upacara adat.doc
TRANSCRIPT
http://ensiklonesia.blogdetik.com/2012/05/28/upacara-adat-di-berbagai-macam-daerah-indonesia/
Macam-macam Upacara Adat di Indonesia
Kategori: kebudayaan
1.Ritual Tiwah
GriyaWisata.Com-Ritual Tiwah yaitu prosesi menghantarkan roh
leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka
dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang
kubur menuju sebuah tempat yang bernama sandung.
Ritual Tiwah dijadikan objek wisata karena unik dan khas banyak
para wisatawan mancanegara tertarik pada upacara ini yang
hanya di lakukan oleh warga Dayak Kalteng. Tiwah merupakan
upacara ritual kematian tingkat akhir bagi masyarakat suku
Dayak di Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya Dayak
Pedalaman penganut agama Kaharingan sebagai agama leluhur
warga Dayak.
Upacara Tiwah adalah upacara kematian yang biasanya digelar
atas seseorang yang telah meninggal dan dikubur sekian lama
hingga yang tersisa dari jenazahnya dipekirakan hanya tinggal
tulangnya saja.
Ritual Tiwah bertujuan sebagai ritual untuk meluruskan perjalanan
roh atau arwah yang bersangkutan menuju Lewu Tatau (Surga
– dalam Bahasa Sangiang) sehingga bisa hidup tentram dan damai
di alam Sang Kuasa. Selain itu, Tiwah Suku Dayak Kalteng juga
dimaksudkan oleh masyarakat di Kalteng sebagai prosesi suku
Dayak untuk melepas Rutas atau kesialan bagi keluarga Almarhum
yang ditinggalkan dari pengaruh-pengaruh buruk yang menimpa.
Bagi Suku Dayak, sebuah proses kematian perlu dilanjutkan
dengan ritual lanjutan (penyempurnaan) agar tidak mengganggu
kenyamanan dan ketentraman orang yang masih hidup.
Selanjutnya, Tiwah juga berujuan untuk melepas ikatan status
janda atau duda bagi pasangan berkeluarga. Pasca Tiwah, secara
adat mereka diperkenakan untuk menentukan pasangan hidup
selanjutnya ataupun tetap memilih untuk tidak menikah lagi.
Melaksanakan upacara tiwah bukan pekerjaan mudah. Diperlukan
persiapan panjang dan cukup rumit serta pendanaan yang tidak
sedikit. Selain itu, rangkaian prosesi tiwah ini sendiri memakan
waktu hingga berhari-hari nonstop, bahkan bisa sampai satu
bulan lebih lamanya.
Upacara tiwah yang digelar keluarga Ari Dewar, anggota DPRD
Kotawaringin (Kotim) ini, misalnya. Mereka menyelenggarakan
hingga 30 hari lamanya dan mengeluarkan biaya mencapai hampir
satu miliar. Tiwah dilaksanakan untuk almarhum ayahandanya
Dewar I A Bajik yang meninggal sekitar 12 tahun silam, sang paman
Simon Mantir, serta 21 orang jenazah kerabat mereka yang
diikutsertakan dalam upacara yang saat ini masih berjalan.
“Saya dan saudara saya Alfian O Dampa yang menanggung
seluruh biaya tiwah ini, sebab tidak semua orang Kaharingan
mampu melaksanakan tiwah. Tiwah ini sifatnya wajib
dilaksanakan, sebab sebelum orang yang meninggal dunia ditiwah,
maka ia belum bisa masuk ke dalam surga. Ini kepercayaan
penganut Agama Kaharingan,” terang Ari Dewar.
Tiwah yang diselenggarakan keluarga Ari Dewar di tempat
kelahirannya di Desa Rubung Buyung, Kecamatan Cempaga,
Kabupaten Kotim ini sudah berlangsung sejak minggu kedua Bulan
November lalu. Puncaknya pada tanggal 11 Desember 2010
mendatang.
Menurut dia, keluarga yang masih hidup adalah orang yang
bertanggung jawab dan berkewajiban mengadakan upacara
tiwah. Ritual ini juga sebagai bukti kecintaan mereka terhadap
leluhur.
“Siapa lagi yang akan menghantarkan leluhur agar bisa masuk
surga kalau bukan keluarga yang masih hidup. Ini menurut ajaran
Agama Kaharingan yang dianut almarhum orangtua saya,” kata
Ari Dewar yang saat ini sebenarnya tidak lagi menganut
kepercayaan Kaharingan, agama leluhurnya.
Dia mengaku telah berkonsultasi dengan para guru agama seperti
ustaz dan kiai di Banjarmasin. Setelah diizinkan barulah berani
menggelar upacara adat tiwah. Ini bentuk penghormatan
terhadap leluhur, termasuk ayahnya. Sebab, tiwah merupakan
upacara adat asli suku Dayak, sukunya sejak lahir.
“Ritual ini sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun silam, jadi perlu
dilestarikan. Mengangkat kerangka orang yang sudah meninggal
kemudian menaruhnya di dalam sandung atau rumah kecil dengan
tidak menyentuh tanah,” jelas Ari Dewar.
Osoh T Agan, pisor atau pemimpin ritual tiwah menjelaskan, ritual
tiwah merupakan rukun kematian tingkat terakhir yang waktu
pelaksanaannya tidak ditentukan. Bisa dilaksanakan kapan saja
sesuai kesiapan keluarga yang ditinggalkan.
Sebelum upacara tiwah dilaksanakan, terlebih dahulu digelar ritual
lain yang dinamakan upacara tantulak. Menurut kepercayaan
Agama Kaharingan, setelah kematian, orang yang meninggal dunia
itu belum bisa langsung masuk ke dalam surga. Kemudian digelarlah
upacara tantulak untuk mengantar arwah yang meninggal dunia
tersebut menuju Bukit Malian, dan di sana menunggu
diberangkatkan bertemu dengan Ranying Hattala Langit, Tuhan
umat Kaharingan, sampai keluarga yang masih hidup menggelar
upacara tiwah.
“Bisa juga dikatakan Bukit Malian itu adalah alam rahim, tempat
suci manusia tinggal sebelum lahir ke dunia. Di alam itulah orang
yang meninggal dunia menunggu sebelum diberangkatkan menuju
surga melalui upacara tiwah,” terang pemuka Agama Kaharingan
dari Kota Palangka Raya ini.
Puncak acara tiwah ini sendiri nantinya memasukkan tulang-
belulang yang digali dari kubur dan sudah disucikan melalui ritual
khusus ke dalam sandung. Namun, sebelumnya lebih dahulu digelar
acara penombakan hewan-hewan kurban, kerbau, sapi, dan babi.
[kll]
sumber :
http://griyawisata.com/index.php/2011052725092/kalimantan-
island/ritual-tiwah-puncak-pengantaran-roh-ke-alam-baka/
menu-id-88.html
Ritual Tiwah yaitu prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah
tempat yang bernama sandung.
Ritual Tiwah dijadikan objek wisata karen unik dan khas banyak para wisatawan mancanegara tertarik pada upacara ini yang hanya di lakukan oleh warga Dayak Kalteng
2.Kebo-Keboan
Prosesi upacara adat Kebo-keboan yang dilaksanakan setiap tahun oleh warga Desa Alasmalang. Awalnya upacara adat ini dilaksanakan untuk memohon turunya hujan saat kemarau panjang,
dengan turunnya hujan ini berarti petani dapat segera bercocok tanam.
Puncaknya prosesinya adalah membajak sawah dan menanam bibit padi di persawahan. Orang-orang yang bertingkah seperti kerbau tadi dapat kesurupan dan mengejar siapa saja yang mencoba
mengambil bibit padi yang ditanam. Warga masyarakat Desa Alasmalang berusaha berebut bibit padi tersebut, karena dipercaya dapat digunakan sebagai tolak-balak maupununtuk keuntungan
3.Adu Kerbau (Mapasilaga Tedong)
Adu kerbau diawali dengan kerbau bule.
Partai adu kerbau diselingi dengan prosesi pemotongan kerbau ala Toraja, Matinggoro tedong, yaitu menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas. Semakin sore, pesta adu kerbau
semakin ramai karena yang diadu adalah kerbau jantan yang sudah memiliki pengalaman berkelahi puluhan kali.
Sebelum diadu, dilakukan parade kerbau. Ada kerbau bule atau albino, ada pula yang memiliki bercak-bercak hitam di punggung yang disebut salepo dan hitam di punggung (lontong boke). Jenis
yang terakhir ini harganya paling mahal, bisa di atas Rp 100 juta. Juga terdapat kerbau jantan yang sudah dikebirikonon cita rasa dagingnya lebih gurih
4.Rambu Solo
Rambu Solo adalah pesta atau upacara kedukaan /kematian. Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun. Bagi keluarga yang ditinggal wajib membuat sebuah pesta
sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.
Setelah melewati serangkaian acara, si mendiang di usung menggunakan Tongkonan (sejenis rumah adat khas Toraja) menuju makam yang berada di tebing-tebing dalam goa. Nama makamnya adalah
pekuburan Londa.
Yang unik dari upacara rambu solo adalah pembuatan boneka kayu yang dibuat sangat mirip dengan yang meninggal dan diletakkan di tebing.Uniknya lagi… konon katanya, wajah boneka itu kian hari
kian mirip sama yang meninggal
5.Pasola Sumba
Ini adalah bagian dari serangkaian upacara tradisionil yang dilakukan oleh orang Sumba. Setiap tahun pada bulan Februari atau Maret serangkaian upacara adat dilakukan dalam rangka memohon restu para dewa agar supaya panen tahun tersebut berhasil dengan baik. Puncak dari serangkaian upacara adat yang dilakukan beberapa hari sebelumnya adalah apa yang disebut pasola. Pasola
adalah perang-perangan yang dilakukan oleh dua kelompok berkuda. Setiap kelompok teridiri atas lebih dari 100 pemuda bersenjakan tombak yang dibuat dari kayu berdiameter kira-kira1,5 cm yang
ujungnya dibiarkan tumpul
6.Dugderan
Duderan adalah sebuah upacara yang menandai bahwa bulan puasa telah datang. Dugderan dilaksanakan tepat 1 hari sebelum bulan puasa. Kata Dugder, diambil dari perpaduan bunyi dugdug,
dan bunyi meriam yang mengikuti kemudian diasumsikan dengan derr.
Kegiatan ini meliputi pasar rakyat yang dimulai sepekan sebelum dugderan, karnaval yang diikuti oleh pasukan merahputih, drumband, pasukan pakaian adat BHINNEKA TUNGGAL IKA ,
meriam , warak ngendok dan berbagai potensi kesenian yang ada di Kota Semarang. Ciri Khas acara ini adalah warak Ngendok sejenis binatang rekaan yang bertubuh kambing berkepala naga kulit sisik
emas, visualisasi warak ngendok dibuat dari kertas warna warni. Acara ini dimulai dari jam 08.00 sampai dengan maghrib di hari yang sama juga diselenggarakan festival warak dan Jipin Blantenan
7.Tabuik
Berasal dari kata tabut, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.
Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota.Para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling
kolosal di Sumatera Barat ini.
Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Sesekali arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas
Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.
Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut,
dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya
8.Ngaben
Ngaben adalah upacara pembakaran atau kremasi jenazah umat Hindu Bali.
Dalam prosesi Ngaben, ketika api mulai disulut, perlahan-lahan kobaran api akan membesar dan mulai berkobar menyulut sosok jenazah. Lama-kelamaan kobaran api mulai menghanguskan
jazadnya yang dipercaya akan melepaskan segala ikatan keduniawian dari orang yang meninggal itu. Bila ikatan keduniawian telah terlepas, maka semakin terbukalah kesempatan untuk melihat
kebenaran dan keabadian kesucian Illahi di alam sana.
Beberapa hari sebelum upacara Ngaben dilaksanakan, keluarga dari orang yang meninggal dibantu oleh masyarakat membuat Bade dan Lembu yang sangat megah terbuat dari kayu, kertas warna-warni dan bahan lainnya. Bade dan Lembu ini merupakan tempat jenazah yang nantinya dibakar.