unsur-unsur intrinsik naskah drama aeng karya …digilib.unila.ac.id/29596/2/skripsi full.pdf ·...
TRANSCRIPT
UNSUR-UNSUR INTRINSIK NASKAH DRAMA AENG KARYA PUTUWIJAYA DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA DI SMA
(Skripsi)
OlehWIDYASNI AMANDA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIAFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRAK
UNSUR-UNSUR INTRINSIK NASKAH DRAMA AENG KARYA PUTUWIJAYA DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA DI SMA
Oleh
Widyasni Amanda
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana unsur intrinsik dalam naskah
drama Aeng dan bagaimana implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia
di SMA. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik
naskah drama Aeng karya Putu Wijaya dan implikasinya dalam pembelajaran
bahasa Indonesia di SMA.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Sumber data dalam penelitian ini naskah drama yang berjudul Aeng karya Putu
Wijaya. Naskah ini menceritakan tentang seorang pria bernama Alimin yang
mengalami ketidakadilan dari lingkungan sekitarnya. Teknik analisis data dalam
penelitian ini adalah teknik baca-catat.
Hasil penelitian menunjukan bagaimana unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam
naskah drama Aeng dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di
SMA yang dapat dijadikan referensi dalam pembelajaran bahasa Indonesia.Unsur-
unsur Intrinsik dalam naskah drama Aeng diungkapkan melalui indikator tema,
tokoh, penokohan, alur, latar, bahasa, dan amanat. Hasil penelitian ini
diimplikasikan dalam pembelajaran mengidentifikasi alur cerita, babak demi
babak, dan konflik dalam drama dan mempertunjukkan salah satu tokoh sebagai
bentuk apresiasi karya sastradi SMA seperti yang tercantum pada KD 3.18
Mengidentifikasi alur cerita, babak demi babak, dan konflik dalam drama yang
dibaca atau ditonton.
Kata kunci: naskah drama Aeng, unsur-unsur intrinsik, dan implikasi.
UNSUR-UNSUR INTRINSIK NASKAH DRAMA AENG KARYA PUTU
WIJAYA DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
INDONESIA DI SMA
Oleh
WIDYASNI AMANDA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada 13 April 1995 di Tanjung Karang, Kota Bandar
Lampung, Provinsi Lampung. Penulis merupakan anak pertama
dari tiga bersaudara, puteri dari pasangan Bapak Asnawi dan Ibu
Sutini.
Penulis mulai mengenyam pendidikan formal pada tahun 2001 di
SDN 1 Sukabumi Indah diselesaikan pada tahun 2007. Sekolah Menengah
Pertama di SMPN 5 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2010. Sekolah
Menengah Atas di SMAN 5 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2013.
Tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas
Keguran dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, melalui jalur SNMPTN.
Pada tahun 2017, penulis melakukan Praktik Pengalaman Kependidikan
di SMPN 1 Anak Ratu Aji, Lampung Tengah.
MOTO
اكرموا اضوالدضكم وا حسنوا ادبھم ‘’Muliakanlah anak-anakmu dan baguskanlah pendidikan mereka’’.
(H.R. At-Thabrani dan Khatib)
إیاك وقرین وء ,الس فإنك بھ تعرف “Jauhilah teman yang jahat, karena dengannya engkau akan dikenali”.
(H.R. Ibnu Asakir dari Anas)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan Alhamdulillah dan rasa bahagia atas nikmat yang diberi
Allah Subhanahuwataala, kupersembahkan karya sederhana ini untuk orang-
orang yang paling berharga dalam hidupku.
1. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Asnawi dan Ibunda Sutini yang selalu
memberikan doa dalam setiap sujudnya dan harapan di setiap tetes keringatnya
demi tercapainya cita, citra, dan cintaku;
2. Adik-adikku tersayang, Jessika Amanda dan Sacira Amanda yang telah
menghiburku disaat aku lelah, memberikan dukungan dan semangat dalam
menuntut ilmu serta menanti keberhasilanku;
3. Suamiku tercinta Muhammad Rindra yang selalu memberikan dukungan dan
doa untukku dalam mencapai keberhasilaanku;
4. Anakku tersayang Rianda Ramadhani Samudra yang selalu menjadi sumber
motivasiku untuk mencapai keberhasilan demi masa depan;
5. Almamater tercinta Universitas Lampung.
SANWACANA
Alhamdulillah, segenap rasa syukur penulis ucapkan terima kasih kepada Allah
Swt. yang maha berkehendak atas segala sesuatu dan telah memberikan limpahan
rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Unsur-unsur Intrinsik Naskah Drama Aeng karya Putu Wijaya dan
Implementasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA” sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Universitas Lampung.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis tentu telah banyak menerima
masukan, arahan, bimbingan, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak.
Sehubungan dengan hal itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak berikut.
1. Dr. Munaris, M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia sekaligus dosen Pembimbing I, atas kesediaannya dalam
memberikan bimbingandan saran selama penyusunan skripsi.
2. Drs. Ali Mustofa.,M. Pd., selaku dosen Pembimbing II atas kesabarannya
dalam memberikan bimbingan, saran, arahan, dan motivasi yang diberikan
selama penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Edi Suyanto, M. Pd., selaku dosen Pembahas yang telah memberikan
saran dan kritik pada skripsi ini.
4. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung.
5. Dr. Mulyanto Widodo, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Seni sekaligus dosen Pembimbing Akademik (PA).
6. Bapak dan Ibu dosen serta staf Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia dan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni.
7. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Asnawi dan Ibunda Sutini yang selalu
memberikan doa dalam setiap sujudnya dan harapan disetiap tetes
keringatnya demi tercapainya cita, citra, dan cintaku;
8. Adik-adikku tersayang, Jessika Amanda dan Sacira Amanda yang telah
menghiburku disaat aku lelah, memberikan dukungan dan semangat dalam
menuntut ilmu serta menanti keberhasilanku;
9. Suamiku tercinta Muhammad Rindra yang selalu memberikan dukungan dan
doa untukku dalam mencapai keberhasilaanku;
10. Anakku tersayang Rianda Ramadhani Samudra yang selalu menjadi sumber
motivasiku untuk mencapai keberhasilan demi masa depannya;
11. Sahabat kecilku Indria Nabilla Rahmayanti yang selalu memberi dukungan
dan doa untuk keberhasilanku;
12. Sahabatku tersayang, Engrid Septa Reni, Puspita Cahya Rivai, Roza Novi
Linda, dan Safira Nabila yang selalu siap membantuku dalam hal apapun,
selalu menghibur, memberi saran, dan semangat, sehingga aku merasa
memiliki keluarga baru.
13. Rekan-rekan seperjuanganku Batrasia’13, terima kasih atas kebersamaan
yang telah kalian berikan selama ini.
14. Bapak Mustakim dan Ibu, yang dengan tulus memberikan kasih sayang serta
rasa peduli layaknya orang tua di rumah, saat melakukan kegiatan KKN
selama 40 hari di Gedung Sari, Anak Ratu Aji, Lampung Tengah.
15. Guru SMPN 1 Anak Ratu Aji, terutama Ibu Ch.Winaryanti, S.Pd., yang telah
membimbingku untuk menjadi seorang guru yang baik dan belajar menjadi
guru yang profesional.
16. Siswa-siswi SMPN 1 Anak Ratu Aji yang telah menyadarkanku bahwa
percaya diri itu sangat penting, dan hidup sangat sayang untuk dilewatkan
tanpa rasa syukur.
17. Rekan-rekan KKN Anak Ratu Aji yang telah menjadikan 40 hariku penuh
makna dan berwarna selama mengabdi di Gedung Sari, Anak Ratu Aji,
Lampung Tengah.
18. Kepada semua pihak yang ikut berperan dan membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah Subhanahuwataala membalas segala keikhlasan, amal, dan bantuan
semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi
dunia pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aamiin.
Bandar Lampung,Penulis,
Widyasni Amanda
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................................... iHALAMAN JUDUL ........................................................................................................ iiiHALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... ivRIWAYAT HIDUP........................................................................................................... vMOTO................................................................................................................................ viPERSEMBAHAN ............................................................................................................. viiSANWACANA .................................................................................................................. viiiDAFTAR ISI ..................................................................................................................... xiDAFTAR SINGKATAN................................................................................................... xiiDAFTAR TABEL ............................................................................................................ xiiiDAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 11.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 71.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 71.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 71.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................................ 8
BAB II LANDASAN TEORI2.1 Pengertian Unsur Pembangun Cerita ............................................................................ 102.2 Unsur-Unsur Intrinsik ................................................................................................... 14
2.2.1 Tema ................................................................................................................... 152.2.2 Tokoh dan Penokohan ........................................................................................ 172.2.3 Alur ..................................................................................................................... 232.2.4 Latar .................................................................................................................... 282.2.5 Bahasa................................................................................................................. 292.2.6 Amanat................................................................................................................ 45
2.3 Pembelajaran Sastra di SMA ........................................................................................ 46
BAB III METODE PENELITIAN3.1 Metode Penelitian ......................................................................................................... 523.2 Data danSumber Data .................................................................................................. 533.3 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................................... 533.4 Teknik Analisis Data .................................................................................................... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil Penelitian ............................................................................................................. 56
4.2 Pembahasan................................................................................................................... 574.2.1 Unsur-unsur Pembangun Cerita ........................................................................... 57
4.2.1.1 Tema....................................................................................................... 584.2.1.2 Tokoh...................................................................................................... 614.2.1.3 Penokohan .............................................................................................. 644.2.1.4 Alur......................................................................................................... 664.2.1.5 Latar........................................................................................................ 684.2.1.6 Bahasa .................................................................................................... 704.2.1.7 Amanat ................................................................................................... 72
4.2.2 Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA ............................ 74
BAB V SIMPULAN DAN SARAN5.1 Simpulan ....................................................................................................................... 785.2 Saran ............................................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 80LAMPIRAN ...................................................................................................................... 81
DAFTAR TABEL
Tabel : 3.4.1 Indikator Unsur-Unsur Intrinsik
Tabel : 4.1.1 Hasil Penelitian
DAFTAR SINGKATAN
Al : Alur
Amt : Amanat
Bhs : Bahasa
Lr : Latar
Pkn : Penokohan
Tk : Tokoh
Tm : Tema
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Instrumen Penelitian
Lampiran 2 : Data Penelitian
Lampiran 3 : Naskah Drama Aeng
Lampiran 4 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebuah karya sastra disusun oleh dua unsur pembangun, yaitu unsur intrinsik dan
unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur yang berasal dari dalam sebuah
karya sastra, sedangkan ekstrinsik merupakan unsur yang menyusun karya sastra
dari luar. Unsur intrinsik ini meliputi tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, gaya
bahasa, dan amanat. Dalam penelitian ini unsur penyusun karya sastra yang akan
diteliti adalah unsur intrinsik dari naskah drama.
Unsur Intrinsik menentukan apa, siapa, kapan, di mana, dan bagaimana jalan
cerita yang akan dipentaskan. Hal ini sangat membantu pembaca maupun
penonton untuk memahami pesan yang akan disampaikan pengarang melalui
peristiwa yang terjadi dalam sebuah drama. Unsur tersebut sangat berperan
penting agar pembaca dan penonton paham akan maksud pengarang yaitu bahasa.
bahasa yang digunakan haruslah bahasa yang komunikatif. Melalui unsur
intrinsik, peserta didik mampu mengapresiasi sebuah karya sastra. Peserta didik
mampu menganalisis sebuah cerita lalu belajar memerankannya dan
mementaskannya di depan kelas.
2
Keterampilan yang dapat dilaksanakan berdasarkan penelitian ini seperti
memerankan salah satu tokoh dalam drama yang berkaitan dengan KD 4.18.
Memerankan salah satu tokoh dalam sebuah drama merupakan bentuk apresiasi
atau cara menghargai suatu karya sastra. Tidak hanya itu, dengan memerankan
salah satu tokoh dalam drama berarti peserta didik turut mengapresiasi tingkah
laku dari tokoh yang mereka perankan.
Unsur intrinsik yang akan diteliti adalah unsur intrinsik yang terdapat dalam
naskah drama Aeng karya Putu Wijaya. Dalam drama yang dikemukakan biasanya
tidak terlepas dari aspek-aspek sosial masyarakat, misalnya masalah perasaan
sayang, cinta, benci, dendam, ketulusan, kesetiaan, kesucian, dan lain-lain.
Konsep drama mengacu kepada dua pengertian, yaitu drama sebagai naskah dan
drama sebagai pentas. Drama ditulis dengan tujuan dipentaskan, akan tetapi tidak
berarti semua karya drama yang ditulis pengarang haruslah dipentaskan.
Drama merupakan bentuk sastra yang digemari oleh masyarakat luas dan
merupakan bentuk penciptaan kembali kehidupan nyata. Lakuan dan dialog dalam
drama tidak jauh beda dengan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.Oleh
karena itu, kita seringkali melihat cerita-cerita yang dipentaskan di atas panggung
mirip dengan kejadian yang terjadi di kehidupan sehari-hari kita, mulai dari
perilaku, kostum, bahasa, dan sebagainya.
Sebelum drama dipentaskan terdapat hal yang sangat penting untuk dilakukan,
yaitu memahami naskah drama. Naskah drama tidak hanya menonjolkan seni
peran, tetapi juga sarat akan pesan. Idenya murni pemikiran sang penulis naskah.
Namun,dapat pula diambil dari naskah orang lain maupun dari kisah-kisah klasik,
biasanya penulis menafsirkan ulang kisah tersebut sehingga banyak terjadi
3
perubahan, baik itu dalam hal sudut pandang, tokoh, ataupun setingnya, hal ini
sah-sah saja asal tidak menyimpang dari kisah aslinya. Naskah drama seperti itu
disebut karya adaptasi.
Naskah drama dapat dijadikan sebagai bahan studi sastra, dapat dipentaskan, dan
dapat dipagelarkan dalam media audio, berupa sandiwara radio atau kaset.
Pagelaran pentas dapat di depan publik langsung maupun di dalam televisi.
Naskah drama merupakan karangan atau cerita yang berupa tindakan yang masih
berbentuk teks yang belum dipentaskan (Rokmansyah, 2014: 40). Drama dapat
dipahami dan dimengerti tanpa menyaksikan peristiwa di atas pentas. Naskah
drama merupakan media untuk memahami dan mengerti drama yang akan
dipentaskan.
Naskah drama Aeng karya Putu Wijaya merupakan naskah drama yang ditulis
oleh I Gusti Ngurah Putu Wijaya, yaitu seorang sastrawan yang berasal dari Bali.
Putu Wijaya lahir di Puri Anom, Sarem, Kangin, Tabanan, Bali pada 11 April
1944. Drama Aeng sendiri merupakan drama monolog yang mengisahkan seorang
pria yang ditinggalkan oleh lingkungan sekitarnya termasuk orang tua dan
kekasihnya. Ia ditinggalkan karena perilaku tidak baiknya terhadap orang lain,
prilaku tidak baik itu juga terbentuk karena lingkungan sekitarnya yang
mendukung ia untuk berbuat jahat. Nama Aeng pada judul drama karya Putu
Wijaya ini berasal dari bahasa Bali yang berarti “Sempurna”.
Putu Wijaya yang kita kenal sebagai sastrawan mempunyai nama yang cukup
panjang, yaitu I Gusti Ngurah Putu Wijaya. Dari namanya itu dapat diketahui
bahwa ia berasal dari Bali. Putu memang dilahirkan di Puri Anom, Tabanan, Bali
pada tanggal 11 April 1944. Pada masa remaja ia sudah menunjukkan
4
kegemarannya pada dunia sastra. Saat masih duduk di sekolah menengah pertama
di Bali, ia mulai menulis cerita pendek dan beberapa di antaranya dimuat di harian
Suluh Indonesia, Bali. Ketika duduk di sekolah menengah atas, ia memperluas
wawasannya dengan melibatkan diri dalam kegiatan sandiwara. Setelah selesai
sekolah menengah atas, ia melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta, kota seni dan
budaya.
Di Yogyakarta, selain kuliah di Fakultas Hukum, UGM, ia juga mempelajari seni
lukis di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), drama di Akademi Seni Drama
dan Film (Asdrafi), dan meningkatkan kegiatannya bersastra. Dari Fakultas
Hukum, UGM, ia meraih gelar sarjana hukum (1969), dari Asdrafi ia gagal dalam
penulisan skripsi, dan dari kegiatan berkesenian ia mendapatkan identitasnya
sebagai seniman.
Setelah kira-kira tujuh tahun tinggal di Yogyakarta, Putu pindah ke Jakarta. Di
Jakarta ia bergabung dengan Teater Kecil dan Teater Populer. Di samping itu, ia
juga bekerja sebagai redaktur majalah Ekspres. Setelah majalah itu mati, ia
menjadi redaktur majalah Tempo (1971-1979). Bersama rekan-rekannya di
majalah Tempo, Putu mendirikan Teater Mandiri (1974).
Pada saat masih bekerja di majalah Tempo, ia mendapat beasiswa belajar drama di
Jepang (1973) selama satu tahun. Namun, karena tidak kerasan dengan
lingkungannya, ia belajar hanya sepuluh bulan. Setelah itu, ia kembali aktif di
majalah Tempo. Pada tahun 1975 ia mengikuti International Writing Program di
Iowa, Amerika Serikat. Setelah itu, ia juga pernah menjadi redaktur majalah
Zaman (1979-1985).
5
Ia juga mempunyai pengalaman bermain drama di luar negeri, antara lain dalam
Festival Teater Sedunia di Nancy, Prancis (1974) dan dalam Festival Horizonte III
di Berlin Barat, Jerman (1985). Ia juga membawa Teater Mandiri berkeliling
Amerika dalam pementasan drama Yel dan berpentas di Jepang (2001). Di
samping itu, ia juga pernah mengajar di Amerika Serikat (1985-1988).
Selama bermukim di Yogyakarta, kegiatan sastranya lebih terfokus pada teater. Ia
pernah tampil bersama Bengkel Teater pimpinan W.S. Rendra dalam beberapa
pementasan, antara lain dalam pementasan Bip-Bop (1968) dan Menunggu Godot
(1969). Ia juga pernah tampil bersama kelompok Sanggar Bambu. Selain itu, ia
juga (telah berani) tampil dalam karyanya sendiri yang berjudul Lautan Bernyanyi
(1969). Ia adalah penulis naskah sekaligus sutradara pementasan itu. Naskah
dramanya itu menjadi pemenang ketiga Sayembara Penulisan Lakon yang
diselenggarakan oleh Badan Pembina Teater Nasional Indonesia.
Kegiatan sastranya lebih menonjol pada bidang teater, Putu Wijaya pun lebih
dikenal sebagai dramawan. Sebenarnya, selain berteater ia juga menulis cerpen
dan novel dalam jumlah yang cukup banyak, di samping menulis esai tentang
sastra. Sejumlah karyanya, baik drama, cerpen, maupun novel, telah
diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Belanda,
Prancis, Jerman, Jepang, Arab, dan Thailand.
Gaya Putu menulis novel tidak berbeda jauh dengan gayanya menulis drama.
Seperti dalam karya dramanya, dalam novelnya pun ia cenderung
mempergunakan gaya objektif dalam pusat pengisahan dan gaya stream of
consciousness dalam pengungkapannya. Terhadap karya-karya Putu itu, Rachmat
Djoko Pradopo (dalam Memahami Drama Putu Wijaya: Aduh, 1985) memberi
6
komentar bahwa Putu berani mengungkapkan kenyataan hidup karena dorongan
naluri yang terpendam dalam bawah sadar, lebih-lebih libido seksual yang ada
dalam daerah kegelapan.
Peneliti melakukan penelitian mengenai unsur-unsur intrinsik disebabkan karena
unsur-unsur intrinsik merupakan materi yang sering sekali dipelajari di sekolah.
Pembelajaran sastra di sekolah masih terbilang kurang, oleh karena itu penelitian
ini diharapkan mampu menjadi referensi untuk guru membuat materi bahan ajar di
sekolah terutama untuk pembelajaran sastra drama. Berdasarkan alasan tersebut
penulis ingin mengkaji unsur-unsur intrinsik naskah drama Aeng karya Putu
Wijaya.
Penulis ingin meneliti unsur-unsur intrinsik naskah drama Aeng karya Putu
Wijaya karena drama merupakan bagian yang erat dari pembelajaran bahasa dan
sastra Indonesia di sekolah menengah atas (SMA) dan terdapat pesan moral dalam
naskah drama Aeng yang dapat dijadikan sebagai bahan untuk pembelajaran moral
terhadap Tuhan dan sesama manusia sesuai dengan Kompetensi Inti (KI) yang
tercantum pada silabus. Drama meliputi aspek mendengarkan (memahami
pementasan/pembacaan drama), berbicara (memerankan tokoh dalam pementasan
drama), menulis (membuat naskah drama).
Berdasarkan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam topik materi Drama
pada silabus bahasa Indonesia Kurikulum 2013, penulis memfokuskan penelitian
pada unsur-unsur intrinsik naskah drama yang terdapat dalam KD 3.18
Mengidentifikasi alur cerita, babak demi babak, dan konflik dalam drama yang
dibaca atau ditonton. Kompetensi dasar tersebut dimuat dalam kurikulum 2013.
Tujuan adanya pembelajaran sastra di SMA adalah untuk mendorong siswa agar
7
memiliki rasa peka terhadap karya sastra sehingga terdorong untuk membacanya.
Selain itu, tujuan adanya pembelajaran sastra di sekolah, yaitu untuk membentuk
peserta didik agar menjadi pembaca yang dapat menemukan kenikmatan dan nilai
dalam suatu karya sastra.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam naskah drama
Aeng karya Putu Wijaya?
2. Bagaimanakah implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di
SMA?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, penulis merumuskan tujuan-
tujuan peneltian sebagai berikut.
1. Mengkaji unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam naskah drama Aeng
karya Putu Wijaya.
2. Mengimplikasikan unsur-unsur intrinsik pada pembelajaran bahasa
Indonesia di SMA.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang berjudul Unsur-Unsur Intrinsik Naskah Drama Aeng karya Putu
Wijaya dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA memiliki
manfaat sebagai berikut.
8
1. Sebagai sumber informasi mengenai unsur-unsur intrinsik naskah drama
Aeng karya Putu Wijaya dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa
Indonesia di SMA.
2. Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya pengembangan pengajaran
sastra di sekolah.
3. Memberikan pengalaman dan pengetahuan pembaca untuk memperluas
dan menambah wawasan dalam berpikir.
4. Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian serupa.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Berikut adalah yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini.
1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah sebuah naskah drama yang berjudul Aeng,
naskah tersebut ditulis oleh Putu Wijaya, yaitu seorang sastrawan terkenal yang
memiliki banyak karya sastra. Naskah drama ini menceritakan seorang pria
bernama Alimin yang mengalami ketidakadilan dari lingkungan sekitarnya.
Naskah drama Aeng ini merupakan naskah drama monolog.
2. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini yaitu unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh, penokohan,
alur, latar, bahasa, dan amanat) yang terkandung dalam naskah drama Aeng, serta
implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA.
9
Untuk mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam naskah drama
tersebut, dalam penelitian ini penulis berpedoman pada pendapat Rokhmansyah
(2014: 40) sebagai berikut.
A. Unsur pembangun drama, terdiri atas:
1) Tema
2) Tokoh
3) Penokohan
4) Alur
5) Latar
6) Bahasa
7) Amanat
BAB IILANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Unsur Pembangun Cerita
Unsur Intrinsik merupakan unsur pembangun yang terkandung di dalam suatu
karya sastra itu sendiri. Unsur ini merupakan struktur yang menjadi pondasi awal
sebuah karya sastra. Pada umumnya unsur intrinsik terdiri dari tema, tokoh dan
penokohan, alur, latar, bahasa, dan amanat. Pada penelitian ini unsur intrinsik
yang akan ditelaah ialah unsur intrinsik yang terdapat pada drama. Jika
dibandingkan dengan fiksi, maka unsur intrinsik drama dapat dikatakan kurang
sempurna. Pada drama tidak ditemukan adanya unsur pencerita, sebagaimana
terdapat di dalam fiksi (Hassanudin, 2015: 92).
Terlepas dari apakah sebuah karya drama itu nantinya dipentaskan atau hanya
sekedar dibaca saja, pada intinya apa yang disebut dengan drama adalah sebuah
genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya
dialog atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada, selain didominasi oleh
cakapan yang langsung itu, lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan
adanya semacam petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran
tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan oleh tokoh (Budianta, dkk.,
2006: 95). Berikut ini merupakan narasi awal dari naskah drama Aeng karya Putu
Wijaya.
11
“Ya! Diam kamu kerbau! Sudah aku bilang, aku tidur. Masak aku tidak bolehtidur sebentar. Kapan lagi aku bisa tidur kalau tidak sekarang. Nah begitu. Diam-diam sajalah dulu. Tenangkan saja dulu kepalamu yang kacau itu. Hormati sedikitkemauan tetangga kamu ini (BERBARING LAGI) Ya diam. Tenang seperti ini.Biar aku dengar hari bergeser mendekatiku dengan segala kebuasannya. Tiapdetik sekarang kita berhitung. Aku kecap detak-detak waktu kenyang-kenyang,karena siapapun tak ada lagi yang bisa menahannya untukku. Bahkan Tuhan jugasudah menampikku. Sebentar lagi mereka akan datang dan menuntunku kelapangan tembak. Mataku akan dibalut kain hitam dan sesudah itu seluruhhidupku jadi hitam. Aku akan terkulai di situ berlumuran darah. Jadi onggokandaging bekas. Sementara dunia terus berjalan dan kehidupan melenggang sepertitak kekurangan apa-apa tanpa aku. Sekarang kesempatanku yang terakhir untukmenunjuk arti. Mengisi kembali puluhan tahun di belakang yang sudah akulompati dengan terlalu cepat. Apa yang bisa dilakukan dalam waktu pendek tetapidahsyat? (MENGANGKAT TOPI DAN MELEMPARKANNYA KE ATAS)Ketika aku mulai melihat, yang pertama sekali aku lihat adalah kejahatan. Makkudihajar habis oleh suaminya yang kesetanan. Ketika pertama kali mendengar,yang kudengar adalah keserakahan. Para tetangga beramai-ramai memfitnah kamisupaya terkubur. Ketika pertama kali berbuat yang aku lakukan adalah dosa.Kudorong anak itu ke tengah jalan dan sepedanya aku larikan. Sejak itu merekanamakan aku bajingan. Mula-mula aku marah, karena nama itu diciptakanuntuk membuangku. Tetapi kemudian ketika aku terbiasa memakainya, banyakorang mengaguminya.Mereka datang kepadaku hendak berguru. Aku dinobatkanjadi pahlawan. Sementara aku merasa amat kesepian ditinggal oleh dunia yang takmau mengakuiku sebagai anaknya.” (DuniaSastra.Net)
Pada awal cerita Alimin menceritakan bagaimana kondisi keluarga dan
lingkungannya. Ia menceritakan kedua orangtuanya yang sering bertengkar,
ayahnya yang sangat tempramen terhadap ibunya. Keluarga Alimin sangat
dipojokkan dan dikucilkan lingkungan sekitarnya. Alimin tumbuh menjadi pribadi
yang kasar dan tidak bermoral, ia melakukan kejahatan yang awalnya takut
menjadi lebih berani karena masyarakat justru mendukung perilaku tak baiknya
itu. hingga akhirnya Alimin harus bertanggung jawab atas segala perbuatan tidak
baiknya itu dengan mendekam di jeruji besi selama bertahun-tahun.
Drama adalah bentuk karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan
dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog (Kosasih,
2012:132). Lakuan dan dialog yang terdapat dalam drama tidak jauh berbeda
12
dengan yang tejadi dalam kehidupan nyata. Drama merupakan penciptaan kembali
kehidupan nyata. Menurut Aristoteles adalah peniruan gerak yang memanfaatkan
unsur-unsur aktivitas nyata. Konsep drama mengacu pada dua pengertian, yaitu
drama sebagai naskah dan drama sebagai pentas (Rokhmansyah, 2014: 39).
Dalam drama dialog-dialog merupakan bagian terpenting dan sampai taraf tertentu
ini juga berlaku bagi monolog-monolog. Pada pokoknya sebuah drama terdiri atas
teks-teks para aktor, dan tak ada seorang juru cerita yang langsung menyapa para
penonton. Drama tidak langsung menyapa para penonton, tetapi konvensi tersebut
sering dilanggar, khususnya dalam drama modern (Luxemburg dalam Wiyatmi,
2006: 46). Pembicaraan drama tentang naskah akan lebih mengarah kepada dasar
dari telaah drama. Naskah drama dapat dijadikan sebagai bahan studi sastra, dapat
dipentaskan, dan dapat dipagelarkan dalam media audio, berupa sandiwara radio
atau kaset (Rokhmansyah, 2014: 40).
Petunjuk-petunjuk untuk pementasan bersifat sekunder karena selama pementasan
tak pernah diucapkan, tetapi dikonkretkan lewat isyarat-isyarat nonbahasa. Teks
yang memuat petunjuk pementasan tersebut disebut sebagai teks samping
(Wiyatmi, 2006: 47). Pagelaran pentas dapat di depan publik langsung maupun di
dalam televisi, untuk pegelaran drama di televisi, penulisan naskah drama sudah
lebih canggih, mirip dengan skenario film. Drama berarti perbuatan, tindakan atau
beraksi. Dalam kehidupan saat ini, drama mengandung arti yang lebih luas
ditinjau apakah drama sebagai salah satu genre sastra, ataukah drama itu sebagai
cabang kesenian yang mandiri.
13
Naskah drama tidak hanya menonjolkan seni peran, tetapi juga sarat akan pesan.
Idenya murni dari pemikiran sang penulis naskah. Namun demikian, dapat pula
diambil dari naskah orang lain maupun dari kisah-kisah klasik. Biasanya penulis
menfsirkan ulang kisah tersebut sehingga banyak terjadi perubahan, baik itu
dalam hal sudut pandang, tokoh, ataupun setingnya (Kosasih, 2012: 138). Dalam
naskah drama, watak para tokoh hanya dapat diketahui melalui penuturannya
masing-masing.
Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi
dan prosa Drama pentas adalah jenis kesenian seperti, tata lampu, seni lukis
(dekor, panggung), seni kostum seni rias, dan sebagainya. Contoh dari drama
pentas, yaitu wayang, ketoprak, ludruk, lenong, dan film. dalam kesenian tersebut,
naskah drama diramu dengan berbagai unsur untuk membentuk kelengkapan
(Rokhmansyah, 2014:40).
Kata drama sering dikaitkan dengan teater. Sebenarnya kata teater memiliki
makna yang lebih luas, meliputi drama, gedung pertunjukkan, panggung, grup
pemain drama, dan dapat juga berarti segala bentuk tontonan yang dipentaskan di
depan orang banyak. Pengertiannya ditentukan oleh konteks pembicaraan. Drama
naskah disebut juga sastra lakon. Sebagai salah satu genre sastra, drama naskah
dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur batin (semantik, makna).
Wujud fisik sebuah naskah adalah dialog atau ragam tutur (Waluyo dalam
Rokhmansyah, 2014:40).
Menurut Morris [et al] (dalam Tarigan, 2011:69) kata drama berasal dari bahasa
Yunani; tegasnya dari kata kerja dran yang berarti “berbuat, to act atau to do” .
14
Demikian pula dari segi etimologinya mengutamakan perbuatan, gerak, yang
merupakan ini hakikat setiap karangan yang bersifat drama. Oleh karena itu, tidak
perlu usah heran jika Moulton mengatakan bahwa “drama adalah hidup yang
ditampilkan dalam gerak” (life presented in action) ataupun Bathazar Verhagen
yang mengemukakan bahwa “drama adala kesenian melukis sifat dan sikap
manusia dengan gerak (Tarigan, 2011: 70).
2.2 Unsur-Unsur Intrinsik Drama
Agar kita dapat memahami sebuah drama, maka seorang pembaca dan calon
pengkaji drama perlu juga mengenal dan memperhatikan unsur-unsur pembangun
drama. Unsur-unsur tersebut adalah:
1. Tema dan amanat
2. Alur (plot)
3. Penokohan (perwatakan, karakterisasi)
4. Latar (seting)
5. Cakapan (dialog)
6. Lakuan (Wiyatmi, 2006: 48)
Drama dibangun oleh unsur pembentuknya. Agar kita dapat mengevaluasi suatu
lakon, maka terlebih dahulu kita harus mengenal unsur-unsurnya dengan baik.
Unsur-unsur itu adalah:
1. Alur
2. Penokohan
3. Dialog
4. Aneka sarana kesastraan dan kedramaan (Tarigan, 2011: 75).
15
Dalam Rokmansyah (2014: 39) terdapat delapan unsur-unsur drama, yaitu:
1. Tokoh
2. Amanat
3. Bahasa
4. Dialog
5. Alur
6. Latar
7. Tema
8. Petunjuk teknis
Dari tiga pendapat para ahli yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya
mengenai unsur-unsur intrinsik, maka penulis merujuk pada pendapat
Rokhmansyah. Hal ini dikarenakan unsur-unsur intrinsik yang terdapat pada teori
tersebut sesuai dengan yang ada pada pembelajaran sastra drama di sekolah
khususnya SMA. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai unsur-unsur
intrinsik pada drama.
2.2.1 Tema
Tema pada dasarnya merupakan sejenis komentar terhadap subjek atau pokok
masalah, baik secara eksplisit maupun implisit. Dalam tema terkandung sikap
pengarang terhadap subjek atau pokok cerita. Tema memiliki fungsi untuk
menyatukan unsur-unsur lainnya. Di samping itu, juga berfungsi untuk melayani
visi atau responsi pengarang terhadap pengalaman dan hubungan totalnya dengan
jagat raya (Sayuti dalam Wiyatmi, 2006: 43).
16
Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau
sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dalam cerita (Rokhmansyah, 2014:
42). Menurut Kosasih (2011: 136) tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi
drama. Tema dalam drama menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah
kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya. Agar kita
mengetahui tema dari sebuah drama, kita perlu mengapresiasi menyeluruh
terhadap berbagai unsur karangan itu, hal ini dikarenakan tema jarang dinyatakan
secara tersirat.
Tema dapat dirumuskan dari berbagai peristiwa, penokohan, dan latar. Tema
adalah inti permasalahan yang hendak dikemukakan pengarang dalam karyanya.
Oleh sebab itu tema merupakan hasil konklusi dari berbagai peristiwa yang terkait
dengan penokohan dan latar. Dalam sebuah drama terdapat banyak peristiwa yang
masing-masingnya mengemban permasalahan, tetapi hanya ada sebuah tema
sebagai intisari dari permasalahan-permasalahan tersebut. Permasalahan ini dapat
juga muncul melalui perilaku para tokoh ceritanya yang terkait dengan latar dan
ruang.
Tema dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu tema jasmaniah, yang
berkaitan dengan keadaan jiwa seorang manusia. Tema organic (moral yang
berhubungan dengan moral manusia. Tema social yang berhubungan dengan
masalah politik, pendidikan, dan propaganda. Tema egoik, berhubungan dengan
reaksi-reaksi pribadi yang pada umumnya menentang pengaruh sosial. Tema
ketuhanan yang berhubungan dengan kondisi dan situasi manusia sebagai
makhluk sosial (Sayuti dalam Wiyatmi, 2006: 43).
17
Unsur tema dalam karya sastra drama terdiri dari masalah, pendapat, dan pesan
pengarang itu secara langsung dan intuitif disimak oleh pembaca atau penonton
yang baik. Unsur buah pikiran itu disimak sebagai suatu kesatuan yang tidak
dapat dipisah-pisahkan lagi dan menjadi kekayaan rohani pembaca atau penonton
itu. Tema merupakan buah pikiran dari pengarang atau dramawan yang memiliki
fungsi terhadap unsur drama yang lain. Tema merupakan tujuan akhir yang harus
diungkapkan oleh plot, karakter, maupun bahasa. Oleh karena itu, tema justru
menjadi pedoman dan pemersatu bagi unsur-unsur drama lainnya (Sumardjo,
1988: 148)
Menurut Sayuti dalam Wiyatmi (2006: 43) tema ditafsirkan melalui cara-cara
berikut.
a. Penafsir hendaknya mempertimbangkan tiap detil cerita yang dikedepankan.
b. Penafsiran tema hendaknya tidak bertentangan dengan tiap detil cerita.
c. Penafsiran tema hendaknya tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak
dinyatakan baik secara langsung maupun tidak langsung.
d. Penafsiran tema haruslah mendasarkan pada bukti yang secara langsung ada
atau yang diisyaratkan dalam cerita.
2.2.2 Tokoh dan Penokohan
Sifat dan kedudukan tokoh cerita di dalam suatu karya sastra drama beraneka
ragam. Ada yang bersifat penting dan digolongkan kepada tokoh penting (major)
dan ada pula yang tidak terlalu penting dan digolongkan kepada tokoh pembantu
(minor). Ada berkedudukan sebagai protagonis, yaitu tokoh yang berperan
18
sebagai penggerak cerita, dan tokoh antagonis, yaitu tokoh yang berperan sebagai
penghalang dan masalah bagi protagonis. Biasanya pembaca dan penonton lebih
berempati pada tokoh protagonis.
Tokoh dalam drama mengacu pada watak (sifat-sifat pribadi seorang pelaku,
sementara aktor atau pelaku mengacu pada peran yang bertindak atau berbicara
dalam hubungannya dengan alur peristiwa (Wiyatmi, 2006: 50). Cara
mengemukakan watak di dalam drama lebih banyak bersifat tidak langsung, yaitu
melalui dialog dan lakuan. Dalam drama, watak pelaku dapat diketahui dari
perbuatan dan tindakan yang mereka lakukan, dari reaksi mereka terhadap suatu
situasi tertentu terutama situasi-situasi yang kritis, dari sikap mereka menghadapi
suatu situasi atau peristiwa atau watak tokoh lain (Brahim dalam Wiyatmi, 2006:
50).
Di samping itu, watak juga terlihat dari kata-kata yang diucapkan. Dalam hal ini
ada dua cara untuk mengungkapkan watak lewat kata-kata (dialog). Pertama, dari
kata-kata yang diucapkan sendiri oleh pelaku dalam percakapan dengan pelaku
lain. Kedua, melalui kata-kata yang diucapkan pelaku lain mengenai diri pelaku
tertentu (Brahim dalam Wiyatmi, 2006: 51).
Watak pada tokoh itu bukan saja merupakan pendorong untuk terjadinya
peristiwa, akan tetapi juga merupakan unsur yang menyebabkan masalah-masalah
yang timbul dalam peristiwa. Watak seorang tokoh biasanya menjadi penggerak
cerita. Tokoh cerita memiliki fungsi yang juga penting dalam hubungan dengan
pengungkapan buah pikiran pengarang. Tingkah laku dan perkataan tokoh pasti
akan membangkitkan perhatian dan menggiring pembaca atau penonton yang
19
peka untuk memahami, menghayati, dan menyimpulkan buah pikiran sang
pengarang (Sumardjo, 1988: 145).
Sama seperti yang ada dalam teori fiksi, tokoh dalam drama juga perlu dipahami
secara tiga dimensi, yaitu dimensi fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Dimensi
fisiologis meliputi usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, dan ciri-ciri muka, dan
sebagainya. Dimensi sosiologis meliputi status sosial, pekerjaan, jabatan, perana
di dalam masyarakat, pendidikan, agama, pandangan hidup, ideologi, aktivitas
sosial, organisasi, hoby, bangsa, suku, dan keturunan. Dimensi psikologis meliputi
mentalitas, ukuran moral, keinginan dan perasaan pribadi, sikap dan kelakuan
(temperamen), juga intelektualitasnya (Wiyatmi, 2006: 51).
Keadaan fisik tokoh (fisiologi) dapat pula memberikan tuntutan bagi pemahaman
drama. Persoalannya, keadaan fisik biasanya berkaitan dengan peran tokoh,
seorang yang berperan sebagai tukang pukul tidak mungkin berfisik kurus
kerempeng. Tokoh gadis yang diperebutkan, biasanya tidak berwajah jelek dan
memiliki cacat tubuh, melainkan cantik dan menarik. Pencatatan data fisik tokoh
dapat membantu interpretasi pembaca dalam merumuskan pemahaman terhadap
teks drama.
Tokoh-tokoh yang telah dipilih oleh pengarang biasanya telah dipersiapkan
sedemikian rupa. Saat karya drama ditulis kemungkinan untuk membuat sosok
tokoh yang telah dipersiapkan menjadi menyimpang dapat saja terjadi namun,
pengarang akan tetap menjaga agar tokoh tetap pada jalurnya dan tidak terlalu
jauh. Tokoh yang dihadirkan harus memiliki “beban” dalam membangun konflik
dalam drama, jika pengarang membiarkan tokoh terlalu bebas maka obsesi
20
tertentu yang terdapat dalam diri pengarang saat mempersiapkan karya drama
akan buyar dan digantikan dengan obsesi lain (Hasanuddin, 2015: 94).
Pemilihan aspek penamaan untuk tokoh diniatkan sejak semula oleh pengarang
untuk mewakili permasalahan dan konflik yang hendak dikemukakan. Oleh sebab
itu, dalam upaya menemukan permasalahan drama, pembaca perlu
mempertimbangkan unsur penamaan tokoh. Setidaknya hal yang harus disadari
pembaca adalah faktor nama merupakan suatu subsistem dari sistem yang lebih
besar. Nama dalam drama dapat menimbulkan persepsi dan resepsi tertentu.
Penamaan dalam drama berlaku sebagai suatu rangkaian dari sistem, meskipun
sulit merumuskan secara jelas maksud sistem dalam hal ini.
Sistem nama tokoh biasanya dianggap sebagai sesuatu yang periferial bukan
sesuatu yang inti, sehingga tidak pernah mendapat perhatian. Padahal sistem nama
tokoh dalam teks fiksionalitas merupakan subsistem dari sistem lain yang lebih
besar (Junus dalam Hasanuddin, 2015: 95). Setiap nama yang diberikan kepada
tokoh akan menyiratkan imajinasi pembaca yang segera dihubungkan dengan
pengetahuan tentang realitas yang mereka miliki. Di samping itu nama juga
memberikan gambaran profil tertentu dan juga dapat menimbulkan persepsi
mengenai etnis, prilaku, dan tradisi yang dimiliki etnis tersebut.
Berdasarkan kenyataan ini, pemberian nama tertentu pada diri tokoh oleh
pengarang akan memberikan pengaruh pada tokohnya. Nama Tukijan dan
Waginem tentu tidak menarik untuk dipergunakan sebagai nama-nama tokoh
drama dari kalangan yang berlatar masyarakat priyayi Jawa. Kalu dipaksakan
juga, maka hanya faktor kejanggalan yang akan muncul.
21
Tokoh jarang memiliki peran yang tunggal, biasanya bergantung dengan interaksi
sosial yang dilakukannya. Perubahan lawan interaksi sosial akan menyebabkan
berubahnya peran seorang tokoh. Setiap peran umumnya selalu hadir berpasangan
dengan peran lain dalam membentuk suatu permasalahan atau konflik. Oleh
karena itu, perubahan peran akan menyebabkan perubahan tingkah laku, ucapan,
dan tindakan, sebagai perwujudan pikiran dan perasaan tokoh dalam perannya.
Tingkah laku dan ucapan tokoh membentuk satuan karakter yang bersumber dari
gejolak psikis tokoh tersebut (Hasanuddin, 2015: 98).
Paling tidak dapat dirumuskan enam kedudukan peran para tokoh di dalam drama
(Junus dan Elam dalam Hasanuddin, 2015: 98). Keenam kedudukan peran inilah
yang membangun cerita dan membentuk konflik. Keenam kategori kedudukan
peran drama di dalam drama yang dapat diwakili para tokoh untuk membangun
dan membentuk konflik itu adalah sebagai berikut.
1) Peran Lion (Singa), yaitu tokoh yang dikategorikan sebagai tokoh pembawa
ide, dengan istilah lain disebut sebagai tokoh protagonis. Tokoh ini
memperjuangkan sesuatu yang sifatnya kebenaran, kekuasaan, perdamaian,
cinta, atau wanita (dalam banyak hal, dalam sastra wanita masih menempati
unsur yang diperebutkan). Peran Lion ini mendapatkan banyak hambatan dan
rintangan saat ingin mencapai tujuannya.
2) Peran Mars, yaitu tokoh menentang dan menghalang-halangi perjuangan peran
Lion dalam mencapai keinginan dan tujuan yang diperjuangkan tokoh peran
Lion. Umumnya peran Mars juga berkeinginan untuk mendapatkan apa yang
diinginkan oleh peran Lion. Peran Mars disebut juga sebagai tokoh Antagonis.
22
3) Peran Sun (Matahari), yaitu tokoh atau apapun yang menjadi sasaran
perjuangan Lion dan juga yang ingin dapatkan Mars. Sun merupakan apa
tujuan yang diinginkan dan diperjuangkan oleh Lion dan Mars.
4) Peran Earth (Bumi), yaitu tokoh apapun yang menerima hasil perjuangan Lion
atau Mars. Jika Lion berjuang untuk dirinya sendiri, maka Lion sekaligus
berperan sebagai Earth. Demikian juga Mars, jika ia berjuan untuk dirinya
sendiri maka sekaligus Mars berperan sebagai Earth.
5) Peran Scale (Neraca), yaitu peran menghakimi, memutuskan, menengahi, atau
juga menyelesaikan konflik dan permasalahan yang terjadi dalam drama.
Biasanya pertentangan antara Lion dan Mars.
6) Peran Moon (Bulan), yaitu peran yang bertugas sebagai penolong. Mungkin
saja Moon bertugas menolong Lion,tetapi juga akan ada Moon yang membantu
Mars. Di dalam kondisinya sebagai penolong, maka akan muncul banyak
variasi peran ini (Hasanuddin, 2015: 99-100).
Sastra Indonesia tidak mempunyai tradisi psikologisme yang kuat, dalam arti
bahwa penokohan dan perwatakan dalam karya sastra tidak banyak
mempersoalkan perkembangan personalitas dari pelaku-pelakunya. Tokoh-tokoh
dalam sastra tidak memiliki perwatakan yang merdeka, tetapi merupakan tokoh
yang sudah ditertibkan (Soemardjan dkk., 1984: 127). Personalitas dibentuk untuk
melancarkan jalannya kejadian dan bukan sebaliknya. Kejadian tidak pernah
mempengaruhi personalitas.
Dalam penokohan termasuk hal-hal yang berkaitan dengan penamaan, pemeranan,
keadaan fisik tokoh (aspek fisiologis), keadaan kejiwaan tokoh (aspek psikologis)
kedaan sosial tokoh (aspek sosiologi), serta karakter tokoh (Hasanuddin, 2015:
23
93). Hal-hal yang termasuk di dalam permasalahan penokohan ini saling
berhubungan dalam upaya membangun permasalahan atau konflik kemanusiaan
yang merupakan aspek penting. Selain melalui aspek inilah aspek lain dalam
drama dimungkinkan berkembang, unsur penokohan dalam drama terkesan lebih
tegas dan jelas pengungkapannya dibandingkan dengan fiksi.
Menurut Kosasih (2012:135) dan Tarigan (2011:76-77) tokoh-tokoh dalam drama
diklasifikasikan sebagai berikut.
a. Tokoh gagal atau tokoh badut (the foil) tokoh ini mempunyai pendirian yang
bertentangan dengan tokoh lain. Kehadiran tokoh ini berfungsi untuk
menegaskan tokoh lain itu.
b. Tokoh idaman (the type character). Tokoh ini berperan sebagai pahlawan
dengan karakternya yang gagah, berkeadilan, atau terpuji.
c. Tokoh statis (the static character). Tokoh ini memiliki peran yang tetap sama,
tanpa perubahan, mulai dari awal hingga akhir cerita.
d. Tokoh yang berkembang. Tokoh ini mengalami perkembangan selama cerita
itu berlangsung. Misalnya, tokoh Macbeth yang pada awal cerita sangat setia,
secara cepat berkembang dan berubah menjadi orang yang berkhianat pada
akhir cerita.
2.2.3 Alur
Hubungan antara satu peristiwa atau sekelompok peristiwa yang lain disebut alur
atau plot. Alur sebagai rangkaian peristiwa-peristiwa atau sekelompok yang saling
berhubungan secara kausalitas akan menunjukkan kaitan sebab akibat. Jika
hubungan kausalitas peristiwa terputus dengan peristiwa lain maka dapat
24
dikatakan bahwa alur tersebut kurang baik. Alur yang baik adalah alur yang
memiliki kausalitas sesama peristiwa yang ada di dalam sebuah teks drama
(Hasanuddin, 2015: 109). Karakteristik alur drama, jika ingin membedakannya
mungkin dapat dikategorikan dengan istilah alur konvensional dan alur non
konvensional.
Seorang dramawan menyusun alur untuk mencapai beberapa tujuan, salah satunya
adalah mengungkapkan buah pikirannya. Alur pada dasarnya merupakan deretan
peristiwa dalam hubungan logik dan kronologik saling berkaitan dan yang
diakibatkan atau dialami oleh para pelaku (Luxemburg dalam Wiyatmi, 2006: 49).
Plot atau alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan
dengan hukum sebab-akibat. Dalam teks drama, alur tidak diceritakan, tetapi akan
divisualkan dalam panggung. Dengan demikian, bagian terpenting dari sebuah
alur drama adalah dialog dan lakuan (Sumardjo, 1988: 138).
Penyajian alur dalam drama diwujudkan dalam urutan babak dan adegan. Babak
adalah bagian terbesar dalam sebuah lakon (Wiyatmi, 2006: 49). Pergantian babak
dalam pentas drama ditandai dengan layar yang diturunkan atau ditutup, atau
lampu panggung dimatikan sejenak. Setelah lampu dinyalakan kembali atau layar
dibuka kembali dimulailah babak baru berikutnya. Pergantian babak biasanya
menandai pergantian latar, baik latar tempat, ruang, maupun waktu.
Adegan adalah bagian dari babak, sebuah adegan hanya menggambarkan satu
suasana. Pergantian adegan tidak selalu disertai dengan pergantian latar. Satu
babak dapat terdiri atas beberapa adegan. Struktur alur drama, yang oleh
25
Aristoteles (lewat Harymawan dalam Wiyatmi, 2006: 49) disebut sebagai alur
dramatik (dramatic plot)dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Protasis (permulaan): dijelaskan peran dan motif lakon.
2. Epitasio (jalinan kejadian).
3. Catastasis (klimaks): peristiwa mencapai titik kulminasi.
4. Catastrophe (penutup).
Seperti juga bentuk-bentuk sastra lainnya, maka suatu lakon haruslah bergerak
maju dari permulaan (beginning) melalui suatu pertengahan (middle), menuju
akhir (ending). Dalam drama, bagian-bagian ini dikenal dengan istilah-istilah
eksposisi, komplikasi, dan resolusi (Tarigan, 2011: 75).
Berikut ini pengertian dari bagian-bagian alur dalam drama.
a) Eksposisi
Eksposisi suatu lakon mendasari serta mengatur gerak atau action dalam masalah-
masalah waktu dan tempat. Eksposisi memperkenalkan para pelaku kepada kita,
yang akan dikembangkan dalam bagian utama lakon itu, dan memberikan suatu
indikasi mengenai resolusi.
b) Komplikasi
Komplikasi bertugas mengembangkan konflik. Sang pahlawan atau pelaku utama
menemui gangguan, penghalang-penghalang dalam pencpaian tujuannya; dia
membuat kekeliruan-kekeliruan, dan sebagainya. Dalam komplikasi inilah kita
dapat mempelajari serta meneliti tipe manusia yang bagaimanakah sebenarnya
yang pahlawan itu. Pengarang dapat menggunakan teknik sorot balik atau flash
back untuk menjelaskan situasi, atau untuk melengkapi dan mempersiapkan
26
motivasi yang serasi dengan gerakan-gerakannya. Motivasi dalam suatu lakon
merupakan faktor yang sangat penting. Kita mengharapakan tokoh beraksi
sebagaimana mestinya, bermain wajar sesuai perannya. Apabila seorang tokoh
mengalami suatu perubahan yang kentara selama lakon itu berlangsung, maka
sang dramawan harusberusaha sekuat tenaga memasukkan motivasi-motivasi
untuk menjelaskan perubahan itu.
c) Resolusi
Resolusi harus berlangsung secara logis dan mempunyai hubungan yang wajar
dengan apa-apa yang mendahuluinya, yang terdapat dalam komplikasi. Butir yang
memisahkan komplikasi dari resolusi itu biasanya disebut klimaks. Justru pada
klimaks inilah terdapat suatu perubahan penting dalam nasib atau keberhasilan
tokoh tersebut. Klimaks merupakan butir yang dapat menunjukkan arah mana
yang dituju oleh alur. Puas atau tidaknya kita pada hasil pementasan itu akan
bergantung pada apakah hal-hal yang diperankan atau perubahan yang terdapat di
dalamnya sesuai dengan harapan kita sebelumnya, atau tidak. Akhir suatu
pertunjukkan mungkin berupa akhir yang bahagia dan mungkin pula sebaliknya,
akhir yang tidak bahagia. Akan tetapi, dalam suatu pertunjukkan yang baik, tidak
selalu dapat ditentukan dengan tegas, apakah berakhir bahagia atau tidak.
Menurut Rokhmansyah (2014:42) alur drama adalah rangkaian peristiwa dalam
sastra drama yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan sebab akibat,
yang berupa jalinan peristiwa. Drama sebagai karya sastra lengkap, umumnya
mengandung delapan tahapan alur. Kedelapan tahapan alur itu, yaitu: eksposisi
atau pemaparan, rangsangan, konflik, rumitan, klimaks, kritis, leraian, dan
27
penyelesaian. Untuk memahami drama, harus melihatnya secara keseluruhan,
tidak bisa hanya membaca sinopsisnya saja.
Selain fungsi utamanya untuk mengungkapkan buah pikiran, plot memiliki fungsi
lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu menangkap, membimbing, dan
mengarahkan perhatian pembaca atau penonton. Betapapun bagusnya buah
pikiran yang hendak disampaikan pengarang, kalau pembaca atau penonton tidak
tertarik kepada karya yang diciptanya, maka buah pikiran itu tidak akan dapat
diterima. Tugas menarik pembaca atau penonton itu diemban plot dengan
mempergunakan unsur-unsurnya (Sumardjo, 1988: 141).
Unsur-unsur yang digunakan plot untuk menarik perhatian pembaca dan
penonton, yaitu ketegangan (suspense), kejutan (surprise), dan ironi dramatik
(dramatic irony).
1) Ketegangan
Ketegangan adalah unsur alur yang pertama. Alur yang baik akan menimbulkan
ketegangan pada diri pembaca atau penonton melalui kemampuannya untuk
menumbuhkan dan memelihara rasa ingin tahu dan penasaran penonton dari awal
sampai akhir. Artinya pembaca dan penonton selalu bertanya-tanya dan menduga-
duga mengenai apa yang akan terjadi sebagai akibat peristiwa yang telah terjadi
(Sumardjo, 1988: 141).
2) Kejutan
Telah dikemukakan bahwa dalam membaca atau menonton cerita yang baik,
pembaca atau penonton akan selalu menduga-duga mengenai apa yang akan
terjadi kemudian. Pengarang yang baik akan penyusun ceritanya demikian rua
28
hingga dugaan-dugaan pembaca atau penontonnya selalu keliru dan peistiwa
membelok ke arah lain yang tidak disangka-sangka dan bahkan mengejutkan.
Walaupun begitu, pengarang yang baik akan tetap memeliharahukum sebab akibat
sebagai tulang punggung alur ceritanya, hingga bagaimanapun mengagetkannya
suatu peristiwa, peristiwa itu akan tetap masuk akal dan dapat diterima (Sumardjo,
1988: 141).
3) Ironi dramatik
Ironi dramatik merupakan unsur alur yang ketiga, ironi dramatik dapat berbentuk
pernyataan atau perbuatan tokoh cerita yang seakan-akan meramalkan apa yang
akan terjadi kemudian. Ironi dramatik diciptakan agar tidak mengganggu
ketegangan dan hilangnya unsur kejutan (Sumardjo, 1988:141).
2.2.4 Latar
Kosasih (2011:136) mengemukakan latar adalah keterangan mengenai tempat,
ruang, dan waktu di dalam naskah drama. berikut ini jenis-jenis latar dan
pengertiannya.
a. Latar tempat, yaitu penggambaran tempat kejadian di dalam naskah drama,
seperti di medan perang, di meja makan.
b. Latar waktu, yaitu penggambaran waktu kejadian di dalam naskah drama,
seperti pagi hari pada tanggal 17 Agustus 1945.
c. Latar suasana/budaya, yaitu penggambaran suasana ataupun budaya yang
melatarbelakangi terjadinya adegan atau peristiwa dalam drama misalnya
dalam budaya masyarakat Betawi, Melayu, Sunda.
29
Rokhmasnyah (2014: 42) mengemukakan latar adalah segala sesuatu yang
mengacu kepada keterangan waktu, ruang, serta suasana peristiwanya. Latar pada
drama dalam pementasan biasanya dibuat panggung yang dihiasi dengan dekorasi,
seni lukis, tata panggung, seni patung, tata cahaya, dan tata suara.
Untuk memahami latar, maka seorang pembaca naskah drama, juga para aktor dan
pekerja teater yang akan mementaskannya harus memperhatikan keterangan
tempat, waktu, dan suasana yang terdapat pada teks samping atau teks nondialog
(Wiyatmi, 2006: 52).
Latar merupakan identitas permasalahan drama sebagai karya fiksionalitas yang
secara samar diperlihatkan penokohan dan alur. Jika permasalahan drama sudah
diketahui melalui alur atau penokohan, maka latar dan ruang memperjelas
suasana, tempat, serta waktu peristiwa itu berlaku. Latar dan ruang di dalam
drama memperjelas pembaca untuk mengidentifikasikan permasalahan drama.
2.2.5 Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah
komponen yang berpola secara tetap dan dikaidahkan (Chaer dan Agustina, 2010:
11). Bahasa yang digunakan dalam drama sengaja dipilih pengarang dengan titik
berat fungsinya sebagai sarana komunikasi (Rokhmansyah , 2014: 41). Setiap
penulis drama mempunyai gaya sendiri dalam mengolah kosa kata sebagai sarana
untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Selain berkaitan dengan
pemilihan kosakata, bahasa juga berkaitan dengan pemilihan gaya bahasa.
Bahasa yang dipilih pengarang untuk kemudian dipakai dalam naskah drama
tulisannya pada umumnya adalah bahasa yang mudah dimengerti (bersifat
30
komunikatif), yakni ragam bahasa yang dipakai dalamkehidupan sehari-hari.
Bahasa yang berkaitan dengan situasi lingkungan, sosial budaya, dan pendidikan.
Bahasa yang dipakai dipilih sedemikian rupa dengan tujuan untuk menghidupakan
cerita drama, dan menghidupkan dialog-dialog yang terjadi di antara para tokoh
ceritanya. Demi pertimbangan komunikatif ini seorang pengarang drama tidak
jarang sengaja mengabaikan aturan-aturan yang ada dalam tata bahasa baku.
Bahasa sangat erat kaitannya dengan tokoh cerita, di samping oleh perbuatannya,
watak tokoh cerita dilukiskan melalui apa yang dikatakannya atau apa yang
dikatakan tokoh lain mengenai dia. Jahat-baik, kasar-lembutnya seorang tokoh
cerita banyak sekali diungkapkan oleh bahasa yang mereka gunakan. Demikian
pula dengan latar belakang sosialnya, seperti pekerjaannya, pangkatnya, dari
lingkungan apa dia datang, dan sebagainya.Terkadang tokoh cerita menyinggung
secara langsung atau tidak langsung masalah, gagasan, dan pesan yang ingin
diungkapkan pengarang.
Bahasa juga menjelaskan latar belakang dan suasana cerita. Melalui bahasa yang
diucapkan oleh para tokoh cerita atau petunjuk pengarang, kita mengetahui
tentang tempat, waktu, atau zaman dan keadaan di mana cerita terjadi. Demikian
pula, bahasa berperan menciptakan suasana terpenting dalam cerita. Cerita dapat
bersuasana murung, riang, bersemangat, dan sebagainya. Suasana itu terjadi
berkat kemampuan pengarang di dalam memilih kata-kata dan bentuk kalimat
(Sumardjo, 1988: 146).
Dalam hubungannya dengan plot, bahasa memiliki bebrapa peran. Di samping
perbuatan tokoh, bahasa menggerakkan plot atau alut cerita. Sebagai contoh,
31
dalam kisah dua pencuri di muka, pencuri yang satu berbicara (menggunakan
bahasa) terhadap pencuri kedua, misalnya: “Ambilah kayu bakar, saya akan
memasak makanan bagi kita berdua.” Pencuri kedua pergi dan dengan demikian
dimungkinkan perkembangan peristiwa selanjutnya, yaitu pencuri pertama
meramu makanan dan minuman yang diberi racun. Bahasa pun menjelaskan
bagian-bagian plot yang tidak dipertunjukkan di pentas, misalnya tentang apa
yang terjadi sebelum mereka berada dalam hutan. Mungkin pencuri pertama
berkata: “Pembantu pemilik rumah mencegatku di halaman belakang. Untung
saya siap dengan golok di tangan. Jadi saya tebas dia sampai rubuh.” Dari
perkataannya itu jelaslah, bahwa dalam peristiwa pencurian itu mereka
menghadapi halangan. Seperti yang telah dijelaskan, ironi dramatik dapat tampil
dalam bentuk ucapan atau pernyataan tokoh cerita. Dengan demikian, bahasa pun
memiliki fungsi dalam mengembangkan unsur-unsur plot lainnya, yaitu
ketegangan dan dadakan (Sumardjo, 1988: 146).
Bahasa berperan besar dalam mengungkapkan buah pikiran pengarang. terkadang
tokoh cerita menyinggung secara langsung atau tidak langsung masalah, gagasan,
dan pesan yang ingin diungkapkan pengarang. Walaupun tokoh cerita tidak
mengungkapkan buah pikiran secara langsung, namun pembaca dan penonton
akan menyimpulkan buah pikiran itu terutama melalui bahasa di samping
perbuatan dari tokoh cerita (Sumardjo, 1988: 146).
Gaya dihubungkan dengan cara yang digunakan seniman dalam mengungkapkan
impresinya sesuai dengan tema, sikap, dan suasana yang ingin disampaikan.
Dalam retorika klasik dikenal wawasan Stilus virum arguid atau gaya
mencerminkan orangnya. Dalam wawasan Enkvist gaya juga disebutkan sebagai
32
sekumpulan ciri pribadi. Oleh Enkvist sebutan pribadi di situ dihubungkan dengan
ciri pribadi yang ditampilkan pengarang lewat teks sastranya. Gaya pribadi selain
dapat menandai ciri pribadi dari pengarang sezaman juga dapat digunakan
menandai gaya pengarang dari satuan periode yang berbeda. Dalam konteks yang
lebih luas, gaya pribadi berdasarkan lingkungan sosial budayanya. Gaya
dihubungkan dengan cara yang digunakan seniman dalam mengungkapkan
impresinya sesuai dengan tema, sikap, dan suasana yang ingin disampaikan
(Aminuddin, 1995: 7).
Dalam sebuah drama terdapat macam-macam gaya bahasa yang digunakan oleh
pengarang untuk memperindah karyanya. Gaya bahasa adalah cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
dan kepribadian penulis (pemakai bahasa) Keraf (dalam Tarigan, 2009: 5). Gaya
bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan
jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan
benda atau hal lain yang lebih umum. Penggunaan gaya bahasa tertentu dapat
mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu Dale [et al] (dalam Tarigan, 2009:
4).
Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandang. Oleh sebab
itu, sulit diperoleh kata sepakat mengenai suatu pembagian yang bersifat
menyeluruh dan dapat diterima oleh semua pihak. Berikut adalah jenis gaya
bahasa menurut aliran Aristoteles.
1. segi nonbahasa
Pada dasarnya gaya dapat dibagi atas tujuh pokok sebagai berikut:
33
a. Berdasarkan pengarang: gaya yang disebut sesuai dengan naman pengarang
dikenal berdasarkan ciri pengenal yang digunakan pengarang atau penulis
dalam karangannya. Pengarang yang kuat dapat mempengaruhi orang-orang
sejamannya, atau pengikut-pengikutnya, sehingga dapat membentuk sebuah
aliran. Kita mengenal gaya Chairil, gaya Takdir, dan sebagainya.
b. Berdasarkan masa: gaya bahasa yang didasarkan pada masa dikenal karena
ciri-ciri tertentu yang berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu. Misalnya
ada gaya lama, gaya klasik, gaya sastra moderen, dan sebagainya.
c. Berdasarkan medium: yang dimaksud dengan medium adalah bahasa dalam arti
alat komunikasi. Tiap bahasa, karena struktur dan nsutuasi sosial pemakainya,
dapat memiliki corak tersendiri. Sebuah karya yang ditulis dalam bahasa
Jerman akan memiliki gaya yang berlainan, bila ditulis dalam bahasa
Indonesia, Perancis, atau Jepang. Dengan demikian kita mengenal gaya
Jerman, Inggris, Perancis, dan sebagainya.
d. Berdasarkan subyek: subyek yang menjadi pokok pembicaraan dalam sebuah
karangan dapat mempengaruhi pula gaya bahasa sebuah karangan. Berdasarkan
hal ini kita mengenal gaya: filsafat, ilmiah (hukum, teknik, sastra, dsb),
populer, didaktik, dan sebagainya.
e. Berdasarkan tempat: gaya ini mendapat namanya dari lokasi geografis, karena
ciri-ciri kedaerahan mempengaruhi ungkapan atau ekspresi bahasanya. Ada
gaya Jakarta, gaya Yogya, ada gaya Medan, Ujung Pandang, dan sebagainya.
f. Berdasarkan hadirin: seperti halnya dengan subyek, maka hadirinatau jenis
pembaca juga mempengaruhi gaya yang dipergunakan seorang pengarang. Ada
gaya populer yang cocok untuk rakyat banyak. Ada gaya sopan cocok untuk
34
lingkungan yang terhormat. Ada pula gaya intim yang cocok untuk lingkungan
keluarga atau untuk orang yang akrab.
g. Berdasarkan tujuan: gaya berdasarkan tujuan memperoleh namanya dari
maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang, di mana pengarang ingin
mencurahkan gejolak emotifnya. Ada gaya sentimental, ada gaya sarkastik,
gaya diplomatis, gaya agung atau luhur, gaya teknis atau informasional, dan
ada gaya humor (Keraf, 2010: 115-116).
Menurut Tarigan (2009: 6) terdapat empat kelompok gaya bahasa, yaitu gaya
bahasa perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan. Masing-masing
kelompok memiliki pembagiannya lagi. Pembagian masing-masing kelompok
sebagai berikut.
1. Gaya Bahasa Perbandingan
Gaya bahasa perbandingan adalah gayabahasa/majas yang dipakai untuk
membandingkan sesuatu dengan yang lainnya. Berikut ini jenis-jenis gaya bahasa
perbandingan.
a. Perumpamaan, yaitu gaya bahasa yang berupa perbandingan dua hal yang
hakekatnya berlaianan dan yang sengaja kita aggap sama. Sering juga disebut
persamaan atau simile. Contohnya sebagai berikut.
1) Seperti air dengan minyak
2) Ibarat mengejar bayangan
3) Bak cacing kepanasan
b. Metafora, yaitu gaya bahasa perbandingan implisit jadi tanpa kata seperti atau
sebagai di anatara dua hal yang berbeda. Contohnya sebagai berikut.
35
4) Nani jinak-jinak merpati.
5) Pendidikan sokoguru pembangunan.
c. Personifikasi, yaitu gaya bahasa yang meletakkan sifat-sifat insani kepada
barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Disebut juga penginsanan
atau seolah-olah benda hidup. Contohnya sebagai berikut.
6) Angin meraung-raung di sekitar ini. Mencari mencubit wajahku.
d. Depersonifikasi, yaitu gaya bahasa yang berupa pembendaan manusia atau
insan (kebalikan dari gaya bahasa Personifikasi). Contohnya sebagai berikut.
7) Kalau adinda menjadi samudra, maka kakanda menjadi bahtera.
8) Dikau langit, daku bumi.
e. Alegori, yaitu cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang, merupakan
metafora yang diperluas dan berkesinambungan. Dalam Alegori unsur-unsur
utama menyajikan sesuatu yang terselubung, mengandung sifat-sifat moral atau
spiritual manusia. Dapat dilihat pula pada fabel dan parabel.
f. Antitesis, yaitu gaya bahasa yang mengaadakan perbandingan atau komparasi
antara dua antonim (kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang
bertentangan). Contohnya sebagai berikut.
9) Dia bergembira-ria atas kegagalankudalam ujian itu.
10) Kecantikannyalah yang justru mencelakakannya.
g. Pleonasme, yaitu gaya bahasa yang berupa pemakaian kata yang berlebihan
dan tidak perlu. Contohnya sebagai berikut.
11) Saya telah mencatat kejadian itu dengan tangan saya sendiri.
12) Dia menyaksikan pembunuhan itu dengan mata kepalanya sendiri.
36
h. Perfrasis, yaitu gaya bahasa yang cukup mirip dengan pleonasme, keduanya
menggunakan kata-kata yang berlebihan. Pada perfrasis kata yang berlebihan
itu dapat diganti dengan sebuah kata yang lebih singkat. Contohnya sebagai
berikut.
13) Anak yang telah menyelesaikan kuliahnya dengan baik pada Jurusan
Pendidikan Bahasa Indonesia. FPBS-IKIP (sekarang menjadi UPI
[Universitas Pendidikan Indonesia]) Bandung (= lulus; berhasil).
i. Prolepsis antisipasi, yaitu adalah gaya bahasa yang berwujud penggunaan
terlebuh dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan ataupun peristiwa
yang sebenarnya terjadi. Contohnya sebagai berikut.
14) Almarhum ayahku pada saat itu mengatakan bahwa dia masih mempunyai
piutang pada Rumah Makan Tambore Kabanjahe.
15) Kami sangat gembira, minggu depan kami memperoleh hadiah dari Bapak
Bupati.
16) Mobil yang malang itu ditabrak oleh truk pasir dan jatuh ke jurang.
j. Epanortesis, yaitu gaya bahasa yang berwujud mula-mula ingin menegaskan
sesuati, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang salah.
Contohnya sebagai berikut.
17) John benar-benar mencintai Neng Tetty, eh bukan, Neng Terry.
2. Gaya Bahasa Pertentangan
Gaya bahasa pertentangan adalah kelompok gaya bahasa yang memiliki ciri khas
dengan gaya penuturan yang mengungkapkan sesuatu yang bertentangan dengan
makna yang sesungguhnya. Penuturan dengan gaya bahasa pertentangan
dimaksudkan untuk memperkuat makna dari sesuatu yang diutarakan, sehingga
37
lawan bicara atau pendengar akan terkesan dan tertarik pada apa yang diucapkan.
Berikut ini jenis-jenis gaya bahasa pertentangan.
A. Hiperbola, yaitu gaya bahasa yang berupa ungkapan yang melebih-lebihkan
apa yang sebenarnya dimaksudkan: jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya.
Contohnya sebagai berikut.
18) Kurus kering tiada daya kekurangan pangan buat pengganti kelaparan.
19) Tabungannya berjuta-juta, emasnya berkilo-kilo, rumahnya berpuluh-puluh,
sawahnya berhektar-hektar sebagai pengganti dia orang kaya.
B. Litotes, yaitu gaya bahasa yang berupa pernyataan mengenai sesuatu dengan
cara menyangkal atau mengingkari kebalikannya. Contohnya sebagai berikut.
20) Ellyas Pical bukanlah petinju kampungan yang bisa dianggap enteng.
21) H. B. Jasin bukanlah kritikus murahan.
C. Ironi, yaitu gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan dengan
maksud berolok-olok. Contohnya sebagai berikut.
22) Aduh bersihnya kamar ini, puntung rokok dan sobekan kertas bertebaran di
lantai.
D. Oksimoron, yaitu gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan
menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frase yang sama. Contohnya
sebagai berikut.
23) Olah raga mendaki gunung memang menarik hati walaupun sangat
berbahaya.
24) Untuk mencinta ada kalanya kita harus membenci.
38
E. Paronomosia, yaitu gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi
sama tetapi bermakna lain. Sering disebut juga PUN. Contohnya sebagai
berikut.
25) Kami menerima bantuan ini sebagai bantuan yang sangat berharga sebab
dengan ini kami dapat meneruskan perjalanan yang masih jauh.
F. Paralipsis, yaitu gaya bahasa yang berupa formula yang dipergunakan sebagai
sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang
tersirat dalam kalimat itu sendiri. Contohnya sebagai berikut.
26) Semoga Tuhan menolak doa kita ini, (maaf) bukan, maksud saya
mengabulkannya.
G. Zeugma (silepsis), yaitu gaya bahasa menggunakan dua konstruksi rapatan
dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata lain yang pada
hakekatnya hanya sebuah saja yang mempunyai hubungan dengan kata yang
pertama. Contohnya sebagai berikut.
27) Paman saya memarahi anak itu dengan membelalakkan mata dan telinganya.
H. Satire, yaitu gaya bahasa yang berupa ungkapan menertawakan atau menolak
sesuatu; adalah sajak atau karangan yang berupa kritik yang menyerang, baik
sebagai sindiran ataupun terang-terangan. Contohnya sebagai berikut.
28) Bung Usman
Hendak tinggi?
Mau tinggi.
di muka bumi???
Panjat kelapa
sampai ke puncak!!!
alangkah tinggi
di muka bumi!!!
39
(Tarigan, 1948: 18).
I. Inuendo, yaitu gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan
kenyataan yang sebenarnya. Contohnya sebagai berikut.
29) Pada pesta tadi malam, dia sedikit sempoyongan karena terlalu banyak
meminum minuman keras.
J. Antifrasis, yaitu gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan
makna kebalikannya. Contohnya sebagai berikut.
30) Mari kita sambut kedatangan siswa teladan! (maksudnya: siswa yang paling
malas).
31) Memang kau orang pintar! (maksudnya: orang bodoh).
K. Paradoks, yaitu gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata
dengan fakta-fakta yang ada. Contohnya sebagai berikut.
32) Aku kesepian di tengah keramaian.
33) Teman karib ada kalanya merupakan musuh sejati.
L. Klimaks, yaitu gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang semakin lama
semakin mengandung penekanan. Contohnya sebagai berikut.
34) Setiap guru yang berdiri di depan kelas haruslah mengetahui, memahami,
menguasai, serta menghayati bahan pelajaranyang diajarkannya.
M.Antiklimaks, yaitu gaya bahasa yang merupakan suatu acuan yang berisi
gagasan-gagasan yang diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan
yang kurang penting. Contohnya sebagai berikut.
35) Pembangunan besar-besaran dilaksanakan di kota-kota, di desa-desa, dan di
dusun-dusun terpencil.
40
N. Apostrof, yaitu gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari hadir kepada
tidak hadir. Contohnya sebagai berikut.
36) Wahai roh-roh nenek moyang kami yang bertahta di negeri atas, tengah, dan
bawah, lindungilah cucu-cucumu warga desa Linggajulu ini.
O. Anastrof, yaitu gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan
kata yang biasa dalam kalimat. Contohnya sebagai berikut.
37) Diceraikannya istrinya tanpa setahu sanak saudaranya.
38) Kucium pipinya dengan mesra.
P. Apofasis, yaitu gaya bahasa yang berupa penegasan sesuatu tetapi justru
tampaknya menyangkalnya. Contohnya sebagai berikut.
39) Saya tidak ingin menyingkapkan dalam rapat ini bahwa putrimu itu telah
hamil, telah berbadan dua.
Q. Histeron proteron, yaitu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu
yang logis disebut juga Hiperbaton. Contohnya sebagai berikut.
40) Pidato yang berapi-api itu keluarlah dari mulut orang yang berbicaranya
terbata-bata
41) Dia membaca cerita itu cepat sekali dengan cara mengejanya kata demi kata.
R. Hipalase, yaitu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari suatu hubungan
alamiah antara dua komponen gagasan. Contohnya sebagai berikut.
42) Kami tetap menagih bekas mertuamu utang pinjaman kepada pakcikmu.
(maksudnya: kami tetap menagih utang pinjaman bekas mertuamu kepada
pakcikmu.
41
S. Sinisme, yaitu gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian
yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme
adalah iron yang lebih kasar sifatnya. Contohnya sebagai berikut.
43) Memang Andalah tokohnya yang sanggup menghancurkan desa ini dalam
sekejap mata.
T. Sarkasme, yaitu gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedas
dan menyakiti hati. Contohnya sebagai berikut.
44) Meminang anak gadis orang memang mudah dan menyenangkan, tetapi
memeliharanya setengah mati.
3. Gaya Bahasa Pertautan
Gaya bahasa pertautan adalah gaya bahasa berupa kata – kata kias yang memiliki
asosiasi atau hubungan dengan makna yang sebenarnya pada sebuah kalimat.
Dengan kata lain, majas ini menggantikan penggunaan sebuah kata atau frasa
dengan kata kias yang memiliki kesamaan sifat atau makna. Berikut ini jenis-jenis
gaya bahasa pertautan.
A. Metonimia, yaitu gaya bahasa yang memakai nama ciri atau nama hal yang
ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal sebagai penggantinya.
Contohnya sebagai berikut.
45) Siswa senang sekali membaca S. T. Alisyahbana.
B. Sinekdoke, yaitu gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian sebagai
pengganti nama keseluruhan atau sebaliknya. Contohnya sebagai berikut.
46) Tadi malam berlangsung pertandingan seru antara Inggris dan Italia.
C. Alusi, yaitu gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu
peristiwa atau tokoh bedasarkan praanggapan adanya pengetahuan bersama
42
yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan para
pembaca untuk menangkap pengacuan itu. contohnya sebagai berikut.
47) Saya ngeri membayangkan kembali peristiwa Westerling di Sulawesi Selatan.
48) Tugu ini mengenangkan kita kembali ke peristiwa Bandung Selatan.
D. Eufemisme, gaya bahasa yang berupa ungkapan yang lebih halus sebagai
pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan, atau
yang tidak menyenangkan. Contohnya sebagai berikut.
49) Ibunya telah berpulang ke rahmatullah minggu yang lalu (= meninggal;
mati).
E. Eponim, yaitu gaya bahasa yang mengandung nama seseorang, sering
dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk
menyatakan sifat itu. contohnya sebagai berikut.
50) Hercules menyatakan kekuatan Dewi Fortuna menyatakan keberuntungan.
F. Epitet, yaitu gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu ciri
khas dari seseorang atau suatu hal. Contohnya sebagai berikut.
51) Lonceng psgi bersahut-sahutan di desa terpencil ini menyongsong mentari
pagi bersinar menerangi alam. (lonceng pagi= ayam jago; ayam jantan).
G. Antonomasia, yaitu gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar resmi atau
jabatan sebagai pengganti nama diri. Contohnya sebagai berikut.
52) Gubernur Sumatera Utara akan meresmikan pembukaan Seminar Adat Karo
di Kabanjahe bulan depan.
H. Erotesis, yaitu gaya bahasa yang berupa pertanyaan retoris dengan tujuan untuk
mencapai efek yang lebih mendalam dan sama sekali tidak menuntut suatu
jawaban. Contohnya sebagai berikut.
43
53) Soal ujian tidak sesuai dengan bahan pelajaran. Herankah kita jika nilai
pelajaran Bahasa Indonesia pada Ujian Nasional tahun 2014 ini sangat
merosot dan meresahkan?
I. Paralelisme, yaitu gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam
pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam
bentuk gramatikal yang sama. Contohnya sebagai berikut.
54) Baik kaum pria maupun kaum wanita mempunyai hak dan kewajiban yang
sama secara hukum.
J. Elipsis, yaitu gaya bahasa yang di dalamnya dilaksanakan penanggalan atau
penghilangan kata atau kata-kata yang merupakan unsur penting dalam
konstruksi sintaksis yang lengkap. Contohnya sebagai berikut.
55) Mereka ke Jakarta besok. (penghilangan predikat: pergi, berangkat)
K. Gradasi, yaitu gaya bahasa yang mengandung suatu rangkaian kata yang secara
sintaksis bersamaan yang mempunyai satu atau lebih ciri semantik.
L. Asindeton, yaitu gaya bahasa yang berupa acuan padat dan mampat di mana
beberapa kata, frase, atau kalusa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata
sambung, tetapi biasanya dipisahkan oleh tanda koma saja.
M. Polisindeton, yaitu gaya bahasa yang berupa penghubungan beberapa kata,
frase, atau kelausa yang berurutan dengan kata-kata sambung.
4. Gaya Bahasa Perulangan
Gaya bahasa yang menegaskan pernyataan dengan tujuan peningkatan pengaruh
dan kesan tertentu terhadap pembaca atau pendengar. Berikut ini jenis-jenis gaya
bahasa perulangan.
44
A. Aliterasi, gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan konsonan yang sama
pada awal kata. Contohnya sebagai berikut.
56) Dara damba daku
57) Datang dari danau
B. Asonansi, gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan bunyi vokal yang
sama. Contohnya sebagai berikut.
58) Muka muda mudah muram tiada siaga tiada jaga raga tahan harga.
C. Antanaklasis, gaya bahasa yang mengandung ulangan kata yang sama dengan
makna yang berbeda. Contohnya sebagai berikut.
59) Giginya tanggal dua pada tanggal dua bula ini.
D. Kiasmus, yaitu gaya bahasa yang berisi perulangan dan sekaligus pula
merupakan inversi hubungan antara dua kata dalam satu kalimat. Contohnya
sebagai berikut.
60) Mengapa kamu menyalahkan yang benar, tetapi membenarkan yang salah?
E. Epizeukis, yaitu gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung, dengan cara
mengulang kata yang dipentingkan beberapa kali berturut-turut.
F. Tautotes, gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan sebuah kata berkali-kali
dalam sebuah konstruksi.
G. Anafora, yaitu gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama pada
setiap baris atau setiap kalimat.
H. Epistrofora, yaitu gaya bahasa yang repetisi yang berupa perulangan kata atau
frase pada akhir baris atau kalimat berurutan. Contohnya sebagai berikut.
61) Kemarin adalah hari ini.
62) Besok adalah hari ini
45
I. Simploke, yaitu gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan pada awal dan
akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut.
J. Mesodiplosis, gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan kata di tengah-
tengah baris atau beberapa kalimat berurutan.
K. Epanalepsis, gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata pertama
daribaris, kalimat, menjadi yang terakhir.
L. Anadiplosis, gaya bahasa di mana kata terakhir dari suatu kalusa atau kalimat
menjadi kata pertama dari kalimat berikutnya.
2.2.6 Amanat
Pesan atau amanat merupakan ajaran moral didaktis yang disampaikan drama itu
kepada pembaca atau penonton (Kosasih, 2012:137). Amanat tersimpan rapidan
disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi drama. Amanat dapat
diartikan pesan berupa ide, ganjaran moral, dan nilai-nilai kemanusiaan pengarang
melalui karyanya. Amanat merupakan pemecahan masalah yang terkandung
dalam tema terdapat dua cara penyampaian amanat oleh pengarang dalam
karyanya.
a. Implisit adalah ajaran moral disampaikan melalui tingkah laku tokoh atau
watak tokoh.
b. Eksplisit adalah jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan
seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, dan sebagainya berkenaan dengan
gagasan yang mendasari karyanya.
Jadi, berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bagaimana langkah-langkah
menentukan unsur intrinsik dari sebuah karya sastra.
46
1. Menyiapkan bahan bacaan yang akan dianalisis dan diidentifikasi. Contonya
seperti novel, cerpen, puisi, naskah drama, dan sebagainya);
2. Menyiapkan instrumen berupa indikator terkait dengan bahan bacaan yang
dipilih;
3. Membaca isi dari teks yang dipilih. Membaca secara cermat dan secara
keseluruhan;
4. Menyiapkan alat tulis untuk mencatat data yang diperoleh;
5. Setelah data terkumpul per indikator selanjutnya peneliti menganalisis dan
mengidentifikasi data tersebut;
6. Setelah mengkaji unsur intrinsik peneliti mengimplikasikan dengan
Kompetensi Dasar yang terdapat dalam silabus.
2.3 Pembelajaran Sastra di SMA
Pembelajaran sastra adalah suatu pembelajaran yang telah ditetapkan dalam
kurikulum pelajaran Bahasa Indonesia dan merupakan bagian dari tujuan
pendidikan nasional. Salah satu tujuan tersebut, yakni membentuk manusia
yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kreativitas.
Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2013 mengisyaratkan suatu
pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan peserta didik
dalam pembelajaran secara lebih intens, kreatif, dan mandiri. Peserta didik
dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran. Dalam pendekatan ini,
keberhasilan akan tampak apabila peserta didik mampu melakukan langkah-
langkahsaintifik. Langkah-langkah tersebut meliputi mengamati, menanya,
47
menalar, mencoba, dan mengomunikasikan. Langkah-langkah tersebut
merupakan satu kesatuan dan saling berkaitan. Melalui pendekatan saintifik,
guru dapat membangkitkan keingintahuan peserta didik akan sebuah karya
sastra. Karya sastra dihidupkan dalam pembelajaran. Dengan demikian,
pembelajaran akan menjadi menarik, menantang, serta memotivasi peserta
didik untuk terus menggali yang ada dalam suatu karya sastra.
Adapun salah satu tujuan pembelajaran sastra adalah menuntut peserta didik
untuk dapat memahami makna yang terkandung dalam suatu karya sastra
yang diajarkan. Selain itu, tujuan umum pembelajaran sastra merupakan
bagian dari tujuan penyelenggaraan pendidikan nasional yaitu mewujudkan
suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Agar tujuan pembelajaran sastra dapat tercapai dengan baik dan sesuai
dengan yang diharapkan, suatu pembelajaran dapat ditunjang dengan
penggunaan sumber belajar. Sumber belajar memiliki peranan penting karena
memungkinkan individu dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti
menjadi mengerti, dari tidak terampil menjadi terampil, dan dapat menjadikan
individu membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Pemilihan
bahan ajar merupakan tugas guru, walaupun demikian guru tidak perlu
khawatir karena terdapat alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai bahan
ajar dalam membelajarkan sastra kepada peserta didik, yaitu naskah drama.
48
Naskah drama merupakan salah satu jenis karya sastra yang diajarkan dalam
pembelajaran sastra di SMA. Naskah drama juga merupakan salah satu sumber
belajaryang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam pembelajaran. Pembelajaran
sastra (khususnya naskah drama) di sekolah sangatlah penting. Hal itu disebabkan
naskah didalamnya banyak pelajaran dan nilai-nilai positif yang dapat dijadikan
sebagai renungan dalam kehidupan masyarakat, meskipun ada beberapa naskah
drama yang mengandung nilai-nilai negatif. Oleh sebab itu, seorang guru harus
cerdas dalam memilih naskah drama yang akan digunakan sebagai bahan ajar
dalam proses pembelajaran. Selain itu, pengajaran sastra dapat membantu
keterampilan berbahasa apabila dalam pembelajaran sastra guru melibatkan
langsung keterampilan berbahasa siswa, meliputi menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis.
Sastra adalah seni, dalam seni banyak unsur kemanusiaan yang masuk, khususnya
perasaan, sehingga sulit diterapkan untuk metode keilmuan. Perasaan, semangat,
kepercayaan, keyakinan sebagai unsur sastra sulit dibuat batasannya (Sumardjo,
1986: 1). Peneliti akan meneliti salah satu jenis karya sastra yaitu drama. Dalam
sebuah drama terdapat unsur yang sangat penting untuk dipahami, yaitu unsur
intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur yang terdapat di dalam
sebuah karya sastra, unsur intrinsik dalam drama dapat dipahami melalui sebuah
naskah drama. naskah drama merupakan karya sastra yang berbentuk teks dan
dapat dipentaskan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implikasi dapat diartikan sebagai
keterlibatan, yang termasuk atau terlibat. Sehingga setiap kata imbuhan dari
49
implikasi seperti kata berimplikasi atau mengimplikasikan yaitu berarti
mempunyai hubungan keterlibatkan atau melibatkan dengan suatu hal. Kata
implikasi memiliki persamaan kata yang cukup beragam, diantaranya adalah
keterkaitan, keterlibatan, efek, sangkutan, asosiasi, akibat, konotasi, maksud,
siratan, dan sugesti.
Persamaan kata implikasi tersebut biasanya lebih umum digunakan dalam
percakapan sehari-hari. Hal ini karena kata implikasi lebih umum atau cocok
digunakan dalam konteks percakapan bahasa ilmiah dan penelitian. Dalam
implikasi penelitian seorang peneliti membandingkan hasil penelitian antara
penelitian sebelumnya yang sudah ada dengan yang baru dilakukan. Contohnya
peserta didik yang diajarkan dengan metode pembelajaran A lebih cenderung
malas dan pasif saat mengikuti pelajaran. Implikasi penelitian ini dikaitkan
dengan hasil penelitian berdasarkan instrumen penelitiannya.
Kompetensi setelah mempelajari Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah
Atas kelas X-XII, yaitu menjadi insan yang memiliki kemampuan
berbahasa dan bersastra untuk menggali dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan menerapkannya secara kreatif dalam kehidupan
sosial.Lingkup materi sastra mencakup pembahasan konteks sastra,
tanggapan terhadap karya sastra, menilai karya sastra, dan menciptakan
karya sastra.
Kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia banyak memuat kompetensi
dasar yang berkaitan dengan drama, kompetensi dasar tersebut sebagai
berikut.
50
1. Mengidentifikasi alur cerita, babak demi babak, dan konflik dalam
drama yang dibaca atau ditonton
2. Mempertunjukkan salah satu tokoh dalam drama yang dibaca atau
ditonton secara lisan
3. Menganalisis isi dan kebahasaan drama yang dibaca atau ditonton
4. Mendemonstrasikan sebuah naskah drama dengan memerhatikan isi
dan kebahasaan
Pada pembelajaran sastra di sekolah, guru sebaiknya tidak berfungsi
sebagai sumber paling tahu yang menjawab semua pertanyaan dengan
otoritas yang tidak dapat diganggu gugat, melainkan lebih sebagai
fasilitator atau pemandu suatu wisata pengetahuan yang mengasyikkan
ke dunia kesusastraan yang ajaib dan penuh pesona serta petualangan
(Budianta, dkk., 2006: 119).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, implikasi dapat diartikan sebagai
keterlibatan, yang termasuk atau terlibat. Sehingga setiap kata imbuhan dari
implikasi seperti kata berimplikasi atau mengimplikasikan yaitu berarti
mempunyai hubungan keterlibatkan atau melibatkan dengan suatu hal. Kata
implikasi memiliki persamaan kata yang cukup beragam, diantaranya adalah
keterkaitan, keterlibatan, efek, sangkutan, asosiasi, akibat, konotasi, maksud,
siratan, dan sugesti.
Persamaan kata implikasi tersebut biasanya lebih umum digunakan dalam
percakapan sehari-hari. Hal ini karena kata implikasi lebih umum atau cocok
digunakan dalam konteks percakapan bahasa ilmiah dan penelitian. Dalam
51
implikasi penelitian seorang peneliti membandingkan hasil penelitian antara
penelitian sebelumnya yang sudah ada dengan yang baru dilakukan. Contohnya
peserta didik yang diajarkan dengan metode pembelajaran A lebih cenderung
malas dan pasif saat mengikuti pelajaran. Implikasi penelitian ini dikaitkan
dengan hasil penelitian berdasarkan instrumen penelitiannya.
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif merupakan metode penelitian yang bersifat menggambarkan objek
sesuai dengan apa adanya. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam Margono, 2013: 36).
Peneliti menggunakan metode kualitatif karena metode ini memanfaatkan cara-
cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi (Ratna, 2015: 46).
Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif ini, peneliti akan
memaparkan dan menganalisis naskah drama. Hal yang dideskripsikan dalam
penelitian ini adalah unsur-unsur intrinsik dalam naskah drama Aeng karya Putu
Wijaya dan Implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA.
Penelitian ini digunakan sesuai dengan tujuan untuk mendeskripsikan tentang
tema, tokoh, penokohan, alur, latar, bahasa, dan amanat yang terdapat dalam
naskah drama Aeng karya Putu Wijaya.
53
3.2 Data dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini berupa monolog dari tokoh Alimin dalam naskah drama
Aeng yang mengandung unsur-unsur intrinsik. Sumber data dalam penelitian ini
adalah naskah drama Aeng yang ditulis oleh I Gusti Ngurah Putu Wijaya. Naskah
drama ini menceritakan seorang pria bernama Alimin yang mengalami
ketidakadilan dari lingkungan sekitarnya. Naskah drama ini merupakan naskah
drama monolog.
3.3 Teknik Pengumpulan
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik baca-catat.
Teknik baca merupakan teknik yang dilakukan dengan membaca, yakni membaca
monolog dari tokoh utama dalam naskah drama Aeng karya Putu Wijaya yang
mengandung unsur-unsur intrinsik. Teknik selanjutnya adalah teknik catat, yakni
mencatat kata-kata atau kalimat-kalimat yang mengandung unsur-unsur intrinsik
(tema, tokoh, penokohan, alur, latar, bahasa, dan amanat) yang dikatakan oleh
tokoh Alimin dalam naskah drama Aeng karya Putu Wijaya. Pada teknik baca-
catat peneliti membaca teks kurang lebih 3 kali dalam sehari. Sekali membaca
peneliti menghabiskan waktu kurang lebih 60 menit. Selama membaca teks
peneliti mencari satu indikator lalu mencatatnya, dan menganalisis untuk
dimasukkan ke dalam korpus data.
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini disesuaikan dengan penelitian kualitatif,
yaitu dengan menggunakan metode analisis isi, dalam media massa penelitian
54
dengan metode analisis isi dilakukan terhadap paragraf, kalimat, dan kata,
termasuk volume ruangan yang diperlukan, waktu penulisan, di mana ditulis, dan
sebagainya (Ratna, 2015: 49).
Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Membaca naskah drama Aeng karya Putu Wijaya.
2. Mencatat monolog sesuai dengan indikator yang telah didapat sebagai data
penelitian.
3. Data yang didapat kemudian dianalisis menggunakan teori unsur-unsur
intrinsik yang dikemukakan oleh Rokhmansyah dan pendapat dari ahli
lainnya.
4. Hasil analisis kemudian dicatat dengan menggunakan catatan deskriptif.
5. Medeskripsikan unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam naskah drama
Aeng.
6. Mengimplikasikan unsur-unsur intrinsik dalam pembelajaran bahasa Indonesia
di SMA.
7.
Tabel 3.4.1 Indikator Unsur-Unsur IntrinsikNo. Indikator Deskriptor1. Tema Tema merupakan sesuatu yang menjadi dasar cerita,
sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadipokok permasalahan dalam cerita. Tema merupakangaris besar dari sebuah cerita. Permasalahan ini dapatjuga muncul melalui perilaku para tokoh ceritanya yangterkait dengan latar dan ruang.
2. Tokoh Tokoh dalam drama mengacu pada watak (sifat-sifatpribadi seorang pelaku, sementara aktor atau pelakumengacu pada peran yang bertindak atau berbicaradalam hubungannya dengan alur peristiwa.
55
3. Penokohan Penokohan termasuk hal-hal yang berkaitan denganpenamaan, pemeranan, keadaan fisik tokoh (aspekfisiologis), keadaan kejiwaan tokoh (aspek psikologis)kedaan sosial tokoh (aspek sosiologi), serta karaktertokoh.
4. Alur Alur merupakan rangkaian peristiwa atau sekelompokperistiwa lain yang saling berhubungan secara kausalitasakan menunjukkan kaitan sebab akibat.
5. Latar Latar merupakan segala sesuatu yang mengacu kepadaketerangan waktu, ruang, serta suasana peristiwanya.
6. Bahasa Bahasa yang digunakan dalam drama sengaja dipilihpengarang dengan titik berat fungsinya sebagai saranakomunikasi. Oleh karena itu bahasa pada sebuah dramaharuslah bersifat komunikatif agar pembaca danpenonton paham apa yang ingin disampaikan olehpengarang.Dalam bahasa juga terdapat jenis-jenis gaya bahasa, yaitugaya bahasa perbandingan, perulangan, pertentangan, danpertautan. Terdapat juga gaya bahasa yang nonbahasaberdasarkan pengarang, tempat, masa, medium, subyek,hadirin, dan tujuan.
7. Amanat Amanat merupakan pesan yang tersimpan rapi dandisembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isidrama. Amanat dapat diartikan pesan berupa ide,ganjaran moral, dan nilai-nilai kemanusiaan pengarangmelalui karyanya.
(Sumber: Rokmansyah, 2014:40—42)
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada naskah drama Aeng karya Putu Wijaya. Naskah tersebut ditulis
oleh Putu Wijaya yang terdiri dari 7 halaman. Naskah ini menceritakan seorang pria bernama
Alimin yang mengalami ketidakadilan dari lingkungan sekitarnya. Penelitian ini berfokus
pada monolog dari Alimin sebagai tokoh utama yang mengandung unsur intrinsik drama.
Pembahasan berpijak pada indikator yang terdapat pada bab II yaitu, tema, tokoh, penokohan,
alur, latar, bahasa, dan amanat yang termasuk unsur intrinsik drama atau dapat disebut juga
dengan unsur pembangun cerita.
Dari sumber data yang diteliti telah ditemukan 42 data yang merupakan unsur-unsur intrinsik
drama. Berikut merupakan tabel hasil penelitiannya.
Tabel 4.1.1 Hasil PenelitianNo. Indikator Jumlah Data
1. Tema 10
2. Tokoh 6
3. Penokohan 6
4. Alur 3
5. Latar 8
6. Bahasa 7
7. Amanat 2
57
4.2 Pembahasan
Pada subbab ini peneliti mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik drama dan implikasinya
dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA.
4.2.1 Unsur-unsur Pembangun Cerita
Unsur Intrinsik merupakan unsur pembangun yang berasal dalam suatu karya sastra itu
sendiri. Unsur intrinsik pada umumnya terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur, latar,
gaya bahasa, dan amanat. Pada penelitian ini unsur intrinsik yang akan ditelaah ialah unsur
intrinsik yang terdapat pada drama. Jika dibandingkan dengan fiksi, maka unsur intrinsik
drama dapat dikatakan kurang sempurna. Pada drama tidak ditemukan adanya unsur
pencerita, sebagaimana terdapat di dalam fiksi (Hassanudin, 2015: 92).
Untuk mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam naskah drama tersebut,
dalam penelitian ini penulis berpedoman pada pendapat Rokhmansyah (2014: 40) sebagai
berikut.
A. Unsur pembangun drama, terdiri atas:
1) Tema
2) Tokoh
3) Penokohan
4) Alur
5) Latar
6) Bahasa
7) Amanat
58
Berikut pembahasan dari hasil penelitian unsur-unsur intrinsik naskah drama Aeng karya Putu
Wijaya.
4.2.1.1 Tema
Tema merupakan sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau
sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dalam cerita. Tema dalam naskah drama ini
adalah tema ketidakadilan. Tokoh Alimin yang menjadi tokoh sentral merupakan tokoh yang
digambarkan merasa tidak adil dalam naskah ini. Ketidakadilan yang Alimin rasakan sangat
miris. Ia yang dianggap jahat harus menanggung perlakuan yang tidak baik dari masyarakat.
Apa yang Alimin lakukan sebenarnya memilki niat baik, yaitu menunjukkan pada
lingkungannya bahwa kejahatan dan kebaikan itu tidak boleh terlihat samar. Ia ingin
masyarakat tahu bagaimana batasan untuk seseorang berbuat baik dan jahat. Hukuman atau
balasan yang diterima pun harus sesuai dengan apa yang diperbuat. Beikut ini merupakan
data penelitian yang termasuk dalam indikator tema yang digambarkan melalui tokoh Alimin.
1). Penggambaran Tema Melalui Tokoh
Kode data: Dt/01-10/Tm
“Hee bandit kecil kau masih di situ? Kau mau mengucapkan selamat jalan kepadaku,atau hanya mau merampok ransumku seperti biasa? Kau tahu artinya dibuang? Kaubisa membayangkan bahwa sejumlah orang di sana merasa berhak menghapus seluruhdunia ini dari mata seorang manusia. Tidak, kau tidak tahu. Kamu hanya bisa makandan berak. Berpikir bukan tugas kamu. Sekarang kamu harus menjawab. Bagaimanarasanya terkurung disitu? Bagaimana rasanya diputus dari segalanya? Ketika ruangkamu dibatasi dan tak ada yang lain di sekitar kamu kecuali gelap, kamu akan mulaimeronta. Kamu ingin diperhitungkan! Kenapa Cuma orang lain yang dimanjakan!Dengar sobat kecil. Bagaimana kamu mampu meronta kalau kamu tahu akan sia-sia?Mereka duhului nasib kita, mereka lampaui rencana kita. Dia yang sekarang berdirituh jauh di sana dengan kaki menjuntai sampai mengusap kepalamu karenakasihan.Ya tapi Cuma kasihan, tidak ada pembelaan, tidak ada tindakan apa-apa yangkongkrit. Mereka sudah begitu berkuasa!”
59
Tema pada dasarnya merupakan sejenis komentar terhadap subjek atau pokok masalah, baik
secara eksplisit (tersurat) maupun implisit (tersirat). Tema adalah sesuatu yang menjadi dasar
cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dalam
cerita. Pada data 01-10/Tm tema digambarkan melalui tokoh Alimin yang mengungkapkan
isi hatinya mengenai rasa ketidakadilan yang ia alami. Alimin merasa tidak ada masyarakat
yang membela dan berada di pihaknya. Perilaku yang ia lakukan selama ini juga akibat dari
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Alimin harus mendekam di jeruji besi karena
perbuatan jahatnya. Ia sampai dijauhi, dihujat, dan diasingkan oleh masyarakat sekitar. Ia
merasa ada perlakuan yang berbeda antara dirinya dengan orang lain hanya karena orang
tersebut lebih berkuasa.Permasalahan dalam hidup Alimin merupakan tema yang dinyatakan
secara tersirat oleh pengarang (tema implisit).
Kode data: 04-10/Tm
“Aku bukan lagi anak kamu ibu. Kini aku telah dipilih mewakili zaman. Menjadicontoh bromocorah. Kau harus bersukur ini kehormatan besar. Tak ada orang beranimenjadi penjahat, walaupun mereka melakukan kejahatan. Aku bukan penjahat biasa.Aku ini lambang. Kejahatan ini kulakukan demi menegakkan harmoni. Jadisebenarnya aku bukan penjahat, tapi pahlawan yang pura-pura jahat. Aku tak pedulidisebut bromocorah karena aku sadar itu tidak benar. Aku lakukan semua ini untuknegeri ini, meskipun tak masuk ke dalam buku sejarah, karena tidak ada seorangpenulis sejarah yang gila melihat kebenaran ini.”
Pada data 04-10/Tm, tokoh Alimin menjelaskan bahwa ia merupakan contoh yang nyata dari
sebuah ketidakadilan. Ia merupakan penjahat namun, ia juga memberi manfaat dan gambaran
terhadap masyarakat bahwa orang jahat itu seperti yang ia lakukan. Alimin tidak ingin dunia
semakin tidak jelas karena aturan yang makin menyimpang. Permasalahannya adalah
masyarakat tidak melihat niat baik dari seorang Alimin yang ingin menegakkan harmoni
demi bangsa dan negara. Masyarakat hanya dapat menghakimi Alimin dan menilainya tidak
baik dan tidak jauh berbeda mereka juga melakukan hal yang sama seperti Alimin yaitu
kejahatan. Bedanya mereka tidak tertangkap tangan namun, Alimin ditangkap dan
60
dipenjarakan. Sama-sama berbuat jahat namun, tidak sama-sama dihukum. Terlihat jelas
bahwa ini tidak adil. Tema ini gambarkan melalui tokoh Alimin dan disampaikan secara
eksplisit oleh pengarang.
2). Penggambaran Tema Melalui Latar
Kode data: 02-10/Tm
“Besok aku akan mengembara mencari duniaku yang hilang. Tanpa teman, tanpasaudara, mencari sendirian sepanjang malam. Aku putari dunia, aku masuki lautan,aku reguk segala kesulitan, tapi pasti tak akan aku temukan apa-apa. Ke ataspundakku berjatuhan segala beban. Semua orang melemparkan kutukan. Merekabilang akulah biang keladi semuanya. Kalau ada anak yang mati, akulah yangmembunuhnya. Kalau ada kebakaran, akulah pelakunya. Kalau ada perkosaan, akulahjahannamnya. Kalau ada pemberontakan, akulah biangnya. Tidak! Itu bohong! Harusdihentikan sekarang.”
Permasalahan dalam sebuah cerita menjadi dasar ntuk menentukan sebuah tema. Pada data
02-10/Tm, tokoh Alimin memiliki permasalahan mengenai ketidakadilan yang ia alami.
Tema ini gambarkan melalui tokoh Alimin. Ketidakadilan yang ia rasakan sampai pada titik
kesendiriannya menjalani hidup di jeruji besi, tidak ada satu orang pun yang membelanya.
Akibat dari perilaku Alimin tersebut ia harus menjadi kambing hitam dalam setiap masalah
yang terjadi di masyarakat sekitar. Padahal peristiwa yang terjadi itu belum tentu dilakukan
oleh Alimin. Alimin telah mendapatkan predikat manusia tidak bermoral hingga ia harus
mendapatkan sanksi sosial yang padahal ia sendiri tidak melakukannya. Ketidakadilan
semacam itulah yang diberikan dan dialami oleh Alimin sebagai tokoh utama berpredikat
tidak baik. Tema ini digambarkan melalui tokoh Alimin dan disampaikan oleh pengarang
secara implisit (tersirat).
Kode data: 05-10/Tm
“Yang Mulia Hakim yang saya hormati. Saya tak akan membela apa yang sudah sayalakukan. Saya justru ingin menjelaskannya. Bahwa memang benar saya yangmelakukan segalanya itu. hukumlah saya. Dua kali dari ancaman yang telah padukasediakan. Wanita itu saya cabik lehernya, karena saya rasa itu yang paling tepat untuk
61
dia. Kemudian harta bendanya saya rampas, karena kalau tidak dimanfaatkan akanmubazir. Saya lakukan itu dalam keadaan tenang. Pikiran saya waras. Tapi mengapa?Saya tidak bisa menjawab, karena bukan itu persoalannya. Saya justru inginmenanyakan kepada Bapak dan kepada seluruh hadirin disini. Mengapa seorangwanita yang tercabik lehernya mendapat perhatian yang begitu besar, sementara lehersaya dan jutaan orang lain yang dicabik-cabik tak pernah diperhatikan. Apa artikematian seorang pelacur ini dibandingkan dengan kematian kita semua beramai-ramai tanpa kita sadari? Di depan Anda semua ini saya menuntut. Berikanlah sayahukuman yang pantas. Tetapi jangan lupa berikan juga hukuman kepada orang yangtelah mencabik leher kami itu dengan setetngah pantas saja, karena saya cabik leherwanita harapan Anda semua akan teringat bahwa leher kamipun sudah dicabik-cabikdengan cara yang sama. Dan semoga ingatan itu diikuti pula pada hukuman yangbersangkutan. Kalau sudah begitu apapun yang dijatuhkan kepada saya, dua kali matisekalipun akan saya jalani dengan rela.”
Pada data 05-10/Tm, tema digambarkan melalui latar tempat dan suasana. Pengadilan
merupakan latar tempat di mana Alimin sedang diadili oleh Hakim. Suasana tegang
tergambar jelas saat Alimin berusaha menjelaskan soal ketidakadilan yang ia dan orang lain
alami. Alimin protes tentang kasus kejahatan yang telah ia lakukan, kasus pembunuhan
terhadap seorang pelacur. Alimin jelas menyindir proses hukum yang tidak adil yang selama
ini terjadi pada masyarakat kecil. Kasus yang menyangkut pejabat dan merugikan banyak
pihak seringkali dilupakan. Hal itu dikarenakan mereka adalah pejabat tinggi di negara ini
sehingga mereka dengan mudahnya menutup kasus mereka. Masalah seperti ini memang
benar terjadi pada kehidupan kita saat ini. Alimin yang membunuh satu orang wanita diadili
dengan cepat dan divonis dengan waktu yang sangat lama. Ketidakadilan inilah yang ia
rasakan dalam hidupnya. Tokoh Alimin dalam cerita ini hanya ingin menuntut sebuah
keadilan berdasarkan dengan perbuatan yang telah dilakukan.
4.2.1.2 Tokoh
Tokoh merupakan pelaku dalam sebuah cerita.Tokoh dalam drama mengacu pada watak
(sifat-sifat pribadi seorang pelaku, sementara aktor atau pelaku mengacu pada peran yang
bertindak atau berbicara dalam hubungannya dengan alur peristiwa. Tokoh dalam drama ini
terdapat 6 tokoh, yang menjadi tokoh sentral adalah tokoh Alimin. Tokoh Alimin merupakan
62
tokoh sentral karena ia yang menggambarkan bagaimana tokoh dan penokohan dari tokoh
lain yang menjadi tokoh pembantu atau tambahan. Kedudukan tokoh dalam drama beraneka
ragam. Ada yang bersifat penting dan tidak penting (mayor dan minor), ada juga yang
menjadi penggerak dalam cerita (protagonis) atau disebut juga peran baik dan peran yang
menjadi penghalang (antagonis) atau disebut juga peran jahat, dan sebagainya. Beikut ini
merupakan data penelitian yang termasuk dalam indikator tokoh.
Kode data: 01-06/Tk
“Selamat tinggal dinding bisu dengan semua suara yang kau simpan. Selamat tinggaljendela yang selalu memberiku matahari dan bulan. Selamat tinggal sobat kecil, yangselalu mencuri ransumku. Selamat tinggal sipir penjara yang marahnya tak habis-habispada dunia. Dan selamat tinggal Karpo pembunuh yang tak akan keluar hidupdari penjara ini. Selamat tinggal segala yang kubenci dan kucintai. Inilah salam dariAlimin sahabat semua orang, yang sekarang harus pergi. Ingin kuulang semuanya,walaupunhanya sebentar. Tapi tak bisa. Janjiku sudah lunas. Sekarang aku berjalandalam kebisuan yang abadi, untuk membeku bersama masa lalu.”
“Kalau sudah menderita orang jadi penyair. Kalau sudah kepepet oarang mulaimenyanyi. Dan kalau ada yang hendak dirampok orang berdoa. Sekarang aku menari,karena sudah putus asa. Badanku ringan. Aku melambung ke angkasa. Dan Tuhanmenyapaku dengan ramah. Bung Alimin hendak kemana kamu? Aku mau ke ataslebih tinggi. Tapi kamu tidak boleh lebih tinggi dari Syurga. Siapa bilang tidak, kalauaku mau aku bisa. Dan aku melenting lagi, tapi terlalu tinggi, terlalu jauh Akuterlontar jauh sekali, tinggi sekali melewati syurga ke dekat matahari. Tubuhkuterbakar. Aku hangus dan hilang dalam semesta. Aku tidak ada lagi Aku bersatudengan semesta. Aku menjadi Tuhan.”
Pada data 01-06/Tk Alimin merupakan nama tokoh yang terdapat dalam naskah drama Aeng
karya Putu Wijaya. Tokoh Alimin termasuk tokoh utama atau disebut juga dengan tokoh
major. Hal ini dikarenakan tokoh Alimin adalah tokoh yang menjadi pusat cerita, dalam
naskah drama ini Alimin menceritakan bagaimana kehidupannya dari masalalu hingga saat
ini saat ia di penjara karena ulahnya yang sering berbuat kejahatan. Kejahatan yang sering
Alimin lakukan menjadikan tokoh Alimin termasuk Tokoh Antagonis atau sebagai peran
Mars yang menjadi penghalang bagi tokoh protagonis.
63
Kode data: 02-06/Tk
“He, kamu ada di situ Nensi! Rupanya kamu yang dari tadi melotot di situ. Apakabar? Sedang apa kamu sekarang? Kenapa lipstik kamu belepotan? Ada hansip yangmemperkosa kamu? Jangan diam saja seperti orang bego sayang. Ke mari. Masihingat pada aku kan? Aku bukan orang yang dulu lagi. Kau pun tidak. Ketiak kitasudah ubanan. Tetapi kita pernah bersama-sama membuat sejarah dan itu tidak bisahapuskan begitu saja. Sekeping dari diri kamu masih tetap dalam tubuhku dan bagiandari punyaku masih tersimpan pada kamu. Kita bisa berbohong tapi itu tidakmenolong.”
Pada data 02-06/Tk terdapat nama dari salah satu tokoh dalam drama Aeng yaitu Nensi.
Nensi digambarkan melalui tokoh Alimin, oleh karena itu Nensi merupakan tokoh minor
dalam cerita. Tokoh minor merupakan tokoh pembantu dalam cerita. Tokoh Nensi
merupakan tokoh wanita dengan pekerjaan sebagai wanita penghibur. Alimin menceritakan
kisah pertemuannya hingga penyebab perpisahan dan rasa kecewanya kepada Nensi. Tokoh
Alimin sebagai tokoh sentral dalam naskah ini menggambarkan tokoh-tokoh lain berdasarkan
peristiwa yang ia lalui bersama tokoh tersebut, termasuk pada tokoh Nensi.
Kode data: 03-06/Tk
“Yang Mulia Hakim yang saya hormati. Saya tak akanmembela apa yang sudah saya lakukan. Saya justru ingin menjelaskannya. Bahwamemang benar saya yang melakukan segalanya itu. Hukumlah saya. Dua kali dariancaman yang telah paduka sediakan. Wanita itu saya cabik lehernya, karena sayarasa itu yang paling tepat untuk dia. Kemudian harta bendanya saya rampas, karenakalau tidak dimanfaatkan akan mubazir. Saya lakukan itu dalam keadaan yangtenang.”
Pada data 03-06/Tk terdapat tokoh Hakim dalam naskah drama. Tokoh Hakim termasuk
dalam tokoh minor karena tidak menjadi pusat dalam cerita. Tokoh Alimin menyebutkan
tokoh tersebut pada saat ia berada di ruang pengadilan. Tokoh ini digambarkan melalui tokoh
lain, sehingga tokoh ini disebut tokoh tambahan karena tidak memiliki andil besar dalam
cerita.
64
4.2.1.3 Penokohan
Penokohan termasuk hal-hal yang berkaitan dengan penamaan, pemeranan, keadaan fisik
tokoh (aspek fisiologis), keadaan kejiwaan tokoh (aspek psikologis) kedaan sosial tokoh
(aspek sosiologi), serta karakter tokoh. Penokohan merupakan cara pengarang
menggambarkan bagaimana tokoh dalam cerita tersebut.Penokohan dapat digambarkan
melalui tokoh lain. Beikut ini merupakan data penelitian yang termasuk dalam indikator
penokohan.
Kode data: 01-06/Pkn
“Ketika aku mulai melihat, yang pertama sekali aku lihat adalah kejahatan. Makkudihajar habis oleh suaminya yang kesetanan. Ketika pertama kali mendengar, yangkudengar adalah keserakahan. Para tetangga beramai-ramai memfitnah kami supayaterkubur. Ketika pertama kali berbuat yang aku lakukan adalah dosa. Kudorong anakitu ke tengah jalan dan sepedanya aku larikan. Sejak itu mereka namakan akubajingan. Mula-mula aku marah, karena nama itu diciptakan untuk membuangku.Tetapi kemudian ketika aku terbiasa memakainya, banyak orangmengaguminya.Mereka datang kepadaku hendak berguru. Aku dinobatkan jadipahlawan.Sementara aku merasa amat kesepian ditinggal oleh dunia yang tak maumengakuiku sebagai anaknya.”
Pada data 01-06/Pkn, terdapat dimensi psikologis dan sosiologis. Dimensi psikologis
merupakan keadaan kejiwaan dari tokoh yang meliputi status sosial, pekerjaan, jabatan,
perana di dalam masyarakat, pendidikan, agama, dan lain-lain sedangkan dimensi sosiologis
merupakan keadaan sosial dari tokoh yang meliputi mentalitas, ukuran moral, keinginan, dan
perasaan pribadi, sikap dan kelakuan (tempramen), juga intelektualitasnya. Pada data 01-
06/Pkn, tokoh Alimin sedari kecil sudah mendapat pelajaran yang tidak pantas ia lihat, ia
melihat dan mendengar segala bentuk kejahatan sehingga saat ia tumbuh besar ia menjadi
seorang penjahat yang kejam. Alimin meluapkan isi hatinya mengenai keluarga yang tidak
harmonis sedari ia kecil. Ia merasa sendirian merasa ditinggalkan oleh orang-orang yang
harusnya ada di sampingnya dan mendampinginya. Alimin kehilangan keluarga, teman, dan
masyarakat sekitar akibat ulahnya yang sering berbuat kejahatan. Alimin juga kehilangan
65
cintanya yaitu Nensi wanita penghibur yang sangat ia cintai, namun karena dikhianati ia lalu
membunuh Nensi. Anggapan masyarakat terhadap Alimin sudah tidak ada lagi yang benar
mereka semua menganggap Alimin sebagai orang yang melakukan tindak pidana berulang-
ulang kali.
Kode Data: 02-06/Pkn
“Waktu kubawa kamu naik ke puncak Monas, waktu kita nonton wayang di bawahjembatan. Tapi kemudian kau lari dengan bajingan ituSundal!! Lonthe!! Aku masihingat ketika menyambar parang dan menguber kamu di atas jembatan. Lalu kutebaslehermu yang panjang itu. Tidak , aku tidak menyesal. Aku tahu janin dalam perutmujuga ikut mampus. Tapi itu lebih baik. Biar kamu hanya menjadi milikku. Kamumengerti? Kamu tak pernah mengerti. Kamu tak pernah mencintaiku. Bahkankematian tak menyebabkan kamu mengubah sikap bencimu. Kamu menang Nensi.Kamu mati tapi kamu menang. Sialan. Kok bisa.”
Pada data 02-06/Pkn, Nensi digambarkan sebagai seorang wanita penghibur yang menjalin
hubungan asmara dengan Alimin. Hingga pada suatu hari Nensi melakukan kesalahan yang
sangat fatal yaitu berselingkuh dengan pria lain membuat Alimin murka dan membunuh
Nensi. Tokoh Nensi dalam dimensi sosiologis merupakan tokoh yang dipandang tidak baik
dari segi pekerjaannya yaitu sebagai wanita penghibur. Ia juga merupakan wanita yang tidak
memiliki rasa kesetiaan dan jujur terhadap pasangan hal ini termasuk dalam dimensi
Psikologis atau dapat dilihat dari perilakunya.
Kode data: 03-06/Pkn
“Yang Mulia Hakim yang saya hormati. Saya tak akanmembela apa yang sudah saya lakukan. Saya justru ingin menjelaskannya. Bahwamemang benar saya yang melakukan segalanya itu. Hukumlah saya. Dua kali dariancaman yang telah paduka sediakan. Wanita itu saya cabik lehernya, karena sayarasa itu yang paling tepat untuk dia. Kemudian harta bendanya saya rampas, karenakalau tidak dimanfaatkan akan mubazir. Saya lakukan itu dalam keadaan yangtenang.”
Pada data 03-06/Pkn , tokoh Hakim digambarkan sebagai tokoh yang dihormati. Hal ini
termasuk dalam dimensi sosiologis yang menjelaskan jabatan seseorang dalam masyarakat.
66
Hal ini digambarkan melalui tokoh Alimin. Tokoh Hakim digambarkan melalui tokoh lain,
sehingga tokoh Hakim termasuk tokoh minor atau tokoh pembantu.
4.2.1.4 Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa atau sekelompok peristiwa yang saling
berhubungan secara kausalitas akan menunjukkan kaitan sebab akibat. Alur terdiri dari tiga
tahapan, yaitu eksposisi (bagian yang memperkenalkan tokoh kepada kita), komplikasi
(bagian yang menjelaskan bagaimana tokoh utama dalam cerita), dan resolusi (bagian
perubahan dari seorang tokoh). Alur juga terdapat 3 jenis yaitu alur maju, mundur, dan
campuran. Dalam naskah drama ini alur yang disajikan adalah alur campuran, terdapat
gambaran masalalu dan masa depan dalam cerita. Bagian eksposisi, komplikasi, dan resolusi
juga terdapat dalam naskah drama ini. Beikut ini merupakan data penelitian yang termasuk
dalam indikator alur.
Kode data: 01-03/Ar
“Ketika aku mulai melihat, yang pertama sekali aku lihat adalah kejahatan. Makkudihajar habis oleh suaminya yang kesetanan. Ketika pertama kali mendengar, yangkudengar adalah keserakahan. Para tetangga beramai-ramai memfitnah kami supayaterkubur. Ketika pertama kali berbuat yang aku lakukan adalah dosa. Kudorong anakitu ke tengah jalan dan sepedanya aku larikan. Sejak itu mereka namakan akubajingan. Mula-mula aku marah, karena nama itu diciptakan untuk membuangku.Tetapi kemudian ketika aku terbiasa memakainya, banyak orangmengaguminya.Mereka datang kepadaku hendak berguru. Aku dinobatkan jadipahlawan.Sementara aku merasa amat kesepian ditinggal oleh dunia yang tak maumengakuiku sebagai anaknya.”
Pada data 01-03/Ar terdapat peristiwa masalalu yang berdampak terhadap masa depan dari
tokoh Alimin. Pada masalalunya iya melihat kekerasan dan kejahatan, sehingga masa depan
yang Alimin dapatkan pun tidak jauh berbeda dengan masalalunya, yaitu kekejaman,
kekerasan, dan kejahatan. Alur pada drama ini merupakan alur campuran, pada data ini
diperlihatkan bagaimana hubungan sebab akibat yang ditimbulkan dari masalalu untuk masa
67
depan. Data ini merupakan bagian dari Eksposisi atau bagian yang memperkenalkan pelaku
kepada kita.
Kode data: 02-03/Ar
“He, kamu ada di situ Nensi! Rupanya kamu yang dari tadi melotot di situ. Apakabar? Sedang apa kamu sekarang? Kenapa lipstik kamu belepotan? Ada hansip yangmemperkosa kamu? Jangan diam saja seperti orang bego sayang. Ke mari. Masihingat pada aku kan? Aku bukan orang yang dulu lagi. Kau pun tidak. Ketiak kitasudah ubanan. Tetapi kita pernah bersama-sama membuat sejarah dan itu tidak bisahapuskan begitu saja. Sekepingdari diri kamu masih tetap dalam tubuhku dan bagiandari punyaku masih tersimpan padakamu. Kita bisa berbohong tapi itu tidakmenolong. Mari sayang. Temani aku hari ini menghitung dosa. Berapa kali kamu akutonjok, berapa kali aku elus, berapa kali aku sumpahi. Tetapi jangan lupa berapa kaliaku berikan bahagia. Waktu kusedot bibirmu sampai bengkak. Waktu kita berjogetdiatas rel kereta.Waktu kubawa kamu naik ke puncak Monas, waktu kita nontonwayang di bawah jembatan. Tapi kenapa kemudian kau lari dengan bajingan itu.Sundal!! Lonthe! Aku masih ingat ketika menyambar parang dan menguber kamu diatas jembatan. Lalu kutebas lehermu yang panjang itu. Tidak , aku tidakmenyesal.Aku tahu janin dalam perutmu juga ikut mampus. Tapi itu lebih baik. Biarkamu hanyamenjadi milikku. Kamu mengerti. Kamu tak pernah mengerti.Kamu tak pernahmencintaiku. Bahkan kematian tak menyebabkan kamu mengubahsikap bencimu.Kamu menang Nensi. Kamu mati tapi kamu menang. Sialan. Kok bisa.”
Pada data 02-03/Ar hubungan sebab akibat itu terus menjalar sampai pada kisah percintaan
Alimin dan Nensi. Alimin yang mencintai Nensi merasa dikhianati karena Nensi pergi
dengan pria lain. Lalu sampailah pada peristiwa kejar-kejaran antara Nensi dan Alimin yang
berakhir pada kematian Nensi. Data ini menunjukkan komplikasi yaitu yang bertugas
mengembangkan konflik. Pada komplikasi ini kita dapat mengetahui bagaimanakah
sebenarnya tokoh utama dalam cerita tersebut.
Kode data: 03-03/Ar
“Di dalam ruangan ini aku menjadi manusia. Di dalam ruangan ini aku lahir kembali.Mataku terbuka dan melihat cinta di balik jendela. Melihat keindahan cahaya mataharidan bulan di malam hari. Aku ingin kembali mengulang sekali lagi apa yang sudahkujalani. Menjadi manusia biasa seperti kalian.”
Pada data 03-03/Ar terdapat perubahan penting dalam hidup Alimin, yaitu kesadaran diri
ingin berubah menjadi manusia yang lebih baik lagi. Alimin merasa perbuatannya di
masalalu sangat tidak baik dan tidak pantas dilakukannya. Ia ngin mengulang kehidupannya
68
kembali menjadi seorang manusia yang normal pada umumnya. Tidak lagi merasa dikucilkan
karena perbuatan tidak terpujinya. Dalam hal ini kita dapat melihat adanya resolusi dari alur,
yaitu perubahan dari seorang tokoh.
4.2.1.5 Latar
Latar merupakan segala sesuatu yang mengacu kepada keterangan waktu, ruang, serta
suasana peristiwanya. Latar merupakan keterangan yang dapat membantu pembaca
memahami suatu karya sastra. Latar waktu merupakan latar yang menyajikan keterangan
waktu dalam cerita. Latar ruang atau tempat merupakan latar yang menyajikan keterangan
tempat di mana peristiwa itu terjadi. Latar suasana merupakan latar yang menyajikan
keterangan suasana yang terjadi dalam cerita. Beikut ini merupakan data penelitian yang
termasuk dalam indikator latar.
1). Latar Tempat
Kode data: 05-08/Lr
“Temani aku hari ini menghitung dosa. Berapa kali kamu aku tonjok, berapa kali akuelus, berapa kali aku sumpahi. Tetapi jangan lupa berapa kali aku berikan bahagia.Waktu kusedot bibirmu sampai bengkak. Waktu kita berjoget diatas relkereta.Waktu kubawa kamu naik ke puncak Monas, waktu kita nonton wayang dibawah jembatan. Tapi kenapa kemudian kau lari dengan bajingan itu. Sundal!!Lonthe! Aku masih ingat ketika menyambar parang dan menguber kamu di atasjembatan. Lalu kutebas lehermu yang panjang itu. Tidak , aku tidak menyesal. Akutahu janin dalam perutmu juga ikut mampus. Tapi itu lebih baik. Biar kamu hanyamenjadi milikku. Kamu mengerti. Kamu tak pernah mengerti. Kamu tak pernahmencintaiku. Bahkan kematian tak menyebabkan kamu mengubah sikap bencimu.Kamu menang Nensi. Kamu mati tapi kamu menang. Sialan. Kok bisa.”
Latar tempat merupakan keterangan di mana sebuah cerita terjadi. Pada data 05-08/Lr, Putu
Wijaya Memilih latar tempat yang berbeda-beda, yaitu di atas rel kereta, puncak Monas, dan
di bawah jembatan. Latar tempat tersebut digambarkan melalui Alimin saat ia menceritakan
kisahnya bersama Nensi sebelum dan sesudah pengkhianatan terjadi. Latar tempat merupakan
69
keterang yang penting dalam sebuah cerita. Latar tempat menerangkan di mana sebuah cerita
terjadi. Dalam sebuah cerita latar tempat bisa saja berbeda-beda karena cerita tidak mungkin
hanya terjadi pada satu tempat saja.
Kode data: 05-08/Lr
“Temani aku hari ini menghitung dosa. Berapa kali kamu aku tonjok, berapa kali akuelus, berapa kali aku sumpahi. Tetapi jangan lupa berapa kali aku berikan bahagia.Waktu kusedot bibirmu sampai bengkak. Waktu kita berjoget diatas rel kereta.Waktukubawa kamu naik ke puncak Monas, waktu kita nonton wayang di bawah jembatan.Tapi kenapa kemudian kau lari dengan bajingan itu. Sundal!! Lonthe! Aku masihingat ketika menyambar parang dan menguber kamu di atas jembatan. Lalu kutebaslehermu yang panjang itu. Tidak , aku tidak menyesal. Aku tahu janin dalam perutmujuga ikut mampus. Tapi itu lebih baik. Biar kamu hanya menjadi milikku. Kamumengerti. Kamu tak pernah mengerti. Kamu tak pernah mencintaiku. Bahkankematian tak menyebabkan kamu mengubah sikap bencimu. Kamu menang Nensi.Kamu mati tapi kamu menang. Sialan. Kok bisa.”
Pada data 05-08/Lr Putu Wijaya Memilih latar tempat yang berbeda-beda, yaitu di atas rel
kereta, puncak Monas, dan di bawah jembatan. Latar tempat tersebut digambarkan oleh
Alimin saat ia menceritakan kisahnya bersama Nensi saat sedang jalan berdua menikmati
hari-hari bahagianya.
2). Latar Waktu
Kode data: 01-08/Lr
“He matahari kamu jangan ngece! Kamujangan sombong. Kamu tak perlu tertawa melihat bajingan menangis. Apa salahnya?Air mata itu bukan tanda kelemahan tapi kehalusan jiwa. Kurang ajar terkekeh-kekehya! Kau tidak bisa naik melewati kepalaku. Bukan kau yang paling tinggi di sini. Akutetap lebih tinggi dari kamu. Kamu tidak akan bisa melampauiku hari ini. Naiklahlebih tinggi lagi. Aku akan membumbung dan tetap yang paling tinggi selama-lamanya.”
Pada data 01-08/Lr terdapat latar waktu yang disebutkan Alimin melalui istilah matahari.
Matahari mewakili waktu siang hari dalam cerita. Latar memiliki tiga bagian, yaitu latar
waktu, tempat, dan suasana. Alimin pada data tersebut seolah olah sedang berbicara pada
70
matahari yang baru bersinar. Latar menjelaskan kapan, dimana, dan bagaimana peristiwa
dalam cerita itu terjadi.
3). Latar Suasana
Kode data: 08-08/Lr
“Sekeping dari diri kamu masih tetap dalam tubuhku dan bagian dari punyaku masihtersimpan padakamu. Kita bisa berbohong tapi itu tidak menolong. Mari sayang.Temani aku hari ini menghitung dosa. Berapa kali kamu aku tonjok, berapa kali akuelus, berapa kali aku sumpahi. Tetapi jangan lupa berapa kali aku berikan bahagia.Waktu kusedot bibirmu sampai bengkak. Waktu kita berjoget diatas rel kereta. Waktukubawa kamu naik ke puncak Monas, waktu kita nonton wayang di bawah jembatan.”
Pada data 08-08/Lr , latar suasananya merupakan latar suasana yang bahagia, terlihat dari
Alimin dan Nensi yang pergi untuk menghabiskan waktu bersama. Alimin menceritakan
bagaimana kisah cintanya saat itu bersama Nensi sebelum terjadi insiden pembunuhan karena
sebuah pengkhianatan. Latar suasana merupakan latar yang menggambarkan bagaimana
kondisi dari seorang tokoh dalam sebuah peristiwa di dalam cerita. Latar menjelaskan kapan,
dimana, dan bagaimana peristiwa dalam cerita itu terjadi.
4.2.1.6 Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang
berpola secara tetap dan dikaidahkan (Chaer dan Agustina, 2010: 11). Bahasa yang
digunakan dalam drama sengaja dipilih pengarang dengan titik berat fungsinya sebagai
sarana komunikasi (Rokhmansyah , 2014: 41). Setiap penulis drama mempunyai gaya sendiri
dalam mengolah kosa kata sebagai sarana untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Selain berkaitan dengan pemilihan kosakata, bahasa juga berkaitan dengan pemilihan gaya
bahasa. Berikut ini merupakan data penelitian yang termasuk dalam indikator bahasa.
71
Kode data: 03-07/Bhs
“Selamat tinggal dinding bisu dengan semua suara yang kau simpan. Selamattinggal jendela yang selalu memberiku matahari dan bulan. Selamat tinggalsobat kecil, yang selalu mencuri ransumku. Selamat tinggal sipir penjara yangmarahnya tak habis-habis pada dunia. Dan selamat tinggal Karpo pembunuh yang takakan keluar hidup dari penjara ini. Selamat tinggal segala yang kubenci dan kucintai.Inilah salam dari Alimin sahabat semua orang, yang sekarang harus pergi. Inginkuulang semuanya, walaupun hanya sebentar. Tapi tak bisa. Janjiku sudah lunas.Sekarang aku berjalan dalam kebisuan yang abadi, untuk membeku bersama masalalu.”
Pada data 03-07/Bhs, Putu Wijaya menggunakan gaya bahasa personifikasi. Ia membuat
seolah-olah dinding dalam penjara itu mampu mendengar apa saja yang dibicarakan oleh
Alimin, dan jendela yang seolah-olah memberinya kehidupan. Penggunaan gaya bahasa
dalam sebuah drama itu memang sudah lumrah dilakukan. Banyak perumpamaan yang dibuat
oleh seorang sastrawan untuk mewakili tujuannya dalam bercerita. Melalui bahasa kita juga
dapat mengetahui tempat, waktu dan keadaan di dalam cerita. Bahasa yang digunakan Putu
Wijaya dapat dipahami atau komunikatif, namun terdapat kekurangan yaitu bahasa tersebut
kurang sopan karena terdapat kata-kata yang terlalu kasar dan fulgar.
Kode data: 05-07/Bhs
“Saya justru ingin menanyakan kepada Bapak dan kepada seluruh hadirin di sini.Mengapaseorang wanita yang tercabik lehernya mendapat perhatian yangbegitu besar, sementaraleher saya dan jutaan orang lain yang dicabik-cabik takpernah diperhatikan. Apa arti kematian seorang pelacur ini dibandingkan dengankematian kita semua beramai-ramai tanpa kita sadari? Di depan anda semua ini sayamenuntut. Berikanlah saya hukuman yang pantas. Tetapi jangan lupa berikan jugahukuman kepada orang yang telah mencabik leher kami itu dengan setengah pantassaja. Karena saya cabik leher wanita itu harapan Anda semua akan teringat bahwaleher kamipun sudah dicabik-cabik dengan cara yang sama. Dan semoga ingatan itudiikuti pula pada hukuman yang bersangkutan.”
Pada data 05-07/Bhs, terdapat gaya bahasa Paradoks, yaitu gaya bahasa yang mengandung
pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Pada data tersebut terlihat bahwa
masih banyak orang yang tercabik tidak diberikan perhatian. Sedangkan satu orang wanita
yang tercabik diberikan perhatian yang begitu besar. Protes yang diungkapkan tokoh Alimin
72
ini merupakan hal yang sering terjadi dalam kehidupan kita. Banyak penegak hukum yang
tidak adil dalam memberikan hukuman sehingga terjadi banyak pertentangan di kalangan
masyarakat.
4.2.1.7 Amanat
Pesan atau amanat merupakan ajaran moral didaktis yang disampaikan drama itu kepada
pembaca atau penonton (Kosasih, 2012:137). Amanat tersimpan rapi dan disembunyikan
pengarangnya dalam keseluruhan isi drama. Amanat dapat diartikan pesan berupa ide,
ganjaran moral, dan nilai-nilai kemanusiaan pengarang melalui karyanya. Amanat merupakan
pemecahan masalah yang terkandung dalam tema terdapat dua cara penyampaian amanat
oleh pengarang dalam karyanya, yaitu implisit dan eksplisit. Berikut ini merupakan data
penelitian yang termasuk dalam indikator bahasa.
Kode data: 01-02/Amt
“Ketika aku mulai melihat, yang pertamasekali aku lihat adalah kejahatan. Makku dihajar habis oleh suaminya yang kesetanan.Ketika pertama kali mendengar, yang kudengar adalah keserakahan. Para tetanggaberamai-ramai memfitnah kami supaya terkubur. Ketika pertama kali berbuat yangaku lakukan adalah dosa. Kudorong anak itu ke tengah jalan dan sepedanya akularikan. Sejak itu mereka namakan aku bajingan. Mula-mula aku marah, karena namaitu diciptakan untuk membuangku. Tetapi kemudian ketika aku terbiasa memakainya,banyak orang mengaguminya.Mereka datang kepadaku hendak berguru. Akudinobatkan jadi pahlawan. Sementara aku merasa amat kesepian ditinggal oleh duniayang tak mau mengakuiku sebagai anaknya.”
Pada data 01-02/Amt kita dapat mengambil amanat bahwa menjadi orangtua itu harus
memberi teladan yang baik kepada anaknya. Seperti kata pepatah “mendidik anak bagaikan
memahat di atas batu, mendidik orang dewasa laksana melukis di atas air” dalam hal ini kita
dapat melihat bagaimana Alimin yang sedari kecil telah mendapat pelajaran tentang
kejahatan. Kejahatan yang dilakukan ayahnya seolah-olah melekat kuat dalam ingatannya.
Alimin akhirnya tumbuh menjadi seperti yang ia lihat dan ia dengar. Oleh karena itu kita
sebagai orang tua harus pinta-pintar dalam mendidik anak, kita harus mampu membangun jati
73
diri anak sesuai dengan yang ia lihat dan ia dengar, kita harus mampu memberi teladan yang
baik bagi dirinya agar kelak ia tumbuh menjadi pribadi yang baik dan berguna bagi
masyarakat. Hak anak adalah mendapatkan pendidikan yang baik dari keluarga dan
masyarakat. Apabila ia salah haruslah dihukum sesuai dengan kesalahan yang diperbuat.
Begitupula dengan masyarakat, hukuman yang diberikan harus adil. Setiap individu ingin
diperlakukan adil, oleh karena itu hukum harus ditegakkan dengan benar, dan pemimpin di
negara ini juga harus memberikan contoh yang baik bagi masyarakat.
Kode data: 02-02/Amt
“Yang Mulia Hakim yang saya hormati. Saya tak akan membela apa yang sudah sayalakukan. Saya justru ingin menjelaskannya. Bahwa memang benar saya yangmelakukan segalanya itu. hukumlah saya. Dua kali dari ancaman yang telah padukasediakan. Wanita itu saya cabik lehernya, karena saya rasa itu yang paling tepat untukdia. Kemudian harta bendanya saya rampas, karena kalau tidak dimanfaatkan akanmubazir. Saya lakukan itu dalam keadaan tenang. Pikiran saya waras. Tapi mengapa?Saya tidak bisa menjawab, karena bukan itu persoalannya. Saya justru inginmenanyakan kepada Bapak dan kepada seluruh hadirin disini. Mengapa seorangwanita yang tercabik lehernya mendapat perhatian yang begitu besar, sementara lehersaya dan jutaan orang lain yang dicabik-cabik tak pernah diperhatikan. Apa artikematian seorang pelacur ini dibandingkan dengan kematian kita semua beramai-ramai tanpa kita sadari? Di depan Anda semua ini saya menuntut. Berikanlah sayahukuman yang pantas. Tetapi jangan lupa berikan juga hukuman kepada orang yangtelah mencabik leher kami itu dengan setetngah pantas saja, karena saya cabik leherwanita harapan Anda semua akan teringat bahwa leher kamipun sudah dicabik-cabikdengan cara yang sama. Dan semoga ingatan itu diikuti pula pada hukuman yangbersangkutan. Kalau sudah begitu apapun yang dijatuhkan kepada saya, dua kali matisekalipun akan saya jalani dengan rela.”
Pada data 02-02/Amt, amanat yang dapat kita ambil adalah bersikap adil itu penting. Adil
berarti sesuai dengan kebutuhan. Jika ada seseorang yang berlaku tidak baik misalnya
mencuri maka ia harus dihukum sesuai dengan kasusnya, sehingga orang-orang yang hanya
menjadi kambing hitam dalam sebuah kasus tidak menanggung hukumannya sendiri.
Keamanan dalam masyarakat juga harus lebih baik lagi, bukan seperti dalam cerita Alimin ini
yang aparat kemanannya justru mendukung perilaku tidak baik. Hukum yang benar dan jelas
haruslah ditegakkan. Tokoh Alimin mewakili masyarakat yang memiliki perbuatan baik dan
74
tidak baik. Ia memiliki niat hati yang mulia namun, karena lingkungan yang mendorongnya
menjadi tidak baik hingga ia dewasa menjadi pribadi yang jahat. Ketidakadilan yang ia terima
adalah dihukum sendirian.
4.2.2 Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA
Hasil penelitian diimplikasikan pada kegaitan pembelajaran bahasa Indonesia di SMA,
khususnya pada materi pembelajaran drama. Hasil penelitian berupa unsur-unsur intrinsik
dalam naskah drama Aeng yang dapat dikaitkan dengan Kompetensi Dasar (KD) kelas XI
semester genap, yaitu 3.18 Mengidentifikasi alur cerita, babak demi babak, dan konflik
dalam drama yang dibaca atau ditonton. Kompetensi dasar tersebut dimuat dalam kurikulum
2013 edisi revisi.
Pembelajaran dramayang terdapat dalam silabus kurikulum 2013 pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia secara umum bertujuan agar peserta didik mampu mendengarkan, membaca,
memirsa (viewing), berbicara, dan menulis. Kompetensi dasar dikembangkan berdasarkam
tiga hal lingkup materi yang saling berhubungan dan saling mendukung pengembangan
kompetensi pengetahuan pengetahuan kebahasaan dan kompetensi keterampilan berbahasa
(mendengarkan, membaca, memirsa, berbicara, dan menulis) peserta didik.
Kompetensi sikap secara terpadu dikembangkan melalui kompetensi pengetahuan kebahasaan
dan kompetensi keterampilan berbahasa. Ketiga hal lingkup materi tersebut adalah bahasa
(pengetahuan tentang bahasa Indonesia); sastra (pemahaman, apresiasi, tanggapan, analisis,
dan penciptaan karya sastra); dan literasi (perluasan kompetensi berbahasa Indonesia dalam
berbagai tujuan khususnya yang berkaitan dengan membaca dan menulis).
Hasil penelitian jadikan sebagai topik untuk mementaskan drama dalam melaksanakan
pembelajaran pada kompetensi 3.18 Mengidentifikasi alur cerita, babak demi babak, dan
75
konflik dalam drama yang dibaca atau ditonton. Hasil temuan dijadikan sebagai topik untuk
mengapresiasi dan memahami sebuah drama sehingga secara tidak langsung, pendidik dapat
menyampaikan pembelajaran sastra di SMA. Agar lebih terkonsep, proses pembelajaran
materi drama perlu dibuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) . Dalam kurikulum
2013, pelaksanaan pembelajaran harus terdapat sintak model pembelajaran yaitu, mengamati,
menanya,mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan.
Terdapat tiga hal dalam kegiatan pembelajaran yaitu, apersepsi, kegiatan inti, dan kegiatan
penutup. Apersepsi merupakan kegiatan awal dalam memulai pelaksanaan pembelajaran.
Dalam kegiatan ini, guru membuka kegiatan belajar dengan memberi salam, menanyakan
kehadiran, dan menanyakan materi dalam kegiatan pembelajaran sebelumnya. Kemudian,
setelah apersepi kegiatan inti mulai dilaksanakan. Guru mengenalkan pembelajaran yang
akan dilaksanakan pada saat proses pembelajaran tersebut. pada kegiatan inti, guru
memasukkan sintak model pembelajaran, agar proses pembelajaran tidak membosankan dan
memicu keaktifan siswa dalam kegiatan tersebut. setelah selesai, kegiatan terakhir ialah
penutup. Guru bersama siswa menyimpulkan dan merefleksikan kegiatan pembelajaraan saat
itu, guru juga memenyampaikan tugas atau rencana pembelajaran untuk pertemuan
selanjutnya.Tingkatan Sekolah Menengah Atas (SMA), dalam Kurikulum 2013 mata
pelajaran bahasa Indonesia mendapat alokasi waktu 4 jam/ minggu. Biasanya satu minggu
dibagi menjadi dua kali pertemuan. Sehingga untuk dua kali pertemuan mendapat alokasi
waktu 4 x 45 menit.
Hal yang akan dilakukan guru pada pertemuan pertama ialah mengenalkan konsep tentang
materi drama. Setelah kegiatan apersepsi selesai yaitu kegiatan awal dengan mengingat
kembali tentang materi sebelumnya, materi yang sebelumnya didapat, dipakai kembali untuk
mengaitkan pelajaran yang akan dipelajari pada saat proses pembelajaran yang akan
76
dilakukan yaitu pementasan drama. Kegiatan pendahuluan ini dilakukan dengan alokasi
waktu 15 menit.
Guru melanjutkan ke kegiatan inti dengan mengenalkan kepada siswa tentang materi teks
drama yaitu:
1. Definisi drama
2. Unsur pembangun drama
3. Unsur intrinsik
Alokasi waktu dalam kegiatan inti 60 menit.
Setelah selesai kegiatan inti, dilanjutkan kegiatan penutup yaitu menyimpulkan pembelajaran
yang telah dilakukan.. Pendidik dan peserta didik bersama-sama membahas kembali tentang
materi drama dengan melakukan refleksi dan terakhir guru atau pendidik mengakhiri
pembelajaran dengan mengucapkan salam kepada peserta didik.
Pada pertemuan kedua, guru mengenalkan konsep tentang mendata konflik, babak, alur, dan
penokohan dalam drama. Setelah kegiatan apersepsi selesai yaitu kegiatan awal dengan
mengingat kembali tentang materi sebelumnya, materi yang sebelumnya didapat, dipakai
kembali untuk mengaitkan pelajaran yang akan dipelajari pada saat proses pembelajaran yang
akan dilakukan yaitu mendata alur drama, babak demi babak dalam drama, konflik, dan
penokohan dalam drama. Kegiatan pendahuluan ini dilakukan dengan alokasi waktu 15
menit.Guru melanjutkan ke kegiatan inti dengan mengenalkan kepada siswa tentang mendata,
alur, konfliks, penokohan dan babak dalam drama yang ditonton atau dibaca.Mengumpulkan
hasil diskusi terkait mendata alur, konflik, dan babak dalam drama dan diacak untuk
dijadikan nomor urut kelompok. Pada tahap ini, data dalam penelitian yaitu unsur-unsur
intrinsik dimasukkan dan dijadikan topik dalam mengidentifikasi teks drama. Peserta didik
diberikan waktu untuk membuat kelompok, memilih indikator dalam unsur-unsur intrinsik
yang diberikan oleh pendidik, dan mengidentifikasikannya.
77
Setelah selesai mengerjakan tugas yang diberikan oleh pendidik, peserta didik
mempresentasikan teks drama yang telah diidentifikasi, lalu peserta didik yang lain
memberikan tanggapan secara lisan terhadap identifikasi teks drama drama yang telah
dipresentasikan. Setelah selesai, peserta didik mengumpulkan tugas yang dikerjakan tersebut
untuk dinilai oleh guru yang bersangkutan. Alokasi waktu dalam kegiatan inti 60 menit.
Setelah selesai kegiatan inti, dilanjutkan kegiatan penutup yaitu menyimpulkan pembelajaran
yang telah dilakukan. Peserta didik mengikuti penilaian pembelajaran yang diberikan
pendidik. Pendidik dan peserta didik bersama-sama membahas kembali tentang drama
dengan melakukan refleksi dan terakhir guru atau pendidik mengakhiri pembelajaran dengan
mengucapkan salam kepada peserta didik.
BAB VSIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisis dari monolog dalam naskah drama Aeng karya Putu Wijaya yang
memiliki unsur-unsur intrinsik yang telah diuraikan pada bab IV, dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1. Hasil penelitian menunjukkan unsur-unsur intrinsik dalam naskah drama Aeng karya Putu
Wijaya terdiri dari tujuh indikator, berdasarkan teori Rokhmansyah. Unsur-unsur intrinsik
yang diteliti adalah tema, tokoh, penokohan, alur, latar, bahasa, dan amanat. Indikator
tema dalam naskah drama ini gambarannya melalui tokoh dan latar. Indikator tokoh
merupakan pelaku dalam cerita, berdasarkan hasil penelitian tokoh yang terdapat dalam
naskah drama ini terdapat satu tokoh utama yang menggambarkan lima tokoh tambahan
lainnya. Indikator penokohan dikaji berdasarkan tiga dimensi, yaitu dimensi fisiologis
(fisik), psikologis (psikis), dan sosiologis (sosial). Indikator alur dikaji berdasarkan tiga
bagian, yaitu eksposisi (bagian yang memperkenalkan pelaku kepada kita), komplikasi
(bagian perkembangan konflik), resolusi (penyelesaian). Indikator latar dikaji berdasarkan
tiga bagian, yaitu latar tempat, waktu, dan suasana. indikator bahasa dikaji berdasarkan
gaya bahasa dan pemilihan diksi. Indikator amanat dikaji berdasarkan gambaran dari
tokoh dan latar.
79
2. Hasil penelitian menunjukan bagaimana unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam naskah
drama Aeng dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMA yang
dapat dijadikan referensi dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Unsur-unsur intrinsik
yang terdapat dalam naskah drama Aeng dapat dikaitkan dengan Kompetensi Dasar (KD)
kelas XI yaitu KD 3.18 Mengidentifikasi alur cerita, babak demi babak, dan konflik dalam
drama yang dibaca atau ditonton dengan alokasi waktu 2x45 menit dalam satu kali
pertemuan. Kompetensi dasar tersebut dimuat dalam kurikulum 2013 edisi revisi.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti dapat memberikan saran-saran sebagai
berikut.
1. Bagi guru, membaca skripsi ini menambah referensi untuk membuat sebuah bahan ajar
dan dapat menjadi sarana untuk mengajarkan peserta didik agar dapat mengapresiasi
sebuah karya sastra dan memahami pesan yang terkandung dalam sebuah drama. dengan
cara mengajarkan bagaimana menganalisis unsur-unsur intrinsik, peserta didik diajarkan
mengaplikasikan kemampuan berbahasa mereka melalui aspek kebahasaan, yaitu
membaca, menulis, menyimak, dan berbicara.
2. Bagi pembaca umum, unsur-unsur intrinsik dalam naskah drama ini dapat dijadikan sarana
untuk mengapresiasi sebuah karya sastra. Amanat yang terkandung di dalamnya dapat
dijadikan pelajaran bagi kita bagaimana seharusnya kita mendidik anak mulai dari
lingkungan keluarga dan di luar lingkungan keluarga sehingga anak menjadi pribadi yang
bermoral.
3. Bagi peneliti lain yang ingin melakukan serupa, skripsi ini dapat dijadikan sebagai bahan
untuk menambah referensi, agar peneliti selanjutnya dapat menghasilkan penelitian yang
jauh lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1995. Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra.Semarang: IKIP Semarang Press
Budianta, Melani, dkk. 2006. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera
Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.Jakarta : Rineka Cipta
Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia
Kosasih, Encang. 2012. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: YramaWidya
Margono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Ratna, Yoman Kutha. 2015. Teori, Metode, dan Teknik PenelitianSastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra. Yogyakarta: GrahaIlmu
Sumardjo, Jakob dan Saini. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia
Soemardjan, Selo, dkk. 1984. Budaya Sastra. Jakarta: CV. Rajawali
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: AngkasaBandung
Tarigan, Henry Guntur. 2011. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: AngkasaBandung
Universitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung:Universitas Lampung
Wiyatmi. 2005. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
WS, Hasanuddin. 2015. Drama Karya Dalam Dua Dimensi. Bandung: AngkasaBandung
http://duniasastra.net/ diakses pada tanggal 16 Mei 2017.
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/tokoh/273/Putu%20Wijayadiakses pada tanggal 28 Agustus 2017.