upacara adat.doc

9
http://ensiklonesia.blogdetik.com/2012/05/28/upacara-adat-di- berbagai-macam-daerah-indonesia/ Macam-macam Upacara Adat di Indonesia Kategori: kebudayaan 1.Ritual Tiwah GriyaWisata.Com-Ritual Tiwah yaitu prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah tempat yang bernama sandung. Ritual Tiwah dijadikan objek wisata karena unik dan khas banyak para wisatawan mancanegara tertarik pada upacara ini yang hanya di lakukan oleh warga Dayak Kalteng. Tiwah merupakan upacara ritual kematian tingkat akhir bagi masyarakat suku Dayak di Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya Dayak Pedalaman penganut agama Kaharingan sebagai agama leluhur warga Dayak. Upacara Tiwah adalah upacara kematian yang biasanya digelar atas seseorang yang telah meninggal dan dikubur sekian lama hingga yang tersisa dari jenazahnya dipekirakan hanya tinggal tulangnya saja. Ritual Tiwah bertujuan sebagai ritual untuk meluruskan perjalanan roh atau arwah yang bersangkutan menuju Lewu Tatau (Surga

Upload: nilaw39

Post on 10-Dec-2015

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: upacara adat.doc

http://ensiklonesia.blogdetik.com/2012/05/28/upacara-adat-di-berbagai-macam-daerah-indonesia/

Macam-macam Upacara Adat di Indonesia

Kategori: kebudayaan

1.Ritual Tiwah

GriyaWisata.Com-Ritual Tiwah yaitu prosesi menghantarkan roh

leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka

dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang

kubur menuju sebuah tempat yang bernama sandung.

Ritual Tiwah dijadikan objek wisata karena unik dan khas banyak

para wisatawan mancanegara tertarik pada upacara ini yang

hanya di lakukan oleh warga Dayak Kalteng. Tiwah merupakan

upacara ritual kematian tingkat akhir bagi masyarakat suku

Dayak di Kalimantan Tengah (Kalteng), khususnya Dayak

Pedalaman penganut agama Kaharingan sebagai agama leluhur

warga Dayak.

Upacara Tiwah adalah upacara kematian yang biasanya digelar

atas seseorang yang telah meninggal dan dikubur sekian lama

hingga yang tersisa dari jenazahnya dipekirakan hanya tinggal

tulangnya saja.

Ritual Tiwah bertujuan sebagai ritual untuk meluruskan perjalanan

roh atau arwah yang bersangkutan menuju Lewu Tatau (Surga

– dalam Bahasa Sangiang) sehingga bisa hidup tentram dan damai

di alam Sang Kuasa. Selain itu, Tiwah Suku Dayak Kalteng juga

dimaksudkan oleh masyarakat di Kalteng sebagai prosesi suku

Page 2: upacara adat.doc

Dayak untuk melepas Rutas atau kesialan bagi keluarga Almarhum

yang ditinggalkan dari pengaruh-pengaruh buruk yang menimpa.

Bagi Suku Dayak, sebuah proses kematian perlu dilanjutkan

dengan ritual lanjutan (penyempurnaan) agar tidak mengganggu

kenyamanan dan ketentraman orang yang masih hidup.

Selanjutnya, Tiwah juga berujuan untuk melepas ikatan status

janda atau duda bagi pasangan berkeluarga. Pasca Tiwah, secara

adat mereka diperkenakan untuk menentukan pasangan hidup

selanjutnya ataupun tetap memilih untuk tidak menikah lagi.

Melaksanakan upacara tiwah bukan pekerjaan mudah. Diperlukan

persiapan panjang dan cukup rumit serta pendanaan yang tidak

sedikit. Selain itu, rangkaian prosesi tiwah ini sendiri memakan

waktu hingga berhari-hari nonstop, bahkan bisa sampai satu

bulan lebih lamanya.

Upacara tiwah yang digelar keluarga Ari Dewar, anggota DPRD

Kotawaringin (Kotim) ini, misalnya. Mereka menyelenggarakan

hingga 30 hari lamanya dan mengeluarkan biaya mencapai hampir

satu miliar. Tiwah dilaksanakan untuk almarhum ayahandanya

Dewar I A Bajik yang meninggal sekitar 12 tahun silam, sang paman

Simon Mantir, serta 21 orang jenazah kerabat mereka yang

diikutsertakan dalam upacara yang saat ini masih berjalan.

“Saya dan saudara saya Alfian O Dampa yang menanggung

seluruh biaya tiwah ini, sebab tidak semua orang Kaharingan

mampu melaksanakan tiwah. Tiwah ini sifatnya wajib

dilaksanakan, sebab sebelum orang yang meninggal dunia ditiwah,

Page 3: upacara adat.doc

maka ia belum bisa masuk ke dalam surga. Ini kepercayaan

penganut Agama Kaharingan,” terang Ari Dewar.

Tiwah yang diselenggarakan keluarga Ari Dewar di tempat

kelahirannya di Desa Rubung Buyung, Kecamatan Cempaga,

Kabupaten Kotim ini sudah berlangsung sejak minggu kedua Bulan

November lalu. Puncaknya pada tanggal 11 Desember 2010

mendatang.

Menurut dia, keluarga yang masih hidup adalah orang yang

bertanggung jawab dan berkewajiban mengadakan upacara

tiwah. Ritual ini juga sebagai bukti kecintaan mereka terhadap

leluhur.

“Siapa lagi yang akan menghantarkan leluhur agar bisa masuk

surga kalau bukan keluarga yang masih hidup. Ini menurut ajaran

Agama Kaharingan yang dianut almarhum orangtua saya,” kata

Ari Dewar yang saat ini sebenarnya tidak lagi menganut

kepercayaan Kaharingan, agama leluhurnya.

Dia mengaku telah berkonsultasi dengan para guru agama seperti

ustaz dan kiai di Banjarmasin. Setelah diizinkan barulah berani

menggelar upacara adat tiwah. Ini bentuk penghormatan

terhadap leluhur, termasuk ayahnya. Sebab, tiwah merupakan

upacara adat asli suku Dayak, sukunya sejak lahir.

“Ritual ini sudah dilaksanakan sejak ratusan tahun silam, jadi perlu

dilestarikan. Mengangkat kerangka orang yang sudah meninggal

kemudian menaruhnya di dalam sandung atau rumah kecil dengan

tidak menyentuh tanah,” jelas Ari Dewar.

Page 4: upacara adat.doc

Osoh T Agan, pisor atau pemimpin ritual tiwah menjelaskan, ritual

tiwah merupakan rukun kematian tingkat terakhir yang waktu

pelaksanaannya tidak ditentukan. Bisa dilaksanakan kapan saja

sesuai kesiapan keluarga yang ditinggalkan.

Sebelum upacara tiwah dilaksanakan, terlebih dahulu digelar ritual

lain yang dinamakan upacara tantulak. Menurut kepercayaan

Agama Kaharingan, setelah kematian, orang yang meninggal dunia

itu belum bisa langsung masuk ke dalam surga. Kemudian digelarlah

upacara tantulak untuk mengantar arwah yang meninggal dunia

tersebut menuju Bukit Malian, dan di sana menunggu

diberangkatkan bertemu dengan Ranying Hattala Langit, Tuhan

umat Kaharingan, sampai keluarga yang masih hidup menggelar

upacara tiwah.

“Bisa juga dikatakan Bukit Malian itu adalah alam rahim, tempat

suci manusia tinggal sebelum lahir ke dunia. Di alam itulah orang

yang meninggal dunia menunggu sebelum diberangkatkan menuju

surga melalui upacara tiwah,” terang pemuka Agama Kaharingan

dari Kota Palangka Raya ini.

Puncak acara tiwah ini sendiri nantinya memasukkan tulang-

belulang yang digali dari kubur dan sudah disucikan melalui ritual

khusus ke dalam sandung. Namun, sebelumnya lebih dahulu digelar

acara penombakan hewan-hewan kurban, kerbau, sapi, dan babi.

[kll]

sumber :

http://griyawisata.com/index.php/2011052725092/kalimantan-

Page 5: upacara adat.doc

island/ritual-tiwah-puncak-pengantaran-roh-ke-alam-baka/

menu-id-88.html

Ritual Tiwah yaitu prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah

tempat yang bernama sandung.

Ritual Tiwah dijadikan objek wisata karen unik dan khas banyak para wisatawan mancanegara tertarik pada upacara ini yang hanya di lakukan oleh warga Dayak Kalteng

2.Kebo-Keboan

Prosesi upacara adat Kebo-keboan yang dilaksanakan setiap tahun oleh warga Desa Alasmalang. Awalnya upacara adat ini dilaksanakan untuk memohon turunya hujan saat kemarau panjang,

dengan turunnya hujan ini berarti petani dapat segera bercocok tanam.

Puncaknya prosesinya adalah membajak sawah dan menanam bibit padi di persawahan. Orang-orang yang bertingkah seperti kerbau tadi dapat kesurupan dan mengejar siapa saja yang mencoba

mengambil bibit padi yang ditanam. Warga masyarakat Desa Alasmalang berusaha berebut bibit padi tersebut, karena dipercaya dapat digunakan sebagai tolak-balak maupununtuk keuntungan

3.Adu Kerbau (Mapasilaga Tedong)

Adu kerbau diawali dengan kerbau bule.

Partai adu kerbau diselingi dengan prosesi pemotongan kerbau ala Toraja, Matinggoro tedong, yaitu menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas. Semakin sore, pesta adu kerbau

semakin ramai karena yang diadu adalah kerbau jantan yang sudah memiliki pengalaman berkelahi puluhan kali.

Sebelum diadu, dilakukan parade kerbau. Ada kerbau bule atau albino, ada pula yang memiliki bercak-bercak hitam di punggung yang disebut salepo dan hitam di punggung (lontong boke). Jenis

Page 6: upacara adat.doc

yang terakhir ini harganya paling mahal, bisa di atas Rp 100 juta. Juga terdapat kerbau jantan yang sudah dikebirikonon cita rasa dagingnya lebih gurih

4.Rambu Solo

Rambu Solo adalah pesta atau upacara kedukaan /kematian. Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun. Bagi keluarga yang ditinggal wajib membuat sebuah pesta

sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.

Setelah melewati serangkaian acara, si mendiang di usung menggunakan Tongkonan (sejenis rumah adat khas Toraja) menuju makam yang berada di tebing-tebing dalam goa. Nama makamnya adalah

pekuburan Londa.

Yang unik dari upacara rambu solo adalah pembuatan boneka kayu yang dibuat sangat mirip dengan yang meninggal dan diletakkan di tebing.Uniknya lagi… konon katanya, wajah boneka itu kian hari

kian mirip sama yang meninggal

5.Pasola Sumba

Ini adalah bagian dari serangkaian upacara tradisionil yang dilakukan oleh orang Sumba. Setiap tahun pada bulan Februari atau Maret serangkaian upacara adat dilakukan dalam rangka memohon restu para dewa agar supaya panen tahun tersebut berhasil dengan baik. Puncak dari serangkaian upacara adat yang dilakukan beberapa hari sebelumnya adalah apa yang disebut pasola. Pasola

adalah perang-perangan yang dilakukan oleh dua kelompok berkuda. Setiap kelompok teridiri atas lebih dari 100 pemuda bersenjakan tombak yang dibuat dari kayu berdiameter kira-kira1,5 cm yang

ujungnya dibiarkan tumpul

6.Dugderan

Duderan adalah sebuah upacara yang menandai bahwa bulan puasa telah datang. Dugderan dilaksanakan tepat 1 hari sebelum bulan puasa. Kata Dugder, diambil dari perpaduan bunyi dugdug,

dan bunyi meriam yang mengikuti kemudian diasumsikan dengan derr.

Kegiatan ini meliputi pasar rakyat yang dimulai sepekan sebelum dugderan, karnaval yang diikuti oleh pasukan merahputih, drumband, pasukan pakaian adat BHINNEKA TUNGGAL IKA ,

meriam , warak ngendok dan berbagai potensi kesenian yang ada di Kota Semarang. Ciri Khas acara ini adalah warak Ngendok sejenis binatang rekaan yang bertubuh kambing berkepala naga kulit sisik

emas, visualisasi warak ngendok dibuat dari kertas warna warni. Acara ini dimulai dari jam 08.00 sampai dengan maghrib di hari yang sama juga diselenggarakan festival warak dan Jipin Blantenan

Page 7: upacara adat.doc

7.Tabuik

Berasal dari kata tabut, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.

Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota.Para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling

kolosal di Sumatera Barat ini.

Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Sesekali arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas

Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.

Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut,

dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya

8.Ngaben

Ngaben adalah upacara pembakaran atau kremasi jenazah umat Hindu Bali.

Dalam prosesi Ngaben, ketika api mulai disulut, perlahan-lahan kobaran api akan membesar dan mulai berkobar menyulut sosok jenazah. Lama-kelamaan kobaran api mulai menghanguskan

jazadnya yang dipercaya akan melepaskan segala ikatan keduniawian dari orang yang meninggal itu. Bila ikatan keduniawian telah terlepas, maka semakin terbukalah kesempatan untuk melihat

kebenaran dan keabadian kesucian Illahi di alam sana.

Beberapa hari sebelum upacara Ngaben dilaksanakan, keluarga dari orang yang meninggal dibantu oleh masyarakat membuat Bade dan Lembu yang sangat megah terbuat dari kayu, kertas warna-warni dan bahan lainnya. Bade dan Lembu ini merupakan tempat jenazah yang nantinya dibakar.