uts pkn 48 muhamad irvan

9
UJIAN TENGAH SEMESTER PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Nama : Muhamad Irvan Program Studi : Teknik Pertambangan (S1) Nomor Absen : 48 NIM : 1202076

Upload: muhamad-irvan

Post on 27-Sep-2015

216 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

,

TRANSCRIPT

UJIAN TENGAH SEMESTER

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Nama

: Muhamad Irvan Program Studi: Teknik Pertambangan (S1)

Nomor Absen

: 48NIM

: 1202076UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2012

1. Jelaskan perkembangan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, mulai dari Pendidikan Kewiraan sampai Pendidikan Kewarganegaraan 3 SKS seperti sekarang ini !

Sejarah perkembangan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi dimulai dengan disusunnya mata kuliah Pendidikan Kewiraan. Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Pertahanan dan Keamanan pada tanggal 1 Februari 1985 tentang Pola Pembinaan Pendidikan Kewiraan di lingkungan Perguruan Tinggi. Pendidikan Kewiraan dimasukkan kedalam kelompok Mata Kuliah Pembinaan Kepribadian (MPK) yang terdiri dari (1) Pendidikan Agama, (2) Pendidikan Pancasila, dan (3) Pendidikan Kewarganegaraan yang berhubungan dengan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) yang bertujuan meningkatkan kesadaran berbangsa,bernegara, bela negara , dan Pancasila.

Pada Perguruan Tinggi,diberikan dalam bentuk Pendidikan Kewiraan yang sifatnya wajib, difokuskan kepada kemampuan dan pengetahuan tentang bela negara dan ketahanan nasional.

Pada tahun 1994, Menteri Pendidikan Nasional, Menetapkan Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan dalam kurikulum pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program studi dan bersifat nasional. Tahun 2000, Dikti mengintegrasikan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Kewarganegaraan,sehingga Pendidikan Kewiraan menjadi bagian Pendidikan Kewarganegaraan.Pada tahun 2002, ditetapkan 3 Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di perguruan tinggi, yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap prodi atau kelompok prodi.Dalam hal ini, mata kuliah Pendidikan Pancasila dijadikan sebagai prasyarat untuk dapat melanjutkan ke mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

Pada tahun 2006, yang pelaksanaannya dimulai sekitar tahun 2007, Dikti menetapkan Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah Pengembangan Kepribadian. 2. Sering dipersoalkan, rasa nasionalisme Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa. Analisa hal tersebut dengan menggunakan pendekatan Kewarganegaraan !

Apabila kita lihat dari pendekatan Kewarganegaraan, rasa nasionalisme Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa, sering dipersoalkan di masyarakat umum dikarenakan status kewarganegaraan yang dimiliki para Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa.Di dunia internasional, terdapat dua macam azas kewarganegaraan yang dapat dianut negara-negara, yaitu :a) Azas Ius Sanguinisadalah hakkewarganegaraanyang diperoleh seseorang (individu) berdasarkan kewarganegaraan ayah atau ibu biologisnya. Kebanyakan bangsa yang memiliki sejarah panjang menerapkan asas ini, seperti negara-negara diEropadanAsia Timur.b) Azas Ius Soliadalahhakmendapatkankewarganegaraanyang dapat diperoleh bagi individu berdasarkan tempat lahir di wilayah dari suatu negara. Dia berlawanan denganjus sanguinis.

Karena dua azas diatas, dapat terjadi permasalahn-permasalahan kewarganegaraan, diantaranya :a) Apatride

adalah Seseorang yang tidak memiliki status kewarganegaraan, contoh : Seorang keturunan bangsa A (Ius Soli) lahir di negara B (Ius Sanguinis) Maka orang itu bukan warga negara A maupun warga negara B.b) Bipatride

adalah Seseorang yang memiliki kewarganegaraan rangkap

Contoh : Seorangketurunan bangsa A (Ius Sanguinis) lahir di negara B (Ius Soli). Maka dianggap warga negara A, tetapi negara B juga menganggapnya sebagai warga negara, karena ia lahir di negara B.

Pada kasus WNI Tionghoa,permasalahan kewarganegaraan yang terjadi adalah Bipatride, yaitu kewarganegaraan ganda. Hal ini terjadi karena azas yang dipakai Indonesia dan China. Warga Tionghoa Indonesia dan China. Warga Tionghoa yang sudah menjadi warga negara Indonesia, karena sudah memenuhi syarat untuk menjadi WNI, secara otomatis juga mendapatkan status kewarganegaraan negara China, karena China menganut azas Ius Sanguinis, yang berarti seluruh warga keturunan China (Tionghoa) secara otomatis mendapatkan status kewarganegaraan sebagai warga negara China. Inilah yang disebut Bipatride.

Hal inilah yang sering dipersoalkan oleh ,masyarakat umum, seberapa besar nasionalisme dan loyalitas WNI keturunan Tionghoa terhadap Indonesia. Terlebih lagi apabila terjadi keadaan yang kurang kondusif dan stabil di Indonesia. Misalnya saja, jika terjadi krisis ekonomi ataupun politik di Indonesia, maka dengan berbagai alasan, sebagian WNI keturunan Tionghoa bisa saja melepas status WNI-nya, dan menggunakan status warga negara china mereka. 3. Salah satu inti demokrasi adalah menghargai pendapat orang lain. Analisa hal tersebut dengan menggunakan pendekatan Demokrasi !

Dalam kehidupan demokrasi sekarang ini, kita harus saling menghormati dan menghargai hak-hak orang lain , jangan hanya menuntut hak diri sendiri. Salah satu hak yang dimiliki oleh masing-masing individu dalam kehidupan berdemokrasi adalah kebebasan untuk mengeluarkan pendapat.Jika tidak adanya saling menghargai pendapat dalam suatu demokrasi, maka itu tidak dapat disebut Demokrasi, karena salah satu tonggak berdirinya demokrasi adalah menghargai pendapat orang lain.

Pendapat-pendapat yang diberikan oleh orang lain tersebut haruslah kita hargai dan hormati, karena merupakan salah satu ciri-ciri dan inti dari kehidupan berdemokrasi. Menghargai pendapat orang lain bukan berarti kita harus menganggap pendapat yang salah menjadi pendapat yang benar dan sebaliknya. Tetapi, kita harus mencerna pendapat orang lain itu secara obyektif.

Berbagai cara dapat dilakukan menghargai pendapat orang lain dalam demokrasi, diantaranya : tidak memotong atau menyela pendapat orang lain, sayangnya para wakil-wakil rakyat kita di Senayan, dalam rapat, seringkali mereka bersahut-sahutan dalam menyampaikan pendapat, dan potong-memotong pendapat. Ini suatu pertanda yang tidak baik, Perwakilan Rakyat yang merupakan cerminan pelaksanaan Demokrasi di Indonesia, tidak memberikan teladan dan contoh berdemokrasi yang baik kepada dunia luar dan rakyat yang diwakilinya.Contoh lainnya adalah dalam Pemilihan Kepala Daerah, sering kali terjadi perbedaan pendapat antara calon satu dengan yang lainnya tentang hasil perhitungan suara akhir. Ini berarti para calon tidak bisa menghargai pendapat orang lain dan keputusan yang telah di berikan.Dari dua contoh diatas, menunjukan bahwa Demokrasi di Indonesia berjalan tidak seperti seharusnya. Masih perlu banyak perubahan di berbagai aspek, terutama kesadaran berdemokrasi.