vernacular basic

Upload: glenjack-glen

Post on 12-Oct-2015

9 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

arsi

TRANSCRIPT

28

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

A. Rumah dan KebudayaanHubungan antara rumah dan kebudayaan menurut Rapoport (1969 : 47) bahwa rumah dan lingkungan merupakan suatu ekspresi masyarakat tentang budaya, termasuk didalamnya agama, keluarga, struktur sosial dan hubungan sosial antar individu. Selanjutnya Rapoport mengatakan bahwa dalam banyak kasus faktor budaya menjadi sangat penting sebagai faktor yang menentukan bentuk rumah. Adapun iklim merupakan faktor yang memodifikasi bentuk.Menurut Koentjaraningrat (1990) dalam Taufik Mohamad (1996), ada tiga wujud kebudayaan:

a. Wujud idea; sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, , nilai-nilai, norma-norma, peraturan, sering disebut sistem budaya.

b. Wujud perilaku; sebagai suatu kompleks aktifitas manusia disebut juga sebagai sistem sosial

c. Wujud fisik; sebagai benda hasil karya manusia disebut juga kebudayaan fisik.

Ditinjau dari fungsi rumah sebagai pusat kegiatan berbudaya, ketiga wujud kebudayaan tersebut tidak terpisah dan mempunyai hubungan erat yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (transactional interpendency). Rumah akan melahirkan ide-ide, nilai-nilai, dan adat istiadat akan mengatur dan memberi arah kepada perbuatan (perilaku) dan karya manusia. Ide dan perbuatan akan menghasilkan benda sebagai suatu hasil karya (rumah), (Pakilaran, 2006)

Kebudayaan adalah seperangkat peraturan yang dibuat oleh suatu masyarakat tertentu, kemudian disepakati oleh masyarakat tersebut sehingga menjadi ciri khas masyarakat tersebut.Sebuah rumah tidak hanya berfungsi sebagai alat pelindung semata, tetapi ia mempunyai fungsi yang lebih luas sampai pada masalah-masalah sosial, ekonomi, religi dan lain sebagainya. B. Perubahan dalam Arsitektur dan Tradisi 1. Faktor-faktor Yang Mendasari Perubahan

Menurut saraswati (2008) bahwa transformasi mempunyai pengertian perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi dan sebagainya) atau pengalihan, menjadi bentuk yang berbeda namun mempunyai nilai-nilai

yang sama, perubahan dari satu bentuk atau ungkapan menjadi suatu bentuk yang mempunyai arti atau ungkapan yang sama. Perubahan pada dasarnya merupakan suatu proses yang menggambarkan sebuah kondisi baru menggantikan kondisi sebelumnya. Menurut (Wardani, 2007) perubahan atau dengan istilah lain transformasi, mengimplikasikan adanya suatu proses panjang yang sedang berjalan dan dialami oleh suatu entitas, sehingga dapat diharapkan akan terjadi perubahan yang cukup signifikan pada entitas tersebut, baik dalam hal tampilan fisik, fungsi, ekspresi dan struktur internalnya.Menurut Rossi 1982, bahwa perubahan fisik disebabkan oleh adanya kekuatan non fisik yaitu:a. Faktor sosial

Faktor lingkungan fisik, perubahan penduduk, isolasi dan kontak, struktur masyarakat, sikap dan nilai-nilai, kebutuhan yg dianggap perlu dan dasar budaya masyarakatb. Faktor budaya

Budaya sebagai sistem nilai terlihat dalam gaya hidup masyarakat yang mencerminkan status, peranan kekuasaan, kekayaan, dan keterampilan.c. Faktor ekonomi

Kekuatan yang paling dominan dalam menentukan perubahan lingkungan fisik adalah kekuatan ekonomi. d. Faktor politik

Peran aspek politis melalui bentuk intervensi non fisik melalui kebijakan pengembangan kawasan

perubahan rumah yang dilakukan oleh penghuni dapat dipengaruhi oleh adanya dua faktor, antara lain:

a. Faktor Internal, yaitu pertambahan anggota keluarga, perkembangan kebutuhan, dan perubahan gaya hidup.

b. Faktor Eksternal, yaitu adanya perkembangan teknologi membangun. (habraken 1998)

2. Proses Perubahan

a. Perubahan terjadi secara perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit.

b. Tidak dapat diduga kapan dimulainya dan sampai kapan proses tersebut akan berakhir, tergantung dari faktor yang mempengaruhinya.

c. Komprehensif dan berkesinambungan.

d. Perubahan yang terjadi mempunyai keterkaitan erat dengan emosional (sistem nilai) yang ada dalam masyarakat (Pakilaran 2006)

Perubahan dari satu kondisi (bentuk awal) ke kondisi yang lain (bentuk akhir) dan dapat terjadi secara terus menerus atau berulang kali yang dipengaruhi oleh dimensi waktu yang dapat terjadi secara cepat atau lambat, tidak saja berhubungan dengan perubahan fisik tetapi juga menyangkut perubahan sosial, budaya, ekonomi, politik. Karena masyarakat tidak dapat lepas dari proses perubahan baik lingkungan (fisik) maupun manusia (non fisik).3. Perubahan Dalam Tradisi Dalam (Dewi, 2003) secara mendasar pengertian tradisi dapat dibedakan menjadi dua konsepsi:a. Sebagai sesuatu yang terbatas (bounded object) seperti yang diungkapkan oleh Shils (1981): It is to last over at least three generations-however long or short- to be a tradition". Jadi, tradisi adalah sesuatu yang dilakukan oleh suatu masyarakat secara terus menerus setelah mengalami seleksi secara alami, minimal tiga generasi. b. Tidak mempersoalkan masalah waktu, tetapi lebih menekankan kepada proses yang terjadi, apa yang tetap dan apa yang berubah (meaningfull processes) seperti yang diungkapkan oleh Handler dan Linnekin (1988).

Untuk menelusuri bahwa suatu tradisi yang dijalankan suatu masyarakat masih asli atau sudah mengalami perubahan tidaklah mudah. Dimana pada proses penurunan informasi pada setiap generasi memungkinkan terjadinya penyimpangan informasi baik itu penambahan maupun pengurangan, maka untuk menyamakan persepsi, penelitian ini mengacu pada teori Handler dan Linnekin 1998, yaitu melihat sesuatu yang dilakukan masyarakat tradisional dari dulu hingga saat ini tanpa berdasar pada dimensi waktu tetapi melihat kepada bagian mana yang masih digunakan atau dilakukan dan bagian mana yang tidak, serta melihat hal-hal yang masih bernilai dan masih dilakukan, dan mana yang tidak. C. Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat MakassarStratifikasi sosial dalam struktur masyarakat Bugis-Makassar juga dipengaruhi oleh faham kosmos. Pelapisan tersusun ke dalam tiga lapisan berikut:

1. Ana karaeng, menduduki lapisan status sosial tertinggi dalam masyarakat, kemudian dibedakan dalam dua kategori yaitu, anakaraeng (bangsawan), dan ana karaeng maraengannaya (bangsawan lainnya). Menurut mitologi Bugis-Makassar, pembagian dua kategori ini berdasarkan tempat asalnya. Kategori pertama berasal dari bottinglangi (dunia atas) dan yang ke dua dari awang tangnga (dunia tengah). Dari mitos sejarah (history mythie) Gowa atau Makassar mengatakan bahwa penguasa pertama kerajaan Gowa, adalah Tumanurung yang berdarah putih (maddara takku) dan dianggap pembawa berkah, (pakkamaseang) dari dunia langit untuk masyarakat.

Sebelum kedatangan Tumanurung di bumi, ada kerajaan-kerajaan kecil yang diperintah oleh Gallarang. Kerajaan Gowa terdiri dari Sembilan kerajaan-kerajaan kecil yang kemudian membentuk suatu persekutuan yang disebut kasuwiang salapang (Sembilan induk kaum). Persekutuan ini dipimpin oleh seorang kepala kaum. Ketika tumanurung muncul kerajaan kecil itu kemudian menyatukan diri dibawah satu kerajaan yaitu kerajaan Gowa yang diperintah oleh Tumanurung.

2. To maradeka, merupakan lapisan sosial atas orang kebanyakan dan merupakan bagian terbesar dalam masyarakat.

3. Ata (sahaya) menurut Mattulada (1985) dalam saing (2010) bahwa konotasinya sama dengan sahaya yang mengabdikan dirinya pada suatu lembaga atau orang, karena ia dengan sadar telah melakukan pelanggaran adat, berhutang atau kalah perang yang harus ditebusnya dengan pengabdian atau melepaskan kemerdekaannya.

Saing (2010) menyimpulkan tentang Lontara Bugis-Makassar bahwa pelapisan sosial orang Bugis-Makassar sangat tajam, dimana gambarannya dapat terlihat dari bentuk-bentuk rumah mereka. Tipe bangunan rumah setiap lapisan sosial berbeda satu sama lain. Bangunan rumah dari lapisan sosial terendah tidak boleh menyamai bentuk rumah lapisan sosial diatasnya, melanggar berarti merusak tata tertib kosmos dan akan mendatangkan bencana bagi pelanggarnya.D. Arsitektur Tradisional Makassar ditinjau dari Strata Sosial (Bangsawan)Pada bagian ini membahas elemen-elemen arsitektur yang terdapat pada rumah bangsawan. Perlunya pembahasan ini sebab ketiga golongan sosial dalam suku Makassar mempunyai tipe rumah tersendiri, meskipun memiliki beberapa persamaan sebagai rumah panggung, tetapi dalam beberapa hal masing-masing terdapat perbedaan terutama pada rumah golongan bangsawan. Berikut adalah ciri rumah bangsawan yang membedakannya dengan rumah tradisional golongan dibawahnya, menurut saing:

Struktur kosmos dibagi atas 3 susunan yaitu alam atas disebut bottinglangi (puncak langit) sebagai tempat suci, kemudian alam tengah yang disebut Paratiwi sebagai tempat berlangsungnya kehidupan dan alam bawah disebut uri liu yaitu tempat gelap. Begitupula bangunan rumah tradisional Makassar dibangun diatas tiang (rumah panggung) yang terdiri atas 3 susun seperti pembagian kosmos tersebut.

Gambar 1: Bagian-bagian rumah yang diibaratkan struktur kosmos

(digambar berdasarkan uraian Mardanas 1985, mengenai pandangan kosmologis rumah tradisional Bugis/Makassar) Rumah tradisional Makassar adalah model kosmos merupakan simbol status yang memberikan informasi tentang kedudukan sosial seseorang dalam lingkungan masyarakat melalui bentuk rumahnya, (saing, 2010). 1. Tiang RumahTiang rumah dibuat persegi empat (berbentuk balok), sedangkan untuk strata dibawahnya berbentuk lingkaran sesuai dengan bentuk aslinya (pohon).

2. Tangga

a. Untuk golongan bangsawan menggunakan tangga yang disebut Tukak sapana, pemasangannya harus ke depan searah dengan badan rumah dan diberi atap yang disebut dengan istilah pattongko tukak. Tukak sapana dibuat dari bambu, anak tangganya dianyam. Tukak sapana ini memakai Coccorang (pegangan tangga), dengan jumlah anak tangga selalu ganjil. b. Tuka Lonjo bagi golongan tu maradeka, pemasangannya harus dari samping badan rumah dan tidak boleh diberi atap.c. Tuka Jeka yang digunakan oleh golongan ata, terletak di depan rumah dan disandarkan langsung ke badan rumah serta tidak boleh memakai tiang sandaran.3. JambangRumah tradisional Makassar mengenal tiga macam jambang, masing-masing adalah jambang tulusu, jambang alanta dan jambang butta. Untuk rumah golong bangsawan menggunakan jambang tulusu yang bentuknya rata dengan seluruh lantai rumah.

4. TayoYang dimaksud dengan tayo adalah paddongko (palang bagian atas) penggunaan tayo pada rumah penduduk hanya diperbolehkan pada rumah golongan bangsawan atau karaeng. Tayo disinonimkan dengan sayap pada burung, burung adalah makhluk yang dapat terbang kemana pun ia mau. Golongan bangasawan atau karaeng yang diperlambangkan sebagai burung sebab merekalah yang berhak sebagai pemimpin masyarakat. Yang menerbangkan yang dipimpinnya kealam bebas, bebas dari kemelaratan dan kesulitan. 5. Timba sila (sambulayang)

Timba sila adalah singkap bagian depan pada kepala rumah, biasanya dianalogikan sebagai wajah pada manusia. Menurut (umar 2003) berikut adalah bentuk-bentuk timba sila yang dikenal dalam masyarakat Makassar.

a. Timba sila lanta lima (lima susun), khusus bagi istana para Raja. Raja adalah pemimpin tertinggi maka istananya dibuat dibuat lebih besar dari rumah-rumah lainnya dalam wilayah kerajaan sehingga disebut sebagai Balla Lompoa.

b. Timba sila lanta appa adalah rumah yang mempunyai singkap atap bersusun empat.c. Timba sila lanta tallu adalah rumah yang mempunyai singkap atap tiga susun merupakan rumah keturunan karaeng (bangsawan), baik yang berasal dari keturunan tu manurung maupun keturunan raja-raja lokal yang tidak mempunyai jabatand. Timba sila lanta rua adalah rumah yang mempunyai singkap atap dua susun yang digunakan oleh golongan tu maradekae. Timba sila lanta sere adalah singkap atap yang digunakan untuk masyarakat yang berstatus tu barani.f. Timba sila alobang. Alobang artinya kosong dan hanya jeruji yang terbuat dari bilah-bilah bambu yang dipasang bersilangan, bentuk yang demikian diharuskan pada golongan ata6. Paladang

Bangunan tambahan di depan kale balla yang bentuk atapnya seperti bangunan utama tetapi dengan ukuran yang lebih kecil.7. Ulu balla appangka/balla kambaraBalla kambara adalah rumah yang mempunyai atap kembar (balla kambara) atau rumah kembar berjajaran. Ada yang berjajar dua (appangka rua) ataupun berjajar tiga (appangka tallu), atap yang kembar tersebut biasanya dipergunakan sebagai tempat menginap tamu, dimana golongan lain sesama sekali tidak diperbolehkan membangun kembaran rumah seperti ini.8. PappaluangPappaluang adalah bangunan tambahan yang dibuat tersendiri menyamping atau dibelakang bangunan induk sebagai tempat menyelenggarakan kegiatan untuk menyiapkan keperluan sehari-hari bagi penghuni rumah disebut Pappaluang atau dapur.E. Proses Terbentuknya Strata Sosial dI CikoangMasyarakat Cikoang merupakan masyrakat komunitas Sayyid. Keturunan Sayyid adalah golongan keturunan al-Husain, cucu Nabi Muhammad. Golongan Sayyid adalah penduduk terbesar jumlahnya di Hadramaut. Mereka membentuk kebangsawanan beragama yang sangat dihormati. Secara moral mereka sangat berpengaruh pada penduduk. Semua Sayyid diakui sebagai pemimpin agama oleh penduduk yang tinggal di sekitar kediamannya. Selain itu, Sayyid juga dianggap sebagai penguasa daerah tersebut. Para Sayyid selalu mempertahankan kekuatan hukum Islam. Bagi Sayyid, hukum dan agama Islam merupakan satu kesatuan

Di tempat asalnya, Hadramaut, golongan Sayyid atau Alawiyyin ini menempati kedudukan sosial yang tertinggi karena mempunyai darah keturunan Nabi Muhammad SAW, salah satu tradisinya ialah mereka melarang menikahkan wanita-wanita mereka dengan yang non-Sayyid, karena kedudukan nasab mereka (kafaah nasab) jauh lebih tinggi dibandingkan nasab manapun juga. Dan tradisi ini terus mereka bawa ke Indonesia dan masih terus dipraktekkan.1. Asal Mula Sayyid Di Cikoang

Sayyid di kalangan Masyarakat Cikoang merupakan panggilan bagi keturunan Sayyid Jalaluddin. Sayyid dan Al-Aidid digunakan sebagai tanda pengenal atau atribut, bahwa mereka berasal dari kaum terhormat keturunan anak cucu Nabi Muhammad SAW. Masyarakat sangat patuh dan hormat pada kaum Sayyid. Sayyid dan Al-Aidid digunakan sebagai tambahan nama depan dan belakang untuk kaum pria dan nama panggilan wanita Sayyid disebut Syarifah.Kehadiran kaum Sayyid di Cikoang tidak lepas dari keberadaan golongan Sayyid di Hadramaut. Hadramaut adalah sebuah daerah kecil yang ada di Arab Selatan.

Di antara keluarga itu ada yang sudah keluar dari Hadramaut dan membuka pemukiman baru. Kemungkinan dari mereka yang hijrah itu di antaranya adalah keluarga Sayyid Jalaluddin.

Sayyid Jalaluddin sempat menuntut ilmu ke negeri Timur Tengah. Saat ia tiba di kerajaan Gowa Makassar pada abad 17 pada masa pemerintahan Sultan Alauddin, beliau kemudian diangkat menjadi Mufti kerajaan. Naskah-naskah agama yang Sayyid Jalaluddin bawa Sampai sekarang masih digunakan oleh anak keturunan beliau di Cikoang dan telah disalin berulang-ulang. Kedatangan beliau ke Sulawesi Selatan seperti dikutip Abd. Majid Ismail dari Andi Rasdiyanah Amir, dkk. dalam Bugis Makassar dalam Peta Islamisasi, 1982 merupakan gelombang lanjutan dari proses Islamisasi kerajaan-kerajaan Bugis Makassar sesudah periode Dato ri Bandang, Dato di Tiro dan kawan-kawan pada awal abad ke-17.

Beliau menikah dengan I Accara Daeng Tamami binti Sultan Abdul Kadir (Karaengta ri Burane) Bin Sultan Alauddin, seorang putri bangsawan yang masih mempunyai darah kerajaan Gowa, dan mempunyai 5 orang anak. Kemudian ia berpindah ke Cikoang dan menyebarkan agama Islam disana.2. Stratifikasi Sosial Sayyid di Cikoang Golongan Sayyid di Cikoang dibagi dalam empat strata sosial diantaranya adalah sebagai berikut:

a). Sayyid Opu Sayyid Opu adalah Sayyid yang memiliki kedudukan tertinggi di antara para Sayyid. Sayyid Opu biasa pula disebut Karaeng Opua apabila ia terpilih sebagai Opu atau pemimpin kaum Sayyid. Gelar Opu diperoleh dari garis keturunan ibu yang berdarah Buton, yang merupakan istri dari jafar sadik (keturunan karaeng yang pernah memimpin di buton selama beberapa tahun).b). Sayyid KaraengSayyid Karaeng adalah Sayyid yang memiliki pertalian darah dengan bangsawan Makassar. Gelar Karaeng diperoleh dari garis keturunan ibu sebagai bangsawan Makassar dan garis keturunan ayah sebagai Sayyid. Artinya keturunan Sayyid menikah dengan putri keturunan Karaeng.

c). Sayyid MassangSayyid Massang adalah Sayyid yang masih terhitung sebagai kerabat Karaeng Opua. Sayyid Massang biasa dipanggil dengan sebutan Tuan. Mereka masih satu garis keturunan dari Jafar Sadik. Dari sembilan anak Jafar Sadik hanya satu yang diangkat sebagai pemimpin dan yang lain menjadi Sayyid Massang. Garis kepemimpinan Karaeng tersebut yang telah diwariskan kepada Karaeng Opua. Saudaranya yang lain hanya memperoleh status sebagai Sayyid Massang karena tidak pernah menduduki satu jabatan.d). Sayyid biasa

Sayyid biasa adalah Sayyid yang memiliki garis keturunan dari Sayyid Massang. Sayyid biasa seperti orang kebanyakan yang tidak memegang peranan. Mereka telah memiliki percampuran darah dengan rakyat biasa. Kebanyakan dari mereka hanya menjadi pengikut dari para anrongguru di Cikoang. Sayyid biasa tidak hanya hidup di Cikoang, tetapi mereka sudah hidup menyatu dengan anggota masyarakat di luar Cikoang (www.blogspot.com diunggah pada hari sabtu 30 Juli 2011).F. Penelitian Terdahulu yang Relevan1. Perubahan wujud fisik rumah tradisional Minahasa di kota Tomohon dan Tondano Provinsi Sulawesi Utara (Desa Tonsealama dan Desa Rurukan). Oleh Debbie A.J.Harimu dan Shirly Wunas. (2003)Penelitian ini menjelaskan karakteristik perubahan wujud fisik rumah tradisional minahasa serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahanperubahan tersebut.

Tipe penelitian kualitatif deskriptif dengan analisis induktif. Metode pengambilan data dengan observasi, wawancara secara mendalam, pemeriksaan dokumen dan sketsa konstruksi wujud fisik rumah. Objek pengamatan adalah unit rumah tradisional minahasa di desa Tonsealama (Kota Tondano) dan di desa Rurukan (Kota Tomohon) yang dibangun tahun 1897-1945. Hasil penelitian menunjukkan perubahan terbesar adalah sesudah tahun 1900, pada pola ruang dan fungsi ruang, kemudian perubahan material dan konstruksi. Faktor faktor yang mempengaruhi perubahan fisik konstruksi rumah tradisonal Minahasa adalah faktor status kepemilikan rumah dan lahan, serta faktor ekonomi penghuninya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pemanfaatan ruang dan pola ruang dalam rumah adalah faktor kebutuhan ruang dan faktor kemajuan teknologi. 2. Arsitektur rumah tradisional berdasarkan strata sosial kelompok etnis Makassar di Kabupaten Gowa, Umar (2003).Penelitian ini menjelaskan karakteristik bentuk arsitektur rumah tradisional etnis Makassar, serta menjelaskan perbedaan bentuk arsitektur rumah tradisional bangsawan Makassar dengan golongan biasa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dimana berusaha mengungkapkan gejala menyeluruh dan sesuai dengan konteks (holistic-kontekstual), bersifat deskriptif dan menggunakan analisis dengan pendekatan induktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan bentuk arsitektur rumah tradisional Makassar berdasarkan strata sosial tidak lepas dari keberadaan To manurung sebagai peletak dasar system stratifikasi sosial dalam masyarakat suku Makassar.Karakteristik rumah tradisional Makassar secara horizontal berbentuk segi empat (sulapa appa), terdiri dari ruang depan (padaserang ri olo), ruang tengah (padaserang ri tangga), ruang belakang (padaserang ri boko), ruang penunjang terdiri dari, tamping, paladang dan appaluang.

Secara vertikal bentuk bangunan berupa rumah panggung terdiri dari kolong rumah (siring), badan rumah (kale balla), dan loteng (pamakkang), atap rumah berbentuk segitiga dengan bagian depan ditutup dengan timba sila.

Sistem struktur dan konstruksi mempergunakan sistem rangka kayu dan kombinasi dengan sistem pasak. Material bangunan sebagian besar menggunakan material jenis kayu dan bambu.

Ragam hias yang digunakan terdiri dari ragam hias flora dan fauna selain itu terdapat pula pola ragam hias yang dipengaruhi oleh Islam dan budha seperti kaligrafi dan piring berganda.

Perbedaan bentuk menurut stratifikasi sosial dapat dilihat pada jumlah formasi tiang serta besarnya rumah, penggunaan dapur yang terpisah dari rumah induk, penggunaan dinding sonrong pumbali penggunaan tamping pada kedua sisi bangunan, jumlah anak tangga dan penutup tangga, jumlah terali jendela, daun jendela, susunan timba sila, penggunaan hiasan mahkota atap, pola penyimpanan benda-benda pusaka (kalompoang) dan penggunaan atap kembar (ulu balla appangka).

3. Nurul Najmi,. Pola Spasial Permukiman dan Bentuk Fisik Rumah Tradisional Yang Dipengaruhi Ritual Maudu Lompoa Di Desa Cikoang Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan (2005).Penelitian ini menjelaskan karakteristik pola spasial perumahan dan permukiman serta karakteristik tapak perumahan di dusun Cikoang yang pembentukannya dipengaruhi oleh kegiatan keagamaan Maudu Lompoa. Metode penelitian kualiatif dengan pendekatan deskriptif dan eksploratif. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara kegiatan maudu lompoa dengan pola spasial yang ada. Bentuk rumah dan tapak rumah juga memperlihatkan hubungan tersebut. Dari ketiga penelitian diatas dapat disimpulkan, faktor yang mempengaruhi pola pembentukan rumah tradisional Makassar adalah letak geografis, pengaruh religi, pelapisan sosial, norma-norma sosial dan nilai-nilai tradisional. Keberadaan bentuk rumah tradisional Makassar berdasarkan strata tidak lepas dari keberadaan sistem pemerintahan kerajaan sebagai sebagai peletak dasar stratifikasi sosial dalam masyarakat suku Makassar. Serta perubahan fisik arsitektur tradisional umumnya terjadi karena faktor dari dalam masyarakat itu sendiri dan faktor dari luar yang didominasi oleh keadaan ekonomi dan kemajuan teknologi. G. Posisi PenelitianPenelitian ini memiliki kesamaan lokasi dengan penelitian Najmi (2005), namun fokus berbeda yakni tentang perubahan wujud fisik pada bentuk bangunan, pola tata ruang, material, dan ornamen, serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahannya. Memiliki kesamaan dengan penelitian Harimu (2003.) mengenai perubahan wujud fisik namun lokasi dan objek berbeda yakni pada rumah tradisional strata tertinggi pada desa Cikoang.

Gambar 02: Kerangka konseptual penelitian

(2012)