v biara osc di yogyakarta - ofm.or.id · membuka biara baru di yogyakarta. kemudian ada berita lain...
TRANSCRIPT
V Biara OSC di Yogyakarta
MASA AWAL (1969 - 1979)
Sejak Mgr. A Soegiyopranoto SJ menjabat sebagai Uskup Agung Semarang, para suster
Claris sudah diundang untuk membuka biara di Jawa Tengah. Namun karena jumlah anggota
suster pribumi masih sedikit dan masih banyak suster asal Belanda, tawaran tersebut belum
dapat dipenuhi. Baru pada tanggal 14 Januari 1969, para suster di Pacet memutuskan untuk
membuka biara di Jawa Tengah (Yogyakarta). Maka mulailah diurus surat ijin kepada Bapa
Kardinal Yustinus Darmoyuwono Pr. dengan didampingi oleh Rm. Dijkstra SJ. Pada tanggal
2 Februari 1970, Kardinal memberi ijin tertulis, bahwa para suster boleh membuka biara di
daerah Medari.
Pada tanggal 27 April 1970, para suster berencana membeli sebidang tanah di Medari. Tetapi
setelah meninjau tempat itu maka dipertimbangkan lagi bahwa tempat tersebut tidak sesuai
dengan kebutuhan dan cara hidup kontemplatif. Sementara itu pada tanggal 30 April 1973
Pater Vicente Kunrath OFM selaku Delegat pindah dari Cianjur ke Papringan, Yogyakarta
karena mendapat tugas baru sebagai magister. Dari sana, pada tanggal 30 Juli, Pater Vicente,
OFM mengirim telegram yang meminta Suster Pimpinan Klaris untuk datang meninjau dan
mencari tanah di daerah Kaliwinongo (Gamping) sesuai petunjuk dari Romo Kardinal
sebagai tempat yang diijinkan untuk didiami suster-suster. Di dalam Kota Yogyakarta sudah
ada terlalu banyak tarekat religius.
Pada tanggal 1 Agustus 1973 para suster mencoba beralih ke bagian barat Kota Yogyakarta
yaitu daerah Gamping. Pada tanggal 2 Agustus, Sr. Agnes, Sr. Johanna dan Sr. Paula
berangkat ke Gamping untuk meninjau tanah yang dimaksud. Pada tanggal 7 Agustus, para
suster membicarakan tentang hasil peninjauan tanah di Gamping dan diusulkan agar Sr.
Bernardine yang sudah menjadi penduduk Yogyakarta untuk mengurus kartu perpindahan
penduduk menjadi warga Gamping. Suster akan berangkat tanggal 13 Agustus ke
Yogyakarta. Tetapi pada tanggal 13 September ada berita dari Vikep Yogyakarta, Romo
Pujarahardja Pr. bahwa tanah di daerah Gamping tidak jadi dijual oleh pemiliknya.
Pada tanggal 2 November 1973 sampai tanggal 26 Januari 1974 suster Presiden Uni-
Nederland berkunjung ke Indonesia. Kunjungan ini semakin memperkuat keputusan untuk
membuka biara baru di Yogyakarta. Kemudian ada berita lain lagi pada tanggal 27 November
yaitu bahwa pembelian tanah lain di Yogyakarta telah gagal.
Pada tanggal 27 Januari 1974, tiga suster pimpinan berangkat ke Yogyakarta untuk meninjau
tanah di Gamping tetapi ternyata gagal lagi karena tanah tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Mereka kembali ke Pacet tanggal 4 Februari. Kemudian pada tanggal 24 April,
Sr. Bernardine, Sr. Ancilla dan Sr. Assumpta tiba di Yogyakarta untuk meninjau tanah biara
cabang. Urusan ini berlangsung terus sampai tanggal 28 Mei.
Pada tanggal 15 Juni 1974 diputuskan, bahwa para suster akan mulai tinggal di Gamping
sambil mencari tempat yang cocok. Atas bantuan dan kebaikan hati Rm. Pujarahardja Pr,
untuk sementara para suster dapat tinggal di rumah keluarga lskandar selama 2 tahun. Terjadi
perundingan dan persetujuan antara para suster dan keluarga Iskandar mengenai penggunaan
tempat, rumah, air, dsb (lampu masih memakai lampu minyak tanah). Untuk memulai hidup
membiara di Gamping tersusunlah kelompok kecil yang terdiri atas empat suster yaitu: Sr.
Assumpta Kaminem OSC, Sr. Ancilla Muljani OSC, Sr. Bernardine Nyoman Siti OSC dan
Sr. Paula Suwartini OSC. Tanggal 7 sampai 10 Agustus 1974 diadakan Triduum oleh P.
Vicente Kunrath OPM sebagai persiapan pesta Santa Clara, sekaligus sebagai persiapan bagi
keempat suster yang akan berangkat sebagai perintis untuk membuka biara baru di
Yogyakarta.
RUMAH SEWA DI GAMPING
Pada tanggal 12 Agustus 1974 diadakan Perayaan Ekaristi meriah dan pengutusan keempat
suster yang akan berangkat ke Yogyakarta. Para suster berangkat tanggal 13 Agustus 1974
diantar oleh Ibu Abdis dan beberapa suster. Umat stasi Gamping bersama Rm. Sadji OFM
(Pastor stasi), P. Vicente OFM dan para Saudara Dina dari Papringan telah menanti
kedatangan para suster di rumah Bapak Iskandar. Diperkirakan sekitar jam 17.00 WIB -
18.00 WIB, rombongan akan tiba. Namun pada jam-jam tersebut rombongan belum juga
muncul. Karena sudah terlalu lama menunggu akhirnya satu demi satu dari mereka yang
menanti, pergi meninggalkan tempat itu. Rombongan baru tiba di Gamping jam 20.00 WIB.
Mereka terlambat dua jam dari waktu yang telah ditentukan sebelumnya, karena bapak sopir
tidak tahu alamat yang dituju. Yang masih setia menanti adalah: keluarga bapak Iskandar, P.
Vicente OFM, P. Sadji OFM dan beberapa umat paroki. Untuk menyatakan syukur dan
terima kasih karena telah tiba dengan selamat, maka rombongan suster menyanyikan lagu "Te
Deum."
Pada tanggal 18 Agustus 1974, para suster diterima secara resmi oleh umat paroki Pugeran,
karena stasi Gamping termasuk wilayah paroki tersebut. Upacara penerimaan dimulai dengan
Perayaan Ekaristi kudus yang dipimpin oleh Rm. Sadji OFM, Romo stasi Gamping. Sejak itu
para suster berusaha untuk hidup dalam keadaan yang seadanya saja.
Hidup doa dengan acara-acara doa tentu merupakan hal yang mendasari dan mewarnai
kegiatan sehari-hari. Doa ofisi dilakukan bersama kecuali ofisi pagi hari, karena para suster
harus mengikuti perayaan Ekaristi di gereja stasi yang jaraknya ditempuh selama 10 menit
berjalan kaki. Kadang-kadang ada umat yang mengikuti acara doa suster. Untuk perayaan
Ekaristi hari Minggu dan hari raya, mereka pergi ke gereja paroki sehingga dapat juga
bertemu dengan umat. Dua kali dalam seminggu ada perayaan Ekaristi yang dipersembahkan
oleh P. Vicente Kunrath OFM pada waktu sore hari di rumah para suster sehingga umat yang
tinggal di sekitarnya dapat ikut merayakan perayaan Ekaristi tersebut. Pada salah satu dari
dua hari tersebut, Pater Vicente memberi pelajaran kepada para suster sebelum perayaan
Ekaristi. Br. Mulyanto juga turut melayani para suster. Setiap pagi bruder mengambil surat di
kantor pos Yogyakarta untuk para suster dan juga membawakan surat dari para suster untuk
diposkan karena memang di Gamping belum ada kantor pos.
Hasil dari pekerjaan pokok tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Pekerjaan harian dikerjakan oleh para suster sambil membuat makanan kecil untuk dijual
sebagai tambahan biaya hidup. Tetapi usaha ini gagal walaupun pada awalnya penjualan itu
sangat laris. Kebiasaan orang-orang yang suka berhutanglah yang menyebabkan modal para
suster habis.
Lalu mereka menerima pekerjaan konveksi seragam sekolah dari suster OSF — Senopati.
Tetapi pekerjaan ini pun tidak dapat bertahan lama karena bersifat musiman yaitu hanya pada
permulaan tahun ajaran baru sekolah.
Kesulitan air bersih untuk diminum juga dirasakan oleh para suster. Mereka harus
mengangkat air bersih dari sumur pastoran dekat gereja sesudah misa setiap hari. Sedangkan
air untuk kebutuhan-kebutuhan lain dapat diambil dari sumur di samping rumah mereka.
PINGGIRAN KOTA
Ketika jangka waktu kontrak rumah di Gamping sudah mulai habis, para suster belum
menemukan tempat untuk pindah. Pada saat itu para saudara dina membutuhkan orang yang
dapat memasak dan menyediakan makan siang. Para saudara menawarkan tugas ini kepada
para suster. Tetapi kesulitan muncul sehubungan dengan jarak Gamping - Papringan yang
lumayan jauh. Sangat sulit untuk setiap hari membawa makanan untuk sejumlah besar orang,
padahal sarana transportasi tidak memadai (hanya menggunakan sepeda).
Memikirkan hal ini maka para suster memohon kepada Vikep Yogyakarta untuk pindah
sedikit masuk di pinggiran kota. Pada tanggal 4 Februari 1976, Bapak Kardinal sacara lisan
memberi peluang kepada para sustar untuk mancari kemungkinan tempat baru di dalam kota.
Hal itu diberikan ketika Kardinal mengunjungi tempat tinggal para suster di Somodaran-
Gamping dan melihat kehidupan mereka yang sungguh-sungguh berusaha sendiri untuk
mencukupi kebutuhan hidup harian mereka. Pada bulan Juli Sr. Agnes dan Sr. Angelina
berangkat ka Somodaran - Gamping dalam rangka mancari rumah di kota Yogyakarta.
Akhirnya diperoleh sebuah rumah yang dapat dikontrak selama 2 tahun 3 bulan di Samirono
Baru.
Para suster pindah tanggal 26 Juli 1976. Keadaan dan suasana lebih baik di situ. Para suster
dapat merayakan Perayaan Ekaristi setiap hari, dipimpin oleh para Saudara Dina dari
Papringan. Rumah diberkati tanggal 12 Agustus 1976. Di sinilah Sr. Assumpta serta para
suster lain mulai memasak untuk para saudara OFM di Papringan. Sementara tinggal di
Samirono para suster tetap mencari tanah yang cocok untuk membangun sebuah biara.
Akhirnya atas bantuan Bapak Taryono, para sustar dapat menamukan sebidang tanah di
daarah Santran - Mrican yang akan dijual, tepatnya di depan STM Pembangunan.
Pada akhir tahun 1976, para suster membali tanah di daerah Mrican tersebut karena
dipandang memenuhi syarat untuk bangunan biara dan harganya pun terjangkau. Demikian
pula lokasinya dekat dengan biara para saudara dina di Papringan. Oleh karena itu tanah di
Medari dijual untuk manambah uang pembayaran tanah tersebut. Dengan bantuan Bapak
Taryono dan Bapak Ong (yang waktu itu sedang membangun biara Papringan) transaksi jual
- beli tanah dapat berlangsung dengan baik dan lancar. Maka rencana pembangunan biara
segera dimulai. Sr. Yacinta OSC sangat berperan dalam hal ini, karena beliau pintar dan ulet
dalam mengurus rencana pembangunan tersebut, terlebih dalam mengatur dan mendampingi
para karyawan yang membangun biara itu. Suster dibantu dah Bapak Ong sebagai ahli
bangunan, Bapak Susilo sebagai pemborong. Bapak Tikno, Bapak Ari dan Bapak Taryono
bertiga sebagai penanggung jawab atas pelaksanaan pembangunan biara setiap hari.
Pembangunan biara Santren ini dimulai pada tanggal 23 Mei 1978 dengan peletakan batu
pertama oleh Vikaris Episkopalis Yogyakarta, Romo Wirjodarmojo PR, didampingi oleh
Sr.Yacinta. Ruang Clara mulai dibangun pada tanggal 24 Juni 1980, dan mulai dipakai untuk
rapat pleno OFM pada tanggal 30 September, walaupun belum selesai dibangun.
Pembangunan ruangan ini selesai pada bulan Oktober.
Para suster mulai mendiami biara baru tersebut pada tanggal 30 Oktober 1978, walaupun
bangunan biara masih belum selesai seluruhnya (Ruang hosti misalnya baru mulai dibangun
pada bulan November). Hal ini disebabkan karena masa kontrakan rumah di Samirono sudah
habis dan para suster memutuskan untuk tidak memperpanjang masa kontrakan rumah itu.
Pembangunan biara Santren baru meliputi beberapa kamar dan ruang tamu sehingga ruang
tamu menjadi dwi fungsi, sebagian ruangan untuk kapel dan sebagian lagi untuk menerima
tamu. Ada juga beberapa kamar untuk para suster lengkap dengan kamar mandi, wc dan
sumur. Salah satu kamar dipakai untuk dapur. Karena pembangunan belum selesai, maka
masih ada kebocoran bila hujau turun.
Pada waktu itu acara harian tetap berjalan seperti biasa (Perayaan Ekaristi, Ibadat Harian,
Pelajaran dari Saudara Dina). Dalam Perayaan Ekaristi para suster melibatkan umat
lingkungan dan para Saudara Dina (koor, organis, pemazmur dan pembaca). Umat juga
membantu para suster (tenaga, biaya) dalam menyediakan kursi dan tenda untuk perayaan
liturgi hari besar. Para suster (Sr. Yacinta dibantu Sr. Ancilla) sudah mulai menerima pesanan
pembuatan pakaian liturgi dan jubah untuk para religius sebagai mata pencaharian. Oleh
karena itu para suster mulai mengurangi pelayanan kepada para saudara dina (yaitu
menyediakan makanan untuk mereka). Mereka juga menjual hasil kebun (buah rambutan,
singkong) kepada masyarakat di sekitar biara.
Setelah pembangunan selesai seluruhnya, maka tibalah waktunya biara diberkati. Para novis
Saudara Dina dari Papringan turut serta dengan rela ikut membersihkan bangunan biara baru
tersebut sebelum diberkati. Semua suster dari Pacet berangkat untuk menghadiri upacara
pemberkatan beberapa hari sebelumnya. Mereka meminjam mobil VW Combi dari Kramat
dan menginap di susteran SDN - Pekalongan. Keesokan harinya mereka mampir di biara para
suster AK - Ungaran untuk makan siang sebelum melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta -
Mrican. Demikianlah dalam rangka peresmian biara, pada tanggal 12 Desember 1979, sejak
pukul 08.00 pintu biara telah dibuka untuk setiap tamu yang mau melihat-lihat keadaan
seluruh biara, juga bagian klausura. Pada pukul 10.00 WIB dimulailah upacara peresmian
biara yang dipimpin oleh Vikaris Episkopalis Yogyakarta dan didampingi oleh Mgr. Geise
OFM. Para tamu yang haclir pada waktu itu adalah para wakil kepala desa, umat sebagai
wakil dari paroki, biarawan-biarawati, dan sanak keluarga para suster yang tinggal di dekat
biara Santren itu. Acara dimulai dengan pembukaan selubung penutup nama biara yang baru
yaitu Biara Santa Clara, diiringi lagu "Clara Tunas Fransiskus." Selubung tersebut dibuka
oleh Sr. Ancilla. Demikianlah secara resmi kehadiran para suster Claris di Yogyakarta
dikukuhkan dan diakui oleh samua yang hadir.
TAHUN 1991 - 2009
Pada tahun 1991 ada pergantian anggota biara Santren, dan hal ini juga mempengaruhi
kehidupan liturgi para suster, khususnya dalam perayaan Ekaristi. Ada perubahan dalam
tugas-tugas liturgi, antara lain dengan mengurangi keterlibatan umat dalam tugas-tugas
tersebut. Ini disebabkan karena selama itu para suster sangat disibukkan dalam mencari para
petugas liturgi dari luar. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pater Leo Laba Ladjar (Minister
Provinsi) menganjurkan kepada para suster untuk memilih beberapa kelompok yang bertugas
secara tetap di kapel Santa Clara. Para suster menerima anjuran beliau dan melaksanakan hal
itu sampai sekarang (2009).
Pelayanan rohani dari Saudara Dina tetap berjalan dengan baik (pelajaran, perayaan ekaristi,
dan lain-lain). Bila mereka berhalangan dalam melayani perayaan Ekaristi, maka mereka
mencari imam pengganti dari tarekat lain (misalnya SCJ, OMI, Kapusin, Praja, SJ).
Pada periode 1996 - 2002, anggota biara terdiri dari 4 saudari. Pada masa ini dilakukan
banyak perbaikan di biara Santa Clara Santren, antara lain: perbaikan langit-langit seluruh
rumah biara, membuat pagar di samping kiri kapel sebagai pembatas dengan tanah tetangga
sebelah, membuat atap teras depan kapel, dan lain-lain. Pada masa ini juga ada dua saudari
yang diberi kesempatan untuk mengikuti kursus bahasa Inggris dari Sdr. Micho, seorang
pengajar LIA selama 6 bulan, lalu dilanjutkan. Oleh Ibu Hartini selama 6 bulan. Tahun 2000,
Sr. Caecilia (anggota biara Pacet) datang untuk kuliah sebagai mahasiswi pendengar selama
satu tahun di FTW - Kentungan.
Pada periode 2002 - 2005, jumlah anggota biara terdiri dari 5 saudari sehingga pada waktu
ini, satu saudari (Sr. Theresia) dapat mengikuti kuliah sebagai mahasiswi pendengar/auditor
di Kentungan.
Pelayanan rohani dari para saudara dina berlangsung terus, antara lain pelajaran dari P.
Alfons Suhardi OFM tentang Spiritualitas Fransiskan - Clarian, AMR (relaksasi meditasi
penyadaran) dan Perayaan Ekaristi, Sakramen Tobat.
Para suster melakukan banyak perbaikan dan penataan rumah, antara lain: memperbaiki
tempat mencuci pakaian, membangun tempat jemuran pakaian, membangun tempat istirahat
bagi seorang karyawan kebun, menambah dua ruangan Yang berfungsi sebagai tempat
menyetrika dan gudang, membuat rolling door di serambi samping sakristi sabagai batas
klausura, membangun kamar mandi/wc untuk tamu, dan menambah tinggi dinding pagar
pembatas biara bagian belakang karena tetangga telah meninggikan tanah mereka sehingga
pagar biara menjadi rendah, sehingga orang mudah masuk ke kelompok biara.
Para suster mulai menerima pekerjaan untuk menjahit pakaian liturgi secara intensif karena
pesanan dari biara Pacet (kerja sama) dan dari biara Santren sendiri. Tugas ini dipercayakan
kepada Sr.Elisabath yang talah trampil dalam bidang ini, karena ia telah mengikuti kursus
privat (2003/2004). Mereka juga menerima para religius yang rnau mengadakan retret pribadi
di biara Santren.
PENGALAMAN PARA SUSTER YANG PERNAH TINGGAL DI BIARA
SANTREN
Berikut ini cuplikan tulisan beberapa suster biarawati yang pernah tinggal di biara Santren -
Yogyakarta:
Para anggotanya mengalami dan mengakui bahwa di satu pihak luas lokasi biara tidak
mencukupi untuk mewujudkan kehidupan kontemplatif udara yang panas, suasana sakitar
biara yang sudah ramai (thn 2000). Tetapi di lain pihak, dalam keadaan demikian para
anggota biara tetap mengusahakan hidup doa dangan baik, umat masih merasakan
kenyamanan biara (sejuk, hening dan tenang).
Relasi dangan para saudara dina masih berlangsung dangan baik dalam hal liturgi, palajaran
dan urusan profan (mencarikan buku-buku, tanaman untuk hiasan kapel dan keperluan rumah
tangga, serta membayar tagihan listrik/telepon).
Relasi dengan umat berlangsung baik (konsultasi, mendoakan mereka), karena mereka
mengalami dan mengimani bahwa permohonan mereka terkabul atas bantuan Bunda Maria
dan St.Clara lewat doa-doa para suster.
Para religius yang lain, khususnya KEKANTA (Keluarga Fransiskan/Fransiskanes
Yogyakarta) dengan sukarela membantu para suster dalam hal liturgi. Para suster terbuka
menjalin relasi dengan umat beragama lain. Kadang para suster menerima para rnahasiswa-
mahasiswi IAIN yang datang mengunjungi biara Santren dengan maksud untuk mengenal
hidup kontemplatif dalam rangka studi banding tentang agarna. Pemah terjadi bahwa para
mahasiswa ini mengikuti Perayaan Ekaristi atas ijin dari P. C. Groenen OFM.
Relasi dengan masyarakat sekitar terjalin baik, dan sampai sejauh ini para suster belum
pernah mengalami masalah dengan mereka. Kehadiran biara di Yogyakarta ini memberi
kesempatan kepada umat untuk lebih mengenal kehidupan suster-suster Claris, khususnya
bagi para pemudi yang berminat untuk menjadi pengikut Kristus dalam semangat Santa Clara
dari Assisi.
SELAYANG PANDANG OSC YOGYAKARTA
(SR. MARGARETHA OSC)
Mengenang penuh syukur 75 tahun OSC di Indonesia, kami kawanan kecil di biara St. Clara -
Santren, Yogyakarta yang saat ini beranggotakan 4 suster profesi mariah, tak henti-hentinya
bersyukur atas penyertaan Allah dalam perjalanan Ordo kami, dari awal kedatangannya di
Indonesia dan kehadirannya di Keuskupan Agung Semarang.
Dalam melanjutkan hidup kontemplatif seturut semangat Santa Clara di jaman ini, maka
acara harian kami adalah:
04.15 Ibadat bacaan, dilanjutkan meditasi
05.15 Ibadat pagi
05.45 Angelus
05.55 Perayaan ekaristi
06.45 Makan, kerja tangan
11.45 lbadat siang, rekreasi bersama
12.00 Angelus, makan siang, melanjutkan pekerjaan, istirahat siang
16.30 Ibadat sore, devosi bersama, bacaan rohani
18.00 Angelus, makan sore, rekreasi bersama
20.00 Ibadat penutup
Catatan: setiap Hari Jumat tidak ada rekreasi.
Biara St. Clara Santren termasuk ke dalam paroki St. Yohanes Rasul - Pringwulung. Di
paroki ini terdapat 24 biara dari berbagai tarekat religius. Setiap pagi ada perayaan ekaristi di
kapel kami yang dilayani oleh para saudara dina dan diikuti oleh umat sekitar biara dan juga
para religius. Liturgi pada hari Minggu dan pada hari-hari Raya dibantu oleh kaum religius
dan umat awam sehingga perayaan ekaristi menjadi semarak dan hikmat. Tradisi novena St.
Antonius dari Padua dilaksanakan pada setiap hari Selasa dalam perayaan ekaristi-sepanjang
tahun, kecuali pada masa oktaf natal dan oktaf paskah.
Devosi ini diprakarsai oIeh Sdr. Martin Sardi OFM beberapa tahun yang lalu dan tetap
berlangsung sampai sekarang. Banyak umat menghadiri novena tersebut. Pada hari pesta St.
Antonius Padua, tanggal 13 Juni ada tradisi “roti Antonius.” Pada saat itu umat membawa roti
yang dipersembahkan di depan Altar selama perayaan Ekaristi berlangsung, kemudian
diberkati oleh Imam. Setelah perayaan Ekarlsti selesai, roti-roti tersebut dlsantap bersama
oleh umat di halaman depan biara. Biasanya yang hadir pada hari pesta St.Antonius ini
kurang lebih 75 orang.
Perayaan Ekaristi pada hari Minggu dihadiri sekitar 200 orang, dan pada hari biasa kurang
lebih 30 orang. Perayaan Ekaristi akan dihadiri banyak pelajar dan mahasiswa menjelang
hari-hari ujian dan ulangan. Para religius masih sering memakai biara kami untuk
mengadakan retret-retret pribadi sambil mengikuti acara doa kami. Para tamu yang minta
didoakan dan yang berkonsultasi dengan kami adalah sangat bervariasi (palajar, mahasiswa-
mahasiswi, pagawai, pasutri). Ada juga para pelajar SMU (bukan hanya dari sekolah Katolik
saja) yang mau mengenal cara hidup kami. Mereka datang secara berkelompok dalam rangka
menyelesaikan tugas mata pelajaran Religiositas. Kelompok-kelompok mahasiswa-
mahasiswi lintas agama berkunjung untuk berdialog dengan kami. Relasi kami dengan
masyarakat sekitar (RT, RW dan tetangga non Katolik) tidak ada masalah. Mereka bisa
menerima dan memahami kami sebagai religius kontemplatif.
Untuk menjaga keseimbangan hidup rohani dan jasmani, kami melakukan pekerjaan tangan
dengan berkebun kecil-kecilan, menanam sayuran, tanaman hias, memelihara kebersihan dan
penghijauan biara. Kami juga menerima pesanan pakaian perlengkapan liturgi. Demikianlah
sharing pengalaman hidup kami dari kawanan kecil biara Santa Clara, Santren - Yogyakarta.
Tugas-tugas Para Suster di Biara Santa Clara Yogyakarta
1. Sr. Margaretha : Penanggung Jawab
2. Sr. Anna : Dapur, Paramentik
3. Sr. Theresia : Kosteres
4. Sr. Koleta : Kebun, Humas