upaya guru pendidikan agama islam dalam …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1362/1/skripsi...
TRANSCRIPT
UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENGAKTUALISASIKAN NILAI-NILAI PLURALISME
AGAMA DI SMK NEGERI 03 SALATIGA
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Dalam Ilmu Tarbiyah
Disusun oleh
AKHMAD TEGAR SIDIQ
111 11 163
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
ii
iii
DEKLARASI
بسم اهلل الرمحن الرحيم
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah
diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang
lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Apabila di kemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran
orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup
mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini di hadapan sidang
munaqosah skripsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 30 Mei 2016
Penulis,
Akhmad Tegar Sidiq
NIM. 111 11 163
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda-tangan, di bawah ini:
Nama : AKHMAD TEGAR SIDIQ
NIM : 111 11 163
Fakultas : TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jurusan : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Salatiga, 30 Mei 2016
Yang Menyatakan,
Akhmad Tegar Sidiq
NIM. 111 11 163
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]
v
Mukti Ali, S.Ag., M.hum.
Dosen IAIN Salatiga
Nota Pembimbing
Lamp : 4 eksemplar
Hal : Naskah skripsi
Saudara AKHMAD TEGAR SIDIQ
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan IAIN Salatiga
di Salatiga
Assalamu'alaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka
bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudari :
Nama : AKHMAD TEGAR SIDIQ
NIM : 111 11 163
Fakultas / Progdi : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan / Pendidikan
Agama Islam (PAI)
Judul : UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM MENGAKTUALISASIKAN NILAI-
NILAI PLURALISME AGAMA DI SMK
NEGERI 03 SALATIGA
Dengan ini kami mohon skripsi Saudara tersebut di atas supaya segera
dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu'alaikum, Wr, Wb.
Salatiga,30 Mei 2016
Pembimbing
Mukti Ali, S.Ag., M.hum.
NIP. 19750905 200112 1 001
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]
vi
SKRIPSI
UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENGAKTUALISASIKAN NILAI-NILAI PLURALISME
AGAMA DI SMK NEGERI 03 SALATIGA
DISUSUN OLEH:
AKHMAD TEGAR SIDIQ
NIM: 111 11 163
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga, pada tanggal 30 Mei 2016 dan telah dinyatakan memenuhi syarat
guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd.
Sekretaris Penguji : Dr. Mukti Ali, S.Ag., M.Hum.
Penguji I : Dr. Zaikyuddin, M.Ag.
Penguji II : M. Gufron, M.Ag.
Salatiga, 06 Juni 2016
Dekan Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan (FTIK)
Suwardi, M.Pd.
NIP. 19670121 199903 1 002
vii
MOTTO
Artinya: “dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di
mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu
sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu”
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada pihak-pihak yang penulis anggap
mempunyai peran penting dalam hidup-Ku
1. Kedua orang tua Ku Bapak Misbah dan Ibu Maesaroh tersayang yang
membesarkan Ku serta memberikan do‟a restu demi tercapainya keberhasilan
ini.
2. Adik Ku tersayang Muhammad Khilmi Khasan, Muhammad Faiz dan
Muhammad Hadi Mirza terima kasih atas motivasi yang adik berikan kepada
mas Akhmad Tegar Sidiq.
3. Terima kasih kepada teman-teman seangkatan, Kopma Fatawa dan sahabat-
sahabat yang selalu menyemangati Ku.
4. Seseorang yang spesial yang akan menjadi zaujah Ku.
5. Almamater Ku tercinta IAIN Salatiga sebagai tempat menuntut ilmu.
ix
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرمحن الرحيم
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan taufiqnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam kami haturkan kepada
junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya ke
jalan kebenaran dan keadilan.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi
syarata guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun jugul skripsi ini
adalah “UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM
MENGAKTUALISASIKAN NILAI-NILAI PLURALISME AGAMA DI SMK
NEGERI 03 SALATIGA”
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah
memberikan dukungan moril maupun meteriil. Dengan penuh kerendahan hati,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga
4. Bapak Mukti Ali, S.Ag., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing yang telah
berkenan secara ikhlas dan sabar meluangakan waktu serta mencurahkan
pikiran dan tenaganya memberi bimbingan dan pengarahan yang sangat
berguna sejak awal proses penyusunan dan penulisan hingga terselesaikannya
skripsi ini.
x
5. Seluruh Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan PAI IAIN
Salatiga yang telah berkenan memberikan ilmu pengetahuan ketarbiyahan
kepada penulis dan pelayanan hingga studi ini dapat selesai.
6. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu memberikan dukungan baik moril
maupun spiritual serta yang senantiasa berkorban dan berdoa demi tercapainya
cita-cita.
7. Adik-adik Ku tersayang yang memberikan dorongan semangat dan motivasi
untuk menyelesaikan studi di IAIN Salatiga.
8. Saudara-saudara dan sahabat-sahabat semua yang telah membantu
memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini.
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta
mendapatkan balasan myang berlipat ganda amien. Penulis sadar bahwa dalam
penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnan. Oleh karena
itu, dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya maupun pembaca pada umumnya dan
memberikan sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Amien ya robbal
„alamien.
Salatiga, …. Maret 2016
Penulis,
Akhmad Tegar Sidiq
NIM. 111 11 163
xi
ABSTRAK
Sidiq, Akhmad Tegar 2016. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam
Mengaktualisasikan Nilai-Nilai Pluralisme Agama di SMK Negeri 03
Salatiga. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan
Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Pembimbing : Mukti Ali, S.Ag., M.Hum.
Kata Kunci: Pendidikan Agama Islam dan Pluralisme Agama.
Usaha pengaktualisasian nilai-nilai kemanusiaan yang dikembangkan di
SMK Negeri 03 Salatiga relatif sama dengan lembaga pendidikan umum lainnya,
yaitu dengan menambahkan muatan kurikulum kelompok mata pelajaran estetika,
dan belum diarahkan sepenuhnya pada pembentukan pribadi peserta didik yang
pluralis. Peserta didik hanya dididik dan diarahkan untuk dapat saling
menghormati, sementara mereka tidak memahami secara mendalam akan arti nilai
saling menghormati terebut. Tidak salah jika mereka terkadang saling
menghargai, tapi ketika mendengar isu-isu yang tak bertanggung jawab, mereka
juga dapat bertindak anarkis, baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat.
Hal inilah yang mungkin belum disadari oleh lembaga pendidikan secara umum,
sehingga sampai saat ini lembaga pendidikan selalu menjadi sorotan ketika terjadi
berbagai fenomena tindak kekerasan di masyarakat. Oleh karena itu, peneliti
merasa tertarik dan tergugah untuk melakukan penelitian tentang proses
penanaman nilai-nilai pluralisme agama yang terdapat pada lembaga pendidikan
umum, dalam hal ini SMK Negeri 03 Salatiga, dengan harapan dapat mengungkap
nilai-nilai di balik realita pluralisme agama di sekolah tersebut. Adapun fokus
penelitian ini meliputi: 1) Apa saja nilai-nilai pluralisme agama yang terdapat di
SMK Negeri 03 Salatiga?, 2) Upaya apa yang dilakukan guru pendidikan agama
Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK
Negeri 03 Salatiga? dan 3) Apakah pengaktualisasian nilai-nilai pluralisme agama
oleh guru pendidikan agama Islam (PAI) dapat mewujudkan harmoni
keberagamaan di SMK Negeri 03 Salatiga?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut :
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan deskriptif. Instrumen penelitian peneliti
sebagai instrumen sekaligus pengumpul data yang bertindak sebagai participant
observation (pengamat berperan aktif), maka kehadiran peneliti sangat penting
untuk mengadakan penyesuaian diri dengan hal-hal yang terjadi di lapangan.
Sumber data primer diperoleh dari wawancara Kepala Sekolah, Wakil Kepala
Kurikulum dan para guru PAI di SMK Negeri 03 Salatiga. Sumber data sekunder
yang dapat diperoleh dari data-data yang berhubungan dengan pengaktualisasian
pluralisme agama di kalangan sekolah. Adapun teknik pengumpulan data
menggunakan metode interview, metode observasi dan metode dokumentasi.
Sedangkan teknik analisis data, secara prosedural data yang diperoleh dengan
mengoptimalkan metode penelitian yang digunakan, yang kemudian direduksi,
disajikan, disimpulkan, dan diverifikasikan.
xii
Hasil penelitian ini adalah: Pertama, di SMK Negeri 03 Salatiga terdapat
nilai-nilai pluralisme agama yang meliputi: 1) saling menghargai (esteeming each
other), 2) saling menghormati (respecting each other), 3) tidak membeda-bedakan
dalam pemberian hak kepada setiap individu, 4) tidak saling menjatuhkan (do not
affronting each other) dan 5) mengakui keragaman agama sebagai bentuk
sunnatullah. Kedua, upaya yang dilakukan guru pendidikan agama Islam (PAI)
dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03
Salatiga di antaranya dengan: 1) melakukan pengembangan materi pelajaran
Pendidikan Agama Islam dengan cara mengembangkan silabus, 2) memberi
kepahaman kepada siswa akan arti pluralisme agama secara mendalam melalui
pelajaran agama Islam yang didasarkan pada Al-Qur'an dan Hadits,
3) memberikan batasanbatasan secara jelas akan nilai-nilai pluralisme yang boleh
diterapkan dan yang tidak harus diterapkan, 4) melakukan bimbingan-bimbingan
keagamaan di luar Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di kelas, 5)
mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama kepada siswa dengan cara
menjadi suri tauladan yang baik dan 6) ikut serta dalam mensukseskan pendidikan
nilai yang digalakkan oleh sekolah. Ketiga, SMK Negeri 03 Salatiga telah
mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama dalam kehidupan masyarakat
sekolah. Hal ini dapat dilihat dari terwujudnya harmoni keberagamaan di
dalamnya yang meliputi dari: 1) toleransi (tolerance), 2) kerukunan
(reconciliation), damai dan dinamis (peacefulness) dan 3) rasa kebersamaan
(togetherness) dan solidaritas (social solidarity).
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN BERLOGO ....................................................................... ii
HALAMAN DEKLARASI .................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN............................................... iv
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ..................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ vi
MOTTO................................................................................................. vii
PERSEMBAHAN .................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ........................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................ xi
DAFTAR ISI ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1
B. Fokus Penelitian ......................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................ 8
D. Manfaat Penelitian ...................................................... 9
E. Kerangka Teoritik ....................................................... 10
F. Penegasan Istilah ........................................................ 12
G. Metode Penelitian ....................................................... 17
H. Sistematika Penulisan ................................................. 22
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pendidikan Agama Islam ................ 25
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam .................... 25
xiv
2. Dasar Pendidikan Agama Islam ............................ 27
3. Tujuan Pendidikan Agama Islam .......................... 31
4. Fungsi Pendidikan Agama Islam .......................... 33
B. Tinjauan Tentang Pluralisme agama ........................... 35
1. Pengertian Pluralisme Agama ............................... 35
2. Sosio-Historis Pluralisme Agama ......................... 39
3. Pluralisme Agama Dalam Al-Qur‟an .................... 43
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................. 51
B. Paparan Data .............................................................. 56
1. Nilai-nilai Pluralisme Agama di SMK Negeri 03
Salatiga ................................................................ 56
2. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam
Mengaktualisasikan Nilai-nilai Pluralisme Agama
di SMK Negeri 03 Salatiga ................................... 58
3. Harmoni Keberagaman di SMK Negeri 03
Salatiga ................................................................ 68
BAB IV PEMBAHASAN
A. Nilai-nilai Pluralisme Agama di SMK Negeri 03
Salatiga ....................................................................... 74
B. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam
Mengaktualisasikan Nilai-nilai Pluralisme Agama di
SMK Negeri 03 Salatiga ............................................. 80
C. Harmoni Keberagaman di SMK Negeri 03 Salatiga .... 87
xv
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................ 98
B. Saran .......................................................................... 99
C. Penutup ...................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Surat Pembimbingan dan Asisten Pembimbingan Skripsi
Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 4 Surat Balasan Penelitian
Lampiran 5 Lembar Konsultasi Skripsi
Lampiran 6 SKK
Lampiran 7 Dokumentasi
Lampiran 8 Pernyataan Publikasi Skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pluralisme merupakan pengakuan atas keperbedaan, dan keperbedaan
itu sesungguhnya sunatullah dan merupakan sesuatu yang nyata serta tidak
bisa dipungkiri. Penolakan terhadap pluralisme yang sunatullah itu
menimbulkan ketegangan dan bahkan konflik, karena meniadakan sesuatu
yang nyata merupakan pengingkaran terhadap kehendak Allah. Pluralisme
pada tujuannya tidak sebatas menghendaki pengakuan atas keperbedaan itu,
melainkan juga penghormatan atas kenyataan perbedaan. Untuk itu, sudah
seharusnya diakui dengan jujur bahwa masyarakat Indonesia memang
berbeda-beda dan karenanya segala perbedaan itu untuk dihormati. Kalau
sikap seperti ini bisa dilakukan maka tidak mungkin ada ketegangan yang
berujung pada konflik.
Menurut I Made Titib (2004:51) konflik terjadi karena emosi
keagamaan yang berlebihan yang disebabkan oleh pemahaman ajaran agama
yang sempit dan dangkal, hal ini mengakibatkan timbulnya sentimen
keagamaan yang berkadar tinggi, sehingga terjadi pemaksaan keinginan antara
satu bagian dengan bagian lainnya, dan masing-masing ingin mendapatkan
lebih dari yang seharusnya didapatkan.
Berbagai peristiwa yang sempat menggejolak di sebagian wilayah
Indonesia beberapa tahun terakhir mengindikasikan telah terjadi pertentangan
menyangkut berbagai kepentingan di antara berbagai kelompok masyarakat.
1
2
Dan dalam berbagai pertentangan itu, isu suku, agama, ras dan antar golongan
(SARA) begitu cepat menyebar ke berbagai lapisan sehingga tercipta suasana
konflik yang cukup berbahaya dalam kehidupan masyarakat. Eskalasi
pertentangan yang dilapisi baju SARA seringkali menciptakan konflik
kekerasan yang lebih menegangkan dan meresahkan. Dalam suasana seperti
ini agama seringkali menjadi titik singgung paling sensitif dan ekslusif dalam
pergaulan pluralitas masyarakat. Dalam berbagai pertentangan itu, isu suku,
agama, ras dan antar golongan (SARA) begitu cepat menyebar ke berbagai
lapisan sehingga tercipta suasana konflik yang cukup berbahaya dalam
kehidupan masyarakat. Eskalasi pertentangan yang dilapisi baju SARA
seringkali menciptakan konflik kekerasan yang lebih menegangkan dan
meresahkan. Dalam suasana seperti ini agama seringkali menjadi titik
singgung paling sensitif dan ekslusif dalam pergaulan pluralitas masyarakat
(Mudzhar, 2004:14). Masing-masing pihak mengklaim bahwa dirinyalah yang
paling benar, sedangkan pihak lain adalah yang salah. Persepsi bahwa
perbedaan adalah merupakan sesuatu yang buruk, suatu hal yang menakutkan,
sudah begitu rupa mendarah daging dalam jiwa umat beragama. Akibat dari
perseteruan tersebut adalah kesengsaraan semua pihak, yang bertikai maupun
yang tidak mengetahui apa-apa. Pada dasarnya akibat dari konflik adalah
kerugian yang menyeluruh di berbagai pihak. Rakyat kecil lagi-lagi menjadi
korban dan harus menanggung akibat-akibat yang ditimbulkan oleh konflik
tersebut. Berbagai peristiwa itu telah memberi gangguan cukup serius
terhadap tekad bersama untuk membangun bangsa Indonesia yang toleran
3
dalam kehidupan antar pemeluk agama, toleran dalam kebudayaan, toleran
dalam politik dan toleran dalam aspek-aspek kehidupan lainnya (Fatwa,
1997:34).
Terlepas dari provokator dan lain sebagainya yang bisa menjadi
kambing hitam dalam setiap “chaos”, yang jelas umat beragama belum
mempunyai kontrol emosi yang memadai sehingga begitu mudah terpancing
untuk melakukan berbagai macam tindakan anarki. Umat beragama masih
diliputi oleh rasa sentimen keagamaan dan fanatisme yang begitu kuat
mengakar dalam dirinya. Padahal sentimen keagamaan dan fanatisme
membuat paling tidak banyak memberi andil atas terciptanya setiap adegan
kerusuhan dan terjadinya konflik. Konflik yang mengatasnamakan agama
pada umumnya disebabkan oleh penyimpangan arah proses sosial yang
berkorelasi logis dengan bentuk-bentuk penyimpangan interaksi sosial antar
umat beragama. Oleh karena itu, M. Imdadun Rahmat (2003:32) mengatakan
bahwa fenomena demikian menunjukkan adanya keterputusan antara nilai-
nilai keberagamaan yang selama ini dipahami dalam perilaku sosial.
Dari fenomena-fenomena tersebut setidaknya dapat dijadikan fonis
awal bahwa sampai saat ini, kesadaran pluralitas dalam beragama belum
menyentuh sisi kesadaran paling dalam pada diri para pemeluk agama.
Artinya, slogan-slogan bahwa agama mengajarkan cinta kasih dan
perdamaian, tidak menyukai tindakan kejahatan dalam bentuk apapun
hanyalah omong kosong. Untuk itu seharusnya, menurut Abd A‟la (2002:135)
4
nilai-nilai agama dilepaskan dari segala kepentingan pribadi dan kelompok
serta agama tidak dijadikan alat untuk pencapaian tujuan tertentu.
Banyak hal yang mesti dibenahi, tetapi paling tidak upaya
pemeliharaan atau pemulihan keharmonisan hubungan sosial dan kerukunan
umat beragama yang sempat terusik akibat konflik SARA beberapa tahun
belakangan, di pandang perlu melibatkan semua komponen masyarakat secara
komprehensif dan integratif, baik pada arah nasional maupaun lokal.
Pemecahan yang diasumsikan tentu saja berlandaskan pada dinamika obyektif
masyarakat itu sendiri sesuai struktur yang berkembang secara aktual. Karena
itu concern dan kerjasama instansi-instansi terkait serta pemberdayaan
lembaga dan pemimpin agama dan masyarakat mutlak perlu dilakukan
(Mudzhar, 2004:16).
Pendidikan di sekolah adalah sarana pengembangan pribadi manusia
untuk dapat menjadi manusia yang mampu bersanding dengan manusia
lainnya dalam bingkai kedamaian. Harus diakui bahwa pendidikan umum,
seperti halnya SMK Negeri 03 Salatiga adalah sebuah lembaga pendidikan
menengah kejuruan yang merangkul berbagai macam peserta didik dengan
berbagai macam latar belakang agama. Perbedaan latar belakang agama dan
etnis yang terdapat pada masing-masing individu masyarakat sekolah tersebut
kemudian disikapi, disadari serta diterima dengan ketulusan hati, sehingga
melahirkan sebuah masyarakat sekolah yang harmonis. Akan tetapi,
sebenarnya kesadaran akan kemajemukan itu seharusnya tidak hanya ada pada
guru atau staf pengajar saja, melainkan juga harus ditanamkan pada diri setiap
5
peserta didik, sehingga peserta didik tidak hanya tahu bahwa mereka hidup
dalam kemajemukan agama, tapi mereka juga mengetahui nilai-nilai yang
tersembunyi di balik realitas pluralisme agama disekolahnya dan pada
gilirannya mereka mampu mengaktualisasikannya dalam bentuk prilaku
sehari-hari.
Sejauh ini, usaha pengaktualisasian nilai-nilai kemanusiaan yang
dikembangkan di sekolah-sekolah umum, termasuk SMK Negeri 03 Salatiga,
relatif sama yaitu dengan menambahkan muatan kurikulum kelompok mata
pelajaran estetika dan belum diarahkan sepenuhnya pada pembentukan pribadi
peserta didik yang pluralis. Peserta didik hanya di didik dan diarahkan untuk
dapat saling menghormati, sementara mereka tidak memahami secara
mendalam akan arti nilai saling menghormati terebut. Tidak salah jika mereka
terkadang saling menghargai, tapi ketika mendengar isu-isu yang tak
bertanggung jawab, mereka juga dapat bertindak anarkis, baik di lingkungan
sekolah maupun di masyarakat. Hal inilah yang mungkin belum disadari oleh
lembaga pendidikan secara umum, sehingga sampai saat ini lembaga
pendidikan selalu menjadi sorotan ketika terjadi berbagai fenomena tindak
kekerasan di masyarakat. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik dan
tergugah untuk melakukan penelitian tentang proses pengaktualisasian nilai-
nilai pluralisme agama yang terdapat pada lembaga pendidikan umum, dalam
hal ini SMK Negeri 03 Salatiga, dengan harapan dapat mengungkap nilai-nilai
di balik realita pluralisme agama di sekolah tersebut.
6
Masyarakat Indonesia harus mulai menoleh apakah dunia pendidikan
selama ini mengajarkan tentang kenyataan keperbedaan itu? Bagaimanakah
keperbedaan itu tidak sekedar dipandang sebagai sebuah pengetahuan, tetapi
juga dipahami, dirasakan dan dijalani dengan segala pengakuan serta
penghormatan. Bagaimana cara pendidikan (terutama pendidikan agama)
mengenalkan keperbedaan itu? pada akhirnya sikap terhadap keperbedaan
yang tercermin dalam pergaulan keseharian, apakah menjadikan anak didik
inklusif atau justru eksklusif. Pendidikan agama dituntut keras untuk
menciptakan hasil yang maksimal, khususnya dalam mempersiapkan peserta
didik yang memiliki prilaku agamis dan humanis. Pendekatan pendidikan
agama yang diterapkan di semua lembaga pendidikan formal adalah bersifat
teologis dan scientific cum doctrinaire. Melalui pendekatan itu, truth claim
dari religiositas siswa diharapkan dapat tumbuh subur. Begitu pula dengan
daya kritis teologisnya dapat berkembang di dalam bingkai „pluralisme agama
konfensional‟(Saerozi, 2004:157).
Peran guru pendidikan agama di sekolah bagi terbentuknya harmoni
keberagaman bagi seluruh pemeluk agama sangatlah penting. Karena seorang
guru agama adalah orang yang memiliki pengetahuan agama secara luas
sekaligus sebagai pemeluk agama yang baik (Saerozi, 2004:37). Oleh karena
itu guru pendidikana agama, terutama guru pendidikan agama Islam, harus
mampu menjadi agamawan dan teladan bagi peserta didik di sekolah dan
masyarakat secara luas. Lebih-lebih umat Islam yang menyandang predikat
umat mayoritas dan Islam sendiri sebagai “rahmatan lil „alamin” sudah
7
dapatkah itu diwujudkan, karena posisi umat Islam sebagai mayoritas di satu
sisi sangatlah tidak menguntungkan. Dan ironisnya ternyata umat Islam dapat
dikatakan hampir banyak ikut serta dalam setiap aksi kerusuhan. Mengapa
bisa terjadi demikian? Tentunya ada yang salah, “there is something wrong”.
Atau bisa jadi pendidikan Islam khususnya dan pendidikan formal umumnya
belum mampu mendidik siswanya menjadi kaum pluralis.
Pendidikan agama merupakan sarana utama dan didalamnya terdapat
nilai-nilai agama diperkenalkan, baik kepada individu maupun kepada
masyarakat adalah bagian daripada kebutuhan masyarakat untuk menciptakan
suasana yang damai, tentram dan religius. Di samping itu, pendidikan agama
yang menciptakan iklim, suasana atau bahkan rangsangan untuk mengalami
atau menghayati nilai-nilai tertentu. Lewat pengajaran dan penghayatan,
pendidikan agama berusaha membina mentalitas iman dalam diri para
penganutnya. Mentalitas adalah inti yang mengendalikan pribadi manusia.
Dengan mentalitas iman, setiap penganut agama dapat melihat situasi hidup,
menilai situasi hidup dan menentukan sikap dalam situasi hidup tersebut. Pada
sisi itu, pendidikan agama sebagai upaya pengenalan dan pemahaman
terhadap agama serta sebagai proses internalisasi nilai-nilai menjadi penting
untuk diangkat. Pendidikan ini hendaknya menjadi perhatian semua orang:
kaum pendidik, tokoh agama dan intelektual sehingga pendidikan agama bisa
memunculkan keberagamaan yang bersifat pencerahan bagi umat manusia,
serta menjadi rahmat bagi sekalian alam sebagaimana tujuan agama itu sendiri
(Abd A‟la, 2002:49).
8
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik dan
tergugah untuk melakukan penelitian tentang proses penanaman nilai-nilai
pluralisme agama yang terdapat pada lembaga pendidikan umum, dalam hal
ini SMK Negeri 03 Salatiga dengan harapan dapat mengungkap nilai-nilai di
balik realita pluralisme agama di sekolah tersebut. Sehingga penulis
mengambil judul skripsi yaitu “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam
Mengaktualisasikan Nilai-Nilai Pluralisme Agama Di SMK Negeri 03
Salatiga”.
B. Fokus Penelitian
Dalam rangka mengetahui jawaban penelitian perlu merumuskan
permasalahan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang penulis teliti, sebagai
berikut :
1. Apa saja nilai-nilai pluralisme agama yang terdapat di SMK Negeri 03
Salatiga?
2. Upaya apa yang dilakukan guru pendidikan agama Islam (PAI) dalam
mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03
Salatiga?
3. Apakah pengaktualisasian nilai-nilai pluralisme agama oleh guru
pendidikan agama Islam (PAI) dapat mewujudkan harmoni keberagamaan
di SMK Negeri 03 Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mencapai hasil yang baik, maka peneliti menetapkan tujuan
yang ingin dicapai. Adapun tujuan penelitian, untuk memperoleh gambaran
secara mendalam tentang:
9
1. Nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga,
2. Upaya-upaya guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam
mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03
Salatiga,
3. Harmoni keberagamaan di SMK Negeri 03 Salatiga.
D. Manfaat Penelitian
Setelah adanya data dan informasi yang diperoleh dari penelitian
tentang upaya guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan
nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga, maka harapan
peneliti dari penelitian ini dapat memberikan manfaat secara praktis maupun
teoritis, yaitu :
1. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis
Dengan meneliti upaya guru pendidikan agama Islam (PAI) dalam
mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03
Salatiga maka akan menambah wawasan pemahaman yang lebih
komprehensif tentang arti pentingnya mengaktualisasikan nilai-nilai
pluralisme agama.
b. Bagi guru
Diharapkan dapat memberi sumbangan untuk membangkitkan upaya
guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan nilai-
nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga.
c. Penelitian ini sebagai bagian usaha untuk menambah khasanah ilmu
pengetahuan pada jurusan tarbiyah khususnya.
10
2. Secara teoritik, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pengembangan pendidik pada umumnya, khususnya dapat memperkaya
khasanah dunia pendidikan Islam yang diperoleh dari hasil penelitian.
E. Kerangka Teoritik
Untuk lebih memperjelas mengenai permasalahan, peneliti akan
menguraikan beberapa kepustakaan yang relevan mengenai pembahasan akan
dibicarakan dalam skripsi ini antara lain:
1. Imam Akhsani, “Konsep Pluralisme Abdurrahman Wahid (Dalam
Perspektif Pendidikan Islam)”, Skripsi (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah
UIN Sunan Kalijaga, 2005) membahas mengenai upaya untuk mencari
konsep pluralisme yang dilontarkan Abdurrahman Wahid kemudian dikaji
dan dianalisa dengan nilai-nilai Islam yang universal. Pemahaman
terhadap konsep diharapkan akan mendapatkan nilai positif dalam
pengembangan pendidikan Islam saat ini.
2. Hamidah, “Rekontruksi Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid dan
Nurcholis Madjid (Studi Terhadap Pluralisme Agama)”, Skripsi
(Palembang: Fakultas Dakwah IAIN Raden Fatah, 2010) membahas
mengenai pemikiran Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid tentang
pluralisme agama.
3. Moh. Zamzani Mubarrak, “Pluralisme Keagamaan (Tinjauan Atas
Pemikiran Hasyim Muzadi)”, Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2008) membahas tentang pandangan pluralisme Hasyim Muzadi sejauh
mana relevansi pandangan pluralisme Hasyim Muzadi terhadap kehidupan
masyarakat Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.
11
4. Tri Widiyanto, “Internalisasi Nilai-nilai Tauhid Dalam Pendidikan Agama
Islam Untuk Menumbuhkan Pluraliseme di SMA Negeri 3 Bantul Tahun
Pelajaran 2013/2014”, skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014)
membahas proses penanaman nilai tauhid dilakukan dalam pembelajaran
PAI melalui materi rukun iman dan penanaman nilai tauhid dalam PAI
memberikan implikasi positif dalam upaya menumbuhkan pluralisme di
SMA Negeri 3 Bantul mengaplikasikan nilai-nilai tauhid di lingkungan
sekolah dengan saling menghargai, menghormati, tidak membeda-bedakan
dalam pemberian hak kepada setiap individu, tidak saling menjatuhkan dan
mengakui keberagaman sebagai suatu rahmat.
5. Ismail, “Aktualisasi Akhlak Dalam Humanisme-Pluralis”, Tadris. Volume
194 4. Nomor 2. 2009 (Pekalongan: STAIN Pekalongan) membahas
akhlak (kemoralan) adalah kebanyakan peralatan substansial untuk
melakukan peranan-peranan dari manusia berdua sebagai Tuhan dan
sebagai kesosialan ciptaan-ciptaan. Perbuatan akhlak tertanam kuat dalam
jiwa seseorang sehingga telah menjadi kepribadiannya yang dilakukan
dengan mudah dan tanpa pemikiran timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakan tanpa ada paksaan/tekanan dari pihak luar dilakukan secara
ikhlas semata-mata karena Allah bukan karena dipuji orang/ingin
mendapatkan suatu pujian.
Berdasarkan papaparan pada kerangka teoritik di atas terdapat
perbedaan yang jelas pada penelitian yang hendak diteliti yaitu membahas
nilai-nilai pluralisme agama yang terdapat di SMK Negeri 03 Salatiga, upaya
12
apa yang dilakukan guru pendidikan agama Islam (PAI) dalam
mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama dan pengaruh
pengaktualisasian nilai-nilai pluralisme agama oleh guru pendidikan agama
Islam (PAI) dapat mewujudkan harmoni keberagamaan di SMK Negeri 03
Salatiga.
F. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi kesalah-pahaman dalam penulisan skripsi ini, perlu
penulis jelaskan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam judul di atas.
Istilah-istilah tersebut adalah :
1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam (PAI)
a. Upaya Guru
Upaya menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)
diartikan sebagai usaha kegiatan yang mengarahkan tenaga, pikiran
untuk mencapai suatu tujuan. Upaya juga berarti usaha, akal, ikhtiar
untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan mencari jalan
keluar (Depdikbud, 2002:1250).
Pendidik atau guru adalah orang yang mengajar dan memberi
pengajaran yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab
tentang pendidikan peserta didik (Ramayulis, 2002:56). Dalam
penelitian ini, upaya dapat dipahami sebagai suatu kegiatan atau
aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang
telah direncanakan dengan mengarahkan tenaga dan pikiran. Upaya
guru pendidikan agama Islam dalam mengajar pelajaran sehingga
13
dapat memberi pemahaman yang baik kepada siswa dan perubahan
yang dinamis serta terarah.
b. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama merupakan salah satu dari tiga subyek
pelajaran yang harus dimasukkan dalam kurikulum setiap lembaga
pendidikan formal di Indonesia. Hal ini karena kehidupan beragama
merupkan salah satu dimensi kehidupan yang diharapkan dapat
terwujud secara terpadu (Chabib Thoha, 1999:1).
Dalam bahasa Arab pengertian pendidikan, sering digunakan
beberapa istilah antara lain, al-ta‟lim, al-tarbiyah, dan al-ta‟dib, al-
ta‟lim berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian
pengetahuan dan ketrampilan. Al-tarbiyah berarti mengasuh mendidik
dan al-ta‟dib lebih condong pada proses mendidik yang bermuara
pada penyempurnaan akhlak/moral peserta didik (Nizar, 2001:86-88).
Namun, kata pendidikan ini lebih sering diterjemahkan dengan
“tarbiyah” yang berarti pendidikan (Ramayulis, 2002:13).
Jadi pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar yang
dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk
meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Aktualisasi Nilai-nilai Pluralisme Agama
a. Aktualisasi
Aktualisasi adalah kebutuhan naluriah pada manusia untuk
melakukan yang terbaik dari yang dia bisa. Menurut Maslow (Arinato,
14
2009), menyatakan aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri
dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi psikologis yang unik.
Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh
belajar khususnya dalam masa anak-anak. Aktualisasi diri akan
berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika
mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami
pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.
Aktualisasi dapat didefinisikan sebagai perkembangan yang
paling tinggi dari semua bakat, pemenuhan semua kualitas dan
kapasitas. Aktualisasi juga memudahkan dan meningkatkan
pematangan serta pertumbuhan. Ketika individu makin bertambah
besar, maka "diri" mulai berkembang. Pada saat itu juga, tekanan
aktualisasi beralih dari segi fisiologis ke segi psikologis. Bentuk tubuh
dan fungsinya telah mencapai tingkat perkembangan dewasa, sehingga
perkembangan selanjutnya berpusat pada kepribadian
(http://elearning.gunadarma.ac.id/)
b. Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan
kualitas, dan berguna bagi manusia. Ketika dinyatakan bahwa sesuatu
itu bernilai, berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan
manusia. Nilai bisa dipilah menjadi 2 macam. Pertama: nilai dasar dan
yang kedua: nilai instrumental
15
c. Pluralisme Agama
Secara etimologi, pluralisme agama, berasal dari dua kata,
yaitu “pluralisme atau pluralism (A.S Hornby et.al., 1972:744)” dan
“agama”. Dalam bahasa Arab diterjemahkan “al-ta‟addudiyyah
aldiniyyah” dan dalam bahasa Inggris “religious pluralism”. Oleh
karena, istilah pluralisme agama berasal dari bahasa Inggris, maka
untuk mendefinisikannya secara akurat harus merujuk kepada kamus
bahasa tersebut. Pluralisme berarti “jamak” atau lebih dari satu.
Pengertian secara bahasa: Dalam kamus Oxford, pluralisme
ditafsirkan kedalam dua bentuk yakni pluralisme, yang menunjukkan
suatu kehidupan dalam sebuah masyarakat yang dibentuk oleh
kelompok-kelompok suku-bangsa yang berbeda-beda, di mana
kelompok-kelompok ini mempunyai kehidupan politik dan agama
yang berbeda. Definisi ini bentuknya menjelaskan suatu fenomena
kemasyarakatan dan pluralisme berarti menerima prinsip bahwa
kelompok-kelompok suku-bangsa yang berbeda-beda dapat hidup
secara rukun dan damai dalam suatu masyarakat. Definisi ini
mengandung suatu ide dan maktab pemikiran (Anonim, Wahdat al-
Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama, www.nusantaraonline.com)
Adapun tentang agama para ahli sosiologi dan antropologi
cenderung mendefinisikan agama dari sudut fungsi sosialnya, yaitu
suatu sistem kehidupan yang mengikat manusia dalam satuan-satuan
atau kelompok-kelompok sosial. Sedangkan kebanyakan pakar
teologi, fenomenologi dan sejarah agama melihat agama dari aspek
16
substansinya yang sangat asasi yaitu sesuatu yang sakral (Anonim,
Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama,
www.nusantaraonline.com)
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik suatu
pengertian bahwa “pluralitas agama” adalah kondisi hidup bersama
(koeksistensi) antar agama (dalam arti yang luas) yang berbeda-beda
dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik
atau ajaran masing-masing agama. Namun dari segi konteks dimana
“pluralisme agama” sering digunakan dalam studi-studi dan wacana
sosio-ilmiah pada era modern ini, memiliki definisi yang berbeda.
Pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama-agama besar
dunia merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang dan
secara bertepatan merupakan respon real atau Yang Maha Agung dari
dalam pranata kultural manusia yang bervariasi dan bahwa
transformasi wujud manusia dari pemusatan diri menuju pemusatan
hakiki terjadi secara nyata dalam setiap masing-masing pranata
kultural manusia tersebut dan terjadi, sejauh yang dapat diamati,
sampai pada batas yang sama.
Menurut penulis dapat disimpulkan yang dimaksud dengan upaya guru
pendidikan agama Islam dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme
agama adalah bimbingan atau bantuan kepada anak/remaja dalam rangka
pengembangan potensi dan mengubah diri menjadi berakhlak sesuai dengan
ajaran-ajaran Islam dalam satuan terkecil dimana peran orang tua sangat
dibutuhkan.
17
G. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut :
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh tentang
permasalahan yang dikaji, maka dalam penelitian ini penulis
menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Soedarsa (1998:4) penelitian
kualitatif adalah penelitian yang informasi atau data yang dikumpulkan
tidak berwujud angka-angka dan analisisnya berdasarkan prinsip logika.
Adapun asumsi dari metode ini karena pendekatan kualitatif mempunyai
kemampuan mengungkap data yang tersirat dan terselubung dengan
memahami kerangka acuan dari pelaku perbuatan itu sendiri.
Adapun jenis penelitian yang digunakan penulis disini adalah jenis
penelitian deskriptif, yakni penelitian yang berusaha menuturkan
pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data dengan
menyajikan data tersebut untuk dianalisis dan diinterprestasikan serta
menggambarkan situasi dan kejadian atau peristiwa, penelitian deskriptif
ini juga berusaha memberikan gambaran dengan sistematis, cermat dari
fakta-fakta yang aktual.
Menurut Suharsismi Arikunto (1999: 291) penelitian deskriptif
kualitatif tidak menguji hipotesis melainkan menyajikan data melalui
ungkapan verbal yang dapat menggambarkan sebagaimana kondisi yang
sebenarnya. Penelitian deskriptif menitikberatkan pada observasi dan
suasana alamiah (naturalistic setting). Peneliti dalam hal ini bertindak
sebagai pengamat yang hanya membuat kategori perilaku, mengamati
18
gejala dan mencatat dalam buku. serta menggunakan metode penelitian
yang bersifat studi kasus, yakni mempelajari secara intensif tentang latar
belakang keadaan sekarang, dan interaksi sosial, individu, kelompok,
lembaga atau masyarakat.
2. Instrumen Penelitian
Pada dasarnya alat pengumpulan data yang paling utama dalam
penelitian kualitatif adalah manusia (responden), baik dari peneliti sendiri
atau dengan bantuan orang lain. Dalam penelitian ini peneliti sebagai
instrumen sekaligus pengumpul data yang bertindak sebagai participant
observation (pengamat berperan aktif), maka kehadiran peneliti sangat
penting untuk mengadakan penyesuaian diri dengan hal-hal yang terjadi di
lapangan. Selain itu hanya manusialah yang dapat berhubungan dengan
responden dan mampu untuk memahami dengan kaitan kenyataan-
kenyataan yang ada di lapangan (Moleong, 2002:5).
Dalam penelitian ini status peneliti diketahui oleh informan atau
responden. Peneliti bersifat terbuka dan menampakkan bahwa dirinya
adalah seorang peneliti yang sedang melakukan penelitian serta
mengharap ada respon dari responden. Adapun cara yang digunakan
adalah dengan menggunakan pedoman wawancara dengan daftar
pertanyaan terbuka, pedoman observasi dan pedoman dokumentasi.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah SMK Negeri 03
Salatiga. Sedangkan waktu penelitian ini direncanakan dan dilaksanakan
pada bulan November 2015 sampai dengan selesai.
19
4. Sumber Data
a. Sumber data primer diperoleh dari wawancara Kepala Sekolah, Wakil
Kepala Kurikulum dan para guru PAI di SMK Negeri 03 Salatiga.
b. Sumber data sekunder yang dapat diperoleh dari data-data yang
berhubungan dengan pengaktualisasian pluralisme agama di kalangan
sekolah.
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data secara holistik integrative relevan dengan
fokus, maka teknik pengumpulan data yang akan dipakai meliputi :
a. Metode Interview
Interview atau wawancara yaitu suatu kegiatan yang dilakukan
untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan yang sistematis kepada para responden.
Wawancara bermakna tahapan cara interview (pewawancara) dengan
responden, dan kegiatannya dilakukan secara lisan (Hadi, 2000:196).
Metode ini ditujukan kepada kepala sekolah, wakil kepala
kurikulum dan para guru PAI di SMK Negeri 03 Salatiga yang dapat
menjelaskan upaya guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam
mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03
Salatiga.
b. Metode Observasi
Observasi sebagai pengamatan dan pencatatan dengan
sistematis fenomena yang diselidiki (Hadi, 2000:136). Metode ini
digunakan untuk mendapatkan data seperti: letak geografis, keadaan
20
lingkungan, metode yang digunakan dalam mengaktualisasikan nilai-
nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi dari asal kata dokumen yang artinya
barang-barang tertentu, majalah, dokumen dan peralatan untuk
memperoleh data, metode yang digunakan untuk mencari data tentang
upaya guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan
nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga dan perubahan
yang dilakukan, struktur organisasi serta data lain tentang upaya guru
dalam mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama.
6. Teknik Analisis Data
Lexy J. Moleong (1998:108), dalam bukunya yang berjudul
"Metode Penelitian Kualitatif" disebutkan analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan
susunan uraian dasar, sehingga dapat menentukan hipotesis kerja yang
disarankan oleh data.
Dalam analisis data ada beberapa tekhnik yang dilakukan secara
bertahap. Secara prosedural data yang diperoleh dengan mengoptimalkan
metode penelitian yang digunakan, yang kemudian direduksi, disajikan,
disimpulkan, dan diverifikasikan.
a. Reduksi data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data
kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Matthew
21
B. Miles dan A. Michael Huberman, t.th: 161). Hasil dari reduksi data
tersebut kemudian diverbalkan dan dipilah-pilah menurut kategori
datanya.
b. Penyajian data
Dalam tahap ini peneliti menyajikan data yang telah direduksi
dengan rapi dan runtut sehingga peneliti mampu melakukan tindakan
lanjut untuk analisa data.
c. Menarik kesimpulan dan verifikasi
Penarikan kesimpulan merupakan tahap terakhir setelah
reduksi dan data disajikan dan kesimpulan yang masih meragukan
akan diverifikasi dengan data-data baru sehingga sampai pada
keyakinan tingkat validitas yang memadai
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian metode analisis data yang digunakan yaitu
triangulasi (keabsahan). Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau perbandingan terhadap data itu.
Triangulasi dengan sumber dan metode membandingkan dan
mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini
dicapai dengan jalan :
a. Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan siswa dengan apa yang dikatakan
guru.
22
c. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
terkait.
d. Membandingkan apa yang dikatakan key informan dan informan.
8. Tahap-tahap Penelitian
Dalam penelitian ada beberapa tahap-tahap yang dilakukan oleh
peneliti, antara lain :
a. Kegiatan administrasi yang meliputi pengajuan ijin operasional dari
IAIN Salatiga untuk melakukan penelitian kepada guru-guru di SMK
Negeri 03 Salatiga.
b. Memilih jumlah orang untuk menjadi key informan dan informan.
c. Melakukan observasi lapangan dan informan sehingga langsung
mendapat data.
d. Meminjam dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk kelengkapan
data penelitian.
e. Penyajian data dengan susunan dan urutan-urutan yang memungkinkan
dan memudahkan untuk dilakukan pemaknaan.
f. Mereduksi data dengan cara membuat data-data yang lemah atau
menyimpang setelah mulai tampak adanya kekurangan data sebagai
akibat proses reduksi. Selanjutnya direncanakan untuk mengumpulkan
data.
H. Sistematika Pembahasan
Secara umum dalam penulisan skripsi ini terbagi dari beberapa bagian
pembahasan teoritis dan pembahasan empiris dari dua pokok pembahsan
23
tersebut kemudian penulis jabarkan menjadi lima bab. Adapun perinciannya,
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN.
Dalam bab ini penulis akan mengemukakan pokok-pokok pikiran
yang mendasari penulisan skripsi ini. Pokok-pokok tersebut antara
lain : latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian,
sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA.
Pada bab II ini penulis akan mengemukakan tinjauan teoritis
tentang: Pertama, tinjauan pendidikan agama Islam, meliputi:
pengertian pendidikan agama Islam, tujuan pendidikan agama
Islam dan upaya guru dalam memberikan pendidikan agama Islam.
Kedua, tinjauan pluralisme agama, meliputi: pengertian pluralisme
agama, pluralisme agama dalam Al-Qur‟an, pluralisme agama di
lingkungan sekolah.
BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum SMK Negeri 03 Salatiga;
tinjauan historis; letak geografis, keadaan penduduk, struktur
organisasi dan paparan mengenai nilai-nilai pluralisme agama
yang terdapat di SMK Negeri 03 Salatiga, upaya yang dilakukan
guru pendidikan agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan
nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga dan cara
pengaktualisasian nilai-nilai pluralisme agama oleh guru
24
pendidikan agama Islam (PAI) dapat mewujudkan harmoni
keberagamaan di SMK Negeri 03 Salatiga.
BAB IV : PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisi tentang nilai-nilai pluralisme agama yang
terdapat di SMK Negeri 03 Salatiga, upaya yang dilakukan guru
pendidikan agama Islam (PAI) dalam mengaktualisasikan nilai-
nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga dan
pengaktualisasian nilai-nilai pluralisme agama oleh guru
pendidikan agama Islam (PAI) dapat mewujudkan harmoni
keberagamaan di SMK Negeri 03 Salatiga.
BAB V : PENUTUP
Meliputi tentang kesimpulan dan saran-saran yang menjadi akhir
dari penulisan skripsi ini
25
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
I. Tinjauan Tentang Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan merupakan salah satu dari kebutuhan mendasar manusia yang
selalu diperlukan di sepanjang hidupnya. Pendidikan merupakan sarana untuk
memberikan petunjuk hidup dan membangun diri manusia manjadi seorang
pemikir. Dari sisi sosial, pendidikan merupakan faktor penting dalam hidup
bermasyarakat. Masalah pendidikan adalah masalah yang penting dalam
kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga maupun kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sehingga pendidikan dijadikan suatu ukuran maju mundurnya suatu
bangsa. Sedangkan yang dimaksud dengan dasar pendidikan adalah suatu
landasan yang dijadikan pegangan dalam menyelenggarakan pendidikan.
Umumnya yang menjadi landasan penyelenggaraan pendidikan suatu bangsa dan
negara adalah pandangan hidup bangsa dan falsafah hidupnya.
Dalam hal ini menurut Zuhairini, yang dikutip oleh Muhaimin (2002:36)
menjelaskan bahwa:
Dalam Islam pada mulanya pendidikan disebut dangan kata “ta‟lim” dan
“ta‟dib” mengacu pada pengertian yang lebih tinggi, dan mencakup unsur-
unsur pemgetahuan („ilm), pengajaran (ta‟lim) dan pembimbingan yang baik
(tarbiyah). Sedangkan menurut Langgulung (1997), pendidikan Islam itu
setidak-tidaknya tercakup dalam delapan pengertian, yaitu Altarbiyah al-
diniyah (pendidikan keagamaan), ta‟lim al-din (pengajaran agama), al-
ta‟lim al-diny (pengajaran keagamaan), al-ta‟lim al-Islamy (pengajaran
keislaman), tarbiyah al-muslimin (pendidikan orang-orang Islam), al-
tarbiyah fi al-Islam (pendidikan dalam Islam), al-tarbiyah „inda almuslimin
pendidikan di kalangan orang-orang Islam), dan al-tarbiyah al- Islamiyah
(pendidikan Islam).
26
Para ahli pendidikan biasanya lebih menyoroti istilah tersebut dari aspek
perbedaan anatara tarbiyah dan ta‟lim, atau antara pendidikan dan pengajaran. Di
kalangan para peneliti Indonesia, istilah pendidikan biasanya lebih diarahkan pada
pembimbingan watak, moral sikap atau kepribadian, atau lebih mengarah pada
afektif, sementara pengajaran lebih diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan
atau menonjolkan dimensi kognitif dan psikomotor.
Sedangkan menurut Zakiah Daradjat (1996:86) pengertian Pendidikan
Agama Islam dapat disimpulkan, sebagai berikut :
a. Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap
anak didik, agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan
mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan
hidup (way of life).
b. Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan
ajaran Islam.
c. Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran
agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar
nantinya setelah selesai dari pendidikannya, ia dapat memahami, menghayati
dan mengamalkan ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara
menyeluruh serta menjadikannya sebagai suatu pandangan hidupnya, demi
keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia maupun di akhirat kelak.
Jadi, Pendidikan Agama Islam merupakan “usaha sadar yang dilakukan pendidik
dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan
mengamalkan ajaran agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau
27
pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”
(Majid dan Andayani, 2004:132).
Pengertian pendidikan lebih diperluas cakupannya, pertama sebagai
aktivitas berarti upaya secara sadar yang dirancang untuk membantu seseorang
atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup,
dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun
mental dan sosial. Kedua, pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa
perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya
suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau
beberapa pihak.
2. Dasar Pendidikan Agama Islam
Dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama di Indonesia memiliki status
yang lebih kuat. Dasar tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi :
a. Dasar dari segi Yuridis atau hukum
Dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama yang berasal dari
peraturan perundang-undangan, yang secara langsung dan tidak langsung
dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah-
sekolah ataupun lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia.
1) Dasar ideal
Dasar Ideal adalah dasar dari falsafah Negara Pancasila dimana sila
pertama dari Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mengandung
pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan
Yang Maha Esa atau tegasnya harus beragama. Untuk merealisir hal
tersebut, maka diperlukan adanya pendidikan agama di sekolah.
28
2) Dasar stuktural / Konstusional
Yakni dari dasar UUD 1945 dalam bab IX pasal 29 ayat 2, yang
berbunyi :
a) Negara berdasarkan Atas Ketuhanan Yang Maha Esa
b) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu.
Dari bunyi UUD tersebut adalah mengandung pengertian bahwa bangsa
Indonesia harus beragama. Dalam arti orang atheis dilarang hidup di
negara Indonesia. Di samping itu negara melindungi umat beragama,
untuk menunaikan ajaran agamanya dan beribadah menurut agamanya
masing-masing. Karena itu supaya umat beragama tersebut dapat
menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing
diperlukan adanya pendidikan agama.
3) Dasar operasional
Yang dimaksud dengan dasar operasional adalah dasar yang secara
langsung mengatur pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah di
Indonesia. Pelaksanaan pendidikan Agama secara langsung dimasukkan ke
dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai
dengan universitas-universitas negeri.
b. Dasar dari religius
Yang dimaksud dengan dasar religius adalah dasar-dasar yang
bersumber dari agama Islam yang tertera dalam ayat Al-Qur‟an maupun
Hadist Nabi. “Al-Qur‟an adalah sumber ajaran Islam yang pertama, memuat
kumpulan wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW”
29
(Zainuddin, 2007:86). Menurut ajaran Islam, bahwa melaksanakan pendidikan
agama adalah merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan ibadah kepada-
Nya. Dalam Al-Qur‟an banyak ayat-ayat yang menunjukkan adanya perintah
tersebut, antara lain : Dalam surat An-Nahl ayat 125, berbunyi:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
(perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara
yang hak dengan yang bathil.) dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk”. (Departemen Agama RI,
2007:287)
Dalam surat Ali Imron ayat 124, berbunyi
Artinya: (ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin:
"Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan
tiga ribu Malaikat yang diturunkan (dari langit)?". (Departemen
Agama RI, 2007:66)
Untuk memahami yang terinci, umat Islam diperintahkan agar mengikuti
ajaran Rasulullah SAW. Karena tindak tanduk perilaku beliau itu merupakan
contoh kongrit yang dapat ditangkap oleh manusia. Dalam sabda Rasulullah
SAW :
مكارماألخالق ألمتم بعثت إمنا وسلم عليه اهللصلى اهللقالرسو : قال هريرة أىب وعن (البهخرار ررورااه (
Artinya : “sesungguhnya aku diutus oleh Tuhan (Allah), hanya umtuk
menyempurnakan akhlaq”(HR. Abu Hurairah)
30
Dengan demikian, dasar pendidikan agama Islam sudah jelas dan tegas
yaitu firman Allah dan Sunnah Rasulullah SAW, maka isi Al-Qur‟an dan
Hadits yang menjadi pedoman pendidikan agama Islam. Al-Qur‟an adalah
sumber kebenaran dalam agama Islam, sedangkan Sunnah Rasulullah yang
dijadikan landasan pendidikan agama Islam adalah berupa perkataan,
perbuatan atau pengakuan Rasulullah SAW dalam bentuk isyarat.
c. Dasar dari Sosial Psikologis
Setiap manusia selalu membutuhkan adanya suatu pegangan hidup
yang disebut agama. “Jiwa mengalami kesempurnaan melalui proses
pendidikan dan pengajaran akhlak serta santapan ilmu” (Hartati, 2004:71).
Mereka merasakan dalam jiwanya ada suatu perasaan yang menyakini adanya
suatu dzat yang Maha Kuasa, tempat mereka memohon pertolongan. Hal ini
terjadi pada masyarakat yang masih primitif maupun yang sudah modern,
mereka akan tenang dan tentram apabila mendekatkan diri kepada Allah. Hal
semacam ini sesuai dengan firman Allah QS. Ar-Ra‟a ayat 28:
Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Departemen
Agama RI, 2007:256)
Karena itu manusia akan selalu berusaha untuk selalu mendekatkan diri
kepada Allah, hanya saja mereka mengabdi dan mendekatkan diri pada itu,
dari dasar pendidikan itu akan menentukan corak dan isi pendidikan, dan dari
tujuan pendidikan akan menentukan arah mana anak didik itu dibawa. Dari
dasar pelaksanaan pendidikan Agama Islam di sekolah-sekolah maka jelaslah
bahwa pendidikan Agama Islam merupakan suatu hal yang wajib diikuti dan
31
dilaksanakan dengan penuh keiklasan secara baik dan benar semua yang
beragama Islam.
3. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Pendidikan dalam Islam harus kita pahami sebagai upaya mengubah
manusia dengan pengetahuan dengan sikap dan prilaku yang sesuai dengan
kerangka nilai tertentu (Islam). Secara pasti tujuan pendidikan Islam yaitu
menciptakan SDM yang berkepribadian Islam, dalam arti cara berfikirnya
berdasarkan nilai Islam dan berjiwa sesuai dengan ruh dan nafas Islam. Begitu
pula, metode pendidikan dan pengajaran disusun untuk mencapai tujuan tadi.
Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tercapainya tujuan tersebut tentu
akan dihindarkan. Jadi, pendidikan Islam bukan semata-mata melakukan
knowledge transfer, tetapi memperhatikan apakah ilmu pengetahuan yang
diberikan itu dapat mengubah sikap atau tidak. Tujuan pendidikan Islam bukanlah
menghasilkan warga negara dan pekerjaan yang baik, tetapi untuk menciptakan
manusia yang baik. Dalam kerangka ini maka diperlukan monitoring yang intensif
oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk pemerintah (negara) terhadap perilaku
peserta didik, sejauh mana mereka terikat dengan konsepsi-konsepsi Islam.
Tujuan pendidikan agama Islam secara umum ialah “meningkatkan
keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama
Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT serta berpendidikan agama Islam mulia dalam kehidupan kepribadian,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara” (GBPP PAI, 1994). Hal ini sering
dengan tujuan diciptakannya manusia oleh Allah, yaitu untuk beribadah
kepadanya (Allah), Allah berfirman dalam QS. Adz Dzariyaat ayat 56 :
32
Artinya : “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku” (Departemen Agama RI,
2007:523)
Tujuan umum pendidikan agama tersebut dengan sendirinya tidak akan
dapat dicapai dalam waktu sekaligus, tetapi membutuhkan proses atau
membutuhkan waktu yang panjang dengan tahap tertentu, dan setiap tahap yang
dilalui itu juga mempunyai tujuan tertentu yang disebut tujuan khusus.
Dalam membahas tujuan Pendidikan Agama Islam menurut beberapa ahli
atau tokoh pendidikan Islam adalah :
a. Imam Al Ghazali mengatakan tujuan pendidikan agama Islam yang hendak
dicapai adalah “pertama kesempurnaan manusia yang puncaknya dekat
dengan Allah, kedua kesempatan manusia yang puncaknya kebahagiaan di
dunia dan di akhirat” (Aminuddin, 2005:20).
b. Muhamad Athiyah Al Abrasi mengemukakan tujuan pendidikan Islam secara
umum, ialah: untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia; persiapan
untuk kehidupan dunia dan akhirat; persiapan mencari rizki dam pemeliharaan
segi-segi kemanfaatan; menumbuhkan semangat ilmiah scientivic spirit pada
pelajar dan memuaskan arti untuk mengetahui dan memungkinkan ia
mengkaji ilmu demi ilmu; menyiapkan pelajaran dalam segi profesional,
tehnis supaya dapat menguasai profesi tertentu, dan ketrampilan tertentu agar
ia dapat mencapai rizki dalam hidup disamping memelihara segi kerohanian
(Aminuddin, 2005:20).
33
c. Menurut Ahmad D. Marimba dalam bukunya Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam menyatakan “tujuan akhir pendidikan Islam adalah terbentuknya
kepribadian muslim” (Hamdani, 1998:15).
Dari beberapa pendapat tersebut diatas maka dapat ditarik suatu pengertian
bahwa tujuan pendidikan agama Islam yaitu untuk mencapai keseimbangan
pertumbuhan diri pribadi manusia muslim secara menyeluruh melalui latihan
kejiwaan, akal fikiran, kecerdasan, perasaan dan panca indra, sehingga memiliki
kepribadian yang utama. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus
mengembangkan seluruh aspek kehidupan manusia baik spiritual, intelektual,
imajinasi (fantasi), jasmaniah, keilmihannya, bahasanya, baik secara kelompok
serta mendorong aspek-aspek itu kearah kebaikan atau kesempurnaan hidup.
Dengan uraian singkat dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
meningkatkan taraf kehidupan manusia melalui aspek-aspek yang ada sehingga
sampai kepada tujuan yang telah ditetapkan dengan proses tahap demi tahap.
Manusia akan mendapat kematangan hidup setelah mendapat bimbingan dan
usaha-usaha melalui proses pendidikan.
4. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Menurut Zakiah Daradjat (1991) mengatakan bahwa Pendidikan Agama
Islam mempunyai fungsi yang sangat penting untuk pembinaan dan
penyempurnaan kepribadian dan mental anak, karena Pendidikan Agama Islam
mempunyai dua aspek terpenting, yaitu:
a. Ditujukan pada jiwa atau pembentukan kepribadian. Artinya bahwa melalui
pendidikan agama Islam ini anak didik diberikan keyakinan tentang adanya
Allah SWT.
34
b. Ditujukan kepada aspek pikiran (intelektualitas), yaitu pengajaran Agama
Islam itu sendiri. Artinya, bahwa kepercayaan kepada Allah SWT, beserta
seluruh ciptaan-Nya tidak akan sempurna manakala isi, makna yang
dikandung oleh setiap firman-Nya (ajaran-Nya) tidak dimengerti dan
dipahami secara benar.
Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani (2004:134) pendidikan agama
berfungsi, sebagai berikut: Pertama, pengembangan, yaitu meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan
dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban
menanamkan keimanan dan ketaqwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam.
Kedua, keluarga berfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam diri
anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketaqwaan
tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Ketiga, penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk
mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Keempat, penyesuaian mental
yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Kelima, perbaikan yaitu untuk
memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kelemahan peserta didik dalam
keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
Keenam, pencegahan yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya
atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat
perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya. Ketujuh, pegajaran
tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nir-nyata)
35
sistem dan fungsionalnya. Kedelapan, penyaluran yaitu untuk menyalurkan anak-
anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat
berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri
dan bagi orang lain.
J. Tinjauan Tentang Pluralisme Agama
1. Pengertian Pluralisme Agama
Secara etimologi, pluralisme agama, berasal dari dua kata, yaitu
“pluralisme atau pluralism” dan “agama”. Pluralisme berasal dari kata “plural”
yang berarti banyak atau berbilang atau “bentuk kata yang digunakan untuk
menunjukkan lebih daripada satu” (form of word used with reference to more than
one). Pluralisme dalam filsafat adalah pandangan yang melihat dunia terdiri dari
banyak makhluk. Istilah ini sering dilawankan dengan monoteisme yang
menekankan kesatuan dalam banyak hal atau dualisme yang melihat dunia terdiri
dari dua hal yang berbeda. Monoisme terbagi kepada physic monoism yang
terwujud dalam filsafat materialisme bahwa seluruh alam adalah benda dan
mental monoism atau idealism yang menyatakan bahwa alam seluruhnya adalah
gagasan atau idea. Pada dualism, segala sesuatu dilihat sebagai dua, Filsafat
Zoroaster misalnya, melihat dunia terbagi kepada gelap dan terang, dan Descartes
mempertentangkan antara pikiran (mind) dan benda (mater). Pada pluralism,
segala hal dilihat sebagai banyak (Riyal Ka‟bah, 2005:68).
Dalam bahasa Arab diterjemahkan “al-ta‟addudiyyah aldiniyyah” dan
dalam bahasa Inggris “religious pluralism”. Oleh karena istilah pluralisme agama
berasal dari bahasa Inggris, maka untuk mendefinisikannya secara akurat harus
36
merujuk kepada kamus bahasa tersebut. Pluralisme berarti “jamak” atau lebih dari
satu. Pengertian secara bahasa: Dalam kamus Oxford, pluralisme ditafsirkan
kedalam dua bentuk yakni; Pluralisme, yang menunjukkan suatu kehidupan dalam
sebuah masyarakat yang dibentuk oleh kelompok-kelompok suku-bangsa yang
berbeda-beda, di mana kelompok-kelompok ini mempunyai kehidupan politik dan
agama yang berbeda. Definisi ini bentuknya menjelaskan suatu fenomena
kemasyarakatan. Pluralisme berarti menerima prinsip bahwa kelompok-kelompok
suku-bangsa yang berbeda-beda dapat hidup secara rukun dan damai dalam suatu
masyarakat. Definisi ini mengandung suatu ide dan maktab pemikiran
(http://www.nusantaraonline.com/, diakses tanggal 30 Oktober 2015 jam 13 30
WIB).
Adapun tentang agama para ahli sosiologi dan antropologi cenderung
mendefinisikan agama dari sudut fungsi sosialnya, yaitu suatu sistem kehidupan
yang mengikat manusia dalam satuan-satuan atau kelompok-kelompok sosial.
Sedangkan kebanyakan pakar teologi, fenomenologi dan sejarah agama melihat
agama dari aspek substansinya yang sangat asasi yaitu sesuatu yang sakral.
Pluralisme agama secara istilah, minimal memiliki empat macam penggunaan :
(http://www.nusantaraonline.com/, diakses tanggal 30 Oktober 2015 jam 13 30
WIB)
a. Pluralisme disamakan dengan toleransi, yakni bermakna toleran dan hidup
bersama secara rukun untuk mencegah dan mengantisipasi pertikaian dan
peperangan.Dalam definisi ini, keragaman dan kejamakan diterima sebagai
suatu realitas kemasyarakatan. Yakni para pengikut masing-masing dari
37
agama dan mazhah, dalam kenyataan mereka memandang bahwa hanya diri
mereka yang benar dan ahli selamat, dalam bergaul dan bermasyarakat dengan
para pengikut agama dan mazhab lainnya selalu toleran, rukun, dan saling
menghormati.
b. Pluralisme yang bermakna agama adalah satu. Semua agama datang dari sisi
Tuhan, tetapi mempunyai wajah yang berbeda-beda. Perbedaan agama-agama
tidak pada tataran substansi agama, akan tetapi pada arah pemahaman agama.
Sekelompok orang memahami perkara Ilahi dalam satu bentuk maka mereka
menjadi Yahudi. Segolongan lainnya memahaminya dalam bentuk lain maka
mereka menjadi orang-orang Nasrani. Adapun orang-orang Muslim dan
pengikut-pengikut agama lainnya memahami perkara-perkara Tuhan dalam
bentuk yang berbeda dengan kedua pengikut agama tersebut di atas.
c. Bentuk ketiga makna dari pluralisme adalah bahwa terdapat hakikat yang
banyak dan kita tidak memiliki hanya satu hakikat. Berbagai akidah dan
keyakinan yang saling bertentangan, terlepas dari perbedaan pemahaman kita,
semuanya adalah hakikat dan benar.
d. Hakikat, merupakan totalitas dari bagian-bagian dan unsur-unsur, di mana
masing-masing dari setiap unsure bagian ini ditemukan dalam setiap agama-
agama. Oleh karena itu, kita tidak memilili satu agama yang komprehensip
dan utuh, tetapi kita mempunya keseluruhan agama-agama yang setiap dari
mereka memiliki saham hakikat. Oleh karena itu, tidak satupun dari agama-
agama yang dapat mengklaim dirinya sebagai agama yang mencapai hakikat
38
secara keseluruhan dan sempurna. Tidak Islam. Tidak Nasrani, tidak Yahudi,
tidak Budha, dan tidak yang lainnya.
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa “pluralitas
agama” adalah kondisi hidup bersama (koeksistensi) antar agama (dalam arti yang
luas) yang berbeda-beda dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan
ciri-ciri spesifik atau ajaran masing-masing agama.
Namun dari segi konteks dimana “plurlisme agama” sering digunakan
dalam studi-studi dan wacana sosio-ilmiah pada era modern ini, memiliki definisi
yang berbeda. John Hick, yang dikutip Anis Malik Thoha misalnya menyatakan:
”Pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama-agama besar dunia
merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang, dan secara bertepatan
merupakan respon real atau Yang Maha Agung dari dalam pranata kultural
manusia yang bervariasi; dan bahwa transformasi wujud manusia dari pemusatan
diri menuju pemusatan hakiki terjadi secara nyata dalam setiap masing-masing
pranata kultural manusia tersebut dan terjadi, sejauh yang dapat diamati, sampai
pada batas yang sama. Dengan kata lain, Hick menurut Anis menegaskan
sejatinya semua agama adalah merupakan manifestasi-manifestasi dari realitas
yang satu. Dengan demikian, semua agama sama dan tak ada yang lebih baik dari
yang lain (Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari
www.hidayatullah.com didownload pada tanggal 12 Oktober 2015).
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan Pluralisme
Agama sebagai; Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa
semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif;
oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa agamanya
saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan
bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga
(Fatwa MUI dalam majalah Media Dakwah No.358 Ed. Sya‟ban 1426
H/September 2005:49).
39
2. Sosio-Historis Pluralisme Agama
Pemikiran pluralisme agama muncul pada masa yang disebut dengan
pencerahan (Enlightment) Eropa, tepatnya pada abad ke-18 Masehi, masa yang
sering disebut sebagai titik permulaan bangkitnya gerakan pemikiran modern.
Yaitu masa yang diwarnai dengan wacana-wacana baru pergolakan pemikiran
manusia yang berorientasi pada superioritas akal (rasionalisme) dan pembebasan
akal dari kungkungan-kungkungan agama. Di tengah hiruk-pikuk pergolakan
pemikiran di Eropa yang timbul sebagai konsekuensi logis dari konflik-konflik
yang terjadi antara gereja dan kehidupan nyata di luar gereja, muncullah suatu
paham yang dikenal dengan “liberalisme”, yang komposisinya adalah kebebasan,
toleransi, persamaan dan keragaman atau pluralisme (Thoha, 2005: 16-17).
Sebenarnya gagasan pluralisme agama merupakan upaya peletakan
landasan teoritis dalam teologi Kristen untuk berinteraksi secara toleran dengan
agama lain. Gagasan pluralisme agama ini merupakan salah satu elemen gerakan
reformasi pemikiran agama atau liberalisasi agama yang dilancarkan oleh Gereja
Kristen pada abad ke-19. Gerakan ini kemudian dikenal dengan Liberal
Protestantism. Pelopornya adalah Friedrich Schleiermacher. Memasuki abad ke-
20, gagasan pluralisme agama semakin kokoh dalam wacana pemikiran filsafat
dan teologi Barat (Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari
www.hidayatullah.com di akses pada 25 November 2015).
Seorang teolog Kristen liberal dalam sebuah makalahnya yang berjudul
"Posisi Agama Kristen di antara Agama-agama Dunia" yang disampaikan dalam
sebuah kuliah di Universitas Oxford (1923), Troeltsch melontarkan gagasan
40
pluralisme agamanya secara argumentatif. Menurutnya, semua agama termasuk
Kristen, selalu mengandung elemen kebenaran dan tidak satu agama pun yang
memiliki kebenaran mutlak. Konsep ketuhanan di muka bumi ini beragam dan
tidak tunggal. Tokoh lainnya adalah William E Hocking dengan gagasannya yang
ditulis dalam buku Re-thinking Mission (1932) dan Living Religions and A World
Faith. Ia tanpa ragu-ragu memprediksi akan munculnya model keyakinan atau
agama universal baru yang selaras dengan konsep pemerintahan global. Gagasan
serupa datang dari sejarawan Inggris ternama, Arnold Toynbee (1889-1975),
dalam karyanya An Historian's Approach to Religion (1956) dan Cristianity and
World Religions (1957). Juga seorang teolog dan sejarawan Kanada, Wilfred
Cantwell Smith yang dalam bukunya Towards A World Theology (1981) yang
mencoba meyakinkan perlunya menciptakan konsep teologi universal atau global
yang bisa dijadikan pijakan bersama bagi agama-agama dunia dalam berinteraksi
dan bermasyarakat secara damai dan harmonis. Fenomena sosial politik juga
mengetengahkan realitas baru kehidupan antar agama yang lebih nampak sebagai
penjabaran, bahkan suatu proses sinergi gagasan pluralisme agama ini (Anis
Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.com di akses
pada 25 November 2015).
Pluralisme agama pada awalnya adalah ide yang digagas sebagai respons
teologis atas perkembangan yang berlaku di masyarakat Barat ketika itu. Konflik
agama terjadi di mana-mana sehingga menimbulkan ribuan korban jiwa. Atas
nama agama, masing-masing pihak menghabisi pihak lain yang berseberangan
dengannya. Dalam kondisi seperti inilah kemudian lahir gerakan liberalisme.
41
Gerakan liberalisme pada awalnya bersifat politis karena tujuannya hanya untuk
membatasi intervensi gereja dalam administrasi pemerintahan. Akan tetapi, pada
abad 19, gerakan liberalisme menular ke barisan Kristen Protestan sehingga
melahirkan apa yang disebut Protestan Liberalisme. Tidak bisa dinafikan, gerakan
ini sangat kuat dipengaruhi oleh konsep modernisme yang juga sedang
berkembang saat itu. Di antara penggagas gerakan ini adalah teolog Protestan
Fredrich Schleiermacher (1768-1834), yang pikiran-pikirannya banyak
mempengaruhi John Hick. Ide-ide dasar pluralisme agama dapat ditelusuri dari
tulisan Schleiermacher. Schleiermacher menilai bahwa agama adalah urusan
privat; esensinya terletak pada jiwa dan diri manusia dalam interaksinya dengan
Yang Mutlak, bukan pada institusi tertentu dari agama atau bentuk-bentuk
eksternalnya.
Dalam kerangka teoretis pluralisme agama pada masa ini telah
dimatangkan oleh beberapa teolog dan filosof agama modern. Konsepsinya lebih
lihai, agar dapat diterima oleh kalangan antar agama. John Hick adalah yang
pertama kali merekonstruksi landasan-landasan teoretis pluralism agama
sedemikian rupa, sehingga menjadi sebuah teori yang baku dan populer. Hick
menuangkan pemikirannya dalam buku An Interpretation of Religion : Human
Responses to the Transcendent. Buku ini diangkat dari serial kuliahnya pada tahun
1986-1987, yang merupakan rangkuman dari karya-karya sebelumnya (Anis
Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.com).
Sementara itu gagasan pluralisme agama dalam wacana pemikiran Islam,
baru muncul pada masa-masa pasca Perang Dunia II, ketika mulai terbukanya
kesempatan besar bagi generasi-generasi muda Muslim untuk mengenyam
pendidikan di universitas-universitas Barat sehingga mereka dapat berkenalan dan
bergesekan langsung dengan budaya Barat. Dalam waktu yang sama, gagasan
pluralisme agama menembus dan menyusup ke wacana pemikiran Islam. Antara
42
lain melalui karya pemikir-pemikir mistik Barat Muslim seperti Rene Guenon dan
Frithjof Schuon. Karya-karya mereka ini, khususnya Schuon dengan bukunya The
Transcendent Unity of Religions, yang sarat dengan pemikiran, tesis dan gagasan
yang menjadi inspirasi dasar bagi tumbuh-kembangnya wacana pluralisme agama.
Beberapa faktor munculnya pluralisme agama, sebagai berikut:
a. Faktor pertama, keyakinan konsep ketuhanannya adalah paling benar (Truth
Claim).
b. Faktor kedua, keyakinan bahwa agamalah yang menjadi jalan keselamatan.
c. Faktor ketiga, keyakinan bahwa mereka adalah umat pilihan.
d. Faktor keempat, pergeseran cara pandang kajian terhadap agama. Dalam
kajian agama yang seharusnya berpijak pada keyakinan, kajian ilmiah
moderen memposisikan agama sebagai obyek kajian yang sama sebagaimana
ilmu pengetahuan pada umumnya, yaitu berpijak pada keraguan.
e. Faktor kelima, kepentingan ideologi dengan mengangkat isu-isu demokrasi,
hak asasi manusia dan kebebasan serta perdamaian dunia.
Berdasarkan ketiga faktor diatas (faktor ke-1, 2 dan 3) para penggagas
pluralisme melihat konflik yang terjadi seringkali dilandasi oleh keyakinan-
keyakinan internal agama itu sendiri. Sehingga persepsi tentang ketuhanan, jalan
keselamatan dan umat pilihan harus didefinisikan ulang, sehingga agama tidak
lagi berwajah eksklusif. Sedangkan untuk faktor ke-4 dan ke-5, memang tidak
bisa kita pungkiri pula bahwa pluralisme muncul dari background dan
dipengaruhi oleh interes kapitalisme, globalisme dan liberalisme. Teologi
pluralisme telah berkembang dengan kuat pada zaman modern ini. Namun ada
beberapa perbedaan pandangan dalam hal metodologi dan pendekatan filosofis di
43
kalangan pluralis. Sebagian pluralis berpandangan bahwa semua agama memiliki
inti atau esensi yang sama. Esensi yang sama ini dapat diidentifikasi secara
historis di dalam tradisi-tradisi mistik agama-agama dunia. Sedangkan sebagian
pluralis yang lain memulainya dengan asumsi relativitas historis, mereka
berpandangan bahwa semua tradisi bersifat relatif dan tidak dapat mengklaim
dirinya superior dibandingkan dengan jalan keselamatan lain, yang sama terbatas
dan sama relatifnya.
Pluralis merupakan penggabungan kedua unsur pendekatan di atas. Ia
menyatakan bahwa semua agama memiliki perbedaan-perbedaan historis dan
substansi yang penting. Menurut Hick pandangan bahwa semua agama memiliki
esensi yang sama, berada dalam bahaya mengkompromikan integritas tradisi
partikular dengan hanya menekankan satu aspek dari tradisi tersebut. Kesatuan
sesungguhnya dari agama-agama tidak ditemukan dalam doktrin atau pengalaman
mistik tetapi di dalam pengalaman keselamatan atau pembebasan yang sama.
Untuk memperjelas dan memperkokoh pemahaman tersebut, ia membangun suatu
garis besar teori tentang agama (Christian Sulistio, Teologi Pluralisme Agama
John Hick : Sebuah Dialog Kritis dari Perspektif Partikularis, dari
www.seabs.ac.id didownload pada tanggal 29 Oktober 2015).
3. Pluralisme Agama Dalam Al-Qur’an
Al-Qur‟an dengan sendirinya merupakan sumber rujukan paling otentik
bagi pluralisme. Dengan kata lain, Al-Qur‟an adalah pondasi bagi pluralisme di
dalam Islam. Al-Qur‟an menjelaskan dan menggambarkan tentang pluralisme
dengan porsi yang besar dan dalam. Penjelasan dan gambaran itu lebih besar dan
lebih dalam dari apa yang dibayangkan oleh para “pembelanya”. Al-Qur‟an tidak
pernah menghendaki manusia menjadi umat yang satu yang diatur oleh satu
44
konvensi atau satu gagasan. Mereka berbeda dan akan terus berbeda. Sebagian
mereka berbeda dengan yang lain dalam ras, bahasa, keyakinan dan lain-lain.
Al-Qur‟an menjelaskan,"perbedaan bahasa dan warna kulit kalian". Kata
ikhtilafa (berbeda) dengan berbagai derivasinya begitu banyak terdapat di dalam
Al-Qur‟an. Ini tidak lain menunjukkan ruang luas bagi adanya perbedaan yang
berarti pluralisme (Al-Banna. 2006: 13-14).
Al-Qur‟an tidak hanya mengisyaratkan pluralisme secara global, bahkan
Al-Qur‟an menanamkan kaidah mendasar bagi kenyataan pluralisme. Kaidah itu
kemudian mencapai klimaksnya ketika Al-Qur‟an menegaskan adanya pluralitas
agama yang saling berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya di dalam
hidup ini.
Bagian dari kaidah yang menopang pluralisme di dalam Al-Qur‟an adalah
kebebasan berkeyakinan. Prinsip ini merupakan dalil paling jelas bagi pluralisme.
Prinsip ini menyentuh sesuatu yang sangat mendasar dalam setiap agama. Dalam
banyak ayat Al-Qur‟an menjelaskan prinsip ini begitu tegas, tanpa ragu-ragu
sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah ayat 256:
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya
Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu
barang siapa yang ingkar kepada Thaghut (syaitan dan apa saja
yang disembah selain dari Allah SWT) dan beriman kepada Allah,
Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang
amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha Mengetahui (Departemen Agama RI, 2007:43)
Islam melihat keberagaman sebagai masalah pilihan, kemantapan dan
keyakinan, maka tidak boleh ada paksaaan, apapun bentuknya, seperti yang
45
dinyatakan dengan tegas dalam ayat di atas. Sebab dalam masalah ini, sepatutnya
seseorang itu ihklas, karena tanpa ihklas agama atau keimanan apapun tidak akan
bermakna apa-apa dalam kehidupannya.
Ayat Al-Qur'an di atas merupakan ungkapan yang sangat tegas dan
gamblang mengenai pandangan Islam terhadap kebebasan beragama dan
berkeyakinan, yang merupakan ciri kebebasan manusia yang paling utama.
Bahkan, menurut Sayyid Quthub, kebebasan ini merupakan hak asasi manusia
yang nomor satu, yang tanpanya manusia bukan lagi manusia (Thoha, 2005:210-
211). Sebagaimana dipertegas dalam firman Allah SWT, sebagai berikut:
a. QS. Yunus ayat 108
Artinya: “Katakanlah: "Hai manusia, Sesungguhnya teIah datang kepadamu
kebenaran (Al Quran) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa yang
mendapat petunjuk Maka Sesungguhnya (petunjuk itu) untuk
kebaikan dirinya sendiri. dan barangsiapa yang sesat, Maka
Sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. dan
Aku bukanlah seorang Penjaga terhadap dirimu (Departemen
Agama RI, 2007: 222).
b. QS. Al-Isra‟ ayat 15
Artinya: “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka
Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri;
dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi
(kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat
memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan meng'azab sebelum
kami mengutus seorang rasul (Departemen Agama RI, 2007: 284).
c. QS. Al-Kahfi ayat 29
46
Artinya: “Dan Katakanlah: Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir (Departemen
Agama RI, 2007: 298).
Ada beberapa ayat dalam Al-Qur‟an yang menunjukkan kepada nilai
pluralisme Islam, yang apabila kita hayati maka diharapkan hubungan antar
sesama kita, manusia dengan segala macam keanekaragaman ideologi, back-
ground sosial, etnik, dan sebagainya dapat terjembatani melalui nilai-nilai
pluralisme Islam ini.
Dalam QS. Al-Hujurat ayat 13, yang berbunyi:
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa
- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Departemen
Agama RI, 2007: 518)
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT telah menciptakan makhluknya, laki-
laki dan perempuan, dan menciptakan manusia berbangsa-bangsa, untuk menjalin
hubungan yang baik. Kata ta‟arafu pada ayat di atas maksudnya bukan hanya
berinteraksi tetapi berinteraksi positif. Karena itu setiap hal yang baik dinamakan
47
dengan ma‟ruf. Dijadikannya makhluk dengan berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku adalah dengan harapan bahwa satu dengan lainya dapat berinteraksi secara
baik dan positif. Sehingga interaksi positif itu sangat diharapkan menjadi
prasyarat kedamaian di bumi ini, namun yang dinilai terbaik disisi Tuhan atau
mereka yang termulia disisi Tuhan adalah mereka itu yang betul-betul dekat
kepada Allah. Jadi jelas Al-Qur‟an memberikan kepada kita alasan yang rasional
penciptaan manusia dengan beragam bangsa, bahasa, suku dan budaya. Kemudian
ditekankan dalam ayat lain, QS. Hud ayat 118, berbunyi:
Artinya : “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia
umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat
(Departemen Agama RI, 2007: 236)
Kalau Tuhan mau, dengan gampang sekali akan menciptakan mausia semua
dalam satu grup, monolitik, dan satu agama, tetapi Allah tidak menghendaki hal
tersebut. Tetapi Tuhan justru menunjukkan kepada realita bahwa pada hakikatnya
manusia itu berbeda-beda. Ini kehendak Tuhan. Atas dasar inilah orang berbicara
pluralisme.
Berbicara pluralisme artinya bukan satu, tetapi plural, banyak. Dan banyak
itu artinya berbeda, karena tidak ada yang sama. Maka kita harus bisa menghargai
pendapat orang lain, karena dia berbeda dengan kita. Itulah sebenarnya kita
inginkan di Indonesia ini, yaitu adanya respect terhadap pendapat orang lain, dan
inilah arti demokrasi. Tidak memaksakan kehendak satu kelompok kepada mereka
yang memiliki afinitas, hubungan erat dari segi ideologi, tauhid atau monoteisme,
48
mereka adalah Ahlu Kitab. Oleh karena itu, dalam QS. Al-Ankabut ayat 46,
mengharuskan kita berhubungan dengan baik terhadap mereka:
Artinya: Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli kitab, melainkan dengan
cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim 25 di
antara mereka, dan Katakanlah: "Kami Telah beriman kepada
(kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan
kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya
kepada-Nya berserah diri (Departemen Agama RI, 2007: 403).
Allah SWT memperkuat ayat tentang pluralisme dengan firman-Nya dalam
QS. Al-Maidah ayat 48:
Artinya: “... sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu
umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-
Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan
itu.” (Departemen Agama RI, 2007: 403).
Jadi jelas, bahwa nilai-nilai pluralisme dalam Islam dapat dijumpai dalam Al-
Qur‟an. Hanya saja terkadang karena fanatisme manusia yang membawa dia
bukan kepada khilaf, tetapi kepada syiqaq. Bahkan realita yang kita temukan
dalam sejarah perkembangan peradaban kemanusiaan, banyak sekali perbedaan
pendapat yang mengarah kepada pertikaian, pembunuhan dan kesalah-fahaman
yang merugikan kita sendiri.
49
Setelah tahu bahwa nilai-nilai pluralisme dalam Islam itu sangat kental,
maka kita harus mengembangkan nilai-nilai pluralisme ini untuk menghormati
pendapat orang lain dan tidak memaksakan pendapat kita kepada orang lain.
Karena orang lain juga memiliki keyakinan akan pendapatnya dan hal ini harus
kita hormati. Oleh karena itu dalam Al-Qur‟an jelas sekali disebutkan laikraha
fialdin, tidak ada pemaksaan dalam agama. Tidak bisa kita memaksakan kehendak
kita terhadap orang lain. Berilah kebebasan orang lain untuk mengutarakan
pendapatnya sebagaimana kita menginginkan kebebasan itu. Inilah inti dari
keadilan. Kalau kita mau menang sendiri berarti kita tidak adil. Karena kita juga
tidak ingin orang lain mau menang sendiri (Syihab, 2005: 15-18).
Pemahaman terhadap pluralisme yang relatif distingtif. Setidaknya ada tiga
poin yang terkandung dalam pluralisme, Pertama, pluralisme adalah keterlibatan
aktif ditengah keragaman dan perbedaan. Pluralisme sesungguhnya berbicara pada
tataran fakta dan realitas, bukan pada tatar teologis (sebagaimana inkusivisme),
oleh sebab itu pluralisme dalam tataran sosial lebih dari sekedar mengakui
keragaman dan perbedaan, melainkan merangkai keragaman untuk tujuan
kebersamaan. Kedua, pluralisme lebih dari sekedar toleransi. Dalam toleransi
akan lahir sebuah kesadaran tentang pentingnya menghargai orang lain. Tapi
pluralisme ingin melampaui capaian tersebut, yaitu menjadi sebuah upaya
memahami yang lain melalui sebuah pemahaman yang konstruktif. Pluralism
mengakui bahwa setiap entitas dalam masyarakat selalu mempunyai perbedaan
dan persamaan, oleh karena itu setiap entitas harus memahami dengan baik setiap
perbedaan dan persamaan tersebut. Ketiga, pluralisme bukan relativisme,
pluralisme adalah upaya menemukan komitmen bersama diantara berbagai
komitmen. Komitmen yang dimaksudkan adalah komitmen kemanusiaan. Disini
keragaman dalam pluralisme tetap dipertahankan, tidak dihilangkan. Sedangkan
50
relativisme berada pada posisi menafikan komitmen, bahkan menafikan kebenaran
itu sendiri (Misrawi, 2007:207-208).
Berdasarkan pemaparan diatas, terdapat beberapa bentuk orientasi
pluralisme, yaitu
1. Orientasi moral, yaitu ajakan untuk menyebarkan toleransi antar penganut
agama. Dalam istilah Muhammad legenhausen sebagai ”pluralisme religius
yang berifat normatif” yaitu himbauan dan kewajiban moral serta etis untuk
menghargai para pemeluk agama yang berbeda-beda dan mencegah arogansi
dalam beragama.
2. Pluralisme religius soteriologis (soteriological religious pluralism), yaitu
bahwa umat selain Kristen juga bisa memperoleh keselamatan Kristiani. Tesis
pluralisme soteriologi mula-mula diketengahkan John Hick untuk setidaknya
mengefektifkan pluralisme normatif secara psikologis.
3. Pluralisme religius epistemologi (epistemological religious pluralism), yaitu
pemahaman atau kesadaran setiap pengikut agama-agama didunia memiliki
kedudukan yang sama dalam konteks justifikasi keyakinan religius.
4. Pluralisme religius aletis (alethic religious pluralism), yaitu penegasan bahwa
kebenaran religius harus ditemukan dalam semua agama-agama dengan posisi
dan derajat yang sama.
5. Pluralisme religius deontis (deontic religious pluralism), yaitu pluralisme
yang menyangkut kehendak atau perintah Tuhan untuk mengikuti suatu tradisi
agama. Pluralisme jenis ini berupaya memberikan pemahaman dan tanggung
jawab manusia dihadapan keragaman tradisi agama didunia. Menurut
pluralisme religius deontis, pada beberapa daur sejarah tertentu (diachronic),
Tuhan memberikan wahyu pada umat manusia melalui seorang nabi dan rasul,
sampai ditetapkan rasul muhammad sebagai sebagai risalah terakhir.
51
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Bab ini berisi tentang gambaran umum SMK Negeri 03 Salatiga; paparan
mengenai nilai-nilai pluralisme agama yang terdapat di SMK Negeri 03 Salatiga,
upaya yang dilakukan guru pendidikan agama Islam (PAI) dalam
mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga dan
cara pengaktualisasian nilai-nilai pluralisme agama oleh guru pendidikan agama
Islam (PAI) dapat mewujudkan harmoni keberagamaan di SMK Negeri 03
Salatiga.
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Identitas Sekolah
Pada sub bahasan ini peneliti akan menjelaskan mengenai tempat yang
dijadikan objek penelitian, antara lain: Nama Sekolah : SMK Negeri 03 Salatiga,
Kepala Sekolah : Drs. Hadi Sutjipto, M.T. dengan Alamat Sekolah : Jl. Ja‟far
Shodiq, RT: 01 RW: 07 Desa : Kalibening. Sedangkan pendirian SMK Negeri 03
Salatiga pada 21 Mei 2007 yang diresmikan : 25 Mei 2007. Untuk status sekolah
adalah negeri dengan luas tanah : 52.000 m2 dan NSS : 321036202008. Adapun
bidang keahlian yang terdapat di SMK Negeri 03 Salatiga, antara lain: Teknik
Mekatronika, Teknik Ototronika, TSM, Teknik Sepeda Motor, Welding, ATPH
dan Geomatika.
2. Sejarah dan Letak Geografis SMK Negeri 03 Salatiga
Menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang efisien dan efektif,
sangat diharapkan oleh setiap intitusi penyelengara pendidikan. Untuk
52
mewujudkannya diperlukan kemampuan kerja yang maksimal, disiplin, dan
moralitas yang tinggi di kalangan anggota/ personal sekolah, perencanaan yang
memadai menjadi suatu acuan agar kemampuan optimal siswa dapat terwujud.
Bertitik tolak dari pandangan dan keinginan di atas, SMK Negeri 03 Salatiga
sebagai salah satu intitusi penyelenggara pendidikan, telah merumuskan konsep
sebagai landasan atau acuan penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam
bentuk visi dan misi.
Keberadaan Unit sekolah Baru (USB) SMK Negeri 03 Salatiga telah lama
diharapkan oleh masyarakat khususnya kota Salatiga, untuk menjawab kebutuhan
pendidikan yang betagam dan berkualitas. Keberadaan SMK Negeri 03 Salatiga
dituangkan dengan surat keputusan operasional penyelenggara program keahlian
No. 420.5/1510 Kepala Dinas Pendidikan Kota Salatiga. Kegiatan pembangunan
Unit Sekolah Baru (USB) SMK Negeri 03 Salatiga menggunakan dana APBN,
APBD dan Komite Seklah. Kegiatan tersebut tidak akan terwujud tanpa dukungan
pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, sesuai kesepakatan bersama antara
direktur pembinaan SMK dan Walikota Salatiga, Nomor : 0507 bf/C
5.4/Kep./KU/2007 tanggal 25 Mei 2007. Pemilihan lokasi di daerah Kelurahan
Kalibening karena pertimbangan keinginan masyarakat terhadap akan adanya
sebuah sekolah menengah negeri dan keinginan pemerintah kota Salatiga untuk
mengembangkan potensi daerah yang ada. Dengan demikian, keberadaan sekolah
diharapkan akan mewujudkan terjadinya pengembangan potensi daerah yang
berdampak positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.
53
Mulai tahun pelajaran 2008/2009 oleh Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan, SMK Negeri 03 Salatiga ditunjik sebagai sekolah aliansi
dari sekolah model SMK Negeri 2 Salatiga dalam program pengembangan SMK
SBI INVEST dan sekolah ini memberikan pendidikan teknologi dengan
penguatan di bidang agama, sehingga lulusan yang dihasilkan akan memiliki
kemampuan secara teknis berkompeten diikuti kematangan mental keagamaan
yang kuat. Diharapkan setiap lulusan akan lebih siap menghadapi kehidpan dunia
kerja yang nyata dengan dihadapkan pada persaingan yang rapat. Sekolah yang
didirikan di Jl. Ja‟far Shodiq ini sejak didirikan sekolah ini mengalami
perkembangan yang sangat pesat, baik mengenai tenaga pengajar, jumlah murid,
maupun fasilitas sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses belajar
mengajar. Sekolah ini juga sudah terakreditasi A.
Pada penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3
yang bertempat di Jalan Ja‟far Kalibening Kecamatan Tingkir dan menempati
gedung yang dibangun diatas tanah 52.000 m2. Sekolahan ini dekat dengan
penduduk desa sehingga sebagian dari masyarakat yang tinggal disitu banyak
yang menyekolahkan anaknya di sekolahan itu, selain dekat, mudah dijangkau
juga sekolah itu tergolong baru dan strategis dengan di batasi oleh :
a. Sebelah Utara : arena persawahan
b. Sebelah Selatan : TK dan RA Masyitoh
c. Sebelah Barat : Jalan dan rumah penduduk
d. Sebelah Timur : arena persawahan
54
3. Visi dan Misi SMK Negeri 03 Salatiga
a. Visi
Menyelenggarakan sekolah unggul dengan maksud mencetak tenaga siap
kerja diperusahaan dan/atau siap berwirausaha.
b. Misi
1) Menyiapkan tamatan yang mempunyai keseimbangan antara soft
kompetensi dan hard kompetensi.
2) Menyiapkan tamatan yang siap bersaing di pasar global.
3) Menyiapkan tamatan yang mampu menerapkan sikap wirausaha.
4) Menyelenggarakan sekolah dengan suasana aman, indah, bersih dan
teratur.
5) Menyelenggarakan sekolah sebagai pusat kegiatan masyarakat kecil
yang indah sebagai sumbangan menjadi masyarakat madani.
4. Keadaan Guru di SMK Negeri 03 Salatiga
Suatu lembaga dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan haruslah
terdapat dua unsur pokok dalam proses pembelajaran yaitu pendidikan peserta
didik. Adapun jumlah tenaga pengajar SMK Negeri 03 Salatiga tahun 2015/2016,
sebagai berikut: jumlah guru CPNS sebesar 37 orang, Guru Tidak Tetap (GTT)
sebesar 17 orang, Pegawau Tetap (PT/CPNS) sebesar 9 orang dan Pegawai Tidak
Tetap sebesar 9 orang. Jadi total tenaga pengajar di SMK Negeri 03 Salatiga
sebesar 64 orang.
55
5. Keadaan Siswa-siswi dan Fasilitas Sekolah SMK Negeri 03 Salatiga
a. Keadaan Siswa-siswi
Data jumlah siswa SMK Negeri 03 Salatiga menurut agama tahun
pelajaran 2015/2016, sebagai berikut: untuk kelas X jumlah total siswa 503
dengan perincian 473 siswa beragama Islam, 20 siswa beragama Kristen dan 9
siswa beragama Katholik. Kelas XI jumlah total siswa 419, dengan perincian 399
siswa beragama Islam, 16 siswa beragama Kristen dan 4 siswa beragama
Katholik. Sedangkan Kelas XII jumlah total siswa 412, dengan perincian 398
siswa beragama Islam, 13 siswa beragama Kristen dan 1 siswa beragama
Katholik.
b. Fasilitas Sekolah SMK Negeri 03 Salatiga
SMK Negeri 03 Salatiga menempati tanah seluas 52.000 m2 dengan luas
bangunan 2.213 m2. Fasilitas pendidikan merupakan syarat-syarat yang sangat
penting bagi kelancaran proses belajar mengajar. Adapun fasilitas gedung atau
ruang dan alat-alat pelajaran yang dimiliki oleh SMK Negeri 03 Salatiga, sebagai
berikut : ruang kepala sekolah berjumlah 2 dengan luas bangunan 24 m2, ruang
guru berjumlah 1 dengan luas bangunan 108 m2, ruang TU berjumlah 1 dengan
luas bangunan 40 m2, ruang BP/BK berjumlah 1 dengan luas bangunan 12 m
2,
ruang ibadah berjumlah 1 dengan luas bangunan 45 m2, kantin sekolah berjumlah
1 dengan luas bangunan 51 m2, toilet berjumlah 5 dengan luas bangunan masing-
masing 30 m2, gudang berjumlah 1 dengan luas bangunan 8 m
2, tempat penjaga
berjumlah 1 dengan luas bangunan 8 m2, tempat parkir berjumlah 1 dengan luas
bangunan 231 m2, green house berjumlah 1 dengan luas bangunan 120 m
2, ruang
56
kelas berjumlah 16 dengan luas bangunan masing-masing 1008 m2, ruang Lab.
Fisika berjumlah 1 dengan luas bangunan 63 m2, ruang Lab. Bahasa berjumlah 1
dengan luas bangunan 93 m2, ruang Lab. Komputer berjumlah 1 dengan luas
bangunan 100 m2, ruang perpustakaan berjumlah 1 dengan luas bangunan 64 m
2,
ruang praktek tehnik mekatronik berjumlah 2 dengan luas bangunan 200 m2,
ruang praktek tehnik ototronik berjumlah 1 dengan luas bangunan 100 m2, ruang
praktek tehnik las berjumlah 2 dengan luas bangunan masing-masing 200 m2.
B. Paparan Data
1. Nilai-nilai Pluralisme Agama di SMK Negeri 03 Salatiga
Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan menunjukkan bahwa
nilai-nilai kesadaran pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga, walaupun
belum menyentuh ranah pemahaman yang dalam akan arti pluralisme itu sendiri,
telah dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat sekolah. Hal ini senada
dengan hasil wawancara dengan bapak Indaryanto, S.Pd.T selaku Waka
Kurikulum, sebagai berikut:
Saya mempunyai kebijakan tersendiri tentang masalah hubungan sosial
beragama di sekolah yang walaupun itu bukan merupakan kebijakan saya
yang tertulis akan tetapi harus dijalankan dalam kehidupan di sekolah oleh
segenap guru, siswa, dan semua masyarakat sekolah. Kebijakan saya ini
juga sebelumnya sudah saya bicarakan lebih lanjut kepada segenap guru
dan mereka dapat dikatakan sepakat dengan kebijakan ini. (hasil
wawancara, tanggal 17 November 2015)
Hal serupa juga diungkapkan oleh guru Pendidikan Agama Islam Bapak
Dulhadi, S.Ag., M.Pd.I. mengatakan bahwa penerapan nilai-nilai pluralisme
agama tersebut, itu sebenarnya sudah dilakukan sejak lama walaupun tanpa ada
ketentuan tertulis mengenai etika hubungan beragama di sekolah. Coba saja
57
dilihat fakta di lapangan, siswa terlihat memiliki keharmonisan dalam pergaulan
di sekolah. Bahkan tidak jarang kan kita melihat bahwa siswa non-muslim
terkadang juga ikut dalam kegiatan belajar mengajar mata pelajaran PAI dan
siswa muslim juga tidak merasa terganggu dengan keberadaannya (hasil
wawancara tanggal 17 November 2015).
Lebih lanjut dikemukakan pula oleh Ibu Siti Muhtariyah, S.Pd selaku guru
Pendidikan Agama Islam, sebagaimana berikut:
Kemajemukan dalam kemasyarakatan itu harus disadari oleh seluruh
masyarakat sekolah dan dipahami sebagai bentuk sunnatullh yang dengan
itu diharapkan dapat timbul rasa saling menghargai, tiada membedakan
hak individu, dan tidak saling menjatuhkan antara satu pemeluk agama
dengan pemeluk agama lainnya yang dapat mengakibatkan gesekan-
gesekan dalam hubungan sosial (hasil wawancara, tanggal 24 November
2015)
Kendatipun nilai-nilai pluralisme agama itu belum sepenuhnya disadari oleh
siswa, namun dalam prakteknya menunjukkan bahwa siswa tiada membeda-
bedakan latar belakang agama dalam pergaulan di sekolah, mereka tiada pula
saling menjatuhkan, dan tiada membatasi diri dengan penganut agama yang bukan
satu paham dengan mereka.
Dari hasil observasi terhadap tingkah laku dan kebiasaan pergaulan siswa
serta seluruh masyarakat sekolah yang peneliti lakukan di SMK Negeri 03
Salatiga menunjukkan bahwa dalam kehidupan sosial beragama, sekolah secara
keseluruhan dari guru, siswa, dan karyawan telah menerapkan nilai-nilai
pluralisme agama antara lain sebagai berikut:
a. Saling menghargai (esteeming each other).
b. Saling menghormati (respecting each other).
58
c. Tidak membeda-bedakan dalam pemberian hak kepada setiap individu.
d. Tidak saling menjatuhkan (do not affronting each other).
e. Mengakui keragaman agama sebagai bentuk sunnatullah.
2. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengaktualisasikan Nilai-
nilai Pluralisme Agama di SMK Negeri 03 Salatiga
Sekolah umum seperti halnya SMK Negeri 03 Salatiga, sudah pasti di
dalamnya terdiri dari berbagai siswa dari berbagai daerah dengan bermacam-
macam latar belakang suku, etnis dan terutama latar belakang agama. Keberadaan
masyarakat sekolah yang beragam itu menuntut adanya usaha untuk menanamkan
nilai-nilai pluralisme agama melalui pendidikan agama. Namun perlu digaris
bawahi adalah bahwa Pendidikan Agama Islam di sekolah-sekolah sesungguhnya
adalah jawaban untuk menyikapi pluralisme itu karena berhubung agama Islam
adalah sebagai fakta mayoritas baik di sekolah maupun masyarakat.
Pendidikan Agama Islam di SMK Negeri 03 Salatiga juga demikian
diharapkan mampu membentuk anak didiknya menjadi kaum pluralis di kalangan
sekolah melalui materi-materi ajar yang menanamkan kesadaran pluralitas yang
bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadits. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibu
Siti Muhtariyah, S.Pd. selaku guru Pendidikan Agama Islam sebagai berikut:
Sekolah, melalui Pendidikan Agama Islam berusaha memberi kepahaman
kepada seluruh siswa akan kesadaran pluralisme agama dengan ajaran-
ajaran Islam karena nilai-nilai pluralisme agama itu sebenarnya sudah ada
dalam ayat-ayat Al-Qur‟an tinggal bagaimana guru agama Islam
menanamkannya kepada siswa (hasil wawancara, tanggal 24 November
2015).
Adapun tindak lanjutnya sebagaimana yang dikemukakan Bapak M.
Hafid, S.Ag selaku guru Pendidikan Agama Islam, bahwa:
59
Guru agama Islam dituntut untuk selalu melakukan pengembangan materi
ajar sehingga relevan dengan keadaan keberagamaan. Pengembangan itu
wujudnya seperti pengembangan silabus untuk mata pelajaran Agama
Islam (hasil wawancara tanggal 17 November 2015).
Sedangkan dari hasil studi dokumentasi sekolah, dapat digambarkan bahwa materi
pelajaran agama Islam di SMK Negeri 03 Salatiga terdiri dari lima klasifikasi
materi yang terdiri dari; materi Al-Qur‟an, materi aqidah, materi Akhlak, materi
fiqih, dan materi tarikh dan kebudayaan Islam. Dari kelima materi tersebut
terdapat materi yang sudah dikembangkan yang di dalamnya membahas tentang
hubungan sosial kemasyarakatan baik hubungan antar agama maupun hubungan
intern agama.
Materi tersebut adalah materi Al-Qur‟an dan materi akhlak. Materi Al-
Qur‟an membahas; tentang manusia dan tugasnya sebagai khalifah di bumi yang
merujuk pada Al-Qur‟an surat Al Baqarah: 30, Al-Mukminum: 12-14, Az-Zariyat:
56 dan An Nahl : 78, keikhlasan dalam beribadah. Yang merujuk pada Al-Qur‟an
Al An‟am: 162-163 dan Al-Bayyinah: 5, ayat-ayat Al-Qur‟an tentang Demokrasi
yaitu QS Ali Imran: 159 dan QS Asy-Syura: 38, ayat-ayat Al-Qur‟an tentang
kompetisi dalam kebaikan yaitu QS Al Baqarah: 148 dan QS Al-Fatir: 32, ayat-
ayat Al-Qur‟an tentang perintah menyantuni kaum dhuafa yaitu QS Al Isra: 26–
27 dan QS Al-Baqarah: 177, ayat-ayat Al-Qur‟an tentang perintah menjaga
kelestarian lingkungan hidup yaitu QS Ar Rum: 41- 42, QS Al-A‟raf: 56-58, dan
QS Ash Shad: 27, ayat-ayat Al-Qur‟an tentang anjuran bertoleransi yaitu QS Al-
Kafiruun, QS Yunus: 40-41, dan QS Al-Kahfi: 29, ayat-ayat al-Qur‟an tentang
etos kerja yaitu QS Al-Mujadalah: 11 dan QS Al-Jumuah: 9-10, dan ayat-ayat Al-
60
Qur‟an tentang pengembangan IPTEK yaitu QS Yunus:101 dan QS Al-Baqarah:
164.
Untuk lebih jelasnya, peneliti paparkan materi pelajaran agama Islam
dalam aspek Al-Qur‟an yang berkaitan dengan usaha guru Pendidikan Agama
Islam dalam menanamkan nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03
Salatiga, yang bersumber dari data dokumentasi sekolah berupa silabus mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam. Adapun mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam – aspek: Al-Qur‟an, yang mengandung nilai-nilai pluralisme agama, adalah:
a. Kelas X semester II - materi pembelajaran QS. Ali Imran ayat 159 dan QS.
Asy-Syura ayat 38. QS. Ali Imran ayat 159 yang berbunyi:
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya. (Departemen Agama RI, 2007:159)
Materi pembelajaran QS. Ali Imran ayat 159 ini, merupakan ayat yang
mengandung nilai pluralisme agama yang berupa lemah lembut dan tidak
berbuat kasar terhadap penganut agama selain Islam. QS. Asy-Syura ayat 38
yang berbunyi:
61
Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada
mereka. (Departemen Agama RI, 2007: 38).
Adapun QS. Asy-Syura ayat 38 di atas mengandung nilai pluralisme
agama berupa ajaran untuk bermusyawarah dan melakukan dialog termasuk
juga melakukan dialog antaragama. Dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada lampiran silabus PAI kelas X semester II halaman 163.
b. Kelas XI semester I - materi pembelajaran QS. Al-Baqarah ayat 148 dan QS.
Fatir ayat 32
QS. Al-Baqarah ayat 148 yang berbunyi:
Artinya: Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia
menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam
membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan
mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Departemen Agama RI,
2007: 148)
Kemudian QS. Fatir ayat 32 yang berbunyi:
Artinya: Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang
Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka
ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka
ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih
dahulu berbuat kebaikan[1260] dengan izin Allah. Yang demikian
itu adalah karunia yang Amat besar. (Departemen Agama RI,
2007: 32)
62
QS. Al-Baqarah ayat 148 dan QS. Fatir ayat 32 di atas mengajarkan
tentang banyaknya jalan yang dapat ditempuh dalam kehidupan di dunia
sehingga menganjurkan manusia untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Ini
juga merupakan nilai pluralisme agama sebagaimana yang telah peneliti
paparkan pada bab II. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat lampiran silabus PAI
kelas XI semester I halaman 165.
c. Kelas XII semester I - materi pembelajaran QS. Al-Kafirun ayat 1-6 dan
QS. Yunus ayat 40-41 serta QS. Al-Kahfi ayat 29 Al-Qur‟an Surat Al-Kafirun
ayat 1-6 yang berbunyi:
Artinya: Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah
apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang
aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang
kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang aku sembah, untukmu agamamu, dan untukkulah,
agamaku. (Departemen Agama RI, 2007: 1-6)
Kemudian QS. Yunus ayat 40 yang berbunyi:
Artinya: Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al
Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak
beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-
orang yang berbuat kerusakan. Jika mereka mendustakan kamu,
Maka Katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu
pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan
dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.
(Departemen Agama RI, 2007: 40)
63
Serta QS. Al-Kahfi ayat 29 yang berbunyi:
Artinya: Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka
Barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
Barang siapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya
Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang
gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang
mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang
paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (Departemen
Agama RI, 2007: 29)
Ayat-ayat di atas, menggambarkan nilai pluralisme agama yang berupa
nilai saling menghoramti dan menghargai perbedaan dalam beragama dan
tiada paksaan dalam memilih agama sebagai pedoman hidup. Materi
Pendidikan Agama Islam pada aspek Al-Qur‟an di SMK Negeri 03 Salatiga
menekankan pada bagaimana agar siswa dapat membaca ayat Al-Qur‟an yang
diajarkan dengan baik, menyebutkan arti, mengidentifikasi tajwid,
mendiskusikannya dan yang terpenting adalah menampilkan prilaku yang
sesuai dengan ayat Al-Qur‟an yang dipelajari tersebut dengan tujuan
bagaimana siswa dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan materi akhlak membahas tentang materi pembelajaran
perilaku tercela dan prilaku terpuji dalam kehidupan sehari-hari. Materi
prilaku terpuji berupa perilaku husnuzhan, adab dalam berpakaian, adab
dalam berhias, adab dalam perjalanan, adab dalam bertamu dan menerima
64
tamu, hasad, riya, aniaya dan diskriminasi, taubat dan raja`, menghargai
karya orang lain, adil, ridha, amal shaleh dan materi pembelajaran tentang
persatuan dan kerukunan. Sedangkan materi prilaku tercela itu meliputi dosa
besar, isyrof, tabzir, ghibah, dan fitnah.
Adapun materi akhlak yang berkaitan dengan usaha guru Pendidikan
Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai pluralisme agama di SMK
Negeri 03 Salatiga adalah materi akhlak tercela yang berupa hasad, aniaya
dan diskriminasi yang diajarkan pada kelas X semester II serta materi tentang
persatuan dan kerukunan yang diajarkan pada kelas XII semester II.
Peran guru agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai pluralisme
agama dengan dukungan dari sekolah yang terkait sangat mutlak diperlukan.
Sekolah diharapkan mampu menyediakan media dan kurikulum yang
berkaitan dengan pluralisme agama. Sedangkan guru agama Islam berusaha
menanamkan nilai-nilai kesadaran pluralitas tersebut kepada siswa secara
komprehensif dan penuh kehati-hatian. Guru agama juga dituntut untuk dapat
memberi batasan-batasan dalam menerapkan nilai-nilai tersebut, sehingga
tidak terjadi kesalahan oleh siswa dalam memahami pluralisme agama itu.
Sehubungan dengan hal ini Bapak Dulhadi, S.Ag., M.Pd.I. mengemukakan:
Pluralisme agama itu sangat luas artinya jika dilihat dari berbagai sudut
pandang. Oleh karena itu kita sebagai guru agama Islam harus mampu
menjelaskannya kepada siswa secara jelas mengenai batasan-batasan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari antara mana yang boleh
diterapkan dan mana yang tidak harus diterapkan. Penerapannya itu
dibatasi dengan setiap siswa hanya boleh bertoleransi dalam hubungan
sosial kemasyarakatan saja dan tidak menyentuh ranah aqidah (hasil
wawancara, tanggal 24 November 2015).
65
Selain upaya-upaya yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama
Islam sebagaimana di atas, sekolah, dalam hal ini SMK Negeri 03 Salatiga,
juga berusaha menanamkan nilai-nilai pluralisme agama, baik melalui
kerikulum pembelajaran maupun melalui program-program keagamaan yang
tercakup dalam program ekstra kurikuler.
Muatan kurikulum SMK Negeri 03 Salatiga, meliputi sejumlah mata
pelajaran yang keluasan dan kedalamannya sesuai dengan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ditetapkan oleh BSNP dan muatan
lokal yang dikembangkan oleh sekolah serta kegiatan pengembangan diri.
Adapun mata pelajaran terdiri dari mata pelajaran wajib dan mata
pelajaran pilihan, lebih jelasnya sebagai berikut:
a. Mata Pelajaran Wajib:
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa
Indonesia, Matematika, Sejarah Indonesia, Bahasa Inggris, Penjasmani,
Seni & Budaya. Kemudian ditambah dengan mata pelajaran peminatan
bagi SMK yakni teknik mekatronika, teknik ototronika, teknik sepeda
motor, welding, ATPH dan geomatika
b. Mata Pelajaran Ekstra:
1) Bimbingan Baca Tulis Al-Qur‟an (BTQ). Pilihan ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan membaca dan menulis Al-Qur‟an.
2) Bimbingan Dakwah Islamiyah (BDI). Pilihan ini adalah untuk
memahami agama Islam secara lebih mendalam dan sebagai
pengembangan atas materi pembelajaran agama Islam di kelas. Akan
66
tetapi pada dasarnya program ini adalah sebagai program bersifat
penunjang yang lebih menekankan pada moral keagamaan siswa.
3) Bimbingan Mar‟atus Shalihah/Keputrian (dilaksanakan tiap hari
Jum‟at saat siswa laki-laki melaksanakan shalat Jum‟at dengan tujuan
meningkatkan pengetahuan agama siswa perempuan).
4) Bimbingan agama non-muslim (dilaksanakan pada hari jum‟at siang
ketika umat muslim melakukan shalat jum‟at. Bimbingan ini
dibimbing oleh guru agama masing-masing.
Program ekstra kurikuler, dalam prakteknya diharapkan menjadi
pelengkap sekaligus sarana praktek bagi materi pelajaran agama di kelas.
Program tersebut, sebagaimana di atas, meliputi; Bimbingan dakwah
Islamiyah (BDI), Bimbingan Mar‟atus Shalihah, Bimbingan Agama Kristen
Protestan, Bimbingan Agama Katolik, Bimbingan Agama Budha, dan
Bimbingan Agama Hindu. Seperti ungkapan Bapak M. Hafid, S.Ag. selaku
guru Pendidikan Agama Islam sebagai berikut:
Nilai-nilai pluralisme agama juga kita tanamkan kepada siswa muslim
melalui program sekolah yaitu Bimbingan Dakwah Islamiyah (BDI)
yang diadakan pada setiap hari jum‟at pagi pukul 07-00-08.00.
Sedangkan untuk bimbingan agama selain Islam, biasanya dilaksanakan
pada hari jum‟at pula, akan tetapi tidak pada pagi hari melainkan siang
hari ketika umat Islam sedang meksanakan shalat jum‟at (hasil
wawancara, tanggal 24 November 2015).
Bimbingan Dakwah Islamiyah (BDI) berisikan materi-materi yang
berkaitan dengan ubudiyah dan muamalah yang diangkat dari ayat-ayat
Al-Qur‟an. Program ini dibimbing langsung oleh guru Pendidikan Agama
Islam itu sendiri. Pemilihan guru Pendidikan Agama Islam sebagai
67
pembimbing program Bimbingan Dakwah Islamiyah (BDI) itu lebih
dikarenakan guru tersebut lebih memahami keadaan serta pemahaman siswa
akan arti pluralisme agama.
Satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan oleh guru Pendidikan Agama
Islam adalah bahwa guru agama sepatutnya menjadi tauladan bagi siswa
tentang bagaimana menerapkan nilai-nilai pluralisme agama, bagaimana
menentukan sikap terhadap agama lain dan bagaimana cara menjadi kaum
pluralis yang benar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Dulhadi, S.Ag.,
M.Pd.I. sebagai berikut:
Upaya menanamkan nilai-nilai kesadaran pluralitas tersebut adalah
merupakan tanggung jawab bersama, baik guru agama maupun guru
yang lainnya. Guru agama berkewajiban menjadi contoh bagaimana
seharusnya menetukan sikap dalam kehidupan sosial beragama (hasil
wawancara, tanggal 24 November 2015).
Gambaran di atas merupakan upaya-upaya yang dilakukan oleh guru
Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai-nilai pluralisme agama di
SMK Negeri 03 Salatiga. Mungkin dapat dikatakan bahwa apa yang
diharapkan dari upaya menanamkan nilai-nilai pluralisme agama itu adalah
manifestasi dari pendidikan nilai yang sejak lama diidam-idamkan demi
terwujudnya harmoni keberagamaan. Adapun upaya-upaya guru Pendidikan
Agama Islam tersebut kiranya dapat dikerucutkan, sebagai berikut:
a. Melakukan pengembangan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam
dengan cara mengembangkan silabus.
b. Memberi kepahaman kepada siswa akan arti pluralisme agama secara
mendalam melalui pelajaran agama Islam yang didasarkan pada Al-Qur'an
dan Hadits.
68
c. Melakukan bimbingan-bimbingan keagamaan di luar Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) di kelas.
d. Mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama kepada siswa dengan cara
menjadi suri tauladan yang baik.
e. Ikut serta dalam mensukseskan pendidikan nilai yang digalakkan oleh
sekolah yang terdapat dalam cakupan kelompok mata pelajaran estetika.
3. Harmoni Keberagamaan di SMK Negeri 03 Salatiga
Keragaman agama telah menjadi realitas historis kemanusiaan, sehingga ia
merupakan fenomena alamiah yang eksistensinya tidak dapat dipungkiri,
kapanpun dan oleh siapapun. Melalui keragaman agama ini sepatutnya membuat
kehidupan lebih dinamis, aktif dan kreatif, sehingga perbedaan dan pertentangan
sebagai akibat dari keragaman tersebut semestinya disikapi dengan arif positif dan
bukan dengan negatif alergis. Harmoni dalam keberagamaan adalah tujuan yang
diharapkan dari keragaman agama itu sendiri. Hal ini serupa dengan apa yang
diungkapkan oleh Bapak Dulhadi, S.Ag., M.Pd.I. selaku guru Pendidikan Agama
Islam sebagai berikut:
Harapan sosial yang dicita-citakan dari kenyataan pluralisme agama
adalah terwujudnya harmoni keberagamaan dan kerukunan terutama di
lingkungan sekolah karena dari pendidikan agama di sekolah itulah mulai
ditanamkannya nilai-nilai pluralitas kepada siswa (hasil wawancara
tanggal 24 November 2015).
Hasil dari observasi peneliti terhadap prilaku masyarakat sekolah di SMK
Negeri 03 Salatiga menunjukkan bahwa harmoni keberagamaan yang terdapat di
SMK Negeri 03 Salatiga berbentuk sikap sebagai berikut:
69
a. Toleransi (tolerance)
Toleransi merupakan sikap yang terpuji sehingga sepantasnya sikap
tersebut dimiliki oleh setiap individu beragama dan diamalkan tidak hanya
pada lingkungan sekolah melainkan juga diaplikasikan pada kehidupan sosial
di masyarakat. Begitu juga halnya di SMK Negeri 03 Salatiga, sikap toleransi
tersebut dijunjung, dihargai dan diaplikasikan pada prilaku individu beragama
sebagai ciri khas dan identitas sekolah.
Saat kegiatan belajar mengajar (KBM) Pendidikan Agama Islam
berlangsung, siswa agama non-muslim memperlihatkan sikap toleransi yang
dapat diambil contoh oleh siswa muslim. Siswa non-muslim tersebut tetap ikut
dalam kegiatan belajar mengajar Pendidikan Agama Islam dengan tanpa
menimbulkan kegaduhan ataupun rasa tidak menghargai, bahkan tidak jarang
di antara mereka yang terkadang meminta izin untuk bertanya seputar agama
Islam. Sekiranya Pendidikan Agama Islam yang diajarkan di kelas tersebut
adalah materi keimanan, maka mereka akan secara sadar untuk meninggalkan
kelas agar siswa muslim yang sedang belajar tidak merasa canggung dalam
bertanya ataupun memberikan argumentasi ketika diterapkan strategi Tanya
tawab.
Gambaran lain yang memperlihatkan sikap toleransi di SMK Negeri
03 Salatiga adalah, sebagaimana peneliti melakukan wawancara dengan bapak
Indaryanto, S.Pd.T selaku Waka Kurikulum, sebagai berikut:
Salah satu ciri yang membedakan SMK Negeri 03 Salatiga dengan
sekolah lain adalah bahwa SMK Negeri 03 Salatiga memiliki program
wajib shalat jum‟at secara berjamaah di masjid sekolah untuk seluruh
siswa yang beragama Islam, sedangkan siswi muslimnya mendapatkan
70
Bimbingan Mar‟atus Shalihah dengan tutor yang diambil dari guru
Pendidikan Agama Islam. Adapun siswa/siswi non-muslim mendapatkan
bimbingan sesuai dengan agama mereka masing-masing dan dibimbing
oleh guru agama masing-masing pula. Program ini dilakukan dengan
tujuan memberikan pendidikan psikomotorik kepada siswa muslim
berupa praktek shalat. Namun pada intinya program ini bertujuan agar
seluruh siswa selain siswa muslim laki-laki tidak berkeliaran pada saat
shalat jum‟at dilaksanakan, dan bermaksud untuk menanamkan kepada
seluruh siswa akan arti toleransi (hasil wawancara tanggal 17 November
2015).
b. Kerukunan (reconciliation), damai dan dinamis (peacefulness)
Kehidupan sosial beragama di SMK Negeri 03 Salatiga sudah pantas
jika dikatakan rukun, karena memang secara kasat mata, SMK Negeri 03
Salatiga, dalam kesehariannya jauh dari tindak kekerasan atas nama agama
dan bahkan tidak pernah terjadi gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan
konflik intern sekolah. Hal itu sesuai dengan kebijakan kepala SMK Negeri 03
Salatiga yang mengharapkan terjalinnya kerukunan intern sekolah.
Menurut data dokumen yang peneliti peroleh menunjukkan bahwa
SMK Negeri 03 Salatiga menanamkan nilai-nilai pluralisme agama dengan
baik. Hal ini dapat dilihat dari data Tata Tertib SMK Negeri 03 Salatiga yang
menunjukkan tidak adanya masalah dan gesekan antara siswa yang berkaitan
dengan hubungan sosial beragama.
Data tersebut hanya menjelaskan tentang pelanggaran-pelanggaran
siswa terhadap ketertiban di sekolah. Pelanggaran ketertiban di SMK Negeri
03 Salatiga dibedakan dari menjadi dua jenis yaitu jenis pelanggaran berat dan
jenis pelanggaran ringan.
Selanjutnya, dari dokumen tersebut dapat disebutkan bahwa setiap
siswa yang melanggar Aturan Tata Tertib SMK Negeri 03 Salatiga, akan
71
dikenakan sanksi berupa pemberian Point Pelanggaran, yang selanjutnya akan
dikenai tindakan oleh sekolah melalui Petugas Tatib. Pemberian point tersebut
disesuaikan dengan bentuk tindakan dari sekolah apakah itu berupa tindakan
peringatan, pemanggilan orang tua wali dan penandatanganan surat perjanjian.
Untuk mengetahui jelasnya dapat dilihat lampiran
Kemudian peneliti juga melakukan wawancara dengan Drs. Paulus
Hau Pita guru Bimbingan Konseling (BK) di SMK Negeri 03 Salatiga yang
mengatakan demikian:
Selama ini, di SMK Negeri 03 Salatiga belum pernah terjadi pelanggaran
pelanggaran oleh siswa yang dilatarbelakangi oleh perbedaan agama.
Saya katakan dengan jelas bahwa SMK Negeri 03 Salatiga cukup rukun
dalam kehidupan sosial sehari-hari. Selama ini pula, saya hanya sebatas
menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan kerajinan siswa dan
menangani limpahan dari Tatib ketika ada anak yang memperoleh point
cukup banyak (hasil wawancara tanggal 24 November 2015).
c. Rasa kebersamaan (togetherness) dan solidaritas (social solidarity)
Peneliti melakukan wawancara dengan Bapak Indaryanto, S.Pd.T
selaku Waka Kurikulum SMK Negeri 03 Salatiga yang mana hasilnya sebagai
berikut:
Untuk semua masyarakat sekolah, kita anjurkan agar saling
mengucapkan “selamat hari raya” kepada guru bahkan siswa dan
karyawan ketika kebetulan mereka sedang menjalankan hari raya.
Pemberian ucapan itu sepatutnya dilakukan tidak pada hari H (bertepatan
dengan hari raya), akan tetapi diberikan ketika sudah memasuki hari
kedua atau ketiga (H+2 dan H+3) dengan maksud menghargai pemeluk
agama yang bersangkutan dalam pelaksanaan hari raya tersebut (hasil
wawancara tanggal 24 November 2015).
Lebih lanjut Bapak Dulhadi, S.Ag., M.Pd.I. selaku guru Pendidikan
Agama Islam juga mengemukakan sebagai berikut:
72
Seandainya kita tidak dapat memberikan ucapan selamat kepada mereka
yang melaksanakan hari raya, maka kita cukup memberikan maaf sebagai
penggantinya sekaligus sebagai wujud rasa saling mengharagai. Karena
memang ada sebagian dari kita yang meyakini bahwa memberi
ucapanselamat itu tidak diperkenankan.
Sedangkan dari hasil observasi partisipan di lapangan, peneliti
menemukan kebiasaan dewan guru dan karyawan di SMK Negeri 03 Salatiga
bahwa setiap hari jum‟at pagi diadakan makan bersama di dapur sekolah.
Kegiatan makan bersama pada dasarnya memang terlihat sepele, namun hal
itu dapat menanamkan rasa kebersamaan yang tinggi pada diri setiap guru dan
karyawan yang nantinya dapat diambil contoh oleh segenap siswa sebagai
bentuk rasa solidaritas.
Rasa kebersamaan pada siswa ditanamkan melalui kegiatan Organisasi
Intra Sekolah (OSIS) yang dapat mewakili seluruh siswa dari latar belakang
agama apapun. Kegiatan yang menonjol, yang menampakkan kebersamaan
tanpa memandang perbedan agama, adalah kegiatan “Bakti Sosial”. Bakti
sosial diadakan setiap tahun oleh OSIS dan didukung oleh sekolah. Kegiatan
tersebut, walaupun diperuntukkan bagi masyarakat muslim sekitar SMK
Negeri 03 Salatiga, namun pada prakteknya, anggota OSIS yang notabene
non-muslim selalu turut serta dalam mensukseskannya. Selain itu juga masih
terdapat agenda-agenda keagamaan tahunan, seperti peringatan maulidur rasul
dan lain sebagainya, yang memperlihatkan kebersamaan dan solidaritas siswa
dalam keberagamaan.
Adapun kebersamaan masyarakat sekolah SMK Negeri 03 Salatiga
juga terlihat ketika hari-hari besar agama Kristen Protestan, Katolik, Budha
73
dan Hindu. Misalnya, ketika berkenaan dengan perayaan hari Imlek, peserta
didik yang selain beragama Budha, juga ikut memeriahkannya walaupun
perayaannya tidak dilaksanakan di sekolah. Begitu juga ketika hari raya Natal,
mereka yang tidak beragama Kristen ada saja yang berkunjung ke rumah guru
dan siswa agama Kristen dan saling memberikan maaf satu sama lain sebagai
wujud aktualisasi nilai-nilai pluralisme agama.
74
BAB IV
PEMBAHASAN
Adapun pada bab ini, peneliti berusaha menjelaskan dan menjawab
temuan penelitian dengan beberapa data yang ditemukan dari hasil observasi,
wawancara dan studi dokumentasi. Peneliti akan mendeskripsikan data-data
tersebut berdasarkan logika yang diperkuat dengan teori-teori yang sudah ada dan
relevan dengan keadaan keberagamaan saat ini. Deskripsi tersebut diharapkan
dapat menjadi sesuatu yang baru yang kemudian menjadi jawaban atas fenomena
keagamaan melalui pembaharuan arah dan orientasi materi Pendidikan Agama
Islam pada suatu lembaga pendidikan. Adapun yang akan peneliti paparkan dalam
bab ini, sebagai berikut:
A. Nilai-nilai Pluralisme Agama di SMK Negeri 03 Salatiga
Agama adalah sumber nilai dan norma bagi manusia dalam
membentuk tatanan kehidupan sosial yang dinamis demi kebahagiaan manusia
itu sendiri, baik kebahagiaan individual maupun sosial. Nilai-nilai dan norma-
norma dari semua ajaran agama, pada hakikatnya adalah sama, yaitu ajaran
pada keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Bahkan jika
dispesifikkan lagi maka dapat dikatakan bahwa semua ajaran agama
mengandung nilai-nilai pluralisme yang dicita-citakan dapat termanisfestasi
dalam kehidupan beragama.
Pluralisme agama tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang
adanya kemajemukan agama. Namun yang dimaksud adalah keterlibatan aktif
terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Pluralisme agama dan budaya
75
dapat dijumpai dimana-mana. Di dalam masyarakat tertentu, di kantor tempat
bekerja, di sekolah tempat belajar, bahkan di pasar tempat berbelanja. Tapi
seseorang baru dapat dikatakan menyandang sifat tersebut apabila ia dapat
berinteraksi positif dalam lingkungan kemajemukan tersebut. Dengan kata
lain, pengertian pluralisme agama adalah bahwa setiap pemeluk agama
dituntut bukan saja mengakui keberadaan dan hak agama lain, tapi terlibat
dalam usaha memahami perbedaan dan persamaan guna tercapainya
kerukunan, kedamaian dan keharmonisan manusia dalam kemajemukan
agama.
Pluralisme agama adalah sebuah kenyataan perbedaan agama yang
mengandaiakan terjadinya transformasi nilai-nilai yang terkandung
dibaliknya. Sebagaimana yang diutarakan oleh Pierre Gauthy (1993:117)
bahwa perbedaan yang terdapat pada masing-masing orang mempunyai nilai
dan merupakan sumber untuk saling memperkaya diri. Kebhinekaan dalam
masyarakat dapat merupakan sumber kemajuan.
Akan tetapi, dalam lingkungan sekolah tentunya nilai-nilai pluralisme
agama hanya akan dapat diketahui dan dipahami jika masyarakat sekolah
tersebut melakukan sikap saling menghormati, saling menghargai, tidak
memaksakan kehendak, dan lain sebagainya. Karena suatu nilai itu pada
hakikatnya tersembunyi di balik tindakan dan sikap individu atau masyarakat.
Nilai itu tidak dapat ditemukan dalam bentuknya sendiri, melainkan sesuatu
yang ada di balik tindakan-tindakan masyarakat sekolah, terutama peserta
didik, sejauh mereka ertindak secara manusiawi. Nilai-nilai kemanusiaan dan
76
nilai-nilai pluralisme agama hanya akan terlihat jika peserta didik saling
menhormati, saling menghargai, berlaku adil, tidak berbuat kekerasan, tidak
membeda-bedakan teman dengan melihat latar belakang agama, bekerja sama,
dan beradab terhadap sesama, baik terhadap sesama penganut agamanya
maupun terhadap penganut agama lain, dan juga terhadap semua masyarakat
sekolahnya. Nilai-nilai pluralisme tersebut, tidak disadari oleh peserta didik
tanpa pengarahan dan bimbingan dari seorang guru di sekolah, lebih-lebih
guru pendidikan agama Islam (PAI), baik melalui lembaga pendidikan umum
maupun lembaga pendidikan agama secara khusus, baik melalui proses
pengajaran secara formal maupun melalui kegiatan-kegiatan keagamaan dan
ekstra kurikuler.
Begitu pula halnya SMK Negeri 03 Salatiga, yang merupakan lembaga
pendidikan yang menampung berbagai macam peserta didik yang terdiri dari
beragam agama seperti agama Islam yang merupakan mayoritas, agama
Kristen Khatolik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha, tentunya harus
berusaha untuk menemukan nilai-nilai di balik pluralitas masyarakat
sekolahnya dan kemudian menanamkannya kepada diri setiap peserta didik.
Oleh karena itu, peneliti berusaha untuk menemukan nilai-nilai pluralisme
agama di SMK Negeri 03 Salatiga yang kemudian pada akhirnya dapat
peneliti tegaskan bahwa di SMK Negeri 03 Salatiga, sesungguhnya nilai-nilai
tersebut telah diaktualisasikan dalam kehidupan sosial beragama di sekolah,
walaupun keberadaan nilai-nilai tersebut tidak disadari secara mendalam.
77
Lebih jauh, sekiranya para pelaku pendidikan mau menyadari,
tentunya dapat diketahui bahwa sekolah merupakan sebuah bentuk masyarakat
kecil yang terdiri dari guru, siswa, karyawan dan staf-staf yang terdiri dari
beragam latar belakang agama, kelas sosial, suku, dan budaya. Masyarakat
kecil sekolah itu merupakan gambaran cikal bakal masyarakat sesungguhnya
yang dari sekolah itulah nilai-nilai pluralisme agama seyogyanya didapatkan
oleh peserta didik, baik melalui materi pendidikan agama Islam di kelas-kelas
maupun dari pemahaman peserta didik secara kontekstual melalui kebiasaan
dan suri teladan seorang guru.
Kelas merupakan ruang yang menghimpun sekumpulan individu-
individu yang memiliki karakter dan pribadi yang berbeda antara satu dengan
lainnya (individual differences). Kelas di bentuk mula-mula hanya
memudahkan proses belajar agar pembelajaran lebih efisien dan efektif.
Namun, terkadang kelas pun menjadi “penjara” yang mengalienasi siswa dari
kehidupan nyata. Kelas tidak hanya sekedar efisiensi proses belajar tetapi
berubah fungsi menjadi “selubung gelap” pembelajaran (tidak transparan).
Tidak jarang ketika siswa mulai berbondong-bondong masuk kelas siswa
harus sudah siap sebagai mesin-mesin yang bertugas menampung semua
materi pelajaran. Siap atau tidak siap, siapa yang mampu menghafal dengan
sempurna, giat, belajar dan belajar tak kenal lelah dari pelajaran satu ke yang
lain, ia akan meraih predikat “the best” dengan angka rata-rata di atas delapan
dan lantas menjadi ranking satu di kelas. Sementara mencukupkan evaluasi
hanya pada nominal angka 0-9 menyebabkan ukuran kepribadian, moralitas
78
dan kehidupan tidak jarang menjadi hal yang terabaikan. Kelas sebagai
laboratorium pluralisme yang di maksud adalah ingin memfungsikan kelas
sebagai miniatur masyarakat dimana tempat berkumpulnya individu dari latar
belakang yang berbeda. Kenyataan ini hendaknya dipahami bahwa keragaman
individu dalam kelas merupakan faktor keberuntungan untuk menunjukkan
bagaimana heterogenitas itu betul-betul ada. Siswa bisa dipahami dari seluruh
aspek-aspek kehidupan yang saling beda di kelas. Sebagai suatu laboratorium
pluralisme, kelas merupakan tempat yang bisa dimanipulasi untuk kegiatan
pembelajaran pluralisme. Dalam konteks ini, penerapan pendidikan agama
Islam yang bermuatan pluralisme dengan berdasar kepada ketidaksamaan
antarpribadi dalam kelas seperti adanya perbedaan warna kulit, paras wajah,
kemampuan, agama, atau mungkin simbol-simbol status sosial lain akan
merupakan satu keuntungan bagaimana keragaman itu merupakan sesuatu
yang nyata adanya dan bisa dipelajari dan dialami secara langsung.
Pendidikan agama berbasis pluralisme akan mudah ditransformasikan
menurut kesadaran riil masing-masing siswa. Dengan demikian, tema sentral
pengembangan pendidikan agama berbasis pluralisme akan mudah diserap
secara kolektif yang diharapkan bisa menjadi fundasi pertama bagi terciptanya
penghargaan atas perbedaan agama. Sebuah penghargaan yang berupa nilai-
nilai luhur yang nantinya akan melahirkan sikap-sikap yang mencerminkan
toleransi antar umat beragama, yang berawal dari pemahaman akan kenyataan
perbedaan agama yang terdapat dalam sebuah kelas.
79
Gambaran di atas sekiranya sudah cukup jelas untuk mengutarakan
nilai-nilai pluralisme agama di SMK Negeri 03 Salatiga. Sebagaimana yang
peneliti kemukakan pada bab III bahwa nilai-nilai pluralisme agama di SMK
Negeri 03 Salatiga itu, meliputi: nilai saling menghargai (esteeming each
other), saling menghormati (respecting each other), tidak membeda-bedakan
dalam pemberian hak kepada setiap individu, tidak saling menjatuhkan (do not
affronting each other), dan mengakui keragaman agama sebagai bentuk
sunnatullah.
Manusia diciptakan Tuhan dalam kelompok-kelompok (suku, ras,
agama, dan lain sebagainya) agar mereka saling mengenal dan saling
memahami dengan pergaulan hidup yang ramah dan penuh kasih sayang.
Inilah pesan agama untuk manusia di bumi, melalui pesan ini diangankan
manusia mampu mengontruksi sistem pergaulan yang disemangati rasa saling
pengertian dan kerja sama yang harmonis. Nilai teologis ini mejadi ukuran
iman manusia. Iman manusia dianggap belum sempurna bila ia belum
mencintai saudaranya sesama manusia sebagaimana mencintai dirinya sendiri.
Hal di atas dapat dibuktikan dari sistem pendidikan nasional yang
menempatkan pendidikan agama sebagai pheriperi, sementara ilmu-ilmu yang
menunjang pembangunan ekonomi sajalah yang diposisikan sebagai
episentrum kurikulum nasional. Pendidikan agama di anggap kurang
prospektif dan kurang mendukung bagi pengembangan kebudayaan material.
Proses pendidikan di reduksi sedemikian rupa sehingga hanya di lihat sebagai
investasi belaka yang di ukur dari marketable-tidaknya output (lulusan) yang
80
ada dengan pangsa tenaga kerja yang dibutuhkan. Fenomena malintegration
ini kemudian membuat pendidikan agama hanya diisi dengan pengetahuan
fiqhiyah yang bersifat kasat mata. Sementara nilai-nilai, moral, kebiasaan dan
etika universal yang mendukung apresiasi siswa terhadap pluralisme
keagamaan menjadi diabaikan karena bersifat abstrak, di samping karena
waktu pengajaran agama yang sangat terbatas yang tidak memungkinkan
seluruh aspek keagamaan dapat diajarkan.
B. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mengaktualisasikan Nilai-
nilai Pluralisme Agama di SMK Negeri 03 Salatiga
Sebagaimana dikutip oleh J. Suyuthi Pulungan (2002:144) dalam
Universalisme Islam mengemukakan bahwa agama merupakan sumber nilai
dan norma yang bersifat universal sehingga dapat membentuk sikap dan
prilaku manusia dalam menjawab tantangan kehidupan. Bahkan dikatakan
manusia sebagai makhluk sosial belum menjadi manusia sepenuhnya tanpa
agama. Dengan demikian, perlu mencari upaya dan langkah-langkah tepat,
konkret dan serius serta menyeluruh yang diarahkan kepada penyelesaian
secara tuntas terhadap persoalan perbedaan agama, yang akan menghasilkan
sebuah kerukunan dalam beragama di lingkungan sekolah. Pengembangan
pluralisme, terutama di Indonesia, masih memiliki banyak hambatan. Salah
satu faktor yang menjadi kendala pemahaman paham itu adalah eksklusivisme
dalam agama. Memang harus diakui setiap agama mengandung unsur-unsur
yang eksklusif. Islam pun demikian. Bahkan sebagai agama wahyu,
81
eksklusivisme Islam dalam segi-segi tertentu sangat ketat. Di samping itu,
Islam juga menekankan secara khusus pada inklusivisme keagamaan.
Menyikapi hal itu, upaya yang perlu dilakukan adalah memahami
agama secara padu dan holistik. Al-Qur‟an dan Sunah Nabi sebagai sumber
ajaran perlu diinterpretasi dan dipahami secara keseluruhan, tidak sepotong-
sepotong serta tidak terpisah-pisah. Misalnya: melalui pemahaman yang utuh,
inklusivisme tidak dipahami sekedar kemauan untuk membiarkan setiap ide
dan praktik muncul ke permukaan. Namun, yang lebih penting adalah
pencapaian terhadap tujuan, semisal membebaskan manusia dari ketidakadilan
dan memberikan pelayanan terhadap manusia lain sehingga mereka bebas
melakukan ibadah kepada Tuhan. Tugas pendidikan agama untuk
mengembangkan pemahaman semacam itu. Dengan demikian, keberagaman
umat akan melahirkan suatu keberagaman dengan keimanan kukuh, bersifat
terbuka, sekaligus transformatif (Abd A‟la, 2002:39-40). Untuk mencapai
tujuan itu, Fazlu Rahman sebagaimana diambil oleh Abd A‟la (2002:150-151)
mengusulkan agar pesan Al-Qur‟an dipahami sebagai satu kesatuan utuh,
bukan sebagai perintah atau ajaran-ajaran terpisah. Keutuhan akan dicapai bila
aspek teologi (akidah, keimanan) diletakkan sejajar dalam pola hubungan
interdependensi dengan aspek fiqh (hukum atau aturan interaksi sosial) yang
dirangkaikan secara sistematis oleh etika atau sistem moral. Dalam pola
pemahaman itu, teologi diformulasikan sebagai suatu pandangan dunia yang
dapat menjelaskan hubungan manusia dengan Tuhan atau dengan sesamanya
sebagai makhluk Tuhan.
82
Sistem etika tentang nilai pola hubungan yang menjelaskan segala
sikap atau tindakan yang baik dan pantas yang harus dilakukan umat, dan
perbuatan buruk yang perlu dijauhi atau tidak dilakukan manusia. Rumusan
etika universal itu ditumbuhkan ke dalam sistem hukum yang mengatur
prilaku aktual umat. Dengan demikian, pendekatan itu melahirkan pola
keberagamaan yang mencerminkan nilai-nilai Al-Qur‟an secara utuh yang
tidak mengenal dikotomi dalam keseluruhan ajaran dan berbagai dimensinya.
Iman teologis adalah segala perbuatan baik yang meliputi semua hubungan,
baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Upaya ini pada gilirannya,
menurut Waadenburg sebagaimana diangkat oleh Abd A‟la dalam Melampaui
Dialog Agama (2002:51), meniscayakan adanya revisi menyeluruh terhadap
pendidikan agama yang diajarkan di sekolah secara khusus dan pemahaman
agama yang beredar di masyarakat luas secara umum. Pendidikan agama
dituntut tidak hanya sekedar mengenalkan agamanya sendiri, tetapi juga
sekaligus memuat sejarah, dan geografis agama-agama lain serta pengenalan
terhadap upaya pemeluk agama lain dalam memahami ajaran agama mereka.
SMK Negeri 03 Salatiga, dalam upaya menanamkan nilai-nilai
pluralisme agama kepada peserta didiknya dengan melalui cara-cara yang
diantaranya adalah:
1. Melakukan pengembangan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam
dengan cara mengembangkan silabus.
2. Memberi kepahaman kepada siswa akan arti pluralisme agama secara
mendalam melalui pelajaran agama Islam yang didasarkan pada Al-Qur'an
dan Hadits.
83
3. Melakukan bimbingan-bimbingan keagamaan di luar Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) di kelas.
4. Mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama kepada siswa dengan cara
menjadi suri tauladan yang baik.
5. Ikut serta dalam mensukseskan pendidikan nilai yang digalakkan oleh
sekolah yang terdapat dalam cakupan kelompok mata pelajaran estetika.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu fase
pendidikan di Indonesia yang mempunyai arti strategis masa perkembangan
siswa dari masa transisi remaja menuju tahap dewasa. Berawal dari sini
pendidikan agama Islam memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya
penyemaian nilai-nilai sosial-spiritual dalam diri siswa, yang diharapkan dapat
berimbas pada pembentukan pribadi yang peka terhadap persoalan-persoalan
kemanusiaan kontemporer yang berkaitan dengan pluralisme agama.
Berbicara mengenai pendidikan Islam dan pembangunan manusia
yang memiliki semangat pluralisme agama, mau tidak mau harus berbicara
juga tentang nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai pluralisme agama.
Membangun terutama berarti memperbaiki atau menyempurnakan manusia
dalam hubungan sosial keagamaan. Dalam prakteknya bahwa pendidik dan
peserta didik bekerja sama untuk menumbuhkan serta mengembangkan
kemampuan anak didik itu dalam menghayati dan mengamalkan nilai-nilai
kemanusiaan yang terkandung dalam nilai-nilai pluralisme agama dalam
kehidupan sosial sekolah.
Nilai itu tidak dapat ditemukan dalam bentuknya sendiri, melainkan
sesuatu yang ada di balik tindakan-tindakan masyarakat sekolah, terutama
84
peserta didik, sejauh mereka bertindak secara manusiawi. Nilai-nilai
kemanusiaan dan nilai-nilai pluralisme agama hanya akan terlihat jika peserta
didik saling menhormati, saling menghargai, berlaku adil, tidak berbuat
kekerasan, tidak membeda-bedakan teman dengan melihat latar belakang
agama, bekerja sama, dan beradab terhadap sesama, baik terhadap sesama
penganut agamanya maupun terhadap penganut agama lain dan juga terhadap
semua masyarakat sekolahnya.
Namun, ditegaskan oleh Max Scheler sebagaimana dikutip oleh Purwo
Hadiwardoyo (1993:33) dalam Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000,
bahwa nilai-nilai itu sungguh-sungguh merupakan kenyataan yang benar-
benar ada, bukan hanya “kita anggap ada”. Karena benar-benar ada, walaupun
tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan lain, toh tidak sama sekali
tergantung pada kenyataan lain itu. Sebab, meskipun kenyataan-kenyataan
lain yang “membawa nilai-nilai” itu berubah dari waktu ke waktu, nilai-nilai
itu sendiri bersifat mutlak, tak berubah.
Gagasan sekitar tersembunyinya nilai di balik kenyataan-kenyataan
lain itu memberikan beberapa pesan bagi upaya guru pendidikan agama Islam
(PAI) dalam pendidikan. Yang pantas disebutkan di sini adalah:
1. Kalau nilai-nilai merupakan kenyataan yang dibawa oleh kenyataan lain
secara tersembunyi, bagi usaha pendidikan itu berarti: manusia dewasa
hanya bisa memeperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai dalam diri anak
didik melalui kenyataan-kenyataan lain yang diyakininya benar-benar
membawa nilai-nilai itu.
85
2. Kalau nilai-nilai moral tidak tersembunyi di dalam tindakan-tindakan yang
pada dirinya baik, melainkan tersembunyi di balik tindakan-tindakan yang
memuat nilai-nilai lain, itu berarti: pendidikan moral tidak diberikan
dengan mendorong anak didik untuk melakukan tindakan tindakan yang
baik, melainkan dengan mendorongnya untuk mewujudkan nilai-nilai lain
secara benar.
3. Kalau nilai-nilai bukanlah ciptaan mansuia, melainkan kenyataan obyektif
yang perlu ditemukan, maka: pendidikan harus memberi kesempatan yang
luas bagi anak didik untuk mengembangkan kemampuan mereka untuk
menemukan nilai-nilai itu sendiri. Jadi tidak cukuplah menuntun mereka
untuk menghafalkan nilai-nilai secara terbatas saja.
Manusia (terutama peserta didik) menurut Max Scheler dalam
Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, memahami nilai-nilai dengan
hatinya, bukan dengan akal budinya. Artinya, peserta didik hanya dapat
memahami nilai-nilai pluralisme agama dengan keterbukaan dan kepekaan
hatinya, dan sebaliknya peserta didik tidak memahami nilai-nilai pluralisme
agama tersebut dengan berfikir mengenai nilai-nilai itu, melainkan dengan
mengalami dan mewujudkan nilai itu (Hadiwardoyo, 1993:42). Oleh karena
itu, guru pendidikan agama Islam dalam upayanya untuk menanamkan nilai-
nilai pluralisme agama kepada peserta didik, idealnya dilakukan dengan cara
memberi contoh prilaku yang mencerminkan nilai-nilai tersebut atau menjadi
suri tauladan bagi mereka. Guru atau pendidik bukanlah semata-mata seorang
pengajar yang memberikan pengetahuan rasional. Lebih dari itu, ia merupakan
86
seorang pendamping yang mengiringi perkembangan bertahap dari anak
didiknya. Usaha pendampingan itu akan berhasil, apabila ia sendiri
memberikan contoh yang baik dalam mewujudkan nilai-nilai tersebut. Dengan
pemberian contoh itu, peserta didik akan tergerak untuk mengikuti dan
mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam sikap dan prilakunya sehari-hari.
Penanaman nilai-nilai pluralisme agama terutama harus diberikan
melalui praktek-praktek hidup anak didik sendiri, lebih daripada pemberian
informasi mengenai nilai-nilai itu. Sebab nilai-nilai akan mereka pahami
secara mendalam sementara mereka mewujudkannya. Oleh karena itu, guru
pendidikan agama Islam berupaya membantu peserta didik agar
menumbuhkan keterbukaan dan kejujuran hati sehingga dapat mewujudkan
nilai-nilai pluralsime agama dalam bentuk sikap dan prilaku mereka.
Sebaliknya, dalam suasana ketertutupan dan kedengkian, para
pendidik hanya akan mampu menyampaikan informasi rasional dan gagal
untuk menanamkan nilai-nilai. Itu berarti hubungan baik antara pendidik, anak
didik, serta pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan, sungguh perlu bagi
berhasilnya usaha menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai (Hadiwardoyo,
1993:46). Dalam masyarakat sekolah, sebaiknya diciptakan suasana atau iklim
dimana anak didik dihargai sebagai pribadi dengan pelbagai haknya, sesuai
dengan tahap perkembangan dan kematangan yang berbeda-beda. Sikap
pendidik yang sesuai untuk menciptakan iklim/suasana ini adalah sikap
diagonal. Pendidik memberi peluang kepada anak didik untuk mengemukakan
pertimbangan-pertimbangan bagi perbuatannya. Tidak hanya kalau berbuat
87
salah langsung di hukum tanpa di tanya. Suasana kekeluargaan sangat penting,
di mana hubungan antara guru-murid, guru-kepala sekolah, guru dan orang tua
murid serta antar rekan guru sendiri mencerminkan sikap saling menghargai
dan saling membantu untuk petumbuhan anak didik. Misalnya: dengan
membiasakan mengadakan evaluasi terbuka terhadap peraturan sekolah,
kegiatan-kegiatan keagamaan dan keadaan hubungan sosial beragama di
sekolah.
Proses pengaktualisasian nilai-nilai pluralisme agama ini merupakan
suatu proses yang yang terjadi dalam interaksi yang terus menerus antara
subyek-subyek pendidikan, baik peserta didik dengan pendidik, maupun
antara peserta didik sendiri. Beberapa program khusus seperti Bimbingan
Dakwah Islamiyah, Mar‟atus Shalihah dan lain-lain kadang-kadang membantu
dan perlu, tetapi dalam kegiatan pengajaran sehari-hari di sekolah, proses
penanaman nilai-nilai pluralisme agama tersebut harus tetap terlaksana juga
dengan cara membantu peserta didik untuk mengadakan refleksi atas
pengalaman-pengalaman hidup mereka di sekolah maupun dimasyarakatnya.
C. Harmoni Keberagamaan Di SMK Negeri 03 Salatiga
Pendidikan agama Islam memiliki upaya untuk mendukung
peningkatan kualitas pelayanan, pemahaman, dan pengamalan ajaran agama
kepada seluruh umat beragama di lembaga pendidikan dan ditujukan untuk
membangun masyarakat yang memiliki kesadaran akan realitas keberagaman
(atau kebhinekaan) budaya dan memahami makna kemajemukan sosial
sehingga tercipta harmoni sosial yang toleran, bertenggang rasa, dan
menghargai martabat kemanusiaan.
88
Agama dituntut berperan positif dalam menentukan makna hidup yang
hakiki dan luhur menuju terwujudnya tatanan masyarakat Indonesia yang
sejahtera, damai dan berkeadilan. Peran aktif agama dalam keseluruhan proses
pembangunan hanya akan tampak apabila nilai-nilai etik dan moral
keagamaan termanifestasi dalam prilaku sosial pemeluk agama baik secara
individual maupun kolektif. Hal ini dengan sendirinya bermuara pada
terwujudnya kerukunan hidup antar umat beragama. Kesadaran akan
pentingnya kerukunan hidup beragama di tubuh bangsa Indonesia karena
secara historis agama-agama Hindu – Budha, Katolik – Protestan dan Islam
telah menjadi agama pribumi di tanah air. Selain itu setiap agama
mengajarkan toleransi, solidaritas, kebebasan, kedamaian dan sebagainya
(Pulungan, 2002:143-144). Begitu pula SMK Negeri 03 Salatiga, dengan
toleransi (tolerance), kerukunan dan kedamaian (peacefulness), dan rasa
kebersamaan (togetherness) serta solidaritas (social solidarity) yang sudah
terbentuk didalamnya, akan mencapai tingkat keharmonisan antar umat
beragama khususnya dan keharmonisan masyarakat sekolah pada umumnya,
jika seluruh masyarakatnya dapat mengimplementasikan nilai-nilai
kemanusiaan dan nilai-nilai pluralisme agama tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Bukankah nilai-nilai pluralisme agama tersebut merupakan
cerminan iman dan takwa setiap pemeluk agama? Apabila dikaji implementasi
nilai-nilai pluralisme agama serta implementasi iman dan takwa dalam
kehidupan sehari-hari berarti menganalisis prilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan, sesama manusia dan makhluk lainnya selain manusia (Ali,
2007:32).
89
Oleh karena itu, implementasinya membentuk konsep-konsep dalam
bentuk sikap dalam kehidupan sosial bermasyarakat sebagai berikut:
1. Konsep ukhuwah Islamiyah (persaudaraan yang Islami)
Sebagaimana firman Allah QS. Al-Hujuraat ayat 10, yang berbunyi:
Artinya: Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah, upaya kamu mendapat rahmat
(Departemen Agama RI, 2007: 10)
Ukhuwah sering diartikan sebagai sebuah bentuk atau hubungan
persaudaraan antara seseorang dengan orang lainnya. Akan tetapi yang
sering terdengar adalah tentang ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah yang biasa
diartikan sebagai “persaudaraan”, menurut M. Quraish Shihab dalam
Wawasan Al-Qur‟an, terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti
“memperhatikan”. Maka asal ini memberi kesan bahwa persaudaraan
mengharuskan adanya perhatian semua pihak yang merasa bersaudara.
Konsep ukhuwah Islamiyah tidak hanya bermakna sempit, yaitu
persaudaraan semuslim. Akan tetapi konsep ukhuwah Islamiyah itu lebih
luas artinya, yaitu persaudaraan yang Islami yang terdiri dari;
persaudaraan dalam arti saudara kandung (QS Al-Nisa ayat 23), saudara
dalam arti sebangsa (QS. Al-A‟raf ayat 65), saudara semasyarakat,
walaupum berselisih faham (QS. Shaad ayat 23), persaudaraan seagama
(QS Al-Hujurat ayat 10) dan saudara yang dijalin oleh ikatan keluarga (QS
Thaha ayat 29-30).
90
Berkaitan dengan konsep ukhuwah islamiyah, Al-Qur‟an
memperkenalkan paling tidak empat macam persaudaraan:
a. Ukhuwah fi al-„ubudiyyah (persaudaraan dalam konteks sesama hamba
Allah), yaitu bahwa seluruh makhluk adalah bersaudara, dalam arti
memiliki kesamaan sebagai makhluk Allah yang berhak mendapatkan
kasih sayang dan penghormatan yang sama. Sebagaimana dalam
firman Allah QS. Al-An‟am ayat 38, berbunyi:
Artinya: Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan
burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya,
melainkan umat (juga) seperti kamu. tiadalah kami alpakan
sesuatupun dalam Al-Kitab, Kemudian kepada Tuhanlah
mereka dihimpunkan (Departemen Agama RI, 2007: 38).
b. Ukhuwah fi al-insaniyah (persaudaraan dalam konteks sesama
manusia), dalam arti keseluruhan umat manusia adalah bersaudara,
karena mereka bersumber dari ayah dan ibu yang satu. QS. Al-Hujurat
ayat 12 menjelaskan tentang hal ini dengan anjuran agar manusia tidak
saling mencurigai dan mencari-cari kesalahan orang lain serta tidak
saling menggunjing.
91
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
purbasangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-
sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan
orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang (Departemen Agama RI, 2007: 12)
Dalam hal ini, Rasulullah SAW. juga menekankannya dalam sabda
beliau: “Kuunuu „ibadallah ikhwanaa al-„ibad kulluhum ikhwat” yang
artinya: jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara karena
seluruh hamba adalah bersaudara.
c. Ukhuwah fi al-wathaniyah wa al-nasab (persaudaraan dalam keturunan
dan kebangsaan). Dalam hal ini Rasulullah SAW menegaskan dengan
haditsnya:
حب الو طان من االيمان Artinya: Cinta tanah air adalah sebagian dari iman.
Cinta tanah air memiliki arti bahwa seseorang dituntut tidak hanya
mencintai tanah airnya saja, melainkan juga mencintai semua
warganya walaupun berbeda-beda agama dan suku.
d. Ukhuwah fi din al-Islam (persaudaraan antar sesama muslim), seperti
bunyi QS Al-Ahzab ayat 5 sebagai berikut:
92
Artinya: Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi
Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka,
Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu
seagama dan maula-maulamu dan tidak ada dosa atasmu
terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada
dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Departemen
Agama RI, 2007: 5)
Demikian juga dalam sabda Rasulullah SAW.: “Kalian adalah
sahabat-sahabatku, saudara-saudara kita adalah yang datang sesudah
[wafat]-ku”.
2. Konsep ta‟awun (tolong menolong) dan berwasiat dalam kebenaran.
Konsep tolong menolong memiliki arti kesediaan semua manusia
untuk tolong menolong dalam hal kebaikan dan bukan dalam hal
maksiat kepada Allah. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam
QS. Al-Maidah ayat 2 sebagai berikut:
Artinya: Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum
Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Departemen Agama
RI, 2007:2)
93
Dan QS. Al-„Ashr ayat 3 berikut ini:
Artinya: Nasehat menasehatilah kalian supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehatilah supaya menetapi kesabaran.
(Departemen Agama RI, 2007: 1-3)
3. Konsep adil dan jujur serta menepati janji
a. Tersirat dalam QS. An-Nisa ayat 58, berbunyi
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.
(Departemen Agama RI, 2007: 58)
b. Tersirat dalam QS. Al-Isra ayat 34, berbunyi:
Artinya: Penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya. (Departemen Agama RI, 2007: 34)
4. Konsep pemurah
Konsep ini memiliki maksud untuk saling menolong sesama
manusia dalam hal ekonomi. Konsep ini juga merupakan bentuk
kepedulian sosial dan rasa solidaritas dalam kehidupan sosial beragama
dan bernegara. Islam menganjurkan semua manusia untuk bersedekah dan
menolong kaum yang lemah dengan hartanya dan kekuasaanya agar semua
94
manusia memiliki hak yang sama dan dihargai sebagai hamba Allah.
Sebagaimana firman Allah QS. Ali Imran: 92
Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang
kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka
Sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Departemen Agama RI,
2007: 92)
5. Konsep penyantun dan pemaaf
Tersirat dalam firman Allah QS. Ali Imran ayat 133-134:
Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-
orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang
yang berbuat kebajikan. (Departemen Agama RI, 2007)
Ketahuilah wahai saudaraku muslim, bahwasanya toleransi itu
adalah kerelaan hati dan kelapangan dada bukan karena menahan,
kesempitan dan terpaksa sabar melainkan toleransi adalah bukti kebaikan
hati, lahir dan bathin. Hanya saja, toleransi tidak dapat dicapai kecuali
melalui jembatan menahan angkara murka dan berupaya sabar, bila
seorang hamba dapat dengan mantap melewatinya, maka dia akan
memasuki pintu-pintu toleransi dengan pertolongan dan taufik dari Allah.
95
Allah Ta'ala berfirman memuji kaum mukminin QS. Ali Imran ayat
134:
Artinya: (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarah
dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-
orang berbuat kebajikan" (Departemen Agama RI, 2007).
Dan firman-Nya QS. Asy-Syura ayat 37 yang berbunyi:
Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan
perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka
memberi maaf. (Departemen Agama RI, 2007).
Rasulullah SAW juga bersabda yang artinya barang siapa yang
dapat menahan angkara murkanya padahal dia mampu melampiaskannya,
maka Allah akan memanggilnya dihadapan khalayak guna disuruh
memilih bidadari mana yang dia kehendaki untuk Allah nikahkan dia
dengannya" [Shahih Al-Jami 6394 dan 6398]
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka
dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
96
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal
kepada-Nya. (QS Ali Imran [3]: 159)
Para cendekiawan telah mengetahui dengan ekseperimennya dan
realita yang ada, bahwa seorang hamba bila dia melampiaskan kemarahan
dirinya, maka dia akan hina dan tergelincir, sementara pada sikap
memaafkan dan berlapang dada terdapat kelezatan, ketenangan, kemuliaan
jiwa dan keagungan serta ketinggiannya yang tidak terdapat sedikitpun
pada sikap pembalasan dan pelampiasan angkara murka. Rasulullah SAW
bersabda yang artinya: Tidaklah shadaqah itu mengurangi harta benda,
tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba dengan sikap
pema'afnya kecuali kemuliaan dan tidaklah seorang bertawadlu karena
Allah melainkan Allah mengangkat (derajat)nya" [Hadits Riwayat Muslim
2588].
6. Konsep musyawarah
Tersirat dalam firman Allah QS. Asy-Syura ayat 38, yang berbunyi:
Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada
mereka. (Departemen Agama RI, 2007).
Musyawarah adalah salah satu prinsip demokrasi masyarakat
dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Musyawarah dimaksudkan
untuk dapat saling bertukar fikiran dan memecahkan segala permasalahan
bersama. Jika konsep ini diterapkan dalam realita pluralisme agama, maka
97
menuntut usaha dialog dan kerja sama antarumat beragama dalam rangka
mencapai kerukunan dan keharmonisan hidup beragama. Jika dalam
konteks sekolah, dalam hal ini SMK Negeri 03 Salatiga, maka
mengandaikan adanya kerja sama seluruh masyarakat sekolah dalam
membentuk kerukunan beragama di sekolah.
98
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai akhir dari penelitian ini, maka pada bab ini peneliti paparkan
kesimpulan, yang disesuaikan dengan analisis data.
1. Pluralisme agama adalah realita dalam kehidupan masyarakat beragama,
sehingga keberadaannya tidak mungkin dapat ditolak oleh siapapun.
Karena pluralisme agama adalah realita, maka di dibalik realita tersebut
pasti terdapat nilai-nilai luhur yang dapat diterapkan di SMK Negeri 03
Salatiga, antara lain: saling menghargai (esteeming each other), saling
menghormati (respecting each other), tidak membeda-bedakan dalam
pemberian hak kepada setiap individu, tidak saling menjatuhkan (do not
affronting each other), mengakui keragaman agama sebagai bentuk
sunnatullah. Hal ini merupakan wujud aktuualisasi dalam kehidupan
beragama demi terwujudnya masyarakat agama yang harmonis.
2. Upaya-upaya yang dilakukan oleh guru pendidikan agama Islam (PAI) di
SMK Negeri 03 Salatiga, sebagai berikut:
a. Melakukan pengembangan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam
dengan cara mengembangkan silabus.
b. Memberi kepahaman kepada siswa akan arti pluralisme agama secara
mendalam melalui pelajaran agama Islam yang didasarkan pada
Al-Qur'an dan Hadits.
c. Melakukan bimbingan-bimbingan keagamaan di luar Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) di kelas.
d. Mengaktualisasikan nilai-nilai pluralisme agama kepada siswa dengan
cara menjadi suri tauladan yang baik.
99
e. Ikut serta dalam mensukseskan pendidikan nilai yang digalakkan oleh
sekolah.
3. Nilai-nilai luhur pluralisme agama, jika mampu dihayati oleh semua
pemeluk agama dan kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di
sekolah, maka akan membentuk sebuah harmoni keberagamaan, yaitu
masyarakat agama yang memiliki rasa solidaritas atau kepedulian sosial,
toleransi dan mendambakan kerukunan dalam konteks kemajemukan
agama. Sebuah harmoni keberagaman yang merupakan harapan dari
realitas pluralisme agama yang diawali dari lingkungan masyarakat
sekolah dan kemudian diharapkan penerapannya pula pada masyarakat
yang lebih luas, yaitu masyarakat yang sesungguhnya. Adapun wujud dari
harmoni keberagaman agama di SMK Negeri 3 Salatiga, berbentuk
penerapan konsep: Konsep ukhuwah Islamiyah (persaudaraan yang
Islami), konsep ta‟awun (tolong menolong) dan berwasiat dalam
kebenaran, konsep adil dan jujur serta menepati janji, konsep pemurah
(saling menolong sesama manusia), konsep penyantun dan pemaaf, konsep
musyawarah (untuk dapat saling bertukar fikiran dan memecahkan segala
permasalahan bersama). Jika dalam konteks sekolah, dalam hal ini SMK
Negeri 03 Salatiga, maka mengandaikan adanya kerja sama seluruh
masyarakat sekolah dalam membentuk kerukunan beragama di sekolah.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti memiliki
masukan yang ditujukan kepada seluruh masyarakat sekolah di SMK Negeri
03 Salatiga, dengan tidak mengurangi rasa hormat, semoga masukan-masukan
di bawah ini bermanfaat bagi keharmonisan masyarakat agama di SMK
Negeri 03 Salatiga:
100
1. Dalam menjaga dan meningkatkan harmoni keberagamaan di sekolah,
sebaiknya lembaga pendidikan umum seperti SMK Negeri 03 Salatiga
yang pada kenyataanya menampung berbagai macam peserta didik dengan
berbagai macam agama, memiliki kebijakan tertulis mengenai hubungan
sosial keagamaan di sekolah. Sehingga sekolah memiliki pijakan yang
kuat dalam kaitannya dengan hubungan antar agama.
2. Guru pendidikan agama, lebih-lebih guru pendidikan agama Islam
diharapkan dapat benar-benar mengenalkan nilai-nilai pluralisme agama
kepada peserta didik sehingga pada gilirannya peserta didik dapat
mengaktualisasikan nilai-nilai tersebut dengan sendirinya.
3. Muatan pelajaran estetika yang terdapat di SMK Negeri 03 Salatiga,
seharusnya lebih diperhatikan dan diarahkan pada pembentukan peserta
didik yang pluralis dan menyadari realitas pluralisme agama. Sehingga
arahnya lebih jelas kepada proses aktualisasi nilai-nilai pluralisme agama.
C. Penutup
Dengan rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang atas terselesainya penulisan skripsi ini. Penulis menyadari
sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan bahwa terdapat
kesalahan dan kekurangan, hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan
penulis. Penulis mengharap kritik yang kunstruktif dan saran dari para pembaca
demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga
skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya.
101
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku :
A.S Hornby et.al. 1972. The Advanced Learner‟s Dictionary of Current
English (Oxford : Oxford University Press) dalam Riyal Ka‟bah.
2005. Nilai-nilai Pluralisme Dalam Islam, Bingkai gagasan yang
berserak, (Ed.) Sururin (Bandung : Penerbit Nuansa).
A‟la, Abd. 2002. Melampaui Dialog Agama (Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara).
Ali, Zainuddin. 2007. Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Bumi Aksara).
Aminuddin, dkk.. 2005. Pendidikan Agama Islam (Bogor: Ghalia Indonesia).
Anis Malik Thoha. 2005. Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, (Jakarta:
Perspektif (Kelompok GEMA INSANI).
Arikunto, Suharsini. 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Depdikbud. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka.
Elmirzanah, Syafa‟atun. 2002. Pluralisme Konflik Dan Perdamaian: Studi
Bersama Antar-Iman (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Fatwa, A. M. 1997. HAM dan Pluralisme Agama (Surabaya: Pusat Kajian
Strategi dan Kebijakan (PKSK).
Fazri, E.M Zul dan Ratu Aprilia Senja. tanpa tahun. Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia, Jakarta: Difa Publisher.
Gamal Al-Banna. 2006. Doktrin Pluralisme Dalam Al-Qur‟an (Jakarta:
Menara).
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodologi Reseach 2. Yogyakarata: Yayasan
Pendidikan Fakultas Psikologi UGM.
Hadi, Sutrisno. 1987. Metodologi Research II, Yogyakarta: UGM
Hamdani, Ihsan. 1998. Filsafat Pendidikan Islam (Bandung : Pustaka Setia).
Hartati. Netty. 2004. Islam dan Psikologi (Jakarta : Raja Grafindo Persada).
J. Moleong, Lexy. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
102
Lajnah Pentashih Mushaf Al Qur‟an. 2007. Al-Qur‟an dan Terjemahnya
(Bandung : Jumanatul Art).
Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi (Bandung : Remaja Rosdakarya).
Misrawi, Zuhairi. 2007. Al-Quran Kitab Toleransi; Inklusivisme, Pluralisme
dan Multikulturalisme (Jakarta : Penerbit FITRAH).
Mudzhar, H. M. Atho. 2004. Damai di Dunia Damai Untuk Semua: Perspektif
Berbagai Agama (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Keagamaan
Departeman Agama RI).
Muhaimin. 2002. Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: PT Remaja Rosda
Karya).
Nizar, Samsul. 2001. Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam
(Jakarta : Gaya Media Pratama)
Poerwadarminta, WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka.
Rahmat, M. Imdadun. 2003. Islam Pribumi: Mendialogkan Agama Membaca
Realitas (Jakarta : Erlangga).
Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia)
Saerozi, M. 2004. Politik Pendidikan Agama dalam Era Pluralisme,
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yoga).
Sukandarrumudi. 2004. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada Press.
Syihab, Alwi. 2005. Sebuah Pengantar dalam bukunya Azyumardi Azra, et.
al. Nilai-nilai Pluralisme Dalam Islam, Bingkai Gagasan Yang
Berserak (Bandung: Nuansa).
Thoha, Chabib dkk. 1999. Metodologi Pengajaran Agama (Yogyakarta :
Pustaka Pelajar)
Titib, I Made. 2004. Damai di Dunia Damai Untuk Semua: Perspektif
Berbagai Agama (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Keagamaan
Departeman Agama RI).
Zakiah, Daradjat. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
103
B. Artikel Internet :
http://elearning.gunadarma.ac.id/, aktualisasi diakses tanggal 30 Oktober
2015 jam 13.20 WIB.
Anonim, Wahdat al-Adyan : Melerai Konflik Umat Beragama,
http://www.nusantaraonline.com/, diakses tanggal 30 Oktober 2015
jam 13 30 WIB
Anis Malik Toha, Melacak Pluralisme Agama, dari www.hidayatullah.com,
didownload pada tgl.12 Agustus 2010
Fatwa MUI dalam majalah Media Dakwah No.358 Ed. Sya‟ban 1426
H/September 2005, h.49
Christian Sulistio, Teologi Pluralisme Agama John Hick : Sebuah Dialog
Kritis dari Perspektif Partikularis, dari www.seabs.ac.id
didownload pada tanggal 29 Agustus 2010
C. Hasil Wawancara
Hasil wawancara dengan bapak Indaryanto, S.Pd.T selaku Waka Kurikulum,
tanggal 17 November 2015.
Hasil wawancara guru Pendidikan Agama Islam Bapak Dulhadi, S.Ag.,
M.Pd.I., tanggal 17 dan 24 November 2015.
Hasil wawancara Ibu Siti Muhtariyah, S.Pd selaku guru Pendidikan Agama
Islam, tanggal 24 November 2015.
Hasil wawancara Bapak M. Hafid, S.Ag selaku guru Pendidikan Agama
Islam, tanggal 17 dan 24 November 2015.
Hasil wawancara Bapak Drs. Paulus Hau Pita guru Bimbingan Konseling
(BK), tanggal 24 dan 24 November 2015.
104
105
106