vi. mengatur kemasakan buah dengan menggunakan zat pengatur tumbuh

17
MENGATUR KEMASAKAN BUAH DENGAN MENGGUNAKAN ZAT PENGATUR TUMBUH Oleh : Nama : Nur Amalah NIM : B1J011135 Rombongan : VI Kelompok : 3 Asisten : Hendri LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II

Upload: nur-aini

Post on 21-Nov-2015

101 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen merupakan hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberelin dan sitokinin.

TRANSCRIPT

MENGATUR KEMASAKAN BUAH DENGAN MENGGUNAKAN ZAT PENGATUR TUMBUH

Oleh :Nama: Nur AmalahNIM: B1J011135Rombongan: VIKelompok: 3Asisten: Hendri

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO2013I. PENDAHULUANA. Latar BelakangEtilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen merupakan hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberelin dan sitokinin. Saat keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik (Abidin, 1985). Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu dimana selama proses ini terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses pematangan buah dan buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama proses pematangan (Kusumo, 1990).Buah pisang (Musa sp.) merupakan buah tropis yang sangat digemari oleh masyarakat karena rasanya yang enak dan manis saat matang, tetapi ketersediaan buah pisang yang matang di pasaran sangat kurang dan kematangan buah pisang biasanya tidak seragam. Proses pematangan buah pisang merupakan proses pengakumulasian gula dengan merombak pati menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tidak seperti buah pada umumnya yang mengakumulasi gula secara langsung dari pengiriman asimilat hasil fotosintesis di daun yang umumnya dikirim ke organ lain dalam bentuk sukrosa (Anderson dan Beardall, 1991).Selama proses pemasakan, buah pisang akan mengalami perubahan sifat fisik dan kimiawi, antara lain adalah perubahan tekstur, aroma, rasa, kadar pati dan gula. Tekstur buah ditentukan oleh senyawa-senyawa pektin dan selulosa. Selama pemasakan buah menjadi lunak karena menurunnya jumlah senyawa tersebut. Rasa manis setelah buah masak, ditentukan oleh adanya gula hasil degradasi pati yang menjadi gula yang lebih sederhana yaitu sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Timbulnya aroma yang khas pada buah pisang disebabkan terbentuknya senyawa kompleks dari senyawa yang mudah menguap dan beberapa minyak esensial yang ada. Di samping timbulnya aroma, terbentuk juga gula selama pemasakan buah. Bertambahnya senyawa mudah menguap pada saat pemasakan buah pisang sangat erat hubungannya dengan pembentukan aroma buah pisang. Metabolisme pati mempunyai peran yang penting pada proses pemasakan buah. Selama periode pasca panen, pati dapat diubah menjadi gula sederhana seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Dalam penyimpanan suhu rendah, terjadinya akumulasi gula adalah akibat dari aktivitas enzim (Pantastico, 1989).

B. TujuanTujuan dari praktikum mengatur kemasakan buah dengan menggunakan zat pengatur tumbuh kali ini adalah untuk mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh yang mampu mempercepat kemasakan buah.

II. MATERI DAN METODEA. MateriBahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah buah pisang (Musa sp.) dan Ethrel (2-chloroetylphosponic acid) konsentrasi 0, 300, 600, 900 dan 1200 ppm. Alat yang digunakan adalah gelas ukur, koran, pengatur waktu, kamera dan kertas label.

B. MetodeMetode yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut :1. Alat dan bahan disiapkan.2. Pisang direndam dalam larutan Ethrel selama 5 menit, kemudian difoto, dibungkus dengan koran dan diberi label.3. Pisang yang tidak direndam dalam larutan Ethrel digunakan sebagai larutan kontrol difoto dan dibungkus dengan koran.4. Kedua pisang disimpan dan diamati setiap hari selama 6 hari.5. Data perubahan pada pisang dicatat yang meliputi aroma, tekstur, warna dan rasa.

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. HasilTabel 1. Pengamatan Kemasakan BuahKonsentrasiAromaTeksturWarnaRasa

123456123456123456123456

0 ppm---++++---++++++HHHHSKK-----SM

300 ppm---+++--++++++HHHSKK----M

600 ppm--+++++--+++++HHSKK----M

900 ppm-+++++-+++++HSKK--M

1200 ppm-+++++++-+++++++HSKK--M

Keterangan :

+: tekstur warna dan aroma rendah++: tekstur warna dan aroma sedang+++: tekstur warna dan aroma tinggi++++: tekstur warna dan aroma sangat tinggiH: HijauSK: Sedikit KuningK: KuningM: ManisSM: Sedikit manisFoto

Sebelum Diperam (0 ppm)Sebelum Diperam (900 ppm)

Setelah Diperam (0 ppm)Setelah Diperam (900 ppm)B. Pembahasan Praktikum pemasakan buah ini menggunakan buah pisang (Musa sp.) sebagai objek untuk melihat pengaruh etilen dalam pemasakan buah. Konsentrasi etilen yang digunakan oleh kelompok 3 rombongan VI dalam praktikum kali ini yaitu 0 ppm dan 900 ppm. Berdasarkan hasil praktikum, ternyata buah pisang dengan konsentrasi etilen 900 ppm lebih cepat matang (pada hari ketiga) dibandingkan dengan konsentrasi 0 ppm (pada hari keenam). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Abidin (1985), yang menyatakan bahwa konsentrasi etilen yang semakin tinggi maka buah akan cepat matang. Kematangan buah pisang optimal pada keadaan konsentrasi etilen 400-1000 ppm. Pemasakan buah terlihat dengan adanya perubahan tekstur buah yang menjadi lunak, berwarna kuning, aroma yang khas dan rasanya manis.Pisang (Musa sp.) secara umum berwarna kuning ketika masak dan memiliki daging berwarna kuning halus dengan rasa yang manis. Buah yang matang memperlihatkan keragaman yang luas dari segi bentuk, tekstur, pigmentasi, aroma, rasa dan biokimia, seperti komposisi nutriennya. Etilen berperan penting dalam proses pemasakan. Etilen diproduksi oleh pisang dalam kondisi alaminya, meskipun dalam kadar yang sangat sedikit (Mishra et al., 2009).Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen merupakan hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik (Abidin, 1985).Akhir-akhir ini zat tumbuh etilen hasil sintetis (buatan manusia) banyak yang beredar dan diperdagangkan bebas dalam bentuk larutan, yaitu ethrel. Ethrel inilah yang dalam praktek sehari-hari banyak digunakan oleh petani-petani. Ethrel adalah zat tumbuh 2-Chloro ethyl phosphonic acid (2-Cepa). Pada pH di bawah 3,5 molekulnya stabil, tetapi pada pH di atas 3,5 akan mengalami disintegrasi membebaskan gas etilen, khlorida dan ion fosfat. Karena sitoplasma tanaman pHnya lebih tinggi daripada 4,1 maka apabila 2-Cepa masuk ke dalam jaringan tanaman akan membebaskan etilen. Kecepatan disintegrasi dan kadar etilen bertambah dengan kenaikan pH. Sudah diketahui bahwa untuk mempercepat proses pemasakan buah dipakai karbit yang juga mengeluarkan gas etilen tetapi jika dibandingkan dengan penggunaan ethrel atau 2-Cepa ternyata bahwa penggunaan ethrel atau 2-Cepa lebih baik pengaruhnya daripada karbit baik dari segi waktu, warna, aroma dan cara penggunaannya pada buah yang telah masak (Arianto, 2010). Ethrel dalam larutan air dapat memicu pemasakan pada buah, semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi tingkat pematangan. Etilen yang dilepaskan dari ethrel lebih efektif dalam memicu pematangan buah dalam tiga kultivar mangga daripada mencelupkan buah dalam larutan berair dari ethrel. Buah yang terpapar oleh etilen tersebut matang dengan laju yang lebih cepat dibandingkan bila tanpa etilen. Efeknya pada pematangan buah ditunjukkan oleh peningkatan warna kulit, peningkatan jumlah gula dan penurunan kepadatan daging (Mohamed dan Abu Bakar, 2010).Buah berdasarkan kandungan amilumnya (pati), dibedakan menjadi buah klimaterik dan buah nonklimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang banyak mengandung amilum, seperti pisang, mangga, apel dan alpokat yang dapat dipacu kematangannya dengan etilen. Etilen endogen yang dihasilkan oleh buah yang telah matang dengan sendirinya dapat memacu pematangan pada sekumpulan buah yang diperam. Buah ini memperlihatkan produksi CO2 yang mendadak meningkat tinggi pada saat matang. Buah klimaterik yang setengah matang dapat diperam. Hasilnya yaitu buah masak dan rasanya enak dan penampilannya bagus. Walaupun demikian buah klimaterik yang kurang tua dapat menjadi matang bila diperam, tetapi mutu buahnya kurang baik, rasa asamnya tinggi, hambar, dan warna kulit buahnya kurang menarik. Buah nonklimaterik adalah buah yang kandungan amilumnya sedikit, seperti jeruk, anggur, semangka dan nanas. Pemberian etilen pada jenis buah ini dapat memacu laju respirasi, tetapi tidak dapat memacu produksi etilen endogen dan pematangan buah (Moeljadi, 2011). Buah non klimaterik ini tidak dapat diperam, tingkat kematangannya tidak dapat dipacu. Pemanenan buah harus dilakukan pada tingkat ketuaan optimal atau saat buah matang (Satuhu, 1995). Pisang seperti halnya mangga yang merupakan buah klimaterik, karena pisang menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah. Frenkel et al. (1968) menambahkan bahwa proses klimaterik dan pematangan buah disebabkan adanya perubahan kimia yaitu adanya aktivitas enzim piruvat dekanoksilase yang menyebabkan kenaikan jumlah asetaldehid dan etanol sehingga produksi CO2 meningkat. Menurut Winarno dan Moehammad (1979), etilen yang dihasilkan pada pematangan pisang akan meningkatkan proses respirasinya. Tahap dimana pisang masih baik, yaitu sebagian isi sel terdiri dari vakuola.Pemasakan buah merupakan perubahan yang terjadi pada tahap akhir perkembangan buah atau merupakan tahap awal penuaan (senescence) pada buah. Selama perkembangan buah, terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologi. Umumnya buah yang masih muda berwarna hijau karena memiliki kloroplas sehingga dapat melakukan fotosintesis, tetapi sebagian besar kebutuhan karbohidrat. Pemasakan buah juga merupakan proses yang kompleks dan terprogram secara genetik diawali dengan perubahan warna, tekstur, aroma dan rasa (flavour) (Sinay, 2008).Kecepatan pemasakan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan tepung dan penimbunan gula (Kusumo, 1990). Proses pemecahan tepung dan penimbunan gula tersebut merupakan proses pemasakan buah dimana ditandai dengan terjadinya perubahan warna, tekstur buah dan bau pada buah atau terjadinya pemasakan buah. Kebanyakan buah tanda kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laut berkurang. Saat terjadi klimaterik klorofilase bertanggung jawab atas terjadinya penguraian klorofil. Penguraian hidrolitik klorofilase yang memecah klorofil menjadi bagian vital dan inti porfirin yang masih utuh, maka klorofilida yang bersangkutan tidak akan mengakibatkan perubahan warna. Bagian profirin pada molekul klorofil dapat mengalami oksidasi atau saturasi, sehingga warna akan hilang. Lunaknya buah disebabkan oleh adanya perombakan photopektin yang tidak larut. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis (Pantastico, 1989).Ciri buah pisang yang baik selama proses pemasakan buah antara lain tekstur lunak, aroma tercium kuat, rasa manis, warna kuning, kadar pati dan gula. Tekstur buah ditentukan oleh senyawa-senyawa pektin dan selulosa. Selama pemasakan buah menjadi lunak karena menurunnya jumlah senyawa dari pektin dan selulosa. Selama itu jumlah protopektin yang tidak larut berkurang sedang jumlah pektin yang larut menjadi bertambah. Rasa manis setelah buah masak, ditentukan oleh adanya gula hasil degradasi pati yang menjadi gula yang lebih sederhana yaitu sukrosa, glukosa dan fruktosa. Daging buah yang masih mentah memiliki rasa sepet yang disebabkan oleh senyawa tanin. Aroma yang khas pada buah pisang disebabkan terbentuknya senyawa kompleks dari senyawa yang mudah menguap dan beberapa minyak esensial yang ada (Noor, 2007).Menurut Abidin (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi kemasakan buah yaitu :1. Aktifitas pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu ruang penyimpanan buah.2. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35C, buah tidak memproduksi etilen. Suhu optimum untuk produksi dan aktifitas etilen pada buah tomat dan apel adalah 32C sedangkan pada buah-buah lainnya lebih rendah.3. Pembentukan etilen dapat dirangsang adanya kerusakan mekanis dan infeksi, misalnya memarnya buah karena jatuh atau memar dan lecet selama pengangkutan buah.4. Penggunaan sinar radio aktif dapat merangsang pembentukan etilen. Contoh pada buah pear yang disinari dengan sinar gamma sebesar 600 krad dapat mempercepat pembentukan etilen, apabila diberikan pada saat praklimakterik. Akan tetapi apabila diberikan pada saat klimakterik penggunaan sinar radiasi ini dapat menghambat produksi etilen.Batas konsentrasi etilen yang biasa digunakan yaitu 30 cc/liter air. Ethrel atau etilen berperan untuk membantu mempercepat pematangan buah, apabila konsentrasi yang digunakan terlalu rendah maka efek dari ethler itu sendiri akan rendah sehingga tidak begitu berdampak kepada pematangan buah, karena pematangan buah itu dibantu oleh ethler tersebut. Kerja etilen mampu memecahkan klorofil pada buah yang masih muda hingga mengakibatkan merah atau orange, karna klorofil telah tereduksi oleh gas etilen. Akibat kelebihan etilen akan menghalangi pertumbuhan tanaman (menghambat pemanjangan tanaman), menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar, daun, batang dan bunga (Anrdre, 2012).

IV. KESIMPULANBerdasarkan hasil dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :1. Zat pengatur tumbuh jenis ethrel merupakan salah satu hormon etilen sintetis dalam bentuk cairan yang mampu mempercepat pemasakan buah.2. Selama proses pematangan terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan rasa.3. Semakin tinggi konsentrasi etilen maka makin cepat proses pematangan buah tertentu.4. Ethrel dengan konsentrasi 900 ppm memiliki efektivitas yang baik dalam pemasakan buah dibandingkan ethrel dengan konsentrasi 0 ppm yang dapat dilihat dari hasil praktikum.

DAFTAR REFERENSIAbidin, Z. 1985. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Bandung.Anderson and Beardall. 1991. The Biochemistry of Fruits and Their Product. Academic Press London Vol 2, New York.Andre, Veliarry. 2012. Kelebihan dan Kekurangan Hormon pada Tanaman. http://veliarryandre.blogspot.com/2012/09/kelebihan-dan-kekurangan-hormon-pada-tanaman.html. Diakses pada tanggal 9 Mei 2013.Arianto. 2010. Hormon Etilen.http://ariantoganggus.blogspot.com/2010/01/horrmon-etilen.html. Diakses pada tanggal 9 Mei 2013.Frenkel, C., Klein, L. dan Diller, D.R. 1968. Methods for The Study Ripening and Protein Synthesis in Infact Pome Fruits. Phytochem, New York.Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuhan Tanaman. Yasaguna, Jakarta.Mishra, S.K. Dwivedi S.P., Dwivedi N., Singh R. K., Dubey K.B. 2009. In Silico Characterization of Ripening Proteins in Musa Accuminata. International Journal of Biotechnology Applications, 1(2): 20-25.Moeljadi. 2011. Etilen. http://moeljadie.blogspot.com/2011/04/etilen.html. Diakses pada tanggal 9 Mei 2013.Mohamed, N. I. A and Abu Bakar, A.A.G. 2010. Effect of ethrel in aqueous solution and ethylene released from ethrel on guava fruit ripening. Agriculture And Biology Journal Of North America, 1(3) : 232-237.Noor, Z. 2007. Perilaku Selulase Buah Pisang Dalam Penyimpanan Udara Termodifikasi. Seminar Nasional Teknologi, Yogyakarta.Pantastico. 1989. Fisiologi Pasca Panen. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.Satuhu. 1995. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. ITB, Bandung.Sinay, M. 2008. Kontrol Pemasakan Buah Tomat Menggunakan RNA Antisense. UGM Press, Yogyakarta.Winarno, F.G. dan Moehammad, A. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Budaya, Jakarta.