upaya meningkatkan prestasi belajar matematika...

24
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Pengertian belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 7-9) merupakan suatu proses yang terjadi pada siswa dengan adanya kesadaran pada siswa dengan memperoleh sesuatu melalui lingkungan sekitar. Dengan demikian siswa merupakan bagian penting dalam proses belajar. Melalui belajar siswa dapat memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar, baik belajar mengenai gejala alam, hewan, tumbuhan maupun benda-benda yang ada disekitar. Mohamad Surya (1981: 32) mendefinisikan belajar merupakan sebuah proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara menyeluruh, sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian siswa diharapkan untuk aktif dalam proses belajar guna memperoleh pengalaman yang dapat merubah tingkah laku siswa ke arah yang lebih baik dan dengan usaha yang dilakukan melalui belajar, siswa dapat membentuk dirinya untuk memahami dan mendapat pengetahuan baru. Didukung oleh Skiner (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 9-10) yang berpendapat bahwa belajar merupakan sebuah perubahan perilaku ke arah perubahan yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan belajar orang akan mengalami perubahan tingkah laku dan dapat memberi respon yang lebih baik. Skiner juga menyebutkan adanya beberapa hal yang ditemukan dalam belajar, yakni adanya kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk memberikan respon terhadap sesuatu yang dipelajari, dan dengan ditandainya pertanggungjawaban atas respon yang disampaikan. Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 10-13) mengemukakan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dimana dengan belajar siswa mendapat keterampilan khusus dan dapat memberikan respon yang baik. Oleh karena itu proses belajar harus dapat membuat siswa memperoleh sesuatu

Upload: ngoxuyen

Post on 02-Aug-2018

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Belajar

Pengertian belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 7-9)

merupakan suatu proses yang terjadi pada siswa dengan adanya kesadaran

pada siswa dengan memperoleh sesuatu melalui lingkungan sekitar. Dengan

demikian siswa merupakan bagian penting dalam proses belajar. Melalui

belajar siswa dapat memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar, baik

belajar mengenai gejala alam, hewan, tumbuhan maupun benda-benda yang

ada disekitar.

Mohamad Surya (1981: 32) mendefinisikan belajar merupakan sebuah

proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara menyeluruh, sebagai pengalaman individu itu

sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian siswa

diharapkan untuk aktif dalam proses belajar guna memperoleh pengalaman

yang dapat merubah tingkah laku siswa ke arah yang lebih baik dan dengan

usaha yang dilakukan melalui belajar, siswa dapat membentuk dirinya untuk

memahami dan mendapat pengetahuan baru. Didukung oleh Skiner (Dimyati

dan Mudjiono, 2009: 9-10) yang berpendapat bahwa belajar merupakan

sebuah perubahan perilaku ke arah perubahan yang lebih baik dari

sebelumnya. Dengan belajar orang akan mengalami perubahan tingkah laku

dan dapat memberi respon yang lebih baik. Skiner juga menyebutkan adanya

beberapa hal yang ditemukan dalam belajar, yakni adanya kesempatan yang

diberikan kepada peserta didik untuk memberikan respon terhadap sesuatu

yang dipelajari, dan dengan ditandainya pertanggungjawaban atas respon

yang disampaikan.

Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 10-13) mengemukakan bahwa

belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dimana dengan belajar siswa

mendapat keterampilan khusus dan dapat memberikan respon yang baik. Oleh

karena itu proses belajar harus dapat membuat siswa memperoleh sesuatu

8

terkait dengan materi yang dipelajari dengan menggunakan beberapa strategi

agar dapat menyampaikan materi ajar dengan baik dan mencapai tujuan yang

ditentukan.

Menurut Winkel (Darsono, 2000: 4), belajar adalah semua aktivitas

mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif di lingkungan, yang

menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman. Proses

yang membutuhkan keaktifan mental atau psikis dalam mencapai tujuan yang

diharapkan yakni peningkatan pemahaman. Thorndike (Asri Budiningsih,

2005: 21) berpendapat bahwa “belajar adalah proses interaksi antara stimulus

dan respon”. Melalui kegiatan belajar siswa dapat mendapat pengetahuan yang

diarahkan dengan pemberian respon. Respon yang diberikan oleh siswa dapat

berupa respon langsung maupun tidak langsung. Respon yang diberikan dapat

berupa pikiran, perasaan, ataupun tindakan. Ketika siswa belajar maka

diharapkan adanya perubahan dalam diri siswa, perubahan yang terjadi

tentunya harus dapat diukur. Dalam hal ini perubahan tingkah laku merupakan

contoh perubahan yang dapat diukur dan dibandingkan dengan perubahan

sebelumnya.

Dalam proses belajar, ada 3 hal yang harus diperhatikan yakni input,

proses, dan outputnya. Pada proses belajar input harus diperhatikan secara

seksama agar dapat diketahui tingkat kebutuhan anak akan hal yang

dipelajarai. Belajar merupakan sebuah proses oleh karena itu, proses belajar

juga perlu diperhatikan agar kegiatan belajar dapat mencapai tujuan yang

dikehendaki. Aaron Quinn Sartain (Darsono, 2000: 4) menyatakan bahwa

belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman Perubahan-perubahan yang dimaksud yakni meliputi perubahan

sikap maupun keterampilan terhadap suatu objek. Dari pendapat yang telah

dipaparkan oleh Aaron maka dapat diketahui bahwa pembelajaran yang

melalui pengalaman tentunya tidak memakan sedikit waktu. Proses belajar

bisa memakan waktu cukup lama atau bahkan sangat lama, hal tersebut

dipengaruhi input atau tingkatan setiap individu. Adapun output merupakan

keluaran atau hasil dari input yang telah mengalami proses dimana hasil

9

tersebut akan menunjukkan seberapa banyak perubahan yang terjadi. Setelah

mengetahui hasil dari proses belajar, sebagai tindak lanjut dapat dilakukan

evaluasi guna mengetahui keefektifan dari sebuah model terhadap materi yang

dipelajari apakah memberi banyak pengaruh atau tidak.

Pada hakikatnya belajar merupakan sebuah proses, dimana dalam

proses tersebut akan memerlukan waktu. Proses tersebut tidak hanya

berlangsung di kelas maupun di sekolah saja, melainkan melalui pengalaman

sehari-hari di lingkungan yang lebih luas. Proses belajar sangat membantu

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dari pernyataan-pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa

belajar merupakan sebuah proses yang memerlukan waktu guna mencapai

tujuan yakni terdapat perubahan yang signifikan yang dapat diukur dan

dibedakan dari sebelum individu tersebut mengalami perubahan dalam kondisi

tertentu.

2.1.1 Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitif

Asri Budingsih (2005: 34) memaparkan bahwa belajar menurut teori

kognitif yakni merupakan sebuah proses internal yang di dalamnya terkandung

unsur ingatan, pengolahan informasi dan unsur-unsur lainnya. Dalam hal ini

Budiningsih juga menambahkan bahwa proses belajar terjadi antara

pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur

kognitif yang sebelumnya sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran

seseorang yang berasal dari pemahaman dan pengalaman-pengalaman yang

sudah dimiliki sebelumnya. Dengan demikian, belajar dalam ranah kognitif

merujuk pada subjek belajar menyangkut pada kecerdasan yang dimiliki oleh

peserta didik.

Winkel (2004: 274) mengatakan bahwa pembelajaran dalam ranah

kognitif meliputi kegiatan yang menghubungkan pengetahuan atau pola pikir

peserta didik dengan pemahaman serta penerapannya. Dalam hal ini

pembelajaran dengan ranah kognitif mengarah kepada kecerdasan peserta

didik dimana peserta didik menggunakan pemikirannya untuk mengingat dan

memahami serta dihubungkan pula mengenai penerapannya. Dengan demikian

10

pembelajaran yang mengarah pada ranah kognitif akan melibatkan proses

mengingat hingga memahami suatu materi ajar. Belajar menurut teori kognitif

juga dipaparkan oleh Dahar (1988: 21) yang mengungkapkan bahwa proses

belajar yang meliputi proses berpikir atau menggunakan logika deduktif dan

induktif. Dalam hal ini Dahar juga menambahkan mengenai proses stimulus

dan respon dari belajar terkondisi. Dengan adanya stimulus-stimulus yang

diberikan maka akan berpengaruh pada respon yang akan diberikan oleh

peserta didik.

Penelitian ini diarahkan pada perkembangan kecerdasaan peserta didik.

Melalui beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa ranah

kognitif dalam pembelajaran mengandung unsur yang melibatkan

perkembangan kecerdasan seseorang, maka penelitian ini diarahkan untuk

mengembangkan aspek kognitif peserta didik. Dalam hal ini yang akan

dijadikan subjek penelitian yakni siswa kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo

melalui pembelajaran kooperatif tipe TGT yang diharapkan dapat membantu

siswa dalam belajar Matematika pokok bahasan pecahan sehingga nantinya

dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

2.1.2 Pengertian Prestasi Belajar

Dalam pendidikan hasil akhir yang hendak dicapai yakni peserta didik

dapat mengalami ketuntasan belajar dari standar nilai yang ditentukan dengan

hasil yang signifikan. Nilai-nilai yang didapat oleh peserta didik harus dapat

diukur dan dibandingkan dari sebelum belajar dan setelah belajar sehingga

dapat diketahui prestasi belajar siswa tersebut. Menurut Abdulah (2008)

prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil proses belajar mengajar yakni

terkait dengan penguasaan, perubahan emosional, atau perubahan tingkah laku

yang dapat diukur dengan tes tertentu. Dengan demikian akan nampak

perubahan-perubahan apa saja yang terjadi dalam diri siswa baik secara

intelektual maupun emosionalnya. Perubahan-perubahan tersebut, akan

didukung dengan adanya proses belajar yang memadai dalam arti adanya

hubungan yang positif antara peserta didik dengan materi ajar sehingga hasil

yang diperoleh peserta didik juga memberikan hasil yang positif. Didukung

11

oleh Muhibbin Syah (2006) yang memaparkan bahwa prestasi belajar adalah

perubahan yang timbul akibat dari hasil belajar siswa yang didalamnya

termasuk aspek pemikiran dan perasaan. Sedangkan menurut Ilyas (2008)

belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah

melakukan beberapa kegiatan belajar yang diberikan berdasarkan atas

pengukuran tertentu.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

prestasi belajar adalah hasil akhir yang hendak dicapai setelah proses

pembelajaran dilakukan. Dalam penelitian ini, hasil akhir yang hendak dicapai

yakni adanya peningkatan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri 3

Karangrejo melalui upaya penerapan model cooperative learning tipe TGT.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut Slameto (2003) secara garis besar faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi prestasi belajar dapat dikelompokkan menjadi:

a. Faktor Internal

Faktor yang menyangkut seluruh pribadi termasuk kondisi fisik

maupun mental atau psikis. Faktor internal ini sering disebut faktor

instrinsik yang meliputi kondisi fisiologi dan kondisi psikologis yang

mencakup minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan lain-lain.

1) Kondisi Fisiologis Secara Umum

Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan belajar seseorang. Orang yang ada dalam keadaan segar

jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang ada dalam keadaan

lelah. Anak-anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuannya berada

dibawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi. Anak- anak yang kurang

gizi mudah lelah, mudah mengantuk, dan tidak mudah menerima

pelajaran.

2) Kondisi Psikologis

Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologi. Oleh karena itu

semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar

seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari faktor

12

lain seperti faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai

faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan

intensitas belajar seorang anak. Meski faktor luar mendukung, tetapi faktor

psikologis tidak mendukung maka faktor luar itu akan kurang signifikan.

Oleh karena itu minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan-

kemampuan kognitif adalah faktor psikologis yang utama mempengaruhi

proses danhasil belajar siswa (Djamara, 2008).

3) Kondisi Panca Indera

Disamping kondisi fisiologis umum, hal yang tak kalah pentingnya

adalah kondisi panca indera terutama penglihatan dan pendengaran.

Sebagian besar yang dipelajari manusia dipelari menggunakan penglihatan

dan pendengaran. Orang belajar dengan membaca, melihat contoh atau

model, melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen, mendengarkan

keterangan guru dan orang lain, mendengarkan ceramah, dan lain

sebagainya.

4) Intelegensi/Kecerdasan

Intelegensi adalah suatu kemampuan umum dari seseorang untuk

belajar dan memecahkan suatu permasalahan. Jika intelegensi seseorang

rendah bagaimanapun usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar, jika

tidak ada bantuan orang tua atau pendidik akan membuat usaha belajar

tidak akan berhasil.

5) Bakat

Bakat merupakan kemampuan yang menonjol disuatu bidang

tertentu misalnya bidang studi Matematika atau bahasa asing. Bakat

adalah suatu yang dibentuk dalam kurun waktu, sejumlah lahan dan

merupakan perpaduan taraf intelegensi. Pada umumnya komponen

intelegensi tertentu dipengaruhi oleh pendidikan dalam kelas, sekolah, dan

minat subjek itu sendiri. Bakat yang dimiliki seseorang akan tetap

tersembunyibahkanlama-kelamaanakan menghilang apabilatidak mendapat

kesempatan untuk berkembang.

13

6) Motivasi

Motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah,

semangat, dan rasa senang dalam belajar sehingga yang mempunyai

motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan

kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi tinggi sangat sedikit

yang tertinggal dalam belajarnya. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang

turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu motivasi belajar perlu

diusahakan terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik)

dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan

harus untuk mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekat bulat dan selalu

optimis bahwa cita-cita dapat dicapai dengan belajar. Bila ada siswa yang

kurang memiliki motivasi instrinsik diperlukan dorongan dari luar yaitu

motivasi ekstrinsik agar siswa termotivasi untuk belajar.

b. Faktor Eksternal

Faktor yang bersumber dari luar diri individu yang bersangkutan.

Faktor ini sering disebut dengan faktor ekstrinsik yang meliputi segala

sesuatu yang berasal dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi

prestasi belajarnya baik itu di lingkungan sosial maupun lingkungan lain

(Djamara, 2008).

1) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok,

yaitu:

a) Lingkungan Alami

Lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembaban udara

berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Belajar pada keadaan udara

yang segar akan lebih baik hasilnya dari pada belajar pada suhu udara yang

lebih panas dan pengap.

b) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia dan representasinya

(wakilnya), walaupun yang berwujud hal yang lain langsung berpengaruh

terhadap proses dan hasil belajar. Seseorang yang sedang belajar

14

memecahkan soal akan terganggu bila ada orang lain yang mondar-mandir

di dekatnya atau keluar masuk kamar. Representasi manusia misalnya

memotret, tulisan, dan rekaman suara juga berpengaruh terhadap hasil

belajar.

2) Faktor Instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah yang penggunaannya dirancang

sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan

dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan yang telah

dirancang. Faktor-faktor ini dapat berupa :

a) Perangkat keras /hardware misalnya gedung, perlengkapan belajar, alat-

alat praktikum, dan sebagainya.

b) Perangkat lunak /software seperti kurikulum, program, dan pedoman

belajar lainnya.

Dari faktor-faktor yang telah dijabarkan di atas, maka faktor-faktor

yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dalam penelitian mengacu pada

faktor eksternal yang akan mempengaruhi faktor internal siswa. Adapun

faktor eksternal tersebut yaitu penyampaian materi yang dipadukan dengan

kesesuaian model pembelajaran. Dalam hal ini model pembelajaran yang

diterapkan yakni pembelajaran kooperatif tipe TGT. Dengan dipadukannya

model pembelajaran kooperatif tipe TGT diharapkan dapat memudahkan

siswa kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo dalam mempelajari materi dengan

pokok bahasan pecahan. Dengan demikian proses pembelajaran dapat

berlangsung dengan baik, setelah diperhatikannya faktor yang

mempengaruhi siswa secara eksternal dan diharapkan dapat mempengaruhi

faktor internal siswa yakni pemahaman siswa terkait materi ajar, sehingga

prestasi belajar siswa dapat mengalami peningkatan.

2.2 Pengertian Matematika

Menurut Gagne (Hudojo, 1988: 23), dalam belajar Matematika

dipisahkan oleh beberapa fase. Fase-fase yang dimaksud antara lain fase

motivasi, fase pemahaman, fase penguasaan, fase ingatan, fase pengungkapan,

15

fase generalisasi, fase perbuatan, fase umpan balik. Dalam pembelajaran yang

baik khususnya pembelajaran Matematika proses pembelajaran harus

mencerminkan fase-fase tersebut. Tidak hanya berfokus kepada hasil akhir

tapi proses dalam pembelajaran harus diperhatikan.

Bruner (Heruman, 2008: 4) pembelajaran Matematika merupakan

pembelajaran yang mengarahkan kepada siswa untuk menemukan sendiri

berbagai pengetahuan yang terkait dengan materi ajar sesuai dengan

kebutuhannya. Dalam menemukan sendiri bukan berarti menemukan sesuatu

yang baru akan tetapi menemukan lagi sesuai dengan tingkat pemahaman

siswa.

Pembelajaran Matematika merupakan pembelajaran yang menuntut

pengajar dan peserta didik untuk aktif dan kreatif. Hal ini dimaksudkan agar

siswa dapat memahami materi ajar, untuk dapat mencapai tujuan tersebut

pengajar harus ekstra aktif agar saat proses belajar mengajar berlangsung tidak

membosankan. Untuk itu pengajar tidak hanya fokus terhadap matari ajar akan

tetapi juga fokus pada model pengajaran. Pemilihan model pengajaran juga

tidak sembarang memilih atau asal, pemilihan model pengajaran harus

memperhatikan karakteristik dan kebutuhan peserta didik dan ketepatan

dengan materi ajar. Fokus tersebut harus diperhatikan dengan seksama karena

pembelajaran Matematika adalah pembelajaran yang objeknya tergolong

abstrak. Guru harus berupaya membawakan sesuatu yang abstrak dengan

memberi contoh dengan sesuatu yang konkret.

Seperti yang dikemukakan oleh Dienes dalam Aisyah (2008),

perkembangan konsep Matematika dapat dicapai melalui pola berkelanjutan,

yang setiap seri dari rangkaian belajar dari konkret ke simbolik. Pola

keteraturan dalam pembelajaran Matematika sangat berpengaruh pada proses

mengajar, oleh karena itu diperlukan adanya suatu pendekatan khusus untuk

membuat pembelajaran Matematika dengan pola yang sangat ketat menjadi

pelajaran yang menyenangkan dan dipahami. Dalam hal ini, untuk

membangun pola keteraturan dalam pembelajaran Matematika dapat dimulai

dengan penanaman konsep kepada peserta didik, dimana konsep tersebut tidak

16

ditanamkan secara paksa dalam arti murid diminta menghafalkan rumus dan

materi ajar semata akan tetapi penanaman konsep dilakukan tanpa ada unsur

paksaan. Proses tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan cara

mengajar dan bagaimana pengajar membawakan suatu pelajaran dengan

menyenangkan dan dapat membuat peserta didik lebih aktif dan kreatif.

Matematika merupakan pelajaran yang harus diberikan disemua jenjang

pendidikan, karena pelajaran ini mempunyai banyak fungsi yang dapat

diterapkan dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan akan

hidup tidak sekedar hanya dengan kebutuhan akan kesehatan semata akan

tetapi diperlukan adanya kebutuhan tingkat pengetahuan yang harapannya

dapat diaplikasikan dengan dunia nyata untuk mencukupi kebutuhan hidup

sehari-hari.

Berdasarkan pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa ciri yang

sangat penting dalam Matematika adalah disiplin berpikir yang didasarkan

pada berpikir logis, konsisten, inovatif dan kreatif. Dengan demikian

pembelajaran Matematika yang akan diterapkan di SD Negeri 3 Karangrejo

pada kelas IV memperhatikan ciri penting pembelajaran Matematika yang

telah disebutkan di atas dan disesuaikan dengan penerapan model

pembelajaran yang akan digunakan. Dengan melihat permasalahan yang

muncul maka selain hal tersebut di atas juga perlu diperhatikan mengenai

fungsi dan tujuan dari matapelajaran Matematika.

Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menurunkan dan

mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur dan menggunakan

rumus Matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui

pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistik, kalkulus dan

trigonometri (Aisyah, 2008). Melalui pembelajaran Matematika yang

mempunyai fokus tujuan dalam hal perhitungan maka tahapan-tahapan yang

telah dikemukakan oleh Aisyah dipelajari secara urut mulai dari pengenalan

hingga perhitungan yang rinci.

Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan

mengkomunikasikan gagasan melalui model Matematika yang dapat berupa

17

kalimat Matematika dan persamaan Matematika, diagram, grafik atau tabel.

Tujuan umum pendidikan Matematika ditekankan kepada siswa untuk

memiliki:

1) Kemampuan yang berkaitan dengan Matematika yang dapat digunakan

dalam memecahkan masalah Matematika, pelajaran lain ataupun masalah

yang berkaitan dengan kehidupan nyata.

2) Kemampuan menggunakan Matematika sebagai alat komunikasi.

3) Kemampuan menggunakan Matematika sebagai cara bernalar yang dapat

dialih gunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis,

berpikir sistematis, bersifat objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam

memandang dan menyelesaikan suatu masalah.

Pemberian pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar bertujuan untuk

menyiapkan siswa di SD untuk dapat menjadi individu yang memiliki

keterampilan selain dalam bidang perhitungan. Pembelajaran Matematika

membutuhkan kecermatan, oleh karena itu dalam pembelajaran Matematika

siswa dituntut untuk cermat dan teliti sehingga dapat memberikan jawaban

yang tepat. Dari proses pembelajaran yang membutuhkan kecermatan, siswa

dapat dilatih untuk menjadi seorang yang teliti dalam mengerjakan sesuatu.

Heruman (2008: 1-5) mengungkapkan bahwa pembelajaran Matematika di SD

dapat mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa, namun

membutuhkan proses pembelajaran yang menyenangkan. Karena pada

dasarnya pembelajaran Matematika memiliki subjek yang abstrak sedangkan

siswa Sekolah Dasar berpikir pada objek yang konkret, maka dengan cara

belajar berkelompok, diharapkan siswa merasa lebih nyaman dan dapat saling

membantu dalam penguasaan materi. Oleh karena itu peneliti menerapkan

pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk membantu proses pembelajaran

siswa.

18

2.3 Pengertian Cooperative Learning

Slavin (2010) berpendapat bahwa cooperative learning merupakan

proses pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok dengan struktur

yang heterogen guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan belajar

secara berkelompok diharapkan siswa dapat lebih nyaman dalam belajar dan

dapat menyampaikan pendapat atau pengetahuan mereka dengan lebih leluasa.

Belajar dalam kelompok juga memudahkan siswa untuk saling berbagi dan

menghargai, dalam kelompok siswa dapat berbagi pengetahuan mereka, dan

sekaligus dapat saling menghargai pendapat yang diungkapkan oleh teman

mereka. Belajar secara berkelompok diharapkan dapat membantu guru dalam

mengelola kelas, tentunya tidak semudah ketika guru hanya menerangkan dan

siswa duduk mendengarkan. Pembelajaran dengan model guru ceramah akan

cenderung membuat siswa menjadi cepat bosan dan cenderung ingin mencari

kesibukan sendri. Slavin mengungkapkan bahwa dalam belajar berkelompok

juga membangkitkan tanggung jawab siswa secara individu, yakni dengan

mengeluarkan pendapat atau memberi respon terkait dengan materi ajar siswa

dituntut untuk bertanggung jawab atas respon yang telah diungkapkan.

Isjoni (2011: 14) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif yaitu

pembelajaran dengan strategi kelompok dengan anggota kelompok yang kecil

dengan kemampuan yang berbeda-beda, dimana setiap anggota bertanggung

jawab atas anggota lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Dengan adanya tingkat kemampuan yang berbeda-beda diharapkan siswa

dapat saling membantu dan membagi pemahaman mereka dengan siswa

lainnya. Dengan demikian kemampuan setiap anggota kelompok dapat sama

dan tidak ada yang tertinggal. Didukung oleh Anita Lie (2008: 38) bahwa

pembelajaran dengan model kooperatif dapat mengembangkan niat untuk

bekerjasama dan berinterakasi antar siswa. Dengan demikian, siswa dapat

saling membantu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menuntut

adanya kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan peserta didik yang

berbeda satu dengan yang lain dan diharapkan setiap individu dalam kelompok

19

dapat saling bekerjasama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guna

mencapai tujuan pembelajaran. Setiap anggota kelompok mempunyai tugas

yang sama dalam kelompok dan dengan adanya kerjasama dalam kelompok

diharapkan tugas yang diberikan dapat menjadi lebih ringan sekaligus dapat

mengembangkan tingkat pemahaman siswa melalui saling berbagi

pengetahuan. Melalui kelompok siswa dapat saling mengajari teman sebaya

dan menerima serta menambah wawasan yang diberikan oleh siswa lain dalam

menyelesaikan permasalahan (Widyatini, 2006).

Selanjutnya menurut menurut Sharan (Isjoni, 2011: 43) pembelajaran

kooperatif learning merupakan pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk

memiliki motivasi yang tinggi guna dapat meningkatkan pemahaman

mengenai materi yang dipelajari. Di dalam belajar kelompok siswa dapat

saling mendukung anggota lainnya sehingga dapat tercipta persahabatan dan

timbul sikap saling menghargai satu sama lain. Didukung oleh pendapat

Johnson (Isjoni, 2011: 23-25) yang mengatakan bahwa melalui pembelajaran

kooperatif siswa dapat belajar bersama dengan teman sebaya, saling bertukar

pemahaman sehingga dapat timbul sikap saling menghargai pendapat orang

lain. Dengan demikian pembelajaran menggunakan cooperatif learning dapat

menunjang sebuah pembelajaran dengan beraneka ragam materi ajar yang ada

di sekolah khususnya Matematika.

Menurut Ibrahim, dkk (2000: 7-9) pembelajaran kooperatif memiliki

fokus tujuan yang hendak dipakai, tujuan tersebut antara lain:

1) Hasil belajar akademik

Dalam sebuah pembelajaran memiliki tujuan umum dan tujuan utama

yakni guna meningkatkan hasil belajar peserta didik. Berbagai model

pembelajaran dibuat dan diterapkan guna mencapai tujuan tersebut. Dengan

pembelajaran kooperative diharapkan siswa dapat belajar dengan nyaman

sehingga meteri yang disampaikan oleh guru dapat dipahami oleh siswa.

Dengan pemahaman terkait materi ajar, siswa dapat menyelesaikan persoalan

yang diberikan dan dapat memperoleh hasil belajar yang baik. Pembelajaran

kooperatif menerapkan model belajar kelompok, di dalam belajar kelompok

20

peserta didik dapat saling menolong satu sama lain dalam menjapai tujuan

pembelajaran.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Melalui pembelajaran kooperatif, siswa dapat saling menghargai satu

dengan yang lain dengan adanya kegiatan saling membantu untuk mencapai

tujuan. Kelompok yang dibentuk dalam pembelajaran kooperatif adalah

kelompok dengan anggota yang berbeda-beda. Tidak hanya tingkat

kecerdasaan yang berbeda melainkan dapat juga berbeda dalam agama, suku,

ras, dan lain sebagainya. Dengan beraneka ragam perbedaan siswa dapat

saling membantu sehingga dapat tercipta persahabatan yang baik dan timbul

sikap saling menghargai.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Melalui pembelajaran kooperatif, siswa dalam kelompok dibentuk

untuk saling menghargai. Timbulnya sikap saling menghargai akan

memunculkan keterampilan-keterampilan sosial. Keterampilan sosial yang

timbul dari pembelajaran kooperatif diantaranya siswa dapat bekerjasama dan

berkolaborasi dengan baik. Hal ini dikarenakan siswa merasakan situasi dan

kondisi yang sama serta menghadapi permasalahan yang sama sehingga di

dalam kelompok siswa harus saling bekerja sama untuk dapat menyelesaikan

tugas yang diberikan serta mencapai tujuan yang ditetapkan secara bersama.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif diharapkan dapat

membantu siswa dalam belajar Matematika, dengan model belajar kelompok.

Melalui belajar kelompok siswa dapat saling menyemangati, saling berbagi

pendapat guna memecahkan permasalahan, dan saling membantu agar dapat

mencapai tujuan sehingga selain diharapkan dapat meningkatkan prestasi

belajar juga siswa dapat saling menghargai satu dengan yang lain, serta dapat

bertanggung jawab atas hasil dari pekerjaan mereka.

2.3.1 Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournament (TGT)

Model kooperatif tipe TGT merupakan salah satu model pembelajaran

kooperatif yang menggunakan turnamen akademik dan menggunakan kuis-

kuis dan sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai

21

wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya

setara seperti mereka (Slavin, 2010: 13).

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dikembangangkan oleh

DeVries, Edwards dan Robert Slavin pada tahun 1978 (Isjoni, 2010)

merupakan model pembelajaran kooperatif yang pertama dari John Hopkins.

Model pembelajaran ini menggunakan pelajaran yang sama yang disampaikan

dan tim kerja yang sama seperti dalam STAD, tetapi yang menggantikan kuis

dengan turnamen mingguan, dimana siswa memainkan game akademik

dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya.

Dalam pembelajaaran kooperatif tipe TGT terdapat langkah-langkah

kegiatan yang dikemukakan oleh Slavin (2010: 163-167), diantaranya:

1) Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam

pembelajaran yang biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau

dengan ceramah atau dengan ceramah yang dipimpin guru. Pada penyampaian

materi ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi

yang disampaikan karena akam membantu siswa bekerja lebih baik pada saat

kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor

kelompok. Pada kegiatan game, guru memantau perkembangan siswa

sekaligus menyiapkan materi yang akan digunakan sebagai perangkat dalam

pembelajaran.

2) Kegiatan Kelompok (Teams)

Jumlah anggota kelompok biasanya terdiri dari 3 sampai 4 orang siswa

yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan

ras ataupun etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi

bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota

kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game. Pada tahap

ini setiap anggota kelompok mempelajari bahan ajar dan latihan soal yang

diberikan oleh guru. Ada beraneka ragam kegiatan yang terdapat di dalam

kelompok diantarnya diskusi kelompok hingga diskusi antar kelompok, saling

membandingkan jawaban tugas yang diberikan, memeriksa serta mengoreksi

22

sesama anggota kelompok. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan

motivator dalam kegiatan setiap kelompok.

3) Game

Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji

pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.

Game dapat terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa

memilih kartu bernomor dan mencoba jawaban pertanyaan yang sesuai dengan

nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan akan mendapat skor. Skor

ini yang akan digunakan untuk mendapatkan reward.

4) Tournament

Tournament adalah suatu struktur dari sebuah game yang berlangsung.

Turnamen berlangsung setelah dilakukan pembelajaran sehingga pada saat

turnamen siswa sudah siap untuk saling bersaing secara positif. Pada kegiatan

ini meliputi kegiatan pembagian kelompok yang dilanjutkan dengan pemilihan

wakil-wakil kelompok yang akan ditempatkan pada meja turnamen yang telah

disiapkan. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan kelompok dimana

perturan yang diterapkan sama halnya dengan peratuaran pada kegiatan

kelompok yang telah disebutkan di depan, namun yang membedakan adalah

siswa di dalam kegiatan turnamen ini diharuskan untuk bekerja secara individu

dalam mewakili kelompoknya guna mendapat point.

2.3.2 Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Dengan Cooperative

Learning tipe Teams Game Tournament (TGT).

Pelaksanaan pembelajaran diatur oleh menteri pendidikan Nasional

Republik Indonesia nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses. Pelaksanaan

pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan

pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan

penutup.

a. Kegiatan Pendahuluan

Dalam kegiatan pendahuluan, guru:

1) menyiapkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran

23

2) mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mengaitkan pengetahuan

sebelumnya atau pengetahuan umum dengan materi yang akan dipelajari

melalui kegiatan apersepsi.

3) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai

4) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai

silabus.

b. Kegiatan Inti

Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai

Kompetensi Dasar (KD) yang dilakukan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi

aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi peserta didik agar peserta didik

mampu mengembangkan kemandirian, kreativitas sesuai dengan bakat serta

minat yang dimiliki peserta didik. Kegiatan inti menggunakan model

pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata

pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

1) melibatkan peserta didik dalam mencari informasi yang luas dan dalam

tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip

belajar dari aneka sumber;

2) menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran,

dan sumber belajar lain;

3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta

didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;

4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran

5) memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio,

atau lapangan.

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

1) membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui

tugas-tugas tertentu yang bermakna;

24

2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-

lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;

3) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan

masalah dan bertindak tanpa rasa takut;

4) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;

5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan

prestasi belajar;

6) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan

baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;

7) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual

maupun kelompok;

8) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival,

presentasi, serta produk yang dihasilkan;

9) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan

kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,

tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,

2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta

didik melalui berbagai sumber,

3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh

pengalaman belajar yang telah dilakukan,

4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna

dalam mencapai kompetensi dasar :

a) Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab

pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengar

menggunakan bahasa yang baku dan benar;

b) Membantu menyelesaikan masalah;

c) Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil

eksplorasi;

25

d) Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;

e) Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum

berpartisipasi aktif.

c. Kegiatan Penutup

Dalam kegiatan penutup, guru:

a. bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat

rangkuman/simpulan pelajaran;

b. melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah

dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;

c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran

perbaikan, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan

tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar

peserta didik;

e. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

Sesuai dengan standar proses penerapan pembelajaran Matematika dengan

cooperative learning tipe TGT sebagai berikut:

a. Rencana Pelaksanaan

Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah:

1) Membuat skenario pembelajaran Matematika berupa RPP yang dipadukan

dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Sebelum melaksanakan

proses kegiatan belajar mengajar, guru membuat lembar observasi sesuai

dengan indikator yang sudah ditentukan yang bertujuan untuk meneliti

seberapa jauh pengajar melakukan pembelajaran.

2) Selain membuat RPP dan lembar observasi, guru menyiapkan media

pembelajaran guna mendukung berlangsungnya proses mengajar.

3) Menyiapkan perlengkapan evaluasi untuk mengetahui seberapa jauh siswa

menerima pelajaran.

4) Menyiapkan perlengkapan untuk refleksi diri.

26

b. Pelaksanaan

Kegiatan Awal

1) Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari sesuai RPP dengan

menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pokok bahasan

pecahan.

2) Guru menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar.

3) Guru memotivasi siswa agar siswa lebih senang dan berminat mengikuti

pembelajaran.

4) Memberikan apersepsi.

Kegiatan inti

Eksplorasi

1) Guru menjelaskan materi ajar dengan melakukan tanya jawab agar siswa

dapat berpartisipasi aktif serta untuk memantau pemahaman siswa.

2) Guru memberikan beberapa contoh soal dan meminta beberapa siswa

untuk menyelesaikannya dan dilanjutkan dengan melakukan pembahasan

bersama, hal ini dilakukan untuk menggali kemampuan siswa.

3) Guru membagi kelompok kecil untuk melakukan game tournament

dengan jumlah anggota 3-4 orang.

4) Guru memberikan penjelasan mengenai tugas setiap siswa di dalam

kelompok.

5) Siswa diminta untuk mengambil undian (undian berisikan nomor meja

ataupun soal)

6) Siswa melakukan aktivitas dalam game tournament

Elaborasi

1) Setiap kelompok yang telah mendapatkan soal, diminta untuk

mengerjakan soal di dalam kelompok.

2) Setelah setiap kelompok telah menyelesaikan tugasnya maka guru

mengkondisikan kelas ke dalam kegiatan presentasi dan diskusi bersama.

3) Setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil dari tugas yang

telah diselesaikan.

27

Konfirmasi

1) Guru bersama siswa membahas hasil kegiatan kelompok.

2) Guru memberikan reward dengan kriteria tertentu (reward diberikan untuk

setiap kelompok tetapi setiap kelompok mendapatkan reward yang

berbeda-beda sesuai dengan jumlah skor yang diperoleh).

Kegiatan penutup

1) Guru membimbing siswa dalam menyimpulkan materi yang telah

dipelajari.

2) Guru memberikan penguatan dengan menanyakan beberapa soal secara

lisan.

3) Guru memberikan motivasi dengan memberikan beberapa pesan yang

menarik kepada siswa.

4) Guru memberikan tindak lanjut kepada siswa (tindak lanjut dapat berupa

pemberian tugas rumah atau kegiatan lainnya).

2.3.3 Pembelajaran Matematika Di SD

Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik

mulai dari sekolah dasar hingga ke jenjang perguruan. Hal ini berfungsi untuk

membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,

kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Hal-hal tersebut diperlukan

untuk membekali peserta didik agar memiliki kemampuan mengelola dan

memanfaatkan informasi yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu

dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan

Matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau

gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain

(Depdiknas, 2004).

Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu

dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model

Matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Dalam

Depdiknas (2004), mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut:

28

1) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan

tepat, dalam pemecahan masalah

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh

4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media

lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5) Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.4 Hasil Penelitian yang relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Ayuk Septiana Dewi dengan judul

“KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT

(TEAMS GAME TOURNAMENT) TERHADAP HASIL BELAJAR

MATEMATIKA BAGI SISWA KELAS V SD” menunjukkan adanya

pengaruh yang positif yaitu adanya kenaikan nilai hinga 82,06% dibanding

dengan cara pengajaran yang masih konvensional yakni 74,06%. Hal ini

menunjukkan bahwa pembelajaran yang menerapkan pembelajaran kooperatif

dengan tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran

Matematika di kelas V. Dengan demikian pembelajaran kooperatif dengan tipe

TGT lebih efektif daripada pembelajaran yang masih konvensional.

Rahmat Ari Subroto Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan telah

melakukan penelitian dengan judul “Upaya Penggunaan Teknik Team Game

Tournament (TGT) Untuk meningkatkan Prestasi Belajar IPS Tentang

Kegiatan Jual Beli Pada Siswa Kelas III SDN 1 Watukelir Kecamatan Ayah”

telah membuktikan adanya peningkatan prestasi belajar dengan menerapkan

29

TGT pada pembelajaran IPS di kelas III. Hasil yang diperoleh dalam

penelitian ini adalah terjadi peningkatan ketuntasan hasil evaluasi siswa

terhadap pemahaman dengan kompetensi dasar dengan menggunakan uang.

Ketuntasan belajar siswa terjadi secara bertahap, dimana pada pra siklus

terdapat 4 siswa yang telah lulus dalam belajarnya. Pada siklus I ketuntasan

mencapai 64% sedangkan rata-rata kelas 66,64. Pada akhir siklus II ketuntasan

siswa mencapai 88% dengan rata-rata 77,24. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa teknik TGT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa

kelas III SDN 1 Watukelir.

2.5 Kerangka Berpikir

Mengapa siswa harus menggunakan cooperative learning tipe Teams

Game Tournament, sebab dalam penelitian ternyata penggunaan cooperative

learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dalam hal ini telah

dibuktikan dari penelitian yang dilakukan beberapa tokoh yang ternyata

berhasil. Selain itu juga diperkuat dengan teori-teori yang dikemukakan oleh

para ahli dibidangnya yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe

TGT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini berdasarkan pada

prinsip pembelajaran kooperatif tipe TGT yang mengatur sebuah pembelajaran

dalam model belajar berkelompok sehingga apa yang menjadi permasalahan

salah satu peserta didik dapat terbantu dengan diadakannnya diskusi bersama

guna mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi. Sehingga secara tidak

langsung, maka penggunaan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat

membantu siswa dalam belajar sehingga akan berdampak pada hasil belajar.

Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memberikan perubahan yang

positif terhadap perkembangan di dunia pendidikan. Adapun alur dari

kerangka berpikir digambarkan pada bagan berikut:

30

Gambar 2.1 Alur Kerangka Berpikir

2.6 Hipotesis Tindakan

Dari kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat dirumuskan

hipotesis tindakan sebagai berikut: Model Cooperative Learning tipe TGT

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Matematika

terhadap materi ajar pecahan di kelas IV SD Negeri 3 Karangrejo Kecamatan

Selomerto Kabupaten Wonosobo.

Dengan berpijak pada kerangka berpikir yang tersebutkan di depan,

diduga dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif dalam

pembelajaran Matematika pada pokok bahasan pecahan akan meningkatkan

prestasi belajar siswa.

Prestasibelajar

Matematikapada pokok

bahasanpecahan

PembelajaranKooperatif tipe

TGT

Penyajian Kelas

Membentukkelompok diskusi.

Membuat gametournament

Membuat Kesimpulan

Penilaian

Prestasi belajarMatematika

pokok bahasanpecahan

meningkat