 6 CT scan othoraks memperlihatkan massa pada bagian anterior mediastinum

pada pasien dengan myasthenia gravis.

Pemeriksaan antibodi anti AChR& anti MuSK

Antibodi anti AChR dapat ditemukan pada 85% pasien dengan MG dengan gejala

general dan 50% pada pasien MG okuler. Hasil yang positif merupakan diagnosis definitif

MG, namun jika dijumpai hasil yang negatif kemungkinan MG belum dapat disingkirikan.

Antibodi anti MuSK didapatkan pada 40% pasien dengan hasil pemeriksaan antibodi anti

AChR yang negatif. Besar kecilnya kadar antibodi yang terdeteksi dalam serum tidak

menggambarkan derajat keparahan penyakit MG.10

Selain pada MG, antibodi anti AChR yang positif juga dapat dijumpai pada pasien

dengan systemic lupus erythematosus, inflammatory neuropathy, amyothropic lateral

sclerosis, rheumatoid arthritis dengan pengobatan D-penicillamine, dan timoma tanpa gejala

13

MG.10

Single-fiber Electromyography (SFEMG)

Menggunakan jarum single-fiber, yang memiliki permukaan kecil untuk merekam serat

otot penderita. SFEMG dapat mendeteksi suatu jitter (variabilitas pada interval interpotensial

diantara 2 atau lebih serat otot tunggal pada motor unit yang sama) dan suatu fiber density

(jumlah potensial aksi dari serat otot tunggal yang dapat direkam oleh jarum perekam).

SFEMG mendeteksi adanya defek transmisi pada neuromuscular fiber berupa peningkatan

jitter dan fiber density yang normal.

Repetitive Nerve Stimulation (RNS)

Pada penderita miastenia gravis terdapat penurunan jumlah reseptor asetilkolin, sehingga

pada RNS tidak terdapat adanya suatu potensial aksi.

Gambar 7. Gambaran decrement pada EMG RNS

V. Diagnosis Sementara

Diagnosis klinik : ptosis unilateral, diplopia, disfonia, astenia, fatique

Diagnosis topis : neuromuscular junction

Diagnosis etiologi : autoimmune susp myasthenia gravis dd/ guillain barre syndrome,

periodiuc paralysis hypokalemic, lambert-eaton myasthenic

syndrome (LEMS)

Diagnosis tambahan : cervical syndrom

14

VI. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 14 Januari 2018 pukul 13.00 WIB

VI.1 Status Praesens :

KU : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis (GCS E4-V5-M6)

Tanda Vital : TD130/80 mmHg RR20 x/menit

HR87 x/menit T 36,4℃Antropometri : BB 84 kg

TB 163 cm

BMI 31.62 (obesitas)

VI.2 Status Internus

Kepala : normocephal

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : JVP tidak meningkat, kelenjar tiroid dbn

Thoraks : tidak ada deformitas

Pulmo dan Cor : sonor, vesikuler di seluruh lapangan paru, suara tambahan (-)

Abdomen : hepar dan lien tidak teraba, supel, NT (-)

Ekstremitas : edema (-), atrofi otot (-), deformitas (-)

VI.3 Status Psikiatri

Tingkah laku : normoaktif

Perasaan hati : normoritmik

Orientasi : dalam batas normal

Kecerdasan : dalam batas normal

Daya ingat : dalam batas normal

VI.4 Status Neurologis

Mata : pupil isokor 3 mm/ 3mm, refleks cahaya +/+, refleks kornea +/+,

ptosis OD (+/-)

15

nervi craniales : parese N.III, IV,VI ,X

Leher : meningeal sign kaku kuduk (-)

Badan

- Kolumna vertebralis : dbn

- Sensibilitas : dbn

- Vegetatif : dbn

Nervus Cranialis

N. I (OLFAKTORIUS)Lubang hidung

Kanan

Lubang hidung

Kiri

Daya Pembau N N

N. II (OPTIKUS) Mata Kanan Mata Kiri

Daya Penglihatan N N

Pengenalan Warna N N

Medan PenglihatanSulit dinilai karena

mata kanan ptosisN

N. III (OKULOMOTORIS) Mata Kanan Mata Kiri

Ptosis + -

Gerak Mata Ke Atas - +

Gerak Mata Ke Bawah + +

Gerak Mata Ke Media + +

Ukuran Pupil 3 mm 3 mm

Bentuk Pupil Isokor Isokor

Reflek Cahaya Langsung + +

Reflek Cahaya Konsesuil + +

Strabismus Divergen - -

Diplopia + -

N. IV (TROKHLEARIS) Mata Kanan Mata Kiri

Gerak Mata Lateral Bawah + +

Strabismus Konvergen - -

16

Diplopia + -

N. V (TRIGEMINUS) Kanan Kiri

Mengigit N N

Membuka Mulut N N

Sensibilitas Muka Atas N N

Sensibilitas Muka Tengah N N

Sensibilitas Muka Bawah N N

Reflek Kornea + +

Trismus - -

N. VI (ABDUSEN) Mata Kanan Mata Kiri

Gerak Mata Lateral Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Starbismus Konvergen - -

Diplopia + -

N. VII (FASIALIS) Kanan Kiri

Kerutan Kulit Dahi + +

Menutup Mata + +

Lipatan Nasolabial + +

Sudut Mulut + +

Tik Fasial - -

N. VIII (AKUSTIKUS) Kanan Kiri

Mendengar Suara Berbisik Normal Normal

Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. IX

(GLOSSOFARINGEUS)KANAN KIRI

Arkus Faring Simetris Simetris

17

Daya Kecap 1/3 Belakang Normal Normal

Reflek Muntah Normal Normal

Sengau - -

Tersedak - -

N. X (VAGUS) Kanan Kiri

Arkus faring Simetris Simetris

Reflek muntah Normal Normal

Bersuara Disfonia (+)

Menelan + +

N. XI (AKSESORIUS) Kanan Kiri

Memalingkan Kepala

kontur otot tegas

dan konsistensi

keras, adekuat

kontur otot

tegas dan

konsistensi

keras, adekuat

Sikap Bahu simetris Simetris

Mengangkat Bahu adekuat Adekuat

Trofi Otot Bahu - -

N. XII (HIPOGLOSUS)

Sikap lidah Tidak ada Deviasi

Artikulasi Cukup jelas

Menjulurkan lidah Tidak ada Deviasi

Fasikulasi lidah -

VI.5 Motorik

G

B B

K

4+ 4+

Tn

N N

Tr

Eu Eu

B B 4+ 4+ N N Eu Eu

RF

+ +

RP

– –

Cl+ + – – –

18

VI.6 Pemeriksaan Khusus

Tes Wartenberg (+ )

Cogan lid twitch (+)

Tes counting (+)

VI.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium 12/01/2018

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKANKIMIA KLINIKSGOT 16 0 – 35 U/LSGPT 13 0 – 35 U/LUreum 20.4 10 – 50 mg/dLKreatinin 0.82 (H) 0.45 – 0.75 mg/dLCalsium 8.0 (L) 8.8-10.2 mg/dLNatrium 139 136-146 mmol/LKalium 3.5 3.5-5.1 mmol/LChlorida 104 98-106 mmol/L

Rontgen Thoraks PA 12/01/2018

Kesan:

Kardiomegali

Pulmo tidak tampak infiltrat

Tidak tampak hiperplasia timus atau maasa mediastinum anterior (timoma) konsul

dr.Novita spRad saran rontgen thoraks lateral dextra atau ct-scan

19

VII. Diskusi II

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien compos

mentis, GCS 15 (E4M6V5) dengan tanda vital: TD: 130/80 mmHg, N: 87x/menit,

RR: 20x/menit, S: 36,4oC. Pada pemeriksaan nervus cranialis diidapatkan adanya

parese N.III ditandai dengan adanya ptosis pada palpebra kanan pasien, Parase N.IV

dan N.VI ditandai dengan adanya diplopia, serta N.X ditandai dengan disfonia. Hal

ini sesuai dengan teori dimana pada MG keluhan yang paling sering terjadi adalah

keluhan pada wajah yang mengenai otot eksta okular dan okular sehingga timbul

manifstasi ptosis dan diplopia serta otot orofaringeal yang menimbulkan disfonia.

Sehingga berdasarkan derajat keparahannya pasien termasuk kedalam kategori MG

ringan stadium II yang ditandai dengan kelemahan otot okular yang semakin parah,

serta adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.

Pada pemeriksaan counting test didapatkan hasil (+) dimana penderita disuruh

menghitung 1-100 maka akan terjadi kelemahan suara menjadi serak dan menghilang

secara bertahap. Sedangkan pada test wartenberg (+) penderita diminta untuk

memandang objek yang letaknya lebih tinggi antara kedua bola mata selama >30

detik maka akan terlihat ptosis dengan reaksi pupil tetap normal pada penderita MG

namun kelemahan ini akan membaik setelah pasien diminta untuk menutup mata

secara maksimal. Tanda Cogan (+) yaitu tampak kedutan transien pada kelopak mata

segera setelah pasien diminta untuk melihat ke bawah dan ke atas secara cepat.

Pemeriksaan khusus pada MG ini yang menunjukan hasil (+) dapat memperkuat

diagnosis MG karena tes provokasi ini mencetuskan terjadinya kelelahan otot pada

pasien. Hal ini sesuai dengan teori MG dimana keluhan biasanya diperberat oleh

aktivitas dan membaik setelah pasien beristirahat.

Pemeriksaan penunjang laboratorium elektrolit dilakukan untuk mencari

penyebab kelemahan otot pada pasien sehingga dapat menyingkirkan diagnosis

banding periodic paralysis hipokalemia karena pada pasien ini tidak ditemukan

adanya penurunan kalium. Sedangkan pemeriksaan rontgen thoraks dilakukan untuk

mencari tahu ada tidaknya hiperplasia timus ataupun timoma dikarenakan

myasthenia gravis sering terjadi bersamaan dengan timoma (15%) dan hiperplasi

timus (65%). Kelenjar timus terdiri atas sel myoid yang mengandung AChR. Sel

limfosit B dan T yang diproduksi kelenjar timus akan merusak AChR sehingga

20

menimbulkan manifestasi kelemahan otot. Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks

PA pada pasien ini tidak didapatkan adanya kesan hiperlasia timus maupun timoma.

Hal ini terjadi dikarenakan foto toraks tidak sensitif untuk skreening timoma. Hasil

roentgen yang negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya timoma ukuran kecil

sehingga terkadang perlu dilakukan CT-Scan thoraks untuk mengidentifikasi timoma

pada semua kasus miastenia gravis. Oleh karena itu untuk dapat memperkuat

diagnosis miastenia gravis sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya

seperti pemeriksaan serologis antibodi anti AChR& anti MuSK, elektrofisiologi

Single-fiber Electromyography (SFEMG) & Repetitive Nerve Stimulation (RNS) dan

bipsi kelenjar timus.

VIII. Diagnosis Akhir

Diagnosis klinik : ptosis unilateral, diplopia, disfonia, astenia, fatique

Diagnosis topis : neuromuscular junction

Diagnosis etiologi : autoimun susp miastenia gravis dd/ guillain barre syndrome,

periodiuc paralysis hypokalemic, lambert-eaton myasthenic

syndrome (LEMS)

Diagnosis tambahan : cervical syndrom

IX. Terapi

1. Non Medikamentosa

Tirah Baring

Edukasi keluarga mengenai penyakitnya

- Diagnosis pasien

- Tata laksana yang akan dilakukan

- Prognosis dari penyakit yang diderita pasien

2. Medikamentosa

Mestinon tab 2x60 mg

Lactas calsicus 2x1

X. Plan

1. Tes Prostigmin dan edrophonium (tensilon test)

2. CT Scan thoraks

21

3. Serologi ( antibodi anti AChR & anti MuSK )

4. Elektrofisiologi (SFEMG & RNS)

5. Biopsi timus

XI. Prognosis

Death : Ad bonam

Disease : Dubia ad bonam

Dissability : Dubia ad bonam

Discomfort : Dubia ad bonam

Dissatisfaction: Dubia ad bonam

Distutition : Dubia ad bonam

XII. Diskusi IIIPada pasien ini diberikan AChEIs sebagai tata laksana medikamentosa yaitu

piridostigmin (mestinon) 2x60 mg. Hal ini sesuai dengan teori dimana AChEIs masih

merupakan pengobatan lini pertama pada tahap awal MG atau apabila dijumpai

gejala yang masih ringan. Pasien ini termasuk kedalam MG derajat IIa sehingga

pemberian AchEIs akan sangat bermanfaat. AchEIs bekerja dengan cara

memperlambat degradasi ACh oleh AChE. AChEIs akan meningkatkan kadar ACh

di celah sinaps dan dengan demikian akan mengkompensasi jumlah AChR yang

sedikit. Namun, AChEIs hanya merupakan pengobatan simtomatik dan tidak

mengobati penyebab utama MG. Efek samping yang sering muncul adalah gangguan

gastrointestinal yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas muscarinic.

Gangguan tersebut antara mual, muntah, kram perut, dan diare. Efek samping ini

dapat diobati dengan pemberian antimuscarinics (loperamide hidroklorida,

diphenoxylate hidroklorida, bromide propantheline) tanpa mengurangi efek nicotinic

AChEIs. Pemberian AChEIs dapat menyebabkan krisis kolinergik yang ditandai oleh

kelemahan otot yang lebih besar disertai dengan peningkatan sekresi bronkial, diare,

sakit perut, hipersalivasi dan bradikardia sehingga pemberian AChEIs harus

dihentikan pada kasus krisis miastenik.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Amato AA, Russel JA. Neuromuscular Disorders. New York: The McGraw-Hill

Companies; 2008.

2. Drachman DB. Myasthenia Gravis. The New England Journal of Medicine.

1994;330(25):1797-810.

3. Chaudhuri A, Behan P. Myasthenic crisis. QJ Med. 2009;102:97-107.

4. Godoy DA, Mello LJVd, Masotti L, Napoli MD. The myasthenic patient in

crisis: an update of the management in Neurointensive Care Unit. Arq

Neuropsiquiatr. 2013;1(9):628-43.

5. Baehr M, Frotscher M. Duus' Topical Diagnostic in Neurology. New York:

Thieme Stuttgart; 2005.

6. Schneider-Gold C, Toyka KV. Myasthenia Gravis: Pathogenesis and

Immunotherapy. Dtsch Arztebl. 2007;104(7):420-6.

7. Hughes BW, Casillas MLMD, Kaminski HJ. Pathophysiology of Myasthenia

Gravis. Seminars in neurology. 2004;24(1):21-31.

8. Trouth AJ, Dabi A, Solieman N, Kurukumbi M, Kalyanam J. Myasthenia

Gravis: A Review. Autoimmune Diseases. 2012;20(12):346-53.

9. Jani-Acsadi A, Lisak RP. Myasthenic crisis: Guidelines for prevention and

treatment. Journal of the Neurological Sciences. 2007;261:127-33.

10. G. O. Skeiea, S. Apostolskib, A. Evolic, N. E. Gilhusd, I. Illae, L. Harmsf, et al.

Guidelines for treatment of autoimmune neuromuscular transmission

disorders. European Journal of Neurology. 2010;11:143-56.

23